5d_toksisitas pestisida
DESCRIPTION
toksikologiTRANSCRIPT
“TOKSISITAS PESTISIDA”
MAKALAH
(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Toksikologi I)
Oleh :
KELOMPOK 5 D
Fauziah Isnani 3311131140
Siti Aisyah Nurul Azizah 3311131146
Arina Risalah 3311131149
Agustina Intan Pertiwi 3311131156
Puri Purnama Sari 3311131165
Annisa Amalia Rizaldi 3311131171
Hendra Widyan Rachmatsyah 3311131174
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negeri dengan populasi tinggi sebesar Indonesia, dengan penduduk sekitar
250 juta mutlak membutuhkan perhatian besar terhadap aspek industri pertanian.
Kebutuhan pangan penduduk yang begitu banyak, dengan keinginan maju yang
amatkuat dari segenap rakyat, sangat membutuhkan pola pengelolaan industri
pertanian yang mapan sebagai pendukung ketahanan pangan. Mengandalkan
impor pangan adalah sebuah kemunduran ekonomi dan kelemahan yang
melenakan. Untuk itu optimalisasi industri pertanian harus dilakukan secara lebih
terarah dan berkelanjutan.
Beberapa hal yang mampu mendukung suksesnya industri pertanian
adalah tersedianya alat pertanian yang memadai dan juga tersedianya
pestisida. Penggunaan pestisida untuk mendukung kemajuan industri pertanian
adalah aspek yang penting dikajisehubungan dengan efek toksisitas yang
ditimbulkannya yang dapat mempengaruhi kesehatan.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pestisida kimiawi atau
disebut pestisida sintetis, selain sisi positif berupa terhindarnya tanaman dari
gangguan hama atau penyakit, pestisida juga menjadi ancaman serius yang dapat
memberikan efek buruk bagi kesehatan jika tubuh terpapar zat ini.
Permasalahan aspek dan efek toksisitas yang ditimbulkan oleh pestisida kimiawi
dipandang sebagai suatu hal yang perlu diuraikan dalam makalah ini. Berdasarkan
studi dari beberapa literatur, penulis akan memaparkan beberapa penjelasan
mengenai toksisitas pestisida bagi tubuh.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dalam
penulisan makalah ini penulis akan membahas permasalahan sebagai berikut :
1. Apa Definisi Pestisida ?
2. Bagaimana Prevalensi Keracunan Pestisida
3. Apa Sumber Keracunan Pestisida
4. Bagaimana Mekanisme Toksisitas Pestisida
5. Bagaimana Karakteristik Keracunan Pestisida
6. Bagaimana Penanganan Keracunan Pestisida
7. Bagaimana Contoh Kasus Keracunan Pestisida
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan
Dengan adanya makalah inipenulis memiliki maksud dan tujuan yang
ingin disampaikan bagi pembaca. Adapun maksud dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Farmakologi-
Toksikologi di Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani.
Selain memiliki maksud, penulis pun memiliki tujuan dalam penulisan
makalah ini. Adapun beberapa tujuannya yaitu:
1. Diharapkan akan tumbuh rasa kesadaran bagi pembaca akan
penggunaan pestisida yang baik dan benarsehingga akan timbul rasa
kesadaran terhadap tingginya potensi bahaya yang dapat ditimbulkan
pestisida.
2. Diharapkan dapat membantu meminimalisir efek toksisitas yang dapat
timbul dalam penggunaan zat kimia beracun ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berasal
darikata cide yang berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana
sebagai pembunuh hama. Secara umum pestisida dapat didefinisikan sebagi bahan
yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest
(hama)yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan
manusia.Adapun beberapa pengertian pestisida menurut beberapa sumber,
diantaranya:
1. Pestisida adalahsemua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
yang dipergunakan untuk:
a. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak
tanaman, bagian- bagiantanaman atau hasil-hasil pertanian
b. Memberantas rerumputan
c. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan
d. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan
peliharaan atau ternak
e. Memberantas atau mencegah hama-hama air
f. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad
renik dalam bangunanrumah tangga alat angkutan, dan alat-alat
pertanian
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaantanaman, tanahdan air. (Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 1973 dalam Kementrian Pertanian (2011)
dan Permenkes RI No.258/Menkes/Per/III/1992)
2. Pestisida juga didefinisikansebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur
tubuh dan perangsang tubuh, bahanlain, serta mikroorganisme atau virus
yang digunakan untuk perlindungan tanaman. (PP RI No.6 tahun 1995
dalam Soemirat)
3. MenurutThe United States Environmental Control Act dalam Runiamen
pestisida didefinisikan sebagai berikut:
a. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus
digunakanuntukmengendalikan, mencegah atau menangkis
gangguan serangga, binatang, nematoda, gulma, virus, bakteri,
serta jasad renik yangdianggap hama. Kecuali virus, bakteri, atau
jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia
b. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan
untukmengatur pertumbuhan atau mengeringkan tanaman.
