5. bab i,ii,iii, iv
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
WHO tahun 2006, mengatakan bahwa kejadian penyakit kecacingan di dunia masih
tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi
cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing Hookworm.7
Di Indonesia penyakit kecacingan pada anak usia Sekolah Dasar masih merupakan
masalah besar atau masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya
yang masih sangat tinggi yaitu kurang lebih antara 45-65 %, bahkan diwilayah-wilayah
tertentu yang sanitasi yang buruk prevalensi kecacingan bisa mencapai 80%. Cacing-cacing
dengan prevalensi yang tinggi ini adalah cacing gelang (ascaris lumbricoides), cacing cambuk
(trichuris trichiura), cacing tambang (necator americanus) dan cacing pita. Jika diperhatikan
dengan teliti, cacing-cacing yang tinggal diusus ini memberikan kontribusi yang sangat besar
terhadap kejadian penyakit lainnya, seperti kurang gizi karena cacing gelang suka
mengkonsumsi karbohidrat dan protein diusus sebelum diserap oleh tubuh, kemudian
penyakit anemia (kurang kadar darah) karena cacing tambang suka menghisap darah diusus
sedangkan cacing-cacing cambuk dan pita suka sekali mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak serta mempengaruhi masalah-masalah non kesehatan lainnya seperti
turunnya prestasi belajar.
Hasil survei kecacingan Sekolah Dasar di 27 Propinsi Indonesia menurut jenis cacing
tahun 2002–2006 didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi Ascaris lumbricoides
22,0%, Trichuris trichiura 19,9% dan Hookworm 2,4%. Tahun 2003 prevalensi Ascaris
lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura 21,0% dan Hookworm 0,6%. Tahun 2004
prevalensi Ascaris lumbricoides 16,1%, Trichuris trichiura 17,2% dan Hookworm 5,1%.
Tahun 2005 prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%, Trichuris trichiura 20,2% dan
Hookworm 1,6% dan pada tahun 2006 prevalensi Ascaris lumbricoides 17,8%, Trichuris
trichiura 24,2% dan Hookworm 1,0%. 8
Hasil survei dari Dinas Kesehatan Kota Mataram pada tahun 2010 didapatkan bahwa
dari 6.502 siswa SD yang diperiksaan didapatkan bahwa sebanyak 1.478 siswa positif
menderita kecacingan dimana Cacing Gelang menempati angka tertinggi yaitu 1000 siswa,
1
Cacing Cambuk sebanyak 442 dan Caacing tambang sebanyak 36 . Khususnya pada
Puskesmas Tanjung Karang memiliki angka yang lumayan banyak yaitu sebanyak 246 positif
menderita kecacingan. Pada wilayah puskesmas Tanjung Karang penderita kecacingan
didominasi oleh SDN 15 Ampenan yaitu sebanyak 60 siswa dari 202 siswa yang diperiksa
disekolah tersebut. 9
I.2 TUJUAN
I.2.1 Tujuan Umum.
Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan perilaku siswa-siswi kelas IV, V dan
VI SDN 15 Ampenan yang berhubungan dengan penyakit cacingan .
I.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui tempat Buang Air Besar (BAB) siswa-siswi kelas IV, V dan VI
SDN 15 Ampenan.
Mengetahui sumber air yang digunakan oleh siswa-siswi kelas IV, V dan VI
SDN 15 Ampenan .
Mengetahui kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, sesudah makan dan
setelah BAB (Buang Air Besar) pada siswa-siswi kelas IV, V dan VI SDN 15
Ampenan.
Mengetahui kebiasaan memakai alas kaki pada siswa-siswi kelas IV, V dan VI
SDN 15 Ampenan.
Mengetahui kebiasaan tempat jajanan pada siswa-siswi kelas IV, V dan VI
SDN 15 Ampenan.
Mengetahui kebiasaan memotong kuku pada siswa-siswi kelas IV, V dan VI
SDN 15 Ampenan.
Mengetahui pengetahuan tentang penyakit cacingan pada siswa-siswi kelas
IV, V dan VI SDN 15 Ampenan.
2
I.3 LANDASAN TEORI
1.3.1 PREVALENSI DAN INTENSITAS INFEKSI
Penyakit cacingan tersebar luas, baik di pedesaan maupun di perKotaan.
Angka infeksi tinggi, tetapi intensitas infeksi (jumlah cacing dalam perut) berbeda.
Hasil survey cacingan di Sekolah Dasar di beberapa Provinsi pada tahun 1986 -1991
menunjukkan prevalensi sekitar 60% - 80%, sedangkan untuk semua umur berkisar
antara40% - 80%. Hasil survey Subdit Diare pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 SD di
10 Provinsi menunjukkan prevalensi berkisar antara 2,2% - 96,3%.
1.3.2. KERUGIAN AKIBAT CACINGAN
Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestive),
penyerapan( absorbsi), dan metabolism makanan. Secara kumulatif, infeksi cacing
atau cacingan dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta
kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan
produktifitas kerja, dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena
penyakit lainnya. Kerugian kalori / protein dan darah tersebut bila dihitung dengan
jumlah penduduk 220.000.000 dapat diperkirakan sebagai berikut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dengan memberi imbuhan ke
dan akhiran an terhadap suatu kata benda maka terhadap kata tersebut mengandung
arti menderita atau mengalami kejadian. Dengan demikian, kata kecacingan berarti
seseorang yang mengalami kecacingan. Sedangkan Menurut Dinkes Jawa Timur
(2003) Kecacingan ialah penyakit yang disebabkan karena masuknya parasit (berupa
cacing) ke dalam tubuh manusia.
Helminthiasis (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat
merugikan manusia. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua yaitu:
1. Nemathelminthes (cacing gilik)
2. Plathyhelminthes (cacing pipih)
Cacing yang termasuk Nemathelminthes yaitu kelas Nemotoda yang terdiri
dari Nematode usus dan Nematoda jaringan. Sedangkan yang termasuk
Plathyhelminthes adalah kelas Trematoda dan Cestoda.
3
Namun yang akan dibahas di bawah ini adalah kelompok Nematoda usus.
Sebab sebagian besar dari Nematoda usus ini merupakan penyebab kecacingan yang
sering dijumpai pada masyarakat Indonesia khususnya pada usia Sekolah Dasar.
Diantara Nematoda usus ini yang sering menginfeksi manusia ditularkan melalui
tanah atau disebut ”soil transmitted helminths” yakni :
a) Ascaris lumbricoides
b) Trichuris trichiura
c) Hookworm (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)
a) Ascaris lumbricoides
Salah satu penyebab kecacingan pada manusia yang disebut penyakit
askariasis. Cacing dewasa mempunyai ukuran paling besar di antara Nematoda
intestinalis yang lain. Bentuknya silindris (bulat panjang), ujung anterior lancip.
Bagian anterior dilengkapi oleh tiga bibir yang tumbuh dengan sempurna.
Cacing betina berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan cacing jantan,
dengan ukuran panjangnya 20-35 cm. Pada cacing betina bagian posteriornya
membulat dan lurus. Tubuhnya berwarna putih sampai kekuning kecoklatan dan
diselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris halus. Cacing jantan panjangnya
10-30 cm, warna putih kemerah-merahan. Pada cacing jantan ujung posteriornya
lancip dan melengkung ke arah ventral dilengkapi pepil kecil dan dua buah spekulum
berukuran 2 mm.
Gambar 2.1. Ascaris lumbricoides A. Betina, B. Jantan
4
Manusia dapat terinfeksi cacing ini karena mengkonsumsi makanan, minuman
yang terkontaminasi telur cacing yang telah berkembang. Telur yang telah
berkembang tadi menetas menjadi larva di dalam usus halus. Selanjutnya larva tadi
akan bergerak menembus pembuluh darah dan limfe di usus untuk kemudian
mengikuti aliran darah ke hati atau aliran limfe ke ductus thoracicus menuju ke
jantung. Setelah sampai di jantung larva ini akan dipompakan ke seluruh tubuh antara
lain ke paru-paru. Larva di dalam paru-paru ini mencapai alveoli dan tinggal selama
10 hari untuk berkembang lebih lanjut. Bila larva ini telah mencapai ukuran 1,5 mm,
ia mulai bermigrasi ke saluran nafas, ke epiglotis dan kemudian ke esofagus, lambung
akhirnya kembali ke usus halus dan menjadi dewasa yang berukuran 15-35 cm.
Seekor cacing betina mampu menghasilkan 200.000-250.000 telur perhari.
Telur yang telah dibuahi akan menjadi matang di tanah yang lembab dalam waktu ±3
minggu dan dapat hidup lama serta tahan terhadap pengaruh cuaca buruk.
Keseluruhan siklus hidup ini berlangsung kurang lebih 2-3 bulan. Cacing dewasa ini
akan tahan hidup di dalam rongga usus halus hospes selama 9-12 bulan.
b) Trichuris trichiura
Dalam bahasa Indonesia cacing ini dinamakan cacing cambuk karena secara
menyeluruh bentuknya seperti cambuk. Hospes defenitifnya adalah manusia. Cacing
ini lebih sering ditemukan bersama-sama dengan cacing Ascaris lumbricoides.
Cacing dewasa hidup di dalam usus besar manusia terutama di daerah sekum dan
kolon. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis.
