7 nur zaroni-jual beli gharar
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
1/19
JUAL BELI GHARAR
(Tinjauanterhadap Proses dan Obyek Transaksi Jual Beli)
Oleh: Akhmad Nur Zaroni
Abstract:Islam has urged its follower to seek sustenancethrough trading. As a matter of fact, the Prophet is a role
model of a successful trader and so did many of theProphets companion e.g. Abu Bakar, Umar Ibn Khattab,
Utsman Ibn Affan, Abdurrahman Ibn Auf and so forth.
When urging the trading, Islam has given guidelines ofwhat is allowed and prohibited. One of them is the
prohibition of gharar because it involves uncertainty
(betting or gambling) in doing business. This article is todiscuss the concept of gharar in Islamic business law.
Accordingly, there are two types ofgharar i.e. uncertainty
in contract and uncertainty in object of contract.
Kata Kunci: Gharar, Madharat, Transaksi, Obyek Transaksi.
Pendahuluan
Islam adalah agama yang mudah dan syamil (menyeluruh)
meliputi segenap aspek kehidupan termasuk masalah jual beli.Dalam mengatur kehidupan, Islam selalu memperhatikan berbagai
maslahat dan menghilangkan segala bentuk madharat. Termasuk
dalam maslahat tersebut adalah sesuatu yang Allah syariatkan dalamjual beli dengan berbagai aturan yang melindungi hak-hak pelaku
bisnis dan memberikan berbagai kemudahan- kemudahan dalampelaksanaannya.Di samping membahas masalah ibadah-ibdah ritual yang
bersifat mahdah, Islam juga membahas permasalahan jual beli
secara mendetail. Dalam Islam tidak mengenal dikotomi antara
aktivitas duniawi dengan ukhrawi. Setiap aktivitas dunia senantiasaberkaitan erat dengan aktivitas akhirat sehingga harus berada dalam
bingkai ajaran Islam.
Islam mendorong ummatnya berusaha mencari rizki supayakehidupan mereka menjadi baik dan menyenangkan. Allah SWT
menjadikan langit, bumi, laut dan apa saja untuk kepentingan dan
manfaat manusia.
Penulis adalah Dosen Tetap STAIN Samarinda Jurusan Syariah
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
2/19
Akhmad Nur Zaroni, Jual Beli Gharar 69
Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami
jadikan siang untukmencari penghidupan.
Dalam ayat tersebut Allah mengajarkan keseimbangan antara
mencari rizki untuk kehidupan dan beristirahat (leisure). Malam hariuntuk beristirahat dan mengumpulkan tenaga dan siang hari bekerja
mencurahkan tenaga, berbisnis berdagang untuk mencari rizki.
Dalam beberapa hadist Rasulullah SAW memberikandorongan kepada ummatnya untuk mencari rizki dengan berusaha
dan berdagang. Rasulullah sendiri adalah contoh seorang pedagang
yang sukses. Ketika masih kecil beliau telah menemani pamannyaAbu Thalib berdagang ke Syam, bahkan beliau sendiri menjalankan
bisnis milik Siti Khadijah ke Syam dan kembali dengan keuntungan
yang besar. Ini adalah bukti kemampuan, kepercayaan dan amanahbeliau sebagai pedagang. Para sahabat Rasul juga banyak yang
menjadi pengusaha danbussinessman
yang sukses. Diantaranyaadalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan,Abdurrahman bin Auf, dan lain-lain.
Rasulullah SAW bersabda :
Pedagang yang amanah dan benar kelak di hari kiamat
bersama-sama denganpara nabi para shiddiqin dan para
syuhada.1
Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan olehseseorang daripada yang dihasilkan oleh tangannya
sendiri.2
Walaupun Islam mendorong ummatnya untuk berdagang,
bukan berarti dapat dilakukan sesuka dan sekehendak manusia,
seperti lepas kendali. Adab dan etika bisnis dalam Islam harusdihormati dan dipatuhi jika para pedagang dan pebisnis ingin
termasuk dalam golongan para Nabi, Syuhada dan Shiddiqien.
Ummat Islam dalam kiprahnya mencari kekayaan danmenjalankan usahanya diharuskan menjadikan Islam sebagai
1 Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-Arabi, tt), h.120.
2 Imam Bukhari,Shahih Bukhari Jilid II, trj. H. Zainuddin Hamidy, dkk,
Cet. 13 (Jakarta : Widjaya, 1992), h. 254
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
3/19
, Vol. IV, No. 1, Juni 200770
dasarnya dan ridha Allah sebagai tujuan akhir dan utama. Mencarikeuntungan dalam melakukan perdagangan merupakan salah satu
tujuan, tetapi tidak boleh mengalahkan tujuan utama. Dalam
pandangan Islam bisnis merupakan sarana untuk beribadah kepadaAllah dan merupakah fardlu kifayah, oleh karena itu bisnis dan
perdagangan tidak boleh lepas dari peran Syariah Islamiyah.
Sistem Islam melarang setiap aktivitas perekonomiantakterkecuali jual beli (perdagangan)yang mengandung unsur
paksaan, mafsadah (lawan dari manfaat), dan gharar (penipuan).
Sedangkan, bentuk perdagangan Islam mengijinkan adanya sistemkerja sama (patungan) atau lazim disebut dengan syirkah.
