88450931-pengjaran-autobiografi

49
PENGAJARAN AUTOBIOGRAFI Mengajar berbagai macam pelajaran tentang autobiografi selama 25 tahun yang lalu, saya sangat mengandalkan bentuk pendidikan mereka. Fokus terhadap autobiografi merupakan anjuran mendesak untuk siswa pra-sarjana yang memiliki sedikit ketertarikan terhadap aspek teknik dari analisis sastra, sementara itu pada saat yang sama membuka jalan untuk berbagai macam pertanyaan menarik tentang sejarah, filsafat, teoritis, sejarah-sastra bagi pembaca yang mahir, siswa jurusan, dan siswa sarjana. Saya meperkirakan pada latar belakang essay ini terdapat tiga model pengajaran autobiografi: yaitu pengajaran umum, membuat teks yang dapat dibaca untuk kelompok non- jurusan; pelajaran sejarah autobiografi; dan pengajaran priode autobiografi Victorian. Kedua model terakhir dapat dilaksanakan untuk semua level kesulitan (dengan kata

Upload: ricodwipermana

Post on 07-Nov-2015

229 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

bahasa

TRANSCRIPT

PENGAJARAN AUTOBIOGRAFI

Mengajar berbagai macam pelajaran tentang autobiografi selama 25 tahun yang lalu, saya sangat mengandalkan bentuk pendidikan mereka. Fokus terhadap autobiografi merupakan anjuran mendesak untuk siswa pra-sarjana yang memiliki sedikit ketertarikan terhadap aspek teknik dari analisis sastra, sementara itu pada saat yang sama membuka jalan untuk berbagai macam pertanyaan menarik tentang sejarah, filsafat, teoritis, sejarah-sastra bagi pembaca yang mahir, siswa jurusan, dan siswa sarjana. Saya meperkirakan pada latar belakang essay ini terdapat tiga model pengajaran autobiografi: yaitu pengajaran umum, membuat teks yang dapat dibaca untuk kelompok non-jurusan; pelajaran sejarah autobiografi; dan pengajaran priode autobiografi Victorian. Kedua model terakhir dapat dilaksanakan untuk semua level kesulitan (dengan kata lain cocok untuk siswa non-jurusan, jurusan dan siswa sarjana, mengacu pada level pengajaran dalam kelas). Contoh silabus akan diperlihatkan pada Lampiran A. Akan tetapi sebagian pengajaran yang mungkin dapat dilakukan lebih banyak daripada menggunakan tiga model di atas yang pernah diterapkan, sehingga studi autobiografi memerlukan perlakuan tematik. Misalnya beberapa kali saya mengorientasikan pengajaran seputar gender dan seksualitas; beberapa kali saya mengkonsentrasikan pada coming-of-age naratives, atau narasi coming into voice; kadang-kadang saya fokus pada the turning-point dan mempertimbangkan perubahan seperti konversi, dekonversi, penyakit serius, pernikahan, atau jalan keluar; kadang-kadang saya memperhatikan eksperimen modern dan pascamodern, khususnya perhatian mereka pada keragaman budaya, dwibahasa, dan keberagaman yang mereka alami. Namun, pada setiap kasus saya memberi perhatian untuk membentuk motif utama dari pelajaran. Essay ini utamanya menjelaskan kerangka konsep pada pelajaran yang akan diajarkan. Saya akan memberikan perhatian khusus membuat suatu pelajaran dan melaksanakannya, sehingga saya mengetahui bahwa individu pengajar akan memilih berbagai daftar bacaan berdasarkan ketertarikan mereka dan mengatahui bahwa masing-masing pelajaran akan memerlukan lebih banyak waktu untuk membahas bacaan. Jadi fokus saya ada pada bentuk yang tidak dapat dipahami; saya mengetahui bahwa sebagian besar waktu dalam kelas akan diluangkan untuk mempertimbangkan detail riwayat hidup pada silabus. Poin saya cukup sederhana bahwa bentuk dan bisa dan merupakan prinsip pengorganisasian, untuk beberapa pembahasan riwayat khusus yang selalu dapat terulangi. Pada lampiran B, saya akan menawarkan beberapa latihan menulis yang dapat dilakukan dengan sangat baik menurut pengalaman saya. Latihan tersebut pastinya bukan merupakan paper topics; oleh karena itu, tidak ditujukan untuk memandu analisis akademik tertutup beberapa bacaan khusus. Saya menilai dan mengajarkan bacaan tertutup, dan saya mencoba untuk membuat semua topik bacaan untuk bisa dipraktekkan. Saya selalu mengangkat topik-topik yang sangat khusus, sebagai upaya agar siswa fokus pada pengembangan konsep dan untuk mengarahkan mereka mereka dari bacaan internet dan model bacaan lama lainnya. Tetapi pada Lampiran B menawarkan lagi suatu latihan menulis untuk mempermudah pemahaman dengan sangat bijak. Selanjutnya latihan tersebut akan bermanfaat untuk beberapa kelas, apakah beberapa teks-teks ada pada silabus atau tidak. Latihan menulis tersebut utamanya ditujukan untuk digunakan pada kelas pra-sarjana. Tetapi saya melihatnya bahkan bermanfaat pada pelajaran sarjana.Form MattersForm matters. Aksioma ini mengatakan bahwa penentuan bentuk tidak memerlukan dan tidak akan dianggap sebagai formalisme belaka atau hampa. Ada sebuah tantangan bagi semua guru sastra - ketika formalisme diabaikan - untuk mendemonstrasikan bahwa penentuan bentuk bukan merupakan lawan dari, tetapi merupakan bagian integral dari beberapa prttimbangan isu-isu sosial, budaya dan sejarah. Bentuk bermaterikan semuanya karena bentuk susastra memiliki kegunaan secara materi dan makna sejarah. Di sini merupakan tempat untuk membahas debat panjang tentang hubungan bentuk dengan isi atau bentuk dengan materi, walaupun saya ingin menyatakan bahwa aksioma form matters membantu untuk menggerakkan makna isi mengacu pada dan dipisahkan dari bentuk. Saya harus mencatat bahwa saya secara diam-diam membedakan antara autobiografi dan bentuk tulisan orang pertama lainnya seperti puisi, diari dan catatan harian, essay dan surat walaupun dapat juga bermanfaat bagi dunia pendidikan untuk menanyakan perbedaan tersebut, sehingga saya dapat