89736515 alat pengering biji kakoa

9
  Natural, Okto ber 2006. Vol 5. No.2 ISSN : 1412 - 1328 ALAT PENGERING BIJI KAKOA TIPE SEMI LINGKARAN (Cacao Seed Dryer Semi Circle Type) Baina Afkril 1  ,Fendry YS Mamengko 2 Laboratorium Fisika, Fakultas MIPA, Un iversitas Negeri Papua, Jln. Gunung Salju Amban, Manokwari 98314, Telp. (0986) 215938, Fax. (0986) 213089.  ABST RAK  Penelitian ini bertujua n mengkaji pengaruh suhu pada alat pengering biji kakao dan pengerin gan alami (penjemuran langsung di hamparan terbuka) terhadap laju pengeringan. Penelitian ini dilakukan pada bula n Jun i – Juli 200 1, be rtempat d i Labo rato rium Fisik a FMI PA Un iver sitas N eger i Pap ua. Hasi l  penelitian menunj ukkan bahwa waktu pengering efektif biji kakao dengan alat pengering biji adalah 36 j am  ,kadar a ir akhir adala h ±  6.7416 % (rata-rata dari ketiga lokasi sampel) dengan laju pengeringan 0.32%/jam  , sedangka n denga n pengerin gan alami ad alah 60 jam , kadar air akhir ±  6.8861% dengan laju pengeringan ±  0.12 %/jam. Laju pe ngeringa n d engan menggu nakan alat p engering biji ka kao lebih besar 0.38 kali dibandingkan dengan pengeringan alami.  Kata K unci  : Pengering, Semi Lingkaran, Alami, Laju Pengeringan PENDAHULUAN Tanaman kakao telah dikenal masyarakat Manok wari sekitar tahun 1960 (Raharjo ,1990 ). Hingga kini, luas areal perkebunan rakyat untuk komo diti ini adalah 2.659,6 Ha deng an produ ksi 551,9 ton/ tah un (A no nim , 1999). Bagi mas yara kat Arf ak, ko mod iti kak ao mer upa kan salah satu komoditi andalan untuk meningkatkan  pendap atan dan ke sejahteraa nnya. Penang anan pascap anen khusu snya prose s  pengeringan yang dilakukan petani kakao di Manokwari adalah dengan pengeringan tradisional,  pengeringan udara, atau penjemuran (Pattisiana, 2000) . Den gan siste m pen ger ingan tradi sion al, efe ktiv ita s pen ger ingan san gat ber gantun g pada inten sitas matah ari. Bila cuaca ce rah, peng ering an dapat dilakukan sedangkan bila mendung dan hujan,  pengeringan tidak dapat dilakukan, akibatnya waktu  pengeringan relatif lama. Faktor negatif lainnya adala h peluan g biji kakao terkont aminasi dengan un sur pe ngotor (debu, pasir , serang ga, he wan  pengerat ) relatif tinggi (Charles, 1986). Menurut Pattisiana (2000), hasil identifikasi mut u bij i ka ka o di Pa nta i Ut ara Ke ca mat an Man okwari men unj ukk an bah wa kadar air has il  pengeringan dengan cara pengeringan udara tidak memenuhi standar mutu perdagangan. Pengo lahan merupakan salah satu perio de dalam rantai produksi perkebunan yang merupakan ti ti k kr itis da n ikut me mpengar uhi mutu akhi r  produksi. Oleh sebab itu, upaya penyempurnaan car a pen gol ahan ter us dilakukan, aga r diperoleh mutu akhir yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan atau yang dikehendaki pasaran dunia. Ber acu pada kon dis i di ata s, maka per lu dilakukan perbaikan cara pengeringan yang dianut  petani lokal. Alternatif perbaikan tersebut dapat dil aku kan den gan car a men gop timalkan ene rgi matahari serta mengisolasi biji dari u nsur peng otor sehingga efektivitas pengeringan dapat ditingkatkan. Pena nganan pascapanen (pen geri ngan) komoditi kakao oleh petani di Kawasan Pantai Utara Kecamatan Manokwar i di lakukan de ng an cara  pengeringan udara (penjemuran) dengan waktu  pengeringan 5–7 hari. Hasil pengeringan menunjukkan bahwa kadar air sekitar 10,39% dan kad ar unsur pengotor sekita r 0,2 4% (Pat tias ina , 2000). Hasil ini mengidentifisikan bahwa mutu biji ke rin g yang di ha sil kan ti dak memenu hi syarat standar mutu perdagangan. Syarat standar kadar air  biji kakao adalah 6 – 7% (Haryadi, 1991). Hal ini menunjukkan bahwa penanganan pascapanen petani kakao di Manokwari masih lemah. Pendekatan ya ng dapat di te rapkan guna  perbaikan sistem pengeringan udara adalah Konsep Prose s Hantar an Panas, yaitu kond uksi, konveksi se rt a rad ia si . Ag ar ket iga pr os es in i dap at dio ptimalkan, per lu dil akukan pada wad ah semi tertu tup atau t ertu tup. Untuk k eper luan ter sebut mak a perlu dil akukan modif ikasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan. 1

