5 bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
5
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam
1. IPA Sebagai Produk
IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA terdahulu
dan umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku
teks. Dalam pengajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak anak
didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Alam sekitar
merupakan sumber belajar yang paling otentik dan tidak akan habis digunakan.
2. IPA Sebagai Proses
Yang dimaksud dengan proses di sini adalah proses mendapatkan IPA. IPA disusun
dandiperoleh melalui metode ilmiah. Jadi yang dimaksud proses IPA adalah metode
ilmiah. Sepuluhketerampilan proses meliputi : observasi,klasifikasi, interpretasi,
prediksi, hipotesis, mengendalikan variable, merencanakan dan melaksanakan
penelitian, inferensi, aplikasi dan komunikasi.
3. IPA Sebagai Pemupukan Sikap
Makna sikap pada pengajaran IPA dibatasi pengertiannya pada sikap ilmiah
terhadap alamsekitar. Ada Sembilan aspek sikap dari ilmiah yang dapat
dikembangkan pada anak usia SD/MI,yaitu : sikap ingin tahu, sikap ingin
mendapatkan sesuatu yang baru, sikap kerja sama, sikap tidak putus asa, sikap
tidak berprasangka, sikap mawas diri, sikap bertanggung jawab, sikap berfikir
bebas, sikap kedisiplinan diri. Sikap ilmiah ini dapat dikembangkan ketika siswa
melakukan diskusi, percobaan, simulasi, atau kegiatan di lapangan,(Sri Sulistyorini,
2007:9-10)
2.1.2 Definisi Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala alam yang dapat
dirumuskan kebenarannya secara empiris. Adapun definisi Ilmu Pengetahuan Alam
menurut beberapa ahli :
6
1. Fisher
Science adalah kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan
metode-metode yang berdasarkan observasi.
2. Nash
Nash seorang ahli kimia, menekankan bahwa science adalah suatu proses atau suatu
cara untuk meneropong dunia.
2.1.3 Pengertian IPA
IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk saja tetapi
juga mencakup pengetahuan seperti keterampilan dalam hal melaksanakan
penyelidikan ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud misalnya melalui pengamatan,
eksperimen, dan analisis yang bersifat rasional. Sedang sikap ilmiah misalnya objektif
dan jujur dalam mengumpulkan data yang diperoleh. Dengan menggunakan prosesdan
sikap ilmiah itu saintis memperoleh penemuan-penemuan atau produk yang berupa
fakta, konsep, prinsip, dan teori. Carin (dalam Yusuf, 2007:1) menyatakan bahwa:
IPA sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hokum-hukum, dan teori
IPA. Jadi pada hakikatnya IPA terdiri dari tiga komponen, yaitu sikap ilmiah, proses
ilmiah, dan produk ilmiah. Hal ini berarti bahwa IPA tidak hanya terdiri atas kumpulan
pengetahuan atau berbagai macam fakta yang dihafal, IPA juga merupakan kegiatan
atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam yang
belum dapat direnungkan.
Pengertian IPA menurut beberapa ahli : menurut Fowler (dalam Santi, 2006:2.9)
menyatakan IPA adalah “Ilmu yang sistematis dan di rumuskan, ilmu ini berhubungan
dengan gejala-gejala kebendaan dan terutama di dasarkan atas pengamatan dan
induksi”.
Menurut Nash (dalam Usman, 2006:2) IPA adalah “ Suatu cara atau metode untuk
mengamati alam yang bersifat analisis ,lengkap cermat serta menghubungkan antara
fenomena lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru
tentang objek yang di amati”.
7
Dari pendapat diatas dapat di artikan IPA adalah teoritis diperoleh dengan metode
khusus untuk mendapatkan suatu konsep berdasarkan hasil observasi dan eksperimen
tentang gejala alam dan berusaha mengembangkan rasa ingin tahu tentang alam serta
berperan dalam memecahkan menjaga dan melestarikan lingkungan .
2.1.4 Tujuan Pembelajaran IPA
Menurut Muslichah (2006:23) tujuan pembelajaran IPA di SD adalah “Untuk
menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi dan
masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala alam,
sehingga siswa dapat berfikir kritis dan objektif “.
