2.2. penyebab terjadinya karies gigi
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karies Gigi
Karies gigi (kavitasi) adalah daerah yang membusuk di dalam gigi yang terjadi
akibat suatu proses yang secara bertahap melarutkan email (permukaan gigi sebelah
luar yang keras) dan terus berkembang ke bagian dalam gigi. Jika tidak diobati oleh
seorang dokter gigi, karies akan terus tumbuh dan pada akhirnya menyebabkan gigi
tinggal (Nirmala,2015).
Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi penyakit ini
menyebabkan gigi berlubang jika tidak ditangani. Penyakit ini menyebakan nyeri,
penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya dan bahkan kematian gigi
(Newbrum, 2010).
Karies gigi yaitu suatu penyakit terhadap jaringan gigi oleh karena adanya zat
asam sebagai akibat kerjanya kuman-kuman terhadap karbohidrat mendeklasifikasi
garam-garam anorganik (Tariga, 2011).
Karies dentis merupakan proses patologis berupa kerusakan yang terbatas di
jaringan gigi mulai dari email kemudian berlanjut ke dentin. Karies dentis ini
merupakan masalah mulut uatama pada anak dan remaja, periode karies paling tinggi
adalah pada usia 4-8 tahun pada gigi sulung dan usia 12-13 tahun pada gigi tetap,
sebab pada usia itu email masih mengalami maturasi setelah erupsi, sehingga
kemungkinan terjadi karies besar (Behrman, 2011).
2.2. Penyebab Terjadinya Karies Gigi
Terjadinya karies berdasarkan oleh beberapa para penelitian berdasarkan konsep
teori Herijulianti (2014), merupakan suatu mata rantai yang paling berinteraksi secara
simultan antara ketiga faktor utama. Ketiga faktor utama tersebut adalah host, agen
dan lingkungan, dimana host adalah gigi serta manusia, sedangkan agen adalah bakteri
mulut dan diluar mulut, misalnya kebiasaan menyikat gigi, membersihkan mulut dan
kebiasaan memeriksa gigi sebagai faktor tambahan yaitu waktu juga mempengaruhi
dalam proses terjadi karies.
2.3. Proses Terjadinya Karies gigi
Pengrusakan gigi akibat karies sebernarnya sangat sederhana, walaupun proses
rincinya memang lebih rumit. Ada tiga komponen yang diperlukan yaitu: gigi, plak
bakteri,dan diet yang cocok. Gigi, plak bakteri sangat berperan, tetapi dietlah yang
paling berperan sebagai faktor penyebab karies. Perubahan diet merupakan faktor
utama bagi peningkatan prevalensi karies pada masyarakat yang terpengaruh
kebudayaan barat. Komponen diet yang sangat keriogonik adalah gula terolah atau
sukrosa yang di metabolisme oleh bakteri plak sehingga melarutkan email (Tarigan,
2011).
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi,
sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu
yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5)
yang akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi
(Tjiptowidjojo, 2018).
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui
lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul
bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak
mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang
menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru
mulai yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang
dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan
enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli
terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang
odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada
proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan
demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat
dan lapisan lima (Suryawati, 2010).
2.4. Klasifikasi Karies Gigi
Berdasarkan tempat terjadinya karies gigi, Menurut Herijulianti, (2014) jenis
karies gigi dapat dibagi sebagai berikut :
a. Karies insipies
Adalah karies yang terjadi pada permukaan enamel gigi (lapisan terluar dan
terkeras pada gigi), ciri - ciri karies insipies adalah ada pewarnaan hitam atau coklat
pada enamel yang terjadi pada permukaan enamel gigi dan belum sakit
b. Karies Superfisialis
Adalah karies yang sudah mencapai bagian dalam enamel, ciri-ciri karies
superfisialis adalah terbentuknya rongga pada permukaan gigi yang mencapai dentin
dan ada pewarnaan hitam dan kadang-kadang terasa sakit ketika ketika diminumi air
dingin
c. Karies Media
Adalah karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi ) atau bagian
pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa, ciri-ciri karies media adalah adanya
rongga yang semakin besar dan dalam mencapai pulpa gigi dan rongga berwarna
hitam, gigi terasa sakit apabila terkena rangsangan dingin, makanan masam dan manis.
d. Karies Profunda
Adalah karies yang telah mendekati atau telah mencapai pulpa sehingga terjadi
peradangan pada pulpa. ciri-ciri karies profunda adalah biasanya terasa sakit waktu
makan dan sakit secara tiba-tiba, dapat pula terbentuk abes/nanah disekitar ujung gigi,
dan biasanya sampai pecah dan hilang karena gigi sudah mengalami pengeroposan.
