67786635 macam macam penyebab diare pada anak
DESCRIPTION
erTRANSCRIPT
Tugas Stase Anak
Macam-Macam Penyebab Diare pada Anak
Oleh :Argadia Yuniriyadi
2004 031 0053
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Yogyakarta2009
DEFINISI
Sangat sulit memberikan definisi yang tepat untuk diare karena pada anak
terdapat beragam varisi dari pola buang air besar dan biasanya orang tua selalu
memberikan informasi yang subjektif. Pada bayi, volume tinja lebih dari
15g/kgBB/24jam sudah dikatakan diare, pada umur 3 tahun yang disebut diare
adalah jika volume tinja lebih dari 200g/24 jam3). Karena ada perbedaan jumlah,
konsistensi, dan volume tinja pada masing-masing tingkatan umur anak, maka
para ahli menetapkan bahwa yang dikatakan diare adalah buang air besar dengan
frekuensi yang meningkat dengan konsistensi tinja lebih lembek atau cair.
Pembetasan pembagian antara diare akut dan kronis ditetapkan dalam batasan
waktu 2 minggu2).
ETIOLOGI
1. MALABSORPSI
Pada tahun-tahun akhir, sindrom malabsorbsi telah lebih banyak
diselidiki oleh para ahli di bidang gastroenterologi. Umumnya yang
dimaksud dengan sindrom malabsorbsi ialah penyakit yang berhubungan
dengan gangguan pencernaan (maldigesti) dan atau gangguan penyerapan
(malabsorbsi) bahan makanan yang dimakan. Dengan demikian sindrom
malabsorbsi dapat berupa gangguan absorbsi (a). Karbohidrat. (b). Lemak.
(c). Protein. (d) Vitamin. Pada anak yang sering dijumpai adalah
malabsorbsi karbohidrat, khususnya malabsorbsi laktosa (intoleransi
laktosa) dan malabsorbsi lemak, walaupun demikian berbagai sindrom
malabsorbsi dapat terjadi pada berbagai golongan umur1).
a. Malabsorbsi karbohidrat (intoleransi laktosa)
Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi
mengandung 50mg laktosa perliter). Maka pada bayi dan balita diare
akibat intoleransi laktosa mendapat perhatian khusus karena menjadi
penyebab yang cukup sering.
Penyebab
Sebagian besar karbohidrat yang dimakan sehari-hari terdiri dari
disakarida dan polisakarida. Karbohidrat dapat dibagi dalam
monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida (laktosa
atau gula susu, sukrosa atau gula pasir dan maltosa) serta polisakarida
(glikogen, amilum, tepung). Setelah masuk ke dalam usus, disakarida
akan diabsorbsi dan masuk ke dalam mikrovili usus halus dan
dipecah menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase (laktase,
sukrase, dan maltase) yang ada di permukaan mikrovili tersebut.
Defisiensi enzim disakaridase selektif menyebabkan gangguan
hidrolisis karbohidrat pada membran enterosit meskipun tidak ada
cedera mukosa2).
Pada intoleransi laktosa terjadi defisiensi enzim laktase dalam
brush border usus halus, sehingga proses pemecahan laktosa menjadi
glukosa terganggu dan akibatnya terjadi gangguan penyerapan
makanan atau zat sehingga akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat dan akan mengakibatkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air
dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare1,5).
Pembagian
Intoleransi laktosa dibedakan menjadi 2, yaitu intoleransi primer
yang merupakan kelainan kongenital dan intoleransi sekunder yaitu
terjadinya defisiensi enzim laktase akibat kerusakan mukosa usus,
mengingat disakarida ditahan di lapisan luar mukosa usus. Hal-hal
yang menyebabkan terjadinya defisiensi laktase adalah penggunaan
obat-obatan neomycin dan kanamycin, celliac disease, malnutrisi,
giardiasis, defisiensi imunoglobulin, dll1).