Upload: donghae-zahra

Post on 20-Jul-2015

82 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2

ISSN : 1412 - 1328

1

ALAT PENGERING BIJI KAKOA TIPE SEMI LINGKARAN (Cacao Seed Dryer Semi Circle Type) Baina Afkril1 ,Fendry YS Mamengko2 Laboratorium Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Papua, Jln. Gunung Salju Amban, Manokwari 98314, Telp. (0986) 215938, Fax. (0986) 213089. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh suhu pada alat pengering biji kakao dan pengeringan alami (penjemuran langsung di hamparan terbuka) terhadap laju pengeringan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni Juli 2001, bertempat di Laboratorium Fisika FMIPA Universitas Negeri Papua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pengering efektif biji kakao dengan alat pengering biji adalah 36 jam ,kadar air akhir adalah 6.7416 % (rata-rata dari ketiga lokasi sampel) dengan laju pengeringan 0.32%/jam , sedangkan dengan pengeringan alami adalah 60 jam , kadar air akhir 6.8861% dengan laju pengeringan 0.12 %/jam. Laju pengeringan dengan menggunakan alat pengering biji kakao lebih besar 0.38 kali dibandingkan dengan pengeringan alami. Kata Kunci : Pengering, Semi Lingkaran, Alami, Laju Pengeringan

PENDAHULUAN

Tanaman kakao telah dikenal masyarakat Manokwari sekitar tahun 1960 (Raharjo,1990). Hingga kini, luas areal perkebunan rakyat untuk komoditi ini adalah 2.659,6 Ha dengan produksi 551,9 ton/tahun (Anonim, 1999). Bagi masyarakat Arfak, komoditi kakao merupakan salah satu komoditi andalan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.Penanganan pascapanen khususnya proses pengeringan yang dilakukan petani kakao di Manokwari adalah dengan pengeringan tradisional, pengeringan udara, atau penjemuran (Pattisiana, 2000). Dengan sistem pengeringan tradisional, efektivitas pengeringan sangat bergantung pada intensitas matahari. Bila cuaca cerah, pengeringan dapat dilakukan sedangkan bila mendung dan hujan, pengeringan tidak dapat dilakukan, akibatnya waktu pengeringan relatif lama. Faktor negatif lainnya adalah peluang biji kakao terkontaminasi dengan unsur pengotor (debu, pasir, serangga, hewan pengerat ) relatif tinggi (Charles, 1986). Menurut Pattisiana (2000), hasil identifikasi mutu biji kakao di Pantai Utara Kecamatan Manokwari menunjukkan bahwa kadar air hasil pengeringan dengan cara pengeringan udara tidak memenuhi standar mutu perdagangan. Pengolahan merupakan salah satu periode dalam rantai produksi perkebunan yang merupakan titik kritis dan ikut mempengaruhi mutu akhir

