668
TRANSCRIPT
Aktivitas Enzim Amilase
LAPORAN PRAKTIKUMFISIOLOGI TUMBUHAN
PERCOBAAN V
AKTIVITAS ENZIM AMILASE
NAMA : OLIVIA DATU PARUNG
NIM : H411 11 008
HARI/TGL PERCOBAAN : SELASA, 20 NOVEMBER 2012
KELOMPOK : 1 (SATU)
ASISTEN : GABY MAULIDA NURDIN
ASLIAH
LABORATORIUM BOTANI JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Reaksi kimia tetap berlangsung tanpa enzim. Namun, reaksi tersebut berjalan lambat.
Berbagai reaksi kimia metabolis di dalam tubuh organisme dapat berlangsung dengan cepat
karena sel organisme tersebut menghasilkan enzim. Misalnya saja kita yang dapat menyimpan
larutan glukosa dalam jangka waktu tak terbatas bila disimpan di dalam botol yang terjaga
kondisinya dan tidak tercemar oleh jamur atau bakteri. Larutan glukosa tersebut akan terurai bila
berada di dalam sitoplasma sel. Reaksi kimia di dalam sel dilakukan oleh enzim yang termasuk
ke dalam golongan katalis (Hedy, 1990).
Menurut Hedy (1990), katalis adalah zat yang mempercepat reaksi dengan energi aktivasi
tanpa mengubah hasil akhir (produk). Enzim tidak ikut serta dalam pengubahan suatu zat
(reaksi), tetapi zat tersebut sibuat berulang kali untuk mempercepat reaksi. Enzim adalah katalis
protein yang dihasilkan oleh sel. Zat tersebut mengatur kecepatan dan kekhususan ribuan reaksi
kimia yang berlangsung di dalam sel.
Enzim bekerja pada perangkat substrat (reaktan) dan mengubahnya menjadi suatu
perangkat hasil (produk). Daerah pada enzim yang mengikat suatu substrat adalah sisi aktif
(tempat aktif). Tingkat kekhhususan yang tinggi memungkinkan sel mengendalikan reaksi-reaksi
metabolisme dengan mengatur bentuk dan jumlah enzim yang dihasilkan (Hedy, 1990).
Enzim (eksoenzim) yang berperan dalam merubah karbohidrat komplek adalah
karbohidrase, amilase, selulase. Pati merupakan substansi yang terlebih dahulu harus diubah
menjadi molekul lebih sederhana agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi
enzim untuk memecah substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase (Mahbub, 2011).
Amilase sendiri merupakan enzim yang paling penting dan keberadaanya paling besar,
pada bidang bioteknologi, enzim ini diperjual belikan sebanyak 25% dari total enzim yang
lainya. Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti tanaman, hewan dan
mikroorganisme (Mahbub, 2011).
Dan untuk lebih mengetahui dan memahami kerja suatu enzim amilase, maka percobaan
ini dilakukan.
I.2 Tujuan percobaan
Tujuan diadakannya percobaan ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian enzim
amilase terhadap larutan pati yang terdapat dalam kentang Solanum tuberosum.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 20 November 2012, pukul 14.00 -
17.00 WITA di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air liur atau saliva sebagian besar diproduksi oleh tiga kelenjar utama yakni kelenjar
parotis, kelenjar sublingual dan kelenjar submandibula. Volume air liur yang diproduksi
bervariasi yaitu 0,5 – 1,5 liter setiap hari tergantung pada tingkat perangsangannya. Mengutip
Guyton & Hall dalam Textbook of Medical Physiology, air liur atau saliva mengandung dua tipe
pengeluaran atau sekresi cairan yang utama yakni sekresi serus yang mengandung ptyalin (suatu
alfa amylase) yang merupakan enzim untuk mencernakan karbohidrat dan sekresi mucus yang
mengandung musin untuk tujuan pelumasan atau perlindungan permukaan yang sebagian besar
dihasilkan oleh kelenjar parotis. Cairan tipe mucus itu disekresikan atau dikeluarkan setiap detik
sepanjang waktu kecuali saat tidur yang produksinya lebih sedikit (Poedjiati, 1994).
Menurut Poedjiati (1994), dalam hal pencernaan, air liur berperan dalam membantu
pencernaan karbohidrat. Karbohidrat atau tepung sudah mulai dipecah sebaagian kecil dalam
mulut oleh enzim ptyalin. Enzim dalam air liur itu memecah tepung (amylum) menjadi
disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya. Misalnya, saat Anda mengunyah nasi yang
terasa tawar lama-kelamaan akan terasa manis akibat pecahnya zat tepung menjadi maltosa yang
rasanya manis.
Selain dalam pencernaan air liur juga berperan dalam kebersihan mulut. Sekresi saliva
terutama tipe mucus penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan rongga mulut. Rongga
mulut berisi bakteri atau kuman patogen (merugikan) yang dengan mudah merusak jaringan dan
menimbulkan karies gigi (gigi berlubang). Air liur juga mencegah kerusakan dengan beberapa
cara. Pertama, aliran air liur itu sendiri membantu membuang bakteri atau kuman patogen juga
pertikel makanan yang memberi dukungan nutrisi metabolik bagi bakteri itu sendiri. Kedua, air
liur mengandung beberapa faktor yang menghancurkan bakteri salah satunya adalah ion tiosianat
dan beberapa cairan proteolitik terutama lisosim yang menghancurkan bakteri,membantu ion
tiosianat membunuh bakteri,mencerna partikel makanan dan air liur mengandung antibody
protein yang menghancurkan bakteri (Poedjiati, 1994).
Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim,
apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang
seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus
protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor.
Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut
gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang
disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang
memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau
direaksikan oleh enzim (Dwidjoseputro, 1992).
Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan
pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan
bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak
mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim.
Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak
dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross, 1995).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah
(Dwidjoseputro, 1992) :
a. Suhu
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim
dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan
suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan terganggu sehingga
konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
b. pH
Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH
4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif
secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
c. konsentrasi enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada
konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksibertambah
dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
d. Konsentrasi substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat
reaksi. Akan tetapi, jika pada batas tertentu tidak terjadi
kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
e. Zat-zat penghambat
Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada
bagian aktif yang mengalami hambatan.
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu.
Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh
emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa.
Gambar 1: Cara kerja enzim amylaseSumber: http://mrwandi.blogspot.com
Menurut Salisbury dan Ross (1992) amilase merupakan enzim yang paling penting dan
keberadaanya paling besar, pada bidang bioteknologi, enzim ini diperjual belikan sebanyak 25%
dari total enzim yang lainya. Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti tanaman,
hewan dan mikroorganisme. Amilase yang berasal dari mikroorganisme banyak digunakan
dalam industri, hal ini dikarenakan mikroorganisme periode pertumbuhanya pendek. Amilase
pertama kali yang diproduksi adalah amilase yang berasal dari fungi pada tahun 1894.
Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai sumber karbon. Contoh-contoh
sumber karbon yang murah adalah sekam, molase, tepung jagung, jagung, limbah tapioka dan
sebagainya. Jika digunakan limbah sebagai substrat, maka limbah tadi dapat diperkaya nutrisinya
untuk mengoptimalkan produksi enzim. Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai suplemen
antara laian: pati, sukrosa, laktosa, maltosa, dekstyrosa, fruktosa, dan glukosa. Sumber nitrogen
sebagai suplemen antara lain: pepton, tripton, ekstrak daging, ekstrak khamir, amonium sulfat,
tepung kedelai, urea dan natrium nitrat (Salisbury dan Ross, 1992).
Menurut Hedy (1990) protein sebagai salah satu kelompok makromolekul adalah katalis
yang sangat efektif untuk banyak reaksi kimia yang beragam karena kemampuan mereka untuk
terikat secara spesifik pada banyak molekul. Dengan memanfaatkan gaya intermolekular, enzim
membawa substrat pada orientasi optimal yang mana hal ini merupakan tahap stabilisasi keadaan
transisi, yang merupakan bagian dengan tingkat energi yang paling tinggi dalam suatu reaksi
kimia.
Melalui stabilisasi keadaan transisi secara selektif, enzim menentukan satu dari beberapa
reaksi kimia yang mungkin berlangsung. Spesifisitas enzim berkaitan dengan interaksi yang
tepat dari substrat dengan enzim, ini merupakan hasil dari struktur tiga dimensi dari protein
enzim yang berbelit-belit. Aktivitas katalitik enzim bergantung juga pada kehadiran molekul-
molekul kecil yang disebut sebagai kofaktor. Bila kofaktornya berupa molekul organik, maka
secara khusus disebut sebagai koenzim (Hedy, 1990).
Dalam setiap reaksi kimia, terdapat tahapan-tahapan tertentu yang harus dilewati oleh
suatu molekul hingga ia berubah menjadi produk. Mulai dari tahap awal, di mana ia belum
berubah, kemudian ada satu tahap di mana seluruh bagian atau fraksi molekul tersebut berada
dalam keadaan energi paling tinggi dan tahap di mana zat awal telah berubah menjadi produk.
(Hedy, 1990).
Gambar 2: Tempat terbentuknya enzim amylase
Sumber: http://amihola.blogspot.com
Suatu reaksi kimia, dimungkinkan untuk terjadi bila reaktannya mengandung energy
dalam yang mampu membawa semua fraksi molekul reaktan untuk melewati batasan energi
sehingga semua bagian molekulnya bisa berada pada keadaan transisi. Pada tahap ini, molekul
mempunyai peluang yang sama apakah ia akan berubah menjadi produk atau kembali lagi
membentuk reaktan. Kecepatan reaksi tergantung pada banyaknya fraksi molekul yang berada
pada keadaan transisi ini. Semakin banyak, semakin cepat reaksi terjadi. Untuk mencapai hal
ini, dapat dilakukan antara lain dengan menaikkan temperatur reaksi sehingga energi kinetik
molekul-molekul pereaksi meningkat dan semakin banyak yang dapat melewati batasan energi
keadaan transisi. Cara lain yaitu dengan menggunakan katalis yang akan menurunkan energi
aktivasi sehingga semakin banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi (Poedjiati,
1994).
Enzim mempercepat reaksi dengan memfasilitasi pembentukan keadaan transisi, tanpa
mengubah energi bebas reaksi, dan karenanya keadaan energi bebas produk dan substrat adalah
sama. Energi bebas untuk pencapaian keadaan transisi tidak ikut dihitung dalam penentuan
energi bebas reaksi, karena energi bebas saat keadaan transisi atau energi aktivasi yang
diperlukan, akan diperoleh kembali saat keadaan transisi berubah menjadi produk. Alhasil,
energi bebas produk dan substrat atau reaktan adalah tetap, sedangkan laju reaksi dapat
meningkat. Enzim mempercepat reaksi dengan mengurangi energi aktivasi. Kombinasi enzim-
substrat menghasilkan suatu jalur reaksi yang energi transisinya lebih rendah daripada yang
dimiliki oleh reaksi yang tanpa dikatalisis. Esensi dari katalisis adalah pengikatan yang khusus
pada keadaan transisi. (Poedjati, 1994).
Menurut Mahbub (2011) konsentrasi substrat mempengaruhi dengan nyata kecepatan
reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Pada konsentrasi substrat yang amat rendah, kecepatan
maksimum amat rendah, tetapi, kecepatan ini akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi
substrat. Peningkatan laju reaksi akan semakin kecil seiring dengan terus bertambahnya
konsentrasi substrat, hingga akhirnya akan dicapai suatu suatu titik batas, dan setelah titik ini
dilampaui, kecepatan reaksi hanya akan meningkat sedemikian kecil dengan bertambahnya
konsentrasi substrat. Bagaimanapun tingginya konsentrasi substrat setelah titik ini dicapai,
kecepatan reaksi akan mendekati tetapi tidak pernah mencapai garis maksimum. Pada batas ini,
yang disebut kecepatan maksimum (Vmaks), enzim menjadi jenuh oleh substratnya, dan tidak
dapat berfungsi lebih cepat.
Pengaruh kejenuhan ini diperlihatkan oleh hampir semua enzim. Selanjutnya, dari
pengamatan akan hal ini, diperolehlah suatu teori umum mengenai kerja enzim, bahwa : enzim E
pertama-tama bergabung dengan substratnya S dalam reaksi dapat balik, membentuk kompleks
enzim-substrat ES. Reaksi ini berlangsung relative cepat. Kompleks ES lalu terurai dalam
reaksi dapat balik kedua, yang lebih lambat, menghasilkan produk P, dan enzim bebas E. Reaksi
kedua merupakan tahap yang membatasi kecepatan. Kecepatan reaksi katalitik menjadi
maksimum jika semua enzim terdapat sebagai ES dan konsentrasi enzim bebas menjadi sangat
kecil. Keadaan ini tercapai pada konsentrasi substrat tinggi. Jika konsentrasi S ditingkatkan
maka, dapat dikatakan bahwa semua enzim bebas E berubah ke bentuk ES. Pada reaksi yang
kedua dalam siklus katalitik, kompleks ES terus-menerus, dan dengan cepat terurai menjadi P
dan enzim bebas E. Tetapi, bila konsentrasi substrat S cukup tinggi, enzim bebas E akan segera
berikatan dengan molekul S yang lain. Pada keadaan ini tercapai suatu keadaan kesetimbangan
dengan enzim yang senantiasa jenuh oleh substratnya dan tercapai kecepatan
maksimum. Michaelis-Menten menurunkan suatu persamaan yang menghubungkan laju awal
dengan konsentrasi substrat (Mahbub, 2011).
Dalam persamaan ini, vo adalah kecepatan awal pada konsentrasi substrat [S], Vmaksadalah
kecepatan maksimum dan KM adalah tetapan Michaelis-Menten enzim bagi substrat
tertentu. KM bersifat khas bagi enzim tertentu, dengan substrat spesifik pada kondisi pH dan
suhu tertentu (Mahbub, 2011).
Enzim amilase merupakan enzim yang menguraikan pati. Enzim ini terdistribusi secara
luas pada mikroba, tumbuhan dan hewan. Mereka bertindak dengan menghidrolisis ikatan di
antara unit-unit glukosa yang berikatan menghasilkan produk yang khas dengan enzim tertentu
yang terlibat (Kimball, 1991).
Dalam bukunya, Kimball (1991) menuliskan bahwa amilase merupakan enzim yang
banyak dipelajari dan diaplikasikan pada berbagai keperluan industri bioteknologi. Enzim ini
diperjualbelikan sebanyak 25% dari total enzim yang lainnya. Sumber enzim amylase
didapatkan dari berbagai organisme termasuk tanaman, hewan dan mikroorganisme.
Amilase mencerna karbohidrat (polisakarida) menjadi disakarida yang lebih sederhana,
bahkan mengkonversi mereka menjadi monosakarida seperti glukosa. Orang – orang yang tidak
dapat mencerna lemak, seringkali mengkonsumsi gula dan karbohidrat untuk mengatasi
kekurangan lemak dalam makanan mereka. Amilase tidak hanya mencerna karbohidrat, tetapi
juga mencerna sel darah putih yang mati (pus). Amilase juga terlibat dalam reaksi antiinflamasi
seperti yang disebabkan oleh pelepasan histamine dan zat-zat lain yang serupa. Respon
inflamasi biasanya terjadi pada organ yang berhubungan dengan lingkungan luar (Kimball,
1991).
Terdapat beberapa macam enzim amylase, enzim α-amilase bertindak pada lokasi yang
acak di sepanjang rantai polisakarida, memecah rantai panjang karbohidrat, terutama
menghasilkan maltotriosa dan maltosa dari amilosa atau maltose. Karena dia dapat bertindak di
mana pun pada substrat, α-amilase cenderung bertindak lebih cepat dibanding β-amilase. Pada
manusia, baik saliva maupun amylase dari kelenjar pankreas adalah α-amilase. Enzim ini
bekerja optimal pada pH 6,7-7. Selain α-amilase, ada juga β-amilase. Enzim ini bekerja pada
ujung non pereduksi. Selama proses pematangan buah, enzim ini memecah pati
menjadi maltose, manghasilkan rasa manis pada buah yang matang. Enzi mini bekerja pada pH
optimum 4-5. Jenis lainnya dari enzim amylase adalah γ-amilase. Enzim amylase jenis ini,
tidak seperti enzim amylase yang lain, memiliki pH optimum 3 (Mahbub, 2011).
Gambar 3: Struktur enzim amylaseSumber: http://amihola.blogspot.com
Adanya beberapa enzim yang dapat diujikan secara langsung karena diperlukan
konsentrasi yang sangat rendah untuk mengkatalisis suatu bagian dari reaksi. Oleh karena itu,
adanya enzim dapat digambarkan dengan hilangnya substrat atau terbentuknya produk-produk
reaksi. Enzim diinkubasi dengan substrat pada kondisi yang sesuai, sehingga sampel akan
terurai pada interval waktu tertentu dan kemudian dianalisis (Naters, dkk., 2004)
Penggunaan biomakers saliva telah mendapatkan popularitas meningkat selama dekade
terakhir dalam penelitian psikologis dan biomedis. sedangkan pengukuran kortisolbebas dalam
air liur telah terbukti berguna untuk menilai fungsi dan
reaktivitas dari hipofisisadrenal hipotalamus (HPA), sebuah penanda yang
cocok dari kegiatan medulersympathoadrenal dalam air liur belum belum ditemukan (Naters,
dkk., 2004).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, gegep, pengaduk, bunsen
spiritus, stopwatch, pipet tetes, pisau, spiritus, tissue dan korek api.
III.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah amilum kentang Solanum
tuberosum, larutan Mb (Metilen blue), air dan saliva 2 ml.
III.3 Prosedur percobaan
Prosedur kerja percobaan ini adalah :
1. Menyiapkan saliva ke dalam 4 buah tabung reaksi masing-masing sebanyak 2 ml.
2. Memanaskan tabung I dan II pada bunsen sebelum dimasukkan saliva 2 ml dan tabung III dan
IV didiamkan pada suhu kamar.
3. Pada kedua tabung, memasukkan 2 ml larutan pati/starch kentang Solanum tuberosum,
kemudian homogenkan.
4. Meneteskan masing-masing larutan campuran antara saliva dan larutan pati kemudian
meneteskan larutan Mb sebanyak 3 tetes kemudian mengaduk campuran tersebut.
5. Mengamati perubahan warna yang terjadi, dimana melakukan perhitungan waktu menggunakan
stopwatch pada 2 menit pertama, 2 menit kedua dan seterusnya hingga 10 menit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
WaktuWarna larutan
Dipanaskan Tidak dipanaskan
2 ++ +++
4
6
8
10
++
+++
+++
+++
+++
+++
+++
+++
Keterangan :
+ : Bening
++ : Biru Muda
+++ : Biru Tua
IV.2 Pembahasan
Percobaan mengenai aktivitas enzim amilase ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
enzim amilase terhadap larutan pati/starch yang terdapat pada kentang Solanum
tuberosum. Fungsi enzim amilase untuk mengubah amilum
enzim amilase merupakan enzim yang berperan dalam mengubah amilum yang tergolong
polisakarida menjadi maltosa yang tergolong oligosakarida kemudian nantinya akan diubah
menjadi monosakarida.
Percobaan ini menggunakan saliva sebagai salah satu bahan percobaan karena saliva
mengandung enzim amilase. Disamping amilase, disediakan pula larutan Methylen Blue sebagai
indikator warna untuk mengetahui ada tidaknya amilum yang terdapat dalam sari kentang
tersebut.
Empat buah tabung reaksi yang diisi dengan saliva masing-masing sebanyak 2 mL
dipisahkan menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama dipanaskan dengan menggunakan bunsen
spiritus sampai saliva dalam kedua tabung tersebut mendidih, dan kemudian ditambahi dengan
pati/starch kentang kurang lebih sebanyak saliva tersebut, serta ditambahi juga 3 tetes MB. Saat
yang bersamaan, kelompok tabung yang kedua juga ditambahi dengan pati/starch kentang
dengan volume yang hampir sama dan 3 tetes MB.
Hasil yang diperoleh pada tabung kelompok pertama yang diberikan perlakuan
pemanasan serta penambahan MB adalah pada menit ke-2 sampai menit ke-4 warnanya menjadi
biru muda dan pada menit ke-6 dan ke-8 warnanya berubah menjadi biru tua.
Kelompok tabung yang tidak dipanaskan setelah penambahan MB pada setiap interval 2
menit selama 10 menit akan dilihat kecepatan enzim dalam menguraikan amilum. Larutan yang
awalnya berwarna merah cokelat karena larutan pati kentang, setelah 2 menit sampai 4 menit
larutanya berubah warna menjadi berwarna biru tua, dan tetap berwarna biru tua sampai pada
menit ke-10.
Perubahan ini terjadi karena larutan amilum yang digunakan mengandung amilopektin dan ada
kemungkinan tidak tercampur merata dengan amilum dari kentangnya.
Perbedaan warna tersebut diperoleh karena adanya perbedaan perlakuan untuk kedua
kelompok tabung tersebut. Kelompok tabung yang dipanaskan warnanya dari biru muda menjadi
biru tua karena enzim amilasenya telah mengalami denaturasi walaupun tidak secara merata.
Dilihat dari masih adanya perubahan warna pada menit ke-4 dan ke-6. Pada kelompok tabung
yang tidak dipanaskan tidak mengalami perubahan warna dari menit ke-2 sampai ke-10
menandakan bahwa enzim bekerja dengan baik karena berada pada suhu yang optimum.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah
(Dwidjoseputro, 1992) :
a. Suhu
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim
dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan
suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan terganggu sehingga
konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
b. pH
Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH
4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif
secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
c. konsentrasi enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada
konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksibertambah
dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
d. Konsentrasi substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat
reaksi. Akan tetapi, jika pada batas tertentu tidak terjadi
kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
e. Zat-zat penghambat
Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada
bagian aktif yang mengalami hambatan.
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu.
Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh
emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa
BAB V
PENUTUP
V.I Kesimpulan
Kesimpulan dari percobann ini adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kerja enzim
yaitu suhu. Enzim amilase dapat menguraikan larutan pati yang terdapat dalam kentangSolanum
tuberosum jika suhunya berada pada suhu kamar, namun beda jika sudah melalui proses
pemanasan karena enzimnya telah mengalami denaturasi sehingga tidak dapat bekerja dengan
baik. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, pH, konsentrasi enzi,
konsentrasi substrat dan inhibitor atau zat penghambat.
V.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan ini dilakukan terlebih dahulu pengecekan
terhadap kelayakan alat dan bahan yang akan digunakan, karena hal itu sangat berpengaruh
terhadap hasil reaksi
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, 1992. Pengantar fisiologi tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hedy, Suwarsono, 1990. Biologi Pertanian. Rajawali, Jakarta.
Kimball, John W, 1991. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga. Erlangga, Jakarta.
Mahbub, H., 2008, Deteksi dan produksi amilase, http://www.junes.blogspot.com, diakses pada hari Kamis tanggal 22 November 2012. pukul 17.55 WITA
Naters, Urs M., Nicolas Rohleder., Jane Gaab., 2004. Human Salivary Alpha-Amylase Reactivity In A Psychosocial Stress Paradigm. Germany
Ola, 2010. Enzim Amilase. http://amihola.blogspot.com. diakses pada hari Kamis tanggal 22 November 20120. pukul 17.00 WITA
Poedjiadi, A., 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Salisbury, F. B., dan Cleon. W. Ross, 1990. Fisiologi Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Wandi, 2010. Aktivitas Enzim. http://mrwandi.blogspot.com. diakses pada hari Kamis tanggal 22 November 2012. pukul 16.45 WITA
LAPORAN BIOKIMIA ENZYM AMILASEHadi Susilo (Adhie Abu Fatih Al Junayd) | May 12th, 2012
19
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA
PENGARUH SUHU DAN PH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM AMILASE SALIVA
DENGAN METODE WOHLGEMUTS
DISUSUN OLEH :
HADI SUSILO
NIM : 115040213111030
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
TAHUN AKADEMIK
2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Prinsip dasar yang digunakan didalam pemanfaatan enzim dalam membantu menentukan diagnosa adalah dari
kenyataan bahwa didalam darah ada dua kelompok enzim yaitu enzim yang secara normal ada dan berfungsi
didalam darah yang dinamakan kelompok fungsional plasma enzim dan kelompok enzim yang normal tidak berfungsi
didalam darah tetapi terdapat didalam darah, dan dinamakan non fungsional plasma enzim. Kelompok kedua ini
normalnya terdapat didalam sel. Dia dapat berada didalam darah diduga karena proses difusi atau karena sel – sel
tua yang mengalami regenerasi pada saat sel tersebut dirusak isinya akan dapat tumpah dan sebagian tertuang
kedalam darah atau dengan cara lain yang belum diketahui. Dengan demikian logikanya kalau enzim dalam
kelompok dua ini kadarnya dalam darah meningkat pasti ada kerusakan minimal pada dinding sel yang berisi enzim
tersebut.
