3.analisa objek arsitektur vernakular jawa joglo lambangsari
TRANSCRIPT
![Page 1: 3.Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa Joglo Lambangsari](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081719/557213e4497959fc0b9345ea/html5/thumbnails/1.jpg)
Desain Gaya Arsitektur Tanggap Lingkungan Iklim Tropis
(Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa: Joglo Lambangsari)
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur MPK Fisika Bangunan
yang dibina oleh Dr. Agung Murti Nugroho ST, MT
Oleh :
M. NELZA M. IQBAL
(0810650057)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
September 2009
![Page 2: 3.Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa Joglo Lambangsari](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081719/557213e4497959fc0b9345ea/html5/thumbnails/2.jpg)
Desain Gaya Arsitektur Tanggap Lingkungan Iklim Tropis
(Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa: Joglo Lambangsari)
I. Prakata
Saat ini di berbagai belahan dunia sudah bukan merupakan baru lagi
mengenai wacana perubahan iklim baik secara makro aupun mikro. Sebut
saja perubahan suhu yang secara global berakibat berubahnya pola hidup
manusia termasuk didalamnya bidang arsitektur. Hal ini ditambah
semakin beragamnya material bangunan, yang mungkin semakin hari
semakin tidak ramah lingkungan. Tentu hal ini juga membawa dampak
dalam pola pengembangan desain arsitektur saat ini.
Di Indonesia sendiri terdapat banyak wacana menarik untuk dikaji
lebih lanjut, termasuk dalam bidang desain arsitektur. Dimana ketika kita
bicara bangunan di Indonesia seharusnya kita berbicara bangunan yang
cocok berada dikawasan tropis yang panas dan lembab. Sehingga
muncullah berbagai pertimbangan dalam pembuatannya baik desain
bangunan, kondisi alam dan lingkungan, kesesuaian iklim, dan
ketersediaan bahan. Namun dewasa ini di Indonesia agaknya bukan itu
yang sedang dibumikan. Bukan karakter bangunan tropis yang banyak
berdiri di Indonesia melainkan bangunan barat dengan penyesuaian iklim
subtropis yang terkesan dipaksakan masuk dengan berbagai bentuk
penyesuaian.
Memang sebagai negara berkembang seperti Indonesia, sangat
dimaklumi memiliki masyarakat yang gatal teknologi dan selalu ingin
mencoba hal baru, tentunya dalam hal ini adalah bidang arsitektur.
Beragam gaya arsitektur yang mewabah di Indonesia adalah produk asli
bangsa Barat. Sehingga adanya literatur ini cenderung merusak polapikir
arsitektur yang Indonesia, dimana kecenderungan literatur tersebut tidak
sesuai jika diterapkan di kawasan tropis.
![Page 3: 3.Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa Joglo Lambangsari](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081719/557213e4497959fc0b9345ea/html5/thumbnails/3.jpg)
Hegemoni barat saat ini telah mengakar dan beranak pinak sejak
dahulu. Sehingga masyarakat timur mulai tercuci otaknya dengan
kamuflase idiom-idiom, pemikiran-pemikaran, karya-karya yang
mengatakan barat itu maju. Masyarakat timur menjadikan barat sebagai
acuan dalam segala bidang. Dalam ranah arsitektur begitu kentara dengan
pemakaian teori-teori barat untuk literatur desain, disebutkan sebagai
teori-teori yang pakem namun jika diaplikasikan di kawasan ini dibutuhkan
beberapa penyesuaian.
