3. hiperkapnea

Upload: andika-schwarzenegger

Post on 10-Oct-2015

86 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

text

TRANSCRIPT

B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO2 yang diproduksi atau dengan kata lain timbulnya retensi CO2 di dalam jaringan. Faktor yang mendasari hal tersebut terjadi adalah sebagai berikut:a. Produksi CO2 yang meningkat.b. Dorongan ventilasi menurun (klien tidak mau bernafas).c. Malfungsi pompa respirasi atau resistensi saluran nafas yang meningkat, sehingga menyulitkan klien mempertahankan ventilasi adekuat (klien tidak dapat bernafas).d. Inefisien pertukaran gas (ketidakcocokan rasio ventilasi-perfusi atau ruang rugi / anatomical dead space yang meningkat).

Kegagalan hiperkapnia atau ventilasi dapat disebabkan oleh hipoventilasi saja atau gabungan dengan salah satu atau semua mekanisme hipoksemia-ketidakseimbangan V/Q, pirau, atau mungkin gangguan difusi. Kegagalan ventilasi murni terjadi pada gangguan ekstra pulmonal yang melibatkan kegagalan kendali saraf atau otot-otot pernafasan. Contoh klasik gagal nafas hiperkapnia adalah COPD dan melibatkan ketidakseimbangan V/Q dan hipoventilasi. Jika pada klien ini, gagal nafas dicetuskan oleh sekret yang tertahan dan pneumonia, dapat terbentuk pirau yang cukup besar. Walaupun gangguan obstruktif saluran nafas umumnya mengakibatkan gagal nafas hiperkapnia, namun terdapat pengecualian pada penyakit saluran nafas yang reversibel, seperti asma. Serangan asma akut biasanya ditandai dengan hipoksemia dan hipokapnia karena klien biasanya dapat melakukan hiperventilasi. Peningkatan PaCO2 meskipun sampai batas-batas normal pada serangan asma yang berkepanjangan dapat merupakan tanda bahwa fungsi paru telah menurun. Fokus primer dari kegagalan ventilasi adalah tindakan untuk memperbaiki ventilasi, dan pada waktu yang bersamaan mencegah terjadinya hipoksia jaringan yang serius. Cara-cara untuk membedakan mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.1. Patofisiologi HiperkapniaHiperkapnia berarti jumlah karbon dioksida yang berlebihan dalam cairan tubuh. Kemungkinan pertama yang harus dipikirkan adalah bahwa beberapa keadaan yang menyebabkan hipoksia juga akan menyebabkan hiperkapnia. Tetapi, biasanya hiperkapnia yang berkaitan dengan hipoksia hanya terjadi bila hipoksia disebabkan oleh hipoventilasi atau oleh gangguan sirkulasi. Karena hipoksia disebabkan oleh terlalu sedikitnya oksigen dalam udara, terlalu sedikitnya hemoglobin, atau keracunan enzim oksidatif yang hanya terjadi bila terdapat oksigen atau digunakannya oksigen oleh jaringan. Oleh karena itu, mudah dimengerti bahwa hiperkapnia tidaklah sama dengan tipe hipoksia. Pada hipoksia yang disebabkan oleh difusi yang buruk melalui membran paru atau melalui jaringan, hiperkapnia yang berat biasanya tidak terjadi pada waktu yang bersamaan karena difusi oksigen dioksida 20 kali lebih cepat daripada oksigen. Dan jika hiperkapnia mulai terjadi, akan segera merangsang ventilasi paru, yang akan memperbaiki hiperkapnia tetapi tidak pada hipoksia.Pada hipoksia yang disebabkan oleh hipoventilasi, pemindahan karbondioksida antara alveoli dan atmosfer dipengaruhi oleh jumlah transfer oksigen. Oleh karena itu, hiperkapnia selalu terjadi bersamaan dengan hipoksia. Dan pada defisiensi sirkulasi, penurunan aliran darah mengurangi pengeluaran karbon dioksida dari jaringan, Sehingga jaringan menjadi hiperkapnia. Tetapi, kapasitas transport darah untuk karbon dioksida kira-kira tiga kali kapasitas transpor oksigen, sehingga hiperkapnia jaringan lebih jarang terjadi daripada hipoksia jaringan.Bila PCO2 alveolus meningkat di atas sekitar 60 sampai 75 mmHg, maka orang tersebut kemudian akan bernafas secepat dan sedalam ia mampu, dan kelaparan udara, yang juga disebut dispnea, menjadi berat. Ketika PCO2 meningkat sampai 80 hingga 100 mm Hg, maka orang tersebut menjadi letargi dan kadang-kadang bahkan semikomatosa. Anestesia dan kematian dapat terjadi bila PCO2 meningkat sampai 120-150 mmHg. Kemudian, pada nilai PCO2 yang lebih tinggi lagi, maka kelebihan karbon dioksida sekarang malah lebih menekan pernafasan daripada merangsangnya, jadi menimbulkan lingkaran yang menyebabkan timbulnya karbon dioksida yang lebih banyak lagi, selanjutnya menurunkan pernafasan, kemudian lebih banyak lagi terdapat karbon dioksida, dan seterusnya sampai mencapai puncaknya secara cepat dalam menimbulkan kematian akibat pernafasan.Penyebab utama hiperkapnia adalah penyakit obstruktif saluran nafas, obat-obat yang menekan fungsi pernafasan, kelemahan atau paralisis otot pernafasan, trauma dada atau pembedahan abdominal yang mengakibatkan pernafasan menjadi dangkal dan kehilangan jaringan paru. Tanda klinik yang dikaitkan dengan hiperkapnia adalah kekacauan mental yang berkembang menjadi koma, sakit kepala (akibat vasodilatasi serebral), asteriksis atau tremor kasar pada tangan yang teregang (flapping tremor), dan volume denyut nadi yang penuh dan disertai tangan dan kaki yang terasa panas dan berkeringat (akibat vasodilatasi perifer karena hiperkapnia). Hiperkapnia kronik akibat penyakit paru kronik dapat mengakibatkan pasien sangat toleran terhadap PaCO2 yang tinggi, sehingga pernafasan dapat dikendalikan oleh hipoksia. Dalam keadaan ini, bila diberi oksigen kadar tinggi, pernafasan akan dihambat sehingga hiperkapnia bertambah berat.2. Mekanisme HiperkapniaHiperkapnia (hipoventilasi alveolar) terjadi saat :1. Nilai VE dibawah normal2. Nilai VE normal atau tinggi, tetapi rasio VD/VT meningkat3. Nilai VE dibawah normal, dan rasio VD/VT meningkat