Gambar 2.2 Trichuris trichiura, dewasa (Kiri : Betina, Kanan : Jantan)
5
Telur Trichuris trichiura berbentuk bulat panjang dan memiliki “sumbat” yang
menonjol di kedua ujungnya, dan dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan
mucus yang jernih. Telur berukuran 50-54 x 32 mikron. Kulit luar telur berwarna
kuning tengguli dan bagian dalam jernih. Cacing jantan panjangnya ± 4 cm, dan
cacing betina penjangnya ± 5 cm.
Manusia terinfeksi cacing ini melalui makanan yang terkontaminasi telur
cacing yang telah berembrio. Telur yang tertelan akan menetas di duodenum dan
larva yang keluar akan melekat di villi usus. Untuk perkembangan larvanya cacing
ini tidak mempunyai siklus paru-paru. Larva ini akan tetap tinggal di villi usus
selama 20-30 hari untuk kemudian bergerak ke coecum dan kolon bagian proximal.
Pada infeksi yang berat, cacing dapat pula ditemukan di ileum, appendix, bahkan
seluruh usus besar. Cacing dewasa membenamkan bagian anteriornya di mukosa usus
dan mulai memproduksi telur sebanyak 2000-7000 telur perhari. Telur yang
dihasilkan cacing ini akan keluar dari tubuh bersama tinja. Di luar tubuh, di tempat
yang lembab dan hangat, telur ini akan mengalami pematangan dalam waktu 2- 4
minggu dan siap menginfeksi host lain. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan
mulai dari telur sampai menjadi dewasa adalah ± 1-3 bulan.
Cacing jantan dan betina dewasa berhabitat di usus kecil terutama jejenum,
tetapi pada infeksi yang berat, cacing ini dapat pula ditemukan di lambung. Telur
yang dihasilkan betinanya akan dikeluarkan bersama-sama tinja, 2-3 hari kemudian
menetas dan keluar larva rhabditiform, selama 2 hari larva rhabditiform tumbuh
menjadi larva filariform (infektif) yang tahan terhadap perubahan iklim dan dapat
hidup selama 7-8 minggu di tanah lembab. Larva filariform menembus kulit, masuk
ke pembuluh darah kapiler dan mengikuti peredaran darah masuk ke jantung kanan,
kemudian paru-paru, lalu ke pharynx, kemudian ke usus halus dan di sana menjadi
dewasa
Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Infeksi Ancylostoma
duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform
6
PATHWAY
Gambar 2.3 Siklus Ancylostoma duodenale
Hookworm
Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting dalam bidang medik, namun
yang sering menginfeksi manusia ialah cacing Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale. Hospes dari kedua cacing ini adalah manusia. Dan kedua cacing ini
menyebabkan penyakit Nekatoriasis dan Ankilostomiasis.
Telur cacing tambang sulit dibedakan, karena itu apabila ditemukan dalam tinja
disebut sebagai telur hookworm atau telur cacing tambang. Bentuk telurnya oval, dinding
tipis dan rata, warna putih. Larva pada stadium rhabditiform dari cacing tambang sulit
dibedakan. Panjangnya 250 mikron, ekor runcing dan mulut terbuka. Larva pada stadium
filariform (Infective larvae) panjangnya 700 mikron, mulut tertutup ekor runcing dan panjang
oesophagus 1/3 dari panjang badan.
7
Cacing dewasa jantan berukuran 8 sampai 11 mm sedangkan betina berukuran 10
sampai 13 mm. Cacing Necator americanus betina dapat bertelur ±9.000 butir/hari
sedangkan cacing Ancylostoma duodenale betina dapat bertelur ±10.000 butir/hari.
Gambar 2.4 Cacing Ancylostoma duodenale A.jantan B.Male
Gambar 2.5 Cacing Necator Americanus
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KECACINGAN
1) Distribusi dan Frekuensi Penyakit Kecacingan
Orang
Penyakit kecacingan dapat menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin.
Menurut Depkes RI (2004) infeksi kecacingan yang disebabkan cacing ”soil
transmitted helminths” terjadi pada semua golongan umur sebesar 40%-60%,
sedangkan pada usia Sekolah Dasar (7-15 tahun) sebesar 60%-80%.
Menurut penelitian Ginting (2001-2002) pada anak Sekolah Dasar di Kabupaten
Tanah Karo dari 120 sampel ditemukan 84 orang yang positif kecacingan dengan 8
rincian anak laki-laki sebanyak 51orang (60,7%) dan anak perempuan sebanyak 33
orang (39,3%).
Sejak tahun 2002 angka kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar terlihat
mengalami fluktuasi yaitu dari 33,3%, menurun menjadi 33,0% pada tahun 2003,
tahun 2004 meningkat menjadi 46,8%, kemudian menurun lagi tahun 2005 yaitu
28,4%, dan pada tahun 2006 meningkat kembali menjadi 32,6%.
Tempat
Penyakit kecacingan umumnya terjadi pada daerah yang mempunyai sanitasi
lingkungan yang jelek dan kurang tersedianya air bersih dan sosial ekonomi yang
rendah. Dari hasil penelitian Hiswani (1997) di Nias menemukan prevalensi
cacing yang ditularkan melalui tanah ”soil transmitted helminths” masih cukup
tinggi yaitu Ascaris lumbricoides sebesar 35% sedangkan prevalensi cacing
Trichuris trichiura 5,7% Pada tahun 2002 prevalensi kecacingan dari hasil survei
di 10 propinsi Indonesia dengan sasaran anak Sekolah Dasar sangat bervariasi
yaitu 4,8%-83,0% dengan prevalensi tertinggi di Propinsi Nusa Tenggara Barat
dan diikuti Propinsi Sumatera Utara, sedangkan yang terkecil di Propinsi Jawa
Timur. Hasil survei prevalensi kecacingan tahun 2003 dengan sasaran dan lokasi
yang sama pada tahun 2002 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda.
Prevalensi cacingan keseluruhan 42,26% dengan rincian Ascaris lumbricoides
22,26%, Trichuris trichiura 20,30% dan Hookworm 0,7%.
Waktu
Penyakit Kecacingan menunjukkan fluktuasi musiman. Biasanya insiden
meningkat pada permulaan musim hujan, karena curah hujan sangat erat kaitannya
dengan kelembaban tanah tempat telur cacing berkembang biak. Lingkungan
tanah liat sangat menguntungkan bagi cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris
trichiura sedangkan lingkungan yang mengandung pasir sangat menguntungkan
bagi cacing Hookworm
9
2) Faktor Lingkungan
Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan
oleh karena itu pemberantasan penyakit cacing ini harus melibatkan berbagai pihak.
Faktor lingkungan seperti tanah, air, tempat pembuangan tinja tercemar oleh telur
atau larva cacing serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula
yaitu personal higiene maka dapat menimbulkan kejadian kecacingan .
Keadaan lingkungan yang menyebabkan faktor penyebab kejadian kecacingan
adalah
Sumber air
Air merupakan sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan
manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi,
mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Supaya air tetap sehat dan
terhindar dari kuman maka air yang digunakan harus diolah terlebih dahulu.
Adapun sumber dan cara pengolahan air yang sering digunakan oleh
masyarakat yaitu:
a. Sumber air : air hujan, air permukaan (sungai, danau, mata air, air sungai), air
tanah (sumur dangkal, sumur dalam)
b. Pengolahan air (seperti pembuangan benda-benda yang terapung/melayang,
pengendapan, penyaringan, penyimpanan)
Jamban
Jamban adalah salah satu sarana dari pembuang tinja manusia yang
penting, karena tinja manusia merupakan sumber penyebaran penyakit yang
multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui
berbagai macam jalan atau cara seperti air, tangan, lalat, tanah, makanan dan
minuman sehingga menyebakan penyakit. Jadi bila pengolahan tinja tidak baik,
jelas penyakit akan mudah tersebar. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan
oleh tinja manusia antara lain: tipus, kolera dan bermacam-macam cacing. Maka
untuk menghindari penyebaran penyakit lewat tinja ini setiap orang diharapkan
menggunakan jamban sebagai penampung tinjanya
10
Personal Higiene
Kebersihan diri yang buruk merupakan cerminan dari kondisi lingkungan
dan perilaku individu yang tidak sehat. Pengetahuan penduduk yang masih rendah
dan kebersihan yang kurang baik mempunyai kemungkinan lebih besar terkena
infeksi cacing Usaha kesehatan pribadi (personal higiene) adalah daya upaya dari
seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri
meliputi:
I. Memelihara kebersihan diri (mandi 2x/hari, cuci tangan sebelum dan
sesudah makan), pakaian, rumah dan lingkungannya (BAB pada
tempatnya).
II. Memakan makanan yang sehat dan bebas dari bibit penyakit. Cara hidup
yang teratur.
III. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani.
IV. Menghindari terjadinya kontak dengan sumber penyakit.
V. Melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup sehat
seperti sumber air yang baik, kakus yang sehat.
VI. Pemeriksaan kesehatan.
CARA PENULARAN
Cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm
dikelompokkan sebagai cacing yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted
helminths) karena cara penularannya pada setiap orang sama yaitu melalui tanah.
Secara gambaran epidemiologi, ”soil transmitted helminths” biasa terdapat di daerah
beriklim tropis dan daerah beriklim sedang dan perbedaannya hanya terletak pada
jenis spesies dan beratnya penyakit yang ditimbulkan. Adapun cara cacing ini
menginfeksi manusia yakni dengan menembus kulit manusia oleh larva infectious
(larva matang) atau menelan telur cacing yang lengket pada makanan atau minuman
yang tidak dimasak dengan matang.
