75978036 semen glass ionomer
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II
Topik : Semen Glass Ionomer
Grup : II-3
Tgl. Praktikum : Selasa, 6 November 2011
Pembimbing : Asti Meizarini, drg., MS
Penyusun:
No. Nama NIM
1. Febtrias Mandrabuti Prasetio 021011084
2. Ayesha Apriliana 021011085
3. Firman Fath Rachmadhan 021011086
4. Raisa 021011089
5. Ismardiyanti Windiaputri P. 021011090
6. Fitransyah Indradi 021011091
DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2011
1. ALAT dan BAHAN :
1.1 Alat :
a. Pengaduk plastic
b. Paper pad
c. Celluloid strip
d. Plat kaca
e. Cetakan plastic ukuran diameter 5 mm, tebal 2 mm
f. Plastic filling instrument
g. Sonde
h. Kuas
Gambar 2.1 (a) Spatula plastik; (b) Kuas; (c) Sonde; (d) Plastic filling instrument; (e) Plast kaca; (f)
Cetakan; (g) paper pad; (h) satu set materrial glass ionomer
1.2 Bahan :
a. Bubuk dan cairan glass ionomer tipe II
b. Vaselin
2. CARA KERJA :
a. Permukaan cetakan dan celluloid strip diulas vaselin, kemudian cetakan diletakkan di
atas celluloid strip yang telah diletakkan di atas plat kaca.
b. Mengambil bubuk 1 sendok takar, letakkan diatas paper pad
c. Cairan diteteskan sebanyak 1 tetes di atas paper pad.
d. Waktu awal pencampuran dicatat. Bubuk dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama
dicampur dengan cairan selam 5 detik, kemudian ditambahkan bubuk bagian ke dua
dan diaduk kurang lebih selama 15 detik sampai homogen. Total waktu pencampuran
20 detik.
e. Adonan dimasukkan ke dalam cetakan dengan menggunakan plastic filling instrument
kemudian permukaan diratakan. Permukaan adonan ditutup dengan celluloid strip.
Waktu pengerjaan selam 1.5 menit
f. Selanjutnya celluloid strip dilepas, permukaan GIC ditusuk sonde untuk memeriksa
kekerasan dengan interval waktu tiap 5 detik sampai tidak berbekas.
g. Setelah mengeras sampel dilepas dari cetakan.
h. Setting time dicatatat yang dihitung dari awal pencampuran hingga semen mengeras.
3. HASIL :
Tabel perbandingan setting time Multi Gix dan GoldLabel
No. RasioSetting Time
MultiGix GoldLabel
1 1 : 1 6 menit 15 detik 4 menit 23 detik
2 1 : 1,25 5 menit 6 detik 6 menit 2 detik
3 1 : 0,75 6 menit 25 detik 2 menit 15 detik
4. ANALISIS PERCOBAAN
Pada praktikum kali ini dilakukan manipulasi semen glass ionomer dengan dua merek
dan tanggal kadaluwarsa yang berbeda dan diberi tiga perlakuan dengan rasio w/p yang
bervariasi. Kedua merek semen glass ionomer yaitu Multi Gix dan Gold Label, memiliki
tanggal kadaluarsa yang berbeda, yaitu 12-2008 dan 09-2011. Proses manipulasi untuk
menghitung setting time dilakukan mulai dari proses pencampuran bubuk dan cairan
(mixing time) selama 30-60 detik, dilanjutkan dengan working time, dan setting time.
Rasio w/p yang digunakan pada percobaan adalah 1:1, 1: 5/4, dan 1: ¾. Penghitungan
setting time dimulai dari proses bercampurnya bubuk dan cairan, kemudian dilanjutkan
dengan pengadukan selama 30 sampai 60 detik menggunakan spatula plastik, lalu waktu
pengerjaan dengan memasukkan adonan ke dalam cetakan, meratakan permukaan, dan
menutup dengan celluloid strip selama 1,5 menit. Kemudian setting time diukur dengan
cara menggoreskan sonde pada permukaan semen untuk memeriksa kekerasan permukaan
semen dengan interval waktu 5 detik sampai tidak berbekas.
5. PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan oleh keenam mahasiswa dalam satu kelompok. Jadi
setiap mahasiswa dapat melakukan satu percobaan yang merek dan rasio w/p nya berbeda
satu sama lain. Percobaan pertama pada merek Multi Gix dengan rasio w/p 1:1 pengadukan
dilakukan selama 45 detik, dihasilkan setting time selama 6.15 menit dan Gold Label lebih
cepat yaitu 4.23 menit. Pada merek Multi Gix dengan rasio ini mencapai konsistensi yang
sedikit kental, hal ini dipengaruhi oleh proses pengambilan bubuk menggunakan sendok yang
ditekan sehingga bubuk yang terambil menjadi lebih banyak. Saat proses pengadukan
dirasakan berat sehingga menghasilkan setting time yang lama. Pada merek kedua, rasio w/p
sama dengan merek pertama namun pengadukan masih dirasakan keringanan karena proses
pengambilan bubuk dan cairan tepat.
Percobaan kedua dengan rasio w/p 1: 5/4 didapatkan hasil setting time menit ke- 5.06
pada merek pertama, sedangkan merek kedua lebih lama yaitu menit ke 6.02. Proses
pengadukan pada kedua merek sama-sama dirasakan sangat berat karena konsistensi semen
yang dipakai kental, sehingga pada proses pencampuran memerlukan waktu yang lebih lama
sekitar 45 detik pada kedua percobaan. Hasil percobaan pada rasio yang sama dengan merek
berbeda ternyata memiliki selisih setting time selama 1 menit. Hal ini dikarenakan oleh dua
mahasiswa yang berbeda mulai dalam penakaran rasio w/p semen, pencampuran, pengadukan
bahkan cara menggores menggunakan sonde untuk mengecek kekerasan semen yang
dihasilkan.
Pada percobaan terakhir dengan rasio w/p 1: ¾ didapatkan hasil setting time merek
pertama menit ke 6.25 dan 2.15 pada merek kedua. Konsistensi lebih encer dari kedua
percobaan awal, sehingga pencampuran yang dilakukan mudah dan ringan. Namun pada
hasilnya didapatkan setting time yang berbeda jauh hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh
merek dan tanggal kadaluwarsa dari kedua merek semen. Pada merek pertama memiliki
tanggal kadaluwarsa yang lebih jauh dari waktu saat ini sehingga kemungkinan mengalami
perubahan kondisi pada bubuk dan cairan. Kelembapan bubuk yang meningkat dapat terjadi
sehingga ketika proses pencampuran lebih terasa ringan dan konsistensinya rendah karena
mengikat air.
Pada keenam percobaan ini, terjadi perbedaan mulai dari lamanya proses
pencampuran, teknik dan waktu pengadukan, dan setting time yang dihasilkan pada kedua
merek yang dikarenakan oleh perbedaan masing-masing perlakuan mahasiswa. Kesalahan
yang sering terjadi adalah ketika menakar bubuk semen dan cairan, cara pengadukan yang
kurang sesuai, salahnya pemberian vaselin pada permukaan kavitas dan cara menggores
menggunakan sonde.
Manipulasi
Untuk mencapai restorasi yang tahan lama dan prostesis yang tetap kuat, kondisi-
kondisi untuk GIC berikut harus dipenuhi: (1) permukaan gigi yang disiapkan harus bersih
dan kering, (2) konsistensi campuran semen harus memungkinkan untuk dapat melapisi
seluruh permukaan yang bergelombang dan dudukan prostesis, (3) semen yang berlebih harus
dikeluarkan pada waktu yang tepat, (4) permukaan harus selesai tanpa pengeringan yang
berlebihan, dan (5) perlindungan permukaan restorasi harus dipastikan untuk mencegah retak
atau disolusi. Kondisi-kondisi ini serupa untuk aplikasi luting, tetapi tidak dibutuhkan
finishing permukaan (Anusavice 11th ed, 2009. Pp.476).
