2012-2-48401-821309053-bab2-05022013092034.pdf

25
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Swamedikasi 2.1.1 Defenisi Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat- obat yang sederhana yang dibeli bebas di apotik atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter (Rahardja, 2010). Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit ringan sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Lebih dari 60% dari anggota masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya mengandalkan obat modern (Anonim, 2010) Swamedikasi adalah Pengobatan diri sendiri yaitu penggunaan obat-obatan atau menenangkan diri bentuk perilaku untuk mengobati penyakit yang dirasakan atau nyata. Pengobatan diri sendiri sering disebut dalam konteks orang mengobati diri sendiri, untuk meringankan penderitaan mereka sendiri atau sakit. Dasar hukumnya permekes No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Setidaknya ada lima komponen informasi yang yang diperlukan untuk swamedikasi yang

Upload: fitri-ameitasary-bangun

Post on 28-Sep-2015

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Swamedikasi

    2.1.1 Defenisi

    Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-

    obat yang sederhana yang dibeli bebas di apotik atau toko obat atas inisiatif sendiri

    tanpa nasehat dokter (Rahardja, 2010).

    Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit

    ringan sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Lebih

    dari 60% dari anggota masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya

    mengandalkan obat modern (Anonim, 2010)

    Swamedikasi adalah Pengobatan diri sendiri yaitu penggunaan obat-obatan

    atau menenangkan diri bentuk perilaku untuk mengobati penyakit yang dirasakan

    atau nyata. Pengobatan diri sendiri sering disebut dalam konteks orang mengobati

    diri sendiri, untuk meringankan penderitaan mereka sendiri atau sakit. Dasar

    hukumnya permekes No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana

    swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit

    tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti asal

    mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai dengan

    penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa

    memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh

    dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Setidaknya

    ada lima komponen informasi yang yang diperlukan untuk swamedikasi yang

  • 6

    tepat menggunakan obat modern, yaitu pengetahuan tentang kandungan aktif obat,

    indikasi, dosage, efek samping, dan kontra indikasi (Anonim, 2010).

    Resiko dari pengobatan sendiri adalah tidak mengenali keseriusan

    gangguan. Keseriusan dapat dinilai salah satu atau mungkin tidak dikenali,

    sehingga pengobatan sendiri bisa dilakukan terlalu lama. Gangguan bersangkutan

    dapat memperhebat keluhan, sehingga dokter perlu menggunakan obat-obat yang

    lebih keras. Resiko yang lain adalah penggunaan obat yang kurang tepat. Obat

    bisa digunakan secara salah, terlalu lama atau dalam takaran yang terlalu besar.

    Guna mengatasi resiko tersebut,maka perlu mengenali kerugian-kerugian tersebut

    (Tjay dan Raharja, 1993).

    Disinilah peran Farmasi Apoteker untuk membimbing dan memilihkan obat

    yang tepat. Pasien dapat meminta informasi kepada apoteker agar pemilihan obat

    lebih tepat. Selain apoteker, tenaga farmasi lain seperti asisten apoteker

    mempunyai peran penting dalam menyampaikan informasi obat kepada

    masyarakat. Seperti penyampaian informasi tentang Penggunaan obat secara tepat,

    aman dan rasional. Atas permintaan masyarakat Informasi yang diberikan harus

    benar, jelas dan mudah dimengerti serta cara penyampaiannya disesuaikan dengan

    kebutuhan, selektif, etika, bijaksana dan hati-hati. Informasi yang diberikan

    kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara

    penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan/ minuman/ aktifitas yang

    hendaknya dihindari selama terapi dan informasi lain yang diperlukan (Anief,

    1997).

  • 7

    Swamedikasi biasanya digunakan untuk mengatasi keluhan-keluhan

    penyakit ringan yang banyak dialami masayarakat, seperti demam, nyeri, pusing,

    batuk, influenza, sakit maag, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Swamedikasi

    diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada

    pelaksanaanya, swamedikasi menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan

    karena ada ancaman penyakit yang lebih serius yang tidak disadari oleh

    masyarakat dan juga keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan

    penggunannya (Sriana, 2004).

    Obat bebas dan obat bebas terbatas adalah obat yang dapat diperjualbelikan

    secara bebas tanpa resep dokter untuk mengobati jenis penyakit yang

    pengobatannya dapat diterapkan sendiri oleh masyarakat. Pengertian obat itu

    sendiri adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosis, pengobatan melunakkan,

    penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau hewan (Anief, 1997).

    2.1.2 Terapi Rasional

    Menurut Siregar (2003) definisi penggunaan obat secara rasional adalah

    mensyaratkan bahwa penderita menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan

    klinik, dalam dosis serta periode waktu yang memadai dan harga terendah bagi

    komunitas mereka

    Pada pengobatan sendiri dibutuhkan penggunaan obat yang tepat atau

    rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah pasien menerima obat yang tepat

    dengan keadaan kliniknya, dalam dosis yang sesuai dengan keadaan individunya,

    pada waktu yang tepat dan dengan harga terjangkau bagi dia dan komunitasnya.

