87823735 maldesensus testis

Upload: eddie-wang

Post on 18-Jul-2015

223 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

MALDESENSUS TESTIS (KRIPTORKISMUS)Ahmad Barrun Nidhom Fakultas Kedokteran Universitas Jember

SkenarioSeorang ibu mempunyai seorang anak laki laki yang sekarang usianya 13 bulan. Pada waktu lahir, buah zakar yang sebelah kiri belum turun, sedangkan yang sebelah kanan normal. Hasil USG tidak terlihat buah zakar dalam saluran. Dokter kemudian menyarankan untuk dilakukan MRI, dengan asumsi kemungkinan buah zakar ada di dalam perut.

PendahuluanKriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan orchis (latin) yang berarti testis. Nama lain dari kriptorkismus adalah undescended testis, tetapi harus dijelaskan lanjut apakah yang di maksud kriptorkismus murni, testis ektopik, atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus murni adalah suatu keadaan dimana setelah usia satu tahun, satu atau dua testis tidak berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur penurunan testis yang normal. Sedang bila diluar jalur normal disebut testis ektopik, dan yang terletak di jalur normal tetapi tidak di dalam skrotum dan dapat didorong masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan disebut pseudokriptorkismus atau testis retraktil.

Pada masa janin, testis berada di rongga abdomen dan beberapa saat sebelum bayi dilahirkan, testis mengalami desensus testikulorum atau turun ke dalam kantung skrotum. Diduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke dalam skroutm, antara lain: 1) Adanya tarikan dari gubernakulum testis dan refleks dari otot kremaster, 2) Perbedaan pertumbuhan gubernakulum dengan pertumbuhan badan, dan 3) Dorongan dari tekanan intraabdominal Oleh karena sesuatu hal, proses desensus testikulorum tidak berjalan dengan baik sehingga testis tidak berada di dalam kantong skrotum (maldesensus). Dalam hali ini mungkin testis tidak mampu mencapai skrotum tetapi masih berada pada jalurnya yang normal, keadaan ini disebut kriptorkismus, atau pada proses desensus, testis tersesat (keluar) dari jalurnya yang normal, keadaan ini disebut sebagai testis ektopik. Testis yang belum turun ke kantong skrotum dan masih berada di jalurnya

mungkin terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen yaitu terletak diantara fossa renalis dan anulus inguinalis internus. Testis ektopik mungkin berada di perineal, di luar kanalis inguinalis yaitu diantara aponeurosis obligus eksternus dan jaringan subkutan, suprapubik, atau di regio femoral. Major, 1974 membagi kriptorkismus (dalam pengertian umum menjadi: 1. Retensio Testis (dystrophy of testicle), diklasifikasikan sesuai tempatnya: a. Abdominal testicle (retensi abdominal); b. Canalicular testicle (retensio canalicularis superior et inferior): testis benar-benar tidak teraba; c. Inguinal testicle (retensio inguinalis): testis teraba di depan anulus inguinalis eksternus; d. Testis reflexus (superficial inguinal ectopy): bentuk paling umum. Testis sebenarnya tidak melenceng dari alur normal.

Gubernakulum memandu testis menuju bagian bawah skrotum.

Testis hanya bertempat di anterior aponeurosis muskulus obliquus abdominis eksternus dan sesungguhnya ini bukan suatu testis ektopik.