Semen Glass Ionomer merupakan sistem bubuk-cairan yang dikemas di dalam botol
atau kapsul. Botol bubuk harus disentak dengan lembut sebelum pengeluaran. Bubuk dan
cairan dikeluarkan pada paper pad atau glass slab. Bubuk dibagi menjadi dua bagian yang
sama. Bagian pertama dari bubuk dicampur dengan spatula kaku ke dalam cairan sebelum
bagian berikutnya ditambahkan. Waktu pencampuran antara 30 hingga 60 detik, tergantung
pada produk. Semen digunakan segera karena working time setelah pencampuran sekitar 2
menit pada 22oC. Pendinginan mixing slab memperlambat setting reaction dan memberikan
tambahan working time. Semen tidak boleh digunakan dalam bentuk ”kulit” pada permukaan
atau ketika konsistensi terasa menjadi lebih tebal. Hindari kontak dengan air selama aplikasi;
ruangan harus diisolasi sepenuhnya. Semen set di dalam mulut sekitar 7 menit dari awal
pencampuran (Powers, 2008. P 145)
P/L Ratio
P/L ratio yang direkomendasikan oleh produsen untuk GIC harus diikuti. Papper pad
cukup untuk melakukan pencampuran. Glass slab yang dingin dan kering dapat digunakan
untuk memperlambat reaksi dan memperpanjang working time. Slab tidak boleh digunakan
jika suhunya dibawah dew point. Bubuk dan cairan tidak boleh dikeluarkan ke slab sebelum
prosedur pencampuran dimulai. Kontak yang terlalu lama dengan atmosfer dapat mengubah
rasio asam/air pada cairan. Untuk aplikasi restoratif, bubuk harus dimasukkan dengan cepat
ke dalam cairan menggunakan spatula yang kaku dan spatula logam atau plastik untuk
aplikasi luting. Mixing time tidak boleh melebihi 45 hingga 60 detik, tergantung pada produk
masing-masing.. campuran harus memiliki penampilang yang mengilap, yang menunjukkan
bahwa tidak adanya polyacid yang bereaksi di permukaan. Sisa asam di permukaan sangat
berpengaruh pada kekuatan ikat gigi. Penampilan yang kusam menunjukkan bahwa adanya
asam bebas yang tidak adekuat untuk perlekatan (Anusavice, 2009. Pp.477).
Penggunaan sebagai fissure sealant
Saran lain dari penggunaan glass ionomer adalah sebagai fissure sealant. Material dicampur
untuk sebuah cairan yang konsistensinya lebih cair agar dapat mengalir ke kedalaman dari pit dan
fissure pada gigi posterior. Awalnya semen ditemukan cocok sebagai fissure sealant jika fissure
lebarnya kurang dari 100 m. Besarnya partikel glass dari semen dapat mencegah penetrasi yang
adequate dari pola fissure dan itu perlu untuk pertimbangan pembesaran dari fissure dengan bur.