Gejala
Baik pada yang bawaan maupun pada yang didapat, penderita
menunjukkan gejala klinis yang sama, yaitu diare yang sangat sering,
cair, asam (ph dibawah 4,5), meteorismus, flatulens dan kolik
abdomen. Akibat gejala tersebut, pertumbuhan anak akan terlambat
bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi dengan rasio tinggi dan berat
badan kurang dari persentil ke-5.
Pemeriksaan laboratorium
1. Pengukuran pH tinja (pH < 6, normal pH tinja 7)
2. Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet "Clinitest".
Normal tidak terdapat gula dalam tinja. (+ = 0,5%, + + = 0,75%,
+++ = 1%, ++++ = 2%).
3. Lactose loading (tolerance) test
Setelah penderita dipuasakan selama semalam diberi minum
laktosa 2 g/kgbb. Dilakukan pengukuran kadar gula darah
sebelum diberikan laktosa dan setiap 1/2jam kemudian hingga 2
jam lamanya. Pemeriksaan ini dianggap positif (intoleransi
laktosa) bila didapatkan grafik yang mendatar selama 2 jam atau
kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg% (Jones, 1968).
4. Barium meal lactose
Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum
larutan barium laktosa. Kemudian dilihat kecepatan pasase
larutan tersebut. Hasil dianggap positif bila larutan barium
laktosa terlalu cepat dikeluarkan (1 jam) dan berarti pula hanya
sedikit yang diabsorbsi.
5. Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktase
dalam mukosa tersebut. Untuk diagnosis klinis biopsi usus
penting sekali, karena banyak hal dapat diketahui dari
pemeriksaan ini, misalnya gambaran vilus di bawah dissecting
microscope. Gambaran histologis mukosa (mikroskop biasa dan
elektron), aktifitas enzimatik (kualitatifdan kuantitatif). Biopsi
usus ternyata tidak berbahaya dan sangat bermanfaat dalam
menyelidiki berbagai keadaan klinis yang disertai malabsorbsi
usus.
6. Sugar chromatography dari tinja dan urin.
Diagnosis
Dibuat berdasarkan gejala klinis dan laboratorium seperti di atas.
Pengobatan
Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau
Free lactose milk formula (sobee, Al 110) selama 2-3 bulan
kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa. (kadar laktosa
Almiron 1,0%, eiwit melk 1,4%, LLM 0,8%, Sobee 0% dan Al 110
(0%)
Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu
rendah laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan
intoleransi laktose primer (jarang di Indonesia) diberikan susu bebas
laktosa5).
Respon klinis terhadap pemberian diet bebas laktosa merupakan
suatu alternatif untuk pemeriksaan tinja atau uji diagnostik spesifik.
Pembatasan laktosa seharusnya menghasilkan penyembuhan cepat
diarenya dalam 2-3 hari, jika ada defisiensi laktase. Harus bisa
membedakan intoleransi laktosa dengan keadaan sensitif terhadap
protein, gastroenteritis akut tidak memicu sensitivitas susu. Cukup
beralasan bila susu sapi diganti dengan susu formula susu kedelai jika
dicurigai intoleransi laktosa karena formula susu kedelai mengandung
tepung rantai pendek atau sukrosa sebagai sumber gulanya. Orang tua
harus dibimbing agar tidak memberikan tambahan cairan bening atau
larutan elektrolit encer berlebihan untuk menghindari hiponatremia
atau pengurasan kalori pasca infeksi, yang bisa menyebabkan
diarenya berkepanjangan. Diare yang menetap walaupun laktosa
dalam diet sudah dikurangi memberi kesan diagnosis bukan defisiensi
laktosa2).
Prognosis
Pada kelainan primer (kongenital) prognosis kurang baik,
sedangkan pada kelainan yang didapat (sekunder) prognosis baik
b. Malabsorbsi Lemak
Di alam, bentuk trigliserida asam lemak umumnya mengandung
atom C lebih dari 14, seperti asam palmitat, asam stearat, asam oleat
dan asam linoleat. Bentuk ini disebut LCT (Long Chain
Triglycerides). Disebut MCT (Medium Chain Tryglycerides) adalah
trigliserida dengan atom C6 12 buah. Untuk pengobatan anak dengan
malabsorbsi lemak, susu MCT telah banyak digunakan oleh berbagai
klinik1).