Berdasarkan jenis hama yang dibasminya, pestisida diklasifikasikan menjadi tiga
golongan besar yaitu:
1. Insektisida
a. Organophosphat
b. Organoklorin
c. Carbamate
2. Herbisida
3. Rodentisida
2.2 Prevalensi Keracunan Pestisida
Dari berbagai penelitian diperoleh gambaran prevalensi keracunan
pestisida dari tingkat sedang hingga berat disebabkan pekerjaan, yaitu antara 8,5%
sampai 50 %. Dengan demikian, dapat diperkirakan prevalensi angka keracunan
tingkat sedang pada para petani bisa mencapai angka puluhan juta pada musim
penyemprotan.
Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida
antara lain umur, jenis kelamin, pengetahuan, pengalaman, ketrampilan,
pendidikan, pemakaian Alat Pelindung Diri, status gizi dan praktek
penangananpestisida. Sedangkan fase kritis yang harus diperhatikan adalah
penyimpanan pestisida, pencampuran pestisida, penggunaan pestisida dan pasca
penggunaanpestisida. Pestisida golongan sintetik yang banyak digunakan petani di
Indonesia adalah golongan organophosphat.
Dampak penggunaan pestisida sering ditemui keluhan antara lain muntah-
muntah, ludah terasa lebih banyak, mencret, gejala ini dianggap oleh petani
sebagai sakit biasa. Beberapa efek kronis akibat dari keracunan pestisida adalah
berat badan menurun, anorexia, anemia, tremor, sakit kepala, pusing, gelisah,
gangguan psikologis, sakit dada dan lekas marah. Pestisida organophosphat yang
masuk ke dalam tubuh manusia mempengaruhi fungsi syaraf dengan jalan
menghambat kerja enzim kholinesterase, suatu bahan kimia esensial dalam
menghantarkan impuls sepanjang serabut syaraf.
Pestisida organophosphat masuk ke dalam tubuh, melalui alat pencernaan
atau digesti, saluran pernafasan atau inhalasi dan melalui permukaan kulit yang
tidak terlindungi atau penetrasi. Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan
aktifitas enzim kholinesterase dalam darah, penentuan tingkat keracunan adalah
sebagai berikut ; 75% - 100% katagori normal; 50% - < 75% katagori keracunan
ringan; 25% - <50% katagori keracunan sedang; 0% - <25% katagori keracunan
berat.
Keberadaaan dan penggunaan pestisida oleh petani telah berlangsung sejak
tahun 1970 an. Pestisida dijadikan bahan yang utama bagi petani dalam rangka
pengendalian hama, karena upaya yang lain belum dikuasai atau bahkan tidak
mereka kenal. Penggunaan pestisida sering tidak proporsional terutama bila terjadi
serangan hama atau setelah hujan, petani akan segera melakukan kegiatan
penyemprotan setelah turun hujan, kondisi ini sering diperparah dengan
ketidakpedulian mereka tentang bahaya pestisida yang dapat meracunipetani,
keluarga dan lingkungannya.
Keluarga petani merupakan orang yang mempunyai risiko keracunan
pestisida, hal ini karena selalu kontak dengan petani penyemprot, tempat
penyimpanan pestisida, peralatan aplikasi pestisida, yang dapat menimbulkan
kontaminasi pada air, makanan dan peralatan yang ada di rumah. Keracunan
terjadi disebabkan kurang mengertinya keluarga petani akan bahaya pestisida,
masih banyaknya petani yang menggunakan pestisida yang kurang
memperhatikan dan megikuti cara-cara penangganan yang baik dan aman,
sehingga dapat membahayakan pada keluarga petani.
2.3 Klasifikasi Pestisida
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pestisida dapat diklasifikasikan
menjadi tiga golongan besar berdasarkan jenis hamayang dibasminya, yaitu:
1. Insektisida
1) Organophosphat
2) Organoklorin
3) Carbamate
2. Herbisida
3. Rodentisida
2.3.1 Insektisida
Insektisida berasal dari kata latin insectum yang artinya potongan, keratan
segmen tubuh. Pestisida berfungsi untuk membunuh serangga. Contohnya,
Lebaycid, Lirocide 650 EC, Thiodan, Sevin, Sevidan 70 WP, Tamaron.