    Pengertian lain dari penggunaan obat yang rasional adalah suatu tindakan

  • 8

    pengobatan terhadap suatu penyakit dan pemahaman aksi fisiologi yang benar dari

    penyakit Sesuai dengan konteks tersebut, terapi rasional meliputi kriteria

    (Maulana, 2010).

    a. Tepat indikasi

    Tepat indikasi adalah adanya kesesuaian antara diagnosis pasien dengan

    obat yang diberikan.

    b. Tepat obat

    Tepat obat adalah pemilihan obat dengan memperhatikan efektivitas,

    keamanan, rasionalitas dan murah.

    c. Tepat dosis regimen

    Tepat dosis regimen adalah pemberian obat yang tepat dosis (takaran obat),

    tepat rute (cara pemberian), tepat saat (waktu pemberian), tepat interval

    (frekuensi), dan tepat lama pemberian.

    d. Tepat pasien

    Tepat pasien adalah obat yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien.

    Kondisi pasien misalnya umur, faktor genetik, kehamilan, alergi, dan penyakit

    lain.

    2.1.3 Keuntungan dan Kerugian

    Menurut Rahardja (2010) keuntungan swamedikasi adalah obat untuk

    ganguan-ganguan tersebut sering kali memang sudah tersedia di rumah.

    Keuntungan yang lainnya yaitu aman apabila digunakan sesuai dengan

    petunjuk (efek samping dapat diperkirakan), efektif untuk menghilangkan keluhan

    karena 80% sakit bersifat self limiting, yaitu sembuh sendiri tanpa intervensi tenaga

  • 9

    kesehatan, biaya pembelian obat relatif lebih murah daripada biaya pelayanan

    kesehatan, hemat waktu karena tidak perlu menggunakan fasilitas atau profesi

    kesehatan, kepuasan karena ikut berperan serta dalam sistem pelayanan kesehatan,

    menghindari rasa malu atau stres apabila harus menampakkan bagian tubuh tertentu

    di hadapan tenaga kesehatan, dan membantu pemerintah untuk mengatasi

    keterbatasan jumlah tenaga kesehatan pada masyarakat (Supardi dkk, 2005)

    Menurut Anief (1997), keuntungan yang lain yaitu lebih mudah, cepat, tidak

    membebani sistem pelayanan kesahatan dan dapat dilakukan oleh diri sendiri.

    Bagi konsumen obat, pengobatan sendiri dapat memberi keuntungan yaitu bila ia

    dapat

    1) Menghemat biaya ke dokter

    2) Menghemat waktu ke dokter

    3) Segera dapat beraktifitas kembali

    Kekurangan, obat dapat membahayakan kesehatan apabila tidak digunakan

    sesuai dengan aturan, pemborosan biaya dan waktu apabila salah menggunakan obat,

    kemungkinan kecil dapat timbul reaksi obat yang tidak diinginkan, misalnya

    sensitifitas, efek samping atau resistensi, penggunaan obat yang salah akibat salah

    diagnosis dan pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman menggunakan obat di

    masa lalu dan lingkungan sosialnya (Supardi dkk, 2005).

    2.2 Obat Tanpa Resep

    2.2.1 Definisi

    Obat tanpa resep adalah obat untuk jenis penyakit yang pengobatannya

    dianggap dan ditetapkan sendiri oleh masyarakat dan tidak begitu membahayakan

  • 10

    jika mengikuti aturan memakainya. Obat yang beredar dimasyarakat dibagi atas

    empat golongan, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat

    narkotika (Anief, 1997).

    Resiko dari pengobatan sendiri adalah tidak mengenali keseriusan

    gangguan. Keseriusan dapat dinilai salah satu atau mungkin tidak dikenali,

    sehingga pengobatan sendiri bisa dilakukan terlalu lama. Gangguan bersangkutan

    dapat memperhebat keluhan, sehingga dokter perlu menggunakan obat-obat yang

    lebih keras. Resiko yang lain adalah penggunaan obat yang kurang tepat. Obat

    bisa digunakan secara salah, terlalu lama atau dalam takaran yeng terlalu besar.

    Guna mengatasi resiko tersebut, maka perlu mengenali kerugian-kerugian tersebut

    (Tjay dan Raharja, 1993).

    Pada setiap produk obat selalu dicantumkan nama obat, komposisi,

    indikasi, informasi mengenai cara kerja obat, aturan pakai, peringatan, perhatian,

    nama produsen, nomor batch atau lot, nomor registrasi, dan tanggal kadaluwarsa.

    Obat bebas dan obat bebas terbatas dapat dibeli tanpa resep di apotek dan toko

    obat.Biasanya obat bebas dapat mendorong untuk pengobatan sendiri atau

    perawatan penyakit tanpa pemeriksaan dokter dan diagnosa.

    Obat yang dapat diperoleh tanpa resep sering digunakan pasien atas

    anjuran paramedik. Sikap dokter terhadap praktek pengobatan sendiri dengan obat

    tanpa resep umumnya tidak keberatan dalam batas-batas tertentu.Profesi

    kedokteran meyakinkan bahwa pengobatan sendiri adalah terbatas pada kondisi

    kecil yang pasien mampu mengenal dengan jelas pengalaman sebelumnya dan

    rasa kurang enak yang diderita adalah bersifat sementara (Anief, 1997).