2.5. Bentuk-bentuk Karies Gigi
Menurut Widjayanti (2017), ada beberapa bentuk karies gigi, yaitu:
1. Gigi Normal Pada Anak
Gigi normal ialah gigi yang susunannya rapi dan tidak mengalami karies gigi.
Gambar 2.1Gigi Normal
2. Penetrierende Karies
Karies yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut. Perluasanya secara
penetrasi, yaitu merembes kearah dalam.
Gambar 2.2Penetrierende Karies
3. Unterminirende Karies
Karies yang meluas dari email kedentin dengan jalan meluas kearah samping,
sehingga menyebabkan bentuk seperti petunjuk. Berdasarkan Stadium Karies
(dalamnya karies gigi).
Gambar 2.2Unterminirende Karies
4. Karies Superfisicialis
Dimana karies baru mengenai enamel saja, sedangkan dentin belum terkena.
Gambar 2.3Karies Superfisicialis
5. Karies Media
Dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang
sudah mengenai pulpa.
Gambar 2.4Karies Media
Karies profunda ini dapat kita bagi lagi atas:
1) Karies profunda stdium I
Karies telah melewati setengah dentin, biasanya radang pulpa belum di jumpai.
2) Karies profunda stadium II
Masih di jumpai lapisan tapis yang membatasi karies dengan pulpa
Biasanya disini telah terjadi radang pulpa.
3) Karies profunda stadium III
Pulpa telah terbuka. Dijumpai bermacam-macam radang pulpa.
Gambar 2.5Karies Profunda
2.6. Diagnosis karies gigi
Diagnosis Karies Gigi Kunci keberhasilan prosedur gigi dimulai dengan diagnosis
yang tepat yang membuat praktisi menyediakan perawatan dan tindakan pencegahan
yang diperlukan pasien. Merupakan tanggung jawab praktisi untuk mencatat riwayat
medis yang akurat dan mengingat pemeriksaan intraoral dan faktor resiko eksternal.
Pemeriksaan klinis untuk menilai adanya karies akar paling baik dilakukan dengan
eksplorer yang dapat mendeteksi perbedaan pada sifat permukaan misalnya, lunak
atau keras (Budi,2006).
2.7. Pencegahan karies gigi
Pemeriksaan gigi sebaiknya dilakukan setiap 6 bulan. Rontgen gigi bisa dilakukan
setiap 12-36 bulan, tergantung kepada hasil pemeriksaan gigi oleh dokter gigi. Upaya
pencegahan karies gigi adalah:
a. Menurunkan jumlah kuman, misalnya dengan berkumur antiseptik.
b. Membersihkan plak secara periodik.
c. Meningkatkan daya tahan gigi, misalnya dengan penggunaan pasta gigi yang
mengandung fluor atau mengkonsumsi tablet fluor dengan dosis yang tepat.
d. Berkumur dengan air bersih setelah makan
e. Menyikat gigi dengan teratur. Belajar menyikat gigi dilakukan sedini mungkin, mulai
pada saat gigi baru tumbuh. Paling penting saat malam sebelum tidur.
f. Bila anak belum dapat menyikat gigi sendiri, bersihkan gigi dan mulut dengan
menggunakan kapas atau kain yang dibasahi air bersih.
g. Secepat mungkin mengganti kebiasaan minum susu dari botol ke minum dari gelas.
h. Jangan biarkan anak minum susu botol sampai tertidur.
Pencegahan karies bertujuan untuk mempertinggi taraf hidup dengan
memperpanjang kegunaan gigi di dalam mulut.
2.8. Perilaku Menurut Lawrence Green
Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti
pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang mempengaruhi
perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut juga faktor
intern sebagian lagi terletak diluar dirinya atau disebut dengan faktor ekstern yaitu
faktor lingkungan (Maulana, 2010).
