241139233 referat neuro
DESCRIPTION
uuuTRANSCRIPT
Latar Belakang
Otak merupakan organ yang sangat penting untuk manusia. Selain otak
mempengaruhi tingkah laku, emosi, kepribadian, proses berpikir dan memori, otak juga
bertanggung jawab dalam mengatur elemen penting dalam hidup kita, seperti
pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, hormonal, dan sistem syaraf. Adanya
kelainan pada organ ini akan sangat berpengaruh dalam kualitas hidup seseorang.
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah adanya neoplasma atau proses desak
ruang (space occupying lesion) yang timbul dalam rongga tengkorak, baik dalam
kompartemen supratentorial maupun infratentorial. Tumor otak dibagi lagi menjadi
tumor ptimer (yang merupakan tumor yang berasal dari jaringan otak itu sendiri) dan
tumor sekunder yang merupakan metastase dari tumor ganas di daerah lain.
Tumor otak sebenarnya mempunyai insidensi yang rendah dibandingkan
dengan penyakit lainnya, dengan angka insidensi tahunan tumor intrakranial di Amerika
sebesar 14,8 per 100.000 populasi per tahun dan estimasi insidensi tumor intrakranial
primer adalah 8,2 per 100.000 populasi per tahun. Data tersebut diambil dari data
statistik Central Brain Tumor Registry of United State (2005 – 2006), mengingat belum
didapatkannya data yang komprehensif dari sentra – sentra bedah saraf di Indonesia.
Pada referat ini, penulis akan pertama – tama menjabarkan dasar ilmu anatomis
dan histologi sistem saraf pusat. Dasar histologis diperlukan untuk mengerti klasifikasi
tumor otak, yaitu yang sekarang dilakukan melalui pendekatan histogenesis (sel
asalnya), sedangkan dasar anatomis diperlukan untuk mengerti manifestasi klinis dari
tumor – tumor di daerah tertentu dari otak. Setelah itu, penulis menjabarkan
epidemiologi tumor otak, yang dilanjutkan dengan pembahasan spesifik jenis – jenis
tumor otak, dan manifestasi klinisnya baik gejala umum maupun gejala fokalnya, dan
terakhir akan ditutup dengan prinsip penanganan tumor otak.
Pembahasan
Histologi OtakJaringan saraf terdiri dari neuroglia dan sel Schwann (sel-sel penyokong) serta
neuron (sel-sel saraf). Keduanya berkaitan erat dan terintegrasi satu sama lain sehingga
bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Sel saraf atau neuron adalah unit struktural
dan fungsional dari sistem saraf. Neuron menghasilkan dan mengkonduksikan hantaran
listrik dalam bentuk impuls saraf. Sel – sel ini berkomunikasi satu dengan lainnya secara
kimiawi melalui sinaps.
Neuron dapat dibagi secara umum menjadi beberapa bagian yaitu: 11
1. Soma (inti sel)
2. Dendrit yang merupakan proyeksi sitoplasma yang berfungsi untuk menerima
impuls saraf dari celah sinaps
3. Axon – juga adalah proyeksi sitoplasma yang berfungsi untuk menghantarkan
impuls
Aktvitas neuron dapat menjadi eksitatori ataupun inhibitori tergantung pada
neurotransmiter yang mempengaruhinya di celah sinaps. Pada otak, glutamat adalah
neurotransmiter eksitatorik primer sedangkan GABA, sebaliknya adalah
neurotransmiter inhibitori primer.
Neuroglia adalah jaringan ikat sistem saraf, yang mengandung berbagai macam
sel yang secara keseluruhan menyokong, melindungi, dan memberi nutrisi sel neuron.
Sel–sel neuroglial berjumlah lebih banyak daripada neuron, dimana 90% dari sel
didalam SSP adalah neuroglia. Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong
neuron-neuron di luar sistem saraf pusat.
Gambar
1. Jenis Sel
Neuroglia pada
Sistem Saraf Pusat
Ada 4 jenis sel
neuroglia yang
ditemukan di sistem
saraf pusat yaitu:
2
1. Oligodendroglia
Sel ini berfungsi untuk membentuk dan mempertahankan selubung myelin pada
sistem saraf pusat dan sangat penting untuk transmisi rapid aksi potensial melalui
mekanisme salutatory conduction. Sel ini mempunyai lapisan dengan substansi
lemak mengelilingi penonjolan atau sepanjang sel saraf sehingga terbentuk
selubung myelin.
2. Ependima
Ependima adalah neuroglia yang membatasi sistem ventrikel otal yang berperan
dalam produksi cairan serebrospinal. Sel-sel inilah yang merupakan epitel dari
plexus coroideus ventrikel otak. Silia dalam permukaan sel ini membantu propulsi
likuor serebrospinalis melalui ventrikel – ventrikel.
3. Mikroglia
Mikroglia merupakan monosit/ makrofag sistem saraf pusat (sumber dari sel
mesodermal) dan mempunyai sifat fagosit yang memakan debris yang dapat
berasal dari sel-sel otak yang mati, bakteri, dan lain-lain. Sel ini ditemukan di
seluruh sistem saraf pusat dan dianggap penting dalam proses melawan infeksi.
4. Astrosit / Astroglia
Astrosit merupakan sel yang terbanyak ditemukan di sistem saraf pusat yang
berfungsi memberikan nutrisi pada neuron. Badan selnya berbentuk bintang dan
mempunyai granul glikogen yang dapat disalurkan dengan cepat kepada neuron
disekitarnya sebagai sumber glukosa segera.
Astrosit juga mempunyai banyak tonjolan (prosesus). Beberapa prosesus ini
membentuk glial limiting membranes pada bagian dalam otak (ventrikel) dan luar
otak (dengan pia mater). Beberapa prosesus lainnya berinvestasi di daerah sinaps
antar neuron, berfungsi untuk membantu proses daur ulang neurotransmiter
terutama glutamat dan GABA. Serta, prosesus lainnya menyelubungi kapiler otak
untuk membentuk dan mempertahankan BBB (Blood Brain Barrier) atau yang
disebut sebagai vascular process.
Di samping itu, astrosit juga mudah bereplikasi. Sebagai bagian dari proses
penyembuhan pasca suatu cedera sistem saraf pusat, proliferasi dari astrosit dan
prosesusnya menghasilkan jaringan parut glial yang padat. Proses ini disebut
sebagai gliosis.
Anatomi OtakSusunan saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis. Otak terletak di
dalam ruang intrakranial dengan berat pada orang dewasa sekitar 1200 – 1500 gram
atau kurang lebih 2% dari berat badan. Otak terdiri dari serebrum, diencephalon,
cerebellum, dan batang otak.
Gambar 2. Bagian – Bagian Otak
Otak Besar
Otak besar (serebrum) terdiri dari 2 hemisfer, yaitu hemisfer kiri dan kanan
yang dihubungkan oleh korpus kalosum. Tiap-tiap hemisfer meluas dari tulang frontal
sampai ke tulang oksipital, dan mempunyai 4 lobus, yaitu lobus frontalis, lobus
parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis.5
Korteks serebri
Korteks serebri tampak berlipat-lipat (gyrus) dan terdapat celah yang dalam
diantara dua lekukan (sulkus/fisura). Korteks serebri terdiri dari lapisan terluar tipis
yang berasal dari badan sel, dendrit, dan sel glial yang tersusun padat dalam gray matter
serta lapisan dalam tebal yang berasal dari axon yang tergabung dalam white matter.
Pembagian area pada korteks selebri dapat didasarkan pada letaknya sesuai
dengan tulang tengkorak yang melindunginya atau berdasarkan pembagian menurut
Broadman yang memetakan fungsi korteks, yang dinamakan sebagai Brodmann’s area.
a. Lobus Frontalis
Lobus frontalis bertanggung jawab atas fungsi eksekutif berpikir, gerakan motor
volunter dan kapabilitas berbicara. Selain merupakan tempat terdapatnya motor
korteks primer dan supplementatif, terdapat juga area yang dikhususkan untuk
kontrol gerak mata, pembicaraan (broca’s area), dan mikturisi.
Menurut Broadman pada lobus frontalis ini terdapat beberapa area, yaitu :
4
Area 4: merupakan area motorik primer
Area 6: merupakan area premotorik
Area 8: berperan dalam mengatur gerakan mata
Area 9,10, 11, 12 : merupakan area asosiasi frontalis, sangat berpengaruh dalam proses
kognitif dan fungsi eksekutif
- Pada lobus yang dominan, area 44 dan 45 adalah Broca’s area, yang membentuk kata –
kata.
Gambar 3. Broadmann’s area
b. Lobus Parietal
Lobus parietalis berhubungan dengan integrasi dari persepsi sensoris. Korteks
sensorium primer (primary sensory cortex) terletak pada pada post central gyrus dari
lobus parietalis, sisanya adalah tempat asosiasi/ association cortex, yang berfungsi
untuk mengintegrasikan input dari berbagai modalitas sensorium. Berdekatan
dengan daerah ini adalah regio yang berhubungan dengan fungsi berhitung. Bagian
yang sama pada lobus parietalis yang non dominan mempunyai fungsi yang
berkenaan dengan kesadaran spasial dan orientasi (spatial awareness and
orientation).
Menurut Broadman pada lobus parientalis ini terdapat area :
Area 3, 1, dan 2 : sebagai area sensorik primer
Area 5 dan 7 : sebagai area asosiasi somato sensoris, untuk penerimaan dan
persepsi rangsangan sensoris.
c. Lobus Temporal
Pada lobus temporalis, terdapat pusat auditori dan vestibular primer. Pada
bagian medial terletak korteks olfaktorius (olfactory crotex) dan korteks
parahippokampal (parahipppocampal cortex) yang terlibat dalam fungsi memori.