2. The True Ectopic Testis Di sini testis melewati canalis inguinalis tetapi kemudian menempati daerah perineum, suprapubic dorsal pangkal penis, bawah kulit pangkal femur sisi medial. 3. The Floating Testicle Pada anak-anak kontraksi muskulus kremaster dapat mengangkat testis dari posisi normal menuju kanalsi inguinalis. Refleks ini dipicu oleh rangsang dingin atau sentuhan. Jangan keliru menganggap posisi ini dengan retensi testis. Tipe ini dibagi menjadi: a. The Sliding Testicle (Upper Retractile Type) Testis dapa teraba dengan baik dari midskrotum ke atas sampai di depan aponeurosis muskulus obliquus abdominis eksternus diatas anulu inguinalis eksternus. b. The Pendulant Testicle (Lower Retractile Type) Testis bergerak bolak-balik antar bagian terbawah skrotum dan anulus inguinalis eksternus

EtiologiPenyebab pasti kriptorkismus belum jelas. Beberapa hal yang berhubungan adalah: a) Abnormalitas gubernalkulum testis

Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah berada di kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi (Backhouse, 1966) Bila struktur ini tidak terbentuk atau terbentuk abnormal akan menyebabkan maldesensus testis. b) Defek intrinsik testis Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat testis tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin. Teori ini merupakan penjelasan terbaik pada kasus kriptorkismus unilateral. Juga untuk menerangkan mengapa pada pasien dengan kriptorkismus bilateral menjadi steril ketika diberikan terapi definitif pada umur yang optimum. Banyak kasus kriptorkismus yang secara histologis normal saat lahir, tetapi testisnya menjadi atrofi / disgenesis pada akhir usia 1 tahun dan jumlah sel germinalnya sangat berkurang pada akhir usia 2 tahun.

c) Defisiensi stimulasi hormonal / endokrin Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus

inkomplet. Hal ini memperjelas kasus kriptorkismus bilateral pada bayi prematur ketika perkembangan gonadotropin maternal tetap dalam kadar rendah sampai 2 minggu terakhir kehamilan. Tetapi teori ini sulit diterapkan pada kriptorkismus unilateral. Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak adequatnya HCG menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari imaturnya sel Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-testis. Dilaporkan suatu percobaan menunjukkan desensus testis tidak terjadi pada mamalia yang hipofisenya telah diangkat .

Rasfer et al (1986) memperlihatkan penurunan testis dimediasi oleh androgen yang diatur lebih tinggi oleh gonadotropin pituitary. Proses ini memicu kadar dihidrotestotsteron yang cukup tinggi, dengan hasil testis mempunyai akses yang bebas ke skrotum . Toppari & Kaleva menyebut defek dari aksis hipotalamuspituitary-gonadal akan mempengaruhi turunnya testis. Hormon utama yang

mengatur testis adalah LH dan FSH yang doproduksi oleh sel basofilik di pituitary anterior yang diatur oleh LHRH. FSH akan mempengaruhi mempengaruhi sel sertoli, epitel tubulus seminiferus. Kadar FSH naik pada kelainan testis.

Kriptorkismus yang disertai defisiensi gonadotropin dan adrenal hipoplasia kongenital mungkin berhubungan dengan sifat herediter. Corbus dan OConnor, Perreh dan ORourke melaporkan beberapa generasi kriptorkismus dalam satu keluarga2. Juga ada penelitian yang menunjukkan tak aktifnya hormon Insulin Like Factor 3 ( Insl3) sangat mempengaruhi desensus testis . Insl3 diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi gubernakulum. Faktor lain yang diduga berperan ialah berkurangnya stimulating substances yang diproduksi oleh nervus

genitofemoralis

Faktor ResikoKarena penyebab pasti kriptorkismus tidak jelas, maka kita hanya dapat mendeteksi faktor resikonya. Antara lain : a) BBLR (kurang 2500 mg) b) Ibu yang terpapar estrogen selama trimester pertama c) Kelahiran ganda (kembar 2, kembar 3) d) Lahir prematur (umur kehamilan kurang 37 minggu) e) Berat janin yang dibawah umur kehamilan. f) Mempunyai ayah atau saudara dengan riwayat UDT

Patofisiologi & PatogenesisSuhu di dalam rongga abdomen 10oC lebih tinggi daripada suhu di dalam skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhuh yang lebih tinggi daripada testis normal; hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal testis. Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel-sel germinal testis telah mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel-sel germinal yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis menjadi mengecil.