Luting cements mempunyai banyak partikel-partikel glass yang lebih kecil, yang mungkin pilihan
yang mudah dimengerti untuk aplikasi ini. Pembelajaran menunjukkan bahwa sementara retensi dari
glass ionomer fissure sealant umumnya tidak menjadi pembanding yang baik dengan tipe resin,
mereka merupakan efek penghambat yang signifikan. Hal ini dikaitkan dengan adanya fluoride
dengan semen dan dapat mengubah komposisi dari enamel yang dating dalam kontak. (Mc Cabe,
2008, p254-255)
Setting Time
Working time seharusnya selama 30-60 detik dari awal bubuk dan campuran mulai dicampur,
tergantung dari produknya. Semen harus digunakan sesegera mungkin karena working time setelah
dicampur selama 2 menit pada suhu 22C. Pendinginan dari lempeng pencampuran dapat
memperlambat setting reaction dan menyebabkan penambahan waktu dari working time. Semen
seharusnya tidak digunakan pada permukaan berbentuk “kulit” ketika konsistensinya tampak lebih
tipis. Selama aplikasi, kontak dengan air sebaiknya dihindari. Semen akan setting dalam mulut sekitar
7 menit dari proses pencampuran dimulai. (Powers, 2008, 145)
Komposisi
Semen glass ionomer terbentuk ketika bubuk kaca bercampur dengan cairan polyacrilyc
acid yang encer. Semen glass ionomer menjadi sangat terkenal karena sifat fisik dan mekanik
dan performa klinisnya. Terdapat banyak produk di pasaran. Glas ionomer semen yang
pertama kali set melalui reaksi asam-basa seperti sebagian besar semen kedokteran gigi
lainnya. Kita menamakannya semen A/B (asam-basa). “Resin modifikasi” atau produk “resin
yang memperkuat” telah menjadi lebih terkenal. Mereka set melalui dua reaksi: asam-basa
dan tambahan polimerisasi (Gladwin, 2009, p.97).
Produk dan penggunaan
1. Material Luting
Semen glass ionomer adalah salah satu material yang paling terkenal sebagai luting.
Kedua A/B dan resin-resin menghasilkan adanya kekuatan. Glass ionomer esin
modifikasi telah disebut sebagai pilihan material tentang all-metal dan mahkota
logam-keramik. Produk glass ionomer ini lebih kuat dan keras daripada produk yang
set melalui reaksi asam asam-basa saja (Gladwin, 2009, p 97).
Aktivasi cahaya, material semen glass ionomer memperkuat resin sebagai luting
nampak di pasaran akhir-akhir ini, tetapi masalahnya terletak pada catatan
penggunaan yang segera. Mereka berniat untuk digunakan pada mahkota keramik
yang translusen. Sayang sekali, semen glass ionomer sebagai luting dengan aktivasi
light-cured menyerap air di mulut dan terlalu sering berkembang. Ini dikarenakan
jumlah fraktur pada mahkota yang tidak dapat diterima setelah beberapa minggu atau
bulan penggunaan. Produk ini umumnya tidak lama dipasarkan (Gladwin, 2009,
p.98).s
2. Material Restorasi
Material restorasi glass ionomer memiliki setting reaksi yang sama dengan luting
tetapi materinya lebih tebal, lebih kuat dengan ketebalan lapisan yang lebih tinggi
(Gladwin, 2009, p.98).
3. Materials sebagai basis / liner
Jumlah material A/B pada basis dan lining telah dikembangkan. Dengan pengenalan
semen glass ionomer aktivasi cahaya, resin yang diperkuat dengan glass ionomer
liners, bagaimanapun penggunaan produk A/B sangat dikurangi. Aktivasi cahaya
cukup kuat untuk dipakai sebagai basis yang cukup terkenal. Sewaktu-waktu, dokter
gigi akan menggunakan material restorasi glass ionomer untuk tumpatan sementara
atau basis yang besar (Gladwin, 2009, p.98).
Penanganan Sifat yang Khas
Efek komposisi dari kaca pada proses setting sangat dilafalkan dan sangat penting dalam
menentukan hal yang dapat diterima pada penanganan akhir sifat khas semen. Rasio Al:Si
pada semen glass-ionomer lebih tinggi daripada semen silikat, karena polyacrylic acid dan
sejenisnya lebih lemah daripada asam fosfor. Satu efek ini meningkatkan rasio yang
mengurangi waktu kerja (van Noort, 2008, p.132).
Bagaimanapun, semen glass-ionomer sebelumnya cenderung memperpanjang waktu
kerja dan waktu setting. Hal ini tentunya merupakan masalah yang serius dengan formulasi
awal pada semen ini sampai mengatasi inclusion pada konsentrasi asam tartar yang optimal.
