52919780-referat-laringotrakeomalasia

Upload: khadijahii

Post on 04-Apr-2018

246 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    1/27

    Clinical Science Session LARINGOTRAKEOMALASIA

    Oleh: Agdha Fitriana Dona Ariska Indah Indriani Wydia Iryani 03120069 06120138 06923037 06923058 Rahma Tsania Zhuhra 06120130

    Pembimbing : Dr. Novialdi, Sp. THT-KL

    BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2010

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    2/27

    KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telahmelimpahkan ilmu, akal, pikiran dan waktu sehingga penulis dapat menyelesaikanreferat yang berjudul Laringotrakeomalasia. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu PenyakitTelinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Novialdi, Sp.THT-KL selaku pembimbing referat dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenaitu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan referat ini. Akhir kata, semoga referatini bermanfaat bagi kita semua.

    Padang, Desember 2010

    Penulis

    2

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    3/27

    DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 2 DAFTAR ISI........................................................................ 3 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.. 4 1.2. Batasan Masalah.... 5...................................................................... 2.2. Epidemiologi................................................................................................ 2.3. Anatomi dan Fisiologi.................................................................................. 2.4. Etiologi dan Patogenesis.............................................................................. 2.5. Manifestasi Klinis........................................................................................ 2.6. Diagnosis...................................................................................................... 2.7. Penatalaksanaan.......................................................................................... 2.8. Prognosis...................................................................................................... BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.................................................................................................... 5 5 6 6 7 13 16 18 22 24 25

    DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 26

    BAB I 3

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    4/27

    PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laringomalasia pertama kali diperkenalkan oleh Jackson pada tahun 1942. Laringomalasia merupakan penyebab utama gejala stridor pada bayi.. Kelainan ini dapat hadir bersama dengan trakeomalasia. Pada laringotrakeomalasia biasanya struktur glotis dan subglotis normal.1 Laringomalasia biasanya bermanifestasi pada saat lahir atau dalam usia beberapa minggu kehidupan berupa stridor inspirasi. Berdasarkan beberapa laporan, sekitar 6575% kelainan laring pada bayi baru lahir disebabkan oleh laringomalasia, dan masih mungkin dianggap sebagai fase normal perkembangan laring, karena biasanya gejala akan menghilang setelah usia 2 tahun, namun dapat bertahan sampai usia 4 tahun atau masa anak-anak. Trakeomalasia dapat pula terjadi sebagai kelainan tunggal, tidak berhubungan dengan laringomalasia, yang dapat menimbulkan gejala stridor inspirasi, ekspirasi atau bifasik. Pada penelitian Holinger pada 219 pasien dengan stridor, kelainan kongenital pada laring dan trakea menempati urutan pertama (60,3%) dan kedua (16%). Penyebab tersering keadaan stridor pada bayi adalah laringomalasia dantrakeomalasia sebagai dua kelainan kongenital yang tersering pada laring (59,8%)dan trakea (45,7%) pada neonatus, bayi dan anak-anak. Kejadian laringomalasia pada laki-laki dua kali lebih banyak daripada perempuan. Sebagian besar laringomalasia dan trakeomalasia bersifat ringan dan dapat menghilang sendiri. Dalam persentase yang kecil, keadaan laringotrakeomalasia yang berat yang menimbulkan keadaan apnea, kesulitan makan, gagal tumbuh dan kor pulmonal akan membutuhkan intervensi bedah untuk penatalaksanaannya Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwalaringotrakeomalasia menempati urutan kelainan kongenital tersering pada neonatus, bayi dan anak-anak. Oleh karena itu perlunya kita mengetahui diagnosis dinidan penatalaksanaan mutakhir laringotrakheomalasia, sehingga dalam makalah ini a

    kan dibahas segala aspek penting mengenai laringotrakheomalasia. 4

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    5/27

    1.2 Batasan Masalah Pembahasan tulisan ini dibatasi pada definisi, patogenesis,diagnosis, dan penatalaksanaan Laringotrakeomalasia 1.3 Tujuan Penulisan Tulisanini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis khususnyamengenai Laringotrakeomalasia. 1.4 Metode Penulisan Tulisan ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    6/27

    2.1

    Definisi Laringotrakeomalasia adalah kelainan yang disebabkan oleh melemahnya struktur

    supraglotis dan dinding trakea, sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran napas yang menimbulkan gejala utama berupa stridor. Kelainan ini dapat hadir sebagai laringomalasia atau trakeomalasia saja.