Banyak faktor yang mengakibatkan masyarakat tropis memilih teori-
teori, langgam-langgam arsitektur barat, diantaranya adalah faktor
ekonomi, walaupun bukan sebagai faktor utama, faktor ekonomi
memberikan dampak yang cukup signifikan, saat ini banyaknya
masyarakat dengan ekonomi berlebih menjadikan prestise sebagai
kiblatnya, dalam bidang arsitektur di Indonesia khususnya ukuran
keberhasilan seseorang adalah memiliki rumah yang mewah, megah, dan
mengikuti gaya arsitektur barat yang sedang tenar. Jika disinkronkan
dengan bidang arsitektur biasanya masyarakat ini lebih memilih desain
bangunannya yang tidak ada duanya di kawasan tersebut dan disesuaikan
dengan trend terbaru pada waktu itu, atau dengan desain-desain karya
luar negeri, tidak memikirkan faktor iklim, lingkungan atau keseragaman
kawasan, mereka lebih cenderung memperlihatkan perbedaan secara
ekstrim.
Namun kembali lagi dengan semakin terancamnya peradaban
manusia yang disebabkan oleh pemanasan global, pendekatan-
pendekatan desain yang mengarah ke sustainable arsitektural kembali
mencuat. Termasuk didalamnya kajian kembali mengenai arsitektur
tradisional Indonesia yang memang nyata-nyata telah membudaya sejak
dulu yang memang terbukti tanggap lingkungan dan menempatkan iklim
sebagai pertimbangan utama. Dan bila ditelaah lebih dalam, bangunan
tradisional Indonesia adalah bangunan yang paling cocok di kawasan
tropis, selain hemat energi, bahan bangunannya tidak merusak lingkungan
![Page 4: 3.Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa Joglo Lambangsari](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081719/557213e4497959fc0b9345ea/html5/thumbnails/4.jpg)
dan tidak menimbulkan efek yang merugikan bagi kawasan sekitarnya
dalam kata lain sebagai bangunan yang ramah terhadap lingkungan, jika
ini diterapkan pada skala yang lebih besar maka akan terwujud kawasan
yang ramah lingkungan.
II. Definisi Iklim dan Arsitektur Vernakular Jawa
Sebelum berbicara lebih jauh lagi tentang kaitan gaya arsitektur
vernakular jawa dengan iklim tropis. Akan lebih baik jika kita mengerti
terlebih dahulu pengertian iklim, iklim adalah sintesis atau kesimpulan
atau rata-rata perubahan unsur-unsur cuaca (hari demi hari dan bulan
demi bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat atau pada suatu
wilayah. Sintesis tersebut dapat diartikan pula sebagai nilai statistik yang
meliputi antara lain nilai rata-rata, maksimum, minimum, frekuensi
kejadian, atau peluang kejadian dari cuaca. Iklim dapat pula diartikan
sebagai pola kebiasaan serta perubahan cuaca di sutau tempat atau
wilayah. Mengingat iklim adalah sifat cuaca dalam jangka waktu panjang
pada tempat tertentu atau daerah yang luas, maka data cuaca yang
digunakan hendaklah mewakili keadaan atmosfer seluas mungkin di
tempat atau wilayah yang bersangkutan. Demikian pula datanya haruslah
murni dan terhindar dari gangguan lokal. Pada prinsipnya data iklim harus
terbentuk dari data cuaca yang dapat mewakili (representative) secara
benar keadaan atmosfer suatu tempat atau wilayah luas dan dalam jangka
waktu sepanjang mungkin. Orgainsasi Meteorologi Sedunia (World
Meteorological Organization, WMO) merekomendasikan jangka waktu
minimum 30 tahun.
Secara global iklim di wilayah dunia bagian timur adalah tropis, tropis
meliputi beberapa bagian bumi, meliputi sabuk yang lebar di sekitar
pertengahan bumi, luasnya kira-kira 23,50 tingkat kearah kedua kutup
dari katulistiwa dan berisi hampir 40% total permukaan daratan bumi,
![Page 5: 3.Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa Joglo Lambangsari](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081719/557213e4497959fc0b9345ea/html5/thumbnails/5.jpg)
dengan curah hujan yang relatif tinggi, suhu udara yang cukup tinggi,
pada siang hari mampu mencapai 350 C yang harus ditoleransi oleh
masyarakat tropis, banyaknya hujan yang sering terjadi pada kawasan
tropis memiliki tingkat kelebatan yang tinggi. Dari segi positif keadaan ini
adalah tropis memiliki hutan-hutan yang lebat, pohon-pohon mudah untuk
tumbuh, sehingga tercipta keseimbangan antara cuaca yang ekstrim
dengan pengendalinya yaitu pepohonan.
