73291823 lapkas ulkus kornea od
DESCRIPTION
73291823 Lapkas Ulkus Kornea OdTRANSCRIPT
STATUS ORANG SAKIT
ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Tn. Y
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tani
Alamat : Ds Cibrek, Lhoksukon
No. MR. : 31. 88. 69
Tgl. Masuk RS : 03 Desember 2013
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Nyeri pada mata kiri
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak ± 1 bulan yang lalu. Pasien
mengaku mata kiri terkena hewan kecil. Mata merah
(+), silau (+), terasa berpasir (+), mata berair (+), pedih
(+). Pasien mengaku mengucek mata dan tidak berobat.
3 minggu SMRS timbul bintik putih dibagian mata
hitam pasien. Mata kiri mulai terasa nyeri dan
pandangan kabur (+). Pandangan silau (+). Pasien
mengeluh sulit membuka mata (+). Pasien berobat ke
Puskesmas dan diberi tetes mata (pasien tidak tahu
nama obat).
Riwayat mata sering terpapar debu (-), Riwayat
pemakaian kacamata baca (-). Riwayat pamakaian lensa
kontak (-).
RPD : DM (+)
HT (+)
STATUS PRESENT
Sensorium : Compos mentis Anemis : (-)
Tekanan Darah : 120/80mmHg Ikterik : (-)
Frekuensi Nadi : 80 x/menit Dyspnoe : (-)
Frekuensi Nafas : 20 x/menit Sianosis : (-)
Temperatur : Afebris Edema : (-)
STATUS GENERALISATA
Kepala : Mata : Pada Status Ophthalmicus
Hidung : tidak dijumpai kelainan
Leher : tidak dijumpai kelainan
Thorax : tidak dijumpai kelainan
Abdomen : tidak dijumpai kelainan
Ekstr Sup/Inf : tidak dijumpai kelainan
STATUS OPHTALMICUS
A.V.O.D : 6/15 A.V.O.S : 1/60
Kor. Sph : - Kor. Sph : -
Cyl : - Cyl : -
Menjadi : - Menjadi : -
KMB : - KMB : -
TOD : tdp TOS : tdp
PEMERIKSAAN OCULI DEXTRA OCULI SINISTRA
Visus 6/15 1/60
Posisi Ortoforia Ortoforia
Palpebra Superior Dalam batas normal Blefarospasme (+)
Palpebra Inferior Dalam batas normal Blefarospasme (+)
Conj. Tars. Superior Normal, Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Conj. Tars. Inferior Normal, Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Conj. BulbiDalam batas normal
Injeksi siliar (+)
Injeksi konjungtiva (+)
Cornea Jernih Edema kornea (+),defek
epitel (+), letak paracentral
Ø 5x5 mm, kedalaman
sampai ke stroma, batas
tegas, infiltrat (+), jaringan
nekrotik (+)
COA Sedang Hipopion (-)
Pupil Bulat , RC (+), Ø 2-3 mm Bulat , RC (+), Ø 2-3 mm
Iris Coklat, reguler Keruh
Lensa Jernih Jernih
Corpus Vitreum Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Fundus Oculi Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
DIAGNOSIS : Ulkus Kornea OS
ANJURAN : - Menjaga kebersihan mata.
- Menghindari melihat cahaya terang secara langsung.
- Jangan mengucek mata
RENCANA : Kontrol 3 hari kemudian
TERAPI : - Inj Ceftriaxone 1 Amp/12 jam
- Inj Ranitine 1 Amp/12 jam
- Inj Dexamethason 1 Amp/12 jam
- Gentamisin ED 6x1 gtt/ 4 jam OS
- Sulfas atropin 1 gtt/ 8jam
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionan : Dubia ad malam
Quo ad sanctionam : Dubia ad malam
Injeksi siliar
Defek epitel (+)Descementocele (+)
Injeksi Konjungtiva
Follow Up
Tanggal S O A P
3/12- 2013 Nyeri mata
kiri
TD: 120/80
RR: 19 x/i
HR: 64 x/i
T : 36,7 oC
Visus: 1/60
Hiperemis (+)
Injeksi konj. (+)
Injeksi siliar (+)
Blefarospasme(+)
Defek kornea
parasentral (+)
Ulkus kornea
OS
- Ceftriaxone
IV / 12 jam
- Dexamethason
IV/ 12 jam
- Ranitidine
IV / 12 jam
- Gentamisin
ED 6x1 gtt/ 4
jam OS
4 Des
2013
Nyeri mata
kiri
TD: 120/80
RR: 17 x/i
HR: 65 x/i
T : 36,9oC
Visus: 1/60
Hiperemis (+)
Injeksi konj. (+)
Injeksi siliar (+)
Ulkus kornea
OS
- Ceftriaxone
IV / 12 jam
- Dexamethason
IV/ 12 jam
- Ranitidine
IV / 12 jam
- Gentamisin
ED 6x1 gtt/ 4
jam OS
Blefarospasme(+)
Defek kornea
parasentral (+)
5 Des
2013
Nyeri mata
kiri
berkurang
TD: 130/80
RR: 16 x/i
HR: 67 x/i
T : 36,7oC
Visus: 1/∞
Hiperemis (+)
Injeksi konj. (+)
Injeksi siliar (+)
Blefarospasme(+)
Defek kornea
para sentral (+)
Ulkus kornea
OS
- Ceftriaxone
IV / 12 jam
- Dexamethason
IV/ 12 jam
- Ranitidine
IV / 12 jam
- Gentamisin
ED 6x1 gtt/ 4
jam OS
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding
dengan Kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan
ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada persambungan ini disebut
sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah,
sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior,
kornea mempunyai lima lapisan, yaitu lapisan epitel (yang bersambung dengan
epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descemet,
dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus
kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar +
43 dioptri. Jika kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak
sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat
halo.1
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk kedalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwan.3
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous,dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir.Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.1
ULKUS KORNEA
PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan
sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.4
Kornes merupakan bagian mata yang avaskuler, sehingga apabila terjadi
infeksi maka proses infiltrasi dan vaskularisasi dari limbus baru akan terjadi 48
jam kemudian. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat
dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul
dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai
injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel
plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas
tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan
timbullah ulkus kornea.4
ETIOLOGI1,3,4
