668

155

Click here to load reader

Upload: curiejulia

Post on 26-Oct-2015

289 views

Category:

Documents


53 download

TRANSCRIPT

Page 1: 668

Aktivitas Enzim Amilase

LAPORAN PRAKTIKUMFISIOLOGI TUMBUHAN

PERCOBAAN  V

AKTIVITAS ENZIM AMILASE

                    NAMA                                        : OLIVIA DATU PARUNG

                    NIM                                            : H411 11 008

                    HARI/TGL PERCOBAAN     : SELASA, 20 NOVEMBER 2012

                    KELOMPOK                            : 1 (SATU)    

                    ASISTEN                                   : GABY MAULIDA NURDIN

                                                                          ASLIAH

Page 2: 668

LABORATORIUM BOTANI JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2012

BAB I

PENDAHULUAN

I.1        Latar Belakang

Reaksi kimia tetap berlangsung tanpa enzim. Namun, reaksi tersebut berjalan lambat.

Berbagai reaksi kimia metabolis di dalam tubuh organisme dapat berlangsung dengan cepat

karena sel organisme tersebut menghasilkan enzim. Misalnya saja kita yang dapat menyimpan

larutan glukosa dalam jangka waktu tak terbatas bila disimpan di dalam botol yang terjaga

kondisinya dan tidak tercemar oleh jamur atau bakteri. Larutan glukosa tersebut akan terurai bila

berada di dalam sitoplasma sel. Reaksi kimia di dalam sel dilakukan oleh enzim yang termasuk

ke dalam golongan katalis (Hedy, 1990).

Menurut Hedy (1990), katalis adalah zat yang mempercepat reaksi dengan energi aktivasi

tanpa mengubah hasil akhir (produk). Enzim tidak ikut serta dalam pengubahan suatu zat

(reaksi), tetapi zat tersebut sibuat berulang kali untuk mempercepat reaksi. Enzim adalah katalis

protein yang dihasilkan oleh sel. Zat tersebut mengatur kecepatan dan kekhususan ribuan reaksi

kimia yang berlangsung di dalam sel.

Enzim bekerja pada perangkat substrat (reaktan) dan mengubahnya menjadi suatu

perangkat hasil (produk). Daerah pada enzim yang mengikat suatu substrat adalah sisi aktif

(tempat aktif). Tingkat kekhhususan yang tinggi memungkinkan sel mengendalikan reaksi-reaksi

metabolisme dengan mengatur bentuk dan jumlah enzim yang dihasilkan (Hedy, 1990).

Enzim (eksoenzim) yang berperan dalam merubah karbohidrat komplek adalah

karbohidrase, amilase, selulase. Pati merupakan substansi yang terlebih dahulu harus diubah

menjadi molekul lebih sederhana agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi

enzim untuk memecah substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase (Mahbub, 2011).

Amilase sendiri merupakan enzim yang paling penting dan keberadaanya paling besar,

pada bidang bioteknologi, enzim ini diperjual belikan sebanyak 25% dari total enzim yang

Page 3: 668

lainya. Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti tanaman, hewan dan

mikroorganisme (Mahbub, 2011).

Dan untuk lebih mengetahui dan memahami kerja suatu enzim amilase, maka percobaan

ini dilakukan.

I.2        Tujuan percobaan

Tujuan diadakannya percobaan ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian enzim

amilase terhadap larutan pati yang terdapat dalam kentang Solanum tuberosum.

I.3        Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 20 November 2012, pukul 14.00 -

17.00 WITA di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Air liur atau saliva sebagian besar diproduksi oleh tiga kelenjar utama yakni kelenjar

parotis, kelenjar sublingual dan kelenjar submandibula. Volume air liur yang diproduksi

bervariasi yaitu 0,5 – 1,5 liter setiap hari tergantung pada tingkat perangsangannya. Mengutip

Guyton & Hall dalam Textbook of Medical Physiology, air liur atau saliva mengandung dua tipe

pengeluaran atau sekresi cairan yang utama yakni sekresi serus yang mengandung ptyalin (suatu

alfa amylase) yang merupakan enzim untuk mencernakan karbohidrat dan sekresi mucus yang

mengandung musin untuk tujuan pelumasan atau perlindungan permukaan yang sebagian besar

dihasilkan oleh kelenjar parotis. Cairan tipe mucus itu disekresikan atau dikeluarkan setiap detik

sepanjang waktu kecuali saat tidur yang produksinya lebih sedikit (Poedjiati, 1994).

Menurut Poedjiati (1994), dalam hal pencernaan, air liur berperan dalam membantu

pencernaan karbohidrat. Karbohidrat atau tepung sudah mulai dipecah sebaagian kecil dalam

Page 4: 668

mulut oleh enzim ptyalin. Enzim dalam air liur itu memecah tepung (amylum) menjadi

disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya. Misalnya, saat Anda mengunyah nasi yang

terasa tawar lama-kelamaan akan terasa manis akibat pecahnya zat tepung menjadi maltosa yang

rasanya manis.

Selain dalam pencernaan air liur juga berperan dalam kebersihan mulut. Sekresi saliva

terutama tipe mucus penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan rongga mulut. Rongga

mulut berisi bakteri atau kuman patogen (merugikan) yang dengan mudah merusak jaringan dan

menimbulkan karies gigi (gigi berlubang). Air liur juga mencegah kerusakan dengan beberapa

cara. Pertama, aliran air liur itu sendiri membantu membuang bakteri atau kuman patogen juga

pertikel makanan yang memberi dukungan nutrisi metabolik bagi bakteri itu sendiri. Kedua, air

liur mengandung beberapa faktor yang menghancurkan bakteri salah satunya adalah ion tiosianat

dan beberapa cairan proteolitik terutama lisosim yang menghancurkan bakteri,membantu ion

tiosianat membunuh bakteri,mencerna partikel makanan dan air liur mengandung antibody

protein yang menghancurkan bakteri (Poedjiati, 1994).

Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim,

apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang

seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus

protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor.

Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut

gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang

disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang

memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau

direaksikan oleh enzim (Dwidjoseputro, 1992).

Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan

pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan

bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak

mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim.

Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak

dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross, 1995).

Page 5: 668

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah

(Dwidjoseputro, 1992) :

a.       Suhu

Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim

dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan

suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan terganggu sehingga

konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.

b.     pH

Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH

4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif

secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.

c.    konsentrasi enzim

Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada

konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksibertambah

dengan bertambahnya konsentrasi enzim.

d.      Konsentrasi substrat

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat

reaksi. Akan  tetapi, jika pada batas tertentu tidak terjadi

kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.

e.       Zat-zat penghambat

Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada

bagian aktif yang mengalami hambatan.

Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu.

Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh

emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa.

Page 6: 668

Gambar 1: Cara kerja enzim amylaseSumber: http://mrwandi.blogspot.com

Menurut Salisbury dan Ross (1992) amilase merupakan enzim yang paling penting dan

keberadaanya paling besar, pada bidang bioteknologi, enzim ini diperjual belikan sebanyak 25%

dari total enzim yang lainya. Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti tanaman,

hewan dan mikroorganisme. Amilase yang berasal dari mikroorganisme banyak digunakan

dalam industri, hal ini dikarenakan mikroorganisme periode pertumbuhanya pendek. Amilase

pertama kali yang diproduksi adalah amilase yang berasal dari fungi pada tahun 1894.

Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai sumber karbon. Contoh-contoh

sumber karbon yang murah adalah sekam, molase, tepung jagung, jagung, limbah tapioka dan

sebagainya. Jika digunakan limbah sebagai substrat, maka limbah tadi dapat diperkaya nutrisinya

untuk mengoptimalkan produksi enzim. Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai suplemen

antara laian: pati, sukrosa, laktosa, maltosa, dekstyrosa, fruktosa, dan glukosa. Sumber nitrogen

sebagai suplemen antara lain: pepton, tripton, ekstrak daging, ekstrak khamir, amonium sulfat,

tepung kedelai, urea dan natrium nitrat (Salisbury dan Ross, 1992).

Page 7: 668

            Menurut Hedy (1990) protein sebagai salah satu kelompok makromolekul adalah katalis

yang sangat efektif untuk banyak reaksi kimia yang beragam karena kemampuan mereka untuk

terikat secara spesifik pada banyak molekul. Dengan memanfaatkan gaya intermolekular, enzim

membawa substrat pada orientasi optimal yang mana hal ini merupakan tahap stabilisasi keadaan

transisi, yang merupakan bagian dengan tingkat energi yang paling tinggi dalam suatu reaksi

kimia.

            Melalui stabilisasi keadaan transisi secara selektif, enzim menentukan satu dari beberapa

reaksi kimia yang mungkin berlangsung.  Spesifisitas enzim berkaitan dengan interaksi yang

tepat dari substrat dengan enzim, ini merupakan hasil dari struktur tiga dimensi dari protein

enzim yang berbelit-belit.  Aktivitas katalitik enzim bergantung juga pada kehadiran molekul-

molekul kecil yang disebut sebagai kofaktor.  Bila kofaktornya berupa molekul organik, maka

secara khusus disebut sebagai koenzim (Hedy, 1990).

            Dalam setiap reaksi kimia, terdapat tahapan-tahapan tertentu yang harus dilewati oleh

suatu molekul hingga ia berubah menjadi produk.  Mulai dari tahap awal, di mana ia belum

berubah, kemudian ada satu tahap di mana seluruh bagian atau fraksi molekul tersebut berada

dalam keadaan energi paling tinggi dan tahap di mana zat awal telah berubah menjadi produk.

(Hedy, 1990).

Gambar 2: Tempat terbentuknya enzim amylase

Page 8: 668

Sumber:  http://amihola.blogspot.com

Suatu reaksi kimia, dimungkinkan untuk terjadi bila reaktannya mengandung energy

dalam  yang mampu membawa semua fraksi molekul reaktan untuk melewati batasan energi

sehingga semua bagian molekulnya bisa berada pada keadaan transisi.  Pada tahap ini, molekul

mempunyai peluang yang sama apakah ia akan berubah menjadi produk atau kembali lagi

membentuk reaktan.  Kecepatan reaksi tergantung pada banyaknya fraksi molekul yang berada

pada keadaan transisi ini.  Semakin banyak, semakin cepat reaksi terjadi.  Untuk mencapai hal

ini, dapat dilakukan antara lain dengan menaikkan temperatur reaksi sehingga energi kinetik

molekul-molekul pereaksi meningkat dan semakin banyak yang dapat melewati batasan energi

keadaan transisi.  Cara lain yaitu dengan menggunakan katalis yang akan menurunkan energi

aktivasi sehingga semakin banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi (Poedjiati,

1994).

Enzim mempercepat reaksi dengan memfasilitasi pembentukan keadaan transisi, tanpa

mengubah energi bebas reaksi, dan karenanya keadaan energi bebas produk dan substrat adalah

sama.  Energi bebas untuk pencapaian keadaan transisi tidak ikut dihitung dalam penentuan

energi bebas reaksi, karena energi bebas saat keadaan transisi atau energi aktivasi yang

diperlukan, akan diperoleh kembali saat keadaan transisi berubah menjadi produk. Alhasil,

energi bebas produk dan substrat atau reaktan adalah tetap, sedangkan laju reaksi dapat

meningkat. Enzim mempercepat reaksi dengan mengurangi energi aktivasi.  Kombinasi enzim-

substrat menghasilkan suatu jalur reaksi yang energi transisinya lebih rendah daripada yang

dimiliki oleh reaksi yang tanpa dikatalisis.  Esensi dari katalisis adalah pengikatan yang khusus

pada keadaan transisi. (Poedjati, 1994).

            Menurut Mahbub (2011) konsentrasi substrat mempengaruhi dengan nyata kecepatan

reaksi yang dikatalisis oleh enzim.  Pada konsentrasi substrat yang amat rendah, kecepatan

maksimum amat rendah, tetapi, kecepatan ini akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi

substrat.  Peningkatan laju reaksi akan semakin kecil seiring dengan terus bertambahnya

konsentrasi substrat, hingga akhirnya akan dicapai suatu suatu titik batas, dan setelah titik ini

dilampaui, kecepatan reaksi hanya akan meningkat sedemikian kecil dengan bertambahnya

konsentrasi substrat.  Bagaimanapun tingginya konsentrasi substrat setelah titik ini dicapai,

kecepatan reaksi akan mendekati tetapi tidak pernah mencapai garis maksimum. Pada batas ini,

Page 9: 668

yang disebut kecepatan maksimum (Vmaks), enzim menjadi jenuh oleh substratnya, dan tidak

dapat berfungsi lebih cepat.

                Pengaruh kejenuhan ini diperlihatkan oleh hampir semua enzim.  Selanjutnya, dari

pengamatan akan hal ini, diperolehlah suatu teori umum mengenai kerja enzim, bahwa : enzim E

pertama-tama bergabung dengan substratnya S dalam reaksi dapat balik, membentuk kompleks

enzim-substrat ES.  Reaksi ini berlangsung relative cepat.  Kompleks ES lalu terurai dalam

reaksi dapat balik kedua, yang lebih lambat, menghasilkan produk P, dan enzim bebas E.   Reaksi

kedua merupakan tahap yang membatasi kecepatan.  Kecepatan reaksi katalitik menjadi

maksimum jika semua enzim terdapat sebagai ES dan konsentrasi enzim bebas menjadi sangat

kecil.  Keadaan ini tercapai pada konsentrasi substrat tinggi.  Jika konsentrasi S ditingkatkan

maka, dapat dikatakan bahwa semua enzim bebas E berubah ke bentuk ES. Pada reaksi yang

kedua dalam siklus katalitik, kompleks ES terus-menerus, dan dengan cepat terurai menjadi P

dan enzim bebas E.  Tetapi, bila konsentrasi substrat S cukup tinggi, enzim bebas E akan segera

berikatan dengan molekul S yang lain.  Pada keadaan ini tercapai suatu keadaan kesetimbangan

dengan enzim yang senantiasa jenuh oleh substratnya dan tercapai kecepatan

maksimum.  Michaelis-Menten menurunkan suatu persamaan yang menghubungkan laju awal

dengan konsentrasi substrat (Mahbub, 2011).

            Dalam persamaan ini, vo adalah kecepatan awal pada konsentrasi substrat [S], Vmaksadalah

kecepatan maksimum dan KM adalah tetapan Michaelis-Menten enzim bagi substrat

tertentu.  KM bersifat khas bagi enzim tertentu, dengan substrat spesifik pada kondisi pH dan

suhu tertentu (Mahbub, 2011).

            Enzim amilase merupakan enzim yang menguraikan pati.  Enzim ini terdistribusi secara

luas pada mikroba, tumbuhan dan hewan.  Mereka bertindak dengan menghidrolisis ikatan di

antara unit-unit glukosa yang berikatan menghasilkan produk yang khas dengan enzim tertentu

yang terlibat (Kimball, 1991).

Dalam bukunya, Kimball (1991) menuliskan bahwa amilase merupakan enzim yang

banyak dipelajari dan diaplikasikan pada berbagai keperluan industri bioteknologi.  Enzim ini

diperjualbelikan sebanyak 25% dari total enzim yang lainnya.  Sumber enzim amylase

didapatkan dari berbagai organisme termasuk tanaman, hewan dan mikroorganisme. 

Page 10: 668

Amilase mencerna karbohidrat (polisakarida) menjadi disakarida yang lebih sederhana,

bahkan mengkonversi mereka menjadi monosakarida seperti glukosa.  Orang – orang yang tidak

dapat mencerna lemak, seringkali mengkonsumsi gula dan karbohidrat untuk mengatasi

kekurangan lemak dalam makanan mereka.  Amilase tidak hanya mencerna karbohidrat, tetapi

juga mencerna sel darah putih yang mati (pus).  Amilase juga terlibat dalam reaksi antiinflamasi

seperti yang disebabkan oleh pelepasan histamine dan zat-zat lain yang serupa.  Respon

inflamasi biasanya terjadi pada organ yang berhubungan dengan lingkungan luar (Kimball,

1991).

Terdapat beberapa macam enzim amylase,  enzim α-amilase bertindak pada lokasi yang

acak di sepanjang rantai polisakarida, memecah rantai panjang karbohidrat, terutama

menghasilkan maltotriosa dan maltosa dari amilosa atau maltose.  Karena dia dapat bertindak di

mana pun pada substrat, α-amilase cenderung bertindak lebih cepat dibanding β-amilase. Pada

manusia, baik saliva maupun amylase dari kelenjar pankreas adalah α-amilase.  Enzim ini

bekerja optimal pada pH 6,7-7.  Selain α-amilase, ada juga β-amilase.  Enzim ini bekerja pada

ujung non pereduksi.  Selama proses pematangan buah, enzim ini memecah pati

menjadi maltose, manghasilkan rasa manis pada buah yang matang.  Enzi mini bekerja pada pH

optimum 4-5.   Jenis lainnya dari enzim amylase adalah γ-amilase.  Enzim amylase jenis ini,

tidak seperti enzim amylase yang lain, memiliki pH optimum 3 (Mahbub, 2011).

Gambar 3: Struktur enzim amylaseSumber: http://amihola.blogspot.com

Page 11: 668

Adanya beberapa enzim yang dapat diujikan secara langsung karena diperlukan

konsentrasi yang sangat rendah untuk mengkatalisis suatu bagian dari reaksi.  Oleh karena itu,

adanya enzim dapat digambarkan dengan hilangnya substrat atau terbentuknya produk-produk

reaksi.  Enzim diinkubasi dengan substrat pada kondisi yang sesuai, sehingga sampel akan

terurai pada interval waktu tertentu dan kemudian dianalisis (Naters, dkk., 2004)

Penggunaan biomakers saliva telah mendapatkan popularitas meningkat selama dekade

terakhir dalam penelitian psikologis dan biomedis. sedangkan pengukuran kortisolbebas dalam

air liur telah terbukti berguna untuk menilai fungsi dan

reaktivitas dari hipofisisadrenal hipotalamus (HPA), sebuah penanda yang

cocok dari kegiatan medulersympathoadrenal dalam air liur belum belum ditemukan (Naters,

dkk., 2004).

BAB III

METODE PERCOBAAN

III.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, gegep, pengaduk, bunsen

spiritus, stopwatch, pipet tetes, pisau, spiritus, tissue dan korek api.

III.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah amilum kentang Solanum

tuberosum, larutan Mb (Metilen blue), air dan saliva 2 ml.

III.3 Prosedur percobaan

            Prosedur kerja percobaan ini adalah :

1.      Menyiapkan saliva ke dalam 4 buah tabung reaksi masing-masing sebanyak 2 ml.

2.      Memanaskan tabung I dan II pada bunsen sebelum dimasukkan saliva 2 ml dan tabung III dan

IV didiamkan pada suhu kamar.

3.      Pada kedua tabung, memasukkan 2 ml larutan pati/starch kentang Solanum tuberosum,

kemudian homogenkan.

Page 12: 668

4.      Meneteskan masing-masing larutan campuran antara saliva dan larutan pati kemudian

meneteskan larutan Mb sebanyak 3 tetes kemudian mengaduk campuran tersebut.

5.      Mengamati perubahan warna yang terjadi, dimana melakukan perhitungan waktu menggunakan

stopwatch pada 2 menit pertama, 2 menit kedua dan seterusnya hingga 10 menit.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

WaktuWarna larutan

Dipanaskan Tidak dipanaskan

2 ++ +++

Page 13: 668

4

6

8

10

++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

Keterangan :

+          : Bening

++        : Biru Muda

+++     : Biru Tua

IV.2 Pembahasan

            Percobaan mengenai aktivitas enzim amilase ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

enzim amilase             terhadap larutan pati/starch yang terdapat pada kentang Solanum

tuberosum. Fungsi enzim amilase untuk mengubah amilum

enzim amilase merupakan enzim yang berperan dalam mengubah amilum yang tergolong

polisakarida menjadi maltosa yang tergolong oligosakarida kemudian nantinya akan diubah

menjadi monosakarida.

           

            Percobaan ini menggunakan saliva sebagai salah satu bahan percobaan karena saliva

mengandung enzim amilase. Disamping amilase, disediakan pula larutan  Methylen Blue sebagai

indikator warna untuk mengetahui ada tidaknya amilum yang terdapat dalam sari kentang

tersebut.

            Empat buah tabung reaksi yang diisi dengan saliva masing-masing sebanyak 2 mL

dipisahkan menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama dipanaskan dengan menggunakan bunsen

spiritus sampai saliva dalam kedua tabung tersebut mendidih, dan kemudian ditambahi dengan

pati/starch kentang kurang lebih sebanyak saliva tersebut, serta ditambahi juga 3 tetes MB. Saat

yang bersamaan, kelompok tabung yang kedua juga ditambahi dengan pati/starch kentang

dengan volume yang hampir sama dan 3 tetes MB.

            Hasil yang diperoleh pada tabung kelompok pertama yang diberikan perlakuan

pemanasan serta penambahan MB adalah pada menit ke-2 sampai menit ke-4 warnanya menjadi

biru muda dan pada menit ke-6 dan ke-8 warnanya berubah menjadi biru tua.

Page 14: 668

Kelompok tabung yang tidak dipanaskan setelah penambahan MB pada setiap interval 2

menit selama 10 menit akan dilihat kecepatan enzim dalam menguraikan amilum. Larutan yang

awalnya berwarna merah cokelat karena larutan pati kentang, setelah 2 menit sampai 4 menit

larutanya berubah warna menjadi berwarna biru tua, dan tetap berwarna biru tua sampai pada

menit ke-10.

Perubahan ini terjadi karena larutan amilum yang digunakan mengandung amilopektin dan ada

kemungkinan tidak tercampur merata dengan amilum dari kentangnya.

Perbedaan warna tersebut diperoleh karena adanya perbedaan perlakuan untuk kedua

kelompok tabung tersebut. Kelompok tabung yang dipanaskan warnanya dari biru muda menjadi

biru tua karena enzim amilasenya telah mengalami denaturasi walaupun tidak secara merata.

Dilihat dari masih adanya perubahan warna pada menit ke-4 dan ke-6. Pada kelompok tabung

yang tidak dipanaskan tidak mengalami perubahan warna dari menit ke-2 sampai ke-10

menandakan bahwa enzim bekerja dengan baik karena berada pada suhu yang optimum.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah

(Dwidjoseputro, 1992) :

a.       Suhu

Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim

dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan

suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan terganggu sehingga

konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.

b.     pH

Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH

4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif

secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.

c.    konsentrasi enzim

Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada

konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksibertambah

dengan bertambahnya konsentrasi enzim.

d.      Konsentrasi substrat

Page 15: 668

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat

reaksi. Akan  tetapi, jika pada batas tertentu tidak terjadi

kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.

e.       Zat-zat penghambat

Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada

bagian aktif yang mengalami hambatan.

Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu.

Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh

emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa

BAB V

PENUTUP

V.I Kesimpulan

            Kesimpulan dari percobann ini adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kerja enzim

yaitu suhu. Enzim amilase dapat menguraikan larutan pati yang terdapat dalam kentangSolanum

tuberosum jika suhunya berada pada suhu kamar, namun beda jika sudah melalui proses

pemanasan karena enzimnya telah mengalami denaturasi sehingga tidak dapat bekerja dengan

baik. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain  suhu, pH, konsentrasi enzi,

konsentrasi substrat dan inhibitor atau zat penghambat.

Page 16: 668

V.2 Saran

            Sebaiknya dalam melakukan percobaan ini dilakukan terlebih dahulu pengecekan

terhadap kelayakan alat dan bahan yang akan digunakan, karena hal itu sangat berpengaruh

terhadap hasil reaksi

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro,  1992. Pengantar fisiologi tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama,    Jakarta.

Hedy, Suwarsono, 1990. Biologi Pertanian. Rajawali, Jakarta.

Kimball, John W, 1991. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga. Erlangga, Jakarta.

Mahbub, H., 2008, Deteksi dan produksi amilase, http://www.junes.blogspot.com,            diakses pada hari Kamis tanggal 22 November 2012. pukul 17.55 WITA

Naters, Urs M., Nicolas Rohleder., Jane Gaab., 2004. Human Salivary Alpha-Amylase Reactivity In A Psychosocial Stress Paradigm. Germany

Ola, 2010. Enzim Amilase. http://amihola.blogspot.com. diakses pada hari Kamis tanggal 22 November 20120. pukul 17.00 WITA

Poedjiadi, A., 1994. Dasar-dasar Biokimia.  Universitas Indonesia Press, Jakarta.  