    Gambar Laringomalasia 2.2 Epidemiologi Laringomalasia diperkenalkan oleh Jacksondan Jackson pada tahun 1942.1 Laringomalasia adalah anomali kongenital pada laring yang paling sering terjadi. Anak laki-laki dilaporkan mengalami laringomalasia 2 kali lebih sering daripada anak perempuan. Laringomalasia secara umum merupakan kondisi self-limiting, akan tetapi dapat mengancam jiwa karena obstruksi jalan nafas yang ditimbulkannya. Selain itu, laringomalasia juga dapat menyebabkanterjadinya kor pulmonal dan kegagalan pertumbuhan pada anak. Laringomalasia dantrakeomalasia merupakan dua kelainan kongenital tersering pada laring (59,8%) dan trakea (45,7%) neonatus,bayi,dan anak yang sering menyebabkan stridor.2 2.3 Anatomi dan Fisiologi Laring dan Trakea 6

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    7/27

    2.3.1 Laring Laring adalah organ khusus yang mempunyai sfingter pelindung pada pintu masuk jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Di bagian atas, laring membuka ke dalam laringofaring dan di bawah bersambung dengan trakea. Kerangka laring dibentuk oleh beberapa tulang rawan, yang dihubungkan melalui membrandan ligament yang digerakkan oleh otot dan dilapisi oleh mukosa.3 Laring adalahbagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring dan batas bawahnya adalah batas kaudal kartilago krikoid.4 Kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hyoid yang berbentuk seperti huruf U dan beberapa buah tulang rawan. Permukaan atas tulang hyoid dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendo dan otot. Saat menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik ke atas, dan saat laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka mulut dan membantu menggerakkan lidah.4 Tulang rawan yang menyusun laring terdiri dari kartilago epiglottis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago kuneiformis.4 Kartilago-kartilago ini secara embriologis dibentuk dari unsur rawan pada lengkung faring ke-4 dan ke-6 yang bersatu. Lengkung faring ini mulai tampak pada pertumbuhan embrio di minggu ke-4 dan ke-5 intrauterin.5

    7

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    8/27

    Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan instrinsik. Otototot ekstrinsik bekerja pada laring secara keseluruhan, terletak di suprahioid (m.digastrikus, m. geniohioid, m. stilohioid, m.milohioid) dan infrahioid (m.sternohioid, m.omohioid, m.tirohioid). Otot-otot instrinsik menyebabkan gerakan bagian laring tertentu yang berhubungan dengan gerakan pita suara, yakni m.krikoaritenoid lateral, 8

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    9/27

    m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika, m.krikotiroid, m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik, m.krikoaritenoid posterior.4

    9

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    10/27

    Rongga laring terdiri atas tiga bagian, yaitu supraglotis, glottis, dan subglotis. Daerah supraglotis terdiri dari epilaring dan vestibulum. Epilaring merupakangabungan dari permukaan epiglottis, plika ariepiglotika dan aritenoid, sedangkan vestibulum terdiri dari pangkal epiglottis, plika vestibular dan ventrikel. Daerah glottis terdiri dari pita suara dan 1 cm di bawahnya. Daerah subglotis adalah dari batas bawah glottis sampai dengan batas bawah kartilago krikoid.4

    10

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    11/27

    Fungsi laring terdiri dari :4 1. Proteksi, yakni untuk mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea dengan menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan 2. Refleks batuk, dapat mengeluarkan benda asing yang telah masuk ke dalam trakea serta mengeluarkan sekret 3. Respirasi, yakni dengan mengatur besar kecilnya rima glottis 4. Sirkulasi, dengan terjadinya perubahan tekanan udaradalam traktus trakeobronkial maka sirkulasi darah dari alveolus akan terpengaruh, demikian juga sirkulasi darah tubuh 5. Proses menelan, dengan menggerakkan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring 6. Emosi, yakni dapatmengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain 7. Fonasi, yakni membuat suara dengan menentukan tinggi rendahnya nada 2.3.2 Trakea Trakea merupakan pipa yang terdiri dari tulang rawan dan otot yang dilapisi olehepitel torak berlapis semu bersilia, mulai dari kartilago krikoid sampai percabangan ke bronkus utama kanan dan kiri, pada setinggi iga kedua pada orang dewasadan setinggi iga ketiga pada anak-anak. Trakea terletak di tengah-tengah leher dan makin ke distal bergeser ke sebelah kanan dan masuk ke rongga mediastinum dibelakang manubrium sterni. Trakea sangat elastis, dengan panjang dan letak yangberubah-ubah tergantung pada posisi kepala dan leher. Lumen trakea ditunjang oleh kira-kira 18 cincin tulang rawan yang bagian posteriornya tidak bertemu. Terdapat jaringan yang merupakan batas dengan esofagus,yang disebut dinding bersama antara trakea dan esofagus (tracheoesophageal party wall).4