1.2 TUJUAN
Setelah menyelesaikan program ini dengan baik mahasiswa F.K Unlam semester I diharapkan :
Tujuan Umum :
1. Memahami kinetika enzim.
2. Memahami manfaat enzim dalam kehidupan sehari – hari maupun dalam membantu menegakkan diagnosa.
Tujuan Khusus
1. Mampu menyebutkan faktor- faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik.
2. Mampu membedakan enzim fungsional dan enzim non fungsional dalam plasma.
3. Mampu menyebutkan masing – masing dua contoh enzim fungsional dalam enzim non fungsional dalam
plasma.
4. Mampu menyebutkan contoh pemeriksaan enzim yang dapat membantu menegakkan diagnosa.
5. Mampu merencanakan pemeriksaan enzimatik yang dapat menunjang diagnosa suatu kasus tertentu.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Enzim adalah polimer biologis yang mengatalisis reaksi kimia yang memungkinkan berlangsungnya kehidupan
seperti yang kita kenal. Keberadaan danpemeliharaan rangkaian enzim yang lengkap dan seimbang merupakan hal
yang essensial untuk menguraikan nutrient menjadi energy dan chemical building block (bahan dasar kimiawi);
menyusun bahan-bahan dasar tersebut menjadi protein, DNA, membrane, sel dan jaringan; serta memanfaatkan
energy untuk motilitas sel, fungsi saraf dan kantraksi otot. Dengan pengecualian molekul RNA katalitik atau ribozim,
enzim adalah protein. Kekurangan jumlah atau aktivitas katalitik enzim-enzim kunci dapat terjadi akibat kelainan
genetic, kekurangan gizi atau toksin. Defek enzim bisa disebabkan oleh mutasi genetic atau infeksi oleh virus atau
bakteri pathogen. Para ilmuan kedokteran mengatasi ketidakseimbangan aktivitas enzim denganmenggunakan
bahan farmakologis untuk menghambat enzim-enzim tertentu dan sedang meneliti terapi gen sebagai cara untuk
mengobati defisiensi jumlah atau fungsi enzim.
Enzim yang mengatalisis perubahan satu atau lebih senyawa (substrat) menjadi satu atau lebih senyawa lain
(produk) meningkatkan laju reaksi setidaknya 1.000.000 kali dibandingkan jika tidak dikatalisis. Seperti semua katalis
lain, enzim tidak berubah secara permanen atau dikonsumsi sebagai konsekuensi dari keikutsertaannya dalam
reaksi yang bersangkutan.
Selain sangat efisien, enzim juga merupakan katalis yang sangat efektif. Tidak seperti kebanyakan katalis yang
digunakan dalam kimia sintetik, enzim bersifat spesifik baik bagi reaksi yang dikatalisis maupun substrata tau
substrat-substrat yang berhubungan erat. Enzim juga merupakan katalis stereospesifik dan biasanya mengatalisis
reaksi dari hanya satu stereoisomer suatu senyawa, misalnya, D-gula, tetapi bukan L-gula, asam L-amino tetapi
bukan asam D-amino. Karena berikatan dengan substrat melalui sedikitnya tiga titik perlekatan, enzim bahkan dapat
mengubah substrat nonchiral menjadi produk chiral. Spesifitas enzim yang sangat tinggi member sel hidup
kemampuan untuk secara bersamaan melaksanakan dan secara independen mengontrol beragam proses kimiawi.
Nama-nama yang paling sering digunakan untuk kebanyakan enzim menjelaskan tipe reaksi yang dikatalisis, diikuti
oleh akhiran –ase. Contohnya, dehidrogenas mengeluarkan atom-atom hydrogen, protease mengatalisis protein dan
isomerase mengatalisis tataulang dalam konfigurasi. Pemodifikasian dapat terletak di depan maupn di belakang
nama enzim untuk menejelaskan substrat enzim (xantin oksidase), sumber enzim ( ribonuklease pancreas),
pengaturannya (lipase peka-hormon) atau suatu gambaran dari mekanisme kinerjanya (protease sistein). Jika
diperlukan, ditambah penanda alfanumerik untuk menunjukan berbagai bentuk suatu enzim.
Untuk menghilangkan ambiguitas, IUB menciptakan suatu system terpadu tata nama enzim yaitu setiap enzim
memiliki nama dank ode khusus untuk menunjukan tipe reaksi yang dikatalisis dan substrat yang terlibat. Enzim
dikelompokkan dalam enam kelas:
1. Oksidoreduktase, mengatalisis oksidasi dan reduksi
2. Transferase, mengatalisis pemindahan gugus
3. Hidrolase, mengatalisis terjadinya hidrolisis
4. Liase, mengatalisis pemutusa ikatan dengan eliminasi atom yang akanmenghasilkan ikatan rangkap
5. Isomerase, mengatalisis perubahan geometric atau structural di dalam satu molekul
6. Ligase, mengatalisis penyatuan dua molekul yang dikaitandengan hidrolisis ATP
Meskipun sistem IUB ini jelas, namun nama-nama enzim menjadi panjang dan relatif tidak praktis sehingga kita
biasanya tetap menamai enzim berdasarkan nama tradisionalnya meskipun nama itu kadang-kadang menyesatkan.
Nama IUB untuk heksokinase melukiskan kejelasan sekaligus kompleksitas sistem IUB. Nama IUB untuk
heksokinase adalah ATP:D_heksosa 6_fosfotransferase E.C.2.7.1.1. nama ini menunjukan heksokinase sebagai
anggota kelas 2 (tranferase), subkelas 7 (pemindahan satu gugus fosforil), sub-subkelas 1 (alcohol adalah akseptor
fosforil dan heksosa-6 menunjukan bahwa alcohol yang terfosforilasi berada di karbon ena heksosa. Namun, kita
terus menyebutnya sebagai heksokinase.
Banyak enzim yang mengandung berbagai molekul nonprotein kecil dan ion logam yang ikut serta secara langsung
dalam katalisis atau pengikut substrat. Molekul atau ion ini, yang disebut gugus prostetik, kofaktor dan koenzim,
memperluas ragam kemampuan katalisis melebihi yang dumingkinkan oleh gugus fungsional di rantai samping
aminoasil peptida.
Gugus prostetik dibedakan berdasarkan integritasnya yang kuat dan stabil ke dalam struktur protein melalui gaya-
gaya kovalen atau nonkovalen. Contoh-contohnya antara ain adalah piridoksal fosfat, flavin mononukleatida dan
tiamin. Logam adalah gugus prostetik yang paling sering dijumpai , sekitar sepertiga dari semua enzim mengandung
ion-ion logam yang terikat kuat dan disebut metaloenzim.
Kofator memiliki fungsi serupa dengan gugus prostetik tetapi berikatan secara transien dan mudah terlepas dengan
enzim atau substrat, misalnya ATP. Tidak seperti gugus prostetik yang terkat secara stabil, kofaktor harus terdapat
dalam medium di sekitar enzim agar katalisis dapat terjadi. Kofaktor yang paling umum adalah ion logam. Enzim
memerlukan kofaktor ion logam disebut enzim yang memerlukan kofaktor ion logam. Untuk membedakan dari
metaloenzim.
Koenzim berfungsi sebagai pengangkut atau bahan pemindah gugus yang dapat didaur-ulang dan memindahkan
banyak substrat dari tempat pembentukannya ke tempat pemakaiannya. Ikatan dengan koenzim juga menstabilkan
substrat, seperti atom hydrogen atau ion hidrida yang tidak stabil dalam lingkungan cair sel.
Vitamin B larut-air merupakan komponen penting berbagai koenzim. Selain vitamin B, beberapa koenzim
mengandung gugus adenine, ribose dan fosforil AMP dan ADP. Nikotinamid adalah komponen koenzim redoks FMN
dan FAD. Asam pantotenat adalah komponen dari koenzim A pengangkut gugus asil. Sebagai pirofosfatnya, tiamin
ikut serta dalam dekarboksilasi asam alfa-ketoglutarat dan koenzim asam folat dan kobamid berfungsi dalam
metabolism satu karbon.
Sekitar 1500 air liur disekresi per hari. pH saliva saat kelenjar istirahat sedikit lebih rendah dari 7,0, tetapi selama
sekresi aktif, pHnya mencapai 8,0. Air liur mengandung dua enzim pencernaan: lipase lingual, yang disekresi oleh
kelenjar di lidah, dan α-amilase saliva, yang disekresi oleh kelenjar-kelenjar saliva. Saliva juga mengandung musin,
yaitu glikoprotein yang melumasi makanan, mengikat bakteri, dan melindungi mukosa mulut. Saliva juga
mengandung immunoglobulin sekretorik IgA; lisozim, yang menyerang dinding kuman; laktoferin, yang mengikat besi
dan bersifat bakteriostatik; dan protein kaya-plorin yang melindung email gigi dan mengikat tannin yang toksik.
Saliva mempunyai sejumlah fungsi penting, antara lain memudahkan kita menelan, mempertahankan kelembaban
mulut, bekerja sebagai pelarut molekul yang merangsang indera pengecap, membantu proses bicara dengan
memudahkan pergerakan bibir dan lidah, dan mempertahankan kebersihan mulut dan gigi. Saliva juga mempunyai
daya antibakteri, dan penderita defisiensi salivasi (xerostomia) mempunyai insidens karies gigi yang lebih tinggi
daripada normal. Sistem dapar saliva membantu mempertahankan pH mulut sekitar 7,0. Sistem ini juga membantu
menetralkan asam lambung dan menghilangkan nyeri ulu hati (heartburn) bila getah lambung mengalami regurgitasi
ke dalam esophagus.
Komposisi ion air liur sangat bervariasi dari spesies ke spesies dan dari kelenjar ke kelenjar. Akan tetapi, umumnya
saliva yang disekresi di dalam asini mungkin isotonik, dengan konsentrasi Na+, K+, Cl-, dan HCO3- yang mirip dengan
komposisi plasma. Duktus ekskretorius dan mungkin duktus interkalaris yang bermuara ke dalam duktus ekskretorius
memodifikasi komponen saliva dengan mengambil Na+ dan Cl- dan menambahkan K+ dan HCO3-. Duktus tersebut
relative impermeable terhadap air. Jadi, pada aliran saliva yang lambat, saliva yang sampai ke mulut bersifat
hipotonik, sedikit asam, dan kaya akan K+ tetapi relatif kurang Na+ dan Cl-. Jika aliran saliva cepat, komposisi ion
tidak memiliki cukup waktu untuk berubah di dalam duktus. Akibatnya, meskipun pada manusia tetap bersifat
hipotonik, saliva lebih cenderung isotonik, dengan konsentrasi Na+ dan Cl- yang lebih tinggi. Aldosteron
meningkatkan konsentrasi K+ dan menurunkan konsentrasi Na+ saliva dengan kerja yang analog seperti kerja
hormone di ginjal, dan terlihat rasio Na+/K+ saliva yangtinggi bila jumlah aldosteron berkurang pada penyakit Addison.
Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis, selain itu juga ada beberapa
kelenjar bukalis yang sangat kecil. Sekresi saliva normal harian berkisar 800-1500 ml. Saliva mengandung dua tipe
sekresi protein yang utama : (1) Sekresi serosa yang mengandung ptialin (suatu α-amilase), yang merupakan enzim
untuk mencernakan karbohidrat, dan (2) Sekresi mucus yang mengandung musin untuk tujuan perlindungan dan
pelumasan. Kelenjar parotis hampir seluruhnya menyekresi tipe serosa, sementara kelenjar submandibularis dan
sublingualis menyekresi mucus dan serosa. Kelenjar bukalis hanya menyekresi mucus. Saliva mempunyai pH antara
6,0-7,0; suatu kisaran yang menguntungkan untuk kerja pencernaan dari ptialin.
Saliva terutama mengandung sejumlah besar ion kalium dan ion bikarbonat. Sebaliknya, konsentrasi ion natrium dan
klorida pada umumnya lebih rendah pada saliva daripada di dalam plasma.
Sekresi saliva terdiri dari 2 tahap, yaitu:
1. Tahap pertama melibatkan asinus,
2. Melibatkan duktus salivarius
Sel asinus menyekresi sekresi primer yang mengandung ptialin dan atau musin dalam larutan ion dengan
konsentrasi yang tidak jauh berbeda dari yang disekresikan dalam cairan ekstrasel biasa. Sewaktu sekresi primer
mengalir melalui duktus, terjadi 2 proses transport aktif utama yang memodifikasi komposisi ion pada cairan saliva
secara nyata.
Pertama, ion-ion natrium secara aktif direabsorbsi dari semua duktus salivarius, dan ion-ion kalsium disekresi secara
aktif sebagai pengganti natrium. Oleh karena itu, konsentrasi ion natrium dari saliva sangat berkurang, sedangkan
konsentrasi ion kalium meningkat. Akan tetapi, ada kelebihan reabsorbsi ion natrium yang melebihi sekresi ion kalium
dan ini membuat kenegatifan listrik sebesar -70 mV di dalam duktus salivarius, dan keadaan ini kemudian
menyebabkan ion klorida direabsorbsi secara pasif. Karena itu, konsentrasi ion klorida pada cairan saliva turun
sekali, serupa dengan penurunan konsentrasi ion natrium pada duktus.
Kedua, ion-ion bikarbonat disekresi oleh epitel duktus ke dalam lumen duktus. Hal ini sedikitnya sebagian
disebabkan oleh : pertukaran pasif ion bikarbonat dengan ion klorida, tetapi mungkin juga sebagian hasil dari proses
sekresi aktif.
Hasil akhir dari proses transport adalah bahwa pada kondisi istirahat, konsentrasi masing-masing ion natrium dan
klorida dalam saliva hanya sekitar 15 mEq/L, sekitar sepertujuh sampain sepersepuluh konsentrasinya dalam
plasma. Sebaliknya, konsentrasi ion kalium adaalah sekitar 30 mEq/L, tujuh kali lebih besar dari konsentrasinya
dalam plasma; dan konsentrasi ion bikarbonat adalah 50-70 mEq/L, sekitar dua sampai tiga kali lebih besar dari
konsentrasinya dalam plasma.
Selama salivasi maksimal, konsentrasi ion saliva sangat berubah karena kecepatan pembentukan sekresi primer
oleh sel asini dapat meningkat sebesar 20 kali lipat. Sekresi asinar ini kemudian akan mengalir melalui duktus begitu
cepatnya sehingga pembaruan sekresi duktus diperkirakan menurun. Oleh karena itu, bila saliva sedang disekresi
dalam jumlah sangat banyak, konsentrasi natium klorida akan meningkat hanya sekitar setengah sampai dua pertiga
konsentrasi dalam plasma, dan konsentrasi kalium meningkat hanya 4 kali konsentrasi dalam plasma.
Laju aliran saliva (seluruh mulut)
Laju aliran saat istirahat
Rata-rata ± sd: 0,3 ± 0,22 mL/menit
Laju aliran saat terstimulasi
Rata-rata ± sd: 1,7 ± 2,1 mL/menit
Laju aliran total per hari
Antara 500 – 1000 mL/hari
Saliva di mulut bersihat hipotonik (lebih banyak air jika dibandingkan dengan cairan ekstraselular) dan mengandung
lebih dari 99% air.
Komposisi saliva terdiri atas :
Kelenjar parotis (asinus serosa) saliva berprotein yang encer, kaya elektrolit dan enzim (amilase) tetapi
sedikit mukus.
Kelenjar sublingual (asinus musinosa) saliva mukus kental kaya musin, antibodi dan antigen, protein, dan
karbohidrat.
Kelenjar submandibula (campuran asinus serosa dan musinosa) mengandung elektrolit, enzim, dan sel
penyekresi mukus.
Kelenjar saliva minor (sebagian besar asinus musinosa)
Tabel beberapa konstituen saliva di seluruh mulut pada keadaan istirahat dan terstimulasi
Konstituen Istirahat Terstimulasi
Natrium 8 mmoL/L 32 mmoL/L
Kalium 21 mmoL/L 22 mmoL/L
Klorida 8 mmoL/L 18 mmoL/L
Bikarbonat 3 mmoL/L 20 mmoL/L
Amilase 0,6 mmoL/L 1,2 mmoL/L
Protein total 2,6 g/L 3,2 g/L
Osmolalitas 85 mosmol/kg 127 mosmol/kg
Kontribusi beberapa kelenjar
Tidak terstimulasi Terstimulasi
Parotis 20% Parotis 50%
Submandibula 65% Submandibula 30%
Sublingual 7-8% Sublingual 10%
Kelenjar minor 7-8% Kelenjar minor 10%
Tepung, suatu polimer glukosa, adalah karbohidrat utama dalam makanan. Bahan ini dicerna oleh amilase dalam air
liur oleh α-amilase dalam air liur lalu oleh α-amilase yang dihasilkan oleh pankreas dan bekerja di usus halus. Di-, tri-,
dan oligosakarida yang dihasilkan oleh α-amilase ini diuraikan menjadi glukosa oleh kerja enzim-enzim pencernaan
yang terletak di permukaan brush border sel epitel usus.
Leukotriene (LT) B4 telah dihembuskan dengan pernapasan kondensat (EBC) telah dilaporkan meningkat pada
peradangan saluran napas. Asal-usul leukotrienes di EBC itu sendiri adalah, tidak dibentuk (normal dengan
sendirinya). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat LTB4 di EBC dikumpulkan dalam dua tantangan
yang ditandai dengan peradangan saluran napas yang kuat neutrophilic dan untuk membandingkan tingkat LTB4 di
EBC
dengan tingkat di dahak dan air liur.
LTB4 dan amilase-diukur dalam EBC dari 34 subjek sehat yang terpapar pada babi (sebagai contohnya) kurungan
bangunan atau pada provokasi lipopolisakarida. Tanda tersebut juga diukur di induksi dahak di 11 macam subyek.
Sebagai perbandingan, LTB4 dan amilase-diukur dalam air liur dari subyek sehat.
Selain itu Delapan air liur dan sampel darah diambil sebelum dan sesudah injeksi untuk penilaian aliran saliva bunga
dan SAA dan katekolamin konsentrasi. Selain itu, darah tekanan, suasana hati, dan kecemasan dinilai berulang kali.
BAB III
PRINSIP DAN METODE PRAKTIKUM
3.1 Percobaan Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Amilase Saliva dengan Metode Wohlegemut’s
1. Prinsip
Amilase saliva adalah enzim yang terdapat dalam air ludah. Enzim ini bekerja pada pati dan dekstrin (atau juga
Glikogen ) dan mengubahnya menjadi maltosa, dengan hasil antara amilo dekstrin, eritrodekstrin, dan aktrodekstrin.
1. Alat dan bahan
Alat Bahan
1. Plat Tetes 1. Saliva
2. Pipet Tetes 2. Amilum
3. Beaker Glass 3. Iodium
4. Labu Erlenmeyer 4. Aquadest
5. Stopwatch
1. Probandus
Suhu 270 C
Nama : Ahmad Muhsinin
Jenis Kelamin : Laki – laki
Umur : 18 Tahun
Suhu 370 C
Nama : Ahmad Muhsinin
Jenis Kelamin : Laki – laki
Umur : 18 Tahun
Suhu 1000 C
Nama : Ahmad Muhsinin
Jenis Kelamin : Laki – laki
Umur : 18 Tahun
1. Cara Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Probandus berkumur – kumur dengan aquadest.
3. Saliva dikeluarkan dan dikumpulkan di dalam beaker glass.
4. Encerkan saliva 1 ml dengan aquadest 25 ml.
5. Siapkan 3 buah erlenmayer dengan suhu 270 C, 370 C, dan 1000 C.
6. Masukkan 5 ml kanji ke dalam masing – masing erlenmayer.
7. Masukkan buffer fosfat pH 7 2 ml ke dalam masing – masing erlenmayer dan diamkan dalam 2 menit.
8. Masukkan saliva yang telah diencerkan dalam masing – masing Erlenmeyer.
9. Nyalakan stopwatch.
10. Teteskan 2 tetes larutan pada plat tetes kemudian tambahkan iodium 1 tetes.
11. Jika larutan berwarna biru, ulangi lagi cara 10 hingga larutan berubah warna menjadi coklat.
12. Hitung waktu yang diperlukan.
3.2 Percobaan Pengaruh PH terhadap aktivitas enzim amilase saliva dengan metode wohlegemut’s
1. Prinsip
Amilase saliva adalah enzim yang terdapat dalam air ludah. Enzim ini bekerja pada pati dan dekstrin (atau juga
Glikogen ) dan mengubahnya menjadi maltosa, dengan hasil antara amilo dekstrin, eritrodekstrin, dan aktrodekstrin.
1. Alat dan bahan
Alat Bahan
6. Plat Tetes 1. Saliva
7. Pipet Tetes 2. Amilum
8. Beaker Glass 3. Iodium
9. Labu Erlenmeyer
10. Stopwatch
11. Gelas ukur
12. Waterbath.
1. Probandus
pH 4
Nama : Ahmad Muhsinin
Jenis Kelamin : Laki – laki
Umur : 18 tahun
pH 7
Nama : Ahmad Muhsinin
Jenis Kelamin : Laki – laki
Umur : 18 tahun
pH 10
Nama : Ahmad Muhsinin
Jenis Kelamin : laki – laki
Umur : 18 tahun
1. Cara Kerja
2. Menyiapkan alat dan bahan
3. Probandus berkumur dengan aquadest.
4. Saliva dikeluarkan dan dikumpulkan dalam gelas beaker.
5. Kemudian encerkan saliva dengan 1 ml aquadest.
6. Siapkan 3 buah labu erlenmayer dengan pH 4, pH 7 dan pH 10.
7. Masukkan 5 ml kanji ke dalam masing – masing erlenmayer.
8. Kemudian masukkan ke dalam waterbath dengan suhu 380 C selama 2 menit.
9. Masukkan saliva yang telah diencerkan tadi.
10. Nyalakan stopwatch.
10. Teteskan 2 tetes larutan ke dalam plat tetes kemudian tambahkan 1 tetes iodium.
11. Jika larutan berwarna biru, ulangi lagi cara kerja no 10 hingga larutan berubah warna menjadi coklat.
12. Catat perubahan yang terjadi dan hitung waktu yang diperlukan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PRAKTIKUM
Percobaan 1 :
Suhu 270 C.
Pada menit pertama dapat diamati bahwa sudah terjadi reaksi yaitu berubahnya warna coklat. Perubahan warna ini
menandakan bahwa 5 ml amilum yang dicampur dengan buffer fosfat pH 7 sebanyak 2 ml telah berhasil dipecah oleh
1 ml saliva. Hal ini dapat kita hitung dengan perhitungan :
Suhu 370 C.
Pada suhu 370 C terjadi perubahan warna ( dari biru menjadi hitam). Perhitungannya adalah :
Suhu 1000 C.
Pada suhu 1000 C tidak terjadi perubahan warna ( tetap berwarna biru). Perhitungannya adalah :
Keterangan :
30 unit aktivitas amylase adalah banyaknya milligram amillum yang di pecah oleh 1 ml cairan (saliva) selama 30
menit pada suhu 38°C.
Jadi, banyaknya milligram amillum yang dipecah oleh 1 ml cairan saliva selama 30 menit pada suhu 38°C adalah 30
mg.
Percobaan 2 :
pH 4
No. Menit Warna
1.
2.3.4.5.6.7
1’
2’3’4’5’6’7
Biru kehitaman
Biru kehitamanBiru kehitamanBiru kehitamanBiru kehitamanBiru kehitamanBiru kehitaman
pH 7
No Menit Perubahan
1. 1’ Coklat
2. 2’ Coklat
3. 3’ Coklat
4. 4’ Coklat
pH
pH10
No. Menit Warna
1.