Berdasarkan zat aktif yang dikandungnya insektisida dapat digolongkan menjadi
tiga jenis yaitu: Organophosphat, Organoklorin dan Carbamate.
2.3.1.1 Organophosphat
Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara
jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang.
Keracunan Organophosphat sering termakan (terdapat dalam sayuran atau
buah-buahan) , namun hanya dalam jumlah sedikit saja dapat
menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk
dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Keracunan pestisida
golongan organophosphat disebabkan oleh asetilkolin yang berlebihan
pada sayuran atau buah-buahan yg terkena cairan pestisida, mengakibatkan
perangsangan terus menerus saraf muskarinik dan nikotinik.
1. Sumber Keracunan Organophosphat
Pada keracunan organophosphat secara akut karena
terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga
kandungan asetil kholin dalam darah meningkat pada mata
dan otot polos, pengeluaran cairan tubuh, saluran cerna,
saluran napas, sistem saraf pusat dan komplikasi.
2. Mekanisme Toksisitas Organophospat
Organophosphat adalah insektisida yang paling
toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering
menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya
dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian,
tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat
menyebabkan kematian pada orang dewasa.
Organophosphat menghambat aksi pseudokholinesterase
dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah
dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal
menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada
saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin
meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan
nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut
menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang
berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Gambar 1. Sel Saraf
Gambar 2. Sinaps Antar Sel Saraf
Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate
melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk
komponen yang stabil.
Pada bentuk ini enzim mengalami phosphorilasi
3. Karakteristik Keracunan Organophosphat
Pestisida golongan organophosphat ini kebanyakan
jenis insektisida dan golongan ini juga sering disebut
esterphosphat yang merupakan turunan atau persenyawaan
asam phosphat.
Keracunan organophosphat dapat menimbulkan
variasi reaksi keracunan. Tanda dan gejala dihubungkan
dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten.Tanda dan
gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan
kolinergik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik
yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare,
defekasi, eksitasi, dan salivasi. Efek yang terutama pada
sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak
nafasdan peningkatan sekresi bronkus.
Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi
stimulasi nikotinik pusat daripada efek muskarinik (ataksia,
hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul
paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma. Pada
umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 – 8
jam, tetapi bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan
kematian dalam beberapa menit. Bila gejala muncul setelah
lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organophosphat
karena hal tersebut jarang terjadi.
Kematian keracunan akut organophosphat
umumnya berupa kegagalan pernafasan. Edema paru,
bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot pernafasan yang
kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan.
Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih
sedikit sebagai penyebab kematian.
Insektisida organophosphat diabsorbsi melalui cara
pajanan yang bervariasi, diantaranya:
(1) Ingesti atau pajanan subkutan umumnya membutuhkan
waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala.
Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat
terlokalisir.
(2) Absorbsi perkutan dapat menimbulkan keringat yang
berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang
terpajan saja.
(3) Pajanan pada mata dapat menimbulkan hanya berupa
miosis atau pandangan kabur saja.
(4) Inhalasi dalam konsentrasi kecil dapat hanya
menimbulkan sesak nafas dan batuk. Komplikasi
keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas
lama dan sindrom organophosphorus-induced delayed
neuropathy(OPIDN).Sindrom ini berkembang dalam 8 –
35 hari sesudah pajanan terhadap organophosphat.
Kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian
distal, kemudian berkembang kelemahan pada jari dan
kaki berupa foot drop. Kehilangan sensori sedikit terjadi.
Demikian juga refleks tendon dihambat .
Contoh jenis pestisida yang termaksud golongan ini dilihat
dari nama bahan aktifnya adalah : Diazinon, Fention,
Diklorvos, Dimatoat, Fenitrotion, Fentoat, Klorpirifos,
Kuinalfos, Mulation.
2.3.1.2 Organoklorin
Pestisida golongan organoklorin sering juga disebut
klorhidrokarbon dan biasanya berupa insektisida. Senyawa Dieldrin dan
Klordan merupakan golongan organoklorin yang menpunyai sifat sintesis,
larut dalam lemak dan tidak larut dalam air. Biasanya bahan ini stabil
untuk saat yang agak lama, dari beberapa bulan sampai tahun.Perkiraan
LD50 untuk manusia adalah 300-500 mg/kg.
1. Sumber Keracunan Organoklorin
Penyebab keracunan pestisida golongan organoklorin yaitu
pestisida organoklorin yang pada umumnya merupakan
racun perut dan racun kontak yang efektif terhadap larva,
serangga dewasa dan kadang-kadang juga terhadap
kepompong dan telurnya.Pada dasarnya pengaruh toksiknya
terfokus pada neurotoksin dan pada otak.
