document2

57
2.4 NEONATUS RESIKO TINGGI DAN PENATALAKSANAAN-NYA Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik. Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir. Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.

Upload: galung

Post on 15-Jan-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jgdhjfdhfddhafdsbcbcvxbxbcxcbcbncb

TRANSCRIPT

Page 1: Document2

2.4 NEONATUS RESIKO TINGGI DAN PENATALAKSANAAN-NYA

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa

neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar

bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari

tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3

kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan

dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan

biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses

fisiologik.

Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau

kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas,

kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada

persalinan maupun sesudah lahir.

Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi

pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga

kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan

kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan

tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada

waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.

 

Yang termasuk neonatus resiko tinggi yaitu diantaranya sebagai berikut:

1. BBLR

2. asfiksia neonatorum

3. sindrom, gangguan pernafasan

4. ikterus

5. perdarahan tali pusat

6. kejang

7. hypotermi

Page 2: Document2

2.4.1 BBLR

A. Definisi

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang

dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi

yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.

B. Epidemiologi

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari

seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi

di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik

menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan

angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat

lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan

mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta

memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan.

Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan

daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter

diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional

berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih

besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi

menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.

C. Etiologi

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.

Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta

seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga

merupakan penyebab terjadinya BBLR.

(1) Faktor ibu

a. Penyakit Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-

lain

Page 3: Document2

b. Komplikasi pada kehamilan. Komplikasi yang tejadi pada kehamilan

ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan

kelahiran preterm.

c. Usia Ibu dan paritas Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada

bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia

d. Faktor kebiasaan ibu Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu

perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika.

(2) Faktor Janin

Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.

(3) Faktor Lingkungan

Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi,

sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun.

D. Komplikasi

Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara

lain:

Hipotermia

Hipoglikemia

Gangguan cairan dan elektrolit

Hiperbilirubinemia

Sindroma gawat nafas

Paten duktus arteriosus

Infeksi

Perdarahan intraventrikuler

Apnea of Prematurity

Anemia

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat

lahir rendah (BBLR) antara lain:

Gangguan perkembangan

Gangguan pertumbuhan

Gangguan penglihatan (Retinopati)

Gangguan pendengaran

Page 4: Document2

Penyakit paru kronis

Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit

Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

E. Diagnosis

Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir

bayi dalam jangka waktu

Anamnesis

Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk

menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

terjadinya BBLR:

Umur ibu

Riwayat hari pertama haid terakir

Riwayat persalinan sebelumnya

Paritas, jarak kelahiran sebelumnya

Kenaikan berat badan selama hamil

Aktivitas

Penyakit yang diderita selama hamil

Obat-obatan yang diminum selama hamil

Pemeriksaan Fisik

Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain (3):

Berat badan

Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)

Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa

kehamilan).

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (3):

Pemeriksaan skor ballard

Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan

Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa

kadar elektrolit dan analisa gas darah.

Page 5: Document2

Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan

umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau

didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.

USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan

F. Penatalaksanaan/ terapi

- Medikamentosa

1. Pemberian vitamin K:

Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau Per oral 2 mg sekali

pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur

4-6 minggu)

Diatetik

Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena

refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI

dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa

lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu,

bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan

yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting.

ASI merupakan pilihan utama:

Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang

cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai

kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali.

Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20

g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu. Pemberian

minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan

keadaan bayi adalah sebagai berikut:

a. Berat lahir 1750 – 2500 gram

- Bayi Sehat

Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih

mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering

(contoh; setiap 2 jam) bila perlu.

Page 6: Document2

Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai

efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI

peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

- Bayi Sakit

Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan

minum seperti pada bayi sehat.

Apabila bayi memerlukan cairan intravena:

Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama

Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi

stabil.

Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-

tanda siap untuk menyusu.

Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh;

gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung :

Berikan cairan IV dan ASI menurut umur

Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali).

Apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih

tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan bayi

menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan

keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.

b. Berat lahir 1500-1749 gram

- Bayi Sehat

Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak

dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke

dalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung.

Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat

menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setela 1-2 hari namun

ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu)

Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah

mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri

tambahan ASI setiap kali minum.

Page 7: Document2

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok,

coba untuk menyusui langsung.

- Bayi Sakit

Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama

Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah

cairan IV secara perlahan.

Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi

telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar,

beri tambahan ASI setiap kali minum.

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila

kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/

sendok, coba untuk menyusui langsung.

c. Berat lahir 1250-1499 gram

- Bayi Sehat

Beri ASI peras melalui pipa lambung

Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah

mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri

tambahan ASI setiap kali minum

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/

sendok, coba untuk menyusui langsung.

