71468182-pulmonologi

49
FARINGITIS AKUT BATASAN Peradangan akut pada saluran nafas bagian atas yang meliputi faring dan tonsil ETIOLOGI Virus Streptococcus β hemolyticus group A KRITERIA DIAGNOSIS Demam Lesu Anoreksia Nyeri menelan Batuk Pilek Tonsil dan faring hiperemis, kadang-kadang disertai eksudat Petekia pada palatum mole Pembesaran kelenjar getah bening colli anterior, nyeri pada penekanan TERAPI Istirahat Analgetik Antibiotik (pada infeksi bakteri) OTITIS MEDIA AKUT BATASAN Peradangan akut saluran telinga bagian tengah ETIOLOGI Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae Streptococcus β hemolitycus group A Staphylococcus aureus Branhamella catarrhalis PATOFISIOLOGI Sering merupakan penyebaran dari infeksi akut pada saluran nafas atas KRITERIA DIAGNOSIS Demam tinggi Nyeri telinga Pendengaran berkurang Membran timpani hiperemis dan menonjol PEMERIKSAAN PENUNJANG Kultur sekret telinga TERAPI Istirahat 1

Upload: sherry-smith

Post on 03-Jan-2016

17 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Pulmonologi pulmo paru-paru

TRANSCRIPT

Page 1: 71468182-Pulmonologi

FARINGITIS AKUT

BATASAN Peradangan akut pada saluran nafas bagian atas yang meliputi faring dan tonsil

ETIOLOGI

Virus Streptococcus β hemolyticus group A

KRITERIA DIAGNOSIS

• Demam • Lesu • Anoreksia • Nyeri menelan • Batuk • Pilek • Tonsil dan faring hiperemis, kadang-kadang disertai eksudat • Petekia pada palatum mole • Pembesaran kelenjar getah bening colli anterior, nyeri pada penekanan

TERAPI

• Istirahat • Analgetik • Antibiotik (pada infeksi bakteri)

OTITIS MEDIA AKUT

BATASAN

Peradangan akut saluran telinga bagian tengah ETIOLOGI

Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae Streptococcus β hemolitycus group A Staphylococcus aureus Branhamella catarrhalis

PATOFISIOLOGI

Sering merupakan penyebaran dari infeksi akut pada saluran nafas atas KRITERIA DIAGNOSIS

• Demam tinggi • Nyeri telinga • Pendengaran berkurang • Membran timpani hiperemis dan menonjol

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kultur sekret telinga TERAPI

• Istirahat

1

Page 2: 71468182-Pulmonologi

• Analgetik • Antibiotik • Miringektomi

PROGNOSIS

Dengan pengobatan yang adekuat → baik

SINDROMA CROUP (LARINGITIS)

BATASAN

Penyakit yang ditandai dengan gejala akibat obstruksi laring yang bervariasi dari ringan sampai berat berupa stridor, batuk menggonggong, suara parau sampai gejala distres pernafasan Yang termasuk sindroma croup

Spasmodic croup Laringitis virus (laringotrakeitis, laringotrakeobronkitis, croup) → istilah yang sering dipakai yaitu laringotrakeobronkitis Epiglotitis (supraglotitis) Trakeitis bakteri (pseudomembranous croup)

SPASMODIC CROUP

BATASAN Penyakit yang ditandai dengan terbangunnya anak tiba-tiba pada malam hari, menunjukkan stridor, batuk menggonggong dan atau suara parau akibat adanya edema subglotis

ETIOLOGI

Belum jelas, berhubungan dengan infeksi virus yang berupa reaksi hipersensitivitas terhadap infeksi terdahulu (misalnya terhadap parainfluenzae virus). Mungkin juga ini berhubungan dengan alergi

KRITERIA DIAGNOSIS • Biasanya terjadi pada anak umur 1-3 th • Gejala muncul tiba-tiba, biasanya anak terbangun dari tidurnya pada malam hari • Biasanya tidak ada panas badan • Gejala obstruksi saluran nafas berupa stridor, batuk menggonggong dan suara parau

dapat bersifat ringan atau sedang, jarang menjadi berat atau progresif. Keadaan ini dapat sembuh spontan atau cenderung timbul berulang

• Laringoskopi : Mukosa laring tampak pucat DIAGNOSIS BANDING

Laringotrakeobronkitis Epiglotitis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto leher posisi AP dan Lateral (soft tissue technique) PENYULIT

Apabila penyumbatan saluran nafas berat → gangguan pasase udara KONSULTASI

2

Page 3: 71468182-Pulmonologi

Bila tidak menunjukkan respons dengan epinefrin rasemat (racemic epinephrine), penguapan adrenalin dan atau steroid sistemik, diperlukan konsultasi ke Bagian THT

TERAPI

Pra-pengobatan : Teliti berat-ringannya penyakit Tindakan dan obat-obatan • O2 lembab • Epinefrin rasemat dengan nebulizer (bila tidak ada, berikan penguapan adrenalin).

Dosis adrenalin dengan nebulizer : 4 mg (4 ml dalam larutan 1:1000) • Kortikosteroid • Deksametason 0,15-0,6 mg/kgBB i.m. atau p.o., dosis tunggal atau prednisolon, atau • Budesonid dengan nebulizer : 2 mg dalam 4 ml • Jarang rawat inap ; diberikan penerangan kepada orang tua bahwa penyakit dapat

berulang PROGNOSIS

Baik. Penyakit ini biasanya sembuh spontan, jarang menjadi berat dan kadang-kadang cenderung berulang. Rekurensi jarang terjadi pada anak umur > 5 th

SURAT PERSETUJUAN

Diperlukan LARINGOTRAKEOBRONKITIS

BATASAN

Penyakit infeksi saluran nafas akut disebabkan oleh virus dengan gejala/tanda stridor, suara parau, batuk menggonggong disertai demam akibat peradangan hanya pada laring saja (laringitis), laring dan trakea (laringotrakeitis), atau laring, trakea, bronki dan bronkioli (laringotrakeobronkitis)

ETIOLOGI

Para-influenzae virus tipe 1 (penyebab terbanyak) Virus lainnya yaitu influenzae virus A dan B, adenovirus, parainfluenzae tipe 2 dan 3 serta respiratory syncytial virus

KRITERIA DIAGNOSIS

• Biasanya terjadi pada anak 0-5 th (tersering 1-2 th) • Mulai timbulnya gejala penyakit bertahap, biasanya didahului batuk, pilek dan panas

badan dan setelah 3-4 hari kemudian timbul batuk menggonggong, stridor inspirasi; sesak dapat bertambah tetapi tidak begitu progresif

• Pemeriksaan fisis bervariasi tergantung derajat tanda/gejala distres pernafasan yaitu dispnea, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan interkostal sampai timbul megap-megap (air hunger), perubahan tingkat kesadaran dan sianosis

• Radiologi : Foto leher posisi AP tampak bagian atas trakea di daerah subglotis runcing seperti menara (steeple sign), sedangkan pada posisi lateral tampak penyempitan subglotis

• Laringoskopi : Tampak mukosa laring berwarna merah dengan pembengkakan subglotis DIAGNOSIS BANDING

Spasmodic croup Epiglotitis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto leher AP dan lateral Laringoskopi

3

Page 4: 71468182-Pulmonologi

Pulse oxymetri (bila alat tersedia) PENYULIT

Gagal nafas KONSULTASI

Bagian THT TERAPI

Pra-pengobatan : Tentukan berat ringannya penyakit Tindakan dan obat-obatan • O2 lembab bila sesak nafas • Kasus berat atau toksik diberikan IVFD (perhatikan ada/tidaknya dehidrasi untuk

menentukan jumlah cairan. Bila tidak ada dehidrasi, diberikan 80-90% cairan rumat) • Epinefrin rasemat dengan nebulizer (bila tidak ada, berikan penguapan adrenalin) • Boleh diberikan deksametason 0,6 mg/kgBB i.m. dosis tunggal atau metilprednisolon • Trakeostomi : Bila obstruksi saluran nafas berat/tidak responsif dengan terapi

konvensional PROGNOSIS

Tergantung berat ringannya gejala Biasanya prognosis baik dan tidak menimbulkan sekuele

SURAT PERSETUJUAN

Diperlukan

EPIGLOTITIS BATASAN

Keadaan yang mengancam jiwa anak akibat obstruksi saluran nafas yang disebabkan peradangan akut disertai edema pada daerah supraglotis laring yang meliputi epiglotis beserta plika ariepiglotika dan hipofaring; disebut juga supraglotitis

ETIOLOGI

Haemophilus influenzae type b (paling sering) Streptococcus beta haemolyticus Stafilokokus (jarang)

KRITERIA DIAGNOSIS

• Gejala klinis timbul tiba-tiba dengan panas badan tinggi, sakit tenggorokan dan nyeri menelan, batuk, dan dalam beberapa jam cepat menjadi progresif sehingga timbul stridor inspirasi, disfagia, megap-megap, pucat, gelisah, sianosis dan tampak toksik

• Pada anak yang besar biasanya berada dalam posisi duduk membungkuk ke depan, mulut terbuka, lidah menjulur dan air liur menetes

• Biasanya tidak didahului infeksi saluran nafas atas • Pemeriksaan fisis menunjukkan tanda distres pernafasan • Laboratorium : Leukositosis dengan pergeseran ke kiri • Paling sering terjadi pada anak 2-6 th

4

Page 5: 71468182-Pulmonologi

• Radiologi : Foto leher menunjukkan pembesaran dan pembengkakan epiglotis serta pelebaran hipofaring. Gambaran radiologik yang khas yaitu thumb print like pada epiglotis yang membengkak

• Laringoskopi : Epiglotis tampak merah dan edema pada plika ariepiglotika DIAGNOSIS BANDING

Laringotrakeobronkitis oleh virus Supraglotitis oleh penyebab Streptococcus group A Trakeitis bakteri

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laringoskopi Foto leher AP, lateral (soft tissue technique) serta foto toraks AP dalam posisi tegak Darah : Rutin, kultur (darah diambil sebelum diberikan antibiotik), analisis gas (bila

memungkinkan) Tindakan ini dilakukan di ruang perawatan intensif (berbahaya karena dapat menyebabkan laringospasme)

PENYULIT

Edema paru Atelektasis fokal Pneumonitis HIE Gagal nafas Pneumotoraks dan emfisema mediastinum akibat trakeostomi

KONSULTASI

Bagian THT TERAPI

• Trakeostomi • Perawatan di ruang intensif Diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi • O2 lembab • Antibiotik diberikan 10 hari (7 hari secara i.v., selanjutnya p.o.)

Kloramfenikol 75-100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis atau sefotaksim 100-200 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis atau sefuroksim 75-150 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis Catatan : Epinefrin rasemat tidak ada gunanya Kortikosteroid masih kontroversil (tidak diberikan)

PROGNOSIS Tergantung penilaian dan cepatnya tindakan gawat darurat

SURAT PERSETUJUAN

Diperlukan

TRAKEITIS BAKTERI

BATASAN Keadaan yang juga dapat mengancam jiwa seperti halnya epiglotitis akibat infeksi bakteri akut pada saluran pernafasan bagian atas yang tidak melibatkan epiglotis sehingga menimbulkan obstruksi saluran pernafasan yang berat dan dapat berakhir dengan kematian.

5

Page 6: 71468182-Pulmonologi

Biasanya epiglotitis dapat juga ditemukan pada trakeitis bakteri. Sering juga disebut sebagai pseudomembranous laryngitis

ETIOLOGI

Staphylococcus aureus (terbanyak) S. pneumoniae

KRITERIA DIAGNOSIS

• Stridor inspirasi, batuk menggonggong, dan panas tinggi diawali dengan infeksi saluran nafas atas ringan atau laringotrakeobronkitis 1 jam-6 hari sebelumnya

• Panas tinggi dan tampak toksis, memberi petunjuk kemungkinan adanya infeksi bakteri, bahkan cenderung seperti epiglotitis

• Banyak sekret kental di trakea pada waktu aspirasi sekret • Biasanya menyerang anak < 3 th • Laboratorium : Leukositosis dengan pergeseran ke kiri • Radiologi : Penyempitan daerah subglotis • Laringoskopi : Tampak banyak sekret kental di trakea

DIAGNOSIS BANDING

Epiglotitis Laringotrakeobronkitis Difteria

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin Laringoskopi Foto leher posisi AP dan Lateral serta toraks AP Kultur dan tes sensitivitas sekret trakea

PENYULIT

Gagal nafas KONSULTASI Bagian THT TERAPI

• Trakeostomi atas indikasi • Perawatan di ruang intensif • O2 lembab • Membersihkan trakea (tracheal toilet) berulang-ulang dengan pengisapan sekret • Antibiotik

Kombinasi nafsilin (100 mg/kgBB/hari) dan kloramfenikol (75 mg/kgBB/hari), atau Kloksasilin 100 mg/kgBB/hari Sefalosporin generasi ketiga

PROGNOSIS

Tergantung cepatnya penilaian dan tindakan gawat darurat SURAT PERSETUJUAN

Diperlukan DAFTAR PUSTAKA Adis International. Croup. The role of corticosteroids. JPG 1997; 23: 29-31. Cruz MN, Stewart G, Rosenberg N. Use of dexamethasone in the outpatient management of acute laryngotracheitis. Pediatrics 1995; 96:220-3. Custer JR. Croup and related disorders. Pediatr Rev 1993; 14:19-29.