mengajarkan secara tetap pada kelas saya. Namun demi tujuan essay ini, istilah autobiografi merupakan gambaran riwayat kehidupan seseorang yang ditulis oleh orang tersebut. Terdapat beberapa cara untuk membuat bentuk autobiografi. Saya mulai dengan memperkenalkan gambaran retorika dan gambaran secara tata bahasa, dan kemudian bergerak secara cepat ke arah pembuatan struktur narasi; akhirnya, saya menegaskan bentuk menurut genre. Masing-masing pelajaran dimulai dengan pembahasan singkat mengenai referensi diri. Saya bertanya: apakah itu autobigrafi? Apa yang anda ketahui tentang autobiogafi apabila anda pernah membacanya? banyak jawaban yang baik untuk pertanyaan ini, termasuk: autobiografi menceritakan riwayat hidup secara keseluruhan; dinyatakan dari sampul dan pada judul (lihat Lejeune). Saya mengetahui dengan pasti ketiga bagian kata adalah: auto, bios, graphien. Saya menginginkan siswa agar peka terhadap kata ganti dan khususnya pada cara mereka menentukan posisi subjek seperti I/me/mine. I will even venture to say that I am like no one in the whole word. I may be no better, but at least I am different. Call me Ishmael. Like most people I lived for a long time with my mother and father. I hadnt so much forgot as I couldnt bring my self to remember. Selama pembuatan kalimat tersebut pernyataan awal tentang orang pertama, saya menyuruh mereka untuk melakukan latihan singkat (5-10 menit): Tulislah kalimat pertama untuk autobiografi anda sendiri. Hal ini baik untuk mendapatkan pembahasan selanjutnya. Dalam kelas kita dapat menyelidiki prinsip-prinsip pernyataan diri dari versi yang sangat absolut (pasti) ke versi yang sangat skeptis (ragu-ragu). Salah satu nama Yahudi dari dewa monoteis (YHWH, Yehweh) seringkali saya terjemahkan I am. Sementara pernyataan Samuel Becket dibuat untuk menghadapi kesangsian yang mendasar: I say I Unbelieving. (Pada saat saya menyuruh siswa untuk memikirkan contoh momen pernyataan diri, seseorang menyebut dengan sebutan Popeye I yam what U yam dan thats all what I yam.) Setelah beberapa lama, saya kembali mendiskusikan gagasan pernyataan gramatikal dari subjektivitas: bagaimana hal ini bisa dilakukan? Saya mencoba agar siswa memahami gambaran poin linguistik bahwa I mengacu pada seseorang yang mengatakan Saya. Seperti yang Benveniste tekankan, pernyataan diri tersebut ada pada contoh bacaan dimana I menunjukkan penutur yang merupakan penutur yang menyatakan dirinya sebagai subjek. Saya menyuruh siswa untuk memperhatikan penanda desitis yang mengatur ruang dan waktu seputar subjek seperti this, that, here, there, now, the, dan sebagainya. Menandai kata seperti kata-kata tersebut dapat membantu siswa mengorientasikan subjek dalam sebuah kata. Misalnya Jane Eyre membuka dengan kalimat: There was no possibility of taking a walk that day. (Kita tidak mengetahui lebih banyak tentang poin tersebut, tetapi kita mengetahui seberapa penting bahwa that day akan dilewatkan). Saya meminta mereka untuk memperhatikan gambaran refleksi diri, pada waktu ketika diri pribadi jauh dari diri pribadi dan terlihat sebagai yang lain, atau ketika salah satu hal lain tampak sebagai gambaran diri: misalnya waktu pada saat seorang narator autobiografi menatap cermin, atau ketika dia melihat wajah ibunya, atau ketika dia melihat nama tertulis pada batu nisan. Gambaran refleksi diri tersebut merupakan basis adegan yang dapat dikenali atau tidak dikenali, apabila narator ingin menentukan bagaimana dia seperti atau tidak seperti makna lain. (gambaran tersebut juga bisa dianggap sebagai gambaran yang tidak diharapkan, seperti yang dicatat dalam Essay De Man). Saya menandai permainan kata-kata untuk refleksi, cara tersebut merupakan proses suatu proses perenungan secara bijak dan juga merupakan cerminan; makna ganda dari refleksi memberi kesan sebagai percampuran karakter sudut pandang subjektif dan objektif. Kadang-kadang saya membahas tentang istilah objektif dan subjektif, agar siswa mampu mengubah jenis-jenis pernyataan, dan agar menemukan sebuah kenyataan merupakan suatu konustruksi dari tiap-tiap bagian hayalan. Pada akhir dari pembahasan ini kita memiliki basis kosakata yang baik, ganbaran refleksi diri, dan identifikasi. Saya katakan OK. apa yang terjadi ketika menggambarkan orang pertama dapat diperluar sepanjang pelajaran narasi tentang kehidupan?Struktur RetrospeksiSaya selalu memberikan sebuah diagram yang mengilustrasikan narasi retrospeksi orang pertama (lihat Gambar 1.1). Saya menggunakan diagram tersebut untuk mengilustrasikan beberapa fitur autobiografi restrospektif konvensional. Misalkan, dengan menggunakan diagram tersebut siswa dapat melihat bagaimana hubungan antara saat ini dengan masa lalu dibuat dengan cara menarasikan kata I, merupakan gambaran yang nampaknya dapatkan dibagi antara sekarang dan kemudian. Tentunya pembagian ini merupakan efek gramatikal, dibentuk melalui pembedaan tensis kata kerja. Bahasan terbaik dari materi ini dilakukan oleh Jean Starobinski, yang menempatkan style penting autobiografi pada deviasi ganda, deviasi pada waktu dan pada identitas dari kata I.Pada awal pelajaran, yang lebih penting adalah gagasan bahwa retrospeksi berada pada dan dibentuk melalui kata I-now, yang merupakan perspektif dari subjek pada momen penulisan saat ini. Busur retrospeksi dapat kembali ke awal ingatan atau ke awal kehidupan (atau bahkan sebelumnya, untuk menggambarkan waktu saya belum lahir). Penting agar siswa mampu menyadari awal bukan merupakan suatu pemberian tetapi merupakan suatu pilihan, memilih dari perspektif Saya-sekarang (lihat Latihan