2.3.4.5.6.7
1’
2’3’4’5’6’7
Biru kehitaman
BiruBiruUngu
Coklat tuaCoklat
Coklat muda
4.2 PEMBAHASAN
Pada percobaan yang dilakukan kali ini, yakni menguji aktivitas enzim amylase saliva dengan metode Wohlgemut’s,
bertujuan untuk mengetahui durasi waktu yang dibutuhkan oleh cairan saliva untuk mencerna karbohidrat dengan
bantuan pewarnaan lugol (reagen iodium). Dalam percobaan yang dilakukan, hasil yang didapat bahwa waktu yang
dibutuhkan saliva untuk mencerna amillum (cairan kanji) secara keseluruhan adalah sekitar lima menit.
Pada menit-menit awal, percernaan amillum oleh saliva ini masih belum sempurna ditandai dengan masih
terbentuknya warna kehitaman pada plat tetes yang ditetesi lugol dan menandakan bahwa masih ada kandungan
amillum dalam objek yang diamati sekaligus menanadakan kerja saliva yang belum sempurna. Namun, lama-
kelamaan specimen dalam plat tetes yang diamati menunjukkan perubahan warna ketika ditetesi lugol yakni
bertambah terang warnanya dan akhirnya hanya warna lugol yang terlihat (kuning karat).
Percobaan pengaruh suhu terhadap reaksi enzimatik ini juga mengamati bagaimana aktivitas enzim diukur menurut
suhu. Peningkatan suhu akan meningkatkan laju reaksi, akan tetapi bila melewati suhu optimum (suhu dingin atau
panas yang ekstrim), akan menurunkan aktivitas enzim, yang biasanya disebabkan oleh denaturasi protein pada
enzim.
Saliva mengandung enzim amilase. Amilase merupakan enzim yang bertugas sebagai katalisator sistem pencernaan
dalam proses hidrolisis amilum yang menghasilkan glukosa/maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang
polimernya berantai panjang dan tidak bercabang, tetapi berbentuk spiral. Molekulnya terbentuk dari 300-400
monomer glukosa yang mempunyai ikatan a-1,4. Glukosa ini larut dalam iodium sehingga menjadi warna biru. Hal ini
disebabkan adanya daya adsorbsi iodium yang masuk ke dalam uliran spiral amilosa.. Amilopektin dikenal sebagai
glukosa yang molekulnya berantai panjang. Amilopektin jika ditambahkan iodium akan menjadi warna merah
keunguan.
Larutan substrat yang digunakan adalah amilum, karena antara amilum dan amilase memiliki hubungan dalam
proses pencernaan. Amilase akan menghidrolisis amilum menjadi maltosa. Penambahan HCl pada larutan substrat
ini sebagai pemberi elektrolit Cl- agar aktivitas dari ptialin meningkat.
Pada praktikum ini juga digunakan larutan buffer dengan pH 6,5 untuk menjaga agar suasana tetap stabil sesuai
dengan keadaan tubuh manusia secara fisiologis. Penambahan NaCl 0,9% berperan dalam mengaktifkan atau
sebagai aktivator dari enzim amilase salivarius. Selain itu, larutan ini juga berfungsi sebagai larutan isotonis yang
dapat menciptakan kondisi fisiologis yang sesuai dengan kondisi mulut sehingga enzim a-amilase saliva dapat
bekerja optimal.
Penambahan HCl 0,05 N pada larutan berfungsi untuk menciptakan suasana asam karena pada larutan tersebut
akan ditambahkan KI-KIO3 yang berfungsi sebagai indikator warna. KI-KIO3 pada suasana asam akan melepaskan
iod dan akan memberikan warna pada larutan.
Pada periode 0’, larutan berwarna biru dikarenakan belum adanya enzim yang menghidrolisis substrat (amilum),
sehingga amilum berikatan dengan iod.
Pada suhu 0o C enzim dapat dikatakan inaktif dan reaksi yang berlangsung bersifat reversibel, enzim dalam keadaan
tidak terdenaturasi, dan karena suhu yang rendah aktivitas enzim berkurang bila dibandingkan aktivitas enzim suhu
optimum. Sehingga warna substrat berwarna hitam karena amilum berikatan dengan iodine.
Pada suhu 27 oC, warna kuning pada tabung 10’, 15’, dan disebabkan pada kondisi tersebut enzim bekerja dengan
menguraikan amilum menjadi maltosa, sehingga hanya sedikit iodine yang diabsorpsi oleh amilum. Pada keadaan ini
enzim telah berikatan sepenuhnya dengan substrat yaitu amilum sehingga iodium tidak mempunyai tempat lagi untuk
bereaksi dengan enzim yaitu amilase dan warna yang dihasilkan kuning.
Semakin banyak ion iod yang terlarut, warna kuning akan semakin tua yang masing-masing menunjukkan tahapan
hidrolisis amilum oleh enzim a-amilase saliva. Enzim a-amilase saliva menghidrolisis amilum dan menghasilkan
satuan maltosa kira-kira 60-70% dari total amilum sedangkan sisanya sedagai dekstran.
Pada tabung reaksi 10’ terjadi kesalahan percobaan akibat KI-KIO3 pada alat dan bahan tidak dalam keadaan baik
lagi sehingga menyebabkan pengulangan penambahan KI-KIO3. Akibatnya nilai absorbansinya menurun.
Perubahan kanji (amilopektin dan amilosa) menjadi glukosa berawal di dalam mulut. Kelenjar liur mensekresikan
sekitar 1 liter cairan per hari yang mengandung musin liur dan amilase-α liur. Musin liur adalah suatu glikoprotein licin
yang penting untuk melumasi (lubrikasi) dan menyebarkan (dispersi) polisakarida. Amilase-α secara acak
menghidrolisis ikatan α-1,4 internal antara residu glukosil dalam amilopektin, amilosa, dan glikogen, mengubah
polisakarida yang berukuran besar menjadi polisakarida yang lebih kecil yang disebut dekstrin. Amilase-α bekerja
pada ikatan internal di tempat yang terpencar-pencar dalam rantai polisakarida. Karena alas an ini amilase-α disebut
suatu endoglikosidase. Sebaliknya, eksoglikosidase bekerja secara berurutan dari satu ujung pada rantai
karbohidrat. Makanan bergerak dari mulut melalui esofagus masuk ke dalam lambung, tempat kerja amilase-α
dihentikan oleh pH yang asam, yang menyebabkan denaturasi enzim.
Pada manusia, peran amilase liur mencerna sangat sedikit kanji dari kanji total yang dimakan. Fungsi utama amilase
liur mungkin adalah membersihkan remah-remah kue dan sisa makanan lainnya yang terselip di antara gigi.
Terdapat lima cara utama aktivasi enzim dikontol sel.
1. Produksi enzim dapat ditingkatan metabolisme ya atau diturunkan bergantung pada respon sel terhadap
perubahan linkungan. Bentuk regulasi ini disebut induksi atau inhibisi enzim.
2. Enzim dapat dikompartemenkan dengan lintasan metabolisme yang berbeda-beda yang terjadi dalm
kompartemen sel yang berbeda. Contoh asam lemak di disintesis oleh sekelompok enzim dalam sitosol.
3. Enzim dapat diregulasi oleh inhibitor dan aktivator.
4. Enzim dapat diregulasimelalui modifikasi pasca-translasional. Hal ini dapat meliputi fosforilasi, miristolasi
dan glikosilasi.
5. Beberapa enzim dapat menjadi aktif ketika berada pada lingkungan yang berbeda.
Kelenjar saliva kelihatannya menjadi teka-teki kepada sebagian besar penguji terlepas dari kemudahan pemeriksaan
dan frekuensi kelainan saliva. Pasien cenderung mencari perhatian medis ketika parotis atau kelenjar submandibula
membesar atau nyeri. Sering terjadi kebingungan tentang kemungkinan pembengkakakan terjadi pada nodus
limpatik atau kelenjar saliva. Perawatan tidak selalu harus, namus sejak para spesialis menduga umumnya terjadi
dan kondisi neuroplastik. Bahkan pada keadaan kontraksi berat pada daerah kepala dan leher, keadaan tersebut
masih berfrekuensi tidak stabil. Literatur terbaru yang dapat membantu pasien dengan perawatan pasien dengan
kondisi yang tidak umum seringkali dapat lditemukan di text umum otolaryngology atau jurnal yang memiliki banyak
sumber. Gangguan pada kelenjar saliva menjengkali setiap menjengkali setiap leretan kondisi yang dapat
mempengaruhi jaringan saliva.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya kerja enzim.
2. Pada suhu 0oC, enzim amilase mengalami inaktivasi dan aktivitasnya berkurang secara linear, dengan nilai
korelasi 0,4628.
3. Enzim akan bekerja optimal pada suhu optimumnya, pH optimum pada percobaan ini adalah 27o C, padahal
menurut teori 37o C.
4. Pada suhu 100oC, enzim amilase mengalami denaturasi dan aktivitasnya berkurang secara linear dengan
nilai korelasi –0,103.
5. Enzim akan terdenaturasi bila dipertahankan pada suhu melebihi suhu optimum.
5.2 SARAN
Dari praktikum yang telah dilakukan diharapkan alat dan bahan ditambah kualitas dan kuantitasnya. Sehingga setiap
praktikan memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan praktikum. Akibat keterbatasan peralatan maka yang
benar-benar melaksanakan percobaan hanya beberapa orang saja, dan sisanya hanya menjadi penonton.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Modul Praktikum Biokimia Kedokteran. Banjarbaru: Bagian Biokimia Kedokteran FK Unlam 2010.
Murray RK, Graner DK, Rodwell VW. 2009. Biokimia Harper edisi 27. Jakarta: EGC.
Gaber F, Acevedo F, Delin I, Sundbland B-M, Palmberg L, et al. Saliva is one likely
source of leukotriene B4 in exhaled breath condensate. European respiratory journal 2006; 28; 1229-1235.
Ehlert U, Erni K, Hebisch G, Nater U. Salivary {alpha}-Amylase Levels after
Yohimbine Challenge in Healthy Men. The Journal of Clinical endocrinology
& metabolism 2006; 91; 5130-5133.
Suwandi M, Wibisono LK, Sugianto B, Rahman A, Kotong H. 1989. Kimia Organik.
Fakultas kedokteran UI, Jakarta.
Marks, Dawn B., Allan D. Marks, Colleen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran
Dasar. EGC, Jakarta
MENGUKUR AKTIVITAS ENZIM AMILASE
LAPORAN
Disusun untuk memenuhi tugas Fisiologi Tumbuhan
.Dr.Hj Dahlia,M.S
Disusun oleh
Kelompk 1 Offering A/2010
Ardiani Samti NA 100341400678
Luthfi Rizkita 100341400694
Ika Ratnasari 100341400699
Rimbi Paulina Dewi 100341400707
Dianing Eka 100341400720
The Learning University
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2012
MENGUKUR AKTIVITAS ENZIM AMILASE
I. Tujuan :
1. Membuktikan pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase
2. Membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim amylase
II. Dasar Teori:
Metabolisme merupakan salah satu ciri kehidupan yang merupakan bentuk transformasi tenaga atau pertukaran zat melalui serangkaian reaksi biokimia. Dalam mahkluk hidup, reaksi metabolisme berlangsung dengan melibatkan suatu senyawa protein yang disebut enzim. Enzim merupakan protein yang khusus disintesis oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi yang berlangsung di dalamnya. Fungsi khusus dari enzim adalah untuk menurunkan energi aktivasi, mempercepat reaksi pada suhu dan tekanan yang tetap tanpa mengubah besarnya tetapan keseimbangan dan sebagai pengendali reaksinya (Martoharsono, 1994).
Enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan berperan sebagai katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme. Katalisator adalah substansi yang mempercepat reaksi tetapi pada hasil reaksi, substansi tersebut tidak berubah. Enzim mempunyai ciri dimana kerjanya dipengaruhi oleh lingkungan. Salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap kerja enzim adalah pH. pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi (Gaman & Sherrington, 1994).
Suasana yang terlalu asam atau alkalis menyebabkan denaturasi protein dan hilangnya secara total aktivitas enzim. Pada sel hidup, perubahan pH sangat kecil. Enzim hanya aktif pada kisaran pH yang sempit. Oleh karena itu media harus benar-benar dipelihara dengan menggunakan buffer (larutan
penyangga). Jika enzim memiliki lebih dari satu substrat, maka pH optimumnya akan berbeda pada suatu substrat (Tranggono & Sutardi, 1990). Tiap enzim memiliki karakteristik pH optimal dan aktif dalam range pH yang relatif kecil, dalam banyak kasus, bentuk kurva menandakan dari keaktifan enzim berbanding pH yang terkandung di dalamnya (Almet & Trevor, 1991).
Ada beberapa faktor untuk menentukan aktivitas enzim berdasarkan efek katalisnya yaitu persamaan reaksi yang dikatalis, kebutuhan kofaktor, pengaruh konsentrasi substrat dan kofaktor, pH optimal, daerah temperatur, dan penentuan berkurangnya substrat atau bertambahnya hasil reaksi. Penentuan ini biasa dilakukan di pH optimal dengan konsentrasi substrat dan kofaktor berlebih, menjadikan laju reaksi yang terjadi merupakan tingkat ke 0 (zero order reaction) terhadap substrat. Pengamatan reaksinya dengan berbagai cara kimia atau spektrofotometri. Ada dua teori tentang mekanisme pengikatan substrat oleh enzim, yaitu teori kunci dan anak kunci (lock and key) dan teori induced fit (Wirahadikusumah, 1989).
Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh berbagai kondisi fisik dan kimia. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi kerja enzim adalah konsentrasi berbagai komponen (seperti substrat, produk, enzim, kofaktor, dll), pH, temperatur, dan gaya irisan. Kecepatan reaksi enzim sangat dipengaruhi oleh pH larutan baik secara in vivo maupun secara in vitro. Jenis hubungan antara kecepatan reaksi dan pH ditunjukkan dengan kurva berbentuk lonceng. Setiap enzim mempunyai pH optimum yang berbeda–beda (Lee, 1992).
Sifat-sifat enzim antara lain :
1. Spesifitas
Aktivitas enzim sangat spesifik karena pada umumnya enzim tertentu hanya akan mengkatalisis satu reaksi saja. Sebagai contoh, laktase menghidrolisis gula laktosa tetapi tidak berpengaruh terhadap disakarida yang lain. Hanya molekul laktosa saja yang akan sesuai dalam sisi aktif molekul (Gaman & Sherrington, 1994).
2. Pengaruh suhu
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan suhu optimal antara 35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah optimalnya, aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua enzim rusak. Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang (Gaman & Sherrington, 1994). Enzim memiliki suhu optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C karena pada suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu bentuk protein. (Tranggono & Setiadji, 1989).
Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun sebaliknya juga akan mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Peningkatan temperatur dapat meningkatkan kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang lebih besar dan mempunyai kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur meningkat, proses denaturasi juga mulai berlangsung dan menghancurkan aktivitas
molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai protein yang tidak terlipat setelah pemutusan ikatan yang lemah sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi akan menurun (Lee, 1992).
3. Pengaruh pH
pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi beberapa enzim hanya beroperasi dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai contoh, pepsin, enzim yang dikeluarkan ke lambung, hanya dapat berfungsi dalam kondisi asam, dengan pH optimal 2 (Gaman & Sherrington, 1994).
Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam ataupun gugus basa terutama pada residu terminal karboksil dan asam aminonya. Namun dalam suatu reaksi kimia, pH untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa karena akan menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi. Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi (Williamson & Fieser, 1992).
4. Ko-enzim dan aktovator
Ko-enzim adalah substansi bukan protein yang mengaktifkan enzim. Beberapa ion anorganik, misalnya ion kalsium dan ion klorida, menaikkan aktivitas beberapa enzim dan dikenal sebagai aktivator (Gaman & Sherrington, 1994).
Kebanyakan enzim membutuhkan medium cair untuk mendukung aktivitas katalisasi air penting untuk menyusun struktur enzim. Hasil dari protein dalam air terdiri dari 3 bagian:
Tipe I : molekul air mempunyai penyusun seperti larutan murni dan tidak memiliki interaksi dengan protein.
Tipe II : molekul air tidak sepenuhnya terikat pada protein.
Tipe III : molekul air terikat kuat dengan protein menghasilkan bagian yang berkembang dalam struktur protein (Fox, 1991).
Salah satu enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah amilase. Amilase dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen dan polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung α dan β amilase, hewan memiliki hanya α amilase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia dan beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai polisakarida yang panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang saling berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodin memberikan warna biru yang khas (Fox, 1991).
Amilase adalah enzim pemecah karbohidrat dari bentuk mejemuk menjadi bentuk yang lebih sederhana. Misalnya, pati dan glikogen dipecah menjadi maltosa, maltotriosa atau oligosakarida. Enzim ini terdapat dalam air liur (ptialin) dan getah pankreas yang membantu pencernaan karbohidrat dalam makanan. Darah normal juga mengandung sedikit amilase dari hasil pemecahan sel yang berlangsung
secara normal. Pada penyakit radang pankreas, gondongan, kencing manis, kadarnya dalam darah meningkat. Sebaliknya pada penyakit hati, kadarnya menurun (Anonim, 1990).
Amilase dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen, dan polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung α dan ß amylase; hewan memiliki hanya α amylase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia dan beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai polisakarida yang panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang saling berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodine memberikan warna biru yang khas (Fox, 1991). Pada manusia, α amilase pada ludah dan pankreas berguna dalam hidrolisis pati yang terkandung dalam makanan ke dalam bentuk aligosakarida, di mana dalam perubahan tersebut dapat dihidrolisis oleh disakarida atau trisakarida dalam jumlah kecil. Contohnya, α amilase pada mamalia memiliki pH optimum 6-7, bergantung pada ada atau tidaknya ion halogen (Whitackr, 1994).
Nama lain dari a-Milase adalah diaste. Enzim tersebut dapat menghidrolis amilum
menjadi gula. Dalam proses hidrolisis amilum melalui beberapa tahap yaitu pembentukan
amilo Dekstrin dan amilum, kemudian menjadi eritrodekstrin selanjutnya menjadi akro
Dekstrin dan terakhir menjadi maltosa (glukosa). Amilase dihasilkan oleh daun atau biji
yang sedang berkecambah. Aktivitalisme dipengaruhi oleh garam-garam anorganik, pH,
suhu dan cahaya. pH optimum dari amilase menurut Hopskin Cole dan Green adalah 4,5 –
4,7.
α amilase mempunyai beberapa sifat, antara lain :
a. Di dalam larutan pati, kehilangan daya viskositas yang lebih cepat.
b. Warna iodine akan lebih cepat hilang.
c. Proses produksi maltosa lebih lambat.
d. Tidak memproduksi glukosa.
e. Suhu tinggi konsentrasi α amylase akan mempercepat proses kerja dari viskositas dan perubahan warna iodine (Whitackr, 1994).
Larutan buffer adalah larutan yang tahan terhadap perubahan pH dengan penambahan asam atau basa. Larutan seperti itu digunakan dalam berbagai percobaan biokimia dimana dibutuhkan pH yang terkontrol dan tepat ( Fardiaz, 1992 ). Larutan buffer bermanfaat untuk melarutkan kotoran yang masih terikut di dalam endapan enzim tersebut sekaligus bisa mencegah enzim dari denaturasi dan kehilangan fungsi biologisnya ( Fox, 1991 ). Buffer dapat mempertahankan kondisi enzim presipitat agar tidak terjadi perubahan pH dan mencegah agar enzim tidak mengalami inaktivasi (Winarno, 1995 ).
III. Alat dan Bahan
Corong Kaca
Lampu spiritus
Plat tetes
Penjepit tabung reaksi
Mortal dan Pistil
Tabung reaksi
Pipet
Rak tabung reaksi
Alat
1. Kecambah kacang hijau umur 2 hari dan 4 hari
2. Larutan amilum 1%
3. Larutan IKI
4. HCL encer 1%
5.
Bahan
6. LArutan NaOH 1 %
7. Larutan amilum 1%
8. Larutan Fehling A dan B
9. Akuades
10. Kertas saring dan Kertas pH
IV. Prosedur
1. Untuk membuktikan pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase
2. Untuk membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas amylase
V. Data
1. Data pengamatan Pengaruh pH terhadap aktivitas amylase
2. Data pengamatan Pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas amylase
Membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase (dengan umur kecambah 2 hari)
Waktu
2 menit ke-
0,5 ml amilum 1% ditambah
2ml amylase 100%2ml amylase
75%2ml amylase
50%2ml amylase 50%
I BeningKuning sedikit
keruh
Kuning keruh dan sedikit
hitam
Kuning keruh dan sedikit kehitaman
IIBening
kekuninganKuning agak
hitamKuning
kehitamanKuning dan kehitaman
III KuningKuning agak
hitamKuning
kehitamanKeruh (kehitaman)
IV Kuning keruhKeruh dan agak
hitamKeruh dan kehitaman
Keruh (kehitaman)
V Kuning agak hitam Keruh dan Keruh sekali Keruh (kehitaman)
kehitaman dan kehitaman
Membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase (dengan umur kecambah 4 hari)
Waktu
2 menit ke-
0,5 ml amilum 1% ditambah
2ml amylase 100%2ml amylase
75%2ml amylase
50%2ml amylase
50%
0 menit Putih kekuninganPutih
kekuninganPutih
kekuninganAbu-abu
kehitaman
I Kuning kecoklatan Abu-abuAbu-abu
kehitamanAbu-abu
kehitaman
II Kuning kecoklatan Abu-abuAbu-abu
kehitamanBiru kehitaman
III Kuning kecoklatan Abu-abuAbu-abu
kehitamanBiru kehitaman
IV Kuning kecoklatan Abu-abuAbu-abu
kehitamanBiru kehitaman
V Kuning kecoklatan Abu-abuAbu-abu
kehitamanBiru kehitaman
VI. Analisis Data
1. Analisis data Pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase
2. Analisis data Pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas amylase
Pada percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase ini, sebelumnya mengambil 0,5ml amilum yang diisikan pada 4 buah tabung reaksi. Dan masing-masing tabung reaksi diberi label A, B, C, dan D.
Tabung A diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 100%. Tabung B diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 75%. Tabung C diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 50%. Tabung D diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 25%.
Dari percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase tersebut menunjukkan hasil demikian:
Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 100%, pada 2 menit pertama belum menunjukkan perubahan warna. Warna larutan tersebut tetap bening. Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna dari bening menjadi sedikit kekuningan. Pada 2 menit ketiga menunjukkan perubahan warna menjadi kuning. Pada 2 menit keempat menunjukkan perubahan warna menjadi kuning dengan sedikit keruh. Dan pada 2 menit kelima menunjukkan perubahan warna dari kuning keruh menjadi kuning dengan sedikit kehitaman.
Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 75%, pada 2 menit pertama larutan tersebut berwarna kuning dengan sedikit agak keruh . Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna menjadi kuning agak hitam. Pada 2 menit ketiga tidak menunjukkan perubahan warna, warna larutan tetap kuning kehitaman. Pada 2 menit keempat menunjukkan perubahan warna menjadi keruh agak kehitaman. Dan pada 2 menit kelima menunjukkan perubahan warna dari keruh agak hitam menjadi keruh kehitaman.
Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 50%, pada 2 menit pertama larutan tersebut berwarna kuning keruh dan sedikit hitam. Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna menjadi kuning kehitaman. Pada 2 menit ketiga tidak menunjukkan perubahan warna, warna larutan tetap kuning kehitaman. Pada 2 menit keempat menunjukkan perubahan warna menjadi keruh kehitaman. Dan pada 2 menit kelima menunjukkan perubahan warna dari keruh kehitaman menjadi keruh sekali dan kehitaman.
Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 25%, pada 2 menit pertama larutan tersebut berwarna kuning keruh dan sedikit kehitaman. Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna menjadi kuning kehitaman. Pada 2 menit ketiga menunjukkan perubahan warna larutan menjadi keruh kehitaman. Pada 2 menit keempat tidak menunjukkan perubahan warna, warna dari larutan tersebut tetap keruh kehitaman. Dan pada 2 menit kelima menunjukkan perubahan warna dari keruh kehitaman menjadi keruh sekali dan kehitaman.
Pada percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase ini, sebelumnya mengambil 0,5ml amilum yang diisikan pada 4 buah tabung reaksi. Dan masing-masing tabung reaksi diberi label A, B, C, dan D.
