98420079 makalah ilmu teknologi pangan minimally process
DESCRIPTION
teknologi panganTRANSCRIPT
MAKALAH ILMU TEKNOLOGI PANGAN
TEKNOLOGI OLAH MINIMAL DENGAN PEMANASAN
Dosen Pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno, S.TP., M.Si
disusun oleh :
Rahmawati
22030111130028
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi
semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu. Kesadaran ini
dipengaruhi oleh semakin majunya teknologi informasi di bidang pangan,
sehingga masyarakat atau konsumen lebih sadar terhadap segala perubahan
yang ada. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap
produk pangan yang hanya mengalami sedikit proses pengolahan, seperti pada
pengolahan buah-buahan dan sayuran dengan tanpa menghilangkan sifat-sifat
bahan segarnya.
Gerakan kembali ke alam (back to nature) dalam industri pangan
membawa dampak makin meningkatnya permintaan terhadap produk pangan
yang hanya mengalami sedikit proses pengolahan atau disebut dengan
teknologi olah minimal. Dengan meminimalisasi proses pemasakan atau
pengolahan suatu bahan pangan dapat mengurangi berkurangnya nilai gizi
yang terkandung dalam bahan makanan tersebut.
Dalam teknologi olah minimal terdapat berbagai macam teknik
pengolahan, dan di antaranya dengan cara pengolahan menggunakan panas.
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1 Apa yang di maksud dengan teknologi olah minimal?
1.2.2 Teknik apa saja yang dapat digunakan dalam minimally process?
1.2.3 Apa yang di maksud dengan Teknologi Olah Minimal dengan
Pemanasan (minimally process by heat) ?
1.2.4 Bagaimana cara pengolahan minimal dengan teknik pemanasan?
1.2.5 Apa keuntungan dan kerugian dari Teknologi Olah Minimal dengan
Pemanasan?
1.3 Tujuan
1
1.3.1 Mengetahui pengertian Teknologi Olah Minimal.
1.3.2 Mengetahui teknik-teknik yang dapat digunakan dalam teknologi olah
minimal.
1.3.3 Mengetahui pengertian teknologi olah minimal dengan pemanasan.
1.3.4 Mengetahui teknik olah minimal dengan pemanasan.
1.3.5 Mengetahui keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan dari
teknologi olah minimal dengan pemanasan.
1.4 Manfaat
Mampu mengolah bahan pangan dengan proses seminimal mungkin
(minimally process). Salah satunya menggunakan teknik olah minimal
dengan pemanasan.
2
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Teknologi Olah Minimal
Produk buah dan sayur yang diolah minimal adalah produk yang dibuat
dengan menggunakan aplikasi proses yang minimal (pengupasan,
pemotongan, pengirisan dan lain-lain) dengan proses pemanasan minimal atau
tanpa pemanasan sama sekali. Perlakuan minimal ini menyebabkan kesegaran
buah dan sayur masih tetap bertahan, tetapi proses yang diberikan tidak
menginaktifkan mikroba yang ada didalam produk.1
Teknologi olah minimal (minimally processing) merupakan kegiatan
pengolahan yg mencangkup mulai dari pencucian, sortasi, pembersihan,
pengupasan, hingga pemotongan tetapi tetap tidak mempengaruhi nilai gizinya.
Contoh dari produk yang diolah minimal adalah salad buah dan sayur,
produk buah sayur potong/irisan (fresh cut product) dalam bentuk tunggal atau
campuran yang siap untuk dikonsumsi (ready to eat) dan siap masak (ready to
cook).1
Jenis enzim yang paling penting dalam proses minimum produk
hortikultura adalah polifenol oksidase yang menyebabkan browning. Enzim lain
yang juga penting adalah lipoksidase. Enzim ini mengkatalis proses peroksidasi
yang menyebabkan terbentuknya senyawa-senyawa aldehida dan keton yang
mempunyai aroma yang tidak sedap. Akibat proses minimum juga terjadi
peningkatan produksi etilena yang berperan pada kerusakan fisiologis dari
potongan buah-buahan, seperti terjadi pelembekan daging buah.2
Dengan proses minimum, aktivitas respirasi produk meningkat 20%
sampai 70% atau lebih tergantung jenis produk, cara pemotongan, dan suhu.