Menulis 1). Dari awal pemilihan, menurut diagram, narasi I/saya bekerja linear ke depan, bercorak kronologis, menceritakan riwayat perkembangan sepanjang hayat, dari pemilihan awal, melalui konflik pada pertengahan, sampai akhir autobiografi. Akhir dari autobiografi penghabisan dan tujuannya merupakan kata I/saya pada momen saat ini. Oleh karena itu, struktur yang terungkap pada diagram ini merupakan petunjuk bagi diri sendiri dan sirkular menurut logika: riwayat mencapai masa lalu dan kemudian bergerak menuju momen saat ini, untuk menggambarkan kekhususan menjadi saya khusus. Perhatikan bersama diagram tersebut yang bisa produktif pada awal pembelajaran. Tetapi kemudian selanjutnya harus lebih rumit. Kesulitan pertama termasuk gambaran perubahan autobiografi. (Anda bisa berhenti bertanya siswa anda perubahan mendasar apa yang bisa terjadi selama pelajaran tentang suatu kehidupan. Penggunaan latar belakang untuk membuat pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membantu siswa untuk berhenti dalam waktu yang cukup untuk memikirkan tentang bagaimana perubahan yang rumit bisa terjadi, dan bagaimana perubahan hidup bisa membuka celah pada identitas.) Autobiografi menyajikan sebuah contoh menarik suatu permainan kata-kata yang familiar: bagaimana sesuatu hal berubah dan tetap dianggap sebagai hal yang sama? Tentu saja hal ini merupakan konundrum (permainan kata-kata) tidak hanya ada pada autobiografi, tetapi ada semua pemikiran tentang sejarah; autobiografi melulu menyajikan contoh konudrum tersebut tidak biasa, untuk menggambarkan saya masa lalu seolah-olah bisa diobjektifkan, entitas sejarah. Sepanjang sejarah autobiografi, perubahan radikal disebut konversi (dimana subjek menjelaskan berwenang sebagai otoritas) dengan segera digantikan oleh perubahan-perubahan lain, dan struktur radikal, perubahan satu kali dan banyak perbuhahan seringkali digantikan oleh serangkaian perubahan secara berturut-turut, peruabahan episodik atau periodik. Perubahan tersebut prubahan-perubahan tersebut yang terjadi pada kata Saya harus digambarkan untuk menegaskan perbedaan dan kontinuitas. Saya selalu menggunakan papan tulis pada poin ini, untuk membuat skema beberapa model yang berbeda untuk menjelaskan perubahan pada autobiografi, beberapa diantaranya meliputi perubahan turning point atau right-angledperubahan satu kali dan semua perubahan (lihat gambar 1.1.a dan 1.1b); beberapa diantara termasuk beberapa perubahan atau realisasi epiphanic, terdiri dalaluri adegan naik dan turun (lihat gambar 1.1c); beberapa diantaranya termasuk konklusi elegiac (sedih), dimana narator menggambarkan penyesalan atas kehilangan, kebahagian masa dan kesimpulan yang lebih bijak, dimana narator kurang lebih bahagia menjadi masa lalu dari perjuangan dan konflik pada usia muda dan pertengahan umur (Lihat gambar 1.1d dan 1.1e) (Starobinski, 82-3). Tetapi dengan segera saya ingin memberikan sebuah model yang menggambarkan perubahan sebagai sebuah titik kosong ke arah linear, perkembangan kronologis, jurang/celah harus diberikan jembatan, perpecahan identitas yang harus diperbaiki, perbedaan antara sebelum dan sesudah yang sulit dipahami (lihat gambar 1.2). melalui model ini, siswa dapat menemukan bahwa identitas (atau kesamaan) dari Saya sepanjang waktu berada pada perasaan penting yang dibuat melalui atau merupakan efek dari kegiatan retrospeksi. Panah retrospeksi merupakan bentuk pemahaman imajinatif yang meliputi dan tercakup sepanjang diskontinuitas yang radikal/mendasar pada Saya; yang merupakan bentuk identitas dan kontinuitas, terlihat secara spesifik sebagai sebuah bentuk dan juga sebagai sebuah fiksi atau artefak estetik. Kerumitan kedua dari diagram awal menunjukkan kebebasan akses ke arah dua temporalitas secara simultan. Pada momen narasi tersebut, dengan kata lain, narator dapat dengan tiba-tiba bergerak dari sekarang menjukan kemudian atau bentuk kemudian kembali ke sekarang. Selanjutnya tiap-tiap temporabilitas dapat melebarkan dan membagi diri; berupa beberapa momen tertulis dari posisi saya-sekarang seperti yang diinginkan penulis, dan demikian juga beberapa momen masa lalu beberapa perbedaan sekarang dan beberapa perbedaan kemudian. Garis putus-putus vertikal (lihat ganbar 1.3) menghubungan panah retrospeksi ke arah linear, bentangan kronologis dari pengalaman yang hidup ditujukan untuk menunjukkan bahwa narator retrospektif telah diakses, pada setiap momen, untuk saat ini dan untuk beberapa momen masa lalu. Beberapa efek gerakan dibentuk apabila narasi orang pertama pada masa lalu tiba-tiba bergeser ke arah present tense. Struktur satu pecahan temporalitas, membuka yang lainnya. Seperti lensa yang bisa diperbesar, narator autobiografi meninggalkan masa lalu di belakang dan menanjak menuju saat ini, setelah waktu melewati dan terjadi perubahan. Tidak mengherankan bahwa momen narasi autobiografi tersebut dapat bergerak, hingga bergerak secara literal ke belakang dan ke depan secara tiba-tiba, efek memilin. Untuk menggambarkan kebebasan pergerakan autobiografi di antara temporalitas, saya menceritakan riwayat Jane Eyre dan memberikan handout yang berisi dua kalimat khusus dari novel tersebut kepada siswa. Kalimat pertama berada pada Bab 2, ketika terkunci dalam sebuah kamar merah: bagaimana ketakutan jiwa yang saya alami ketika sore! ... masih dalam kegelapan, bagaimana ketidaktahuan merupakan peperangan mental! Saya tidak dapat menjawab pertanyaan yang masuk mengapa kemudian saya menderita; sekarang, pada kejauhan saya tidak akan mengatakan beberapa tahun saya dapat melihatnya dengan