Perlu ditekankan bahwa istilah hipoventilasi yang merujuk pada hipoventilasi alveolar, karena hiperkapnia dapat timbul merkipun ventilasi semenit lebih besar daripada normal, jika rasio VD/VT tinggi atau keluaran CO2 meningkat (pada saat aktivitas atau keadaan laju metabolisme meningkat yang lain).Ruang rugi alveolar dan rasio volume ruang rugi/volume tidal merupakan konsep fisiologi yang mempermudahkan kita mengerti mekanisme ini, tetapi tidak selalu mempunyai hubungan dengan anatomi. Trakea dan jalan nafas menjadi penghantar pergerakan udara dari dan kedalam paru selama siklus pernafasan, tetapi tidak ikut berpartisipasi pada pertukaran udara dengan darah kapiler paru. Komponen ini merupakan ruang rugi anatomis. Jalan nafas buatan dan bagian dari sirkuit ventilator mekanik yang dilalui udara inspirasi dan ekspirasi juga merupakan ruang rugi anatomis.Pada pasien dengan penyakit paru, sebagian besar peningkatan ruang rugi total terdiri dari ruang rugi fisiologis. Ruang rugi fisiologis terjadi karena ventilasi regional melebihi jumlah aliran darah regional (ventilation-perfusion [V/Q] mismatching). Walaupun V/Q mismatching umumnya dianggap sebagai mekanisme hipoksemia dan bukan hiperkapnia, secara teori V/Q mismatching juga akan menyebabkan peningkatan PaCO2. Kenyataannya hampir semua kasus, kecuali dengan V/Q mismatching yang berat, hiperkapnia merangsang peningkatan ventilasi, mengembalikan PaCO2 ke tingkat normal. Jadi, V/Q mismatching umumnya tidak menyebabkan hiperkapnia, tetapi normokapnia dengan peningkatan VE.3. Gambaran klinisHiperkapnia yang terjadi dalam udara ruangan selalu disertai hipoksemia. Gejala gagal nafas mencerminkan efek-efek dari hiperkapnia dan hipoksemia. Efek utama dari PaCO2 yang meningkat adalah penekanan sistem saraf pusat (CNS). Itulah sebabnya mengapa hiperkapnia yang berat kadang-kadang disebut sebagai narkosis CO2. Hiperkapnia mengakibatkan vasodilatasi serebral, peningkatan aliran darah serebral, dan peningkatan tekanan intrakranial. Akibatnya timbul gejala yang khas, seperti sakit kepala, yang bertambah berat sewaktu bangun tidur pada pagi hari (karena PaCO2 sedikit meningkat sewaktu tidur). Tanda dan gejala yang lain adalah edema papil, iritabilitas neuromuscular (asteriksis), suasana hati yang berubah, dan rasa mengantuk yang terus bertambah, yang akhirnya akan menuju koma yang ringan. Meskipun peningkatan PaCO2 merupakan rangsangan yang paling kuat untuk bernafas, tetapi peningkatan PaCO2 juga menimbulkan efek yang menekan pernafasan jika kadarnya melebihi 70 mmHg. Selain itu klien dengan COPD dan hiperkapnia kronik akan menjadi tidak peka terhadap peningkatan PaCO2 dan menjadi bergantung pada dorongan hipoksia. Hiperkapnia menyebabkan kontriksi pada pembuluh darah paru, sehingga dapat memperberat hipertensi