49901167 gangguan psikiatri pada lansia
TRANSCRIPT
GANGGUAN PSIKIATRIPADA PASIEN LANJUT USIA
Pembimbing :
Prof. Dr. dr. H. A. Prayitno, Sp.KJ (K)
Disusun Oleh :
Indah Sandy Febryanti030.05.113
i
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWARUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIJAKARTA 2010
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB II. PROSES PENUAAN PADA LANJUT USIA 2
II.1. Batasan Lanjut Usia 2
II.2. Proses Penuaan 2
BAB III. PEMERIKSAAN PSIKIATRIK PADA PASIEN LANJUT USIA 4
III.1. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium 4
III.2. Riwayat Psikiatri 4
III.3. Pemeriksaan Status Mental 5
III.4. Pemeriksaan Neuropsikologi 7
BAB IV. EPIDEMIOLOGI GANGGUAN MENTAL PADA PASIEN LANJUT USIA 8
BAB V. GANGGUAN MENTAL PADA PASIEN LANJUT USIA 10
V.1. Gangguan Demensia 10
V.2. Gangguan Depresif 12
V.3. Gangguan Bipolar 1 13
V.4. Gangguan Skizofrenia 14
V.5. Gangguan Delusional 14
V.6. Gangguan Kecemasan 15
V.7. Gangguan Somatoform 15
V.8. Gangguan Tidur 16
BAB VI. PENATALAKSANAAN GANGGUAN PSIKIATRI PADA PASIEN LANJUT USIA 17
VI.1. Terapi Psikofarmakologis 17
VI.2. Psikoterapi 18
BAB VI. KESIMPULAN 19
DAFTAR PUSTAKA 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Usia lanjut bukanlah sebuah penyakit melainkan sebuah fase dalam siklus
kehidupan yang memiliki karakter tersendiri pada setiap fase perkembangan. Usia lanjut
terkait dengan matangnya pemikiran yang bijak yang bisa diwariskan kepada generasi
berikutnya, salah satu tugas pada usia lanjut yang dikemukakan oleh Erik Erikson
tentang usia lanjut yang sehat yaitu integritas dan bukan putus asa.
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil
dengan meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. Menurut DepKes RI pada tahun
2005 tentang umur harpan hidup pada perempuan 68,2 tahun dan pada laki-laki 64,3
tahun. Harapan hidup orang Indonesia pada tahun 2015 sampai 2020 mencapai 70
tahun atau lebih. Jumlah penduduk lanjut usia mencapai 24 juta jiwa bahkan lebih atau
sekitar 9,77 % dari total penduduk.
Data prevalensi untuk gangguan mental pada pasien lanjut usia bervariasi,
namun secara konservatif diperkirakan sebanyak 25 persen memiliki gejala psikiatri yang
signifikan. Angka morbiditas gangguan psikiatri pada pasien lanjut usia diperkirakan
meningkat hingga 20 juta pada pertengahan abad 20 nanti.
Pemeriksaan psikiatri pada pasien lanjut usia sama dengan yang berlaku pada
dewasa muda. Namun dokter harus lebih teliti agar dapat memastikan pasien mengerti
sifat dan tujuan pemeriksaan dikarenakan tingginya prevalensi gangguan kognitif pada
pasien lanjut usia.
Referat ini membahas secara singkat mengenai macam-macam gangguan
psikiatri yang mungkin terjadi pada pasien lanjut usia, berhubungan dengan proses
penuaan yang terjadi. Pemeriksaan psikiatri yang baik diperlukan untuk dapat
mendiagnosis gangguan psikiatri pada pasien lanjut usia dan pengetahuan akan proses
penuaan berpengaruh terhadap penatalaksaan yang akan direncanakan.
1
BAB II
PROSES PENUAAN PADA LANJUT USIA
II. 1 BATASAN LANJUT USIA
WHO (1989) telah mencapai konsensus bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia
(elderly) adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih. Menurut Departemen
Kesehatan RI, batasan lanjut usia adalah seseorang dengan usia 60-69 tahun. Sedangkan
usia lebih dari 70 tahun dan lanjut usia berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan seperti kecacatan akibat sakit disebut lanjut usia resiko tinggi.
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil
dengan meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. Menurut DepKes RI pada tahun
2005 tentang umur harapan hidup pada perempuan 68,2 tahun dan pada laki-laki 64,3
tahun. Harapan hidup orang Indonesia pada tahun 2015 sampai 2020 mencapai 70
tahun atau lebih. Jumlah penduduk lanjut usia mencapai 24 juta jiwa bahkan lebih atau
sekitar 9,77 % dari total penduduk.
Diperkirakan pada akhir tahun 2030, populasi penduduk lanjut usia keseluruhan
mencapai jumlah 70 juta dan pada tahun 2050 mencapai 82 juta.