Masyarakat tradisional kawasan timur sudah sejak lama
mengakomodasikan alam ini, belajar dari alam lalu menyesuaikan dengan
alam untuk dapat beradaptasi dengan baik. Demikian halnya dalam
penerapan dalam bangunan, terdapat konsep arsitektur yang
menyelaraskan dengan alam melalui penonjolan dan pelestarian potensi,
kondisi, dan sosial budaya setempat atau lokalitas yang kemudian dikenal
sebagai arsitektur vernacular. Pada konsep ini rancangan bangunan
menyelaraskan dengan alam, melalui bentuk bangunan, struktur
bangunan, penggunaan material setempat, dan sistim utilitas bangunan
yang alamiah serta kesesuaian terhadap iklim setempat. Sehingga dapat
dikatakan arsitektur vernacular, secara tidak langsung juga menggunakan
pendekatan desain yang sesuai dengan iklim. Arsitektur vernacular lebih
menonjolkan pada tradisi, sosial budaya masyarakat sebagai ukuran
kenyamanan manusia. Oleh karena itu arsitektur vernacular mempunyai
bentuk atau style yang sama disuatu tempat tetapi berbeda dengan
ditempat yang lain, sesuai tradisi dan sosial budaya masyarakatnya.
Contohnya rumah-rumah Jawa dengan bentuk atap yang tinggi dan
bangunan yang terbuka untuk mengatasi iklim setempat dan sesuai
dengan budaya yang ada, kayu sebagai material setempat dan sedikit
meneruskan radiasi matahari. Keselarasan arsitektur vernacular terhadap
alam sudah teruji dalam kurun waktu yang lama, sehingga sudah terjadi
keselarasan terhadap alam sekitarnya. Pada arsitektur vernacular, wujud
![Page 6: 3.Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa Joglo Lambangsari](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081719/557213e4497959fc0b9345ea/html5/thumbnails/6.jpg)
bangunan dan keselarasan terhadap alam lahir dari konsep sosial dan
budaya setempat.
III. Aplikasi Desain Tanggap Iklim pada Joglo Lambangsari
Karakteristik rumah jawa sebenarnya lebih dari sekedar tempat
tinggal. Secara kultural masyarakat jawa mengutamakan moral
kemasyarakatan dan kebutuhan dalam mengatur warga semakin menyatu
dalam sebuah kesatuan. Semakin lama tuntutan masyarakat dalam
keluarga semakin berkembang sehingga timbul tingkatan jenjang
kedudukan antar manusia yang berpengaruh dalam tampilan fisik rumah
suatu keluarga. Lalu disanalah terdapat jati diri arsitektur dalam
masyarakat jawa.
Rumah Jawa merupakan lambang status bagi penghuninya dan juga
menyimpan rahasia tentang kehidupan sang penghuni. Rumah Jawa
merupakan sarana pemiliknya untuk menunjukkan siapa sebenarnya
dirinya sehingga dapat dimengerti dan dinikmati orang lain. Rumah Jawa
juga menyangkut dunia batin yang tidak pernah lepas dari kehidupan
masyarakat Jawa. Bentuk dari rumah Jawa dipengaruhi oleh 2 pendekatan
yaitu Pendekatan Geometrik yang dikuasai oleh kekuatan sendiri dan
Geofisik yang tergantung pada kekuatan alam lingkungan.
Kedua pendekatan itu akhirnya menjadi satu kesatuandan
mempunyai perannya masing-masing, situasi dan kondisi yang menjadikan
salah satunya lebih kuat sehingga menimbulkan bentuk yang berbeda bila
salah satu peranannya lebih kuat. Rumah Jawa merupakan kesatuan dari
nilai seni dan nilai bangunan sehingga merupakan nilai tambah dari hasil
karya budaya manusia yang dapat dijabarkan secara keilmuan.
