38626027 lp perilaku kekerasan

21
LAPORAN PENDAHULUAN A. Masalah Utama Perilaku kekerasan B. Proses Terjadinya Masalah 1.Pengertian Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Stuar dan Sundeen, 1995) Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz dalam Harnawati, 1993) Setiap aktivitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Stuart dan Sundeen, 1998) Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998) Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang- barang (Maramis, 1998)

Upload: erick-marta

Post on 28-Apr-2015

34 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama

Perilaku kekerasan

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Pengertian

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik

terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Stuar dan

Sundeen, 1995)

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis

(Berkowitz dalam Harnawati, 1993)

Setiap aktivitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian

(Stuart dan Sundeen, 1998)

Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai

secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998)

Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat

membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan

barang-barang (Maramis, 1998)

Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara

verbal dan fisik (Ketner et al.,1995)

Menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan

gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah

adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan

yang harus dicapai terhambat”.

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri

sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau

amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor

dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007)

Perilaku kekerasan (agresif) adalah suatu bentuk perilaku yang

diarahkan pada tujuan menyakiti atau melukai orang lain yang

dimotivasi menghindari perilaku tersebut (Kaplan dan Sadock, 1997).

2. Tanda dan Gejala

Fisik

Mata melotot,/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,

wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

Verbal

Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan

nada keras, kasar dan ketus.

Perilaku

Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak

lingkungan, amuk/agresif.

Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,

jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,

menyalahkan dan menuntut.

Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang

mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,

dan kreativitas terhambat.

Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.

Perhatian

Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

3. Rentang Respon

Respon Adaptif Respons Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 8.1. Rentang Respons Perilaku Kekerasan

Sumber: Keliat (1999)

Keterangan:

1. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan

orang lain dan memberikan ketenangan.

2. Frustasi :individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan

tidak dapat menemukan alternatif

3. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya

4. Agresif : perilaku yang menyertai marah

5. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta

hilangnya control

Tabel 8.1. Perbandingan antara perilaku asertif, pasif dan agresif/kekerasan

Pasif Asertif Agresif

Isi

Pembicaraan

Negatif dan

merendahkan diri,

contohnya

perkataan:

“Dapatkah saya?”

“Dapatkah kamu?”

Positif dan

menawarkan diri,

contohnya

perkataan:

“Saya dapat…”

“Saya akan…”

Menyombongkan

diri, merendahkan

orang lain, contoh

perkataan:

“Kamu selalu…”

“Kamu tidak

pernah…”

Tekanan

suara

Cepat lambat,

mengeluh

Sedang Keras dan ngotot

Posisi badan Menundukkan

kepala

Tegap dan santai Kaku, condong ke

depan

Jarak Menjaga jarak

dengan sikap

acuh/mengabaikan

Mempertahankan

jarak yang aman

Siap dengan jarak

akan menyerang

orang lain

Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi

tenang menyerang

Kontak mata Sedikit/sama sekali

tidak

Mempertahankan

kontak mata

sesuai dengan

hubungan

Mata melotot dan

dipertahankan

Sumber: Keliat (1999)

4. Faktor Predisposisi

Menurut Townsend (1996) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan

tentang factor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya adalah sebagai

berikut:

Teori biologik

Berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi

seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut:

a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis

mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls

agresif. System limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya

perilaku bermusuhan dan respons agresif.

b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)

menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin,

norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan

dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan

hormone androgen dan norepinefrin serta penurunan serotonin dan

GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor

predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif

pada seseorang.

c. Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat

kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang

umumnya dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak criminal

(narapidana)

d. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai

gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus

temporal), trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi (epilepsi lobus

temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak

kekerasan.

Teori psikologik

a. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya

kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya

ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan

dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan

citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya

berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan

pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya

dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.

b. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang

diperlajari, individu yang memiliki pengaruh biologic terhadap

perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh

peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi

biologik

Teori sosiokultural

Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku

kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat

merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.

5. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi factor internal dan eksternal.

Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan,

menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang control, dan lain-lain.

Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai,

krisis, dan lain-lain.

Menurut Shives (1998) hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku

kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut:

Kesulitan kondisi sosial ekonomi

Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu

Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan

ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang

dewasa

Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan

obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat

menghadapi rasa frustasi

Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan

keluarga

6. Mekanisme Koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat

membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang

konstruktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping

yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti

displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial, dan reaksi formasi.

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk

melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)

Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di

mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan

penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah

melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas

adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk

mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau

keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang

menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan

sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba

merayu, mencumbunya.

Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan

masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci

pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran

atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua

merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga

perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.

Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila

diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang

berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya

seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan

orang tersebut dengan kasar.

Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya

bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang

pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy

berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari

ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain

perang-perangan dengan temannya.

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang

berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap

sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi,

maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri rendah),

sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan

bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan memunculkan halunasi

berupa suara-suara atau bayangan yang meminta klien untuk melakukan

tindak kekerasan. Hal tersebut dapat berdampak pada keselamatan dirinya

dan orang lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan).

Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan

keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat

memengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini

tentunya menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan

kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen

terapeutik inefektif).

C. Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

PPS: Halusinasi

Regimen terapeutik

inefektif

Harga Diri Rendah Kronis Isolasi Sosial

Koping keluarga tidak

efektif

Berduka disfungsional

Gambar 8.2. Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

D. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Perilaku kekerasan

2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

3. Perubahan persepsi sensori: halusinasi

4. Harga diri rendah kronis

5. Isolasi sosial

6. Berduka disfungsional

7. Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif

8. Koping keluarga inefektif

E. Data Yang Perlu Dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji

Perilaku kekerasan Subjektif:

Klien mengancam

Klien mengumpat dengan kata-kata kotor

Klien mengatakan dendam dan jengkel

Klien mengatakan ingin berkelahi

Perilaku kekerasan

Klien menyalahkan dan menuntut

Klien meremehkan

Objektif:

Mata melotot/pandangan tajam

Tangan mengepal

Rahang mengatup

Wajah memerah dan tegang

Postur tubuh kaku

Suara keras

Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan antara

lain sebagai berikut:

1. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah

2. Stimulus lingkungan

3. Konflik interpersonal

4. Status mental

5. Putus obat

6. Penyalahgunaan narkoba/alcohol

F. Diagnosis Keperawatan

Perilaku kekerasan

G. Rencana Tindakan Keperawatan

1. Tindakan keperawatan untuk klien

Tujuan

a. Klien dapat menidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

b. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

c. Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah

dilakukannya

d. Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang

dilakukannya

e. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya

f. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,

spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.

Tindakan

a. Bina hubungan saling percaya

Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan

agar klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan

saudara. Tindakan yang harus kita lakukan dalam rangka membina

hubungan saling percaya adalah mengucapkan salam terapeutik,

berjabat tangan, menjelaskan tujuan interaksi, serta membuat

kontrak topic, waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.

b. Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang

terjadi dimasa lalu dan saat ini

c. Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku

kekerasan.

Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku

kekerasan, baik kekerasan fisik, psikologis, social, spiritual

amupun intelektual.

d. Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa

dilakukan pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang lain

maupun lingkungan.

e. Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku

marahnya

Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan

baik secara fisik (pukul kasur atau bantal serta tarik napas dalam),

obat-obatan, sosial atau verbal (dengan mengungkapkan

kemarahannya secara asertif), ataupun spiritual (shalat atau berdoa

sesuai keyakinan klien).

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga

Tujuan

Keluarga dapat merawat klien di rumah

Tindakan

a. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi

penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul, serta akibat

dari perilaku tersebut.

b. Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku

kekerasan

1. Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar

melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.

2. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila

anggota keluarga dapat melakukan kegiatan tersebut secara

tepat.

3. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan

bila klien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.

c. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu

segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau

memukul benda/orang lain.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah : Perilaku Kekerasan

Pertemuan : Ke-1 (Pertama )

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi

Klien tampak mondar mandir, berbicara sambil mengepalkan tinju,

pandangan mata tajam, wajah merah dan tegang, serta sesekali tampak

memukul-mukul dinding.

2. Diagnosa Keperawatan

Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Khusus

Membina hubungan saling percaya

Menyebutkan penyebab dari perilaku marah yang ditampilkan.

Menyebutkan perilaku yang biasa dilakukan jika marah.

Terhindar dari cedera.

4. Tindakan Keperawatan

Membina hubungan saling percaya

a. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.

b. Berkenalan dengan klien, meliputi nama dan nama panggilan

yang Saudara sukai, serta nama dan nama panggilan klien.

c. Menanyakan perasaan dan kebutuhan klien saaat ini.

d. Buat kontrak asuhan meliputi apa yang saudara akan lakukan

bersama klien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di

mana.

e. Jelaskan bahwa Saudara akan merahasiakan setiap informasi

yang diperoleh untuk kepentingan terapi.

f. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien.

g. Penuhi kebutuhan dasar klien.

Identifikasi tanda-tanda yang menunjukkan perilaku kekerasan.

Monitor klien selama masih melakukan tindakan yang mengarah

pada perilaku kekerasan.

Lakukan pendekatan dengan teknik komunikasi terapeutik.

Tangani kondisi kegawatdaruratan dengan isolasi dan fiksasi.

B. Strategi komunikasi dan Pelaksanaan

1. Orientasi

“Selamat pagi Pak, perkenalkan nama saya suster…., saya akan merawat

Bapak hari ini. Nama Bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”

(mengulurkan tangan sambil tersenyum menunjukkan sikap terbuka).

“Saya perhatikan Bapak mondar-mandir samba memukul-muku dinding,

bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang apa yang menyebabkan

Bapak memukul-mukul dinding?”

(memberikan sentuhan dengan perlahan serta menunjukkan sikap

empati).

“Berapa lama Bapak ingin berbincang-bincang?”

“Di mana enaknya kita berbincang-bincang, Pak?”

2. Kerja

“Sekarang Bapak bisa mulai menceritakan apa yang menyebabkan Bapak

memukul-mukul dinding. Apa yang Bapak rasakan saat ini?”

(Dengarkan ungkapan kemarahan klien dan tetap bersikap empati selama

klien mengungkapkan kemarahannya, selain itu lakukan observasi

terhadap tanda-tanda perilaku kekerasan yang ditunjukkan selama kien

mengungkapkan perasaan marahnya).

“Apa yang biasa Bapak lakukan jika Bapak merasa kesal/marah seperti

ini?"

“Bagaimana menurut Bapak dengan tindakan tersebut?”

“Baiklah Pak, untuk sementara waktu Bapak boleh menyendiri di

ruangan ini dulu sampai marahnya hilang, tujuannya agar Bapak leebih

aman dan tenang, karena jika dalam kondisi kesal Bapak tetap di luar,

dikhawatirkan Bapak akan mengalami ha-ha yang tidak diinginkan,

misalnya terjatuh atau terluka.” (Melakukan isolasi pada klien di ruangan

yang aman).

“Bapak akan dikeluarkan dari ruangan ini sampai kondisi Bapak lebih

tenang dan jika Bapak perlu sesuatu, saya ada di ruangan depan dan saya

siap membantu Bapak kapan saja.”

3. Terminasi

“Bagaimana perasaan Bapak setelah berada di ruangan ini?”

“Sekarang Bapak bisa menenangkan diri di ruangan ini sambil Bapak

pikirkan hal lain yang bisa membuat Bapak kesal/marah.”

“Saya akan krmbali 15 menit lagi untuk melihat kondisi Bapak, dan jika

kondisi Bapak sudah lebih tenang saya akan mengajarkan cara

menghilangkan perasaan kesal/marah supaya Bapak tidak dimasukkan ke

ruangan ini lagi.”

“Bagaimana Pak, setuju?”