Dalam keadaan sehat, absorbsi LCT dari usus halus bergantung
kepada beberapa faktor. Hidrolisis dari LCT menjadi asam lemak dan
gliserida terjadi di usus halus bagian atas dengan pengaruh lipase
pankreas dan conjugated bile salts yang ikut membentuk micelles
yaitu bentuk lemak yang siap untuk diabsorbsi. Sesudah masuk ke
dalam usus kecil tcrjadi reesterifikasi dari asam lemak sehingga
kemudian terbentuk kilomikron yang selanjutnya diangkut melalui
pembuluh limfe.
Absorbsi MCT berbeda sekali dengan LCT, demikian pula
metabolismenya. MCT dapat diabsorbsi dengan baik dan cepat
walaupun tidak terdapat lipase pankreas dan conjugated bile salts,
apalagi karena tidak melalui pembentukan micelles dan kilomikron.
MCT akhirnya akan diangkut langsung melalui vena porta dan
selanjutnya dalam hati akan dimetabolisme.
Penyebab
Gangguan absorbsi lemak (LCT) dapat terjadi pada keadaan :
1. Lipase tidak ada atau kurang.
2. Conjugated bile salts tidak ada atau kurang
3. Mukosa usus halus (vili) atrofi atau rusak.
4. Gangguan sistem limfe usus.
Keadan ini akan menyebabkan diare dengan tinja berlemak
(steatorea) dan malabsorbsi lemak. Malabsorbsi lemak dapat terjadi
pada kelainan sebagai berikut :
1. Penyakit pankreas; fibrosis kistik, insufisiensi lipase pankreas.
2. Penyakit hati; hepatitis neonatal, atresia biliaris, sirosis hepatis.
3. Penyakit usus halus; reseksi usus halus yang ekstensif (pada
atresia, volvulus, infark mesenterium), penyakit seliak dan
malabsorbsi usus (karena kelainan mukosa usus atau atrofi),
enteritis regional, tropical sprue, contaminated small bowel
syndrome, abetalipoproteinemia (karena gangguan pembentukan
kilomikron), malabsorbsi yang sebabnya tidak diketahui.
Mungkin sekali terjadi pada diare berulang dan kronis pada
malnutrisi energi protein.
4. Kelainan limfe; limfangiektasis usus, gangguan limfe karena
trauma, tuberkulosis, kelainan kongenital.
5. Neonatus kurang bulan
Diagnosis
Steatorea atau bertambahnya lemak dalam tinja merupakan suatu
conditio sine qua non untuk diagnosis malabsorbsi lemak.
Prosedur yang paling sederhana ialah pemeriksaan tinja
makroskopis dan mikroskopis. Tanda-tanda makroskopis tinja yang
karakteristik tinja berlemak ialah lembek, tidak berbentuk (nonformed
stool), berwarna coklat muda sampai kuning, kelihatan berminyak.
Perhitungan kuantitatif metode Van de Kamer atau tinja yang
dikumpulkan 3 hari berturut-turut merupakan pemeriksaan yang
paling baik.
Bila ekskresi dalam feses lebih dari 15gram selama 3 hari (5
g/hari) maka hal ini menunjukkan adanya malabsorbsi.
Pengobatan
Pengobatan lebih banyak ditujukan pada latar belakang penyebab
terjadinya malabsorbsi lemak ini. Kemudian untuk malabsorbsi
lemaknya sendiri diberikan susu MCT.
Preparat MCT di luar negeri banyak dibuat dari minyak kelapa.
1. Dalam bentuk bubuk: Portagen, atau Tryglyde (Mead Johnson).
Trifood MCT milk,
2. Dalam bentuk minyak: Mead Johnson MCT oil, Trifood MCT
oil.