  • 11

    Menurut Anief juga pada penggunaan obat tanpa resep perlu diperhatikan:

    a. Apakah obatnya masih baik atau tidak.

    b. Bila ada tanggal kadaluwarsa, perhatikan tanggalnya apakah lewat atau belum.

    c. Keterangan pada brosur atau selebaran yang disertakan oleh pabrik, dibaca

    dengan baik, antara lain berisi informasi tentang:

    1) Indikasi yaitu petunjuk penggunaan obat dalam pengobatan penyakit.

    2) Kontraindikasi yaitu petunjuk penggunaan obat yang tidak diperbolehkan,

    karena berlawanan dengan kondisi tubuh kita.

    3) Efek samping yaitu efek yang timbul, bukan efek yang diinginkan. Efek

    samping dapat merugikan atau berbahaya.

    4) Dosis obat yaitu besaran obat yang boleh digunakan untuk orang dewasa

    atau anak-anak berdasarkan berat badan atau umur anak.

    5) Waktu kadaluwarsa.

    6) Cara penyimpanan obat.

    Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/Per/X/1993

    disebutkan bahwa penyerahan obat tanpa resep harus memenuhi kriteria pada

    penggunaan obatnya, yaitu:

    a. Tidak kontra indikasi untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah

    usia dua tahun, orang tua diatas 65 tahun.

    b. Pada pengobatan sendiri, tidak memberi resiko pada kelanjutan penyakit.

    c. Tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga

    kesehatan.

    d. Diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.

  • 12

    e. Memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dijamin untuk pengobatan

    sendiri (Anief, 2000).

    2.2.2 Penggolongan Obat tanpa resep

    Menurut penggolongannya obat dibagi menjadi 4 golongan yaitu:

    1) Obat Bebas

    Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa

    resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran

    hijau dengan garis tepi berwarna hitam contoh paracetamol (Anonim, 2006).

    2) Obat Bebas Terbatas

    Selain tanda khusus obat bebas terbatas, terdapat pula tanda peringatan.

    Tanda peringatan ini diberikan karena hanya dengan takaran dan kemasan tertentu

    obat ini aman dipakai untuk pengobatan sendiri. Tanda peringatan berupa empat

    persegi panjang dengan huruf putih pada dasar hitam yang terdiri dari 6 macam,

    yaitu:

    a) P.No.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya.

    b) P. No. 2: Awas! Obat keras.Hanya untuk kumur, jangan ditelan.

    c) P. No. 3: Awas! Obat keras.Hanya untuk bagian luar badan.

    d) P. No.4: Awas!Obat keras.Hanya untuk luka bakar.

    e) P. No.5: Awas! Obat keras.Tidak boleh ditelan.

    f) P. No.6: Awas! Obat keras.Obat wasir jangan ditelan (Anonim, 2004a)

    3) Obat Keras

    Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep

    dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran

  • 13

    merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat psikotropika adalah obat keras baik

    alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui

    pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas

    pada aktivitas mental dan perilaku. (Anonim, 2000)

    4) Obat Narkotika dan Psikotropika

    Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman

    baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

    perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

    nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Obat psikotropika adalah obat keras baik

    alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui

    pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas

    pada aktivitas mental dan perilaku (Anonim, 2000).

    5) Obat Wajib Apotik (OWA)

    Selain memproduksi obat generik, untuk memenuhi keterjangkauan

    pelayanan kesehatan khususnya akses obat pemerintah mengeluarkan kebijakan

    OWA. OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola

    Apotek (APA) kepada pasien.Walaupun APA boleh memberikan obat keras,

    namun ada persayaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA. Tujuan

    OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masyarakat, maka obat-obat

    yang digolongkan dalam OWA adalah obat yang diperlukan bagi kebanyakan

    penyakit yang diderita pasien. Antara lain: obat antiinflamasi (asam mefenamat),

    obat alergi kulit (salep hidrokotison), infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin),

    antialergi sistemik (CTM), obat KB hormonal (Anonim,2000).

  • 14

    Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat

    diserahkan:

    1. Tidak dikontra indikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di

    bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.

    2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada

    kelanjutan penyakit.

    3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan

    oleh tenaga kesehatan.

    4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

    Indonesia.

    5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat

    dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Anonim,2000).

    2.3 Informasi Obat

    Menurut Anief (1997) Pasien harus benar-benar paham dalam memilih obat

    sebagai upaya pengobatan sendiri. Disinilah peran farmasi apoteker untuk

    membimbing dan memilihkan obat yang tepat. Pasien dapat meminta informasi

    kepada apoteker agar pemilihan obat lebih tepat. Arti informasi obat bagi rakyat

    sangat besar. Spliane (2007) dalam Maulana (2010) Bahwa Semakin lama

    semakin banyak orang di seluruh dunia terpaksa menggunakan pendapatan yang

    terbatas untuk membeli lebih banyak obat obatan.

    Berdasarkan keputusan menteri Kesehatan No.386 Tahun 1994 tentang

    periklanan obat maka iklan harus memenuhi persyaratan seperti dibawah ini:

  • 15

    a. Obat harus sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tergolong

    obat bebas dan bebas terbatas.

    b. Obat tersebut telah mendapat nomor persetujuan pendaftaran Depkes RI.

    c. Rancangan iklan harus telah disetujui oleh Depkes RI.

    d. Nama obat yang di iklankan adalah nama yang disetujui dalam pendaftaran.

    e. Iklan dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk memilih penggunaan obat

    bebas secara rasional.

    f. Iklan tidak boleh mendorong penggunaan obat yang berlebihan dan terus-

    menerus.

    g. Iklan tidak boleh ditujukan untuk anak-anak atau menampilkan anak-anak

    tanpa supervisi orangdewasa, iklan tidak boleh menggambarkan bahwa

    keputusan penggunaan harus ditentukan dan diambil oleh anak-anak.