II. 2. PROSES PENUAAN
Dalam beberapa dekade terakhir, perhatian dunia medis terhadap proses
penuaan dan permasalahan yang timbul pada orang usia lanjut meningkat. Banyak
penelitian dilakukan untuk lebih memahami proses penuaan baik dari segi fisiologis,
psikologis, dan sosiologis. Para peneliti menyadari pentingnya membedakan proses
penuaan yang fisiologis dan penuaan yang bersifat patologis. Efek proses penuaan yang
fisiologis penting untuk dipahami sebagai dasar respons terhadap pengobatan atau
terapi serta komplikasi yang timbul.
Variabel-variabel fisiologis seperti kardiovaskuler, sistem imun, endokrin, ginjal,
dan paru, menunjukan penurunan fungsi dan perubahan seiring dengan meningkatnya
2
usia. Namun, perubahan pada salah satu organ akibat usia tidak menjadikannya sebagai
prediktor atau tolak ukur bahwa akan terjadi perubahan-perubahan pada organ yang
lainnya. Sebagai contoh, seseorang yang tampak sehat pada usianya yang ke-60
ternyata ditemukan curah jantungnya menurun. Hasil pemeriksaan tersebut tidak
bernilai dalam memprediksikan kapan ginjal, kelenjar tiroid, sistem saraf simpatis, atau
organ lain orang tersebut mengalami perubahan.
Perubahan fisiologis dengan tidak disertainya suatu penyakit yang terjadi pada
individu yang lebih tua merupakan hal yang tidak berbahaya dan bukan merupakan
suatu faktor risiko yang signifikan. Perubahan fisiologis pada usia “normal” yang tidak
disertai dengan penyakit, sangat bervariasi. Akan tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor
intrinsik seperti gaya hidup, diet, aktivitas, nutrisi, paparan lingkungan, dan komposisi
tubuh memegang peran yang penting.
Perjalanan dari perubahan fisiologis atau psikologis dengan bertambahnya usia
pada masing-masing individu dipengaruhi proses penuaan intrinsik dan bermacam
faktor ekstrinsik, contohnya genetik, pengaruh lingkungan, gaya hidup, diet, faktor
psikososial.
Ada perubahan yang terjadi seiring dengan peningkatan usia tampak menyerupai
gejala klinis yang sesungguhnya berbeda, hal ini menyebabkan sulitnya mendiagnosis
secara tepat pada orang usia lanjut.
Proses penuaan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu proses normal yang
harus dimengerti dengan jelas untuk mendiagnosis secara tepat kemudian memberikan
penatalaksanaan yang tepat sehingga beban yang dirasakan akibat penyakit dapat
berkurang. Namun, perubahan fungsi beberapa organ patut diperhitungkan dalam
pemberian terapi farmasi agar tepat sasaran dan tidak membahayakan.
3
BAB III
PEMERIKSAAN PSIKIATRIK PADA PASIEN LANJUT USIA
Format pemeriksaan psikiatri pada pasien lanjut usia sama dengan yang berlaku
pada dewasa muda. Namun dokter harus lebih teliti agar dapat memastikan pasien
mengerti sifat dan tujuan pemeriksaan dikarenakan tingginya prevalensi gangguan
kognitif pada pasien lanjut usia. Jika pasien mengalami gangguan kognitif, riwayat
tersendiri haris didapatkan dari anggota keluarga atau pengasuhnya.
1. PEMERIKSAAN FISIK DAN LABORATORIUM
Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dilakukan mengingat banyaknya
perubahan fisiologis yang terjadi pada proses penuaan. Pemeriksaan
laboratorium dan pencitraan dapat membantu menegakkan diagnosis dan
mendeteksi kondisi yang dapat diobati. Tomografi komputer, pencitraan
resonansi magnetik, atau pemeriksaan penunjang lainnya dapat diindikasikan
bilamana ditemukan perubahan status mental yang belum jelas. Termasuk
medikasi yang saat ini sedang digunakan untuk mengatasi penyakit fisiknya,
untuk mengetahui apakah ada efek samping psikiatriknya.
2. RIWAYAT PSIKIATRI
Pasien yang berusia di atas 65 tahun sering memiliki keluhan subjektif
adanya gangguan daya ingat yang ringan, seperti tidak mengingat nama orang
atau keliru meletakkan benda. Masalah kognitif ringan juga dapat terjadi karena
kecemasan dalam situasi wawancara. Fenomena ini dapat dijelaskan dalam
istilah ”kelupaan lanjut usia yang ringan” (benign sensecent forgetfulness).
Riwayat medis termasuk riwayat penyalahgunaan zat harus dicatat
sebagai kemungkinan penyebab defisit yang terjadi sekarang. Begitu juga dengan
4
riwayat masa kanak dan remaja untuk mengetahui organisasi kepribadian pasien
dan mekanisme pertahanan yang dia gunakan.