produksi. Oleh sebab itu, upaya penyempurnaan cara pengolahan terus dilakukan, agar diperoleh mutu akhir yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan atau yang dikehendaki pasaran dunia. Beracu pada kondisi di atas, maka perlu dilakukan perbaikan cara pengeringan yang dianut petani lokal. Alternatif perbaikan tersebut dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan energi matahari serta mengisolasi biji dari unsur pengotor sehingga efektivitas pengeringan dapat ditingkatkan. Penanganan pascapanen (pengeringan) komoditi kakao oleh petani di Kawasan Pantai Utara Kecamatan Manokwari dilakukan dengan cara pengeringan udara (penjemuran) dengan waktu pengeringan 57 hari. Hasil pengeringan menunjukkan bahwa kadar air sekitar 10,39% dan kadar unsur pengotor sekitar 0,24% (Pattiasina, 2000). Hasil ini mengidentifisikan bahwa mutu biji kering yang dihasilkan tidak memenuhi syarat standar mutu perdagangan. Syarat standar kadar air biji kakao adalah 6 7% (Haryadi, 1991). Hal ini menunjukkan bahwa penanganan pascapanen petani kakao di Manokwari masih lemah. Pendekatan yang dapat diterapkan guna perbaikan sistem pengeringan udara adalah Konsep Proses Hantaran Panas, yaitu konduksi, konveksi serta radiasi. Agar ketiga proses ini dapat dioptimalkan, perlu dilakukan pada wadah semi tertutup atau tertutup. Untuk keperluan tersebut maka perlu dilakukan modifikasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan.

Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2

ISSN : 1412 - 1328

2

Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh suhu pada alat pengering biji kakao dan pengeringan alami (penjemuran langsung di hamparan terbuka) terhadap laju pengeringan. Akhirnya diharapkan dengan alat pengering semi lingkaran ini dapat meningkatkan mutu biji kakao kering. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni Juli 2001, bertempat di Laboratorium Fisika FMIPA Universitas Negeri Papua. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kakao basah jenis forestro (15 kg) yang diambil dari Kawasan Pantai Utara Kecamatan Manokwari. Kayu balok, seng plat serta plastik transparan yang digunakan untuk rancang bangun alat pengering. Bahan penunjang di antaranya adalah batu kali ukuran kecil (pasir batu/sirtu) berwana kehitaman. Peralatan yang digunakan adalah Hygrometer (West Germany, skala 1 100%, skala terkecil 1%),

Termometer batang (Leybold Didactic, skala 0 1000C, skala terkecil 10C), Timbangan Ohaus (Triple Beam Balance, skala terkecil 0,1 gram), Electronic Balance ER180A (skala terkecil 0,1 mg), Mini Oven MO.1 Lab Master, Dessicator serta Timbangan Pegas. Data yang diperoleh dianalisis secara tabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Prosedur Penelitian - Persiapan Alat pengering Alat pengering berbasis energi surya berbentuk rumah dengan tudung semi lingkaran. Ukuran alat pengering adalah: tinggi 2,55 meter; lebar 1,80 meter; panjang 2,5 meter. Komponen utama adalah plastik transparan dan seng plat hitam. Biji kakao yang akan dikeringkan dihamparkan di atas rak pengering berukuran 180 cm x 90 cm x 70 cm (Lihat Gambar Model Alat Pengering Tipe Semi Lingkaran).

Cerobong Plastik Transparan

Plastik Transpa ran Rak PengeringPlastik Hitam

C B

Masuk Ruang Pengering Tengah Ruang Pengering Keluar Ruang Pengering

Tampak Depan

Tampak Atas

Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2

ISSN : 1412 - 1328

3

Plastik Transpa ran

Ventilasi (Buka/TutuP

Plat Hitam

Plat Hitam

Plat Hitam

Tampak Samping

Perlakuan Pengeringan Biji Kakao Sebelum Pengeringan Fermentasi biji kakao dilakukan di dalam karung plastik selama 5 hari. Selama proses fermentasi, pengadukan biji di dalam karung dilakukan dengan frekwensi 1 kali sehari. Tujuan pengadukan adalah agar temperatur hasil fermentasi seragam sehingga diperoleh hasil fermentasi yang sesuai. Setelah fermentasi , dilakukan penimbangan dengan menggunakan timbangan pegas (berat total 12 kg berat basah ). Selanjutnya diambil 4 biji kakao sampel untuk diukur berat basah awal serta kadar air awal . Pengeringan Biji kakao hasil fermentasi dikeringkan dengan menggunakan dua perlakuan yaitu perlakuan Pengeringan Alami dan Pengeringan di dalam alat (rumah) pengering. Pada pengeringan alami, biji kakao (3 kg berat basah) dihamparkan di atas terpal dengan ketebalan satu biji. Untuk mengukur temperatur