Asam tartar dipercaya memiliki fungsi ganda. Pertama, bereaksi cepat dengan ion kalsium
tartrat, yang memiliki efek memperpanjang waktu kerja. Ini diikuti oleh peningkatan tingkat
formasi persilangan aluminium poliakrilat yang meningkatkan kecepatan setting (van Noort,
2008, p. 132).
Oleh manipulasi pada komposisi kaca dan ukuran partikel, dan penggabungan asam
tartar, sifat penanganan menjadi lebih meningkat selama beberapa tahun, dan sekarang jauh
unggul dari produk komersial pertama yang berlaku.
Estetika
Persyaratan utama material restorasi yang berniat digunakan pada gigi anterior adalah
harus berpadu baik dengan jaringan gigi di sekitarnya, supaya hampir tidak dapat dibedakan.
Faktor-faktor yang mengatur ini adalah warna dan translusensi pada material restorasi (van
Noort, 2008,p.133).
Pada semen glass-ionomer warnanya dihasilkan dari kacanya. Ini dapat dikontrol oleh
penambahan pigmen warna seperti Ferri oksida atau karbon hitam (van Noort, 2008, p.133).
Mengingat warna tidak menjadi masalah utama, translusensi dari semen glass-ionomer
sangat tidak cupuk pada material awal, menjadi dapat dibandingan antara dentin dan enamel.
Kekurangan translusensi semen glass-ionomer ini berarti bahwa penampilan estetik semen
glass-ionomer selalu dipertimbangkan lebih rendah dari resin komposit. Semen terlihat pudar
dan kurang hidup, dan ini terbatas dalam aplikasinya dengan material filling untuk perlakuan
lesi erosi dan kavitas kelas III yang non kritis (van Noort, 2008, p.133).
Translusensi (sifat tembus cahaya) pada material restorasi dapat disebut dan diukur oleh
berdasarkan kebalikan opacity. Opacity (sifat tak tembus cahaya) dipengaruhi oleh
penyerapan air, menyebabkan pengurangan opacity. Oleh karena itu, secara klinis restorasi
menjadi gelap ketika kontak dengan saliva (van Noort, 2008, p.134.
Melepas Fluor
Kenyataan bahwa semen kedokteran gigi larut dalam lingkungan mulut biasanya
dianggap sebagai efek samping, karena menyebabkan degradasi bahan. Bagaimanapun,
florida juga terlepas, dan dipercaya dengan mantab meningkatkan ketahanan terhadap karies
pada batas enamel ke tumpatan (van Noort, 2008, p. 135)
Hal ini menyajikan dilema yang menarik pada dokter gigi dalam menentukan pilihan
antara semen glass-ionomer atau komposit, yang dengan bentuk yang lebih lemah tetapi
memberikan beberapa perlindungan pada jaringan di sekitarnya, dan akhirnya lebih stabil dan
lebih kuat tetapi tidak memberikan perlindungan (van Noort, 2008, p.135).
Dispensing, Mixing dan Insertion
Untuk sistem bubuk-cairan, memiliki perhatian yang besar untuk memastikan jumlah
yang benar pada bubuk yang bercampur dengan cairan. Ini penting bahwa aturan pabrik
diikuti dengan hati-hati (van Noort, 2008, p.138).
Mengetok botol lebih dahulu akan memastikan bahwa bubuk tidak memadat. Setiap
kelebihan bubuk hendaknya dikerok dengan spatula dan tidak melawan sisi botol. Bubuk
harus dispatulasi dengan cepat ke dalam cairan tidak lebih dari dua tahap. Pencampuran
maksimal adalah 20 detik. Gabungan bubuk dalam jumlah yang besar pada awalnya
seharusnya dicegah, karena akan memberikan campuran tebal meskipun bubuk: cairan akan
terlalu rendah (van Noort, 2008, p.138).