    11

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    12/27

    Panjang trakea kira-kira 12 cm pada pria dan 10 cm pada wanita. Diameter antero-posterior rata-rata 13 mm, dan diameter transversal rata-rata 18 mm. Cincin trakea yang paling bawah meluas ke inferior dan posterior di antara bronkus utama kanan dan kiri, membentuk sekat yang lancip di sebelah dalam yang disebut karina.Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat jarang yang disebut tonus elastikus. Jaringan ini mudah mengalami edema dan akan terbentuk jaringan granulasibila rangsangan berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi, trakea merupakantabung yang datar pada bagian posterior, dan di bagian anteriornya tampak cincintulang rawan. Mukosa di atas cincin berwarna putih dan di antara cincin berwarna merah muda. Trakea berbentuk oval di bagian servikal dan torakal karena tertekan oleh kelenjar tiroid dan arkus aorta.4

    12

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    13/27

    2.4

    Etiologi dan Patogenesis Penyebab laringomalasia masih belum diketahui, namun banyak teori yang

    2.4.1 Laringomalasia menjelaskan patofisiologi laringomalasia. Terdapat hipotesis yang dibuat berdasarkan model embriologi. Epiglotis dibentuk oleh lengkung brakial ketiga dan keempat. Pada laringomalasia terjadi pertumbuhan lengkung ketigayang lebih cepat dibandingkan yang keempat sehingga epiglotis melengkung ke dalam. Secara umum terdapat dua teori patofisiologi laringomalasia, yaitu teori anatomi dan teori neurogenik. Menurut teori anatomi, terdapat hipotesis bahwa terjadi abnormalitas kelenturan tulang rawan dan sekitarnya yang menyebabkan kolapsnya struktur supraglotis. Teori anatomi pertama kali disampaikan oleh Sutherland dan Lack, 1897, setelah mempelajari 18 kasus obstruksi laring kongenital. Merekamenyimpulkan bahwa kelainan ini 13

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    14/27

    merupakan kelainan kongenital disertai dengan imaturitas jaringan pada bayi yangbaru lahir. Pada kepustakaan disebutkan bahwa kelainan congenital ini bersifatotosomal dominan.6 Teori ini didukung oleh penemuan Presscott yang mempelajari 40 pasien dengan laringomalasia. Semuanya mempunyai plika ariepiglotika yang pendek. Dan sebanyak 68% mempunyai bentuk epiglotis infantile yang semuanya bermanifestasi berat yang membutuhkan intervensi bedah. Dari penelitian Wilson pada 10 bayi dengan laringomalasia didapatkan bentuk laring infantile pada 2 bayi, 3 bayidengan epiglotis melipat seperti omega dan 5 sisanya memiliki epiglottis yang normal. Pada teori neuromuskular, dipercaya penyebab primer kelainan ini adalah terlambatnya perkembangan kontrol neuromuscular dibanding dengan teori anatomi. Thompson dan Turner melaporkan terjadinya prolap struktur supraglotis setelah dilakukan pemotongan saraf laring pada percobaan binatang. Penelitian ini didukungdengan beberapa laporan tentang pasien yang menderita laringomalasia setelah mengalami luka neurologi. Peron, dkk melaporkan 7 pasien mengalami flasiditas plikaariepliglotika setelah mengalami kerusakan otak berat. Keadaan ini digolongkansebagai laringomalasia didapat. Dua dari 7 pasien ini mengalami perbaikan keadaanneurologi yang diikuti dengan kembali normalnya fungsi laring. Dilaporkan pula terjadinya laringomalasia pada pasien yang mengalami paresis serebral (cerebral palsy), overdosis obat, meningitis, stroke, retardasi mental dan trisomi 21. Penyebab neurogenik selanjutnya dihubungkan pula dengan abnormalitas neurogenik lainnya. Belmont dan Grundfast menemukan 80% dari 30 anak dengan laringomalasia mempunyai penyakit refluks gastroesofagus (PRGE), 13% terjadi hipotonia dan 10% mengalami apnea tidur sentral. Mereka menganggap bahwa disfungsi atau imaturitas dari control neuromuscular yang menjadi akar penyebab semua kelainan tersebut. Pada

    kepustakaan lain disebutkan PRGE ditemukan pada 35-68% bayi dengan laringomalasia dan dianggap berperan menyebabkan edema di supraglotik sehingga terjadi peningkatan hambatan saluran nafas yang cukup mampu menimbulkan obstruksi nafas. Namun dapat pulaterjadi sebaliknya dimana laringomalasia menyebabkan PRGE akibat perubahan gradien tekanan intraabdominal/ intratorakal.