2. Mekanisme Keracunan Organoklorin
Salah satu contoh dari pestisida organochlorin adalah DDT
(dichloro diphenyl trichloroethane).
Gambar 3. Rumus Struktur DDT
Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan,
wlaupun komponen kimia ini sudah disinthesis sejak tahun
1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus
pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut
saraf motorik serta kortek motorik adalah merupakan target
toksisitas tersebut. Dilain pihak bila terjadi efek keracunan
perubahan patologiknya tidaklah nyata. Bila seseorang
menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan
keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam.
3. Karakteristik Keracunan Organoklorin
Lokasi Tanda dan Gejala
Gastrointestinal Vomitus, nausea, paresthesia
pada bibir dan lidah
Sistem Saraf Convulsi, tremor, koma, pusing,
lemah, hilang koordinasi, kejang
otot, tidak sadar, rasa geli dan
menusuk
Respirasi Kegagalan pernafasan
Tabel 1. Karakteristik Keracunan Organoklorin
2.3.1.3 Carbamate
Insektisida karbamat telah berkembang setelah organophosphat.
Insektisida ini biasanya daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia
dibandingkan dengan organophosphat, tetapi sangat efektif untuk
membunuh insekta.
1. Sumber Keracunan Carbamate
Struktur carbamate seperti physostigmin, ditemukan secara
alamia dalam kacang Calabar (calabar bean). Insektisida
karbamat berkembang setelah organophosphat. Racun ini
mengganggu pada sistem saraf pusat.
2. Mekanisme Keracunan Carbamate
Mekanisme toksisitas dari carbamate adalah sama
dengan organophosphat, dimana enzim achE dihambat dan
mengalami karbamilasi.
Dalam bentuk ini enzim mengalami
karbamilasi.
3. Karakteristik Keracunan Carbamate
Pestisida ini apabila masuk kedalam tubuh akan mengikat
enzim kholinesterase. Jadi gejala keracunan yang
ditimbulkan seperti keracunan pestisida golongan
organophosphat. Tetapi pengaruh pestisida jenis ini hanya
berlangsung singkat, karena pestisida karbamat cepat
mengurai didalam tubuh.
Lokasi Tanda dan Gejala
Gastrointestinal Hilang selera makan, mual,
diare, air liur berlebih
Sistem Saraf Buang air besar dan kecil tidak
terkontrol, tidak sadar, kejang,
inkontinensi, tidak sanggup
berjalan, lelah dan sakit kepala,
kejang perut, kejang otot
(kedutan), tremor, kejang-kejang
Respirasi dan
Kardiovaskular
Rasa tidak nyaman dan sesak,
denyut antung lambat,
Mata Keluar air mata, penglihatan
kabur, pupil mengecil
Tabel 2. Karakteristik Keracunan Carbamate
2.3.2 Herbisida
Herbisida merupakan golongan pestisida yang sangat toksik
(parakuat) yang banyak digunakan pada negara yang maju. Namun
keracunan akibat herbisida lebih jarang terjadi dibandingkan
dengan golongan pestisida lain. Chlorophenoxy merupakan salah
satu jenis herbisida yang sering digunakan.
1. Sumber Keracunan Herbisida
Intoksikasi herbisida dapat terjadi karena kontaminasi dan
cemaran pada air, tanah, maupun pakan secara langsung.
Keracunan dapat terjadi secara sengaja terhisap (inhalasi),
tertelan (oral), melalui kulit dan mata.
2. Mekanisme Keracunan Herbisida
Mekanisme toksisitas dari zat ini belum dapat dijelaskan
secara utuh. Tetapi melalui studi eksperimental
mengindikasikan keterlibatan beberapa komponen sel yaitu
dengan mekanisme sebagai berikut:
(1) Berhubungan dengan kerusakan membran plasma.
(2) Hambatan pada jalur metabolisme seluler melibatkan
asetilkoenzim A (asetil-CoA).
(3) Terganggunya proses fosforilasi oksidase dikuti dengan
kerusakan membran intraseluler. Gangguan proses
fosforilase oksidatif merupakan komponen yang penting
yang dapat menyebabkan kematian pada pasien yang
mendapat paparan lama dari herbisida chlorophenoxy.