    2.4 Penyakit Influenza

    2.4.1 Definisi

    Menurut Kurnia (2009), influenza merupakan sebuah penyakit infeksi

    saluran nafas yang bisa menyerang semua manusia tanpa mengenal usia.

    Umumnya penyakit ini bisa sembuh sendiri dan biasanya masa inkubasi selama 2

    hari, tetapi ada juga yang mencapai 4 hari.

    Salesma adalah penyakit yang disebabkan oleh virus pilek yang dikenal

    dengan Rhynovirus dan gejalanya berupa pilek berat, mata banyak mengeluarkan

    air, kepala terasa mampat, dan disertai demam ringan. Influenza merupakan

    penyakit yang menunjukan gejala seperti Salesma, namun bersifat lebih berat

  • 16

    yaitu demam tinggi, hidung tersumbat, nyeri otot dan persendian, nyeri kepala dan

    tenggorokan, suara serak, hilangnya nafsu makan, dan adakalanya nyeri telinga,

    mual, muntah dan diare.

    Patogenesis penyakit virus merupakan hasil interaksi antara virus dan

    inang yang terinfeksi. Virus bersifat patogenik untuk inang tertentu jika virus

    tersebut dapat menginfeksi dan menimbulkan gejala penyakit pada inang tersebut.

    Untuk menimbulkan penyakit, virus harus memasuki suatu inang, melakukan

    kontak dengan sel yang dapat dimasukinya, bereplikasi dan menimbulkan cedera

    sel. Agar infeksi dapat terjadi, virus mula-mula harus melekat dan memasuki sel

    dari suatu permukaan tubuh (dapat melalui kulit,saluran pernafasan, pencernaan,

    saluran kemih atau konjungtiva). Sebagian besar virus memasuki inang melalui

    mukosa saluran pernafasan atau pencernaan, namun ada virus yang langsung

    masuk ke dalam aliran darah atau melalui gigitan serangga (Maulana, 2010).

    2.4.2 Replikasi

    Virus dapat bereplikasi hanya pada sel hidup.

    Infeksi dan replikasi

    influenza merupakan proses bertahap: pertama, virus harus berikatan dengan sel

    dan memasuki sel, kemudian memindahkan genomnya pada suatu tempat dimana

    virus tersebut dapat memproduksi duplikat dari protein virus dan RNA, kemudian

    menyusun komponen-komponen tersebut menjadi partikel virus baru, dan

    terakhir, keluar dari sel inang.

    Biasanya virus bereplikasi di tempat masuknya, sehingga menyebabkan

    gejala penyakit di tempat tersebut, kemudian menyebar kedalam tubuh inang.Jalur

    penyebaran virus beragam, namun yang palingumum adalah melalui aliran

  • 17

    darah.Adanya virus dalam darah disebut viremia. Stadium akhir dari patogenesis

    adalah pelepasan virus yang infeksius kelingkungan sekitarnya, untuk menjaga

    keberadaan virus dalam populasi inang.Pelepasan biasanya terjadi dari permukaan

    tubuh tempat virus masuk.Penyakit virus mengakibatkan beberapa abnormalitas

    baik struktural maupun fungsional. Kerusakan sel yang terinfeksi virus dan

    perubahan fisiologis yang ditimbulkan pada inang oleh cedera jaringan dapat

    menjadi sebab terjadinya penyakit atau gejala penyakit (Anonim, 2011).

    2.4.3 Penularan

    Influenza dapat disebarkan dalam tiga cara utama: melalui penularan

    langsung (saat orang yang terinfeksi bersin, terdapat lendir hidung yang masuk

    secara langsung pada mata, hidung, dan mulut dari orang lain); melalui udara (saat

    seseorang menghirup aerosol (butiran cairan kecil dalam udara) yang dihasilkan

    saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau meludah), dan melalui penularan

    tangan-ke-mata, tangan-ke-hidung, atau tangan-ke-mulut, baik dari permukaan

    yang terkontaminasi atau dari kontak personal langsung seperti bersalaman

    (Anonim, 2011).

    Menurut Maryani dan Kristiana (2004), Penularan penyakit influenza dapat

    melalui dua cara juga yaitu melalui pernapasan dan kontak jasmani. Cara pertama,

    ketika seorang penderita influenza baik batuk, bersin, virus ini akan di keluarkan

    dan menyebar ke udara. Akibanya, orang yang sehat dapat tertular virus influenza.

    Cara kedua, jika orang sehat tidak sengaja bersentuhan dengan orang yang

    terinfeksi seperti berjabat tangan, menyentuh benda benda yang tercemar virus

  • 18

    kemudian menyentuh hidung dan mulutnya, maka virus akan masuk ke saluran

    nafas orang sehat tersebut.