    14

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    15/27

    Meskipun laringomalasia merupakan penyebab utama stridor dan obstruksi napas pada bayi, namun laringomalasia dapat pula bermanifestasi akibat yang lain, sepertipada atlet yang biasa melakukan inspirasi paksa yang terlampau kuat sehingga menarik plika ariepliglotika ke endolaring dan terjadi obstruksi nafas. Keadaan ini disebut dengan laringomalasia akibat latihan fisik (exercise induced laringomalacia/ EIL), yang dapat terjadi baik pada anak-anak atau dewasa dan sering terjadi kesalahan diagnosis dan dianggap asma, keadaan tidak sehat atau abnormalitasfungsi. EIL merupakan sindrom dimana terjadi sesak nafas yang berat, stridor danmengi minimal selama latihan fisik yang berlebihan yang tidak berespons denganpengobatan -agonis dan kromolin sodium, namun gejala dapat berkurang bila latihanfisik dikurangi. 2.4.2 Trakeomalasia Berdasarkan penyebabnya, kelainan trakeomalasia dapat terjadi primer atau intrinsik dan sekunder. Pada trakeomalasia primer, abnormalitas terjadi hanya pada dinding trakea, sedangkan pada trakeomalasiasekunder, penyebabnya adalah adanya penekanan dari luar trakea yang menyebabkanmelemah dan kolapnya trakea. Trakeomalasia primer relative jarang, dibandingkanyang sekunder. Kondisi yang dapat menyebabkan trakeomalasia sekunder adalah fistel trakeoesofagus, abnormalitas jantung dan pembuluh darah, trakeostomi, masa dimediastinum dan celah laring.7 Berdasarkan luas kelainannya, trakeomalasia dapat terjadi di sepanjang trakea disebut juga trakeomalasia umum atau terbatas padasegmen tertentu atau trakeomalasia lokal. Terjadinya trakeomalasia umum, didugaberhubungan dengan proses pemisahan trakea dari esophagus pada masa embrional,dimana trakea terlalu banyak menerima jaringan. Pada pemeriksaan patologi rasioantara kartilago trakea dan membran posterior menurun menjadi 2:1 sedangkan padatrakea normal rasio ini sekitar 4:1 atau 5:1. Wallo dan Emery menggap anomaly t

    rakea ini sebagai kelainan congenital. Trakeomalasia lokal dapat terjadi oleh beberapa penyebab. Diantaranya adalah abnormalitas pembuluh darah yang menyebabkanpenekanan eksternal saluran nafas. Penekanan dari anterior trakea ini biasanyaoleh arteri inominata atau arkus aorta atau adanya penekanan oleh masa atau tiroid.

    15

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    16/27

    Trakeomalasia lokal dapat pula terjadi setelah trakeostomi, biasanya mengenai bagian superior dari stoma trakea. Hal ini dapat terjadi akibat penggunaan kanul trakeostomi yang lama, ukuran terlalu besar atau bersudut tajam, sehingga kanul bergesekan dengan cincin trakea di atas trakeostomi, menekannya ke posterior dandapat merusak kartilago, sehingga menyebabkan hilangnya rigitas kartilago.7 2.5Manifestasi Klinis 2.5.1 Laringomalasia Laringomalasia merupakan suatu proses jinak yang dapat sembuh spontan pada 70% bayi saat usia 1-2 tahun. Gejala stridorinspirasi kebanyakan timbul segera setelah lahir atau dalam usia beberapa mingguatau bulan kemudian. Pada beberapa bayi tidak menimbulkan gejala sampai anak mulai aktif (sekitar 3 bulan) atau dipresipitasi oleh infeksi saluran nafas. Stridor yang terjadi bersifat bervibrasi dan bernada tinggi. Stridor akan bertambah berat sampai usia 8 bulan, menetap sampai usia 9 bulan dan kemudian bersifat intermiten dan hanya timbul bila usaha bernafas bertambah seperti saat anak aktif, menangis, makan, kepala fleksi, atau posisi supinasi. Setelah itu keadaan makin membaik. Rata-rata stridor terjadi adalah selama 4 tahun 2 bulan. Tidak ada korelasi antara lama berlangsungnya stridor dengan derajat atau waktu serangan.6 Stridor dapat disertai dengan retraksi sternum, interkosta, dan epigastrium akibat usaha pernafasan, dan anak dapat ditemukan dalam keadaan pektus ekskavatum. Masalah makan sering terjadi akibat obstruksi napas yang berat. Penderita laringomalasia biasanya lambat bila makan yang kadang-kadang disertai muntah sesudah makan.Keadaan ini dapat menimbulkan masalah gizi kurang dan gagal tumbuh. Berdasarkanpemeriksaan radiologi, refluks lambung terjadi pada 80% dan regurgitasi pada 40% setelah usia 3 bulan. Masalah makan dipercaya sebagai akibat sekunder dari tekanan negative yang tinggi di esophagus intratorak pada saat inspirasi. Pneumonit