Herbisida chlorophenoxy sendiri menyebabkan tidak
berlangsungnya proses fosforilasi in vitro dengan
mekanisme yang belum jelas. Proses dimana kebutuhan
oksigen dan produksi energi meningkat diluar proporsi
dari pembentukan ATP. Mungkin hal itu disebabkan
karena faktor ekstrinsik seperti bahan-bahan kimia atau
obat-obat yang bisa merusak fungsi mitokondria. Pada
awalnya, hal ini menyebabkan peningkatan respirasi
mitokondria sampai pada menurunnya jumlah ATP yang
dibutuhkan untuk fungsi sel termasuk transport pompa
aktif seperti Na-K ATPase. Yang kemudian
menghilangkan ion sel dan mengganggu regulasi volume,
dimana jika ATP tidak disediakan dengan cukup akan
menyebabkan terjadinya kematian sel yang ireversibel.
(4) Pada konsentrasi chlorophenoxy yang tinggi, dapat
menyebabkan kerusakan membran sel eritrosit dimana
pada pemeriksaan mikroskop electron memperlihatkan
perubahan bentuk sel eritrosit menjadi bentuk bundel
(echinocyte) dengan konfigurasi beberapa spinula di
sekitarnya.
(5) Kelainan pada sistem saraf pusat akibat adanya gangguan
pada sawar darah otak dimana dibuktikan dengan
ditemukannya serum albumin dan IgG pada otak) yang
disebabkan karena akumulasi herbisida pada sistem saraf
pusat.
(6) Herbisida chlorophenoxy juga mengganggu mekanisme
pemindahan sel membran, salah satunya pemindahan
anion organic pada pleksus koroideus dari otak ke
pembuluh darah. Ditandai dengan ditemukannnya
akumulasi neurotransmiter dopamin dan serotonin.
(7) 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid menyebabkan hambatan
pada ion channel yaitu gangguan transport Ca2+ sehingga
terjadi aktivasi terus menerus dan ireversibel sistem aktin
miosin dan degenerasi miofibril.
(8) Akibat peningkatan konsentrasi ion kalsium intraseluler
pada hati disertai dengan pengurangan jumlah sel protektif
hati seperti glutation dan protein thiol, terjadi gangguan
peroksidae lipid di hati.
(9) Chlorophenoxy beserta analognya juga dapat menghambat
agregasi platelet dan produksi tromboksan, dimana
mekanisme ini menjelaskan tentang bagaimana terjadinya
koagulopati pembuluh darah.
3. Karakteristik Keracunan Herbisida
Lokasi Tanda dan Gejala
Gastrointestinal Gangguan dinding saluran usus,
Iritasi pada membran mukosa
mulut, kerongkongan dan perut,
muntah,radang pada mulut,radang
mulut dan kerongkongan, perut
rasa nyeri terbakar, haus, muntah,
diare berdarah, dan iritasi pada
saluran pencernaan.
Sistem Saraf Pusat pusing, sakit kepala, lemah, kejang
otot, suhu tubuh turun, lamban,
mengigau, koma, kejang-kejang
Darah pengurangan sel darah merah,
putih dan platelet darah.
Respirasi Rasa terbakar pada hidung, sinus
dan dada, batuk,mimisan, radang
pada saluran pernafasan atas.
Integumen Iritasi pada kulit, mengurangi
sensitivitas terhadap rangsangan,
Pertumbuhan berlebih pada
epidermis, pengelupasan kulit,
produksi cairan berlebih pada
muka, kelopak mata dan
pergelangan kaki, garis putih pada
kuku, kehilangan kuku, rambut
rontok.
Tabel 3. Karakteristik Keracunan Herbisida
2.3.3 Rodentisida
Rodentisida biasa kita kenal sebagai racun tikus.Walaupun
dalam jumlah dan ukuran kecil tetapi pestisida ini jelas
menimbulkan keracunan pada manusia.
1. Sumber Keracunan Rodentisida
Keracunan dapat terjadi secara kebetulan maupun sengaja
termakan sayuran atau buah-buahan melalui mulut (oral),
rodentisida bisa mengakibatkan keracunan yang serius terutama
karena dosisnya yang tinggi, sehingga menimbulkan gejala
yang parah dan tidak ada antidotumnya. Mudah terserap pada
usus dan menginhibisi enzim, umumnya terhadap semua
spesies yang termasuk dalam metabolisme glukosa, akhirnya
menimbulkan efek terhadap jaringan yang menyimpan energi.