6

Page 7: 71468182-Pulmonologi

Grad R, Taussig LM. Acute infections producing upper airway obstruction. Dalam: Chernick V dan Kendig EL, penyunting. Kendig’s disorders of the respiratory tract in children ; edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders, 1990; 336-49. Levine SD, Springer MA. Croup and epiglottitis. Dalam: Hilman BC, penyunting. Pediatric respiratory disease: diagnosis and treatment. Philadelphia: WB Saunders, 1993; 238-40. Mobley SL, Mansmann HC. The croup syndrome. Dalam: Gellis SS, Kagan BM, penyunting. Current pediatric therapy; edisi ke-12. Philadelphia: WB Saunders, 1986; 111-3.

BRONKITIS BATASAN

Sulit untuk diberikan batasan yang tegas karena peradangan tidak hanya terbatas pada bronkus, tetapi meliputi saluran nafas lainnya; seringkali sulit membedakan antara bronkitis dan asma karena mempunyai gejala terutama batuk-batuk dan pada keduanya terdapat peradangan pada saluran nafas. Merupakan bagian utama dari penyakit asma dan fibrosis kistik

KLASIFIKASI

Bronkitis akut Bronkitis kronik Catatan : Sulit untuk memberikan batasan tegas karena sulit menentukan saat penyakit

bronkitis akut berakhir atau awal dari bronkitis kronik

BRONKITIS AKUT

BATASAN Proses peradangan sementara pada trakea dan bronkus yang menimbulkan batuk-batuk dan biasanya tanpa pengobatan akan sembuh dalam waktu 2 minggu

ETIOLOGI

Virus : Rhinovirus merupakan penyebab tersering, selain itu para-influenza, influenza, Respiratory syncytial virus (RSV) dan adenovirus

Bakteri : Biasanya sebagai infeksi sekunder dari infeksi virus : S. pneumoniae, S.aureus, H. influenzae, M. pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, B. pertussis, M. tuberculosis, C. diphtheriae

Aspirasi makanan Inhalasi/keterpajanan asap

KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis berdasarkan gejala klinis

7

Page 8: 71468182-Pulmonologi

• Batuk : Mula-mula kering, non produktif, beberapa hari kemudian batuk produktif mengeluarkan mukus/dahak yang purulen, bisa disertai muntah berisi mukus; gejala batuk ini hilang setelah 10-14 hari

• Gejala lain yang merupakan gejala penyakit sistemik, bila bronkitis merupakan penyulit penyakit sistemik tersebut

• Biasanya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, kadang-kadang ditemukan ronki kering, ronki basah kasar atau suara lendir, suara mengi (wheezing)

DIAGNOSIS BANDING

Berdasarkan etiologi Keterpajanan/inhalasi asap dan sumber polusi udara dalam rumah (asap rokok, asap dari tungku pembakaran, debu dll) Iritasi bahan kimiawi misalnya aspirasi makanan Asma bronkial

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto toraks AP dan Lateral PENYULIT

Pneumonia Atelektasis

TERAPI

• Hindarkan asap rokok, asap lainnya serta sumber polusi udara lainnya • Istirahat cukup • Posisi bayi diubah-ubah • Teofilin (sering bermanfaat karena anak biasanya menderita asma)

Catatan Hindarkan penggunaan obat batuk yang menekan pusat/refleks batuk Antibiotik diberikan hanya pada kasus yang dicurigai secara klinis atau terbukti

terdapat infeksi bakteri dari preparat Gram atau kultur sputum (bila ada sputum pada anak besar)

PROGNOSIS

Baik

BRONKITIS KRONIK

BATASAN Merupakan istilah yang tidak tepat; istilah yang sering digunakan untuk penyakit yang menunjukkan gejala batuk-batuk produktif yang berlangsung selama 3 bl atau lebih dalam setahun (seperti batasan untuk orang dewasa). Batasan lain yang dikemukakan yaitu apabila gejala bronkitis akut menetap dan berlangsung > 2-3 minggu

ETIOLOGI

Sama dengan bronkitis akut PATOFISIOLOGI

Gabungan faktor hospes (host factor) dan faktor ekstrinsik berperan dalam peradangan kronik dan kerusakan saluran nafas. Pajanan saluran nafas yang berlangsung terus menerus setelah terjadi kerusakan saluran nafas sebelumnya akibat infeksi akut menyebabkan timbulnya peradangan kronik

KRITERIA DIAGNOSIS

8

Page 9: 71468182-Pulmonologi

• Riwayat penyakit : Batuk yang menetap > 2-3 minggu, bagaimana hubungan dengan makan/minum, adanya episode sebelumnya, sumber kontak, sumber pencetus dari lingkungan dan riwayat keluarga

• Pemeriksaan fisis : Pertumbuhan dan perkembangan, ronki kering, suara mengi, clubbing jari, pembengkakan sinus

DIAGNOSIS BANDING

Asma bronkial Tuberkulosis Benda asing Aspirasi (akibat kelainan anatomi kongenital, misalnya fistula trakeoesofagus, celah

palatum, paralisis pita suara dan disfungsi menelan lainnya dengan/tanpa refluks gastroesofagus)

Kerusakan akibat inhalasi (asap rokok dan asap lainnya) Fibrosis kistik Immotile cilia syndrome Defisiensi imun (IgA, IgG atau kombinasi keduanya)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto toraks Darah Tes tuberkulin Pewarnaan Gram/kultur dari sputum Tes fungsi paru, sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator Foto daerah sinus Barium swallow (bila memungkinkan) Sweat choride test Imunoglobulin (IgE dan IgG) (bila memungkinkan) Bronkoskopi

PENYULIT

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan Gangguan fungsi paru Untuk jangka panjang → penyakit paru kronik di umur dewasa

TERAPI

Sama dengan bronkitis akut PROGNOSIS

Tergantung penyakit yang melatar belakanginya (underlying disease) SURAT PERSETUJUAN

Diperlukan DAFTAR PUSTAKA Black P. Evaluation of chronic or recurrent cough. Dalam: Hilman BC, penyunting. Pediatric respiratory disease: diagnosis and treatment. Philadelphia: WB Saunders 1993; 143 -52. Loughlin GM. Bronchitis. Dalam: Chernick V, Kendig EL, penyunting. Kendig’s disorders of the respiratory tract in children; edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders Co, 1990; 349-59.

BRONKIOLITIS BATASAN

9

Page 10: 71468182-Pulmonologi

Penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dengan gejala utama akibat peradangan bronkioli

KLASIFIKASI

Atas dasar frekuensi nafas dan keadaan umum, dibagi menjadi Bronkiolitis ringan

Bronkiolitis berat (R ≥ 60x/menit) ETIOLOGI

Respiratory syncytial virus (RSV) (tersering) Parainfluenzae virus

KRITERIA DIAGNOSIS

• Biasanya terjadi pada umur 2 bl-2 th (terutama 2-6 bl) • Selama 2-4 hari terjadi batuk pilek, hidung tersumbat, panas badan yang diikuti sesak

nafas dan mengi. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah muntah, gelisah, tidak mau makan/minum

• Pemeriksaan fisis dapat ditemukan merintih (grunting), sianosis, suhu tubuh normal, subfebris atau tinggi, frekuensi pernafasan meningkat, pernafasan cuping hidung, retraksi subkostal, interkostal dan suprasternal, hiperresonans pada perkusi, suara pernafasan mungkin normal, ekspirasi memanjang, mengi dan ronki. Hepar dan lien dapat teraba akibat hiperinflasi toraks

• Foto toraks normal atau tampak hiperinflasi dengan depresi/ pendataran diafragma, atelektasis atau konsolidasi. Yang khas terlihat depresi diafragma dan hiperinflasi

• Pulse oximetry : Saturasi O2 ↓ • Laboratorium : - Analisis gas : Hipoksemia, pada bronkiolitis berat bisa didapatkan

hiperkapnia dan asidosis - Antigen RSV (+) dari sekret hidung dengan pemeriksaan enzyme

linked immunosorbent assay (EIA) atau immunofluorescence - Virus dapat diisolasi pada biakan sel DIAGNOSIS BANDING

Asma serangan pertama PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto toraks PA Pulse oximetry (bila alat ada) Analisis gas (bila memungkinkan) Antigen RSV dari sekret hidung dengan EIA atau immunofluorescence (bila alat dan sarana ada atau memungkinkan) Isolasi virus pada biakan sel (bila memungkinkan)

PENYULIT

Menetapnya gangguan fungsi paru → timbulnya serangan mengi berulang dan hiperreaktivitas bronkial

TERAPI

Pada dasarnya suportif Bronkiolitis ringan → rawat jalan

Nasehat untuk orangtua : Teruskan pemberian makanan, tingkatkan pemberian cairan. Bila memberat → rawat

Bronkiolitis berat → rawat • Bila p.o. tidak memungkinkan atau ada risiko aspirasi → i.v. • O2 lembab selama sesak • Antibiotik bila dicurigai adanya infeksi bakteri

10

Page 11: 71468182-Pulmonologi

Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari, i.v. dibagi 4 dosis • Bila ada konjungtivitis dan bayi berumur 1-4 bl, kemungkinan infeksi sekunder oleh

Chlamydia trachomatis Pneumonitis interstitialis → eritromisin 40 mg/kgBB/hari p.o. dibagi 4 dosis

• Bronkodilator : β-2 agonis boleh dicoba, bila mengurangi sesak dapat diteruskan • Kortikosteroid masih kontroversi (diberikan bersama dengan β2-agonis)

PROGNOSIS

Tergantung pada berat-ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan adanya penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas)

SURAT PERSETUJUAN Diperlukan

DAFTAR PUSTAKA Black-payne C. Bronchiolitis. Dalam: Hilman BC, penyunting. Pediatric respiratory disease: diagnosis and treatment. Philadelphia: WB Saunders Co, 1993; 205- 18. La Via WV, Marks MI, Stutman HR. Respiratory syncytial virus puzzle: Clinical features, pathophysiology, treatment, and prevention. J Pediatr 1992; 121:503-10. Wohl MEB. Bronchiolitis. Dalam : Chernick V, Kendig EL, penyunting. Kendig’s disorders of the respiratory tract in children; edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders Co, 1990; 360-70.

