93373695-kejang-demam
DESCRIPTION
epilepsyTRANSCRIPT
![Page 1: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/1.jpg)
Kejang disebabkan oleh pelepasan hantaran listrik yang abnormal. Gejala-gejala
yang timbul dapat bermacam-macam tergantung pada bagian otak yang
terpengaruh, tetapi umumnya kejang berkaitan dengan suatu sensasi “aneh”,
kekakuan otot yang tidak terkendali, dan hilangnya kesadaran.
Kejang dapat terjadi akibat adanya kelainan medis. Rendahnya kadar gula darah,
infeksi, cedera kepala, keracunan atau overdosis obat-obatan dapat
menyebabkan kejang. Selain itu, kejang juga dapat disebabkan oleh tumor otak
atau kelainan saraf lainnya. Kurangnya oksigen ke otak juga dapat menyebabkan
kejang. Pada beberapa kasus, penyebab kejang mungkin tidak diketahui. Kejang
yang terjadi berulang mungkin merupakan suatu indikasi akan adanya suatu
kondisi kronik yang dikenal sebagai epilepsi.
Defenisi Kejang Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38¬¬ C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di
luar rongga kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980),
kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasnya terjadi
antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak
pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Infeksi
ekstrakranial yang paling banyak didapatkan yakni dari saluran pernapasan bagian
atas, dan merupakan 70% dari seluruh penyebab kejang demam.
Insiden Kejang Demam
Diperkirakan 3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah menderita kejang
demam. Anak laki-laki lebih sering pada anak perempuan dengan perbandingan
1,4 : 1,0. Menurut ras maka kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna.
![Page 2: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/2.jpg)
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta
cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga memegang peranan. Lennox
Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang
demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang sempurna.
Dan 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan
pada anak normal hanya 3%.
Etiologi Kejang Demam
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam
sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi
saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu
yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan
kejang.
Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa
kehidupan lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan
perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering
pada bayi kecil.
Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah
infeksi akut (ekstra dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah
tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal, keracunan,
asfiksia, perdarahan intrakranial spontan dan trombosis, trauma postnatal,dan
lain-lain.
Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin
jarang menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali tampil
sebagai penyebab penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling
![Page 3: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/3.jpg)
umum. Penyebab lain setelah masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa
kerusakan otak akibat trauma, infeksi, keracunan timbal, tumor otak,
glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degeneratif otak tertentu dan
menelan obat.
Patofisiologi Kejang Demam
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak dperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dn permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dpat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler
Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
![Page 4: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/4.jpg)
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan
dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya
lepas muatan listrik. Lepas mutan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejng yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang.
Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari
kejang demam, yaitu:
Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.
![Page 5: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/5.jpg)
Cepatnya kenaikan suhu.
Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.
Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga sirkulasi
darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.
Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan
baik susunan saraf pusat (korteks serebri).
Gejala Klinik Kejang Demam
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunklosis
dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya
kelainan saraf.
Bila menghadapi penderita dengan kejang demam, pertanyaan yang sering timbul
ialah dapatkah diramalkan dari sifat kejang atau gejala yang mana kemungkinan
lebih besar untuk menderita epilepsi?
![Page 6: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/6.jpg)
Untuk itu Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2
golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple febril convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (Epilepsi triggered off by fever)
Kriteria kejang demam menurut livingtone adalah:
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
Kejang bersifat umum
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4x.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh
demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang
menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor
pencetus saja.
Kriteria kejang demam menurut tesis Lumbang Tobing, adalah:
Adanya kejang dan demam.
Tak ada defisi neurologik lain sebelum dan sesudah serangan kejang.
![Page 7: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/7.jpg)
Likuor normal.
engertian
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala
dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu
awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia
A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak
dibawah lima tahun.
2. Patofisiologi
a. Etiologi
![Page 8: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/8.jpg)
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak,
trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan
gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik
subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak
diketahui etiologinya).
1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith –
Lemli – Opitz.
2) Ekstra kranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan
elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
![Page 9: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/9.jpg)
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan
dan kekurangan produksi kernikterus.
3) Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
b. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi
paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh
membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan
luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh
ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan
jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan
membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K,
ATP yang terdapat pada permukaan sel.