3. Mentega MCT: margarine union
2. INFEKSI KHUSUS
Patogen usus menyebabakan sakit dengan menginvasi mukosa usus
halus, memproduksi enterotoksin, sitotoksin, dan menyebabkan
perlengketan mukosa yang disertai kerusakan di membran mikrovili7).
Organisme yang menginvasi sel epitel dan lamina propia menimbulkan
reaksi radang lokal yang hebat. Pertumbuhan bakteri dalam lumen
menghasilkan cukup banyak enzim dan hasil metabolisme untuk
menghancurkan enzim glikoprotein pada brushborder2,8).
1. Diare oleh Karena Candida (Moniliasis)
Penyebab adalah Candida albicans
Gejala klinis
Dapat terjadi bronkitis, infeksi kulit dan sistemis. Gejala tersering
ialah diare, oral trush, onikia, paronikia, dermatitis terutama di
daerah aksila, di bawah payudara dan pada lipalan intergluteal.
Gejala infeksi sistemis jarang, tetapi bila terjadi dapat fatal.
Diagnosis
Ditegakkan dengan menemukan yeast (ragi) dan miselium
(pseudohifa)
Pengobatan
a) Nistatin (Mycostatin)
b) Fatty acid-Resin complex, dikemukakan oleh Neuhauser
(1954) dengan hasil memuaskan.
c) Amfoterisin B
d) Larutan gentian violet (biasanya untuk pengobatan lokal).
2. Diare Oleh Karena Vibrio Cholera
Kolera merupakan suatu penyakit akut yang menyerang
saluran pencernaan dan disebabkan oleh bakteri jenis Vibrio
cholerae. Ditandai dengan gejala diare dan kadang-kadang disertai
muntah, turgor cepat berkurang, timbul asidosis dan tidak jarang
disertai renjatan1,6).
Infeksi terjadi akibat masuknya kuman V. cholerae melalui
mulut bersama-sama dengan makanan atau minuman. Hal ini
disebabkan adanya kontak langsung benda-benda tersebut dengan
tinja yang mengandung kuman kolera1).
Masa inkubasi: 8-48 jam.
Penyakit ini umumnya menyerang penduduk di daerah
yang miskin dengan keadaan gizi yang kurang baik di samping
faktor sanitasi lingkungan yang buruk.
Patogenesis
a) Tertelannya bakteri V. cholerae dan masuk ke dalam usus
halus.
b) Multiplikasi kuman tersebut di dalam usus halus.
c) Bakteri mengeluarkan enterotoksin kolera yang akan
mempengaruhi sel mukosa usus halus (menstimulasi enzim
adenilsiklase). Enzim tersebut mengubah Adenosine Tri
Phosphat (ATP) menjadi cyclic Adenosine Mono Phosphate
(cAMP) dan dengan meningkatnya cAMP akan terjadi
peningkatan sekresi ion Cl ke dalam lumen usus.
d) Sekresi larutan isotonik oleh mukosa usus halus
(hipersekresi) sebagai akibat terbentuknya toksin tersebut.
Fungsi absorbsi lainnya dari mukosa usus halus tidak terganggu
karena mukosa tetap utuh (absorbsi glukosa dan asam amino tetap
baik). Dijumpai juga penurunan aktifitas enzim disakaridase.
Akibat diare dengan atau tanpa muntah yang disebabkan oleh
kolera akan terjadi:
1. Gangguan keseimbangan air (dehidrasi) dan elektrolit.
2. Gangguan gizi (penurunan berat badan dalam waktu singkat).
3. Hipoglikemia (terutama pada anak yang sebelumnya telah
menderita malnutrisi)
Gejala klinis
Semua gejala klinis umumnya merupakan akibat kehilangan cairan
tubuh dan elektrolit. Tinja tampak seperti air cucian beras atau
tajin, kadang-kadang disertai muntah, turgor yang cepat menurun,
mata cekung, ubun-ubun besar cekung, pernafasan cepat dan
dalam, sianosis, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun,
bunyi jantung melemah akhirnya timbul renjatan.
