4.2 penugasan

15
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah ............................................... ................. 2 BAB II LANDASAN TEORI Tempe bongkrek i. Definisi .................................... .......................................... 4 ii. Keracunan tempe bongkrek .................................... ........... 4 iii. Pseudomonas cocovenans .................................. ............... 5 iv. Toksofalvin ............................ ........................................... 5 v. Asam bongkrek .................................... ............................. 6 vi. Gejala keracunan tempe bongkrek .................................... 6 BAB III PEMBAHASAN Diagnosis ............................................. ......................................... 7 Tatalaksana ........................................... ........................................ 7 1

Upload: sarah-habibah

Post on 11-Apr-2016

7 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tempe bongkrek

TRANSCRIPT

Page 1: 4.2 penugasan

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang masalah ................................................................ 2

BAB II LANDASAN TEORI

Tempe bongkrek

i. Definisi .............................................................................. 4ii. Keracunan tempe bongkrek ............................................... 4iii. Pseudomonas cocovenans ................................................. 5iv. Toksofalvin ....................................................................... 5v. Asam bongkrek ................................................................. 6vi. Gejala keracunan tempe bongkrek .................................... 6

BAB III PEMBAHASAN

Diagnosis ...................................................................................... 7

Tatalaksana ................................................................................... 7

BAB IV KESIMPULAN .......................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 9

1

Page 2: 4.2 penugasan

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH

Makanan tempe sudah dikenal luas oleh masyarakat terutama di Indonesia.

Tempe termasuk makanan yang cukup digemari oleh masyarakat selain karena

harganya yang lebih terjangkau dibandingkan lauk pauk yang lain, rasa tempe

juga pas dengan lidah masyarakat Indonesia, selain itu kandungan gizi tempe

tidak kalah dengan lauk pauk lain.

Masyarakat Indonesia memang sudah sangat akrab dengan tempe, namun

ternyata tidak semua tempe menyehatkan dan bisa dimakan. Di daerah Banyumas

terdapat sebuah tempe yang sudah banyak dikenal karena telah memakan banyak

korban akibat keracunan yaitu tempe bongkrek. Menurut Suara merdeka (2007)

pada tahun 2003 terjadi peristiwa keracunan tempe bongkrek di Desa Sirau dan

Kramat, Purbalingga. 5 orang tewas dalam kasus tersebut. Kasus keracunan tempe

bongkrek terbesar menurut harian Kompas (2013) terjadi pada tahun 1988 dengan

korban tewas 34 orang di Kecamatan Lumbir, Banyumas. Tempe bongkrek

sendiri memang merupakan makanan khas daerah Banyumas, terutama

dikonsumsi oleh masyarakat lembah Sungai Serayu. Sejak saat itu Banyumas

memberlakukan peraturan daerah yang melarang produksi, konsumsi, dan

penjualan tempe bongkrek. Sehingga tempe bongkek dihapus dari daftar menu

warga Banyumas dan para pengrajin tempe bongkrek beralih menjadi petani

jamur. (Suara merdeka : 2007)

Kasus keracunan tempe bongkrek telah terjadi selama hampir dua abad

dan jumlah korban mencapai ribuan orang. Menurut suara merdeka (2007) dari

catatan Institut Pertanian Bogor bagian Teknologi Gizi dan Pangan dari tahun

1895 dampai 1901 terdapat 340 korban kercunan dan 200 diantaranya meninggal

dunia. Sampai saat ini walaupun sudah ada peraturan pelarangan, tempe bongkrek

masih saja dikonsumsi oleh masyarakat Banyumas terutama oleh masyarakat

2

Page 3: 4.2 penugasan

ekonomi rendah atau miskin. Sehingga masih ada saja laporan korban keracuna

setiap tahunnya. Namun jumlah ini memang sudah jauh menurun dibanding

sebelum ada perda pelarangan tempe bongkrek.

Menurut Kompas (2013) kasus keracunan tempe bongkrek sudah dikenal

sejak tahun 1895 namun penelitian mengenai penyebab keracunan tempe

bongkrek baru dilakukan mulai tahun 1930-an dan orang pertama yang

mempelajarinya adalah Mertens dan van Veen dari Institut Eijkman.