Penting juga untuk dokter mengetahui riwayat pekerjaan pasien dan
hubungan sosial pasien. Berhubungan dengan masalah pensiun dan rencana
masa depan serta apakah ada ketakutan ataupun harapan pasien. Situasi sosial
pasien sekarang harus dinilai yaitu siapa yang merawat pasien sekarang,
bagaimana keadaan keluarga ataupun anak-anak pasien. Semua ini menjadi
bekal pertimbangan dokter dalam membuat anjuran terapi yang realistik.
Riwayat perkawinan dan riwayat seksual pasien juga perlu ditanyakan.
Karena masalah yang sering dihadapi pada usia lanjut adalah kematian pasangan
dan peristiwa tersebut dapat berdampak pada defisit yang terjadi saat ini.
3. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pada pasien lanjut usia, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan status
mental berulang-ulang karena adanya perubahan yang berfluktuasi dalam status
mental pasien. Riwayat longitudinal dari pasien atau keluarga penting nilainya.
DESKRIPSI UMUM
Termasuk di dalam bagian ini adalah penampilan pasien, aktivitas
psikomotorik, sikap terhadap pemeriksa dan aktivitas bicara. Gangguan motorik
seperti gaya berjalan yang menyeret, postur bungkuk, gerakan jari memilin pil,
tremor harus dicatat. Gerakan involunter pada mulut atau lidah mungkin
merupakan efek samping fenotiazine. Wajah seperti topeng pada penyakit
Parkinson. Air mata atau menangis dapat ditemukan pada gangguan depresif
dan gangguan kognitif, terutama jika pasien merasa frustasi tidak bisa menjawab
pertanyaan pemeriksa.
PENILAIAN FUNGSI
Tanyakan mengenai kemampuan mereka mempertahankan kemandirian
dan melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari yaitu toilet, menyiapkan
makanan, berpakaian, berdandan.
5
ALAM PERASAAN
Gangguan pada keadaan mood, terutama adalah depresi dan kecemasan
dapat mengganggu fungsi daya ingat. Tanyakan mengenai pikiran bunuh diri,
apakah pasien merasa tidak lagi berharga, merasa lebih baik mati dan jika mati,
tidak membebani orang lain lagi. Suatu mood yang meluas atau euforik mungkin
menyatakan suatu episode manik atau mungkin merupakan bagian dari
gangguan demensia. Afek yang datar, tumpul, terbatas, dangkal atau tidak
sesuai, dapat merujuk ke gangguan depresif, skizofrenia atau disfungsi otak.
GANGGUAN PERSEPSI
Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia mungkin merupakan fenomena
transien yang disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus
mencatat dengan teliti kelainan yang terjadi apakah berhubungan dengan suatu
kondisi organik. Halusinasi dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologi lokal.
KEMAMPUAN BERBAHASA
Mencakup afasia, yang merupakan gangguan pengeluaran bahasa yang
berhubungan dengan lesi organik otak. Pada afasia Broca, pengertian pasien
tetap utuh tetapi kemampuan untuk berbicara terganggu, salah diucapkan. Pada
afasia Wernicke, pasien diminta menunjukkan beberapa benda sederhana yang
umum (kunci, pensil, tombol lampu). Pasien mungkin tidak dapat menunjukkan
kegunaan benda sederhana tersebut (apraksia ideomotorik).
FUNGSI VISUOSPASIAL
Suatu penurunan kapasitas fungsi visuospasial adalah normal dengan
bertambahnya usia. Pemeriksaan neuropsikologi harus dilakukan jika fungsi
visuospasial sangat terganggu.
ALAM PIKIRAN
6
Hilangnya kemampuan untuk berpikir abstrak merupakan tanda awal dari
demensia. Isi pikiran harus diperiksa mengenai fobia, obsesi, preokupasi somatik
dan kompulsi. Gagasan bunuh diri pun harus diperiksa dengan teliti.
SENSORIUM DAN KOGNISI
Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indera tertentu dan kognisi
mempermasalah proses informasi dan intelektual.
PERTIMBANGAN
Adalah kapasitas umtuk bertindak sesuai dalam berbagai situasi. Sebagai
contoh, apakah yang akan pasien lakukan bila menemukan sebuah amplop di
jalan dengan perangko dan alamat sudah tertulis? Apa yang akan dilakukan bila
mencium bau asap di dalam bioskop? Dapatkah pasien membedakan?
4. PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah tes fungsi kognitif yang
paling sering digunakan. Menilai orientasi, atensi, berhitung, daya ingat segera
dan jangka pendek, bahasa dan kemampuan untuk mengikuti perintah
sederhana. MMSE digunakan untuk mendeteksi gangguan sederhana, perjalanan
penyakit dan untuk monitor respon pasien terhadap terapi. Tes ini tidak
digunakan untuk membuat suatu diagnosis resmi.