Apabila produk dikemas pada kondisi anaerob, maka akan terjadi respirasi
anaerob yang menyebabkan terbentuknya etanol, keton dan aldehida.2
Proses minimum berdampak pada meningkatnya perishabilitas produk
hortikultura, sehingga diperlukan teknik-teknik penanganan proses minimum
untuk memperpanjang umur simpan produk. Beberapa teknik yang dapat
3
dilakukan diantaranya dengan penggunaan panas, pengawetan secara kimia,
irradiasi dan penyimpannan dengan atmosfer termodifikasi serta pengaturan
suhu penyimpanan.2
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam pengolahan minimal buah
dan sayur adalah sebagai berikut3 :
a) Bahan baku yang digunakan memiliki mutu yang baik, tidak cacat,
keragaman minimal dengan varietas yang jelas.
b) Proses dilakukan dalam kondisi higienis, dengan menerapkan GMP
(Good Manufacturing Practice) dan sistem HACCP (Hazard Analytical
Critical Control Point) secara ketat.
c) Proses preparasi dilakukan di suhu rendah.
d) Pembersihan dan pencucian dilakukan secara hati-hati, sebelum dan
sesudah pengupasan.
e) Air pencuci yang digunakan bermutu baik (sensori, mikrobiologis, pH)
dan memenuhi standar air minum
f) Penggunaan sedikit aditif pada waktu pencucian sebagai desinfektan
dan sebagai pencegah browning.
g) Proses pengeringan setelah pencucian harus dilakukan dengan hati-hati.
h) Pengupasan, pemotongan dan pengirisan harus dilakukan dengan hati-
hati.
i) Penggunaan kemasan yang tepat.
j) Penggunaan suhu dan kelembaban yang tepat selama penyimpanan,
distribusi dan penjualan (display) produk. Suhu yang tepat untuk
penyimpanan produk ini adalah ≤ 5 derajat Celcius. Penyimpanan diatas
suhu ini sebaiknya dihindari karena akan mempercepat kerusakan dan
merangsang pertumbuhan mikroba patogen. Fluktuasi suhu
penyimpanan juga sedapat mungkin dicegah karena dapat
menyebabkan terjadinya kondensasi uap air didalam kemasan yang
akan mempercepat kerusakan.3
2.1.1 Kualitas Sayuran dengan Proses Pengolahan Minimal
4
Kualitas produk buah dan sayuran menentukan nilai konsumen
dengan kombinasi parameter penampilan, tekstur, rasa, dan nilai gizinya.
Yang penting dari kualitas parameter tersebut tergantung pada komoditi
atau produk, apakah produk tersebut dimakan segar (dengan atau
tanpa rasa pengubah, seperti dressing dan dips) atau dimasak. Konsumen
menilai kualitas buah segar dan sayuran berdasarkan tampilan dan
kesegaran pada saat pembelian. Namun, penilaian pembelian selanjutnya
tergantung pada kepuasan konsumen dari segi tekstur dan rasa
produk. Konsumen juga tertarik pada kualitas nutrisi dan keamanan produk
segar.4
2.1.2 Teknik untuk Memperpanjang Kualitas Buah dan Sayuran dengan
Pengolahan Minimal
Setiap perlakuan yang diterima pada tahap produksi, dari
budidaya sampai penyimpanan merupakan hal yang penting dalam
menentukan segi kualitas dan keselamatan. Pedoman untuk
mengemas buah segar atau proses minimal buah dan sayuran umumnya
dimulai dengan mencuci atau langkah sanitasi untuk menghilangkan
kotoran, residu pestisida, dan mikroorganisme yang mempengaruhi
penurunan kualitas dan kerusakan.4
Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk memperpanjang
kualitas buah dan sayuran dengan pengolahan minimal antara lain dengan
menggunakan teknik penggunaan panas, pengawetan secara kimia,
irradiasi dan penyimpannan dengan atmosfer termodifikasi serta
pengaturan suhu penyimpanan.
2.2 Pengertian Teknologi Olah Minimum dengan Panas
Kerusakan bahan pangan telah dimulai sejak bahan pangan tersebut
dipanen. Penyebab utama kerusakan bahan pangan5 :
(1) Pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme;
(2) Aktivitas enzim dalam bahan pangan;
(3) Suhu baik suhu tinggi maupun suhu rendah;
5
(4) Udara khususnya oksigen;
(5) Kadar air dan kekeringan;
(6) Cahaya; dan
(7) Serangga, parasit serta pengerat.
Dan untuk mengurangi atau meminimalisasi kerusakan-kerusakan
tersebut, diperlukan teknik pengolahan yang mampu meningkatkan daya
simpan/daya awetnya. Salah satu tekniknya adalah dengan menggunakan
teknologi olah minimal dengan menggunakan panas.
Biasanya teknologi olah minimal ini cenderung diaplikasikan pada buah
dan sayur supaya daya simpannya lebih lama sehingga dapat dikonsumsi
dalam jangka waktu yang lebih lama daripada tanpa pengolahan minimal.