Pemeriksaan laboratorium
Kadar hematokrit dan berat jenis plasma akan meningkat,
menurunnya kadar bikarbonat di dalam plasma dan pH darah arteri,
sedangkan kadar natrium dan kalium dalam plasma mungkin
normal atau menurun.
Sebab kematian
1. Renjatan hipovolemik
2. Gagal jantung
3. Gagal ginjal akut karena terjadi tubular nekrosis akut sebagai
akibat gangguan sirkulasi darah ke ginjal yang terlalu lama.
Diagnosis
Ditegakkan dengan menemukan kuman Vibrio cholerae dengan
cara:
a) Penanaman pada agar empedu atau agar GGT (Gelatin-
Telurit-Taurokolat) selama 18 jam. Akan tampak koloni
berwarna jernih berkilat yang merupakan koloni Vibrio.
b) Reaksi aglutinasi dengan antiserum spesifik.
c) Pemeriksaan mikroskop fluoresen.
Walaupun cara menegakkan diagnosis sebagaimana tersebut di
atas tampaknya tidak terlampau sukar, tetapi di daerah endemi atau
pandemi sebaiknya diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis
agar pengobatan dapat segera diberikan. Pengiriman tinja ke
laboratorium pusat dapat dilakukan dengan mencampurkan tinja
dengan larutan pepton alkali (pH 3,0). Dalam campuran ini Vibrio
dapat hidup 6 jam atau lebih.
Pengobatan
Prinsip pengobatan ialah:
1. Memperbaiki dehidrasi dan gangguan elektrolit
2. Memperbaiki asidosis dan renjatan (bila terjadi renjatan)
3. Membunuh kuman dengan antibiotika
4. Pemberian makanan peroral yang adekuat segera setelah
rehidrasi tercapai.
Di Bagian IImu Kesehatan Anak FK UI-RSCM Jakarta
digunakan sistem ROSE (Ringer laktat-Oralit-Simultan-Edukasi),
yaitu dcngan memberikan cairan Ringer laktat melalui intravena
dan secara simultan (bersamaan) diberikan oralit (oleh perawat
atau orang-tua penderita) dan edukasi terhadap orang tua.
Cairan Ringer laktat diberikan dengan kecepatan:
- 1 jam pertama: 10 tetes/kgbb/menit
- 7 jam berikut: 3 tetes/kgbb/menit
Bila terdapat renjatan, cairan diberikan dengan diguyur,
selanjutnya pemberian cairan seperti disebutkan diatas.
- 4 jam kemudian hanya diberikan oralit saja, kemudian boleh
pulang.
Diet penderita tidak dibatasi, tetapi sebaiknya mula-mula diberikan
makanan lunak yang tidak merangsang. Pada hari ketiga penderita
diminta datang kontrol di poliklinik. Antibiotik yang efektif
terhadap Vibrio cholerae adalah tetrasiklin dan diberikan dengan
dosis 50 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 4 dosis, selama 5 hari.
Prognosis
Dengan pengobatan yang adekuat, akhir-akhir ini angka kematian
dapat diturunkan sampai 0%.
3. Diare Oleh Karena Escherichia Coli
Eschericia coli merupakan bakteri gram negatif,
mempunyai sifat merugikan dan membentuk gas pada glukosa dan
laktosa. Toksin yang dibentuk oleh E. coli dapat menyebabkan
diare baik pada binatang maupun manusia. Kemampuan melekat
(adesi) bakteri pada usus halus merupakan faktor yang sangat
penting dalam menentukan virulensi bakteri9).
Selain pembentukan toksin dan daya pelekatan bakteri pada
permukaan epitel mukosa usus halus dengan perantaraan plasmid
yang merupakan ciri khas E.coli, salah satu strain E.coli ini juga
ada yang mampu melakukan invasi (menembus) ke dalam mukosa
usus halus anak dan orang dewasa.
Pada saat ini dikenal 3 macam strain E.coli yang dianggap
patogen untuk manusia yaitu Enteropathogenic E.coli (EPEC),
Enterotoxigenic E.coli (ETEC) dan Enteroinvasive E.coli (EIEC)1).