Weschler Adult Intelligence Scale – Revised (WAIS-R) dapat memeriksa
kemampuan intelektual yang memberikan skor verbal, skor intelegensia (IQ) dan
kinerja. Bagian kinerja dari WAIS-R adalah indikator yang lebih peka dari
kerusakan otak dibandingkan bagian verbalnya.
Geriatric Depression Scale adalah instrumen penyaring yang berguna
untuk memeriksaan depresi pada pasien lanjut usia, walaupun tanpa adanya
demensia, sering mengganggu kinerja psikomotorik.
7
BAB IV
EPIDEMIOLOGI GANGGUAN MENTAL PADA PASIEN LANJUT USIA
Data prevalensi untuk gangguan mental pada pasien lanjut usia bervariasi,
namun secara konservatif diperkirakan sebanyak 25 persen memiliki gejala psikiatri yang
signifikan. Angka morbiditas gangguan psikiatri pada pasien lanjut usia diperkirakan
meningkat hingga 20 juta pada pertengahan abad 20 nanti.
Prevalensi nasional Gangguan Mental Emosional Pada Penduduk Umur lebih dari
sama dengan 15 tahun adalah 11,6% (berdasarkan Self Reported Questionnarie).
Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi Gangguan Mental Emosional Pada
Penduduk Umur ≥ 15 Tahun diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Papua Barat.
Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia adalah sebesar 4,6‰. Prevalensi
tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (20,3‰) yang kemudian secara berturut turut
diikuti oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (18,5‰), Sumatera Barat (16,7‰), Nusa
Tenggara Barat (9,9‰), Sumatera Selatan (9,2‰). Prevalensi terendah terdapat di
Maluku (0,9‰).
Prevalensi gangguan mental emosional meningkat sejalan dengan pertambahan
usia. Berdasarkan umur, tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas (33,7%).
Kelompok yang rentan mengalami gangguan mental emosional adalah kelompok
dengan jenis kelamin perempuan (14,0%), kelompok yang memiliki pendidikan rendah
(paling tinggi pada kelompok tidak sekolah, yaitu 21,6%), kelompok yang tidak bekerja
8
(19,6%), tinggal di perdesaan (12,3%), serta pada kelompok tingkat pengeluaran rumah
tangga per kapita terendah.
9
BAB V
GANGGUAN MENTAL PADA LANJUT USIA
Program Epidemiological Catchment Area (ECA) dari National Institude of Mental
Health telah menemukan bahwa gangguan mental yang paling sering pada lanjut usia
adalah gangguan depresif, gangguan kognitif, fobia dan gangguan pemakaian alkohol.
Lanjut usia juga memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri dan gejala psikiatrik akibat obat.
Banyak gangguan mental pada lanjut usia dapat dicegah, dihilangkan atau bahkan
dipulihkan. Jika tidak didiagnosis dengan akurat dan diobati tepat waktu, kondisi
tersebut dapat berkembang menjadi keadaan ireversibel yang membutuhkan
institusionalisasi pasien.
Sejumlah faktor resiko psikososial juga mempredisposisikan lanjut usia pada
gangguan mental. Faktor resiko tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya
otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatam, peningkatan
isolasi, keterbatasan finansialm dan penurunan fungsi kognitif.
V. 1. GANGGUAN DEMENSIA
Demensia, suatu gangguan intelektual yang umumnya progresif dan ireversibel,
meningkat prevalensinya dengan bertambahnya usia. Dari orang Amerika yang berusia
lebih dari 65 tahun, kira-kira 5 persen mengalami demensia parah, dan 15 persen
mengalami demensia ringan. Dari orang Amerika yang berusia lebih dari 80 tahun, kira-
kira 20 persennya menderita demensia parah.
Berbeda dengan retardasi mental, gangguan intelektual pada demensia terjadi
dengan berjalannya waktu yaitu fungsi mental yang sebelumnya telah tercapai secara
bertahap akan hilang. Perubahan karakteristik dari demensia melibatkan fungsi kognisi,
daya ingat, bahasa dan fungsi visuospasial, tetapi gangguan perilaku adalah sering.
10
Gangguan perilaku adalah berupa agitasi, kegelisahan, berkelana, penyerangan,
kekerasan, berteriak, disinhibisi social dan seksual, impulsivitas, gangguan tidur dan
waham. Waham dan demensia terjadi selama perjalanan demensia pada hampir 75
persen dari semua pasien.
Walaupun demensia yang berhubungan dengan lanjut usia biasanya disebabkan
oleh penyakit degenerative primer sistem saraf pusat dan penyakit vascular, banyak
faktor berperan dalam gangguan kognitif, pada lanjut usia, penyebab campuran dari
demensia sering ditemukan.
