42638643 refrat nefrolitiasis dan uretrolitiasis
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai
salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat
menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit
ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-
buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena
adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya
menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu
saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping
infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna 1.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di
klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan
secara pasti. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu
ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada
tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai
tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara
total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).1
Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering muncul pada semua jenis batu dan
oleh karena itu menjadi bagian penting perawatan medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Dengan
perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang tersedia untuk pasien, namun
pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah
sakit maupun daerah.7
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan
metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih
pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan
faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. 7
Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal, batu ureter, batu buli-buli dan batu
uretra. Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam
urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lainnya. Semua tipe batu
1
saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu staghorn, namun pada 75% kasus, komposisinya
terdiri dari matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu
fosfat, batu infeksi, atau batu urease.1
B. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menguraikan hal-hal yang berkenaan dengan batu saluran
kemih serta penanggulangan dan pencegahannya. Pembaca diharapkan dapat memahami dan mengetahui
penatalaksanaan batu saluran kemih, serta penanggulangan dan pencegahannya sehingga diharapkan dapat
melakukan usaha-usaha promosi, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif terutama di bidang bedah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.
Sumber : (Nugroho, Ditto. 2009. Batu ginjal. Available at: http://viryacarvalho.com/index.php?
view=article&catid=16:penyakit&id=247:batu-ginjal&format=pdf)
B. Sinonim
2
Nephrolithiasis, kidney stones, renal stones, urinary stones, urolithiasis, ureterolithiasis, kidney
calculi, renal calculi, ureteral calculi, urinary calculi, acute nephrolithiasis, urinary tract stone disease
(Nugroho, Ditto. 2009. Batu ginjal. Available at: http://viryacarvalho.com/index.php?
view=article&catid=16:penyakit&id=247:batu-ginjal&format=pdf)
C. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan
metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih
pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan
faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada
daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika
Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu sauran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau
sedentary life.
(Purnomo, Basuki 2007. Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung seto: Jakarta)
3
D. Epidemiologi
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu mempunyai hubungan
dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa.
Berdasarkan pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di
negara yang mulai berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di
kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif rendah, baik dari batu
saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang,
terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa
tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian di usia 30-60 tahun
atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering
ditemukan pada wanita daripada pria. (Nugroho, Ditto. 2009. Batu ginjal. Available at:
http://viryacarvalho.com/index.php?view=article&catid=16:penyakit&id=247:batu-ginjal&format=pdf)
INSIDENSI UROLITHIASIS
PEMBENTUK BATU India USA Japan UK
Calcium Oxalate Murni 86.1 33 17.4 39.4
Calcium Oxalate bercampur 4.9 34 50.8 20.2Phosphate
Magnesium Ammonium 2.7 15 17.4 15.4Phosphate (Struvite )
Asam Urat 1.2 8.0 4.4 8.0
Cystine 0.4 3.0 1.0 2.8
E. Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang
sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti
pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu.7
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang
terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam
4
urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal
yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan
agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.7
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu
saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal),
dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar
untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di
dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih
yang bertindak sebagai inti batu.7
Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat
maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat sedangkan sisanya berasal dari
batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan batu jenis
lainnya.
Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis
Batu struvit
5
Batu struvit, disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi
saluran kemih. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis
dan kaliks ginjal. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang
dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.1
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah matriks struvit-karbonat-
apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease,
walaupun dapat pula terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.1
Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat
membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit
(Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu
triple-phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak menyebabkan infeksi
saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri pemecah urea.1
Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh batu saluran kemih.
Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalium oksalat, kalium fosfat, atau campuran dari kedua unsur tersebut
Factor terjadinya batu kalsium adalah:
1. hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. Menurut Pak
(1976) terdapat tiga macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain:
a. hiperkalsiuri absortif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus.
b. hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus
ginjal.
6
c. hiperkalsiuri resorbtif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang yang banyak
terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau tumor paratiroid.
2. Hiperoksaluri
3. hiperurikosuri
4. hipositraturia
5. hipomagnesiuria
Batu asam urat
Batu jenis lain
F. Manifestasi Klinis
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena distensi dari kapsul
ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat.
Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang
disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.4
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa
merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem
kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal
saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih, biasanya pada
pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di
daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering
ke kemaluan. Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini.4
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi
pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal
pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi
didapatkan demam-menggigil.4
G. Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis, penyakit batu
perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan
kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat
radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat
diduga jenis batu yang dihadapi.5
7
Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium amonium fosfat akan memberikan
bayangan semiopak, sedangkan batu asam urat murni akan memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn
dapat diidentifikasi dengan foto polos abdomen karena komposisinya yang berupa magnesium ammonium
sulfat atau campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga akan nampak bayangan radioopak.5
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang adanya
batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan sebab terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara terpisah pada batu ginjal
bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih
mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit.
Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran
kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah
tertingggalnya batu.6
H. Diagnosis Banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya distensi usus dan
pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang
kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut.
Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan adneksitis.6
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi bila hematuria
terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat
menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada
batu ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal
polikistik hingga tumor Grawitz.6
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan rencana terapi antara
lain:
1. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio opak di
saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering
dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen). Urutan
radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1.