    Virus ini juga dapat menular dengan mudah dari orang ke orang melalui

    droplet dan partikel kecil yang dihasilkan ketika orang yang terinfeksi batuk atau

    bersin. Influenza cenderung menyebar cepat pada epidemi musiman. Kebanyakan

    orang yang terinfeksi sembuh dalam waktu satu sampai dua minggu tanpa

    memerlukan perawatan medis. Namun, di sangat muda, orang tua, dan mereka

    dengan kondisi medis yang serius, infeksi dapat mengakibatkan komplikasi parah

    dari pneumonia, kondisi yang mendasari dan kematian.

    Shedding virus influenza (waktu di mana seseorang dapat menularkan virus

    pada orang lain) dimulai satu hari sebelum gejala muncul dan virus akan

    dilepaskan selama antara 5 sampai 7 hari, walaupun sebagian orang mungkin

    melepaskan virus selama periode yang lebih lama. Orang yang tertular influenza

    paling infektif pada hari kedua dan ketiga setelah infeksi. Jumlah virus yang

    dilepaskan nampaknya berhubungan dengan demam, jumlah virus yang

    dilepaskan lebih besar saat temperaturnya lebih tinggi. Anak-anak jauh lebih

    infeksius dibandingkan orang dewasa dan mereka melepaskan virus sebelum

    mereka mengalami gejala hingga dua minggu setelah infeksi. Penularan influenza

    dapat dimodelkan secara matematis, yang akan membantu dalam prediksi

    bagaimana virus menyebar dalam populasi (Anonim, 2012).

    2.4.4 Tanda dan Gejala

    Menurut Soedarmo (2002), gejala dan tanda influenza pada anak dan

    dewasa berbeda, yaitu anoreksia, nyeri perut, muntah, mual, pembesaran kelenjar

  • 19

    servikal dan demam sampai 38,9C, lebih sering ditemukan pada anak

    dibandingkan dengan pasien dewasa lain, berbeda dengan pendapat Biddulp

    (1999), menurutnya gejala dan tanda influenza adalah demam, malaise (merasa

    kurang enak badan), nausea (mual, seperti mau muntah), sakit kepala, muntah,

    sakit tenggorokan, sakit mata, nyeri otot dan ingus encer. Influenza dapat

    berlangsung selama tiga sampai sepuluh hari. Kekebalan terhadap influenza

    terjadi sebagai akibat dari interaksi kompleks antara mekanisme humoral,

    sekretori, dan seluler.

    2.4.5 Patofisiologi Influenza

    Virus flu menyerang sel-sel permukaan saluran napas. Jaringan menjadi

    bengkak dan meradang. Namun meskipun rusak jaringan ini akan sembuh dalam

    beberapa minggu. Meskipun influenza sering disebut penyakit pernapasan, namun

    penyakit ini bisa memberi pengaruh ke seluruh tubuh.Penderita secara tiba-tiba

    menjadi demam, letih, lesu, kehilangan selera makan, dan sakit kepala, belakang

    tangan dan kaki.Juga menderita sakit tenggorokan dan batuk kering, mual dan

    mata seperti terbakar. Panas bisa meningkat hingga 104 derajat Fahrenheit, tapi

    akan menurun setelah 2 hingga 3 hari. Gejala saluran nafasnya sendiri bisa berupa

    pilek dan batuk. Transimisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya

    ditraktus respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) tang

    membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran nafas. Pada dosis infeksius 10

    virus/droplet 50% orang-orang terserang dosis ini akan menderita influenza. Virus

    akan melekat pada epitel sel di hidung dan bronkus. Setelah virus berhasil

    menerobos masuk ke dalam sel, dalam beberapa jam sudah mengalami replikasi.

  • 20

    Partikel-partikel virus baru ini kemudian menggabungkan diri dekat permukaan

    sel, dan langsung dapat meninggalkan sel untuk pindah ke sel lain. Virus

    influenza dapat mengakibatkan demam tapi tidak sehebat efek pirogen lipopoli-

    sakarida kuman Gram negatif (Nelwan, 2006).

    2.4.6 Terapi influenza

    1. Terapi obat modern

    Untuk mencegah infeksi virus influenza hingga kini belum ditemukan

    obatnya. Setelah terinfeksi, tubuh membentuk zat-zat penangkis. Jenis virus

    influenza banyak, maka flu akan kambuh lagi, sehingga tiap kali virus kembali

    menyerang, tubuh belum siap melawan serangan virus tersebut. Risiko terkena

    infeksi dapat diperkecil dengan cara-cara hidup sehat yang ditujukan untuk

    meningkatkan sistem daya tahan tubuh, misalnya cukup tidur dan makan

    dietsehari-hari yang bervariasi dengan banyak konsumsi sayur dan buah-buahan.

    Dengan demikian, tubuh diberi kesempatan untuk memperkuat sistem tangkisnya

    dan mengahalau semua virus penyerbu. (Tjay dan Rahardja, 1993).

    2. Terapi alternatif (obat Tradisional)

    Beberapa penyakit bisa di cegah dan diobati dengan obat tradisioanal. sudah

    di pahami bahwa flu di sebabkan oleh infeksi virus yang menimbulkan sakit bila

    terjadi penurunan daya tahan tubuh seseorang. Maka beberapa tanaman obat

    tradisional dapat digunakan untuk mengatasi penyakit flu dengan meredakan

    gejala demam, pilek, batuk, nyeri otot dan tulang dan meningkatkan daya tahan

    tubuh.Lebih baik lagi bila tanaman obat tersebut mempunyai daya antivital.