jelas. Secara tiba-tiba di kejauhan saya tidak akan mengatakan beberapa tahun, kita secara simultan merasa kanak-kanak yang sama sekali tidak dimengerti dan dewasa yang tenang, pemahaman retrospeksi mengapa saya ... menderita. Bagian kedua pada handout merupakan konklusi dari Bab 9, ketika Jane mengakhiri narasinya dengan kematian Helen Burns: Satu atau dua hari setelahnya saya .................Tahu-tahu, pada switch-point antara paragraf, tenses bergeser dari was menuju is and kita tidak lama masa lalu narator, tetapi dengan tiba-tiba pada masa sekarang bagi penulis. Pemisahan badan hidup dari kematian teman dari teman merupakan sebuah momen bermakna bagi narator, yang dengan pengenalan Helen saat ini harus diinternalkan apabila dilakukan pada masa depan. Pergeseran temporal secara tiba-tiba dirasakan seperti relief. Waktu telah berlalu, dan Hellen masih terjaga dalam ingatan Jane; sekarang sebuah memori pil menandakan titik, menggoreskan namanya, suatu hal seperti autobiografi itu sendiri. Pada momen penulisan saat ini, yang i........Efek yang sangat bagus ini memerlukan nama yang lebih baik dari beberapa nama yang saya temukan pada literatur kritis (pergeseran temporal atau penjajaran temporal? interupsi atau intrusi?) Pada kenyataannya hal tersebut merupakan latihan yang bermanfaat untuk meminta siswa agar menciptakan nama untuk efek formal. Kreativitas dari usaha kritis menguat apabila siswa menerapkan perhatian mereka terhadap bacaan yang menghasilkan generalisasi kritis. Tetapi mereka juga harus menyadari bahwa pergerakan narasi ini (gramatikal dan struktural) di antara karya temporalitas melawan asumsi pembentangan linear pada riwayat hidup. Autobiografi modernist dan pascamodernist akan bekerja melawan pengandaian pembentangan linear, menyoroti pemisahan dan gap temporal, bahkan kesadaran epiphanic dan diskontinuitas pada momen saat ini. Tetapi bentuk yang paling baru disandarkan pada retorika refleksi diri dan struktur retrospeksi efek radikal. Apa yang telah saya jelaskan lebih jauh adalah penentuan pelajaran perkenalan. Pada pelajaran pra-sarjana, saya mencoba untuk membuat materi awal ini pada sepasang periode kelas, mengetahui (dan berjanji) bahwa kita akan kembali ke ide-ide tersebut lagi dan lagi selama pelajaran satu semester. Ketika pembahasan dilemahkan menjadi abstrak, saya membacakan cerita untk mengilustrasikan poin-poin penting: cerita (handout) tentang pilihan autobiografi yang tersohor pada awal paragraf bersifat menghibur dan membantu; cerita tentang perubahan atau konversi yang bersifat mengganggu dalam kehidupan, dimana perubahan tersebut terjadi, masalah apa yang mereka pecahkan (atau yang menyebabkannya) juga baik pada poin ini, membantu dalam mengkokritkan gagasan tentang perubahan radikal pada identitats; tetapi walaupun saya membahas pada awal dan pertengahn poin ini, saya menyimpan pembahasan akhir autobiografi agar akhir, selama mendiskusikan masing-masing teks (lihat Latihan Menulis 3). Saya rasa sangat penting untuk menyajikan diagram yang sangat eksplisit sebagai alat pembelajaran. Siswa tidak harus mempercayakan bahwa penulis mengikuti beberapa rencana atau bagaimana cara mengkotak-kotakan; bukan bahwa kritik melihat apakah rencana tersebut diikuti; bukan bahwa paper mereka harus dimasukkan dalam diagram! Saya merasa bahwa mereka harus menceritakan yang sebenarnya bahwa diagram tersebut hanya merupakan cara agar tetap berjalan, agar lebih banyak ide bisa keluar. Ceritakan kepada siswa anda bahwa selain kenyataan bahwa anda bisa memberikan mereka diagram struktur retrospeksi tersebut, pelajaran akan terkonsentrasi pada kebiasaan bahwa masing-masing autobiografi bisa atau tidak bisa berkonsentrasi pada membentuk diri pada struktur tersebut. Pada kenyataannya struktur retrospeksi merupakan fiksi karena mengantarkan pada autobiografi retrospektif tradisional, ciptaan integritas dan logika kausal identitas yang formal, gambaran naratif tentang bagaimana I am who I am. Di luar struktur: bentuk kehidupan sosialHubungan gramatikal dialogik antara orang pertama dan orang kedua menandai sifat sosial budaya manusia. Dimensi kedua dari kerangka konsep tersebut untuk suatu pelajaran memasukkan hubungan antara subjek autobiografi dan konteks budayanya. Bagian pelajaran yang teratasi dapat berbeda-beda utamanya didasarkan pada perhatian khusus dari pengajar. Beberapa pengajar akan meninginkan untuk berkonsetrasi pada satu aspek hubungan misalnya mempelajari norma gender, atau konflik umum, atau pada sejarah melek huruf atau membaca; beberapa guru lain akan memiliki pandangan teoritis misalnya feminis, Marxist, atau psykoanalisis tentang bagaimana hubungan yang terbentuk diantara beberapa individu dan budaya yang dapat mereka terima. Autobiografi melihat dunia dari dalam, untuk berbicara, tetapi pandangan tersebut tidak pernah bersifat pribadi melulu. Hal yang krusial adalah bahwa hubungan hubungan kehidupan individu dengan konteks budaya dan historis yang juga merupakan materi bentuk. Dengan kata lain, pertanyaan bagaimana subjek individu dibentuk oleh dan, pada gilirannya berubah di seluruh dunia, besar ataupun kecil, hanya dapat dijawab hanya dengan melihat teori, model, dan representasi hubungan sebagai bentuk tekstualnya. Pada hari itu, cara yang paling mudah untuk memulai pembahasan isu-isu tersebut adalah dengan mengangkat topik perbedaan budaya. Bagaimana norma budaya? Dan bagaimana norma tersebut diabadikan? Apakah subjek dari autobiografi tersebut berusaha untuk mengekspresikan bagaimana dia (orang) terbentuk atau dibentuk oleh harapan