260110140095_fami fatwa_modul 4
DESCRIPTION
anfarTRANSCRIPT
Penetapan Kadar Parasetamol dan Kafein dalam Campuran
Tablet Parasetamol Kafein Menggunakan Metode
Spektrofotometri Derivatif
Fami Fatwa
260110140095
Universitas Padjadjaran, Sumedang, Jawa Barat,
Indonesia
Abstrak
Penentuan kadar parasetamol dan kafein dalam campuran tablet parasetamol kafein menggunakan metode spektrofotometri derivatif bertujuan untuk memahami cara menghitung kadar zat aktif dalam senyawa campuran dan mengetahui cara menetukan zero-crossing dari suatu spektra. Prinsip yang digunakan adalah spektrofotometri derivatif dan metode zero crossing. Praktikum ini dilakukan dengan melihat zero-crossing, membuat kurva baku dan menghitung kadar dari masing-masing zat aktif. Kadar yang didapatkan yaitu, kadar parasetamol pada tablet campuran adalah 104,7619 % dan kadar kafein pada tablet campuran parasetamol-kafein yang didapatkan adalah 8,44 %. Kata Kunci : parasetamol, kafein, kadar, tablet, campuran
Determination of Paracetamol and Caffeine Levels in Mix
Caffeine Tablets Paracetamol Using Spectro Derivatives Method
Abstract
Determination of paracetamol and caffeine in a mixture of caffeine paracetamol tablets using derivative spectrophotometric method aims to understand how to calculate the levels of the active substance in the mixture of compounds and know how to determine the zero-crossing of a spectra. The principle used is the derivative spectrophotometry and zero crossing method. The practicum is done by looking at the zero-crossing, making the standard curve and calculate the concentration of each active substance. Levels were obtained, namely, the levels of paracetamol in tablet mixture is 104.7619%, and the caffeine content on the tablet of paracetamol-caffeine mixture obtained is 8.44%. Keywords : paracetamol, caffeine, levels, tablets, mix
Pendahuluan
Penetuan kadar parasetamol
dan kafein dalam campuran tablet
parasetamol kafein menggunakan
metode spektrofotometri derivatif
bertujuan untuk memahami cara
menghitung kadar zat aktif dalam
senyawa campuran dan mengetahui
cara menetukan zero-crossing dari
suatu spektra. Prinsip yang
digunakan adalah spektrofotometri
derivatif dan metode zero crossing.
Spektrofotometri derivatif
adalah metode manipulatif terhadap
spectra spektrofotometri UV dan
cahaya tampak dimana plot A lawan
lamda, ditransformasikan menjadi
plot dA/dλ lawan untuk derivatif
pertama dan d2A/d2λ lawan λ untuk
derivatif kedua dan seterusnya. 1
Metode zero crossing
merupakan metode kuantitatif dari
spectrum derivatif dimana dA/dλ
salah satu senyawa dari campuran
sampel memiliki nol absorbansi
sehingga kadar senyawa lainya dapay
ditentukan dengan menghitung
absorbansi total sampel pada panjang
gelombang tersebut. 1
Penggunaan spektrofotometri
derivatif sebagai alat bantu analisis
meningkat seiring dengan
perkembangan dunia elektronik yang
pesat terutama teknologi
mikrokomputer dalam tiga puluh
tahun terakhir. Akhir-akhir ini
penggunaan spektrofotometri
derivatif makin mudah dengan
meningkatnya daya pisah instrumen
analitik yang dilengkapi
mikrokomputer dengan perangkat
lunak yang sesuai sehingga mampu
menghasilkan spektra derivatif
secara cepat. Fasilitas ini
memungkinkan analisis
multikomponen dalam campuran
yang spektranya saling tumpang
tindih. 2
Panjang gelombang serapan
maksimum pada suatu senyawa akan
menjadi panjang gelombang zero-
crossing pada spektrogram derivatif
pertama, panjang gelombang tersebut
tidak mempunyai serapan atau dA/dλ
= 0. Metode zero-crossing
memisahkan campuran biner dari
spektrum derivatifnya pada panjang
gelombang pada saat komponen
pertama tidak ada sinyal. Pengukuran
pada zero-crossing tiap komponen
dalam campuran merupakan fungsi
tunggal konsentrasi dari yang
lainnya. 3
Paracetamol merupakan obat
yang tidak jarang ditemukan
dipasaran dalam berbagai jenis
sediaan. Karena banyak masyarakat
yang menggunakan parasetamol ini,
dalam pemasarannya, Selain dalam
bentuk zat aktif tunggal, beberapa
obat parasetamol ini juga
dikombinasikan dengan kafein yang
merupakan stimulan dopamin.