Pada dasarnya, semua teknik pengolahan minimal (minimally process)
tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk menhancurkan atau
menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk.6
Cara pengolahan minimal dengan metode pemanasan antara lain :
1. Sterilisasi Komersial
2. Aseptic Canning
3. Pasteurisasi
4. Blanching
5. Heat-shock
2.3 Teknik Teknologi Olah Minimal dengan Pemanasan
2.3.1 Sterilisasi Komersial
Dalam hal makanan kaleng atau minuman dalam karton, maka cara
pengawetan yang dilakukan adalah dengan proses pemanasan (sterilisasi).
Pengertian sterilisasi disini sering disebut dengan istilah sterilisasi
komersial. Dalam proses sterilisasi komersial tersebut, bahan pangan
dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu, sehingga semua mikroba
patogen dan pembusuk dapat dihancurkan. Di dalam makanan kalengan
atau minuman dalam karton yang diproses dengan baik dan benar tidak
akan terdapat lagi mikroba yang membahayakan kesehatan konsumen,
6
meskipun di dalamnya masih terdapat beberapa jenis mikroba yang tahan
panas.6
Umumnya makanan kaleng disterilkan dengan cara konvensional
sebagai berikut : bahan pangan yang telah bersih dimasukkan ke dalam
kaleng, kemudian ditambahkan medium cair (sirop, larutan garam, kaldu
atau saus) setelah dipanaskan sebentar kemudian kalengnya ditutup rapat.
Selanjutnya dipanaskan pada suhu tinggi di
dalam autoclave atau retort selama waktu tertentu, lalu segera didinginkan
dalam air dingin, dikeringkan, dan akhirnya diberi label.6
Gambar 1. Proses Pembuatan Soup Canning
Penutupan kaleng atau karton tersebut dilakukan sedemikian rupa
sehingga baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat masuk
(menembus) ke dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.6
Proses sterilisasi yag dilakukan terhadap makanan kaleng atau
minuman dalam karton sudah cukup untuk menghasilkan produk yang awet
atau tahan disimpan lama tanpa mengalami pembusukan. Sehingga tidak
alasan untuk menambahkan bahan pengawet ke dalamnya. Apabila ada
industri pengolah yang menambahkan bahan pengawet, hal ini berarti pihak
industri tersebut kurang memahami makna proses sterilisasi.6
Produk pangan dikatakan sudah steril komersial apabila6 :
(a) produk telah mengalami proses pemanasan lebih dari 100 0C;
7
(b) bebas dari mikroba patogen dan pembentuk racun;
(c) bebas mikroba yang dalam kondisi penyimpanan dan penanganan
normal dapat menyebabkan kebusukan;
(d) awet (dapat disimpan pada kondisi normal tanpa refrigerasi).
2.3.2 Aseptik Canning
Minuman dalam karton disterilkan dengan cara yang disebut
sebagai aseptic canning. Berbeda dengan cara konvensional di atas, dalam
proses aseptik ini wadah karton dan minuman masing-masing disterilkan
yaitu dengan cara dipanaskan secara terpisah, kemudian dalam suatu
ruangan yang steril, minuman tadi dimasukkan kedalam karton dan ditutup
rapat. Cara aseptik ini seringkali disebut juga sebagai proses UHT (Ultra
High Temperature), karena minuman dipanaskan pada suhu yang sangat
tinggi selama beberapa detik.6
Umumnya, UHT adalah proses pemanasan pada suhu tinggi (1350C-
1500C) tetapi pada waktu hanya 2-15 detik. Pemanasan demikian, mampu
membunuh spora bakteri tahan panas sehingga tercapa kondisi sterilitas
produk yang diinginkan sekaligus mampu meminimalisasi tingkat kerusakan
mutu (tekstur, warna, citarasa dan flavor) dan zat gizi. Produk pangan yang
sering menggunakan teknik UHT antara lain susu, sari buah, the, sup, dan
produk pangan cair lainnya.7
Kelebihan dari proses UHT dibandingkan proses pemanasan biasa
sebagai berikut7 :
1. Retensi vitamin yang lebih tinggi
2. Kerusakan protein lebih rendah
3. Pencoklatan lebih kecil
4. Kerusakan ingredient / komposisi lebih kecil
2.3.3 Pasteurisasi
Proses pemanasan dengan pasteurisasi diberi nama dari nama ahli
mikrobiologi Perancis yaitu Louis Pasteur. Pada awalnya hanya
dikembangkan sebagai upaya untuk mencari metode pengawetan wine.