Menuruit BNSP (2006:484) mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan sebagai berikut :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaban, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahamankonsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat di tetrapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran adanya hubungan
yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs
2.1.5 Ruang Lingkup IPA
Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA di SD menurut BSNP
(2006:485) meliputi aspek-aspek :
8
1). Mahkluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan, 2). Benda/materi, sifat-sifat dan
kegunaannya meliputi : cair, padat dan gas, 3). Energi dan perubahannya meliputi :
gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana, 4). Bumi dan alam
semesta meliputi : tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa ruang lingkup IPA di SD adalah
mahkluk hidup dan proses kehidupan, benda/materi, energi dan perubahannya, serta
bumi dan alam semesta.
2.1.6 Prinsip-Prinsip Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran di SD akan efektif bila siswa aktif berpartisipasi dalam proses
pembelajaran. Oleh sebab itu guru SD perlu menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran
di SD. Prinsip-prinsip pembelajaran di SD menurut Depdiknas (dalam Maslichah, 2006
:44) adalah “ Prinsip motivasi, prinsip latar, prinsip menemukan, prinsip belajar
melakukan (learning to doing), prinsip belajar sambil bermain, prinsip hubungan sosial”.
Prinsip pembelajaran di atas dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Prinsip motivasi, merupakan daya dorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Jadi motivasi siswa perlu di tumbuhkan, guru harus berperan sebagai motivator
sehingga muncul rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran.
2. Prinsip latar, pada hakikatnya siswa telah memiliki pengetahuan awal. Oleh
karena itu dalam pembelajaran sebaiknya guru perlu menggali pengetahuan,
keterampilan, pengalaman apa yang telah di miliki siswa sehingga kegiatan
pembelajaran tidak berawal dari kekosongan terhadap materi.
3. Prinsip menemukan, pada dasarnya siswa sudah memiliki rasa ingin tahu yang
besar sehingga berpotensi untuk mencari tahu guna menemukan sesuatu.
4. Prinsip belajar sambil melakukan, pengalaman yang di peroleh melalui bekerja
merupakan hasil belajar yang tidak mudah di lupakan. Oleh karena itu dalam
proses pembelajaran hendaknya siswa di arahkan untuk berkegiatan.
5. Prinsip belajar sambil bermain, bermain merupakan kegiatan yang di sukai pada
usia SD, dengan bermaian akan menciptakan suasana yang menyenangkan
sehingga akan mendorong siswa untuk melibatkan diri dalam proses
9
pembelajaran. Oleh karena itu dalam setiap pembelajaran perlu diciptakan
suasana yang menyenangkan melalui kegiatan bermain sehingga memunculkan
kekreatifan siswa.
6. Prinsip hubungan sosial, dalam beberapa hal kegiatan belajar akan lebih berhasil
jika di kerjakan secara berkelompok. Dengan kegiatan berkelompok siswa tahu
kelebihan dan kekurangannya sehingga tumbuh kesadaran perlunya interaksi dan
kerjasama dengan orang lain.
Beberapa prinsip pembelajaran IPA di atas yang paling mendasari di terapkan pada
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah prinsip hubungan sosial yang tidak terlepas
dari prinsip-prinsip lainnya.
2.2 Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Model pembelajaran STAD di kembangkan oleh Robert Slavin dan kolega-koleganya di
Universitas Jhon Hopkin. STAD adalah model pembelajaran yang paling sederhana,
merupakan model yang baik digunakan untuk siswa yang baru mengenal tentang
pembelajaran kooperatif.
Slavin (dalam NurAsma,2008: 50) menyatakan bahwa STAD adalah:
Pembelajaran dimana siswa di tempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat
atau lima siswa yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda,
sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang, dan
rendah atau variasi jenis kelamin, kelompok ras dan etnis atau kelompok sosial lainnya
Kemudian menurut ARIZT (dalam Harlina, 2008 : 7) menyatakan STAD adalah “
Pembelajaran kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 atau 5 orang siswa, setiap
kelompok akan bekerjasama dan saling membantu dalam mengerjakan tugas yang
diberikan guru”.
Selanjutnya Kunandar (2009:364) menyatakan bahwa STAD adalah :
Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas
4 atau 5 anggota kelompok. Tiap kelompok mempunyai anggota yang heterogen, baik
jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuannya. Tiap anggota kelompok menggunakan
lembar kerja akademik, kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui
10
Tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Tiap kelompok diberi skor atas
penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada kelompok yang meraih prestasi tinggi
atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.