Menurut Green yang dikutip Notoadmodjo (2012), perilaku dipengaruhi oleh 3
faktor utama, yakni :
1. Faktor-faktor Predisposing (predisposing factor)
Faktor-faktor predisposing adalah faktor-faktor yang mempermudah atau
mempredisposisikan terjadinya perilaku seseorang. Faktor-faktor ini mencakup
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan
masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang
dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor Pemungkin (enabling factor)
Faktor-faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau
yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini mencakup ketersediaan
sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas ini pada
hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan,
maka faktor-faktor ini disebut juga faktor pendukung. Misalnya Puskesmas,
Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah,
dan sebagainya.
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factor)
Faktor-faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang mengetahui
untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Faktor-faktor ini meliputi
faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan
perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-
undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah
terkait dengan kesehatan.
Menurut Green dalam Noorkasiani (2012) ada 6 langkah proses perubahan
perilaku kesehatan yaitu :
1. Penilaian Sosial
Penilaian sosial menentukan persepsi orang akan kebutuhan dan kualitas
hidup mereka. Pada tahap ini ahli perencana memperluas pemahaman mereka
pada masyarakat dimana mereka bekerja dengan beragam data, tindakan
terpadu. Penilaian sosial penting untuk berbagai alasan yaitu hubungan antara
kesehatan dan kualitas hidup yang saling berhubungan timbal balik dengan
pengaruh masing-masing.
2. Penilaian Epidemiologi
Penilaian epidemiologi membantu menetapkan permasalahan kesehatan
yang terpenting dalam suatu masyarakat. Penilaian ini dihubungkan dengan
kualitas hidup dari masyarakat, juga sumber daya yang terbatas sebagai
permasalahan kesehatan yang meluas di masyarakat.
3. Penilaian Perilaku dan Lingkungan
Penilaian perilaku dan lingkungan merupakan faktor-faktor yang memberi
konstribusi kepada masalah kesehatan. Dimana faktor perilaku merupakan gaya
hidup perorangan yang beresiko memberikan dukungan kepada kejadian dan
kesulitan masalah kesehatan. Sedangkan faktor lingkungan merupakan semua
faktor-faktor sosial dan fisiologis luar kepada seseorang, sering tidak mencapai
titik kontrol perorangan, yang dapat dimodifikasi untuk mendukung perilaku atau
mempengaruhi hasil kesehatan.
4. Mengidentifikasi faktor yang mendahului dan yang dikuatkan yang harus
ditempatkan untuk memulai dan menopang proses perubahan. Faktor ini
diklasifikasikan sebagai pengaruh, penguat dan pemungkin dan secara bersama-
sama mempengaruhi kemungkinan perubahan perilaku dan lingkungan.
5. Penilaian Administrasi dan Kebijakan
Merancang intervensi yang strategis dan rencana akhir untuk implementasi.
Yaitu, administrasi dan kebijakan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasikan
kebijakan, sumber-sumber dan keadaan umum yang berlaku dalam konteks
program diorganisasi yang dapat menfasilitasi atau menghalangi program
implementasi.
6. Implementasi dan Evaluasi
Dalam langkah ini program kesehatan siap untuk dilaksanakan untuk
mengevaluasi proses, dampak dan hasil dari program, final dari tiga langkah
dalam model perencanaan precede-proceed. Secara halus, proses evaluasi
menentukan tingkat tertentu dari program yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan. Penilaian yang berpengaruh kuat berubah pada predisposing,
reinforcing dan enabling faktor sebaik dalam perilaku dan faktor lingkungan
2.9. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Karies Gigi
Menurut Hendrik L.Blum dalam Notoatmodjo (2012) bahwa status kesehatan
individu/ masyarakat sangat dipengaruhi oleh lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan dan keturunan. Dapat dilihat pada skema di bawah ini:
Keturunan
Perilaku PelayananKesehatan
Lingkungan
Gambar 6Status Kesehatan Menurut Hendrik L. Blum
Dalam teori Blum ini, pengaruh perilaku pada status kesehatan individu maupun
masyarakat merupakan pengaruh terbesar kedua setelah lingkungan.
1. Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti perilaku,
fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya
digolongkan menjadi dua kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik
dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah,
air, udara, tanah, ilkim, perumahan dan sebagainya. Intervensi terhadap faktor
lingkungan fisik dalam bentuk perbaikan sanitasi lingkungan, sedanngkan
intervensi terhadap lingkungan sosial, budaya, plitik, dan ekonomi, dalam bentuk
progran-program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial ekonomi masyarakat.
Intervensi tehadap faktor pelayanan kesehatn adalah dalam bentuk penyediaan
StatusKesehtan
dan perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, perbaikan sistem dan manajemen
pelayanan kesehatan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).
2. Perilaku
Perilaku merupakan faktor kedua yang memengaruhi derajat kesehatan
masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri.
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan. Perilaku merupakan suatu yang kompleks, merupakan resultan dari
berbagai aspek internal maupun eksternal psikologik maupun fisik. Perilaku tidak
berdiri sendiri, selalu berkaitan dengan faktor-faktor lain. Perilaku dapat
dipengaruhi oleh lingkungan, pelayanan kesehatan serta keturunan. Perilaku
manusia mempunyai pengaruh terhadap status kesehatan individu meupun
kelompok masyarakat (Notoatmodjo, 2012).
3. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan
dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit,
pengobatan dan keperawatan serta kelompok masyarakat yang memerlukan
pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh lokasi, apakah
dapat dijangkau atau tidak. Selanjutnya adalah tenaga kesehatan pemberi
pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam
memperoleh pelayanan serta program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah
sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Notoatmodjo, 2012).
4. Keturunan
Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia
yang dibawa sejak lahir. intervensi terhadap faktor keterunan antara lain
penyuluhan kesehatan khususnya kelompok yang mempunyai resiko penyakit-
penyakit herediter. Pendidikan dan promosi kesehatan merupakan bentuk
intervensi terhadap faktor perilaku. Namun demikian faktor ketiga yang lain
(linkungan, pelayanan kesehatan dan herditer) juga memerlukan promosi
kesehatan (Notoatmodjo, 2012).
Perilaku dikelompokkan menjadi berapa unsur pokok, yaitu sebagai berikut
(Notoatmodjo, 2012):
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan, misalnya konsumsi makanan yang bergizi dan
berolahraga. Pada masyarakat dengan pendidikan dan sosial ekonomi rendah,
perilaku upaya pemeliharaan kesehatan biasanya merupakan kebutuhan yang
terakhir.
2. Perilaku pencegahan penyakit, misalnya menjaga kebersihan lingkungan, tidur
dengan kelambu, dan menjaga agar tidak menularkan penyakit kepada orang lain.
Perilaku masyarakat yang status sosial ekonomi dan pendidikannya relatif rendah,
biasanya belum memprioritaskan perilaku pencegahan penyakit.
3. Perilaku mencari pengobatan, misalnya pengobatan sendiri, ke dukun, dokter,
puskesmas dan lainnya. Hal ini sangat berkaitan dengan sosial ekonomi dan
tingkat pengetahuan seseorang, sedangkan tingkat pendidikan tidak menjamin
seseorang untuk selalu berobat ke pelayanan kesehatan.
4. Perilaku pemulihan kesehatan disebut pula sebagai upaya-upaya penyembuhan
suatu penyakit, misalnya patuh terhadap nasehat dokter, melakukan diet dan
minum obat sesuai aturan.
2.9.1. Hubungan pengetahuan dengan Karies Gigi
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar, pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo,
2011).
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindera, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan (cognitive) merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti: pengalaman, tingkat pendidikan, usia, frekuensi penerimaan informasi yang
dapat berupa pelatihan-pelatihan, seminar, dan lain-lain (Ferry, 2012).
Menurut Noor (dalam Herijulianti, dkk., (2012), dengan meningkatkan
pengetahuan seseorang dalam bidang kesehatan gigi dan mulut, maka akan diperoleh
kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
Pengetahuan tersebut pula akan mampu memperkenalkan kepada masyarakat tentang
penyakit-penyakit dalam mulut, upaya penanggulangannya, serta yang terpenting
adalah mampu menanamkan perilaku sehat sejak dini.