11
DIAGNOSA
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menemukan telur cacing Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm. Dan pada cacing Ascaris
lumbricoides dewasa dapat keluar melalui mulut, hidung, maupun anus
TANDA DAN GEJALA
o Terdapat ”loeffler sindrome” dengan gejala: demam, batuk, infiltrasi paru-paru,
malaise, bahkan pneumonitis.
o Pada infeksi ringan gangguan Gastro Intestinal ringan.
o Pada infeksi berat dapat meyebabkan gejala mual, muntah, anoreksia bahkan
ileus.
o Menimbulkan penyakit ”Ground itch” (cotaneous larva migrans) dengan gejala :
gatal-gatal, erythema, papula, erupsi dan vesicula pada kulit.
o Badan terasa lemah, neusea, sakit perut, lesu, anemia, penurunan berat badan dan
kadang-kadang diare dengan tinja berwarna hitam.
o Menimbulkan anemia pada penderita
UPAYA PENCEGAHAN
a) Pencegahan Primer
Pencegahan cacing usus ini dapat dilakukan dengan memutuskan rantai daur hidup
dengan cara: berdefekasi di kakus, menjaga kebersihan, cukup air di kakus, mandi dan
cuci tangan secara teratur. Melakukan Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat
mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan personal higiene serta cara menghindari
infeksi cacing seperti : tidak membuang tinja di tanah, tidak menggunakan tinja
sebagai pupuk tanaman, membiasakan mencuci tangan sebelum makan, membiasakan
menggunting kuku secara teratur, membiasakan diri buang air besar di jamban,
membiasakan diri membasuh tangan dengan sabun sehabis buang air besar,
membiasakan diri memakai alas kaki bila keluar rumah, membiasakan diri mencuci
semua makanan lalapan mentah dengan air yang bersih
12
b) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder cacing usus ini dapat dilakukan dengan memeriksakan diri
secara teratur ke Puskesmas, Rumah Sakit serta menganjurkan makan obat cacing 6
bulan sekali khususnya masyarakat yang rentan terinfeksi cacing
13
BAB II
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS TANJUNG KARANG
A. Letak Geografis
Puskesmas Tanjung Karang merupakan salah satu Puskesmas yang terdapat di
wilayah Kota Mataram. Puskesmas Tanjung Karang berada di Kecamatan Ampenan
dengan luas wilayah kerjanya 746 km2 , yang berbatasan dengan :
Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Ampenan Tengah, wilayah kerja
Puskesmas Ampenan.
Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Mataram, wilayah kerja Puskesmas
Pagesangan.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan karang Pule, wilayah kerja Puskesmas
Karang Pule.
Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Lombok.
Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada Tahun 2010 menggunakan 6
Kelurahan sebagai dasar analisa yaitu, Kelurahan Ampenan Selatan, Taman Sari,
Banjar, Tanjung Karang Permai, Kekalek Jaya dan Tanjung Karang. Dengan jumlah
penduduk dan kepadatan masing-masing Kelurahan pada tahun 2010 adalah sebagai
berikut :
NAMA KELURAHAN JUMLAH PENDUDUK (JIWA)
Karang Jaya 9.823
Tanjung Karang Permai 8.598
Tanjung Karang 5.306
Ampenan Selatan 11.437
Taman Sari 5.875
Banjar 6.088
JUMLAH 47.127
14
B. Topografi Desa
1. Luas Wilayah
Puskesmas Tanjung Karang merupakan salah satu Puskesmas yang terdapat di
wilayah Kota Mataram. Puskesmas Tanjung Karang berada di Kecamatan Ampenan
dengan luas wilayah kerjanya 746 km2
2. Tipelogi
Wilayah kerja Puskesmas Tanjun Karang dengan cakupan 6 Kelurahan terdiri
dari daerah dataran rendah, pantai, serta bukan pantai yang berbatasan dengan
kabupaten lain maupun dengan laut.
3. Iklim
Curah hujan : 282 mm/thn.
Jumlah bulan hujan : 5 bulan.
Jumlah hari hujan : 14
Suhu rata-rata harian : 31,7 0C
Bentang wilayah : datar.
C. Demografi Desa
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang sebanyak
47.127 jiwa yang tersebar di 6 kelurahan.
D. Sumber Daya Kesehatan
Puskesmas Tanjung Karang mempunyai tenaga sebanyak 60 orang pada tahun
2010. Sebanyak 45 orang (75%) merupakan tenaga PNS, dan 15 orang (25%) non
PNS. Dari 60 orang tenaga yang ada, sebanyak 50 orang (83.3%) merupakan tenaga
medis, dan selebihnya sebanyak 10 orang (16.7%) merupakan tenaga non-medik.
Tenaga medik yang dimaksud meliputi tenaga Dokter Umum sebanyak 3 orang,
Dokter Gigi sebanyak 1 orang, tenaga paramedik perawatan (perawat, perawat gigi,
dan bidan), tenaga medis non perawatan. Pada sisi kuantitas, tenaga relatif cukup
bahkan mungkin lebih, namun dari sisi kualitas masih perlu dianalisa lebih lanjut.
15
Berikut gambaran penyebaran tenaga Puskesmas Tanjung Karang dalam bentuk tabel:
No Jenis Tenaga * PNS Non PNS WISN Jumlah
1. Medik
- Dokter Umum 3 - 3 3
- Dokter Gigi 1 - 1 1
2. Sarjana Kesehatan
- S. Kep. Ners - 1 - 1
- S. Kep 1 - - 1
- D4 Kebidanan 2 - - 2
- Sarjana Teknik Ling 1 1 - 2
- SKM - - - -
3. Paramedik Perawatan
- Akper 11 3 8 14
- SPK 2 1 - 3
- Akbid 4 3 7 7
- Bidan 2 - - 2
- D3 Perawat Gigi 1 - 3 1
- SPRG 2 - - 2
4.. Paramedik Non Perawatan
- AKL/APK 2 1 3 3
- AAK 3 - 2 3
- AKZI 1 - 4 1
- D3 Farmasi - - - -
- SPAG 1 - - 2
- SPPH - - - -
- SMF/SAA 2 - 2 2
- Pekarya Kesehatan 1 - - 1
5. Non Medik
- Sarjana (S1) 2 - - 2
- Sarjana Muda (DIII) 1 - - 1
- SMU 2 3 - 5
- SMP - 1 - 1
- SD - 1 - 1
Jumlah 45 15 - 60
16
E. Sosial Budaya dan Pendidikan
SARANA PENDIDIKAN
Jumlah PAUD : 10 Buah
Jumlah TK : 14 Buah
Jumlah SD/MI : 17 Buah
Jumlah SMP/MTS : 7 Buah
Jumlah SMA/MA : 5 Buah
Jumlah Pesantren : 2 Buah
SARANA PERIBADATAN
Jumlah Masjid& Pura : 37 Buah
Jumlah Langgar : 0 Buah
SARANA UMUM
Jumlah Pasar : 1 Buah
Jumlah Toko Obat/Apotik : 3 Buah
Jumlah Salon : 18 Buah
Jumlah Lesehan/RM/IRTP/Catering : 180 Buah
Jumlah Hotel : 2 Buah
Jumlah Kolam Renang : 1 Buah
Jumlah Panti Asuhan : 2 Buah
F. Sarana dan Prasarana Kesehatan
SARANA KESEHATAN
Sarana pelayanan kesehatan Puskesmas Tanjung Karang terbagi menjadi:
Pelayanan Rawat Jalan; Pelayanan Rawat Inap Umum dengan 12 tempat tidur: 4 tempat
tidur bangsal anak, 4 tempat tidur bangsal putra, 4 tempat tidur bangsal putri; Ruang
bersalin 3 tempat tidur; Ruang Nifas 5 tempat tidur; Ruang bayi 2 box inkubator.
Puskesmas Tanjung Karang juga dilengkapi dengan fasilitas Laboratorium sederhana,
Apotik, OK Minor, Poli Tumbuh kembang, UGD 24 Jam, Dapur umum dan rumah dinas
Dokter serta Paramedis. 17
Sarana pelayanan kesehatan lingkup Puskesmas Tanjung Karang selain
Puskesmas Induk, juga 2 Puskesmas Pembantu yaitu Pustu di Ampenan Selatan dan Pustu
Tanjung Karang di Perumnas. Dengan 2 buah Poskesdes dengan Bidan Desa yang
menetap dan 1 orang Bidan Desa yang tidak menetap di desa. Selain Pustu dan
Poskesdes, Puskesmas Tanjung Karang juga memiliki 34 Posyandu yang terbagi dalam:
- Posyandu Pratama : 0 buah
- Posyandu Madya : 12 buah
- Posyandu Purnama : 22 buah
- Posyandu Mandiri : 0 buah
Selain itu sebagai salah satu Puskesmas dalam lingkup Kota Mataram, keberadaan
alat dan bahan kesehatan relatif lengkap dan sesuai dengan standart pelayanan dan
kemungkinan pengembangan Puskesmas kedepannya Poskestren sebanyak 2 buah.
18
BAB III
MASALAH KESEHATAN
A. PROFIL KESEHATAN MASYARAKAT
Upaya Kesehatan Wajib yang dilakukan oleh Puskesmas Tanjung Karang
sesuai Permenkes 128 tahun 2004 adalah :
- Upaya Kesehatan Ibu dan Anak
- Upaya Kesehatan Perbaikan Gizi Masyarakat
- Upaya Kesehatan Lingkungan
- Upaya Promosi Kesehatan
- Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
- Upaya Kesehatan Pengobatan
Sedang Upaya Kesehatan Pengembangan yang telah ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan Kota Mataram yaitu :
- Upaya kesehatan Lansia
- Pelayanan Rawat Inap
- Pelayanan PONED (kegawatdaruratan ibu dan bayi)
Kemudian hasil tersebut juga disesuaikan dengan Target yang ditentukan oleh
Dinas Kesehatan Kota Mataram melalui target di tiap-tiap program kegiatan.
UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK KB
Pada tahun 2010 terdapat 0 (nol) kasus ibu meninggal, hal tersebut merupakan jumlah
yang lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang berjumlah 2 kasus. Ibu hamil yang
terdata pada tahun 2010 sebanyak 1.082 jiwa, meningkat dari tahun 2009 yang hanya 1.048 jiwa.
Demikian pula halnya dengan jumlah bayi meninggal yang hanya berjumlah 3 kasus. Kasus
terbanyak pada kelurahan Kekalik Jaya sebanyak 2 kasus dan sisanya terdapat pada kelurahan
Banjar. Jumlah bayi meninggal pada tahun 2009 mencapai 11 kasus.
Untuk Indikator-indikator kesehatan ibu, yang mengalami peningkatan cakupan target
adalah cakupan kunjungan bumil K4 sebesar 94.7%, jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang
hanya berkisar pada 90.69%. Namun hal tersebut masih dibawah target SPM 2010 yaitu sebesar
95%. Cakupan bumil resti/komplikasi yang ditangani oleh puskesmas mengalami peningkatan
19
drastis menjadi 75.2% yang pada tahun 2009 hanya sebesar 14.69%. Capaian tersebut harus
ditingkatkan lagi pada tahun 2011, karena masih dibawah target SPM sebesar 80%. Pelayanan
persalinan oleh nakes merupakan salah satu indikator kesehatan ibu yang mengalami
peningkatan yaitu sebesar 92.6 % yang pada tahun 2009 hanya mencapai 83.43%. Hal tersebut
melebihi target yang dikeluarkan oleh Puskesmas yaitu sebesar 89%.
Indikator kesehatan berikutnya yaitu pelayanan nifas lengkap/ ibu dan neonatus sesuai
standar (KN3). Indikator tersebut mengalami penurunan menjadi 81.1% yang pada tahun 2009
mencapai 82.30%. Indikator tersebut selain mengalami penurunan juga belum mencapai target
SPM yaitu 90%. Capaian pelayanan dan atau rujukan bumil resti/komplikasi merupakan
indikator yang bisa kita banggakan karena sudah mencapai 100% melebihi capaian 2009 yang
sebesar 73.31% serta sudah mencapai target SPM sebesar 100%.
Pada upaya kesehatan ibu dan anak – KB, yang diperhatikan adalah kesehatan bayi.
Indikator – indikator yang mencerminkan kesehatan bayi salah satunya adalah jumlah kematian
bayi. Jumlah kematian bayi di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada tahun 2010
sebanyak 3 kasus. Hal tersebut mengalami penurunan dari tahun 2009 yang mempunyai 11
kasus bayi meninggal.
Cakupan BBLR yang ditangani sudah mencapai angka 100% sesuai dengan target SPM.
Cakupan neonatal resti/komplikasi yang ditangani masih dikisaran 72.4%, walapun hal ini masih
dibawah target cakupan SPM yakni sebesar 80%. Namun hal tersebut sudah mengalami
peningkatan yang signifikan dari tahun 2009 sembilan yang sebesar 27.74%. Cakupan
kunjungan bayi sudah jauh melebih target SPM yang hanya sebesar 90%. Cakupan kunjungan
bayi ke Puskesmas Tanjung Karang sudah mencapai123.9% pada tahun 2010 dan 109.42% pada
tahun 2009. Cakupan KN1 mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 75.7% dari tahun
2009 yang mencapai angka 84.71%.
UPAYA KESEHATAN PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
Angka balita gizi buruk sebanyak 0 (nol) kasus, hal ini merupakan
peningkatan dari tahun 2009 yang mencapai 3 kasus. Cakupan jumlah pemberian
vitamin A pada balita sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun masih di bawah target SPM
(90%) yakni hanya sebesar 71.63%. Hal tersebut mengalami peningkatan dari tahun
2009 yang mencapai 66.12%. Cakupan pemberian tablet besi sudah melebihi target SPM
(90%) yaitu sebesar 98.52%. Cakupan balita yang naik berat badannya hanya mencapai
20
51%, meskipun hal ini merupakan peningkatan dari tahun 2009 yang hanya mencapai
48.10%, namun capaian ini masih dibawah target SPM yaitu sebesar 80%.
Angka balita bawah garis merah (BGM) sudah mencapai target SPM yakni <15%.
Namun jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang mencapai kisaran 3.55%, telah
terjadi penurunan pada tahun 2010 yang mencapai 4.22%.
UPAYA KESEHATAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
Jumlah sasaran air bersih pada wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada
tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu mencapai 9723 dari tahun 2009 yang hanya
mencapai 7672. Meskipun sasarannya mengalami peningkatan, namun cakupan
sarana air bersih (sab) mengalami penurunan (78.3%) dari nilai tahun 2009 sebesar
81.5%. Hal tersebut masih di bawah target SPM yang mencapai 90%. Kelompok
pemakai air pada wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang mengalami penurunan
menjadi 34 Tim dari 73 tim pada tahun 2009. Namun dari 34 Tim tersebut hanya 21
yang bertahan (61.76%). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa kelompok pemakai
air menjadikan sarana air bersih tersebut sebagai milik pribadi.
Jumlah Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) pada tahun 2010 mengalami
peningkatan dari 186 menjadi 191 buah. Namun dari jumlah tersebut, hanya 43 buah
(22.5%) yang memenuhi syarat. Kenyataan ini masih di bawah target SPM yang
mencapai 75%. Jumlah Saluran Pembuangan Air dan Limbah (SPAL) pada wilayah
kerja Puskesmas mengalami peningkatan menjadi 9723 buah dari 8863 buah pada
tahun 2009. Cakupan SPAL melebihi target SPM (75%) yaitu 81.8% pada tahun
2010. Salah satu indikator penyehatan lingkungan adalah cakupan rumah sehat dan
jamban keluarga. Secara keseluruhan, jumlah rumah mengalami peningkatan pada
tahun 2010 menjadi 9723 dari 7672. Namun cakupan rumah sehat yang ada
mengalami penurunan menjadi 71.4% dari 93.4%. Hal ini masih di bawah target SPM
sebesar 75%.
Jumlah jaga yang memenuhi syarat mengalami peningkatan jika dibandingkan
dengan tahun 2009 menjadi 2042 buah, namun cakupan jaga mengalami penurunan
21
menjadi 71.4% dari 75.5% pada tahun 2009. Hal tersebut masih di bawah target SPM
sebesar 75%.
UPAYA KESEHATAN PROMOSI KESEHATAN
Promosi kesehatan merupakan salah satu ujung tombak dari program
Puskesmas pada umumnya dan Puskesmas Tanjung Karang pada khususnya. Hal ini
berkaitan dengan salah satu fungsi Puskesmas sebagai Pusat Pembangunan
Berwawasan Kesehatan. Untuk meningkatkan wasasan masyarakat dalam hal
kesehatan diperlukanlah promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan sebagai salah
satu contohnya.
Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu
bentuknya. Penyuluhan PHBS dapat dilakukan di Rumah Tangga, Sekolah, Institusi
Sarana Kesehatan, Institusi Tempat Tempat Umum (TTU), serta Institusi Tempat
Kerja. Penyuluhan PHBS di Rumah Tangga mulai dilakukan pada tahun 2010 dan
mencapai cakupan sebesar 56.59%. Hal tersebut bisa dikatakan pencapaian yang baik
walaupun masih di bawah target SPM sebesar 65%. Penyuluhan PHBS di Sekolah
dan Institusi Kesehatan masing-masing mencapai angka 37.5% dan 100%. Kedua
pencapaian tersebut sudah di atas target yang dicanangkan oleh Puskesmas sebesar
37% dan 100%. Penyuluhan PHBS di Institusi TTU mencapai 31.8% di atas target
Puskesmas yang hanya 31%. Penyuluhan PHBS di Institusi Tempat kerja belum
dilakukan oleh karena satu dan lain hal.
Pos Pelayanan Terpadu atau yang bisa dikenal dengan nama POSYANDU
merupakan perpanjangan tangan dari puskesmas. Jumlah Posyandu madya yang
dimiliki oleh Puskesmas Tanjung Karang mencapai 31.54% dan mencapai target yang
dicanangkan oleh Puskesmas yaitu <50%. Posyandu purnama mencapai 68.16%
melebihi target SPM sebesar 40%. Posyandu yang aktif mencapai 68.16% jauh diatas
target Puskesmas yang hanya 40%.
Narkotika dan Penyalahgunaan Zat Terlarang atau lebih dikenal dengan
NAPZA merupakan momok tersendiri bagi perkembangan generasi bangsa. Demi
melindungi generasi muda pada wilayah kerjanya, Puskesmas Tanjung Karang
22
mengadakan penyuluhan terkait NAPZA. Hal ini mulai dilakukan pada tahun 2010
dan baru mencapai 5.7%, dan masih di bawah target SPM sebesar 15%. Pencapaian
tersebut sebaiknya tidak dilihat sebagai sesuatu yang negatif, karena penyuluhan
NAPZA pada generasi muda pada khususnya dan masyarakat pada uumnya harus
dilakukan secara perlahan namun menyeluruh.