Karena sel-sel Leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak, maka potensi seksual tidak mengalami gangguan. Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah mudah terpluntir (torsio, mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi maligna.

DiagnosisAnamnesisDiagnosis UDT dapat dibuat oleh orangtua anak atau dokter pemeriksa pertama. Umumnya diawali orangtua membawa anak ke dokter dengan keluhan skrotum anaknya kecil. Dan bila disertai dengan hernia inguinalis akan dijumpai pembengkakan atau nyeri berulang pada skrotum. Anamnesis ditanyakan : 1. Pernahkah testis diperiksa, diraba sebelumnya di skrotum. 2. Ada tidaknya kelainan kongenital yang lain, seperti hipospadia, interseks,prunne belly syndroma, dan kelainan endokrin lain 3. Ada tidaknya riwayat UDT dalam keluarga Tanda kardinal UDT ialah tidak adanya satu atau dua testis dalam skrotum. Pasien dapat mengeluh nyeri testis karena trauma, misal testis terletak di atas simpisis ossis pubis. Pada dewasa keluhan UDT sering dihubungkan dengan infertilitas

Pemeriksaan Fisik1. Penentuan lokasi testis Beberapa posisi anak saat diperiksa : supine, squatting, sitting . Pemeriksaan testis harus dilakukan dengan tangan hangat. Pada posisi duduk dengan tungkai dilipat atau keadaan relaks pada posisi tidur. Kemudian testis diraba dari inguinal ke arah skrotum dengan cara milking. Bisa juga dengan satu tangan di skrotum sedangkan tangan yang lain memeriksa mulai dari daerah spina iliaka anterior superior menyusuri inguinal sampai kantong skrotum. Hal ini mencegah testis

retraksi karena pada anak refleks muskulus kremaster cukup aktif yang menyebabkan testis bergerak ke atas / retraktil sehingga menyulitkan penilaian. Penentuan posisi anatomis testis sangat penting sebelum terapi karena berhubungan dengan keberhasilan terapi. Testis retraksi tidak perlu terapi. Testis yang retraktil sudah turun saat lahir, tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan di dalam skrotum kecuali anak relaks.

2. Penentuan apakah testis palpabel

1. Testis teraba Bila testis palpable beberapa kemungkinan antara lain : (1) testis retraktil (2) UDT (3) Testis ektopik (4). Ascending Testis Syndroma . Ascending Testis

Syndroma ialah testis dalam skrotum /retraktil, tetapi menjadi lebih tinggi karena pendeknya funikulus spermatikus. Biasanya baru diketahui pada usia 8 -10 tahun. Bila testis teraba maka tentukan posisi, ukuran, dan konsistensi. Bandingkan dengan testis kontralateralnya.

2. Bila impalpable testis Kemungkinannya ialah : (1) intrakanalikuler, (2) intraabdominal, (3) Atrofi testis , (4) Agenesis. Kadang di dalam skrotum terasa massa seperti testis atrofi. Jaringan ini biasanya gubernakulum atau epididimis dan vas deferens yang bisa bersamaan dengan testis intraabdominal. Impalpable testis biasanya disertai hernia inguinal. Pada bilateral impalpable testis sering berkaitan dengan anomali lain seperti interseksual, prone belly syndrome

Pemeriksaan PenunjangDilakukan bila testis impalpable atau meragukan beberapa modalitas penunjang diperlukan. 1. Ultrasonografi (USG). Merupakan modalitas pertama dalam menegakkan kriptorkismus. Alasan :

Sekitar 72% kriptorkismus terletak intrakanalikuler sehingga aksesibilitas USG cukup baik Non invasif Mudah didapat Praktis/mudah dijadwalkan Murah

Pada USG testis prepubertas mempunyai gambaran ekhogenitas derajat ringan sampai sedang, dan testis dewasa ekhogenitas derajat sedang. USG hanya efektif untuk mendeteksi testis di kanalis inguinalis ke superfisial, dan tidak dapat mendeteksi testis di intraabdominal 8 Di luar negeri keberhasilannya cukup tinggi (60-65%), sementara FKUI hanya 5,9%3. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman operator.

