3 metodologi penelitian - repository.ipb.ac.id filelampung timur, kota padang. 84 ... terhadap...
TRANSCRIPT
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Kegiatan utama yang dilakukan dalam penelitian, yaitu (1) pengumpulan
data penelitian dan (2) pengolahan data serta penyusunan disertasi. Pengumpulan
data penelitian difokuskan di 20 Kabupaten/Kota seluruh Indonesia (Lampiran 1).
Kegiatan ini dilakukan pada bulan September 2007 sampai Mei 2008, sedangkan
pengumpulan data responden ahli (stakeholder) dilakukan bulan Agustus sampai
September 2008. Pengolahan data dan penyusunan disertasi mulai dilaksanakan
pada bulan Juni 2008.
Lokasi penelitian dipilih secara sengaja berdasarkan persyaratan antara lain :
(1) memenuhi kriteria potensi perikanan, (2) memiliki lembaga (Dinas/Kantor
Subdin/Balai/Bidang/ Instalasi/ UPTD) yang menangani sektor kelautan dan
perikanan, (3) mempunyai penyuluh yang menangani bidang perikanan dan (4)
memperoleh BOP. Berdasarkan kriteria yang ditentukan diidentifikasi sebanyak
192 kabupaten/kota penerima BOP. Penentuan jumlah sampel didasarkan pada
rumusan Slovin yaitu: { })(1 2eNNn×+
= atau { })21.0(1921192
2×+=n
sehingga diperoleh jumlah sampel sebesar 20.28 sampel. Dimana n merupakan
jumlah sampel yang ingin ditentukan; N merupakan ukuran populasi yang
diambil dari jumlah daerah yang memperoleh BOP dan e merupakan persen
kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi yang
masih ditolerir sebesar 21 persen. (Slovin, 1988)
Keseluruhan kabupaten/kota dikelompokkan berdasarkan wilayah yaitu Indonesia Timur, Indonesia Tengah, Indonesia Barat. Wilayah yang dikelompokkan daerah dalam Indonesia Timur yaitu Kabupaten Jayapura, Maluku Tenggara Barat, Halmahera Utara, Seram Bagian Barat, Halmahera Selatan, Kota Sorong, Kabupaten/Kota yang dikategorikan wilayah Indonesia Tengah yaitu Kabupaten Barito Kuala, Ketapang, Jembrana, Belu, Konawe, Boalemo, Sumbawa. Adapun Kabupaten/Kota yang dikelompokkan dalam wilayah Indonesia Barat yaitu : Kabupaten Cilacap, Deli Serdang, Gresik, Bantul, Serang, Lampung Timur, Kota Padang.
84
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara (menggunakan kuesioner)
terhadap pelaku sistem di antaranya pejabat Pemerintah Daerah dan pejabat
Dinas/Instansi wilayah/lokasi penelitian, penyuluh dan pelaku utama serta
stakeholders yang dinilai memiliki pemahaman terhadap obyek yang sedang
dikaji antara lain Pelaku Usaha, Pemerhati/LSM, Perguruan Tinggi/Lembaga
Penelitian/Diklat, keseluruhan di masing-masing Kabupaten/ Kota (lokasi
penelitian) antara 15-20 orang. Selain melalui wawancara, pengumpulan data
primer juga dilakukan dengan cara observasi lapangan untuk menentukan faktor-
faktor strategis dalam penyelenggaraan penyuluhan perikanan.
Data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur/studi pustaka dan
laporan/dokumen dari berbagai instansi yang terkait dengan judul penelitian
maupun yang relevan dengan penyelenggaraan penyuluhan perikanan. Jenis dan
sumber data yang digunakan dalam penelitian terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
No Jenis Data Sumber Data I Data Primer
1 Analisis Kebutuhan Pelaku Sistem Responden 2 Identifikasi Faktor Strategis Responden 3 Perbandingan antar Faktor Responden
II Data Sekunder 1 Dasar Hukum dan Bentuk Kelembagaan Pemda/Dinas 2 Struktur Organisasi dan Tugas Pokok dan Fungsi Pemda/Dinas 3 Kebijakan, Strategi dan Program Pemda/Dinas 4 Ketenagaan (SDM) Bidang Kelautan dan Perikanan Pemda/Dinas 5 Kepegawaian (Rekruitmen dan Penempatan) Pemda/Dinas 6 Anggaran dan Alokasi Pemanfaatan Pemda/Dinas 7 Rencana Kerja Penyuluh Dinas/Penyuluh 8 Laporan Monitoring dan Evaluasi Dinas/Penyuluh 9 Programa Penyuluhan Dinas/Penyuluh
10 Pedoman, Standar dan Akreditasi DKP 11 PAD Kab/Kota, Propinsi Pemda 12 Kab/Kota, Propinsi dalam Angka Pemda 13 Pemetaan SDM DKP 14 Kajian Pusbangluh DKP 15 BOP DKP 16 Kualifikasi Jabatan Fungsional Penyuluh Men PAN 17 Kondisi Kependudukan BPS 18 Peta Wilayah Potensi SDI DKP 19 Institusi KP di wilayah yang bersangkutan Pemda
85
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitan dilaksanakan sebagai berikut:
1) Observasi lapangan (survei) untuk memperoleh data primer melalui pengisian
kuesioner dengan teknik wawancara kepada responden.
2) Pelaksanaan focus group discussion (FGD) dengan masing-masing kelompok
stakeholders guna memperoleh informasi mengenai berbagai masalah yang
dihadapi untuk mencari solusi dalam penyelenggaraan penyuluhan perikanan.