Enteropathogenic E. coli (EPEC)
Ditemukan pada tahun 1945 dari penderita kolera anak.
Bakteri ini mengeluarkan cairan yang berbau spesifik seperti
semen sperma. Pada saat ini lebih dari 15 subtipe yang dikenal
dapat menyebabkan diare yang biasanya berupa epidemi terutama
pada bayi.
Penggolongan serotipe
Berdasarkan atas sifat antigen somatiknya (antigen 0),
antigen kapsul (antigen K) dan antigen flagelnya (antigen H).
Di dalam usus halus bakteri ini membentuk koloni, tetapi
tidak memproduksi toksin dan tidak mampu menembus dinding
usus. Sekitar 2-3% bayi sehat mengandung EPEC, namun belum
diketahui apakah bayi ini benar-benar kebal terhadap EPEC atau
bakterinya yang tidak virulen karena tidak memproduksi toksin dan
tidak mengandung plasmid atau adanya reaksi silang zat anti
terhadap EPEC. Pandangan terakhir menganggap EPEC tetap
patogen, meskipun virulensinya kurang.
Plasmid ialah suatu masa DNA yang merupakan kromosom
ekstra dari bakteri dan mempunyai sifat kebal terhadap antibiotik,
dapat memproduksi toksin dan mempunyai daya pelekatan.
Plasmid dapat dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri lain pada
saat terjadi konjugasi.
Terdapat suatu jenis E.coli yang mengandung permukaan
antigen yang dikenal dengan nama K88 yang dapat menyebabkan
diare hebat karena mengandung Ent+ plasmid. Bakteri jenis ini
akan cepat berkembang biak karena adanya gerakan peristaltik
usus dan memproduksi toksin yang dapat melekat erat pada sel
mukosa usus. Perlekatan ini terjadi karena adanya transmissible
plasmid.
Bakteri yang tidak mempunyai transmissible plasmid akan
menimbulkan diare yang lebih ringan.
Enterotoxigenic E.coli (ETEC)
Smith dan Gyles (1970) menemukan adanya golongan
E.coli patogen pada babi yang mempunyai plasmid yang mudah
dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri lain. Plasmid ini dikenal
sebagai Ent+ plasmid yang merupakan tanda dari kemampuan.
membentuk berbagai macam enterotoksin. Pada manusia E.coli
patogen jenis ini juga mempunyai plasmid atau Stable Toxin (ST)
dan toksin yang tidak tahan panas yaitu Labile Toxin (LT).
Ada yang hanya membentuk salah satu dari toksin tersebut
dan ada pula yang membentuk keduanya. LT bersifat seperti toksin
Vibrio cholerae dapat merangsang enzim adenil siklase sel mukosa
usus halus dan mempunyai sifat imunologik (antigenik) yang sama
dengan koleragen (antigen Vibrio cholerae). E.coli patogen jenis
ini kemudian dikenal dengna nama Enterotoxigenic E.coli (ETEC).
Patogenesis terjadinya diare oleh ETEC sama seperti yang
terjadi pada kolera.
Enteroinvasive E.coli (EIEC)
Beberapa jenis E.coli diketahui dapat menyebabkan diare
yang disertai darah. Strain ini dapat dibedakan dengan strain EPEC
dan ETEC dan disebut Enteroinvasive E.coli (EIEC) karena strain
dapat menembus sel mukosa usus besar (kolon), menimbulkan
kerusakan jaringan mukosa, sehingga dapat ditemukan eritrosit dan
leukosit dalam tinja penderita.
Patogenesis terjadinya diare oleh EIEC ini menyerupai
diare yang disebabkan Shigella spp.