2. CT Scan Merupakan modalitas kedua setelah USG. CT Scan dapat mendeteksi testis intraabdominal. Akurasi CT Scan sama baiknya dengan USG pada testis letak inguinal. Sedang testis letak intraabdominal CT Scan lebih unggul ( CT Scan 96% vs USG 91%). False positif / negatif biasanya akibat pembesaran limfonodi. Dapat dibedakan dengan testis karena adanya lemak di sekeliling limfonodi.

3. MRI Dapat mendeteksi degenerasi maligna pada kriptorkismus. Kelemahannya loop usus dan limfonodi dapat menyerupai kriptorkismus

4. Angiografi Akurat tetapi invasif sehingga tidak disukai. Venografi Gadolium dengan MRI lebih akurat dibanding MRI tunggal

PenatalaksanaanTujuan dari penanganan UDT adalah :

1. Meningkatkan vertilitas 2. Mencegah torsio testis 3. Mengurangi resiko cidera khususnya bila testis terletak di tuberkulum pubik 4. Mengkoreksi kelainan lain yang menyertai, seperti hernia 5. Mencegah / deteksi awal dari keganasan testis 6. Membentuk body image

Terapi non BedahBerupa terapi hormonal. Terapi ini dipilih untuk UDT bilateral palpabel inguinal. Tidak diberikan pada UDT unilateral letak tinggi atau intraabdomen. Efek terapi berupa peningkatan rugositas skrotum, ukuran testis, vas deferens, memperbaiki suplay darah, dan diduga meningkatkan ukuran dan panjang vasa funikulus spermatikus, serta menimbulkan efek kontraksi otot polos gubernakulum untuk membantu turunnya testis. Dianjurkan sebelum anak usia 2 tahun , sebaiknya bulan 10 24. Di FKUI terapi setelah usia 9 bulan karena hampir tidak dapat lagi terjadi penurunan spontan. Hormon yang diberikan : a. HCG Hormon ini akan merangsang sel Leydig menproduksi testosteron. Dosis : Menurut Mosier (1984) : 1000 4000 IU, 3 kali seminggu selama 3 minggu. Garagorri (1982) : 500 -1500 IU, intramuskuler, 9 kali selang sehari. Ahli lain memberikan 3300 IU, 3 kali selang sehari untuk UDT unilateral dan 500 IU 20 kali dengan 3 kali seminggu. Injeksi HCH tidak boleh diberikan tiap hari untuk mencegah desensitisasi sel Leydig terhadap HCG yang akan

menyebabkan steroidogenic refractoriness. Hindari dosis tinggi karena menyebabkan efek refrakter testis terhadap HCG, udem interstisial testis, gangguan tubulus dan efek toksis testis. Kadar testosteron diperiksa pre dan post unjeksi, bila belum ada respon dapat diulang 6 bulan berikutnya. Kontraindikasi HCG ialah UDT dengan hernia, pasca operasi hernia, orchydopexy, dan testis ektopik. Miller (16) memberikan HCG pada pasien

sekaligus untuk membedakan antara UDT dan testis retraktil. Hasilnya 20% UDT dapat diturunkan sampai posisi normal, dan 58% retraktil testis dapat normal. b. LHRH Dosis 3 x 400 ug intranasal, selama 4 minggu. Akan menurunkan testis secara komplet sebesar 30 64 %. 1. c. HCG kombinasi LHRH Dosis : LHRH 3 x 400 ug, intranasal, 4 minggu . Dilanjutkan HCG intramuskuler 5 kali pemberian selang sehari. Usia kurang 2 tahun : 5 x 250 ug, 3 -5 tahun : 5 x 500 ug, di atas 5 tahun : 5 x 1000 ug. Respon terapi : penurunan testis 86,4%, dengan follow up 2 tahun kemudian keberhasilannya bertahan 70,6%. Evaluasi terapi. Berdasar waktu : akhir injeksi, 1 bulan, 3 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Berdasar posisi : respon komplet bila testis berada di skrotum, sedang respon inkomplet bila testis posisi inguinal rendah Efek samping bersifat reversibel. Ujud kelainan berupa bertambah ukuran testis, pembesaran penis, ereksi, meningkatnya rugositas skrotum, tumbuhnya rambut pubis hiperpigmentasi dan gangguan emosi.