Bentuk rumah tradisional jawa dari waktu ke waktu selalu mengalami
perubahan bentuk. Dan secara garis besar tempat tinggal orang jawa
![Page 7: 3.Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa Joglo Lambangsari](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081719/557213e4497959fc0b9345ea/html5/thumbnails/7.jpg)
dapat dibedakan menjadi Rumah Bentuk Joglo, Rumah Bentuk Limasan,
Rumah bentuk Kampung, Rumah Bentuk Masjid dan Tajug atau Tarub,
Rumah bentuk panggang Pe.
Masyarakat jawa yang merupakan masyarakat rural agraris
pengetahuan membangun rumah dilakukan secara turun menurun
( tradisi ) dengan menggabungkan satu bahan dengan bahan lain dalam
bentuk konstruksi berdasar perhitungan yang rasional. Pembangunan
rumah tersebut dilakukan dengan cara sederhana (teknologi lokal) dan
menggunakan bahan alami ( lokal ). Bangunan yang dihasilkan tercipta
dengan cara coba-coba (trial dan error). Metode ini dilakukan untuk
antisipasi dan evaluasi rumah jawa terhadap berbagai perubahan baik dari
dalam rumah (pengaruh penghuni seperti ekonomi, pendidikan, maupun
agama) maupun luar rumah (alam, iklim, social, dan budaya).
Penerapan system coba-coba ini dilaksanakan dalam rangka
antisipasi dan evaluasi terhadap alam, karena memang setelah dikaji lebih
jauh terungkap fakta bahwasanya wilayah jawa merupakan daerah gempa
III atau daerah gempa sedang. Oleh karena itulah rumah tradissional jawa
memiliki kekhasan dalam penyeleseian struktur dan teknik konstruksinya.
Aksi Gaya Gempa pda Rumah
Tradisional Jawa
![Page 8: 3.Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa Joglo Lambangsari](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081719/557213e4497959fc0b9345ea/html5/thumbnails/8.jpg)
Berdasarkan berbagai macam jenis rumah tradisional jawa, bentuk
joglo dianggap sebagai bentuk yang
paling masterpiece dalam arsitektural
masyarakat jawa. Sisi kompleksitas
dan sitem sambungan pada bangunan
joglo juga termasuk yang paling rumit
dan lengkap dibanding yang lainnya.
Bentuk joglo memiliki system struktur
penahan beban lateral yang berbeda
dengan rumah jawa jenis lain.
Perbedaan tersebut terletak pada
struktur penahan gaya lateral melalui
pembebanan pusat bangunan yang
berupa soko guru dan tumpang sari
dengan tujuan bangunan menjadi
lebih berat dan stabil bila terkena gaya lateral. Oleh karena itulah
kestabilan kuda-kuda sokoguru dijamin dengan angka keamanan yang
cukup tinggi.
Pada dasarnya, rumah bentuk joglo berdenah bujur sangkar. Pada
mulanya bentuk ini mempunyai empat pokok tiang di tengah yang di
sebut saka guru, dan digunakan blandar bersusun yang di sebut
tumpangsari. Blandar tumpangsari ini bersusun ke atas, makin ke atas
makin melebar. Jadi awalnya hanya berupa bagian tengah dari rumah
bentuk joglo zaman sekarang. Perkembangan selanjutnya, diberikan
tambahan-tambahan pada bagian-bagian samping, sehingga tiang di
tambah menurut kebutuhan. Selain itu bentuk denah juga mengalami
perubahan menurut penambahannya. Perubahan-perubahan tadi ada
yang hanya bersifat sekedar tambahan biasa, tetapi ada juga yang
bersifat perubahan konstruksi.