Pengetahuan merupakan ranah yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang, semakin baik pengetahuan cara memelihara kesehatan gigi dan
mulut yang dimiliki seseorang dengan diikuti oleh kesadaran dan perilaku ingin
memelihara kebersihan giginya dengan baik maka kemungkinan dapat mencegah
terjadinya gigi berlubang (Budiarto, 2013).
2.9.2. Hubungan Makanan dan Minuman dengan Karies Gigi
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada
sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Kadar kariogenik
dalam makanan tergantung pada komponen-kompnennya dan dipengaruhi berbagai
macam faktor. Karbohidrat akan dimetabolisme oleh bakteri plak menjadi asam dengan
kadar yang berbeda. Seseorang dengan kebiasaan diet gula terutama sukrosa
cenderung mengalami kerusakan pada giginya dibandingkan kebiasaan diet lemak dan
protein. Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung
karbohidrat yang dapat diragikan, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga
mulut akan memulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang
berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Diantara periode makan, saliva akan
bekerja menetralisir (Widjayanti, 2017).
Asam dan membantu proses remineralisasi. Tetapi apabila makanan dan
minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak mempunyai
kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies
(Edwina, 2012).
Konsistensi dari makanan juga mempengaruhi kecepatan pembentukan plak.
Makanan lunak yang tidak memerlukan pengunyahan hanya memiliki sedikit efek
membersihkan gigi geligi atau bahkan tidak sama sekali, sedamgkan jenis makanan
yang mudah melekat ke gigi seperti coklat dan permen, memudahkan kemungkinan
terjadinya karies karena lamanya retensi makanan terhadap gigi (Endang, 2016).
Gula bukan hanya terdapat pada makanan, tetapi juga terdapat pada minuman.
Minuman yang mengandung gula seperti jus, minuman soda berpotensi menyebabkan
demineralisasi enamel karena nilai pH yang rendah mempengaruhi perkembangan
bakteri di rongga mulut (Susanto, 2014). Makanan dan minuman yang dapat merusak
gigi dapat dilihat pada table di Bawah ini:
Tabel 2.1Makanan dan Minuman Kariogenik Penyebab Karies Gigi
No Jenis Makanan/MinumanKariogenik
FrekuensiSetiap hari 4-5 kali
seminggu1-3 kali
seminggu1 Cokelat2 Es Krim3 Gorengan4 Mie/Mie Bakso5 Minuman ringan
(sirup, Pop Ice)6 Permen7 Biscuit8 Donat
Beberapa jenis diet yang dapat mempengaruhi naik dan turunnya pH rongga
mulut yaitu (Susanto, 2014):
a. Diet kariogenik yaitu, makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat
yang diragian dan dapat menyebabkan penuurunan pH plak, seperti kopi, teh
manis, coklat dll).
b. Diet kariostatik, yaitu makanan yang tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri plak
dan tidak menyebabkan penurunan pH plak dibawah. Seperti sarbitol, mannitol
dan xylitol.
c. Diet antikariogenik, yaitu makanan dan minuman yang dapat menaikan pH plak
sehingga membantu proses remineralisasi. Seperti keju dan kacang-kacangan.
Ketiga diet ini dipengaruhi oleh jenis makanan, frekuensi konsumsi gula, lamanya
retensi makanan, komposisi dan kemampuan makanan merangsang sekresi saliva. Diet
yang seimbang akan menurunkan resiko karies dan meningkatkan kesehatan umum.
2.9.3. Hubungan Frekuensi Menyikat Gigi dengan Karies Gigi
Mengosok gigi dengan menggunakan sikat gigi adalah bentuk penyingkiran plak
secara mekanis. Saat ini telah banyak tersedia sikat gigi dengan berbagai ukuran,
bentuk, tekstur dan desain dengan berbagai derajat kekerasan bulu sikat. Salah satu
penyebab banyaknya bentuk sikat gigi yang tersedia di pasaran adalah karena adanya
variasi waktu mengosok gigi, gerakan mengosok gigi, tekannanya, bentuk dan jumlah
gigi yang ada pada setiap orang (Hamdan, 2012).