Lobus temporalis mempunyai banyak struktur yang berkenaan dengan sistem
limbik, yang meliputi: hipokampus dan amygdala,yang terlibat dalam proses memori
dan emosi. Proses musik juga terjadi di kedua lobus temporalis, ritme diproses di
bagian lobus yang dominan, sedangkan melodi dan nada lebih di daerah non
dominan. Letaknya terdapat dibawah lateral dari fissure serebralis dan di depan
lobus oksivitalis serta berada dibawah tulang temporal.
Menurut Broadman pada lobus ini terdapat area :
Area 41 : sebagai korteks auditorik primer.
Area 42 : sebagai area asosiasi auditorik.
Area 22 : Wernicke’s area, untuk proses pemahaman kata – kata.
d. Lobus Oksipital
Lobus oksipital terutama berkenaan dengan proses visual. Contralateral visual
hemifield direpresentasikan di korteks visual primer dan daerah sekitarnya terlibat
dalam proses seperti persepsi warna, gerakan atau kedalaman, dan analisis pola
kompleks visual seperti wajah.
Menurut Broadman pada lobus oksipitalis ini terdapat :
Area 17 : merupakan korteks visual primer
Area 18, 19 : merupakan area asosiasi visual, untuk persepsi penglihatan.
Basal Ganglia
Basal ganglia atau basal nuclei adalah kelompok badan sel yang ada di gray
matter yang berlokasi di dalam white matter serebral. Basal ganglia terdiri dari caudate
nucleus, globus pallidus, dan putamen. Basal nuclei mempunyai fungsi dalam:
- Mengontrol tonus otot di seluruh tubuh (menginhibisi tonus otot)
- Mengkoordinasikan aktivitas motor volunter sambil mensupresi gerakan yang
tidak diinginkan
- Membantu koordinasi kontraksi yang lambat dan bertahan lama, seperti
posturisasi.
Diencephalon
Thalamus
Thalamus adalah bagian yang memproses semua input sensoris, menyingkirkan
sinyal insignifikan dan meneruskan impuls sensoris yang penting ke area yang tepat di
korteks somatosensoris. Bersama dengan batang otak dan area asosiasi kortikal,
talamus membantu memusatkan atensi ke stimulus yang lebih diminati, contohnya
orangtua dapat tidur dengan suara berisik lalu lintas tapi langsung terbangun dengan
suara tangiasan anaknya. Thalamus bisa membuat kita sadar akan sensasi tertentu,
6
seperti panas atau dingin, namun tidak bisa membedakan lokasi dan intensitasnya, yang
baru bisa dibedakan setelah sensasi diproses di area sensoris primer di lobus parietal.
Hypothalamus
Hipothalamus adalah sekelompok nucleus yang terletak dibawah talamus dan
merupakan pusat integrasi atas banyak fungsi homeostasis dan menghubungkan antara
sistem syaraf dan sistem endokrin. Fungsi dari hipotalamus adalah:
- Mengontrol temperatur tubuh
- Mengontrol rasa haus dan output urin
- Mengontrol intake makanan
- Mengontrol sekresi hormon anterior pituitary
- Memproduksi hormon posterior pituitary
- Mengontrol kontraksi uterus dan ejeksi susu
- Merupakan pusat koordinasi sistem syaraf otonom, yang memperngaruhi otot
polos, otot jantung, dan kelenjar eksokrin di seluruh tubuh
- Mempunyai peran dalam emosi dan tingkah laku
- Mempunyai peran dalam siklus tidur-bangun
Cerebellum
Gambar 3. Serebellum
Serebellum terdiri dari 3 bagian penting dengan fungsi yang berbeda, yaitu:
1. Vestibulocerebellum: mempertahankan keseimbangan dan mengkontrol
gerakan bola mata
2. Spinocerebellum: mengatur tonus otot (meningkatkan tonus otot) dan
mengkoordinasikan skilled voluntary movements serta goal-directed
movements, contohnya: kemampuan bersepeda atau gerakan mengambil pensil.
Sementara area motor krotikal mengeksekusi sebuah gerakan, serebellum
menerima input dari reseptor perifer mengenai posisi dan gerakan tubuh
sehingga tubuh dapat melakukan gerakan tersebut dengan baik dan
terkoordinasi.
3. Cerebrocerebellum: merencanakan dan menginisiasikan aktivitas volunter
dengan menyediakan input ke area motor kortikal, seperti contoh kita bisa
secara volunter memutuskan untuk berjalan, namun tidak dengan sadar
memikirkan langkah – langkah dalam berjalan.
Batang Otak
Batang otak terdiri dari: midbrain, pons dan medulla oblongata, dan merupakan
tempat berlalunya serabut sensorik dan motorik yang masuk ataupun meninggalkan
hemisfer serebri. Selain merupakan tempat terkumpulnya seluruh serabut saraf, batang
otak juga merupakan tempat dimana terdapat nukleus dari saraf kranial, dan nukleus
yang berproyeksi ke serebrum dan serebelum, juga sejumlah neuron di daerah reticular
formation. Reticular formation terutama terlibat dalam mempertahankan rangsang
kesadaran (arousal), dan merupakan tempat teradaptnya pusat kardiorespirasi.
Definisi Tumor Primer OtakTumor otak atau tumor intrakranial adalah adanya neoplasma atau proses desak
ruang (space occupying lesion) yang timbul dalam rongga tengkorak, baik dalam
kompartemen supratentorial maupun infratentorial.
Tumor otak bisa merupakan tumor primer otak ataupun tumor sekunder otak.
Tumor primer otak adalah tumor yang merupakan hasil dari pertumbuhan sel – sel
dalam rongga intrakranial sendiri yang tumbuh tak terkontrol dan membentuk sebuah
massa. Tumor sekunder otak adalah sebuah tumor intrakranial yang merupakan hasil
metastasis dari pertumbuhan tak terkontrol sel organ lain yang kemudian menginvasi
dan bermetastasis di rongga intrakranial.
Epidemiologi Tumor Primer OtakBerdasarkan data statistik Central Brain Tumor Registry of United State (2005 –
2006), angka insidensi tahunan tumor intrakranial di Amerika adalah 14,8 per 100.000
populasi per tahun dimana wanita lebih banyak dibanding pria. Estimasi insidensi
tumor intrakranial primer adalah 8,2 per 100.000 populasi per tahun.
8
Insidensi tumor intrakranial ini sendiri berbeda di masing – masing tipe
histologisnya, dimana tumor meningioma menjadi tumor yang paling sering dengan
prevalensi 34,7% dari seluruh kasus tumor primer (data diambil dari data statistik
CBTRUS tahun 2004 – 2008). Berikut adalah distribusi tingkat insidensi tumor otak
primer berdasarkan dari histologisnya.
Gambar 4. Distribusi Tumor Primer Otak Berdasarkan Histologisnya
Insidensi tumor otak primer bervariasi sehubungan dengan kelompok umur
penderita. Angka insidensi mulai cenderung meningkat sejak kelompok usia dekade
pertama yaitu dari 2/100.000 populasi/tahun pada kelompok umur 10 tahun menjadi
8/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 40 tahun; dan meningkat tajam menjadi
20/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 70 tahun. Berdasarkan data statistik
dari CBTRUS tahun 2004 – 2008, berikut adalah jenis histologis tumor otak tersering
berdasarkan dari kelompok umurnya.
Tabel 1. Tipe Histologis Tumor Otak Tersering Berdasarkan Kelompok Umur
Etiologi dan Patofisiologi Tumor Otak PrimerEtiologi terjadinya tumor
otak primer belum sepenuhnya
diketahui. Namun , faktor genetik
dan pengaruh lingkungan diduga
memiliki peran dalam terjadinya
tumor otak. Perkembangan
neoplastik bermula dari mutasi
pada DNA yang dapat disebabkan
oleh bahan karsinogenik seperti
bahan kimia, radiasi dan bisa
juga disebabkan oleh virus. Sel
mempunyai kemampuan untuk
memperbaiki kerusakan DNA
dan mempunyai sekumpulan sel
yang bersifat tumor supresan.
Adanya mutasi bawaan pada gen yang mempengaruhi DNA repair dan apoptosis ini
akan memfasilitasi pertumbuhan mutasi DNA.
DNA yang termutasi ini selanjutnya akan terakumulasi dan akhirnya mencapai 6
hallmark of cancer. Sel – sel tersebut akan menjadi insensitif terhadap sinyal anti-
growth, mempunyai potensi replikatif tidak terbatas, bisa menghasilkan growth sinyal
10
untuk dirinya sendiri, menghindar dari apoptosis, membentuk neovaskularisasi sendiri,
serta berhasil menginvasi jaringan sekitar dan bermetastasis ke organ jauh.
Gambar 5. Hallmarks of Cancer
Pendekatan Diagnosis Tumor Otak PrimerAnamnesis
Pasien dengan tumor intrakranial bisa asimtomatis dan ditemukan secara
insidental atau datang dengan gejala yang ditumbulkan dari efek massa nya. Efek dari
massa intrakranial sendiri bisa menimbulkan gejala umum dan gejala fokal. Gejala
umum adalah gejala yang terjadi akibat peninggian tekanan intrakranial karena
pertumbuhan tumor otak dan edem serebral, sedangkan gejala fokal adalah gejala yang
disebabkan karena penekanan langsung atau infiltrasi tumor pada bagian otak yang
ditempatinya.
Berdasarkan suatu riset yang dilakukan oleh William Hamilton dan David
Kernick pada 2007 yang dipulikasikan di British Journal of General Practice, keluhan
klinis yang tersering dalam kasus tumor otak adalah nyeri kepala (10,2%), dilanjutkan
dengan defisit motorik (8.7%), kejang (4,4%), kebingungan atau perubahan kognitif
(3,1%), kelemahan (2,7%), gangguan memori (1,1%), dan gangguan visual (1.0%) yang
dapat kita lihat dalam tabel dibawah.