PNEUMONIA

BATASAN Penyakit infeksi saluran pernafasan akut dengan tanda/gejala utama akibat radang pada parenkim paru

KLASIFIKASI

1. Berdasarkan berat ringannya penyakit Sesuai dengan beratnya sesak nafas dan keadaan umum

Pneumonia ringan : Batuk dan sedikit sesak/takipnea tapi masih aktif bermain, mampu makan minum dan tidur seperti biasanya

Pneumonia sedang-berat : Sesak dengan retraksi otot pernafasan, lemah dan tidak mampu makan minum sesuai kebiasaannya, serta gelisah

Pneumonia sangat berat : Sesak hebat, penurunan kesadaran dan sianosis 2. Berdasarkan etiologi

Virus Bakteri

Aerob : Golongan stafilokokus, streptokokus, hemofilus, batang gram-negatif, pneumokokus, dll

Anaerob : Peptostreptococcus, fusobacterium, dll Mikoplasma : M. pneumoniae Jamur Klamidia

3. Berdasarkan lokalisasi kerusakan anatomis/perbedaan diagnostik fisis

Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Pneumonia lobaris/segmental Pneumonia interstitialis

ETIOLOGI

11

Page 12: 71468182-Pulmonologi

Karena kesulitan mendapat bahan pemeriksaan, etiologi pneumonia sulit dipastikan Organisme penyebab tersering

Bayi 0-2 bl : Streptococcus group B, Enterokokus Gram-negatif, klamidia Umur 2-60 bl : Pneumokokus dan H. influenzae Anak sekolah/remaja : Pneumokokus dan M. pneumoniae Penderita imunodefisiensi Sedang mendapat steroid Antibiotik lama Nutrisi parenteral Sedang dipasang ventilator

Kokus/batang Gram (-) (Pseudomonas sp, Klebsiella pneumoniae , E. coli ) dan Candida albicans

Tabel 33. Etiologi Pneumonia Dilihat dari Penyakit Penyerta

Gejala/penyakit penyerta Kemungkinan etiologi� Abses kulit atau ekstrapulmoner Petekia pada kulit Petekia pada palatum Lesi purpura pada perianal Otitis media Fibrosis kistik

Staphylococcus aureus Neiserria meningitidis Streptococcus group A Pseudomonas sp Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae�Pseudomonas sp Haemophilus influenzae �

DASAR DIAGNOSIS

• Tergantung umur, beratnya penyakit dan jenis organisme penyebab. Pada bayi/anak kecil (balita) pemeriksaan auskultasi sering tidak jelas, maka nafas cepat dan retraksi/tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dipakai sebagai parameter Kriteria nafas cepat

Umur < 2 bl : ≥ 60x/menit 2 bl-< 12 bl : ≥ 50x/menit 12 bl-5 th : ≥ 40x/menit

Klasifikasi Nafas cepat Retraksi < 2 bl Pneumonia berat Bukan Pneumonia 2 bl-5 th Pneumonia berat Pneumonia Bukan Pneumonia

+ - + + -

+ - + - -

Dapat juga dipakai kriteria paling sedikit 3 dari 5 gejala/tanda berikut

1. Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada 2. Panas badan 3. Ronki basah sedang nyaring pada bronkopneumonia atau suara pernafasan bronkial

(pada daerah yang dengan perkusi bernada pekak) pada pneumonia lobaris 4. Foto toraks menunjukkan adanya infiltrat berupa bercak-bercak (bronko) difus merata

(lober) pada satu atau beberapa lobus 5. Leukositosis

• Dapat ditemukan gejala/penyakit penyerta • Pada bayi yang tidak panas dengan takipnea, batuk disertai riwayat rinitis dan

konjungtivitis harus dipikirkan adanya pneumonitis klamidia

DIAGNOSIS BANDING Berdasarkan etiologi Atelektasis

12

Page 13: 71468182-Pulmonologi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto toraks posisi PA dan Lateral Kultur darah dan tes sensitivitas (darah diambil sebelum pemberian antibiotik) Analisis gas (bila diperlukan) Elektrolit serum (bila diperlukan)

PENYULIT Empiema Abses paru Pneumotoraks Efusi perikardial

KONSULTASI Unit Rehabilitasi Medis

TERAPI • Sebelum memberikan obat ditentukan dahulu :

Berat ringannya penyakit Riwayat pengobatan sebelumnya dan respons terhadap pengobatan tersebut Adanya penyakit yang mendasarinya

• Antibiotik awal (dalam 24-72 jam pertama) : Umur 1-2 bl : Ampisilin + aminoglikosida (gentamisin), kalau respons baik

dilanjutkan 10-14 hari Umur > 2 bl : Penisilin/ampisilin + kloramfenikol, kalau respons baik dilanjutkan

sampai dengan 3 hari klinis sembuh (biasanya cukup 5-7 hari) • Penderita imunodefisiensi atau ditemukan penyakit lain yang mendasari → ampisilin +

aminoglosida (gentamisin) Hipersensitif dengan penisilin/ampisilin : Eritromisin, sefalosporin (5-16% ada reaksi silang) atau linkomisin/klindamisin

• Antibiotik selanjutnya ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap respons klinis dalam 24-72 jam pengobatan antibiotik awal Kalau penyakit menunjukkan perbaikan → antibiotik diteruskan sampai dengan 3 hari klinis baik (Pneumokokus biasanya cukup 5-7 hari, bayi < 2 bl biasanya 10-14 hari) Kalau penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 72 jam → antibiotik awal dihentikan dan diganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat (sebelumnya perlu diyakinkan dulu tidak adanya penyulit seperti empiema, abses, dll, yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif). Antibiotik pengganti bergantung pada kuman penyebab

Pneumokokus : 3-16% sudah resisten dengan penisilin Diganti dengan sefuroksim, sefotaksim, linkomisin atau vankomisin

H. influenzae : Diganti dengan sefuroksim, sefazolin, sefotaksim, eritromisin, linkomisin atau klindamisin

S. aureus : Diganti dengan kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin, sefazolin, klindamisin atau linkomisin

Batang Gram (-) : Aminoglikosida (gentamisin, amikasin, dll) Mikoplasma : Eritomisin, tetrasiklin (untuk anak > 8 th)

Catatan : Gambaran klinis pneumonia dan dosis serta cara pemberian antibiotik lihat

tabel 34 • Simtomatik (untuk panas badan dan batuk)

Sebaiknya tidak diberikan terutama pada 72 jam pertama karena dapat mengacaukan interpretasi reaksi terhadap antibiotik awal

13

Page 14: 71468182-Pulmonologi

• Suportif O2 lembab 40% melalui kateter hidung diberikan sampai sesak nafas hilang (analisis gas sampai dengan PaO2 ≥ 60 Torr)

• Cairan, nutrisi dan kalori yang memadai : Melalui oral, intragastrik, atau infus. Jenis cairan infus disesuaikan dengan keseimbangan elektrolit. Bila elektrolit normal berikan larutan 1:4 (1 bagian NaCl fisiologis + 3 bagian dekstrosa 5%) Asidosis (pH < 7,30) diatasi dengan bikarbonat i.v.

Dosis awal : 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg) → mEq Dosis selanjutnya tergantung hasil pemeriksaan pH dan kelebihan basa (base excess ) 4-6 jam setelah dosis awal

Apabila pH dan kelebihan basa tidak dapat diperiksa, berikan bikarbonat i.v. = 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg) sebagai dosis awal, dosis selanjutnya tergantung gambaran klinis 6 jam setelah dosis awal

• Fisioterapi

PROGNOSIS Tergantung pada ada/tidaknya penyulit, penyakit yang mendasarinya, cepat dan tepatnya antibiotik yang diberikan

SURAT PERSETUJUAN

Diperlukan

DAFTAR PUSTAKA Arguedas AG, Stutman HR, Marks MI. Bacterial pneumonias. Dalam: Chernick V, Kendig EL, penyunting. Kendig’s disorders of the respiratory tract in children; edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders Co, 1990; 371-80. Chin TW, Nussbaum E, Marks M. Bacterial pneumonia. Dalam: Hilman BC, penyunting. Pediatric respiratory disease: diagnosis and treatment. Philadelphia: WB Saunders Co, 1993; 271-81. Tabel 34. Dosis Harian Antibiotik untuk Pneumonia

OBAT CARA PEMBERIAN

DOSIS FREK. (jam)

INDIKASI

Gol. PENISILIN Ampisilin Amoksisilin Tikarsilin

i.v., i.m.

p.o. p.o.

i.v., i.m.

100-200 40-160 25-100

300-600

4-6 6 8

4-6

Pneumonia berat disebabkan Gram (+), Gram (-) ; Bakteri anaerob Fibrosis kistik (kombinasi dengan aminoglikosida)

Azlosilin Neonatus <7 hr Neonatus >7 hr

i.v. 300-600 50-150

200

4 12 4-8

Sama dengan tikarsilin

Mezlosilin Neonatus >2.000 g Neonatus <2.000 g

i.v. 300 75 75

4 6-12 8-12

Sama dengan tikarsilin

Piperasilin i.v. 300 4 Sama dengan tikarsilin

Oksasilin i.v. 150 4-6

Kloksasilin i.v. 50-100 4-6

Dikloksasilin i.v. 25-80 4-6

Pneumonia, abses paru, empiema, trakeitis yang disebabkan oleh S. aureus

GOL. SEFALOSPORIN

Sefalotin

i.v. 75-150 6 Pneumonia oleh S. aureus (bila alergi penisilin)

Sefuroksim i.v. 100-150 6-8 Terapi awal infeksi oleh

14

Page 15: 71468182-Pulmonologi

Sefotaksim Seftriakson

i.v. i.v., i.m.

50-200 50-100

6 12-24

patogen Gram (-) : K. pneumoniae, E. coli

Seftazidim

i.v. 100-150

8 Diduga Pseudomonas aeruginosa

GOL. AMINOGLIKOSIDA Gentamisin i.v., i.m. 5 8

Tobramisin i.v., i.m. 8-10 8

Terapi inisial untuk Pneumonia dan abses paru karena bakteri Gram (-)

Amikasin i.v., i.m. 15-20 6-8 Patogen Gram (-) resisten dengan gentamisin dan tobramisin

Netilmisin i.v. 4-6 12 Gram (-) yang resisten terhadap gentamisin

GOL. MAKROLID Eritromisin

p.o.

i.v. (infus lambat)

30-50 40-70

6 6

Roksitromisin p.o. 5-8 12 Klaritromisin p.o. 12 Azitromisin p.o. 10 24

M. pneumoniae, B. pertussis, C. diphtheriae, C. trachomatis, Legionella pneumophila

KLINDAMISIN

i.v.

p.o.

15-40

10-30

6

6

S. aureus, Streptokokus, Pneumokokus yang alergi penisilin dan efalosporin Abses paru karena bakteri anaerob

KLORAMFENIKOL i.v. 75-100 6 p.o. 50-75 6

Epiglotitis, abses paru, pneumonia

EMPIEMA

15

Page 16: 71468182-Pulmonologi

BATASAN

Adanya penimbunan pus/nanah di dalam rongga pleura ETIOLOGI

Bakteri aerob : Golongan Stafilokokus (penyebab tersering) Haemophilus influenzae (biasanya berkaitan dengan pneumonia dan otitis media terutama pada anak < 2 th) Bakteri parakolon dan golongan pneumokokus (terutama pada bayi) Bakteri anaerob

KRITERIA DIAGNOSIS • Gejala akibat peradangan pleura berupa nyeri dada, dada terasa penuh dan sesak nafas.

Anak yang besar dapat mengeluh nyeri dada saat inspirasi atau batuk dan nyeri dapat menjalar ke bahu atau perut. Nyeri dada yang hebat akan mengganggu gerak pernafasan dan menimbulkan sesak nafas. Bila cairan bertambah banyak nyeri dada akan berkurang, tetapi anak makin bertambah sesak

• Panas badan, lemas, muntah, anoreksia, letargi dan tampak sakit berat • Dapat ditemukan distensi abdomen akibat ileus paralitik • Pemeriksaan fisis :

Bila jumlah cairan sedikit terdengar pleural friction rub pada inspirasi atau ekspirasi dan bunyi ini akan menghilang dengan bertambahnya cairan Bila cairan cukup banyak : Sisi toraks yang terkena tampak cembung, ruang interkostal melebar, trakea dan apeks jantung terdorong ke sisi kontralateral, vokal fremitus ↓, pekak pada perkusi, pada auskutasi vokal resonans ↓ dan suara pernafasan vesikuler ↓ sampai hilang

• Radiologi Bila cairan hanya sedikit tampak sinus kostofrenikus tumpul, gambaran ini lebih jelas pada posisi foto toraks lateral tegak Bila cairan agak banyak akan tampak gambaran densitas cairan pada sisi lateral dinding dada. Bila tidak ada perlekatan pleura, maka pada perubahan posisi foto toraks lateral tegak ke lateral dekubitus akan tampak perubahan gambaran densitas cairan tersebut. Bila foto lateral dekubitus tidak ada perubahan gambaran cairan maka disebut encapsulated empyema Bila cairan sangat banyak memenuhi hampir seluruh rongga dada, akan tampak mediastinum terdorong ke sisi toraks kontralateral Foto toraks juga penting untuk melihat adanya piopneumotoraks yang tampak sebagai air-fluid level Setelah dilakukan pungsi pleura harus dibuat foto toraks ulang untuk melihat penyulit atau kelainan parenkim paru

• USG Membantu menentukan tempat yang tepat untuk pungsi pleura atau torakosentesis dan penempatan slang closed chest tube drainage (CTT) bila cairan sedikit atau terlokalisir Dapat membedakan penebalan pleura dengan cairan

• Pemeriksaan cairan pungsi pleura Makroskopik : Tampak pus/cairan purulen, keruh dan berbau Mikroskopik : Jumlah leukosit banyak terutama PMN

Gram dan atau kultur bakteri aerob dan anaerob positif Biokimia : Glukosa < 50 mg/dl ; protein > 3 g/dl ; pH < 7,3 DIAGNOSIS BANDING