Tabung A diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 100%. Tabung B diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 75%. Tabung C diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 50%. Tabung D diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 25%.
Dari percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase (dengan ditambah Fehling Adan B )tersebut menunjukkan hasil demikian:
Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 100%, pada 0 menit berwarna putih kekuningan, pada 2 menit pertama menunjukkan perubahan warna menjadi kuning kecoklatan. Pada 2 menit yang kedua tidak menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit ketiga belum menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit keempat dan 2 menit kelima tidak menunjukkan adanya perubahan warna pada larutan tersebut, warnanya tetap saja kuning kecoklatan.
Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 75%, pada 0 menit berwarna putih kekuningan pada 2 menit pertama larutan tersebut berubah warna menjadi abu-abu. Pada 2 menit yang kedua belum menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit ketiga tidak menunjukkan perubahan warna, warna larutan tetap abu-abu. Pada 2 menit keempat dan 2 menit kelima tetap saja tidak menunjukkan adanya perubahan warna, warna dari larutan tersebut masih abu-abu.
Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 50%, pada 0 menit berwarna putih kekuningan pada 2 menit pertama larutan tersebut berubah warna menjadi abu-abu kehitaman. Pada 2 menit yang kedua belum menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit ketiga tidak menunjukkan perubahan warna, warna larutan tetap abu-abu kehitaman. Pada 2 menit keempat dan 2 menit kelima tetap saja tidak menunjukkan adanya perubahan warna, warna dari larutan tersebut masih abu-abu kehitaman.
Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 25%, pada 0 menit berwarna abu-abu kehitaman pada 2 menit pertama larutan tersebut tetap abu-abu kehitaman. Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna dari abu-abu kehitaman menjadi biru kehitaman. Pada 2 menit ketiga belum menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit keempat dan 2 menit kelima tetap saja tidak menunjukkan adanya perubahan warna, warna dari larutan tersebut masih biru kehitaman.
VII. Pembahasan
1. Pembahasan Pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase
Pada praktikum kali ini, kami melakukan pengamatan terhadap aktivitas enzim amylase. Untuk mengetahui aktivitas amylase ini, kami melakukan 2 jenis praktikum, yaitu mengenai pengaruh PH terhadap aktivitas amylase dan konsentrasi terhadap aktivitas enzim ini. Amilase yang digunakan pada praktikum ini yaitu kecambah kacang hijau yang sudah dihaluskan, yang kemudian diambil supernatanya. Supernatan tersebut dianggap sebagai enzim dengan konnsentrasi 100 %.
Dari dasar teori di atas telah djelaskan bahwa pH sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim, karena sifat ionik gugus karbosil dan asam amino mudah dipengaruhi pH. Hal ini menyebabkan konformasi enzim dan fungsi katalik enzim berubah, sehingga enzim bisa terdenaturasi dan kehilangan aktivitasnya. Aktivitas enzim tertinggi yang dapat dicapai umumnya disebut pH optimum. Enzim α-amilase Liquozyme supra pada umumnya stabil pada pH optimal yaitu 5,1-5,6. Pada tahap liquifikasi perlu diperhatikan dalam pengaturan pH. pH suspensi diatur sekitar 5,3.
Apabila aktivitas enzim ini bekerja dengan baik maka larutan akan semakin bening, karena telah terhidrolisis secara sempurna, sengkan apabila enzim ini kurang bekerja secara maksimal, maka larutan akan berwarna lebih gelap, karena tidak dapat terhidrolisis secara sempurna.
Dari kedua praktikum di atas terlihat perbedaan antara kecambah yang berumur 2 hari dan kecambah yang telah berumur 4 hari. Tetapi sebenarnya perbedaan tersebut tidak begitu mencolok, karena secara umum dari hasil praktikum tersebut menunjukkan tingkatan warna yang sama, misalnya pada data yang menggunakan ekstrak enzim kecambah yang berumur 2 hari pada tabung 1 larutan tersebut berwarna putih kekuningan, sedangkan pada ekstrak enzim yang berumur 4 hari larutan tersebut menunjukkan warna putih kecokltatan. Perbedaan tersebut dikarenakan semakin lama umur tumbuhan tersebut maka semkain besar pula enzim amilasenya. Jadi apabila enzim amylasenya cukup
banyak maka tingkatan hidrolisisnya pun juga semakin sulit, dari pada yang mempunyai sedikit enzim, akan epat terhidrolisis.
Pada tabung 1 yaitu pengujian amilum dengan ekstrak amylase menghasilkan larutan berwarna lebih terang dengan sedikit warna gelap di tengahnya. Setelah larutan tersebut diletakkan pada 3 bagian dalam plate tetes dan didiamkan berturut-turut 10 menit pertama, hingga 10 menit ketiga, kemudian ditambahkan IKI ternyata laritan tersebut tetap berwarna putih keruh. Hal ini menunjukkan bahwa amilum terhidrolisis secara sempurna. Hal ini terjadi karena penambahan IKI tidak dilakukan secara langsung, melainkan harus menunngu beberapa menit kemudian, artinya pada kondisi ini campuran amilum dan amylase terlalu lama sehingga amylase sudah melakuakn aktivitasnya untuk menghidrolisis amilum. Hal ini berarti ketika amilum di inkubasi dengan cara dibiarkan selama 10 menit pertama hingga 10 menit ketiga, larutan ini sudah mulai terhidrolisis sehingga pada saat di uji dengan IKI, larutan sudah tidak dapat terhidrolisis lagi sehingga warna larutannya pun tetap seperti sebelum ditambah dengan IKI yaitu putih gelap.
Sedangkan pada tabung 2 yang telah diberi HCl (asam kuat), maka mempunyai warna yang lebih gelap, jika dibandingkan dengan tabung 1. Seharusnya enzim akan bekerja secara optimum pada konbdisi ini, yang akan menghasilkan warna yang lebih bening, karena enzim sudah terhidrolisis secara sempurna, tetapi ternyata tidak dengan percobaan kami, pada hasil percobaan yang telah kami lakukan ternyata warna larutan tersebut lebih gelap. Enzim amylase seharusnya akan terhidrolisis secara sempurna pada Ph 4,5 – 4,7, sedangkan pada kondisi ini memiliki Ph.
Kemudian pada tabung 3 yang diberi NaOH (basa), maka warna larutan menjadi lebih terang yaitu putih kekunig-kuningan, hal tersebut menunjukkan bahwa pada waktu ini enzim bekerja secara optimal, tetapi seharusnya pada waktu ini enzim tidak dapat mengalami hidrolisisi secara optimum, karena pada kondisi ini Ph larutan mencapai 9 sedangkan seharusnya enzim akan bekerja secara optimum pada kisaran Ph 4,5-4,7. Hal tersebut mungkin dikarenakan enzim telah terhidrolisis terlebih dahulu ketika diberikan IKI, jadi ketika ditetesi dengan NaOH sudah tidak dapat bereaksi lagi, yang akan menghasilkan larutan tetap berwarna bening.
Selanjutnya pada tabung ke IV yaitu 2 ml amilum 0,5% yang langsung ditetesi dengan 10 tetes IKI warna larutan berubah dari kuning kecoklatan menjadi hijau kehitaman, hal tersebut berarti amilum tersebut sudah terhidrolisis dengan sempurna. Karena IKI sesuai dengan literatur amilum merupakan polisakarida yang apabila dihidrolisis akan menjadi sakarida-sakarida. Jadi pada penambahan IKI ini amilum sudah terhidrolisis secara sempurna menjadi sakarida-sakarida penyusunnya.
Pada percobaan terakhir yaitu pada tabung ke V, 2 ml amilum 0,5% yang ditetesi dengan fehling A dan B. Pada praktikum ini setelah amilum tersebut ditetesi dengan fehling A dan B, kemudian dipanaskan. Dari hasil praktikum ini ternyata warna amilum yang semula berwarna biru tua, setelah mengalami pemanasan, warnanya tidak berubah yaitu tetap bferwarna biru tua. Hal tersebut sangat berbeda dengan teori pada sebuah literature yang kami dapatkan, menurut (Pridjosejono, 2000), amilum merupakan polisakarida yang apabila dihidrolisis akan menghasilakan maltose. Sedangkan maltose sendiri mempunyai sifat dapat mereduksi. Selain itu maltose juga merupakan disakarida yang apabila dihidrolisis akan menghasilakan 2 sakarida, sehingga pada penambahan fehling A dan B
terbentuk gula reduksi yang ditunjukkan dengan adanya perubahan warna dari biru tua menjadi hijau kekuningan. Dari percobaan yang kami lakukan ternyata tidak seperti teori tersebut, warna pada larutan tersebut tidak berubah yaitu tetap biru tua, hal tersebut mungkin dikarenakan kurangnya dalam pemanasan, sehingga enzim tersebut belum terhidrolisis secara sempurna.
2. Pembahasan Pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas amylase
Amilase merupakan enzim yang penting dalam bidang pangan dan bioteknologi. Amilase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis pati menjadi gula‐gula sederhana. Amilase mengubah karbohidrat yang merupakan polisakarida menjadi maltosa (alfa dan beta) ataupun glukosa (gluko amilase)(Anam,2010).
Pada praktikum untuk membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktifitas enzim amilase, digunakan kecambah kacang hijau yang berumur 2 hari dan 4 hari. Digunakan kecambah kacang hijau karena zat gizi pada biji yang sedang berkecambah berada dalam bentuk aktif. Germinasi atau perkecambahan meningkatkan daya cerna karena berkecambah merupakan proses katabolis yang menyediakan zat gizi penting untuk pertumbuhan tanaman melalui reaksi hidrolisis dari zat gizi cadangan yang terdapat di dalam biji. Peningkatan zat-zat gizi pada kecambah kacang hijau mulai tampak kira-kira 24 – 48 jam saat perkecambahan (Anggraeni,2009).Maka dalam praktikum ini digunakan kecambah yang berumur 2 hari dan 4 hari.
Kandungan zat gizi/enzim pada kecambah umur 2 hari berbeda dengan kandungan enzim yang terkandung pada kecambah kacang hijau umur 4 hari. Perbedaan kandungan kadar enzim amylase pada kecambah 2 hari dan 4 hari dapat dilihat perbedaanya dengan jelas, bila dilakukan dengan HPLC. Namun pada praktikum kali ini, hanya ingin diketahui tentang pengaruh konsentrasi enzim terhadap enzim amilase yang ada di tiap kecambah.
Larutan yang digunakan dalam praktikum pengaruh konsentrasi terhadap enzim amylase adalah larutan IKI dan Fehling A dan B.
Pereaksi Fehling terdiri dari dua bagian, yaitu Fehling A dan Fehling B. fehling A adalah larutan CuSO4, sedangkan Fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium natrium tartrat. Pereksi Fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi Fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai ion kompleks. Pereaksi Fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO (Juwita,2008)
Pada praktikum ini, substrat yang digunakan adalah 0,5 ml amilum 1 %. Sedangkan enzim yang digunakan adalah amylase. Konsentrasi substrat yang digunakan tetap untuk masing-masing gelas ukur. Namun konsentrasi amylase yang digunakan berbeda yaitu: 100 %, 75%,50% dan 25%. Enzim amylase dapat diperoleh dari ekstrak kacang hijau yang telah ditumbuk dan ditambah akuades dengan volume tertentu, tergantung konsentrasi ekstrak yang diperlukan. Penumbukan dalam proses ekstraksi berfungsi untuk memecah kacambah sehingga mudah untuk diambil sari-sarinya.
Larutan dalam tabung reaksi yang telah diberi konsentrasi enzim yang berbeda akan diambil tiap 2 menit sekali sebanyak 5 kali. Pengulangan ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan enzim berekasi dengan subtrat. Larutan, diambil dengan pipet tetes dan diletakkan pada tiap plat tetes sebanyak 2 tetes.Kemudian diberi 2 tetes larutan IKI atau Fehling A dan B.
Fungsi dari larutan IKI adalah untuk mendeteksi butir amilum, reaksi positif ditandai dengan warna ungu sampai biru kehitaman. Fungsi dari larutan Fehling A dan B adalah untuk mengidrolisis amilum dengan terbentuknya gula reduksi
Didapatkan pada pengambilan data di 2 menit pertama yang menggunakan indicator larutan IKI, pada konsentrasi amylase 25% terjadi perubahan warna yang mencolok yaitu, kuning keruh dan sedikit kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa amylase belum berhasil menghidrolisis amilum dan pati yag terkandung dalam ekstrak kecambah. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah ekstrak yang sudah terkontaminasi oleh zat-zat lain. Pada saat membuat ekstrak, praktikan tidak menggunakan sarung tangan saat memeras kecambah yang dihaluskan untuk diambil airnya. Tangan praktikan yang sebelumnya menggunakan lotion (handbody) diduga merudak kandungan ekstrak.
Sedangkan pada pengambilan data di 2 menit pertama yang menggunakan indicator Fehling A dan B, pada konsentrasi amylase 25 % terjadi perubahan warna yang mencolok yaitu, abu-abu kehitaman.Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi sedikit ,pati berhasil didrolisisn oleh amylase.Terbukti dengan dihasilkannya warna hitam
Pada 2 menit kedua pengambilan larutan ke plat tetes dan kemudian diberi IKI didapatkan konsentrasi amylase 75% berwarna kuning agak hitam. Konsentrasi 50% dan 25% menunjukkan warna kuning kehitaman. Hal ini dapat diketahui bahwa larutan sudah terhidrolisis oleh amylase. Meski masih terbentuk warna kuning. Hal ini dimungkinkan amilum yang digunakan untuk praktikum ini sudah terkontaminasi oleh udara luar terlalu lama dan zat-zat lain.
Pada uji menggunakan Fehling A dan B dari 2 menit pertama hingga 2 menit kelima, Warna konsentrasi larutan 100%, 75%, 50% dan 25 % amylase di plat tetes adalah: kuning kecoklatan, abu-abu, abu-abu kehitaman dan biru kehitaman. Namun pada 2 menit kedua warna amylase 25 % berbeda yaitu: abu-abu kehitaman, warna abu-abu kehitaman sama dengan warna larutan amylase dengan konsentrasi 50%.
Dari percobaan ini dapat diketahui bahwa larutan dengan konsenrasi amylase 25% menunjukkan positif dengan uji IKI dan Fehling A dan B , yaitu warnanya menjadi hitam /abu-abu/biru kehitaman. Hal ini senuai dengan teori bahwa: enzim dalam berkerja memecah suatu substrat, diperlukan dalam jumlah sedikit. Oleh karena enzim berfungsi sebagai mempercepat reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi, maka jumlah yang dipakai sebagaikatalis tidak perlu banyak. Satu molekul enzim dapat bekerja berkali-kali, selamamolekul tersebut tidak rusak
Semakin sedikit enzim yang berperan memecah amilum maka akan semakin banyak amilum yang tidak terhidrolisis dan warna yang dihasilkan juga akan semakin pekat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Pati (amilum)+Enzim(amilase) Disakarida (maltosa) glukosa + glukosa
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan di simpulkan bahwa :
1. Pengaruh konsentrasi terhadap aktivitas enzim yaitu semakin tinggi pH maka aktifitas enzim semakin lambat.
2. Pengaruh konsentrasi terhadap aktivitas enzim yaitu semakin tinggi konsentrasi maka aktifitas enzim semakin lambat.
3. Sifat kerja enzim sangat di pengaruhi oleh pengaruh suhu,konsentrasi, dan pH.
4. pH optimum untuk enzim amilase pada ekstra tauge adalah pH 7,0.
5. Aktifivitas enzim dan konsentrasi enzim memiliki hubungan perbandingan yang lurus dimana semakin besar konsentrasi maka tinggi aktivitas enzim tersebut
IX. Jawaban Diskusi
Percobaan 1
1. Apa guna larutan IKI dan Fehling A dan B
Fungsi larutan IKI: untuk mendeteksi butir amilum, reaksi positif ditandai dengan warna ungu sampai biru kehitaman
Fungsi Fehling A dan B: untuk mengetahui aktivitas amilase menghidroliis amilum
2. Mengapa pada ekstraksi enzim perlu disentrifuge?
Agar dihasilkan supernatant ekstrak enzim amylase 100%
3. Mengapa digunakan interval waktu 10,20 dan 30 menit?
Percobaan 2
1. Pada konsentrasi berapa amylase menunjukkan paling cepat aktivatasnya?
Pada konsentrasi 25% , amylase bekerja paling cepat. Karena terjadi perubahan warna yang mencolok yaitu kuning/keruh kehitaman
2. Mengapa setelah ada perubahan warna perlakuan dihentikan?
Jika pemberian larutan IKI atau Fehling A dan B berlebih maka, enzim tidak dapat dihidrolisis. Karena enzim diperlukan dalam jumlah sedikit untuk menurunkan energy aktivasinya
3. Mengapa perubahan warna dijadikan sebagai indicator aktivitas enzim?
Perubahan warna dijadikan indicator perubahan enzim karena perubahan warna menunjukkan terjadinya reaksi hidrolisis. Hidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana.
LAMPIRAN
Gambar hasil pengamatan praktikum pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase dengan menggunakan kecambah umur 2 hari
Gambar diakhir praktikum pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase dengan menggunakan kecambah umur 2 hari
Gambar hasil pengamatan praktikum pengaruh konsentrsi enzim terhadap aktivitas amylase dengan menggunakan indicator IKI ( umur kecambah yang digunakan 2 hari)
2’ V = 2 menit kelima
a= konsentrasi ekstrak 100%
b=konsentrasi ekstrak 75%
c=konsentrasi ekstrak 50%
d= konsentrasi ekstrak 25%
2’ I = 2 menit pertama
2’II = 2 menit kedua
2’III = 2 menit ketiga
2’IV = 2 menit keempat
Keterangan
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Lee, J. M. 1992. Biochemical Engineering.Prentice Hall Inc. New Jersey.
Martoharsono,S.1994.Biokimiajilid 1.GadjahMada University Press.Yogyakarta .
Tranggono&Sutardi.(1990). BiokimiadanTeknologiPascaPanen. Gajah Madauniversity Press. Yogyakarta.
Williamson,K.L&L.F.Fieser. (1992). Organic Experiment 7th Edition.D C Health ang Company.
United States of America.
Wirahadikusumah, M. (1989).Biokimia : protein, enzim, danasamnukleat. InstitutTeknologi Bandung. Bandung.
ANGGRAHANI, SRI.2009. PENGARUH LAMA PENGECAMBAHAN TERHADAP KANDUNGAN A-TOKOFEROL DAN SENYAWA PROKSIMAT KECAMBAH KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATES L.).(ONLINE)(HTTP://PATPIJOGJA.WORDPRESS.COM/ 2009 08/27/PENGARUH-LAMA-PENGECAMBAHAN-TERHADAP-KANDUNGAN-A-TOKOFEROL-DAN-SENYAWA-PROKSIMAT-KECAMBAH-KACANG-HIJAU-PHASEOLUS-RADIATUS-L-OLEH-SRI-ANGGRAHINI-STAF-PENGAJAR-FAKULTAS-TEKNOLOGI-PERTANIAN-UGM/), DIAKES PADA 17 FEBRUARI 2012
Anonim1.1990. EnsiklopediNasional Indonesia.PT CiptaAdiPustaka. Jakarta
.
Anonim2.2011.Pengaruh Kadar Enzim.(online) http://penel itianarif .blog spot .com/2011/01/pengaruh-kadar-enzim-terhadap-kecepatan.html), diakses pada 18 Februari 2012
Fox, P.F. (1991). Food Enzymology Vol 2. Elsevier Applied Science. London.
Gaman, P.M & K.B. Sherrington.(1994). IlmuPangan, PengantarIlmuPangan, NutrisidanMikrobiologi.UniversitasGadjahMada press. Yogyakarta.
Juwita,Frisna.2008.Reaksi Aldehid.(online)( http://kimia. upi.edu/utama/bahan ajar/kuliah_web/2008/frisna_0606305_reaksi_organik/isi/reaksi_aldehida.html),diakses pada 19 Februari 2012
Khairul,Anam.2010.Produksi Enzim Amilase.(online)( http:// khairulanam. Files .wordpress.com/2010/08/enzim-amilase.pdf),diakses pada 18 Februari 2012
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIAUJI ENZIM AMILASE
Disusun olehNama : Lutfiyatul Hidayah
NIM : C31120065Golongan : ADosen : Nurkholis, S. Pt. MP
JURUSAN PETERNAKANPOLITEKNIK NEGERI JEMBER
2013
BAB IPENDAHULUAN
1. Tujuan itruksional khususSetelah menyelesaikan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu :
Mengetahui kerja enzim α-Amylase dalam hidrolisis pati. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas / kerja enzim α-Amylase
Mengetahui cara kerja amilase pada ragi tape
2. TeoriEnzim adalah sebuah protein yang mempunyai fungsi khusus. Enzim berperan untuk
mengkatalisis proses kimia (biokimia) dalam makhluk hidup atau dalam system biologi. Tanpa adanya enzim biasanya reaksi kimia akan berlangsung sangat lambat, bahkan mungkin tidak dapat terjadi. Seperti telah disinggung didepan, kerja enzim sangat khusus dan spesifik. Artinya, satu enzim hanya melakukan satu fungsi saja. Misalnya adlah enzim α-Amylase berperan dalam melakukan hidrolisis awal makanan terutama yang mengandung pati.
Pati disusun oleh amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida yang linier, sedangkan amilopektin adalah yang bercabang. Tiap jenis pati tertentu disususn oleh kedua fraksi tersebut dalam perbandingan yang berbeda-beda. Pada pati jenis yang rekat (addesif) amilosa dalam pati berkisar antara 20 -30% pati ada beras dan sorgum sebagian terbesar penyususnanya adalah amilopektin.
Pemisahan antara fraksi amilosa dan amilopektin dapat menggunakan elektrodialisa atau dengan n – butanol atau thymol. Amilopektin larut daam n – butanol sedangkan amilosa tidak larut. Amilosa memberikan warna biru dengan larutan iodine dan amilopektin memberikan warna merah violet.
3. Organisasi Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok praktikum dan masing-masing kelompok
dipimpin seorang ketua kelompok Semua kelompok kerja praktikum dibimbing eorang dosen pembimbing praktikum dibantu oleh
teknisi laboratorium.
BAB IIMETODOLOGI
1. Alat dan bahan Alat- Cawan peteri- Pipet tetes
Bahan Uji amilase saliva- Larutan amilum (pati) 1 %- HCl 1 M
- NaOH 1 M- Larutan yodium encer- Air liur (saliva) – disediakan sendiri oleh praktikan Uji amilase- Singkong rebus- Ragi- I2
2. Pelaksanaan praktikum Uji amilase saliva Masing – masing kelompo menyiapkan 5 buah tabung reaksi Mengisi pada tiap-tiap tabung dengan 3 mL larutan amilum (pati), kemudian dilanjutkan dengan
perlakuan –perlakuan berikut :a. 3 mL larutan amilum + 1 mL saliva + 1 mL HCl 1 M, diinkubasi pada suhu 37o selama 10 menitb. 3 mL larutan amilum + 1 mL saliva + 1 mL NaOH 1 M, diinkubasi pada suhu 37o selama 10
menitc. 3 mL larutan amilum + 1 mL saliva, diinkubasi pada suhu 80oC selama 10 menitd. 3 mL larutan amilum + 1 mL saliva, diinkubasi pada suhu 4oC selama 10 menite. 3 mL larutan amilum + 1 mL saliva, diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit Setelah diinkubasi, tetesi dengan 3 tetes larutan yodium. mengamati perubahan warna yang terjadi
Uji amilasePengamatan dilakukan selama 3 hari
Pada hari pertamaa. Merebus singkong kemudian dinginkanb. Menyimpan dalam cawan petri, kemudian taburi dengan ragi, lalu peramc. Memberi tabel T-1 Pada hari keduaa. Ulangi prosedur yang sama seperti hari pertamab. Beri kode T-2 Pada hari ketiga
Rebus singkong lalu dinginkan Menetesi pada masing-masing contoh dengan laruan I2
Mengamati perubahan yang terjadi
BAB IIIHASIL PENGAMATAN
Tabel pengamatan enzim amilase saliva
Tabung
reaksi
HCl 1 M + 3 mL amilum
+ 1 mL saliva
NaOH 1 M + 3 mL
amilum + 1 mL saliva
80oC 4oC 37oC
1 Setelah dihomogenisasi warna awal larutan putih
keruh
Setelah diberi 3 tetes
yodium dan dihomogrnisa
si warna larutan
menjadi biru kehitaman.