- Bayi Sakit

Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.

Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah

cairan intravena secara perlahan.

Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah

mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri

tambahan ASI setiap kali minum

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/

sendok, coba untuk menyusui langsung.

Page 8: Document2

d. Berat lahir <>tidak tergantung kondisi)

Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama

Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi

pemberian cairan intravena secara perlahan.

Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah

mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri

tambahan ASI setiap kali minum

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/

sendok, coba untuk menyusui langsung.

Suportif

Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal:

Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh

bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas,

inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan

setempat sesuai petunjuk.

Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin

Ukur suhu tubuh dengan berkala

Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :

Jaga dan pantau patensi jalan nafas

Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit

Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia,

kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia)

Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya

Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan

ibu berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.

G. Pemantauan (Monitoring)

1. Pemantauan saat dirawat

a. Terapi

Page 9: Document2

Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan

Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu

b. Tumbuh kembang

Pantau berat badan bayi secara periodik

Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10%

untuk bayi dengan berat lair ≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat

lahir <1500>

Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori

berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari :

- Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah

180 ml/kg/hari

- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi

agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari

- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah

pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari

- Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap

minggu.

1. Pemantauan setelah pulang

Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan

mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang

sebagai berikut:

Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.

Hitung umur koreksi

Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.

Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST)

Awasi adanya kelainan bawaan

2. Pencegahan

Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah

langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan:

1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama

kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang

diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR

Page 10: Document2

harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan

kesehatan yang lebih mampu

2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam

rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama

kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang

dikandung dengan baik

3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur

reproduksi sehat (20-34 tahun)

4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam

meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat

meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi

ibu selama hamil

2.4.2 ASFIKSIA NEONATORUM

A. Batasan

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan

teratur  pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan

keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2

meningkat) dan asidosis.

B. Patofisiologi

Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya

hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan

biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.

C. Gejala klinik

Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari

100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon

terhadap refleks rangsangan.

D. Diagnosis

a. Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.

b. Pemeriksaan fisik :

          Nilai Apgar

Klinis 0 1 2

Page 11: Document2

Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit

Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat

Refleks saat jalan

nafas

dibersihkan

Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin

Tonus otot Lunglai Fleksi

ekstrimitas

(lemah)

Fleksi kuat

gerak

aktif

Warna kulit Biru pucat Tubuh merah

ekstrimitas

biru

Merah seluruh

tubuh

         

Nilai 0-3   : Asfiksia berat

Nilai 4-6   : Asfiksia sedang

Nilai 7-10 : Normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai

apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai

skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi

bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai

resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak

menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)

Pemeriksaan penunjang :

- Foto polos dada

- USG kepala

- Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

Penyulit

Meliputi berbagai organ yaitu :

- Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis

- Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus,

perdarahan paru, edema paru

- Gastrointestinal : enterokolitis  nekrotikans

- Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH

Page 12: Document2

- Hematologi : DIC

E. Penatalaksanaan 

Resusitasi, Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan)

Terapi medikamentosa :

Epinefrin :

Indikasi :

- Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan

ventilasi adekuat dan pemijatan dada.

- Asistolik.

Dosis :

- 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000   (0,01 mg-0,03 mg/kg BB)

Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu. 

Volume ekspander :

Indikasi :

- Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan

tidak ada respon dengan resusitasi.

- Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok.

Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan

pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.

Jenis cairan :

- Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)

- Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah

banyak.

Dosis :

- Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang

sampai  menunjukkan respon klinis.

Bikarbonat :

Indikasi :

Page 13: Document2

- Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi.

Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.

- Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan

hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan

kimiawi.

Dosis :  1-2 mEq/kg BB  atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)

Cara :

- Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak

diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.

Efek samping :

- Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat

merusak fungsi miokardium dan otak.

Nalokson :

- Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak

menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson

ventilasi harus adekuat dan stabil.

Indikasi :

- Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan

narkotik 4 jam sebelum persalinan.

- Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai

sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with

drawltiba-tiba pada sebagian bayi.

Dosis :   0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)

Cara :  Intravena,  endotrakeal atau bila perpusi baik  diberikan i.m atau

s.c              

Suportif

- Jaga kehangatan.

- Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.

- Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

Page 14: Document2

2.4.3 SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN

A. Defenisi

Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri

dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali

per menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah

epigastrium, interkostal pada saat inspirasi ( Perawatan Anak Sakit, Ngastiah.