Desa-desa dengan penggunaan kadar Yodium yang baik di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Karang sudah mencapai 76.8% walaupun baru dicanangkan pada
tahun 2010. Hal ini masih di bawah target SPM yakni sebesar 80%. Kendati
demikian, kelurahan yang memiliki desa siaga mencapai 100% dari total seluruh desa.
Hal ini merupakan sesuatu yang membanggakan bagi Puskesmas Tanjung Karang.
UPAYA KESEHATAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR (P2M)
Salah-satu indikator berhasil atau tidaknya suatu Puskesmas menjalankan
fungsinya di bidang preventif penyakit dilihat dari kesuksesan bidang P2M dalam
mencapai target. Indikator P2M bisa dikatakan berhasil adalah melalui prosentase
cakupan Kelurahan yang menjalankan program UCI. Sasaran bayi pada tahun 2010
meningkat menjadi 984 bayi dari 955. Kelurahan UCI mencapai 100% sesuai target
SPM. Namun ada aspek yang perlu diperhatikan lebih lanjut. Aspek tersebut adalah
imunisasi HB 1 untuk bayi <7 hari yang mengalami penurunan menjadi 94.6% dari
tahun sebelumnya yang mencapai 102%. Cakupan imunisasi anak sekolah (BIAS)
mengalami peningkatan menjadi 99% dari 98%. Namun hal ini masih di bawah target
SPM yang mencapai 100%.
Pada bidang P2 TB, jumlah sasaran 61 orang, jumlah tersangka TB yang
diperiksa sebanyak 264 jiwa dengan BTA (+) mencapai 12 penderita. Jumlah
penderita yang dikonfersi sebanyak 11 penderita. Cakupan kesembuhan penderita
BTA (+) hanya mencapai 83.33% dan masih di bawah target SPM sebesar 90%.
Pada bidang P2 Pneumonia, angka penemuan penderita pneumonia balita
hanya mencapai 69.48%. Hal tersebut masih berada di bawah target SPM sebesar
23
90%. Namun jumlah penderita pneumonia yang ditangani sudah mencapai angka
100%.
Pada bidang P2 DBD, penderita DBD yang ditangani sudah mencapai 100%.
Namun angka bebas jentik baru mencapai angka 73.88% dan masih di bawah target
SPM > 95%. Bidang P2 Diare melaporkan bahwa baru 52.61% angka cakupan diare.
Hal tersebut juga masih di bawah target SPM yang mencapai angka 100%. P2 malaria
melaporkan bahwa pemeriksaan darah pada penderita klinis malaria sudah mencapai
angka 100%. Selain itu, penderita yang ditangani dengan pengobatan standart
mencapai 100%.
Bidang P2 kusta melaporkan temuan kasus kusta berjumlah 1 kasus dengan
RFT 100%. Hal tersebut sudah mencapai bahkan melebihi target SPM yang mencapai
kisaran >90%. Bidang P2 HIV melaporkan bahwa penderita IMS (Infeksi Menular
Seksual) yang diobati mencapai 100%. Serta tidak ditemukan adanya HIV/AIDS pada
wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang. Pada bidang pelayanan haji, sudah 100%
calon jamaah haji yang diperiksa di Puskesmas Tanjung Karang.
UPAYA KESEHATAN PENGOBATAN
Upaya kesehatan pengobatan merupakan salah satu upaya kesehatan wajib
yang dijalankan oleh Puskesmas Tanjung Karang yang bergerak di bidang kuratif dan
rehabilitatif. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 47.127 jiwa, diharapkan jika
masyarakat sakit berkunjung ke Puskesmas. Hal itu nampaknya merupakan sesuatu
yang tercapai pada tahun 2010. Sekitar 43.338 jiwa berkunjung ke rawat jalan umum
serta 5744 berkunjung ke rawat jalan gigi. Upaya kesehatan pengobatan di Puskesmas
Tanjung Karang ditunjang oleh adanya fasilitas Laboratorium. Pemeriksaan Hb
(Haemoglobin) pada ibu hamil mencapai 94.7%. Pemeriksaan darah trombosit
tersangka DBD mencapai 100%. Pemeriksaan darah malaria mencapai 100%.
Pemeriksaan tes kehamilan mencapai 100%. Penyakit yang menempati posisi teratas
adalah nasofaringitis akut, yang diikuti dengan dengan diare dan ge yang diduga
berasal dari infeksi.
24
UPAYA KESEHATAN PENGEMBANGAN
Upaya Kesehatan Lansia
Upaya kesehatan Lansia yang dikembangkan oleh Puskesmas Tanjung Karang
terbagi menjadi upaya kesehatan statis dan dinamis. Upaya kesehatan statis yang
dimaksud adalah ketersediaannya Poli Lansia di Puskesmas Tanjung Karang. Berikut
keunggulan yang dimiliki oleh Poli Lansia:
One Stop Service
Pelayanan Tersendiri
Buka Tiap Hari
SIK: Entry tersendiri
Lokasi mudah dijangkau lansia, tidak perlu antri di loket.
Upaya kesehatan lansia yang bersifat dinamis dilakukan di luar gedung
Puskesmas Tanjung Karang. Aktifitas yang dilakukan seperti senam lansia,
penyuluhan lansia, pemeriksaan kesehatan lansia dan membentuk kelompok lansia.
Berbagai upaya kesehatan di atas bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia
dan menjadikan lansia menjadi lebih mandiri dan produktif.
Upaya Pelayanan Rawat Inap
Demi menjalankan fungsinya sebagai puskesmas perawatan, maka fasilitas
rawat inap merupakan salah satu aspek yang harus terpenuhi. Cakupan pasien umum
yang dirawat inap mencapai 130 pasien, Askes 29 pasien, Jamkesmas 341 pasien,
BKSBJK mencapai 227 pasien. Berikut adalah 10 kasus terbanyak di rawat inap pada
tahun 2010 berurut berdasarkan frekuensinya:
1. Diare
2. Thypus Abdominalis
3. Gastritis
4. Hipertensi
5. Demam dengue
6. ISK
7. COPD (PPOK)
8. Anemia
9. Asma bronkiale
10. Vertigo
25
Fasilitas rawat inap memiliki prosentase BOR 62,26% dan ALOS 3.68%
Pelayanan Poned (Kegawatdaruratan Ibu Dan Bayi)
Pelayanan Poned yang dilakukan oleh Puskesmas Tanjung Karang sudah
mengalami peningkatan pesat. Hal ini bisa dilihat dari total kasus pada 2010 yang
ditangani atau dirujuk sebanyak 178 kasus dibandingkan tahun 2009. Berikuut adalah
laporan PONED tahun 2010 yang pernah ditangani maupun dirujuk oleh Puskesmas
Tanjung Karang.
26
NO KASUS 2009 2010
TOTAL RUJUK TOTAL RUJUK
1 PE/ EKLAMPSI
PER 10 6 25 17
PEB 14 12 7 5
EKLAMPSI - -
HT KRONIK - -
2 HPP
ATONIA UTERI 24 - 48 0
RETENSIO PLAC 38 1 15 0
SISA PLAC 38 2 76 0
INVERSIO UTERI - - 0 0
ROBEKAN JLN LAHIR 10 1 5 0
3 VE 2 - ‘-
4 INFEKSI NIFAS 3 1 2 0
BEND. PAYUDARA - -
INFEKSI PAYUDARA 1 1
INF URIN TRACT 4 2
Puskesmas Tanjung Karang memiliki tim Poned yang berjumlah 3 tim. Selain tim PONED, wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang Juga memiliki Bidan Praktik Swasta (BPS) sebanyak 8 orang.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi masalah kesehatan ditemukan dua masalah :
1. Upaya Kesehatan Wajib (UKW)
Upaya Kesehatan Penyehatan Lingkungan
Cakupan sarana air bersih mengalami penurunan (78.3%) dari nilai tahun 2009
sebesar (81.5%). Hal tersebut masih di bawah target SPM 90%.
Kelompok pemakai air pada wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang
mengalami penurunan menjadi 34 Tim dari 73 tim pada tahun 2009. Namun dari
27
34 Tim tersebut hanya 21 yang bertahan (61.76%). Hal tersebut disebabkan oleh
beberapa kelompok pemakai air menjadikan sarana air bersih tersebut sebagai
milik pribadi.
Jumlah Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) pada tahun 2010 mengalami
peningkatan dari 186 menjadi 191 buah. Namun dari jumlah tersebut, hanya 43
buah (22.5%) yang memenuhi syarat. Kenyataan ini masih di bawah target SPM
yang mencapai 75%.
Secara keseluruhan, jumlah rumah mengalami peningkatan pada tahun 2010
menjadi 9723 dari 7672. Namun cakupan rumah sehat yang ada mengalami
penurunan menjadi 71.4% dari 93.4%. Hal ini masih di bawah target SPM sebesar
75%.
Upaya Kesehatan Promosi Kesehatan
Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu
bentuknya. Penyuluhan PHBS dapat dilakukan di Rumah Tangga, Sekolah,
Institusi Sarana Kesehatan, Institusi Tempat Tempat Umum (TTU), serta Institusi
Tempat Kerja. Penyuluhan PHBS di Rumah Tangga mulai dilakukan pada tahun
2010 dan mencapai cakupan sebesar 56.59%. Hal tersebut bisa dikatakan
pencapaian yang baik walaupun masih di bawah target SPM sebesar 65%.