Pengertian
Gharar secara bahasa berarti khatar (resiko, berbahaya), dantahgrir berarti melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar.
Dikatakan gharrara binafsihi wa malihi taghriran berartiaradahuma lilhalakah min ghairi an yarif (jika seseorang
melibatkan diri dan hartanya dalam wilayah gharar maka itu berarti
keduanya telah dihadapkan kepada suatu kebinasaan yang tidakdiketahui olehnya).
Lafal gharar dari segi tata bahasa merupakan isim (kata
benda). Gharar dalam terminologi para ulama fiqh memiliki
beragam difinisi, antara lain:Gharar dikategorikan dan dibatasi terhadap sesuatu yang tidak
dapat diketahui antara tercapai dan tidaknya suatu tujuan, dan tidak
termasuk di dalamnya hal yang majhul (tidak diketahui). Seperti
definisi yang dipaparkan oleh Ibn Abidin yaitu, gharar adalahkeraguan atas wujud fisik dari obyek transaksi.
Gharar dibatasi dengan sesuatu yang majhul (tidak diketahui),dan tidak termasuk di dalamnya unsur keraguan dalam
pencapaiannya. Definisi ini adalah pendapat murni mazhab Dhahiri.
Ibn Haz mengatakan unsur gharar dalam transaksi bisnis jual beliadalah sesuatu yang tidak diketahui oleh pembeli apa yang ia be li
dan penjual apa yang ia jual.
Kombinasi antar kedua pendapat tersebut di atas, yaitu ghararmeliputi dalam hal yang tidak diketahui pencapaiannya dan juga atas
sesuatu yang majhul (tidak diketahui). Contoh dari definisi ini
adalah yang dipaparkan oleh Imam Sarkhasi: gharar adalah sesuatuyang akibatnya tidak dapat diprediksi. Ini adalah pendapat mayoritas
ulama fiqh.
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
4/19
Akhmad Nur Zaroni, Jual Beli Gharar 71
Sedang menurut Ibnu Taimiyah, gharar adalah yang tidak jelas
hasilnya (majhul al aqibah), menurut Syaikh As-Sadi al-ghararadalah al-Mukhatarah (pertaruhan) dan al Jahalah (ketidak jelasan),
perihal ini masuk dalam kategori perjudian.
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil pengertian, yangdimaksudjual beli gharar adalah, semua jual beli yang mengandung
ketidakjelasan, seperti pertaruhan atau perjudian karena tidak dapat
dipastikan jumlah dan ukurannya atau tidak mungkin diserahterimakan.3
Hukum Jual Beli Gharar
Jual beli gharar dilarang dalam Islam berdasarkan al Quran
dan Hadis Nabi. Larangan jual beli gharar dalam al Quran
didasarkan kepada ayat-ayat yang melarang memakan harta oranglain dengan cara batil, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagianyang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui.4
Dalam surat lain Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang
kepadamu.5
Alasan pelarangan jual beli gharar menurut Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah selain karena memakan harta orang lain dengan
cara batil, juga merupakan transaksi yang mengandung unsur judi,seperti menjual burung di udara, onta dan budak yang kabur, buah-
3 Ghufran A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 1334 QS. Al Baqarah: 188.5 QS. An Nisa: 29.
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
5/19
, Vol. IV, No. 1, Juni 200772
buahan sebelum tampak buahnya, dan jual beli hashah. Sedangjudi dalam al Quran sangat jalas pengharamannya.6
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.7
Adapun larangan jual beli gharar dalam hadis Nabi sesuaidengan hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa,
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang jual beli al-
hashah dan jual beli gharar.8 Dalam riwayat lain yang
diriwayatkan oleh jamaah tsiqat para sahabat yang terpercaya,
bahwa Rasulullah saw telah melarang seluruh transaksi jual beli
gharar.Hadis tersebut diriwayatkan dari Abu Hurairah, Ibn Umar, Ibn
Abbas, Abi Said, serta Anas dengan tambahan redaksi pada
beberapa riwayat. Hadis ini dijumpai dalam shahih Muslim dengansyarah oleh Nawawi 3/156, Sunan Ibn Majah 6/10, Sunan Abu
dawud 3/346, jamiu shahih Imam Tirmidzi 3/532, Sunan Nasai
dengan syarah Suyuti 8/262.