Hal 3). Penyakit Membran Hialin (PMH)

Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang

mencegah kolaps paru. PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena

produksi surfaktan yang di mulai sejak kehamilan minggu ke 22, baru

mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.

B. Patofisiologi

Penyebab PMH adalah surfaktan paru. Surfaktan paru adalah zat yang

memegang peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu

kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama

zat tersebut adalah lesitin. Zat ini mulai di bentuk pada kehamilan 22-24

minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Fungsi surfaktan

adalah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus akan kembali

kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk bernafas berikutnya di butuhkan

tekanan negatif intrathoraks yang lebih besar dan di sertai usaha inspiarsi

yang lebih kuat. Kolaps paru ini menyebabkan terganggunya ventilasi

sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2. dan oksidosis.

C. Prognosis

Prognosis bayi dengan PMH terutama ditentukan oleh prematuritas

serta beratnya penyakit. Bayi yang sembuh mempunyai kesempatan tumbuh

dan kembang sama dengan bayi prematur lain yang tidak menderita PMH.

Page 15: Document2

D. Gambaran klinis

PMH umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-

2000 gram. Atau masa generasi 30-36 minggu. Gangguan pernafasan mulai

tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan gejala yang karakteritis mulai

terlihat pada umur 24-72 jam.

E. Pemeriksaan diaknostik

Foto thorak

Atas dasar adanya gangguan pernafasan yang dapat di sebabkan oleh

berbagai penyebab dan untuk melihat keadaan paru, maka bayi perlu

dilakukan pemeriksaan foto thoraks.

Pemeriksaan darah : perlu pemeriksaan darah lengkap, analisis gas

darah dan elektrolit.

F. Penatalaksanaan

Tindakan yang perlu dilakukan :

a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam

batas normal (36.5-37oc) dan meletakkan bayi dalam inkubator.

b. Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena terpengaruh

kompleks terhadap bayi prematur, pemberian oksigen terlalu banyak

menimbulkan komplikasi fibrosis paru, kerusakan retina dan lain-lain.

c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan

hemeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan

glukosa 5-10 % dengan jumlah 60-125 ML/ Kg BB/ hari.

d. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin

dengan dosis 50.000-10.000 untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg /

kg BB/ hari dengan atau tanpa gentasimin 3-5 mg / kg BB / hari.

e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian

surfaktan ekstrogen ( surfaktan dari luar).

Page 16: Document2

Keperawatan

Pada umumnya dengan BB lahir 1000-2000 gr dan masa kehamilan

kurang dari 36 minggu.

1) Bahaya kedinginan

Bayi PMH adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis,

jaringan lemak belum berbentuk dan pusat pengatur suhu belum

sempurna. Akibatnya bayi dapat jatuh dalam keadaan cold injury,

sianosis, dispnea, kemudian apnea. Untuk mencegah harus dirawat

dalam inkubator yang dapat mempertahankan suhu bayi 36.5-37oc.

2) Resiko terjadi gangguan pernafasan

a. Gejala pertama biasanya timbul dalam 4 jam setelah lahir.

Tata laksana perawatan bayi prematur adalah

Dirawat dalam inkubator dengan suhu optimum

b. Bila bayi mulai terlihat sianosis, dispnea / hiperapsnea

segera berikan oksigen.

3) Kesukaran dalam pemberian makanan

Untuk memenuhi kebutuhan kalori maka dipasang infus dengan

cairan glukosa 5-10 %. Makanan bayi yang terbaik adalah asi.

Karena itu selama bayi belum diberi asi harus tetap pertahankan

dengan memompa payudara ibu setiap 3 jam.

4) Resiko mendapat infeksi

Untuk mencegah infeksi, perawat harus bekerja secara aseptik dan

inkubator harus aseptik pula. Ruangan tempat merawat bayi

terpisah, bersih, dan tidak di benarkan banyak orang memasuki

ruangan tersebut kecuali petugas, semua alat yang diperlukan

harus steril.

5) Kebutuhan rasa nyaman

Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis,

misalnya penghisapan lendir, pemasangan infus dll. Untuk

memenuhi kebutuhan psikologisnya selain sikap yang lembut

setiap menolong bayi dalam memberi pasi harus di pangku.

Page 17: Document2

2.4.4 IKTERUS

A. Definisi

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan

mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin.

Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin

serum lebih 5 mg/dL.

Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13

mg/dL.

Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis,

kecuali:

Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi

kurang bulan >10 mg/dL.

Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.

Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.

Ikterus menetap pada usia >2 minggu.

Terdapat faktor risiko.

Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara

umum. Bilirubin dapat masuk ke jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah

terdapatnya tanda-tanda klinis akibat deposit bilirubin dalam sel otak.

Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronik. Bentuk akut terdiri

atas 3 tahap; tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks isap lemah, hipotonia, kejang;

tahap 2 (pertengahan minggu pertama): tangis melengking, hipertonia,

epistotonus; tahap 3 (setelah minggu pertama): hipertoni. Bentuk kronik: pada

tahun pertama: hipotoni, motorik terlambat. Sedang setelah tahun pertama

didapati gangguan gerakan, kehilangan pendengaran sensorial.

Page 18: Document2

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar

65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada

tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada

minggu pertama.

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa

rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di

Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama

tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% 

untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di

atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan

sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5

mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan

dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap

hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6%

bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan

hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat

sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat

dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.

Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di

mana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di

antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka

kematian  terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data

insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan

22,8%.

Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya  sebesar

30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang

cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di

RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin

serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode

spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus

berdasarkan metode visual.

Page 19: Document2

C. Etiologi dan Faktor Risiko

1. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir,

karena:

Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih

banyak dan berumur lebih pendek.

Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim

glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum

adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan

konjugasi.

Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya

enzim -> glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis)

dapat disebabkan oleh faktor/keadaan:

Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus,

defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.

Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi

intra uterin.

Polisitemia.

Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.

Ibu diabetes.

Asidosis.

Hipoksia/asfiksia.

Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi

enterohepatik.

Page 20: Document2

2. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:

a.    Faktor Maternal

Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)

Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

ASI

b.    Faktor Perinatal

Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c.    Faktor Neonatus

Prematuritas

Faktor genetik

Polisitemia

Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

Rendahnya asupan ASI

Hipoglikemia

Hipoalbuminemia

D. Patofisiologi

Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit.

Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari

ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam

beberapa minggu.

Page 21: Document2

1. Ikterus fisiologis

Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi

bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya

dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi

baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai

puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian

menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat

muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin

terkonyugasi < 2 mg/dL.

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan

faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak

bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan

berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina

cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4

dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis

pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia

relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan

dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur

dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin

dan pembentukan bilirubin

.

Page 22: Document2

2. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice)

Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi

ikterus yang yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya

faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin di

usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak perlu khawatir,

ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.

Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata

laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.

E. Penegakan Diagnosis

1. Visual

Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih

dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan

pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara

evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun

apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan

skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik

dan tata laksana lebih lanjut.

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus

secara visual, sebagai berikut:

Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari

dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila

dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada

pencahayaan yang kurang.

Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna

di bawah kulit dan jaringan subkutan.

Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh

yang tampak kuning. (tabel 1)

Page 23: Document2

2. Bilirubin Serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan

diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi

lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan

pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif

yang dianggap dapat meningkatkan  morbiditas neonatus. Umumnya yang

diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya

(dengan aluminium foil)

Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila

kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.   

3. Bilirubinometer Transkutan

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja

dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan

panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan

representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.

Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat

yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai

menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh

pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining,

bukan untuk diagnosis.

Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional

prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM

102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar

diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir

dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia

dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari

penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum

Page 24: Document2

Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76,

p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB tidak dapat

digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil

pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya

dilakukan pemeriksaan TSB.

Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk

tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004)

menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara

rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari

segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.

4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal

ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada

konsentrasi bilirubin serum yang rendah.

Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar

bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip

cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap

bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan

bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.

Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan

bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini,

maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan

dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.

Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus

Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus

Hari 1

Hari 2

Hari 3

Bagian tubuh manapun

Tengan dan tungkai *

Tangan dan kaki

Berat

Page 25: Document2

Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat

pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan

sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar  secepatnya. Tidak perlu

menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.

F. Tata laksana

1. Ikterus Fisiologis

Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada

bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi,

kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada

bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:

Minum ASI dini dan sering

Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO

Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang

dan kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).

Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan

sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada

minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia

karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)

Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat.

Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5

kg, lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis

Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan

hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:

Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar,

hentikan terapi sinar.

Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai

dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar

Page 26: Document2

Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan

penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga,

lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.

Tentukan diagnosis banding

2. Tata laksana Hiperbilirubinemia Hemolitik

Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau

golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi.

Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun

penyebabnya.

Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi

sinar, lakukan terapi sinar.

Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:

Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar, kadar

hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera

rujuk bayi.

Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk

dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak

hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%).

Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:

Persiapkan transfer.

Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas

transfusi tukar.