Upaya Kesehatan Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
Pada bidang P2 DBD, penderita DBD yang ditangani sudah mencapai 100%.
Namun angka bebas jentik baru mencapai angka 73.88% dan masih di bawah
target SPM > 95%. Bidang P2 Diare melaporkan bahwa baru 52.61% angka
cakupan diare. Hal tersebut juga masih di bawah target SPM yang mencapai
angka 100%.
28
2. Daftar 10 penyakit terbanyak pada tahun 2010 :
NO NAMA PENYAKIT
1 NASOFARINGITIS AKUT (CC) J00
2DIARE DAN GE YG DIDUGA BERASAL DARI INFEKSI
A09
3 GASTRITIS DAN DUODENITIS K29
4 ABSES, FURUNKEL DAN KARBUNKEL KULIT L02
5 TONSILITIS AKUT J03
6 ARTHRITIS LAINNYA M13
7 CHRONIC APICAL PERIODONTITIS K04.5
8 HYPERTENSI ESENSIAL (PRIMER) I10
9 DERMATITIS ATOPIK L20
10 OPEN WOUND OF UNSPECIFIED BODY REGION T14.1
3. Daftar penyakit lainnya yang berdasarkan data hasil pelaksanaan kegiatan
pemeriksaan kecacingan di sekolah wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang yang
kami dapat yaitu :
No Puskesmas Sekolah Periksaan tinja Ket %Jmlh
muridJmlah mrd yg diperiksa
Jumlah positif cacingC.gelang C.cambuk C.tambang Total
1. Tanjung Karang
SDN 10 AMPENAN
217 204 31 19 2 52 25.5
2. SDN 15 AMPENAN
218 202 40 17 3 60 29.7
3. SDN 28 AMPENAN
209 198 29 19 0 48 24.2
4. SDN 35 AMPENAN
278 266 34 17 0 51 19.2
5. MI NURUL JANNAH
119 105 22 13 0 35 33.3
TOTAL 1.041 975 156 85 5 246 25.2
29
C. PRIORITAS MASALAH
Penentuan prioritas masalah menurut Abraham L dengan scoring teknik yaitu dengan
cara pemeilihan prioritas dilakukan dengan memberikan scor atau nilai untuk berbagai
parameter tertentu yang telah ditetapkan.
Daftar masalah
kesehatan
Frequensi Beratnya
masalah
Perhatian
masyarakat
Sensitifitas
terhadap upaya
kesehetan
masyarakat
Total
+ X R
Gastritis
Artritis
Hipertensi
Dermatitis atopic
Peny. Lainnya :
- DHF
- Helminthiasis
6
5
4
1
2
3
5
2
3
1
4
6
5
2
6
1
4
3
6
2
5
1
3
4
22
11
18
6
13
16
1
5
2
6
4
3
Berdasarkan penentuan prioritas masalah menurut metode Abraham di atas maka
dapat kami menarik kesimpulan prioritas masalah berdasarkan ranking. Namun dalam hal
ini kami mengambil maslah helminthiasis sebagai pkok permasalahan utnuk dilakukan
intervensi.
30
POHON FAKTOR
31
METODOLOGI
1. Desain penelitian
Rancangan penelitian kami menggunakan penelitian observatif deskriptif
dengan desain cross sectional. Studi cross sectional adalah penelitian non-
eksperimental dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko
dengan efek yang berupa penyakit atau status kesehatan tertentu, dengan model
pendekatan point time (titik waktu yang sama).
2. Waktu dan Tempat Penelitian
Pre-test
Waktu :29 Juli 2011, pukul 04.30 WITA
Tempat :Lingkungan Batu Dawe dan Batu Ringgit Selatan dan Utara
Post- test
Waktu :6 Agustus 2011 08.00 WITA
Tempat Kelas IV a SDN 15 Ampenan
3. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilakukan dengan target seluruh siswa SDN 15 Ampenan yang
berjumlah 218 siswa kelas 1 s/d 6. Namun, karena kami menemukan hambatan,
sehingga kami menggunakan populasi dengan menggunakan kelas 4, 5, dan 6a,b
dengan jumlah siswa 126 orang.
Penentuan sampel dilakukan menggunakan metode simple random sampeling
dengan cara di lotre.
4. Besar Sampel
Penentuan besar sampel dilakukan dengan mengguanakan rumus Slovin
dimana jumlah populasinya diketahui.
32
Ket :
N : Jumlah populasi yang diketahui
n : : Jumlah sampel yang ingin di cari
e : error tolerance (taraf signifikansi) -> ( ^2 = pangkat dua )
Dengan menggunakan rumus di atas dapat kita masukkan populasi yang digunakan
dengan taraf signifikansi yang kami gunakan adalah 10%=0.1.
n = 55,75 = 56
Jadi jumlah sampel yang digunakan adalah minimal 56 orang siswa.
5. Instrument dan cara pengumpulan data
Instrument yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan metode
wawancara.
Cara pengumpulan data kami lakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang
kami dapatkan dari puskesmas dan dinas kesehatan Kota Mataram. Sedangkan
pengumpulan data primer kami langsung turun ke lapanagna untuk melakukan
wawancara.
6. Definisi Operasional
Helmint (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat merugikan
manusia. Jenis cacing yang banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia
adalah cacing gelang (Ascaris lumbricuides,) cacing tambang (Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris tricura).
Pengelompokkan data Pengetahuan, perilaku, dan kondisi Rumah, dibagi
dalam 3 golongan :
Pengetahuan
Rendah
33
Sedang
Tinngi
Prilaku
Buruk
Baik
Kondisi Rumah dan lingkungan
Tidak Sehat
Sehat
D. ALTERNATIF PEMECAHAN SOLUSI
Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah diperoleh alternative pemecahan
maslah sebagai berikut :
MASALAH PENYEBAB MASALAH ALTERNATIF SOLUSI
Helminthiasis 1. Kurang tersedianya sarana air bersih dan
jamban sehat
2. Rendahnya pengetahuan ibu dan anak
tentang penyakit cacingan
3. Kurangnya kesadaran masyarakat
tentang perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS)
1. Penyuluhan PHBS
kepada siswa SDN
15 Ampenan.
2. Pembagian sabun
dan alat pemotong
kuku.
3. Pembuatan sarana
jamban sehat.
4. Penyediaan sarana
air bersih.
Berdasarkan alternative solusi yang kami buat, kami melakukan scoring dengan
menggunakan metode Reinke yaitu berupa matriks EVEKTIVITAS DAN EFISIENSI :
No ALTERNATIF
SOLUSI
EFEKTIVITAS EFISIENS
IP=
RANK
34
M I V C
1
2
3
4
Penyuluhan PHBS
kepada siswa SD
15 Ampenan.
Pembagian sabun
dan alat pemotong
kuku.
Pembuatan sarana
jamban sehat.
Penyediaan sarana
air bersih.
4
4
4
3
4
4
4
4
4
3
4
4
3
3
5
5
21.33
16
12.8
9.6
1
2
3
4
SKOR = antara 1 sampai 4
Ket.
M = Magnitude -> besarnya masalah yang dapat diatasi
I = Importancy -> pentingnya mengatasi masalah
V = Vulnerability -> kecepatan mengatasi masalah
C = Cost -> biaya yang diperlukan
P = Prioritas = P=
Ranking = urutan pemilihan kegiatan ≠ intervensi
Berdasarkan table pemilihan alternative solusi di atas dapat kami simpulkan bahwa
urutan pemilihan kegiatan yang kami lakukan adalah yang pertama adalah Penyuluhan diikuti
dengan pembagian sabun dan alat pemotong kuku.
35
36
BAB IV
A. PROGRAM KEGIATAN INTERVENSI KESEHATAN
Menyusun matriks kegitan
Dari kegiatan intervensi terpilih, disusun rincian langkah kegiatan sebagai berikut :
No. Kegiatan Tujuan Sasaran Metode Lokasi Waktu PJ
1 Penyuluhan
PHBS
Meningkatkan
pengetahuan
dan berusaha
mengubah
prilaku
Siswa
kelas IV,
V, VIA-B
SD 15
Ampenan.
Penyuluhan Kelas
VIA
08.30-
12.00
dr.
Larangga
Gempa
B.
2 Pembagian
sabun dan
alat
pemotong
kuku.
Sebagai usaha
mengubah
prilaku siswa
kelas
IV,V,VIA-B
Siswa
kelas IV,
V, VIA-B
SD 15
Ampenan
- Kelas
VIA
08.30-
12.00
dr.
Larangga
Gempa
B.
Tabel 4.1 intervensi pilihan
B. PANITIA PELAKSANAAN KEGIATAN INTERVENSI HELMINTHIASIS
Pelaksana Kegiatan Nama
Penasehat dr. Hj. Wiwin Nurhasida
Penanggung Jawab - dr. Larangga Gempa B.