FGD dilakukan melalui mekanisme diskusi mengenai topik penelitian yang
dihadiri oleh wakil dari lembaga pemerintahan satu orang, wakil dari intitusi
pendidikan sebanyak satu orang serta wakil dari pemerintah daerah sebanyak
satu orang
3) Pertemuan dengan berbagai pihak sebagai tokoh kunci yang memahami secara
benar berbagai persoalan mengenai penyelenggaraan penyuluhan perikanan di
era desentralisasi.
4) Penelusuran literatur/studi pustaka sebagai data sekunder berbagai hal yang
berkaitan dengan kondisi penyuluhan perikanan (pertanian) yang mencakup
dimensi kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, sarana dan pembiayaan,
serta respons pelaku utama terhadap penyuluhan.
3.4 Analisis Data
Untuk mencapai tujuan penelitian, dilakukan analisis terhadap data
maupun informasi yang telah dikumpulkan. Terdapat tiga tahapan analisis yang
dilakukan terhadap data maupun informasi yang telah terkumpul yaitu 1) analisis
pengembangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan dengan metoda
multidimensional scaling (MDS), sensitivitas, dan Monte Carlo, (2) analisis
perbandingan status dengan metode one way anova, dan (3) analisis prospektif
untuk menentukan skenario kebijakan pengembangan penyuluhan perikanan.
Keseluruhan metode analisis dibingkai dalam suatu pendekatan sistem.
86
3.4.1 Pendekatan sistem
Pendekatan sistem adalah suatu cara penyelesaian persoalan yang dimulai
dengan melakukan identifikasi terhadap sejumlah kebutuhan sehingga dapat
menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Haluan, 2003).
Pada dasarnya pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris
yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Manajemen sistem
dapat diterapkan dengan mengarahkan perhatian pada berbagai ciri dasar sistem
yang perubahan dan gerakannya akan mempengaruhi keberhasilan suatu sistem
(Marimin, 2004).
Definisi dari sistem adalah kumpulan elemen yang saling terkait dan
terorganisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tahapan dalam
pendekatan sistem adalah: (1) analisis kebutuhan, (2) formulasi masalah, (3)
identifikasi sistem, (4) pemodelan sistem, (5) verifikasi dan validasi, (6)
implementasi (Hardjomidjojo, 2007) Mengingat penelitian ini berupa sistem,
maka pemodelan sistem hingga verifikasi dan validasi model tidak dilakukan.
1) Analisis Kebutuhan
Keterlibatan berbagai pihak merupakan ciri khas dari suatu sistem. Masing-
masing pihak/pelaku memiliki kepentingan yang berbeda namun tetap memiliki
tujuan yang sama yaitu keberlangsungan sistem. Agar pihak-pihak yang terlibat
serta kepentingannya teridentifikasi dengan baik maka dilakukan analisis
kebutuhan. Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu
sistem yang akan diciptakan. Untuk melaksanakannya harus dinyatakan dahulu
secara deskriptif kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku yang terlibat
dalam sistem yang dikembangkan secara selektif dari hasil observasi lapangan.
Pelaku sistem dalam penyelenggaraan penyuluhan perikanan antara lain
adalah: (1) Pemerintah yang mengatur dan melayani kepentingan masyarakat
melaui Dinas dan institusi di daerah kabupaten/kota (termasuk kecamatan dan
lapangan), di tingkat propinsi serta di tingkat pusat, (2) pelaku utama yang adalah
masyarakat nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan serta masyarakat
pesisir dan keluarganya yang menggantungkan sumber penghasilannya pada
sumberdaya kelautan dan perikanan; (3) penyuluh perikanan (dari berbagai
87
profesi) yang tugasnya melaksanakan penyuluhan perikanan; (4) pelaku
usaha/industri perikanan yang berkepentingan dalam pengelolaan usaha/industri
perikanan; (5) lembaga penelitian/perguruan tinggi dan atau lembaga penyedia
sumberdaya/faktor produksi perikanan sebagai penghasil teknologi atau penyedia
modal dan akses pasar; (6) pemerhati atau LSM yang peduli dan turut memberi
dukungan dalam pengembangan sektor kelautan dan perikanan. Pada Tabel 6
diuraikan analisis kebutuhan pelaku sistem dalam sistem pengembangan
penyuluhan perikanan.
2) Formulasi Masalah
Formulasi masalah merupakan tahapan mutlak untuk merumuskan
permasalahan yang dihadapi berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang
teridentifikasi dari masing-masing pelaku sistem. Permasalahan yang dituangkan
sebagai ”pertanyaan kunci” mengapa kebutuhan sistem pengembangan
penyuluhan perikanan era desentralisasi belum cukup untuk menjelaskan sejauh
mana kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem saling mempengaruhi,
melengkapi dan atau bertentangan. Formulasi masalah diperlukan untuk merinci
kebutuhan pelaku sistem yang saling bertentangan dan yang membutuhkan
solusinya. Konflik kepentingan dari kebutuhan pada pelaku sistem diantaranya
adalah masih lemahnya peranan pengaturan dan pelayanan sesuai kewenangan
otonomi daerah terhadap penyelenggaraan penyuluhan perikanan, sementara
kebutuhan pelaku utama (SDM KP) akan berbagai sumberdaya sangat terbatas.