3

Page 4: 4.2 penugasan

BAB II

LANDASAN TEORI

TEMPE BONGKREK

i. Definisi

Menurut Suprapti (2003) tempe bongkrek merupakan makanan khas

daerah Banyumas, Jawa Barat. Berbeda dengan tempe biasa, tempe bongkrek

dibuat dengan bahan dasar kacang kedelai dan ditambah dengan ampas kelapa

sisa pembuatan santan. Menurut masyarakat tempe bongrkrek ini sangat lezat

sehingga banyak masyarakat yang menyukainya. Di Banyumas sendiri

memang banyak terdapat pohon kelapa sehingga banyak masyarakat yang

mengolah kelapa untuk bahan makanan. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1985)

cara pembuatannya yaitu ampas kelapa direndam semalam lalu dicuci dan

diperas airnya, setelah itu dikukus selama kurang lebih satu jam. Setelah

dikukus ampas kelapa lalu dicampur dengan teme yang mengandung kapang

tempe Rhizopus oligosporus atau oryzae. Setelah itu tempe dibungkus dengan

daun pisang atau plastik dan disimpan pada suhu 37 ºC selama kurang lebih 2

hari.

ii. Keracunan tempe bongkrek

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979) fermentasi yang tidak sempurna

atau kebersihan yang tidak baik pada saat pembuatan bisa membuat bakteri

Pseudomonas cocovenans mudah untuk tumbuh. Contohnya jika tempe dibawa

dan disimpan pada kondisi yang tidak bersih, atau setelah 18 jam produksi

tidak diinokulasi oleh Rhizopus oryzae, karena bakteri bekerja antagonist

terhadap kapang tempe jadi bila kapang yang tumbuh sangat tipis atau tidak

tumbuh dengan baik maka kemungkinan bakteri telah tumbuh di situ. Bisa juga

karena temperatur selama fermentasi sekitar 40 ºC atau kelembaban dan pH

4

Page 5: 4.2 penugasan

yang tinggi karena pada kelembaban tinggi bakteri lebih mudah tumbuh

sedangkan kapang tempe lebih mudah tumbuh pada udara yang kering.

b. Pseudomonas cocovenans

Menurut Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979) Pseudomonas

cocovenans membutuhkan minyak kelapa untuk dapat bertahan hidup.

Sehingga bakteri ini mudah tumbuh pada tempe bongkrek terutama yang dibuat

dari ampas kelapa manual atau dengan tangan yang kadar lemaknya yang

tinggi yaitu 10-12% dibandingkan ampas kelapa pabrikan yang kadar

lemaknya rendah yzitu 3-4%. Selain dari kadar lemaknya, kandungan air yang

tinggi pada ampas kelapa membuat bakteri ini lebih mudah tumbuh

dibandingkan pada media lain seperti kedelai, ampas tahu, dan bungkil kacang

tanah.

Kasus keracunan tempe bongkrek sendiri menurut Anies (2005) terjadi

karena racun yang diproduksi oleh bakteri Pseudomonas cocovenans. Bakteri

ini memproduksi dua toksin melalui pemecahan lemak (gliserida) menjadi

gliserol dan asam lemak oleh kerja enzim bakteri. Gliserol lalu diubah menjadi

toksoflavin sedangkan asam lemak akan diubah menjadi asam.

c. Toksoflavin

Menurut Henderson dan Lardy (1970) Toksoflavin memiliki rumus

kimia C7H7N5O2. Racun ini berwarna kuning, jadi bila tempe bongkrek sudah

berwarna kuning maka kemungkinan besar sudah terdapat toksoflavin pada

tempe. Warna kuning pada toksoflavin disebabkan karena toksoflavin

merupakan gugus prostetik dari pigmen kuning tersebut dan pigmen ini hanya

terbentuk bila Pseudomonas cocovenans tumbuh pada media tertentu seperti

ampas kelapa.