Adapun Imam Bukhari meskipun belum pernah meriwayatkandalam shahihnya hadis tentang larangan bisnis jual beli yang
mengandung gharar secara tekstual akan tetapi beliau menyebutkan
dalam penjelasannya. Dalam hadis yang yang melarang tentang jual
beli habl al hablah 3/70 yang merupakan salah satu jenis dari bisnisjual beli yang mengandung unsur gharar, dan beliau menyebutkan
gharar dalam maknanya yang umum kemudian diikuti dengan habl
al hablah, maka metode athaf (pengikutan) makna khusus kepada
makna yang umum adalah untuk menjelaskan, bahwa macam-
macam jual beli gharar sangat banyak bentuknya. Oleh karena ituBukhari tidak menyebutkan dalam riwayatnya kecuali tentang habl
al hablah, hal ini dimaksudkan untuk tanbih (perhatian) dengan
metode makhsus (sesuatu yang dikhususkan) malul (memiliki tanda
6 Ibn Taimiyyah, Mukhtashar Al-Fatawa Al-Mishriyyah, tahqiq: Abdul
Majid Sulaim, (Kairo: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, tt), h. 342.7 QS. Al-Maidah: 908 Imam Muslim, Shahih Muslim, ter. Mamur Daud, jilid III, Kitabul Buyu,
(Jakarta: Widjaya, 1993), h. 139
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
6/19
Akhmad Nur Zaroni, Jual Beli Gharar 73
atau argumentasi hukum) dengan illat dalam setiap jenis dan
macam-macam bentuk jual beli gharar.9
Kesimpulan hukum dari hadis tersebut adalah: Pertama,
pengharaman melakukan transaksi bisnis jual-beli yang mengandung
unsur gharar, karena sighat nahy (bentuk larangan dalam hadis)menunjukkan atas haramnya sesuatu dengan mengacu kepada yang
dipilih oleh para ahli ushul fiqh. Kesimpulan ini tidak dapat dipakai
argumentasi atas yang lainnya kecuali dalam sighat majaz.10
Kedua, rusaknya transaksi bisnis jual beli yang mengandung
unsur gharar, atau tidak berpengaruhnya transaksi tersebut terhadap
transaksi yang dilakukan adalah menurut pendapat mayoritas ulama.Petunjuk umum tentang haram dan rusaknya setiap transaksi
bisnis jual beli yang mengandung unsur gharar, menurut pendapat
yang mengatakan, bahwa perkataan sahabat mengenai larangan Nabisaw tentang sesuatu, maka hal hal tersebut berlaku secara umum.11
Bentuk-Bentuk Gharar dalam Jual Beli
Gharar dalam Akad
1. Baiataini fii Baiah.Rasulullah melarang melakukan dua kesepakatan dalam
satu transaksi (baiataini fii baiah). Para ulama ahli fiqh sepakat
dengan hadis ini secara umum dan mereka melarang seseorang
untuk mengadakan dua transaksi dalam satu kesepakatan.
Diantara hadis tersebut adalah yang diriwayatkan oleh AbuHurairah ra.
;
)(
Dari Abu Hurairah ra: telah bersabda Rasulullah SAW
Barang siapa yang menjual dua penjuaan dalam satu barang,
maka baginya kerugian atau riba.12
Akan tetapi dalam memahami hadis ini mereka berselisihinterpretasi, baik dalam variasi bentuk transaksi yang bersifat
9Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Transaksi dan
Etika Bisnis Islam, terj. Saptono Budi Satryo dan Fauziah R., (Jakarta: Visi Insani
Publishing, 2005), h. 14210Lihat, Muhammad Khudhuri, Ushul Fiqh, (al Jamaliyah, 1329 H.), h. 24011Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Op.cit., h.14312 Muhammad bin Ali Asy-Syaukani, Nail al Authar,. Jilid V,( Syirkah
Ikatiddin, 1979),h.172
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
7/19
, Vol. IV, No. 1, Juni 200774
mutlak ataupun yang sifatnya tidak mutlak. Beberapa interpretasitersebut adalah :
a. Bahwa yang dimaksud hadits tersebut adalah jual beli inah,yaitu seorang yang membeli barang dengan kredit, kemudiania jual kembali kepada orang yang menjual tadi secara tunai
dengan harga yang lebih murah pada waktu itu juga.13
b. Ada pula yang menafsirkan seseorang meminjamkan satudinar kepada orang lain selama satu bulan dengan ketentuan
dibayar satu takar gandum. Kemudian setelah datang waktu
yang ditentukan dan gandum itu telah dimintanya, makaorang yang pinjam itu berkata: Juallah gandum itu
kepadaku dengan tempo pembayaran dua bulan, yang akan
saya bayar dengan dua takar. Maka inilah bentuk dua macampenjualan dalam satu penjualan, karena penjualan kedua ini
telah masuk dalam pada penjualan pertama.14
c. Menurut Imam SyafiI itu artinya adalah seorang penjualberkata : Aku jual rumahku kepada engkau dengan syarat
kamu jual kudamu kepadaku.15
d. Tafsiran yang lain adalah seorang penjual mengatakan akujual barang seharga 1000 dengan cara tunai dan 2000 dengan
tempo satu tahun, dan pembeli menjawab saya terima, tanpa
menjelaskan harga mana yang ia ambil. Dan inilah yang
menjadi masalah (barang tersebut diterima dengan hargamubham). Jika pembeli mengatakan aku terima barang ini
dengan harga 1000 kontan atau harga 2000 dengan tempo
maka jual beli tersebut akan sah.
Beberapa penafsiran di atas semuanya menunjukkan adanya
unsur gharar dalam transaksi atau sighat akad terkait dengan duakesepakatan dalam satu transaksi, dan inilah yang menjadi illat
mengapa hukumnya dilarang dilakukan dalam transaksi bisnis.