Selain itu kualitas penyuluh yang diharapkan terus ditingkatkan untuk
pelaksanaan penyuluhan belum seirama dengan dinamika perkembangan
kebutuhan pelaku utama, ditambah lagi dengan keterbatasan akses teknologi dan
sumberdaya lainnya yang tak lancar diakses dalam pengembangan usaha pelaku
utama. Seringkali terjadi konflik kepentingan pada para pelaku sistem dan
keterbatasan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut menimbulkan
masalah dalam sistem.
Dari uraian tersebut diatas permasalahan dalam sistem pengembangan
penyuluhan perikanan di era desentralisasi dapat dirangkum sebagai berikut:
88
(1). Lemahnya peranan pengaturan dan pelayanan pemerintah yang belum sesuai
dengan tuntutan era desentralisasi.
(2). Keterbatasan sarana/prasarana dan pembiayaan serta kuantitas dan kualitas
penyuluh perikanan pada pelaksanaan penyuluhan perikanan.
(3). Keterbatasan akses ke sumberdaya, terutama: teknologi, modal dan pasar
dalam pengembangan usaha perikanan oleh pelaku utama.
(4). Belum nampak nyata adanya keberpihakan, hubungan saling membutuhkan
dan mekanisme kerjasama yang efektif antara pelaku utama dengan berbagai
sumberdaya.
3) Identifikasi Sistem
Identifkasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari
kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus
dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Dalam hal perancangan desain
sistem pengembangan penyuluhan perikanan di era desentralisasi, maka
identifikasi sistem dilakukan dengan menghubungkan pernyataan masalah dengan
kebutuhan pelaku sistem untuk mencari pemecahan terbaik dari permasalahan
yang dihadapi.
89
Tabel 6 Analisa kebutuhan pelaku sistem dalam sistem penyelenggaraan
penyuluhan perikanan
No Pelaku Sistem Kebutuhan Pelaku Sistem
1
Pemerintah Kabupaten/ Kota, Propinsi dan Pusat serta Dinas/Instansi Teknis
• Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam melalui penyuluhan
• Peningkatan PAD • Adanya kelembagaan yang menangani
penyuluhan dengan tupoksi dan manajemen kerja yang jelas
• Terlaksananya program-program penyuluhan
• Terbinanya hubungan dan kerjasama dengan seluruh stakeholder dalam kegiatan penyuluhan
• Aturan penyelenggaraan penyuluhan yang jelas dan pelaksanaannya secara konsisten
• Ketersediaan pembiayaan dalam penyelenggaraan penyuluhan
2 Pelaku utama (SDM Kelautan dan Perikanan)
• Peningkatan pengetahuan dan keterampilan • Peningkatan peran pelaku utama dalam
penyelenggaraan penyuluhan perikanan • Terbukanya akses ke sumberdaya
3 Penyuluh Perikanan
• Peningkatan keahlian dan keterampilan terutama terkait dengan pelaksanaan dan metode penyuluhan
• Kejelasan status pengangkatan dan penempatan penyuluh
• Ketersediaan pedoman dalam pelaksanaan tugas penyuluhan
• Dukungan sapras-pembiayaan dalam penyelenggaraan penyuluhan perikanan
4 Pelaku Usaha/Industri Perikanan
• Materi penyuluhan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
• Penyuhan memberikan manfaat/berpengaruh terhadap aspek teknis dan ekonomis usaha
• Program penyuluhan dirancang menyesuaikan kebutuhan pelaku usaha
5
Lembaga Penelitian/Perguruan Tinggi/Diklat dan Lembaga Penyedia Sumberdaya
• Terbinanya hubungan yang harmonis penyaluran sumberdaya
• Keterlibatan dalam penyelenggaraan penyuluhan sesuai kompetensi yang dimiliki
6 Pemerhati atau LSM
• Keterlibatan LSM dalam kegiatan penyuluhan
• Adanya kerjasama antara LSM dan pemerintah dalam pelaksanaan penyuluhan
90
3.4.2 Analisis pengembangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan
1) Analisis multidimensional scaling (MDS)
Analisis MDS digunakan untuk menilai kondisi dan status sistem
penyelenggaraan penyuluhan perikanan yang mencerminkan pengembangan dari
pengaruh setiap atribut pada masing-masing dimensi yang dikaji tersebut pada era
desentralisasi. Perhitungan MDS ini diadopsi dari Rapfis yang dikembangkan
oleh University British Columbia.
Analisis pengembangan dari penyelenggaraan penyuluhan di era
desentralisasi ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni: (1) tahap penentuan
atribut masing-masing dimensi penyuluhan perikanan (kelembagaan, ketenagaan,
penyelenggaraan, sarana/ prasarana dan pembiayaan, serta respons pelaku utama),
(2) tahap penilaian setiap atribut pada skala ordinal untuk masing-masing dimensi
dan analisis ordinasi berdasarkan metode Multidimensional scaling (MDS), dan (3)
tahap penyusunan indeks dan status pengembangan penyelenggaraan penyuluhan
perikanan pada era desentralisasi.
Setiap atribut pada masing-masing dimensi diberikan skor berdasarkan
pengamatan lapangan ataupun data sekunder dan analisis data. Dasar utama
penentuan atrubut mengacu pada Undang-Undang No 16 tahun 2006 mengenai
Sistem Penyuluhan Nasional.
Rentang skor berkisar antara 0 - 3 yang ditentukan berdasarkan acuan
literatur yang sudah diakui secara ilmiah. Dalam hal tidak mempunyai acuan
literatur/metode untuk menetapkan skor dari masing-masing atribut, maka
ditentukan berdasarkan ”scientific judgement” paling sedikit tiga peringkat
(nilai/alternatif peringkat nilai/skor) yang menggambarkan mulai dari kondisi
buruk sampai dengan baik. Peringkat nilai/skor buruk mengindikasikan hal yang
paling tidak menguntungkan sebaliknya peringkat nilai/skor baik
mengindikasikan hal yang paling menguntungkan bagi penyelenggaraan
penyuluhan perikanan di era desentralisasi.