Berdasarkan etiologi Abses paru (bila terdapat udara akibat fistula bronkopleural)

16

Page 17: 71468182-Pulmonologi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto toraks posisi PA, Lateral tegak dan Lateral dekubitus Pungsi pleura/torakosentesis Cairan pleura dinilai secara makroskopik, dibuat sediaan Gram, jumlah leukosit dan hitung jenisnya, biokimia dan kultur bakteri aerob dan anaerob serta tes sensitivitas Ultrasonografi toraks bila cairan sedikit/bila dengan foto toraks masih belum jelas antara lain karena ada penebalan pleura Kultur darah dan tes sensitivitas (darah diambil sebelum antibiotik diberikan) Computed tomography toraks (bila diperlukan dan memungkinkan) untuk membedakan piopneumotoraks akibat fistula bronkopleural dan abses paru

PENYULIT Piopneumotoraks Penebalan pleura Fistula bronkopleural Pneumatokel Abses paru Perikarditis

KONSULTASI

Bedah toraks TERAPI

• Umum Istirahat di tempat tidur Pemberian cairan, makanan dan vitamin yang cukup O2 diberikan bila dan selama sesak nafas dan hipoksia Bila panas tinggi dapat diberikan parasetamol

• Khusus Pengaliran pus (drainage) harus dilakukan dengan semprit atau dengan pemasangan CTT. Pengaliran pus dihentikan bila secara klinis keadaan penderita membaik, jumlah pus < 50 ml dalam 24 jam, foto toraks menunjukkan pengembangan paru tanpa menunggu perbaikan lengkap secara radiologik (± 4-10 hari setelah awal terapi) Bila tidak ada perbaikan, karena cairan yang sangat kental atau ada penebalan/perlengketan sebaiknya dilakukan pengeluaran pus dengan cara open thoracotomy Antibiotik diberikan sesuai hasil pemeriksaan Gram dan bau pus (dosis dan cara lihat tabel 34) sambil menunggu hasil kultur dan tes sensitivitas Fisioterapi dilakukan setelah slang CTT dicabut

PROGNOSIS Tergantung pada

Umur penderita Cepat dan tepatnya tindakan dan pemberian antibiotik Penyulit

SURAT PERSETUJUAN Diperlukan

DAFTAR PUSTAKA Pagtakhan RD, Montgomery MD. Pleurisy and empyema. Dalam: Chernick V dan Kendig EL, penyunting. Kendig’s disorders of the respiratory tract in children; edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders Co, 1990; 436-45.

17

Page 18: 71468182-Pulmonologi

Shields TW. Parapneumonic empyema. General thoracic surgery; edisi ke-4. Philadelphia: William & Wilkins 1994; 684-93.

PNEUMOTORAKS

BATASAN Akumulasi udara didalam rongga pleura karena terdapat hubungan langsung rongga pleura dengan atmosfir akibat defek pada dinding dada atau pecahnya alveoli atau keduanya

ETIOLOGI

Idiopatik Trauma tumpul toraks Prosedur diagnostik dan terapi

Torakosentesis Biopsi paru (cara aspirasi) Biopsi paru (cara perkutaneus) Tindakan bedah kardiotoraks Tindakan resusitasi Penggunaan ventilator

Penyakit saluran pernafasan bagian bawah Penyakit membran hialin Sindroma aspirasi Asma Fibrosis sistik Tuberkulosis Pneumonia dan bronkiolitis Keganasan

KLASIFIKASI

Tension pneumothorax Non tension pneumothorax

Ringan-sedang (bagian paru yang kolaps < 30%) Berat (bagian paru yang kolaps 30-70%) Total (curigai adanya tension pneumothorax)

PATOFISIOLOGI

Trauma pada dinding dada dapat merobek jaringan paru yang mengakibatkan udara dari dalam alveoli masuk kedalam rongga pleura. Pada penyakit saluran nafas bagian bawah sering didapatkan penyumbatan saluran inkomplit atau adanya konsolidasi parenkim paru. Peningkatan tekanan intraalveolar akan menyebabkan jaringan ikat perivaskular di daerah tersebut akan teregang dan menipis sehingga apabila tekanan tersebut melewati batas kemampuan peregangan jaringan maka akan terjadi robekan pada dasar alveoli yang mengakibatkan udara akan memasuki ruangan perivaskular dan menjalar kearah hilus dan masuk kedalam mediastinum (pneumomediastinum) atau merobek pleura viseralis dan memasuki rongga pleura Pada penderita tuberkulosis tipe kavernosa atau yang progresif maka infiltrat yang terletak subpleural akan larut dan meyebabkan nekrosis serta robekan pada pleura

18

Page 19: 71468182-Pulmonologi

Penyebaran/metastasis sarkoma ke jaringan paru akan menyebabkan nekrosis bronkus, sedangkan emboli oleh tumor akan menyebabkan infark paru yang berakibat terjadinya air leak

DIAGNOSIS

• Anamnesis Terjadi secara mendadak Riwayat trauma pada toraks Penggunaan ventilator mekanik Resusitasi Penyakit paru yang dapat menjadi latar belakang Nyeri pada dada yang menyebar ke pundak

• Pemeriksaan fisis Sesak Pernafasan cepat Sianosis Pergeseran letak trakea Retraksi Bagian dada yang terkena lebih cembung (bulging) Pergeseran letak pulsasi jantung Pergerakan dada yang asimetris Timpani pada perkusi di bagian dada yang terkena Suara pernafasan melemah

• Radiologik Bayangan lucent yang dikelilingi oleh jaringan paru yang opaque General, lokal, multipel Ruang interkostal melebar Penekanan mediastinum dan jantung ke sisi yang sehat

DIAGNOSIS BANDING

Kista paru yang sangat besar Obstruksi paru parsial yang disertai hiperinflasi sekunder Hernia diafragmatika

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto toraks TERAPI

Pengobatan terhadap penyakit primer Evakuasi mekanik (torakotomi)

KONSULTASI

Bedah toraks PROGNOSIS

Tergantung kecepatan diagnosis dan pengobatan

KOR PULMONALE

19

Page 20: 71468182-Pulmonologi

BATASAN

Hipertrofi ventrikel kanan akibat penyakit pada parenkim paru, pembuluh darah pulmonal atau kelainan fungsi paru

ETIOLOGI

Hipoksia Penyakit pada parenkim paru

Penyakit paru obstruktif Penyakit fibrokistik Asma Bronkitis kronik

Penyakit paru restriktif Fibrosis interstitial Pnemonia kronik Sarkoidosis Hemosiderosis Fibrosis paru yang luas (Sindroma Hamman-Rich) Penyakit Wilson-Mikity

Penyakit paru lainnya Displasia bronkopulmonal

Faktor ekstrinsik Obstruksi saluran nafas atas

Hipertrofi tonsil dan adenoid Mikrognatia Glosoptosis Makroglosia Penyakit Crouzon Penyakit Hurler Laryngeal web Laryngotracheomalacia Sindroma Pierre Robin

Penyakit neuromuskular Sindroma Werdnig-Hoffmann Sindroma Guillain-Barre Miastenia gravis Poliomielitis

Deformitas dinding dada Kyphoscoliosis Pectus excavatum Paralisis diaphragma

Disfungsi pusat pernafasan Sindroma Pickwickian

Ketinggian (high altitude) Penyakit vaskular paru

Tromboemboli Hipertensi pulmonal primer Penyakit paru veno-oklusif

PATOFISOLOGI

Hipoksia → vasokonstriksi/interstitial fibrosis pada pembuluh darah paru → hipertensi pulmonal → hipertrofi ventrikel kanan

KRITERIA DIAGNOSIS

• Adanya penyakit yang menjadi latar belakang

20

Page 21: 71468182-Pulmonologi

• Takipnea • Takikardia • Sianosis • Edema • Hepatomegali • Sistolik murmur sepanjang tepi kanan sternum • Irama gallop • Hipertensi pulmonal • Hipertrofi ventrikel kanan

DIAGNOSIS BANDING

Gagal jantung kongestif oleh sebab lainnya PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto toraks : Hiperinflasi atau proses infiltratif yang luas EKG : RVH Ekokardiografi : Insufisiensi katup trikuspid RVH Penebalan dinding ventrikel kanan

TERAPI

• Terhadap penyakit yang menjadi latar belakang • O2• Diuretik • Digitalis • Nifedipin

PROGNOSIS

Tergantung penyakit yang menjadi latar belakang Obstruktif → umumnya reversibel Restriktif → reversibel parsial Penyakit pembuluh darah pulmonal → ireversibel

ABSES PARU BATASAN

Adanya rongga yang berbatas tegas berdinding tebal pada jaringan paru, berisi cairan purulen yang berasal dari supurasi dan nekrosis parenkim paru

KLASIFIKASI

Abses primer Abses sekunder

ETIOLOGI

Hampir semua jenis mikroorganisme yaitu bakteri, virus, protozoa dan fungi dapat menyebabkan abses. Penyebab tersering baik abses primer maupun sekunder adalah : S. aureus dan biasanya resisten terhadap penisilin

KRITERIA DIAGNOSIS

• Gejala utama pada abses primer maupun sekunder yaitu panas tinggi mencapai 400C disertai lemah, muntah, dan berat badan ↓

Beberapa hari atau minggu sebelumnya anak sudah sakit

21

Page 22: 71468182-Pulmonologi

• Gejala yang berhubungan dengan saluran nafas berupa batuk berdahak, nyeri dada, dispnea, pernafasan berbau dan hemoptisis

• Pemeriksaan fisis daerah toraks bervariasi dari tidak ditemukan apa-apa sampai menunjukkan takipnea, tarikan dinding dada, pergerakan toraks ↓, pekak pada perkusi, serta suara pernafasan ↓, ronki, pernafasan bronkial pada auskultasi Dapat ditemukan clubbing jari

• Radiologi Sebaiknya dibuat foto toraks posisi PA, Lateral, Oblik dan Dekubitus Tampak rongga berdinding tebal di paru, bisa soliter atau multipel. Abses primer hampir selalu soliter, sering pada lobus atas dan bawah paru kanan, sedangkan abses sekunder bisa soliter atau multipel Bisa unilokuler atau multilokuler Tampak gambaran radio opak bila tidak ada hubungan antara rongga abses dengan cabang bronkus. Bila terdapat hubungan dengan bronkus tampak gambaran rongga abses dengan air fluid level Bila absesnya besar akan tampak atelektasis alveoli sekitarnya USG dan CT toraks bila diperlukan

• Laboratorium Peninggian jumlah leukosit dengan PMN yang dominan Kultur darah jarang ditemukan organisme penyebab terutama pada abses primer

DIAGNOSIS BANDING

Empiema dengan fistula bronkopleural Kista paru kongenital Emfisema kongenital pada bayi baru lahir Neoplasma

PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto toraks PA, Lateral tegak, Oblik dan Lateral dekubitus USG toraks bila dengan foto toraks tidak jelas CT scan toraks bila ingin mengetahui lokalisasi yang pasti

PENYULIT

Pneumotoraks Ekspansi abses dengan pergeseran mediastinum

KONSULTASI

Bedah toraks

TERAPI • Umum

Makanan dan cairan yang cukup O2 bila sesak nafas Vitamin

• Khusus Antibiotik harus segera diberikan. Karena penyebab terbanyak S. aureus → antibiotik penghasil penisilinase (flukloksasilin). Bila diduga kemungkinan bakteri anaerob, ditambahkan penisilin atau penisilin semisintetis atau sefalosporin (lihat tabel 34) Lama pemberian antibiotik 2-4 mgg Operasi : Bila antibiotik yang optimal tidak berhasil Lobektomi jarang diperlukan kecuali bila terjadi ekspansi masif abses yang mengakibatkan kompresi jaringan sekitarnya Postural drainage

22

Page 23: 71468182-Pulmonologi

PROGNOSIS

Abses primer umumnya baik, rongga biasanya menghilang bila pus sudah keluar karena dibatukkan (melalui bronkus) Abses sekunder bervariasi bergantung pada penyakit yang mendasarinya

SURAT PERSETUJUAN

Diperlukan DAFTAR PUSTAKA Asher MI, Beaudry PH. Lung abscess. Dalam: Chernick V, Kendig EL, penyunting. Kendig’s disorders of the respiratory tract in children; edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders Co, 1990; 429-36. Campbell PW. Lung abscess. Dalam: Hilman BC, penyunting. Pediatric respiratory disease : diagnosis and treatment. Philadelphia: WB Saunders Co, 1993; 257-62.