Tabel 2. Keluhan Klinis Tumor Otak Tersering berdasarkan British Journal of General
Practice
Gejala Umum
Gejala yang paling
sering dialami pasien
adalah hasil manifestasi
dari tingginya tekanan
intrakranial akibat adanya
penambahan massa otak
dalam ruang intrakranial
yang konstan. Sesuai
dengan hipotesis Monroe
Kelly, volume intrakranial
adalah konstan sehingga
jumlah volume seluruh
komponen intrakranial,
yaitu otak, CSF, dan darah intrakranial adalah konstan. Adanya penambahan dalam
sebuah komponen akan menimbulkan pengurangan dalam satu atau lebih komponen
lain. Jadi, dengan adanya penambahan pada massa otak, maka tekanan intrakranial akan
naik, dan sebagai kompensasinya komponen lainnya, CSF dan darah intrakranial akan
berkurang untuk mencegah komplikasi terjadinya hernia otak melalalui foramen
magnum. Namun, pada titik tertentu, penambahan massa otak akan terus berjalan dan
tidak dapat lagi dikompensasi, sehingga tekanan intrakranial akan bertambah. Trias dari
12
tingginya tekanan intrakranial adalah nyeri kepala, muntah proyektil atau muntah yang
menyemprot, dan papiledema.
Gejala umum dari tumor intrakranial juga dapat disebabkan oleh edema serebral
yang bisa disebabkan karena edema vasogenik ataupun edema sitotoksik. Edema
sitotoksik terjadi karena adanya efek masa menekan vaskularisasi jaringan sehat
sekitarnya. Kedaan hipoksik sel tersebut selanjutnya akan membuat sel tersebut gagal
membuat ATP dan gagal dalam mempertahankan pompa Na/K sehingga terjadi influks
Na dan membuat edema pada jaringan sekitar tumor.
Edema vasogenik dapat terjadi karena meningkatnya permeabilitas sawar darah
otak atau BBB (Blood Brain Barrier). Hal ini disebabkan karena adanya VEGF yang
dikeluarkan oleh sel tumor yang mengakibatkan fosforilasi caudin ocludin, yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan tight junction, sehingga menyebabkan
longgarnya tight junction dan membuat adanya edema vasogenik.
Nyeri kepala merupakan gejala awal dari lebih kurang 20 – 25% penderita
tumor intrakranial, dan didapatkan pada 90% kasus tumor intrakranial. Keluhan nyeri
kepala yang ditemukan lebih awal biasanya menunjukkan lokasi tumor infratentorial
yang lokasinya yang sempit membuat tumor lebih cepat menghambat aliran likuor
dengan cepat.
Keluhan nyeri kepala ini biasanya lebih buruk pada pagi hari atau sampai
terbangun dari tidur di malam hari dan membaik seiring berjalannya waktu. Nyeri
kepala pada pagi hari ini biasanya berhubungan dengan posisi tubuh yang berbaring
waktu tidur sehingga banyak pasien yang mengambil posisi semi berbaring untuk
mengurangi nyeri kepala, walaupun nyeri kepala ini menetap pada stadium lanjut dalam
posisi apapun. Karakterisitik penting dari nyeri kepala akibat penambahan tekanan
intrakranial adalah nyeri kepalanya menjadi lebih berat jika pasien batuk, bersin,
mengedan, membungkuk, ataupun perubahan posisi seperti berbaring.
Sebagai dokter, kita juga perlu memperhatikan keluhan nyeri kepala yang
berubah lokasi, bertambah dalam intensitas, ataupun menjadi konstan dan sukar
membaik. Nyeri kepala juga bersifat intermiten dan biasanya progresif dan semakin
memburuk seiring berkembangnya progresifitas penyakitnya. Nyeri kepala bisa saja
disertai dengan muntah proyektil atau muntah yang menyemprot, bisa disertai mual
atau tidak, terjadi akibat rangsangan langsung pada pusat muntah di medulla oblongata.
Kejang, baik fokal maupun generalized, bisa juga merupakan gejala awal dari
tumor otak. Kejang bisa terjadi pada 15 – 95% dari kasus tumor otak, tergantung dari
tipe tumor otaknya. Neoplasma yang terdapat di daerah substantia alba dan
infratentorial jarang menyebabkan bangkitan kejang dibandingkan tumor yang terletak
kortikal atau subkortikal hemisfer serebri.
Perubahan mental juga sering ditemukan pada tumor intrakranial. Biasanya
perubahan mental terjadi perlahan dan bisa tidak disadari oleh pasien maupun keluarga
pasien. Gejala awal yang baisanya dikeluhkan adalah lemah, capek, dan ingin tidur terus
menerus, kemudian pada stadium lanjut menjadi psikomotor retardasi yang dapat
berupa bingung, demensia, masa bodoh terhadap keadaan sosial, serta inisiatif dan
spontanitas berkurang. Perubahan mental ini umumnya bukan berasal dari kelainan
fokal otak, tetapi oleh karena kerusakan yang luas dari substansia alba, lobus frontal,
lobus temporal, dan korpus kallosum.
Gejala Fokal
Massa tumor akan melakukan penekanan dan infiltrasi pada jaringan otak pada
area yang ditempatnya menimbulkan gejala fokal akibat iskemia dan disfungsi jaringan
otak. Gejala ini bisa reversibel bila tekanan dihilangkan sebelum terjadi infark.
Tumor supratentorial biasanya datang dengan keluhan defisit neurologis fokal
sesuai dengan tempat yang ditempatinya, seperti kelemahan ekstrimitas kontralateral,
defisit lapang pandang, nyeri kepala, ataupun kejang. Tumor infratentorial biasanya
menyebabkan tingginya tekanan intrakranial akibat hidrosefalus yang dikarenakan
kompresi ventrikel keempat, sehingga terdapat keluhan nyeri kepala, mual, atau muntah
proyektil. Disfungsi serebelum atau batang otak biasanya menimbulkan gejala ataksia,
nistagmus, atau palsi syaraf kranial.
14
Posisi Tumor GejalaLobus Frontalis Gangguan fungsi intelektual, seperti demensia
Perubahan kepribadian Hemiparesis kontralateral Hilangnya pembau Pada lobus dominan: aphasia motorik Inkontinensia urin
Lobus Parietalis Kesulitan bicara atau mengerti kata – kata Masalah dalam menulis, membaca, atau menghitung Hilangnya koordinasi Gangguan modalitas sensori kortikal Kelemahan satu sisi
Lobus Temporalis Kesulitan berbicara Gangguan mental atau perubahan personalitas Halusinasi auditorik maupun olfaktori Perubahan mental seperti pikiran bizarre/aneh serta emosi
tingkah laku yang labil Gangguan memori
Lobus Oksipitalis Gangguan penglihatan atau hilangnya visus pada satu sisi
Serebelum Gangguan keseimbangan Gerakan otot yang tidak terkoordinasi Gejala hidrosefalus, bila mengobstruksi likour di aqueduct
Batang otak Gangguan endokrin (diabetes dan/atau regulasi hormon) Paralisis syaraf kranialis Perubahan respirasi Perubahan personalisasi Hilangnya pendengaran Cara jalan tidak terkoordinasi Penurunan kesadaran
Kelenjar Pituitary Disfungsi sekresi hormon, seperti infertilitas, menstruasi irregular, diabetes, mood swings, kenaikan berat badan, dll.
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengan kecurigaan tumor otak primer, kita harus melakukan
pemeriksaan status neurologis secara komprehensif. Secara umum presentasi klinis
pada kebanyakan kasus tumor otak merupakan manifestasi dari peninggian tekanan
intrakranial ataupun defisit neurologis fokal di tempat masa tersebut menekan struktur
sekitarnya, namun sebaliknya gejala neurologis yang bersifat progresif walaupun tidak
jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial, perlu juga dicurigai adanya
tumor otak.
Kesadaran merupakan hal pertama yang dinilai dalam pemeriksaan status
neurologis. Kesadaran dinilai dengan skala koma Glasgow atau Glasgow Coma Scale
(GCS) yang mempunyai komponen respons mata, respons verbal, dan respons motorik.
Adanya penurunan dalam kesadaran bisa saja diakibatkan dari tingginya tekanan
intrakranial ataupun karena efek masa yang menekan batang otak.
Rangsang meningeal bisa muncul jika terdapat keterlibatan dari meninges,
seperti pada kasus meningioma. Pemeriksaan syaraf kranialis juga perlu dilakukan
untuk melihat syaraf kranialis mana yang mengalami gangguan dari tumor sehingga kita
bisa memperkirakan lokasi dari tumor itu sendiri. Pemeriksaan sensorik, motorik, dan
otonom juga perlu dilakukan karena defisit neurologis tersebut sering menjadi keluhan
utama pasien.Fungsi luhur yang terdiri dari memori, kognitif, visuospasial juga harus
diperiksa karena pada pasien tumor otak sering terjadi perubahan mental.
Papiledema merupakan tanda yang biasanya ditemukan pada pasien dengan
tingginya tekanan intrakranial, namun tidak selalu ditemukan pada kasus tumor otak.
Menurut studi Huber di tahun 1971, dari 1156 penderita tumor otak yang diteliti, hanya
59% pasien yang ditemukan papiledema. Papiledema sendiri adalah pembengkakan
syaraf kranial optik (CN II) karena tingginya tekanan intrakranial mengkompresi vena
sentral retina dan syaraf optik itu sendiri. Papiledema karena tumor infratentorial lebih
sering ditemukan daripada tumor supratentorial. Papiledema sendiri umumnya tidak
disertai dengan keluhan penurunan visus.
Perubahan vasomotor dan otonom bisa terjadi jika tekanan tumor intrakranial
cukup kuat untuk menekan medulla oblongata. Perubahan yang terjadi berupa
bradikardia, hipertensi, dan kelainan respirasi seperti yang terdapat pada herniasi.