Tabel 7 memperlihatkan skor dari atribut-atribut yang digunakan untuk
menilai masing-masing dimensi sistem pengembangan penyuluhan perikanan di
era desentralisasi.
91
Tabel 7 Atribut-atribut dan skor pengembangan penyuluhan perikanan A Dimensi Kelembagaan Dimensi dan Atribut Skor Baik Buruk Keterangan
Kelembagaan yang menangani 0,1,2,3 3 0 (0) tidak ada, (1) bergabung dengan sector lain
Penyuluhan Perikanan (Bentuk) diluar dinas, (2) bagian dari dinas, (3) berdiri sendiri :
terpisah dari dinas dan khusus penyuluhan perikanan
Struktur dan Eselon Kelembagaan 0,1,2 2 0 (0)tidak terstruktur, (1) terstruktur tanpa Eselon, (2) terstruktur dengan Eselon
Kewenangan Sesuai OTODA 0,1,2 2 0 (0) tidak sesuai, (1) sebagian sesuai, (2) dilaksanakan sesuai kewenangan
Kesesuaian Tupoksi 0,1,2 2 0 (0) tidak sesuai, (1) bervariasi/polivalen, (2) sesuai Beban Tugas (kaitan dengan kelembagaan, sarana dan wilayah kerja) 0,1,2 2 0 (0) tinggi/rendah, (1) sedang, (2) optimum/ sesuai Aturan dan Mekanisme Kerja/Tata Verja 0,1,2 2 0 (0) tidak ada, (1) ada, belum dilaksanakan, (2) ada dilaksanakan.
Hubungan dan Kerjasama/ Koordinasi 0,1,2 2 0 (0) tidak pernah, (1) kadang-kadang dilaksanakan, (2) Intensif
dengan pihak lain Program Penyuluhan (Pembinaan, Monev, Laporan) 0,1,2 2 0 (0) tidak ada, (1) ada dan bergabung/polivalen, (2) ada dan dilaksanakan
Kelembagaan Penyuluhan Swasta 0,1,2 2 0 (0) tidak ada, (1) ada tidak berfungsi, (3) berfungsi baik
Kelembagaan Penyuluhan Swadaya 0,1,2 2 0 (0) tidak ada, (1) ada tidak berfungsi, (3) berfungsi baik
Hierarki Hubungan Prop, Kab/Kota, Kec 0,1,2 2 0 (0) tidak ada, (1) ada tapi sedikit, (3) intensif Lapangan, Pihak lain)
B. Dimensi Ketenagaan Dimensi dan Atribut Skor Baik Buruk Keterangan
Kategori Penyuluh 0,1,2,3 3 0 (0) tidak ada, (1) merangkap tugas lain, (2) Polivalen
(3) Khusus penyuluh perikanan
Kualifikasi Penyuluh 0,1,2 2 0 (0) tidak berlaku, (1) belum sesuai aturan, (2) sesuai aturan
Jumlah Penyuluh Perikanan PNS 0,1,2 2 0 (0) <5, (1) 5-10, (2) >10
Status Penyuluh Perikanan 0,1,2 2 0 (0) bukan PNS/sambilantugas lain (1) honorer/sebagian PNS, (2) semua PNS
Upaya Peningkatan Kompetensi 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) jarang; (2) intensif
Rata-rata Usia dan Masa Kerja (u,m.k) 0,1,2,3 3 0 (0) u : >50; mk : >20; (1) u : 36-50; mk : >15; (2) u : <25; mk : <10; (3) u : 26-35, mk : >10
Pengangkatan dan Penempatan Penyuluh 0,1,2,3 2 0 (0) tidak ada (1) ditugaskan dari petugas lain/oleh pusat (2) oleh daerah (3) oleh pusat dan daerah
Pedoman/Petunjuk Pelaksanaan Tugas 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, tapi belum dilaksanakan (2) (Rencana Kerja) Penyuluh dilaksanakan dengan baik Dukungan Fasilitas (Sarana/Uang) kepada Penyuluh 0,1,2 2 0
(0) tidak ada (1) ada, tapi belum memadai (2) memadai
Wilayah Kerja dan Binaan Penyuluhan 0,1,2 2, 0 (0) tidak menentu (1) luas dan banyak (2) sudah sesuai
aturan/kemampuan sesuai dukungan
Sistem dan Mekanisme Kerja Penyuluh 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, tapi belum dilaksanakan (2) dilaksanakan dengan baik
Penyuluh Swasta/Kontrak 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, jalan sendiri (2) kerjasama baik
92
Penyuluh Swadaya/Mandiri 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, jalan sendiri (2) kerjasama baik
Hubungan Kerja/Peran Penyuluh dengan 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) jarang berhubungan (2) koordinasi baik
berbagai Pihak
C. Dimensi Penyelenggaraan Dimensi dan Atribut Skor Baik Buruk Keterangan Keberadaan Program Sebagai Acuan Dasar Penyelenggaraan 0,1,2 2 0
(0) tidak ada (1) ada, tapi tidak menjadi acuan (2) ada, menjadi acuan
Mekanisme Penyusunan dan Waktu 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, tidak teratur (2) sesuai waktu dan mekanisme
Isi/Substansi Program 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, tergabung dengan sector lain,
(2) khusus perikanan untuk menjawab masalah/kebutuhan
Status Program 0,1,2 2 0
(0) melaksanakan tugas pemerintah pusat (1) melaksanakan tugas pemerintah daerah (2) melaksanakan tugas/program dinas
Perencanaan dan Pelaksanaan Program 0,1,2 2 0 (0) top down (1) bottom up (2) partisipatory
Rencana dan Mekanisme Penyelenggaraan 0,1,2,3 3 0 (0) tidak ada (1) ada, tapi tidak menjadi acuan (2) ada,
polivalen (3) dilaksanakan dengan baik khusus perikanan
Sistem Pendekatan dan Metode 0,1,2,3 3 0 (0) tidak ada (1) tidak terstruktur, tapi bisa berjalan
(2) dilaksanakan, polivalen/gabungan (3) tersistim/khusus untuk pelaku utama perikanan
(kelompok/individu)