-

dan kelembaban relatif pada pengeringan alami digunakan termometer batang dan hygrometer. Di rumah pengering, biji kakao ditempatkan di atas rak pengering. Biji kakao di atas rak pengering diletakkan dengan 3 tempat atau posisi yang berbeda, yaitu di ujung masuk (dekat pintu), tengah, dan ujung keluar (dekat cerobong). Pada setiap posisi , berat biji kakao masing-masing 3 kg berat basah. Selanjutnya pada tiap posisi diletakkan masingmasing satu buah termometer batang sedangkan hygrometer (satu buah) diletakkan di dalam ruang pengering. Pengukuran temperatur dan kelembaban relatif pada pengeringan alami dan pengeringan rumah pengering dilakukan dengan interval waktu yang telah ditentukan. Pada kondisi temperatur ruang lebih dari 400C atau kelembaban ruang meningkat, maka setiap ventilasi alat pengering dibuka. Pengukuran berat kering (pada setiap perlakukan) hari I , II , III, V dan VI, masing-masing dilakukan pada pagi hari jam

Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2

ISSN : 1412 - 1328

4

07.00 , 09.00 ,11.00, 12.00, 13.00, 14.00, 16.00 dan 18.00 WIT. Pengukuran berat kering oven (pada setiap perlakukan) sebelum perlakuan, hari I , II , III, V dan VI, masing-masing dilakukan sebelum jam 07.00 WIT. - Variabel Pengamatan Penetapan kadar air awal (Maturbongs, 1999)

dengan KP K1 K2 T = Laju pengeringan rata-rata (%/hari atau %/jam) = Kadar air awal (%) = Kadar air akhir (%) = Lama pengeringan (hari atau jam)

B B K ( A% = ) a Bodengan KA Ba Bo

o

x1

0 % 0...............................(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1, 2, dan 3, melukiskan hubungan antara suhu dan waktu pengeringan pada hari-I, hari-II, dan hari-III dalam ruang pengering dengan posisi sampel secara berurutan berada pada tempat masuk, tengah, dan keluar ruang pengering. Pada hari II dan III, suhu maksimum di ketiga lokasi sampel 65 0C, terjadi pada pukul 12.00 13.00 WIT waktu pengeringan, sedangkan suhu minimum 27 0C, terjadi pada pukul 07.00 WIT. Rentang suhu pengeringan hari-II dan hari-III adalah (31 65) 0C sedangkan pengeringan hari-I adalah (27 31) 0C.

= Kadar air (%) = Berat awal (gram) = Berat kering oven (gram)

Penetapan laju pengeringan (Maturbongs, 1999)

KP (%) =

K1 K 2 ..........................................(2) T

Gambar.1 Hubungan Suhu-Waktu Pengeringan (Masuk Ruang Pengering)65 Suhu (Celsius) 55 45 35 2532 27 42 32 35 37 34 31 51 65 60 60.5 55

Pra - Hari 1 Hari 1-2 Hari 2-3

28

31 30

7:00

9:00

11:00

12:00

13:00

14:00

16:00

18:00

Waktu Pengeringan (Jam)

Gambar.2 Hubungan Suhu-Waktu Pengeringan (Tengah Ruang Pengeringan)Pra-Hari 1

65 Suhu (Celsius) 55 45 35 2533 33 55

6560

65

Hari 1-2

60

6056

hari 2-3

51 4641

55 54

27

28

32

35

37

34

31

33

31 30 18:00

7:00

9:00

11:00 12:00

13:00

14:00

16:00

Waktu Penngeringan (Jam)

Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2

ISSN : 1412 - 1328

5

Gambar.3 Hubungan Suhu-Waktu Pengeringan (Keluar Ruang Pengeringan)65 Suhu (Celsius) 55 45 35 2532 27 46 35 37 34 54 65 59 59 54