- dr. Fachrudi
- dr. Ma’ruf Madjid
- Irwan Syuhada S. Psi
Ketua I Wayan Supartanaya
Pemberi Materi Deni Sutrisna Wiatma
Sie. Acara - Ismulyaningsih
- Nurul Fathi Qory Rizkiah
- Maya Komala Sari
37
- St. Noururrifqiyati Juna Putri
Sie. Perlengkapan - Lalu Hurilfan Fathoni
- M. Ade Indra Soetomo
Sie. Publikasi & dokumentasi M. Ruhy Ithri Jamil
JADWAL KEGIATAN INTERVENSI HELMINTHIASIS
Hari / Tanggal Sabtu / 6 agustus 2011
Waktu 08.00 – 12.00 WITA
Lokasi SDN 15 Ampenan
Acara - Pembukaan
- Sambutan Kepala Sekolah / Wali
Kelas IV, V dan VI
- Pengenalan Peserta KKL
- Pembagian perlengkapan intervensi
(buku, bolpoin, sabun, pemotong
kuku, stiker)
- Pemberian materi
HELMINTHIASIS pada
siswa/siswi kelas VI (A/B)
sebanyak 39 siswa
- Sesi Tanya Jawab (DoorPrize)
- Post Test (sample)
- Istirahat
- Pembagian perlengkapan intervensi
(buku, bolpoin, sabun, pemotong
kuku, stiker) untuk kelas IV dan V
- Pemberian Materi
HELMINTHIASIS pada siswa
kelas IV dan V sebanyak 57 siswa
38
- Sesi Tanya Jawab (Door Prize)
- Post Test (sample)
- Pemberian Cinderamata untuk
SDN 15 Ampenan
- Penutup
- Selesai
Sarana Prasarana :
1. Lokasi: Sekolah SDN 15 Ampenan kelas VI A
2. Visual: LCD (Puskesmas)
3. Audio: Wireless, Microfone, cokroll (peserta KKL)
C. PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN KEGIATAN INTERVENSI
KESEHATAN
1. Pelaksanaan Intervensi Kesehatan
Pelaksanaan Kegiatan Intervensi Kesehatan dilakukan dengan memberikan
penyuluhan dengan materi Helminthiasis pada siswa kelas IV, V dan VI di SDN 15
Ampenan. Penyuluhan dilakukan dengan pemberian materi oleh peserta KKL
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar dengan menggunakan media audio
visual (ppt). Penyuluhan dipesertai oleh siswa dengan jumlah 96 siswa yang dimana
jumlah keseluruhan siswa sebanyak 118 siswa dengan ketidakhadiran 22 siswa.
Penyuluhan diadakan dengan dua sesi, yang mana sesi pertama diberikan
penyuluhan pada siswa kelas VI, dimana kelas VI memiliki dua kelas dan sesi kedua
diberikan penyuluhan pada siswa kelas IV dan V pada hari yang sama, ini dilakukan
karena terjadi keterbatasan tempat. Setelah diberi penyuluhan, diadakan sesi tanya
jawab bagi siswa dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa mengerti
dengan materi yang diberikan. Untuk memotivasi siswa, peserta KKL memberikan
beberapa door prize bagi siswa yang dapat menjawab pertanyaan yang diberikan
dengan benar. Peserta KKL juga menyediakan perlengkapan penunjang intervensi
untuk seluruh siswa yang diintervensi seperti buku tulis, bolpoin, sabun cuci tangan,
pemotong kuku dan stiker. Peserta KKL juga memberikan post test kepada siswa
yang telah dijadikan sample, dimana sebelumnya telah dilakukan pretest pada siswa-39
siswa tersebut. Hasil dari post test tersebut yang peserta KKL jadikan sebagai tolak
ukur untuk menilai seberapa besar peningkatan pengetahuan dari siswa-siswa
tersebut setelah dilakukan intervensi.
2. MONITORING
Penyuluhan yang kami lakukan di SDN 15 Ampenan dimana pelaksanaannya
dilakukan dengan dua sesi, dimana sesi yang pertama kami lakukan dengan
memberikan penyuluhan kepada kelas VIa dan VIb, kemudian untuk sesei kedua kami
lakukan dengan pemberian penyuluhan kepada kelas IV dan V.
Selama melakukan penyuluhan kami di dibantu dan didukung oleh pihak SDN 15
Ampenan, sehingga pelaksanaan penyuluh berlangsung dengan tertib.
3. PEMBAHASAN
Pada tanggal 30-juli-2010 tepatnya jam 16.30 WIB kami kelompok KKL
Puskesmas Tanjung Karang telah turun ke lapangan untuk pengambilan data primer
untuk pre test dalam bentuk kuesioner wawancara dan mendapatkan 53 sampel dari 3
kelurahan Batu dawe, Batu ringgit utara dan selatan. Penentuan sampel dilakukan
dengan menggunakan metode simple random sampling dengan cara di lotre.
Kemudian untuk penentuan jumlah sampel digunakan rumus slovin yang dimana
jumlah populasinya diketahui yaitu :
Ket :
N : Jumlah populasi yang diketahui
n : : Jumlah sampel yang ingin di cari
e : error tolerance (taraf signifikansi) -> ( ^2 = pangkat dua )
Berdasarkan rumus di atas maka kami mendapatkan jumlah sampel sebesar 5
orang dari 126 siswa atau populasi yang sudah kami tetapkan. Dimana error tolerance
yang kami gunakan adalah 10% = 0.1.
40
Setelah mendapat data tersebut kami mulai menganalisis data menggunakan
SPSS 17.0 dan didapatkan data sebagai berikut :
Statistics
Jamb
an
Sumber
_air
Cuci_tan
gan1
Cuci_tan
gan2
Cuci_
BAB
alas_k
aki jajan Kuku
P_caci
ngan
P_sum
ber
P_gej
ala
P_penul
aran Scoring IS
N Valid 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53
Missin
g
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 1.830
2
1.3396 1.6226 1.6226 1.679
2
1.509
4
1.962
3
1.283
0
.9245 .7170 .2453 .1698 14.905
6604
Median 2.000
0
1.0000 2.0000 2.0000 2.000
0
2.000
0
2.000
0
2.000
0
1.0000 .0000 .0000 .0000 14.000
0000
Mode 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 .00 .00 .00 .00 14.000
00
Range 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 16.000
00
Minimum 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .00 1.00 .00 .00 .00 .00 .00 8.0000
0
Maximum 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 24.000
00
Tabel 4.1 data statistik responden pre-test
Berdasarkan data di atas didapatkan nilai mean atau rata-rata yaitu sebesar 14.9
atau dibulatkan menjadi 15, dimana nilai 15 setelah di kalkulasi sekitar sebesar 62.5
atau dalam interpretasi termasuk dalam nilai C. Untuk nilai median dan modus sama
sama bernilai 14 atau sekitar 58.33. Dari hasil analisa juga didapatkan nilai minimal
yang di capai siswa yaitu 8 dan nilai maksimal yang dicapai siswa yaitu 24.
Berikut adaalah scoring yang didapatkan berdasarkan analisa menggunakan SPSS :
41
Scoring
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 8.00000 1 1.9 1.9 1.9
9.00000 3 5.7 5.7 7.5
11.00000 3 5.7 5.7 13.2
12.00000 3 5.7 5.7 18.9
13.00000 7 13.2 13.2 32.1
14.00000 11 20.8 20.8 52.8
15.00000 7 13.2 13.2 66.0
16.00000 4 7.5 7.5 73.6
17.00000 4 7.5 7.5 81.1
18.00000 1 1.9 1.9 83.0
19.00000 2 3.8 3.8 86.8
20.00000 3 5.7 5.7 92.5
21.00000 2 3.8 3.8 96.2
22.00000 1 1.9 1.9 98.1
24.00000 1 1.9 1.9 100.0
Total 53 100.0 100.0
Tabel 4.2 data distribusi Scoring pre test
42
Berdasarkan tabel terlihat bahwa nilai siswa yang terbanyak pada scor 14 yaitu
berjumlah sekitar 11 siswa. Berikut adalah hasil interpretasi dari hasil yang dicapai siswa :
IS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid A 9 17.0 17.0 17.0
B 9 17.0 17.0 34.0
C 18 34.0 34.0 67.9
D 13 24.5 24.5 92.5
E 4 7.5 7.5 100.0
Total 53 100.0 100.0
Tabel 4.3 Interpretasi Scoring
43
Berdasarkan tabel dan grafik dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan
siswa SDN 15 Ampenan mengenai penyakit cacingan berada pada tingkat Cukup dan
Rendah (D).
Jadi berdasarkan hasil analisa data setelah wawancara, kami menyimpulkan
bahwa pengetahuan siswa SD tetnang penyakit cacingan sudah bisa dikatakan Cukup
yaitu berkisar antara 14.9056604 dibulatkan 15 sehingga hasil dari Interpretasi score
(62,5) (C) sehingga kami berencana melakukan intervensi dalam tujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan berusaha mengubah prilaku dari para responden.
4. EVALUASI
Setelah dilakukan intervensi kepada siswa, kami melakukan evaluasi yaitu
berupa pemberian post test dengan metode yang sama yaitu kuesioner wawancara.
Setelah kami melakukan evaluasi atau post test, kami mengolah data menggunakan
SPSS 17.0 dengan hasil analisa sebagai berikut:
44
Statistics
Jamb
an
Sumbe
r_air
Cuci_ta
ngan1
Cuci_ta
ngan2
Cuci_
BAB
alas_
kaki jajan kuku
P_caci
ngan
P_su
mber
P_gej
ala
P_penu
laran
Scorin
g IS
Mean 1.972
2
1.4444 1.6944 1.9167 1.805
6
1.833
3
1.944
4
1.555
6
1.5556 1.500
0
1.444
4
1.3889 20.083
3333
Median 2.000
0
1.0000 2.0000 2.0000 2.000
0
2.000
0
2.000
0
2.000
0
2.0000 2.000
0
2.000
0
2.0000 22.000
0000
Mode 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 23.000
00
Minimum 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 10.000
00
Maximum 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 24.000
00
Sum 71.00 52.00 61.00 69.00 65.00 66.00 70.00 56.00 56.00 54.00 52.00 50.00 723.00
000
Tabel 4.4 data Distribusi responden post test
Berdasarkan tabel hasil evaluasi di atas, dapat di simpulkan bahwa nilai rata-rata yang
dicapai siswa sekitar 20.08 dimana nilai ini setelah diinterpretasi Scoring didapatkan hasil
sekitar 83.33. Hal ini membuktikan bahwa terdapat peningkatan tingkat pengetahuan siswa
mengenai penyakit cacingan. Nilai minimum yang dicapai siswa sebesar 10 dan nilai
maksimumnya adalah 24. Jadi ini menandakan adanya perubahan pola distribusi nilai dari
setelah post test dan pada setelah pre test.