2. Bai UrbanBai Urban adalah seseorang membeli sebuah komoditi dan
sebagian pembayaran diserahkan kepada penjual sebagai uangmuka (DP). Jika pembeli jadi mengambil komoditi maka uang
13 Ibnu Rusdy, Bidayatul Mujtahid Wa NihayatulMuqtasid, (Beirut: Dar Al
Fikr, Tt.), h. 10214 Muhammad bin Ali Asy-Syaukani,.Op.Cit,.h. 17215 Wahbah Al-Zuhaily, Op.Cit., h.471
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
8/19
Akhmad Nur Zaroni, Jual Beli Gharar 75
pembayaran tersebut termasuk dalam perhitungan harga. Akan
tetapi jika pembeli tidak mengambil komoditi tersebut makauang muka tersebut menjadi milik penjual.16
Berkaitan dengan bai urban terdapat dua hadis yang
melarang dan yang membolehkan. Hadis yang melarang adalahyang diriwayatkan oleh Imam Malik dari seorang yang tsiqah
sebagaimana berikut:
Dari Amr Ibn Syuaib dari ayahnya dari kakeknya
bahwasanya Rasulullah saw melarang jual beli urban.17
Adapun hadis yang membolehkan adalah yang dikeluarkan
oleh Abdul Razak dalam mushanifnya sebagaimana berikut:
Dari Zaid Ibn Aslam bahwasanya ia telah bertanya
kepada Rasulullah saw tentang jual beli urban maka
Rasulullah saw membolehkannya.18
Meskipun terdapat dua hadis yang berbeda, namun
mayoritas ulama hadis menerima dan mensahihkan hadis yang
melarang jual beli urban dan menolak hadis yangmembolehkannya. Kelompok ulama yang melarang adalah
mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, Syiah Zaidiyah, Abu Al-Khitabdari mazhab Hambali dan juga yang diriwayatkan dari Ibn Abasserta Hasan. Adapun yang membolehkan adalah Imam Ahmad
dan telah diriwayatkan akan pembolehannya dari Umar serta
anaknya, sebagian golongan tabiin diantaranya adalah Ibn Sirin,Nafi Ibn Abdul Haris, serta Zaid Ibn Aslam.19
Larangan Bai Urban yang dilakukan oleh jumhur
sebagaimana dijelaskan dalam kitab Bidayah al Mujtahidadalahkarena adanya unsur gharar dan resiko serta memakan harta tanpa
adanya iwadh (pengganti) yang sepadan dalam pandangan
16 Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Op.cit., h.15417
Ibid., h. 15418
Ibid., h. 15519
Ibid., h. 156
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
9/19
, Vol. IV, No. 1, Juni 200776
syariah.20
Adanya unsur gharar tersebut juga karena masing-masing pihak, baik penjual maupun pembeli tidak mengetahui
apakah transaksi jual beli yang telah disepakati dapat
berlangsung secara sempurna atau tidak.
3. Jual Beli Jahiliyah (Bai Al-Hashah, Bai Al-Mulamasah, BaiAl-Munabadzah)
Unsur gharar juga terdapat dalam tiga macam jual beli
yang telah biasa dipraktekkan oleh orang-orang jahiliyah
sebelum Islam. Tiga macam jual beli tersebut adalah sebagaiberikut;
Bai al Hashah adalah suatu transaksi bisnis dimana
penjual dan pembeli bersepakat atas jual beli suatu komoditipada harga tertentu dengan lemparan hashah (batu kecil) yang
dilakukan oleh salah satu pihak kepada pihak lain yang dijadikan
pedoman atas berlangsung tidaknya transaksi tersebut, atau jugameletakan batu kecil tersebut di atas komoditi, dan juga jatuhnya
batu di pihak manapun yang mengharuskan orang tersebut
melakukan transaksi.
Bai al Mulasmasah adalah ketika kedua pihak (penjual
dan pembeli) melakukan aktivitas tawar menawar atas suatu
komoditi, kemudian apabila calon pembeli menyentuh komoditi
tersebut (baik sengaja maupun tidak) maka dia harusmembelinya baik sang pemilik komoditi tersebut rela atau tidak.
Atau seorang penjual berkata kepada pembeli, Jika ada yang
menyentuh baju ini maka itu berarti anda harus membelinya
dengan harga sekian, sehingga mereka menjadikan sentuhanterhadap obyek bisnis sebagai alasan untuk berlangsungnya
transaksi jual beli.Bai al Munabadzah adalah seorang penjual berkata
kepada calon pembeli, Jika saya lemparkan sesuatu kepada
anda maka transaksi jual beli harus berlangsung diantara kita,atau juga ketika pihak penjual dan calon pembeli melakukan
tawar menawar komoditi kemudian penjual melemparkan
sesuatu kepada calon pembeli maka ia harus membeli komodititersebut dan ia tidak mempunyai pilihan lain kecuali menerima
transaksi tersebut, atau dengan gambaran lain seorang penjual
20Abu al Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ahmad Ibn
Rusyd al Qurtubi, Bidayatul Mujtahid fii Nihayatil Muqtashid, (Mathbaatu al
Istiamah, 1370 H.), h.162.
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
10/19
Akhmad Nur Zaroni, Jual Beli Gharar 77
berkata kepada calon pembeli, Jika saya lemparkan komoditi
ini kepada anda maka itu berarti saya jual komoditi ini kepadaanda dengan harga sekian.
Tiga macam jual bel tersebut masuk dalam kategori jual
beli gharar dan dilarang dalam Islam. Dalam sebuah hadis Nabiyang riwayatnya sahih dijelaskan bahwa Rasulullah saw
melarang jual beli hashah dan jual beli gharar.21 Dalam hadis
riwayat Abu Hurairah juga dijelaskan bahwa, Rasulullah sawmelarang transaksi mulamasah dan munabadzah22
Unsur gharar yang terdapat dalam jual beli jahiliyah
tersebut terletak pada shigat (kalimat) transaksinya. Hal inidikarenakan pernyataan penjual bahwa lemparan batu kecil,
sentuhan terhadap baju, dan lemparan komoditi dijadikan dasar
dalam berlangsungnya kesepakatan jual beli.