Jenis Batu Radioopasitas
Kalsium Opak
8
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak
Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih3
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi
adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika
PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal,
sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
3. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan-keadaan:
alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai
echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.
4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.
5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal.
6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali serum.3
J. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak
menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran
kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang
sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.8
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas, namun diderita oleh
seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki
resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan
profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter <5
mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
b. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
9
c. α - blocker
d. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk observasi
adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau
ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi
pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak
ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi. 10
Sumber : http://atanidayrus.wordpress.com/about/IGedeSuryadinata/Algoritma Penatalaksanaan
Batu Saluran Kemih10
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip kerjanya semua sama,
terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada
generasi baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga
memudahkan dalam pengaturan target/posisi tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada
mesin generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter sangat terbatas. Meskipun
demikian mesin generasi baru ini juga punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang
lama, sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.9
(http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/gelombang-kejut-penghancur-batu-ginjal/)
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat penangkal nyeri.
Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya
Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi
ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak.
Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang sudah
pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis. Pada Tahun 1971, Haeusler dan
Kiefer memulai uji coba secara in-vitro penghancuran batu ginjal menggunakan gelombang kejut.
Tahun 1974, secara resmi pemerintah Jerman memulai proyek penelitian dan aplikasi ESWL.
Kemudian pada awal tahun 1980, pasien pertama batu ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich
menggunakan mesin Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian lanjutan dilakukan secara
intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di
Rumah Sakit di Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh Prof.Djoko Raharjo di
Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat generasi terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa
rumah sakit besar di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu elektrohidrolik,
piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi
11
sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air
dan gelatin mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang kejut antara 15-
22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, masih
harus ditinjau efektivitas dan efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu
ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan
kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah
jenis batu apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat
monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita
darah tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-
anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus
dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun
belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran
kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat
yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui
insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan
memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.10
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran
ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.8
PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara teoritis dapat digunakan sebagai
terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan
ESWL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih ada
tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara
perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau
ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.8
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau
dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya
12
berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah
PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan lebih banyak
menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.8
b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah
batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi
langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di
atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman
masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.8
d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang
Dormia).
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara dramatis terapi batu
ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah
sukses dalam memecah batu ureter. Juga batu ureter dapat diekstraksi langsung dengan tuntunan URS.
Dikembangkannya semirigid URS dan fleksibel URS telah menambah cakupan penggunaan URS untuk
terapi batu ureter.8
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan
endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil
batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah
(pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih
yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.11
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Tergantung
pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau
anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2
persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang
besar.11
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang peranan
penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang
disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat
(impacted).11
13
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya
adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per
tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.11
K. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran
kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine
menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri tipe II.4
L. Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang sangat
diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi
sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan
batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang
signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis,
trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan
perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.15
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya disebabkan oleh intervensi,
tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur
kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita
tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi. 15
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan
kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.
Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah
14
pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL.
Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya
ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar,
kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat,
penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi
ini. 15
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan terapi nyeri yang
diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL
dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang
lebih singkat dibandingkan PNL.14
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan. Dari meta-analisis,
kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-
50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas
atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko
kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.15
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis (1,1%) dan steinstrasse
(1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan
adanya kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya
perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data
mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak. 15
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang memerlukan transfusi (21%).
Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami
ekstravasasi urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka
meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%).
Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi
terbuka. 15
M. Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya infeksi serta
obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan
obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena
faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.1
15
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu, sisanya
masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada
pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula
oleh pengalaman operator.1
BAB III
KESIMPULAN
1. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.
2. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu. Terbentuknya batu saluran kemih
diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan rencana terapi antara lain Foto
Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena (PIV), Ultrasonografi, pemeriksaan mikroskopik urin, Renogram,
analisis batu, kultur urin, DPL, ureum, kreatinin, elektrolit.
4. Penatalaksanaan batu di RS Margono Soekarjo masih menggunakan bedah terbuka (nefrolitotomi dan
ureterolitotomi).
5. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih
yang diperoleh dari analisis batu.
6. Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder, serta komplikasi dari terapi, baik
invasif maupun noninvasif.
7. Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi.
8. Jumlah pasien batu saluran kemih di RS Margono Soekarjo dalam kurun waktu 1 Januari 2005-31 Desember
2009 adalah 492 pasien.
9. Jumlah pasien batu saluran kemih terbanyak berada pada rentang usia 30-50
10. Penatalaksanaan batu saluran kemih di RS Margono Soekarjo paling banyak adalah terapi konservatif
dibanding terapi operatif. pasien nefrolitiasis dilakukan terapi konservatif sebanyak 237 (63,5%), operatif
sebanyak 136 (36,5%), dan pasien ureterolitiasis dilakukan terapi konservatif sebanyak 71 (59,7%), operatif
sebanyak 48 (40%).
11. Tidak ada data yang lengkap mengenai terapi konservatif, namun dari 20 pasien yang diambil, didapatkan
pasien pulang atas permintaan sendiri sebanyak 4 orang, dan pasien yang dirujuk sebanyak 1 orang.
16