Hal ini menandakan bahwa enzim amilase tidak
bekerja/ amilum tidak
terurai.
2 Setelah dihomogenisasi warna awal putih keruh
Setelah ditetesi 3
tetes yodium dan
dihomogenisasi warna larutan
menjadi putih agak keruh.
Hal ini menandakan bahwa enzim
amilase bekerja secara
sempurna menguraikan amilum (kerja enzim 100%)
Tabung
reaksi
3 mL amilum + 1 mL saliva 80oC 4oC 37oC
3 Setelah dihomogenisasi warna awal putih keruh
Setelah ditetesi 3
tetes yodium dan
dihomogenisasi warna larutan
menjadi putih keruh (kerja enzim 75%)
4 Setelah dihomogenisasi warna awal putih keruh
Setelah ditetesi 3
tetes yodium dan
dihomogenisasi warna larutan menjadi
violet (kerja enzim 50%)
5 Setelah dihomogenisasi warna awal putih keruh
Setelah ditetesi 3
tetes yodium dan
dihomogenisasi warna larutan
menjadi putih
kebiruan (kerja enzim
25%)
Tabel hasil pengamatan enzim amilase
No perlakuan Hasil pengamatan
1 Singkong yang berada pada cawan yang bertanda T1ditaburi ragi dan didiamkan selama 3 hari
Singkong pada T1 yang disimpan selama 3 hari teksturnya menjadi lembek (terfermentasi) dan setelah diberi 1 tetes larutan yodium menimbulkan warna hitam pudar.
2 Singkong yang berada pada cawan yang bertanda T2ditaburi ragi dan didiamkan selama 2 hari
Singkong pada T2 yang disimpan selama 2 hari teksturnya menjadi lembek tetapi lebih keras dari T1 (terfermentasi) dan setelah diberi 1 tetes larutan yodium menimbulkan warna hitam pekat.
3 Singkong yang berada pada cawan yang bertanda T3 tidak ditetesi ragi dan tanpa dilakukan penyimpanan
Singkong pada T3 tidak dilakukan penyimpanan keras (tidak terfermentasi) dan setelah diberi 1 tetes larutan yodium menimbulkan warna hitam sangat pekat.
BAB IVANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
1. Uji enzim amilase saliva
Pada praktikum uji enzim amilase saliva pada 5 sampel yang diletakan pada tabung yang berbeda, didapatkan hasil sebagai berikut :
pada tabung yang diisi dengan HCl 1 M + 3 mL amilum + 1 mL saliva dimasukkan kedalam inkubator yang bersuhu 37oC selama 10 menit setelah itu larutan ditetesi yodium 3 tetes dan dihomogenisasi warna larutan menjadi biru kehitaman
pada tabung 2 yang diisi dengan NaOH 1 M + 3 mL amilum + 1 mL saliva dimasukkan kedalam inkubator yang bersuhu 37oC selama 10 menit kemudian larutan ditetesi yodium 3 tetes dan dihomogenisasi warna larutan menjadi putih agak keruh.
Pada tabung 3 yang diisi dengan 3 mL amilum + 1 mL saliva dimasukkan kedalam inkubator yang bersuhu 80oC selama 10 menit kemudian larutan ditetesi yodium 3 tetes dan dihomogenisasi warna larutan menjadi putih keruh.
Pada tabung 4 yang diisi 3 mL amilum + 1 mL saliva dimasukkan kedalam inkubator yang bersuhu 4oC selama 10 menit kemudian larutan ditetesi yodium 3 tetes dan dihomogenisasi warna larutan menjadi violet.
Pada tabung 5 yang diisi 3 mL amilum + 1 mL saliva dimasukkan kedalam inkubator yang bersuhu 37oC selama 10 menit kemudian larutan ditetesi yodium 3 tetes dan dihomogenisasi warna larutan menjadi putih kebiruan.
Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang dapatdipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, makakenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. pada suhu sangat rendah, aktifitas enzim sangat terhenti secara reversible. Kenaikan suhu lingkungan akan meningkatkan energy kinetic enzim dan frekuensi tumbukan antara molekul enzim dan substrat, sehingga enzim menjadi aktif. Pada suhu dimana enzim masih aktif, umumnya kenaikan suhu 10oC menyebabkan kecepatan reaksi enzimatis bertambah 1,1 hingga 3,0 kali lebih besar. Pada suhu optimum, kecepatan reaksi enzimatis berlangsung maksimal. Bila suhu ditingkatkan terus, maka enzim akan megalami denaturasi, sehingga aktivitas katalitiknya terhenti. Sebagian besar enzim memiliki suhu optimum 30oC sampai 40oC dan mengalami denaturasi secara irreversible pada pemanasan diatas suhu 60oC . pada tabung 1 warna larutan menjadi biru kehitaman. Hal ini menandakan bahwa enzim amilase tidak bekerja/ amilum tidak terurai. hal ini menandakan bahwa tidak terdeteksi adanya karbohidrat karena saliva bereaksi dengan senyawa asam yaitu HCL sehingga terjadi kerusakan susunan senyawa pada saliva atau terjadi denaturasi karena pH untuk enzim tidak boleh terlalu asam maupun basa karena akan menyebabkan kecepatan reaksi, hal ini sesuai dengan pendapat Williamson & Fieser (1992) yang menyatakan bahwa Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi. Pada tabung 2 warna larutan menjadi putih agak keruh Hal ini menandakan bahwa enzim amilase bekerja secara sempurna menguraikan amilum (kerja enzim 100%). Karena pada tabung 2 ini larutan diletakkan pada suhu 37oC yang merupakan suhu optimum, sehingga kecepatan reaksi enzimatis berlangsung maksimal. Pada tabung 3 warna larutan menjadi putih keruh ini menandakan bahwa enzim amilase bekerja mendekati sempurna menguraikan amilum (kerja enzim 75%) . Pada tabung 4 warna larutan menjadi violet ini menandakan bahwa enzim amilase sedikit bekerja dalam menguraikan amilum (kerja enzim 50%). Pada tabung 5 warna larutan menjadi putih kebiruan Warna ini disebabkan oleh belum terhidrolisisnya pati secara sempurna. Larutan iod berperan sebagai indikator hidrolisis.
2. Uji enzim amilase pada singkong
Pada uji amilase singkong didapatkan hasil sebagai berikut :Singkong yang berada pada cawan yang bertanda T1 ditaburi ragi dan didiamkan selama 3 hari teksturnya menjadi lembek (terfermentasi) dan setelah diberi 1 tetes larutan yodium menimbulkan warna hitam pudar. Singkong yang berada pada cawan yang bertanda T2ditaburi ragi dan didiamkan selama 2 hari teksturnya menjadi lembek tetapi lebih keras dari T1 (terfermentasi) dan setelah diberi 1 tetes larutan yodium menimbulkan warna hitam pekat. Singkong yang berada pada cawan yang bertanda T3 tidak ditetesi ragi dan tanpa dilakukan penyimpanan dan setelah diberi 1 tetes larutan yodium menimbulkan warna hitam sangat pekat.Pada uji enzim amilase, fermentasi pada tape singkong terdapat mikroorganisme (saccharonyces cerevisiae) yang dapat menghasilkan enzim. Semakin lama waktu penyimpanan maka akan smakin banyak pula mikroorganisme yang terdapat pada singkong dan enzim yang dihasilkan juga semakin banyak sehingga proses fermentasi menjadi lebih cepat dan tekstur tape singkong menjadi lebih lembek. Dalam pembuatan tape, ragi (Saccharomyces cereviceae) mengeluarkan enzim yang dapat memecah karbohidrat pada singkong menjadi gula yang lebih sederhana. Pada T1 terdapat mikroorganismeSaccharomyces cereviceae menghasilkan enzim berupa enzim amilase yang dapat memecah pati atau amilum menjadi gula sederhana seperti glukosa yang jika ditetesi oleh iodium akan menimbulkan warna hitam yang kemudian memudar menjadi hitam kebiruan. Ini menyebabkan enzim bekerja sempurna dalam fermentasi. Pada T2 setelah ditetesi yodium berwarna biru pekat karena kerja enzim lebih lambat karena proses penyimmpanan yang masih sebentar (2 hari). Pada T3 setelah ditetesi yodium warna menjadi biru sangat pekat karena singkong tidak dilakukan fermentasi sehingga tidak ada mikroorganisme yang membantu dalam fermentasi sehingga amilum tidak terhidrolisis.
BAB VPENUTUP
KesimpulanPada praktikum uji enzim amilase ini didapatkan hasil sebagai berikut :
Uji enzim amilase saliva Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang
dapatdipengaruhi oleh suhu enzim memiliki suhu optimum 30oC sampai 40oC dan mengalami denaturasi secara irreversible
pada pemanasan diatas suhu 60oC jika warna larutan menjadi biru kehitaman menandakan bahwa enzim amilase tidak bekerja/
amilum tidak terurai. Jika warna larutan menjadi putih Hal ini menandakan bahwa enzim amilase bekerja secara sempurna menguraikan amilum (kerja enzim 100%). Jika warna larutan violet menandakan bahwa enzim amilase sedikit bekerja dalam menguraikan amilum
uji enzim amilase singkong pada saat fermentasi pada tape singkong terdapat mikroorganisme (saccharonyces cerevisiae)
yang dapat menghasilkan enzim Saccharomyces cereviceae menghasilkan enzim berupa enzim amilase yang dapat memecah
pati atau amilum menjadi gula sederhana seperti glukosa
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA
ENZIM AMILASE
Disusun oleh
Nama : Hanis Nuraini
NIM : C31120062
Golongan : A
Dosen : Nurkholis S.Pt, MP
JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2013
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk melaksanakan kegiatan praktikum biokimia “Enzi Amilase” dengan menggunakan sub uji Enzim milase sativa dane nzim amilase.
Biokimia adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang macam –macam molekul yang ada di dalam sel makhluk hidup atau organisme dan reaksi kimia yang terjadi diantara molekul-molekul tersebut. Di dalamnya terdapat identifikasi berbagai macam zat termasuk karbohidrat yang berperan sebagai sumber energi paling tinggi . melalui praktikum ini di harapkan para pembaca khususnya mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasikan materi dalam kehidupan sehari-harinya.
Ucapan terima kasih kepada Dosen pembimbing serta teknisi yang membantu jalannya praktikum sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan baik, serta teman- teman mahasiswa yang ikut berpartisipasi dalam praktikum ini.
Laporan hasil praktikum ini masih jauh dari kesempurnaan,mengingat keterbatasan pengetahuan dan materi.Oleh karena itu saran dan kritik dari para pembaca menjadi suatu pertimbangan bagi saya demi kesempurnaan laporan ini dan pembuatan laporan selanjutnya.
BAB IPENDAHULUAN
1. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah menyelesaikan praktikum, mahasiswa di harapkan mampu:
1.1.Mengetahui kerja enzim α-Amylase dalam hidrolisis pati.
1.2.Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas / kerja enzim α-Amylase.
1.3.Mengetahui cara kerja amilase pada ragi tape.
2. Landasan Teori
Enzim adalah sebuah protein yang mempunyai fungsi khusus. Enzim berperan untuk mengkatalisis proses kimia(biokimia) dalam makhluk hidup atau dalam system biologi. Tanpa adanya enzim biasanya reaksi kimia akan berlangsung sangat lambat, bahkan mungkin tidak dapat terjadi. Seperti telah di singgung di depan, kerja enzim sangat khusus dan spesifik . artinya, satu enzim hanya menjalankan satu fungsi saja. Misalnya adalah enzim α-Amylase yang bekerja spesifik dalam mulut, enzim ini terdapat bersama dengan air liur (saliva), enzim α-Amylase berperan dalam melakukan hidrolisis awal makanan terutama yang mengandung pati.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu , pH, substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. Kemudian pH berpengaruh terhadap fungsi enzim karena pada umumnya efektifitas maksimum suatu enzim pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5 – 8,0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
Pati disusun oleh amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida yang linier, sedangkan amilopektin adalah yang bercabang. Tiap jenis pati tertentu di sususn oleh kedua fraksi tersebut dalam perbandingan yang berbeda-beda. Pada pati jenis yang rekat(addesif) amilosa dalam pati bekisar antara 20-30% pati pada beras dan sorghum sebagian terbesar penyusunnya adalah amilopektin.
Pemisahan antara fraksi amilosa dan amilopektin dapat menggunakan elektrodialisa atau dengan n- butanol atau thymol. Amilopektin larut dalam n-butanol sedangkan amilosa tidak larut. Amilosa memberikan warna biru dengan larutan iodine dan amilopektin memberikan warna merah violet.
3. Organisasi
3.1.Mahasiswa di bagi menjadi beberapa kelompok praktikum dan masing-masing kelompok di pimpin seorang ketua kelompok.
3.2.Semua kelompok kerja praktikum di bimbing seorang dosen pembimbing praktikum di bantu oleh teknisi laboratorium.
BAB IIMETODOLOGI PRAKTIKUM
v Tempat dan waktu praktikum
Tempat : Laboratorium Analisis Pangan
Hari / tanggal : Senin - Rabu, 20 - 22 Mei 2013
v Materi
Alat
§ Cawan petri
§ Pipet tetes
Bahan
§ Uji amilase sativa
- Larutan amilum (pati) 1%
- HCl 1 M
- NaOH1 M
- Larutan yodium encer
- Air liur (saliva) – disediakan sendiri oleh prktikan
§ Uji amilase
- Singkong rebus
- Ragi
- I2
v Metode
Ø Uji amilase saliva
1. Masing-masing kelompok menyiapkan 5 buah tabung reaksi
2. Tiap tabung reaksi diisi 3 mL larutan amilum (pati), kemudian di lanjutkan dengan perlakuan-perlakuan berikut:
- 3mL larutan amilum + 1mL larutan saliva + 1mL HCl 1 M , diinkubasi pada suhu 370C selama 10 menit.
- 3mL larutan amilum + 1mL larutan saliva + 1mL NaOH 1 M , diinkubasi pada suhu 370C selama 10 menit.
- 3mL larutan amilum + 1mL larutan saliva ,diinkubasi pada suhu 800C selama 10 menit.
- 3mL larutan amilum + 1mL larutan saliva ,diinkubasi pada suhu 40C selama 10 menit.
- 3mL larutan amilum + 1mL larutan saliva ,diinkubasi pada suhu 370C selama 10 menit.
3. Setelah diinkubasi, tetesi dengan 3 tetes larutan yodium.
4. Mengamati perubahan warna yang terjadi.
5. Mencatat hasil pengamatan dalam bentuk tabel.
Ø Uji amilase
Pengamatan dilakukan selama tiga hari.
Pada hari pertama
- Rebus singkong kemudian dinginkan
- Simpan dalam cawan petri, kemudian taburi dengan ragi, lalu peram.
- Beri label T-1
Pada hari kedua
- Ulangi prosedur yang sama seperti hari pertama
- Beri kode T-2
Pada hari ketiga
- Rebus singkong lalu dinginkan
- Masing-masing contoh di tetesi dengan larutan I2
- Mengamati perubahan reaksi yang terjadi
- Mencatat hasil pengamatan dalam bentuk tabel.
BAB IIIHASIL PENGAMATAN
Hasil Pengamatan Enzim Amilase Sativa
Tabung reaksi
HCl 1 M + 1mL saliva+1mL amilum
NaOH 1M + 1mL
saliva + 1mL
amilum
800C(10 menit)
40C(10 menit)
370C(10 menit)
1 Warna awal putih keruh
Setelah di tetesi iodium dan dihomogenisasi, warna larutan menjadi biru kehitaman.
2 Warna awal putih keruh
Setelah di homogenisasi dan di tetesi iodium, warna larutan menjadi putih agak keruh
Larutan tanpa penambahan HCl ataupun NaOH (Saliva 1mL + Amilum 1mL)3 Warna
awal larutan putih keruh
Setelah di tetesi iodium 3 tetes dan di homogenisasi,warna larutan menjadi putih keruh
4 Warna awal larutan putih keruh
Setelah ditetesi iodium 3 tetes dan di homogenisasi, warna larutan
menjadi violet5 Warna
larutan awal putih keruh
Setelah ditetesi iodium 3 tetes dan di homogenisasi, warna larutan menjadi putih kebiruan
Hasil Pengamatan Enzim Amilase
No Perlakuan Hasil pengamatan1 Singkong rebus yang
berada pada cawan T1 yang sudah di taburi ragi, disimpan selama 3 hari kemudian ditetesi iodium 1 tetes
Singkong pada cawan T1 yang disimpan selama 3 hari teksturnya menjadi sangat lembek (terfermentasi) dan jika ditetesi iodium akan menimbulkan bercak dengan warna hitam tapi pudar
2 Singkong rebus yang berada pada cawan T2 yang sudah di taburi ragi, disimpan selama 2 hari kemudian ditetesi iodium 1 tetes
Singkong pada cawan T2 yang disimpan selama 2 hari teksturnya menjadi agak lembek dan jika ditetesi iodium akan menimbulkan warna hitam pekat
3 Singkong rebus yang berada pada cawan T3 tanpa penambahan ragi dan tanpa penyimpanan kemudian ditetesi iodium 1 tetes
Singkong rebus pada cawan T3 , tidak di taburi ragi serta tanpa penyimpanan dan langsung ditetesi iodium , teksturnya tetap keras (karena tidak terfermentasi) dan jika di tetesi larutan iodium akan menimbulkan warna hitam yang sangat pekat.
v Catatan
Tingkat kepekatan
- Cawan T3
- Cawan T2
- Cawan T1
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
v Enzim amilase sativa
Berdasarkan hasil pengamatan dalam praktikum yang telah di lakukan, dengan perlakuan yang berbeda antara kelima tabung di diperoleh hasil sebagai berikut:
- Pada tabung 1 yang berisi larutan HCl, saliva, dan amilum dengan volume yang sama yaitu 1 mL memiliki warna larutan putih keruh. Setelah diinkubasi dengan suhu 370C selama 10 menit dan di tetesi larutan yodium sebanyak 3 tetes serta dihomogenisasi maka perubahan yang terjadi adalah larutan akan berwarna biru kehitaman.
- Pada tabung 2 berisi larutan NaOH, saliva dan amilum dengan perbandingan volume yang sama dan perlakuan yang sama dan memiliki warna awal yang sama pula seperti tabung 1. Namun memiliki hasil akhir yang berbeda yaitu warna larutan tetap putih agak keruh.
- Untuk tabung 3,4, dan 5. Hanya pencampuran antara saliva dan amilum dengan perbandingan 1:1 mL memiliki warna awal yang sama yaitu putih keruh.Dengan perlakuan yang berbeda (tabung 3 inkubasi 800C, tabung 4 40C, dan tabung 5 370C) setelah di tetesi iodium dan dihomogenisasi, warna larutan pada tabung 3 menjadi putih keruh,tabung 4 menjadi ungu violet,dan tabung 5 menjadi putih kebiruan.
Amilum dapat tehidrolisis menjadi dekstrin dan oligosakarida oleh peran enzim α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α(1 4). Amilum dan dekstrin yang molekulnya masih besar dengan iodium memberi warna biru, dekstrin-dekstrin antaranya (eritrodekstrin) memberi warna coklat kemerah-merahan. Sedangkan dekstrin-dekstrin yang molekulnya sudah kecil lagi (akhrodekstrin) dan maltosa tidak memberi warna dengan iodium. Timbulnya warna biru tua pada larutan tabung 1 menunjukkan bahwa amilum terhidrolisis menjadi amilodekstrin (hidrolisis amilum belum sempurna),kurang sempurnanya hidrolisis kemungkinan disebabkan oleh larutan HCl yang bersifat asam . Pada tabung 2 warna menjadi putih karena amilum dapat terhidrolisis sempurna menjadi maltosa karena pengaruh larutan NaOH yang bersifat basa (aktivitas enzim di pengaruhi oleh faktor pH asam atau basa) dan larutan tersebut mencapai titik akhromati yaitu titik di mana campuran larutan tidak memberikan warna lagi (jernih). pH berpengaruh terhadap fungsi enzim karena pada umumnya efektifitas maksimum suatu enzim pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5 – 8,0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.Untuk tabung 3 warna larutan putih keruh karena pada suhu di atas 500C enzim akan rusak dan tidak dapat
bereaksi (karena enzim tersusun dari protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang) sehingga warna larutan tidak berubah yaitu tetap putih keruh. Sedangkan pada tabung 4 dengan suhu rendah di bawah suhu optimum yaitu 40C enzim akan tetap bereaksi namun bekerja lambat ditandai adanya warna violet pada larutan menandakan bahwa amilum dapat terhidrolisis namun lambat. Sedangkan pada tabung 5, amilum dapat terhidrolisis dengan normal pada suhu yang optimum yaitu 370C menjadi amilodekstrin di tandai dengan timbulnya warna kebiruan pada larutan.
v Uji enzim amilase
Dari hasil praktikum yang telah di lakukan,diperoleh data bahwa:
- Pada cawan T1 yang berisi singkong rebus dengan taburan ragi dan disimpan selama 3 hari,setelah ditetesi larutan iodium akan menimbulkan bercak warna hitam tetapi pudar.
- Pada cawan T2 dengan perlakuan yang sama dengan cawan sebelumnya namun disimpan selama 2 hari, setelah di tetesi iodium menimbulkan warna bercak hitam pekat.
- Pada cawan T3 berisi singkong rebus tanpa ragi dan tanpa penyimpanan , setelah ditetesi larutan iodium akan menimbulkan bercak warna hitam yang sangat pekat di bandingkan kedua tabung sebelumnya.
Enzim adalah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme, pada singkong entasi terdapat peran dari Saccaromyces cerevicaeyang menghasilkan enzim berupa enzim amilase yang mampu memecah pati atau amilum menjadi gula sederhana seperti glukosa yang jika ditetesi oleh iodium akan menimbulkan warna hitam yang kemudian memudar menjadi hitam kebiruan seperti yang terjadi pada cawan T1 yang disimpan selama 3 hari akan menyebabkan enzim dapat bekerja secara sempurna dalam memfermentasi. Untuk cawan T2 , singkong rebus dan ragi hanya disimpan dalam waktu 2 hari sehingga saccaromyses yang ada lebih sedikit dan enzim juga belum sempurna dalam memfermentasi sehingga tekstur kurang lembek dan warna lebih pekat di banding singkong pada cawan T1. Sedangkan pada cawan T3 singkong tersebut tanpa ragi menyebabkan tidak tumbuhnya saccharomyces sehingga tidak dihasilkan enzim, amilum tidak bereaksi (terhidrolisis) di tandai dengan warna hitam sangat pekat. Salah satu literatur menyatakan bahwa suatu enzim dapat bekerja 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan laju reaksi tanpa katalis. Enzim bekerja sebagai katalis dengan cara menurunkan energi aktifasi,sehingga laju reaksi meningkat.
BAB V
PENUTUP
v Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum serta sumber dari beberapa literatur, di peroleh kasimpulan sebagai berikut
- Aktivitas enzim dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya sifat asam atau basa dari suatu zat dan suhu. Zat yang bersifat asam dan suhu yang semakin rendah dapat memperlambat hidrolisis amilum, begitu pula sebaliknya. Namun jika suhu terlalu tinggi akan menyebabkan enzim tidak dapat bereaks karena terjadi denaturasi.
- Enzim dapat di hasilkan dari mikroorganisme, enzim tersebut berfungsi sebagai katalisator dalam mempercepat reaksi kimia.
DAFTAR PUSTAKA
· Laporan Enzim amilase (PDF).S1 Keperawatan FIK UKSW
· Laporan Biokimia Air Liur.Mita Sasmita
http://www.543ura1.blogspot.com./ 25 Mei 2013. 09.12 WIBLaprona final_Lamiya & Mareta (PDF)Laporan Praktikum Enzim.Robin Arsad
http://www.robinchemistry.blogspot.com./ 23 Mei 2013.08.00 WIB
LAPORAN PRAKTIKUMBIOKIMIA
Di Susun Oleh :Nama : Erik Angga SaputraNpm : E1C011025Judul Acara : ENZIM Hari/tanggal : Selasa, 05 juni 2012, 14.00-16.00Dosen pemb. : Drs. Ir. Yosi Fenita, M. P.