Terapi BedahTujuan pembedahan adalah memobilisasi testis, adequatnya suplay vasa spermatika , fiksasi testis yang adequat ke skrotum, dan operasi kelainan yang menyertainya seperti hernia. Indikasi pembedahan : 1. Terapi hormonal gagal 2. Terjadi hernia yang potensial menimbulkan komplikasi 3. Dicurigai torsio testis 4. Lokasi intraabdominal atau di atas kanalis inguinalis. 5. Testis ektopik

Tahapan :satu tahap atau 2 tahap tergantung vasa spermatika apakah panjang atau pendek.

Tekinik operasi pada UDT : 1. Orchydopexy Standar Prinsip dari orchidopexy meliputi 3 tahap:

1. Funikulolisis Adalah pelepasan funikulus spermatikus dari musculus kremester dan memungkinkan dapat memperpanjang ukurannya. Vasa testicularis di bebaskan sejauh mungkin ke retroperitoneal dan dimobilisasi lebih ke medial yang akan meluruskan dan memperpanjang vasa. Terdapat kesulitan ketika memobilisasi vasa diatas vasa iliaca komunis Beberapa metode yang digunakan untuk menurunkan testis ke skrotum antara lain Ombredonne, Bevas, Torek, Cobot Nesbit, Longord, Gersung, Denis Browne. George Major menolak metode Mauclain (menurunkan testis ke kontralateral), juga tidak setuju UDT bilateral dikerjakan sekaligus dalam satu tahap oleh karena ancaman infeksi dari kesulitan fiksasi pada septum skrotum Funikulolisis dikerjakan melalui insisi inguinal tinggi dan testis diturunkan dengan bantuan tarikan tali (benang) transcrotal ke paha Bila pasien UDT disertai hernia inguinalis, kantung hernia kanan dibebaskan dari ligasi seproximal mungkin, kantong vaginalis propria pada testis dan epidedimis dipertahankan, karena serosa yang membungkus testis itu penting bagi spermatogenesis. Teknik funikulolisis menurut Beran (1903) memotong vasa testis bila vasa tersebut sangat pendek dan diharapkan vaskularisasi yang adequat dari vasa vas

defferens. Tetapi teknik ini kurang bagus dengan alasan maturasi normal memerlukan suplay vaskuler yang optimal. Teknik operasi orchydopexy standar Akses : Menurut Ombredonne lebih menguntungkan dengan insisi inguinal tinggi yang memungkinkan mobilisasi vaskuler retroperitoneal dan menempatkan testis pada skrotum.

Funikulolisis : setelah diseksi aponeurosis m. obliqus abdominis eksternus dan

membebaskan anulus inguinal eksternus dengan hati-hati untuk menghindari udema testis pisahkan (split) dinding kanalis sesuai arah seratnya sampai dengan anulus

inguinalis eksternus bebaskan funikulus spermatikus dan testis beserta tunikanya dari fascia dan

muskulus kremaster Pada kasus UDT dengan hernia, pemisahan tunika vaginalis funikulus

spermatikus secara hati-hati dengan menghindari cedera vasa dan ductus deferens, dimana hal ini akan memperpanjang rentang funikulus sisihkan m. Oliqus Abdominis Internus dan m. Transversus Abdominis

dengan retraktor ke kraniomedial diseksi funikulus spermatikus ke kranial sampai dengan lateral dari vasa

epigastrika inferior bila belum cukup panjang untuk memungkinkan testis ke skrotum tanpa

tegang, vasa epigastrika inferior dipotong, sehingga funikulus spermatikus dapat digeser lebih ke medial. Bila hal ini belum dapat panjang berarti funikulus spermatikusnya memang pendek sering kantong hernia kongenital atau prosesus vaginalis persisten

menghambat mobilisasi funikulus, maka lepaskan kantong secara hati-hati dan ligasi tinggi. Bila peritoneum terbuka jahit secara atraumatik