Materi dan Bentuk/Isi Informasi 0,1,2,3 3 0 (0) tidak ada (1) ada,tapi tidak berkembang (2) ada,tergabung
dengan sektor lain (3) dikemas khusus perikanan dan sesuai kebutuhan pelaku utama
Sumber Informasi 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, tidak menentu (2) ada, variasi sesuai kebutuhan
Peran Serta Pelaku Utama 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) ada,sangat terbatas (2) berperan serta
Kerjasama Kelembagaan antar pelaku 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) ada,sangat sedikit (2) aktif bekerjasama
Monitoring Evaluasi dan Laporan 0,1,2 2 0 (0) tidak dilaksanakan (1) asal dilaksanakan (2) dilaksanakan dengan baik
D. Dimensi Sarana/Prasarana dan Pembiayaan Dimensi dan Atribut Skor Baik Buruk Keterangan Keberadaan/Ketersediaan/Dukungan Sarana /Fasilitas Penyuluhan 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) ada,sangat minim (2) memadai
Kesesuaian Sarana/Fasilitas/Alat Bantu 0,1,2 2 0 (0) tidak ada/tidak sesuai (1) belum sesuai kebutuhan (2) sesuai kebutuhan
yang tersedia
Pemanfaatan Sarana/Fasilitas/Alat Bantu 0,1,2,3 3 0 (0) tidak ada/tidak dimanfaatkan (1) dimanfaatkan tapi belum sesuai kebutuhan (2) dimanfaatkan
bersama/gabungan (3) dimanfaatkan secara khusus untuk kebutuhan perikanan
Khusus sarana transportasi 0,1,2 2 0 (0) tidak tersedia (1) tersedia tapi untuk berbagai kepentingan (2) tersedia khusus untuk penyuluhan
Sumber dan Ketersediaan Pembiayaan 0,1,2 2 0 (0) tidak tersedia (1) pemerintah, tapi kurang memadai (2) pemerintah dan memadai
Kebutuhan dan Alokasi 0,1,2 2 0 (0) tidak sesuai (1) belum sesuai (2) sesuai kebutuhan dan alokasi yang baik
Dukungan dan Kerjasama dengan pihak 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, sedikit/tidak kontinue (2)
93
intensif
lain (swasta)
Alokasi Pembiayaan Penguatan Modal 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, hanya untuk pelaku utama (2) ada
untuk penyuluh/penyelenggaraan dan pelaku utama Sistem / Aturan dan Mekanisme Pembiayaan 0,1,2 2 0
(0) tidak ada (1) ada, tapi tidak dilaksanakan (2) dilaksanakan dengan baik
E. Dimensi Respons Pelaku Utama (Sosial) Dimensi dan Atribut Skor Baik Buruk Keterangan
Manfaat Penyuluhan 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) terasa sedikit (2) bermanfaat
Peran Penyuluh 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) sedikit berperan (2) berperan
Sistem dan Metode Penyuluhan 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, tidak teratur (2) berjalan baik
Partisipasi Yang Diberikan 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) sedikit (2) banyak
Materi Yang Diharapkan 0,1,2 2 0 (0) tidak sesuai (1) sedikit sesuai (2) sangat sesuai
Akses Kepada Sumberdaya 0,1,2 2 0 (0) sangat sedikit (1) bisa beberapa saja (2) mudah
Frekuensi Penyuluhan 0,1,2,3 3 0 (0) tidak pernah ada (1) 1-2 kali sebulan (2) ≥ 3 kali dalam sebulan (3) sesuai kebutuhan
Peran Pelaku Usaha 0,1,2,3,4 4 0 (0) sangat negatif (1) negatif (2) netral (3) positif (4) sangat positif
Keterlibatan pelaku usaha 0,1,2 2 0 (0) tidak ada (1) usaha mikro/kecil (2) industri besar
Kebutuhan Kelembagaan di Wilayah 0,1,2 2 0 (0) tidak membutuhkan (1) cukup membutuhkan (2) sangat membutuhkan
Setelah tahap penentuan skor atribut pada masing-masing dimensi,
selanjutnya seluruh data dari masing-masing atribut di tiap dimensi dianalisis
secara multidimensional untuk menentukan satu atau beberapa titik yang
menggambarkan posisi sistem pengembangan penyuluhan perikanan di era
desentralisasi, yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik ”baik”
(”good”) dan titik ”buruk” (”bad”). Posisi titik-titik pengembangan
penyelenggaraan pernyuluhan ini secara visual akan sulit dibayangkan mengingat
dimensinya yang banyak, oleh karena itu untuk memudahkan visualisasi posisi ini
digunakan analisis ordinasi dengan metode Multidimensional scaling (MDS)
(Fauzi dan Anna, 2005). Sebelum MDS ini dilakukan, seluruh data perlu
distandarisasi, yakni membuat normalisasi pada setiap atribut. Selanjutnya dengan
menggunakan MDS, maka posisi titik pengembangan penyelenggaraan
penyuluhan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu horisontal
dan vertikal). Posisi pengembangan dari penyelenggaraan penyuluhan yang dikaji
akan berada diantara dua titik ekstrim ”buruk” (diberi nilai skor 0 %) dan titik
ekstrim ”baik” (diberi nilai 100 %) yang dapat diproyeksikan pada ”garis
mendatar”. Nilai ini merupakan nilai indeks pengembangan penyelenggaraan
penyuluhan perikanan di era desentralisasi. Ilustrasi hasil kajian analisis ordinasi
94
menunjukan nilai indeks pengembangan penyuluhan sebesar 65 % seperti terlihat
pada Gambar 2.