Coas : 1. Sukriyanto 2. Sri Maryati Lubis
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU2012
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangEnzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel.Enzim sangat
penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu.Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, memperoleh energi Kimia yang digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan, dan lain-lain. Pada Enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa.Ada tiga macam enzim amilase, yaitu α amilase, β amilase dan γ amilase. Yang terdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas adalah α amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang
terdapat dalam amilum dan disebut endo amilase sebab enzim ini bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum (Poedjiadi, 2006).
Enzim tak hanya ditemukan dalam sel-sel manusia dan hewan, namun sel-sel tumbuhan juga memiliki enzim sebagai salah satu komponen metabolismenya. Enzim katalase merupakan salah satu enzim yang terdapat pada tumbuhan. Enzim diproduksi oleh peroksisom dan aktif dalam melakukan reaksi oksidatif bahan-bahan yang dianggap toksik oleh tanaman, seperti hidrogen peroksida (H2O2). Enzim katalase termasuk ke dalam golongan desmolase, yaitu enzim yang dapat memecahkan ikatan C-C atau C-N pada substrat yang diikatnya.
Oleh karena itu, untuk lebih mengetahui dan memahami kerja suatu enzim,khususnya kerja enzim amilase yang terdapat pada saliva yang dilarutkan pada pati,maka percobaan ini dilakukan.
1.2 Tujuan PraktikumUntuk menganalisis secara kualitatif anzim amilase dan aktifitasnya.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Enzim adalah sekelompok protein yang berperan sebagai pengkatalis dalam reaksi-reaksi biologis. Enzim dapat juga didefenisikan sebagai biokatalisator yang dihasilkan oleh jaringan yang berfungsi meningkatkan laju reaksi dalam jaringan itu sendiri. Semua enzim yang diketahui hingga kini hampir seluruhnya adalah protein.Berat molekul enzim pun sangat beraneka ragam, meliputi rentang yang sangat luas (Suhtanry & Rubianty, 1985). Enzim berperan untuk mempercepat reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup, tetapi enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi. Enzim berperan secara lebih spesifik dalam hal menentukan reaksi mana yang akan dipacu dibandingkan dengan katalisator anorganik sehingga ribuan reaksi dapat berlangsung dengan tidak menghasilkan produk sampingan yang beracun (Juryatin, 1997).
Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya lebih besar dari katalisator
sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Tanpa pembentukan produk
samping enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut
urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan
yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolic yang berbeda (Cartono,2004). Enzim
dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang berperan sangat penting dalam aktivitas
biologis. Dalam jumlah yang sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga
dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan hasil akhir reaksinya.
Enzim ini akan kehilangan aktivitasnya akibat :
Panas
Asam atau basa kuat
Pelarut organik
Pengaruh lain yang bisa menyebabkan denaturasi protein
(Campbell, 2000)
Untuk aktivitasnya kadang-kadang enzim membutuhkan kofaktor yang bisa berupa
senyawa organik atau logam. Senyawa organik itu terikat pada bagian protein enzim. Bila
ikatan itu lemah maka kofaktor tadi disebut co-enzim dan dan jika terikat erat melalui ikatan
kovalen maka dinamakan gugus prostetis. Pada umumnya dua kofaktor itu tidak dibedakan
dan disebut co-enzim saja. Apabila enzim itu terdiri dari bagian seperti yang diterangkan
diatas maka keseluruhan enzim itu dinamakan holo enzim. Bagian protein dinamakan apo-
enzim dan bagian non proteinnya disebut co-enzim.fungsi logam pada umumnya adalah
untuk memantapkan ikatan substrat pada enzim atau mentransfer electron yang timbul
selama proses katalisis (Anna Poedjiadi, 1994).
Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masingmasing enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya urease, arginase dan lain-lain. Di samping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama misalnya pepsin, tripsin dan lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of the International Union of Biochemistry, enzim dibagi dalam enam golongan besar. Penggolongan ini didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang peranan. Enam golongan tersebut ialah (Poedjiadi, 2006):
a) Golongan I OksidoreduktaseEnzim yang ternasuk dalam golongan ini dapat dibagi dalam dua bagian yaitu dehidrogenase
dan oksidase.b) Golongan II Transferase
Enzim yang termasuk golongan ini bekerja sebagai katalis pada reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu senyawa kepada senyawa lain. Beberapa contoh enzim yang termasuk golongan ini adalah meeetiltransferase, hidroksimetiltransferase, karboksiltransferase, asiltransferase dan aminotrandferase atau disebut juga transminase (Anna Poedjiadi, 1994).
c) Golongan III HidrolaseEnzim ini bekerja sebagai katalis pada reaksi hidrolisis. Beberapa enzim dalam kelompok ini
ialah esterase, lipase, pofatase, amylase, aminopepetidase, karboksipeptidase, pepsin, tripsin, kimotripsin (Anna Poedjiadi, 1994).
d) Golongan IV Liase
Enzim yang termasuk golongan ini mempunyai peranan penting dalam reaksi pemindahan suatu gugus dari satu substrat (bukan cara hidrolisis) atau sebaliknya. Contoh enzim golongan ini natara lain dekarboksilase, aldolase, hidratase.
e) Golongan V IsomeraseEnzim yang termasuk golongan ini bekerja pada reaksi perubahan intramolekuler, misalnya
rekasi perubahan glukosa menjadi fruktosa, perubahan senyawa L menjadi senyawa D, senyawa sis menjadi senyawa trans dan lain-lain. Contoh enzim yang termasuk golongan ini antara lain ribolosafosfat ipomerase dan glukosafosfat isomerase.
f) Golongan VI LigaseEnzim yang termasuk golongan ini bekerja pada reaksi-reaksi penggabungan dua molekul.
Oleh karenanya enzim tersebut juga dinamakan sintesa. Ikatan yang terbentuk anatara penggabungan tersebut adalah ikatan C-O, C-S, C-N atau C-C. contoh enzim golongan ini antara lain glutamine sintetase dan piruvat karboksilase.
Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjadi, 2006).
Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya (Salisbury, 1995). Sebagai mana protein pada umumnya, molekul enzim juga mempunyai struktur tiga dimensi. Diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, hanya satu saja yang mendukung fungsi enzim sebagai biokatalisator, diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, diperlukan suhu dan pH yang sesuai. Apabila kedua faktor tersebut tidak terpenuhi, enzim akan kehilangan sifat dan kemampuannya (Sadikin, 2002). Secara dingkat, sifat-sifat enzim tersebut antara lain (Dwidjoseputro, 1992) :1. berfungsi sebagi biokatalisator
2. merupakan suatu protein3. bersifat khusus atau spesifik
4. merupakan suatu koloid5. jumlah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak6. tidak tahan panasFungsi enzim sebagai katalis untuk reaksi kimia dapat terjadi baik didalam maupun diluar
sel. Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Suatu enzim dapat bekerja 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan laju reaksi tanpa katalis. Enzim bekerja sebagai katalis dengan cara menurunkan energi aktifasi, sehingga laju reaksi meningkat (Poedjadi, 2006). Enzim-enzim hingga kini diketahui berupoa molekul-molekul besar yang berat molekulnya ribuan. Karena enzim tersebut dilarutkandalam air, maka akan menjadi suatu koloid Beberapa enzim, diketahui memiliki kemampuan untuk mengubah substrat menjadi hasil akhir dan sebaliknya, yaitu mengubah kembali hasil akhir menjadi substrat jika kondisi lingkungan berubah. dari golongan protease dan urase serta beberapa jenis enzim lainnya (Dwidjoseputro, 1992).
Kerja Enzim Pada Substrat Enzim meningkatkan kemungkinan molekul-molekul
yang bereaksi saling bertemu dengan permukaan yang saling berorientasi. Hal ini terjadi
karena enzim mempunyai suatu afinitas yang tinggi terhadap substrat dan mempunyai
kemampuan untuk mengikat substrat tersebut walaupun bersifat sementara. Penyatuan
antara substrat dengan enzim sangat spesifik substrat terikat dengan enzim sedemikian
rupa, sehingga setiap substrat terorientasi secara tepat untuk terjadi reaksi.
Pembentukan ikatan yang sementara (biasanya ikatan nonkovalen) antara substrat
dengan enzim menimbulkan penyebaran elektron dalam molekul substrat dan penyebaran
ini menyebabkan suatu regangan pada ikatan kovalen spesifik dalam molekul substrat,
sehingga ikatan kovalen tersebut menjadi mudah terpecah. Para ahli biokimia menamakan
keadaan dimana terjadi regangan ikatan molekul substrat setelah berinteraksi
dengan enzim disebut pengaktifan substrat.
Pada Substrat yang spesifik, enzim akan mengkatalisis reaksi sehingga menghasilkan produk yang spesifik, juga pada penambahan pereaksi kimia tertentu dapat mengakibatkan enzim menunjukkan bentuk stereokimianya dimana interaksi enzim dengan substrat terjadi dalam ikatan, dimana kelebihan substrat tidak d apat diikat seluruhnya oleh enzim. Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa (Salisbury, 1995). Seperti halnya katalisator, enzim juga dipengaruhi oleh temperatur. Hanya saja enzim ini tidak tahan panas seperti katalisator lainnya. Kebanyakan enzim akan menjadi non aktif pada suhu 50o C (Poedjiadi, 2006).
BAB III
METODOLOGI3.1 Alat dan Bahan3.1.1 Bahan Praktikum
Pereaksi Biuret Pereaksi Milon Pereaksi Fosfat Pereaksi Molisch HCL Asam Asetat Air Liur Pereaksi Benedict Akuades Musin NaOH CuSO4
3.1.2 Alat Praktikum Taung Reaksi Penangas air Gelas ukur 50 ml Pipet ukur 5 ml Kertas pH indikator universal Rak tabung reaksi Penjepit tabung reaksi Gelas piala 50 ml
3.2 Prosedur Kerja3.2.1 Sifat Susuan Air Liur Bersihkan rongga mulut anda dengan cara berkumur-kumur beberapa kali. Kunyang sepotong lilin atau kapas atau kertas kering yang dibasahi sedikit dengan asam asetat encer, maksudnya untuk menstimulis produk air liur (saliva). Kumpulkan air liur anda ini kedalam gelas piala samapi 50 ml dan saring dengan bulu gelas.Uji air liur ini terhadap :
1. Bobot jenis dengan menggunakan urinometer2. Uji reaksi dengan lakmus
3. Uji dengan pereaksi biuret, milon dan molisch, fosfat dan HCL4. Uji terhadao musim
Pada 2 ml air liur ditambahkan satu tetes asam asetat encer. Jika ada musin akan terbentuk endapan putih yang amorfous
3.2.2 Hidrolisa Pati Oleh Amilase Air Liur1. Menambahkan 2 ml air liur dari hasil percobaan 1, di atas pada 10 ml larutan pati atau kanci 1
persendan menkocok lalu simpan pada 37 derajat celcius.Mencatat kapan terlihatnya opalesen dan berubahnya kekentalan,setiap selang satu menit pindahkan satu tetes ke papan porselin(papan uji) dan tetesi dengan pereaksi iodium.Mencatat pada menit berapa timbul warna biru,warna kecoklatan dan kapan tidak memperlihatkan perubahan warna lagi ( ingat pereaksi yodium sendiri bewarna kecoklat-coklatan).Saat pereaksi yodium tidak positif lagi disebut titik akhromatik.
2. Membandingkan waktu yang anda dapat sampai tidak memperlihatkan warna positif dengan pereaksi yodium dengan waktu yang ditemukan oleh kelompok lain jika percobaan ini dilakukan pada waktu dan acara tyang sama,apakah hasilnya juga akan sama.bagaimanakah komentar anda?.
BAB IVHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan1. Hidrolisa pati dengan larutan KI Menit ke 1:21:49 larutan mengental Warna biru detik ke 51 Warna coklat menit ke 02:34 Tidak berwarna menit ke 05:34
2. Uji Biuret Air liur 30 tetes NaOH 40% 10 Tetes CuSO4 25 tetes menjadi ungu
3. Uji dengan Molisch Air liur 30 tetes Molisch 2 tetes Asam asetat 3 ml Warnanya putih menggumpal ( negatif )
4. Uji Musin Berwarna bening tidak ada endapan ( tidak ada musin )
5. Sifat susunan air liur Bersifat basa dengan lakmus
6. Pati mentah Warna biru : 55,54 detik Warna coklat : 02:47 detik Tidak berwarna : 05:57 detik
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kami yang menghidrolisa pati dengan larutan KI yang menggunakan bahan dasar air liur ( ludah ) yang di campurkan dengan larutan KI, setelah dicampurkan dan di aduk sampai merata. Pada detik ke 51 terbentuk warna biru dari campuran larutan tersebut dan pada menit ke 1:21:49 larutan akan mengental. Sedangkan pada menit k 02:34 terbentuk warna coklat dan pada menit ke 05:34 larutan tidak berwarna lagi.
Pada uji biuret dan molisch yang menggunakan bahan dasar air liur , NaOH 40% 10 tetes dan CuSO4serta asam asetat 3 ml dan molisch tetes sebanyak . Pada uji biuret menghasilkan warna ungu yang bearti bahwa air liur mengandung protein sementara pada pereaksi molisch menghasilkan warna putih susu dan menggumpal ( negatif ) dan tidak mengandung endapan sehingga air liur tidak mengadung protein.Hasil ini sesuai dengan literatur bahwa enzim amilase yang terdapat pada air liur mengadung protein bukan mengadung karbohidrat.
Pada uji coba sifat susunan air liur yang menggunakan indikato Ph atau kertas lakmus menunjukan bahwa air liur tersebut bersifat basa dengan berwarna biru dengan indikator Ph 7 – 14 untuk basa , 1- 7 pada asam dan 7 yaitu netral. Sementara pada uji musin air liur berwarna bening dan tidak ada endapan yang menandakan tidak adanya musin pada air liur tersebut. Jika ada musin akan terbentuk endapan putih yang amorfous.
Pada uji coba pati mentah air liur yang digunakan sebagai bahan dasarnya, setelah pencampuran dengan bahan-bahan yang digunakan akan terbentuk :
1. Warna biru : 55,54 detik2. Warna coklat : 02 : 47 detik3. Tidak berwarna : 05 : 57 detik
BAB VPENUTUP
5.1 Kesimpulan Pada praktikum kali ini maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Enzim amilase yang terdapat pada air liur mengandung protein’2. Enzim amilase bersifat basa pada praktikum yang kami lakukan dengan menggunakan kertas
lakmus
5.2 Saran Dalam praktikum - praktikum yang telah dilakukan, kurangnya pemahaman praktikan dan waktu mempengaruhi keakuratan data, semoga dalam praktikum yang selanjutnya dapat lebih baik lagi.
Daftar PustakaPoedjiadi, Anna, 2006. Dasar-dasar Biokimia, Universitas Indonesia PRESS,Jakarta.
Suhtanry, Rubianty, 1985. Kimia Pangan. Badan Kerja Sama Perguruan Negeri Indonesia Bagian Timur, Makassar.
Juryatin. 1997. Peran Enzim Amilase pada Tubuh Manusia. http://www.docstoc.com. Diakses 10.6.2012.
Cartono, M.Pd. 2004. Biologi Umum, Bandung : PRISMA PRESS.Campbell, N. A. 2000. Biologi Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.Poedjiadi, Anna dan Supriyatin, Titin. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia.Sadikin M. 2002. Seri biokimia: biokimia enzim.Widya Medika. Jakarta.
Dwidjoseputro, D., 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Salisbury, F.B. dan Ross, C.W., 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.
Laporan Praktikum Biokimia : EnzimPendahuluan
Enzim adalah suatu kelompok protein yang menjalankan dan mengatur perubahan-perubahan kimia dalam system biologi. Zat ini dihasilkan oleh organ-organ hewan dan tanaman, yang secara katalitik menjalankan berbagai reaksi seperti pemecahan hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerisasi, adisi, transfer radikal dan pemutusan rantai karbon (Timotius 1982). Kebanyakan enzim yang terdapat di dalam alat atau organ dari organisme berupa larutan koloidal dalam cairan tubuh seperti, air ludah, darah, cairan lambung, dan cairan pancreas. Enzim terdapat di bagian dalam sel, berkaitan dengan protoplasma. Enzim juga terdapat dalam mitokondria dan ribosom. Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel
Aktivitas katalis yang dimiliki enzim merupakan alat ukur yang selektif dan sensitif terhadap
aktivitas enzim. Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat, pH, suhu, dan indikator. Faktor yang
mempengaruhi pengukuran aktivitas enzim antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH, dan
indikator. Aktivitas enzim meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu, laju berbagai proses
metabolisme akan naik sampai batasan suhu maksimal. Sebagian besar enzim suhu optimalnya berada
diatas suhu dimana enzim itu berada.
Aktivitas enzim maksimal diperoleh pada pH optimal, untuk saliva (enzim amilase) pHnya 7.
Bentuk kurva aktivitas pH ditentukan oleh denaturasi enzim (pada pH tinggi atau rendah) dan
penambahan status bermuatan pada enzim dan atau substrat. Enzim dapat pula mengalami perubahan
bentuk bila pH bervariasi. Untuk menentukan kecepatan reaksi, sebenarnya pengaruh konsentrasi
substratlah yang sangat berarti. Namun, konsentrasi substrat yang menunjukkan kecepatan maksimal
aktivitas enzim akan mencerminkan jumlah enzim aktif yang ada.Inhibitor non kompetitif irreversibel
adalah suatu zat yang menghambat kerja enzim dengan cara berikatan dengan enzim tetapi bukan pada
active sidenya, karena inhibitor tidak memiliki kesamaan dengan struktur substrat, maka peningkatan
konsentrasi substrat umumnya tidak menghilangkan inhibitor tersebut. Banyak racun yang bekerja
sebagai inhibitor non kompetitif irreversibel terhadap aktivitas enzim, antara lain ion logam berat,
iodosetamida, dan zat-zat pengoksidatif.
Air liur mengandung air kira-kira 99,5%. Sekitar dua pertiga dari bahan terlarut dalam air liur
merupakan bahan organik dan sepertiganya adalah bahan anorganik. Cairan air liur mengandung α-
amilase yang menghidrolisa ikatan α(1→4) pada cabang sebelah luar glikogen dan amilopektin menjadi
glukosa, sejumlah kecil maltosa, dan suatu inti tahan hidrolisa yang disebut dekstrin. Hanya sebagian
kecil amilum yang dapat dicema di dalam mulut, oleh karena itu sebaiknya makanan dikunyah lebih lama
untuk memberi kesempatan lebih banyak pemecahan amilum di rongga mulut. Enzim amilase memiliki
kemampuan untuk memecah molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang merupakan polimer
dari alfa-D-glikopiranosa akan dipecah oleh enzim pada ikatan alfa-1,4- dan alfa-1,6-glikosida (DSC
Biokimia FKG UGM 2004).
Papain merupakan enzim protease yang terkandung dalam getah papaya, baik dalam buah,
batang dan daunnya. Sebagai enzim yang berkemampuan memecah molekul protein, papain menjadi
suatu produk yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik di rumah tangga maupun industri.
Enzim yang bekerja pada papain ialah enzim protease (Subagyo 2008).
Penggolongan (Klasifikasi) enzim antara lain Hidrolase merupakan enzim-enzim yang menguraikan suatu zat dengan pertolongan air, oksidase dan reduktase yaitu enzim yang membantu dalam proses oksidasi dan reduksi dan desmolase yaitu enzim-enzim yang memutuskan ikatan-ikatan C-C, C-N dan beberapa ikatan lainnya. Enzim juga dapat dibedakan menjadi eksoenzim dan endoenzim berdasarkan tempat kerjanya, ditinjau dari sel yang membentuknya. Selain itu dikenal juga enzim konstitutif dan enzim induktif(Anna 2006).
Tujuan
Percobaan ini bertujuan menentukan sifat dan susunan air liur, getah lambung, menentukan pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas enzim, dan menentukan titik akromatik.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan ialah gelas piala 100mL, 250 mL, dan 500 mL, pipet tetes, pipet Mohr 5 mL dan 10 mL, tabung reaksi, piknometer, termometer, pembakar Bunsen, kaki tiga, kawat kassa, corong gelas, gelas arloji, sudip, kertas saring, glass wool, spot plate, kertas indicator universal, penangas air, dan botol semprot.
Bahan-bahan yang digunakan ialah air liur (saliva), indikator fenolftalein, metil orange, pereaksi Biuret, pereaksi Molisch, pereaksi Millon, pereaksi Molibdat, pereaksi Benedict, pereaksi Iodium, HNO3 10%, AgNO3 2%, HCl 10%, urea 10%, larutan Na2CO3 1 %,0.1%, dan 0.5%, NaOH 10%, CuSO4 0.1%, asam asetat encer, larutan BaCl2, larutan ferosulfat, H2SO4 pekat indikator amilum 1%, tepung pati, aquades, ekstrak papain, dan fibrin.
Prosedur Kerja
Prosedur awal yang dilakukan adalah pembuatan sampel enzim amylase. Rongga mulut dibersihkan dengan cara berkumur-kumur sebanyak 3 kali. Sepotong kapas dikunyah atau dengan kertas saring yang dibasahi asam asetat encer (untuk menstimulasi air liur). Air liur dikumpilkan sampai 50 mL dan emulsi yang terbentuk disaring denganglass wool. Air lur yang telah dikumpulkan akan digunakan untuk uji air liur terhadap bobot jenis dengan menggunakan piknometer, uji reaksi dengan lakmus PP dan MO, uji terhadap pereaksi Biuret, Millon dan Molisch, uji terhadap klorida, sulfat dan fosfat, serta uji terhadap Musin.
Uji bobot jenis dengan piknometer. Botol piknometer beserta tutupnya (kosong) ditimbang dan bobot piknometer kosong dicatat. Botol piknometer selanjutnya diisi dengan air liur sampai meluber lalu tutup. Piknometer yang telah berisi sampel air liur (saliva) kemudian ditimbang kembali dan bobotnya dicatat. Bobot jenis saliva dihitung dengan cara membandingkan massa air liur (saliva) dengan volume piknometer yang digunakan.
Uji reaksi dengan lakmus PP dan MO. Sebanyak dua buah tabung reaksi disiapkan dan sebanyak 2 mL saliva dipipet ke dalam masing-masing tabung. Tabung pertama diberi 3 tetes indikator fenolftalein dan tabung kedua diberi 3 tetes indikator metil orange. Kedua tabung diuji keasaman dan kebasaannya dengan kertas lakmus.
Uji terhadap pereksi Biuret. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan beberapa tetes pereaksi Biuret sampai larutan berubah warna menjadi violet. Uji terhadap pereaksi Millon. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 tetes pereaksi Millon. Tabung kemudian dipanaskan pada penangas air sampai menunjukkan perubahan warna (+ merah, - kuning). Uji terhadap pereaksi Molisch. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Sebanyak ditambahkan 2 tetes peraksi Molisch dan 1.5 mL H2SO4 (P) (dilewatkan melalui dinding). Jika terbentuk cincin berwarna ungu menunjukkan hasil (+), jika cincin berwarna coklat atau kuning menunjukkan hasil (-).
Uji Klorida. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL AgNO3 2% dan 1 mL HNO3 10% sampai terbentuk endapan berwarna putih. Uji Sulfat. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL BaCl2 dan 1 mL HCl 10% sampai terbentuk endapan berwarna putih. Uji fosfat. 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL urea 10%, 1 mL pereaksi Molibdat dan 1 mL ferosulfat sampai larutan berubah warna menjadi biru (+). Jika larutan berwarna kuning, maka hasil negatif. Uji Musin. Sebanyak 2 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambah pertetes asam asetat encer sampai terbentuk endapan yang amorforus.
Prosedur kedua adalah uji pengaruh suhu pada aktivitas amylase air liur. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing tabung diisi dengan 2 mL sampel air liur (saliva) dan 2 mL aquades. Tabung dikocok dan masing-masing disimpan pada suhu yang berbeda. Tabung 1 diletakkan di dalam penangas es bersuhu 10˚C, tabung 2 diletakkan pada suhu ruang 25˚C, tabung 3 dan 4 diletakkan di dalam penangas air yang bersuhu 37˚C dan 80˚C selama 15 menit. Setelah itu pada masing-masing tabung ditambahkan 1 mL larutan kanji 1%. Larutan dikocok dan dikembalikan ke masing-masing kondisi sebelumnya selama 10 menit.