Menurut Iskandar (2009: 128) tipe STAD merupakan salah satu model pembelajaran
kooperatif yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Terdapat lima
komponen utama yaitu : presentasi kelas, kerja tim, kuis, memberikan evaluasi dan
penghargaan individu.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD
ini adalah model yang menekankan pada aktivitas dan interaksi siswa untuk saling
memotivasi dan membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai hasil yang
maksimal melalui kerja tim atau kelompok.
2.2.2 Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Suatu model pembelajaran mempunyai keunggulan dan kelemahan. Demikian pula
dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD
mempunyai beberapa kelebihan.
Menurut Slavin (dalam http://yankcute.blogspot.com.keunggulan-dan-kekurangan-
pembelajaran.html) keunggulan dari model ini adalah :
1). Siswa bekerjasama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma
kelompok, 2). Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama,
3). Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok,
4). Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam
berpendapat.
Dari pendapat di atas dapat di simpulkan keunggulan dari model STAD adalah dengan
menggunakan model ini akan meningkatkan norma-norma social yang di miliki siswa,
membantu siswa dalam memecahkan masalah secara bersama dalam mencapai tujuan
pembelajaran, melatih siswa menjadi tutor sebaya serta meningkatkan kemampuan siswa
dalam menyampaikan pendapat.
2.2.3 Langkah-langkah pembelajaran Tipe STAD
Menurut Nur Asma (2008:51) Kegiatan pembelajaran model STAD ini memiliki 6 tahap :
11
1) Penyajian kelas
Pada tahap ini di gunakan waktu 20-45 menit untuk penyajian materi oleh guru.
Sebelum menyajikan materi pelajaran guru dapat menjelaskan tujuan pelajaran,
memberi motivasi untuk berkooperatif, menggali pengetahuan siswa. Dalam
penyajian materi dapat menggunakan metode ceramah, tanya jawab, diskusi, dll.
Pada tahap ini guru memulai materi dengan menyampaikan indikator, dilanjutkan
dengan apersepsi dan penyajian materi tentang Struktur dan Fungsi bagian
Tumbuhan.
2) Kegiatan belajar kelompok
Siswa belajar dalam kelompok menyelesaikan LKS yang di berikan tentang
Struktur dan Fungsi bagian Tumbuhan.
3) Pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok
Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok ke depan kelas dan meminta
tanggapan serta masukan dari kelompok lain.
4) Siswa mengerjakan soal-soal tes secara individu
Melakukan evaluasi secara individu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
belajar yang di capai.
5) Pemeriksaan hasil tes
Pemeriksaan hasil tes di lakukan oleh guru. Pada tahap ini juga di adakan
perhitungan skor perkembangan individu. Perhitungan skor indiviodu di
maksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai
dengan kemampuannya.
Perhitungan skor individu yang di kemukakan oleh Slavin (dalam Nur Asma,
2008:97) :
6) Penghargaan kelompok
Penghargaan kelompok berdasarkan dengan skor rata-rata kelompok dengan
kualifikasi super, hebat dan baik.
12
2.3 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah segala sesuatu yang dapat dilakukan atau dikuasai siswa
sebagai hasil pembelajaran (Nasution 1999). Menurut Darsono (2001) faktor-faktor
yang mempengaruhi proses pembelajaran dan hasilnya adalah sebagai berikut :
1. Kesiapan Belajar
Faktor kesiapan belajar baik fisik maupun psikologis, sikap guru yang penuh
pehatian dan mampu menciptakan situasi kelas yang menyenangkan merupakan
implikasi dari prinsip kesiapan ini.
2. Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis bertujuan pada suatu obyek. Pehatian
ini timbul karena adanya sesuatu yang menarik sehingga proses pembelajaran
dapat berlangsung dengan baik.
3. Motivasi
Motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif saat orang melakukan suatu
aktivitas. Motif adalah kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang untuk
mendorong orang melakukan kegitan tertentu untuk mencapai tujuan.
4. Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa dapat dilihat dari suasana belajar yang tercipta dalam proses
pembelajaran yang berlangsung sehingga siswa terlihat aktif berperan.
5. Mengalami sendiri
Dalam melakukan sesuatu sendiri akan memberikan hasil belajar yang lebih
mendalam.
6. Pengulangan
Adanya latihan-latihan akan berarti bagi siswa untuk lebih meningkatkan
kemampuan dan pemahaman materi.
7. Balikan dan Penguatan
Balikan adalah masukan yang sangat penting bagi siswa maupun guru.