2. Mekanisme Keracunan Rodentisida
Salah satu contohnya adalah brodifakum. Rodentisida ini
memiliki mekanisme toksistas sebagai penghambat kompetitif
vitamin K dalam sintesisfaktor-faktor pembekuan darah (faktor
II protrombin, faktor VII, XI dan X di dalam hati), sehingga
terjadi penururnan kadar faktor- faktor tersebut dalam darah
dan terjadi gangguan mekanisme koagulasi darah. Setelah
beberapa waktu akan terjadi pengososngan faktor-faktor
tersebut dalam sirkulasi darah yang berakibat terjadinya
perdarahan.
Selain brodifakum, terdapat pula seng fosfit yang memberikan
efek toksik didasarkan atasterbentuknya fosfin, yaitu suatugas
yang sangat toksik. Gas ini terbentuk bila seng fosfitbereaksi
dengan asam kuat, misalnya denganasam lambung. Oleh karena
itu,seng fosfit hanyamenimbulkan keracunan bila bahan
tertelan atau bilaterinhalasi gas fosfin yang terbentuk dari seng
fosfit yangterkena atau tercampur dengan asam kuat.
3. Karakteristik Keracunan Rodentisida
Jenis Rodentisida Tanda dan Gejala
Kumarin Kronis: sakit kepala menetap, sakit
perut, salivasi, demam iritasi
saluran pemafasan atas.
Perdarahan pada hidung, gusi,
kencing berdarah, feses berlendir,
timbul bercak biru kehitaman-
hijau kecoklatan pada kulit.
Indadion Kerusakan saraf, jantung dan
sistem sirkulasi, hemoragi,
kematian pada hewan. Pada
manusia belum ada dampak yang
dilaporkan.
Seng Sulfat Diare, nyeri perut, mual, muntah,
sesak, tereksitasi, rasa dingin,
hilang kesadaran, edema paru,
iritasi hebat, kerusakan paru-paru,
hati, ginjal dan sistem saraf pusat,
koma kematian.
Strikhrin Kerusakan sistem saraf dalam 20-
30 menit: kejang- kejang hebat,
kesulitan pemafasan, meninggal.
Tabel 4. Karakteristik Keracunan Rodentisida
2.4 Penanganan Keracunan Pestisida
2.4.1 Penanganan Keracunan Organophosphat
Pengobatan keracunan pestisida harus cepat dilakukan terutama
untuk toksisitas organophosphat. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa
menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan
berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang
saling berhubungan. Pada keracunan yang berat, pseudokholinesterase dan
aktifits erytrocyt kholinesterase harus diukur dan bila kandungannya jauh
dibawah normal, kercacunan mesti terjadi dan gejala segera timbul.
Pengobatan dengan pemberian atrophin sulfat dosis 1-2 mg i.v. dan
biasanya diberikan setiap jam dari 25-50 mg. Atrophin akan memblok efek
muskarinik dan beberapa pusat reseptor muskarinik. Pralidoxim (2-PAM)
adalah obat spesifik untuk antidotum keracunan organophosphat. Obat
tersebut dijual secara komersiil dan tersedia sebagai garam chlorin.
2.4.2 Penanganan Keracunan Insektisida (Organoklorin, Carbamate),
Herbisida dan Rodentisida
Pada saat seseorang mengalami keracunan pestisida, kita
dapat memberikan pertolongan pertama pada penderita, sebelum
dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Lakukan langkah-
langkah berikut:
1. Saat memberikan pertolongan, kita tidak boleh terlihat panik.
Harus tenang agar dapat berpikir untuk melakukan tindakan
yang paling tepat dan cepat.
2. Jika kulit korban terkena pestisida, buka pakaian dan segeralah
cuci sampai bersih dengan air dan sabun.
3. Jika mata korban terkena pestisida, cuci dengan air yang
banyak selama 15 menit, jika ada air pancuran lebih
diutamakan.
4. Jika tertelan dan korban masih sadar, buatlah korban muntah
dengan memberikan larutan air hangat yang telah dicampur
dengan garam dapur sebanyak 1 sendok makan penuh. Jika
pestisida tertelan, jangan berikan pernapasan buatan dari mulut
ke mulut.
5. Jika tertelan dan korban tidak sadar, jangan dirangsang muntah,
sangat berbahaya. Jika pestisida tertelan, jangan berikan
pernapasan buatan dari mulut ke mulut.
6. Jika tertelan, dan fungisida dari senyawa tembaga, jangan
dirangsang muntah, rangsanglah untuk buang air besar (bilas
lambung).
7. Jika berhenti bernapas, segera bikin pernapasan buatan.
Pastikan mulut bersih dari air liur, lendir, atau makanan yang
menyumbat pernapasan.
8. Jangan memberikan susu atau makanan berminyak pada korban
keracunan organoklorin, karena akan menambah penyerapan
organoklorin oleh organ pencernaan.