Metode
Alat yang digunakan adalah beaker
glass, corong, erlenmeyer, labu ukur,
neraca analitis,mikropipet, pipet tetes
dan spektrofotometer UV-Vis. Bahan
yang digunakan adlaha etanol ,
kafein standar ,parasetamol standar
dan sampel obat.
Pembuatan Kurva Baku
Parasetamol standar ditimbang
sebanyak 60 mg , dilarutkan dalam
etanol 10 ml. Dipipet 1 ml dan
diencerkan hingga 100 ml (600 bpj).
Ditimbang kafein sebanyak 25 mg
,dilarutkan dalam 50 ml etanol .
Dipipet 1 ml dan diencerkan hingga
10 ml (50 bpj).
Pembuatan Spektra Normal
Dipipet larutan parasetamol 500 ppm
sebanyak 0,2 ml , diencerkan hingga
10 ml (10 ppm). Diukur serapan pada
panjang gelombang 200-400 nm.
Dipipet 0,2 ml larutan kafein standar
500 ppm, diencerkan hingga 10 ml
dengan etanol (10 ppm). Diukur
serapan pada panjang gelombang
200-400 nm.
Penentuan zero crossing
Larutan paracetamol 10 ppm
dirunning pada panjang gelombang
maksimum parasetamol 239 nm, dan
larutan kafein 10 ppm dirunning
pada panjang gelombang maksimum
parasetamol 276 nm.
Pembuatan Kurva Kalibra
Parasetamol
Dibuat larutan standar parasetamol
dengan konsentrasi 8 ppm, 10 ppm,
14 ppm, dan 16 ppm dari larutan stok
(500 ppm), dengan cara dipipet 0,16
ml, 0,2 ml, 0,28 ml, 0,32 ml.
Ditambahkan ke dalam masing-
masing setiap labu ukur standar
kafein 5 ppm dengan memipet 0,1
ml. Ditambahkan etanol hingga
tanda batas labu ukur ( 10 ml).
Diukur absorbansinya pada panjang
gelombang zero crossing kafein.
Dibuat kurva kalibrasi.
Pembuatan Kurva Kalibra Kafein
Dibuat larutan standar kafein dengan
konsentrasi 6 ppm, 8 ppm, dan 10
ppm. dari larutan stok (500 ppm),
dengan cara dipipet 0,12 ml, 0,16 ml,
dan 0,2 ml. Ditambahkan ke dalam
masing-masing setiap labu ukur
standar parasetamol 5 ppm dengan
memipet 0,1 ml. Ditambahkan
etanol hingga tanda batas labu ukur (
10 ml). Diukur absorbansinya pada
panjang gelombang zero crossing
kafein. Dibuat kurva kalibrasi.
Penetapan Kadar
Ditimbang 20 tablet satu persatu,
dihitung bobot rata-ratanya.
Diserbukan dan kemudian ditimbang
50 mg. Dimasukan ke dalam
erlenmeyer yang berisi etanol 100
ml. Dikocok, disaring, diulangi lalu
hingga 14 ppm. Diukur serapannya
pada panjang gelombang zero
crossing parasetamol dan kafein.