dari orang lain? Apakah bentuk autobiografi mengomentari, berlawanan, atau meniru norma-norma sosial budaya tersebut? Atau apakah subjek berbeda atau cobalah untuk membedakan dari keduanya, melawan norma tersebut atau bekerja mengubahnya? Maka, apabila subjek berbeda dari norma-norma tersebut, merupakan bentk autobiografi yang selanjutnya juga berbeda? Pada literatur pelajaran, cara terbaik untk menangkap perbedaan sosial budaya adalah dengan memahaminya. Identitas politik dan suatu kelompok, ras, gender, jenis kelamin, kebangsaan, etnik, dan penggunaan bahasa diperberat oleh isu-isu bentuk sastra yang membuat lebih, tidak kurang, bergema secara historis. Sebagaimana Olney menggarisbawahi pada pendahuluan untuk koleksi petunjuknya dari sebuah esay yang mengabungkan bidang, studi autobiografi pada jurusan sastra merupakan suatu karakteristik fenomena pada patuh kedua abad ke-20 dan awal adanya norma, secara langsung berhubungan dengan meningkatnya pelajar wanita, pelajar Afro-Amerika, pelajar gay dan lesbi, dan siswa pasca penjajahan (Olney). Tentu saja, karya penting pada budaya yang berbeda terdiri dari berbagai macam bidang, dan daftar bibliografi sederhana menyatakan bahwa kelompok-kelompok subjek khusus harus ditulis melawan bentk autobiografi konvensional akan lebih panjang daripada esay ini. (karya ini juga mengungkap kenyataan bahwa bentuk autobiografi konvensional didefinisikan secara berbeda-beda tidak hanya sebagai struktur retrospeksi yang saya ajukan di sini.). Studi yang bersifat feminis ditekankan pada persatuan daripada individualisme, pada perbedaan yang ada pada daerah setempat daripada lingkungan publik, dan pada upaya untuk menulis lebih banyak dari tubuh. Jenis kelamin dan gender secara sistematis terlihat mempunyai hubungan dengan kelas sosial ekonomi. Studi narasi perbudakan, merupakan salah satu dari sekian banyak sub genre yang penting, menfokuskan perhatian pada bentuk kekerasan keluarga, hubungan kebalikan antara kepemilikan kekayaan subjek yang liberal dengan status budak sebagai kekayaan, dan berjuang untuk menuntut subjektivitas, untuk membentuk tubuh, rumah dan keluarga yang aman, dan agar bisa melek huruf. Pada studi lesbi dan gay, riwayat yang coming-out dijelaskan sebagai model konversi. Kritik yang ditujukan pada kolonialisme dan pasca kolonialisme difokuskan pada cara meniru yang performatif yang melekat pada hubungan kolonial dan campuran estetika yang dihasilkan dari hybriditas budaya yang terbentuk melalui perjalanan menjelajahi dan eksplorasi, penaklukan kerajaan, dan kapitalisme global.Jadi, pembukaan norma tampaknya terdapat setidaknya tiga aspek: perhatian terhadap berbagai jenis tulisan (termasuk autobiografi diantara jenis-jenis prosa non-fiksi yang dibaca sebagai literatur); perhatian terhadap berbagai model penulis; dan perhatian diri terhadap susunan apa yang kita pelajari, yang melibatkan penerapan aturan tersebut bahkan berbagai pemikiran yang mengorganisasikan berbagai bentuk kehidupan sosial ke dalam jenis-jenis merubah diri, artefak sejarah. Pemukaan norma untuk subjektivitas identitas kelompok sosial budaya yang tertandai yang tidak bisa memberi gambaran yang cukup, dengan kata lain, juga megikutkan perhatian pada kenyataan bahwa pemikiran kelompok tersebut merupakan sejarah hidup itu sendiri. Abad ke-19, dimana merupakan periode sejarah yang saya ketahui dengan baik, merupakan suatu masa ket ka berbagai pemikiran mendominasi pembahasan. Oleh karena itu, saya rasa, pembahasan identitas budaya dan identitas politik dianggap sebagai pembahasan sejarah melek huruf, dan studi autobiografi yang beberapa dekade yang lalu merupakan suatu instrumen penuntutan perbedaan multikultur sekarang dapat, jika ditangani dengan baik, merumitkan dan mengubah pembahasan. Sebagai tambahan dalam pengajaran dalam kelas tentang kesadaran, perbedaan gender, dan kebangsaan yang secara signifikan terjadi semua pada abad ke-19, kita dapat meninjau beberapa bentuk gambaran khusus tentang hubungan antara kehidupan individu dengan konteks sosial, budaya dan sejarah. Sebagai contoh, kebiasaan peng-konseptual-an gambaran pada dan melawan bidang sosial dapat dilihat pada fenomena abad ke-19; konteks, disini didefinisikan sebagai perkara siknronis yang kurang lebih dapat dipahami secara spasial. Perhatian terhadap beberapa penulis abad ke-19 disebut kondisi untuk membentuk kekuatan lingkungan (suatu kata dalam penggunaan modern muncul pada abad ke-19) mengisyaratkan kita untuk mengembangkan pemikiran sosiologis dan antropologis bahkan konsep budaya juga merupakan perkembangan abad ke-19). Gagagasan perkembangan itu sendiri merupakan bentuk perubahan di antara kontinuitas atau perubahan di luar kontinuitas, bentuk identitas sejarah merupakan fenomena abad ke-19; dan hal ini merupakan satu cara untuk memahami mengapa abad ke-19 merupakan masa yang besar untuk biografi dan autobiografi, dua bentuk pengujian perkembangan individu, selama masa borjuis. Lampiran B: Latihan menulis1. Mengawali autobiografi/pengalaman formatifPada awal sesi pelajaran saya meminta siswa untuk memilih momen atau kejadian awal dari pengalaman hidup mereka, suatu kejadian yang bisa membuka autobiorafi. Saya meminta mereka untuk menulis tentang momen tersebut, menceritakan apa yang terjadi dan menginterpretasi maknanya. Saya hanya memberikan mereka 15-20 menit, oleh karena itu tulisan mereka masih kasar, tetapi banyak konsep yang sudah dibuat. Pada waktu senggang dalam kelas diluangkan untuk mendiskusikan tugas membaca pada hari itu. Tetapi kemudian, diberikan tugas-tugas