Pra-Hari 1 Hari 1-2 Hari 2-3

28

32

31

31 30

7:00

9:00

11:00

12:00

13:00

14:00

16:00

18:00

Waktu Pe nge ringan (Jam)Gambar 4, melukiskan hubungan antara suhu dan waktu pengeringan alami. Suhu maksimum 47 0 C, terjadi pada hari IV waktu pengeringan pada pukul 12.00 WIT, sedangkan suhu minimum 24 0 C, terjadi pada hari I waktu pengeringan pada pukul 07.00 WIT.

Gambar.4 Hubungan Suhu-Waktu Pengeringan (Pengeringan Alami)48 Suhu (Celsius) 43 38 33 28 2327 24 33 29 26 42 40 35 30 27 26 30 47 45 41 45 42

44 41 40

Pra ke Hari 1 Hari 1-239 34 31 27

Hari 2-3 Hari 3-429 26

Hari 4-5 Hari 5-6

7:00

9:00 11:00 12:00 13:00 14:00 16:00 18:00 Waktu Pengeringan (Jam)

Gambar 5, melukiskan hubungan antara kelembaban relatif - waktu pengeringan pada ruang pengeringan dan pengeringan alami. Dalam ruang

pengering, kelembaban relatif (30 33) % pada pukul 11.00 13.00 WIT, sedangkan kelembaban relatif (80 90) % terjadi pada pukul 07.00 dan

Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2

ISSN : 1412 - 1328

6

18.00 WIT. Pada pengeringan alami, kelembaban relatif 86 98)% terjadi pada pukul 07.00 dan

18.00 WIT, kelembaban relatif (40 48) % terjadi pada pukul 11.00 - 13.00 WIT.

Gambar.5 Hubungan K elembaban Relatif T erhadap Waktu Pengeringan

Kelembaban Relatif(RH) (%)

10 0 9 0 8 0 7 0 6 0 5 0 4 0 3 0 2 0

9 8

9 6 8 5

9 2 8 1

9 0

9 5

9 0 8 3

7 5 5 8 4 5 3 1 4 7 3 8 3 0 5 4 3 8 6 5

5 7

Waktu Pengeringan (Hari)PengeringanAlam i RHRerataR.Pengering

55 49.67 6 5 49.2021 50 Keluar 45 R.Pengering 43.45 96 Tengah 40 R.Pengering Masuk 35 R.Pengering 35 63 .27 P.Alam i 30 25 .6499 25 20 15 1 2.0307 8.345 9 6.8861 1 5 0.1 26 10 6.91 4 5 5 pra-1 1 ke 2 2 ke 3 3 ke 5 5 ke 6 6Waktu Pengeringan (Jam)

Gam ar.6 b H b n a K a Air Terh ap W u u g n ad r ad aktu Pe g n erin an g

Gambar 6, melukiskan hubungan kadar air waktu pengeringan pada ruang pengeringan dan pengeringan alami. Kadar air dalam ruang pengering dan pengeringan alami menunjukkan

Kadar Air (%)

trend yang menurun terhadap waktu pengeringan. Untuk memperoleh laju pengeringan dari setiap perlakuan, maka Gambar 6 dinyatakan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan Pada Setiap Perlakuan

Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2

ISSN : 1412 - 1328

7

Posisi Sampel A B C Alami

Pra Ke Hari-1 48.0557 47.0354 49.2021 49.6756

Hari I-II 33.6571 33.9536 35.2763 43.4596

Kadar Air (%) Hari II-III Hari III-IV 10.0069 11.4066 10.1526 25.6499 6.7841 6.5254 6.9154 12.0307

Hari IV-V

Hari V-VI

8.3459

6.8861

Ket: A Keluar R.Pengering , B Tengah R.Pengering, C Masuk R.Pengering

Tabel 2. Laju Pengeringan (%/jam) Untuk Setiap Perlakuan Lokasi Sampel/Perlakuan A B C Pengeringan Alami 1.20 1.09 1.16 0.52 Laju Pengeringan (%/jam) 1.97 1.88 2.09 1.48 0.27 0.41 0.27 1.13