Penekanan ke hipotalamus akan menyebabkan perubahan otonom seperti hipotermi,
hipertermi, hipopituitarisem dan pubertas prekoks.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- Pasien dengan kecurigaan malignansi biasanya akan dilakukan pemeriksaan
rutin, seperti pemeriksaan darah lengkap (CBC), profil pembekuan darah, dan
analisis elektrolit
o Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan anemia kronik yang
lazim ditemukan pada penyakit sistemik
o Gangguan keseimbangan elektrolit, terutama hiponatremia bisa
ditemukan pada pasien dengan tumor di kelenjar hipofisis yang akan
16
menimbulkan SIADH (Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone
Secretion) ataupun hiperkalsemia
o Profil pembekuan darah yang tidak normal juga sering ditemukan pada
pasien malignansi
- Pasien dengan tumor otak juga bisa terpredisposisi ke komplikasi medis lainnya
o Analisis hormon, karena pada pasien tumor dapat terjadi produksi
hormon yang berlebihan
o D dimer, degradasi produk fibrin, diperiksa untuk melihat adanya salah
satu komplikasi dari pasien yang imobilisasi lama adalah DVT, yang
nantinya bisa membuat emboli pulmonal.
Pencitraan
- Foto polos kepala
Foto polos kepala sudah sangat jarang digunakan dalam mengevaluasi dan
menentukan diagnostik tumor otak seiring dengan berkembangnya alat diagnostik lain,
seperti CT scan dan MRI.
- CT scan atau Computed Tomography Scan
CT scan merupakan alat diagnostik yang aman dan tidak invasif dalam
mengevaluasi tumor intrakranial. CT scan sangat sensitif untuk mendeteksi tumor yang
berpenampang kurang dari 1 cm dan yang terletak pada basis kranii atau daerah
supratentorial. Gambaran CT scan pada tumor otak, umumnya tampaksebagai lesi
abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor
otak dikelilingi jaringan edem sehingga terlihat hipodense. Adanya kalsifikasi,
perdarahan atau invasi akan terlihat hiperdense.
Kecepatan olah CT scan memungkinkannya untuk mengevaluasi pasien yang
tidak stabil. CT scan lebih unggul dalam mendeteksi kalsifikasi, lesi pada tulang, dan
hemoragik hiperakut (<24 jam). CT scan dengan kontras membantu untuk
menunjukkan suatu lesi karena neoplasma atau karena suatu proses infeksius, karena
pada lesi neoplasma dimana terdapat banyak vaskularisasi karena suatu proses
angiogenesis, maka akan terlihat enhancement, yang disebabkan karena densitas
vaskuler yang meyerap kontras di daerah tersebut.
- MRI atau Magnetic Resonance Imaging
MRI lebih superior dibandingkan dengan CT scan karena mempunyai resolusi
yang lebih tinggi dan dapat melihat lesi di fossa posterior dan infratentorial. CT scan
juga seringkali gagal mendeteksi tumor yang nonehancing seperti glioma low grade. MRI
juga bisa digunakan untuk pasien – pasien dengan alergi iodinated contrast atau
insufisiensi renal. Untuk screening, bisa dilakukan MRI dengan normal contrast
enhanced, namun untuk pertimbangan diagnostik, lebih dipilih untuk tes MRI dengan
gadolinium enhancement.
MRI memberikan resolusi jaringan lunak yang lebih superior dan lebih baik
untuk mendeteksi lesi yang isodense, enhancement, edema, infark, dan berbagai
stadium hemoragik (kecuali fase sangat akut). MRI T1 baik untuk menunjukkan suatu
lesi neoplastik, sedangkan MRI T2 dimana air terlihat hiperintens, akan lebih baik untuk
mendeteksi edema. Namun demikian, gambaran radiologis sendiri tidak dapat
menegakkan diagnosis pasti.
- MRS atau Magnetic Resonance Spectroscopy
MRS dapat menunjukkan informasi metabolik dan biokemikal sebuh tumor dan
dapat menentukan tipe tumor dan gradingnya dengan menganalisis komponen
selulernya. Derajat akurasinya mencapai 95 – 100% dalam membedakan lesi neoplasma
dan nonneoplasma.
Gambaran metabolisme utama yang terjadi berupa:
o Choline (Cho) merupakan marker spesifik neoplasma intracranial serta
menunjukkan adanya sintesis membran dan degradasi
o Creatine (Cr) berperan dalam energi metabolisme
o N-Acetyl Aspartate (NAA) sebagai neuronal marker
o Lactate (La) merupakan marker anaerobic glycolysis
o Lipid (Lip) tampak pada jaringan nekrosis
Choline dan Lactate
menunjukkan korelasi yang
signifikan dengan gambaran
malignansi tumor, sehingga
tingginya choline dan lactate akan
menunjukkan semakin tingginya
grading tumor dan semakin
buruknya prognosis. Adanya
konsentrasi NAA akan menunjukkan
lesi tersebut tumor primer otak
18
sedangkan tidak adanya NAA menunjukkan lesi tersebut merupakan lesi metastasis
(nonneuronal). Creatine yang tinggi akan menunjukkan tingginya energi metabolisme
tumor dan menandakan tumor tersebut aktif berproliferasi. Berdasarkan analisis
tersebut, contoh gambaran MRS pada gambar di samping menunjukkan adanya
kenaikan Choline, Creatine, dan NAA menunjukkan bahwa tumor tersebut tumor primer
ganas intrakranial.
- PET Scan atau Positron Emission Tomography Scan
PET scan sangat baik dalam menetukan grading keganasan tumor, menentukan
area yang hipermetabolik dalam sebuah tumor, melihat adanya rekurensi dan nekrosis
radiasi sehingga sangat baik untuk memprediksi survival rate dan prognosis pasien.
PET scan dapat memperlihatkan aktivitas metabolik sebuah tumor,
hiperaktivitas metabolik menunjukkan tumor tersebut aktif bereplikasi dan bahwa
tumor tersebut termasuk tumor malignant atau high grade. PET scan yang menunjukkan
hipoaktivitas metabolik biasanya menunjukkan lesi yang low grade.
Biopsi Otak
Diagnosis pasti ditegakkan dengan biopsi baik sebelum pembedahan dengan
needle biopsy atau dengan reseksi, yang diikuti dengan pemeriksaan patologi anatomi
untuk menegakkan diagnosa secara histogenetik dan juga menentukan grading tumor.
Diagnosis Banding Tumor Otak PrimerTumor otak primer dapat didiagnosis banding dengan semua space-occupying
lesion lainnya di otak karena semua hal tersebut dapat menyebabkan nyeri kepala,
gejala – gejala peninggian intrakranial, serta gejala defisit neurologis fokal di tempat
penekannya yang terjadi secara kronik progresif. Adapun space-occupying lesions pada
otak bisa merupakan abses otak, hematoma setelah cedera kepala, hidrosefalus, kista
otak, ataupun neurosistiserkosis.
Tumor otak primer bisa juga didiagnosis dengan stroke karena stroke juga
mempunyai manifestasi klinis yang sama dengan tumor otak, namun dengan onset yang
mendadak dan tiba – tiba.
Penataksanaan Tumor Otak PrimerTerapi Definitif
Terapi definitif adalah terapi yang bertujuan untuk menghilangkan penyebab
penyakit atau lesi tumor itu sendiri, meningkatkan kualitas hidup, dan memperpanjang
survival rate. Terapi definitif meliputi terapi pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi.
Terapi ini bisa sebagai terapi tunggal ataupun kombinasi, tergantung dari lokasi, ukuran,
dan jenis dari tipe tumor primernya tersebut, serta kondisi pasien itu sendiri, seperti
usia, keadaan umum, dan respon pasien terhadap rencana terapi berikutnya.
Terapi Operatif
Tindakan operasi pada tumor otak jinak adalah pengambilan total, sementara
pada tumor otak ganas bertujuan untuk dekompresi internal karena obat antiedema
otak tidak dapat diberikan terus – menerus serta memudahkan pengobatan selanjutnya
(kemoterapi atau radioterapi) sehingga mendapatkan outcome lebih tinggi.Pembedahan
dilakukan untuk hampir seluruh jenis tumor, terutama pada tumor otak yang berlokasi
di daerah yang mudah diakses.
Khusus pada kasus dengan gejala peninggian tekanan intrakranial, ahli bedah
harus waspada terhadap terjadi herniasi otak pada waktu induksi anestesi sehingga
terkadang diperlukan pemberian steroid atau mannitol 15 – 30 menit sebelum tindakan
operasi.
Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar X dan sinar Gamma untuk menghancurkan
tumor dengan dosis yang dapat ditoleransi oleh jaringan normal yang ditembusnya.
Dengan radioterapi, diharapkan kita dapat menghancurkan tumor dengan
meminimalisir kerusakan jaringan sehat sekitarnya. Radioterapi biasanya dilakukan
pada pasien dengan tumor yang tidak dapat dioperasi (letak yang sulit) atau kondisi
pasien yang tidak dapat menjalani operasi karena kontraindikasi medis tertentu.
Mengingat sulitnya mengeliminasi tumor otak secara total dengan tindakan
operatif saja, maka dianjurkan melakukan PORT (Post operative Radio
Theraphy).Pasien yang mendapatkan WBRT (Whole Brain Radiotherapy) dengan
pembedahan memiliki rata-rata harapan hidup 10 bulan, sedangkan yang WBRT saja
hanya sekitar 4-6 bulan.
Komplikasi dari radioterapi sendiri adalah edema, demielinisasi saraf, dan
nekrosis radiasi. Edema dapat terjadi pada hari – hari pertama dan akhir terapi radiasi
20
dan dapat teratasi dengan pemberian kortikosteroid. Karena radioterapi tidak pernah
bersifat emergensi, biasanya kortikosteroid diberikan setidaknya 48 jam sebelum
dilakukan radioterapi. Demielinisasi saraf biasanya dapat menimbulkan gejala
neurologis yang berlangsung sampai berminggu – minggu setelah radiasi berakhir,
namun hanya bersifat sementara dan dapat pulih secara spontan. Nekrosis radiasi
biasanya muncul paskaradiasi dengan dosis lebih dari 6000 rad, mulai dari beberapa
bulan pertama sampai 1 – 3 tahun paskaterapi. Gambaran nekrosis radiasi mirip
rekurensi tumor pada MRI sehingga untuk membedakannya perlu pemeriksaan
radiologis seperti PET scan atau MRS.