sebagai berikut: siswa harus mengambil tulisan yang mereka kerjakan dan membuat daftar dari sepuluh kejadian atau momen dalam hidup mereka yang merupakan bentuk focus dari bab terakhir dari autobiografi mereka, mengikuti dari dan menghubungkan dengan momen pembuka yang mereka pilih untuk ditulis. Kejadian-kejadian terakhir tersebut bisa berkembang (melalui pengulangan secara berbeda) atau diputarbalikkan dari momen paling awal. Oleh karena itu mereka akan merasa, pada pengaruh praktis dari plot riwayat hidup, apakah pengalaman formatif merupakan istilah berada pada terminology psikologi maupun naratif. Tetapi tugas tidak berakhir sampai disitu. Pada awal pelajaran berikutnya, mereka mengulangi eksperimen meraka. Mereka diminta untuk memilih momen awal lainnya, momen formatif, dan membayangkannya sebagai bab pembukaan autobiografi mereka. Dan selanjutnya, untuk karya rumah, mereka mesti membuat daftar sepuluh kejadian atau momen yang berhubungan dengan momen awal. Beberapa poin menjadi jelas: pertama-tama, sebuah autobiografi dapat dimulai dimana saja; tetapi awalnya menggunakan sebuah bentuk pada sisa riwayat. Kedua, kedua autobiografi tersebut (harus yang mereka pernah tulis) harus benar, tetapi mereka akan berbeda; masing-masing menceritakan riwayat yang berbeda, menggambarkan serangkaian makna yang berbeda, jalan hidup yang berbeda, dan (sedikit atau sering) representasi yang berbeda. 2. Pemberian kebenaran autobiografiLatihan ini mengikuti logika dari awal, untuk selanjutnya mengeksplorasi gagasan yang disulit diungkap pada akhir latihan no, 1: bahwa dua autobigrafi yang berbeda dari orang yang sama keduanya bisa benar, tetapi kebenaran autobigrafi merupakan hubungan psikologi. Saya-sekarang merupakan saksi subjektif untuk saya-kemudian yang objektif; tetapi saya-kemudian dapat diobjektifkan dan diingat secara berbeda, berdasarkan situasi saya-sekarang. Poin penting di sini adalah bahwa kebenaran pada autobiografi secara signifikan berhubungan dengan momen retrospeksi saat ini hal tersebut merupakan kebenaran saat ini dan mengapa itu bisa berubah, sehingga interpretasi penulis tentang kejadian masa lalu dapat berubah secara radikal sepanjang waktu. (sebuah cerita pendek oleh Dorothy Canfield, Sex Education, secara brilian berhubungan dengan perubahan sifat re-interpretasi seseorang dari sebuah masa lalu). Pengalaman yang hidup merupakan merupakan sesuatu yang morat-marit; retrospeksi memberikannya bentuk, dan upaya untuk menemukan bentuknya kadang-kadang menyebutkan sesuatu hal Nampak secara rapi berada pada retrospeksi. Dan selain itu, siswa dapat mengeksplorasi gagasan spectrum kebenaran/kebohongan berada pada teritori ambigu dari laporan actual, mengarahkan cerita menuju pribadi, membumbui cerita dengan banyak kemewahan diri, mengiterpretasi motif orang lain (atau versi lain menceritakan tentang sesuatu yang tidak dapat dikenali). Untuk alasan-alasan tersebut, kebenaran autobiografi merupakan masalah yang menjengkelkan. Latihan-latihan tersebut semua didesain agar siswa memikirkan secara tepat tentang masalah berikut: (a) Meminta siswa untuk menulis tentang perbedaan konseptual diantara ketiga hal berlawanan berikut: pernyataan objektif vs subjektif, fakta vs fiksi, dan fakta vs fantasi. Apa yang kita inginkan dari siswa adalah bahwa faktualitas merupakan suatu ciptaan (atau konstruksi) masing-masing sedikit demi sedikit sejumlah fiksi. Penulis dapat memilih untuk melangkah ke belakang dan menyembunyikan, mengedepankan objektivitas observasi dari orang ketiga, atau penulis bisa maju ke depan sebagai Saya. Tetapi pada salah satu kasus, penulis mengupayakan fungsi pembentukan. Bleak House merupakan sebuah bacaan terkenal untuk mengenal hubungan bahkan perbedaan antara narasi objektif (orang ketiga) dan subjektif (orang pertama. Dan bahkan apabila anda tidak memiliki waktu untuk membaca Bleak House secara bersama, anda dapat menceritakan kepada siswa anda. The woman warrior bacaan yang baik untuk melihat kenyataan (kausal) memadukan kenyataan dan fantasi dalam pengalaman hidup. (b) Karena saya menekankan pada bentuk, banyak kursus menguji novel autobiografi maupun novel yang berbau autobiografi. Meminta siswa untuk menulis tentang pertanyaan berikut: bagaimana anda menceritakan perbedaan antara autobiografi dan autobiografi fiksi? (Jawaban: kadang-kadang anda bisa melakukan pembuktian bacaan extra dari kehidupan subjek, dan kadang anda tidak dapat melakukannya; apabila anda tidak dapat melakukannya, kadang-kadang anda tidak dapat menceritakan perbedaan. Siwa akan senang berbicara tentang cerita bohong yang berbentuk autobiografi). Salah satu versi lain latihan menulis seperti ini adalah: bagaimana anda bisa menceritakan bahwa Jane Eyre merupakan sebuah novel yang bersifat autobiografi? (Jawaban: kejadian kebetulan yang nyata dari pengembaraannya menuju hutan belantara dan tiba-tiba menemui orang di Inggris yang menghubungkannya dengan pengunaan desain moral dari novelis. Disamping itu, pada awal Bab 11 dia menyatakan bahwa dia menulis sebuah novel. 