4. Diare Oleh Karena Shigella Spp.
Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan
beberapa keadaan seperti diare ringan tanpa demam, disentri hebat
disertai demam, toksis, kejang terutama pada anak, tenesmus dan
tinja berlendir dan berdarah12). Golongan Shigella yang sering
menyerang manusia ialah S.dysenteri, S. flexnewri, S. boydii dan
S. sonnei. Di daerah tropis yang tersering ditemukan ialah S.
dysenteri dan S. flexneri, sedangkan S.sonnei lebih sering dijumpai
di daerah sub-tropis atau daerah industri.
Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. ialah
disebabkan kemampuannya mengadakan invasi ke epitel sel
mukosa usus, berkembang biak di daerah invasi tersebut serta
mengeluarkan eksotoksin yang selain merangsang terjadiya
perubahan sistem enzim di dalam sel mukosa usus halus (adenil
siklase) juga mempunyai sifat sitotoksik. Daerah yang sering
diserang ialah ileum terminalis dan usus besar.
Akibat invasi bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel
polimorfonuklier dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut,
sehingga terjadilah tukak-tukak kecil di daerah invasi yang
menyebabkan sel-sel darah merah dan plasma protein ke luar dari
sel dan masuk ke lumen usus serta akhirnya ke luar bersama
tinja1,12).
3. DIARE AKIBAT PENYEBAB LAIN
Terdapat juga istilah diare fungsional, biasanya pada bayi disebut
diare kronis tidak spesifik, pada kasus yang terjadi kemudian pada masa
anak, bisa dipakai sebutan Toddler’s diarrhea2,5,9). Pada diare ini, tidak
ditemukan adanya penyebab anatomis, infeksi radang, atau biokimia
sindrom klinis. Diare biasanya mulai secara tersembunyi tanpa kejadian
pencetus yang jelas. Anak-anak secara klasik akan bergantian
mengeluarkan tinja normal dan cair dan biasanya bergantian antara
konstipasi dan diare. Keadaan ini dikaitkan dengan gangguan fungsi
motilitas lain pada awal masa anak-anak.
Gangguan atau variasi motilitas usus bisa menyebabkan
meningkatnya masa transit makanan melalui usus sehingga melampaui
kapasitas normal untuk mencerna dan mengabsorbsi larutan dalam lumen
atau menyebabkan transit usus menjadi lambat sehingga menyebabkan
stasis dan bakteri tumbuh berlebihan. Kenaikan aktivitas motorik usus bisa
menyebabakan aktivitas pemacu gelombang lambat yang tidak normal
(sindrom usus iritabel), gambaran abnormal aktivitas potensial menonjol
(hipertiroidisme, skleroderma, pseudo obstruksi), dan distensi usus yang
hebat2).
Selain itu, bahan-bahan farmakologi dapat memacu diare dengan
bermacam-macam mekanisme, antara lain :
1.Adanya beban osmotik intraluminal yang berlebihan (laksansia
osmotik, seperti laktulosa, garam magnesium, antasida yang
mengadung magnesium).
2.Efek langsung toksin yang menyebabkan perubahan morfologis
pada usus halus.
3.Gangguan motilitas usus (senna, kuinidin). Semua obat antibiotik
biasanya dapat terkait dengan diare.
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1, Bagian Ilmu kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Volume 2, edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. 3. William W. Hay, 2001, Current Pediatric Diagnosis & Treatment, Edisi ke-15, McGraw-Hill Companies, United States of America. 4. Unit Penyakit Anak RSUP DR. Sarjito, 1991, Pedoman Tatalaksana Medik Anak DR Sarjito , Jogjakarta.
5. http://healthlink.mcw.edu/article/935164966.html 6. http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/diarrhea. 7. http://www.fpnotebook.com/G116.htm 8. http://www.naspghan.org/sub/acute_and_chronic_diarrhea.htm 9. http://www.aboutibs.org/publications/chronic diarrhea.html 10. http://www.umm.edv/pediatric-info/diarrhea 11. http://www.findarticles.com/p/articles/mi_m3225/is_n2_v531ai_18028319 12. http://ecurens.com/emyhealth/data/chronic_diarrhea.asp 13. http://ede.gov/ncidod/dpd/parasites/diarrhea/factsht_chronic_diarrhea_htm