Penguatan adalah tindakan yang menyenangkan dari guru terhadap siswa yang
telah berhasil melakukan suatu perbuatan belajar.
8. Perbedaan individual
13
Karakteristik yang berbeda baik fisik maupun pebedaan tingkat kemampuan dan
minat belajar memerlukan perhatian khusus agar perkembangan siswa tetap
berlangsung baik sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas belajar (Anni et al. 2005). Perolehan aspek-aspek perubahan
perilku tersebut tergantung pada pada yang di pelajari oleh pembelajar. Hasil belajar
yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan tujuan dari kegiatan belajarnya.
Berkenaan dengan tujuan ini, Bloom dalam Anni et al. (2005) mengemukakan
taksonomi yang mencakup tiga kawasan, yaitu kawasan kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Pembelajaran ranah kognitif berkaitan dengan hasil pengetahuan, kemampuan
dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup beberapa kategori yaitu:
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
Krathwohl dalam Anni et al. (2005) menyatakan pembelajaran ranah afektif
merupakan hasil belajar yang paling sukar diukur. Tujuan pembelajaran ini
berhubungan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kategori tujuan pembelajaran
afektif yaitu: penerimaan, penilaian, pengorganisasian dan pembentukan pola hidup.
Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan
fisik seperti keterampilan motorik dan syarat, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf.
Menurut Elizabeth Simpson dalam Anni et al. (2005) kategori jenis perilaku untuk ranah
psikomotorik adalah: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa,
gerakan kompleks, penyesuaian dan kreativitas.
Beberapa pendapat di atas, mengambarkan bahwa hasil belajar merupakan
proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukkan dalam bentuk angka-
angka seperti yang dapat dilihat pada nilai rapor. Hasil belajar juga diartikan sebagai
tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
sesuai dengan program pendidikan yang ditetapkan.
Slameto dalam Harminingsih (2008) menyatakan bahwa hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang
datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor dalam terdiri dari: (1)
14
jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), (2) psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat,
motif, kematangan, kesiapan), (3) dan kelelahan. Faktor luar yaitu: (1) keluarga (cara
orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi
keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan), (2) sekolah (metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin
sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan
gedung, metode belajar, tugas rumah), (3) dan masyarakat (kegiatan siswa dalam
masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).
Sadiman et al. (2007) menyatakan bahwa hasil belajar adalah adanya
perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut
baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor)
maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Oleh karena itu, apabila siswa
mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh
adalah tidak hanya berupa penguasaan konsep tetapi juga keterampilan dan sikap. Ada
3 aspek atau ranah belajar yang dinilai dalam kegiatan belajar mengajar (Anni et al.
2006) yaitu:
a. Ranah kognitif
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil belajar berupa pengetahuan, kemampuan
dan kemahiran intelektual. Beberapa kategori yang mencakup yaitu pengetahuan
(knowlegde), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis
(analysis), sintesis (syntesis) dan penilaian (evaluation).
b. Ranah afektif
Ranah afektif terkait dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kategori dalam ranah
afektif yaitu penerimaan (receiving), penanggapan (responding), penilaian (valuing),
pengorganisasian (organization), dan pembentukan pola hidup.
c. Ranah psikomotorik
Ranah psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti keterampilan
motorik dan syaraf, manipulasi objek dan koordinasi syaraf. Kategori dalam ranah
psikomotorik yaitu persepsi (perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing
(guided respons), penyesuaian (adaption), dan kreativitas.
15
Hasil belajar siswa dapat diketahui melalui penilaian kelas. Penilaian kelas
merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi untuk pemberian
keputusan terhadap hasil belajar siswa, berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya
sehingga didapatkan potret atau profil kemampuan siswa sesuai dengan kompetensi
yang ditetapkan dalam kurikulum. Bentuk penilaian kelas yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu penilaian kinerja (perfomance), penilaian tes tertulis (paper and pen),
dan penilaian sikap.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas (Anni 2004) . Hasil belajar merupakan perwujudan perilaku belajar
yang biasanya terlihat dalam perubahan, kebiasaan, keterampilan, sikap, pengamatan,
dan kemampuan. Keberhasilan seseorang di dalam mengikuti proses pembelajaran
pada satu jenjang pendidikan tertentu dapat dilihat dari hasil belajar itu sendiri. Hasil
belajar adalah informasi tentang kemajuan dalam upaya mencapai tujuan siswa lebih
lanjut, baik keseluruhan kelas maupun masing-masing individu, untuk mengetahui
kemampuan siswa, menetapkan kesulitan-kesulitan dan menyarankan kegiatan
remidial atau perbaikan.