3. Penutup autobiografi\Latihan ini bermaksud agar siswa memberi perhatian pada beberapa cara penutupan autobiografi bisa dikerjakan atau tidak. Seringkali ada catatan bahwa suatu hal yang tidak dapat dilakukan oleh narrator adalah menarasikan kematiannya. Oleh karena itu, akhir bahkan harus melakukan sesuatu lagi; dan seringkali menggantikan sesuatu yang lain untuk kematian dari narrator kematian tokoh lain, misalnya. Kadang-kadang ending dimaksudkan merupakan rangkuman, sebuah representasi yang diintensifkan dari suatu struktur retrospeksi, dimana tujuan dari cerita untuk memperlihatkan bagaimana Saya telah menjadi penulis autobiorafi ini. Apakah ending mencoba untuk menggabungkan dan menceritakan kita makna dari cerita? Apakah ending mencoba untuk meninggalkan kita pada momen saat ini, dengan jelas dengan cara memperjelas momen tersebut, dan menempatkan kita di sana? Apakah ending membuktikan perasaan bahwa segala sesuatu saat ini ditentukan dan tidak ada sesuatu yang bisa terjadi selanjutnya? (pernikahan dan bentuk happy ending lainnya seringkali menyatakan bahwa tidak ada sesuatu pun akan pernah terjadi; siswa anda akan siap melihat bahwa hal tersebut merupakan gagasan kebahagian yang ganjil). Akhirnya: apakah penutup pada dasarnya bekerja sebagai ending yang baik untuk cerita-serita tertentu? Mengapa bisa dan tidak bisa? Pada akhir dari pembahasan masing-masing teks dalam kelas, mintalah siswa anda untuk membuka buku atau fotokopian paragraph terakhir dari bacaan dan mintalah siswa anda untuk menjelaskan dan mengevaluasi penutup masing-masing autobiografi. 4. Bacaan yang berbedaLatihan ini dibuat agar siswa memberi perhatian pada beberapa perbedaan bacaan sastra dan bacaan-bacaan lainya. Pilih teks yang memiliki nilai documenter pada kerangka kerja disiplin yang lain. Saya seringkali menggunakan The Diaries of Hannah Cullwick, Victorian Maidservant untuk latihan ini (dan, tentunya teks tersebut member pembahasan perbedaan antara sebuah catatan harian dan sebuah autobiorafi), tetapi beberapa tulisan autobiografi melalui sebuah gambaran dimana kehidupan menerangi priode sejarah, kelas social, gender, seksualitas atau ras, suatu masalah tika, atau wilayah geografis akan dapat dilakukan dengan baik untuk latihan ini. Mintalah siswa anda satu atau dua halaman esay yang membahas apa tulisan tersebut berarti memberikan karya sastra; setidaknya satu paragraph akan menjawab pertanyaan secara umum, dan setidaknya paragraph lainnya harus menampilkan bacaan penutup sebagai contoh. Kemudian mintalah mereka untuk menulis satu atau dua halaman esay lagi yang membahas bagaimana membaca dokumen yang menawarkan kejadian sejarah tentang suatu periode, lingkungan pergaulan, kelas, family, atau lokalitas tertentu. Waktu dalam kelas diluangkan untuk membahas perbedaan antara bacaan-bacaan tersebut bersifat hidup dan mencerahkan. Siswa akan tidak hanya akan mempelajari tentang perbedaan bidang (dan perbedaan standar kejadian mereka), tetapi mereka bisa juga menerima bahwa disiplin itu sendiri merupakan entitas sejarah. Pembahasan dari pertanyaan apa itu sastra? bisa saja (atau tidak) begitu sulit, mengacu pada kelompok siwa. Tetapi pertanyaan tersebut memungkinkan untuk menggarisbawahi bahwa apa-apa yang tercakup dalam sastra bisa berubah. 5. Autobiografi kelompokHal ini merupakan sebuah karya untuk semua semester. Tiap minggu, tentu waktu 20-30 menit dalam satu kelas untuk menulis. Siswa akan setuju dengan sebuah topic, dan semuanya akan menulis topic yang sama. Apa yang mereka tulis akan digunakan sebagai draft awal dari esay pendek terakhir (satu atau dua halaman, spasi dua) yang mereka bawa untuk kelas selanjutnya. Masing-masing esay berbentuk satu bab dari autobiografi kelompok tersebut. Pada akhir semester, pusat kopian dapat diterbitkan sebagai sebuah buku, dengan cara menjilid fotokopian dengan menggunakan jilid spiral plastic atau apabila siswa rela membayar penjilidan tersebut). Siswa akan dengan rela memasukkan foto dan ilustrasi lain, apabila mereka menginginkannya. (interpretasi foto merupakan latihan yang baik untuk latihan penulisan seperti ini).Satu kata pada bab tertentu: Siswa harus member saran secara bersama tentang topic apa saja tiap minggunya, dan beberapa saran akan di-voting

2. Queer Chaucer in the ClassroomGlenn Burger and Steven F. Kruger Walaupun tulisan Monica Alpine The Pardoners Homosexuality and How It Matter muncul pada PMLA pada tahun 1980, tahun yang sama dengan tulisan John Boswell Christianity, Social Tolerance, and Homosexuality, sesungguhnya tidak sejak 1990an bahwa ilmu tentang gay/lesbian/kaum homoseks mulai memiliki dampak besar terhadap kritik sastra abad pertengahan. Dan disini, ilmu Chaucer berada pada bagian depan dari pendekatan homoseks, seperti yang ditunjukkan oleh John M. Bowers, Gleen Burger, Catherine Cox, Caroline Dinshaw, Steven F. Kruger, Karma Lochrie, Susan Schibanoff, Robert S. Sturges, dan lain-lain. Ahli teori homoseks yang paling penting untuk mempertimbangkan kembali studi Chaucer dan seksualitas adalah Jonathan Dollimore (Sexual Dissidence), Eve Kosofsky Sedgwick (Between Men, Epistemology of the Closet, Tendencies, and Queer performativity), dan Judith Butler (Gender Trouble, Bodies That Matter). Focus awal dari Chaucerianisme homoseks secara besar-besaran merupakan representasi dari seksualitas homoseks, dan secara khusus merupakan gambaran yang, dari setidak perspektif kontemporer, tampak seperti gay dan lesbi modern. Oleh karena itu, teori homoseks, apabila dan ketika masuk ke dalam kelas Chaucer, berlaku secara besar-besaran mengacu pada Pardoner, dan kurang tersebar mengacu pada gambaran seksual dan kisah mereka secara jelas (the Summoner, the Wife of Bath, The Man of Laws Tale). Pada gilirannya untuk menfokuskan perhatian pada orang-orang menyimpang, homoseks seringkali ditapaki pada bacaan teks Chaucer dengan istilah identitas konteporer Gay dan Lesbian, dan dalam artian ini, paling tidak sebagian, tulisan dewasa ini merupakan kelanjutan homoseksualitas McAlpine dan debat tentang homoseksulitas Pardoner melibatkan beberapa