Demensia telah diklasifikasikan sebagai kortikal dan subkortikal, tergantung pada
letak lesi serebral. Suatu demensia subkortikal adalah ditemukan pada penyakit
Huntington, penyakit Parkinson, hidrosefalus tekanan normal, demensia multi-infark,
dan penyakit Wilson. Demensia subkortikal adalah disertai dengan gangguan
pergerakan, apraksia gaya berjalan, retardasi psikomotor, apati dan mutisme akinetik
yang dapat dikacaukan dengan katatonia. Demensia kortikal adalah ditemukan pada
demensia tipe Alzheimer dan penyakit Pick, yang sering menunjukkan afasia, agnosia,
dan apraksia. Dalam praktek klinis, dua jenis demensia ini tumpang tindih, dan diagnosis
yang tepat hanya dapat dibuat dengan otopsi.
DEMENSIA TIPE ALZHEIMER
Dari semua pasien dengan demensia, 50 sampai 60 persen nya memiliki
demensia tipe Alzheimer, yang merupakan tipe demensia tersering. Prevalensi
demensia tipe Alzheimer adalah lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.
Demensia tipe Alzheimer ditandai oleh penurunan fungsi kognitif dengan onset
yang bertahap dan progresif. Daya ingat mengalami gangguan dan sekurangnya
ditemukan satu seperti afasia, apraksia, agnosia dan gangguan fungsi eksekutif. Urutan
umum defisit adalah daya ingat, bahasa dan fungsi visuospasial. Awalnya, pasien
mungkin memiliki suatu ketidakmampuan mempelajari dan mengingat informasi baru,
selanjutnya gangguan penamaan, selanjutnya ketidakmampuan untuk mencontoh
gambar.
11
Penyebab penyakit Alzheimer adalah tidak diketahui, walaupun pemeriksaan
neuropatologi dan biokimiawi postmortem telah menemukan kehilangan selektif
neuron kolinergik. Temuan anatomik makroskopis adalah penurunan volume girus pada
lobus frontalis dan temporalis, dengan relatif terjaganya korteks motorik dan sensorik
primer.
Demensia tipe Alzheimer tidak memiliki pencegahan atau penyembuhan yang
tidak diketahui. Terapi adalah paliatif, terdiri dari nutrisi yang tepat, latihan dan
pengawasan aktifitas sehari-hari. Medikasi mungkin berguna dalam menangani agitasi
dan gangguan perilaku. Propanolol, pindolol, buspirone dan valproate semuanya telah
dilaporkan membantu menurunkan agitasi dan agresi. Haloperidol berguna untuk
mengendalikan gangguan perilaku akut.
DEMENSIA VASKULAR
Demensia vaskular adalah tipe demensia kedua yang tersering. Demensia ini
ditandai oleh defisit kognitif yang sama seperti demensia tipe Alzheimer ,tetapi
demensia ini memiliki tanda gejala neurologis fokal, seperti meningkatnya refleks
tendon dalam, respon plantar ekstensor, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan,
dan kelemahan pada anggota gerak. Dibandingkan dengan demensia tipe Alzheimer,
demensia vaskular memiliki onset yang tiba-tiba dan merupakan penyebab pemburukan
yang bertahap. Demensia vaskular mungkin dapat dicegah dengan menurunkan factor
resiko yang diketahui, seperti hipertensi, diabetes, merokok, dan aritmia. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan pencitraan resonansi magnetik (MRI) dan pemeriksaan aliran
darah serebral.
V. 2. GANGGUAN DEPRESIF
Gejala depresif ditemukan pada kira-kira 25 persen dari semua penduduk
komunitas lanjut usia dan pasien rumah perawatan. Tanda dan gejala yang sering dari
gangguan depresif adalah penurunan energi dan konsentrasi, gangguan tidur (terutama
terbangun dini hari dan sering terbangun di malam hari), penurunan nafsu makan,
12
penurunan berat badan, dan keluhan somatik. Gejala yang tampak mungkin berbeda
dibandingkan dengan pasien dewasa muda, pada pasien lanjut usia terdapat
peningkatan pada keluhan somatik.
Lanjut usia rentan terhadap episode depresif berat dengan ciri melankolik,
ditandai oleh depresi, hipokondriasis, harga diri yang rendah, perasaan tidak berharga,
dan kecenderungan menyalahkan diri sendiri, dengan ide paranoid dan bunuh diri.
Hampir 75 persen dari semua korban bunuh diri menderita depresi dan penyalahgunaan
alkohol. Resiko bunuh diri yang tinggi bila diapatkan perasaan kesepian, tidak berguna,
tidak berdaya, putus asa terutama bila hidup sendirian, kematian pasangan yang belum
lama terjadi dan nyeri somatik.
Pada pasien lanjut usia yang mengalami depresi, kadang terdapat gangguan
kognitif yang dinamakan sindroma pseudodemensia. Sindrom ini harus dibedakan
dengan demensia yang sebenarnya. Pada pseudodemensia, ada defisit konsentrasi dan
atensi dan jarang disertai dengan gangguan berbahasa.