Prosedur ketiga adalah uji pengaruh pH terhadap aktivitas amylase air liur. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan. Tabung 2 diisi dengan 2 mL HCl, tabung 2 diisi dengan 2 mL asam asetat, tabung 3 diisi dengan 2 mL aquades, dan tabung 4 diisi dengan 2 mL Na2CO3 0.1%. masing nilai pH larutan adalah 1, 5, 7, dan 9. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan kanji 1% dan 2 mL air liur (saliva) ke dalam masing-masing tabung lalu dikocok dan diletakkan pada penangas air bersuhu 37˚C selama 15 menit. Setelah 15 menit, isi tabung masing-masing diuji dengan pereaksi iodium dan pereaksi Benedict.
Prosedur keempat adalah hidrolisis pati matang oleh amylase air liur. Sebanyak 4 tetes sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambah 10 mL larutan kanji 1%. Tabung dikocok lalu disimpan pada penangas air bersuhu 37˚C. Setiap 1 menit larutan dipipet ke atas spot plate dan diteteskan pereaksi Iodium. Perubahan warna dicatat sampai larutan tidak menunjukkan perubahan warna lagi (mencapai titik akromatik).
Prosedur kelima adalah hidrolisis pati mentah oleh amylase air liur. Seujing sudip tepung pati dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL aquades. Tabung dikocok lalu ditambah 10 tetes sampel air liur (saliva) dan disimpan pada penangas air bersuhu 37˚C selama 20 menit. Setiap 5
menit larutan diteteskan ke atas spot plate dan diteteskan pereaksi Iodium. Perubahan warna dicatat sampai larutan berwarna kuning pudar. Hasil percobaan dibandingkan dengan hasil percobaan hidrolisis pati matang oleh amylase air liur.
Prosedur keenam adalah uji temperatur optimum aktivitas papain. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing tabung diisi dengan 3 mL ekstrak papain 0.5% . tabung 1 disimpan pada penangas es, tabung 2 disimpan pada suhu kamar 25˚C, tabung 3 dan 4 disimpan pada penangas air bersuhu 37˚C dan 70˚C selama 10 menit. Setelah 10 menit (temperatur dalam tabung telah sama dengan temperature lingkungan) temperatur isi tabung diukur dan dicatat. Seujung sudip fibrin dibubuhkan ke dalam masing-masing tabung (sama banyak) dan diaduk dengan hati-hati. Masing-masing tabung diamati setiap selang waktu 1 menit (sampai 5 menit) dan jika ada pelepasan warna fibrin dicatat ada menit ke berapa.
Prosedur ketujuh adalah uji aktivitas papain. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan. Tabung 1 dan 2 diisi dengan 3 mL ekstrak papain dan tabung 3 dan 4 diisi dengan 3 mL aquades (kontrol). Seujung sudip fibrin dibubuhkan ke dalam masing-masing larutan (sama banyak) dan diaduk lalu disimpan pada penangas air pada suhu 37˚C (tabung 1 dan 3) dan suhu 65˚C (tabung 2 dan 4). Masing-masing tabung diamati apakah terjadi pelepasan warna fibrin. Jika tidak terjadi pelepasan warna fibrin, konsentrasi lrutan ekstrak fibrin dinaikkan.
Prosedur kedelapan adalah uji pH optimum aktivitas papain. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing diisi 3 mL ekstrak papain 0.5%. Tabung 1 ditambah 3 mL aquades (kontrol), tabung 2 ditambah 3 mL Na2CO3 0.5%, tabung 3 ditambah 3 mL Na2CO3 1%, dan tabung 4 ditambah 3 mL HCl 0.6%. Larutan diaduk dan masing-masing diukur pH-nya dengan indikator universal. Seujung sudip fibrin dibubuhkan ke dalam masing-masing larutan (sama banyak) lalu disimpan pada penangas air bersuhu 37˚C . Larutan diamati setiap selang waktu 5 menit selama 20 menit. Perubahan dicatat pada pH berapa pelepasan fibrin terjadi paling banyak.
Data dan Hasil Pengamatan
Tabel 1 Data hasil sifat-sifat fisik air liur
Indikator Pengamatan Perubahan warna Gambar
Suhu (oC) 29 oC
Berat jenis 0.9084 g/mL
pH 8
Fenolftalin (PP) Basa Merah muda
Metil Orange Basa Orange
Perhitungan densitas air liur:
m = a – b
= 18.3676 g – 9.1720 g
= 9.196 g
Keterangan:
a = bobot kosong piknometer + saliva
b = bobot kosong piknometer
V = volume piknometer
ρ = bobot jenis saliva
m = bobot saliva
Tabel 2 Data hasil pengamatan susunan air liur
Uji Hasil uji Pengamatan Gambar
Klorida + Endapan putih
Sulfat - Putih keruh
Fosfat - Kuning
Biuret - Tidak berwarna
Millon - Kuning
Molisch - Hijau
Musin - Tidak berwarna
Tabel 3 Pengamatan suhu terhadap aktivitas amilase air liur
Perlakuan suhu
Uji yodium Uji Benedict
Hasil warnaGambar Hasil
pengamatanwarna
10 oC -Kuning
kecoklatan+ Hijau
30 oC -Kuning
kecoklatan+ Hijau
37 oC -Kuning
kecoklatan- Biru
80 oC + Biru pekat - Biru
Tabel 4 Pengamatan pengaruh pH terhadap aktivitas amilase air liur
Penambahan larutan
pH Uji Yodium Uji Benedict
HCl 1.0 Biru Biru
Asam asetat 5.0 Biru Biru
Akuades 7.0 Kuning Hijau
Na-karbonat 9.0 Kuning Hijau
Tabel 5 Pengamatan uji iod hidrolisis pati matang oleh amilase air liur
Waktu (menit) Hasil Perubahan warna
1-3 ++++ Biru pekat
4 ++ Coklat
5-12 ++ Hijau kecoklatan
13-20 +++ Biru pudar
21-30 + Hijau muda
31-32 + Kuning kehijauan
33 - Kuning
Tabel 6 Pengamatan uji iod hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur
Waktu (menit) Hasil Perubahan warna
25 + Biru
30 + Biru
35 + Biru
40 + Biru
45 + Biru kekuningan
50 - Kuning
Gambar 1 Hasil uji iod hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur
Tabel 7 Temperatur Optimum Aktivitas Papain
Temperatur (C0)
Terjadinya pelepasan warna fibrin menit ke-Gambar
1 2 3 4 5 10 15 20 25
Es - - - - - - - - -
Ruang - - - - - - - - -
37-40 - - - - - - - - -
65 - - - - - + + + +
Keterangan : ( - ) = tidak terjadi pelepasan warna fibrin
( +) = terjadi pelepasan warna fibrin
Tabel 8 Aktivitas Papain
Tabung Hasil Pengamatan Gambar
Akuades -
Papain +
Keterangan : ( - ) = tidak terjadi pelepasan warna fibrin
( + ) = terjadi pelepasan warna fibrin
Tabel 9 PH optimum aktivitas papain
Tabung pHPelepasan warna fibrin
Menit ke- Gambar
Air 6 - 20
Na-Karbonat 0,5 % 11 + 10
Na-Karbonat 1 % 11 + 10
HCl 2 - 10
Keterangan : ( - ) = Fibrin tidak pudar
( + ) = Fibrin pudar
Pembahasan
Sifat dan susunan saliva ditentukan dengan berbagai macam uji untuk karbohidrat (uji Yodium dan uji Benedict), uji bobot jenis, uji garam anorganik (uji Klorida, uji Sulfat, dan uji Fosfat), uji protein (uji Biuret, uji Molisch, dan uji Millon), dan uji pH (uji pp dan lakmus merah serta biru). Penentuan suhu optimum dan pH optimum enzim amilase juga ditentukan melalui pengujian serangkaian suhu dan pH yang berbeda-beda. Kecepatan hidrolisis pati mentah dan pati matang ditentukan dengan metode titik akromatik.Penentuan sifat asam atau basa saliva ditentukan dengan cara pengujian indikator. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa ketika saliva ditetesi indikator FF maka saliva tersebut menjadi berwarna merah menunjukkan saliva bersifat basa. Begitu pula dengan kertas lakmus merah berwarna biru dan lakmus biru tetap tidak berubah sehingga menunjukkan saliva bersifat basa. Hal ini tidak sesuai dengan sifat dari air liur yang ber pH sedikit asam yaitu sekitar 6.8.
Air liur atau saliva biasanya mengandung peptida tetapi tidak mutlak ada. Peptida adalah asam poliamino dan ikatan amidanya yang menyebabkan asam aminonya bergabung disebut ikatan peptida. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi seperti konversi energi dan metabolisme pertahanan sel. Pada uji protein dengan menggunakan pereaksi Biuret ditandai dengan perubahan warna larutan ungu violet (biru) dalam larutan basa. Senyawa biuret dihasilkan dengan cara memanaskan urea di atas penagas air. Reaksi uji biuret ini memberikan hasil yang positif akibat pembentukan senyawa kompleks Cu2+ gugus CO dan NH dari suatu rantai peptida dalam suasana basa. Pada percobaan air liur menunjukkan hasil negatif. Hal ini tidak sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada literature, disebabkan karena adanya kontaminasi pada bahan yang digunakan, lalu tidak adanya sisa makanan yang tertinggal pada mulut dan air liur, sehingga uji biuret tidak menemukan adanya protein dan menghasilkan uji yang negative. Prinsip dari uji millon adalah pembentukan garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi. Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai molekul fenol pada gugus R-nya, yang akan membentuk garam merkuri dengan pereaksi millon. Warna merah yang terbentuk adalah garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi. Hasil percobaan menunjukkan warna kuning, hal ini manunjukkan hasil negatif terhadap air liur (Chandra2009).
Uji Molisch adalah uji yang paling umum untuk menyatakan ada atau tidaknya karbohidrat karena memberikan uji positif (cincin ungu) kepada semua karbohidrat yang lebih besar daripada tetrosa. Uji Molisch terhadap saliva menunjukkan reaksi yang negatif. Menurut Lehninger (1998) saliva tidak mengandung karbohidrat. Hal ini menunjukkan pada saliva tidak mengandung karbohidrat. Bila ada, hal ini dapat disebabkan air liur yang dihasilkan probandus masih mengandung sisa-sisa makanan.
Uji klorida beradasarkan percobaan, pada tabung terdapat warna putih keruh setelah penambahan AgNO3 dan setelah penambahan ammonia berlebih, larutan menjadi jernih kembali. HNO3 berfungsi untuk membuat suasana menjadi asam dan mencegah endapan perak fosfat. Warna putih keruh disebabkan karena Cl berikatan dengan Ag+membentuk AgCl (endapan putih). Endapat putih tersebut akan larut akan larut kembali (larutan menjadi jernih) setelah penambahan ammonia yang bersifat basa. Hal ini menyatakan bahwa air liur memiliki kandungan klorida yang jumlahnya relative sedikit.
Uji sulfat menunjukkan hasil positif ditunjukkan dengan warna putih, dan uji fosfat terhadap saliva menunjukkan reaksi negatif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih kekuningan dan larutan berwarna kuning serta uji musin menunjukkan hasil yang negatif ditunjukkan dengan larutan tidak berwarna. Keberadaan fosfat dan sulfat di dalam air liur tidak mutlak adanya. Hal tersebut bergantung pada makanan yang kita konsumsi (Metjesh 1996).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu , pH, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. Pada perubahan suhu, kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim mula-mula meningkat karena adanya peningkatan suhu. Energi kinetik akan meningkat pada kompleks enzim dan substrat yang bereaksi. Namun, peningkatan energi kinetik oleh peningkatan suhu mempunyai batas yang optimum. Jika batas tersebut terlewati, maka energi tersebut dapat memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik yang lemah yang mempertahankan struktur sekunder-tersiernya.
Pada suhu ini, denaturasi yang disertai dengan penurunan aktivitas enzim sebagai katalis akan terjadi. Suhu optimal enzim bergantung pada lamanya pengukuran kadar yang dipakai untuk menentukannya. Semakin lama suatu enzim dipertahankan pada suhu dimana strukturnya sedikit labil, maka semakin besar kemungkinan enzim tersebut mengalami denaturasi. Suhu yang digunakan pada
percobaan yaitu 10 C, 37 C, suhu kamar, dan 80 C. Enzim amilase bekerja optimal paada suhu tubuh
manusia yaitu 37 C sebab enzim tersebut terdapat dalam air liur dalam tubuh sehingga suhunya sama dengan suhu tubuh. Hasil yang diperoleh pada percobaan menunjukkan enzim bekerja optimal pada
suhu 37 . Hal tersebut dilihat dari uji iod dan uji benedict yang dilakukan. Uji iod yang dilakukan menghasilkan warna kuning dan uji benedict menunjukkan warna hijau , sehingga berdasarkan hasil
tersebut pada suhu 37 enzim pada air liur telah memecah atau mendegradasi pati menjadi maltose, dekstrin-dekstrin, ataupun monosakarida.
Ph optimal untuk sebagian besar enzim adalah 6 sampai 8. Lingkungan asam akan mendenaturasi sebagian besar enzim. Kondisi pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim melalui pengubahan struktur atau pengubahan muatan pada residu yang berfungsi dalam pengikatan substrat atau katalis. Sebagai contoh, enzim bermuatan negatif (Enz -) bereaksi dengan substrat bermuatan positif (SH+) : Enz- + SH+ EnzSH. Pada pH yang rendah, Enz- mengalami protonasi dan kehilangan muatan negatifnya (enzim dinetralisir) : Enz- + H+ EnzH. Sedangkan pada pH yang tinggi, SH+ mengalami ionisasi dan kehilangan muatan positifnya (substrat dinetralisir) : SH+ S + H+. Karena (berdasarkan definisi) satu-satunya bentuk yang mengadakan interaksi adalah SH+ dan Enz-, nilai pH yang ekstrim (tinggi ataupun rendah) akan menurunkan kecepatan reaksi.
Pengaruh pH terhadap aktifitas enzim amilase air liur digunakan empat bahan yang berbeda dengan kondisi pH yang berbeda pula. Suasana asam dilakukan pada larutan asam asetat dan HCl, suasana netral pada akuades, dan basa pada natrium karbonat 0,1%. Hasil yang diperoleh pada larutan asam asetat (pH 5) pada uji iod menunjukkan warna biru yang berarti positif mengandung iod dan hasil pada uji benedict menunjukkan warna biru dan tidak menunjukkan terdapat gula pereduksi. Hasil uji iod pada larutan HCl (pH 1) menunjukkan warna biru dan pada uji benedict menunjukkan warna biru. Hasil uji iod pada akuades (pH 7) menunjukkan warna biru dan pada uji benedict menunjukkan warna hijau. Hasil yang diperoleh pada uji iod dalam larutan natrium karbonat (pH 9) menunjukkan warna kuning dan pada uji benedict menunjukkan warna hijau. Berdasarkan hasil percobaan enzim amilase bekerja optimal pada pH 7.
Hidrolisis pati matang oleh amilase air liur dilakukan dengan menggunakan uji iod dan uji benedict. Uji iod terhadap hidrolisis pati matang oleh amilase air liur mencapai titik akromatik pada menit ke-33. Titik akromatik adalah titik dimana saat larutan uji dengan larutan iod menghasilkan reaksi negatif yang menunjukkan bawa pati sudah hilang atau terhidrolisis menjadi maltosa, titik akromatik dapat dilihat berdasarkan warna larutan yang terbentuk antara iod dengan larutan yang berisi kanji dan air liur yang sudah menjadi berubah menjadi warna larutan iodiumnya. Sisa larutan yang telah mencapai titik akromatik kemudian diuji menggunakan pereaksi benedict. Hasil yang diperoleh tidak menunjukkan adanya endapan merah bata yang menandakan pati tersebut telah terhidrolisis menjadi maltosa, endapan merah bata terbentuk karena maltose termasuk gula pereduksi sehingga pada saat ditambahkan pereaksi benedict dan dipanaskan timbul endapan merah bata sehingga hasil percobaan negatif.
Hidrolisis pati mentah amilase air liur dilakukan seperti pada hidrolisis pati matang, hanya saja pati yang digunakan masih dalam bentuk tepung yang belum dilarutkan. Titik akromatik pada hidrolisis pati mentah belum dicapai pada menit ke-20, dicapai pada menit ke-45. Pada saat titik akromatik telah tercapai ditandai dengan terbentuknya warna yang sama dengan iodin yang digunakan sebagai kontrol negatif. Hasil pada uji benedict menunjukkan warna biru. Jika dibandingkan dengan hidrolisis pati matang, pati mentah lebih lama terhidrolisis. Hal tersebut dilihat dari waktu yang diperlukan untuk mencapai titik akromatik.
Papain merupakan salah satu enzim proteolitik yang paling banyak digunakan dalam industri. Enzim ini biasanya disintesis dari buah papaya. Buah pepaya yang berumur 2,5~3 bulan disadap dan getahnya ditampung. Pada 1 (satu) buah pepaya dapat dilakukan 5 kali sadapan. Tiap sadapan menghasilkan + 20 gram getah. Getah dapat diambil setiap 4 hari dengan cara menggoreskan buah tersebut dengan pisau (Gilvery dan Goldstein 1996).
Temperatur optimum merupakan kondisi dimana enzim tersebut bekerja secara maksimal. Berdasarkan literatur Temperatur Optimum untuk aktivitas enzim papain yaitu berada pada kisaran suhu 65 °C- 80oC. Suhu di atas 90oC akan cepat menonaktifkan enzim. Suhu optimm yang siperoleh pada percobaan sama dengan temperature berdasarkan literature yaitu pada suhu 65oC. Penentuan suhu optimum aktivitas dari enzim papain ini yaitu untuk mengoptimasi dari kerja enzim tersebut. Optimasi merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh hasil akhir yang lebih baik. Problem optimasi merupakan suatu masalah komputasional dengan tujuan untuk mendapatkan atau menemukan solusi terbaik dari semua solusi yang mungkin. Pada percobaan suhu optimal untuk enzim papain diketahui dengan melihat pelepasan zat warna fibrin yang paling banyak.
Uji aktivitas dari enzim papain pada tabung yang berisi air; larutan berubah jadi warna merah muda. Hal ini merupakan biasan warna dari fibrin karena warnanya merah terang. Sedangkan pada tabung yang berisi papain terjadi hidrolisis fibrin (substrat) mengadi polipeptida dan asam-asam amino. Hidrolisi fibrin menyebabkan warna merah pada fibrin memudar atau lepas, sehingga warna larutan menjadi merah muda.
Gambar 1 reaksi hidrolisis polipeptida oleh enzim papainBerdasarkan literature pH Optimal untuk aktivitas enzim papain yaitu berada
pada kisaran 6.0-7.0. sedangkan berdasarkan percobaan diperoleh pH optimal fibrin pada kondisi pH 11 yaitu dalam larutan natruim karbonat 1%. Dan 0.1%
Aplikasi enzim papain dalam kehidupan cukup Iuas, mulai dari bahan pelunak daging hingga berbagai industri pangan, minuman, farmasi, detergent, kulit, wool, kosmetika, dan industri biologi lainnya. Penggunaannya sebagai bahan aditif dalm berbagai industri pangan dan minuman tetap tinggi karena aktivitas enzimatiknya yang relatif tinggi dan statusnya sebagai produk alam yang ramah atau
aman untuk dikonsumsi. Badan pengawas pangan dan obat-obatan. Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA) mengklasifikasikan status papain ke dalam kelompok GRAS (generally regarded as safe). Badan sejenis di Inggris menggolongkan papain ke dalam Group A. Ini berarti bahwa papain dapat digunakan sebagai bahan aditif dalam pangan dan dalam pembuatan makanan (Salisbury 1995).
Penggunaannya juga cenderung meningkat sejalan dengan perubahan teknologi produksi yang digunakan pada proses produksi berbagai produk biologi. Dewasa ini proses-proses enzimatik telah umum digunakan pada proses produksi berbagai produk biologi menggantikan proses-proses kimiawi yang selama ini dinilai bagus dan relatif menguntungkan karena kondisi prosesnya bertemperatur relatif rendah dan relatif spesifik, Kondisi proses demikian memungkinkan penghematan biaya produksi dan pengendalian fungsional dasar produk akhirnya (Salisbury 1995).
Papain bisa memecah protein menjadi arginin. Senyawa arginin merupakan salahsatu asam
amino esensial yang dalam kondisi normal tidak bisa diproduksi tubuh dan biasa diperoleh melalui
makanan seperti telur dan ragi. Namun bila enzim papain terlibat dalam proses pencerbaan protein,
secara alami sebagian protein dapat diubah menjadi arginin. Proses pembentukan arginin dengan papain
ini turut mempengaruhi produksi hormon pertumbuhan manusia yang populer dengan sebutan human
growth hormone (HSG), sebab arginin merupakan salah satu sarat wajib dalam pembentukan HGH.
Nah, HGH inilah yang membantu meningkatkan kesehatan otot dan mengurangi penumpukan lemak di
tubuh. Informasi penting lain, uji laboratorium menunjukkan arginin berfungsi menghambat pertumbuhan
sel-sel kanker payudara (Salisbury 1995).
Papain juga dapat memecah makanan yang mengandung protein hingga terbentukberbagai
senyawa asam amino yang bersifatautointoxicating atau otomatis menghilangkan terbentuknya substansi
yang tidak diinginkan akibat pencernaan yang tidak sempurna. Tekanan darah tinggi, susah buang air
besar, radang sendi, epilepsi dan kencing manis merupakan penyakit-penyakit yang muncul karena
proses pencernaan makanan yang tidak sempurna. Papain tidak selalu dapat mencegahnya,
namun setidaknya dapat meminimalkan efek negatif yang muncul. Yang jelas papain dapat membantu
mewujudkan proses pencenaan makanan yang lebih baik (Salisbury 1995).
Simpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa saliva memiliki bobot jenis sebesar 0.9196 g/ml, bersifat basa, berpH 8, uji biuret menunjukkan hasil negative, uji millon menunjukkan hasil negative, uji molisch menunjukkan hasil negative, uji klorida menunjukkan hasil positif, uji sulfat menunjukkan hasil positif, uji fosfat menunjukkan hasil negative, uji musin menunjukkan hasil positif,
suhu optimum enzim amylase pada saliva ialah 37 , pH enzim amylase sebesar 6 sampai 8, titik akhromatik pada hidrolisis pati mentah dicapai pada menit ke-33, dan titik akhromatik pada hidrolisis pati mentah dari enzim amylase dicapai pada menit ke-45. Sedangkan suhu optimum aktivitas dari enzim papain yaitu berada pada suhu 65oC, pH optimumnya yaitu pada pH 11, aktvitas papain tersebut dilihat dari kemampuannya untuk menghidrolisis fibrin (sebagai substrat) dengan cara pelepasan warna fibrin tersebut, sehingga warna larutan menjadi merah muda.
Daftar Pustaka
Anna. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press
Chandra Hutabarat. 2009. Karakteristik Saliva (Air Liur) dan Kelenjarnya. [Terhubung berkala] .http://www.meillyssach.co.cc/2009/09/karakteristik-saliva-air-liur-dan.html.(24 November 2011)
Gilvery dan Goldstein. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Edisi 3. Surabaya : Airlangga University Press
Matjesh, Sabirin. 1996. Kimia Organik II. Jakarta : Depdikbud
Salisbury F.B. dan Ross C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB Press
Subagyo. 2008. Enzim Papain dari Pepaya. [terhubung berkala]. repository.ipb.ac.id/Pusbangtepa_Enzim%20papain%20dari%20pepaya.pdf [27 November 2011. 16:55]
Timotius, K.H. 1982. Mikrobiologi Dasar. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA AIR LIURWritten By mita sasmita on Selasa, Oktober 23, 2012 | 14.33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan yang masuk ke dalam mulut biasanya masih berbentuk potongan atau keratan
yang mempunyai ukuran relatif besar dan tidak dapat diserap langsung oleh dinding usus. Oleh
karena itu sebelum siap diserap oleh dinding usus makanan tersebut harus melewati sistem
pencernaan makanan yang terdiri atas beberapa organ tubuh, yaitu mulut, lambung, dan usus
dengan bantuan pankreas dan empedu. Dalam mulut makanan dihancurkan secara mekanis
oleh gigi dengan jalan dikunyah. Selama penghancuran secara mekanis ini berlangsung,
kelenjar yang ada di sekitar mulut mengeluarkan cairan yang disebut saliva atau ludah. Tiga
kelenjar saliva yaitu kelenjar sublingual, kelenjar submaksilar, dan kelenjar parotid. Kelenjar
sublingual adalah kelenjar saliva yang paling kecil, terletak di bawah lidah bagian depan.