Stereotactic Radiosurgery (SRS) merupakan radioterapi yang difokuskan dengan
gamma knife sehingga hanya massa tumornya saja yang terkena radiasi sementara
jaringan parenkim otak yang normal tidak. SRS lebih diminati pasien karena tidak
bersifat invasif serta dapat dikakukan sebagai prosedur rawat jalan.
Adapun, tumor otak primer yang bersifat radiosensitive adalah astrositoma,
meduloblastoma, ependimoma, adenoma pituitary,dan kraniofaringioma. Tumor otak
primer yang bersifat radioresistant adalah meningioma dan tumor pleksus koroid.
Kemoterapi
Kemoterapi biasanya merupakan pilihan terakhir dari modalitas definitif dan
hanya diberikan setelah terapi pembedahan dan radioterapi dilakukan. Kemoterapi
jarang sekali membawa efek benefisial kepada pasien karena hampir semua sel tumor
otak bersifat kemoresisten, karena lesinya mungkin dilindungi oleh BBB yang
menurunkan efikasi obat yang diberikan secara sistemik. Pemberian kemoterapi dapat
dilkaukan melalui intra-arterial, intratekal/intraventrikuler, atau intratumoral.
Terapi kemoterapi hanya efektif pada sebagian kecil pasien. Jenis tumor yang
dapat diterapi dengan kemoterapi adalah adenoma pituitary dengan Bromokriptin serta
oligodendroglioma dan high-grade astrositoma.
Terapi Suportif
Antikonvulsan
American Academy of Neurology sangat tidak menganjurkan penggunaan
antikonvulsan profilaksis pada pasien yang baru didiagnosa tumor otak dan
menyarankan untuk perlahan mengurangi dosis dan menghentikan penggunaan
antikonvulsan pada pasien post operatif yang sudah tidak kejang.
Antikonvulsan hanya diberikan pada pasien dengan keluhan kejang. Perlu
diperhatikan bahwa banyak obat antiepilepsi mempunyai jalur metabolisme yang sama
dengan agen kemoterapi, yaitu melalui hepatik isoenzim CYP450 sehingga dapat terjadi
interaksi obat. Penggunaan fenitoin, karbamazepin, dan fenobarbital akan mengurangi
konsentrasi serum kemoterapi sehingga mengurangi aktivitas antitumornya. Salah satu
agen yang tidak berinteraksi dengan obat kemoterapi lainnya adalah asam valproat.11
Analgesik
Untuk mengatasi nyeri pada pasien malignansi, kita dapat menggunakan
pendekatan “analgesic ladder” yang dibuat oleh WHO.
- Step 1 (pain <3/10) = dapat digunakan obat analgesik seperti NSAID,
paracetamol, atau acetaminophen
- Step 2 (pain 3 – 6/10) = digunakan opiod lemah, seperti kodein atau tramadol
- Step 3 (pain >6/10) = dapat digunakan opioid kuat seperti morfin, fentanil,
oxycodone.
Karena pasien kanker akan selalu mengeluhkan nyeri dan biasanya obat
analgesik ini diberikan seumur hidup, maka perlu kita perhatikan efek samping dari
obat analgesik ini secara jangka panjang. Efek jangka panjang NSAID adalah komplikasi
gastrointestinal baik nyeri perut sampai ulserasi traktus gastrointestinal. Penggunaan
acetaminophen jangka panjang atau dosis terlalu tinggi akan menyebabkan kerusakan
liver, sehingga perlu diperhatikan adanya gejala mata atau kulit kuning, nyeri perut
kanan atas, serta mual dan muntah.
Efek samping dari opioid yang tersering adalah sedasi, pusing, mual, muntah,
konstipasi, dan depresi pernafasan. Efek samping opioid tersering adalah konstipasi dan
mual, terkadang efek samping ini sulit diatasi dan bahkan bisa begitu buruknya sampai
membutuhkan diskontinuasi opioid atau pengurangan dosisi sehingga efek analgetiknya
menjadi tidak adekuat.12
Kortikosteroid
Kortikosteriod dipercaya dapat menstabilisasikan membran sel dan BBB dan
mengurangi vasogenic edema serta bisa menjadi obat analgesik untuk nyeri neuropatik,
seperti myeri kepala dari tingginya tekanan intrakranial.
22
Dexamethasone merupakan obat pilihan karena efek mineralokortikoid yang
minimal. Dapat diberikan 10-24mg bolus saat diagnosis dan dilanjutkan dengan dosis
yang sama dibagi dalam 2-4 dosis per hari sebagai terapi maintenance. Efek samping
dari penggunaan steroid jangka panjang meliputi diabetes mellitus, imunosupresi,
psikosis, dan insomnia.
Prognosis Tumor Otak PrimerPrognosis tumor otak primer dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tipe
histologis tumor, grading tumor, umur pasien, hasil perhitungan Karnofsky, lokasi
tumor, dan respon terhadap terapi.9
Survival rate tumor otak sangat bervariasi berdasarkan kelompok umurnya,
dimana tertinggi di kelompok usia muda dan semakin menurun dengan bertambahnya
umur. Survival rate 5 tahun pada kelompok umur 0 – 19 tahun sebesar 66% menjadi 5%
pada kelompok umur diatas 75 tahun.10
Lokasi tumor juga sangat mempengaruhi prognosis dimana tumor yang berada
di batang otak atau berada didekat pembuluh darah utama akan membuat terapi
definitif operatif menjadi sulit atau tidak mungkin dilakukan.
Skala Performa Karnofsky atau Karnofsky Perfomance Scale adalah sebuah skala
yang bisa digunakan untuk menilai kemampuan fungsional pasien dimana semakin
besar nilai Skala Performa Karnofsky menunjukkan semakin baik prognosis pasien.
Klasifikasi Tumor Otak PrimerKlasifikasi tumor otak primer bisa dibagi berdasarkan sumber selnya atau
histogenesisnya. Kalsifikasi berdasarkan histologis ini pertama kali dikemukakan oleh
Rudolf Virchow, yang kemudian dikembangkan oleh Bailey dan Cushing tahun 1926, dan
saat ini yang digunakan adalah klasifikasi WHO yang terbaru yaitu edisi ke 4 tahun
2007.
Klasifikasi tumor otak primer merurut WHO tahun 2007 adalah:
Secara umum tumor otak primer dibagi menjadi dua kelompok yaitu: glioma dan
non-glioma.
Tumor jaringan neuroepitel
o Astrocytoma
o Oligodendroglioma
o Ependymoma
o Tumor pleksus koroid
Non glioma
o Medulloblastoma
o Tumor syaraf cranial dan paraspinal (Schwannoma)
o Tumor meninges (Meningioma)
o Primary Central Nervous System Lymphoma (PCNSL)
o Tumor sellar region (Craniopharyngoma)
o Adenoma Pituitary
24
Selain berdasarkan klasifikasi histologisnya, tumor otak primer juga bisa
diklasifikasikan berdasarkan perkembangan gradasi keganasannya (grading). Upaya
‘grading’ ini penting dan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pilihan terapi,
terutama dalam mengambil keputusan untuk melakukan radioterapi ataupun
kemoterapi spesifik. Usaha – usaha awal untuk mengembangkan klasifikasi atau grading
yang berbasis TNM (Tumor-lymph nodes – metastases) tidak aplikabel karena: ukuran
tumor (T) tidak serelevan histologi dan lokasi tumornya, status keterlibatan kelenjar
getah bening (N) tidak aplikabel karena otak dan medulla spinalis tidak mempunyai
sistem limfatik, dan metastasis (M) jarang aplikabel karena hampir semua pasien
dengan neoplasma sistem saraf pusat tidak akan hidup cukup lama sampai terjadinya
tahap metastasis tumor.3
Konsep pembagian otak menurut grading dikemukakan oleh Broders tahun
1915 yang mengelompokkan tumor otak menjadi empat tingkatan:
- Grade I: diferensiasi sel 75 – 100%
- Grade II: diferensiasi sel 50 – 75%
- Grade III: diferensiasi sel 25 – 50%
- Grade IV: diferensiasi sel 0 – 25%
Klasifikasi grading tumor otak yang dipakai oleh WHO berdasarkan ‘WHO
classification of Tumours of the Nervous System 2007’ adalah:
Grade PenjelasanGrade I “potensi proliferasi rendah dan sangat mungkin untuk terapi kuratif
dengan tindakan reseksi surgikal”- merupakan tumor jinak yang tumbuh dengan lambat- karakteristik sel tumor sangat mirip dengan sel normal jika dilihat dengan
mikroskop- Biasanya mempunyai survival rate yang panjang- Jarang pada orang dewasa
Grade II “biasanya bisa menginfiltasi struktur lain walaupun aktivitas proliferasinya rendah, biasanya bisa terjadi rekurensi”
- biasanya tumbuh dengan lambat- terkadang menginvasi jaringan sekitar- karakteristik sel sedikit berbeda dengan sel normalnya- bisa terjadi rekurensi sebagai tumor dengan grading lebih tinggi
Grade III “biasanya merupakan lesi dengan bukti histologis malignansi, seperti nukleus atipikal dan adanya aktivitas mitotik”
- aktif memproduksi sel – sel abnormal dengan karakterisitik yang berbeda dengan sel normalnya
- tumor sering menginvasi jaringan sekitarnya- bisa terjadi rekurensi sebagai tumor dengan grading yang lebih tinggi
Grade IV “neoplasma ganas dengan hasil outcome yang fatal dengan karakteristik sitologikal yang ganas”
- bertumbuh dengan cepat dan gampang menginvasi struktur sekitar- mempunyai aktivitas mitotic yang sangat tinggi- tumor membentuk neovaskularisasi baru untuk mempertahankan
pertumbuhannya yang cepat- tumor mempunyai area nekrosis di bagian sentralnya
Glioma
26
Glioma adalah tumor yang berasal dari sel – sel neuroglia, atau jaringan
penyokong di sistem saraf pusat. Hampir 50% dari seluruh tumor otak primer adalah
glioma. Istilah ‘intra-axial’ ataupun ‘extra-axial’ adalah jargon radiologi yang digunakan
untuk menjelaskan apakah lokasi tumor berada dalam jaringan otak, medulla spinalis
atau tidak. Contohnya: astrositoma dan oligodendroglioma adalah intra aksial
sedangkan meningioma dan schwanomma adalah ekstra aksial. Kebanyakan glioma
menginfiltasi jaringan otak, sehingga proses pengangkatannya sangatlah sulit.