Depresi juga kemungkinan berhubungan dengan penyakit fisik yang dialami dan
medikasi yang digunakan untuk mengobati penyakit tersebut.
V. 3. GANGGUAN BIPOLAR I
Gangguan bipolar I biasanya dimulai pada masa dewasa pertengahan, walaupun
prevalensi seumur hidup sebesar 1 persen adalah stabil sepanjang hidup. Kerentanan
akan rekurensi tetap, sehingga pasien dengan riwayat gangguan bipolar I mungkin
datang dengan periode manik di kemudian hari.
Tanda dan gejala mania pada lanjut usia adalah serupa dengan tanda dan gejala
pada orang dewasa yang lebih muda dan berupa mood yang meninggi, ekspansif, atau
mudah tersinggung; penurunan kebutuhan akan tidur; distraktibilitas; impulsivitas; dan,
sering kali, asupan alkohol yang berlebihan. Perilaku bermusuhan atau paranoid
biasanya ditemukan. Adanya gangguan kognitif, disorientasi, atau tingkat kesadaran
yang berfluktuasi harus menyebabkan klinisi curiga akan penyebab organik.
13
Lithium tetap merupakan terapi terpilih untuk mania; tetapi, pemakaiannya pada
pasien lanjut usia harus dimonitor dengan cermat, karena penurunan klirens pada lanjut
usia menyebabkan toksisitas lithium adalah resiko yang bermakna. Efek neurotoksik
juga lebih sering pada lanjut usia dibandingkan pada dewasa yang lebih muda.
V. 4. SKIZOFRENIA
Skizofrenia biasanya mulai pada masa remaja akhir atau masa dewasa muda dan
menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia onset lambat
dibandingkan laki-laki. Prevalensi skizofrenia paranoid tinggi pada tipe onset lambat.
Kira-kira 20 persen orang skizofrenia tidak menunjukkan gejala aktif pada usia 65
tahun, 80 persen menunjukkan gangguan dengan berbagai tingkatan. Psikopatologi
menjadi kurang jelas saat pasien bertambah tua. Skizofrenia tipe residual terjadi pada
kira-kira 30 persen. Pasien yang tidak mampu merawat dirinya sendiri, dianjurkan
dirawat di rumah sakit dalam waktu jangka panjang.
Orang lanjut usia dengan skizofrenik adalah berespon baik terhadap obat
antipsikotik. Medikasi harus diberikan dengan hati-hati. Dosis yang lebih rendah dari
biasanya sering efektif pada lanjut usia.
V. 5. GANGGUAN DELUSIONAL
Usia onset gangguan delusional biasanya antara usia 40 dan 55 tahun; tetapi,
gangguan ini dapat terjadi kapan saja dalam periode geriatrik. Gangguan delusional
terjadi dibawah stress fisik dan psikologis pada orang yang rentan dan mungkin
dicetuskan oleh kematian pasangan, kehilangan pekerjaan, pensiun, isolasi sosial,
keadaan finansial yang tidak baik, penyakit medis atau pembedahan yang menimbulkan
kecacatan, gangguan penglihatan, dan ketulian.
Waham yang tersering adalah waham kejar dan gangguan delusional dengan
onset lambat yang ditandai dengan waham kejar, disebut parafrenia. Gangguan ini
timbul selama beberapa tahun dan tidak disertai dengan demensia. Pasien dengan
riwayat keluarga skizofrenia menunjukkan peningkatan parafrenia. Tidak jarang, waham
14
somatik juga dapat ditemukan. Sindroma delusional mungkin juga diakibatkan oleh
medikasi atau merupakan tanda awal tumor otak.
Prognosis cukup baik pada sebagian besar kasus, dengan hasil terbaik dicapai
melalui kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi.
V. 6. GANGGUAN KECEMASAN
Gangguan kecemasan berupa gangguan panic, fobia, gangguan obsesif
kompulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, dan gangguan stress
pascatraumatik. Menurut ECA, gangguan paling sering adalah fobia sebanyak 4 persen
dan gangguan panik sebanyak 1 persen. Onset awal gangguan panik adalah jarang tetapi
dapat terjadi.
Orang lanjut usia telah harus menyiapkan diri menghadapi kematian dan
kecemasan dapat timbul akibat pikiran mengenai kematian, bukan dengan ketenangan
hati dan rasa integritas menurut Erik Erikson. Tanda dan gejala fobia pada lanjut usia
kurang parah dibandingkan pada orang yang lebih muda tetapi efeknya sama. Gangguan
pascatraumatik sering lebih parah pada lanjut usia dibandingkan pada orang muda
karena adanya kecacatan fisik yang menyertai pada lanjut usia.