4. Bai al
-Muallaq
Bai Muallaq adalah suatu transaksi jual beli dimanakeberlangsungannya tergantung pada transaksi lainnya yang
disyaratkan. Keberhasilan transaksi dapat terjadi dengan
mengikuti instrumen-instrumen yang ada dalam taliq (syarat)
tersebut. Sebagai contoh adalah ketika seorang penjual
mengatakan kepada calon pembeli, Saya jual rumahku kepada
anda dengan harga sekian jika si Fulan menjual rumahnya
kepada saya. Kemudian calon pembeli menjawab, sayaterima. Kesepakatan dalam suatu transaksi jual beli semestinya
tidak dapat menerima penggantungan atau pernyataan tertentu
yang dijadikan ikatan atau dasar berlangsungnya transaksi. Jikahal tersebut dilakukan maka transaksi bisnis jual beli tersebut
menjadi rusak, karena ada unsur gharar.
Unsur gharar pada jual beli muallaq adalah ketika keduabelah pihak (penjual dan pembeli) tidak mengetahui tercapai
tidaknya masalah yang dijadikan ikatan sehingga dapat
melangsungkan transaksi jual beli diantara keduanya,sebagaimana kedua belah pihak tidak mengetahui dalam kondisi
yang bagaimana transaksi dapat terlaksana, karena bisa saja
transaksi semacam ini terlaksana ketika keinginan pembeli ataupenjual berubah seketika. Oleh karena itu jelas terdapat unsur
gharar baik dari aspek terlaksana tidaknya akad, aspek waktu
pelaksanaan, atau juga gharar dalam mewujudkan rasa saling
21 Imam Muslim,Loc.cit22 Imam Bukhari, jilid II, Kitabul Buyu, Op.cit., h. 275
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
11/19
, Vol. IV, No. 1, Juni 200778
rela atau tidaknya antara kedua belah pihak ketika ada syaratyang menyertainya.
Menurut mazhab Hanafi taliq tersebut tergolong perjudian
(qimar), sehingga jual beli semacam itu tidak diperbolehkan.Sedang Ibnu Taimiyah dan Ibnu al Qayyim berpendapat lain,
bahwa taliq diperbolehkan dalam transaksi jual beli dengan
syarat kedua belah pihak tidak melihat adanya unsur gharar.23
5. Bai Al-MudhafBai Mudhaf adalah kesepakatan untuk melakukan
transaksi jual beli untuk waktu yang akan datang, seperti
perkataan penjual kepada calon pembeli, Saya jual rumahku
kepada anda dengan harga sekian pada awal tahun depan.24
Unsur gharar dalam jual beli mudhaf adalah pada aspek
probabilitas dari kejadian pada beberapa kondisi, yaitu hilangnya
aspek maslahah di salah satu pihak (penjual dan pembeli) sertakerelaan keduanya ketika kesepakatan jatuh tempo sesuai
dengan yang disepakati, sehingga sekiranya seseorang pembeli
komoditi dengan akad mudhaf dan kemudian kondisi pasar sertaperekonomian berubah sehingga menyebabkan turunya harga
komoditi pada waktu akad telah jatuh tempo, maka dapat
dipastikan pembeli tidak menyukai karena adanya selisih antara
harga akad dengan kondisi real saat itu kemudian pembelimenyesal atas tindakannya.
Jadi unsur gharar yang ada dalam bai al mudhaf terletak
pada pelaku akadnya. Ketika mereka tidak mengetahui kondisi
pasar dan harga di masa yang akan datang jika dibandingkandengan kondisi pada waktu transaksi disepakati.
25
Gharar dalam Obyek Akad
Dalam hukum perjanjian Islam obyek akad dimaksudkan
sebagai suatu hal yang karenanya akad dibuat dan berlaku akibat-akibat hukum akad. Obyek akad dapat berupa benda, manfaat benda,
jasa atau pekerjaan, atau suatu yang lain yang tidak bertentangan
dengan Syariah.26
23 Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Op.cit., h.15924Ibid.,h. 16125
Ibid., h. 16226 Muhammad Sallam Madkur, al-Fiqh a-Islami: al-Madkhal wa al-Amwal
wa al-Huquq wa al-Milkiyyah wa al-Aqd, (Mesir: Maktabah Abdillah Wahbah,
1955), h. 426
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
12/19
Akhmad Nur Zaroni, Jual Beli Gharar 79
Kedudukan obyek akad adalah sangat penting karena ia
termasuk bagian yang harus ada (rukun) dalam hukum perjanjianIslam. Oleh karena keberadaannya sangat menentukan sah tidaknya
perjanjian yang akan dilakukan, maka obyek akad harus memnuhi
syarat-syarat sahnya seperti terbebas dari unsur-unsur gharar(ketidakjelasan). Ada beberapa gharar yang dapat terjadi dalam
obyek akad dan akan mempengaruhi sah tidaknya suatu perjanjian:
1. Ketidakjelasan dalam Jenis Obyek AkadMengetahui jenis obyek akad secara jelas adalah syarat
sahnya jual beli. Maka jual beli yang obyeknya tidak diketahuitidak sah hukumnya karena terdapat gharar yang banyak di
dalamnya. Seperti menjual sesuatu dalam karung yang mana
pembeli tidak mengetahui dengan jelas jenis barang apa yangakan ia beli.