ASMA (ASMA BRONKIAL)

DEFINISI

Banyak definisi dikemukakan. Berikut ini 2 definisi yang dapat dijadikan acuan untuk diagnosis/terapi asma Definisi yang dapat dijadikan acuan untuk diagnosis asma pada bayi/ anak, terutama di sarana kesehatan yang tidak dilengkapi laboratorium/peralatan lengkap, dirumuskan oleh The International Paediatric Asthma Consensus Group (IPACG) th 1988 dan ditegaskan kembali th 1991

Asma ialah penyakit saluran nafas yang secara klinis ditandai serangan akut mengi dan atau batuk episodik, berulang dan telah dapat dibuktikan bukan disebabkan oleh penyakit lain

Definisi yang dapat dijadikan acuan untuk terapi asma dirumuskan oleh The National Heart Lung and Blood Institute International Asthma Consensus (NHLBI) th 1992

Asma ialah inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel termasuk sel mast dan eosinofil. Pada individu yang rentan, inflamasi ini menyebabkan obstruksi yang tersebar luas dengan derajat yang bervariasi, biasanya reversibel, dapat membaik secara spontan maupun akibat terapi dan meningkatkan reaktivitas saluran nafas terhadap berbagai stimulus

KLASIFIKASI

Berdasarkan tujuan dan penggolongannya → banyak klasifikasi. Dikemukakan 3 macam klasifikasi yang berguna untuk terapi 1. Klasifikasi untuk menetapkan cara pemberian dan jenis obat berdasarkan golongan umur

Asma pada bayi < 1 th Asma pada umur 1-3 th Asma pada umur 3-6 th Asma pada umur > 6 th

2. Klasifikasi untuk menetapkan terapi berdasarkan frekuensi serangan akut, gangguan aktivitas/sekolah dan respons terhadap obat profilaksis

23

Page 24: 71468182-Pulmonologi

Asma ringan : Jarang mengalami serangan akut dan atau kegiatan sekolah/olah raga/bermain setara dengan sebayanya yang tidak menderita asma

Asma sedang : Sering mengalami serangan akut, atau bila serangan akutnya jarang tetapi berat, sehingga aktivitas sehari-harinya sering terganggu

Asma berat : Tidak pernah bebas dari serangan, mengganggu aktivitas sehari-hari dan bergantung pada steroid

3. Klasifikasi berat ringannya serangan akut asma Serangan akut asma ringan : Serangannya hanya berupa batuk atau sesak ringan

sehingga anak masih tetap dapat bermain/ melakukan aktivitas sehari-hari

Serangan akut asma sedang : Serangan akutnya berupa sesak yang menyebabkan anak tidak mampu bermain tapi masih mampu makan/minum seperti biasanya

Serangan akut asma berat : Pada saat mengalami serangan anak sesak hebat Serangan akut asma berat yang masih responsif terhadap pemberian 1-2x bronkodilator kerja cepat (short acting bronchodilators) Status asmatikus Status asmatikus dan gagal paru

ETIOLOGI

Belum diketahui pasti. Diperkirakan disebabkan oleh interaksi antara faktor genetik dan faktor yang didapat (inducer atau inciter berupa infeksi, polusi, dan alergi) Seperti tertulis pada definisi dari NHLBI dan IPACG di atas, hipersensitivitas, inflamasi dan gejala klinis akan tercetus apabila individu yang rentan terpajan oleh > 1 stimulus. Apabila tidak pernah kontak dengan > 1 stimulus, penderita tidak akan mengalami serangan akut asma. Oleh karena itu ada ahli yang menyatakan bahwa stimulus sebagai etiologi Terdapat banyak etiologi (stimulus, triggers, pencetus yang dapat mencetuskan serangan akut asma, antara lain exercise, infeksi virus, asap rokok, debu rumah/tungau, tepung sari, bulu binatang, makanan/minuman, cuaca, emosi, obat-obatan dll) Kebanyakan penderita mengalami serangan akut asma karena terpajan oleh banyak etiologi ; jarang yang hanya mengalami episode karena 1 macam stimulus. Hal ini sering menyulitkan untuk menetapkan etiologi serangan akut. Kesulitan ini ditambah lagi karena serangan tidak selalu segera terjadi setelah kontak, kadang-kadang 6-9 jam setelah kontak (reaksi asmatik lambat)

PATOFISIOLOGI

Kemajuan iptek telah dan masih akan terus menyebabkan berkembangnya teori mengenai patofisiologi asma. Sebelum th 80-an, hiperreaktivitas bronkial dianggap sebagai kelainan primer; sekarang diketahui terjadinya sekunder akibat inflamasi. Dari definisi yang dirumuskan th 1992 di atas terlihat bahwa pada saat ini, inflamasi inilah yang dianggap sebagai kelainan primer Akibat bronkospasme, timbunan sekret kental dalam lumen, edema dan infiltrasi sel di dalam dinding → sumbatan parsial saluran nafas dengan derajat yang bervariasi. Tergantung dari derajat penyempitan → dapat sesak ringan, hebat, atau hanya batuk-batuk saja Derajat beratnya penyempitan dapat diukur dengan flow meter yang hasilnya ditulis sebagai peak expiratory flow rate (PEFR)/deras arus puncak ekspirasi, atau spirometer yang hasilnya ditulis sebagai forced expiratory volume in 1 second (FEV1) Apabila penyumbatannya cukup hebat sehingga mengganggu pertukaran O2 dan CO2 → terjadi hipoksemia/hipoksia jaringan dengan atau tanpa hiperkarbia. Karena difusi CO2 lebih baik (20,7x) dari O2,, maka hiperkarbia baru terjadi pada serangan akut asma yang telah lanjut, sedangkan hipoksemia sudah terjadi pada awal serangan. Karena itu asidosis yang terjadi pada serangan akut stadium awal (belum mengalami gagal nafas kronik) adalah

24

Page 25: 71468182-Pulmonologi

asidosis metabolik akibat peningkatan asam piruvat/laktat ; asidosis respiratorik baru terjadi pada stadium lanjut Akibat hipoksia/hiperkarbia serangan akut asma berat → terjadi sianosis, penurunan kesadaran, kelemahan otot ekstremitas atau pernafasan dan gagal nafas

DIAGNOSIS Apabila berpegang pada definisi NHLBI 1992, diagnosis asma yang pasti baru dapat ditegakkan bila telah dapat dibuktikan bahwa serangan akut (batuk dan/atau sesak) berhubungan erat dengan obstruksi saluran nafas yang reversibel (dapat dibuktikan dengan pemeriksaan PEFR atau FEV1), yang disebabkan inflamasi (dapat dibuktikan dengan pemeriksaan cairan bronkus melalui bronkoskopi). Tanpa peralatan canggih, pemeriksaan di atas tidak dapat dilaksanakan pada bayi dan anak < 5 th Karena itu untuk dapat mendiagnosis asma pada bayi dan anak, cukup mengacu pada definisi IPACG 1988/1991 • Terutama untuk penderita asma klasik yang serangan akutnya berupa sesak disertai

mengi, diagnosis asma sudah dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis saja Pada bayi dan anak dengan serangan akut, diagnosis asma dapat ditegakkan bila : 1. Anamnesis : Serangan akut seperti ini sudah terjadi 2 x atau lebih 2. Pemeriksaan fisis : Mengi ekspirasi yang difus dan stadium ekspirasi memanjang

(normal : rasio inspirasi/ekspirasi = 2/1, pada asma menjadi 1/1 atau bahkan 1/2)

Kesulitan diagnosis dapat terjadi bila penderita Datang di luar serangan akut Mengalami serangan akut untuk pertama kali Serangan akut bukan sesak yang disertai mengi ekspirasi, melainkan hanya batuk

atau mengi ringan (asma varian)

• Menghadapi 3 macam kasus terakhir diatas, untuk diagnosis asma dapat ditempuh beberapa cara, yaitu : 1. Pada saat mengalami serangan akut diberikan bronkodilator kerja cepat, misalnya

adrenalin s.k. atau β-2-agonis s.k. atau secara inhalasi. Apabila serangan mereda atau berkurang, diagnosis asma dapat ditegakkan. Apabila serangan tidak berkurang, kemungkinan asma belum dapat disingkirkan, mungkin bukan asma, serangan akut karena reaksi asmatik lambat (RAL), atau selain serangan akut asma juga ada penyebab lain yang menyebabkan anak sesak dan/atau batuk Untuk kasus yang tidak berespons terhadap bronkodilator kerja cepat ini, penilaian perlu dilanjutkan dengan (tergantung dugaan terkuat)

Ditambahkan steroid sistemik (p.o./i.v.) Ditambahkan ipratropium bromida (inhalasi) Pemeriksaan foto toraks atau sinus, tes keringat (untuk menyingkirkan diagnosis banding) Pemeriksaan 2

2. Pemeriksaan peak flow meter atau spirometer untuk mengukur derajat obstruksi

(hambatan terhadap aliran udara) dalam lumen saluran udara besar/sentral dan saluran udara kecil/perifer. Pemeriksaan yang lebih mudah, murah, dan dapat dilaksanakan di rumah yaitu dengan peak flow meter untuk mengukur PEFR Dengan pemeriksaan ini, diagnosis asma dapat ditegakkan apabila pada penderita yang dicurigai asma didapatkan hasil PEFR dan/atau FEV1 yang

Dengan pemeriksaan secara berkala dalam waktu singkat terdapat variasi hasil pengukuran > 20% Setelah diberi bronkodilator terjadi peningkatan > 20% Dengan bronchial provocation test → hipersensitivitas (telah terjadi penurunan FEV1 > 20% pada konsentrasi histamin yang rendah; lebih rendah dari untuk orang normal)

25

Page 26: 71468182-Pulmonologi

Pemeriksaan spirometri hanya dapat dilaksanakan pada anak > 5 th yang sudah mengerti dan mampu mematuhi perintah pemeriksa. Selain untuk diagnosis, pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk memantau perjalanan penyakit dan hasil terapi

DIAGNOSIS BANDING Bronkiolitis

Perlu dipikirkan bila bayi < 2 th mengalami serangan mengi dan sesak untuk pertama kali. Untuk membedakan bronkiolitis dengan serangan akut asma yang pertama kali dapat dilakukan tes adrenalin. Bila sesak segera menghilang, diagnosisnya asma akut serangan pertama, tapi bila tidak membaik kemungkinan asma belum dapat disingkirkan

Aspirasi benda asing (susu, makanan dll) Pada anamnesis ada riwayat keselek Tuberkulosis kelenjar yang menekan trakea atau bronki (kadang-kadang menyebabkan

mengi persisten) Tumor atau kista di mediastinum Sindroma hiperventilasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG Faal paru (peak flow meter mini dan atau spirometer) : Untuk menetapkan ada tidaknya

serta derajat hiperreaktivitas bronkus. Selain untuk menegakkan diagnosis, juga berguna untuk evaluasi perjalanan penyakit atau keefektivan terapi

Radiologi : Untuk menyingkirkan diagnosis banding dan mendeteksi ada tidaknya penyulit (atelektasis, emfisema, pneumotoraks, bronkiektasis)

IgE dan radio allergosorbent test (RAST) → bila memungkinkan Tes kulit

PENYULIT Emfisema Atelektasis Bronkiektasis Pneumotoraks dan pneumomediastinum Gagal nafas Penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) Permanent hypoxic brain damage

TERAPI

• Dasar terapi yang rasional Kenikmatan hidup, aktivitas/pertumbuhan bayi dan anak akan terganggu bila mengalami serangan akut karena terpajan faktor pencetus Serangan akut akan muncul jika saat terpajan sel radang (sel mast) mengeluarkan mediator yang menyebabkan bronkospasme (reaksi asma dini/RAD) dan/atau edema/infiltrasi sel radang/timbunan sekret kental pada dinding lumen (RAL) Penderita asma tidak akan mengalami serangan akut, dan akan mampu hidup setara dengan sebayanya apabila : 1. Dihindarkan dari kontak dengan faktor pencetus 2. Diberi obat yang dapat mencegah dilepaskannya mediator yang menyebabkan

RAD dan RAL (disodium chromoglycate, nedocromil dan sejenisnya; steroid inhalasi, dan steroid p.o.)