-

pembebasan diatas akan lebih mudah bila gubernakulum dipotong lebih dulu

kemudian dilanjut dengan pembebasan testis mobilisasi lanjut ke arah retroperitoneal dilakukan dengan memotong m.

obliqus abdominis internus dan m. transversus abdominis ke arah kranio lateral atau melepaskan ligamentum inguinalis kemudian vasa spermatika interna dapat dibebaskan secara retroperitoneal ke

kranial sampai melewati vasa iliaka setinggi promontorium vasa akan menyilang ureter. Hati-hati dalam

membebaskannya

2. Pemindahan testis ke dalam skrotum (transposisi) Bagian skrotum yang akan ditempati testis telah kosong dan menjadi lebih kecil dibanding ukuran normal. Regangkan dinding skrotum dengan diseksi jari-jari sehingga menciptakan suatu ruangan. Traksi ditempatkan pada gubernakulum Testis yang telah bebas dan funikulus spermatikusnya cukup panjang, ditempatkan pada skrotum, bukan ditarik ke skrotum.

3. Fiksasi testis dalam skrotum Adalah hal prinsip bahwa testis berada di skrotum bukan karena tarikan dan testis tetap berada di habitat barunya, sehingga menjadi kurang tepat bila keberadaan testis di skrotum itu karena tarikan dan fiksasi testis. Fiksasi testis tetap diperlukan. - Untuk mengikatnya tembuskan benang pada stumb ligamentum hunteri pada pole bawah testis dengan benang nonabsorpable dan meninggalkan ujung benang yang panjang - Perlebar skrotum dengan 2 jari, dengan bantuan jarum reverdin yang ditembuskan dari kulit skrotum sisi luar dan mengambil ujung benang panjang tadi dan keluarkan lagi jarum . - Fiksasi kedua ujung benang pada sisi medial paha - Teknik lain yang sering di pakai adalah tehnik ombredanne yang menempatkan testis pada skrotum kontralateral dan mengikatnya pada septum scroti.

2. Stephen Flower Orchidopexy Merupakan modifikasi orchidopexy standar. Ketika arteri testikulariss tak cukup panjang mencapai skrotum, arteri testikularis diligasi. Jadi testis hanya mengandalkan arteri vas deferens. 1. Orchydopexy bertahap 1. Bedah : Testis dibungkus dengan lembaran silastic dan difiksasi ke pubis pada tahap I. Setelah 6-8 bulan dilakukan tahap II berupa eksplorasi dan memasukkan testis ke skrotum 2. Laparoskopi : Menjepit arteri testikularis dengan laparoskopi dikerjakan pada tahap I intuk UDT tipe abdomen. Setelah 6-8 bulan dikerjakan Stephen Flower Orchydopexy. 2. Autotransplantasi Pembuluh darah testis dilakukan anastomosis pada vasa epigastrika inferior dengan teknik mikrovaskuler.