Hasil
Pembuatan larutan stok
Larutan stok dibuat 500 ppm
Pembuatan spectra normal (lamda maksimal)
Dibuat masing - masing larutan baku pct dan kafein dengan konsentrasi 10 ppm
PCT 10 ppm
Konsentrasi : 500 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 10 ppm
V1 = 0,2 mL → add etanol sampai 10 mL
Kafein 10 ppm
Konsentrasi : 500 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 10 ppm
V1 = 0,2 mL → add etanol sampai 10 mL
Di running pada panjang gelombang 200 – 400 nm
Hasil :
λ maks pct = 239 nm
λ maks kafein = 276 nm
Penentuan Zero Crossing
Zero crossing pct
Larutan pct 10 ppm di running pada λ maks pct = 239 nm
Larutan Kafein 10 ppm di running pada λ maks kafein = 276 nm
Hasil
Panjang gelombang dA/dλ Kafein
246 nm 0,0020
275 nm 0,0042
Panjang gelombang dA/dλ PCT
227 nm 0,0044
239 nm 0,0020
Penentuan kurva kalibrasi Paracetamol
Dibuat larutan 8 ppm, 10 ppm, 14 ppm, dan 16 ppm dari larutan stok
Lalu dibuat larutan kafein dengan konsentrasi 5 ppm
Larutan pct 8 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 8 ppm
V1 = 0,16 mL
Larutan kafein 5 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm
V1 = 0,1 mL
0,16 mL pct + 0,1 mL kafein → add etanol hingga 10 mL
Larutan pct 10 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 10 ppm
V1 = 0,2 mL
Larutan kafein 5 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm
V1 = 0,1 mL
0,2 mL pct + 0,1 mL kafein → add etanol hingga 10 mL
Larutan pct 14 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 14 ppm
V1 = 0,28 mL
Larutan kafein 5 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm
V1 = 0,1 mL
0,28 mL pct + 0,1 mL kafein → add etanol hingga 10 mL
Larutan pct 16 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 16 ppm
V1 = 0,32 mL
Larutan kafein 5 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm
V1 = 0,1 mL
0,32 mL pct + 0,1 mL kafein → add etanol hingga 10 mL
Running di λ = 246 nm dan 275 nm
Hasil
Konsentrasi dA/dλ (246 nm) dA/dλ (275 nm)
8 ppm 0,003 -0,004
10 ppm 0,0072 -0,0049
14 ppm 0,0097 -0,0076
16 ppm 0,0065 -0,0083
Kurva Kalibrasi
Penentuan kurva kalibrasi kafein
Dibuat larutan baku kafein 6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm
Dibuat larutan baku pct 5 ppm
Larutan kafein 6 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 6 ppm
V1 = 0,12 mL
y=0.0005x+0.0009R²=0.39342
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
0 5 10 15 20
AxisTitle
AxisTitle
246nm
Series1
Linear(Series1)
y=-0.0006x+0.0006R²=0.98984
-0.009
-0.008
-0.007
-0.006
-0.005
-0.004
-0.003
-0.002
-0.001
00 5 10 15 20
AxisTitle
AxisTitle
275nm
Series1
Linear(Series1)
Larutan pct 5 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm
V1 = 0,1 mL
0,12 mL kafein + 0,1 mL pct → add etanol hingga 10 mL
Larutan kafein 8 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 8 ppm
V1 = 0,16 mL
Larutan pct 5 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm
V1 = 0,1 mL
0,16 mL kafein + 0,1 mL pct → add etanol hingga 10 mL
Larutan kafein 10 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 10 ppm
V1 = 0,2 mL
Larutan pct 5 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm
V1 = 0,1 mL
0,2 mL kafein + 0,1 mL pct → add etanol hingga 10 mL
Running di λ = 227 nm dan 239 nm
Hasil
Konsentrasi dA/dλ (227 nm) dA/dλ (239 nm)
6 ppm -0,0083 -0,0086
8 ppm -0,0122 -0,011
10 ppm -0,0172 -0,0137
Kurva kalibrasi
y=-0.0022x+0.0052R²=0.99493
-0.02
-0.018
-0.016
-0.014
-0.012
-0.01
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
00 2 4 6 8 10 12
AxisTitle
AxisTitle
227nm
Series1
Linear(Series1)
Penetapan kadar sampel
Dibuat larutan stok sampel 500 ppm
Ditimbang 50 mg serbuk sampel → dilarutkan dalam 100 mL etanol
Diencerkan hingga 14 ppm
V1. N1 = V2. N2
V1. 500 ppm = 10 mL . 14 ppm
V1 = 0,28 mL → add hingga 10 mL dengan etanol
Running sampel pada λ 227 nm, 239 nm, 246 nm dan 275 nm
Hasil
Konsentrasi dA/dλ (227
nm)
dA/dλ (239
nm)
dA/dλ (246
nm)
dA/dλ (275
nm)
14 ppm 0,0026 0,0039 0,01 -0,0082
Penetapan kadar paracetamol
Persamaan kurva kalibrasi PCT → y = -0.0006x + 0.0006 (275 nm)
Factor pengenceran = (500 ppm)/(14 ppm) = 35,7149
y=-0.0013x-0.0009R²=0.99885
-0.016
-0.014
-0.012
-0.01
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
00 2 4 6 8 10 12
AxisTitle
AxisTitle
239nm
Series1
Linear(Series1)
y = -0.0006x + 0.0006
-0,0082 = -0,0006x + 0,0006
-0,0006x = -0,0088
X = 14,667 ppm x 35,7149
X = 523,8095 ppm
% kadar = (523,8095 ppm)/(500 ppm) x 100 % = 104,7619 %
Penetapan kadar kafein
Persamaan kurva kalibrasi Kafein → y = -0.0022x + 0.0052 (227 nm)
Factor pengenceran = (500 ppm)/(14 ppm) = 35,7149
y = -0.0022x + 0.0052
0.0026 = -0.0022x + 0.0052
-0,0022x = -0,0026
X = 1,1818 ppm x 35,7149
X = 42,20779 ppm
% kadar = (42,20779 ppm)/(500 ppm) x 100 % = 8,441558 %
Pembahasan
Pada praktikum kali ini
dilakukan penentuan kadar
parasetamol dan kafein dalam
campuran tablet parasetamol kafein
menggunakan metode spektro
derivatif. Digunakan metode
spektrofotometri derivatif karena
metode ini merupakan metode
analisis yang digunakan untuk
senyawa campuran yang memiliki
spektrum tumpang tindih atau
overlapping tanpa melakukan sutau
proses pemisahan. Metode ini juga
dilakukan untuk analisis senyawa
yang memiliki pita absorbansi yang
lebar, sehingga dengan melihat
derivatisasinya, dapat ditemukan
spektrum yang lebih jelas. Terdapat
beberapa metode lain untuk analisis
senyawa campuran, namun
digunakannya metode spektro
derivatif karena memiliki
keuntungan yaitu dapat memberikan
gambaran struktur yang terperinci
dari spektrum serapan dan gambaran
ini semakin jelas dari spektrum
derivatif pertama ke spektrum
derivatif keempat, dapat dilaukan
analisis campuran obat yang
memiliki panjang gelombang yang
berdekatan, alat yang digunakan
lebih sederhana sehingga biaya
operasionalnya lebih murah dan
waktu analisisnya lebih cepat.
Metode lain yang dapat
digunakan dalam penentuan kadar
parasetamol dan kafein dalam tablet
campuran yaitu metode titrimetri
yang merupakan metode
konvensional, metode ini
memerlukan waktu yang lama dan
memiliki kepekaan yang rendah
dalam penentuan kadar yang relatif
kecil. Metode lain yang dapat
digunakan pula yaitu HPLC, metode
ini memerlukan biaya yang tinggi
namun metode HPLC memiliki
kepekaan analisis yang tinggi.