    Tanaman obat tradisional dapat di gunakan secara tunggal atau dalam bentuk

  • 21

    ramuan. Berikut ini beberapa tanaman obat tradisional yang telah diketahui dan

    bisa digunakan untuk mengatasi flu / influenza :

    a) Tapak liman (Elephantophus scaber)

    Dalam pengobatan tradisional cina, tapak liman di kenal sebagai

    tanaman yang memiliki rasa pahit, pedas, dan sejuk. Bisa digunakan untuk

    anti radang (radang amandel dan tenggorokan, radang hati radang ginjal),

    peluruh air seni, menghilangkan bengkak, menetralkan racun, mengatasi

    perut kembung, disentri, pembersih darah, dan peluruh haid.

    b) Ciplukan (Physallis peruviana L.)

    Tanaman ini mempunyai rasa pahit dan sejuk, memiliki sifat sebagai

    pereda demam dan nyeri (anti piretik dan analgesik), peluruh air seni,

    penetral racun, dan mengaktifkan fungsi kelenjar kelenjar tubuh.

    c) Sambiloto (Androgaphis paniculata Burm. F nees)

    Tanaman ini memiliki rasa pahit, dan dingin.Mempunyai fungsi

    menurunkan demam (antipiretik), anti radang, anti racun, anti bengkak dan

    mengaktifkan kelenjar kelenjar tubuh.Tanaman ini ini dapat merangsang

    fagositosis untuk meningkatkan aktivitas kekebalan seluler hingga efektif

    melawan virus ataupun kuman.

    d) Pulutan (Urena lobata)

    Tanaman ini memiliki rasa manis, tawar, dan sejuk. Memiliki efek

    menurunkan demam (antipiretik), anti radang memperbaiki fungsi kelenjar

    kelenjar tubuh.

    e) Meniran (Phylantus Urinaria Linn)

  • 22

    Tanaman ini memiliki rasa agak asam dan sejuk memiliki efek

    menurunkan demam, peluruh air seni, Anti radang (radang ginjal dan radang

    hepatitis) dan juga dapat menigkatkan kekebalan tubuh.

    3. Terapi Non obat

    Adapun tindakan umum yang dapat dilakukan pada pasien influenza yaitu:

    a) Istirahat dan cukup tidur

    b) Makan diet sehari-hari yang bervariasi dengan banyak konsumsi

    sayur-mayur dan buah-buahan

    c) Minum cukup cairan dan istirahat selama satu sampai tiga hari sampai

    tubuh pulih

    d) Menghindari tempat-tempat umum untuk mencegah penularan.

    Hal diatas dimaksudkan untuk memberikan kesempatan tubuh untuk

    memperkuat sistem daya tahan tubuh dan menghalau semua virus penyerbu (Tjay

    dan Rahardja,1993).

    2.4.7 Usaha pencegahan

    Usaha yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan influenza antara lain:

    1. Vaksinasi

    Untuk pencegahan influenza di banyak negara Barat, setiap tahun diberikan

    2 minggu sebelumnya epidemi yang diperkirakan. Namun, vaksinasi tidak

    memberikan jaminan terhindar dari influenza. Tetapi, jika terserang infeksi

    biasanya gejala-gejalanya lebih ringan (Tjay dan Rahardja,1993).

    2. Antibiotik

  • 23

    Antibiotika hanya digunakan pada orang-orang yang berisiko tinggi dengan

    daya tangkis lemah, seperti pada penderita bronkitis kronis, jantung atau ginjal.

    Mereka mudah dihinggapi infeksi sekunder dengan bakteri, yang tak jarang

    berakhir fatal (Maulana, 2010).

    3. Vitamin C

    Adanya radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada tubuh.

    Kerusakan jaringan tersebut dapat terlihat pada proses menua, kanker, dan

    penyakit lain seperti jantung, pembuluh, mata, paru, lambung, usus dan sistem

    imun. Menurut ahli ortomolekuler, vitamin C 500-1000 mg berguna sebagai

    antioksidan, yakni melindungi jaringan tubuh terhadap kerusakan oksidatif oleh

    radikal bebas yang merugikan jaringan tubuh, antara lain membran sel dan

    intiDNA. Perlindungan dilakukan dengan mengaktifasi fagosit dan menstimulasi

    produksi interferon dengan daya antiviral. Oleh karena itu dalam keadaan

    streskontinu dan pembebanan belebihan sehingga daya tahan tubuh menurun,

    asupan vitamin C dalam dosis tinggi sangat berguna (Maulana, 2010).

    4. Aturan hidup sehat

    Menurut Tjay dan Rahardja (1993), Resiko adanya infeksi dapat diperkecil

    dengan cara hidup yang ditujukan untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh.

    Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya dengan:

    a. Tidak makan makanan yang berlemak, gula, garam tinggi, berbumbu

    dan alkohol

    b. Makan buah, sayur, bawang merah dan bawang putih

    c. Istirahat cukup dan olahraga ringan.