    is aspirasi dilaporkan terjadi pada 7% anak dengan laringomalasia. Mekanisme kelainan ini belum jelas, namun mungkin berhubungan dengan tekanan negative dan masalah makan. Apne obstruksi tidur (23%) dan apnea sentral (10%) juga ditemukan. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia akibat hipoksia dan hiperkapnia akibat obstruksinafas atas 16

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    17/27

    yang lama akan berisiko tinggi untuk terjadinya serangan apnea yang mengancam jiwa dan timbul hipertensi pulmonal, yang dapat menyebabkan kor pulmonal, aritmiajantung, penyakit paru obstruksi kronis, masalah kognitif dan personal sebagai akibat sekunder dari laringomalasia.6 Berdasarkan letak prolaps dari struktur supraglotis, Olney dkk membuat klasifikasi untuk laringomalasia. Klasifikasi ini bertujuan untuk mempermudah pemilihan teknik operasi supraglotoplasti. Klasifikasinya adalah sebagai berikut: tipe 1, yaitu prolaps dari mukosa kartilago aritenoid yang tumpang tindih; tipe 2, yaitu memendeknya plika ariepiglotika; tipe 3, yaitu melekuknya epiglotis ke arah posterior. Bentuk omega epiglotis tidak selalumenjadi ciri khas karena ini hanya ditemukan pada 30-50% pasien, dan kebanyakantidak ditemukan adanya stridor.6 2.5.2 Trakeomalasia Keadaan trakeomalasia akanmemberikan gejala bila kolapsnya anteroposterior lumen trakea lebih dari 40%. Pada keadaan trakeomalasia, dapat terjadi stridor inspirasi, ekspirasi atau bifasik. Stridor inspirasi, ekspirasi, atau bifasik. Stridor inspirasi terjadi pada trakeomalasia ekstratoraks, stridor ekspirasi pada trakeomalasia intratoraks dan bifasik jika mencakup ekstra dan intratoraks. Namun pada umumnya stridor ekspirasi yang sering ditemui. Stridor dapat terdengar bernada tinggi, menyerupai mengiasma. Munculnya stridor dapat terjadi saat lahir, tetapi biasanya baru terdengarsetelah bayi lebih aktif atau terdapat infeksi saluran nafas. Stridor juga dapat dicetuskan bila menangis, batuk, dan makan. Pada keadaan yang berat, stridor terdengar bahkan saat istirahat. Seperti halnya pada laringomalasia, terdapat pula kesulitan makan akibat koordinasi kurang baik antara proses bernafas dengan menelan. Stridor dapat menjadi lebih keras saat makan namun aspirasi biasanya tidak terjadi.7 Penyempitan lumen oleh karena trakeomalasia dapat bersifat parsial,

    yaitu bila penyempitan lumen antara 40-80% dan bersifat berat bila lebih dari 80% lumen kolaps. Trakeomalasia yang terjadi akibat trakeostomi terletak di atas stoma. Trakeomalasia diharapkan membaik sejalan dengan perkembangan traktus

    17

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    18/27

    trakeobronkial yang makin membesar, dan biasanya menghilang setelah usia 18 sampai 24 bulan. 2.6 Diagnosis Laringomalasia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