Astrocytoma
Astrocytoma merupakan tumor primer otak kedua terbanyak setelah
glioblastoma, dengan frekuensi 17 – 30% dari semua glioma dan 6,8% seluruh tumor
otak. Tumor ini berasal dari sel astrosit yang terdapat di seluruh jaringan otak dan
medulla spinalis, sehingga memungkinkan pertumbuhannya di seluruh lokasi otak.
Astrocytoma biasanya ditemukan pada umur dewasa muda, dengan insidensi tertinggi
pada kelompok umur 30 – 40 tahun. Pada orang dewasa, biasanya lokasinya adalah
supratentorial di hemisfer serebral, sedangkan pada anak-anak biasanya teradapat di
daerah infratentorial, yaitu di batang otak.7
Grade I dan II merupakan 25-30% dari seluruh glioma. Grade III biasanya
disebut sebagai anaplastik astrositoma, dan grade IV disebut juga sebagai glioblastoma
multiform. Istilah glioblastoma multiforme digunakan Bailey dan Cushing ketika mereka
menemukan sekumpulan sel dengan diferensiasi buruk yang terdapat di dalam suatu
astrositoma. Survival rate adalah 8 tahun untuk low grade tumour, dan 2 – 3 tahun untuk
astrositoma anaplastik, serta 1 tahun untuk glioblastoma multiforme. 2/3 dari seluruh
astrositoma yang ditemukan adalah jenis GBM (Glioblastoma Multiforme). Glioma
Batang Otak merupakan 20% dari seluruh tumor otak pada anak, dan biasanya
didapatkan pada anak usia 3-10 tahun. Tumor ini hanya ditemukan pada 5% dari kasus
tumor otak dewasa.
Astrositoma mempunyai densitas yang lebih padat dibanding otak normal,
nukleusnya sedikit lebih bear dan iregular serta hiperkromatik ringan. Menurut Scherer,
tampilannya disebut pilositik karena sel tumor astrositoma menginfiltrasi sel serabut
traktus dengan tersusun searah dengan serabut traktus seperti gambaran sel bipolar
yang memanjang.1
Gejala awal manifestasi astrositoma biasanya adalah kejang (ditemukan dalam
40 – 75% kasus), baik kejang umum maupun kejang fokal, yang diakibatkan dari
insufisiensi aliran darah sesaat yang menimbulkan bangkitan elektrik yang berlebihan.
Keluhan tersering berikutnya adalah nyeri kepala (ditemukan dalam 72% kasus, dimana
11% diantaranya melibatkan nyeri kepala sebelah) dan muntah (ditemukan dalam 32%
kasus). Defisit neurologis seperti paresis ditemukan dalam 19% kasus, dimana 55%
meruoajan parese fasial dan 45% parese tungkai. Defisit lainnya seperti gangguan
penglihatan, diplopia, vertigo, hemianopsia homonimus, dan gangguan sensoris
ditemukan dalam 15 – 20% kasus.
Untuk diagnosis, dapat dilakukan pemeriksaan CT atau MRI, dan dilanjutkan
dengan PET scan. CT scan mempunyai akurasi 100% untuk tumor supratentorial
dengan memperlihatkan adanya lesi hipodens dengan sedikit edem perifokal. CT scan
non contrast astrocytoma derajat rendah sering tidak memperlihatkan enhancement
sehingga sulit dibedakan dengan lesi infark. MRI merupakan neruroimaging terbaik
dengan memperlihatkan massa difus nonehancing yang hypointense pada MRI T1
(Gambar 8) dan lebih baik lagi diperlihatkan oleh MRI T2 (Gambar 7). Pemeriksaan ini
dilanjutkan dengan PET scan yang memperlihatkan hipometabolisme glukosa pada low
grade glioma dan hipermetabolisme glukosa pada high grade glioma.
Gambar 7. Astrocytoma dengan MRI T2 Gambar 8. Astrocytoma dengan MRI T1
Penanganan astrositoma adalah reseksi surgikal dilanjutkan dengan radioterapi.
Tindakan operasi reseksi cenderung radikal untuk tumor yang berlokasi di daerah aman
seperti hemisfer nondominan, dan biopsi dan gamma knife lebih baik unutk tumor di
daerah berbahaya seperti gyrus motorik. Gamma knife menunjukkan keberhasilan
terapi terhadap hilangnya tumor berdiameter 2,7 cn dalam durasi 14 bulan pasca
28
tindakan. Radioterapi cukup berperan karena merurut banyak peneliti radioterapi
paskasurgikal memberikan harapan hidup lebih panjang, walaupun sulit ditentukan
apakah itu hasil radioterapi atau hasil tindakan surgikal atau resolusi edema oleh terapi
medikamentosa yang diberikan. Dosis radioterapi adalah 4500 – 6000 rad (whole brain)
dengan booster 1000 rad pada tumornya sendirinya. Adjuvan kemoterapi masih
membawa hasil yang mengecewekan.
Oligodendroglioma
Oligodendroglioma relaetif langka, mempunyai pervalensi 10% dari seluruh
kasus glioma dan 1,9 % dari seluruh kasus tumor otak primer. Oligodendroglioma
berasal dari sel yang menghasilkan selubung myelin di dalam sistem saraf pusat. Tumor
ini biasanya terdapat di serebrum, di lobus frontalis (60%), dan biasanya berkembang
pelan dan tidak menginfiltrasi jaringan otak (berbatas tegas). Tumor ini paling sering
ditemukan pada orang dewasa. Survival ratenya berkisar antara 2 – 7 tahun tergantung
dari gradingnya. Namun, adanya neuroimaging MRI membuat diagnosis menjadi lebih
awal dan pada penelitian terhadap 106 pasien oligodendroglioma, median survival rate
nya menjadi 16 tahun.
Oligodendroglioma dapat diklasifikasikan menurut gradingnya menjadi low
grade oligodendroglioma dan high grade (anaplastic) oligodendroglioma. Mayoritas dari
oligodendroglioma adalah low grade dendroglioma. Tumornya sangat riskan terhadap
perdarahan spontan karena vaskularisasinya yang sangat rapuh sehingga sering
bermanifestasi seperti perdarahan intrakranial, dengan gejala kejang, hemiparesif
progreis, penurunan kesadaran, nyeri kepala, atau gangguan kognitif. Hasil CT atau MRI
sering menunjukkan adanya massa yang terkalsifikasi serta adanya perdarahan.
Gambar 9. (kiri) hasil CT scan tumor pada lobus frontal kiri (kanan) hasil MRI
menunjukkan bahwa masa tersebut sedikit terkalsifikasi
Tumor ini diterapi dengan radioterapi dan kemoterapi. Kemoterapi mungkin
bukan terapi kuratif, namun bisa memperbaiki keadaan klinis pasien. Regimen
procarbazine, lomustine, dan vincristine sudah terbukti mempunyai efek benefisial,
dengan 75% pasien merespon terapi dan hampir 50% recover dengan sempurna.8
Ependymoma
Ependimoma mempunyai prevalensi 5% dari seluruh glioma. Insidensinya lebih
sering pada usia muda, dengan usia rata – rata 20 tahun dengan rentang distribusi umur
1 tahun sampai 72 tahun. Rasio jenis kelamin didominasi pria. Ependimoma berasal dari
sel yang melapisi ventrikel otak. Hampir dua pertiga kasus berlokasi di infratentorial,
dimana 25% di dalam dan sekitar ventrikel empat.
Tumor ini dalam perkembangannya akan menyebabkan penyumbatan dalam
sistem ventrikel sehingga menyebabkan obstruksi aliran CSF atau hidrosefalus
simtomatis. Sebanyak 80% pasien mengeluhkan adanya nyeri kepala, 60%
mengeluhkan mual dan muntah, serta 90% pendertia menunjukkan adanya papiledema.
Keluhan kejang jarang ditemukan. Presentasi gejala tumor ventrikel IV adalah nyeri
kepala dan muntah sedangakan tumor ventrikel lateral lebih sering menunjukkan defisit
neurologis klinis.
Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan
imaging seperti CT atau MRI yang memperlihatkan
adanya masa yang berasal dari ventrikel yang mungkin
menyebabkan obstruksi CSF sehingga mengakibatkan
hidrosefalus. Gambar di samping merupakan gambaran
MRI ependimoma yang berasal dari ventrikel kiri.
Terapi kuratif bisa dilakukan dengan reseksi
total kemudian dilanjutkan adjuvan radioterapi.
Namun, tindakan operasi reseksi total sulit dialkukan
karena ependimoma ventrikel IV sering tumbuh dari atau melibatkan batang otak atau
di supratentorial yang sangat besar dan invasif. Radioterapi sangat efektif pada tipe
tumor ini karena pemberian radiasi paskaoperasi terbukti menimbulkan nekrosis
tumor, serta terapi radiasi tanpa operasi berhasil memberikan remisi gejala serta
pengecilan tumor. Dosis radiasi biasanya 4500 rad dan untuk rekurensi biasanya
diberikan tambahan dosis 1500 – 2000 rad. Five year survival rate tumor infratentorial
kira – kira 35%, dimana setelah radioterapi paskaoperasi nilai ini menjadi 80% untuk
tumor supratentorial dan 90% untuk tumor infratentorial.