Kirim contoh darah ibu dan bayi.

Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa

perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi.

Nasihati ibu:

Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu

mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan

dengan kehamilan berikutnya.

Page 27: Document2

Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk

menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada

bayi (contoh: obat antimalaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin,

kamfer/mothballs, favabeans).

Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.

Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan

atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir

sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan

(prolonged jaundice).

Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu

selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan

transfusi darah.

Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice)

Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada

neonatus cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.

Terapi sinar  dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk

mencari penyebab.

Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan

kepindahan bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk

evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan.

Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital.

Mengenai penatalaksanaan dengan terapi sinar dan transfusi tukar selengkapnya

dimuat terpisah.

G. Efek Hiperbilirubinemia

Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam menimbulkan

kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat

terjadi. Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta  mengganggu

sintesis DNA.  Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan

Page 28: Document2

konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala

sisa berupa tuli saraf.

Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding dengan

konsentrasi bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang

terjadi ditentukan oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan.

Ensefalopati bilirubin

Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar dapat

menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya

asam bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak

dan serebelum yang menyebabkan kematian sel. Pada bayi dengan sepsis,

hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan kerusakan pada sawar darah otak.

Dengan adanya ikterus, bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk ke

dalam cairan ekstraselular. Sejauh ini hubungan antara peningkatan kadar

bilirubin serum dengan ensefalopati bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada

studi yang mendapatkan nilai spesifik bilirubin total serum pada bayi cukup bulan

dengan hiperbilirubinemia non hemolitik yang dapat mengakibatkan terjadinya

gangguan pada kecerdasan atau kerusakan neurologik yang disebabkannya.

Faktor yang mempengaruhi toksisitas bilirubin pada sel otak bayi baru lahir

sangat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Faktor tersebut antara lain:

konsentrasi albumin serum, ikatan albumin dengan bilirubin, penetrasi albumin ke

dalam otak, dan kerawanan sel otak menghadapi efek toksik bilirubin.

Bagaimanapun juga, keadaan ini adalah peristiwa yang tidak biasa ditemukan

sekalipun pada bayi prematur dan kadar albumin serum yang sebelumnya

diperkirakan dapat menempatkan bayi prematur berisiko untuk terkena

ensefalopati bilirubin. 

Bayi yang selamat setelah mengalami ensefalopati bilirubin akan mengalami

kerusakan otak permanen dengan manifestasi berupa serebral palsy, epilepsi dan

keterbelakangan mental atau hanya cacat minor seperti gangguan belajar dan

perceptual motor disorder

Page 29: Document2

H. Pencegahan

Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat

inkompatibilitas ABO sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan

beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut:

1. Primer

AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan

dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu

untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari

pertama.

Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses

menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi

menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang

berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin

terjadinya proses menyusui yang baik.

AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun

dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat

mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin

serum.

2. Sekunder

Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang

memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.

Pemeriksaan Golongan Darah

Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO

dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah

menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan

untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan

Page 30: Document2

darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali

pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.

Penilaian Klinis

Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala

untuk mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki

prosedur standar tata laksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya

setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain.

Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi 

sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan

dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari.

Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit putih dan

memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di bagian

wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas.

5.pendarahan tali pusat

Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari

trauma pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses

pembentukkan trombus normal. Selain itu perdarahan pada tali pusat juga bisa

sebagi petunjuk adanya penyakit pada bayi.

ETIOLOGI

1 Robekan umbilikus normal, biasanya terjadi karena :

a Patus precipitatus

b Adanya trauma atau lilitan tali pusat

c Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang

berlebihan pada saat persalinan

d Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya

dinding umbilikus atauplacenta sewaktu sectio secarea

2 Robekan umbilikus abnormal, biasanya terjadi karena :

a Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematom tersebut pecah,

namun

Page 31: Document2

perdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam placenta. Hal ini sangat

berbahaya bagi bayi dan dapat menimbulkan kematian pada bayi

b Varises juga dapat menyebabkan perdarahan apabila varises tersebut pecah

c Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus dimana terjadi pelebaran pembuluh

darah setempat saja karena salah dalam proses perkembangan atau terjadi

kemunduran dinding pembuluh darah. Pada aneurisme pembuluh darah

menyebabkan pembuluh darah rapuh dan mudah pecah

3 Robekan pembuluh darah abnormal

Pada kasus dengan robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya trauma,

hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomik pembuluh darah

seperti :

a Pembuluh darah aberan yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak

ada perlindungan jely Wharton

b Insersi velamentosa tali pusat, dimana pecahnya pembuluh darah terjadi pada

tempat percabangan tali pusat sampai ke membran tempat masuknya dalam

placenta tidak adda proteksi. Umbilikus dengan kelainan insersi ini sering terdapat

pada kehamilan ganda

c Placenta multilobularis, perdarahan terjadi pembuluh darah yang

menghubungkan masing-masing lobus dengan jaringan placenta karena bagian

tersebut sangat rapuh dan mudah pecah

PENATALAKSANAAN

1. Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang

terjadi

2. Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi paa

tali pusat.

3. Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien

untuk dilakukan rujukan.

Page 32: Document2

2.4.5 Kejang

Kejang adalah penyakit pada anak yang disebabkan oleh demam.

Sekitar 2-5% anak berumur enam bulan sampai lima tahun umumnya

mengalami demam. Namun, tidak sampai menginfeksi otak anak.

Apa yang harus dilakukan bila anak mengalami kejang demam? Walaupun

kejang demam terlihat sangat menakutkan, sebenarnya jarang sekali terjadi

komplikasi yang berat, yang paling penting adalah tetap tenang.

Ketika demam, miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air

liurnya dan jangan mencoba menahan gerak si anak. Turunkan demam

dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air yang sedikit hangat.

Setelah air menguap, demam akan turun. Jangan memberikan kompres

dengan es atau alkohol karena anak akan menggigil dan suhu tubuh justru

meningkat, walaupun kulitnya terasa dingin. Untuk anak dengan berat

badan kurang dari 10 kg dapat diberikan obat, umumnya kejang demam

akan berhenti dengan sendirinya sebelum lima menit.

Apakah anak perlu masuk rumah sakit? Bila kejang berlangsung kurang

dari lima menit, kemudian anak sadar dan menangis, biasanya tidak perlu

dirawat. Bila demam tinggi dan kejang berlangsung lebih dari 10-15 menit

atau kejang berulang, maka Anda harus membawanya ke dokter atau

rumah sakit.

Untuk membantu menentukan apa yang akan terjadi pada anak di

kemudian hari, kejang demam dibagi menjadi kejang demam sederhana

dan kejang kompleks.

Kejang demam sederhana adalah bila kejang berlangsung kurang

dari 15 menit dan tidak berulang pada hari yang sama, sedangkan kejang

kompleks adalah bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh,

berlangsung lama (lebih dari 15 menit) atau berulang dua kali atau lebih

dalam satu hari.

Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan,

meninggal atau mengganggu kepandaian. Risiko untuk menjadi epilepsi di

kemudian hari juga sangat kecil, sekitar 2-3%. Risiko terbanyak adalah

berulangnya kejang demam, yang dapat terjadi pada 30-50% anak-anak.

Page 33: Document2

Risiko-risiko tersebut akan lebih besar pada kejang yang kompleks.

Rekaman otak atau electroencephalografi (EEG) biasanya tidak dilakukan

secara rutin karena tidak berguna untuk memperkirakan apakah kejang

akan berulang kembali, juga tidak dapat memperkirakan apakah akan

terjadi epilepsi di kemudian hari.

Untuk anak dengan kejang kompleks atau anak yang mengalami

kelainan saraf yang nyata, dokter akan mempertimbangkan untuk

memberikan pengobatan dengan anti kejang jangka panjang selama 1-3

tahun.

2.4.6 Hypotermi

Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal.

Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus

36,5-37,5°C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermi apabila suhu <36°C atau

kedua kaki & tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin

maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36°C). Disebut

hipotermi berat bila suhu <32°C, diperlukan termometer ukuran rendah (low

reading thermometer) yang dapat mengukur sampai 25°C. (Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirahardjo, 2001). Disamping sebagai suatu gejala,

hipotermi merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.

(Indarso, F, 2001). Sedangkan menurut Sandra M.T. (1997) bahwa hipotermi

yaitu kondisi dimana suhu inti tubuh turun sampai dibawah 35°C. Etiologi

Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu : 1)Jaringan lemak subkutan

tipis. 2)Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.

3)Cadangan glikogen dan brown fat sedikit. 4)BBL (Bayi Baru Lahir) tidak

mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan. (Indarso, F,

2001). 5)Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang

beresiko tinggi mengalami hipotermi. ( Klaus, M.H et al, 1998). Mekanisme

hilangnya panas pada BBL Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu

dengan : 1Radiasi yaitu panas yang hilang dari obyek yang hangat (bayi) ke

obyek yang dingin. 2)Konduksi yaitu hilangnya panas langsung dari obyek

yang panas ke obyek yang dingin. 3)Konveksi yaitu hilangnya panas dari bayi

Page 34: Document2

ke udara sekelilingnya. 4)Evaporasi yaitu hilangnya panas akibat evaporasi

air dari kulit tubuh bayi (misal cairan amnion pada BBL). (Indarso, F, 2001).

Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh hipotermi Akibat yang bisa

ditimbulkan oleh hipotermi yaitu : 1)HipoglikemiAsidosis metabolik, karena

vasokonstrtiksi perifer dengan metabolisme anaerob. 3)Kebutuhan oksigen

yang meningkat. 4)Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu.

5)Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal yang

menyertai hipotermi berat. 6)Shock. 7)Apnea. 8)Perdarahan Intra Ventricular.

(Indarso, F, 2001). Pencegahan dan Penanganan Hipotermi Pemberian panas

yang mendadak, berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga

direkomendasikan penghangatan 0,5-1°C tiap jam (pada bayi < 1000 gram

penghangatan maksimal 0,6 °C). (Indarso, F, 2001). Alat-alat Inkubator

Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam inkubator. Bayi-bayi

tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila tubuhnya dapat tahan

terhadap suhu lingkungan 30°C. Radiant Warner Adalah alat yang digunakan

untuk bayi yang belum stabil atau untuk tindakan-tindakan. Dapat

menggunakan servo controle (dengan menggunakan probe untuk kulit) atau

non servo controle (dengan mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual).

Pengelolaan Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa pengelolaan bayi

hipotermi :

(1)Bayi cukup bulan -Letakkan BBL pada Radiant Warner. -

Keringkan untuk menghilangkan panas melalui evaporasi. -Tutup kepala. -

Bungkus tubuh segera. -Bila stabil, dapat segera rawat gabung sedini

mungkin setelah lahir bayi dapat disusukan.

(2)Bayi sakit -Seperti prosedur di atas. -Tetap letakkan pada radiant

warmer sampai stabil. Bayi kurang bulan (prematur) -Seperti prosedur di atas.

-Masukkan ke inkubator dengan servo controle atau radiant warner dengan

servo controle.

(3)Bayi yang sangat kecil -Dengan radiant warner yang diatur dimana

suhu kulit 36,5 °C. Tutup kepala. Kelembaban 40-50%. Dapat diberi plastik

Page 35: Document2

pada radiant warner. Dengan servo controle suhu kulit abdomen 36, 5°C. -

Dengan dinding double. - Kelembaban 40-50% atau lebih (bila kelembaban

sangat tinggi, dapat dipakai sebagai sumber infeksi dan kehilangan panas

berlebihan). Bila temperatur sulit dipertahankan, kelembaban dinaikkan. -

Temperatur lingkungan yang dibutuhkan sesuai umur dan berat bayi. Tabel

2.1 Temperatur yang dibutuhkan menurut umur dan berat badan neonatus

Umur Berat Badan Neonatus <1200 gr 1201-1500 gr 1501-2500 gr > 2500 gr

0-24 jam 34-35,4 33,3-34,4 31,8-33,8 31-33,8 24-48 jam 34-35 33-34,2 31,4-

33,6 30,5-33 48-72 jam 34-35 33-34 31,2-33,4 30,1-33,2 72-96 jam 34-35 33-

34 31,1-33,2 29,8-32,8 4-14 hari 32,6-34 31-33,2 29 2-3 minggu 32,2-34

30,5-33 3-4 minggu 31,6-33,6 30-32,2 4-5 minggu 31,2-33 29,5-32,2 5-6

minggu 30,6-32,3 29,31,8 Sumber : Klaus, M,H et al. (1998).

Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi : Mempertahankan Suhu Tubuh

Untuk Mencegah Hipotermi Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa

untuk mempertahankan suhu tubuh bayi dalam mencegah hipotermi adalah :

(1)Mengeringkan bayi segera setelah lahir Cara ini merupakan salah satu dari

7 rantai hangat ; a.Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering dan

bersih. b.Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban segera setelah