Digunakannya metode
spektrofotometri derivatif karena
senyawa parasetamol dan kafein
sama-sama meiliki gugus kromofor
dan auksokrom sehingga dapat
dianalisis menggunakan spektro UV-
Vis. Namun, kedua senyawa ini
meiliki absorbansi maksimum pada
panjang gelombang yang berdekatan
sehingga dapat menyebakan
gangguan analisis atau
ketidakakuratan analisis dalam
penentuan kadar keduanya. Oleh
karena itu dilakukan metode zero-
crossing. Metode ini digunakan
dengan melihat serapan nol dari
salah satu senyawa, serapan nol ini
yang akan digunakan untuk analisis
senyawa lain dalam campuran.
Prosedur pertama yang
dilakukan adalah menentukan
panjang gelombang maksimum dari
masing-masing zat aktif yang akan
dianalisis. Zat aktif yang akan
dianalisis (parasetamol dan kafein)
dilarutkan dalam etanol karea kedua
zat ini mudah larut dalam etanol
sehingga tidak ada partikel-partikel
pengganggu pada saat analisis dan
pengukuran absorbansi. Partikel
pengganggu yang dimaksud yaitu
partikel tidak larut dari masing-
masing zat aktif. Penghitungan
panjang gelombang maksimum
dilakukan pada panjang gelombang
200-400 nm. Dilakukan pada range
200-400 karena menurut studi
literatur, panjang gelombang
maksimum dari kedua zat berada
diantara panjang gelombang tersebut.
Setelah dilakukan skrining dari
panjang gelombang maksimum,
didapatkan panjang gelombang
maksimum dari parasetamol adalah
239 nm dan panjang gelombang
kafein adalah 276 nm.
Setelah didapatkan panjang
gelombang maksimum dari masing-
masing zat yang akan diuji,
dilakukan penentuan zero-crossing
dari masing-masing zat. Hal ini
dilakukan karena absorbansi
maksimum pada kedua zat terletak
pada panjang gelombang yang
berdekatan. Sehingga menjadi susah
apabila dilakukan analisis langsung.
Zero-crossing dilihat dimana
absorbansi salah satu zat memiliki
nilai nol sehingga kadar salah satu
zat dapat ditentukan. Penentuan zero
crossing pertama yaitu parasetamol
pada panjang gelombang maksimum
239 nm dan diapatkan derivatif
pertama yaitu 227 nm dan 239 nm
yang dapat digunakan untuk
menghitung kadar kafein.
Selanjutnya zerocrossing kafein
dilakukan pada panjang gelombang
276 dan didapatkan derivatid
pertama dari kafein yaitu 246 nm dan
275 nm yang akan digunakan untuk
menghitung kadar parasetamol.
Derivat yang digunakan yaitu
derivat pertama dari spektrum
normal karena pada derivat pertama
sudah ditemukan panjang gelombang
zero crossing pada derivat pertama
sehingga tidak perlu dilakukan
derivatisasi lagi. Metode zero-
crossing adalah prosedur yang paling
umum untuk menentukan campuran
biner yang spektranya saling
tumpang tindih secara simultan.
Metode zero-crossing dapat
digunakan pada derivatif pertama
dan kedua.
Setalah didapatkan panjang
gelombang zero-crossing dilakuakn
pembuatan kurva baku dari masing-
masing sampel. Kurva baku dibuat
untuk menentukan atau mendapatkan
persamaan garis yang akan
digunakan dalam perhitungan kadar.
Dalam pembuatan kurva baku
senyawa campuran, kurva baku
parasetamol dilakukan dengan
membuat variasi konsentrasi
parasetanol dengan konsentrasi
kafein yang tetap. Begitu juga
sebaliknya dengan kurva baku
kafein.