Tumor Pleksus Koroid
30
Pleksus koroidalis dibentuk oleh banyak tonjolan kecil vaskuler yang dilapisi
oleh selapis epitel kuboid. Sel-sel koroid menghasilkan CSF dan melepaskannya ke
dalam sistem ventrikel. Tumor ini bisa terjadi pada semua kelompok usia, dari bayi
sampai 74 tahun, namun 35 – 45% kasus berusia dibawah umur 20 tahun dengan rasio
kelamin seimbang antara pria dan wanita. Sebanyak 50% dari seluruh tumor pleksus
koroid berada didalam ventrikel IV. Pada kasus dewasa, predileksi lokasinya di ventrikel
III dan IV, sementara pada usia anak cenderung melibatkan ventrikel lateral.
Tumor ini memiliki kecenderungan untuk berbentuk sesuai kontour ventrikel
yang ditempatinya dan berekstensi melalui foramen kedalam ventrikel lain yang
berdekatan atau ke dalam rongga subarachnoid. Biasanya tumbuh mendesak jaringan
otak, tetapi tidak menginvasinya.
Sama halnya dengan ependimoma,
tumor ini sering timbul dengan keluhan
hidrosefalus, yaitu peningkatan TIK tanpa
disertai gejala neurologis fokal, yang
diakibatkan adanya hipersekresi produksi
likuor, dapat mencapai 1656 ml/hari.
Papiloma biasanyan berbatas tegas
dan mengalami enhancement yang sangat
jelas karena tumor ini mempunyai
vaskularisasi yang ekstensif. Dapat kita
lihat pada gambar di samping, hasil MRI
menunjukkan adanya masa interventrikuler yang hiperintes bila dibangingkan dengan
korteks serebri sekitarnya.Tatalaksana definitif meliputi reseksi total. Operasi VP
shunting juga bisa dilakukan sebelum operasi definitif. Tumor ini kurang resposif
terhadap radiasi dan kemoterapi.
Non Glioma
Tumor otak non glioma biasanya bersifat benign seperti meningioma dan
adenoma pituitari, namun ada juga yang bersifat ganas contohnya: PNET (primitive
neuroectodermal tumors) / medulloblastoma, limfoma sistem saraf pusat primer
(primary CNS lymphoma), dan CNS germ cell tumours (jarang).
Meningioma
Meningioma sebenarnya bukan tumor otak, karena berasal dari sel
menigothelial yang melapisi otak. Namun, karena kemunculannya didalam rongga
intrakranial menimbulkan gejala dan tanda neurologis, mereka sering diklasifikasikan
sebagai tumor otak. Meningioma mempunyai prevalensi 20% dari seluruh kasus
neoplasma intrakranial dengan total insidensi tahunan 7,8 per 100.000. Biasanya
meningioma asimtomatis dan ditemukan saat otopsi, dengan insidensi tahunan
meningioma simtomatis sekitar 2 per 100.000. Rasio jenis kelamin antara laki – laki :
perempuan adalah 1:2.
Tumor ini sering dijumpai pada usia dewasa dengan sifat khas yakni tumbuh
lambat dan mempunyai kecenderungan meningkatnya vaskularisasi tulang yang
berdekatan, hiperostosis tengkorak serta menekan jaringan sekitarnya. Tumor ini
biasanya padat, dengan batas tegas, dan cenderung bertumbuh sampai ukuran yang
sangat besar sebelum keluhan mulai dilaporkan. Tumor ini dapat menyebabkan lesi
desak ruang dan dapat menginvasi tulang sekitarnya. Meningioma juga tidak menginvasi
jaringan otak kecuali apabila telah terjadi perubahan maligna.
Gejala yang timbul bergantung pada ukuran, lokasi dan kecepatan pertumbuhan
tumor. Tumor ini juga cenderung mempunyai banyak pembuluh darah, sehingga pada
pencitraan CT dengan kontras akan menunjukkan masa hiperdens yang homogen
dengan enhancement zat kontras yang merata, dan pada foto polos kepala kadang-
kadang ditemukan adanya hiperostosis tulang (tanda patognomonik), peningkatan
vaskularitas, kalsifikasi tumor, dan destruksi tulang (jarang). Tumor ini mempunyai
predileksi tersering di daerah parasagital, sepanjang falx.
Gambar 11. Gambaran Pencitraan Meningioma
32
Terapi definitif dilakukan dengan operasi reseksi total. Rekurensi setelah
operasi reseksi terjadi sekitar 9% dengan durasi waktu kira – kira 5 tahun. Peranan
radiasi masih belum terlalu jelas karena secara umum meningioma merupakan tumor
yang relatif radioresisten. Menurut studi Wara, angka rekurensi 74% pada kasus yang
dilakukan pengangkatan parsial dan tidak diradiasi dibandingkan dengan kasus yang
diradiasi dengan angka rekurensi 29%.
Medulloblastoma
Medulloblastoma (PNET) merupakan 20% dari tumor otak primer pada anak
kecil, namun jarang ditemukan pada orang dewasa, dan hanya merupakan 1% dari
tumor otak primer dewasa. PNET (primitive neuroectodermal tumors) berasal dari sel
bipotensial, yang dapat berdiferensiasi menjadi neuron atau sel glial.
Tumor ini umumnya bersifat ganas, dan bertumbuh dengan cepat. Tumornya
tumbuh di atap ventrikel IV sebagai lesi berbatas tegas dan cenderung menyusup
sampai tonsil serebelum dan ekspansi keluar foramen magnum.Keluhan utamanya
adalah sakit kepala yang progresif, muntah, dan gangguan koordinasi dan
keseimbangan.
Diagnosis tumor ini bisa dengan
melakukan pencitraan seperti CT atau MRI.
Gambar disamping merupakan hasil MRI tumor
meduloblastoma yang menunjukkan adanya
massa dari ventrikel IV yang invasi ke tonsil
serebelum.
Tatalaksana tumor ini adalah dengan
operasi reseksi dilanjutkan dengan radioterapi
dan kemoterapi. Tumor ini sangat sensitif
terhadap radiasi dan juga kemoterapi. Radioterapi biasanya dilakukan secara WBRT
(whole brain radio therapy) karena kemungkinan yang besar sel-sel maligna telah
tersebar ke seluruh otak dan menjadi fokus-fokus pertumbuhan baru. Tindakan
shunting diperlukan apabila terjadi hidrosefalus akibat masa tumor yang menghambat
aliran likuor serebrospinalis.
Craniopharyngioma
Tumor ini berasal dari kantong Rathke. Sebelumnya, istilah ini diperdebatkan
mengingat bahwa ia bukan berasal dari farings primitif. Tumor ini terdapat di daerah
suprasellar. Kraniofaringioma biasanya bertumbuh pelan, prevalensi 0,9 % dari seluruh
tumor otak, dan merupakan 9% dari seluruh tumor otak primer pada anak- anak, yang
biasanya didapatkan pada usia 5-10 tahun. Tumor ini jarang ditemukan pada orang
dewasa.
Tumor ini dapat tumbuh membesar ke arah atas (karena rongga sella tursika
yang terbatas) sehingga dapat melibatkan hipotalamus, kiasma optikum dan ventrikel
III, sehingga gejalanya merupakan defek lapang pandang, disfungsi endokrin, serta
hidrosefalus. Pertumbuhan ekstensif ke lobus frontalis atau temporal akan
menyebabkan anosmia, ke daerah posterior akan menyebabkan gangguan pada saraf IV
dan VI, traktus piramidalis. Keluhan awal yang paling sering adalah nyeri kepala (75-
90% kasus), gangguan penglihatan (67%) , muntah (30-38%).
Tumor ini mempunyai dua komponen: padat dan kistik, sehingga memberikan
gambaran yang khas pada pencitraan foto polos kepala, MRI ataupun CT scan. Pada
pemeriksaan foto polos tengkorak, tampilan radiologis yang menonjol adalah perubahan
sela (50%), kalsifikasi tumor (60%), pelebaran kanalis optikus (5%) pelebaran sutura
dan digital marking pada tengkorak. Pada CT scan, 75% menunjukkan adanya masa
bulat berlobul di supraselar yang terkalsifikasi.
Terapi kraniofaringoma adalah terapi operatif dilanjutkan dengan radiasi.
Evakuasi kista saja tidak adekuat karena sering terjadi rekurensi gejala serta operasi
radikal berakibat komplikasi fatal, seperti cedera hipotalamus, diabetes insipidus, dan
sebagainya. Radioterapi paskaoperasi juga cukup berperan untuk memperpanjang
survival rate dan menghambat tumbuhnya tumor rekuren.
Schwannoma atau Akustik Neuroma
Schwannoma atau akustik neuroma adalah tumor yang berasal dari sel schwann
CN VIII, yaitu sel yang membentuk dan mempertahankan selubung myelin pada sistem
saraf perifer. Neuroma akustik merupakan tumor otak primer di daerah sudut serebelo-
pontin yang paling banyak dijumpai (80 – 90%). Tumor ini cenderung bertumbuh pelan,
dan tumbuh unilateral (dalam kasus nonherediter), namun dapat juga terjadi bilateral
dalam corak herediter (5% kasus), dan sering ditemukan pada neurofibromatosis tipe 2.
Usia rata-rata adalah 47 tahun dengan rasio kelamin laki: perempuan yang seimbang.
Keluhan yang dilaporkan adalah hilangnya pendengaran, pusing berputar,
kehilangan keseimbangan, tinnitus, rasa penuh di telinga, dan nyeri kepala. Gangguan
pendengaran merupakan gejala awal terbanyak (>70%) pada kasus ini. Gejala yang
34
ditimbulkan bervariasi sesuai dengan perkembangan ukuran tumor ini. Pada ukuran
kecil biasanya dapat melibatkan gangguan pada CN VII (yang berjalan bersama dengan
CN VIII pada meatus akustikus interna), pada ukuran 2 – 3cm, tumor ini sudah mulai
menekan batang otak dan ada gejala CN X, sementara tumor besar (>3cm) menimbulkan
gejala – gejala hidrosefalus.
Pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan auditory evoke
response dan CT scan. CT scan mempunyai
akurasi 99% dalam menunjukkan lesi akustik
neuroma diatas 1,5 cm. Tampilannya berupa
massa homogen hipodens padat di daerah
meatus akustikus internus serta akan ter
enhanced dengan pemberian kontras.
Tatalaksana tumor ini adalah dengan tindakan
mikroreseksi.
Pituitary adenoma
Adenoma pituitari merupakan tumor yang berasal dari parenkim adenohipofise.
Tumor dengan ukuran <1cm disebut sebagai mikroadenoma, dan yang lebih dari 1cm
disebut sebagai makroadenoma. Frekuensi adenaoma adalah 8 – 10% dari seluruh
tumor intracranial dengan puncak distribusi usia kasus 35 – 45 tahun dimana rasio jenis
kelamin hampir seimbang. Tumor ini dibagi menjadi dua:
- Space occupying tumour (non – functioning tumour)
Tumor jenis ini tidak fungsional sehingga tidak menimbulkan gejala
endokrin dan didiagnosis setelah berukuran cukup besar Gejala dari tumor ini
disebabkan karena efek masa tumor yang menekan struktur sekitarnya. Keluhan
gejala tersering adalah defisit lapang pandang dimana tumor menekan kiasma
optikum dan menyebabkan hemianopsia bitemporal pada 70% kasus. 20%
mengeluhkan nyeri kepala, karena tumor ini mendesak dan meregangkan dura
mater disekitarnya. Pada ukuran yang besar tumor ini dapat mendesak
parenkim sekitarnya sehingga menimbulkan gejala hipopituitari
(panhypopituitairsm), contohnya: pada wanita tidak mengalami menstruasi,
berkurangnya rambut pada tubuh, meningkatnya sensitivitas pada udara dingin
dan berkurangnya fungsi kelenjar lainnya yang distimulasi oleh adenohipofise.
- Secreting Pituitary tumour (functioning tumour)
Tumor jenis ini menghasilkan hormone dan menimbulkan gejala klinis
gangguan endokrin sebelum tumor ini cukup besar untuk menimbulkan gejala
desak ruang.
a. Prolactin secreting tumour (prolactinoma) (35%)
Ditandakan dengan tidak adanya menstruasi pada wanita, dan
disfungsi ereksi atau infertilitas pada pria. Galaktorea dapat terjadi pada
pria maupun wanita.
b. Growth hormone secreting adenoma (25%)
Sekresi growth hormone yang berlebihan menyebabkan
gigantisme pada anak kecil dan akromegali pada orang dewasa dengan
lempeng epifise yang telah menutup.
c. ACTH (adrenocorticotropic) secreting adenoma (5%)
Pada keadaan ini terajadi hiperproduksi kortisol, yang
menyebabkan Cushing syndrome yang ditandakan dengan gangguan
penyembuhan luka, moon face, buffalo neck.
d. Thyrotropic adenoma (<1%)
e. Gonadotropic adenoma (<1%)
f. Multiple hormon: STH-PRL, ACTH-PRL (10%)
Diagnosis adenoma pituitary bisa dilakukan
dengan analisis hormon (hanya untuk mengetahui jenis
hormon apa yang dikeluarkan oleh adenoma; hanya
untuk functioning adenoma) serta pemeriksaan imaging
seperti CT atau MRI yang menunjukkan adanya masas
pada pituitary seperti pada gambar di samping.
Adenoma pituitari biasanya dilakukan pembedahan
dengan tujuan utama untuk dekompresi struktur saraf,
terutama traktus penglihatan dan restorasi sekresi
hormonal yang normal. Pembedahan dapat dilakukan
dengan pendekatan transphenoidal atau transkranial, namun transphenoidal lebih
36
dipilih karena komplikasi dan mortalitas yang jauh lebih sedikit. Terapi ini bisa juga
dikombinasikan dengan radioterapi dan kemoterapi Bromokriptin.
Primary Central Nervous System Lymphoma (PCNSL)
PCNSL merupakan tumor intrakranial yang sangat jarang dengan prevalensi
<1% dari seluruh tumor intrakranial, walaupun dalam 20 tahun terakhir, insidensinya
meningkat tiga kali lipat di Amerika Serikat. Meningkatnya insidensi ini berhubungan
dengan meningkatnya jumlah pasien immunocompromised, termasuk didalamnya
pasien dengan AIDS, walaupun belum ada mekanisme yang dapat menjelaskan
hubungan ini.
Gejala yang biasanya dikeluhkan adalah perubahan tingkah laku dan kognitif,
yang terjadi pada hampir dua per tiga kasus. Gejala lain seperti hemiparesis, aphasia,
dan defisit lapang pandang terjadi pada 50% kasus serta kejang terjadi pada 15 – 20%
kasus.
Pada MRI, lesi biasanya multipel, berlokasi di periventrikular dan mempunyai
pola difus dan enhancement yang homogen. Diagnosis biasanya dilakukan dengan
stereotatic biopsi. Berbeda dengan tumor lainnya, operasi reseksi tidak mempunyai
peran terapeutik. Kemoterapi merupakan pilihan terapi utama dengan regimen terbaik
methotrexate dosisi tinggi yang bisa mempenetrasi BB dan memupnyai response rate
50 – 80%. Radioterapi juga bisa meningkat survival rate menjadi 12 – 18 bulan,
sementara bila radioterapi dikombinasikan dengan kemoterapi methotrexate maka
median survival rate nya akan bertambah 40 bulan.
KesimpulanTumor otak primer adalah neoplasma yang timbul dalam rongga tengkorak yang
merupakan hasil dari pertumbuhan sel rongga intrakranial sendiri. Insidensi tumor
intrakranial primer adalah 8,2 per 100.000 populasi per tahun dan angka tersebut
cenderung meningkat seiring bertambahnya umur.
Tumor otak primer diakibatkan dari adanya mutas DNA. Hal ini bisa terjadi
karena adanya faktor genetik, yaitu mutasi pada gen yang memfasilitasi DNA repair atau
apoptosis dan karena adanya faktor environmental yang bisa merusak DNA, seperti
radiasi, kimia, ataupun virus. Mutasi DNA kemudian akan terakumulasi dan mencapai
hallmarks of cancer.
Pendekatan diagnosis tumor otak dapat dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik status neurologis lengkap, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
akan memperlihatkan adanya gejala umum akibat peninggian tekanan intrakranial dan
edema serta gejala fokal yang terjadi akibat penekanan langsung tumor otak pada
bagian yang ditempatinya.
38
Gejala umum tumor otak bisa berupa nyeri kepala, muntah proyektil, perubahan
mental, serta kejang. Nyeri kepalanya kronik progresif, lebih buruk pada pagi hari, dan
memburuk dengan posisi berbaring, batuk, bersin, mengedan, membungkuk. Gejala
fokal tumor tergantung dari lokasi tumor tersebut.
Pemeriksaan penunjuang dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium
(CBC, tes koagulasi, elektrolit, hormon, D dimer), pencitraan (foto polos kepala, CT, MRI,
MRS, PET scan), dan biopsi otak.
Tatalaksana tumor otak primer bisa dengan terapi defintif seperti pembedahan,
radioterapi dan kemoterapi, ataupun dengan terapi suportif seperti antikonvulsan,
analgesik, dan kortikosteroid.
Prognosis tumor otak primer dipengaruhi oleh faktor – faktor seperti tipe
histologis tumor, grading tumor, umur pasien, lokasi tumor, respon terhadap terapi, dan
Karnofsky Performance scale.
Klasifikasi tumor otak bisa dibedakan menjadi glioma (astrocytoma,
oligodendroglioma, ependimoma, tumor pleksus koroid), dan non glioma
(meduloblastoma, meningioma, schwannoma, PCNSL, craniofaringioma, dan adenoma
pituitary).
Daftar Pustaka
1. Prof. DR. Dr. Satyanegara, S. (2010). Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Jakarta: Gramedia.
2. World Health Organization (2007). WHO Classification of Tumours of the Central Nervous System. 4th ed. Geneva: WHO.
3. Eka J. Wahjoepramono (2006). Tumor Otak. Tangerang: Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan.
4. CBTRUS (2012). CBTRUS Statistical Report: Primary Brain and Central Nervous System Tumours Diagnosed in the United States in 2004-2008 (March 23, 2012 Revision). Source: Central Brain Tumour Registry of the United States, Hinsdale, IL. Website: www.cbtrus.org
5. Mokri, Bahram, MD. 2001. “Historical Neurology: The Monro-Kellie hypothesis: Applications in CSF volume depletion.” Website: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11425944
6. Johns Hopkins Medicine: Brain Tumor Grades: Biopsy and Prognosis. Website: http://www.hopkinsmedicine.org/neurology_neurosurgery/specialty_areas/brain_tumor/diagnosis/brain-tumor-grade.html
7. DeAngelis, Lisa M, M.D. 2001. The New England Journal of Medicine: Brain Tumors. Website: http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM200101113440207
8. F. Charles Brunicardi, MD, FACS, et al. 2006. Schwartz’s Manual of Surgery. Edisi 8. New York: Mc Graw-Hill.
9. Mahaley, M. Stephen, Jr., M.D, Ph.D., et al. 1989. Journal of Neurosurgery: National Survey of Patterns of Care for Brain-Tumor Patients. Website: http://thejns.org/doi/abs/10.3171/jns.1989.71.6.0826
10. -. 2013. Brain Tumor – Primary – Adults. Website: http://health.nytimes.com/health/guides/disease/brain-tumor-adults/prognosis.html
11. Vecht, Charles J, G. Louis Wagner, Erik B Wilms. 2003. Treating Seizures in Patiens with Brain Tumors: Drug Interactions Between Antiepileptic and Chemotherapeutic Agents. Website: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0093775403005980
12. Benyamin R, et al. 2008. Opioid Complications and Side Effects. Website: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18443635
40