V. 7. GANGGUAN SOMATOFORM
Gangguan somatoform, ditandai oleh gejala fisik yang menyerupai penyakit
medis, adalah relevan dengan psikiatri geriatrik karena keluhan somatic sering
ditemukan pada lanjut usia.
Hipokondriasis sering ditemukan pada pasien berusia diatas 60 tahun, walaupun
insiden puncak adalah pada kelompok usia 40 sampai 50 tahun. Gangguan biasanya
kronis dan pemeriksaan fisik ulang berguna untuk menenteramkan pasien bahwa
mereka tidak memiliki penyakit yang mematikan. Tetapi prosedur invasif yang memiliki
resiko tinggi, harus dihindari.
15
V. 8. GANGGUAN TIDUR
Fenomena yang berhubungan dengan tidur yang lebih sering pada orang usia
lanjut adalah gangguan tidur, mengantuk di siang hari, tidur sejenak di siang hari dan
pemakaian obat hipnotik.
Disamping perubahan fisiologis dan sistem regulasi, penyebab gangguan tidur
pada lanjut usia adalah gangguan tidur primer, gangguan mental lain, kondisi medis
umum, dan faktor sosial dan lingkungan. Di anatara gangguan tidur primer, disomnia
adalah yang paling sering, terutama insomnia primer, mioklonus nocturnal, sindroma
kaki gelisah (restless leg syndrome) dan apnea tidur. Kondisi yang sering menggangu
tidur pada lanjut usia adalah nyeri, nokturia, sesak nafas, dan nyeri perut.
Alkohol dengan jumlah yang kecil sekalipun dapat mengganggu kualitas tidur,
yang menyebabkan fragmentasi tidur dan terbangun di dini hari. Alkohol juga dapat
mencetuskan atau memperberat apnea tidur obstruktif. Banyak pasien lanjut usia
menggunakan alkohol, hipnotik, dan depresan sistem saraf pusat lain unutk membantu
mereka tertidur. Tetapi, data menunjukkan bahwa sebagian besar pasien lanjut usia
lebih banyak mengalami terbangun dini hari dibandingkan gangguan dalam tertidur.
Perubahan dalam struktur tidur di lanjut usia adalah tidur gerakan mata cepat
(rapid aye movement, REM) sepanjang malam, peningkatan jumlah episode REM,
penurunan lama episode, penurunan tidur REM total. Perubahan tidur gerakan mata
lambat (non rapid eye movement, NREM) yaitu penurunan amplitude gelombang delta.
Di samping pada lanjut usia juga mengalami bertambahnya terjaga setelah onset tidur.
16
BAB VI
PENATALAKSANAAN GANGGUAN PSIKIATRI
PADA PASIEN LANJUT USIA
VI.1. TERAPI PSIKOFARMAKOLOGIS
Tujuan utama terapi farmakologis pada lanjut usia adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup, mempertahankan mereka dalam komunitas dan menunda atau
menghindari penempatan mereka di rumah perawatan.
Prinsip dasar psikofarmakologi geriatri adalah individualisasi dosis, karena
berhubungan dengan perubahan fisiologis pada proses penuaan. Penurunan klirens
obat dapat terjadi pada gangguan ginjal, gangguan kardiovaskular dan penurunan curah
jantung. Penyakit hati menyebabkan penurunan kemampuan metabolisme obat.
Penyakit gastrointestinal dan penurunan sekresi asam lambung mempengaruhi absorpsi
obat. Massa tubuh yang tidak berlemak (lean body mass) menurun pada lanjut usia dan
lemak tubuh meningkat mempengaruhi distribusi obat.
Pada lanjut usia, pedoman tertentu tentang pemakaian semua obat harus diikut.
Pemeriksaan medis praterapi adalah penting, termasuk elektrokardiogram (EKG).
Seluruh obat-obatan yang sedang diminum penting untuk dievaluasi efek sampingnya
dan efek interaksi dengan obat psikotropika yang akan diberikan.
Sebagian besar obat psikotropika harus diberikan dalam dosis terbagi yang sama
tida atau empat kali selama periode 24 jam. Pasien lanjut usia mungkin tidak mampu
mentoleransi peningkatan kadar obat dalam darah yang tiba-tiba yang disebabkan dari
dosis sekali sehari yang besar. Klinisi harus sering memeriksa kembali semua pasien
untuk menentukan perlunya medikasi pemeliharaan, perubahan dalam dosis dan
perkembangan efek samping. Jika pasien sedang menggunakan obat psikotropika saat
pemeriksaan, klinisi harus mengentikan medikasi tersebut juka dimungkinan dan setelah
17
periode pembersihan (washout period), periksa ulang pasien selama keadaan dasar yang
bebas dari obat.