0.31

0.12

Berdasarkan Tabel 1 dan persamaan (2), maka laju pengeringan biji kakao untuk setiap perlakuan dapat disajikan pada Tabel 2. Dari Gambar 1 hingga 4, terlihat bahwa dengan waktu pengeringan yang sama, suhu dalam ruang lebih tinggi dibandingkan suhu di luar ruang pengering. Hal ini disebabkan, radiasi gelombang pendek dari matahari dengan energi besar dirambatkan lewat plastik transparan (proses konduksi) yang selanjutnya dipantulkan sebagian oleh permukaan biji kakao (gelombang yang dipantulkan adalah gelombang panjang). Energi kinetik gelombang pendek yang membawa energi yang besar menembus atap alat pengering dan selanjutnya mengalami tumbukan dengan molekul udara dalam ruang pengering sehingga akan terjadi transfer energi (panas), akibatnya suhu dalam ruang pengering akan meningkat. Kenaikan suhu ruang tergantung dari jumlah energi panas yang masuk ke dalam ruang pengering. Dengan suhu ruang pengering yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pada pengeringan alami atau di luar ruang pengering maka tekanan udara di ruang pengering menjadi lebih rendah dibandingkan tekanan udara pada pengeringan alami. Sedangkan rentang suhu minimum dan maksimum pada pengeringan alami adalah relatif sempit sehingga energi yang tersedia untuk menguapkan uap air pada biji relatif sedikit. Hal ini dapat terjadi karena dalam waktu singkat, panas yang diradiasi kembali oleh permukaan biji kakao akan dipindahkan ke lingkungan melalui proses konveksi (tiupan angin) sehingga akumulasi panas pada kumpulan biji kakao tidak berlangsung lama.

Dari Gambar 5 hingga 6, terlihat bahwa pada ruang pengering dan pengeringan alami, kelembaban relatif berbanding lurus terhadap suhu. Hal ini disebabkan dengan naiknya suhu maka kapasitas udara untuk menampung uap air dari hasil evaporasi biji kakao, semakin meningkat. Sehingga pada pukul 11.00 13.00 WIT (waktu kisaran suhu maksimal), terjadi kelembaban relatif yang rendah. Sebaliknya pada pukul 07.00 dan 18.00 WIT (waktu kisaran suhu minimal), baik di dalam dan di luar alat pengering, kelembaban relatif mengalami kenaikan karena kapasitas untuk menampung uap air rendah. Dari Gambar 6, terlihat bahwa kadar air dan laju pengeringan pada biji kakao menurun dengan bertambahnya waktu pengeringan. Kadar air biji kakao hasil fermentasi dari setiap perlakuan relatif sama yaitu 47 49%. Pada hari I terjadi penurunan kadar air yang relatif kecil dan laju pengeringan yang lambat (untuk posisi masuk, tengah dan keluar ruang pengering). Hal ini disebabkan pada hari I perbedaan suhu terendah (pukul 07.00 WIT) dengan suhu maksimal (pukul 11.00 13.00 WIT) adalah kecil sehingga jumlah panas (energi) yang tersedia untuk menguapkan uap air pada biji kakao relatif sedikit. Sedangkan pada pengeringan hari II dan III, rentang suhu antara suhu terendah (07.00 WIT) dan suhu tertinggi (pukul 11.00 13.00 WIT) adalah besar, sehingga jumlah panas yang tersedia mampu untuk menguapkan uap air pada biji kakao. Akibatnya pada hari II dan III terjadi penurunan kadar air dan laju pengeringan yang relatif tajam dibandingkan dengan hari I. Penurunan kadar air dan laju pengeringan terhadap lama pengeringan karena

Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2

ISSN : 1412 - 1328

8

semakin lama waktu pengeringan, kadar air yang dikandung biji kakao semakin sedikit. Berdasarkan Tabel 2, maka dapat dinyatakan bahwa waktu pengering efektif biji kakao dengan alat pengering biji adalah 36 jam dengan kadar air akhir adalah 6,7416%(rata-rata dari ketiga lokasi sampel) sedangkan dengan pengeringan alami adalah 60 jam dengan kadar air akhir 6,8861%. Laju pengeringan rata-rata alat pengering adalah 0,32%/jam sedangkan pengeringan alami adalah 0,12%/jam. Dengan demikian, laju pengeringan dengan menggunakan alat pengering lebih besar 0,38 kali dibandingkan dengan pengeringan alami. Faktor perbedaan tekanan (tekanan berbanding terbalik terhadap suhu, sehingga jika suhu tinggi maka tekanan relatif rendah sedangkan jika suhu rendah maka tekanan relatif lebih tinggi) antara dalam ruang dengan di luar ruang sangat berperan dalam penurunan kadar air biji kakao dalam ruang pengering. Saat suhu ruang meningkat, maka uap air akan mengembang dan naik ke bagian atas dalam ruang pengering sehingga tekanan udara dalam ruang pengering menjadi rendah dibandingkan tekanan udara di luar. Perbedaan tekanan ini mengakibatkan terjadi aliran udara dari luar ke dalam ruang pengering melalui proses konveksi. Uap air yang berada dalam ruang akan didorong keluar melalui cerobong. Pada pengeringan alami, penurunan kadar air hingga mencapai kadar air standar mutu perdagangan (6-7%) memerlukan 6 hari waktu pengeringan. Sedangkan laju pengeringan secara kumulatif mengalami penurunan seiring dengan lama waktu pengeringan. Hal ini disebabkan jumlah panas yang tersedia untuk menguapkan uap air yang dikandung biji kakao relatif kurang. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengeringan biji kakao pada alat pengering tipe semi lingkaran mampu menurunkan kadar air biji kakao dari 49 % hingga 6-7% (kadar air standar mutu perdagangan) selama 36 jami. Hal ini disebabkan rentang perbedaan suhu terendah dan tertinggi adalah relatif lebar, sehingga panas yang tersedia untuk menguapkan air biji kakao adalah memadai. Pengeringan biji kakao secara alami memerlukan waktu yang relatif lama 60 jam untuk

menurunkan kadar air dari 49 % hingga mencapai 6 7%. Laju pengeringan terhadap lama waktu pengeringan secara kumulatif mengalami penurunan yang lambat. Hal ini disebabkan rentang perbedaan suhu terendah dan tertinggi adalah relatif kecil, sehingga panas yang tersedia untuk menguapkan air biji kakao adalah kurang. Laju pengeringan dengan menggunakan alat pengering lebih besar 0,38 kali dibandingkan dengan pengeringan alami. Saran Perlu dilakukan pengkajian lanjut tentang hubungan daya tampung ruang pengeringan dengan jumlah panas yang tersedia, serta koefisien konduktivitas panas dari bahan yang digunakan sehingga energi matahari dapat dioptimalkan untuk keperluan pengeringan. DAFTAR PUSTAKA Charles, JM. 1986. Potential Improvements to Traditional Solar Crop Dryer in Camerron. Solar Drying in Africa. Modibo, D. 1986. Drying in Africa. Solar Drying in Mali. Solar

Raharjo, D.J., 1990. Agro-Ekosistem Desa Warmare. Analisis Agro Ekosistem Untuk Pembangunan Masyarakat Pedesaan Irian Jaya. Badan Penelitian Pengembangan Pertanian dan PSLH Uncen dan The Ford Foundation Haryadi. 1991. Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan, UGM-Yogyakarta. Anonim. 1991. Pemetikan dan Pascapanen Kakao. Seri Penyuluhan. Dinas Perkebunan Propinsi Dati I Irian Jaya. Maturbongs, L. 1999. Pengaruh Berbagai Teknik Pengeringan Terhadap Kadar Air Rotan Diameter Besar. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Cenderwasih Manokwari. Anonim. 1999. Laporan Tahunan Dinas Perkebunan Kabupaten Manokwari Pattiasina, E. 2000. Identifikasi Mutu Biji Kakao Rakyat di Kawasan Pantai Utara Kecamatan Manokwari. Laporan Penelitian D3 Perkebunan Faperta Uncen Manokwari.

Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2

ISSN : 1412 - 1328

9