    2.6.1 Laringomalasia pemeriksaan penunjang berupa laringoskopi fleksibel dan radiologi. Dari anamnesis ditemukan riwayat stridor inspiratoris mulai 2 bulan awalkehidupan, suara biasa muncul pada minggu 4-6 awal, stridor berupa tipe inspiratoris dan tidak terdapat sekret nasal, stridor bertambah jika bayi dalam posisiterlentang, ketika menangis, ketika terjadi infeksi saluran nafas bagian atas, dan pada beberapa kasus, selama dan setelah makan. Tangisan bayi biasanya normal.Biasanya tidak terdapat intoleransi ketika diberi makanan, namun bayi kadang tersedak atau batuk ketika diberi makan jika ada refluks pada bayi. Bayi gembira dan tidak menderita. Pada pemeriksaan fisis ditemukan bayi dapat berinteraksi secara wajar, dapat terlihat takipneu ringan, tanda-tanda vital normal. Biasanya terdengar aliran udara nasal, Suara ini meningkat jika posisi bayi terlentang. Tangisan bayi biasanya normal, penting untuk mendengar tangisan bayi selama pemeriksaan. Stridor murni berupa inspiratoris. Suara terdengar lebih jelas di sekitarangulus sternalis. Pemeriksaan penunjang utama untuk diagnosis laringomalasia adalah dengan menggunakan laringoskopi fleksibel. Hawkins dan Clark menyatakan bahwa laringoskopi fleksibel efektif untuk diagnosis bahkan pada neonatus. Pemeriksaan dilakukan pada anak dalam keadaan sadar dengan posisi tegak melalui kedua hidung tanpa adanya premedikasi. Melalui pemeriksaan ini dinilai pasase hidung, nasofaring, dan supraglotis. Pada laringomalasia, pita suara dapat bergerak denganbaik, namun pada keadaan berat, sulit memvisualisasikan pita suara akibat kolap

    nya supraglotis.2 Pemeriksaan laringoskopi fleksibel memiliki beberapa kerugian,yaitu risiko terlewatkannya diagnosis laringomalasia ringan bila pasien menangis dan penilaian keadaan subglotis kurang akurat. Masih menjadi perdebatan apakahsetiap bayi dengan dugaan laringomalasia harus melalui pemeriksaan laringoskopidan bronkoskopi meskipun pemeriksaan tersebut 18

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    19/27

    masih merupakan standar baku untuk menilai obstruksi nafas, mengingat pemeriksaan ini memiliki beberapa kelemahan bagi neonatus, seperti resiko anestesi dan instrumentasi, alat endoskopi yang khusus, ahli anestesi yang handal, mahal dan waktu yang lebih lama, sehingga mungkin ada keterlambatan diagnosis. Olney, dkk membuat kategori kandidat yang sebaiknya dilakukan laringoskopi dan bronkoskopi. Kriterianya adalah: 1. 2. 3. 4. Bayi dengan gangguan pernapasan berat, gagal tumbuh, mengalami fase apnea, atau pneumonia berulang. Bayi dengan gejala yang tidaksesuai dengan gambaran laringomalasia pada laringoskopi fleksibel. Bayi dengan lesi lain di laring. Bayi yang akan dilakukan supraglotoplasti.6

    Nusbaum dan Maggi melaporkan 68% dari 297 anak dengan laringomalasia mempunyai kelainan pernafasan lainnya yang ditemukan dengan bronkoskopi.6 2.6.2 Trakeomalasia Diagnosis trakeomalasia ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dengan trakeobronkoskopi. Pemeriksaan penunjang lainnya esofagogram, sine-tomografi komputer atau ultrafast, pencitraan resonansi magnetik.Esofagogram berguna untuk melihat anomali vaskular seperti arkus aorta dobel serta dapat menilai bila ada perubahan pada dimensi anteroposterior trakea. Sine-tomografi komputer atau ultrafast merupakan modalitas terbaru yang tidak invasifdan dapat menunjukkan letak, luas, derajat dan dinamika kolapnya trakea dan bronkus. Sementara itu pencitraan resonansi magnetik baik untuk menilai adanya anomali vaskuler dan masa mediastinum tapi kurang sensitif untuk membedakan stenosistrakea dari trakeomalasia.7

    19

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    20/27

    Gambaran endoskopi trakea normal Peran radiologi konvesional posisi posterioranterior dan lateral pada

    laringotrakeomalasia tidak terlalu banyak membantu karena kelainan ini merupakansuatu proses dinamik, namun dapat membantu menyingkirkan kemungkinan penyebab lain. Bila foto diambil saat inspirasi, maka bergeraknya aritenoid, plika ariepiglotika dan epiglotis ke inferior dan medial dapat terlibat sebagai pengembungandari ventrikel laring dan hipofaring. Fluoroskopi akan lebih baik menggambarkanproses dinamik ini dan letak kolaps dapat terlihat pada saat inspirasi disertaidilatasi pada hipofaring akibat obstruksi di daerah laring. Pada trakeomalasia pembuatan foto tidak dapat hanya menggunakan film tunggal. Namun bila pada film tunggal ditemui penyempitan segmen trakea yang panjang maka dapat dicurigai adanya trakeomalasia. Proses dinamik trakea dapat diperlihatkan melalui film multipelpada posisi yang sama atau dengan fluoroskopi. Letak penyempitan trakea intermiten akan terllihat berbeda pada setiap siklus pernapasan.