Chaucerian terkemuka seperti Donald R. Howard, C. David Benson, dan Richard Firth Green. Sehubungan dengan focus pada identitas seksual merupakan kecenderungan untuk mensejajarkan homoseks dengan perlawanan secara politik dengan cara yang sederhana, menghasilkan satu kali lagi suatu pembatasan penyelidikan homoseks pada suatu karakter tertentu yang bisa saja Nampak seperti perlawanan terhadap heteronormativitas, dan oleh karena itu memerlukan Chaucer transgresif yang menciptakan karakter tersebut untuk mengganggu norma social, atau memberi kesan kembali pada Bapak Chaucer konservatif yang menciptakan karakter tersebut hanya untuk mengembalikan mereka pada tempatnya pada hirarki masyarakat abad pertengahan. Kita disini meminta teori homoseks dapat digunakan kembali mungkin secara pedagogis. Teori Queer (homoseks), setelah semuanya, berangkat dari studi tentang gay dan lesbi dalam penekanannya bukan pada identitas atau politik identitas, bukan pada komunitas gay/lesbi yang tetap dan sejarah yang dapat diungkap saat ini atau ditemukan kembali dari masa lalu, tetapi pada hubungan yang tidak stabil antara kategori sosial normative dan pengalaman hidup secara kompleks. Queer, dalam formulasi pengaruh Judith Butler, menimbulkan pertanyaan dari pendukung dan lawan, kestabilan dan variabilitas.Dalam karya kita pada Chaucer, dan secara spesifik pada kelas Chaucer, kita bertanya kepada diri kita seperti apa teori queer yang kemudian ada yang merupakan satu makna dimana kita masukkan ke dalam pertanyaan hubungan antara posisi kita saat ini sebagai pembaca Chaucer dan konstruksi seksulitas dan identitas pada abad pertengahan, kontruksi yang bisa berada pada mereka beberapa kemungkinan seksulitas/identitas modern dan pada saat yang sama bisa dipahami.Selanjutnya, jika teori queer bisa berguna dalam dunia pendidikan, maka bukan karya mudah untuk melakukannya agar penyelidikan kita merupakan bidang seksualitas nampaknya yang berbeda dari dunia sosial lainnya seperti gender, ras, agama, dan kelas. Oleh karena itu harus menyentuh dan mengatur kembali tidak hanya seksualitas susunan seperti objek yang pantas dari penyelidikan homoseks, sehubungan dengan arsip abad pertengahan dan situasi kehidupan pasca-modern. Kita mulai mengenali momen kita tidak cukup dengan bebeberapa istilah seperti wanita, gay, orang kulit putih, untuk menjelaskan formasi sosial yang kompleks; ras berbeda dengan seksualitas, seksualitas berbeda dengan ras tidak hanya sekarang tetapi juga pada zaman pertengahan. Misalkan pada bacaan The Pioneerss Tale atau The Man of Laws Tale, dimana perbedaan agama (boleh jadi ras) secara gambling merupakan masalah, bisa saja memperkenalkan pertanyaan tentang seksualitas Pembujangan dari Prioress; dua pernikahan Constance yang dianggap sangat berbeda, bahkan hubungan homososial yang dekat dimana dia implikasikan ke dalam The Man of Laws Tale membantu kita melihat secara menyeluruh masalah penyebaran kisah tentang kategori identitas agama/ras? Pada kisah tentang kelompok pernikahan, merupakan perbedaan etnis setting dari kisah tersebut ada di Britania, Brittany, dan Lombardy lebih cocok dengan karya tematik cinta dan pernikahan daripada yang bisa diketahui melalui kritik?Sebuah pendekatan seperti pendekatan Judith Benneth tersebut akhir-akhir ini digambarkan dengan penyebaran penamaan seperti lesbian untuk menjelaskan beberapa aspek kehidupan wanita pada zaman pertengahan yang bisa efektif untuk mengakui urgensi posisi pengalaman identitas kontemporer dalam pendekatan kita terhadap sejarah kita saat ini perlu membangun sejarah pengalaman lesbian, bahkan jika kita menyatakan bahwa lesbianisme dalam gambaran saat ini merupakan sebuah fenomena modern sementara pada saat yang sama perlawanan prasangka heteroseksualitas modern dan pasangan dan hirarki tertindas. Kesimpulan sejarah yang dapat dipertanyakan terhadap argument tersebu adalah bahwa gay dan lesbi pada secara keseluruhan penamaan modern sangat sering, heteroseksualitas hanya merupakan satu penamaan yang dapat kita dengan aman mendekati seksualitas pra-modern. Tentu saja, heteroseksualitas seperti homoseksualitas merupakan penamaan modern. Untuk pendekatan masa lalu bertanya bagaimana kita bisa mengenali kehidupan, kebiasaan, ekspresi lesbian, tetap memerlukan sejarah lesbian. Suatu bacaan homoseks dari Chaucer selanjutnya harus dimasukkan dalam pertanyaan pada zaman pertengahan dan modern mengacu pada pemahaman Chaucer. Lebih jauh kita memberi sejarah perkembangan fungsi penulis Chaucer dari editor dan penyunting pertama untuk masa sekarang, lebih jauh lagi kita dapat melihat ujungnya dalam perkembangan rezim gender, seksualitas, kelas, dan identitas Kristen modern. Tetapi bacaan tentang homoseks juga membantu kita untuk mengingat kembali apa yang terlupakan, tertinggal dalam konstruksi sejarah sosial terkait dan sastra dari heteroseksualitas. Hal ini bisa dilakukan dengan cara tidak membumikan sejarah-sejarah dan suara-suara khusus yang tidak formal disini kita menyentuh kembali jenis karya yang dibuat pada zaman Pardoner. Tetapi itu tidak cukup untuk menemukan homoseksual modern dakan Canterbury Tales, atau untuk memproyeksikan kembali situasi modern dalam kisah. Kita telah menyajikan istilah-istilah yang sangat umum beberapa tujuan dimana keterikatan serius antara teori queer dengan studi zaman pertengahan bisa mendorong keterlibatan kita dengan Chaucer. Pada sisa dari esay ini, kita ingin secara lebih pragmatis menfokuskan perhatian pada dua posisi khusus pada Canterbury Tales dapat diterima untuk pengajaran tentang homoseks.