Toksoflavin bersifat racun karena membentuk hidrogen peroksida dan

methemoglobin. Hidrogen peroksida dibentuk dengan cara :

NADH + Toks. Toks.-H2 + 2 NAD+

Toks.-H2 + O2 Toks. + H2O2

5

Page 6: 4.2 penugasan

Hidrogen peroksida dan methemoglobin akan merusak sel dengan mengganggu

ambilan oksigen sel dan jaringan.

d. Asam bongkrek

Asam bongkrek memiliki rumus kimia C28H38O7 dan racun ini tidak

berwarna. Menurut Henderson dan Lardy (1970) asam bongkrek bekerja

dengan cara menghambat proses fosforilase oksidatif di mitokondria sehingga

menggangu produksi ATP. Terganggunya produksi ATP menyebabkan

terganggunya metabolisme seluruh tubuh karena tidak ada energi yang

dihasilkan. Glukosa darah akan lebih banyak yang diekskresi karena tidak

dapat digunakan untuk pembentukan ATP. Sebagai kompensasi tejadi proses

glikolisis untuk menghasilkan ATP sehingga glikogen di hati, otot, dan jantung

akan banyak dipecah dan terjadilah hiperglikemia. Namun hal ini tetap tidak

mampu menghasilkan ATP dengan jumlah yang cukup untuk kebutuhan energi

tubuh. Selanjutnya terjadilah hipoglikemia dan kematian.

e. Gejala keracunan tempe bongkrek

Gejala keracunan tempe bongkrek biasanya timbul 12-48 jam setelah

mengkonsumsi. Terdapat tingkatan gejala mulai dari ringan sampai berat

menurut Henderson dan Lardy (1970). Gejala ringan berupa pusing mual dan

muntah. Gejala sedang yaitu gejala ringan ditambah dengan sakit perut.

Sedangkan gejala berat sampai diare, kejang, keluar buih putih dari mulut,

kegagalan sirkulasi dan pernafasan hingga kematian.

6

Page 7: 4.2 penugasan

BAB III

PEMBAHASAN

i. Diagnosis biasanya ditegakkan dari hasil anamnesis dan gejala yang dialami

pasien.

Anamnesis

- Riwayat memakan tempe, terlebih bila tempe telah berwarna kuning.

- Riwayat memakan tempe di daerah endemis seperti di daerah

Banyumas.

- Munculnya gejala keracunan setelah memakan tempe seperti psuing,

mual, muntah, sakit perut, diare, kejang, kesulitan bernafas, sianosis,

sampai kematian.

- Biasanya pada kasus keracunan tempe bongkrek tidak hanya satu

individu yang mengalami namun satu keluarga atau berbarengan

dengan orang lain yang juga memakan tempe tersebut.

Pemeriksaan fisik

- Kesadaran pasien : bisa komposmentis sampai terjadi penurunan

kesadaran atau tidak sadarkan diri (tergantung berapa banyak tempe

bongkrek beracun yang dikonsumsi, seberapa berat keracunan dan

gejala yang dialami, serta cepatnya penanganan)

- Pemeriksaan vital : tekanan darah bisa normal sampai hipotensi,

pernafasan bisa normal atau meningkat, denyut nadi bisa normal atau

meningkat, dan suhu biasanya normal.

- Tanda-tanda dehidrasi : pasien tampak pucat, turgor kulit menurun,

bibir kering, mata cekung.

- Tanda kegagalan sirkulasi dan respirasi: sianosis, akral dingin, retraksi

dinding dada.

- Tanda keracunan : keluar buih dari mulut

ii. Tata laksana

Antidotum spesifik untuk keracunan tempe bongkrek atau racunnya

belum ada, hanya terdapat terapi non spesifik untuk menyelamatkan nyawa,

7

Page 8: 4.2 penugasan

mencegah absorbsi racun lebih lanjut dan mempercepat ekskresi. Tindakan

yang bisa dilakukan antara lain segera merujuk ke rumah sakit dan apabila

penderita masih sadar bisa diusahakan untuk memuntahkannya dengan

merangsang secara mekanis seperti memasukkan jari ke lidah atau dengan

gosokan pada leher atau dada. Selain itu bisa diberikan norit 20 tablet dengan

cara digerus dan diaduk dengan air dalam gelas dan diulangi 1 jam kemudian.