Rusmali (2010) bahwa status kebersihan gigi yang buruk, frekuensi menyikat gigi
yaitu minimal 2 kali sehari dan juga harus di perhatian beberapa cara dalam menyikat
gigi yang baik dan benar, pemberian pasta gigi fluoride, pemilihan jenis makanan yang
baik. Salah satu komponen dalam terjadinya karies adalah plak bakteri pada gigi. Karies
dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan
gigi. Menurut Edwina (2012) pembersihan dengan menggunakan pasta gigi
mengandung fluoride secara rutin dapat mencegah karies. Pemeriksaan gigi yang
teratur dapat mendeteksi gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur
dan pembersihan gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya
sedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi.
Berikut teknik menyikat gigi yang benar.
Oral Hygiene dalam kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting, beberapa
masalah mulut dan gigi bisa terjadi karena kita kurang menjaga kebersihan mulut dan
gigi. Kesadaran menjaga oral hygiene sangat perlu dan merupakan obat pencegah
terjadinya masalah gigi dan mulut yang paling manjur Oral hygiene merupakan
tindakan untuk membersihkan dan menyegarkan mulut, gigi dan gusi (Clark, 2015).
Menurut Endang (2016), Oral hygiene adalah tindakan yang ditujukan untuk.
1) menjaga kontiunitas bibir, lidah dan mukosa membran mulut
2) Mencegah terjadinya infeksi rongga mulut
3) Melembabkan mukosa membran mulut dan bibir.
Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih bercahaya dan didukung oleh gusi
yang kencang dan berwarna merah muda. Pada kondisi normal dari gigi dan mulut yang
sehat tercium bau yang tidak sedap. Kondisi hanya mencapai dengan perawatan yang
tepat. Namun, oleh karena berbagai faktor ( misalnya biaya dokter gigi yang relatif
lebih mahal dari pada dokter umum ) kesehatan gigi sering kali tidak menjadi perioritas.
Kita hanya pergi kedokter gigi kalau keadaan gigi sudah parah dan rasa sakit sudah
tidak tertahan lagi (Suharsono, 2013).
Ariani (2014) juga mengungkapkan, perawatan gigi salah satunya bisa dilakukan
dengan cara menggosok gigi. menggosok gigi merupakan catatan yang dianjurkan
untuk membersihkan seluruh deposit lunak dan plak pada permukaan gigi dan gusi. hal-
hal yang harus di perhatikan dalam menggosok gigi antara lain.
1. Sikat Gigi
Syarat sebuah sikat gigi yang baik adalah kepala sikat gigi tidak terlalu besar
dan kecil, tangkai sikat harus lurus dengan harapan dapat membersihkan
kebagian paling belakang gigi, bulu sikat tidak terlalu keras atau lembut supaya
tidak kerusakan jaringan gigi dan gusi.
2. Teknik menggosok gigi
Teknik harus sederhana, mudah dilakukan, efiensi dan sistematik supaya
menggosok gigi tidak ada yang terlampai yaitu dari bagian posterior keanterior
dan berakhir pada bagian posterior sisi lain
3. Gerakan menyikat gigi
untuk menghilangkan plak pada bagian sisi yang perbatasan dengan gusi
diperlukan menggosok gigi yang horizontal. Setidaknya menggosok gigi dilakukan
secara berulang-ulang pada satu tempat dulu. Sebelum pindah ketempat lain.
Sikat gigi jangan terlalu di tekan sewaktu menggosok gigi. Daratan dari geraham-
geraham juga disikat dengan horizontal agar lebih baik sempurna dapat
dikombinasikan dengan gerakan melingkar. Vertikal dirahang bawah dari atas dari
sebuah gusi keatas.
4. Frekuensi menyikat gigi
Frekuensi menyikat gigi pada setiap orang mempunyai jumlah yang berbeda
sesuai dengan keadaannya. Dianjurkan waktu yang paling ideal adalah tiga kali
sehari setiap setelah makan dan menjelang tidur malam tapi ternyata anjuran ini
agak sukar diikuti karena banyaknya orang yang mempunyai kegiatan diluar
rumah pada waktu makan siang hari, oleh sebab itu waktu yang digunakan
menyikat gigi yaitu dua kali sehari pada hari setelah sarapan pagi dan menjelang
tidur agar terhindar dari karies.