Selanjutnya, jika analisis ordinasi dilanjutkan untuk tiap dimensi, maka
hasilnya akan mencerminkan seberapa jauh status pengembangan dari dimensi
tersebut. Apabila setiap dimensi telah dianalisis, maka terlihat perbandingan
pengembangan antar dimensi yang dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram
layang-layang (kite diagram) sebagaimana terlihat pada Gambar 3.
Kelembagaan
Ketenagaan
Penyelenggaraan Sosial
Sarana/prasarana dan Pembiayaan
Gambar 3 Ilustrasi indeks pengembangan setiap dimensi penyelenggaraan
Penyuluhan perikanan era desentralisasi
Gambar 2 Ilustrasi indeks pengembangan penyuluhan perikanan sebesar 65 %.
0 % 100 %
65% 50%
95
Skala indeks sistem pengembangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan
mempunyai selang 0 % - 100 %. Jika sistem yang dikaji menunjukan indeks > 50
%, maka di wilayah tersebut telah ada ”pengembangan”; dan sebaliknya < 50 %
maka sistem di wilayah bersangkutan belum ada ”pengembangan”. Namun
demikian dalam penelitian ini disusun empat kategori status pengembangan
berdasarkan skala tersebut sebagaimana tercantum pada Tabel 8.
Tabel 8 Kategori status sistem pengembangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan berdasarkan nilai indeks hasil analisis nilai Rap-INSINYURKANIN
Nilai Indeks Kategori 0 – 25 Buruk 26 – 50 Kurang 51 – 75 Cukup 76 – 100 Baik
Hasil indeks sistem pengembangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan
ini disebut ”INSINYURKANIN”, yang merupakan singkatan dari ”Indeks Sistem
Pengembangan Penyuluhan Perikanan Indonesia”.
Analisis dengan metode MDS menurut Susilo (2003) dapat diringkas dengan
urutan tahapan berikut:
1. Data dan informasi (hasil pengamatan lapangan/data primer maupun
sekunder) penyelenggaraan penyuluhan perikanan di masing-masing
lokasi/wilayah dilakukan skoring berdasarkan atribut dan dimensi-
dimensinya.
2. Tentukan dua titik acuan utama dalam ordinasi yaitu titik ”baik” (”good”)
dan titik ”buruk” (”bad”) berdasarkan skor baik dan buruk pada semua
atribut.
3. Mambuat dua titik utama lainnya yaitu ”titik tengah” yang merupakan titik
tengah buruk dan titik tengah baik. Dua titik ini akan menjadi acaun arahan
vertikal (”atas” atau ”up” dan ”bawah” atau ”down”) dari ordinasi. Untuk
memperoleh dua titik ini dilakukan dengan memasukan nilai skor ”baik”
untuk setengah jumlah atribut dan nilai skor ”buruk” untuk setengah lainnya.
96
4. Membuat titik acuan tambahan yang disebut yang disebut sebagai jangkar
(”anchor”) yang dapat digunakan untuk membantu mengartikan ordinasi
(dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ada dua titik yang posisinya sama
pada ruang multidimensi). Titik-titik tersebut akan bertindak sebagai
stabilizer, yang membentuk semacam ”amplop” sehingga titik-titik lokasi
penyelenggaraan penyuluhan perikanan tidak berada di luar amplop ini.
Titik-titik ini juga akan berguna dalam melakukan analisis regresi untuk
menghitung stress yang merupakan bagian dari metode MDS (nilai skor pada
setiap atribut akan membentuk matriks X (n x p) dimana n adalah jumlah
lokasi penyelenggaraan penyuluhan perikanan beserta titik-titik acuannya,
dan p adalah jumlah atribut yang digunakan).
5. Melakukan standarisasi nilai skor untuk setiap atribut sehingga setiap atribut
mempunyai bobot yang seragam dan perbedaan antar skala pengukuran dapat
dihilangkan, melalui metode:
Keterangan:
Xik sd = Nilai skor standar lokasi penelitian (termasuk titik-titik
acuannya)ke i = 1, 2, ....n, pada setiap atribut ke k = 1,
2, ......p;
Xik = Nilai skor awal lokasi penelitian (termasuk titik-titik
acuannya) ke i = 1, 2, ....n, pada setiap atribut ke k = 1,
2, ......p;
Xk = Nilai tengah skor pada setiap atribut ke k = 1, 2,.....p.
Sk = Simpangan baku skor pada setiap atribut ke k = 1,
2, .......p.