Sifat
Ketebalan
Ketebalan semen glass ionomer kurang lebih sama dengan semen zinc fosfat dan
cocok untuk sementasi. (JM Powers, 2002, p. 615)
Kekuatan
Kekuatan kompresif 24 jam semen glass ionomer berkisar antara 90 hingga 230
MPA, hal ini lebih besar daripada semen zinc fosfat. Tidak seperti semen zinc poliakrilat,
semen glass ionomer mengalami kegagalan yaitu mengalami kerapuhan dalam tes kompresi
diameter. Rigidity (Kekerasan atau kekakuan) semen glass ionomer ditingkatkan oleh
partikel kaca dan sifat ionik ikatan antara rantai polimer. Kekuatan kompresi semen glass
ionomer meningkat antara 24 jam hingga 1 tahun. Semen glass ionomer diformulasi sebagai
bahan pengisi mengalami peningkatan 160-280 MPa selama periode ini. Kekuatan semen
glass ionomer akan meningkat lebih cepat apabila semen diisolasi dari kelembapan (basah)
selama proses restorasi. (JM Powers, 2002, p. 615)
Kekuatan ikatan
Semen glass ionomer yang berikatan dengan dentin memiliki nilai-nilai kekuatan
untuk saling mengikatantara1 sampai 3 MPa. Kekuatan ikatan semen glass ionomer tidak
terlalu kuat, mungkin karena sensitivitas semen glass ionomer pada kelembapan selama
proses setting. Kekuatan ikatan ditingkatkan dengan memperlakukan dentin dengan
kondisioner asam diikuti oleh sebuah aplikasi dari larutan berair encer FeC1. Semen glass
ionomer berikatan dengan baik dengan enamel, stainless steel, tin oxide-plated platinum dan
gold alloy. (JM Powers, 2002, p. 615)
Kelarutan
Nilai kelautan pada semen glass ionomer yang diukur dalam air menunjukkan jauh
lebih tinggi daripada yang diukur pada semen lainnya. ANSVADA Specification No. 96
menentukan laju erosi asam maksimum sebesar 0.0 j mm/hr. Spesifikasi ini juga mengatur
batas-batas kandungan larutan arsenik dan kandungan timbal. (JM Powers, 2002, p. 616)
Sifat-sifat biological
Semen luting glass ionomer dapat menyebabkan hipersensitivitas luting
berkepanjangan, bervariasi dari ringan sampai parah. Isolasi yang baik muncul ketika semen
glass ionomer digunakan. Penggunaan bubuk yang tepat / rasio cair dan penerapan basis
kalsium hidroksida di area terdekat dengan pulpa direkomendasikan. (JM Powers, 2002, p.
616).
Surface Treatment
Salah satu sifat yang paling penting dari bahan GIC adalah kemampuan mereka untuk
memperkuat pelekatan antara enamel dan dentin, meskipun mekanisme dari perikatan yang
tepat masih belum jelas. Salah satu teori mengutarakan bahwa ikatan ini terjadi karena ikatan
dari molekul polyacid chelate dengan kalsium di permukaan gigi. Mekanisme ini berasal dari
pembentukan garam kalsium poli-alkenoat pada antar permukaan akan melibatkan reaksi
yang serupa dengan yang terjadi selama setting time semen. Secara signifikan, kekuatan
ikatan yang lebih besar akan dicapai oleh enamel bila dibandingkan oleh dentin, ini
menunjukkan bahwa yang terlibat dalam pembentukan ikatan adalah kalsium substansi gigi.