Kurva baku pertama yang
dibuat yaitu parasetamol,
parasetamol dibuat pada konsentrasi
8 ppm, 10 ppm, 14 ppm dan 16 ppm,
sedangkan kafein dibuat dengan
konsentrasi 5 ppm. Penentuan kurva
kalibrasi parasetamol dilakukan
pada panjang gelombang zero-
crossing dari kafein yaitu 246 nm
dan 275 nm. Didapatkan hasil
persamaan garis dari panjang
gelombang zero-crossing kafein 246
nm y = 0,0005x + 0,0009 dengan R2
= 0,3934. Sedangkan pada 275 nm
didapatkan persamaan garis y =
0,0006x + 0,0006 dengan R2 =
0,9898. Kurva baku yang akan
digunakan adalah kurva baku pada
panjang gelombang 275 nm karena
nilai regresi mendekati 1.
Selanjutnya dibuat kurva
baku kafein, kafein dibuat dengan
variasi konsentrasi 6 ppm, 8 ppm,
dan 10 ppm, sedangkan parasetmol
dibuat konsetrasi tetap yaitu 5 ppm.
Kurva kalibrasi kafein dilakukan
pada panjang gelombang zero-
crossing parasetamol 227 nm dan
239 nm. Didapatkan hasil persamaan
garis dari panjang gelombang zero-
crossing paraseta 227 nm y = -
0,0022x + 0,0052 dengan R2 =
0,9949. Sedangkan pada 239 nm
didapatkan persamaan garis y = -
0,0013x - 0,0009 dengan R2 =
0,9988.
Penentuan kadar dilakukan
setelah didapatkan kurva kalibrasi.
50 mg serbuk sampel dilarutkan
dalam pelarut etanol 100 mL lalu
larutan ini diencerkan hingga 14
ppm.
Penentuan kadar parasetamol
dilakukan pada zero-crossing kafein
pada panjang gelombang 275 nm.
Absorbansi yang didapatkan yaitu -
0,0082. Nilai ini lalu dimasukkan ke
dalam perhitungan pada persamaan y
= 0,0006x + 0,0006. Kadar
parasetamol pada tablet campuran
adalah 104,7619 %.
Penentuan kadar kafein
dilakukan pada zero-crossing
parasetamol pada panjang
gelombang 227 nm. Absorbansi yang
didapatkan yaitu 0,0026. Nilai ini
lalu dimasukkan ke dalam
perhitungan pada persamaan y = -
0.0022x + 0.0052. Kadar kafein pada
tablet campuran parasetamol-kafein
yang didapatkan adalah 8,44 %.
Kadar kafein yang didapatkan kecil
bisa dikarenakan kafein yang tidak
terlalu larut dalam pelarutnya
sehingga kafein yang dideteksi
menjadi sedikit dan kadar menjadi
kecil.
Simpulan
Kadar zat aktif dalam
senyawa campuran bisa dilakukan
dengan metode spektrofotometri
derivatif. Kadar yang didapatkan
yaitu, kadar parasetamol pada tablet
campuran adalah 104,7619 % dan
kadar kafein pada tablet campuran
parasetamol-kafein yang didapatkan
adalah 8,44 %.
Daftar Pustaka
1. Hayun, H. 2006. Penetapan
Kadar Triprolidina
Hidroklorida dan
Pseudoefedrina Hidroklorida
dalam Tablet Anti Influenza
secara Spektrofotometri
Derivatif. Tersedia online di
http://jurnal.farmasi.ui.ac.id
2. El-Sayed AA, El-Salem NA.
Recent development of
derivative spectrophotometry
and their analytical
applications. Anal Sci
(2005)21:595-614.
3. Skujins S, Varian AG. 1989. Appliaction of UV-Visible Derivative Spectrophotometry. Tersedia online di http://www.varianinc.com/media/sci/apps/uv31.pdf.