    20

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    21/27

    Gambaran radiografi trakeomalasia pada bayi usia 2 bulan

    Trakea kolaps lebih dari 50 % saat ekspirasi merupakan poin diagnostik dari trakeomalasia

    21

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    22/27

    The mechanism of tracheal narrowing is shown here in healthy cases and in casesof tracheomalacia. Adapted from Feist JH, et al. Chest 68:3, Sept, 1975.

    2.7 Diagnosis Banding Setiap kelainan yang menyebabkan obstruksi pada laring dantrakea merupakan diagnosis banding dari laringotrakeomalasia baik akibat kelainan kongenital, infeksi, trauma, benda asing, tumor, paralisis pita suara, stenosis laring dan trakea. 2.8 Penatalaksanaan 2.8.1 Laringomalasia Kira-kira hampir90% kasus laringomalasia bersifat ringan dan tidak memerlukan intervensi bedah.Pada keadaan ini, hal yang dapat dilakukan adalah memberi keterangan dan keyakinan utnuk menenangkan orang tua pasien tentang prognosis dan tindak lanjut yang teratur hingga akhirnya stridor menghilang dan pertumbuhan yang normal dapat dicapai.

    22

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    23/27

    Pada laringomalasia yang berat, akan tampak gejala obstruksi nafas yang disertairetraksi strenal dan interkosta, baik saat tidur atau terbangun, sulit makan, refluks berat, dan gagal tumbuh. Anak-anak yang mengalami hal ini beresiko mengalami serangan apnea. Keadaan hipoksia akibat obstruksi nafas dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan terjadi cor pulmonal. Menurut Jackson dan Jackson, 1942, pada keadaan berat ini maka intervensi bedah tidak dapat dihindari dan penatalaksanaan baku adalah membuat jalan pintas berupa trakeostomi sampai masalah teratasi. Namun pada anak-anak, resiko morbiditas dan mortalitas trakeostomi beresiko tinggi. Berdasarkan klasifikasi Olney terdapat tiga teknik supraglotoplasti yangdapat dilakukan. Teknik yang dipilih tergantung pada kelainan laringomalasianya.Pada tipe 1, dimana terjadi prolaps mukosa aritenoid pada kartilago aritenoid yang tumpang tindih, dilakukan eksisi jaringan mukosa yang berlebihan pada bagianposterolateral dengan menggunakan pisau bedah atau dengan laser CO2. Laringomalasia tipe 2 dikoreksi dengan cara memotong plika ariepiglotika yang pendek yangmenyebabkan mendekatnya struktur anterior dan posterior supraglotis. Laringomalasia tipe 3 ditangani dengan cara eksisi melewati ligament glosoepiglotika untukmenarik epiglottis ke depan dan menjahitkan sebagian dari epiglottis ke dasar lidah. 2.8.2 Trakeomalasia Seperti halnya laringomalasia, penyakit ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1-2 tahun tanpa membutuhkan tindakan bedah. Orang tua pasien harus diberikan dukungan serta informasi dan diajari mengenai resusuitasi jika anaknya mempunyai riwayat apnea. Resusitasi yang dapat diajarkan adalah memberikan tekanan positif pada trakea, melalui pernafasan mulut ke mulut atau denga sungkup (mask) atau balon (ambubag). Orang tua juga dipesankan untuk mencegah anak menangis. Pendekatan melatarbelakanginya. Pada penekan trakea oleh arteri inom

    inata perlu dipikirkan untuk melakukan arteriopeksi yang dapat disertai dengan trakeopeksi. Aortopeksi yaitu pengikatan dinding penanganan trakeomalasia tergantung pada penyebab yang