Akibat Beban Aksial dan Lateral
Pada Rumah Joglo
![Page 9: 3.Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa Joglo Lambangsari](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081719/557213e4497959fc0b9345ea/html5/thumbnails/9.jpg)
Dari perubahan-perubahan tersebut timbulah bentuk-bentuk rumah
joglo yang beraneka macam dengan namanya masing-masing. Adapaun,
jenis-jenis joglo yang ada, antara lain : joglo jompongan, joglo kepuhan
lawakan, joglo ceblokan, joglo kepuhan limolasan, joglo sinom apitan,
joglo pengrawit, joglo kepuhan apitan, joglo semar tinandu, joglo
lambangsari, joglo wantah apitan, joglo hageng, dan joglo mangkurat.
Tiang tengah yang dianamakan saka guru,
merupakan struktur utama pada bangunan
rumah adat Jawa yang lebih dikenal dengan
Rumah Joglo. Saka guru adalah sebutan untuk
tiang atau pilar yang berjumlah 4 buah. Tiang ini
terbuat dari jenis kayu dengan besaran yang
berbeda-beda menurut pada beban yang
menumpang di atasnya. Saka guru berfungsi
menahan beban di atasnya yaitu balok tumpang sari dan brunjung, molo,
usuk, reng, dan genteng. Saka guru berfungsi sebagai konstruksi pusat
dari bangunan Joglo karena letaknya di tengah bangunan tersebut.
Bagian konstruksi inti dan ciri khas rangka atap pada bangunan
rumah tradisional Joglo adalah terletak pada susunan struktur rangka atap
“brunjung” (bentuk piramida terbalik, yaitu
makin ke atas makin melebar dan terletak
di atas keempat tiang “soko guru” disusun
bertingkat sampai dengan posisi “dudur dan
iga-iga”) dan susunan rangka “uleng”
(susunan rangka atap berbentuk piramida
yang disusun di atas keempat tiang “soko guru” ke arah bagian dalam).
Kedua struktur ini kita kenal dengan nama “tumpang sari bagian dalam
dan bagian luar”. Kedua struktur rangka ini merupakan ciri khas yang
hanya dimiliki oleh bangunan tradisional bentuk Joglo.
![Page 10: 3.Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa Joglo Lambangsari](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081719/557213e4497959fc0b9345ea/html5/thumbnails/10.jpg)
Joglo Lambangsari merupakan joglo dengan sistem konstruksi atap
menerus. Bentuk ini paling banyak dipakai pada bangunan tradisional
jawa. Bentuk joglo yang menggunakan lambangsari, dengan ciri- ciri:
• Bentuk denah persegi panjang
• Memakai pondasi bebatur, yaitu
tanah yang diratakan dan lebih
tinggi dari tanah disekelilingnya.
Diatas bebatur ini dipasang
umpak yang sudah diberi purus
wedokan.
• Terdapat 4 saka guru sebagai
penahan atap brunjung yang membentuk ruang pamidangan yang
merupakan ruang pusat dan 12 saka pananggap yang menyangga
atap pananggap( tiang pengikut), masing-masing saka ditopang
oleh umpak menggunakan sistem purus
• Memakai blandar, pengeret, sunduk, serta kilil. masing- masing
blandar dan pengeret dilengkapi dengan sunduk dan kili sebagai
stabilisator.
• Menggunakan tumpang dengan 5 tingkat. Balok pertama disebut
pananggap, balok ke dua disebut tumpang, balok ke tiga dan
empat disebut tumpangsari, dan balok terakhir merupakan tutup
kepuh yang berfungsi sebagai balok tumpuan ujung- ujung usuk
atap.
![Page 11: 3.Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa Joglo Lambangsari](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081719/557213e4497959fc0b9345ea/html5/thumbnails/11.jpg)
• Uleng/ruang yang terbentuk oleh balok tumpang di bawah atap ada
2 (uleng ganda)
• Terdapat godhegan sebagai stabilisator yang biasanya berbentuk
ragam hias ular-ularan.
• Menggunakan atap sistem empyak. 4 sistem empyak yang
digunakan : brunjung dan cocor pada bagian atas, serta pananggap
dan penangkur di bagian bawah
• Terdapat balok molo pada bagian paling atas yang diikat oleh kecer
dan dudur.