arteria pulmonalis. Jika retensi CO2 sangat berat, dapat terjadi penurunan kontraktilitas miokardium, vasodilatasi sistemik, gagal jantung, dan hipotensi. Hiperkania menyebabkan asidosis respiratorik, yang sering bercampur dengan asidosis metabolik jika terjadi hipoksia. Campuran ini dapat mengakibatkan penurunan pH darah yang serius. Respon kompensatorik ginjal terhadap asidosis respiratorik adalah reabsorbsi bikarbonat untuk mempertahankan pH darah agar tetap normal. Respon ini memerlukan waktu sekitar 3 hari, sehingga asidosis respiratorik akan jauh lebih berat jika awitannya cepat.Hiperkapnia akut terutama berpengaruh pada sistem saraf pusat. Peningkatan PaCO2 merupakan penekan pada sistem saraf pusat, tetapi mekanismenya melalui turunnya pH cairan serebrospinal yang terjadi karena peningkatan akut PaCO2. Karena CO2 berdifusi secara bebas dan cepat ke dalam cairan serebrospinal, pH turun secara cepat dan hebat karena hiperkapnia akut. Peningkatan PaCO2 pada penyakit kronik berlangsung lama sehingga bikarbonat serum dan cairan serebrospinal meningkat sebagai kompensasi terhadap asidosis respiratorik kronik. Hal ini menjelaskan bahwa kadar pH yang rendah lebih berkorelasi dengan perubahan status mental dan perubahan klinis lain dari pada nilai PaCO2 mutlak. Gejala hiperkapnea dapat tumpang tindih dengan gejala hipoksemia. Hiperkapnia menstimulasi ventilasi pada orang normal, pasien dengan hiperkapnia mungkin memiliki ventilasi semenit yang meningkat atau menurun, tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan gagal napas. Jadi, disepnia, takipnea, hiperpnea, bradipnea dan hipopnea dapat berhubungan dengan gagal napas hiperkapnia.Pasien dengan gagal napas hiperkapnea akut harus diperiksa untuk menentukan mekanisme. Diagnosis banding utama ialah gagal napas hiperkapnia karena penyakit paru versus penyakit non-paru. Pasien dengan penyakit paru sering kali menunjukkan hipoksemia yang tidak sesuai dengan derajat hiperkapnia. Hal ini dapat dinilai menggunakan perbedaan PO2 alveolar arterial. Tetapi, pasien dengan masalah non-paru dapat pula mempunyai hipoksemia sekunder sebagai efek kelemahan neuromuscular (sebagai contoh) yang mengakibatkan atelektasis atau pneumonia respirasi. Kelaianan pada paru-kontras dengan kelainan komponen lain sistem pernapasan-berhubungan dengan peningkatan VD/VT dan, karenanya sering menunjukkan peningkatan VE dan frekuensi pernapasan. Tetapi, pada pasien dengan kelumpuhan otot pernapasan dapat juga ditemui takipnea. Efek dari hiperkapnea dan hipoksia dapat menyamarkan gangguan neurologis, pengobatan berlebihan dengan sedatif, mixedema, atau trauma kepala. Perubahan status mental dapat menyulitkan penilaian kekuatan otot dan kekuatan otot ekstremitas dapat tidak berhubungan dengan kekuatan otot respirasi.13