8
Namun demikian, dalam perkembangannya, proses pasteurisasi lebih
banyak diaplikasikan untuk proses pengolahan susu.8
Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan dengan suhu yang
relatif cukup rendah (dibawah 100 0C) dengan tujuan untuk menginaktifasi
enzim dan membunuh mikroba pembusuk. Pemilihan proses ini didasarkan
pada sifat produk yang relatif asam sehingga mikroba menjadi lebih sensitif
terhadap panas. Selain itu, penggunaan panas yang tidak terlalu tinggi juga
dapat mengurangi resiko rusaknya beberapa zat gizi seperti vitamin C.9
Proses pasteurisasi sedikit memperpanjang umur simpan produk
pangan dengan cara membunuh semua mikroorganisme patogen
(penyebab penyakit) dan sebagian besar mikroorganisme pembusuk,
melalui proses pemanasan. Karena tidak semua mikroorganisme pembusuk
mati oleh proses pasteurisasi, maka untuk memperpanjang umur simpannya
produk yang telah dipasteurisasi biasanya disimpan di refrigerasi (suhu
rendah).9
Proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
dengan cara tidak kontinyu (batch) dan kontinyu.9
2.3.3.1 Pasteurisasi secara tidak kontinyu (batch)
Dilakukan dengan memanaskan bahan pangan pada suhu dan
waktu pasteurisasi tertentu, selanjutnya dikemas dalam kemasan steril
dengan teknik pengisian hot filling.
2.3.3.2 Pasteurisasi secara kontinyu
Dilakukan dengan menggunakan pelat pemindah panas (plate
heat exchanger). Proses berlangsung tanpa terputus. Bahan yang
telah dipasteurisasi langsung dibawa ke tahap pendinginan dan
langsung dikemas. Cara kontinyu menggunakan suhu yang lebih
tinggi dengan waktu proses yang lebih singkat dibandingkan metode
batch.
Proses pasteurisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan
dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang
sensitive terhadap panas terutama khamir, kapang, dan beberapa bakteri
yang tidak membentuk spora), tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan
9
/ penurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses pemanasan
dan peningkatan daya awet yang dihasilkan dari proses pasteurisasi
dipengaruhi oleh karakteristik bahan pangan terutama nilai Ph.8
Khusus untuk susu, ada 3 metode pasteurisasi yang umum dipakai di
industri susu yaitu8 :
1) Long Time Pasteurization atau Holder Process, yaitu pada suhu 62.80C –
65.60C selama 30 menit.
2) High Temperature Short Time (HTST) Pasteurization, yaitu pada suhu
730C selama 15 detik.
3) Flash paszteurization, yaitu pada suhu 850C - 950C selam 2-3 detik.
Pendekatan klasik untuk mengatasi atau paling tidak meminimalkan
perubahan kualitas yang tidak diinginkan dalam pengolahan minimal adalah
dengan konsep High Temperature Short Time (HTST). Hal ini didasarkan
pada kenyataan bahwa inaktivasi mikroorganisme tergantung pada suhu
perlakuan panas, sedangkan banyak perubahan kualitas yang tidak
diinginkan tergantung pada waktu durasi perlakuan panas. Temperatur yang
tinggi akan memberikan inaktivasi cepat pada mikroorganisme dan enzim
yang diperlukan dalam pasteurisasi atau sterilisasi, dan waktu singkat akan
memberikan sedikit perubahan kualitas yang tidak diinginkan.4
Pasteurisasi juga digunakan untuk mengawetkan jus jeruk komersial
yang sekarang ini dianggap paling efektif menjamin keamanan dari mikroba
dan deaktivasi enzim. Karena adanya resistensi PE Citrus terhadap suhu
tinggi yang dihasilkan pemanasan isoenzymes, tujuan prosedur HTST pada
deaktivasi PE untuk mencegah cloud loss, tapi mengubah aroma jus.10
Efek pasteurisasi mungkin diverifikasi melalui deteksi aktivitas residu
dengan menambahkan enzim pelumpuhan. Tetapi, indikator yang biasanya
adalah enzim endogen, di mana mempengaruhi kualitas produk terutama
PE dari jus jeruk atau peroxidase dalam blanching sayuran. Sebaliknya,
timbulnya enzim endogen dalam jus memungkinkan digunakan sebagai
indikator dari kesegaran, menyediakan bahwa aktivitas keseluruhannya
tetap meskipun terjadi pergantian waktu.10
10
Prosedur pasteurisasi dan teknik non thermal mempunyai kegunaan
untuk mengurangi aktivitas PE dengan lebih atau sedikit melengkapi
deaktivasi pemanasan isoenzim yang tidak stabil, ketika kehilangan
buih(cloud) merujuk pada aktivitas residu fraksi PE yang selanjutnya
mungkin diperlambat dengan pendinginan untuk memperluas waktu
pergantian selama 2 bulan untuk membandingkan kesegaran jusnya.