Salisbury, F. B., dan Cleon. W. Ross, 1990. Fisiologi Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Wandi, 2010. Aktivitas Enzim. http://mrwandi.blogspot.com. diakses pada hari Kamis tanggal 22 November 2012. pukul 16.45 WITA

Page 17: 668

LAPORAN BIOKIMIA ENZYM AMILASEHadi Susilo (Adhie Abu Fatih Al Junayd) | May 12th, 2012

19

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PENGARUH SUHU DAN PH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM AMILASE SALIVA

DENGAN METODE WOHLGEMUTS

 

 

 

DISUSUN OLEH :

HADI SUSILO

NIM : 115040213111030

 

 

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

TAHUN AKADEMIK

2011/2012

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Prinsip dasar yang digunakan didalam pemanfaatan enzim dalam membantu menentukan diagnosa adalah dari

kenyataan bahwa didalam darah ada dua kelompok enzim yaitu enzim yang secara normal ada dan berfungsi

didalam darah yang dinamakan kelompok fungsional plasma enzim dan kelompok enzim yang normal tidak berfungsi

didalam darah tetapi terdapat didalam darah, dan dinamakan non fungsional plasma enzim. Kelompok kedua ini

normalnya terdapat didalam sel. Dia dapat berada didalam darah diduga karena proses difusi atau karena sel – sel

tua yang mengalami regenerasi pada saat sel tersebut dirusak isinya akan dapat tumpah dan sebagian tertuang

kedalam darah atau dengan cara lain yang belum diketahui. Dengan demikian logikanya kalau enzim dalam

kelompok dua ini kadarnya dalam darah meningkat pasti ada kerusakan minimal pada dinding sel yang berisi enzim

tersebut.

1.2 TUJUAN

Setelah menyelesaikan program ini dengan baik mahasiswa F.K Unlam semester I diharapkan :

Tujuan Umum :

1. Memahami kinetika enzim.

2. Memahami manfaat enzim dalam kehidupan sehari – hari maupun dalam membantu menegakkan diagnosa.

Tujuan Khusus

Page 18: 668

1. Mampu menyebutkan faktor- faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik.

2. Mampu membedakan enzim fungsional dan enzim non fungsional dalam plasma.

3. Mampu menyebutkan masing – masing dua contoh enzim fungsional dalam enzim non fungsional dalam

plasma.

4. Mampu menyebutkan contoh pemeriksaan enzim yang dapat membantu menegakkan diagnosa.

5. Mampu merencanakan pemeriksaan enzimatik yang dapat menunjang diagnosa suatu kasus tertentu.

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN TEORI

Enzim adalah polimer biologis yang mengatalisis reaksi kimia yang memungkinkan berlangsungnya kehidupan

seperti yang kita kenal. Keberadaan danpemeliharaan rangkaian enzim yang lengkap dan seimbang merupakan hal

yang essensial untuk menguraikan nutrient menjadi energy dan chemical building block (bahan dasar kimiawi);

menyusun bahan-bahan dasar tersebut menjadi protein, DNA, membrane, sel dan jaringan; serta memanfaatkan

energy untuk motilitas sel, fungsi saraf dan kantraksi otot. Dengan pengecualian molekul RNA katalitik atau ribozim,

enzim adalah protein. Kekurangan jumlah atau aktivitas katalitik enzim-enzim kunci dapat terjadi akibat kelainan

genetic, kekurangan gizi atau toksin. Defek enzim bisa disebabkan oleh mutasi genetic atau infeksi oleh virus atau

bakteri pathogen. Para ilmuan kedokteran mengatasi ketidakseimbangan aktivitas enzim denganmenggunakan

bahan farmakologis untuk menghambat enzim-enzim tertentu dan sedang meneliti terapi gen sebagai cara untuk

mengobati defisiensi jumlah atau fungsi enzim.

Enzim yang mengatalisis perubahan satu atau lebih senyawa (substrat) menjadi satu atau lebih senyawa lain

(produk) meningkatkan laju reaksi setidaknya 1.000.000 kali dibandingkan jika tidak dikatalisis. Seperti semua katalis

lain, enzim tidak berubah secara permanen atau dikonsumsi sebagai konsekuensi dari keikutsertaannya dalam

reaksi yang bersangkutan.

Selain sangat efisien, enzim juga merupakan katalis yang sangat efektif. Tidak seperti kebanyakan katalis yang

digunakan dalam kimia sintetik, enzim bersifat spesifik baik bagi reaksi yang dikatalisis maupun substrata tau

substrat-substrat yang berhubungan erat. Enzim juga merupakan katalis stereospesifik dan biasanya mengatalisis

reaksi dari hanya satu stereoisomer suatu senyawa, misalnya, D-gula, tetapi bukan L-gula, asam L-amino tetapi

bukan asam D-amino. Karena berikatan dengan substrat melalui sedikitnya tiga titik perlekatan, enzim bahkan dapat

mengubah substrat nonchiral menjadi produk chiral. Spesifitas enzim yang sangat tinggi member sel hidup

kemampuan untuk secara bersamaan melaksanakan dan secara independen mengontrol beragam proses kimiawi.

Nama-nama yang paling sering digunakan untuk kebanyakan enzim menjelaskan tipe reaksi yang dikatalisis, diikuti

oleh akhiran –ase. Contohnya, dehidrogenas mengeluarkan atom-atom hydrogen, protease mengatalisis protein dan

isomerase mengatalisis tataulang dalam konfigurasi. Pemodifikasian dapat terletak di depan maupn di belakang

nama enzim untuk menejelaskan substrat enzim (xantin oksidase), sumber enzim ( ribonuklease pancreas),

pengaturannya (lipase peka-hormon) atau suatu gambaran dari mekanisme kinerjanya (protease sistein). Jika

diperlukan, ditambah penanda alfanumerik untuk menunjukan berbagai bentuk suatu enzim.

Page 19: 668

Untuk menghilangkan ambiguitas, IUB menciptakan suatu system terpadu tata nama enzim yaitu setiap enzim

memiliki nama dank ode khusus untuk menunjukan tipe reaksi yang dikatalisis dan substrat yang terlibat. Enzim

dikelompokkan dalam enam kelas:

1. Oksidoreduktase, mengatalisis oksidasi dan reduksi

2. Transferase, mengatalisis pemindahan gugus

3. Hidrolase, mengatalisis terjadinya hidrolisis

4. Liase, mengatalisis pemutusa ikatan dengan eliminasi atom yang akanmenghasilkan ikatan rangkap

5. Isomerase, mengatalisis perubahan geometric atau structural di dalam satu molekul

6. Ligase, mengatalisis penyatuan dua molekul yang dikaitandengan hidrolisis ATP

Meskipun sistem IUB ini jelas, namun nama-nama enzim menjadi panjang dan relatif tidak praktis sehingga kita

biasanya tetap menamai enzim berdasarkan nama tradisionalnya meskipun nama itu kadang-kadang menyesatkan.

Nama IUB untuk heksokinase melukiskan kejelasan sekaligus kompleksitas sistem IUB. Nama IUB untuk

heksokinase adalah ATP:D_heksosa 6_fosfotransferase E.C.2.7.1.1. nama ini menunjukan heksokinase sebagai

anggota kelas 2 (tranferase), subkelas 7 (pemindahan satu gugus fosforil), sub-subkelas 1 (alcohol adalah akseptor

fosforil dan heksosa-6 menunjukan bahwa alcohol yang terfosforilasi berada di karbon ena heksosa. Namun, kita

terus menyebutnya sebagai heksokinase.

Banyak enzim yang mengandung berbagai molekul nonprotein kecil dan ion logam yang ikut serta secara langsung

dalam katalisis atau pengikut substrat. Molekul atau ion ini, yang disebut gugus prostetik, kofaktor dan koenzim,

memperluas ragam kemampuan katalisis melebihi yang dumingkinkan oleh gugus fungsional di rantai samping

aminoasil peptida.

Gugus prostetik dibedakan berdasarkan integritasnya yang kuat dan stabil ke dalam struktur protein melalui gaya-

gaya kovalen atau nonkovalen. Contoh-contohnya antara ain adalah piridoksal fosfat, flavin mononukleatida dan

tiamin. Logam adalah gugus prostetik yang paling sering dijumpai , sekitar sepertiga dari semua enzim mengandung

ion-ion logam yang terikat kuat dan disebut metaloenzim.

Kofator memiliki fungsi serupa dengan gugus prostetik tetapi berikatan secara transien dan mudah terlepas dengan

enzim atau substrat, misalnya ATP. Tidak seperti gugus prostetik yang terkat secara stabil, kofaktor harus terdapat

dalam medium di sekitar enzim agar katalisis dapat terjadi. Kofaktor yang paling umum adalah ion logam. Enzim

memerlukan kofaktor ion logam disebut enzim yang memerlukan kofaktor ion logam. Untuk membedakan dari

metaloenzim.

Koenzim berfungsi sebagai pengangkut atau bahan pemindah gugus yang dapat didaur-ulang dan memindahkan

banyak substrat dari tempat pembentukannya ke tempat pemakaiannya. Ikatan dengan koenzim juga menstabilkan

substrat, seperti atom hydrogen atau ion hidrida yang tidak stabil dalam lingkungan cair sel.

Vitamin B larut-air merupakan komponen penting berbagai koenzim. Selain vitamin B, beberapa koenzim

mengandung gugus adenine, ribose dan fosforil AMP dan ADP. Nikotinamid adalah komponen koenzim redoks FMN

dan FAD. Asam pantotenat adalah komponen dari koenzim A pengangkut gugus asil. Sebagai pirofosfatnya, tiamin

ikut serta dalam dekarboksilasi asam alfa-ketoglutarat dan koenzim asam folat dan kobamid berfungsi dalam

metabolism satu karbon.

Sekitar 1500 air liur disekresi per hari. pH saliva saat kelenjar istirahat sedikit lebih rendah dari 7,0, tetapi selama

sekresi aktif, pHnya mencapai 8,0. Air liur mengandung dua enzim pencernaan: lipase lingual, yang disekresi oleh

kelenjar di lidah, dan α-amilase saliva, yang disekresi oleh kelenjar-kelenjar saliva. Saliva juga mengandung musin,

yaitu glikoprotein yang melumasi makanan, mengikat bakteri, dan melindungi mukosa mulut. Saliva juga

Page 20: 668

mengandung immunoglobulin sekretorik IgA; lisozim, yang menyerang dinding kuman; laktoferin, yang mengikat besi

dan bersifat bakteriostatik; dan protein kaya-plorin yang melindung email gigi dan mengikat tannin yang toksik.

Saliva mempunyai sejumlah fungsi penting, antara lain memudahkan kita menelan, mempertahankan kelembaban

mulut, bekerja sebagai pelarut molekul yang merangsang indera pengecap, membantu proses bicara dengan

memudahkan pergerakan bibir dan lidah, dan mempertahankan kebersihan mulut dan gigi. Saliva juga mempunyai

daya antibakteri, dan penderita defisiensi salivasi (xerostomia) mempunyai insidens karies gigi yang lebih tinggi

daripada normal. Sistem dapar saliva membantu mempertahankan pH mulut sekitar 7,0. Sistem ini juga membantu

menetralkan asam lambung dan menghilangkan nyeri ulu hati (heartburn) bila getah lambung mengalami regurgitasi

ke dalam esophagus.

Komposisi ion air liur sangat bervariasi dari spesies ke spesies dan dari kelenjar ke kelenjar. Akan tetapi, umumnya

saliva yang disekresi di dalam asini mungkin isotonik, dengan konsentrasi Na+, K+, Cl-, dan HCO3- yang mirip dengan

komposisi plasma. Duktus ekskretorius dan mungkin duktus interkalaris yang bermuara ke dalam duktus ekskretorius

memodifikasi komponen saliva dengan mengambil Na+ dan Cl- dan menambahkan K+ dan HCO3-. Duktus tersebut

relative impermeable terhadap air. Jadi, pada aliran saliva yang lambat, saliva yang sampai ke mulut bersifat

hipotonik, sedikit asam, dan kaya akan K+ tetapi relatif kurang Na+ dan Cl-. Jika aliran saliva cepat, komposisi ion

tidak memiliki cukup waktu untuk berubah di dalam duktus. Akibatnya, meskipun pada manusia tetap bersifat

hipotonik, saliva lebih cenderung isotonik, dengan konsentrasi Na+ dan Cl- yang lebih tinggi. Aldosteron

meningkatkan konsentrasi K+ dan menurunkan konsentrasi Na+ saliva dengan kerja yang analog seperti kerja

hormone di ginjal, dan terlihat rasio Na+/K+ saliva yangtinggi bila jumlah aldosteron berkurang pada penyakit Addison.

Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis, selain itu juga ada beberapa

kelenjar bukalis yang sangat kecil. Sekresi saliva normal harian berkisar 800-1500 ml. Saliva mengandung dua tipe

sekresi protein yang utama : (1) Sekresi serosa yang mengandung ptialin (suatu α-amilase), yang merupakan enzim

untuk mencernakan karbohidrat, dan (2) Sekresi mucus yang mengandung musin untuk tujuan perlindungan dan

pelumasan. Kelenjar parotis hampir seluruhnya menyekresi tipe serosa, sementara kelenjar submandibularis dan

sublingualis menyekresi mucus dan serosa. Kelenjar bukalis hanya menyekresi mucus. Saliva mempunyai pH antara

6,0-7,0; suatu kisaran yang menguntungkan untuk kerja pencernaan dari ptialin.

Saliva terutama mengandung sejumlah besar ion kalium dan ion bikarbonat. Sebaliknya, konsentrasi ion natrium dan

klorida pada umumnya lebih rendah pada saliva daripada di dalam plasma.

Sekresi saliva terdiri dari 2 tahap, yaitu:

1. Tahap pertama melibatkan asinus,

2. Melibatkan duktus salivarius

Sel asinus menyekresi sekresi primer yang mengandung ptialin dan atau musin dalam larutan ion dengan

konsentrasi yang tidak jauh berbeda dari yang disekresikan dalam cairan ekstrasel biasa. Sewaktu sekresi primer

mengalir melalui duktus, terjadi 2 proses transport aktif utama yang memodifikasi komposisi ion pada cairan saliva

secara nyata.

Pertama, ion-ion natrium secara aktif direabsorbsi dari semua duktus salivarius, dan ion-ion kalsium disekresi secara

aktif sebagai pengganti natrium. Oleh karena itu, konsentrasi ion natrium dari saliva sangat berkurang, sedangkan

konsentrasi ion kalium meningkat. Akan tetapi, ada kelebihan reabsorbsi ion natrium yang melebihi sekresi ion kalium

dan ini membuat kenegatifan listrik sebesar -70 mV di dalam duktus salivarius, dan keadaan ini kemudian

menyebabkan ion klorida direabsorbsi secara pasif. Karena itu, konsentrasi ion klorida pada cairan saliva turun

sekali, serupa dengan penurunan konsentrasi ion natrium pada duktus.

Kedua, ion-ion bikarbonat disekresi oleh epitel duktus ke dalam lumen duktus. Hal ini sedikitnya sebagian

disebabkan oleh : pertukaran pasif ion bikarbonat dengan ion klorida, tetapi mungkin juga sebagian hasil dari proses

sekresi aktif.

Page 21: 668

Hasil akhir dari proses transport adalah bahwa pada kondisi istirahat, konsentrasi masing-masing ion natrium dan

klorida dalam saliva hanya sekitar 15 mEq/L, sekitar sepertujuh sampain sepersepuluh konsentrasinya dalam

plasma. Sebaliknya, konsentrasi ion kalium adaalah sekitar 30 mEq/L, tujuh kali lebih besar dari konsentrasinya

dalam plasma; dan konsentrasi ion bikarbonat adalah 50-70 mEq/L, sekitar dua sampai tiga kali lebih besar dari

konsentrasinya dalam plasma.

Selama salivasi maksimal, konsentrasi ion saliva sangat berubah karena kecepatan pembentukan sekresi primer

oleh sel asini dapat meningkat sebesar 20 kali lipat. Sekresi asinar ini kemudian akan mengalir melalui duktus begitu

cepatnya sehingga pembaruan sekresi duktus diperkirakan menurun. Oleh karena itu, bila saliva sedang disekresi

dalam jumlah sangat banyak, konsentrasi natium klorida akan meningkat hanya sekitar setengah sampai dua pertiga

konsentrasi dalam plasma, dan konsentrasi kalium meningkat hanya 4 kali konsentrasi dalam plasma.

Laju aliran saliva (seluruh mulut)

Laju aliran saat istirahat

Rata-rata ± sd: 0,3 ± 0,22 mL/menit

Laju aliran saat terstimulasi

Rata-rata ± sd: 1,7 ± 2,1 mL/menit

Laju aliran total per hari

Antara 500 – 1000 mL/hari

Saliva di mulut bersihat hipotonik (lebih banyak air jika dibandingkan dengan cairan ekstraselular) dan mengandung

lebih dari 99% air.

Komposisi saliva terdiri atas :

Kelenjar parotis (asinus serosa) saliva berprotein yang encer, kaya elektrolit dan enzim (amilase) tetapi

sedikit mukus.

Kelenjar sublingual (asinus musinosa) saliva mukus kental kaya musin, antibodi dan antigen, protein, dan

karbohidrat.

Kelenjar submandibula (campuran asinus serosa dan musinosa) mengandung elektrolit, enzim, dan sel

penyekresi mukus.

Kelenjar saliva minor (sebagian besar asinus musinosa)

 

Tabel beberapa konstituen saliva di seluruh mulut pada keadaan istirahat dan terstimulasi

 

Konstituen Istirahat Terstimulasi

Page 22: 668

Natrium 8 mmoL/L 32 mmoL/L

Kalium 21 mmoL/L 22 mmoL/L

Klorida 8 mmoL/L 18 mmoL/L

Bikarbonat 3 mmoL/L 20 mmoL/L

Amilase 0,6 mmoL/L 1,2 mmoL/L

Protein total 2,6 g/L 3,2 g/L

Osmolalitas 85 mosmol/kg 127 mosmol/kg

 

Kontribusi beberapa kelenjar

 

Tidak terstimulasi Terstimulasi

Parotis 20% Parotis 50%

Submandibula 65% Submandibula 30%

Sublingual 7-8% Sublingual 10%

Kelenjar minor 7-8% Kelenjar minor 10%

 

Page 23: 668

Tepung, suatu polimer glukosa, adalah karbohidrat utama dalam makanan. Bahan ini dicerna oleh amilase dalam air

liur oleh α-amilase dalam air liur lalu oleh α-amilase yang dihasilkan oleh pankreas dan bekerja di usus halus. Di-, tri-,

dan oligosakarida yang dihasilkan oleh α-amilase ini diuraikan menjadi glukosa oleh kerja enzim-enzim pencernaan

yang terletak di permukaan brush border sel epitel usus.

Leukotriene (LT) B4 telah dihembuskan dengan pernapasan kondensat (EBC) telah dilaporkan meningkat pada

peradangan saluran napas. Asal-usul leukotrienes di EBC itu sendiri adalah, tidak dibentuk (normal dengan

sendirinya). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat LTB4 di EBC dikumpulkan dalam dua tantangan

yang ditandai dengan peradangan saluran napas yang kuat neutrophilic dan untuk membandingkan tingkat LTB4 di

EBC

dengan tingkat di dahak dan air liur.

LTB4 dan amilase-diukur dalam EBC dari 34 subjek sehat yang terpapar pada babi (sebagai contohnya) kurungan

bangunan atau pada provokasi lipopolisakarida. Tanda tersebut juga diukur di induksi dahak di 11 macam subyek.

Sebagai perbandingan, LTB4 dan amilase-diukur dalam air liur dari subyek sehat.

Selain itu Delapan air liur dan sampel darah diambil sebelum dan sesudah injeksi untuk penilaian aliran saliva bunga

dan SAA dan katekolamin konsentrasi. Selain itu, darah tekanan, suasana hati, dan kecemasan dinilai berulang kali.

BAB III

PRINSIP DAN METODE PRAKTIKUM

 

3.1 Percobaan Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Amilase Saliva dengan Metode Wohlegemut’s

 

1. Prinsip

Amilase saliva adalah enzim yang terdapat dalam air ludah. Enzim ini bekerja pada pati dan dekstrin (atau juga

Glikogen ) dan mengubahnya menjadi maltosa, dengan hasil antara amilo dekstrin, eritrodekstrin, dan aktrodekstrin.

1. Alat dan bahan

Alat Bahan

1. Plat Tetes 1. Saliva

2. Pipet Tetes 2. Amilum

3. Beaker Glass 3. Iodium

4. Labu Erlenmeyer 4. Aquadest

5. Stopwatch

1. Probandus

 

Suhu 270 C

Page 24: 668

Nama : Ahmad Muhsinin

Jenis Kelamin : Laki – laki

Umur : 18 Tahun

 

Suhu 370 C

Nama : Ahmad Muhsinin

Jenis Kelamin : Laki – laki

Umur : 18 Tahun

 

Suhu 1000 C

 

Nama : Ahmad Muhsinin

Jenis Kelamin : Laki – laki

Umur : 18 Tahun

 

1. Cara Kerja

 

1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Probandus berkumur – kumur dengan aquadest.

3. Saliva dikeluarkan dan dikumpulkan di dalam beaker glass.

4. Encerkan saliva 1 ml dengan aquadest 25 ml.

5. Siapkan 3 buah erlenmayer dengan suhu 270 C, 370 C, dan 1000 C.

6. Masukkan 5 ml kanji ke dalam masing – masing erlenmayer.

7. Masukkan buffer fosfat pH 7 2 ml ke dalam masing – masing erlenmayer dan diamkan dalam 2 menit.

8. Masukkan saliva yang telah diencerkan dalam masing – masing Erlenmeyer.

Page 25: 668

9. Nyalakan stopwatch.

10. Teteskan 2 tetes larutan pada plat tetes kemudian tambahkan iodium 1 tetes.

11. Jika larutan berwarna biru, ulangi lagi cara 10 hingga larutan berubah warna menjadi coklat.

12. Hitung waktu yang diperlukan.

 

3.2 Percobaan Pengaruh PH terhadap aktivitas enzim amilase saliva dengan metode wohlegemut’s

 

1. Prinsip

Amilase saliva adalah enzim yang terdapat dalam air ludah. Enzim ini bekerja pada pati dan dekstrin (atau juga

Glikogen ) dan mengubahnya menjadi maltosa, dengan hasil antara amilo dekstrin, eritrodekstrin, dan aktrodekstrin.

 

1. Alat dan bahan

Alat Bahan

6. Plat Tetes 1. Saliva

7. Pipet Tetes 2. Amilum

8. Beaker Glass 3. Iodium

9. Labu Erlenmeyer

10. Stopwatch

11. Gelas ukur

12. Waterbath.

 

 

 

1. Probandus

pH 4

Nama : Ahmad Muhsinin

Jenis Kelamin : Laki – laki

Page 26: 668

Umur : 18 tahun

 

pH 7

Nama : Ahmad Muhsinin

Jenis Kelamin : Laki – laki

Umur : 18 tahun

 

pH 10

Nama : Ahmad Muhsinin

Jenis Kelamin : laki – laki

Umur : 18 tahun

 

1. Cara Kerja

2. Menyiapkan alat dan bahan

3. Probandus berkumur dengan aquadest.

4. Saliva dikeluarkan dan dikumpulkan dalam gelas beaker.

5. Kemudian encerkan saliva dengan 1 ml aquadest.

6. Siapkan 3 buah labu erlenmayer dengan pH 4, pH 7 dan pH 10.

7. Masukkan 5 ml kanji ke dalam masing – masing erlenmayer.

8. Kemudian masukkan ke dalam waterbath dengan suhu 380 C selama 2 menit.

9. Masukkan saliva yang telah diencerkan tadi.

10. Nyalakan stopwatch.

10. Teteskan 2 tetes larutan ke dalam plat tetes kemudian tambahkan 1 tetes iodium.

11. Jika larutan berwarna biru, ulangi lagi cara kerja no 10 hingga larutan berubah warna menjadi coklat.

12. Catat perubahan yang terjadi dan hitung waktu yang diperlukan.

 

 

Page 27: 668

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PRAKTIKUM

Percobaan 1 :

Suhu 270 C.

Pada menit pertama dapat diamati bahwa sudah terjadi reaksi yaitu berubahnya warna coklat. Perubahan warna ini

menandakan bahwa 5 ml amilum yang dicampur dengan buffer fosfat pH 7 sebanyak 2 ml telah berhasil dipecah oleh

1 ml saliva. Hal ini dapat kita hitung dengan perhitungan :

 

 

 

Suhu 370 C.

Pada suhu 370 C terjadi perubahan warna ( dari biru menjadi hitam). Perhitungannya adalah :

 

 

 

 

Suhu 1000 C.

Pada suhu 1000 C tidak terjadi perubahan warna ( tetap berwarna biru). Perhitungannya adalah :

 

 

 

Keterangan :

30 unit aktivitas amylase adalah banyaknya milligram amillum yang di pecah oleh 1 ml cairan (saliva) selama 30

menit pada suhu 38°C.

Page 28: 668

Jadi, banyaknya milligram amillum yang dipecah oleh 1 ml cairan saliva selama 30 menit pada suhu 38°C adalah 30

mg.

Percobaan 2 :

pH 4

 

No. Menit Warna

1.