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang
bila pecah akan menimbulkan ulkus.
Acanthamoeba
Infeksi kornea oleh acanthamoeba sering terjadi pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri.
Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensakontak yang
terpapar air atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Radiasi atau suhu
Sindrom Sjorgen
Defisiensi vitamin A
Obat-obatan (kortikosteroid, idoxiuridine, anestesi topical,
immunosupresif)
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu
rusaknya sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti:4
a. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,
sumbatan saluran lakrimal)
b. Oleh faktor-faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosi kornea) karena
trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada muka
c. Kelainan lokal pada kornea, meliputi edema kornea kronik, keratitis exposure
(pada lagoftalmos, anestesi umum, koma), keratitis karena defisiensi vitamin
A, keratitis neuroparalitik, keratitis superficialis virus
d. Kelainan sistemik, meliputi malnutrisi, alkoholisme, sindrom Steven-
Johnson, sindrom defisiensi imun (AIDS, SLE)
e. Obat-obatan penurun sistem imun, seperti kortikosteroid, obat anestesi lokal
KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:1
1. Ulkus kornea sentral.
a. Ulkus kornea bakterialis
Ulkus Streptokokus
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam
dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan
oleh streptokokus pneumonia.
Ulkus Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan disertai
infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak
diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema
stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus
sering kali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.ulkus sentral ini
dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke
dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam.
Gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini
seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang
banyak.
Ulkus Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.Tepi ulkus
akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut ulkus serpen. Ulkus terlihat
dengan infiltrasi sel yang penuhdan berwarna kekuning-kuningan.
Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang
menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu
ditemukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya
ulkus yangterlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
b. Ulkus kornea fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur
ini. Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan
yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran
seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat
asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya. Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan
bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan
naik.Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat
injeksi siliar disertai hipopion.
c. Ulkus kornea virus
Ulkus kornea Herpes Zoster
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini
timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata
ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis,
kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat
dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit
herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor. Kornea
hipestesi tetapi dengan rasa sakit. Keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
Ulkus kornea Herpes Simplex
Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat terjadi
tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi
siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan
epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
terdapat hipertesi pada korneasecara lokal kemudian menyeluruh.
Terdapat pembesaran kelenjar preaurikuler. Bentuk dendrit herpes
simplex kecil, ulseratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan
benjolan diujungnya
d. Ulkus kornea acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural.
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:3
1. Gejala subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel
kornea.
2. Gejala objektif
Injeksi silier
Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrate
Hipopion
DIAGNOSIS1,4
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan oftalmologis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan
laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat
diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit
kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek
yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal
oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit
bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi
imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain
oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan oftakmologis didapatkan gejala obyektif berupa adanya
injeksi siliar,kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea disertai
adanya jaringan nekrotik. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan
hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti
ketajaman penglihatan, pemeriksaan slit-lamp, respon reflek pupil, pewarnaan
kornea dengan zat fluoresensi, dan scrapping untuk analisa atau kultur (pulasan
gram, giemsa atau KOH).
Karena gambaran klinis tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis
etiologik secara spesifik, diperlukan pemeriksaan mikrobiologik, sebelum
diberikan pengobatan empirik dengan antibiotika.