3. Protesis Testis Pemasangan implant testis silastik untuk knyamanan, kosmetik, dan psikis.

KomplikasiPraoperasi 1. Hernia Inguinalis Sekitar 90% penderita UDT mengalami hernia inguinalis lateralis ipsilateral yang disebabkan oleh kegagalan penutupnan processus vaginalis. . Hernia repair dikerjakan saat orchydopexy . Hernia inguinal yang menyertai UDT segera dioperasi untuk mencegah komplikasi 2. Torsio Testis

Kejadian torsio meningkat pada UDT, diduga dipengaruhi oleh dimensi testis yang bertambah sesuai volume testis. Juga dipengaruhi abnormalitas jaringan penyangga testis sehingga testis lebih mobil

3. Trauma testis T

Testis yang terletak di superfisial tuberkulum pubik sering terkena trauma

4. Keganasan

Insiden tumor testis pada populasi normal 1 : 100.000, dan pada UDT 1 : 2550. Testis yang mengalami UDT pada dekade 3-4 menpunyai kemungkinan keganasan 35-48 kali lebih besar . UDT intraabdominal 6 kali lebih besar terjadi keganasan dibanding letak intrakanalikuler. Jenis neoplasma pada umumnya ialah seminoma. Jenis ini jarang muncul sebelum usia 10 tahun. Karena alasan ini maka ada pendapat yang mengatakan UDT usia diatas 10 tahun lebih baik dilakukan orchydectomy dibandingkan orchydopexy(4). Menurut Gilbert & Hamilton sekitar 0,2 0,4 % testis ektopik menjadi ganas. Sedang testis dystopik angka keganasannya 8-15%. Campbell menyebut 0,23% untuk ektopik testis dan 11% untuk dystopik testis. Sementara UDT intrabdominal keganasan 5% dan inguinal 1,2%.

Infertilitas Penyebabnya ialah gangguan antara germ cell . Infertilitas UDT bilateral 90%, sedang UDT unilateral 50% (2). Lipschultz, 1976 menunjukkan adanya spermatogenesis yang abnormal post orchydopexy pada laki-laki umur 21-35 tahun UDT unilateral. Dan menduga bahwa ada abnormalitas bilateral testis pada UDT unilateral

Psikologis

Timbul perasaan rendah diri fisik atau seksual akibat body image yang muncul. Biasanya terjadi saat menginjak usia remaja (adoloscence) orang tua biasanya mencemaskan akan fertilitas anaknya.

Pasca Operasi 1. Infeksi Sangat jarang bila tindakan a/antiseptik baik, diseksi yang smooth

dan gentle akan meminimalkan terjadinya hematom

2. Atropi Testis Karena funikulolisis tak adequat, traksi testis berlebihan, atau torsio funikulus spermatikus saat tranposisi testis ke skrotum

PROGNOSIS Menurut Docimo 10 kesuksesan operasi UDT letak distal anulus inguinalis internus sebesar 92%, letak inguinal (89%), orchidopexy teknik mikrovaskuler (84%), orchidopexy abdominal standar (81%) staged Fowler-Stephens

orchidopexy (77%), Fowler-Stephens orchidopexy standar (67%) UDT biasanya turun spontan tanpa intervensi pada tahun pertama kehidupan. Resiko terjadinya keganasan lebih tinggi di banding testis normal. Fertilitas pada UDT bilateral: 50% punya anak, sedang UDT unilateral 80%.

Daftar Pustaka1. Baker LA, Docimo SG, Surer I, et al. A multi-institutional analysis of laparoscopic orchidopexy. BJU Int 2001;87:4849. 2. Barthold JS, Gonzalez R. The epidemiology of congenital cryptorchidism, testicular ascent and orchiopexy. J Urol 2003;170:2396401. 3. Cendron M, Huff DS, Keating MA, et al. Anatomical, morphological and volumetric analysis: a review of 759 cases of testicular maldescent. J Urol 1993;149:5703. 4. Cortes D. Cryptorchidismaspects of pathogenesis, histology and treatment.Scand J Urol Nephrol Suppl 1998;196:154. 5. Foresta C, Zuccarello D, Garolla A, Ferlin A. Role of hormones, genes, andenvironment in human cryptorchidism. Endocr Rev 2008;29:56080. 6. Wood HM, Elder JS. Cryptorchidism and testicular cancer: separating fact from fiction. J Urol 2009;181:45261.