Namun demikian terdapat pendapat dari Mazhab Malikiyang membolehkan transaksi jual beli yang jenis obyektransaksinya tidak diketahui, jika disyaratkan kepada pembeli
khiyar ruya (hak melihat komoditinya).27 Begitu juga dalam
mazhab Hanafi menetapkan khiyar ruyah tanpa dengan adanyasyarat,28 berdasarkan hadis berikut:
Siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat, maka ia
berhak khiyar apabila telah melihat barang itu.
Akan tetapi ulama Syafiiyah mengatakan bahwa jual belibarang yang gaib tidak sah, baik barang itu disebutkan sifatnya
waktu akad maupun tidak. Oleh sebab itu, menurut mereka,khiyar ruyah tidak berlaku, karena akad itu mengandung unsur
penipuan (gharar).29
2. Ketidakjelasan dalam Macam Obyek AkadGharar dalam macam obyek akad dapat menghalangi
sahnya jual beli sebagaimana terjadi dalam jenis obyek akad.
Tidak sahnya akad seperti ini karena mengandung unsur
27Khiyar ruyah adalah hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku
atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu obyek yang belum ia lihat
ketika akad berlangsung. Nasroun Haroun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya MediaPratama, 2000), h. 137
28 Abu al Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ahmad Ibn
Rusyd al Qurtubi,Op.Cit., h. 15429
Ibid., h. 138
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
13/19
, Vol. IV, No. 1, Juni 200780
ketidakjelasan dalam obyeknya. Seperti seorang penjual berkata,saya jual kepada anda binatang dengan harga sekian tanpa
menjelaskan binatang apa dan yang mana.30
Oleh karena itu obyek akad disyaratkan harus ditentukansecara jelas. Dasar ketentuan ini adalah larangan Nabi saw.
mengenahi jual beli kerikil (bai al-Hashah) yang mirip judi dan
biasa dilakukan oleh orang jahiliyyah. Yaitu jual beli dengancara melemparkan batu kerikil kepada obyek jual beli, dan obyek
mana yang terkena lemparan batu tersebut maka itulah jual beli
yang harus dilakukan. Dalam hal ini pembeli sama sekali tidakdapat memilih apa yang seharusnya dinginkan untuk dibeli.31
Dari Abu Hurairah diceritakan, ia berkata:
Rasulullah Saw melarang jual beli lempar krikil dan
jual beli gharar. (HR. Muslim).32
3. Ketidakjelasan dalam Sifat dan Karakter Obyek TransaksiiTerdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqh
tentang persyaratan dalam menyebutkan sifat-sifat obyek
transaksi dalam jual beli, akan tetapi mayoritas ulama fiqh
berpendapat untuk mensyaratkannya.Diantara perbedaan itu adalah; Mazhab Hanafiyah melihat,
bahwa jika obyek transaksinya terlihat dalam transaksi, baik itu
komoditi ataupun uang, maka tidak perlu untuk mengetahui sifatdan karakternya. Tetapi jika obyek transaksinya tidak terlihat
oleh penjual dan pembeli, maka para ulama fiqh mazhab
Hanafiyah berselisih pendapat. Sebagian mensyaratkanpenjelasan sifat dan karakter obyek akad, dan sebagian tidak.
Mereka yang tidak mensyaratkan berpendapat bahwa
ketidaktahuan sifat tidak menyebabkan perselisihan, disampingitu pembeli juga mempunyai hakkhiyar ruyah. Silang pendapat
di atas adalah yang berkaitan dengan komoditi bukan harga,
30 Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Transaksi dan
Etika Bisnis Islam, terj. Saptono Budi Satryo dan Fauziah, (Jakarta: Visi InsaniPublishing, 2005), h. 167
31 Syamsul Anwar,Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad
dalam Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), h. 19132 Imam Muslim, Loc. cit
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
14/19
Akhmad Nur Zaroni, Jual Beli Gharar 81
adapun tentang harga (tsaman) semua ulama sepakat untuk
disebutkan sifat dan karakternya.33
Sedang Ulama Mazhab Maliki mensyaratkan penyebutan
sifat dan karakter baik terhadap komoditi maupun harga
(tsaman). Karena tidak adanya kejelasan dalam sifat dankarakter komoditi dan harga adalah merupakan gharar yang
dilarang dalam akad.34 Begitu juga ulama mazhab Syafii
mensyaratkan penyebutan sifat dan karakter komoditi danmengatakan bahwa jual beli yang tidak jelas sifat dan karakter
komoditinya hukumnya tidak sah kecuali jika pembeli diberi hak
untuk melakukan khiyar ruyah. Mazhab Hambali juga tidakmembolehkan jual beli yang obyek transaksinya tidak jelas sifat
dan karakternya.35
4. Ketidakjelasan dalam Ukuran Obyek TransaksiTidak sah jual beli sesuatu yang kadarnya tidak diketahui,baik kadar komoditinya maupun kadar harga atau uangnya.Illat
(alasan) hukum dilarangnya adalah karena adanya unsur gharar
sebagaimana para ulama ahli fiqh dari mazhab Maliki dan