    23

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    24/27

    luar aorta ke sternum merupakan tindakan yang dipilih pada penekanan oleh arkusaorta. Prosedur ini hanya diperbolehkan bila derajat obstruksinya berat. Penggunaan kanul trakeostomi yang agak besar efektif menyangga trakeomalasia yang terjadi di bagian tengah, namun kurang efektif bila kolaps trakea terjadi di bagian bawah atau bronkus. Dengan adanya trakeostomi akan mempermudah pemberian ventilasi dan menaikkan tekanan pada saluran nafas. Kanul yag panjang dengan bagian ujung yang rata bukan miring dapat diletakkan diatas karina, namun beresiko terjadinya stenosis pada daerah ujung kanul. Baru-baru ini telah ada kanul yang menyangga karina membentuk bifurkasio dan bercabang dua untuk masuk ke bronkus dan bersifat fleksibel. Tindakan operasi lainnya pada keadaaan yang berat adalah pemasangan bidai eksternal atau internal, reseksi segmen dan tandur kartilago.7 2.9 Prognosis Laringotrakeomalasia mempunyai prognosis yang baik, karena hampir sebagiankasus dapat hilang sendirinya dalam 1-2 tahun.2

    24

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    25/27

    BAB III PENUTUP Kesimpulan 1. Laringotrakeomalasia adalah kelainan yang disebabkan oleh melemahnya struktur supraglotis dan dinding trakea, sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran napas yang menimbulkan gejala utama berupa stridor. Kelainan ini dapat hadir sebagai laringomalasia atau trakeomalasia saja. 2. Secaraumum terdapat dua teori patofisiologi laringomalasia, yaitu teori anatomi dan teori neurogenik. Berdasarkan penyebabnya, kelainan trakeomalasia dapat terjadi primer atau intrinsik dan sekunder sedangkan berdasarkan luas kelainannya, trakeomalasia dapat terjadi di sepanjang trakea disebut juga trakeomalasia umum atau terbatas pada segmen tertentu atau trakeomalasia lokal. 3. Laringomalasia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laringoskopi fleksibel dan radiologi. Sedangkan untuk Trakeomalasia, diagnosis ditegakkan dengan trakeobronkoskopi. 4. Kira-kira hampir 90% kasus laringomalasia bersifat ringan dan tidak memerlukan intervensi bedah. Pada keadaan ini, hal yang dapat dilakukan adalah memberiketerangan dan keyakinan untuk menenangkan orang tua pasien tentang progonosis dan tindak lanjut yang teratur hingga akhirnya stridor menghilang dan pertumbuhanyang normal dapat dicapai. Pada keadaan berat ini maka intervensi bedah tidak dapat dihindari dan penatalaksanaan baku adalah membuat jalan pintas berupa trakeostomi sampai masalah teratasi. 5. Trakeomalasia dapat sembuh sendiri dalam waktu 1-2 tahun tanpa membutuhkan tindakan bedah. Orang tua pasien harus diberikan dukungan serta informasi dan diajari mengenai resusuitasi jika anaknya mempunyairiwayat apnea. Resusitasi yang dapat diajarkan adalah memberikan tekanan positifpada trakea, melalui pernafasan mulut ke mulut atau dengan sungkup (mask) ataubalon (ambubag). Orang tua juga dipesankan untuk mencegah anak menangis. Pendekatan penanganan trakeomalasia tergantung pada penyebab yang melatarbelakanginya.

    25

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    26/27

    DAFTAR PUSTAKA 1. Friedman, M. Sleep apnea and Snoring: Surgical and Non Surgical Therapy. 2009. Saunders Elsevier, WA 2. Cotton RT, Myer CM. Practical Pediatric Otolaryngology. Philadelphia : Lippincott-Raven Publisher; 1999. p 497-501. 3.Snell RS. Anatomi Klinik Edisi Ketiga Bagian Ketiga. Jakarta : EGC ;1997. h 156-7. 4. Hermani B, Kartosoediro S, Syahrial MH. Disfonia. Dalam : Buku Ajar IlmuKesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;2007. h 231-4. 5. Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman Edisi Ke-7. Jakarta : EGC ;2000. h 233-5. 6. Lusk RP. Congenital Anomalies of The Larynx. Dalam Ballenger JJ, Snow JB. Otolaryngology Head and Neck Surgery 15th Edition. Baltimore : William & Wilkins ;1996 p 498-501. 7. Albert D. Tracheobronchomalacia. Dalam Cotton RT, Myer CM. Practical Pediatric Otolaryngology. Philadelphia : Lippincott-Raven Publisher; 1999. p 625 -34.

    26

  • 7/30/2019 52919780-Referat-Laringotrakeomalasia

    27/27