2.3.4.5.6.7

1’

2’3’4’5’6’7

Biru kehitaman

Biru kehitamanBiru kehitamanBiru kehitamanBiru kehitamanBiru kehitamanBiru kehitaman

 

pH 7

No Menit Perubahan

1. 1’ Coklat

2. 2’ Coklat

3. 3’ Coklat

4. 4’ Coklat

 

 

 

pH

Page 29: 668

 

pH10

No. Menit Warna

1.

2.3.4.5.6.7

1’

2’3’4’5’6’7

Biru kehitaman

BiruBiruUngu

Coklat tuaCoklat

Coklat muda

 

 

 

 

 

 

4.2 PEMBAHASAN

Pada percobaan yang dilakukan kali ini, yakni menguji aktivitas enzim amylase saliva dengan metode Wohlgemut’s,

bertujuan untuk mengetahui durasi waktu yang dibutuhkan oleh cairan saliva untuk mencerna karbohidrat dengan

bantuan pewarnaan lugol (reagen iodium). Dalam percobaan yang dilakukan, hasil yang didapat bahwa waktu yang

dibutuhkan saliva untuk mencerna amillum (cairan kanji) secara keseluruhan adalah sekitar lima menit.

Pada menit-menit awal, percernaan amillum oleh saliva ini masih belum sempurna ditandai dengan masih

terbentuknya warna kehitaman pada plat tetes yang ditetesi lugol dan menandakan bahwa masih ada kandungan

amillum dalam objek yang diamati sekaligus menanadakan kerja saliva yang belum sempurna. Namun, lama-

kelamaan specimen dalam plat tetes yang diamati menunjukkan perubahan warna ketika ditetesi lugol yakni

bertambah terang warnanya dan akhirnya hanya warna lugol yang terlihat (kuning karat).

Percobaan pengaruh suhu terhadap reaksi enzimatik ini juga mengamati bagaimana aktivitas enzim diukur menurut

suhu. Peningkatan suhu akan meningkatkan laju reaksi, akan tetapi bila melewati suhu optimum (suhu dingin atau

panas yang ekstrim), akan menurunkan aktivitas enzim, yang biasanya disebabkan oleh denaturasi protein pada

enzim.

Saliva mengandung enzim amilase. Amilase merupakan enzim yang bertugas sebagai katalisator sistem pencernaan

dalam proses hidrolisis amilum yang menghasilkan glukosa/maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang

polimernya berantai panjang dan tidak bercabang, tetapi berbentuk spiral. Molekulnya terbentuk dari 300-400

monomer glukosa yang mempunyai ikatan a-1,4. Glukosa ini larut dalam iodium sehingga menjadi warna biru. Hal ini

disebabkan adanya daya adsorbsi iodium yang masuk ke dalam uliran spiral amilosa.. Amilopektin dikenal sebagai

glukosa yang molekulnya berantai panjang. Amilopektin jika ditambahkan iodium akan menjadi warna merah

keunguan.

Larutan substrat yang digunakan adalah amilum, karena antara amilum dan amilase memiliki hubungan dalam

proses pencernaan. Amilase akan menghidrolisis amilum menjadi maltosa. Penambahan HCl pada larutan substrat

ini sebagai pemberi elektrolit Cl- agar aktivitas dari ptialin meningkat.

Page 30: 668

Pada praktikum ini juga digunakan larutan buffer dengan pH 6,5 untuk menjaga agar suasana tetap stabil sesuai

dengan keadaan tubuh manusia secara fisiologis. Penambahan NaCl 0,9% berperan dalam mengaktifkan atau

sebagai aktivator dari enzim amilase salivarius. Selain itu, larutan ini juga berfungsi sebagai larutan isotonis yang

dapat menciptakan kondisi fisiologis yang sesuai dengan kondisi mulut sehingga enzim a-amilase saliva dapat

bekerja optimal.

 

Penambahan HCl 0,05 N pada larutan berfungsi untuk menciptakan suasana asam karena pada larutan tersebut

akan ditambahkan KI-KIO3 yang berfungsi sebagai indikator warna. KI-KIO3 pada suasana asam akan melepaskan

iod dan akan memberikan warna pada larutan.

Pada periode 0’, larutan berwarna biru dikarenakan belum adanya enzim yang menghidrolisis substrat (amilum),

sehingga amilum berikatan dengan iod.

Pada suhu 0o C enzim dapat dikatakan inaktif dan reaksi yang berlangsung bersifat reversibel, enzim dalam keadaan

tidak terdenaturasi, dan karena suhu yang rendah aktivitas enzim berkurang bila dibandingkan aktivitas enzim suhu

optimum. Sehingga warna substrat berwarna hitam karena amilum berikatan dengan iodine.

Pada suhu 27 oC, warna kuning pada tabung 10’, 15’, dan disebabkan pada kondisi tersebut enzim bekerja dengan

menguraikan amilum menjadi maltosa, sehingga hanya sedikit iodine yang diabsorpsi oleh amilum. Pada keadaan ini

enzim telah berikatan sepenuhnya dengan substrat yaitu amilum sehingga iodium tidak mempunyai tempat lagi untuk

bereaksi dengan enzim yaitu amilase dan warna yang dihasilkan kuning.

Semakin banyak ion iod yang terlarut, warna kuning akan semakin tua yang masing-masing menunjukkan tahapan

hidrolisis amilum oleh enzim a-amilase saliva. Enzim a-amilase saliva menghidrolisis amilum dan menghasilkan

satuan maltosa kira-kira 60-70% dari total amilum sedangkan sisanya sedagai dekstran.

Pada tabung reaksi 10’ terjadi kesalahan percobaan akibat KI-KIO3 pada alat dan bahan tidak dalam keadaan baik

lagi sehingga menyebabkan pengulangan penambahan KI-KIO3. Akibatnya nilai absorbansinya menurun.

Perubahan kanji (amilopektin dan amilosa) menjadi glukosa berawal di dalam mulut. Kelenjar liur mensekresikan

sekitar 1 liter cairan per hari yang mengandung musin liur dan amilase-α liur. Musin liur adalah suatu glikoprotein licin

yang penting untuk melumasi (lubrikasi) dan menyebarkan (dispersi) polisakarida. Amilase-α secara acak

menghidrolisis ikatan α-1,4 internal antara residu glukosil dalam amilopektin, amilosa, dan glikogen, mengubah

polisakarida yang berukuran besar menjadi polisakarida yang lebih kecil yang disebut dekstrin. Amilase-α bekerja

pada ikatan internal di tempat yang terpencar-pencar dalam rantai polisakarida. Karena alas an ini amilase-α disebut

suatu endoglikosidase. Sebaliknya, eksoglikosidase bekerja secara berurutan dari satu ujung pada rantai

karbohidrat. Makanan bergerak dari mulut melalui esofagus masuk ke dalam lambung, tempat kerja amilase-α

dihentikan oleh pH yang asam, yang menyebabkan denaturasi enzim.

Pada manusia, peran amilase liur mencerna sangat sedikit kanji dari kanji total yang dimakan. Fungsi utama amilase

liur mungkin adalah membersihkan remah-remah kue dan sisa makanan lainnya yang terselip di antara gigi.

Terdapat lima cara utama aktivasi enzim dikontol sel.

1. Produksi enzim dapat ditingkatan metabolisme ya atau diturunkan bergantung pada respon sel terhadap

perubahan linkungan. Bentuk regulasi ini disebut induksi atau inhibisi enzim.

2. Enzim dapat dikompartemenkan dengan lintasan metabolisme yang berbeda-beda yang terjadi dalm

kompartemen sel yang berbeda. Contoh asam lemak di disintesis oleh sekelompok enzim dalam sitosol.

3. Enzim dapat diregulasi oleh inhibitor dan aktivator.

Page 31: 668

4. Enzim dapat diregulasimelalui modifikasi pasca-translasional. Hal ini dapat meliputi fosforilasi, miristolasi

dan glikosilasi.

5. Beberapa enzim dapat menjadi aktif ketika berada pada lingkungan yang berbeda.

Kelenjar saliva kelihatannya menjadi teka-teki kepada sebagian besar penguji terlepas dari kemudahan pemeriksaan

dan frekuensi kelainan saliva. Pasien cenderung mencari perhatian medis ketika parotis atau kelenjar submandibula

membesar atau nyeri. Sering terjadi kebingungan tentang kemungkinan pembengkakakan terjadi pada nodus

limpatik atau kelenjar saliva. Perawatan tidak selalu harus, namus sejak para spesialis menduga umumnya terjadi

dan kondisi neuroplastik. Bahkan pada keadaan kontraksi berat pada daerah kepala dan leher, keadaan tersebut

masih berfrekuensi tidak stabil. Literatur terbaru yang dapat membantu pasien dengan perawatan pasien dengan

kondisi yang tidak umum seringkali dapat lditemukan di text umum otolaryngology atau jurnal yang memiliki banyak

sumber. Gangguan pada kelenjar saliva menjengkali setiap menjengkali setiap leretan kondisi yang dapat

mempengaruhi jaringan saliva.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil praktikum yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya kerja enzim.

2. Pada suhu 0oC, enzim amilase mengalami inaktivasi dan aktivitasnya berkurang secara linear, dengan nilai

korelasi 0,4628.

3. Enzim akan bekerja optimal pada suhu optimumnya, pH optimum pada percobaan ini adalah 27o C, padahal

menurut teori 37o C.

4. Pada suhu 100oC, enzim amilase mengalami denaturasi dan aktivitasnya berkurang secara linear dengan

nilai korelasi –0,103.

5. Enzim akan terdenaturasi bila dipertahankan pada suhu melebihi suhu optimum.

 

 

Page 32: 668

5.2 SARAN

Dari praktikum yang telah dilakukan diharapkan alat dan bahan ditambah kualitas dan kuantitasnya. Sehingga setiap

praktikan memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan praktikum. Akibat keterbatasan peralatan maka yang

benar-benar melaksanakan percobaan hanya beberapa orang saja, dan sisanya hanya menjadi penonton.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anonymous. Modul Praktikum Biokimia Kedokteran. Banjarbaru: Bagian Biokimia Kedokteran FK Unlam 2010.

Murray RK, Graner DK, Rodwell VW. 2009. Biokimia Harper edisi 27. Jakarta: EGC.

Gaber F, Acevedo F, Delin I, Sundbland B-M, Palmberg L, et al. Saliva is one likely

source of leukotriene B4 in exhaled breath condensate. European respiratory journal 2006; 28; 1229-1235.

Ehlert U, Erni K, Hebisch G, Nater U. Salivary {alpha}-Amylase Levels after

Yohimbine Challenge in Healthy Men. The Journal of Clinical endocrinology

& metabolism 2006; 91; 5130-5133.

Suwandi M, Wibisono LK, Sugianto B, Rahman A, Kotong H. 1989. Kimia Organik.

Fakultas kedokteran UI, Jakarta.

Marks, Dawn B., Allan D. Marks, Colleen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran

Dasar. EGC, Jakarta

MENGUKUR AKTIVITAS ENZIM AMILASE

LAPORAN

Disusun untuk memenuhi tugas Fisiologi Tumbuhan

Page 33: 668

.Dr.Hj Dahlia,M.S

Disusun oleh

Kelompk 1 Offering A/2010

Ardiani Samti NA                                           100341400678

Luthfi Rizkita                                                 100341400694

Ika Ratnasari                                                   100341400699

Rimbi Paulina Dewi                                        100341400707

Dianing Eka                                                    100341400720

 

The Learning University

Page 34: 668

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA

JURUSAN BIOLOGI

Februari 2012

MENGUKUR AKTIVITAS ENZIM AMILASE

I. Tujuan :

1. Membuktikan pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase

2. Membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim amylase

II. Dasar Teori:

Metabolisme merupakan salah satu ciri kehidupan yang merupakan bentuk transformasi tenaga atau pertukaran zat melalui serangkaian reaksi biokimia. Dalam mahkluk hidup, reaksi metabolisme berlangsung dengan melibatkan suatu senyawa protein yang disebut enzim. Enzim merupakan protein yang khusus disintesis oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi yang berlangsung di dalamnya. Fungsi khusus dari enzim adalah untuk menurunkan energi aktivasi, mempercepat reaksi pada suhu dan tekanan yang tetap tanpa mengubah besarnya tetapan keseimbangan dan sebagai pengendali reaksinya (Martoharsono, 1994).

Enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan berperan sebagai katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme. Katalisator adalah substansi yang mempercepat reaksi tetapi pada hasil reaksi, substansi tersebut tidak berubah. Enzim mempunyai ciri dimana kerjanya dipengaruhi oleh lingkungan. Salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap kerja enzim adalah pH. pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi (Gaman & Sherrington, 1994).

Suasana yang terlalu asam atau alkalis menyebabkan denaturasi protein dan hilangnya secara total aktivitas enzim. Pada sel hidup, perubahan pH sangat kecil. Enzim hanya aktif pada kisaran pH yang sempit. Oleh karena itu media harus benar-benar dipelihara dengan menggunakan buffer (larutan

Page 35: 668

penyangga). Jika enzim memiliki lebih dari satu substrat, maka pH optimumnya akan berbeda pada suatu substrat (Tranggono & Sutardi, 1990). Tiap enzim memiliki karakteristik pH optimal dan aktif dalam range pH yang relatif kecil, dalam banyak kasus, bentuk kurva menandakan dari keaktifan enzim berbanding pH yang terkandung di dalamnya (Almet & Trevor, 1991).

Ada beberapa faktor untuk menentukan aktivitas enzim berdasarkan efek katalisnya yaitu persamaan reaksi yang dikatalis, kebutuhan kofaktor, pengaruh konsentrasi substrat dan kofaktor, pH optimal, daerah temperatur, dan penentuan berkurangnya substrat atau bertambahnya hasil reaksi. Penentuan ini biasa dilakukan di pH optimal dengan konsentrasi substrat dan kofaktor berlebih, menjadikan laju reaksi yang terjadi merupakan tingkat ke 0 (zero order reaction) terhadap substrat. Pengamatan reaksinya dengan berbagai cara kimia atau spektrofotometri. Ada dua teori tentang mekanisme pengikatan substrat oleh enzim, yaitu teori kunci dan anak kunci (lock and key) dan teori induced fit (Wirahadikusumah, 1989).

Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh berbagai kondisi fisik dan kimia. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi kerja enzim adalah konsentrasi berbagai komponen (seperti substrat, produk, enzim, kofaktor, dll), pH, temperatur, dan gaya irisan. Kecepatan reaksi enzim sangat dipengaruhi oleh pH larutan baik secara in vivo maupun secara in vitro. Jenis hubungan antara kecepatan reaksi dan pH ditunjukkan dengan kurva berbentuk lonceng. Setiap enzim mempunyai pH optimum yang berbeda–beda (Lee, 1992).

Sifat-sifat enzim antara lain :

1. Spesifitas

Aktivitas enzim sangat spesifik karena pada umumnya enzim tertentu hanya akan mengkatalisis satu reaksi saja. Sebagai contoh, laktase menghidrolisis gula laktosa tetapi tidak berpengaruh terhadap disakarida yang lain. Hanya molekul laktosa saja yang akan sesuai dalam sisi aktif molekul (Gaman & Sherrington, 1994).

2. Pengaruh suhu

Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan suhu optimal antara 35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah optimalnya, aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua enzim rusak. Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang (Gaman & Sherrington, 1994). Enzim memiliki suhu optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C karena pada suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu bentuk protein. (Tranggono & Setiadji, 1989).

Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun sebaliknya juga akan mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Peningkatan temperatur dapat meningkatkan kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang lebih besar dan mempunyai kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur meningkat, proses denaturasi juga mulai berlangsung dan menghancurkan aktivitas

Page 36: 668

molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai protein yang tidak terlipat setelah pemutusan ikatan yang lemah sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi akan menurun (Lee, 1992).

3. Pengaruh pH

pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi beberapa enzim hanya beroperasi dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai contoh, pepsin, enzim yang dikeluarkan ke lambung, hanya dapat berfungsi dalam kondisi asam, dengan pH optimal 2 (Gaman & Sherrington, 1994).

Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam ataupun gugus basa terutama pada residu terminal karboksil dan asam aminonya. Namun dalam suatu reaksi kimia, pH untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa karena akan menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi. Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi (Williamson & Fieser, 1992).

4. Ko-enzim dan aktovator

Ko-enzim adalah substansi bukan protein yang mengaktifkan enzim. Beberapa ion anorganik, misalnya ion kalsium dan ion klorida, menaikkan aktivitas beberapa enzim dan dikenal sebagai aktivator (Gaman & Sherrington, 1994).

Kebanyakan enzim membutuhkan medium cair untuk mendukung aktivitas katalisasi air penting untuk menyusun struktur enzim. Hasil dari protein dalam air terdiri dari 3 bagian:

Tipe I : molekul air mempunyai penyusun seperti larutan murni dan tidak memiliki interaksi dengan protein.

Tipe II : molekul air tidak sepenuhnya terikat pada protein.

Tipe III : molekul air terikat kuat dengan protein menghasilkan bagian yang berkembang dalam struktur protein (Fox, 1991).

Salah satu enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah amilase. Amilase dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen dan polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung α dan β amilase, hewan memiliki hanya α amilase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia dan beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai polisakarida yang panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang saling berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodin memberikan warna biru yang khas (Fox, 1991).

Amilase adalah enzim pemecah karbohidrat dari bentuk mejemuk menjadi bentuk yang lebih sederhana. Misalnya, pati dan glikogen dipecah menjadi maltosa, maltotriosa atau oligosakarida. Enzim ini terdapat dalam air liur (ptialin) dan getah pankreas yang membantu pencernaan karbohidrat dalam makanan. Darah normal juga mengandung sedikit amilase dari hasil pemecahan sel yang berlangsung

Page 37: 668

secara normal. Pada penyakit radang pankreas, gondongan, kencing manis, kadarnya dalam darah meningkat. Sebaliknya pada penyakit hati, kadarnya menurun (Anonim, 1990).

Amilase dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen, dan polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung α dan ß amylase; hewan memiliki hanya α amylase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia dan beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai polisakarida yang panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang saling berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodine memberikan warna biru yang khas (Fox, 1991). Pada manusia, α amilase pada ludah dan pankreas berguna dalam hidrolisis pati yang terkandung dalam makanan ke dalam bentuk aligosakarida, di mana dalam perubahan tersebut dapat dihidrolisis oleh disakarida atau trisakarida dalam jumlah kecil. Contohnya, α amilase pada mamalia memiliki pH optimum 6-7, bergantung pada ada atau tidaknya ion halogen (Whitackr, 1994).

            Nama lain dari a-Milase adalah diaste. Enzim tersebut dapat menghidrolis amilum

menjadi gula. Dalam proses hidrolisis amilum melalui beberapa tahap yaitu pembentukan

amilo Dekstrin dan amilum, kemudian menjadi eritrodekstrin selanjutnya menjadi akro

Dekstrin dan terakhir menjadi maltosa (glukosa). Amilase dihasilkan oleh daun atau biji

yang sedang berkecambah. Aktivitalisme dipengaruhi oleh garam-garam anorganik, pH,

suhu dan cahaya. pH optimum dari amilase menurut Hopskin Cole dan Green adalah 4,5 –

4,7.

α amilase mempunyai beberapa sifat, antara lain :

a. Di dalam larutan pati, kehilangan daya viskositas yang lebih cepat.

b. Warna iodine akan lebih cepat hilang.

c. Proses produksi maltosa lebih lambat.

d. Tidak memproduksi glukosa.

e. Suhu tinggi konsentrasi α amylase akan mempercepat proses kerja dari viskositas dan perubahan warna iodine (Whitackr, 1994).

Larutan buffer adalah larutan yang tahan terhadap perubahan pH dengan penambahan asam atau basa. Larutan seperti itu digunakan dalam berbagai percobaan biokimia dimana dibutuhkan pH yang terkontrol dan tepat ( Fardiaz, 1992 ). Larutan buffer bermanfaat untuk melarutkan kotoran yang masih terikut di dalam endapan enzim tersebut sekaligus bisa mencegah enzim dari denaturasi dan kehilangan fungsi biologisnya ( Fox, 1991 ). Buffer dapat mempertahankan kondisi enzim presipitat agar tidak terjadi perubahan pH dan mencegah agar enzim tidak mengalami inaktivasi (Winarno, 1995 ).

III. Alat dan Bahan

Page 38: 668

Corong Kaca

Lampu spiritus

Plat tetes

Penjepit tabung reaksi

Mortal dan Pistil

Tabung reaksi

Pipet

Rak tabung reaksi

Alat

1. Kecambah kacang hijau umur 2 hari dan 4 hari

2. Larutan amilum 1%

3. Larutan IKI

4. HCL encer 1%

5.

Bahan

6. LArutan NaOH 1 %

7. Larutan amilum 1%

8. Larutan Fehling A dan B

9. Akuades

10. Kertas saring dan Kertas pH

Page 39: 668

IV. Prosedur

1. Untuk membuktikan pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase

Page 40: 668

2. Untuk membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas amylase

Page 41: 668
Page 42: 668

V. Data

1. Data pengamatan Pengaruh pH terhadap aktivitas amylase

Page 43: 668

2. Data pengamatan Pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas amylase

Membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase (dengan umur kecambah 2 hari)

Waktu

2 menit ke-

0,5 ml amilum 1% ditambah

2ml amylase 100%2ml amylase

75%2ml amylase

50%2ml amylase 50%

I BeningKuning sedikit

keruh

Kuning keruh dan sedikit

hitam

Kuning keruh dan sedikit kehitaman

IIBening

kekuninganKuning agak

hitamKuning

kehitamanKuning dan kehitaman

III KuningKuning agak

hitamKuning

kehitamanKeruh (kehitaman)

IV Kuning keruhKeruh dan agak

hitamKeruh dan kehitaman

Keruh (kehitaman)

V Kuning agak hitam Keruh dan Keruh sekali Keruh (kehitaman)

Page 44: 668

kehitaman dan kehitaman

Membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase (dengan umur kecambah 4 hari)

Waktu

2 menit ke-

0,5 ml amilum 1% ditambah

2ml amylase 100%2ml amylase

75%2ml amylase

50%2ml amylase

50%

0 menit Putih kekuninganPutih

kekuninganPutih

kekuninganAbu-abu

kehitaman

I Kuning kecoklatan Abu-abuAbu-abu

kehitamanAbu-abu

kehitaman

II Kuning kecoklatan Abu-abuAbu-abu

kehitamanBiru kehitaman

III Kuning kecoklatan Abu-abuAbu-abu

kehitamanBiru kehitaman

IV Kuning kecoklatan Abu-abuAbu-abu

kehitamanBiru kehitaman

V Kuning kecoklatan Abu-abuAbu-abu

kehitamanBiru kehitaman

Page 45: 668

VI. Analisis Data

1. Analisis data Pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase

Page 46: 668

2. Analisis data Pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas amylase

Page 47: 668

Pada percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase ini, sebelumnya mengambil 0,5ml amilum yang diisikan pada 4 buah tabung reaksi. Dan masing-masing tabung reaksi diberi label A, B, C, dan D.

Tabung A diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 100%. Tabung B diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 75%. Tabung C diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 50%. Tabung D diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 25%.

Dari percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase tersebut menunjukkan hasil demikian:

Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 100%, pada 2 menit pertama belum menunjukkan perubahan warna. Warna larutan tersebut tetap bening. Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna dari bening menjadi sedikit kekuningan. Pada 2 menit ketiga menunjukkan perubahan warna menjadi kuning. Pada 2 menit keempat menunjukkan perubahan warna menjadi kuning dengan sedikit keruh. Dan pada 2 menit kelima menunjukkan perubahan warna dari kuning keruh menjadi kuning dengan sedikit kehitaman.

Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 75%, pada 2 menit pertama larutan tersebut berwarna kuning dengan sedikit agak keruh . Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna menjadi kuning agak hitam. Pada 2 menit ketiga tidak menunjukkan perubahan warna, warna larutan tetap kuning kehitaman. Pada 2 menit keempat menunjukkan perubahan warna menjadi keruh agak kehitaman. Dan pada 2 menit kelima menunjukkan perubahan warna dari keruh agak hitam menjadi keruh kehitaman.

Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 50%, pada 2 menit pertama larutan tersebut berwarna kuning keruh dan sedikit hitam. Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna menjadi kuning kehitaman. Pada 2 menit ketiga tidak menunjukkan perubahan warna, warna larutan tetap kuning kehitaman. Pada 2 menit keempat menunjukkan perubahan warna menjadi keruh kehitaman. Dan pada 2 menit kelima menunjukkan perubahan warna dari keruh kehitaman menjadi keruh sekali dan kehitaman.

Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 25%, pada 2 menit pertama larutan tersebut berwarna kuning keruh dan sedikit kehitaman. Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna menjadi kuning kehitaman. Pada 2 menit ketiga menunjukkan perubahan warna larutan menjadi keruh kehitaman. Pada 2 menit keempat tidak menunjukkan perubahan warna, warna dari larutan tersebut tetap keruh kehitaman. Dan pada 2 menit kelima menunjukkan perubahan warna dari keruh kehitaman menjadi keruh sekali dan kehitaman.

Pada percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase ini, sebelumnya mengambil 0,5ml amilum yang diisikan pada 4 buah tabung reaksi. Dan masing-masing tabung reaksi diberi label A, B, C, dan D.

Page 48: 668

Tabung A diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 100%. Tabung B diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 75%. Tabung C diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 50%. Tabung D diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 25%.

Dari percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase (dengan ditambah Fehling Adan B )tersebut menunjukkan hasil demikian:

Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 100%, pada 0 menit berwarna putih kekuningan, pada 2 menit pertama menunjukkan perubahan warna menjadi kuning kecoklatan. Pada 2 menit yang kedua tidak menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit ketiga belum menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit keempat dan 2 menit kelima tidak menunjukkan adanya perubahan warna pada larutan tersebut, warnanya tetap saja kuning kecoklatan.

Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 75%, pada 0 menit berwarna putih kekuningan pada 2 menit pertama larutan tersebut berubah warna menjadi abu-abu. Pada 2 menit yang kedua belum menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit ketiga tidak menunjukkan perubahan warna, warna larutan tetap abu-abu. Pada 2 menit keempat dan 2 menit kelima tetap saja tidak menunjukkan adanya perubahan warna, warna dari larutan tersebut masih abu-abu.

Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 50%, pada 0 menit berwarna putih kekuningan pada 2 menit pertama larutan tersebut berubah warna menjadi abu-abu kehitaman. Pada 2 menit yang kedua belum menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit ketiga tidak menunjukkan perubahan warna, warna larutan tetap abu-abu kehitaman. Pada 2 menit keempat dan 2 menit kelima tetap saja tidak menunjukkan adanya perubahan warna, warna dari larutan tersebut masih abu-abu kehitaman.

Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 25%, pada 0 menit berwarna abu-abu kehitaman pada 2 menit pertama larutan tersebut tetap abu-abu kehitaman. Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna dari abu-abu kehitaman menjadi biru kehitaman. Pada 2 menit ketiga belum menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit keempat dan 2 menit kelima tetap saja tidak menunjukkan adanya perubahan warna, warna dari larutan tersebut masih biru kehitaman.

Page 49: 668

VII. Pembahasan

1. Pembahasan Pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase

Pada praktikum kali ini, kami melakukan pengamatan terhadap aktivitas enzim amylase. Untuk mengetahui aktivitas amylase ini, kami melakukan 2 jenis praktikum, yaitu mengenai pengaruh PH terhadap aktivitas amylase dan konsentrasi terhadap aktivitas enzim ini. Amilase yang digunakan pada praktikum ini yaitu kecambah kacang hijau yang sudah dihaluskan, yang kemudian diambil supernatanya. Supernatan tersebut dianggap sebagai enzim dengan konnsentrasi 100 %.

Dari dasar teori di atas telah djelaskan bahwa pH sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim, karena sifat ionik gugus karbosil dan asam amino mudah dipengaruhi pH. Hal ini menyebabkan konformasi enzim dan fungsi katalik enzim berubah, sehingga enzim bisa terdenaturasi dan kehilangan aktivitasnya. Aktivitas enzim tertinggi yang dapat dicapai umumnya disebut pH optimum. Enzim α-amilase Liquozyme supra pada umumnya stabil pada pH optimal yaitu 5,1-5,6. Pada tahap liquifikasi perlu diperhatikan dalam pengaturan pH. pH suspensi diatur sekitar 5,3.

Apabila aktivitas enzim ini bekerja dengan baik maka larutan akan semakin bening, karena telah terhidrolisis secara sempurna, sengkan apabila enzim ini kurang bekerja secara maksimal, maka larutan akan berwarna lebih gelap, karena tidak dapat terhidrolisis secara sempurna.

Dari kedua praktikum di atas terlihat perbedaan antara kecambah yang berumur 2 hari dan kecambah yang telah berumur 4 hari. Tetapi sebenarnya perbedaan tersebut tidak begitu mencolok, karena secara umum dari hasil praktikum tersebut menunjukkan tingkatan warna yang sama, misalnya pada data yang menggunakan ekstrak enzim kecambah yang berumur 2 hari pada tabung 1 larutan tersebut berwarna putih kekuningan, sedangkan pada ekstrak enzim yang berumur 4 hari larutan tersebut menunjukkan warna putih kecokltatan. Perbedaan tersebut dikarenakan semakin lama umur tumbuhan tersebut maka semkain besar pula enzim amilasenya. Jadi apabila enzim amylasenya cukup

Page 50: 668

banyak maka tingkatan hidrolisisnya pun juga semakin sulit, dari pada yang mempunyai sedikit enzim, akan epat terhidrolisis.

Pada tabung 1 yaitu pengujian amilum dengan ekstrak amylase menghasilkan larutan berwarna lebih terang dengan sedikit warna gelap di tengahnya. Setelah larutan tersebut diletakkan pada 3 bagian dalam plate tetes dan didiamkan berturut-turut 10 menit pertama, hingga 10 menit ketiga, kemudian ditambahkan IKI ternyata laritan tersebut tetap berwarna putih keruh. Hal ini menunjukkan bahwa amilum terhidrolisis secara sempurna. Hal ini terjadi karena penambahan IKI tidak dilakukan secara langsung, melainkan harus menunngu beberapa menit kemudian, artinya pada kondisi ini campuran amilum dan amylase terlalu lama sehingga amylase sudah melakuakn aktivitasnya untuk menghidrolisis amilum. Hal ini berarti ketika amilum di inkubasi dengan cara dibiarkan selama 10 menit pertama hingga 10 menit ketiga, larutan ini sudah mulai terhidrolisis sehingga pada saat di uji dengan IKI, larutan sudah tidak dapat terhidrolisis lagi sehingga warna larutannya pun tetap seperti sebelum ditambah dengan IKI yaitu putih gelap.

Sedangkan pada tabung 2 yang telah diberi HCl (asam kuat), maka mempunyai warna yang lebih gelap, jika dibandingkan dengan tabung 1. Seharusnya enzim akan bekerja secara optimum pada konbdisi ini, yang akan menghasilkan warna yang lebih bening, karena enzim sudah terhidrolisis secara sempurna, tetapi ternyata tidak dengan percobaan kami, pada hasil percobaan yang telah kami lakukan ternyata warna larutan tersebut lebih gelap. Enzim amylase seharusnya akan terhidrolisis secara sempurna pada Ph 4,5 – 4,7, sedangkan pada kondisi ini memiliki Ph.

Kemudian pada tabung 3 yang diberi NaOH (basa), maka warna larutan menjadi lebih terang yaitu putih kekunig-kuningan, hal tersebut menunjukkan bahwa pada waktu ini enzim bekerja secara optimal, tetapi seharusnya pada waktu ini enzim tidak dapat mengalami hidrolisisi secara optimum, karena pada kondisi ini Ph larutan mencapai 9 sedangkan seharusnya enzim akan bekerja secara optimum pada kisaran Ph 4,5-4,7. Hal tersebut mungkin dikarenakan enzim telah terhidrolisis terlebih dahulu ketika diberikan IKI, jadi ketika ditetesi dengan NaOH sudah tidak dapat bereaksi lagi, yang akan menghasilkan larutan tetap berwarna bening.

Selanjutnya pada tabung ke IV yaitu 2 ml amilum 0,5% yang langsung ditetesi dengan 10 tetes IKI warna larutan berubah dari kuning kecoklatan menjadi hijau kehitaman, hal tersebut berarti amilum tersebut sudah terhidrolisis dengan sempurna. Karena IKI sesuai dengan literatur amilum merupakan polisakarida yang apabila dihidrolisis akan menjadi sakarida-sakarida. Jadi pada penambahan IKI ini amilum sudah terhidrolisis secara sempurna menjadi sakarida-sakarida penyusunnya.

Pada percobaan terakhir yaitu pada tabung ke V, 2 ml amilum 0,5% yang ditetesi dengan fehling A dan B. Pada praktikum ini setelah amilum tersebut ditetesi dengan fehling A dan B, kemudian dipanaskan. Dari hasil praktikum ini ternyata warna amilum yang semula berwarna biru tua, setelah mengalami pemanasan, warnanya tidak berubah yaitu tetap bferwarna biru tua. Hal tersebut sangat berbeda dengan teori pada sebuah literature yang kami dapatkan, menurut (Pridjosejono, 2000), amilum merupakan polisakarida yang apabila dihidrolisis akan menghasilakan maltose. Sedangkan maltose sendiri mempunyai sifat dapat mereduksi. Selain itu maltose juga merupakan disakarida yang apabila dihidrolisis akan menghasilakan 2 sakarida, sehingga pada penambahan fehling A dan B

Page 51: 668

terbentuk gula reduksi yang ditunjukkan dengan adanya perubahan warna dari biru tua menjadi hijau kekuningan. Dari percobaan yang kami lakukan ternyata tidak seperti teori tersebut, warna pada larutan tersebut tidak berubah yaitu tetap biru tua, hal tersebut mungkin dikarenakan kurangnya dalam pemanasan, sehingga enzim tersebut belum terhidrolisis secara sempurna.

2. Pembahasan Pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas amylase

Amilase merupakan enzim yang penting dalam bidang pangan dan bioteknologi. Amilase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis pati menjadi gula‐gula sederhana. Amilase mengubah karbohidrat yang merupakan polisakarida menjadi maltosa (alfa dan beta) ataupun glukosa (gluko amilase)(Anam,2010).

Pada praktikum untuk membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktifitas enzim amilase, digunakan kecambah kacang hijau yang berumur 2 hari dan 4 hari. Digunakan kecambah kacang hijau karena zat gizi pada biji yang sedang berkecambah berada dalam bentuk aktif. Germinasi atau perkecambahan meningkatkan daya cerna karena berkecambah merupakan proses katabolis yang menyediakan zat gizi penting untuk pertumbuhan tanaman melalui reaksi hidrolisis dari zat gizi cadangan yang terdapat di dalam biji. Peningkatan zat-zat gizi pada kecambah kacang hijau mulai tampak kira-kira 24 – 48 jam saat perkecambahan (Anggraeni,2009).Maka dalam praktikum ini digunakan kecambah yang berumur 2 hari dan 4 hari.

Kandungan zat gizi/enzim pada kecambah umur 2 hari berbeda dengan kandungan enzim yang terkandung pada kecambah kacang hijau umur 4 hari. Perbedaan kandungan kadar enzim amylase pada kecambah 2 hari dan 4 hari dapat dilihat perbedaanya dengan jelas, bila dilakukan dengan HPLC. Namun pada praktikum kali ini, hanya ingin diketahui tentang pengaruh konsentrasi enzim terhadap enzim amilase yang ada di tiap kecambah.

                Larutan yang digunakan dalam praktikum pengaruh konsentrasi terhadap enzim amylase adalah larutan IKI dan Fehling A dan B.

Pereaksi Fehling terdiri dari dua bagian, yaitu Fehling A dan Fehling B. fehling A adalah larutan CuSO4, sedangkan Fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium natrium tartrat. Pereksi Fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi Fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai ion kompleks. Pereaksi Fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO (Juwita,2008)

Pada praktikum ini, substrat yang digunakan adalah 0,5 ml amilum 1 %. Sedangkan enzim yang digunakan adalah amylase. Konsentrasi substrat yang digunakan tetap untuk masing-masing gelas ukur. Namun konsentrasi amylase yang digunakan berbeda yaitu: 100 %, 75%,50% dan 25%. Enzim amylase dapat diperoleh dari ekstrak kacang hijau yang telah ditumbuk dan ditambah akuades dengan volume tertentu, tergantung konsentrasi ekstrak yang diperlukan. Penumbukan dalam proses ekstraksi berfungsi untuk memecah kacambah sehingga mudah untuk diambil sari-sarinya.

Page 52: 668

Larutan dalam tabung reaksi yang telah diberi konsentrasi enzim yang berbeda akan diambil tiap 2 menit sekali sebanyak 5 kali. Pengulangan ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan enzim berekasi dengan subtrat. Larutan, diambil dengan pipet tetes dan diletakkan pada tiap plat tetes sebanyak 2 tetes.Kemudian diberi 2 tetes larutan IKI atau Fehling A dan B.

Fungsi dari larutan IKI adalah untuk mendeteksi butir amilum, reaksi positif ditandai dengan warna ungu sampai biru kehitaman. Fungsi dari larutan Fehling A dan B adalah untuk mengidrolisis amilum dengan terbentuknya gula reduksi

Didapatkan pada pengambilan data di 2 menit pertama yang menggunakan indicator larutan IKI, pada konsentrasi amylase 25% terjadi perubahan warna yang mencolok yaitu, kuning keruh dan sedikit kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa amylase belum berhasil menghidrolisis amilum dan pati yag terkandung dalam ekstrak kecambah. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah ekstrak yang sudah terkontaminasi oleh zat-zat lain. Pada saat membuat ekstrak, praktikan tidak menggunakan sarung tangan saat memeras kecambah yang dihaluskan untuk diambil airnya. Tangan praktikan yang sebelumnya menggunakan lotion (handbody) diduga merudak kandungan ekstrak.

Sedangkan pada pengambilan data di 2 menit pertama yang menggunakan indicator Fehling A dan B, pada konsentrasi amylase 25 % terjadi perubahan warna yang mencolok yaitu, abu-abu kehitaman.Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi sedikit ,pati berhasil didrolisisn oleh amylase.Terbukti dengan dihasilkannya warna hitam

Pada 2 menit kedua pengambilan larutan ke plat tetes dan kemudian diberi IKI didapatkan konsentrasi amylase 75% berwarna kuning agak hitam. Konsentrasi 50% dan 25% menunjukkan warna kuning kehitaman. Hal ini dapat diketahui bahwa larutan sudah terhidrolisis oleh amylase. Meski masih terbentuk warna kuning. Hal ini dimungkinkan amilum yang digunakan untuk praktikum ini sudah terkontaminasi oleh udara luar terlalu lama dan zat-zat lain.

Pada uji menggunakan Fehling A dan B dari 2 menit pertama hingga 2 menit kelima, Warna konsentrasi larutan 100%, 75%, 50% dan 25 % amylase di plat tetes adalah: kuning kecoklatan, abu-abu, abu-abu kehitaman dan biru kehitaman. Namun pada 2 menit kedua warna amylase 25 % berbeda yaitu: abu-abu kehitaman, warna abu-abu kehitaman sama dengan warna larutan amylase dengan konsentrasi 50%.

Dari percobaan ini dapat diketahui bahwa larutan dengan konsenrasi amylase 25% menunjukkan positif dengan uji IKI dan Fehling A dan B , yaitu warnanya menjadi hitam /abu-abu/biru kehitaman. Hal ini senuai dengan teori bahwa: enzim dalam berkerja memecah suatu substrat, diperlukan dalam jumlah sedikit. Oleh karena enzim berfungsi sebagai mempercepat reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi, maka jumlah yang dipakai sebagaikatalis tidak perlu banyak. Satu molekul enzim dapat bekerja berkali-kali, selamamolekul tersebut tidak rusak

Semakin sedikit enzim yang berperan memecah amilum maka akan semakin banyak amilum yang tidak terhidrolisis dan warna yang dihasilkan juga akan semakin pekat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Page 53: 668

Pati (amilum)+Enzim(amilase) Disakarida (maltosa) glukosa + glukosa

VIII. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan di simpulkan bahwa :

1. Pengaruh konsentrasi terhadap aktivitas enzim yaitu semakin tinggi pH maka aktifitas enzim semakin lambat.

2. Pengaruh konsentrasi terhadap aktivitas enzim yaitu semakin tinggi konsentrasi maka aktifitas enzim semakin lambat.

3. Sifat kerja enzim sangat di pengaruhi oleh pengaruh suhu,konsentrasi, dan pH.

4. pH optimum untuk enzim amilase pada ekstra tauge adalah pH 7,0.

5. Aktifivitas enzim dan konsentrasi enzim memiliki hubungan perbandingan yang lurus dimana semakin besar konsentrasi maka tinggi aktivitas enzim tersebut

IX. Jawaban Diskusi

Percobaan 1

1. Apa guna larutan IKI dan Fehling A dan B

Fungsi larutan IKI: untuk mendeteksi butir amilum, reaksi positif ditandai dengan warna ungu sampai biru kehitaman

Fungsi Fehling A dan B: untuk mengetahui aktivitas amilase menghidroliis amilum

2. Mengapa pada ekstraksi enzim perlu disentrifuge?

Agar dihasilkan supernatant ekstrak enzim amylase 100%

3. Mengapa digunakan interval waktu 10,20 dan 30 menit?

Page 54: 668

Percobaan 2

1. Pada konsentrasi berapa amylase menunjukkan paling cepat aktivatasnya?

Pada konsentrasi 25% , amylase bekerja paling cepat. Karena terjadi perubahan warna yang mencolok yaitu kuning/keruh kehitaman

2. Mengapa setelah ada perubahan warna perlakuan dihentikan?

Jika pemberian larutan IKI atau Fehling A dan B berlebih maka, enzim tidak dapat dihidrolisis. Karena enzim diperlukan dalam jumlah sedikit untuk menurunkan energy aktivasinya

3. Mengapa perubahan warna dijadikan sebagai indicator aktivitas enzim?

Perubahan warna dijadikan indicator perubahan enzim karena perubahan warna menunjukkan terjadinya reaksi hidrolisis. Hidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana.

LAMPIRAN

Gambar hasil pengamatan praktikum pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase dengan menggunakan kecambah umur 2 hari

Page 55: 668
Page 56: 668

Gambar diakhir praktikum pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase dengan menggunakan kecambah umur 2 hari

Page 57: 668
Page 58: 668
Page 59: 668

Gambar hasil pengamatan praktikum pengaruh konsentrsi enzim terhadap aktivitas amylase dengan menggunakan indicator IKI ( umur kecambah yang digunakan 2 hari)

Page 60: 668

2’ V = 2 menit kelima

a= konsentrasi ekstrak 100%

b=konsentrasi ekstrak 75%

c=konsentrasi ekstrak 50%

Page 61: 668

d= konsentrasi ekstrak 25%

2’ I = 2 menit pertama

2’II = 2 menit kedua

2’III = 2 menit ketiga

2’IV = 2 menit keempat

Keterangan

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Lee, J. M. 1992. Biochemical Engineering.Prentice Hall Inc. New Jersey.

Martoharsono,S.1994.Biokimiajilid 1.GadjahMada University Press.Yogyakarta .

Tranggono&Sutardi.(1990). BiokimiadanTeknologiPascaPanen. Gajah Madauniversity Press. Yogyakarta.

Williamson,K.L&L.F.Fieser. (1992). Organic Experiment 7th Edition.D C Health ang Company.

United States of America.

Wirahadikusumah, M. (1989).Biokimia : protein, enzim, danasamnukleat. InstitutTeknologi Bandung. Bandung.

Page 62: 668

ANGGRAHANI, SRI.2009. PENGARUH LAMA PENGECAMBAHAN TERHADAP KANDUNGAN A-TOKOFEROL DAN SENYAWA PROKSIMAT KECAMBAH KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATES L.).(ONLINE)(HTTP://PATPIJOGJA.WORDPRESS.COM/ 2009 08/27/PENGARUH-LAMA-PENGECAMBAHAN-TERHADAP-KANDUNGAN-A-TOKOFEROL-DAN-SENYAWA-PROKSIMAT-KECAMBAH-KACANG-HIJAU-PHASEOLUS-RADIATUS-L-OLEH-SRI-ANGGRAHINI-STAF-PENGAJAR-FAKULTAS-TEKNOLOGI-PERTANIAN-UGM/), DIAKES PADA 17 FEBRUARI 2012

 Anonim1.1990. EnsiklopediNasional Indonesia.PT CiptaAdiPustaka. Jakarta

.

Anonim2.2011.Pengaruh Kadar Enzim.(online) http://penel itianarif .blog spot .com/2011/01/pengaruh-kadar-enzim-terhadap-kecepatan.html), diakses pada 18 Februari 2012

Fox, P.F. (1991). Food Enzymology Vol 2. Elsevier Applied Science. London.

Gaman, P.M & K.B. Sherrington.(1994). IlmuPangan, PengantarIlmuPangan, NutrisidanMikrobiologi.UniversitasGadjahMada press. Yogyakarta.

Juwita,Frisna.2008.Reaksi Aldehid.(online)( http://kimia. upi.edu/utama/bahan ajar/kuliah_web/2008/frisna_0606305_reaksi_organik/isi/reaksi_aldehida.html),diakses pada 19 Februari 2012

Khairul,Anam.2010.Produksi Enzim Amilase.(online)( http:// khairulanam. Files .wordpress.com/2010/08/enzim-amilase.pdf),diakses pada 18 Februari 2012

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIAUJI ENZIM AMILASE

Page 63: 668

Disusun olehNama                   :       Lutfiyatul Hidayah                        

NIM            :       C31120065Golongan   :       ADosen         :       Nurkholis, S. Pt. MP

JURUSAN PETERNAKANPOLITEKNIK NEGERI JEMBER

2013

BAB IPENDAHULUAN

1.      Tujuan itruksional khususSetelah menyelesaikan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu :

         Mengetahui kerja enzim α-Amylase dalam hidrolisis pati.         Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas / kerja enzim α-Amylase

Page 64: 668

         Mengetahui cara kerja amilase pada ragi tape

2.      TeoriEnzim adalah sebuah protein yang mempunyai fungsi khusus. Enzim berperan untuk

mengkatalisis proses kimia (biokimia) dalam makhluk hidup atau dalam system biologi. Tanpa adanya enzim biasanya reaksi kimia akan berlangsung sangat lambat, bahkan mungkin tidak dapat terjadi. Seperti telah disinggung didepan, kerja enzim sangat khusus dan spesifik. Artinya, satu enzim hanya melakukan satu fungsi saja. Misalnya adlah enzim α-Amylase berperan dalam melakukan hidrolisis awal makanan terutama yang mengandung pati.

Pati disusun oleh amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida yang linier, sedangkan amilopektin adalah yang bercabang. Tiap jenis pati tertentu disususn oleh kedua fraksi tersebut dalam perbandingan yang berbeda-beda. Pada pati jenis yang rekat (addesif) amilosa dalam pati berkisar antara 20 -30% pati ada beras dan sorgum sebagian terbesar penyususnanya adalah amilopektin.

Pemisahan antara fraksi amilosa dan amilopektin dapat menggunakan elektrodialisa atau dengan n – butanol atau thymol. Amilopektin larut daam n – butanol sedangkan amilosa tidak larut. Amilosa memberikan warna biru dengan larutan iodine dan amilopektin memberikan warna merah violet.

3.      Organisasi         Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok praktikum dan masing-masing kelompok

dipimpin seorang ketua kelompok         Semua kelompok kerja praktikum dibimbing eorang dosen pembimbing praktikum dibantu oleh

teknisi laboratorium.

BAB IIMETODOLOGI

1.      Alat dan bahan         Alat-          Cawan peteri-          Pipet tetes

         Bahan  Uji amilase saliva-          Larutan amilum (pati) 1 %-          HCl 1 M

Page 65: 668

-          NaOH 1 M-          Larutan yodium encer-          Air liur (saliva) – disediakan sendiri oleh praktikan  Uji amilase-          Singkong rebus-          Ragi-          I2

2.      Pelaksanaan praktikum         Uji amilase saliva  Masing – masing kelompo menyiapkan 5 buah tabung reaksi  Mengisi pada tiap-tiap tabung dengan 3 mL larutan amilum (pati), kemudian dilanjutkan dengan

perlakuan –perlakuan berikut :a.       3 mL larutan amilum + 1 mL saliva + 1 mL HCl 1 M, diinkubasi pada suhu 37o selama 10 menitb.      3 mL larutan amilum + 1 mL saliva + 1 mL NaOH 1 M, diinkubasi pada suhu 37o selama 10

menitc.       3 mL larutan amilum + 1 mL saliva, diinkubasi pada suhu 80oC selama 10 menitd.      3 mL larutan amilum + 1 mL saliva, diinkubasi pada suhu 4oC selama 10 menite.       3 mL larutan amilum + 1 mL saliva, diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit  Setelah diinkubasi, tetesi dengan 3 tetes larutan yodium.  mengamati perubahan warna yang terjadi

         Uji amilasePengamatan dilakukan selama 3 hari

  Pada hari pertamaa.       Merebus singkong kemudian dinginkanb.      Menyimpan dalam cawan petri, kemudian taburi dengan ragi, lalu peramc.       Memberi tabel T-1  Pada hari keduaa.       Ulangi prosedur yang sama seperti hari pertamab.      Beri kode T-2  Pada hari ketiga

Rebus singkong lalu dinginkan  Menetesi pada masing-masing contoh dengan laruan I2

  Mengamati perubahan yang terjadi

Page 66: 668

BAB IIIHASIL PENGAMATAN

  Tabel pengamatan enzim amilase saliva

Tabung

reaksi

HCl 1 M + 3 mL amilum

+ 1 mL saliva

NaOH 1 M + 3 mL

amilum + 1 mL saliva

80oC 4oC 37oC

1 Setelah dihomogenisasi warna awal larutan putih

keruh

Setelah diberi 3 tetes

yodium dan dihomogrnisa

si warna larutan

menjadi biru kehitaman.