VI.2 PSIKOTERAPI
Intervensi psikoterapi standar seperti psikoterapi berorientasi tilikan, psikoterapi
suportif, terapi kognitif, terapi kelompok dan terapi keluarga harus tersedia bagi pasien
lanjut usia. Menurut Freud, orang berusia lebih dari 50 tahun tidak cocok untuk
psikoanalisi karena tidak adanya elastisitas pada proses mental mereka.
Masalah dalam terapi yang berkaitan dengan usia dan yang sering adalah
kebutuhan untuk beradaptasi terhadap kehilangan pasangan hidup, perlunya menerima
peran baru (pensiun, lepas dari peran yang sebelumnya) dan kebutuhan untuk
menerima kematian diri sendiri. Psikoterapi membantu lanjut usia menghadapi masalah
tersebut, meningkatkan hubungan interpersonal, psikoterapi meningkatkan harga diri
dan keyakinan diri, menurunkan perasaan ketidakberdayaan dan kemarahan dan
memperbaiki kualitas hidup. Bentuk psikoterapi yang dilakukan adalah transferensi,
terapi kelompok, terapi keluarga dan terapi singkat.
18
BAB VII
KESIMPULAN
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil
dengan meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. Menurut DepKes RI pada tahun
2005 tentang umur harapan hidup pada perempuan 68,2 tahun dan pada laki-laki 64,3
tahun. Harapan hidup orang Indonesia pada tahun 2015 sampai 2020 mencapai 70
tahun atau lebih. Jumlah penduduk lanjut usia mencapai 24 juta jiwa bahkan lebih atau
sekitar 9,77 % dari total penduduk.
Angka morbiditas gangguan psikiatri pada pasien lanjut usia diperkirakan
meningkat hingga 20 juta pada pertengahan abad 20 nanti. Prevalensi gangguan mental
emosional meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Berdasarkan umur, tertinggi
pada kelompok umur 75 tahun ke atas (33,7%).
Maka dari itu, diperlukan pemeriksaan psikiatri yang rinci pada pasien lanjut usia
agar dapat memastikan pasien mengerti sifat dan tujuan pemeriksaan dikarenakan
tingginya prevalensi gangguan kognitif pada pasien lanjut usia. Karena proses penuaan
bukanlah suatu penyakit melainkan suatu proses normal yang harus dimengerti dengan
jelas untuk mendiagnosis secara tepat kemudian memberikan penatalaksanaan yang
tepat sehingga beban yang dirasakan akibat penyakit dapat berkurang.
Seluruh stressor pada pasien lanjut usia baik yang bersifat fisik dan psikososial
harus dapat dinilai agar penatalaksanaan yang holistik dapat tercapai dengan tujuan
utama untuk meningkatkan kualitas hidup, mempertahankan mereka dalam komunitas
dan menunda atau menghindari penempatan mereka di rumah perawatan. Oleh karena
itu kesiapan fisik serta mental maupun kerasnya ikhtiar diperlukan untuk dapat
bersama-sama mewujudkan keinginan melihat generasi tua kita dapat menjalani hari
tua yang berkualitas.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ and Grebb JA. Kaplan-Sadock. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1. Alih
bahasa : Wijaya Kusuma. Jakarta : Bina Rupa Aksara. 2010. Hal 867-891.
2. Busse EW and Blazer DG. Textbook of Geriatry Psychology. Edisi kedua.
Washington : The American Psychiatric Press. 1997. Hal 155-263.
3. Sadock BJ, Sadock VA. Concise Textbook of Clinical Psychiatry. Edisi kedua.
Philadelphia : The William-Wilkins. 2004. Hal 599-602.
4. Sadock BJ, Sadock VA. Synopsis of Psychiatry. Edisi kesepuluh. Philadelphia : The
William-Wilkins. 2007. Hal 1348-1358.
5. Kaplan HI, Sadock BJ and Grebb JA. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri jilid 1. Alih
bahasa : Wijaya Kusuma. Jakarta : Bina Rupa Aksara. 2010. Hal 116-134.
6. WebMD. Alzheimer's Disease and Other Forms of Dementia. Diunduh dari :
http://www.webmd.com/alzheimers/guide/alzheimers-dementia. Diakses
tanggal 10 Desember 2010.
7. Alzheimer's Society. What is vascular dementia? Diunduh dari :
http://alzheimers.org.uk/site/scripts/documents_info.php?
categoryID=200137&documentID=161&pageNumber=1. Diakses tanggal 10
Desember 2010.
8. Helpguide.org. Depression in Older Adults and Elderly. Diunduh dari :
http://helpguide.org/mental/depression_elderly. Diakses tanggal 12 Desember
2010.
9. Covino, Jennifer. Depression in Geriatric Patients. Diunduh dari :
http://www.medscape.com/viewarticle/520534. Diakses tanggal 12 Desember
2010.
10. Moran M, Lawlor B; Late-life Schizophrenia; PSYCHIATRY 4:11; 2005 The Medicine Publishing Company Ltd, 2005 (ebook).
20