3. Diberi obat yang dapat menetralisir bronkospasme (bronkodilator lepas lambat) 4. Imunoterapi → jarang memberikan hasil yang diharapkan, karena:

Faktor pencetus biasanya multipel. Tidak semua faktor dapat diketahui dengan tes kulit dan dibuat ekstraknya yang bisa disuntikkan pada kulit

26

Page 27: 71468182-Pulmonologi

Hasil pengobatan baru akan terlihat setelah beberapa th sehingga sering terjadi dropped-out

Serangan akut asma dapat diatasi/diredakan dengan obat yang dapat menghilangkan bronkospasme (bronkodilator kerja cepat) dengan atau tanpa antiinflamasi (steroid peroral atau parenteral)

• Serangan akut

Ringan : Bronkodilator kerja cepat; yang terbaik adalah β-2-agonis Dapat diberikan p.o., s.k., atau inhalasi (inhaler, inhaler + spacer, rotahaler, diskhaler, atau nebulizer); yang terbaik adalah inhalasi. Jenis dan dosis obat lihat tabel 35 Pengelolaan dapat dilaksanakan di rumah oleh orang tua yang telah diberikan pendidikan. Setiap dokter mempunyai kewajiban untuk melakukan penyuluhan mengenai penanganan asma kepada masyarakat, terutama keluarga penderita, guru sekolah dan petugas lain yang mengurus anak Apabila serangan akut tidak dapat diatasi dengan bronkodilator harus dirujuk ke rumah sakit/sarana kesehatan lain

Berat (sesuai gambar 31)

27

Sebelumnya sudah diantisipasi

Belum diantisipasi, tidak diduga

Obat sehari-hari + B-2-A via inh.

B-2-A s.k. atau neb.

Steroid p.o jangka pendek

Dosis steroid p.o atau i.v

B-2-A parenteral atau neb. dosis tinggi

Steroid p.o atau i.v Aminofilin i.v.

Tidak ada respons

Rujuk ke ruangan

Rujuk ke Emergensi

Tidak ada respons

Tidak ada respons

O2

Page 28: 71468182-Pulmonologi

Catatan : Jenis dan dosis obat lihat lampiran Respons dapat dinilai dengan PEFR, frekuensi nafas, sianosis, kesadaran,

pulsus paradoksus, analisis gas darah arteri dan pulse oxymetri

Penjelasan Skema Asma merupakan penyakit menahun. Penanganannya harus dilaksanakan oleh suatu tim, minimal terdiri dari dokter dan orang tua penderita. Orang tua penderita harus diberi pendidikan mengenai banyak hal, antara lain memprediksi dan mengantisipasi serangan akut Penderita yang mengalami ISPA oleh virus, terpajan oleh faktor pencetus atau menunjukkan penurunan PEFR > 20% dari nilai dasar seharusnya diantisipasi dengan pemberian bronkodilator atau obat profilaktik sebelum serangan akut muncul. Untuk penderita seperti ini serangan akut dapat diatasi di rumah dengan pemberian beta-2-agonis melalui inhaler + spacer, rotahaler, diskhaler atau nebulizer setiap 4 jam. Bila dianggap perlu, dokter dapat menambahkan steroid oral jangka pendek selama 4 hari Jika dengan pengobatan di atas serangan akut tidak berhasil diatasi, penderita harus dirujuk ke rumah sakit untuk pemberian O2, cairan infus, mengatasi asidosis, pemberian aminofilin/beta-2-agonis/steroid i.v.

Penderita yang mengalami sesak hebat biasanya mengalami hipoksemia. Pemberian O2 untuk mempertahankan PaO2 antara 80-100 mmHg sangat penting, antara lain karena : Bila kadar O2 arteri rendah, pemberian obat tertentu (a.l. adrenalin) akan menyebabkan konsumsi O2 oleh miokardium meningkat; mediator leukotrien menyebabkan aliran darah koroner menurun sehingga dapat menimbulkan depresi miokardium

Penderita yang mengalami sesak yang hebat tanpa diduga biasanya tidak dapat diatasi dengan beta-2-agonis melalui inhaler/diskhaler/ turbohaler (apalagi dengan p.o.). Pada keadaan yang sangat sesak penderita tidak akan sanggup menghisap nebul (uap) sampai ke saluran napas perifer. Bahkan dengan nebulizer-pun seringkali tidak berhasil, terutama bila PEFR menurun > 25%. Pada keadaan ini kadang-kadang pemberian adrenergik (β-2-agonis atau adrenalin) s.k. lebih berhasil Adrenalin s.k. kerjanya lebih singkat dan efek sampingnya lebih banyak. Tapi kalau diberikan dengan 0,01 ml/kgBB/dosis (maks. 0,3 ml/dosis), setiap 15-20 menit sampai paling banyak 3 kali biasanya cukup aman apabila nadi < 180x/menit. Apabila dengan 1x pemberian nebulizer/injeksi s.k. sesak tidak mereda, dapat dimulai pemberian dosis steroid p.o. atau perenteral

28

Page 29: 71468182-Pulmonologi

Apabila dengan pemberian nebulizer/injeksi s.k. dalam 1 jam tidak ada perbaikan, harus dirujuk ke ruangan untuk di infus, penanganan asidosis, serta pemberian aminofilin/beta-2-agonis/steroid i.v.

Status asmatikus di Ruangan • Ambil sampel darah untuk pemeriksaan analisis gas arteri, pH arteri, kadar elektrolit,

kadar teofilin (bila mungkin), leukosit dan hitung jenisnya • Penderita yang dalam 6 jam terakhir tidak mendapat aminofilin preparat polos/hari

terakhir tidak mendapat preparat lepas lambat, berikan aminofilin 5-7 mg/kgBB dengan bolus i.v. selama 20-30 menit. Kemudian dilanjutkan dengan infus (memakai infusion pump) dengan kecepatan 0,85 mg/kgBB/jam untuk anak umur 1-6 th dan 0,65 mg/kgBB/jam untuk 6-16 th Periksa kadar teofilin darah pada jam ke-1, 6, 12 dan 24 sejak pemberian aminofilin dimulai Catatan : Untuk bolus i.v. aminofilin 5-7 mg/kgBB dilarutkan dalam 25-50 ml NaCl 0,9% Untuk penderita yang telah mendapat teofilin sebelumnya, bolus i.v. jangan

diberikan • Berikan salah satu steroid di bawah ini secara i.v. :

Metilprednisolon 2 mg/kgBB dengan bolus i.v. selama 10 menit dilanjutkan dengan 4 mg/kgBB/hari (infus) dengan kecepatan tetap, atau dibagi 4 dosis i.v. setiap 6 jam Hidrokortison hemisuksinat 7 mg/kgBB i.v., dilanjutkan dengan 7 mg/kgBB/hari (infus) dengan kecepatan tetap atau dibagi 4 dosis i.v. setiap 6 jam Deksametason atau betametason 0,3 mg/kgBB i.v. dilanjutkan dengan 0,3 mg/kgBB/hari (infus) dibagi 4 dosis i.v. setiap 6 jam

• Infus dan koreksi asidosis

Pada jam pertama berikan 10 ml/kgBB larutan NaCl fisiologis dalam larutan glukosa 5%. Untuk selanjutnya berikan larutan 1:4 dengan dosis rumat; setelah diuresis tambahkan K 2 mEq/100ml cairan infus Untuk koreksi asidosis (pH < 7,30 dan defisit basa > 5 mEq/l) berikan bikarbonas dengan dosis :

negative base excess x 0,3 x kg BB = mEq bikarbonat

Dosis diberikan setengahnya, dan setengah sisanya setelah ada hasil pH/analisis gas ulangan

• Pemantauan hasil pengobatan

Status mental/kesadaran Catat nadi, tekanan darah, frekuensi nafas dan pulsus paradoksus Perhatikan kontraksi otot sternokleidomastoideus dan retraksi supraklavikula setiap 15 menit Ulangi analisis gas darah/pH arteri setiap 30-60 menit dan elektrolit bila perlu Pengukuran PEFR Foto toraks untuk melihat penyulit dan/atau penyakit lain

• Apabila terjadi perbaikan, beta-2-agonis dengan nebulizer diberikan setiap 4 jam;

aminofilin dan kortikosteroid dapat diberikan p.o. setelah 24 jam. Penderita dapat dipulangkan setelah 36-48 jam, tapi pengobatannya harus diteruskan > 7-10 hari : Bronkodilator p.o./ inhalasi around the clock + prednison setiap jam 08.00 pagi dengan tapering off (dikurangi 5 mg/hari)

• Apabila dengan terapi di atas (lihat urutan 2, 3, 4) tidak terjadi perbaikan, maka selain

aminofilin, kortikosteroid, koreksi asidosis dan oksigenasi yang akurat, tambahkan β-2-agonis i.v atau constant infusion pump (salbutamol, terbutalin atau isoproterenol).

29

Page 30: 71468182-Pulmonologi

Isoproterenol dapat dimulai dengan 0,1 mikrogram/kgBB/menit, kemudian dinaikkan 0,1 mikrogram/kgBB/menit setiap 15-20 menit sampai terjadi perbaikan atau takikardia (200x/menit) pada pantauan EKG

• Jika tidak ada respons terhadap β-2-agonis i.v., dilakukan intubasi dan pemasangan

ventilator

Asma jangka panjang (terapi profilaksis) Tujuan umum terapi asma ialah memelihara penderita agar mampu menjalani kehidupan sehari-hari seperti sebayanya yang tidak asma. Untuk penderita asma ringan yang jarang mengalami serangan, cukup diberikan bronkodilator kerja cepat bila kena serangan; sedangkan untuk penderita yang sering mengalami serangan (penderita asma sedang dan berat) perlu diberikan obat profilaksis setiap hari Karena perbedaan fisiologi, farmakologi dan imunologi, maka pemberian obat profilaksis harus disesuaikan dengan umur penderita. Berikut ini diperlihatkan beberapa skema terapi asma jangka panjang untuk bayi dan anak golongan umur 0-1 th, 1-< 3 th, 3-< 5 th, dan 5-18 th

30

Page 31: 71468182-Pulmonologi

Gejala ringan, jarang, tidak mengganggu tidur, dll

Tidak perlu obat

Ganti atau tambah dengan IB via Inh. + sp

DSCG via neb.

+ steroid p.o alternate Steroid p.o

B-2-A inh. + sp. atau neb.

B-2-A dan/atau xanthine p.o.

Asma ringan/sedang yang mengganggu

Steroid via inh. + sp/neb.

Persisten Berat tapi jarang

Asma berat

Gambar 32. Skema Terapi Asma pada Bayi 0-1 Tahun

Asma ringan

Asma sedang intermiten

B-2-A dan atau xanthine p.o. bila perlu

31

Page 32: 71468182-Pulmonologi

Asma sedang terus-terusan atau jarang tapi berat

Bila respons tidak memuaskan

Bila respons tidak memuaskan

DSCG melalui inh. + sp./neb.

Steroid inh. + sp. dan B-2-A bila perlu

Steroid dosis rendah p.o. alternate

B-2-A via Inh. + sp./neb. bila perlu

Gambar 33. Skema Terapi Asma pada Umur 1- < 3 Tahun

32

Page 33: 71468182-Pulmonologi

Asma ringan

B-2-A p.o. atau inh. + sp. bila perlu

DSCG via inh. + sp. atau neb. + xanthine

Preparat lepas lambat steroid inhalasi B-2-A via inh. + sp. bila perlu

Preparat lepas lambat B-2-A/xanthine

Steroid inh. dosis tinggi

Steroid p.o. dosis terendah, alternate

Asma berat, serangan tetap sering

Asma sedang

Gambar 34. Skema Terapi Asma pada Umur 3- < 5 Tahun

33

B-2-A via inh bila perlu

+ DSCG via inh.

Bila > 3 dosis per minggu (asma sedang)

Asma ringan

Bila dalam 6 minggu respons tak memuaskan

Page 34: 71468182-Pulmonologi

Keterangan

B-2-A : β-2-agonis IB : Ipratropium bromide DSCG : Disodium chromoglycate Inh + sp : Inhaler + spacer Neb. : Nebulizer

34

Page 35: 71468182-Pulmonologi

Tabel 35. Dosis, Cara dan Interval Pemberian Obat

Obat Dosis rute keterangan Adrenalin 0,01 mg/kgBB/dosis

(1/1000 : 1mg/ml) s.k. bila tidak ada perubahan dapat

diulang setelah 20 menit sampai total 3x pemberian

Aminofilin Bolus 1-6 th 7-16 th

3-7 mg/kgBB/dosis 0,85 mg/kgBB/jam 0,65 mg/kgBB/jam

i.v.

infus infus

Teofilin 6-14 mg/kgBB/hari p.o. dibagi 3-4 dosis preparat lepas lambat : dosis sama, hanya dibagi 2

B-2-agonis Salbutamol

Terbutalin

0,02 ml/kgBB (maks.0,5 ml) larutan 1/200 (5 mg/ ml) 0,15 mg/kgBB/x 1ml + 1ml NaCl5% lar 1/1000 (1 mg/ml) 0,01 mg/kgBB/dosis (maks. 0,25 mg) 0,075 mg/kgBB/x

MDI puder kering nebulizer s.k. p.o. MDI puder kering nebulizer s.k. p.o.