lahir dengan handuk yang kering dan bersih. c.Menjaga bayi hangat dengan

cara mendekap bayi di dada ibu dengan keduanya diselimuti (Metode

Kangguru). d.Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar

dapat merangsang pooting reflex dan bayi memperoleh kalori dengan : -

Menyusui bayi. -Pada bayi kurang bulan yang belum bisa menetek ASI

diberikan dengan sendok atau pipet. -Selama memberikan ASI bayi dalam

dekapan ibu agar tetap hangat. e.Mempertahankan bayi tetap hangat selama

dalam perjalanan pada waktu rujukan. f.Memberikan penghangatan pada bayi

baru lahir secara mandiri. g.Melatih semua orang yang terlibat dalam

pertolongan persalinan. Menunda memandikan bayi lahir sampai suhu tubuh

normal Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu/keluarga dan

penolong persalinan harus menunda memandikan bayi. a.Pada bayi lahir sehat

yaitu cukup bulan, berat < 2500 gram, langsung menangis kuat, memandikan

bayi ditunda 24 jam setelah kelahiran. Pada saat memandikan bayi, gunakan

Page 36: Document2

air hangat. b.Pada bayi lahir dengan resiko, keadaan umum bayi lemah atau

bayi dengan berat lahir 2000 gram sebaiknya jangan dimandikan. Tunda

beberapa hari sampai keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh stabil,

bayi sudah lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan baik. Menangani

Hipotermi (1)Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali

meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan

bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu. (2)Cara lain yang

sangat sederhana dan mudah dikerjakan setiap orang ialah metode dekap,

yaitu bayi diletakkan telungkup dalam dekapan ibunya dan keduanya

diselimuti agar bayi senantiasa hangat. (3)Bila tubuh bayi masih dingin,

gunakan selimut atau kain hangat yang diseterika terlebih dahulu yang

digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan berulangkali sampai

tubuh bayi hangat. Tidak boleh memakai buli-buli panas, bahaya luka bakar.

(4)Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia sehingga bayi harus

diberi ASI sedikit-sedikit dan sesering mungkin. Bila bayi tidak dapat

menghisap beri infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.

2.4.7 Hypertermi

A Definisi

Kenaikan suhu tubuh diatas 410 C (rectal). Merupakan keadaan gawat

darurat medik dengan angka kematian yang tinggi terutama pada bayi sangat

muda, usia lanjut dan penderita-penderita penyakit jantung.

Hiperpirexia terjadi karena produksi panas berlebihan, terhambatnya

pengeluaran panas atau kerusakan thermoregulator. Setiap kenaikan 10 C

suhu tubuh akan menaikkan metabolisme  + 13%, sehingga pada suhu 40,50

C metabolisme meningkat 50%, konsumsi oksigen meningkat, terjadi

metabolisme anaerob dan asidosis metabolik. Suhu  > 410 C anak bisa

mengalami kejang, sedangkan suhu > 420 C dapat menyebabkan denaturasi

dan kerusakan sel secara langsung.

Akibat yang bisa terjadi pada hiperpirexia :

Page 37: Document2

1.    Renjatan / Hipovolemia

2.    Gangguan fungsi jantung

3.    Gangguan fungsi koagulasi

4.    Gangguan fungsi ginjal

5.    Nekrosis hepatosellular

6.    Hiperventilasi, yang dapat menyebabkan hipokapnea, alkalosis dan

tetani.

B. Pengobatan

Antipiretik tidak diberikan secara otomatis pada setiap penderita panas

karena panas merupakan usaha pertahanan tubuh, pemberian antipiretik juga dapat

menutupi kemungkinan komplikasi. Pengobatan terutama ditujukan terhadap

penyakit penyebab panas.

Antipiretika.

Parasetamol  :    10 -15 mg/kg BB/ kali (dapat diberikan secara oral atau

rektal).

Metamizole ( novalgin )    :    10 mg/kg BB/kali per oral atau intravenous.

Ibuprofen                           :    5-10 mg/kg BB/ kali, per oral atau rektal.

Pendinginan Secara fisik

Merupakan terapi pilihan utama. Kecepatan penurunan suhu > 0,10

C/menit sampai tercapai suhu 38,50 C. Cara-cara  physical

cooling/compres :

Evaporasi : penderita dikompres dingin seluruh tubuh, disertai kipas angin

untuk mempercepat penguapan. Cara ini paling mudah, tidak invasif dan

efektif. Cara lain yang bisa digunakan : kumbah lambung dengan air

dingin, infus cairan dingin, enema dengan air dingin atau humidified

oksigen dingin, tetapi cara ini kurang efektif.

Penurunan suhu tubuh yang cepat dapat terjadi refleks vasokonstriksi dan

shivering yang akan meningkatkan kebutuhan oksigen dan produksi panas

yang merugikan tubuh. Untuk mengurangi dampak ini dapat diberi :

- Diazepam : merupakan pilihan utama dan lebih menguntungkan karena

Page 38: Document2

mempunyai efek antikonvulsi dan tidak punya efek hipotensi.

- Chlorpromazine