Kelenjar submaksilar terletak di belakang kelenjar sublingual dan lebih dalam. Kelenjar parotid
ialah kelenjar saliva paling besar dan terletak di bagian atau mulut di depan telinga.
Musin dalam saliva adalah suatu zat yang kental dan licin yang berfungsi membasahi
makanan dan sebagai pelumas yang memudahkan atau memperlacar proses menelan
makanan. Cairan air liur mengandung α-amilase yang menghidrolisa ikatan α(1→4) pada
cabang sebelah luar glikogen dan amilopektin menjadi glukosa, sejumlah kecil maltosa, dan
suatu inti tahan hidrolisa yang disebut dekstrin. Hanya sebagian kecil amilum yang dapat
dicema di dalam mulut, oleh karena itu sebaiknya makanan dikunyah lebih lama untuk memberi
kesempatan lebih banyak pemecahan amilum di rongga mulut.
1.2 Tujuan percobaan
a) Untuk menetapkan pH air liur
b) Membuktikan adanya musin dalam air liur
c) Untuk membuktikan adanya musin dalam air liur
d) Untuk mengetahui pengaruh suhu pada aktivitas amylase air liur
e) Kerja enzim pada air liur
1.3 Metodologi
Percobaan I : penetapan pH air liur
Cara
kerja :
1. Kumurlah dengan aquadest . sediakan 4 buah tabung reaksi yang masing-masing
berisikan 2 ml HCI, 2 ml asam asetat, 2 ml aquadest, 2 ml NaOH lalu diukur pHnya
masing2 tabung dengan menggunakan indicator universal
2. Setiap tabung ditambahkan larutan kanji 1 %, dan air liur sebanyak 2 ml lalu masukkan ke
dalam masing-masing tabung reaksi yang tersedia.
3. Lalu dikocok dengan baik dan semua tabung di letakkan pada suhu 37 C selam 15 menit
4. Masing-masing tabung dibagi dua bagian, bagian 1 di uji dengan larutan iodium dan satu di uji
dengan larutan benedict
Percobaan II : membuktikan adanya musin dalam air liur
Cara
kerja
1) Masukkan 2 ml air liur yang di saring ke dalam tabung reaksi
Alat Bahan
a. Tabung reaksi
b. Thermometer
c. Gelas kimia
d. Kaki tiga
e. Kasa asbes
f. Indicator universal,
g. Air liur yang tidak di saring,
h. HCI, asam asetat,
i. Aquadest, NaOH,
j. Larutan kanji 1 %,
k. Larutan iodium,
l. Larutan benedict
Alat Bahan
1) Gelas ukur
2) Pipet tetes
3) Tabung reaksi
4) Air liur
5) Asam asetat
6) Kertas saring
2) Tambahkan 1 tetes asam asetat encer ke dalam tabung
3) Amati presipitasi dan perubahan viskositas yang terjadi
Percobaan III : Untuk membuktikan adanya karbohidrat dalam air liur secara kualitatif
Cara
kerja :
1) Masukkan 1 – 2 ml HCI lalu panasi tabung itu selama 10 menit dalam 1 penangas air
mendidih
2) Netralkan dengan 1 – 2 ml NaOH dan kemudian ujilah untuk reaksi reduksi gula dengan
menambahkan ke dalam tabung tersebut sebanyak 10 ml, larutan benedict dan panaskan
selama 5 menit
3) Amati perubahan warna yang terjadi dalam tabung tersebut
Percobaan IV : Kerja Enzim pada air liur
Cara
kerja
1) Sediakan 4 tabung reaksi dan masing-masing tabung diisi 2 ml air liur dan 2 ml aquadest
lalu dikocok dengan baik
2) Tabung I : diletakkan pada penangas es bersuhu 10 C selama 15 menit
Alat Bahan
a) Tabung reaksi
b) Kaki tiga,
c) Kasa asbes
d) Gelas kimia
e) Air liur
f) HCI
g) NaOH
h) Larutan benedict
Alat Bahan
1) Tabung reaksi
2) Thermometer
3) Gelas kimia
4) Kaki tiga
5) Kasa asbes
6) Gelas ukur
7) Air liur
8) es
9) larutan kanji 1 %
10)Larutan benedict
11)Larutan iodium
a. Tabung II : di letakkan pada suhu kamar selama 5 menit
b. Tabung III : diletakkan pada penangas bersuhu 80
3) Selanjutnya masing-masing tabung ditambahkan dengan larutan kanji 1 % sebanyak 2 ml
4) Letakkan kembali pada masing-masing kondisi suhu selama 10 menit
5) Masing-masing tabung dibagi menjadi 2 bagian, satu bagian di uji dengan larutan iodium dan
satu dengan larutan benedict
Percobaan V : Kerja enzim pada air liur
Cara
kerja
1) Siapkan roti yang telah dihaluskan lalu diberi air sedikit sehingga diperoleh ekstrak roti
2) Siapkan 4 buah tabung reaksi
a. Tabung I : 10 ml ekstrak roti + 2 ml air liur
b. Tabung II :
c. Tabung III : 10 ml perasan jeruk + 2 ml air liur
d. Tabung IV : 10 ml perasan air jeruk tanpa air liur
3) Tabung 1 dan 2 dipanaskan di atas pembakar spritus sampai mendidih. Kemudian di
tambahkan 5 tetes larutan iodine. Amati perubahan warna yang terjadi
4) Tabung 3 dan 4 tambahkan 3 tetes larutan benedict lalu dimasukkan ke dsalam penangas air
dan didihkan sampai terjadi perubahan warna
Alat Bahan
a) Gelas ukur
b) Pipet tetes
c) Gelas kimia
d) Kaki tiga
e) Kasa asbes
f) Roti
g) Jeruk
h) Larutan iodium
Larutan benedict
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Liur
Enzim memegang peranan penting dalam berbagai reaksi dalam sel. Sebagai protein,
enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi seperti konversi
energi dan metabolisme pertahanan sel. Enzim amilase memiliki kemampuan untuk memecah
molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang merupakan polimer dari alfa-D-
glikopiranosa akan dipecah oleh enzim pada ikatan alfa-1,4- dan alfa-1,6-glikosida (Hart 2003).
Enzim berfungsi meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara
produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti
dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak
mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim.
Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim
tidak dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross 1995).
Enzim amilase dapat diperoleh dari sekresi air liur atau saliva. Saliva adalah suatu
cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar
ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau
kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan
dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “saliva” (ludah atau air liur). Pembentukan
kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 - 12 minggu) sebagai invaginasi epitel
mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar. Enzim amilase di dalam
tubuh manusia sangat penting. Enzim amilase ikut bertanggung jawab menjaga kesehatan dan
proses metabolisme di dalam tubuh. Kekurangan enzim amilase dapat menyebabkan tubuh
mengalami gangguan pencernaan (maladigesti), yang selanjutnya menyebabkan gangguan
penyerapan (malabsorpsi).
Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran sekresi kelenjar
saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva sebagian besar yaitu sekitar 90
persennya dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa
pengecapan dan pengunyahan makanan (Kidd 1992).
Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan
rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit
sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya
pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya
resiko terjadinya karies yang tinggi. Meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan
pembentukan karang gigi. Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu melicinkan dan membasahi
rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan, membasahi dan
melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan
dirasakan, membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman, mempunyai
aktivitas antibacterial dan sistem buffer, membantu proses pencernaan makanan melalui
aktivitas enzim ptyalin (amilase ludah) dan lipase ludah, perpartisipasi dalam proses
pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan darah dan epidermal
growth factor pada saliva, jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang
keseimbangan air dalam tubuh dan membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan
lidah) (Suharsono 1986).
Setiap hari sekitar 1-1.5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri atas
99.24% air dan 0.58% terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42-,
dan zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase (ptialin). Saliva bersifat agak sedikit asam.
Saliva mempunyai pH antara 5.75 sampai 7.05. Pada umumnya pH saliva adalah sedikit
dibawah 7 (Aisjah 1986)
Sebagian orang tidak menyadari betapa pentingnya fungsi air liur, yaitu:
1. Memecah makanan dalam mulut, sehingga dapat dirasakan oleh lidah dan lebih mudah dicerna
oleh perut.
2. Membersihkan makanan dan sel-sel mati dari lapisan mulut
3. Mengikat makanan menjadi bola sehingga dapat ditelan
4. Membersihkan makanan dan bakteri dari gigi
5. Mencegah lapisan mulut kering
6. Menghancurkan atau mencegah pertumbuhan jamur tertentu
7. Menetralisir asam dari makanan dan minuman
8. Membantu menumbuhkan enamel gigi yang rusak, karena kalsium dan kadar fosfor
Goodson memperkirakan rata-rata seseorang memproduksi kurang lebih setengah liter
air liur dalam satu hari. Tapi tentu saja jumlah ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain:
1. Gen
2. Waktu (produksi air liur melambat secara drastis di malam hari)
3. Banyak air yang diminum
4. Sedang mengunyah permen karet atau menghisap permen keras (keduanya meningkatkan
produksi air liur)
5. Mencium sesuatu yang menarik (juga meningkatkan produksi air liur, itu sebabnya ada istilah
‘lezat’)
6. Lebih dari 400 obat menyebabkan penurunan produksi air liur
7. Umur produksi (air liur menurun seiring dengan usia)
8. Memiliki kondisi atau penyakit yang mempengaruhi produksi air liur, seperti sindrom Sjorgen,
atau sedang menjalani terapi radiasi.
Selain dalam pencernaan air liur juga berperan dalam kebersihan mulut. Sekresi saliva
terutama tipe mucus penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan rongga mulut.
Rongga mulut berisi bakteri atau kuman patogen (merugikan) yang dengan mudah merusak
jaringan dan menimbulkan karies gigi (gigi berlubang). Air liur juga mencegah kerusakan
dengan beberapa cara. Pertama, aliran air liur itu sendiri membantu membuang bakteri atau
kuman patogen juga pertikel makanan yang memberi dukungan nutrisi metabolik bagi bakteri itu
sendiri. Kedua, air liur mengandung beberapa faktor yang menghancurkan bakteri salah
satunya adalah ion tiosianat dan beberapa cairan proteolitik terutama lisosim yang
menghancurkan bakteri,membantu ion tiosianat membunuh bakteri,mencerna partikel makanan
dan air liur mengandung antibody protein yang menghancurkan bakteri.
BAB III
HASIL PERCOBAAN
1. Percobaan I : Penetapan pH air liur
Larutan pH Uji iod Uji benedict
HCI 3 Keruh kecoklatan Berwarna biru
Asam Asetat 3 Keruh kecoklatan Berwarna biru
Aquadest 2 Keruh kecoklatan Berwarna biru
NaOH 12 Keruh kecoklatan Biru jernih
2. Percobaan II : adanya musin dalam air liur
Tabung I
Air liur yang disaring 2 ml
Larutan asam asetat 1-2 tetes
Campur dengan baik
Hasil yang terbentuk (+/-)
Presipitasi (+)
Putih keruh (+)
Terbentuk gel. bening keputihan (+)
3. Uji benedict
Tabung Hasil pengamatan
Air liur 2 ml
Larutan HCI 1 – ml
Dipanaskan selama 10 menit
Hasil yang tebentuk
Larutan NaOH 1 – 2 ml
Larutan benedict 10 ml
Dipanaskan beberapa menit
Hasil yang terbentuk Warna biru pekat
4. Untuk mengetahui pengaruh suhu pada aktivitas amylase air liur
Suhu Uji Iod UJi Benedict
10 C Mengendap dan sedikit berbusa
Mengendap dan sedikit berbusa
Suhu kamar Mengendap dan sedikit berbusa
Tidak terjadi perubahan
37 C Mengendap dan sedikit berbusa
Tidak terjadi perubahan
80 C pengendapan berwarna putih
Terjadi pengendapan
Ket : + : Positif
- : Negatif
5. Kerja enzim pada air liur
a. Uji karbohidrat
No. Bahan makananDiberi ludah
Larutan iodine 5
teteswarna
1 Roti Terjadi endapan
2 Roti - Warna tidak berubah
b. Uji Glukosa
No. Bahan makanan Diberi ludah
Larutan benedict 3
warna
tetes
1 Jeruk Terdapat endapan
2 Jeruk - Warna tidak berubah
BAB IV
PEMBAHASAN
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu , pH, konsentrasi
substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim
karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping
itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi
dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
Kemudian pH berpengaruh terhadap fungsi enzim karena pada umumnya efektifitas maksimum
suatu enzim pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5 – 8,0. Pada pH yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena
menjadi denaturasi protein.
Kondisi pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim melalui pengubahan struktur atau
pengubahan muatan pada residu yang berfungsi dalam pengikatan substrat atau katalis.
Sebagai contoh, enzim bermuatan negatif (Enz-) bereaksi dengan substrat bermuatan EnzSH.
Pada pH yang rendah, Enz- mengalamipositif (SH+) : Enz- + SH+ protonasi dan kehilangan
muatan negatifnya (enzim dinetralisir) : Enz- + EnzH. Sedangkan pada pH yang tinggi, SH+
mengalami ionisasi danH+ S + H+.kehilangan muatan positifnya (substrat dinetralisir) :
SH+ Karena (berdasarkan definisi) satu-satunya bentuk yang mengadakan interaksi adalah
SH+ dan Enz-, nilai pH yang ekstrim (tinggi ataupun rendah) akan menurunkan kecepatan
reaksi (Peodjiadi 2006).
Enzim amilase saliva memiliki pH optimal pada pH 7, karena pada pH ini diperoleh
aktivitas enzim yang tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi). Umumnya, kecepatan reaksi
enzimatik meningkat hingga mencapai pH optimal dan menurun setelah pH lebih besar dari pH
optimal. Hasil percobaan, pada pH 1 (uji Iod) dan pH 5 (uji benedict) aktivitas enzim masih ada,
tetapi kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi enzimatik yang kecil pula). Hal ini disebabkan
pada pH kurang dari 4, enzim amilase saliva menjadi tidak aktif. Menurut Amerongen (1991)
amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida
(pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan
glikosodat α(1 4). Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga
kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam
menembus partikel makanan. Pada pH 1 diperoleh hasil positif pada uji iod dan hasil negatif
pada uji benedict. Seharusnya hasil yang diperoleh uji iod dan uji benedict adalah negatif,
sebab pada pH tersebut enzim amilase tidak aktif dan karbohidrat pun seharusnya terhidrolisis
karena pemanasan dan pH yang sangat asam.
Uji iod terhadap campuran saliva dan pati yang memiliki pH 5 menunjukkan warna
kuning pudar yang menunjukkan hasil yang negatif. Hal tersebut dikarenakan pH yang
digunakan terlalu rendah untuk kerja optimum enzim amilase pada saliva yang digunakan.
Sementara pada pH 7 dan 9, uji ini memberikan reaksi yang positif. Hasil uji Benedict
menunjukkan reaksi negatif pada pH 1 dan menunjukkan reaksi positif pada pH 5, 7, dan 9. Hal
ini menunjukkan bahwa enzim amilase tidak bekerja pada pH yang terlalu rendah maupun
terlalu tinggi. Dari hasil uji Benedict ini warna kuning pekat dimiliki oleh tabung yang ber-pH 5.
Oleh karena itu berdasarkan hasil percobaan pH optimum untuk aktivitas enzim amilase adalah
pada pH 5. Padahal pada umumnya pH optimum saliva adalah mendekati 7. Hal ini dapat
disebabkan oleh kesalahan-kesalahan pada saat praktikum seperti faktor pemanasan yang
tidak berjalan stabil pada suhu 37oC karena terputusnya aliran listrik. Faktor pengocokan yang
kurang sempurna juga dapat mempengaruhi hasil ini. Selain itu, larutan dengan variasi pH yang
dibuat pun tidak cukup akurat untuk dijadikan indikasi pengukuran laju reaksi optimum enzinm
dengan variabel pH, karena pembuatan larutan pun masih dalam skala kualitatif bukan
kuantitatif.
Dalam saliva yang tidak dipanaskan, dihasilkan warna ungu yang makin lama makin
jernih. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu optimum, enzim amilase dapat menjalankan
fungsinya, mengubah amilum menjadi maltosa. Amilum dan dekstrin yang molekulnya masih
besar dengan iodium memberi warna biru, dekstrin-dekstrin antaranya (eritrodekstrin) memberi
warna coklat kemerah-merahan. Sedangkan dekstrin-dekstrin yang molekulnya sudah kecil lagi
(akhrodekstrin) dan maltosa tidak memberi warna dengan iodium. Titik saat campuran tidak
memberi warna lagi (jernih) disebut titik akromatik.
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Enzim amilase dapat bekerja optimal pada pH optimumnya, yaitu sekitar pada pH 7 dan
sekitarnya. Enzim akan berkurang laju reaksinya atau akan rusak pada pH yang ekstrim, yang di
bawah pH 4,0 dan di atas pH 10. Aktivitas enzim amilase dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah perubahan pH, suhu, pelarut organik, dan yang menyebabkan denaturasi
protein. Pengujian pengaruh suhu terhadap air liur digunakan dua pereaksi yang berbeda. Uji
Yodium terhadap hasil percobaan pengaruh suhu aktivitas amilase air liur yang dipanaskan
pada suhu 80oC dan 37oC memberikan hasil yang positif, yaitu larutan menjadi berwarna kuning
dan kecokelatan. Hal tersebut
B. Saran
Laporan Praktikum - Kerja Enzim Pada Air LiurNama Praktikum : Kerja Enzim Pada Air Liur
Tujuan Praktikum : Mengetahui kerja enzim pada air liur
Tanggal Praktikum : 5 Febuari 2013
Dasar Teori :
Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di berbagai
bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang penting dalam
sistem pencernaan manusia adalah enzim ptialin yang hanya bekerja untuk
enzim amilase. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva
yang disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga
mengandung 99,5% air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas
atau hidrolisis awal pada waktu mengunyah dan menelan makanan. Amilase
yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat
polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida
lain dengan menyerang ikatan glikosodat α. Amilase liur akan segera
terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan
dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus
partikel makanan.
Percobaan enzim amilase ini adalah suatu bentuk analisis yang ditujukan untuk
mengetahui aktivitas enzim. amilase adalah sebuah enzim yang berfungsi untuk
memecahkan ikatan glikosidik yang dimiliki oleh poliskarida, ikatan glikosidik
yaitu ikatan khas yang terdapat pada karbohidrat (monosakarida, disakarida ,
dan polisakarida), dengan perombakan oleh amilase suatu bentuk polisakarida
dapat dirubah menjadi bentuk intermedietnya yaitu disakarida.
Amilase dapat dihasilkan di beberapa kelenjar eksokrin didalam tubuh,
diantaranya air liur, pankeras, dll. Prinsip kerja praktikum kerja enzim amilum ini
adalah komparasi kerja enzim yang diberi perlakuan termal yaitu dengan
pemanasan dengan enzim yang tanpa pemanasan, dan dalam pengamatannya
perlakuan iod sebagai indikator pengaruh suhu terhadap kerja enzim setiap
interval 5 menit sekali.
Ada dua teori yang menjelaskan mengenai cara kerja enzim yaitu:
1. Teori kunci dan gembok
Teori ini diusulkan oleh Enul Fischer pada tahun 1894. Menurut teori ini, enzim
bekerja sangat spesifik. Enzim dan substrat memiliki bentuk geometri
komplemen yang sama persis sehingga bisa saling melekat.
2. Teori ketepatan induksi
Teori ini diusulkan oleh Daniel Koshland pada 1958. Menurut teori ini, enzim
tidak merupakan struktur yang spesifik melainkan struktuk yang fleksibel.
Bentuk sisi aktif enzim, sisi aktif enzim berubah bentuk untuk menyerupai
substrat
Cara kerja enzim adalah dengan membentuk senyawa enzim-substrat,
kemudian menghasilkan suatu produk tanpa merubah senyawa enzim itu
sendiri, setelah produk terbentuk maka enzim akan melepaskan diri untuk
membentuk senyawa baru dengan substrat yang lain.
Dalam percobaan ini pula digunakan larutan Fehling A & B yang digunakan
untuk menentukan bahan atau larutan mengandung amilum dan kadar glukosa
juga untuk menandai enzim bekerja optimal atau tidak ditandai dengan
perubahan warna nantinya.
Larutan Fehling A adalah larutan CuSO4, sedangkan larutan Fehling B adalah
Larutan kalium natrium tartrat dan NaOH dalam air.
Kedua larutan ini disimpan dalam wadah terpisah dan baru akan dicampur
ketika akan digunakan.
Sumber Dasar Teori :
Google.com
Buku IPA Biologi kelas XI, Yudhistira
Buku IPA Kimia kelas XI, Grafindo Media Pratama
Alat dan Bahan :
Penjepit
Gelas reaksi
Pipet tetes
Tabung reaksi
Cawan petri
Aquades
Corong kaca
Lensa mikroskop
Pinset
Pembakar spiritus
Indicator PH universal
Air liur
Larutan Fetilling A & B
Tepung kanji
NaOH 10 %
HCl 3,5 %
Cara Kerja :
Uji terhadap Amilum
1. Masukkan larutan kanji ke dalam tabung reaksi A & B masing-masing 1 ml
2. Masukkan 1 ml air liur ke dalam tabung B, kemudian kocok sampai rata dan
biarkan selama 5 menit.
3. Ukur PH larutan kanji ke dalam tabung B dengan menggunakan indicator PH
universal, kemudian catat hasilnya.
4. Masukkan masing-masing 3 tetes larutan fehling A & B ke dalam tabung A &
B, kemudian dipanaskan diatas pembakar spiritus selama 1 menit.
5. Amati perubahan warna larutan pada tabung reaksi A & B
Uji Larutan
1. Masukkan larutan kanji ke dalam tabung reaksi C & D masing-masing 1 ml.
2. Tambahkan 3 tetes HCl 3,5 % ke dalam tabung reaksi C & 3 tetes NaOH 10 %
ke dalam tabung reaksi D.
3. Ukur PH larutan kanji dengan menggunakan kertas indicator PH universal &
mencatat hasilnya.
4. Tambahkan 1 ml air liur masing-masing ke dalam tabung reaksi C & D,
kemudian dikocok sampai rata & biarkan selama 5 menit.
5. Uji kedua larutan tersebut menggunakan fehling A & B, kemudian panaskan
kedua larutan tersebut diatas pembakar spiritus selama ± 1 menit.
6. Mengamati perubahan warna larutan pada tabung reaksi C & D.
Data Pengamatan :
Tabung Bahan dan Perlakuan Bahan Hasil uji
+ -
A Larutan kanji + Fehling A & B
B Larutan kanji + air liur + fehling A & B
C Larutan knaji + HCl + air liur + fehilng A & B
D Larutan kanji + NaOH + air liur + fehling A & B
Pertanyaan :
Soal
1) Bagaimanakah perubahan warna pada tabung A & B? apa arti dari perubahan
warna tersebut?
2) Mengapa pemberian HCl dan NaOH dilakukan lebih dahulu daripada air liur?
3) Pada pH berapa enzim ptialin bekerja secara efektif?
Jawaban
1) Pada tabung A, tidak berubah. Karena tidak terjadi perubahan amilum
menjadi maltosa.
Pada tabung B, berubah. Karena adanya perubahan amilum menjadi maltosa.
2) Pemberian HCl dan NaOH dilakukan terlebih dahulu, Karena enzim ptialin
akan bereaksi dengan larutan dalam tabung C & D. Sehingga pemberian HCl
dan NaOH menjadi tidak ada fungsinya.
Pemberian HCl dan NaOH sebelum air liur agar dapat menguji apakah ada
pengaruh pH asam atau basa terhadap kerja enzim ptialin/amilase.
3) Enzim ptialin bekerja secara efektif saat pH mencapai kisaran 7. Bila dalam
keadaan asam atau basa, enzim ini tidak bekerja efektif.