Lihat leaflet Lihat leaflet Bila tidak ada perubahan dapat diulang setelah 30 menit, maks. 3x pemberian Setiap 8 jam Lihat leaflet Lihat leaflet Bila tidak ada perubahan dapat diulang setelah 30 menit, maks. 3x pemberian Bila tidak ada perubahan dapat diulang setelah 20 menit, maksimum 2x bila PEFR > 40% dan predicted (dosis maks. 0,5 mg) Setiap 6-8 jam

Ipratropium bromida

< 6 th 6-14 th

8-20 tetes 8-20 tetes

inhalasi

3 x/hari 3 x/hari

TUBERKULOSIS (TB)

BATASAN Penyakit infeksi sistemik kronik yang disebabkan M. tuberculosis

KLASIFIKASI

Menurut The American Thoracic Society th 1981 dengan modifikasi

35

Page 36: 71468182-Pulmonologi

0 : Tidak menderita penyakit TB, tidak pernah terinfeksi, dan tidak pernah terpajan TB I : Tidak menderita penyakit TB, tidak pernah terinfeksi, tapi terancam kena infeksi karena

terpajan TB II : Terinfeksi TB/tes tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TB/gejala TB (-), radiologi tidak

mendukung, dan bakteriologik (-) III : Sedang menderita TB TB paru TB diluar paru Meningitis TB TB kelenjar Pleuritis TB Perikarditis TB TB abdomen TB tulang TB ginjal TB saluran kelamin TB kulit IV : Pernah TB, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif V : Dicurigai TB

ETIOLOGI

Mycobacterium tuberculosis tipe humanus Jarang oleh tipe bovinus atau africanus

PATOFISIOLOGI

Penularan umumnya melalui inhalasi → lesi primer 95% di paru, meskipun dapat juga ditempat lain. Pada anak yang belum pernah terinfeksi → lesi primer yang ditandai oleh penimbunan sel PMN dan proliferasi sel epiteloid yang berbentuk khas (tuberkel). Kemudian akan tampak sel raksasa Langhans dan seluruh daerah tersebut dikelilingi limfosit Saat onset infeksi, basil TB dibawa makrofag dari fokus primer ke kelenjar limfe regional (biasanya hilus/paratrakea). Fokus di parenkim dan pembesaran kelenjar limfe regional disebut kompleks primer. Selama 2-10 minggu fokus primer tumbuh membesar, pada saat yang sama terjadi hipersensitivitas. Sebelum terjadi kekebalan /hipersensitivitas, basil dari lesi primer dapat masuk ke aliran darah dan tersangkut serta membiak di berbagai organ; bakteremia ini hanya berlangsung sebentar (transient bacilemia) karena akan menghilang kembali pada saat kekebalan spesifik/hipersensitivitas timbul. Bila telah terjadi hipersensitivitas, reaksi perifokal lebih menonjol dan kelenjar limfe regional membesar. Fokus primer dapat mengalami perkijuan (caseosa). Material perkijuan akan memadat dan mengalami kalsifikasi. Lesi dapat hilang tanpa meninggalkan bekas. Fokus primer biasanya tunggal, tetapi dapat juga dua atau lebih. Meskipun umumnya TB paru primer cenderung sembuh, tetapi dapat juga mengalami progresivitas. Lesi tumbuh membesar, timbul pneumonitis di jaringan sekitarnya dan penebalan pleura. Kemudian bagian tengah perkijuan akan mencair dan isinya akan masuk ke dalam bronkus → rongga (kavitas) dan daerah peradangan baru. Pada tahap perkijuan dapat terjadi penyebaran kuman secara hematogen → TB milier. Bakteremia ini dapat terjadi karena basil secara langsung masuk ke pembuluh darah atau melalui kelenjar limfe regional dan duktus torasikus. Pembesaran kelenjar hilus dapat mengakibatkan penyumbatan saluran nafas → atelektasis

KRITERIA DIAGNOSIS

• Anamnesis Kontak dengan sputum BTA (+) Reaksi kemerahan dalam 3-7 hari setelah penyuntikan BCG Gejala umum TB

Berat badan ↓ tanpa sebab jelas, atau tidak ↑ dalam 1-3 bl dengan penanganan gizi yang baik

36

Page 37: 71468182-Pulmonologi

Anoreksia Demam hilang timbul-tanpa sebab jelas Keringat malam Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak nyeri Batuk lama (> 30 hari)

Gejala spesifik (tergantung organ yang terkena) • Fisis (tergantung organ yang terkena) • Laboratorium

Darah Likuor atas indikasi Aspirasi jarum

• Tes tuberkulin • Radiologi • Mikrobiologi/serologi

MENINGITIS TUBERKULOSIS MANIFESTASI KLINIS

Dikelompokkan dalam 3 stadium Stadium I (non-spesifik)

Apatis, anoreksia, iritabel, demam, seringkali disertai muntah dan konstipasi. Pada anak yang lebih tua dapat memperlihatkan perubahan suasana hati secara mendadak, prestasi sekolah menurun, letargis dan apatis. Manifestasi awal ini terjadi hilang timbul, seringkali diabaikan atau tersamar dengan penyebab lain. Umumnya berlangsung 1–3 minggu. Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam subaraknoid maka stadium I akan berlangsung singkat, sehingga terabaikan → cepat stadium III

Stadium II (stadium transisional) Ditandai oleh kelainan neurologik akibat eksudat yang terbentuk di atas lengkung serebri Peradangan meningen → kaku kuduk, refleks Kernig dan Brudzinski (+). Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar otak → tanda gangguan otak/batang otak : strabismus, ptosis, reaksi pupil lambat, gangguan penglihatan Peradangan/penyempitan arteri di otak → bingung, disorientasi, kesadaran ↓, tremor, kejang , dan hemiparesis

Stadium III (koma) Pernafasan iregular, panas tinggi, edema papil, hiperglikemia

KRITERIA DIAGNOSIS

• Anamnesis Riwayat kejang atau kesadaran ↓ (tergantung stadium penyakit)

• Fisis Tergantung stadium penyakit

• Tes tuberkulin (+) (40% kasus negatif) • Laboratorium

Darah Anemia ringan

37

Page 38: 71468182-Pulmonologi

Jumlah leukosit N/↑/↓ Likuor (pungsi lumbal)

Ground glass appearance/santokrom, tetapi bisa jernih/sedikit opalesens Jumlah sel 10–1.000/mm3 (stadium awal → sel PMN dominan ; stadium lanjut → limfosit dominan) Protein ↑ > 40 mg/dl Glukosa biasanya ↓ < 40 mg/dl, (rasio dalam likuor : darah < 1/2) Klorida normal pada stadium awal, kemudian ↓ Sarang laba-laba (pellicle)

Bilasan lambung BTA (+) Kultur M. tuberculosis (+) → untuk diagnosis pasti

• Radiologi Foto toraks → lesi di paru USG kepala → hidrosefalus CT-scan kepala

DIAGNOSIS BANDING Meningitis atipik Stadium awal meningitis bakterialis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes tuberkulin Bilasan lambung Foto toraks Pungsi lumbal USG kepala bila memungkinkan CT-scan kepala

TERAPI

Lihat tabel obat anti tuberkulosis (OAT) Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 4-8 minggu) → tappering off selama 2-3 minggu

KONSULTASI

Bagian Mata Bagian Bedah Saraf Bagian Radiologi

PROGNOSIS

Tergantung umur dan stadium penyakit Umur < 2 th → mortalitas/insidens sekuele tinggi Stadium I → kesembuhan 100% ; insidens sekuele rendah Stadium II → mortalitas 15-30% ; insidens sekuele 75% Stadium III → mortalitas 50% ; insidens sekuele > 80%

TUBERKULOSIS KELENJAR LIMFE SUPERFISIALIS

MANIFESTASI KLINIS

Dikelompokkan dalam 3 stadium Stadium I : Satu kelenjar limfe besar dikelilingi oleh beberapa kelenjar kecil, teraba kenyal,

kulit pada daerah pembesaran tidak terkena

38

Page 39: 71468182-Pulmonologi

Stadium II : Kelenjar limfe bersatu dan kulit di daerah pembesaran kelenjar menjadi terfiksasi. Kelenjar melunak abses, bila kulit terbuka akan keluar pus

Stadium III : Kelenjar terus membesar, teraba kenyal dan tidak menjadi lunak DIAGNOSIS

• Anamnesis Pembesaran kelenjar di leher/submandibular, tidak nyeri

• Fisis Pembesaran kelenjar limfe superfisial, nyeri tekan (-), sekitarnya dikelilingi kelenjar kecil (menyerupai satelit) Abses

• Tes tuberkulin • Laboratorium

Darah Pus dari abses BTA (+) Kultur M. tuberculosis (+) untuk diagnosis pasti Aspirasi jarum → PA : Granuloma (+) Bilasan lambung

BTA (+) Kultur M. tuberculosis (+) → untuk diagnosis pasti

• Radiologi Foto toraks → lesi di paru

DIAGNOSIS BANDING

Peradangan septik akut Limfoma Burkit Leukemia Limfadenoma

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes tuberkulin Bilasan lambung Pemeriksaan pus Foto toraks Aspirasi jarum

KONSULTASI

Bagian Patologi anatomi PROGNOSIS

Baik TERAPI

OAT (lihat tabel terapi) Eksisi bila memungkinkan

TUBERKULOSIS TULANG

39

Page 40: 71468182-Pulmonologi

MANIFESTASI KLINIS Tergantung tulang yang terkena (sering pada kaput femur, vertebra, dan sendi lutut) • Vertebra

Abses leher daerah sternokleidomastoid Abses psoas Gibbus Paresis/paralisis (akibat penekanan medula spinalis)

• Kaput femur Nyeri/kaku pada otot otot mengecil, berjalan pincang Mulai terlihat setelah anak dapat berjalan

• Sendi lutut Nyeri/bengkak pada lutut

DIAGNOSIS

• Anamnesis Nyeri leher/bahu Nyeri/kaku pada punggung Paresis/paralisis Nyeri/kaku pada otot otot mengecil, berjalan pincang Nyeri/bengkak pada lutut

• Fisis Abses leher daerah sternokleidomastoid Abses psoas Gibbus Paresis/paralisis

• Tes tuberkulin • Laboratorium

Bilasan lambung BTA (+) Kultur M. tuberculosis (+) → untuk diagnosis pasti

• Radiologi Foto toraks → lesi di paru Foto daerah lesi (vertebra/femur/lutut AP dan Lateral)

• Biopsi DIAGNOSIS BANDING

Infeksi piogenik Keganasan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes tuberkulin Bilasan lambung Foto toraks Foto sesuai lesi (AP-Lateral)

TERAPI

• Lihat tabel OAT • Operasi (dipertimbangkan walaupun diberikan OAT, bila terdapat penekanan medula

spinaslis, abses paravertebra, dan progresivitas penyakit ) KONSULTASI Bagian ortopedi

40

Page 41: 71468182-Pulmonologi

PLEURITIS TUBERKULOSIS

MANIFESTASI KLINIS Nyeri dada pada saat bernafas (pleuritic pain) Demam tinggi, biasanya menetap dalam 2–3 minggu Batuk Sesak nafas Takikardia efusi yang masif

DIAGNOSIS

• Anamnesis Riwayat nyeri dada saat bernafas • Fisis Daerah lesi di paru dulness, suara pernafasan ↓/hilang Bila efusi masif bulging, interkostal melebar • Tes tuberkulin (+) • Laboratorium Torakosentesis Warna kekuningan/santokrom

Eksudat Sel 200–10.000/mm3 dominan limfosit, pada stadium awal PMN Protein > 4 g/dl Glukosa < 30 mg/dl LDH ↑ Kultur M. tuberculosis

• Radiologi Foto toraks AP tegak/Lateral efusi • Biopsi pleura

DIAGNOSIS BANDING

Tumor Infeksi lain : Pneumonia, efusi pleura akibat abses hepar ameba Penyakit jantung Emboli paru dan infark

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes tuberkulin Bilas lambung Torakosentesis Foto toraks

PENYULIT

Penebalan pleura dan fibrosis Pneumotoraks Pleuritis kaseosa Empiema

PROGNOSIS

Tergantung dari ekstensif dan beratnya penyakit dasar Biasanya diresorpsi komplit (sekuele yang minimal)