Hal ini menandakan bahwa enzim amilase tidak

bekerja/ amilum tidak

terurai.

2 Setelah dihomogenisasi warna awal putih keruh

Setelah ditetesi 3

tetes yodium dan

dihomogenisasi warna larutan

menjadi putih agak keruh.

Page 67: 668

Hal ini menandakan bahwa enzim

amilase bekerja secara

sempurna menguraikan amilum (kerja enzim 100%)

Tabung

reaksi

3 mL amilum + 1 mL saliva 80oC 4oC 37oC

3 Setelah dihomogenisasi warna awal putih keruh

Setelah ditetesi 3

tetes yodium dan

dihomogenisasi warna larutan

menjadi putih keruh (kerja enzim 75%)

4 Setelah dihomogenisasi warna awal putih keruh

Setelah ditetesi 3

tetes yodium dan

dihomogenisasi warna larutan menjadi

violet (kerja enzim 50%)

5 Setelah dihomogenisasi warna awal putih keruh

Setelah ditetesi 3

tetes yodium dan

dihomogenisasi warna larutan

menjadi putih

Page 68: 668

kebiruan (kerja enzim

25%)

  Tabel hasil pengamatan enzim amilase

No perlakuan Hasil pengamatan

1 Singkong yang berada pada cawan yang bertanda T1ditaburi  ragi dan didiamkan selama 3 hari

Singkong pada T1 yang disimpan selama 3 hari teksturnya menjadi lembek (terfermentasi) dan setelah diberi 1 tetes larutan yodium menimbulkan warna hitam pudar.

2 Singkong yang berada pada cawan yang bertanda T2ditaburi  ragi dan didiamkan selama 2 hari

Singkong pada T2 yang disimpan selama 2 hari teksturnya menjadi lembek tetapi lebih keras dari T1 (terfermentasi) dan setelah diberi 1 tetes larutan yodium menimbulkan warna hitam pekat.

3 Singkong yang berada pada cawan yang bertanda T3 tidak ditetesi ragi dan tanpa dilakukan penyimpanan

Singkong pada T3 tidak dilakukan penyimpanan keras (tidak terfermentasi) dan setelah diberi 1 tetes  larutan yodium menimbulkan warna hitam sangat pekat.

BAB IVANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

1.      Uji enzim amilase saliva

Pada praktikum uji enzim amilase saliva pada 5 sampel yang diletakan pada tabung yang berbeda, didapatkan hasil sebagai berikut :

pada tabung  yang diisi dengan HCl 1 M + 3 mL amilum + 1 mL saliva dimasukkan kedalam inkubator yang bersuhu 37oC selama 10 menit setelah itu larutan ditetesi yodium 3 tetes dan dihomogenisasi warna larutan menjadi biru kehitaman

Page 69: 668

pada tabung 2 yang diisi dengan NaOH 1 M + 3 mL amilum + 1 mL saliva dimasukkan kedalam inkubator yang bersuhu 37oC selama 10 menit kemudian larutan ditetesi yodium 3 tetes dan dihomogenisasi warna larutan menjadi putih agak keruh.

Pada tabung 3 yang diisi dengan 3 mL amilum + 1 mL saliva dimasukkan kedalam inkubator yang bersuhu 80oC selama 10 menit kemudian larutan ditetesi yodium 3 tetes dan dihomogenisasi warna larutan menjadi putih keruh.

Pada tabung 4 yang diisi 3 mL amilum + 1 mL saliva dimasukkan kedalam inkubator yang bersuhu 4oC selama 10 menit kemudian larutan ditetesi yodium 3 tetes dan dihomogenisasi warna larutan menjadi violet.

Pada tabung 5 yang diisi 3 mL amilum + 1 mL saliva dimasukkan kedalam inkubator yang bersuhu 37oC selama 10 menit kemudian larutan ditetesi yodium 3 tetes dan dihomogenisasi warna larutan menjadi putih kebiruan.

Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang dapatdipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, makakenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. pada suhu sangat rendah, aktifitas enzim sangat terhenti secara reversible. Kenaikan suhu lingkungan akan meningkatkan energy kinetic enzim dan frekuensi tumbukan antara molekul enzim dan substrat, sehingga enzim menjadi aktif. Pada suhu dimana enzim masih aktif, umumnya kenaikan suhu 10oC menyebabkan kecepatan reaksi enzimatis bertambah 1,1 hingga 3,0 kali lebih besar. Pada suhu optimum, kecepatan reaksi enzimatis berlangsung maksimal. Bila suhu ditingkatkan terus, maka enzim akan megalami denaturasi, sehingga aktivitas katalitiknya terhenti. Sebagian besar enzim memiliki suhu optimum 30oC sampai 40oC dan mengalami denaturasi secara irreversible pada pemanasan diatas suhu 60oC . pada tabung 1 warna larutan menjadi biru kehitaman. Hal ini menandakan bahwa enzim amilase tidak bekerja/ amilum tidak terurai. hal ini menandakan bahwa tidak terdeteksi adanya karbohidrat karena saliva bereaksi dengan senyawa asam yaitu HCL  sehingga terjadi kerusakan susunan senyawa pada saliva atau terjadi denaturasi karena pH untuk enzim tidak boleh terlalu asam maupun basa karena akan menyebabkan kecepatan reaksi, hal ini sesuai dengan pendapat  Williamson & Fieser (1992) yang menyatakan bahwa Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi. Pada tabung 2 warna larutan menjadi putih agak keruh Hal ini menandakan bahwa enzim amilase bekerja secara sempurna menguraikan amilum (kerja enzim 100%). Karena pada tabung 2 ini larutan diletakkan pada suhu 37oC yang merupakan suhu optimum, sehingga kecepatan reaksi enzimatis berlangsung maksimal. Pada tabung  3 warna larutan menjadi putih keruh ini menandakan bahwa enzim amilase bekerja mendekati sempurna menguraikan amilum (kerja enzim 75%) . Pada tabung 4 warna larutan menjadi violet ini menandakan bahwa enzim amilase sedikit bekerja dalam menguraikan amilum (kerja enzim 50%). Pada tabung 5 warna larutan menjadi putih kebiruan Warna ini disebabkan oleh belum terhidrolisisnya pati secara sempurna. Larutan iod berperan sebagai indikator hidrolisis.

2.      Uji enzim amilase pada singkong

Page 70: 668

Pada uji amilase singkong didapatkan hasil sebagai berikut :Singkong yang berada pada cawan yang bertanda T1 ditaburi  ragi dan didiamkan selama 3 hari teksturnya menjadi lembek (terfermentasi) dan setelah diberi 1 tetes larutan yodium menimbulkan warna hitam pudar. Singkong yang berada pada cawan yang bertanda T2ditaburi  ragi dan didiamkan selama 2 hari teksturnya menjadi lembek tetapi lebih keras dari T1 (terfermentasi) dan setelah diberi 1 tetes larutan yodium menimbulkan warna hitam pekat. Singkong yang berada pada cawan yang bertanda T3 tidak ditetesi ragi dan tanpa dilakukan penyimpanan dan setelah diberi 1 tetes  larutan yodium menimbulkan warna hitam sangat pekat.Pada uji enzim amilase, fermentasi pada tape singkong terdapat mikroorganisme (saccharonyces cerevisiae) yang dapat menghasilkan enzim. Semakin lama waktu penyimpanan maka akan smakin banyak pula mikroorganisme yang terdapat pada singkong dan enzim yang dihasilkan juga semakin banyak sehingga proses fermentasi menjadi lebih cepat dan tekstur tape singkong menjadi lebih lembek. Dalam pembuatan tape, ragi (Saccharomyces cereviceae) mengeluarkan enzim yang dapat memecah karbohidrat pada singkong menjadi gula yang lebih sederhana. Pada T1 terdapat mikroorganismeSaccharomyces cereviceae  menghasilkan enzim berupa enzim amilase yang dapat  memecah pati atau amilum menjadi gula sederhana seperti glukosa yang jika ditetesi oleh iodium akan menimbulkan warna hitam yang kemudian memudar menjadi hitam kebiruan. Ini menyebabkan enzim bekerja sempurna dalam fermentasi. Pada T2 setelah ditetesi yodium berwarna biru pekat karena kerja enzim lebih lambat karena proses penyimmpanan yang masih sebentar (2 hari). Pada T3 setelah ditetesi yodium warna menjadi biru sangat pekat karena singkong tidak dilakukan fermentasi sehingga tidak ada mikroorganisme yang membantu dalam fermentasi sehingga amilum tidak terhidrolisis.

BAB VPENUTUP

KesimpulanPada praktikum uji enzim amilase ini didapatkan hasil sebagai berikut :

Page 71: 668

  Uji enzim amilase saliva         Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang

dapatdipengaruhi oleh suhu         enzim memiliki suhu optimum 30oC sampai 40oC dan mengalami denaturasi secara irreversible

pada pemanasan diatas suhu 60oC         jika warna larutan menjadi biru kehitaman  menandakan bahwa enzim amilase tidak bekerja/

amilum tidak terurai. Jika warna larutan menjadi putih Hal ini menandakan bahwa enzim amilase bekerja secara sempurna menguraikan amilum (kerja enzim 100%). Jika warna larutan violet menandakan bahwa enzim amilase sedikit bekerja dalam menguraikan amilum

  uji enzim amilase singkong         pada saat fermentasi pada tape singkong terdapat mikroorganisme (saccharonyces cerevisiae)

yang dapat menghasilkan enzim         Saccharomyces cereviceae  menghasilkan enzim berupa enzim amilase yang dapat  memecah

pati atau amilum menjadi gula sederhana seperti glukosa

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

ENZIM AMILASE

Page 72: 668

Disusun oleh

Nama                    :       Hanis Nuraini                        

NIM                       :       C31120062

Golongan             :       A

Dosen                   :       Nurkholis S.Pt, MP

JURUSAN PETERNAKAN

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2013

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk melaksanakan kegiatan praktikum biokimia “Enzi Amilase” dengan menggunakan sub uji Enzim milase sativa dane nzim amilase.

Biokimia adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang macam –macam molekul yang ada di dalam sel makhluk hidup atau organisme dan reaksi kimia yang terjadi diantara molekul-molekul tersebut. Di dalamnya terdapat identifikasi berbagai macam zat termasuk karbohidrat yang berperan sebagai sumber energi paling tinggi . melalui praktikum ini di harapkan para pembaca khususnya mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasikan materi dalam kehidupan sehari-harinya.

Ucapan terima kasih kepada Dosen pembimbing serta teknisi yang membantu jalannya praktikum sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan baik, serta teman- teman mahasiswa yang ikut berpartisipasi dalam praktikum ini.

Page 73: 668

Laporan hasil praktikum ini masih jauh dari kesempurnaan,mengingat keterbatasan pengetahuan dan materi.Oleh karena itu saran dan kritik dari para pembaca menjadi suatu pertimbangan bagi saya demi kesempurnaan laporan ini dan pembuatan laporan selanjutnya.

BAB IPENDAHULUAN

1.      Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan praktikum, mahasiswa di harapkan mampu:

1.1.Mengetahui kerja enzim α-Amylase dalam hidrolisis pati.

1.2.Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas / kerja enzim        α-Amylase.

1.3.Mengetahui cara kerja amilase pada ragi tape.

2.      Landasan Teori

Page 74: 668

Enzim adalah sebuah protein yang mempunyai fungsi khusus. Enzim berperan untuk mengkatalisis proses kimia(biokimia) dalam makhluk hidup atau dalam system biologi. Tanpa adanya enzim biasanya reaksi kimia akan berlangsung sangat lambat, bahkan mungkin tidak dapat terjadi. Seperti telah di singgung di depan, kerja enzim sangat khusus dan spesifik . artinya, satu enzim hanya menjalankan satu fungsi saja. Misalnya adalah enzim α-Amylase yang bekerja spesifik dalam mulut, enzim ini terdapat bersama dengan air liur (saliva), enzim α-Amylase berperan dalam melakukan hidrolisis awal makanan terutama yang mengandung pati.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu , pH, substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. Kemudian pH berpengaruh terhadap fungsi enzim karena pada umumnya efektifitas maksimum suatu enzim pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5 – 8,0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.

Pati disusun oleh amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida yang linier, sedangkan amilopektin adalah yang bercabang. Tiap jenis pati tertentu di sususn oleh kedua fraksi tersebut dalam perbandingan yang berbeda-beda. Pada pati jenis yang rekat(addesif) amilosa dalam pati bekisar antara 20-30% pati pada beras dan sorghum sebagian terbesar penyusunnya adalah amilopektin.

Pemisahan antara fraksi amilosa dan amilopektin dapat menggunakan elektrodialisa atau dengan n- butanol atau thymol. Amilopektin larut dalam n-butanol sedangkan amilosa tidak larut. Amilosa memberikan warna biru dengan larutan iodine dan amilopektin memberikan warna merah violet.

3.      Organisasi

3.1.Mahasiswa di bagi menjadi beberapa kelompok praktikum dan masing-masing kelompok di pimpin seorang ketua kelompok.

3.2.Semua kelompok kerja praktikum di bimbing seorang dosen pembimbing praktikum di bantu oleh teknisi laboratorium.

Page 75: 668

BAB IIMETODOLOGI PRAKTIKUM

v  Tempat dan waktu praktikum

Tempat                        : Laboratorium Analisis Pangan

Hari / tanggal              : Senin - Rabu, 20 - 22 Mei 2013

v  Materi

Alat

Page 76: 668

§   Cawan petri

§   Pipet tetes

    Bahan

§   Uji amilase sativa

-          Larutan amilum (pati) 1%

-          HCl 1 M

-          NaOH1 M

-          Larutan yodium encer

-          Air liur (saliva) – disediakan sendiri oleh prktikan

§  Uji amilase

-          Singkong rebus

-          Ragi

-          I2

v  Metode

Ø  Uji amilase saliva

1.      Masing-masing kelompok menyiapkan 5 buah tabung reaksi

2.      Tiap tabung reaksi diisi 3 mL larutan amilum (pati), kemudian di lanjutkan dengan perlakuan-perlakuan berikut:

-          3mL larutan amilum + 1mL larutan saliva + 1mL HCl 1 M , diinkubasi pada suhu 370C selama 10 menit.

-          3mL larutan amilum + 1mL larutan saliva + 1mL NaOH 1 M , diinkubasi pada suhu 370C selama 10 menit.

-          3mL larutan amilum + 1mL larutan saliva ,diinkubasi pada suhu 800C selama 10 menit.

-          3mL larutan amilum + 1mL larutan saliva ,diinkubasi pada suhu 40C selama 10 menit.

-          3mL larutan amilum + 1mL larutan saliva ,diinkubasi pada suhu 370C selama 10 menit.

Page 77: 668

3.      Setelah diinkubasi, tetesi dengan 3 tetes larutan yodium.

4.      Mengamati perubahan warna yang terjadi.

5.      Mencatat hasil pengamatan dalam bentuk tabel.

Ø  Uji amilase

Pengamatan dilakukan selama tiga hari.

      Pada hari pertama

-          Rebus singkong kemudian dinginkan

-          Simpan dalam cawan petri, kemudian taburi dengan ragi, lalu peram.

-          Beri label T-1

      Pada hari kedua

-          Ulangi prosedur yang sama seperti hari pertama

-          Beri kode T-2

      Pada hari ketiga

-          Rebus singkong lalu dinginkan

-          Masing-masing contoh di tetesi dengan larutan I2

-          Mengamati perubahan reaksi yang terjadi

-          Mencatat hasil pengamatan dalam bentuk tabel.

Page 78: 668

BAB IIIHASIL PENGAMATAN

Hasil Pengamatan Enzim Amilase Sativa

Tabung reaksi

HCl 1 M + 1mL saliva+1mL amilum

NaOH 1M + 1mL

saliva + 1mL

amilum

800C(10 menit)

40C(10 menit)

370C(10 menit)

1 Warna awal putih keruh

Setelah di tetesi iodium dan dihomogenisasi, warna larutan menjadi biru kehitaman.

2 Warna awal putih keruh

Setelah di homogenisasi dan di tetesi iodium, warna larutan menjadi putih agak keruh

Larutan tanpa penambahan HCl ataupun NaOH (Saliva 1mL + Amilum 1mL)3 Warna

awal larutan putih keruh

Setelah di tetesi iodium 3 tetes dan di homogenisasi,warna larutan menjadi putih keruh

4 Warna awal larutan putih keruh

Setelah ditetesi iodium 3 tetes dan di homogenisasi, warna larutan

Page 79: 668

menjadi violet5 Warna

larutan awal putih keruh

Setelah ditetesi iodium 3 tetes dan di homogenisasi, warna larutan menjadi putih kebiruan

Hasil Pengamatan Enzim Amilase

No Perlakuan Hasil pengamatan1 Singkong rebus yang

berada pada cawan T1 yang sudah di taburi ragi, disimpan selama 3 hari kemudian ditetesi iodium 1 tetes

Singkong pada cawan T1 yang disimpan selama 3 hari teksturnya menjadi sangat lembek (terfermentasi) dan jika ditetesi iodium akan menimbulkan bercak dengan warna hitam tapi pudar

2 Singkong rebus yang berada pada cawan T2 yang sudah di taburi ragi, disimpan selama 2 hari kemudian ditetesi iodium 1 tetes

Singkong pada cawan T2 yang disimpan selama 2 hari teksturnya menjadi agak lembek dan jika ditetesi iodium akan menimbulkan warna hitam pekat

3 Singkong rebus yang berada pada cawan T3 tanpa penambahan ragi dan tanpa penyimpanan kemudian ditetesi iodium 1 tetes

Singkong rebus pada cawan T3 , tidak di taburi ragi serta tanpa penyimpanan dan langsung ditetesi iodium , teksturnya tetap keras (karena tidak terfermentasi) dan jika di tetesi larutan iodium akan menimbulkan warna hitam yang sangat pekat.

v  Catatan

Tingkat kepekatan

-          Cawan T3

-          Cawan T2

-          Cawan T1

Page 80: 668

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

v  Enzim amilase sativa

Berdasarkan hasil pengamatan dalam praktikum yang telah di lakukan, dengan perlakuan yang berbeda antara kelima tabung di diperoleh hasil sebagai berikut:

-          Pada tabung 1 yang berisi larutan HCl, saliva, dan amilum dengan volume yang sama yaitu 1 mL memiliki warna larutan putih keruh. Setelah diinkubasi dengan suhu 370C selama 10 menit dan di tetesi larutan yodium sebanyak 3 tetes serta dihomogenisasi maka perubahan yang terjadi adalah larutan akan berwarna biru kehitaman.

-          Pada tabung 2 berisi larutan NaOH, saliva dan amilum dengan perbandingan volume yang sama dan perlakuan yang sama dan memiliki warna awal yang sama pula seperti tabung 1. Namun memiliki hasil akhir yang berbeda yaitu warna larutan tetap putih agak keruh.

-          Untuk tabung 3,4, dan 5. Hanya pencampuran antara saliva dan amilum dengan perbandingan 1:1 mL memiliki warna awal yang sama yaitu putih keruh.Dengan perlakuan yang berbeda (tabung 3 inkubasi 800C, tabung 4 40C, dan tabung 5 370C) setelah di tetesi iodium dan dihomogenisasi, warna larutan pada tabung 3 menjadi putih keruh,tabung 4 menjadi ungu violet,dan tabung 5 menjadi putih kebiruan.

Amilum dapat tehidrolisis menjadi dekstrin dan oligosakarida oleh peran enzim α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α(1 4). Amilum dan dekstrin yang molekulnya masih besar dengan iodium memberi warna biru, dekstrin-dekstrin antaranya (eritrodekstrin) memberi warna coklat kemerah-merahan. Sedangkan dekstrin-dekstrin yang molekulnya sudah kecil lagi (akhrodekstrin) dan maltosa tidak memberi warna dengan iodium. Timbulnya warna biru tua pada larutan tabung 1 menunjukkan bahwa amilum terhidrolisis menjadi amilodekstrin (hidrolisis amilum belum sempurna),kurang sempurnanya hidrolisis kemungkinan disebabkan oleh larutan HCl yang bersifat asam . Pada tabung 2 warna menjadi putih karena amilum dapat terhidrolisis sempurna menjadi maltosa karena pengaruh larutan NaOH yang bersifat basa (aktivitas enzim di pengaruhi oleh faktor pH asam atau basa) dan larutan tersebut mencapai titik akhromati yaitu titik di mana campuran larutan tidak memberikan warna lagi (jernih). pH berpengaruh terhadap fungsi enzim karena pada umumnya efektifitas maksimum suatu enzim pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5 – 8,0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.Untuk tabung 3 warna larutan putih keruh karena pada suhu di atas 500C enzim akan rusak dan tidak dapat

Page 81: 668

bereaksi (karena enzim tersusun dari protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang) sehingga warna larutan tidak berubah yaitu tetap putih keruh. Sedangkan pada tabung 4 dengan suhu rendah di bawah suhu optimum yaitu 40C enzim akan tetap bereaksi namun bekerja lambat ditandai adanya warna violet pada larutan menandakan bahwa amilum dapat terhidrolisis namun lambat. Sedangkan pada tabung 5, amilum dapat terhidrolisis dengan normal pada suhu yang optimum yaitu 370C menjadi amilodekstrin di tandai dengan timbulnya warna kebiruan pada larutan.

v  Uji enzim  amilase

Dari hasil praktikum yang telah di lakukan,diperoleh data bahwa:

-          Pada cawan T1 yang berisi singkong rebus dengan taburan ragi dan disimpan selama 3 hari,setelah ditetesi larutan iodium akan menimbulkan bercak warna hitam tetapi pudar.

-          Pada cawan T2 dengan perlakuan yang sama dengan cawan sebelumnya namun disimpan selama 2 hari, setelah di tetesi iodium menimbulkan warna bercak hitam pekat.

-          Pada cawan T3 berisi singkong rebus tanpa ragi dan tanpa penyimpanan , setelah ditetesi larutan iodium akan menimbulkan bercak warna hitam yang sangat pekat di bandingkan kedua tabung sebelumnya.

Enzim adalah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme, pada singkong entasi terdapat peran dari Saccaromyces cerevicaeyang menghasilkan enzim berupa enzim amilase yang mampu memecah pati atau amilum menjadi gula sederhana seperti glukosa yang jika ditetesi oleh iodium akan menimbulkan warna hitam yang kemudian memudar menjadi hitam kebiruan seperti yang terjadi pada cawan T1 yang disimpan selama 3 hari akan menyebabkan enzim dapat bekerja secara sempurna dalam memfermentasi. Untuk cawan T2 , singkong rebus dan ragi hanya disimpan dalam waktu 2 hari sehingga saccaromyses yang ada lebih sedikit dan enzim juga belum sempurna dalam memfermentasi sehingga tekstur kurang lembek dan warna lebih pekat di banding singkong pada cawan T1. Sedangkan pada cawan T3 singkong tersebut tanpa ragi menyebabkan tidak tumbuhnya saccharomyces sehingga tidak dihasilkan enzim, amilum tidak bereaksi (terhidrolisis) di tandai dengan warna hitam sangat pekat. Salah satu literatur menyatakan bahwa suatu enzim dapat bekerja 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan laju reaksi tanpa katalis. Enzim bekerja sebagai katalis dengan cara menurunkan energi aktifasi,sehingga laju reaksi meningkat.

Page 82: 668

BAB V

PENUTUP

v  Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum serta sumber dari beberapa literatur, di peroleh kasimpulan sebagai berikut

-          Aktivitas enzim dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya sifat asam atau basa dari suatu zat dan suhu. Zat yang bersifat asam dan suhu yang semakin rendah dapat memperlambat hidrolisis amilum, begitu pula sebaliknya. Namun jika suhu terlalu tinggi akan menyebabkan enzim tidak dapat bereaks karena terjadi denaturasi.

-          Enzim dapat di hasilkan dari mikroorganisme, enzim tersebut berfungsi sebagai katalisator dalam mempercepat reaksi kimia.