![Page 10: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/10.jpg)
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan
konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak
misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari
patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang
anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang
dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan
dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+
melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh
sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang
berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan
gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA
meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya
terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
c. Manifestasi klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar
susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
![Page 11: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/11.jpg)
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin
timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak
menderita epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2
golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever
Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah
dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang
demam sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
![Page 12: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/12.jpg)
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
3. Klasifikasi kejang
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik
dan kejang mioklonik.
Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi
prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu
ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai
yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah
dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi
harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang
meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal
dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal
berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan
kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
![Page 13: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/13.jpg)
disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup
bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf
pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak
spesifik.
4. Diagnosa banding kejang pada anak
Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan
mioklonus nokturnal benigna.
Gemetar
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering
membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat
terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia
dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi
dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo
teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik .
b. Apnea
![Page 14: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/14.jpg)
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6
detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya pernafasan
tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan,
warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan
apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-
kadang pada bayi cukup bulan.
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di
curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada
keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala
kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak
disertai bradikardia.
c. Mioklonus Nokturnal Benigna
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu
tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada
jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut
berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal
atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang
dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan
pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan
5. Penatalaksanaan
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang
merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang
memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
![Page 15: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/15.jpg)
Penatalaksanaan Umum terdiri dari :
a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati
b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung
c. Usahakan suhu tetap stabil
d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain
e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena
Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera
dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4
ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan
glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa
hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan
bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara
intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral
setiap sebelum minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk
larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4
![Page 16: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/16.jpg)
(IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia
umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti
hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama
untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi
metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi
sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg .
kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas
kejang pada BBL dengan alasan
a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat
pernafasan
c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi
peningkatan bilirubin dalam darah.
6. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
a. Pemeriksaan fisik
![Page 17: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/17.jpg)
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik,
pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang
multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan
adanya kelainan struktur otak.
2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi,
henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif,
dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan
intraventikular.
3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan
yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol
menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh
pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran
menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel
enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial
yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau
subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural.
Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang
berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
![Page 18: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/18.jpg)
6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan
subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan
bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula
dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan
sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin
secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia
dan analisis gas darah.
3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan
kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila
cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk
![Page 19: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/19.jpg)
mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir
darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal
4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga
diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang
menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam
multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai
prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan
perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk
menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak
dapat meramalkan prognosis.
6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan
diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella,
citomegalovirus dan virus herpes.
c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari
aturan baku
![Page 20: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/20.jpg)
d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular,
dan vertikular
e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial,
klasifikasi dan kelainan bawaan otak
e) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif
dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.
7. Tumbuh kembang pada anak usia 1 – 3 tahu
1. Fisik
f. Ubun-ubun anterior tertutup.
g. Physiologis dapat mengontrol spinkter
2. Motorik kasar
a. Berlari dengan tidak mantap
b. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan
![Page 21: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/21.jpg)
c. Menarik dan mendorong mainan
d. Melompat ditempat dengan kedua kaki
e. Dapat duduk sendiri ditempat duduk
f. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh
3. Motorik halus
a. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan
b. Melepaskan dan meraih dengan baik
c. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu
d. Menggambar dengan membuat tiruan
4. Vokal atau suara
a. Mengatakan 10 kata atau lebih
![Page 22: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/22.jpg)
b. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian
tubuh
5. Sosialisasi atau kognitif
a. Meniru
b. Menggunakan sendok dengan baik
c. Menggunakan sarung tangan
d. Watak pemarah mungkin lebih jelas
e. Mulai sadar dengan barang miliknya
8. Dampak hospitalisasi
Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan
hilang kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara
verbal, takut terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak
saat berinteraksi.
Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :
![Page 23: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/23.jpg)
a) Rasa takut
1) Memandang penyakit dan hospitalisasi
2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal
3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit
4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan
5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap jempol,
menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.
b. Ansietas
1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal
2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)
3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru tidak
berminat
![Page 24: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/24.jpg)
4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit
5) Tidak berdaya
6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan
7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yang
memberi pengobatan atau perawatan
Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol
9) Protes dan Ansietas karena restrain
c. Gangguan citra diri
1) Sedih dengan perubahan citra diri
2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)
3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut
![Page 25: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/25.jpg)
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi
kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai
karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti
pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk
waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor
pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan
yang ditimbulkan oleh kejang.
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan
otot. Gerakan involunter
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi
dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan
dan atau penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus spinkter
![Page 26: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/26.jpg)
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi
serebra
7. Riwayat jatuh / trauma
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot.
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan
neoromuskular
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
![Page 27: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/27.jpg)
5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
3. INTERVENSI
Diagnosa 1
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot.
Tujuan
Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil
Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan
keamanan lingkungan
Intervensi
Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan
umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan
![Page 28: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/28.jpg)
beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah
kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.
Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
therapi anti compulsan
Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan
neuromuskular
Tujuan
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak
ada, RR dalam batas normal
Intervensi
![Page 29: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/29.jpg)
Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler.
Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan
Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil
Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi
Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada
klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres
dingin pda daerah dahi dan ketiak.
Diagnosa 4
![Page 30: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/30.jpg)
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi
Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien
dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan
klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan
![Page 31: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/31.jpg)
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak
bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.
Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri
kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti.
Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.
6. EVALUASI
1. Cidera / trauma tidak terjadi
2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
3. Aktivitas kejang tidak berulang
4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
![Page 32: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/32.jpg)
5. Pengetahuan keluarga meningkat
Definisi
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang
disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup
untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius atau lebih
(Soetomenggolo, 1989; Lumbantobing, 1995). Kejang terjadi akibat loncatan listrik
abnormal dari sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya,
yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba
yang disebabkan oleh demam dari luar otak (Freeman, 1980).
Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan
infeksi saluran kemih (Goodridge, 1987; Soetomenggolo, 1989). Selain itu juga
infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta
pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) dapat menyebabkan kejang
demam.
Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang demam adalah :
![Page 33: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/33.jpg)
- Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis, salmonellosis)
- Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi.
– Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
– Gabungan dari faktor-faktor diatas.
Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal,
membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan elektrolit seperti Cl.
Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di
luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.
![Page 34: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/34.jpg)
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Perbedaan
potensial membran sel neuron disebabkan oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, aliran
listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%.
Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius.
![Page 35: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/35.jpg)
Klasifikasi Kejang Demam
Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua :
1. Kejang demam sederhana
Diagnosisnya :
- Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
- Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
- Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
- Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
- Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
- Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
![Page 36: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/36.jpg)
2. Epilepsi yang diprovokasi demam
Diagnosisnya :
- Kejang lama dan bersifat lokal
- Umur lebih dari 6 tahun
- Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun
- EEG setelah tidak demam abnormal
Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam kompleks
Diagnosisnya :
- Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
- Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
![Page 37: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/37.jpg)
- Kejang bersifat fokal/multipel
- Didapatkan kelainan neurologis
- EEG abnormal
- Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun
- Temperatur kurang dari 39 derajat celcius
2. Kejang demam sederhana
Diagnosisnya :
- Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun
- Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat
- Kejang bersifat umum (tonik/klonik)
- Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
![Page 38: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/38.jpg)
- Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
- Temperatur lebih dari 39 derajat celcius
3. Kejang demam berulang
Diagnosisnya :
- Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam
(Soetomenggolo, 1995)
Manifestasi klinik
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti,
anak tidak member reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat
diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering
terjadi pada kejang demam yang pertama (Soetomenggolo, 1995).
![Page 39: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/39.jpg)
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30
menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya
dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang
demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya
berlangsung lebih dari 30 menit.
Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi maupun
laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi
berupa hemiplegi, diplegi (Goodridge, 1987; Soetomenggolo, 1989). Pada
pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-
gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan
gelombang tajam (Soetomenggolo, 1989). Perlambatan aktivitas EEG kurang
mempunyai nilai prognostic, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih
sering menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan
untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari
(Soetomenggolo, 1995).