Dilanjutkan dengan proses pemanasan dengan temperatur antara 500C dan
600C, secara signifikan mengubah stabilitas buih dalam proses minimal
yang dilakukan. Dikarenakan kestabilan yang terbatas pada isoenzim panas
yang labil, PE telah disarankan sebagai indikator dari kesegaran orange
juice untuk membedakan freshly squeezed dengan produk olah minimal
pemanasan. POD mengkatalis komposisi dari hydrogen peroxyde, di mana
bertanggung jawab terhadap kualitas dan perubahan rasa dari buah dan
sayur. Tidak seperti PE, aktivitas POD dalam orange juice yang diolah
secara minimal dengan pemanasan secara cepat menurun karena
kandungan asam dari jus tersebut selama penyimpanan.10
2.3.4 Blanching
Blanching atau blansir merupakan perlakuan panas pendahuluan yang
sering dilakukan proses pengalengan makanan buah dan sayuran dengan
tujuan untuk memperbaiki mutunya sebelum dikenai proses lanjutan. Proses
blansir ini berguna untuk8 :
(a) Membersihkan jaringan dan meengurangi jumlah mikroba awal
(b) Meningkatkan suhu produksi produk/jaringan
(c) Membuang udara yang masih ada di dalam jaringan
(d) Menginaktivasi enzim
(e) Menghilangkan rasa mentah
(f) Mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing, dll)
(g) Mempermudah pengupasan
(h) Memberikan warba yang dikehendaki
(i) Mempermudah pengaturan produk dalam kaleng
11
Proses blansir dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan
buah atau sayur dalam air mendidih selama 5-10 menit. Lama pencelupan
tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah atau sayur yang diolah.
Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika memblansir8 :
(a) Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir
yang telah ditetapkan
(b) Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin
(c) Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang
telah ditetapkan
(d) Produk yang telah diblansir tidak boleh melebihi waktu maksimum yang
diijinkan.
Blansir sering dilakukan dengan melewatkan bahan pangan pada
suatu ruangan yang berisi uap panas atau kolam air panas. Peralatan
demikian umumnya sangat sederhana dan cukup murah. Berdasarkan
medium pemanasnya, peralatan blansir dibagi menjadi dua, yaitu steam
blancher dan hot water blancher.8
Perbedaan steam blancher dan hot water blancher8
Peralatan Keuntungan Kerugian
Steam blancher
Kehilangan komponen larut air dapat ditekan
Produksi limbah lebih rendah (biaya pembuangan limbah lebih murah)
Lebih mudah untuk dibersihkan
Bahan pangan hanya mengalami proses pencucian dan pembersihan secara terbatas
Memerlukan biaya modal yang lebih tinggi
Mungkin terjadi proses blansir yang tidak merata jika jumlah produk yang diblansir cukup besar
Penggunaan energi panas dari uap panas kurang efisien
Hot blancher
Biaya modal lebih rendahPenggunaan energi panas
dari air panas lebih efisien
Kerusakan/kehilangan komponen larut air cukup tinggi (termasuk vitamin, mineral dan gula)
Jumlah limbah dan biaya pengolahan limbah tinggi
Terdapat resiko kontaminasi bakteria, terutama bakteria termofilik
12
Pengoperasian peralatan blansir harus memperhatikan faktor yang
mampu mempengaruhi kerusakan mutu pangan, khususnya kerusakan
komponen-komponen mineral, vitamin, dan komponen larut air lainnya.
Kehilangan vitamin disebabkan karena terjadinya pelepasan (leaching),
kerusakan karena panas (thermal destruction) dan oksidasi.8 Selain
kehilangan vitamin dan mineral, perlakuan ini dapat menyebabkan
pembentukan komponen reaksi termal dari biopolimer, kehilangan
kesegaran, rasa, penampilan dan tekstur.4
Besarnya kerusakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain8 :
1. Varietas
2. Tingkat kemasakan/kematangan
3. Metode penanganan, terutama tingkat pemotongan, pengirisan, dll yang
mempengaruhi rasio luas permukaan/volume bahan
4. Penggunaan medium pemanas dan pendingin
5. Lama dan suhu pemanasan
6. Perbandingan air/bahan yang diblansir
Teknik blanching dapat diterapkan pada pengolahan wortel kering di
mana ditunjukkan adanya perbedaan hasil antara pengaplikasian
penggunaan metode steam blancher dan hot water blancher.