Di rumah sakit atau di puskesmas bisa diberikan infus glukosa atau NaCl

apabila terdapat tanda-tanda syok. Lalu bisa dilakukan bilas lambung apabila

racun atau tempe tidak bisa dikeluarkan dengan memuntahkannya atau

dengan obat pencahar. Selain itu tetap jaga jalan nafas dan pola pernafasan

yang adekuat. Apabila terdapat gangguan pernafasan bisa diberikan oksigen

sesuai kondisi pasien.

8

Page 9: 4.2 penugasan

BAB VI

KESIMPULAN

Tempe yang merupakan makanan sehari-hari masyarakat Indonesia

ternyata juga bisa menyebabkan keracunan oleh jenis tempe tertentu seperti tempe

bongkrek yang merupakan makanan khas daerah Banyumas. Kasus keracunan

tempe bongkrek telah terjadi selama dua abad dan telah memakan korban ribuan

orang. Tempe bongkrek sendiri terbuat dari campuran tempe dan ampas kelapa

sisa pembuatan santan. Tempe bongkrek sangat mudah ditumbuhi oleh bakteri

Pseudomonas cocovenans yang menyukai media tinggi kadar lemak seperti ampas

kelapa terutama apabila pembuatan atau fermentasinya tidak sempurna. Toksin

yang diproduksi oleh bakteri ini lah yang menyebabkan keracunan pada konsumsi

tempe bongkrek. Terdapat 2 racun yang diproduksi bakteri ini yaitu toksoflavin

yang berwarna kuning dan asam bongkrek yang tidak berwarna. Tempe bongkrek

yang sudah beracun mudah dikenali dari warnanya yang kuning atau ragi yang

terbentuk sanagat tipis atau dari baunya yang menyengat.

Gejala keracunan tempe bongkrek bisa ringan seperti pusing, mual, dan

muntah sampai berat seperti kejang, mengeluarkan buih dari mulut, kegagalan

sirkulasi dan pernafasan samapai kematian. Diagnosis untuk keracunan tempe

bongkrek bisa dilakukan dari anamnesis terhadap riwayat konsumsi dan gejala

yang dialami serta dari pemeriksaan fisik. Pada kasus ini biasanya keracunan tidak

terjadi hanya pada satu orang tapi bisa satu keluarga atau berbarengan dengan

orang lain yang memakan tempe tersebut.

Sampai saat ini belum ada antidotum spesifik untuk kasus keracunan

tempe bongkrek. Untuk pasien sadar bisa mengusahakn untuk memuntahkan

makanannya atau dengan minum norit untuk antiracunnya. Sedangkan untuk

pasien tidak sadar bisa dilakukan bilas lambung. Perlu diperhatikan juga tanda-

tanda syok, patensi jalan nafas, pola nafas, dan tanda-tanda gangguan sirkulasi.

9

Page 10: 4.2 penugasan

DAFTAR PUSTAKA

Anies. 2005. Seri Kesehatan Umum Pencegahan Dini Gangguan Kesehatan. Elex

Media Komputindo : Jakarta

Arisman. 2008. Keracunan Makanan: Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC : Jakarta

Deshpande, S.S., et al. 2000. Fermented Grain Legumes, Seeds and Nuts. FAO

http://www.suaramerdeka.com/harian/0708/02/nas06.htm (diakses pada tanggal

10 November 2014)

http://sosbud.kompasiana.com/2013/06/09/keracunan-tempe-bongkrek-di-

banyumas-567208.html (diakses pada tanggal 11 November 2014)

Schaechter, Moselio. 2009. Encyclopedia of Microbiology. Elsevier Inc

Shurtleff, William., Aoyagi, Akiko., 1979. The Book of Tempeh. Harper & Row

Publisher

Shurtleff, William., Aoyagi, Akiko., 1985. History of Tempeh, a Fermented

Soyfood from Indonesia. Soyfood Center.

Suprapti, Lies., 2003. Teknologi Pengolahan Pangan : Pembuatan Tempe.

Kanisius : Yogyakarta.

10