Diagnosis
Diagnosis kejang tidak selalu mudah. Ensefalopati tanpa sebab yang jelas kadang
memberi gejala kejang yang hebat. Sinkop atau kejang sebagai refleksi anoksia
juga dapat terpacu oleh demam. Demam menggigil pada bayi juga dapat keliru
dengan kejang demam. Sering orang tua menyangka anak gemetar karena suhu
yang tinggi sebagai kejang.
![Page 40: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/40.jpg)
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda menurut kriteria Livingstone sebagai
berikut :
1. Umur anak kejang pertama antara 6 bulan sampai 4 tahun
2. Kejang terjadi dalam 16 jam pertama setelah mulai panas.
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang berlangsung tak lebih dari 15 menit
5. Frekuensi bangkitan tak lebih dari 4 kali dalam setahun
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak
menunjukkan kelainan
7. Tidak didapatkan kelainan neurologic
(Pedoman tatalaksana medik anak RSUP DR. SARDJITO, 1991)
Diferensial Diagnosa
![Page 41: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/41.jpg)
Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena kelainan lain,
misalnya radang selaput otak (meningitis), radang otak (ensefalitis), dan abses
otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan
anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan
gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi
kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal
yang umumnya diambil melalui fungsi lumbal (Lumbatobing, 1995).
Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Pengobatan penunjang
- Memberikan pengobatan rumat
- Mencari dan mengobati penyebab
- Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
![Page 42: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/42.jpg)
- Pengobatan akut
A. Mengatasi kejang secepat mungkin
Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam, tindakan yang perlu
kita lakukan secepat mungkin adalah semua pakaian yang ketat dibuka. Kepala
sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. Penting sekali
mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin. Dan bisa juga
diberikan sesuatu benda yang bisa digigit seperti kain, sendok balut kain yang
berguna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan nafas. Bila suhu
penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan es/alkohol atau dapat juga
diberi obat penurun panas/antipiretik.
B. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital seperti suhu,
tekanan darah, pernafasan dan denyut jantung diawasi secara ketat. Bila suhu
penderita tinggi dilakukan dengan kompres es atau alkohol. Bila penderita dalam
keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per
rectal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah
dibuktikan keampuhannya (Lumbantobing, SM, 1995). Hal ini dapat dilakukan
oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari
berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan
lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5
mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama,
dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.
![Page 43: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/43.jpg)
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan
dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti
deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
C. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara
mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut.
Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam
sederhana diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus
diberikan kepada anak yang bila menderita demam lagi. Antikonvulsan yang
diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang mempunyai efek
samping paling sedikit dibandingkan dengan obat antikonvulsan lainnya.
Obat yang kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya
kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun oral pada
waktu anak mulai terasa panas.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk
menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4
tahun.
![Page 44: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/44.jpg)
2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik
yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya
kejang di kemudian hari.
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
a. Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka
panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan
kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
b. Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini
harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik
berupa rasa mual, kerusakan hepar, pancreatitis.
c. Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa
hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan.
![Page 45: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/45.jpg)
Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan
sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan
pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi
dosis selama 3 atau 6 bulan.
D. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi
traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang
tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut.
Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama
kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk
menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif
perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula
darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
E. Mencegah Terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
Dalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang demam
tersebut. Misalnya pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi. Untuk
mencegah agar kejang tidak berulang kembali dapat menimbulkan panas pada
anak sebaiknya diberi antikonvulsan atau menjaga anak agar tidak sampai
kelelahan, karena hal tersebut dapat terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut.
![Page 46: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/46.jpg)
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang merupakan
pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang
berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat).
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :
1. Profilaksis intermitten
2. Profilaksis terus menerus dengan obat antikonvulsan tiap hari
3. Mengatasi segera jika terjadi serangan kejang
F. Pengobatan Akut
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :
1. Segera menghilangkan kejang
2. Turunkan panas
3. Pengobatan terhadap panas
![Page 47: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/47.jpg)
4. Suportif
Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-lahan selama
5 menit.
Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:
1. Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu dilepaskan
2. Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma. Cegah trauma
pada bibir dan lidah dengan pemberian spatel lidah atau sapu tangan diantara gigi
3. Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena hipoksia
4. Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika
(asetaminofen/parasetamol) atau dapat diberikan kompres es
5. Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan antibiotic yang sesuai
![Page 48: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/48.jpg)
6. Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan kortikosteroid
untuk mencegah oedem otak dengan menggunakan cortisone 20-30 mg/kgBB
atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB
Bagan Penatalaksanaan
![Page 49: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/49.jpg)
![Page 50: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/50.jpg)
![Page 51: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/51.jpg)
INJAUAN TEORI
I. Konsep dasar Kejang Demam
![Page 52: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/52.jpg)
A. Pengertian Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
(Arif Mansjoer. 2000)
Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Taslim.
1989)
Kejang Demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu
badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. (Livingston, 1954)
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala
dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu
![Page 53: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/53.jpg)
awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia
A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi
pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan –
5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia <> 3 tahun.
(Nurul Itqiyah, 2008)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak
dibawah lima tahun.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai
pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab
demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi
saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).
B. Etiologi Kejang Demam
Penyebab kejang demam menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran belum
diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah
demam yag tinggi. Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
![Page 54: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/54.jpg)
2. Gangguan metabolik
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.
4. Keracunan obat
5. Faktor herediter
6. Idiopatik.
(Arif Mansjoer. 2000)
C. Patofisiologi Kejang Demam
D. Klasifikasi Kejang Demam
Menurut Livingston ( 1954) Kejang demam di bagi atas dua :
Kejang demam sederhana : Kejang demam yang berlangsung singkat. Yang
digolongkan kejang demma sederhana adalah
![Page 55: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/55.jpg)
a. kejang umum
b. waktunya singkat
c. umur serangan kurang dari 6 tahun
d. frekuensi serangan 1-4 kali per tahun
e. EEG normal
Sedangkan menurut subbagian saraf anak FKUI, memodifikasi criteria livingston
untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu :
a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.
c. Kejang bersifat umum.
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama
![Page 56: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/56.jpg)
e. Pemeriksaan neurologist sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
g. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
(Taslim. 1989)
E. Manifestasi klinis
Gejala berupa
1. Suhu anak tinggi.
2. Anak pucat / diam saja
3. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.
4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat.
![Page 57: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/57.jpg)
5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
6. Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )
7. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit
8. Seringkali kejang berhenti sendiri.
(Arif Mansjoer. 2000)
F. Komplikasi
Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit
dan bersifat unilateral
3. Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)
![Page 58: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/58.jpg)
G. Pemeriksaan laboratorium
1. EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik,
melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.
2. CT SCAN
Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan
Abses.
3. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak
dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis
4. Laboratorium
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila
ada komplikasi dan penyakit kejang demam.
(Suryati, 2008), ( Arif Mansyoer,2000), (Lumbatobing,1989)
![Page 59: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/59.jpg)
H. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
1. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar
oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,
suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan
kompres air dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam yang diberikan
intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti
sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak
timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau
pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang
tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga,
berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-
lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan
dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan
langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg
dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian
![Page 60: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/60.jpg)
diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan
secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak
melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran
dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin
dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun
demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang
dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang
demam berlangsung lama.
3. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2)
profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis
intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari
dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara
intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan
suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan
hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam
berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah
![Page 61: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/61.jpg)
terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan
fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat
digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan
profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap
selama 1-2 bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk
poin 1 atau 2) yaitu :
1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist
sementara dan menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
4. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang
maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan
diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.
( Arif Mansyoer,2000)
![Page 62: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/62.jpg)
II. Konsep asuhan keperawatan
A. Pengkajian
Menurut Doenges (1993 ) dasar data pengkajian pasien adalah :
a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri /
orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan.
c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
![Page 63: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/63.jpg)
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).
d. Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.
e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat
trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.
g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat,
peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.
B. Pemeriksaan diagnostik
![Page 64: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/64.jpg)
1. Periksa darah / lab : Hb. Ht, Leukosit, Trombosit
2. EEG
3. Lumbal punksi
4. CT-SCAN
C. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
2. Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus
3. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu
tubuh
4. Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang
5. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
![Page 65: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/65.jpg)
D. Intervensi keperawatan
1. Dx 1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan klien
terpenuhi.