9. Jika korban tidak sadar, usahakan jalan pernapasan tidak
terganggu. Bersihkan mulut dari air liur, lendir, atau makanan.
Jika korban memakai gigi palsu, lepaskan gigi palsu. Letakkan
korban pada posisi tengkurap, kepala menghadap ke samping
dan bertumpu pada kedua tangannya yang ditekuk.
10. Jika kejang, usahakan tidak ada yang membuatnya cidera.
Taruh bantal di bawah kepala, longgarkan pakaian di sekitar
leher. Ganjal mulut agar korban tidak menggigit bibir dan
lidahnya.
11. Bawalah segera ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.
Tunjukkan kemasan pestisida yang telah meracuninya kepada
para medis agar dapat ditentukan dengan cepat penanganan
yang paling tepat.
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan makalah ini penulis menganalisis contoh kasus
keracunan yang pernah terjadi akibat pestisida.
3.1 Studi Kasus Hipotiroidisme Sebagai Dampak Dari Penggunaan
Pestisida
Penggunaan pestisida secara intensif di daerah pertanian,
khususnya di daerah pantai utara Jawa Tengah, ternyata mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap kelompok wanita usia subur, yaitu
usia sekitar 15-49 tahun. Penggunaan pestisida menimbulkan
hipotiroidisme, yakni keadaan di mana kelenjar tiroid tidak memproduksi
hormon tiroid cukup bagi ibu hamil. Kasus ini juga ditemukan
berkembang di daerah dataran rendah, terutama di sentra pertanian dengan
intensitas pemanfaatkan pestisida begitu yang tinggi dalam pertaniannya.
Apabila terjadi pada wanita hamil, hipotiroidisme yang ringan
sekalipun dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang janin. Kondisi
ini menyebabkan menurunnya kecerdasan dan gangguan perkembangn
fungsi motorik pada anak yang kelak dilahirkan.
Penyebab disfungsi tiroid sering terjadi di daerah dataran tinggi, hal
ini dikarenakan daerah dataran tinggi kekurangan yodium. Rendahnya
kandungan yodium dalam air, tanah, dan produk-produk pertanian di
daerah itu menyebabkan asupan yodium kurang. Akibatnya, kelenjar tiroid
kekurangan bahan baku untuk sintesis hormon tiroid. Salah satu tanda
disfungsi tiroid adalah terjadinya pembesaran kelenjar tiroid atau sering
disebut penyakit gondok (goiter) atau gangguan akibat kekurangan iodium
(GAKI).
Selain itu, gangguan klinis hipotiroidisme antara lain kelelahan,
lesu, intoleransi dingin, gangguan menstruasi, penyakit gondok, dan sulit
buang air besar.
Apabila terjadi pada wanita hami, hipotiroidisme dapat
menyebabkan meningkatnya kelahiran anak-anak yang menderita autisme,
anak yang lemah perhatiannya. Hipotiroidisme juga dapat menyebabkan
infertilitas, abortus spontan, dan bayi yang lahir berat badannya rendah.
3.2 Solusi dalam Menanggulangi Dampak Penggunaan Pestisida Secara
Berlebihan
Usaha atau tindakan yang dapat kita lakukan sebagai pencegahan
terhadap bahaya penggunaan pestisida secara berlebihan terhadap
kesehatan reproduksi wanita adalah sebagai berikut :
1. Ikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan pakai dan dosis yang
dianjurkan pabrik atau petugas penyuluh.Dosis yang berlebihan sangat
berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia, terutama kesehatan
reproduksi perempuan.
2. Jangan terlalu tergesa-gesa menggunakan pestisida. Tanyakan terlebih
dahulu pada penyuluh pertanian.Apabila pemberantasan hama dan
gulma bisa diatasi dengan menggunakan non-pestida, seperti
menggunakan predator alami, maka jangan menggunakan pestisida,
karena jika tanah sering disemprot pestisida, tingkat kesuburan tanah
juga menurun. Selain itu juga bisa terjadi resistensi terhadapa serangga
pengganggu.
3. Jangan salah pakai pestisida. Lihat faktor lainnya seperti jenis hama dan
kadang-kadang usia tanaman juga diperhatikan.
4. Gunakan tempat khusus untuk pelarutan pestisida dan jangan sampai
tercecer.
5. Pahami dengan baik cara pemakaian pestisida.Cara pemakaian harus
benar-benar diperhatikan guna keefektifan penggunaan pestisida.