Beberapa pendapat di atas, mengambarkan bahwa hasil belajar merupakan
proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukkan dalam bentuk angka-
angka seperti yang dapat dilihat pada nilai rapor. Hasil belajar juga diartikan sebagai
tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
sesuai dengan program pendidikan yang ditetapkan.
2.4 Kajian Penelitian yang relevan
Penelitian Seno (2011)
Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran STAD
(Student Team Achievement Divisions) Bagi Siswa Kelas IV SD Kertomulyo 02
Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati pada Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012
Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil belajar IPA
dengan menggunakan model pembelajaran STAD. Hal ini terlihat pada rata-rata kelas
pada kondisi awal (pra siklus) 47,60, pada siklus I naik menjadi 66,40. Ini berarti terjadi
16
peningkatan sebesar 18,80 atau 39,49%. Sedangkan rata-rata kelas pada siklus II naik
menjadi 73,20. Ini juga terjadi peningkatan 6,80 atau 10,24%. Begitu juga pada ketuntasan
belajar, pada kondisi awal 20%, pada siklus I 60%, pada siklus II 80%. Skor minimal pada
kondisi awal 30, pada siklus I naik menjadi 40, dan pada siklus II juga naik menjadi 50.
Sedangkan skor maksimal pada kondisi awal 80, pada siklus I naik menjadi 90, dan pada
siklus II naik menjadi 100. Berdasarkan dari hasil penelitian ini disarankan bahwa model
pembelajaran STAD perlu disosialisasikan kepada guru dan diterapkan dalam
pembelajaran IPA terutama untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian lebih lanjut
perlu dilakukan sebagai pengembangan diri sehingga dapat mengembangkan penelitian
dalam ruang lingkup yang lebih luas.
2.5 Kerangka berpikir
Rutinitas pembelajaran yang berlangsung di kelas, adalah pembelajaran yang
berpusat pada guru. Guru mendominasi seluruh waktu pembelajaran dengan
menyampaikan materi IPA melalui ceramah. Kadang-kadang saja di tengah-tengah
ceramah, guru menyelipkan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab siswa. Respon
siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan guru, adalah mengantuk, tidak segera dapat
peduli dengan situasi yang ada baik yang diadakan oleh guru atau siswa yang lain,
sehingga siswa cenderung untuk pasif saja. Kondisi ini jika siswa diberi pertanyaan atau
tes, hasilnya tidak dapat mengerjakan secara optimal, sehingga skor yang diperoleh
rendah.
Pembelajaran dengan metode konvensional yang pada umumnya dilaksanakan oleh guru
masih kurang memperhatikan ketercapaian kompetensi siswa. Guru masih dominan
sehingga membuat siswa menjadi pasif. Siswa tidak mengalami pengalaman belajar
sendiri untuk mendapatkan pengalaman baru dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah,
akibatnya hasil belajar siswa rendah. Untuk mengatasi paradigma di atas, guru mencoba
menerapkan suatu teknik pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hasil yang diharapkan
adalah optimal. Oleh karena itu, untuk mengukurnya keberhasilan siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran, maka pengukuran dilakukan dengan unjuk kerja dan tes formatif.
Skor capaian pengukuran ini akan menunjukkan kenaikan skor yang signifikan. Untuk itu,
17
perlu dilakukan dengan pemamntapan tindakan yaitu mengulang kembali dengan teknik
kooperatif tipe STAD.
Kerangka berpikir
2.6 Hipotesis
Penggunaan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan
hasil belajar IPA pada siswa Kelas IV SD Negeri Keputon 02 Kecamatan Blado Kabupaten
Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014
SIKLUS 2 Dengan menggunakan Media/alat peraga dan metode pembelajaran
yang sesuai dan model pembelajaran tipe STAD
SISWA YANG DITELITI Hasil belajar siswa rendah
SIKLUS 1 Dengan menggunakan
Alat peraga benda konkret dan model pembelajaran
kooperatif STAD
Pembelajaran dengan menggunakan alat
peraga dan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD
GURU/PENELITI Belum menggunakan alat perga apapun dan hanya menggunakan metdoe ceramah saja