41

Page 42: 71468182-Pulmonologi

PERIKARDITIS TUBERKULOSIS

MANIFESTASI KLINIS Terbagi menjadi 3 kelompok

Perikarditis kering Nyeri akut di daerah belakang sternum berkurang bila duduk menopang ke depan

Perikardial efusi Sesak nafas Demam Asites

Perikarditis konstriktiva Sesak nafas Asites Edema tungkai

DIAGNOSIS

• Anamnesis (manifestasi klinis) • Fisis

Pulsus paradoksikus Tekanan darah ↓ Tekanan vena jugularis ↑ Bunyi jantung redup Pericardial friction rub terdengar pada perikarditis kering, menghilang setelah

timbul efusi Hepatomegali Asites

• Tes tuberkulin (+) • Laboratorium

Pungsi perikardial kultur M. tuberculosis • Radiologi

Efusi perikardial Perikarditis konstriktiva kalsifikasi

• Elektrokardiografi Gelombang T memanjang

• Biopsi perikardium

PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes tuberkulin Pungsi perikardial Foto toraks EKG Biopsi perikardial

TUBERKULOSIS ABDOMEN

MANIFESTASI KLINIS

Nyeri abdomen (intermiten/kolik) Distensi abdomen

42

Page 43: 71468182-Pulmonologi

Muntah Teraba massa di abdomen Tenesmus Diare kronik Konstipasi Hematokezia Demam Anemia Malaise

DIAGNOSIS

• Anamnesis (tidak spesifik dan bervariasi) Perut membesar Nyeri perut, dll

• Fisis Teraba massa di abdomen (20%) Asites (75%) Limfadenopati Hepatomegali

• Tes tuberkulin • Laboratorium

Darah Pungsi asites

Santokrom Sel > 250/ml Protein > 2,5 g/dl BTA (+)(5%) Kultur M. tuberculosis (+) untuk diagnosis pasti

Bilasan lambung BTA (+) Kultur M. tuberculosis (+) → untuk diagnosis pasti

Biopsi Granuloma (+)

• Radiologi Foto toraks → lesi di paru Foto abdomen USG abdomen (asites, massa intra abdomen)

DIAGNOSIS BANDING Penyakit Crohn Apendisitis akut

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes tuberkulin Bilasan lambung Pungsi asites Foto toraks Foto abdomen dengan kontras USG abdomen

TERAPI

Lihat tabel OAT KONSULTASI

Bagian Bedah abdomen (bila diperlukan)

43

Page 44: 71468182-Pulmonologi

PROGNOSIS

Baik

TUBERKULOSIS GINJAL

MANIFESTASI KLINIS

Disuria Hematuria Piuria Nyeri lokal daerah ginjal

DIAGNOSIS

• Anamnesis • Fisis • Tes tuberkulin (+) • Laboratorium,

Urin albuminuria, hematuria, piuria steril Kultur M. tuberculosis

• Radiologi Foto toraks lesi di paru

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes tuberkulin Urin Foto toraks

TUBERKULOSIS KULIT

MANIFESTASI KLINIS Infeksi primer pada kulit

Kuman masuk melalui kulit yang luka, abrasi ulkus yang dangkal Kelenjar getah bening (KGB) regional membesar secara perlahan dan lunak Kulit disekitar area pembesaran KGB nyeri, penebalan kulit, dikelilingi spot kekuningan, bila infeksi skar dengan tepi iregular

Abses, 2 tipe abses tuberkulosis Peradangan lunak di bawah kulit ruptur ulkus tepi iregular dengan dasar yang jernih Injeksi intramuskular

Lesi tunggal besar Daerah yang terkena (lengan, muka) Lesi dalam Lesi mula-mula kecil membesar 2,5–5 cm, tertutup oleh scaly rough skin Biasanya tidak sembuh dalam beberapa bl sampai peradangan reda skar tebal

Eritema nodosum Tipe reaksi hipersensitivitas tuberkulin Lesi pada kulit sedikit terang pada kulit yang gelap Lesi kenyal, dusky red, sedikit nodular, diameter 5–20 mm

Lesi Miliar Umumnya pada penderita dengan infeksi HIV dan TB

44

Page 45: 71468182-Pulmonologi

Terdapat 3 bentuk Bintik kecil multipel berwarna tembaga

Papula multipel, pecah pustula Abses subkutan multipel lengan, tungkai, dinding dada, perianal

Verucous TB Terjadi pada penderita dengan imunitas terhadap TB yang baik Lesi kutil KGB regional tidak membesar

Ulkus pada mulut, hidung dan anus Terjadi pada penderita TB yang lanjut Lesi terasa nyeri

Skrofuloderma Terjadi akibat invasi langsung TB biasanya pada KGB, terkadang tulang atau epididimis Kulit pecah sinusis skar

Lupus vulgaris Daerah lesi di kepala, leher atau area yang melewati jembatan hidung dan pada pipi Tampak nodul seperti jelly Terkadang timbul ulserasi Menyebabkan skar yang ekstensif dan destruksi pada muka

Tuberculides Daerah lesi di belakang kepala Lesi nyeri, menimbul, warna merah kebiruan dikelilingi kulit yang tebal

DIAGNOSIS

• Anamnesis Keluhan pada kulit

• Fisis Tergantung jenis lesi

• Tes tuberkulin (+) • Laboratorium

Apus pus pada lesi kuman M. tuberculosis • Radiologi

Foto toraks lesi di paru PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes tuberkulin Pemeriksaan mikrobiologi Bilasan lambung Foto toraks

KONSULTASI

Bagian Kulit-Kelamin

TUBERKULOSIS SALURAN KELAMIN

MANIFESTASI KLINIS Infeksi primer

Terjadi pada anak yang dilakukan sirkumsisi luka terinfeksi kuman M. tuberculosis Peradangan pada luka pecah fokus primer Pembesaran KGB regional di ke-2 sisi

Penyakit akibat penyebaran hematogen Laki-laki

Sebelum pubertas, epididimis area di atas testis terjadi peradangan, mula-mula keras

45

Page 46: 71468182-Pulmonologi

Lesi menjadi lunak dan keluar melalui kulit Pada anak yang muda lesi pada satu testis Pada anak yang tua lesi pada kedua testis, membesar dan menempel pada kulit Prosesnya lambat, kronik dan relatif tidak nyeri

Perempuan Terjadi pada uterus, tuba fallopi akibat penyebaran hematogen dari infeksi primer di paru yang terjadi setelah pubertas, dapat juga pada TB abdomen akibat ruptur KGB Mesenterial Nyeri daerah abdomen bagian bawah Berat badan ↓ Nafsu makan ↓ Distensi abdomen Amenore

DIAGNOSIS

• Anamnesis • Fisis

Testis membesar (laki-laki) Teraba massa di daerah pelvis (perempuan)

• Tes tuberkulin (+) • Laboratorium • Radiologi

Foto toraks lesi di paru Foto pelvis massa

DIAGNOSIS BANDING

Dibedakan dengan infeksi akut bakterial PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes tuberkulin Bilas lambung Foto toraks Foto pelvis

Tabel 36. Dosis Obat Antituberkulosis

Obat Jangka Pendek (mg/kgBB) Jangka Panjang Harian * Intermiten ** (mg/kgBB)

Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol Streptomisin PAS Prednison

10–20 (maks. 300 mg)

10–20

(maks. 600 mg)

15–30 (maks. 2 g)

15–25

(maks. 1.500 mg)

20–40 (maks. 1 g)

-

1–2

20–40 (maks. 900 mg)

10–20

(maks. 600 mg)

50–70

50

25–30 - -

10–20 (maks. 300 mg)

15–20

(maks. 600 mg)

15–30 (maks. 2 g)

15–25

(maks. 1.500 mg)

20–40 (maks. 1 g)

200

(maks. 12 g)

1–2

46

Page 47: 71468182-Pulmonologi

(maks. 60 mg) (maks. 60 mg)

* : Dosis per 24 jam ** : Dua kali seminggu Jika INH dan Rifampisin diberikan bersamaan dosis perhari INH 10 mg/kgBB dan rifampisin 15

mg/kgBB (dikutip dari Inselman & Kendig, 1990) Tabel 37. Kemoterapi Tuberkulosis

Jangka Pendek Jangka Panjang Macam dan Tahap Penyakit Obat Lama (bl) Obat Lama (bl)

Reaksi tes kulit Tuberkulin (+) TB paru primer TB paru primer progresif TB pneumonia TB endobronkial TB pleura TB paru kronik TB milier Meningitis TB TB kelenjar TB tulang, ginjal, abdomen TB pada neonatus

INH INH RIF PZA INH RIF PZA INH RIF PZA INH RIF PZA Prednison INH RIF PZA Prednison INH RIF PZA INH RIF PZA SM Prednison INH RIF dan PZA dan atau SM Prednison INH RIF PZA INH RIF PZA

9

6–9 6–9

2

6–9 6–9

2

6–9 6–9

2

6–9 6–9

2 1.5–3

6–9 6–9

2 *

6–9 6–9

2

9 9 2

1–3 1,5–3

12 12 2

1–3 1,5–3

6–9 6–9

2

9 9 2

INH INH dan RIF atau EMB INH dan RIF atau EMB INH dan RIF atau EMB INH RIF Prednison INH dan RIF atau EMB Prednison INH dan RIF atau EMB INH RIF dan PZA atau SM atau EMB Prednison INH RIF dan PZA dan/atau SM Prednison INH dan RIF atau EMB INH dan RIF atau EMB

12

12 12 12

12 12 12

12 12 12

12 12

1,5–3

12–18 12–18 12–18

*

12–18 12–18 12–18

12–18 12–18

2 1–3 3–6

1,5–3

12–18 12-18

2

1–3 1,5-3 12–18 12–18 12–18

18–24 18–24 18–24

47

Page 48: 71468182-Pulmonologi

-

- INH RIF

12 12

* Sampai cairan diabsorbsi INH : Isoniazid ; RIF : Rifampisin ; PZA : Pirazinamid ; EMB : Etambutol ; SM : Streptomisin (dikutip dari Inselman & Kendig, 1990)

Untuk pengobatan jangka pendek 6 atau 9 bl yang diterapkan di Poliklinik Sub-bagian Pulmonologi RSUP Dr. Hasan Sadikin sbb : 1. INH INH setiap hari atau + setiap hari selama 2 bl + 2 x seminggu RIF RIF selama 7 bl (+ EMB bila diduga ada resisten terhadap INH) ATAU 2. INH INH setiap hari atau + setiap hari selama 2 bl + 2 x seminggu RIF RIF selama 4 bl + PZA (+ EMB bila diduga ada resisten terhadap INH)

Tabel 38. Dosis Obat Antituberkulosis untuk TB Anak (Konsensus Nasional TB anak Indonesia Th 1999)

Obat Ukuran BB < 10 kg BB 10-20 kg BB 20-30 kg BB 30-40 kgINH 100 1/2 tablet 1 tablet 2 tablet -

300 - - - 1 tablet RIF 150 1/2 kaplet 1 kaplet - -

300 - - 1 kaplet - 400 - - - 1 kaplet

PZA 250 1/2 tablet 1 1/2 tablet - - 500 - - 1 tablet 1 1/2 tablet

PENYULIT Atelektasis Pneumotoraks spontan Pleuritis kaseosa Skoliosis Empiema Hidrosefalus Paraparesis

KONSULTASI

Bagian Mata Bagian Bedah tulang/Ortopedi (bila diperlukan) Bagian Bedah saraf (bila diperlukan)

PROGNOSIS

Tergantung umur penderita dan stadium penyakit < 2 th → mortalitas lebih besar dan insidens sekuele neurologik tinggi Stadium I → kesembuhan 100%; insidens sekuele neurologik rendah Stadium II → mortalitas 15% ; insidens sekuele neurologik 75%

48

Page 49: 71468182-Pulmonologi

Stadium III → mortalitas 50% ; insidens sekuele neurologik > 80% DAFTAR PUSTAKA Inselman LS, Kendig EL JR. Tuberculosis. Dalam: Chernick V, Kendig EL JR, penyunting. Disorders of the respiratory tract in children; edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders Co, 1990; 730-69. Crofton J, Horne N, Miller F. Clinical tuberculosis. Macmillan Education LTD, 1992. Harries A, Maher D, Uplekar M. TB : A clinical manual for south east asia. WHO, 1997. Zuger A, Lows FD. Tuberculosis of the central nervous system. Dalam: Scheld WM, Whitley RJ, Durack DT, penyunting. Infections of the central nervous system. New York: Raven press, Ltd. 1991; 425-56.

49