Rendemen wortel kering hasil blansing dengan uap yang lebih besar
berbeda dengan rendemen hasil blansing dengan air. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Kusdibyo dan Musaddad bahwa rendemen wortel kering
hasil pemblansingan dengan uap lebih tinggi daripada rendemen hasil
pemblansingan dengan air. Hal ini diduga oleh perbedaan laju penguapan
air dari wortel yang dikeringkan, di mana pada perlakuan blansing dengan
air laju penguapan lebih tinggi dibandingkan dengan laju penguapan air dari
bahan yang diblansing dengan uap. Akibatnya kandungan air wortel yang
diblansing dengan air lebih rendah dibanding dengan kandungan air wortel
kering yang diblansing uap. 11
Blanching digunakan sebagai cara untuk mengurangi proses
kontaminasi oleh mikroorganisme Tekstur dan warna dapat dipengaruhi oleh
blanching, tetapi jika itu diterapkan sebelumnya untuk pengolahan minimal,
13
dapat membantu menjaga warna, seperti yang telah ditunjukkan dengan
stroberi oleh inaktivasi polyphenoloxidase.4
Tabel 2.1 Perbandingan hasil rendemen wortel kering berdasarkan
perbedaan metode blanching11
Gambar 2.2 Proses Blanching Sayuran di Pabrik12
Menurut Gloria Helena González Blair et al., tes Tukey menunjukkan
bahwa blanching dan asam dengan konsentrasi tinggi mempengaruhi
degradasi karotenoid pada wortel. Pada fase pertama, kandungan
karotenoid meningkat dengan asam sitrat (250 ppm), asam askorbat (150
ppm) dan kontrol perlakuan (masing-masing 12.6, 10.1 dan 5.5 %). Pada
fase kedua, konsentrasi karotenoid dinaikkan pada hari ke-10 dan ke-15 di
mana seluruh perlakuan dilakukan kurang dari pukul 2:10:88 dalam BOPP
dan kontrol. Perlakuan tersebut menurunkan kandungan provitamin A.
Kemasan sampel pada pukul 5:5:90 dengan BOPP atau PE masing-masing
14
diakhiri dengan 16 % dan 6.6% yang menunjukkan karotenoid lebih besar
dari sampel aslinya. Hasil tersebut menjelaskan bahwa karotenoid telah
disintesis oleh bagian mevalonic.13
2.3.5 Heat-shock
Heat-shock adalah metode HTST yang biasanya dilakukan dengan
cara direndam pada suhu berkisar 45-70 0C selama beberapa menit,
biasanya kurang dari 5 menit. Dengan cara ini, heat-shock sangat berguna
sebagai cara untuk menjaga kualitas buah dan sayur.4
Martin-Diana et al dalam jurnalnya Effect of Heat Shock on Browning-
Related Enzymes in Minimally Processed Iceberg Lettuce and Crude
Extracts menyatakan bahwa heat-shock dapat menghambat peningkatan
reaksi browning pada selada potong yang menyebabkan menurunnya
aktivitas PPO dan POD selama penyimpanan.14 Murata et al. juga
melaporkan heat-shock dapat mencegah reaksi pencoklatan pada selada
potong, dapat menekan akumulasi fenolat dan meningkatkan sifat
organoleptik dari sayuran. Di dalam jaringan, senyawa fenolik yang
terbentuk sebelumnya (misalnya pada seledri, selada) merupakan hasil
pencoklatan dari sintesis induksi dan akumulasi berikutnya senyawa
fenolik.4
Martin-Diana et al. menyatakan bahwa heat-shock yang dapat
mengurangi reaksi pencoklatan pada daun selada yang telah dipotong
(misalnya 90 s pada 450C) dapat bekerja dengan mengarahkan sintesis
protein dari produksi luka yang disebabkan enzim metabolisme fenolik dan
terhadap produksi heat-shock protein (HSPS) yang tidak berbahaya
sehingga dapat mempertahankan tekstur dan kualitas warna lebih
lama. Oleh karena itu, diperlukan penggabungan proses heat-shock dengan
metode sanitasi, seperti mencuci dengan klorin atau agen antimikroba
alternatif, misalnya kalsium laktat.4
Heat-shock memberikan tekstur yang lebih baik pada akhir
penyimpanan dan secara signifikan memperlambat proses softening.
Penggunaan heat-shock yang dikombinasikan dengan kalsium laktat lebih
15
baik daripada perlakuan yang lain. Pectin Methylesterase (PME), enzim
yang berhubungan dengan perubahan tekstur, menunjukkan aktivitas yang
lebih tinggi dalam sampel perlakuan dengan kalsium laktat pada suhu 500C.
Kombinasi kalsium laktat dan perendaman pada suhu 500C memelihara
objek dan sensori tekstural daari selada potong yang lebih baik
dibandingkan perlakuan kalsium laktat sendiri atau perendaman dengan
chlorine pada suhu ruang.15
Saltveit melaporkan bahwa efek dari perlakuan heat-shock untuk
mengurangi reaksi pencokelatan pada selada potong menunjukkan sintesis
protein dari produksi enzim penyebab luka karena metabolisme phenolic
dan menunjukkan produksi protein dalam heat-shock ini tidak berbahaya.