6. Menghitung jarak antar lokasi penelitian (termasuk titik-titik acuannya)
dengan metode Euclidean Distance Squared berdimensi n, ditulis sebagai
berikut:
D2(ij) = Σ (Xik – Xjk)2; i = 1, 2, .......n – 1; j = 1, 2, ......n; k = 1, 2, ......p.
Nilai jarak ini kemudian diurutkan dari yang terbesar hingga yang terkecil
Xik - Xk Xik sd =
Sk
97
7. Membuat ordinasi untuk setiap dimensi (dan seluruh atributnya) serta untuk
seluruh dimensi (aspek penyelenggaraan penyuluhan) berdasarkan
alogaritme analisis MDS. Dengan demikian dimensi atribut yang semula
sebanyak p direduksi menjadi hanya tinggal 2 (dua) dimensi yang akan
menjadi sumbu –X dan –Y. Hasil dari ordinasi ini adalah matriks V (n x 2)
dimana n adalah jumlah lokasi yang diteliti (termasuk titik-titik acuannya).
8. Menghitung jarak antar obyek dengan melakukan regresi jarak Euclidean
(dij) dengan titik asal (Dij), ditulis dengan persamaan:
dij = α + βδij + ε
Analisis regresi dalam MDS mencakup penilaian ”stress”. Umumnya
terdapat tiga teknik yang digunakan untuk mengartikan persamaan di atas dan
algoritma ALSCAL merupakan metode yang paling sesuai untuk Rapfish dan
mudah tersedia pada hampir software statistika (SPSS dan SAS) (Alder et.al,
2000). Metode ALSCAL mengoptimisasi jarak kuadrat (square distance = dijk)
terhadap data kuadrat (titik asal = Oijk), yang dalam tiga dimensi (i, j, k) ditulis
dengan formula yang disebut S-stress sebagai berikut:
Dimana jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot, atau ditulis:
2 r
Σ dijk =
α = 1
Wka (Xia – Xja)2
m Σ Σ 2 2
1 i j (
dijk oijk ) 2
Σ Σ Σ 4
S = m
k = 1 i j
oijk
98
2) Analisis sensitivitas
Setelah analisis MDS selesai dilakukan untuk menemukan indeks sistem
pengembangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan yang diteliti, maka
dilanjutkan dengan analisis sensitivitas untuk melihat atribut mana yang paling
sensitif dalam memberikan kontribusi terhadap INSINYURKANIN di lokasi
penelitian.
Pengaruh dari setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan ”root mean
square”(RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu –X atau skala pengembangan
penyelenggaraan penyuluhan perikanan. Semakin besar nilai perubahan RMS
akibat hilangnya suatu atribut tertentu, maka semakin besar pula peranan atribut
tersebut dalam pembentukan nilai indeks INSINYURKANIN pada skala
pengembangan, atau dengan kata lain semakin sensitif atribut tersebut dalam
keberlanjutan sistem pengembangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan di
lokasi penelitian.
Penentuan sensitifitas dari masing-masing atribut didasarkan pada
persentase nilai RMS masing-masing atribut terhadap nilai atribut tertinggi. Jika
nilai RMS masih masuk dalam kisaran 80% dari nilai atribut tertinggi maka
atribut tersebut dikategorikan sensitif. Rumusan RMS adalah sebagai berikut:
n
Σ i = 1
{Vƒ (i,1) – Vƒ (.,1)}2
RMS =
N Keterangan:
Vƒ (i,1) = nilai hasil MDS (setelah rotasi dan fliping)
Vƒ (.,1) = nilai tengah hasil MDS pada kolom ke 1
3) Analisis Monte Carlo
Analisis Monte Carlo dilakukan dalam rangka mengevaluasi pengaruh dari
galat (error) acak pada proses pendugaan nilai ordinasi penyelenggaraan
penyuluhan perikanan. Menurut Kavanagh (2001) analisis Monte Carlo digunakan
juga untuk memperlajari hal-hal sebagai berikut :
99
Mulai
Kondisi Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan saat ini
Penentuan Atribut sebagai Kriteria Penilaian
Penilaian (skor) setiap atribut
MDS (ordinasi setiap atribut
1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman
kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman
terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut;
2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaaan opini atau penilaian oleh
peneliti yang berbeda.
3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi).
4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data).
5. Tingginya nilai stress hasil analisis Rap-INSINYURKANIN (nilai stress
dapat diterima jika <25 %).
Tahapan analisis Rap-INSINYURKANIN menggunakan metode MDS
dengan aplikasi modifikasi Rapfish secara skematis disajikan dalam Gambar 4.
)
a
Gambar 4 Tahapan analisis Rap- INSINYURKANIN
Analisis Monte Carlo Analisis Sensitivitas
Analisis Pengembangan
100
3.4.3 Analisis perbandingan status
Analisis perbandingan status dilakukan untuk melihat perbedaan
implementasi pelaksanaan penyuluhan di era desentralisasi di wilayah Indonesia
Timur, Tengah dan Barat. Hal ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa letak
wilayah sangat potensial mempengaruhi pelaksanaan penyuluhan perikanan.
Proses perbandingan status dilakukan berdasarkan nilai indeks yang dicapai
daerah pada masing-masing dimensi. Daerah-daerah tersebut selanjutnya
dimasukkan ke dalam wilayah Timur, Tengah dan Barat pada kelompok wilayah.