  • 24

    2.4.8 Obat-Obat Penyakit Influenza

    Untuk mencegah infeksi virus influenza hingga kini belum ditemukan

    obatnya. Setelah terinfeksi, tubuh membentuk zat-zat penangkis. Jenis virus

    influenza banyak, maka flu akan kambuh lagi, sehingga tiap kali virus kembali

    menyerang, tubuh belum siap melawan serangan virus tersebut. Risiko terkena

    infeksi dapat diperkecil dengan cara-cara hidup sehat yang ditujukan untuk

    meningkatkan sistem daya tahan tubuh, misalnya cukup tidur dan makan diet

    sehari-hari yang bervariasi dengan banyak konsumsi sayur dan buah-buahan.

    Dengan demikian, tubuh diberi kesempatan untuk memperkuat sistem tangkisnya

    dan mengahalau semua virus penyerbu (Tjay dan Rahardja, 1993). Untuk

    mengatasi influenza dapat digunakan obat-obatan untuk mengurangi gejala yang

    diderita yaitu:

    1. Analgetik non narkotika

    Analgetika non narkotika disebut juga analgetik antipiretik. Obat golongan

    ini dapat dibeli di toko obat maupun apotek tanpa resep dokter. Analgetika

    menimbulkan efek analgetik dengan cara menghambat secara langsung dan

    selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalisis biosintesis

    prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor

    rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin, histamin,

    serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang

    merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi. Antipiretik menimbulkan

    efek dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan

    tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi

  • 25

    air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat (Siswandono dan

    Soekardjo, 2000). Contoh: asetaminofen (parasetamol), asetosal.

    a. Asetaminofen (paracetamol)

    Derivat asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak

    digunakan sebagai analgetik. Namun, pada tahun 1978 fenasetin telah ditarik dari

    peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen) Dewasa ini

    asetaminophen umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga

    untuk swamedikasi. Efek analgetiknya dapat diperkuat oleh kofein dengan kira-

    kira 50%. Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih

    lambat. Dalam hati, zat ini diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang

    diekskresi lewat kemih sebagai konjugat glukuronida dan sulfat. Efek samping tak

    jarang terjadi antara lain hipersensitivitas dan kelainan darah. Parasetamol

    termasuk dalam daftar obat kategori aman untuk wanita hamil juga selama laktasi

    walaupun mencapai air susu ibu. Dosis dewasa untuk nyeri dan demam oral 2-3

    kali sehari 0,5 gram, maksimum 4 gram/hari (Tjay dan Rahardja, 2002).

    b. Asetosal (asam asetilsalisilat atau aspirin)

    Asetosal merupakan obat antinyeri tertua juga berkhasiat sebagai

    antidemam, namun pada dosis tinggi lebih bekerja sebagai analgetik karena

    bekerja dengan perintangan prostaglandin di ujung- ujung saraf. Pada umumnya

    mulai kerjanya agak cepat, dalam 20-30 menit dan efeknya bertahan hingga 5 jam

    (Tjay dan Rahardja, 1993). Asetosal dapat menimbulkan efek samping iritasi

    lambung. Iritasi lambung akut kemungkinan berhubungan dengan gugus

    karboksilat yang bersifat asam, sedangkan iritasi kronik dapat disebabkan oleh

  • 26

    penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2 yaitu senyawa yang dapat

    meningkatkan vasodilatasi mukosa lambung, sehingga terjadi peningkatan sekresi

    asam lambung dan vasokonstriksi mukosa lambung yang menyebabkan nekrosis

    iskemik dan kerusakan mukosa lambung (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

    Sehingga, untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya diberikan sesudah makan atau

    dalam bentuk garam kalsiumnya (Ascal) (Tjay dan Rahardja, 1993). Obat ini tidak

    dianjurkan untuk anak-anak karena berisiko menimbulkan Sindroma Rye yang

    berbahaya. Sindrom ini berciri muntah hebat, termangu-mangu, gangguan

    pernafasan, konvulsi dan adakalanya koma. Begitu pula wanita hamil sebaiknya

    tidak mengkonsumsinya, terutama pada trimester terakhir dan sebelum persalinan,

    karena lama kehamilan dan persalinan dapat diperpanjang, juga kecenderunga

    perdarahan meningkat. Pada laktasi sebaiknya juga dihindari karena dapat

    mencapai ASI, sehingga dapat mengganggu perkembangan bayi. Dosisnya untuk

    nyeri dan demam oral 4 kali sehari 0,5-1 gram, maksimum 4 gram sehari (Tjay

    dan Rahardja, 2002).

    2. Dekongestan

    Dekongestan merupakan golongan simpatomimetika yang bekerja pada

    reseptor adrenergik. Contoh dekongestan dalam obat flu antara lain: Efedrin,

    Epinefrin, Fenilefrin HCl, Pseudoefedrin HCl (Tjay dan Rahardja, 2002).

    a. Efedrin

    Efedrin adalah alkaloid yang diperoleh dari tumbuhan efedra.

    Farmakodinamik dari efedrin sama seperti amfetamin (tetapi efek sentralnya lebih

    lemah) atau mirip seperti epinefrin. Di bandingkan dengan epinefrin, efedrin dapat

  • 27

    diberikan peroral, masa kerjanya jauh lebih lama, efek sentralnya lebih kuat dan

    untuk terapi diperlukan efek yang lebih besar dari dosis epinefrin. Seperti

    epinefrin, efedrin menimbulkan bronkodilatasi, tetapi efeknya lebih lemah dan

    berlangsung lama.