• Menggunakan usuk peniyung yaitu usuk yang dipasang miring atau
memusat ke molo. Joglo ini juga tidak memiliki emper
Penghawaan pada rumah
joglo ini dirancang dengan
menyesuaikan dengan lingkungan
sekitar. rumah joglo, yang
biasanya mempunyai bentuk atap
yang bertingkat-tingkat, semakin
ke tengah, jarak antara lantai
dengan atap yang semakin tinggi
dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap ketinggian atap tersebut
menjadi suatu hubungan tahap-tahap dalam pergerakan manusia menuju
ke rumah joglo dengan udara yang dirasakan oleh manusia itu sendiri.
Saat manusia berada pada rumah joglo paling pinggir, sebagai perbatasan
antara ruang luar dengan ruang dalam, manusia masih merasakan hawa
udara dari luar, namun saat manusia bergerak semakin ke tengah, udara
yang dirasakan semakin sejuk, hal ini dikarenakan volume ruang di bawah
atap, semakin ke tengah semakin besar. Seperti teori yang ada pada fisika
bangunan, Efek volume sebenarnya memanfaatkan prinsip bahwa volume
udara yang lebih besar akan menjadi panas lebih lama apabila
dibandingkan dengan volume udara yang kecil
![Page 12: 3.Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa Joglo Lambangsari](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081719/557213e4497959fc0b9345ea/html5/thumbnails/12.jpg)
Saat manusia kembali ingin keluar, udara yang terasa kembali
mengalami perubahan, dari udara sejuk menuju udara yang terasa diluar
ruangan. Dapat dilihat kalau penghawaan pada rumah joglo,
memperhatikan penyesuaian tubuh manusia pada cuaca disekitarnya.
Sistem penghawaan
pada joglo lambangsari ini,
seperti pada sistem
penghawaan joglo pada
umumnya, angin/udara
bergerak sejajar, di seluruh
ruang terbuka, pada bagian
ruang bagian tengah, yang dibatasi tiang utama/saka guru, udara
bergerak ke atas, namun kembali bergerak ke bawah. Hal ini terjadi
karena joglo lambangsari tidak memiliki lubang ventilasi, karena memang
di desain untuk atap menerus. Kondisi ini tentunya sesuai dengan
karakteristik iklim tropis yang panas dan lembab namun melimpah angin.
IV. Penutup
Modernisasi yang mewabah dan seakan menjadi virus belakangan ini
jangan lagi digunakan hanya untuk mengejar kepentingan prestise atau
hanya digunakan atas dalih mengejar persaingan global. Dan mungkin jika
memang modernisasi sudah tidak terelakkan sudah saatnya kita kembali
lagi kepada kearifan lokal yang telah dibangun lebih lama oleh nenek
moyang kita. Jangan sampai genderang modernisasi yang cukup hebat
malah membuat kita kehilangan identitas. Kita tidak mampu menemukan
bangunan khas tropis Indonesia seperti joglo, rumah padang, rumah
betawi, dll. Karena semua telah tergantikan dengan bangunan yang nyaris
sama satu dengan lainya. Lebih parah lagi malah kita tidak dapat
menemui perbadaan mana Jakarta mana Hongkong, Jepang, dan Amerika.
![Page 13: 3.Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa Joglo Lambangsari](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081719/557213e4497959fc0b9345ea/html5/thumbnails/13.jpg)
Sudah saatnya pemahaman yang tertuang instan dalam berbagai
literatur dicermati dengan pemikiran arif dan bijak disertai tanggung
jawab yang cukup tinggi sehingga tidak hanya menghasilkan hasil
rancangan yang nyaman secara visual saja. Melainkan nyaman bagi
penghuni dan lingkungan. Dan agaknya sangat perlu tindakan nyata untuk
keluar dari jebakan tersebut, sehingga diperlukan langkah bersama
menuju masa depan budaya arsitektur yang lebih baik.