Page 83: 668

DAFTAR PUSTAKA

·         Laporan Enzim amilase (PDF).S1 Keperawatan FIK UKSW

·         Laporan Biokimia Air Liur.Mita Sasmita

http://www.543ura1.blogspot.com./ 25 Mei 2013. 09.12 WIBLaprona final_Lamiya & Mareta (PDF)Laporan Praktikum Enzim.Robin Arsad

http://www.robinchemistry.blogspot.com./ 23 Mei 2013.08.00 WIB

Page 84: 668

LAPORAN PRAKTIKUMBIOKIMIA

Page 85: 668

Di Susun Oleh :Nama               : Erik Angga SaputraNpm                : E1C011025Judul Acara     : ENZIM        Hari/tanggal    : Selasa, 05 juni 2012, 14.00-16.00Dosen pemb.   : Drs. Ir. Yosi Fenita, M. P.

          Coas                : 1. Sukriyanto                                     2. Sri Maryati Lubis

LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU2012

BAB 1PENDAHULUAN

1.1    Latar BelakangEnzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel.Enzim sangat

penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu.Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, memperoleh energi Kimia yang digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan, dan lain-lain. Pada Enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa.Ada tiga macam enzim amilase, yaitu α amilase, β amilase dan γ amilase. Yang terdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas adalah α amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang

Page 86: 668

terdapat dalam amilum dan disebut endo amilase sebab enzim ini bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum (Poedjiadi, 2006).

Enzim tak hanya ditemukan dalam sel-sel manusia dan hewan, namun sel-sel tumbuhan juga memiliki enzim sebagai salah satu komponen metabolismenya. Enzim katalase merupakan salah satu enzim yang terdapat pada tumbuhan. Enzim diproduksi oleh peroksisom dan aktif dalam melakukan reaksi oksidatif bahan-bahan yang dianggap toksik oleh tanaman, seperti hidrogen peroksida (H2O2). Enzim katalase termasuk ke dalam golongan desmolase, yaitu enzim yang dapat memecahkan ikatan C-C atau C-N pada substrat yang diikatnya.

Oleh karena itu, untuk lebih mengetahui dan memahami kerja suatu enzim,khususnya kerja enzim amilase yang terdapat pada saliva yang dilarutkan pada pati,maka percobaan ini dilakukan.

1.2    Tujuan PraktikumUntuk menganalisis secara kualitatif anzim amilase dan aktifitasnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

            Enzim adalah sekelompok protein yang berperan sebagai pengkatalis dalam reaksi-reaksi biologis. Enzim dapat juga didefenisikan sebagai biokatalisator yang dihasilkan oleh jaringan yang berfungsi meningkatkan laju reaksi dalam jaringan itu sendiri. Semua enzim yang diketahui hingga kini hampir seluruhnya adalah protein.Berat molekul enzim pun sangat beraneka ragam, meliputi rentang yang sangat luas (Suhtanry & Rubianty, 1985). Enzim berperan untuk mempercepat reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup, tetapi enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi. Enzim berperan secara lebih spesifik dalam hal menentukan reaksi mana yang akan dipacu dibandingkan dengan katalisator anorganik sehingga ribuan reaksi dapat berlangsung dengan tidak menghasilkan produk sampingan yang beracun (Juryatin, 1997).

           

Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya lebih besar dari katalisator

sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Tanpa pembentukan produk

samping enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut

urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan

yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolic yang berbeda (Cartono,2004). Enzim

dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang berperan sangat penting dalam aktivitas

Page 87: 668

biologis. Dalam jumlah yang sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga

dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan hasil akhir reaksinya.

Enzim ini akan kehilangan aktivitasnya akibat :

         Panas

         Asam atau basa kuat

         Pelarut organik

         Pengaruh lain yang bisa menyebabkan denaturasi protein

 (Campbell, 2000)

 Untuk aktivitasnya kadang-kadang enzim membutuhkan kofaktor yang bisa berupa

senyawa organik atau logam. Senyawa organik itu terikat pada bagian protein enzim. Bila

ikatan itu lemah maka kofaktor tadi disebut co-enzim dan dan jika terikat erat melalui ikatan

kovalen maka dinamakan gugus prostetis. Pada umumnya dua kofaktor itu tidak dibedakan

dan disebut co-enzim saja. Apabila enzim itu terdiri dari bagian seperti yang diterangkan

diatas maka keseluruhan enzim itu dinamakan holo enzim. Bagian protein dinamakan apo-

enzim dan bagian non proteinnya disebut co-enzim.fungsi logam pada umumnya adalah

untuk memantapkan ikatan substrat pada enzim atau mentransfer electron yang timbul

selama proses katalisis (Anna Poedjiadi, 1994).

Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masingmasing enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya urease, arginase dan lain-lain. Di samping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama misalnya pepsin, tripsin dan lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of the International Union of Biochemistry, enzim dibagi dalam enam golongan besar. Penggolongan ini didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang peranan. Enam golongan tersebut ialah (Poedjiadi, 2006):

a)        Golongan I OksidoreduktaseEnzim yang ternasuk dalam golongan ini dapat dibagi dalam dua bagian yaitu dehidrogenase

dan oksidase.b)        Golongan II Transferase

Enzim yang termasuk golongan ini bekerja sebagai katalis pada reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu senyawa kepada senyawa lain. Beberapa contoh enzim yang termasuk golongan ini adalah meeetiltransferase, hidroksimetiltransferase, karboksiltransferase, asiltransferase dan aminotrandferase atau disebut juga transminase (Anna Poedjiadi, 1994).

c)        Golongan III HidrolaseEnzim ini bekerja sebagai katalis pada reaksi hidrolisis. Beberapa enzim dalam kelompok ini

ialah esterase, lipase, pofatase, amylase, aminopepetidase, karboksipeptidase, pepsin, tripsin, kimotripsin (Anna Poedjiadi, 1994).

d)       Golongan IV Liase

Page 88: 668

Enzim yang termasuk golongan ini mempunyai peranan penting dalam reaksi pemindahan suatu gugus dari satu substrat (bukan cara hidrolisis) atau sebaliknya. Contoh enzim golongan ini natara lain dekarboksilase, aldolase, hidratase.

e)        Golongan V IsomeraseEnzim yang termasuk golongan ini bekerja pada reaksi perubahan intramolekuler, misalnya

rekasi perubahan glukosa menjadi fruktosa, perubahan senyawa L menjadi senyawa D, senyawa sis menjadi senyawa trans dan lain-lain. Contoh enzim yang termasuk golongan ini antara lain ribolosafosfat ipomerase dan glukosafosfat isomerase.

f)         Golongan VI LigaseEnzim yang termasuk golongan ini bekerja pada reaksi-reaksi penggabungan dua molekul.

Oleh karenanya enzim tersebut juga dinamakan sintesa. Ikatan yang terbentuk anatara penggabungan tersebut adalah ikatan C-O, C-S, C-N atau C-C. contoh enzim golongan ini antara lain glutamine sintetase dan piruvat karboksilase.

Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjadi, 2006).

Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya (Salisbury, 1995). Sebagai mana protein pada umumnya, molekul enzim juga mempunyai struktur tiga dimensi. Diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, hanya satu saja yang mendukung fungsi enzim sebagai biokatalisator, diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, diperlukan suhu dan pH yang sesuai. Apabila kedua faktor tersebut tidak terpenuhi, enzim akan kehilangan sifat dan kemampuannya (Sadikin, 2002). Secara dingkat, sifat-sifat enzim tersebut antara lain (Dwidjoseputro, 1992) :1. berfungsi sebagi biokatalisator

2. merupakan suatu protein3. bersifat khusus atau spesifik

Page 89: 668

4. merupakan suatu koloid5. jumlah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak6. tidak tahan panasFungsi enzim sebagai katalis untuk reaksi kimia dapat terjadi baik didalam maupun diluar

sel. Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Suatu enzim dapat bekerja 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan laju reaksi tanpa katalis. Enzim bekerja sebagai katalis dengan cara menurunkan energi aktifasi, sehingga laju reaksi meningkat (Poedjadi, 2006). Enzim-enzim hingga kini diketahui berupoa molekul-molekul besar yang berat molekulnya ribuan. Karena enzim tersebut dilarutkandalam air, maka akan menjadi suatu koloid Beberapa enzim, diketahui memiliki kemampuan untuk mengubah substrat menjadi hasil akhir dan sebaliknya, yaitu mengubah kembali hasil akhir menjadi substrat jika kondisi lingkungan berubah. dari golongan protease dan urase serta beberapa jenis enzim lainnya (Dwidjoseputro, 1992).

Kerja Enzim Pada Substrat Enzim meningkatkan kemungkinan molekul-molekul

yang bereaksi saling bertemu dengan permukaan yang saling berorientasi. Hal ini terjadi

karena enzim mempunyai suatu afinitas yang tinggi terhadap substrat dan mempunyai

kemampuan untuk mengikat substrat tersebut walaupun bersifat sementara. Penyatuan

antara substrat dengan enzim sangat spesifik substrat terikat dengan enzim sedemikian

rupa, sehingga setiap substrat terorientasi secara tepat untuk terjadi reaksi.

Pembentukan ikatan yang sementara (biasanya ikatan nonkovalen) antara substrat

dengan enzim menimbulkan penyebaran elektron dalam molekul substrat dan penyebaran

ini menyebabkan suatu regangan pada ikatan kovalen spesifik dalam molekul substrat,

sehingga ikatan kovalen tersebut menjadi mudah terpecah. Para ahli biokimia menamakan

keadaan dimana terjadi regangan ikatan molekul substrat setelah berinteraksi

dengan enzim disebut pengaktifan substrat.

                Pada Substrat yang spesifik, enzim akan mengkatalisis reaksi sehingga menghasilkan produk yang spesifik, juga pada penambahan pereaksi kimia tertentu dapat mengakibatkan enzim menunjukkan bentuk stereokimianya dimana interaksi enzim dengan substrat terjadi dalam ikatan, dimana kelebihan substrat tidak d apat diikat seluruhnya oleh enzim.            Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa (Salisbury, 1995). Seperti halnya katalisator, enzim juga dipengaruhi oleh temperatur. Hanya saja enzim ini tidak tahan panas seperti katalisator lainnya. Kebanyakan enzim akan menjadi non aktif pada suhu 50o C (Poedjiadi, 2006).

BAB III

Page 90: 668

METODOLOGI3.1    Alat dan Bahan3.1.1 Bahan Praktikum

  Pereaksi Biuret  Pereaksi Milon  Pereaksi Fosfat  Pereaksi Molisch  HCL  Asam Asetat  Air Liur  Pereaksi Benedict  Akuades  Musin  NaOH  CuSO4

3.1.2  Alat Praktikum  Taung Reaksi  Penangas air  Gelas ukur 50 ml  Pipet ukur 5 ml  Kertas pH indikator universal  Rak tabung reaksi  Penjepit tabung reaksi  Gelas piala 50 ml

3.2     Prosedur Kerja3.2.1  Sifat Susuan Air Liur            Bersihkan rongga mulut anda dengan cara berkumur-kumur beberapa kali. Kunyang sepotong lilin atau kapas atau kertas kering yang dibasahi sedikit dengan asam asetat encer, maksudnya untuk menstimulis produk air liur (saliva). Kumpulkan air liur anda ini kedalam gelas piala samapi 50 ml dan saring dengan bulu gelas.Uji air liur ini terhadap :

1.      Bobot jenis dengan menggunakan urinometer2.      Uji reaksi dengan lakmus

3.      Uji dengan pereaksi biuret, milon dan molisch, fosfat dan HCL4.      Uji terhadao musim

Pada 2 ml air liur ditambahkan satu tetes asam asetat encer. Jika ada musin akan terbentuk endapan putih yang amorfous

Page 91: 668

3.2.2 Hidrolisa Pati Oleh Amilase Air Liur1.      Menambahkan 2 ml air liur dari hasil percobaan 1, di atas pada 10 ml larutan pati atau kanci 1

persendan menkocok lalu simpan pada 37 derajat celcius.Mencatat kapan terlihatnya opalesen dan berubahnya kekentalan,setiap selang satu menit pindahkan satu tetes ke papan porselin(papan uji) dan tetesi dengan pereaksi iodium.Mencatat pada menit berapa timbul warna biru,warna kecoklatan dan kapan tidak memperlihatkan perubahan warna lagi ( ingat pereaksi yodium sendiri bewarna kecoklat-coklatan).Saat pereaksi yodium tidak positif lagi disebut titik akhromatik.

2.      Membandingkan waktu yang anda dapat sampai tidak memperlihatkan warna positif dengan pereaksi yodium dengan waktu yang ditemukan oleh kelompok lain jika percobaan ini dilakukan pada waktu dan acara tyang sama,apakah hasilnya juga akan sama.bagaimanakah komentar anda?.

BAB IVHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1    Hasil Pengamatan1.         Hidrolisa pati dengan larutan KI         Menit ke 1:21:49 larutan mengental         Warna biru detik ke 51         Warna coklat menit ke 02:34         Tidak berwarna menit ke 05:34

Page 92: 668

2.         Uji Biuret         Air liur 30 tetes         NaOH 40% 10 Tetes         CuSO4 25 tetes menjadi ungu

3.         Uji dengan Molisch         Air liur 30 tetes         Molisch 2 tetes         Asam asetat 3 ml         Warnanya putih menggumpal ( negatif )

4.         Uji Musin         Berwarna bening tidak ada endapan ( tidak ada musin )

5.         Sifat susunan air liur         Bersifat basa dengan lakmus

6.         Pati mentah         Warna biru                : 55,54 detik         Warna coklat             : 02:47 detik         Tidak berwarna         : 05:57 detik

4.2    Pembahasan

Pada praktikum kami yang menghidrolisa pati dengan larutan KI yang menggunakan bahan dasar air liur ( ludah ) yang di campurkan dengan larutan KI, setelah dicampurkan dan di aduk sampai merata. Pada detik ke 51 terbentuk warna biru dari campuran larutan tersebut dan pada menit ke 1:21:49 larutan akan mengental. Sedangkan pada menit k 02:34 terbentuk warna coklat dan pada menit ke 05:34 larutan tidak berwarna lagi.

Pada uji biuret dan molisch yang menggunakan bahan dasar air liur , NaOH 40% 10 tetes dan CuSO4serta asam asetat 3 ml dan molisch  tetes sebanyak . Pada uji biuret menghasilkan warna ungu yang bearti bahwa air liur mengandung protein sementara pada pereaksi molisch menghasilkan warna putih susu dan menggumpal ( negatif ) dan tidak mengandung endapan sehingga air liur tidak mengadung protein.Hasil ini sesuai dengan literatur bahwa enzim amilase yang terdapat pada air liur mengadung protein bukan mengadung karbohidrat.

Page 93: 668

Pada uji coba sifat susunan air liur yang menggunakan indikato Ph atau kertas lakmus menunjukan bahwa air liur tersebut bersifat basa dengan berwarna biru dengan indikator Ph 7 – 14 untuk basa , 1- 7 pada asam dan 7 yaitu netral. Sementara pada uji musin air liur berwarna bening dan tidak ada endapan yang menandakan tidak adanya musin pada air liur tersebut. Jika ada musin akan terbentuk endapan putih yang amorfous.

Pada uji coba pati mentah air liur yang digunakan sebagai bahan dasarnya, setelah pencampuran dengan bahan-bahan yang digunakan akan terbentuk :

1.      Warna biru                : 55,54 detik2.      Warna coklat             : 02 : 47 detik3.      Tidak berwarna         : 05 : 57 detik

BAB VPENUTUP

5.1 Kesimpulan            Pada praktikum kali ini maka dapat disimpulkan bahwa        :

1.      Enzim amilase yang terdapat pada air liur mengandung protein’2.      Enzim amilase bersifat basa pada praktikum yang kami lakukan dengan menggunakan kertas

lakmus

5.2 Saran                Dalam praktikum - praktikum yang telah dilakukan, kurangnya pemahaman praktikan dan waktu mempengaruhi keakuratan data, semoga dalam praktikum yang selanjutnya dapat lebih baik lagi.

Page 94: 668

Daftar PustakaPoedjiadi, Anna, 2006. Dasar-dasar Biokimia, Universitas Indonesia PRESS,Jakarta.

Suhtanry, Rubianty, 1985. Kimia Pangan. Badan Kerja Sama Perguruan Negeri Indonesia Bagian Timur, Makassar.

Juryatin. 1997. Peran Enzim Amilase pada Tubuh Manusia. http://www.docstoc.com. Diakses 10.6.2012.

Cartono, M.Pd. 2004. Biologi Umum, Bandung : PRISMA PRESS.Campbell, N. A. 2000. Biologi Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.Poedjiadi, Anna dan Supriyatin, Titin. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia.Sadikin M. 2002. Seri biokimia: biokimia enzim.Widya Medika.  Jakarta.

Dwidjoseputro, D., 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta       Salisbury, F.B. dan Ross, C.W., 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.

Page 95: 668

Laporan Praktikum Biokimia : EnzimPendahuluan

Enzim adalah suatu kelompok protein yang menjalankan dan mengatur perubahan-perubahan kimia dalam system biologi. Zat ini dihasilkan oleh organ-organ hewan dan tanaman, yang secara katalitik menjalankan berbagai reaksi seperti pemecahan hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerisasi, adisi, transfer radikal dan pemutusan rantai karbon (Timotius 1982). Kebanyakan enzim yang terdapat di dalam alat atau organ dari organisme berupa larutan koloidal dalam cairan tubuh seperti, air ludah, darah, cairan lambung, dan cairan pancreas. Enzim terdapat di bagian dalam sel, berkaitan dengan protoplasma. Enzim juga terdapat dalam mitokondria dan ribosom. Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel

Aktivitas katalis yang dimiliki enzim merupakan alat ukur yang selektif dan sensitif terhadap

aktivitas enzim. Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat, pH, suhu, dan indikator. Faktor yang

mempengaruhi pengukuran aktivitas enzim antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH, dan

indikator. Aktivitas enzim meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu, laju berbagai proses

metabolisme akan naik sampai batasan suhu maksimal. Sebagian besar enzim suhu optimalnya berada

diatas suhu dimana enzim itu berada.

Aktivitas enzim maksimal diperoleh pada pH optimal, untuk saliva (enzim amilase) pHnya 7.

Bentuk kurva aktivitas pH ditentukan oleh denaturasi enzim (pada pH tinggi atau rendah) dan

penambahan status bermuatan pada enzim dan atau substrat. Enzim dapat pula mengalami perubahan

bentuk bila pH bervariasi. Untuk menentukan kecepatan reaksi, sebenarnya pengaruh konsentrasi

substratlah yang sangat berarti. Namun, konsentrasi substrat yang menunjukkan kecepatan maksimal

aktivitas enzim akan mencerminkan jumlah enzim aktif yang ada.Inhibitor non kompetitif irreversibel

adalah suatu zat yang menghambat kerja enzim dengan cara berikatan dengan enzim tetapi bukan pada

active sidenya, karena inhibitor tidak memiliki kesamaan dengan struktur substrat, maka peningkatan

konsentrasi substrat umumnya tidak menghilangkan inhibitor tersebut. Banyak racun yang bekerja

sebagai inhibitor non kompetitif irreversibel terhadap aktivitas enzim, antara lain ion logam berat,

iodosetamida, dan zat-zat pengoksidatif.

Air liur mengandung air kira-kira 99,5%. Sekitar dua pertiga dari bahan terlarut dalam air liur

merupakan bahan organik dan sepertiganya adalah bahan anorganik. Cairan air liur mengandung α-

amilase yang menghidrolisa ikatan α(1→4) pada cabang sebelah luar glikogen dan amilopektin menjadi

glukosa, sejumlah kecil maltosa, dan suatu inti tahan hidrolisa yang disebut dekstrin. Hanya sebagian

kecil amilum yang dapat dicema di dalam mulut, oleh karena itu sebaiknya makanan dikunyah lebih lama

untuk memberi kesempatan lebih banyak pemecahan amilum di rongga mulut. Enzim amilase memiliki

kemampuan untuk memecah molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang merupakan polimer

dari alfa-D-glikopiranosa akan dipecah oleh enzim pada ikatan alfa-1,4- dan alfa-1,6-glikosida (DSC

Biokimia FKG UGM  2004).

Papain merupakan enzim protease yang terkandung dalam getah papaya, baik dalam buah,

batang dan daunnya. Sebagai enzim yang berkemampuan memecah molekul protein, papain menjadi

suatu produk yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik di rumah tangga maupun industri. 

Enzim yang bekerja pada papain ialah enzim protease (Subagyo 2008).

Page 96: 668

Penggolongan (Klasifikasi) enzim antara lain Hidrolase merupakan enzim-enzim yang menguraikan suatu zat dengan pertolongan air, oksidase dan reduktase yaitu enzim yang membantu dalam proses oksidasi dan reduksi dan desmolase yaitu enzim-enzim yang memutuskan ikatan-ikatan C-C, C-N dan beberapa ikatan lainnya. Enzim juga dapat dibedakan menjadi eksoenzim dan endoenzim berdasarkan tempat kerjanya, ditinjau dari sel yang membentuknya. Selain itu dikenal juga enzim konstitutif dan enzim induktif(Anna 2006).

Tujuan

Percobaan ini bertujuan menentukan sifat dan susunan air liur, getah lambung, menentukan pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas enzim, dan menentukan titik akromatik.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan ialah gelas piala 100mL, 250 mL, dan 500 mL, pipet tetes, pipet Mohr 5 mL dan 10 mL, tabung reaksi, piknometer, termometer, pembakar Bunsen, kaki tiga, kawat kassa, corong gelas, gelas arloji, sudip, kertas saring, glass wool, spot plate, kertas indicator universal, penangas air, dan botol semprot.

Bahan-bahan yang digunakan ialah air liur (saliva), indikator fenolftalein, metil orange, pereaksi Biuret, pereaksi Molisch, pereaksi Millon, pereaksi Molibdat, pereaksi Benedict, pereaksi Iodium, HNO3 10%, AgNO3 2%, HCl 10%, urea 10%, larutan Na2CO3 1 %,0.1%, dan 0.5%, NaOH 10%, CuSO4 0.1%, asam asetat encer, larutan BaCl2, larutan ferosulfat, H2SO4 pekat indikator amilum 1%, tepung pati, aquades, ekstrak papain, dan fibrin.

Prosedur Kerja

Prosedur awal yang dilakukan adalah pembuatan sampel enzim amylase. Rongga mulut dibersihkan dengan cara berkumur-kumur sebanyak 3 kali. Sepotong kapas dikunyah atau dengan kertas saring yang dibasahi asam asetat encer (untuk menstimulasi air liur). Air liur dikumpilkan sampai 50 mL dan emulsi yang terbentuk disaring denganglass wool. Air lur yang telah dikumpulkan akan digunakan untuk uji air liur terhadap bobot jenis dengan menggunakan piknometer, uji reaksi dengan lakmus PP dan MO, uji terhadap pereaksi Biuret, Millon dan Molisch, uji terhadap klorida, sulfat dan fosfat, serta uji terhadap Musin.

Uji bobot jenis dengan piknometer. Botol piknometer beserta tutupnya (kosong) ditimbang dan bobot piknometer kosong dicatat. Botol piknometer selanjutnya diisi dengan air liur sampai meluber lalu tutup. Piknometer yang telah berisi sampel air liur (saliva) kemudian ditimbang kembali dan bobotnya dicatat. Bobot jenis saliva dihitung dengan cara membandingkan massa air liur (saliva) dengan volume piknometer yang digunakan.

Page 97: 668

Uji reaksi dengan lakmus PP dan MO. Sebanyak dua buah tabung reaksi disiapkan dan sebanyak 2 mL saliva dipipet ke dalam masing-masing tabung. Tabung pertama diberi 3 tetes indikator fenolftalein dan tabung kedua diberi 3 tetes indikator metil orange. Kedua tabung diuji keasaman dan kebasaannya dengan kertas lakmus.

Uji terhadap pereksi Biuret. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan beberapa tetes pereaksi Biuret sampai larutan berubah warna menjadi violet. Uji terhadap pereaksi Millon. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 tetes pereaksi Millon. Tabung kemudian dipanaskan pada penangas air sampai menunjukkan perubahan warna (+ merah, - kuning). Uji terhadap pereaksi Molisch. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Sebanyak ditambahkan 2 tetes peraksi Molisch dan 1.5 mL H2SO4 (P) (dilewatkan melalui dinding). Jika terbentuk cincin berwarna ungu menunjukkan hasil (+), jika cincin berwarna coklat atau kuning menunjukkan hasil (-).

Uji Klorida. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL AgNO3 2% dan 1 mL HNO3 10% sampai terbentuk endapan berwarna putih. Uji Sulfat. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL BaCl2 dan 1 mL HCl 10% sampai terbentuk endapan berwarna putih. Uji fosfat. 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL urea 10%, 1 mL pereaksi Molibdat dan 1 mL ferosulfat sampai larutan berubah warna menjadi biru (+). Jika larutan berwarna kuning, maka hasil negatif. Uji Musin. Sebanyak 2 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambah pertetes asam asetat encer sampai terbentuk endapan yang amorforus.