Kriteria hasil :
- TTV stabil
- Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urin adekuat.
-Turgor kulit baik
- membrane mukosa mulut lembab
Intervensi :
1. Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna, konsistensi.
R/ : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan tubuh
![Page 66: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/66.jpg)
2. Berikan makanan dan cairan
R/ : memnuhi kebutuhan makan dan minum
3. Berikan support verbal dalam pemberian cairan
R/ : meningkatkan konsumsi cairan klien
4. Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual.
R/ : menurunkan dan menghentikan muntah klien
5. Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium
R/ Untuk mengetahui status cairan klien.
2. Dx 2 Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas
efektif
![Page 67: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/67.jpg)
Kriteria hasil :
-sekresi mukus berkurang
- tak kejang
- gigi tak menggigit
Intervensi :
1. Ukur Tanda-tanda vital klien.
R/ : untuk mengetahui status keadaan klien secara umum.
2. Lakukan penghisapan lendir
R/ : menurunkan resiko aspirasi
3. Letakan klien pada posisi miring dan permukaan datar
R/ : mencegah lidah jatuh kebelakang dan menyumbat jalan nafas
![Page 68: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/68.jpg)
4. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen
R/ : untuk memfasilitasi usaha bernafas
3. Dx. 3 Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan
suhu tubuh
Tujuan : Keseimbangan cairan terpenuhi
1. Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam
R/ peningkatan suhu tubuh dari yang normal membutuhkan penambahan cairan.
2. Hitung Intak & Output setiap pergantian shift.
R/ Untuk mengetahui keseibangan cairan klien.
3. Anjurkan pemasukan/minum sesuai program.
R/ membantu mencagah kekurangan cairan.
4. Kolaborasi pemeriksaan lab : Ht, Na, K.
![Page 69: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/69.jpg)
R/ mencerminkan tingkat / derajat dehidrasi.
4. Dx. 4 Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang
Tujuan : Agar tidak terjadi kejang berulang
1. Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam
R/ peningkatan suhu tubuh dapat mengakibatkan kejang berulang.
2. Observasi tanda-tanda kejang.
R/ untuk dapat menentukan intervensi dengan segera.
3. Kolaborasi pemberian obat anti kejang /konvulsi.
R/ menanggulangi kejang berulang.
5. Dx. 5 Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.
![Page 70: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/70.jpg)
Tujuan : Peningkatan status nutrisi
1. Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangi
gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.
R/ cara khusus meningkatkan napsu makan.
2. Bantu klien makan
R/ membantu klien makan.
3. selingi makan dengan minum
R/ memudahkan makanan untuk masuk.
4. Monitor hasil lab seperti HB, Ht
R/ : Monitor status nutrisi klien
5. Atur posisi semifowler saat memberikan makanan.
R/ : Mengurangi regurtasi.
![Page 71: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/71.jpg)
E. Evaluasi
1. Kekurangan volume cairan tidak terjadi
2. Bersihan Jalan Nafas kembali efektif
3. Keseimbangan kebutuhan cairan klien tercukupi.
4. Resiko tinggi kejang berulang tidak terjadi
5. kebutuhan Nutrisi klien dapat terpenuhi.
BAB III
CONTOH GAMBARAN KASUS
A. Gambaran kasus
Klien An. D umur 3 tahun 6 bulan dirawat di RSF dari tanggal 10 Juni 2008 dengan
keluhan kejang demam selama dirumah 3 kali selama 24 jam, kejang pertama ±
15 menit, kejang kedua ±10 menit, kejang ketiga ± 5 menit, tangan dan kaki
mengepal pada saat kejang, suhu klien 39,5O C. Keadaan umum klien lemah,nadi
![Page 72: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/72.jpg)
120x/menit, RR 26 kali/menit, Suhu 39,5O C, klien terlihat gelisah, ubun-ubun
besar cekung, mukosa mulut kering, BB saat masuk RS IGD 9,5 kg,Berat badan
saat ini 8,1 kg, Lingkar lengan atas 14 cm (ideal 16 cm) ,Tb 75 cm, muntah
sebanyak ½ aqua geas (120cc) berisi cairan kuning kecoklatan, sebelum & saat
dirawat klien tidak mau makan. Intake klen minum sebanyak 300 cc & infuse 400
cc, total 700 cc, Output BAK&BAB :340 cc, Iwl 110 cc, Total :450 cc, Balance : 250
cc Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Juni 2008 Hb: 11,6 g/dl (N:13,2-17,3
g/dl), Ht: 38% (N:31-59%), Leukosit : 13.500/ul, Trombosit: 81 ribu/ul, Eritrosit:
3.51 juta/ul. Leukosit: 13.500/µL(N= 6.000 – 17.500/µL), Trombosit : 400.000 /µL
(N= 150.000 – 440.000/µL), Eritrosit : 5juta/µL(N= 3,60 – 5,20 juta/µL), Natrium :
131 mmol/L (N= 135 – 145 mmol/L), Kalium: 2,4 mmol/L (N= 3,5 – 5,5 mmol/L),
Clorida : 100 mmol/L (N= 98 – 105 mmol/L)
B. Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.