Teori lain mengutarakan bahwa lapisan luar yang apatit pada permukaan gigi menjadi
terlarut dengan adanya asam. Sebagai apatit maka lapisan ini mudah larut sementara itu
semen mulai mengatur peningkatan pH. Hal ini dapat menyebabkan pengendapan dari
campuran kompleks kalsium fosfat (dari apatit) dan kalsium garam polyacid tersebut ke
permukaan gigi. Jadi rantai polyacid akan terikat dengan lapisan yang telah mengendap pada
permukaan gigi. Mekanisme ini dapat terjadi pada enamel atau permukaan dentin sehingga
dengan demikian bisa juga didukung oleh kekuatan perlekatannya. Dalam kasus dentin ada
juga suatu kemungkinan terjadinya beberapa ikatan antara gugus asam karboksilat dari semen
dan kelompok reaktif dalam kolagen, baik oleh ikatan hidrogen atau ion logam. (Mc Cabe,
p.249-250)
Berbagai surface treatments telah digunakan dalam upaya untuk meningkatkan
kekuatan dan keandalan dari ikatan antara semen ionomer kaca dan dentin. Salah satu fitur
yang dapat dibuat pada dentin adalah adanya smear-layer. Namun banyak surface treatments
menyarankan untuk menghapus atau melarutkan smear-layer untuk memberikan perikatan
dengan dentin yang lebih baik. biasanya digunakan larutan asam sitrat untuk 'membersihkan
rongga', dan secara otomatis akan merusak smear-layer yang ada. Penggunaan asam sitrat
tidak menghasilkan suatu perbaikan perlekatan, mungkin karena fakta kekuatan bahwa
permukaan dentin sebagian mengalami demineralisasi dan kurangnya kalsium yang
diperlukan untuk pembentukan ikatan. Surface treatment yang dianjurkan yaitu dengan
larutan asam poliakrilat untuk meningkatkan efektivitas kekuatan ikatan. Upaya lain untuk
meningkatkan kekuatan ikatan dengan dentin yaitu dengan meningkatkan kandungan mineral
pada permukaan dentin dengan pemberian calcium-phospate solutions atau calcium-sulphate
solutions yang akan mengkristal untuk memberikan lapisan permukaan yang lebih reaktif
terhadap polyacids. (Mc Cabe, p.249-250)
Dentine Surface Treatment
GIC sering digunakan pada bagian non-undercut, penempatan ini didasarkan pada
karakteristik perekatan mereka untuk memastikan retensi yang ada. Permukaan dentin yang
mengilap maupun dentin dekat permukaan enamel yang terkontaminasi dengan saliva tidak
akan membentuk ikatan. Transient-wetting dengan saliva selama preparasi kavitas akan
menghambat pembentukan ikatan yang baik. Sehingga permukaan harus disiapkan dengan
menghilangkan atau mengendapkan protein saliva . Berbagai bahan telah digunakan,
termasuk asam sitrat. Bahan paling efektif tampaknya adalah 10-15% asam poliakrilik,
penerapannya pada permukaan gigi selama 30 detik kemudian dicuci dan gigi dikeringkan
namun tidak secara maksimal untuk membentuk permukaan ikatan reseptif. (Mc Cabe. p.253)
6. KESIMPULAN1. Rasio w/p dalam manipulasi semen glass ionomer di dasarkan pada tujuan
penggunaannya
2. Konsistensi semen glass ionomer yang kental cepat setting daripada konsistensi encer
3. Konsistensi glass ionomer yang rendah lebih rapuh
7. DAFTAR PUSTAKAAnnusavice, Kenneth J 2003, Phillip’s Science of Dental Materials 11th Edition.
Saunders Company, Pennsylvania.
Craig, Robert G., Powers, John M., Wataha, John C., 2004, Dental Materials Properties
and Manipulation 9th Edition. Mosby Elsevier, Missouri.
McCabe, John F., Walls, Angus W., 2008, Applied Dental Materials 9th Edition.
Blackwell Publishing, Oxford.
Gladwin, Marcia A, Bagby, Michael D., 2009, Clinical Aspects of Dental Materials 3rd
Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
Van Noort, Richard. 2007. Introduction to Dental Materials 3rd Ed. China: Mosby,
Elsevier.
Anusavice, KJ, PhD, DMD. Phillips Science of Dental Materials 11th edition. 2009. India:
Elsevier, Inc.
Powers, JM., Wataha, JC. Dental Materials: Properties and Manipulation 9th edition.
2008. Missouri: Mosby.”
Mc Cabe. applied dental material 9th edition. p.249-250