Prosedur kedua adalah uji pengaruh suhu pada aktivitas amylase air liur. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing tabung diisi dengan 2 mL sampel air liur (saliva) dan 2 mL aquades. Tabung dikocok dan masing-masing disimpan pada suhu yang berbeda. Tabung 1 diletakkan di dalam penangas es bersuhu 10˚C, tabung 2 diletakkan pada suhu ruang 25˚C, tabung 3 dan 4 diletakkan di dalam penangas air yang bersuhu 37˚C dan 80˚C selama 15 menit. Setelah itu pada masing-masing tabung ditambahkan 1 mL larutan kanji 1%. Larutan dikocok dan dikembalikan ke masing-masing kondisi sebelumnya selama 10 menit.

Prosedur ketiga adalah uji pengaruh pH terhadap aktivitas amylase air liur. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan. Tabung 2 diisi dengan 2 mL HCl, tabung 2 diisi dengan 2 mL asam asetat, tabung 3 diisi dengan 2 mL aquades, dan tabung 4 diisi dengan 2 mL Na2CO3 0.1%. masing nilai pH larutan adalah 1, 5, 7, dan 9. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan kanji 1% dan 2 mL air liur (saliva) ke dalam masing-masing tabung lalu dikocok dan diletakkan pada penangas air bersuhu 37˚C selama 15 menit. Setelah 15 menit, isi tabung masing-masing diuji dengan pereaksi iodium dan pereaksi Benedict.

Prosedur keempat adalah hidrolisis pati matang oleh amylase air liur. Sebanyak 4 tetes sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambah 10 mL larutan kanji 1%. Tabung dikocok lalu disimpan pada penangas air bersuhu 37˚C. Setiap 1 menit larutan dipipet ke atas spot plate dan diteteskan pereaksi Iodium. Perubahan warna dicatat sampai larutan tidak menunjukkan perubahan warna lagi (mencapai titik akromatik).

Prosedur kelima adalah hidrolisis pati mentah oleh amylase air liur. Seujing sudip tepung pati dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL aquades. Tabung dikocok lalu ditambah 10 tetes sampel air liur (saliva) dan disimpan pada penangas air bersuhu 37˚C selama 20 menit. Setiap 5

Page 98: 668

menit larutan diteteskan ke atas spot plate dan diteteskan pereaksi Iodium. Perubahan warna dicatat sampai larutan berwarna kuning pudar. Hasil percobaan dibandingkan dengan hasil percobaan hidrolisis pati matang oleh amylase air liur.

Prosedur keenam adalah uji temperatur optimum aktivitas papain. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing tabung diisi dengan 3 mL ekstrak papain 0.5% . tabung 1 disimpan pada penangas es, tabung 2 disimpan pada suhu kamar 25˚C, tabung 3 dan 4 disimpan pada penangas air bersuhu 37˚C dan 70˚C selama 10 menit. Setelah 10 menit (temperatur dalam tabung telah sama dengan temperature lingkungan) temperatur isi tabung diukur dan dicatat. Seujung sudip fibrin dibubuhkan ke dalam masing-masing tabung (sama banyak) dan diaduk dengan hati-hati. Masing-masing tabung diamati setiap selang waktu 1 menit (sampai 5 menit) dan jika ada pelepasan warna fibrin dicatat ada menit ke berapa.

Prosedur ketujuh adalah uji aktivitas papain. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan. Tabung 1 dan 2 diisi dengan 3 mL ekstrak papain dan tabung 3 dan 4 diisi dengan 3 mL aquades (kontrol). Seujung sudip fibrin dibubuhkan ke dalam masing-masing larutan (sama banyak) dan diaduk lalu disimpan pada penangas air pada suhu 37˚C (tabung 1 dan 3) dan suhu 65˚C (tabung 2 dan 4). Masing-masing tabung diamati apakah terjadi pelepasan warna fibrin. Jika tidak terjadi pelepasan warna fibrin, konsentrasi lrutan ekstrak fibrin dinaikkan.

Prosedur kedelapan adalah uji pH optimum aktivitas papain. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing diisi 3 mL ekstrak papain 0.5%. Tabung 1 ditambah 3 mL aquades (kontrol), tabung 2 ditambah 3 mL Na2CO3 0.5%, tabung 3 ditambah 3 mL Na2CO3 1%, dan tabung 4 ditambah 3 mL HCl 0.6%. Larutan diaduk dan masing-masing diukur pH-nya dengan indikator universal. Seujung sudip fibrin dibubuhkan ke dalam masing-masing larutan (sama banyak) lalu disimpan pada penangas air bersuhu 37˚C . Larutan diamati setiap selang waktu 5 menit selama 20 menit. Perubahan dicatat pada pH berapa pelepasan fibrin terjadi paling banyak.

Data dan Hasil Pengamatan

Tabel 1 Data hasil sifat-sifat fisik air liur

Indikator Pengamatan Perubahan warna Gambar

Suhu (oC) 29 oC

Berat jenis 0.9084 g/mL

pH 8

Page 99: 668

Fenolftalin (PP) Basa Merah muda

Metil Orange Basa Orange

Perhitungan densitas air liur:

m = a – b

= 18.3676 g – 9.1720 g

= 9.196 g

Keterangan:

a = bobot kosong piknometer + saliva

b = bobot kosong piknometer

V = volume piknometer

ρ = bobot jenis saliva

m = bobot saliva

Page 100: 668

Tabel 2 Data hasil pengamatan susunan air liur

Uji Hasil uji Pengamatan Gambar

Klorida + Endapan putih

Sulfat - Putih keruh

Fosfat - Kuning

Biuret - Tidak berwarna

Page 101: 668

Millon - Kuning

Molisch - Hijau

Musin - Tidak berwarna

Tabel 3 Pengamatan suhu terhadap aktivitas amilase air liur

Perlakuan suhu

Uji yodium Uji Benedict

Hasil warnaGambar Hasil

pengamatanwarna

10 oC -Kuning

kecoklatan+ Hijau

30 oC -Kuning

kecoklatan+ Hijau

37 oC -Kuning

kecoklatan- Biru

80 oC + Biru pekat - Biru

Tabel 4 Pengamatan pengaruh pH terhadap aktivitas amilase air liur

Page 102: 668

Penambahan larutan

pH Uji Yodium Uji Benedict

HCl 1.0 Biru Biru

Asam asetat 5.0 Biru Biru

Akuades 7.0 Kuning Hijau

Na-karbonat 9.0 Kuning Hijau

Tabel 5 Pengamatan uji iod hidrolisis pati matang oleh amilase air liur

Waktu (menit) Hasil Perubahan warna

1-3 ++++ Biru pekat

4 ++ Coklat

5-12 ++ Hijau kecoklatan

13-20 +++ Biru pudar

21-30 + Hijau muda

31-32 + Kuning kehijauan

33 - Kuning

Tabel 6 Pengamatan uji iod hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur

Waktu (menit) Hasil Perubahan warna

Page 103: 668

25 + Biru

30 + Biru

35 + Biru

40 + Biru

45 + Biru kekuningan

50 - Kuning

Gambar 1 Hasil uji iod hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur

Tabel 7 Temperatur Optimum Aktivitas Papain

Temperatur (C0)

Terjadinya pelepasan warna fibrin menit ke-Gambar

1 2 3 4 5 10 15 20 25

Es - - - - - - - - -

Ruang - - - - - - - - -

Page 104: 668

37-40 - - - - - - - - -

65 - - - - - + + + +

Keterangan : ( - ) = tidak terjadi pelepasan warna fibrin

( +) = terjadi pelepasan warna fibrin

Tabel 8 Aktivitas Papain

Tabung Hasil Pengamatan Gambar

Akuades -

Papain +

Keterangan : ( - ) = tidak terjadi pelepasan warna fibrin

( + ) = terjadi pelepasan warna fibrin

Tabel 9 PH optimum aktivitas papain

Tabung pHPelepasan warna fibrin

Menit ke- Gambar

Page 105: 668

Air 6 - 20

Na-Karbonat 0,5 % 11 + 10

Na-Karbonat 1 % 11 + 10

HCl 2 - 10

Keterangan : ( - ) = Fibrin tidak pudar

( + ) = Fibrin pudar

Pembahasan

Sifat dan susunan saliva ditentukan dengan berbagai macam uji untuk karbohidrat (uji Yodium dan uji Benedict), uji bobot jenis, uji garam anorganik (uji Klorida, uji Sulfat, dan uji Fosfat), uji protein (uji Biuret, uji Molisch, dan uji Millon), dan uji pH (uji pp dan lakmus merah serta biru). Penentuan suhu optimum dan pH optimum enzim amilase juga ditentukan melalui pengujian serangkaian suhu dan pH yang berbeda-beda. Kecepatan hidrolisis pati mentah dan pati matang ditentukan dengan metode titik akromatik.Penentuan sifat asam atau basa saliva ditentukan dengan cara pengujian indikator. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa ketika saliva ditetesi indikator FF maka saliva tersebut menjadi berwarna merah menunjukkan saliva bersifat basa. Begitu pula dengan kertas lakmus merah berwarna biru dan lakmus biru tetap tidak berubah sehingga menunjukkan saliva bersifat basa. Hal ini tidak sesuai dengan sifat dari air liur yang ber pH sedikit asam yaitu sekitar 6.8.

Page 106: 668

Air liur atau saliva biasanya mengandung peptida tetapi tidak mutlak ada. Peptida adalah asam poliamino dan ikatan amidanya yang menyebabkan asam aminonya bergabung disebut ikatan peptida. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi seperti konversi energi dan metabolisme pertahanan sel. Pada uji protein dengan menggunakan pereaksi Biuret ditandai dengan perubahan warna larutan ungu violet (biru) dalam larutan basa. Senyawa biuret dihasilkan dengan cara memanaskan urea di atas penagas air. Reaksi uji biuret ini memberikan hasil yang positif akibat pembentukan senyawa kompleks Cu2+ gugus CO dan NH dari suatu rantai peptida dalam suasana basa. Pada percobaan air liur menunjukkan hasil negatif. Hal ini tidak sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada literature, disebabkan karena adanya kontaminasi pada bahan yang digunakan, lalu tidak adanya sisa makanan yang tertinggal pada mulut dan air liur, sehingga uji biuret tidak menemukan adanya protein dan menghasilkan uji yang negative. Prinsip dari uji millon adalah pembentukan garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi. Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai molekul fenol pada gugus R-nya, yang akan membentuk garam merkuri dengan pereaksi millon. Warna merah yang terbentuk adalah garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi. Hasil percobaan menunjukkan warna kuning, hal ini manunjukkan hasil negatif terhadap air liur (Chandra2009).

Uji Molisch adalah uji yang paling umum untuk menyatakan ada atau tidaknya karbohidrat karena memberikan uji positif (cincin ungu) kepada semua karbohidrat yang lebih besar daripada tetrosa. Uji Molisch terhadap saliva menunjukkan reaksi yang negatif. Menurut Lehninger (1998) saliva tidak mengandung karbohidrat. Hal ini menunjukkan pada saliva tidak mengandung karbohidrat. Bila ada, hal ini dapat disebabkan air liur yang dihasilkan probandus masih mengandung sisa-sisa makanan.

Uji klorida beradasarkan percobaan, pada tabung terdapat warna putih keruh setelah penambahan AgNO3 dan setelah penambahan ammonia berlebih, larutan menjadi jernih kembali. HNO3 berfungsi untuk membuat suasana menjadi asam dan mencegah endapan perak fosfat. Warna putih keruh disebabkan karena Cl berikatan dengan Ag+membentuk AgCl (endapan putih). Endapat putih tersebut akan larut akan larut kembali (larutan menjadi jernih) setelah penambahan ammonia yang bersifat basa. Hal ini menyatakan bahwa air liur memiliki kandungan klorida yang jumlahnya relative sedikit.

Uji sulfat menunjukkan hasil positif ditunjukkan dengan warna putih, dan uji fosfat terhadap saliva menunjukkan reaksi negatif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih kekuningan dan larutan berwarna kuning serta uji musin menunjukkan hasil yang negatif ditunjukkan dengan larutan tidak berwarna. Keberadaan fosfat dan sulfat di dalam air liur tidak mutlak adanya. Hal tersebut bergantung pada makanan yang kita konsumsi (Metjesh 1996).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu , pH, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. Pada perubahan suhu, kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim mula-mula meningkat karena adanya peningkatan suhu. Energi kinetik akan meningkat pada kompleks enzim dan substrat yang bereaksi. Namun, peningkatan energi kinetik oleh peningkatan suhu mempunyai batas yang optimum. Jika batas tersebut terlewati, maka energi tersebut dapat memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik yang lemah yang mempertahankan struktur sekunder-tersiernya.

Page 107: 668

Pada suhu ini, denaturasi yang disertai dengan penurunan aktivitas enzim sebagai katalis akan terjadi. Suhu optimal enzim bergantung pada lamanya pengukuran kadar yang dipakai untuk menentukannya. Semakin lama suatu enzim dipertahankan pada suhu dimana strukturnya sedikit labil, maka semakin besar kemungkinan enzim tersebut mengalami denaturasi. Suhu yang digunakan pada

percobaan yaitu 10 C, 37 C, suhu kamar, dan 80 C. Enzim amilase bekerja optimal paada suhu tubuh

manusia yaitu 37 C sebab enzim tersebut terdapat dalam air liur dalam tubuh sehingga suhunya sama dengan suhu tubuh. Hasil yang diperoleh pada percobaan menunjukkan enzim bekerja optimal pada

suhu 37 . Hal tersebut dilihat dari uji iod dan uji benedict yang dilakukan. Uji iod yang dilakukan menghasilkan warna kuning dan uji benedict menunjukkan warna hijau , sehingga berdasarkan hasil

tersebut pada suhu 37 enzim pada air liur telah memecah atau mendegradasi pati menjadi maltose, dekstrin-dekstrin, ataupun monosakarida.

Ph optimal untuk sebagian besar enzim adalah 6 sampai 8. Lingkungan asam akan mendenaturasi sebagian besar enzim. Kondisi pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim melalui pengubahan struktur atau pengubahan muatan pada residu yang berfungsi dalam pengikatan substrat atau katalis. Sebagai contoh, enzim bermuatan negatif (Enz -) bereaksi dengan substrat bermuatan positif (SH+) : Enz- + SH+ EnzSH. Pada pH yang rendah, Enz- mengalami protonasi dan kehilangan muatan negatifnya (enzim dinetralisir) : Enz- + H+ EnzH. Sedangkan pada pH yang tinggi, SH+ mengalami ionisasi dan kehilangan muatan positifnya (substrat dinetralisir) : SH+ S + H+. Karena (berdasarkan definisi) satu-satunya bentuk yang mengadakan interaksi adalah SH+ dan Enz-, nilai pH yang ekstrim (tinggi ataupun rendah) akan menurunkan kecepatan reaksi.

Pengaruh pH terhadap aktifitas enzim amilase air liur digunakan empat bahan yang berbeda dengan kondisi pH yang berbeda pula. Suasana asam dilakukan pada larutan asam asetat dan HCl, suasana netral pada akuades, dan basa pada natrium karbonat 0,1%. Hasil yang diperoleh pada larutan asam asetat (pH 5) pada uji iod menunjukkan warna biru yang berarti positif mengandung iod dan hasil pada uji benedict menunjukkan warna biru dan tidak menunjukkan terdapat gula pereduksi. Hasil uji iod pada larutan HCl (pH 1) menunjukkan warna biru dan pada uji benedict menunjukkan warna biru. Hasil uji iod pada akuades (pH 7) menunjukkan warna biru dan pada uji benedict menunjukkan warna hijau. Hasil yang diperoleh pada uji iod dalam larutan natrium karbonat (pH 9) menunjukkan warna kuning dan pada uji benedict menunjukkan warna hijau. Berdasarkan hasil percobaan enzim amilase bekerja optimal pada pH 7.

Hidrolisis pati matang oleh amilase air liur dilakukan dengan menggunakan uji iod dan uji benedict. Uji iod terhadap hidrolisis pati matang oleh amilase air liur mencapai titik akromatik pada menit ke-33. Titik akromatik adalah titik dimana saat larutan uji dengan larutan iod menghasilkan reaksi negatif yang menunjukkan bawa pati sudah hilang atau terhidrolisis menjadi maltosa, titik akromatik dapat dilihat berdasarkan warna larutan yang terbentuk antara iod dengan larutan yang berisi kanji dan air liur yang sudah menjadi berubah menjadi warna larutan iodiumnya. Sisa larutan yang telah mencapai titik akromatik kemudian diuji menggunakan pereaksi benedict. Hasil yang diperoleh tidak menunjukkan adanya endapan merah bata yang menandakan pati tersebut telah terhidrolisis menjadi maltosa, endapan merah bata terbentuk karena maltose termasuk gula pereduksi sehingga pada saat ditambahkan pereaksi benedict dan dipanaskan timbul endapan merah bata sehingga hasil percobaan negatif.

Page 108: 668

Hidrolisis pati mentah amilase air liur dilakukan seperti pada hidrolisis pati matang, hanya saja pati yang digunakan masih dalam bentuk tepung yang belum dilarutkan. Titik akromatik pada hidrolisis pati mentah belum dicapai pada menit ke-20, dicapai pada menit ke-45. Pada saat titik akromatik telah tercapai ditandai dengan terbentuknya warna yang sama dengan iodin yang digunakan sebagai kontrol negatif. Hasil pada uji benedict menunjukkan warna biru. Jika dibandingkan dengan hidrolisis pati matang, pati mentah lebih lama terhidrolisis. Hal tersebut dilihat dari waktu yang diperlukan untuk mencapai titik akromatik.

Papain merupakan salah satu enzim proteolitik yang paling banyak digunakan dalam industri. Enzim ini biasanya disintesis dari buah papaya. Buah pepaya yang berumur 2,5~3 bulan disadap dan getahnya ditampung. Pada 1 (satu) buah pepaya dapat dilakukan 5 kali sadapan. Tiap sadapan menghasilkan + 20 gram getah. Getah dapat diambil setiap 4 hari dengan cara menggoreskan buah tersebut dengan pisau (Gilvery dan Goldstein 1996).

Temperatur optimum merupakan kondisi dimana enzim tersebut bekerja secara maksimal. Berdasarkan literatur  Temperatur Optimum untuk aktivitas enzim papain yaitu berada pada kisaran suhu 65 °C- 80oC. Suhu di atas 90oC akan cepat menonaktifkan enzim. Suhu optimm yang siperoleh pada percobaan sama dengan temperature berdasarkan literature yaitu pada suhu 65oC. Penentuan suhu optimum aktivitas dari enzim papain ini yaitu untuk mengoptimasi dari kerja enzim tersebut. Optimasi merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh hasil akhir yang lebih baik. Problem optimasi merupakan suatu masalah komputasional dengan tujuan untuk mendapatkan atau menemukan solusi terbaik dari semua solusi yang mungkin. Pada percobaan suhu optimal untuk enzim papain diketahui dengan melihat pelepasan zat warna fibrin yang paling banyak.

Uji aktivitas dari enzim papain pada tabung yang berisi air; larutan berubah jadi warna merah muda. Hal ini merupakan biasan warna dari fibrin karena warnanya merah terang. Sedangkan pada tabung yang berisi papain terjadi hidrolisis fibrin (substrat) mengadi polipeptida dan asam-asam amino. Hidrolisi fibrin menyebabkan warna merah pada fibrin memudar atau lepas, sehingga warna larutan menjadi merah muda.

Gambar 1 reaksi hidrolisis polipeptida oleh enzim papainBerdasarkan literature pH Optimal untuk aktivitas enzim papain yaitu berada

pada kisaran 6.0-7.0. sedangkan berdasarkan percobaan diperoleh pH optimal fibrin pada kondisi pH 11 yaitu dalam larutan natruim karbonat 1%. Dan 0.1%

Aplikasi enzim papain dalam kehidupan cukup Iuas, mulai dari bahan pelunak daging hingga berbagai industri pangan, minuman, farmasi, detergent, kulit, wool, kosmetika, dan industri biologi lainnya. Penggunaannya sebagai bahan aditif dalm berbagai industri pangan dan minuman tetap tinggi karena aktivitas enzimatiknya yang relatif tinggi dan statusnya sebagai produk alam yang ramah atau

Page 109: 668

aman untuk dikonsumsi. Badan pengawas pangan dan obat-obatan. Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA) mengklasifikasikan status papain ke dalam kelompok GRAS (generally regarded as safe). Badan sejenis di Inggris menggolongkan papain ke dalam Group A. Ini berarti bahwa papain dapat digunakan sebagai bahan aditif dalam pangan dan dalam pembuatan makanan (Salisbury 1995).

Penggunaannya juga cenderung meningkat sejalan dengan perubahan teknologi produksi yang digunakan pada proses produksi berbagai produk biologi. Dewasa ini proses-proses enzimatik telah umum digunakan pada proses produksi berbagai produk biologi menggantikan proses-proses kimiawi yang selama ini dinilai bagus dan relatif menguntungkan karena kondisi prosesnya bertemperatur relatif rendah dan relatif spesifik, Kondisi proses demikian memungkinkan penghematan biaya produksi dan pengendalian fungsional dasar produk akhirnya (Salisbury 1995).

Papain bisa memecah protein menjadi arginin. Senyawa arginin merupakan salahsatu asam

amino esensial yang dalam kondisi normal tidak bisa diproduksi tubuh dan biasa diperoleh melalui

makanan seperti telur dan ragi. Namun bila enzim papain terlibat dalam proses pencerbaan protein,

secara alami sebagian protein dapat diubah menjadi arginin. Proses pembentukan arginin dengan papain

ini turut mempengaruhi produksi hormon pertumbuhan manusia yang populer dengan sebutan human

growth hormone (HSG), sebab arginin merupakan salah satu sarat wajib dalam pembentukan HGH.

Nah, HGH inilah yang membantu meningkatkan kesehatan otot dan mengurangi penumpukan lemak di

tubuh. Informasi penting lain, uji laboratorium menunjukkan arginin berfungsi menghambat pertumbuhan

sel-sel kanker payudara (Salisbury 1995).

Papain juga dapat memecah makanan yang mengandung protein hingga terbentukberbagai

senyawa asam amino yang bersifatautointoxicating atau otomatis menghilangkan terbentuknya substansi

yang tidak diinginkan akibat pencernaan yang tidak sempurna. Tekanan darah tinggi, susah buang air

besar, radang sendi, epilepsi dan kencing manis merupakan penyakit-penyakit yang muncul karena

proses pencernaan makanan yang tidak sempurna. Papain tidak selalu dapat mencegahnya,

namun setidaknya dapat meminimalkan efek negatif yang muncul. Yang jelas papain dapat membantu

mewujudkan proses pencenaan makanan yang lebih baik (Salisbury 1995).

Page 110: 668

Simpulan

Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa saliva memiliki bobot jenis sebesar 0.9196 g/ml, bersifat basa, berpH 8, uji biuret menunjukkan hasil negative, uji millon menunjukkan hasil negative, uji molisch menunjukkan hasil negative, uji klorida menunjukkan hasil positif, uji sulfat menunjukkan hasil positif, uji fosfat menunjukkan hasil negative, uji musin menunjukkan hasil positif,

suhu optimum enzim amylase pada saliva ialah 37 , pH enzim amylase sebesar 6 sampai 8, titik akhromatik pada hidrolisis pati mentah dicapai pada menit ke-33, dan titik akhromatik pada hidrolisis pati mentah dari enzim amylase dicapai pada menit ke-45. Sedangkan suhu optimum aktivitas dari enzim papain yaitu berada pada suhu 65oC, pH optimumnya yaitu pada pH 11, aktvitas papain tersebut dilihat dari kemampuannya untuk menghidrolisis fibrin (sebagai substrat) dengan cara pelepasan warna fibrin tersebut, sehingga warna larutan menjadi merah muda.

Daftar Pustaka

Anna. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press

Chandra Hutabarat. 2009. Karakteristik Saliva (Air Liur) dan Kelenjarnya. [Terhubung berkala] .http://www.meillyssach.co.cc/2009/09/karakteristik-saliva-air-liur-dan.html.(24 November 2011)

Gilvery dan Goldstein. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Edisi 3. Surabaya : Airlangga University Press

Matjesh, Sabirin. 1996. Kimia Organik II. Jakarta : Depdikbud

Salisbury F.B. dan Ross C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB Press

Subagyo. 2008. Enzim Papain dari Pepaya. [terhubung berkala]. repository.ipb.ac.id/Pusbangtepa_Enzim%20papain%20dari%20pepaya.pdf [27 November 2011. 16:55]

Timotius, K.H. 1982. Mikrobiologi Dasar. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana

Page 111: 668

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA AIR LIURWritten By mita sasmita on Selasa, Oktober 23, 2012 | 14.33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan yang masuk ke dalam mulut biasanya masih berbentuk potongan atau keratan

yang mempunyai ukuran relatif besar dan tidak dapat diserap langsung oleh dinding usus. Oleh

karena itu sebelum siap diserap oleh dinding usus makanan tersebut harus melewati sistem

pencernaan makanan yang terdiri atas beberapa organ tubuh, yaitu mulut, lambung, dan usus

dengan bantuan pankreas dan empedu. Dalam mulut makanan dihancurkan secara mekanis

oleh gigi dengan jalan dikunyah. Selama penghancuran secara mekanis ini berlangsung,

kelenjar yang ada di sekitar mulut mengeluarkan cairan yang disebut saliva atau ludah. Tiga

kelenjar saliva yaitu kelenjar sublingual, kelenjar submaksilar, dan kelenjar parotid. Kelenjar

sublingual adalah kelenjar saliva yang paling kecil, terletak di bawah lidah bagian depan.