Dari data diatas penulis mengangkat tiga diagnosa keperawatan adalah sebagai
berikut :
Diagnosa 1 : Kekurangan Volume cairan b.d mual dan muntah. Ditandai dengan :
DS : -. DO : keadaan umum lemah, mucosa mulut kering,konjungtiva anemis,
capilarry refill 3 detik, muntah ± ½ aqua gelas (120cc) berisi cairan kuning
kecoklatan, Nadi :120x/menit, RR 26x/menit, Suhu : 39,5º C, Hasil Lab 10 Juni
2008 Natrium: 131 mmol/L (N= 135 – 145 mmol/L), Kalium: 2,4 mmol/L (N= 3,5 –
5,5 mmol/L), Clorida : 100 mmol/L (N= 98 – 105 mmol/L).
Perencanaan keperawatan : Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam kebutuhan cairan klien terpenuhi. Kriteria hasil : Tanda – tanda
vital dalam batas normal :N : 60 – 80 x / mnt, S : 36º - 37ºC, RR : 16 – 20 x / mnt,
mukosa mulut lembab, muntah teratasi,konjungtiva tidak anemis, capilarry refill <
![Page 73: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/73.jpg)
style=""> hasil laboratorium normal Natrium: 135 – 145 mmol/L, Kalium: 3,5 – 5,5
mmol/L, Clorida : N= 98 – 105 mmol/L.
Intervensi : Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna, konsistensi.
Berikan makanan dan cairan, Berikan support verbal dalam pemberian cairan,
Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual, Pantau Hasil Pemeriksaan
Laboratorium
Implementasi : Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna,
konsistensi. Berikan makanan dan cairan, Berikan support verbal dalam
pemberian cairan, Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual, Pantau
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi akhir : S : Klien mengatakan sudah dapat minum. O : Tanda – tanda vital
dalam batas normal :N : 60 – 80 x / mnt, S : 36º - 37ºC, RR : 16 – 20 x / mnt,
mukosa mulut lembab, muntah teratasi, Lingkar lengan atas ideal 16 cm, hasil
laboratorium normal Natrium: 135 – 145 mmol/L, Kalium: 3,5 – 5,5 mmol/L,
Clorida : N= 98 – 105 mmol/L.. A: Masalah kekurangan cairan dapat teratasi. P :
hentikan intervenís
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat Ditandai dengan data – data sebagai berikut : DS: Ibu klien mengatakan
sebelum dan saat dirawat tidak napsu makan. DO: K.U: lemah, BB awal mei 2008
9,5 kg saat masuk RS IGD 8,1 kg, muntah ½ gelas Aqua(120cc), Lingkar lengan atas
14 cm ( ideal 16 cm), Hasil Laboratorium tanggal 10 Juni 2008 Hb: 11,6 g/dl
(N:13,2-17,3 g/dl), Ht: 38% (N:31-59%).
![Page 74: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/74.jpg)
Perencanaan keperawatan, Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperwatan 3 x 24
jam nutrisi terpenuhi dan berat badan meningkat. Kriteria hasil : BB naik
0.25kg(ideal 12kg), mual dan muntah klien dapat teratasi, napsu makan
bertambah, Hb&Ht dalam batas normal (Hb:10.8-15.6 g/dl & Ht: 35-43%).