Syafii dengan jelas memaparkan pendapatnya.36
Contoh dari transaksi jual beli yang dilarang karena unsur
gharar yang timbul akibat ketidaktahuan dalam kadar dan
takaran obyek transaksi adalah bai muzabanah. Yaitu jual beli
barter antara buah yang masih berada di pohon dengan kurmayang telah dipanen, anggur yang masih basah dengan zabib
(anggur kering), dan tanaman dengan makanan dalam takaran
tertentu. Adapun illatdari pengharamannya adalah adanya unsurriba yaitu aspek penambahan dan gharar karena tidak konkritnya
ukuran dan obyek atau komoditi.37
5. Ketidaktahuan dalam Dzat Obyek TransaksiKetidaktahuan dalam zat obyek transaksi adalah bentuk
dari gharar yang terlarang. Hal ini karena dzat dari komoditi
tidak diketahui, walaupun jenis, macam, sifat, dan kadarnya
diketahui, sehingga berpotensi untuk menimbulkan perselisihan
33 Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Op.cit., h. 16834 Ibn Rusyd, Op.cit., h. 17235 Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Op.cit., h. 16936Ibid., h. 175
37 Ibn Rusyd, Op. Cit., h. 156
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
15/19
, Vol. IV, No. 1, Juni 200782
dalam penentuan. Seperti jual pakaian atau kambing yangbermacam-macam.38
Mazhab Syafii, Hambali, dan Dhahiri melarang transaksi
jual beli semacam ini, baik dalam kuantitas banyak maupunsedikit karena adanya unsur gharar. Sedang mazhab Maliki
membolehkan baik dalam kuantitas banyak maupun sedikit
dengan syarat ada khiyar bagi pembeli yang menjadikan unsurgharar tidak berpengaruh terhadap akad. Adapun mazhab
Hanafiyah membolehkan dalam jumlah dua atau tiga, dan
melarang yang melebihi dari tiga.39
6. Ketidaktahuan dalam Waktu AkadJual beli tangguh (kredit), jika tidak dijelaskan waktu
pembayarannya, maka ia termasuk jual beli gharar yang
terlarang.40 Seperti jual beli habl al-hablah, yaitu jual beli
dengan sistem tangguh bayar hingga seekor unta melahirkananaknya, atau hingga seekor unta melahirkan anak dan anak
tersebut melahirkan juga anaknya. Jual beli semacam ini
dikategorikan dalam jual beli gharar yang terlarang karena tidakada kejelasan secara kongkrit dalam penentuan penangguhan
pembayaran. 41
7. Ketidakmampuan dalam Penyerahan Komoditi.Kemampuan menyerahkan obyek transaksi adalah syarat
sahnya dalam jual beli. Maka jika obyek transaksi tidak dapat
diserahkan, secara otomatis jual belinya tidak sah karena
terdapat unsur gharar (tidak jelas). Seperti menjual onta yanglari atau hilang dan tidak diketahui tempatnya.Nabi Saw
melarang jual beli seperti ini karena mempertimbangkan bahwabarang itu tidak dapat dipastikan apakah akan dapat diserahkan
oleh penjual atau tidak.42
38Ibid., h. 148
39 Ibrahim ibn Yusuf al-Syirazi, al-Mihadzab, (Mesir: Isa al Halbi, 476H),h. 263
40Ibid., h. 209
41 Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Op.cit., h. 18042 Syamsul Anwar,Op.cit., h. 191
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
16/19
Akhmad Nur Zaroni, Jual Beli Gharar 83
Dari Hakim Ibn Hizam, ia berkata: Aku bertanya kepadaNabi Saw. kataku: wahai Rasulullah, seseorang datang
kepadaku minta aku menjual suatu yang tidak ada padaku.
Lalu aku menjualnya kepadanya, kemudian aku membelinya
di pasar untuk aku serahkan kepadanya. Beliau menjawab :
jangan engkau menjual barang yang tidak ada padamu.
(HR. An-Nasai).43
8. Melakukan Akad Atas Sesuatu yang Madum (tidak nyataadanya).
Gharar yang dapat mempengaruhi sahnya jual beli adalah
tidak adanya (madum) obyek transaksi. Yaitu keberadaan obyektransaksi bersifat spekulatif, mungkin ada atau mungkin tidak
ada, maka jual beli seperti ini tidak sah. Seperti transaksi jual
beli anak unta yang belum lahir dan buah sebelum dipanen.Seekor unta yang mengandung bisa jadi melahirkan dan ada
kemungkinan tidak (keguguran), begitu juga buah terkadang
berbuah dan terkadang juga tidak ada.44
9. TidakAdanya Hak Melihat atas Obyek Transaksi.Yaitu jual beli yang obyeknya tidak dapat dilihat oleh salah
satu dari pihak penjual atau pembeli pada saat transaksi
berlangsung, baik dikarenakan komoditinya tidak ada atau adatetapi berada dalam pembungkus. Jual beli seperti ini juga sering
disebut dengan jual beli ainul ghaib, yaitu komoditi dimilikipenuh oleh penjual tetapi tidak dapat dilihat oleh pembeli.45
Berkaitan dengan jual beliainul ghaib ini terdapat
beberapa pendapat di kalangan ulama fiqh. Imam Syafiiberpendapat tidak boleh menjual ainul ghaib secara mutlak
walaupun sifat dan karakternya sudah diketahui dengan pasti.