Berikut adalah analisa berdasarkan scoring yang diperoleh siswa SDN 15 Ampenan :
45
Scoring
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 10.00000 2 5.6 5.6 5.6
11.00000 1 2.8 2.8 8.3
14.00000 2 5.6 5.6 13.9
15.00000 2 5.6 5.6 19.4
16.00000 2 5.6 5.6 25.0
20.00000 2 5.6 5.6 30.6
21.00000 6 16.7 16.7 47.2
22.00000 4 11.1 11.1 58.3
23.00000 12 33.3 33.3 91.7
24.00000 3 8.3 8.3 100.0
Total 36 100.0 100.0
Tabel 4.5 analisa scoring
Berdasarkan hasil analisa tabel dan diagram batang di atas nilai terbanyak yang
dicapai siswa setelah evaluasi adalah sebesar 23 yang di raih oleh sekitar 13 siswa. Dimana
nilai 23 setelah diinterpretasi scoring n yaitu sekitr 83.33. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat peningkatan tinggkat pengetahuan siswa mengenai penyakit cacingan setelah
dilakukan intervensi.
46
Berikut adalah hasil analisa berdasarkan interpretasi nilai :
IS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid A 27 75.0 75.0 75.0
B 2 5.6 5.6 80.6
C 4 11.1 11.1 91.7
D 1 2.8 2.8 94.4
E 2 5.6 5.6 100.0
Total 36 100.0 100.0
Tabel 4.6 hasil analisa interpretasi nilai
Berdasarkan tabel dan diagram batang hasil analisa SPSS tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa nilai yang paling banyak di raih siswa yaitu nilai A yaitu diraih oleh
sekitar 27 siswa. Jika dipresentasikan maka didapat perolehan nilai A yaitu sekitar 75% dari
52 sampel.
Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan tingkat pengetahuan siswa mengenai
penyakit cacingan setelah dilakukan intervensi. Yang dari sebelumnya pada saat pre test yaitu
17% dan setelah dilakukan intervensi naik sebesar 58% menjadi 75% akan tetapi disini ada
47
sedikit kekurang pada penelitian kecacingn ini dimana jumlah responden pre test dan post test
hal disini dikarenakan adanya faktor hanbatan dimana sebanyak 17 siswa tidak hadir akan
tetapi disini kita melihat menggunakan presentasi akhir dimana hasilnnya sangat bermakna.
Hal ini menyatakan bahwa hasil intervensi kami dapat meningkatkan lebih dari 50%
pengetahuan mereka.
D. HAMBATAN DAN MASALAH
Hambatan kami dalam pelaksanaan KKL dipuskesmas adalah:
1. Saat kami menentukan prioritas masalah sebenarnnya memilih gastritis akan tetapi
datanya tidak ada, hanya data kunjungan sama halnya dengan data demam berdarah
2. Pada saat pengambilan data di kelurahan Ampenan selatan dan Tanjung Karang kami
mengalami kesulitan karena profil daerah yang tidak adanya profil daerahnnya
3. Dalam melakukan pre-test kami terbentur akan libur awal puasa anak sekolah dimana
kami akhirnnya melakukan dengan cara door to door dan mendapat 53 sample.
4. Pada saat melakukan intervensi kami terbentur waktu karena jumlah sample pada saat
pre-test tidak sebanding saat post test dikarenakan sakit,dan lain hal.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Secara umum kegiatan program yang dilaksanakan oleh Puskesmas Tanjung
Karang tahun 2010 telah memenuhi standar pelayanan minimal dan telah
mengacu pada pencapaian target Indikator Indonesia Sehat 2011.
Pada beberapa kegiatan tampak sudah mencapai target yang ditentukan namun
adapula kegiatan yang belum mencapai targetnya, misalnya masalah pelayanan
kesehatan yaitu kesehatan lingkungan, dan pelaksanaan PHBS dilingkungan
Puskesmas.
Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa penggunaan jamban sehat
sekitar 90% menggunakan jamban dan sisanya 10% tidak memenuhi jamban
sehat
Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa penggunaan air bersih
pada siswa-siswi SDN 15 Ampenan sekitar 65% menggunakan air bersih dan
sisanya sekitar 35% tidak menggunakan air bersih
Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa penggunaan alas kaki
diluar rumah pada siswa-siswi SDN 15 Ampenan adalah sekitar 75% dan
sisanya sekita 25% tidak menggunakan alas kaki
Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa siswa siswi SDN 15
Ampenan sekitar 60,4 % memiliki kuku yang bersihu sedangkan sisanya masih
belum masuk kriteria kuku yang bersih.
Berdasarkan evaluasi dari sebelum post test terjadi peningkatan pengetahuan
anak-anak kelas IV,V,VI SDN 15 Ampenan sebesar 58%.
B. SARAN
Beberapa target yang belum tercapai hendaknya dapat dicari masalah apa saja
hambatan yang ditemui di masyarakat dan alternatif pemecahan masalahnya.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010.
Jakarta.
2. BKKBN, 1997. Panduan Pembangunan Keluarga Sejahtera Dalam Rangka
Penanggulangan Kemiskinan. Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN.
Jakarta.
3. Gani EH, 1994. Kemoterapi Masa Kini Untuk Pengobatan Soil Transmitted
Helminthiasis. Presented at Simposium Sehari Peran Serta Masyarakat Dalam Usaha
Penaggulangan Penyakit Kecacingan. FK USU Medan.
4. Soedarto, 1992. Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Widya Medika. Jakarta.
5. WHO Technical Report Series, 2002. Prevention and Control of Schistosomiasis and Soil
Transmitted Helminthiasis. Geneva.
6. WHO, 2006. Schistosomiasis and soil transmitted helminth infections-preliminary
estimates of the number of children treated with albendazol or mebendazole.
http://www.who.int/weekly epidemiological record.
7. Firmansyah, Isra MD, dkk. 2004. Factors Associated With the Transmission of Soil
Transmitted Helminthiasis Among Schoolchildren. Jurnal Pediatrica Indonesiana
Vol. 44 No. 7-8.
8. Rini P, Jeanne, dkk, 2000. Hubungan Antara Gejala dan Tanda Penyakit Cacing Dengan
Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Ampana Kota
Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Jurnal epidemiologi Indonesia Vol. 4 Edisi I.
Yogyakarta
9. Dinkes Kota Mataram , 2010 . Laporan Hasil Kegiatan Program Cacingan Tahun 2005.
Dinkes Dinkes Kota Mataram.
10. Gani, H. E, 2002. Helmintologi Kedokteran. Edisi XX. EGC. Jakarta.
11. Albert B, 2006. Sabin Vaccine Institude 1889 F Street. N W Suite 2008. Washington
DC.www//http: DPDx, the CDC Parasitology Website. 2007.
50
12. DepKes RI, 2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan di Era
Desentralisasi. DepKes RI. Jakarta.
13. Maharani I.P, Astri. 2005. Infeksi Nematode Usus Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri
KarangMulyo 02, Kecamatan Peragon, Kabupaten Kendal. Jurnal Kedokteran Yarsi
13 (1) 24-34. Jakarta.
14. Damanik, Erida, 2005. Skripsi Mahasiswa : Gambaran Epidemiologi Penyakit Soil
Transmitted Helminths Pada Murid SD Negeri No. 091434 Kecamatan Pamatang
Sidamanik Kabupaten Simalungun Tahun 2005. FKM USU Medan.
15. Sadjimin, Toni, 2000. Gambaran Epidemiologi Kejadian Kecacingan Pada Siswa SD di
Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Jurnal Epidemiologi
Indonesia. Vol. 4 Edisi 1. Yogyakarta.
16. Alemina, S. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian
Kecacingan Pada Anak SD Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah, Kab. Karo. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK USU. Digitized by USU digital library.
17. Sandjaja, B., 2007. Helmintologi Kedokteran. Prestasi Pustaka, Jakarta.
18. Damanik, E., 2005. Gambaran Epidemiologi Penyakit Soil Transmitted Helminths Pada
Murid SD Negeri No. 091434 Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten
Simalungun Tahun 2005. FKM USU Medan.
19. Sandjaja, B., 2007. Helmintologi Kedokteran. Prestasi Pustaka, Jakarta.
20. An American Family Physian, 2004. Common Intestinal Parasites http://www.An
American Family Physician.org. Tanggal akses 5 Mei 2008.
21. Depary, AA., 1985. Soil Transmitted Helminthiasis. EGC, Jakarta.
22. Onggowaluyo, J., 2001. Parasitologi Medik I (Helmintologi). Program Studi Biomedik
Kekhususan Parasitologi Universitas Indonesia, Jakarta.
23. Depkes RI, 2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan Di
Daerah Desentralisasi, Jakarta.
51
LAMPIRAN
52