6. Ketahui dan pahami dengan yakin tentang kegunaan suatu pestisida.
Jangan sampai salah berantas. Misalnya, herbisida jangan digunakan
untuk membasmi serangga. Hasilnya, serangga yang dimaksud belum
tentu mati, sedangkan tanah dan tanaman telah terlanjur tercemar.
7. Jangan telat memberantas hama, bila penyuluh telah menganjurkan
menggunakannya.
Selain upaya diatas, ada beberapa langkah untuk mengurangi residu
yang menempel pada sayuran, antara lain dengan mencuci sayuran atau makanan
yang terkontaminasi dengan pestisida secara bersih dengan menggunakan air yang
mengalir, bukan dengan air diam. Jika yang kita gunakan air diam (direndam)
justru sangat memungkinkan racun yang telah larut menempel kembali ke
sayuran.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pestisida merupakan bahan yang digunakan untuk mengendalikan
populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama)yang secara langsung maupun
tidak langsung merugikan kepentingan manusia. Berdasarkan jenis hama yang
dibasminya, pestisida diklasifikasikan menjadi tiga golongan besar yaitu:
1. Insektisida
1) Organophophat
2) Organoklorin
3) Carbamate
2. Herbisida
3. Rodentisida
Ketiga pestisida tersebut memiliki sumber keracunan, mekanisme
keracunan dan karakteristik keracunan yang berbeda-beda. Keracunan pestisida
sangat berbahaya karena pestisida memiliki toksik yang dapat menimbulkan efek
kronis bahkan hingga kematian.
Dari berbagai penelitian diperoleh gambaran prevalensi keracunan
pestisida dari tingkat sedang hingga berat disebabkan pekerjaan, yaitu antara 8,5%
sampai 50 %. Dengan demikian, dapat diperkirakan prevalensi angka keracunan
tingkat sedang pada para petani bisa mencapai angka puluhan juta pada musim
penyemprotan. Selain disebabkan pekerjaan, faktor genetik pun berperan
menyebabkan keracunan pestisida.
Jika seseorang terkena keracunan pestisida sebaiknya ditanganin dengan
cepat karena pada beberapa pestisida yang dapat menyebabkan kematian jika
tidak ditangani secara cepat. Antidot pun dapat diberikan dalam penanganan
keracunan pestisida namun begitu terdapat beberapa pestisida yang belum
ditemukan antidotnya. Hal yang paling penting sebaiknya menghubungi tenaga
medis agar terhindar dari kemungkinan yang lebih buruk dan juga supaya
penanganan dapat dilakukan secara tepat dan efektif.
4.2 Saran
Pestisida merupakan suatu bahan yang dibutuhkan oleh manusia terutama
di bidang pertanian untuk mendapatkan hasil pertanian yang unggul. Jika
penggunaan pestisida dihentikan untuk menghindari kemungkinan terjadinya
keracunan pestisida diras tidak mungkin, sehingga untuk menghindari
kemungkinan keracunan pestisida sebaiknya dilakukan pencegahan. Pencegahan
berarti dalam peggunaan pestisida pelaku sebaiknya memakai berbagai
perlengkapan seperti masker, sarung tangan, kacamata pelindung, pakaian khusus
dan juga sepatu khusus. Hal ini bertujuan untuk menghindari paparan pestisida
dengan tubuh kita sehingga keracunan akibat pestisida tidak akan terjadi.
Sehingga diharapkan kasus keracunan terhadap pestida yang dapat terjadi akan
berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Raini, Mariana. 2007. Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 3.
Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. 15-16
2. B.P,. Teguh. 2009. Analisis Faktor Keracnan Pestisida Organofosfat pada
Keluarga Petani Holtikultur di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.
Tesis Program Pasca Sarjana: Universitas Diponegoro
3. Anonimous, 1993. Prinsip-Prinsip Pemahaman Pengendalian Hama
Terpadu. Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan dan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman B.I: Jakarta
4. Untung K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta
5. Djojosumarto P. 2008.Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius:
Yoagyakarta
6. Munaf, Sjamsuir. 1997. Keracunan Akut Pestisida. Widya Medika: Jakarta
7. Prijanto, Teguh Budi. 2009. Analisis Faktor Resiko Keracunan Pestisida
Organofosfat pada Keluarga Petani Hortikultura di Kecamatan Ngablak
Kabupaten Magelang. Thesis. Program Studi Kesehatan Lingkungan.
Universitas Diponegoro: Semarang
8. Runia, Y.A. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan
Pestisida Organofosfat, Karbamat dan Kejadian Anemia pada Petani
Hortikultura di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.
Thesis. Magister Kesehatan Lingkungan. Universitas Diponegoro:
Semarang