    Dalam klinis efedrin dapat digunakan sebagai dekongestan diberikan per

    oral, efek samping efedrin sama seperti amfetamin, tetapi efek samping pada SSP

    lebih ringan (anonim, 2004b).

    Contoh obat yang mengandung efedrin (Hardjasaputra dkk, 2002):

    a) Dalam tiap tablet mixadin (Dankos, obat batuk) mengandung 12,5 mg

    efedrin.HCl. Efedrin.HCl merupakan suatu simpatomimetik yang berfungsi

    untuk melonggarkan saluran nafas dan melegakan pernafasan.

    b) Dalam tiap tablet demacolin (Coronet, obat demam) mengandung

    efedrin.HCl 7,5 mg. Dalam tiap tablet asmasolon(Westmont, antiasma)

    mengandung 12,5 mg efedrin.HCl.

    c) Dalam tiap 5 mL noscapax (Nicholas, sirup obat batuk) mengandung 8 mg

    efedrin.HCl. Efedrin HCl mempunyai efek bronkodilatasi untuk

    memperlancar jalannya pernafasan.

    d) Dalam tiap 5 mL oskadryl (Supra FF, sirup obat batuk) mengandung 10 mg

    efedrin.HCl. Dalam tiap tablet prinasma(Medikon, obat antiasma)

    mengandung 2,5 mg efedrin.HCl.

    b. Pseudoefedrin

    Pseudoefedrin (PSE) adalah bentuk distereomer dari efedrin yang biasanya

    digunakan sebagai dekongestan. Pseudoefedrin selain diperoleh dari tanaman

  • 28

    efedra (Ma Huang, sama dengan efedrin), secara industri diperoleh dari hasil

    fermentasi dektrosa dengan benzaldehid. Cina dan India merupakan negara

    Industri pseudoefedrin terbesar didunia dan sebagian besar adalah untuk keperluan

    ekspor.

    Contoh obat yang mengandung pseudoefedrin (Hardjasaputra dkk, 2002):

    a) Dalam tiap tablet Actifed (Glaxo, obat pilek) mengandung 60 mg

    pseudoefedrin.HCl. Pseudoefedrin.HCl mempunyai aktivitas

    simpatomimetik langsung maupun tidak langsung dan merupakan

    dekongestan saluran nafas bagian atas.

    b) Dalam tiap tablet actigesic (Glaxo) mengandung 60 mg pseudoefedrin.HCl.

    Pseudoefedrin merupakan dekongestan pada membrane mukosa dari saluran

    pernafasan atas khususnya mukosa nasal dan sinus.

    c) Dalam tiap tablet alerfed (Guardian, obat gangguan pernafasan)

    mengandung 60 mg pseudoefedrin.HCl. Pseudoefedrin.HCl adalah suatu

    turunan dari efedrin yang merupakan simpatomimetik dengan efek

    bronkodilator, sehingga dapat melegakan pernafasan.

    d) Dalam tiap tablet anakonidin (Konimex, sirup obat batuk dan pilek untuk

    anak) mengandung 60 mg pseudoefedrin.HCl.

    e) Dalam tiap tablet clarinase (Schering Pl., obat pilek) mengandung 120 mg

    pseudoefedrin sulfat. Pseudoefedrin sulfat adalah salah satu dari alkaloid

    Ephedra yang diperoleh secara alamiah dan vasokonstriktor yang diberikan

    secara oral, memberikan suatu efek dekongestan yang bertahap namun

  • 29

    berlangsung lama yang membebaskan penyempitan dari mukosa yang

    mengalami kongesti pada saluran nafas bagian atas.

    f) Dalam tiap tablet librofed (Bintang 7, obat pilek) mengandung 60 mg

    pseudoefedrin.HCl. Pseudoefedrin mempunyai khasiat simpatomimetik dan

    merupakan dekongestan saluran nafas atas. Pseudoefedrin lebih lemah

    daripada efedrin dalam menimbulkan takikardi, peningkatan tekanan darah

    sistolik, maupun perangsangan susunan saraf pusat.

    g) Dalam tiap tablet nasafed (Medikon, obat pilek) mengandung 60 mg

    pseudoefedrin.HCl, sirup mengandung 30 mg pseudoefedrin.HCl.

    Pseudoefdrin HCl merupakan suatu simpatomimetik yang memiliki khasiat

    bronchial dan nasal dekongesti sehingga melegakan saluran pernafasan

    melalui cara vasokonstriksi dan menghilangkan pembengkakan mukosa

    hidung serta merelaksasi otot polos bronkus.

    h) Dalam tiap tablet nichofed (Nicholas, obat influenza) mengandung 60 mg

    pseudoefedrin.HCl, sirup mengandung 30 mg pseudoefedrin.HCl.

    Pseudoefedrin.HCl mempunyai aktivitas simpatomimetik dan bekerja

    sebagai dekongestan saluran pernafasan bagian atas, digunakan untuk

    menghilangkan kongesti nasal dan bronchial.

    i) Dalam tiap tablet stop cold (Darya Varia, obat influenza) mengandung 30

    mg pseudoefedrin.HCl.