Intervensi : Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangi
gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan. Bantu klien makan,
selingi makan dengan minum, Monitor hasil lab seperti HB & Ht, Atur posisi
semifowler saat memberikan makanan.
Implementasi : Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien,
mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan. Bantu
klien makan, selingi makan dengan minum, Monitor hasil lab seperti HB & Ht, Atur
posisi semifowler saat memberikan makanan. Evaluasi akhir : S: ibu mengatakan
susu diberikan sesuai jadwal. O : BB naik 0.3 Kg jadi 9.5kg Hb: 9.2g/dl, Ht: 30%, A :
masalah kekurangan nutrisi belum teratasi. P : lanjutkan intervensi Dx.2
Diagnosa 3 : Resiko injuri berhubungan dengan kejang berulang. Ditandai dengan
data – data sebagai berikut : DS : ibu klien bertanya penanganan kejang. DO :
penghalang tempat tidur tidak terpasang, S : 38.3ºC, N: 124x/menit,
RR:42X/menit
Perencanaan keperawatan : Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam injuri tidak terjadi. Kriteria hasil : orang tua dapat
mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan cidera, mampu melakukan
penanganan kejang, menunjukan koping positif.
![Page 75: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/75.jpg)
Intervensi : berikan posisi yang aman, memasang pengaman tempat tidur,
memberikan penjelasan kepada orang tua tentang penanganan kejang.
Implementasi : observasi suhu(penyebab kejang), memberikan posisi yang aman,
memberikan penjelaan kepada orang tua tentang penanganan kejang..
Evaluasi akhir : S : ibu klien mengatakan sudah tidak terjadi kejang, sudah
memasang penghalang. O : S : 37,2ºC, N: 124x/menit, RR: 42X/menit. Klien tidak
kejang, pengaman tempat tidur sudah terpasang dengan baik A : masalah resiko
injuri tidak terjadi. P: Lanjutkan intervensi Dx.2
.
BAB IV
PENUTUP
Pada bab ini penulis akan membahas contoh asuhan keperawatan pada An.D yang
mengalami kejang demam yang telah divas pada bab III serta memberikan saran
untuk masalah keperawatan yang harus diintervensi serta berkesinambungan.
A. Kesimpulan
![Page 76: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/76.jpg)
1. Dari hasil pengkajian pada An. D menurut contoh gambaran kasus diatas
mendapatkan hasil data yang sesuai dengan teori yaitu seperti adanya kejang
demam yang disebabkan demam yang tinggi yaitu dengan suhu 39,5º , tidak ada
respon verbal, frekuensi pernapasan meningkat 26 x/menit.
2. Diagnosa keparawatan yang ditemukan pada klien sesuai gambaran kasus
diatas yaitu : Kekurangan Volume cairan b.d mual dan muntah, Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat, Resiko injuri
berhubungan dengan kejang berulang.
3. Intervensi keperawatan pada An. D telah disusun sesuai dengan teori atau
konsep dasar asuhan keperawatan. Intervensi meliputi juga tindakan yang
dilakukan secara mandiri dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
4. Implementsi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat
dan disesuaikan dengan keadaan klien yang terjadi di rumah sakit.
5. Adapun evaluasi akhir dari keseluruhan asuhan keperawatan yang telah
diberikan. Evaluasi dilaksanakan secara sumatif yaitu dengan memberikan
kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan secara keseluruhan.
B. Saran
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan
masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang akan datang, diantaranya :
![Page 77: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/77.jpg)
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti
tentang rencana keperawatan pada pasien dengan kejang demam,
pendokumentasian harus jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan
klien dan keluarga.
2. Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan kejang
demam maka tugas perawat yang utama hádala sering memantau frekuensi
pernapsan anak, memperhatikan posisi anak, pengaman pada tempat tidur anak.
3. Untuk keluarga diharapkan selalu membantu dan memotivasi klien dalam
proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI
Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media
Aesculapius.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
![Page 78: 93373695-Kejang-demam](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022051613/54e1fd144a7959b9218b4715/html5/thumbnails/78.jpg)
Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI
Doenges, E, Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
khaidirmuhaj (http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/02/askep-anak-kejang-
demam.html)
http://www.kuliah-keperawatan.co.cc/2009/04/kejang-demam.html