Mayoritas ulama fiqh memperbolehkan jika sifat dankarakternya diketahui.
43 Lihat an-NasaI, Sunan NasaI, ed. Abu al-Fath Abu Guddah (Aleppo:Maktab al-Mathbuat al Islamiyyah, 1406H), VII: 289, hadis no.4613
44 Lihat Ibrahim bin Fathi bin Abd Muqtadir, Uang Haram, terj. Ahmad
Khotib dkk., (Jakarta: Amzah, 2006), h. 1645 Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Op.cit., h. 185
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
17/19
, Vol. IV, No. 1, Juni 200784
Ulama bermazhab Hanafi dan Syafii berpendapat jual belisemacam ini tidak lazim, dan pembeli memiliki hak khiyarruyah, yaitu berhak membatalkan atau melanjutkan akad setelah
melihat obyek transaksi.46
Menurut ulama bermazhab Maliki dan Hambali bahwa
transaksi jual beli menjadi keharusan bagi sang pembeli jika ia
mendapati komoditi sesuai dengan yang ia kehendaki, jika tidaksesuai maka pembeli memiliki khiyar untuk melanjutkan atau
membatalkan.47
Penutup
Islam adalah agama yang tidak hanya berisi tentang ibadah
ritual saja, tetapi ia juga merupa sistem hidup yang mengatur segalaaspek kehidupan manusia termasuk ekonomi. Aturan-aturan tersebut
bersumber dari syariah yang tertuang dalam sumber hukum Islam
baik yang nakli maupun akli yang semuanya itu dibahas dalamdisiplin-disiplin ilmu yang secara mendalam dibahas oleh para
ulama ahli dan menjadi kasanah keilmuan dalam studi Islam. Salah
satu aturan ekonomi yang dibahas dalam fiqh muamalah adalahyang berkaitan dengan jual beli. Dalam sejarah peradaban manusia
terdapat praktek jual beli yang bermacam-macam, ada yang secara
syari diperbolehkan dan ada yang ditolak. Diantara jual beli yang
ditolak adalah jual beli gharar. Pelarangan jual beli gharar tersebutkarena mengandung ketidakjelasan, seperti pertaruhan atau
perjudian, tidak dapat dipastikan jumlah dan ukurannya atau tidak
mungkin diserah terimakan. Gharar dapat terjadi baikdalam sistem
transaksi maupun sesuatu yang menjadi obyek transaksi. Dalamsistem transaksi misalnya,Baiataini fii Baiah,Bai Urban,Bai Al-
Hashah, Bai Al-Mulamasah, Bai Al-Munabadzah Bai al-Muallaq,
danBai Al-Mudhaf. Sedang dalam obyek transaksi bisa terjadi pada
ketidak jelasan jenis, macam, dan karakter obyek akad, serta tidak
adanya fasilitas lain bagi pembeli seperti khiyar dan yangsejenisnya.
46Ibid., h. 186
47Ibid., h. 187.
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
18/19
Akhmad Nur Zaroni, Jual Beli Gharar 85
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang TeoriAkad dalam Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2007.
Bukhari, Imam, Shahih Bukhari Jilid II, trj. H. Zainuddin Hamidy,
dkk, Cet. 13, Jakarta : Widjaya, 1992.
Haroun, Nasroun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama,
2000.
Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Beirut: Dar Ihya al-Turas al-Arabi, tt.
Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid fii Nihayatil Muqtashid,Mathbaatu
al Istiamah, 1370 H.
Ibn Taimiyyah, Mukhtashar Al-Fatawa Al-Mishriyyah, tahqiq:Abdul Majid Sulaim, Kairo: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, tt.
Ibnu Rusdy, Bidayatul Mujtahid Wa NihayatulMuqtasid, Beirut: Dar
Al Fikr, tt.
Ibrahim bin Fathi bin Abd Muqtadir, Uang Haram, terj. AhmadKhotib dkk.,Jakarta: Amzah, 2006.
Khudhuri, Muhammad, Ushul Fiqh, al Jamaliyah, 1329 H.
Madkur, Muhammad Sallam, al-Fiqh a-Islami: al-Madkhal wa al-
Amwal wa al-Huquq wa al-Milkiyyah wa al-Aqd, Mesir:
Maktabah Abdillah Wahbah, 1955.
Masadi, Ghufran A., Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002.
Muslim, Imam, Shahih Muslim, ter. Mamur Daud, jilid III, Kitabul
Buyu, Jakarta: Widjaya, 1993.
NasaI, Sunan NasaI, ed. Abu al-Fath Abu Guddah, Aleppo:Maktab al-Mathbuat al Islamiyyah, 1406H
Syahatah, Husain dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Transaksi
dan Etika Bisnis Islam, terj. Saptono Budi Satryo dan
Fauziah R., Jakarta: Visi Insani Publishing, 2005.
Syaukani, Muhammad bin Ali, Nail al Authar,. Jilid V,Syirkah
Ikatiddin, 1979.
Syirazi, Ibrahim ibn Yusuf, al-Muhadzab, Mesir: Isa al Halbi, 476H.
-
7/28/2019 7 Nur Zaroni-Jual Beli Gharar
19/19
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.
http://www.daneprairie.com/http://www.daneprairie.com/http://www.daneprairie.com/http://www.daneprairie.com/