Pengambilan specimen harus dari tempat ulkusnya, dengan membersihkan
jaringan nekrotik terlebih dahulu; dilakukan secara aseptic menggunakan spatula
Kimura, lidi kapas steril, kertas saring atau calcium alginate swab. Pemakaian
media penyubur BHI (Brain Heart Infusion Broth) akan memberikan hasil positif
yang lebih baik daripada penanaman langsung pada medium isolasi. Medium
yang digunakan adalah medium pelat agar darah, media coklat, medium
Sabaraud’s untuk jamur dan thioglycolat. Selain itu dibuat preparat untuk
pengecatan gram. Hasil pewarnaan gram dapat memberikan informasi morfologik
tentang kuman penyebab yaitu termasuk kuman gram (+) atau Gram (-) dan dapat
digunakan sebagai dasar pemilihan antibiotika awal sebagai pengobatan empirik.
Di laboratorium, kuman akan diisolasi dan diidentifikasi lebih lanjut serta
dilakukan pemeriksaan tes kepekaan terhadap antibiotika.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
PENATALAKSANAAN3
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan
pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien
tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
Tujuan pengobatan ulkus kornea secara umum adalah untuk mencegah
berkembangnya bakteri dan mengurangi reaksi radang, dengan cara:
1. Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Erosi
kornea yang sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
2. Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum
luas dapat diberikan sebagai salep, tetes, atau suntikan subkonjungtiva.
3. Pemberian sikloplegika
Sikloplegika yang sering digunakan adalah sulfas atropin karena masa kerjanya
lama, hingga 1-2 minggu. Efek kerja atropin adalah sebagai berikut :
Sedatif, menghilangkan rasa sakit
Dekongestif, menurunkan tanda radang
Menyebabkan paralise m.siliaris dan m.konstriktor pupil. Dengan
lumpuhnya m.siliaris mata tidak mempunyai daya akomodasi sehingga
mata dalam keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya m.konstriktor pupil,
terjadi midriasis, sehingga sinekia posterior yang telah terjadi dapat
dilepaskan dan dicegah pembentukan sinekia posterior yang baru.
4. Bedah
Tindakan bedah meliputi
Keratektomi superficial tanpa membuat perlukaan pada membran
Bowman
Tissue adhesive atau graft amnion multilayer
Flap konjungtiva
Patch graft dengan flap konjungtiva
Keratoplasti tembus
Fascia lata graft
ANALISA KASUS
Pada laporan kasus ini, pasien didiagnosis ulkus kornea OS berdasarkan
data dasar yang didapatkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik sebagai
berikut. Pada anamnesis didapatkan keluhan visus menurun dan terdapat bintik
putih dengan bagian tengah hitam di kornea OS, mata merah, silau, nyeri. Selain
itu dari anamnesis didapatkan faktor risiko terjadinya ulkus kornea pada pasien ini
yaitu riwayat trauma akibat kemasukan binatang kecil.
Pada pemeriksaan fisik pada OS didapatkan palpebra superior udema dan
spasme, konjungtiva mixed injection, kornea udem, defek epitel pada bagian
parasentral dengan ukuran 5x5 mm, infiltrate (+), jaringan nekrotik (+), tes
Fundus refleks positif suram karena terdapat kekeruhan media refrakta yaitu
kornea. Tidak didapatkannya lesi satelit menyingkirkan etiologi karena jamur.
sensibilitas kornea masih normal sehingga menyingkirkan etiologi viral yang
biasanya meyebabkan penurunan sensibilitas kornea. Oleh karena itu ulkus kornea
pada kasus ini dicurigai disebabkan infeksi bakteri.
Pasien diberikan ceftriaxone dan Gentamicine untuk menangani infeksi
sebelum didapatkan hasil kultur dan tes sensitivitas dari scrapping kornea. Selain
itu juga diberikan Sulfas atropin untuk mengurangi nyeri akibat spasme siliaer dan
mencegah sinekhia posterior. Hal ini diperlukan untuk mencegah infeksi
berkembang lebih lanjut dan mengakibatkan berbagai komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D G, Asbury T, Riordan P. Oftalmologi umum. 14th Ed. Alih
bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya Medika. 2000: 220
2. Winarto, Sutedja SS, Suhardjo, Gondowiardjo TD. Penanganan Ulkus
Kornea Secara Optimal. Semarang: PERDAMI Jawa Tengah, 2001.
3. Ilyas S. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi). Jakarta: Balai penerbit
FK UI. 1997
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia.2002. Ulkus Kornea
dalam : Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran, edisi ke2. Penerbit Sagung Seto Jakarta.
5. PERDAMI, Panduan Menejemen Klinis PERDAMI, Jakarta : PP
PERDAMI. 2006