Kelenjar submaksilar terletak di belakang kelenjar sublingual dan lebih dalam. Kelenjar parotid

ialah kelenjar saliva paling besar dan terletak di bagian atau mulut di depan telinga.

Musin dalam saliva adalah suatu zat yang kental dan licin yang berfungsi membasahi

makanan dan sebagai pelumas yang memudahkan atau memperlacar proses menelan

makanan. Cairan air liur mengandung α-amilase yang menghidrolisa ikatan α(1→4) pada

cabang sebelah luar glikogen dan amilopektin menjadi glukosa, sejumlah kecil maltosa, dan

suatu inti tahan hidrolisa yang disebut dekstrin. Hanya sebagian kecil amilum yang dapat

dicema di dalam mulut, oleh karena itu sebaiknya makanan dikunyah lebih lama untuk memberi

kesempatan lebih banyak pemecahan amilum di rongga mulut.

1.2 Tujuan percobaan

a) Untuk menetapkan pH air liur

b) Membuktikan adanya musin dalam air liur

c) Untuk membuktikan adanya musin dalam air liur

d) Untuk mengetahui pengaruh suhu pada aktivitas amylase air liur

Page 112: 668

e) Kerja enzim pada air liur

1.3 Metodologi

Percobaan I : penetapan pH air liur

Cara

kerja :

1. Kumurlah dengan aquadest . sediakan 4 buah tabung reaksi yang masing-masing

berisikan 2 ml HCI, 2 ml asam asetat, 2 ml aquadest, 2 ml NaOH lalu diukur pHnya

masing2 tabung dengan menggunakan indicator universal

2. Setiap tabung ditambahkan larutan kanji 1 %, dan air liur sebanyak 2 ml lalu masukkan ke

dalam masing-masing tabung reaksi yang tersedia.

3. Lalu dikocok dengan baik dan semua tabung di letakkan pada suhu 37  C selam 15 menit

4. Masing-masing tabung dibagi dua bagian, bagian 1 di uji dengan larutan iodium dan satu di uji

dengan larutan benedict

Percobaan II : membuktikan adanya musin dalam air liur

Cara

kerja

1) Masukkan 2 ml air liur yang di saring ke dalam tabung reaksi

Alat Bahan

a. Tabung reaksi

b. Thermometer

c. Gelas kimia

d. Kaki tiga

e. Kasa asbes

f. Indicator universal,

g. Air liur yang tidak di saring,

h. HCI, asam asetat,

i. Aquadest, NaOH,

j. Larutan kanji 1 %,

k. Larutan iodium,

l. Larutan benedict

Alat Bahan

1) Gelas ukur

2) Pipet tetes

3) Tabung reaksi

4) Air liur

5) Asam asetat

6) Kertas saring

Page 113: 668

2) Tambahkan 1 tetes asam asetat encer ke dalam tabung

3) Amati presipitasi dan perubahan viskositas yang terjadi

Percobaan III : Untuk membuktikan adanya karbohidrat dalam air liur secara kualitatif

Cara

kerja  :

1) Masukkan 1 – 2 ml HCI lalu panasi tabung itu selama 10 menit dalam 1 penangas air

mendidih

2) Netralkan dengan 1 – 2 ml NaOH dan kemudian ujilah untuk reaksi reduksi gula dengan

menambahkan ke dalam tabung tersebut sebanyak 10 ml, larutan benedict dan panaskan

selama 5 menit

3) Amati perubahan warna yang terjadi dalam tabung tersebut

Percobaan  IV : Kerja Enzim pada air liur

Cara

kerja

1) Sediakan 4 tabung reaksi dan masing-masing tabung diisi 2 ml air liur dan 2 ml aquadest

lalu dikocok dengan baik

2) Tabung I : diletakkan pada penangas es bersuhu 10  C selama 15 menit

Alat Bahan

a) Tabung reaksi

b) Kaki tiga,

c) Kasa asbes

d) Gelas kimia

e) Air liur

f) HCI

g) NaOH

h) Larutan benedict

Alat Bahan

1) Tabung reaksi

2) Thermometer

3) Gelas kimia

4) Kaki tiga

5) Kasa asbes

6) Gelas ukur

7) Air liur

8) es

9) larutan kanji 1 %

10)Larutan benedict

11)Larutan iodium

Page 114: 668

a. Tabung II : di letakkan pada suhu kamar  selama 5 menit

b. Tabung III : diletakkan pada penangas bersuhu 80

3) Selanjutnya masing-masing tabung ditambahkan dengan larutan kanji 1 % sebanyak 2 ml

4) Letakkan kembali pada masing-masing kondisi suhu selama 10 menit

5) Masing-masing tabung dibagi menjadi 2 bagian, satu bagian di uji dengan larutan iodium dan

satu dengan larutan benedict

Percobaan  V : Kerja enzim pada air liur

Cara

kerja

1) Siapkan roti yang telah dihaluskan lalu diberi air sedikit sehingga diperoleh ekstrak roti

2) Siapkan 4 buah tabung reaksi

a. Tabung I : 10 ml ekstrak roti + 2 ml air liur

b. Tabung II :

c. Tabung III : 10 ml perasan jeruk + 2 ml air liur

d. Tabung IV : 10 ml perasan air jeruk tanpa air liur

3) Tabung 1 dan 2 dipanaskan di atas pembakar spritus sampai mendidih. Kemudian di

tambahkan 5 tetes larutan iodine. Amati perubahan warna yang terjadi

4) Tabung 3 dan 4 tambahkan 3 tetes larutan benedict lalu dimasukkan ke dsalam penangas air

dan didihkan sampai terjadi perubahan warna

Alat Bahan

a) Gelas ukur

b) Pipet tetes

c) Gelas kimia

d) Kaki tiga

e) Kasa asbes

f) Roti

g) Jeruk

h) Larutan iodium

Larutan benedict

Page 115: 668

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Air Liur

Enzim memegang peranan penting dalam berbagai reaksi dalam sel. Sebagai protein,

enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi seperti konversi

energi dan metabolisme pertahanan sel. Enzim amilase memiliki kemampuan untuk memecah

molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang merupakan polimer dari alfa-D-

glikopiranosa akan dipecah oleh enzim pada ikatan alfa-1,4- dan alfa-1,6-glikosida (Hart 2003).

Enzim berfungsi meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara

produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti

dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak

mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim.

Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim

tidak dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross 1995).

Enzim amilase dapat diperoleh dari sekresi air liur atau saliva. Saliva adalah suatu

cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar

ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau

kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan

dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “saliva” (ludah atau air liur). Pembentukan

kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 - 12 minggu) sebagai invaginasi epitel

mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar. Enzim amilase di dalam

tubuh manusia sangat penting. Enzim amilase ikut bertanggung jawab menjaga kesehatan dan

proses metabolisme di dalam tubuh. Kekurangan enzim amilase dapat menyebabkan tubuh

mengalami gangguan pencernaan (maladigesti), yang selanjutnya menyebabkan gangguan

penyerapan (malabsorpsi).

Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran sekresi kelenjar

saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva sebagian besar yaitu sekitar 90

persennya dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa

pengecapan dan pengunyahan makanan (Kidd 1992).

Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan

rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit

sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya

pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya

resiko terjadinya karies yang tinggi. Meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan

pembentukan karang gigi. Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu melicinkan dan membasahi

Page 116: 668

rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan, membasahi dan

melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan

dirasakan, membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman, mempunyai

aktivitas antibacterial dan sistem buffer, membantu proses pencernaan makanan melalui

aktivitas enzim ptyalin (amilase ludah) dan lipase ludah, perpartisipasi dalam proses

pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan darah dan epidermal

growth factor pada saliva, jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang

keseimbangan air dalam tubuh dan membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan

lidah) (Suharsono 1986).

Setiap hari sekitar 1-1.5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri atas

99.24% air dan 0.58% terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42-,

dan zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase (ptialin). Saliva bersifat agak sedikit asam.

Saliva mempunyai pH antara 5.75 sampai 7.05. Pada umumnya pH saliva adalah sedikit

dibawah 7 (Aisjah 1986)

Sebagian orang tidak menyadari betapa pentingnya fungsi air liur, yaitu:

1. Memecah makanan dalam mulut, sehingga dapat dirasakan oleh lidah dan lebih mudah dicerna

oleh perut.

2. Membersihkan makanan dan sel-sel mati dari lapisan mulut

3. Mengikat makanan menjadi bola sehingga dapat ditelan

4. Membersihkan makanan dan bakteri dari gigi

5. Mencegah lapisan mulut kering

6. Menghancurkan atau mencegah pertumbuhan jamur tertentu

7. Menetralisir asam dari makanan dan minuman

8. Membantu menumbuhkan enamel gigi yang rusak, karena kalsium dan kadar fosfor

Goodson memperkirakan rata-rata seseorang memproduksi kurang lebih setengah liter

air liur dalam satu hari. Tapi tentu saja jumlah ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain:

1. Gen

2. Waktu (produksi air liur melambat secara drastis di malam hari)

3. Banyak air yang diminum

Page 117: 668

4. Sedang mengunyah permen karet atau menghisap permen keras (keduanya meningkatkan

produksi air liur)

5. Mencium sesuatu yang menarik (juga meningkatkan produksi air liur, itu sebabnya ada istilah

‘lezat’)

6. Lebih dari 400 obat menyebabkan penurunan produksi air liur

7. Umur produksi (air liur menurun seiring dengan usia)

8. Memiliki kondisi atau penyakit yang mempengaruhi produksi air liur, seperti sindrom Sjorgen,

atau sedang menjalani terapi radiasi.

Selain dalam pencernaan air liur juga berperan dalam kebersihan mulut. Sekresi saliva

terutama tipe mucus penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan rongga mulut.

Rongga mulut berisi bakteri atau kuman patogen (merugikan) yang dengan mudah merusak

jaringan dan menimbulkan karies gigi (gigi berlubang). Air liur juga mencegah kerusakan

dengan beberapa cara. Pertama, aliran air liur itu sendiri membantu membuang bakteri atau

kuman patogen juga pertikel makanan yang memberi dukungan nutrisi metabolik bagi bakteri itu

sendiri. Kedua, air liur mengandung beberapa faktor yang menghancurkan bakteri salah

satunya adalah ion tiosianat dan beberapa cairan proteolitik terutama lisosim yang

menghancurkan bakteri,membantu ion tiosianat membunuh bakteri,mencerna partikel makanan

dan air liur mengandung antibody protein yang menghancurkan bakteri.

Page 118: 668

BAB III

HASIL PERCOBAAN

1. Percobaan I : Penetapan pH air liur

Larutan pH Uji iod Uji benedict

HCI 3 Keruh kecoklatan Berwarna biru

Asam Asetat 3 Keruh kecoklatan Berwarna biru

Aquadest 2 Keruh kecoklatan Berwarna biru

NaOH 12 Keruh kecoklatan Biru jernih

2. Percobaan II : adanya musin dalam air liur

Tabung I

Air liur yang disaring 2 ml

Larutan asam asetat 1-2  tetes

Campur dengan baik

Hasil yang terbentuk (+/-)

Presipitasi (+)

Putih keruh (+)

Terbentuk gel. bening keputihan (+)

           

3. Uji benedict

Tabung Hasil pengamatan

Air liur 2 ml

Larutan HCI 1 –  ml

Dipanaskan selama 10 menit

Hasil yang tebentuk

Page 119: 668

Larutan NaOH 1 – 2 ml

Larutan benedict 10 ml

Dipanaskan beberapa menit

Hasil yang terbentuk Warna biru pekat

4. Untuk mengetahui pengaruh suhu pada aktivitas amylase air liur

Suhu Uji Iod UJi Benedict

10 C Mengendap dan sedikit berbusa

Mengendap dan sedikit berbusa

Suhu kamar Mengendap dan sedikit berbusa

Tidak terjadi perubahan

37 C Mengendap dan sedikit berbusa

Tidak terjadi perubahan

80 C pengendapan berwarna putih

Terjadi pengendapan

Ket : + : Positif

- : Negatif

5. Kerja enzim pada air liur

a. Uji karbohidrat

No. Bahan makananDiberi ludah

Larutan iodine 5

teteswarna

1 Roti Terjadi endapan

2 Roti - Warna tidak berubah

b. Uji Glukosa

No. Bahan makanan Diberi ludah

Larutan benedict  3

warna

Page 120: 668

tetes

1 Jeruk Terdapat endapan

2 Jeruk - Warna tidak berubah

Page 121: 668

BAB IV

PEMBAHASAN

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu , pH, konsentrasi

substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim

karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping

itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi

dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.

Kemudian pH berpengaruh terhadap fungsi enzim karena pada umumnya efektifitas maksimum

suatu enzim pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5 – 8,0. Pada pH yang

terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena

menjadi denaturasi protein.

Kondisi pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim melalui pengubahan struktur atau

pengubahan muatan pada residu yang berfungsi dalam pengikatan substrat atau katalis.

Sebagai contoh, enzim bermuatan negatif (Enz-) bereaksi dengan substrat bermuatan  EnzSH.

Pada pH yang rendah, Enz- mengalamipositif (SH+) : Enz- + SH+  protonasi dan kehilangan

muatan negatifnya (enzim dinetralisir) : Enz- +  EnzH. Sedangkan pada pH yang tinggi, SH+

mengalami ionisasi danH+   S + H+.kehilangan muatan positifnya (substrat dinetralisir) :

SH+  Karena (berdasarkan definisi) satu-satunya bentuk yang mengadakan interaksi adalah

SH+ dan Enz-, nilai pH yang ekstrim (tinggi ataupun rendah) akan menurunkan kecepatan

reaksi (Peodjiadi 2006).

Enzim amilase saliva memiliki pH optimal pada pH 7, karena pada pH ini diperoleh

aktivitas enzim yang tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi). Umumnya, kecepatan reaksi

enzimatik meningkat hingga mencapai pH optimal dan menurun setelah pH lebih besar dari pH

optimal. Hasil percobaan, pada pH 1 (uji Iod) dan pH 5 (uji benedict) aktivitas enzim masih ada,

tetapi kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi enzimatik yang kecil pula). Hal ini disebabkan

pada pH kurang dari 4, enzim amilase saliva menjadi tidak aktif. Menurut Amerongen (1991)

amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida

(pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan

glikosodat α(1 4). Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga

kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam

menembus partikel makanan. Pada pH 1 diperoleh hasil positif pada uji iod dan hasil negatif

pada uji benedict. Seharusnya hasil yang diperoleh uji iod dan uji benedict adalah negatif,

sebab pada pH tersebut enzim amilase tidak aktif dan karbohidrat pun seharusnya terhidrolisis

karena pemanasan dan pH yang sangat asam.

Uji iod terhadap campuran saliva dan pati yang memiliki pH 5 menunjukkan warna

kuning pudar yang menunjukkan hasil yang negatif. Hal tersebut dikarenakan pH yang

digunakan terlalu rendah untuk kerja optimum enzim amilase pada saliva yang digunakan.

Page 122: 668

Sementara pada pH 7 dan 9, uji ini memberikan reaksi yang positif. Hasil uji Benedict

menunjukkan reaksi negatif pada pH 1 dan menunjukkan reaksi positif pada pH 5, 7, dan 9. Hal

ini menunjukkan bahwa enzim amilase tidak bekerja pada pH yang terlalu rendah maupun

terlalu tinggi. Dari hasil uji Benedict ini warna kuning pekat dimiliki oleh tabung yang ber-pH 5.

Oleh karena itu berdasarkan hasil percobaan pH optimum untuk aktivitas enzim amilase adalah

pada pH 5. Padahal pada umumnya pH optimum saliva adalah mendekati 7. Hal ini dapat

disebabkan oleh kesalahan-kesalahan pada saat praktikum seperti faktor pemanasan yang

tidak berjalan stabil pada suhu 37oC karena terputusnya aliran listrik. Faktor pengocokan yang

kurang sempurna juga dapat mempengaruhi hasil ini. Selain itu, larutan dengan variasi pH yang

dibuat pun tidak cukup akurat untuk dijadikan indikasi pengukuran laju reaksi optimum enzinm

dengan variabel pH, karena pembuatan larutan pun masih dalam skala kualitatif bukan

kuantitatif.

Dalam saliva yang tidak dipanaskan, dihasilkan warna ungu yang makin lama makin

jernih. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu optimum, enzim amilase dapat menjalankan

fungsinya, mengubah amilum menjadi maltosa. Amilum dan dekstrin yang molekulnya masih

besar dengan iodium memberi warna biru, dekstrin-dekstrin antaranya (eritrodekstrin) memberi

warna coklat kemerah-merahan. Sedangkan dekstrin-dekstrin yang molekulnya sudah kecil lagi

(akhrodekstrin) dan maltosa tidak memberi warna dengan iodium. Titik saat campuran tidak

memberi warna lagi (jernih) disebut titik akromatik.

Page 123: 668

BAB V

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Enzim amilase dapat bekerja optimal pada pH optimumnya, yaitu sekitar pada pH 7 dan

sekitarnya. Enzim akan berkurang laju reaksinya atau akan rusak pada pH yang ekstrim, yang di

bawah pH 4,0 dan di atas pH 10. Aktivitas enzim amilase dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah perubahan pH, suhu, pelarut organik, dan yang menyebabkan denaturasi

protein. Pengujian pengaruh suhu terhadap air liur digunakan dua pereaksi yang berbeda. Uji

Yodium terhadap hasil percobaan pengaruh suhu aktivitas amilase air liur yang dipanaskan

pada suhu 80oC dan 37oC memberikan hasil yang positif, yaitu larutan menjadi berwarna kuning

dan kecokelatan. Hal tersebut

B. Saran

Page 124: 668

Laporan Praktikum - Kerja Enzim Pada Air LiurNama Praktikum : Kerja Enzim Pada Air Liur

Tujuan Praktikum : Mengetahui kerja enzim pada air liur

Tanggal Praktikum : 5 Febuari 2013

Dasar Teori :

Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di berbagai

bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang penting dalam

sistem pencernaan manusia adalah enzim ptialin yang hanya bekerja untuk

enzim amilase. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva

yang disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga

mengandung 99,5% air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas

atau hidrolisis awal pada waktu mengunyah dan menelan makanan. Amilase

yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat

polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida

lain dengan menyerang ikatan glikosodat α. Amilase liur akan segera

terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan

dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus

Page 125: 668

partikel makanan.

Percobaan enzim amilase ini adalah suatu bentuk analisis yang ditujukan untuk

mengetahui aktivitas enzim. amilase adalah sebuah enzim yang berfungsi untuk

memecahkan ikatan glikosidik yang dimiliki oleh poliskarida, ikatan glikosidik

yaitu ikatan khas yang terdapat pada karbohidrat (monosakarida, disakarida ,

dan polisakarida), dengan perombakan oleh amilase suatu bentuk polisakarida

dapat dirubah menjadi bentuk intermedietnya yaitu disakarida.

Amilase dapat dihasilkan di beberapa kelenjar eksokrin didalam tubuh,

diantaranya air liur, pankeras, dll. Prinsip kerja praktikum kerja enzim amilum ini

adalah komparasi kerja enzim yang diberi perlakuan termal yaitu dengan

pemanasan dengan enzim yang tanpa pemanasan, dan dalam pengamatannya

perlakuan iod sebagai indikator pengaruh suhu terhadap kerja enzim setiap

interval 5 menit sekali.

Ada dua teori yang menjelaskan mengenai cara kerja enzim yaitu:

1. Teori kunci dan gembok

Teori ini diusulkan oleh Enul Fischer pada tahun 1894. Menurut teori ini, enzim

bekerja sangat spesifik. Enzim dan substrat memiliki bentuk geometri

komplemen yang sama persis sehingga bisa saling melekat.

2. Teori ketepatan induksi

Teori ini diusulkan oleh Daniel Koshland pada 1958. Menurut teori ini, enzim

tidak merupakan struktur yang spesifik melainkan struktuk yang fleksibel.

Bentuk sisi aktif enzim, sisi aktif enzim berubah bentuk untuk menyerupai

substrat

Cara kerja enzim adalah dengan membentuk senyawa enzim-substrat,

kemudian menghasilkan suatu produk tanpa merubah senyawa enzim itu

sendiri, setelah produk terbentuk maka enzim akan melepaskan diri untuk

membentuk senyawa baru dengan substrat yang lain.

Dalam percobaan ini pula digunakan larutan Fehling A & B yang digunakan

untuk menentukan bahan atau larutan mengandung amilum dan kadar glukosa

Page 126: 668

juga untuk menandai enzim bekerja optimal atau tidak ditandai dengan

perubahan warna nantinya.

Larutan Fehling A adalah larutan CuSO4, sedangkan larutan Fehling B adalah

Larutan kalium natrium tartrat dan NaOH dalam air.

Kedua larutan ini disimpan dalam wadah terpisah dan baru akan dicampur

ketika akan digunakan.

Sumber Dasar Teori :

Google.com

Buku IPA Biologi kelas XI, Yudhistira

Buku IPA Kimia kelas XI, Grafindo Media Pratama

Alat dan Bahan :

Penjepit

Gelas reaksi

Pipet tetes

Tabung reaksi

Cawan petri

Aquades

Corong kaca

Lensa mikroskop

Pinset

Pembakar spiritus

Indicator PH universal

Air liur

Larutan Fetilling A & B

Tepung kanji

NaOH 10 %

HCl 3,5 %

Cara Kerja : 

Page 127: 668

Uji terhadap Amilum

1. Masukkan larutan kanji ke dalam tabung reaksi A & B masing-masing 1 ml

2. Masukkan 1 ml air liur ke dalam tabung B, kemudian kocok sampai rata dan

biarkan selama 5 menit.

3. Ukur PH larutan kanji ke dalam tabung B dengan menggunakan indicator PH

universal, kemudian catat hasilnya.

4. Masukkan masing-masing 3 tetes larutan fehling A & B ke dalam tabung A &

B, kemudian dipanaskan diatas pembakar spiritus selama 1 menit.

5. Amati perubahan warna larutan pada tabung reaksi A & B

Uji Larutan

1. Masukkan larutan kanji ke dalam tabung reaksi C & D masing-masing 1 ml.

2. Tambahkan 3 tetes HCl 3,5 % ke dalam tabung reaksi C & 3 tetes NaOH 10 %

ke dalam tabung reaksi D.

3. Ukur PH larutan kanji dengan menggunakan kertas indicator PH universal &

mencatat hasilnya.

4. Tambahkan 1 ml air liur masing-masing ke dalam tabung reaksi C & D,

kemudian dikocok sampai rata & biarkan selama 5 menit.

5. Uji kedua larutan tersebut menggunakan fehling A & B, kemudian panaskan

kedua larutan tersebut diatas pembakar spiritus selama ± 1 menit.

6. Mengamati perubahan warna larutan pada tabung reaksi C & D.

Data Pengamatan :

Tabung Bahan dan Perlakuan Bahan Hasil uji

+ -

A Larutan kanji + Fehling A & B

B Larutan kanji + air liur + fehling A & B

Page 128: 668

C Larutan knaji + HCl + air liur + fehilng A & B

D Larutan kanji + NaOH + air liur + fehling A & B

Pertanyaan :

Soal

1) Bagaimanakah perubahan warna pada tabung A & B? apa arti dari perubahan

warna tersebut?

2) Mengapa pemberian HCl dan NaOH dilakukan lebih dahulu daripada air liur?

3) Pada pH berapa enzim ptialin bekerja secara efektif?

Jawaban

1) Pada tabung A, tidak berubah. Karena tidak terjadi perubahan amilum

menjadi maltosa.

Pada tabung B, berubah. Karena adanya perubahan amilum menjadi maltosa.

2) Pemberian HCl dan NaOH dilakukan terlebih dahulu, Karena enzim ptialin

akan bereaksi dengan larutan dalam tabung C & D. Sehingga pemberian HCl

dan NaOH menjadi tidak ada fungsinya.

Pemberian HCl dan NaOH sebelum air liur agar dapat menguji apakah ada

pengaruh pH asam atau basa terhadap kerja enzim ptialin/amilase.

3) Enzim ptialin bekerja secara efektif saat pH mencapai kisaran 7. Bila dalam

keadaan asam atau basa, enzim ini tidak bekerja efektif.

Page 129: 668
Page 130: 668