Instrumen analisis yang digunakan untuk melaksanakan analisis perbandingan
adalah analisis one way anova/rancangan acak kelompok. Formulasi matematis
dari model yang digunakan adalah sebagai berikut:
ijjiijY εβτμ +++=
Keterangan:
ijY : Nilai pengamatan daerah ke-i kelompok ke-j
μ : Rataan umum
iτ : Pengaruh daerah ke-i
jβ : Pengaruh kelompok wilayah
ijε : Pengaruh galat
i : 1,2,...,20
j : 1,2,3
Pengujian dilakukan dengan perangkat analisis SPSS. Keputusan analisis
didasarkan pada perbedaan antara nilai p dengan signifikansi dari hasil analisis.
Jika nilai signifikasi >0.05 maka hal tersebut berarti tidak ada perbedaan status
pengembangan penyuluhan di Indonesia Timur, Tengah dan Barat, sebaliknya jika
nilai signifikansi <0.05 berarti ada perbedaan pengembangan penyuluhan di
masing-masing wilayah tersebut.
101
3.4.4 Analisis prospektif
Analisis prospektif adalah analisis yang dapat memprediksi kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi di masa depan berdasarkan situasi saat ini.
Dengan menggunakan analisis prospektif akan dapat menghasilkan berbagai
kemungkinan yang akan terjadi di masa datang baik yang bersifat positif (yang
diinginkan) maupun yang negatif (tidak diinginkan). Oleh karena itu analisis ini
berguna untuk: (1) mempersiapkan tindakan strategis yang perlu dilakukan dan (2)
melihat kebutuhan perubahan di masa depan.
Analisis prospektif merupakan pengembangan dari metode Delphi yang
menggunakan pendapat kelompok pakar yang memahami persoalan dengan benar
untuk pengambilan keputusan dan perancangan strategi kebijakan. Menurut
Hardjomidjojo (2003) langkah kerja dari analisis prospektif terdiri dari:
1. Batasan dari ruang lingkup sistem yang ingin dikaji. Dalam hal ini perlu
dijelaskan secara spesifik tujuan sistem yang ingin dicapai sehingga semua
pakar (responden) yang diminta pendapatnya memahami dan mempunyai
pandangan yang sama tentang sistem yang dikaji.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh untuk mencapai tujuan
sesuai kebutuhan stakeholder sistem yang dikaji dari pakar (responden).
Diharapkan responden dapat mewakili stakeholder yang dikaji sehingga
semua kepentingan elemen sistem dapat terwakili melalui penentuan faktor-
faktor tersebut yang harus spesifik dan jelas.
3. Melakukan penilaian pengaruh langsung antar faktor. Semua faktor yang
teridentifikasi dari responden dinilai dan diberi bobot berdasarkan pedoman
tabel menurut analisis pengaruh antar faktor dengan skor antara 0 – 3, seperti
terlihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.
Tabel 9 Pedoman penilaian analisa prospektif
Skor Keterangan
0 Tidak ada pengaruh
1 Berpengaruh kecil
2 Berpengaruh sedang
3 Berpengaruh sangat kuat
102
Tabel 10 Pengaruh langsung antar faktor dalam penyelenggaraan penyuluhan
perikanan Terhadap
Dari
A
B
C
D
E
F
G
E F GA B C D
Sumber : Godet (1999) dalam Marhayudi (2006)
Berdasarkan hasil penilaian tersebut dilanjutkan dengan membuat matriks
gabungan pendapat pakar dan diolah dengan perangkat lunak analisis prospektif
menggunakan teknik statistik untuk menghitung pengaruh langsung global,
ketergantungan global, kekuatan global dan kekuatan global tertimbang. Hasil
perhitungan divisualisasikan dalam diagram pengaruh dan ketergantungan antar
faktor seperti terlihat pada Gambar 5. Kuadran kiri atas (kuadran I) merupakan
faktor yang memberikan pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem dengan
ketergantungan yang rendah terhadap keterkaitan antar faktor. Kuadran kanan
atas (kuadran II) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh dan
ketergantungan yang tinggi. Kuadran kanan bawah (kuadran III) memiliki
pengaruh rendah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan yang tinggi terhadap
keterkaitan antar faktor sehingga menjadi output dalam sistem. Kuadran kiri
bawah (kuadran IV) mempunyai pengaruh rendah terhadap kinerja sistem dan
ketergantungan juga rendah terhadap keterkaitan antar faktor.
Faktor Penentu
INPUT
Faktor Terikat
OUTPUT
Faktor Bebas
UNUSED
Faktor Penghubung
STAKE
Gambar 5 Diagram pengaruh dan ketergantungan sistem.
103
4. Menyusun keadaan yang mungkin terjadi (state). Berdasarkan faktor dominan
yang dihasilkan pada tahap sebelumnya, disusun keadaan yang mungkin
terjadi di masa depan. Setiap faktor dapat dibuat satu atau lebih keadaan,
dengan persyaratan: (1) keadaan harus memiliki peluang sangat besar untuk
terjadi pada masa yang akan datang (bukan hayalan) dan (2) keadaan bukan
merupakan tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti besar, sedang, kecil,
atau baik/buruk) tetapi merupakan deskripsi tentang situasi dari suatu faktor.
5. Menyusun skenario. Skenario disusun berdasarkan kombinasi dari hubungan
beberapa keadaan faktor secara timbal balik (mutually compatible) dari
keadaan yang paling optimis sampai paling pesimis.
6. Menyusun strategi. Berdasarkan skenario yang telah disusun, didiskusikan dan
disusun strategi yang perlu dilakukan untuk pencapaian skenario yang
diinginkan ataupun menghindari skenario yang akan berdampak negatif bagi
sistem yang menjadi tujuan.