2.9.4. Hubungan peran orang tua dengan Karies Gigi
Kejadian karies gigi juga disebabkan karena kurangnya peranan orang tua dalam
memilih jenis makanan yang baik dikonsumsi oleh anaknya untuk melakukan
perawatan gigi yang benar bagi anaknya terutama pada anak usia sekolah (Eliza, 2012).
Pendidikan kesehatan gigi dan mulut harus diperkenalkan kepada anak sedini
mungkin agar mereka dapat mengetahui cara memelihara kesehatan gigi dan mulut
secara baik dan benar. Seperti halnya peran orang tua ketika mengajarkan sikat gigi
yang benar dengan memberi contoh langsung. Selain itu pola makan dari anak yang
kurang diperhatikan orang tua menjadikan faktor utama terjadinya karies pada anak–
anak usia sekolah. Maka dari itu peranan orang tua sangat penting dalam hal menjaga
kesehatan gigi anak usia sekolah. Gigi anak-anak yang sehat tentu karena orang tua itu
dapat memperhatikan sungguh-sungguh kesehatan gigi anaknya, karena orang tua
yang bijaksana adalah orang tua yang gigi anaknya sehat (Machfoeds, 2015).
Riyanti (2015) peran serta orang tua sangat diperlukan di dalam membimbing,
memberikan pengertian, mengingatkan dan menyediakan fasilitas kepada anak agar
anak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu orang tua juga
mempunyai peran yang cukup besar di dalam mencegah terjadinya akumulasi plak dan
terjadinya karies pada anak. Pada anak usia 6-12 tahun sudah dapat diajarkan
bagaimana cara memelihara kesehatan gigi dan mulut secara lebih rinci, sehingga anak
akan menimbulkan rasa tanggung jawab akan kebersihan dirinya sendiri. Dalam hal ini
orang tua memegang perananan di dalam menerapkan disiplin dalam melaksanakana
tanggung jawab tersebut (Newbrum, 2010).
2.9.5. Hubungan peran guru dengan Karies Gigi
Terjadinya karies gigi pada siswa, oleh karena itu guru harus lebih menyadari
pentingnya membiasakan siswa untuk menggosok gigi yang ditujukan dengan guru
selalu menanyakan siswa di pagi hari tentang apakah mereka menggosok gigi sebelum
berangkat sekolah dan malam hari sebelum tidur malam (Newbrum, 2010).
Para guru di sekolah menjadi sasaran, dalam kapasitasnya sebagai sosok panutan
sekaligus sebagai sumber informasi bagi para siswa. Intervensi yang ditujukan pada
siswa, akan efektif dilakukan melalui para guru terlebih dahulu. Guru dapat berperan
sebagai konselor, pemberi instruksi, motivator dalam menunjukkan sesuatu yang baik
misalnya dalam pemeliharaan kesehatan gigi. Guru sebagai pendidik ataupun pengajar
merupakan faktor penentu atau pemegang kunci keberhasilan siswa dalam berperilaku
sehat di sekolah. Guru di sekolah tidak hanya mengajarkan tetapi juga terus mengikuti
proses perubahan perilaku siswa serta para guru berperilaku sehat dengan
menerapkan menggosok gigi di sekolah agar dapat ditiru oleh siswa dan membuat
suatu kegiatan yang lebih mengintegrasikan pesan-pesan tentang menggosok gigi.
Faktor di Responden,meliputi: Pengetahuan
Kesehatan Gigi Pola Makan
Oral Hrgiene, Meliputi:- Periode pemakaian
sikat gigi- Makanan dan
Minuman- Frekuensi dan
waktu sikat gigi- Menyikat gigi
Lingkungan Meliputi:- Peran Orang Tua- Peran Guru
Selain itu perlu ditingkatkan program kampanye sikat gigi pada siswa melalui program
UKGS yang dilakukan oleh guru diantaranya pelaksanaan sikat gigi massal (Machfoeds,
2015).
2.10. Kerangka Teoritis
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Sumber: Adopsi dari L. Green dan Hendrik L. Blum dalam Notoatmodjo (2012)
Host(Gigi danSaliva)
Substrat
Mikroorganisme
Waktu
KariesGigiPadaAnak
xxxiv