Marquenie et al. menguji keefektifan perlakuan panas dan penggunaan
sinar ultraviolet pada kontrol pascapanen kerusakan strawberry dan sweet
cherry.16
2.4 Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Teknologi Olah Minimal dengan
Panas
Keunggulan dari produk yang diolah minimal terletak pada aspek
kemudahan dalam pemanfaatannya, selain nilai nutrisi dan kesegarannya yang
relatif tidak berbeda dari buah dan sayur segar.1
Pengolahan sayuran mendorong kerusakan fisiologis lebih cepat,
perubahan biokimia dan degradasi mikroba dalam produk bahkan ketika
pemrosesan yang dilakukan sedikit digunakan. Dapat mengakibatkan degradasi
tekstur, warna dan rasa. Sementara pengolahan makanan dengan metode
konvensional dapat memperpanjang umur simpan buah dan sayur. Pengolahan
minimal pada buah segar dan sayur dapat menyebabkan produk tersebut
mudah rusak sehingga membutuhkan penyimpanan dingin (chilled storage)
untuk menjaga kelayakannya. Mikroorganisme merupakan kontaminan alami
dari produk segar dan olahan minimal produk segar serta muncul dari sejumlah
sumber termasuk penanganan dan pengolahan pasca panen.4
Secara umum, proses minimum meningkatkan laju proses metabolisme
akibat kerusakan produk segar tersebut. Kerusakan fisik atau luka akibat
16
penanganan meningkatkan respirasi dan produksi etilena, dan bersamaan
dengan itu akan meningkat pula laju reaksi-reaksi biokimia lainnya yang
memnyebabkan perubahan warna (browning), flavor, tekstur, dan mutu gizi
(seperti hilangnya vitamin). Makin banyak luka yang terjadi akibat proses, maka
respon fisiologis produk semakin tinggi.2
Pengendalian terhadap luka-luka akibat proses merupakan kunci untuk
menghasilkan produk dengan mutu yang baik. Pengaruh memar dan luka
akibat proses terhadap respon fisiologis dapat dikurangi dengan mendinginkan
produk sebelum proses. Pengendalian suhu yang ketat setelah proses juga
dapat menurunkan aktivitas metabolisme akibat perlukaan selama proses.
Ketajaman pisau yang digunakan pada pemotongan produk juga berpengaruh
terhadap aktivitas metabolisme produk setelah dipotong-potong.2
17
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teknologi olah minimal (minimally processing) merupakan kegiatan
pengolahan yg mencakup mulai dari pencucian, sortasi, pembersihan,
pengupasan, hingga pemotongan tetapi tetap tidak mempengaruhi nilai gizinya.
Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk memperpanjang kualitas
buah dan sayuran dengan pengolahan minimal antara lain dengan
menggunakan teknik penggunaan panas, pengawetan secara kimia, irradiasi
dan penyimpannan dengan atmosfer termodifikasi serta pengaturan suhu
penyimpanan. Teknik pengolahan minimal dengan menggunakan panas,
umumnya digunakan untuk mengolah buah dan sayur.
Pengolahan minimal buah dan sayur dengan menggunakan panas yaitu
dengan memberikan perlakuan pemanasan dalam waktu singkat, dapat
mengurangi banyaknya nilai gizi yang akan hilang selama dan setelah
pengolahan.
Teknik penggunaan panas ini, dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu :
a) Sterilisasi Komersial
Dalam proses sterilisasi komersial tersebut, bahan pangan
dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu, sehingga semua mikroba
patogen dan pembusuk dapat dihancurkan.
Umumnya makanan kaleng disterilkan dengan cara konvensional
sebagai berikut : bahan pangan yang telah bersih dimasukkan ke dalam
kaleng, kemudian ditambahkan medium cair (sirop, larutan garam, kaldu
atau saus) setelah dipanaskan sebentar kemudian kalengnya ditutup rapat.
Selanjutnya dipanaskan pada suhu tinggi di
dalam autoclave atau retort selama waktu tertentu, lalu segera didinginkan
dalam air dingin, dikeringkan, dan akhirnya diberi label.
b) Aseptic Canning
18
Berbeda dengan cara sterilisasi komersial, dalam proses aseptik ini
wadah karton dan minuman masing-masing disterilkan yaitu dengan cara
dipanaskan secara terpisah, kemudian dalam suatu ruangan yang steril,
minuman tadi dimasukkan kedalam karton dan ditutup rapat. Cara aseptik
ini seringkali disebut juga sebagai proses UHT (Ultra High Temperature),
karena minuman dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi selama
beberapa detik.
c) Pasteurization
Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan dengan suhu yang
relatif cukup rendah (dibawah 100 0C) dengan tujuan untuk menginaktifasi
enzim dan membunuh mikroba pembusuk. Pemilihan proses ini didasarkan
pada sifat produk yang relatif asam sehingga mikroba menjadi lebih sensitif
terhadap panas.
Proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
dengan cara tidak kontinyu (batch) dan kontinyu.
d) Blanching
Blanching atau blansir merupakan perlakuan panas pendahuluan yang
sering dilakukan proses pengalengan makanan buah dan sayuran dengan
tujuan untuk memperbaiki mutunya sebelum dikenai proses lanjutan.
Blansir sering dilakukan dengan melewatkan bahan pangan pada
suatu ruangan yang berisi uap panas atau kolam air panas. Peralatan
demikian umumnya sangat sederhana dan cukup murah. Berdasarkan
medium pemanasnya, peralatan blansir dibagi menjadi dua, yaitu steam
blancher dan hot water blancher.
e) Heat-shock
Heat-shock adalah metode HTST yang biasanya dilakukan dengan
cara direndam pada suhu berkisar 45-70 0C selama beberapa menit,
biasanya kurang dari 5 menit. Dengan cara ini, heat-shock sangat berguna
sebagai cara untuk menjaga kualitas buah dan sayur.
19
Keunggulan dari produk yang diolah minimal terletak pada aspek
kemudahan dalam pemanfaatannya, selain nilai nutrisi dan kesegarannya yang
relatif tidak berbeda dari buah dan sayur segar.
Pengolahan sayuran mendorong kerusakan fisiologis lebih cepat,
perubahan biokimia dan degradasi mikroba dalam produk bahkan ketika
pemrosesan yang dilakukan sedikit digunakan. Dapat mengakibatkan degradasi
tekstur, warna dan rasa. Sementara pengolahan makanan dengan metode
konvensional dapat memperpanjang umur simpan buah dan sayur. Pengolahan
minimal pada buah segar dan sayur dapat menyebabkan produk tersebut
mudah rusak sehingga membutuhkan penyimpanan dingin (chilled storage)
untuk menjaga kelayakannya. Mikroorganisme merupakan kontaminan alami
dari produk segar dan olahan minimal produk segar serta muncul dari sejumlah
sumber termasuk penanganan dan pengolahan pasca panen.
3.2 Saran
Untuk mendapatkan makanan yang enak tidak harus menghilangkan
nilai gizi yang terkandung di dalamnya. Dengan mengetahui teknik-teknik
pengolahan minimal, kita dapat mengolah bahan pangan dengan cara seefektif
mungkin tidak banyak menghilangkan nilai gizinya. Dan salah satu caranya
yaitu dengan menggunakan teknologi olah minimal dengan penggunaan panas.
Di mana pengolahan minimal dengan panas dapat dilakukan dengan sterilisasi
komersial, aseptik canning, pasteurisasi, blansir, dan heat-shock. Dengan
mengetahui cara pengolahan bahan pangan dengan cara-cara tersebut,
kualitas bahan pangan terutama buah dan sayur akan tetap terjaga.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira Syamsir . Teknologi Olah Minimal (dalam Majalah Kulinologi
Indonesia edisi September 2010) (internet). (cited 2012 May 8). Available
from : http://ilmupangan.blogspot.com/2010/09/teknologi-olah-minimal-
minimally.html
2. Nyoman Semadi Antara. Proses Minimum Untuk Meningkatkan Nilai
Tambah Produk Hortikultura (internet). (cited 2012 May 13). Available from:
staff.unud.ac.id/~semadiantara/wp.../08/Proses-Minimum-FTP.doc
3. Doni Imam. Teknologi Olah Minimal (Minimally Processed) Buah dan Sayur
(internet). (published 2011 April 27, cited 2012 2012 May 8). Available from :
http://donithp.blogspot.com/2011/04/teknologi-buah-dan-sayur.html
4. Catherine Barry-Ryan. Ana Belen Martin-Diana. Daniel Rico. J. Barat.
Extending and measuring the quality of fresh-cut fruit and vegetables: a
review.DIT. 2007 July 1; 18 (2007) 373-386.
5. Santoso. Teknologi Pengawetan Bahan Segar (internet).2006.(cited 2012
May 10) UWIGA Malang : Laboratorium Kimia Pangan Faperta
6. Deddy Muchtadi. Mungkinkah Makanan Dan Minuman
Dalam Kaleng Tanpa Bahan Pengawet. 2005. (cited 2012 May 12). Bogor
Agricultural University : Department Of Food Science And Technology.
Available from: http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_makanankaleng.php
7. Purwiyatno Hariyadi.Sterilisasi UHT dan Pengemasan Aseptik. IPB
8. F.Kusnandar, P. Hariyadi, dan N. Wulandari. Proses Termal
9. Prinsip Pasteurisasi dan Sterilisasi Komersial Produk Pangan(internet).
(published 2008 April 4,cited 2012 May 13). Available from:
http://id.shvoong.com/exact-sciences/1799738-prinsip-pasteurisasi-dan-
sterilisasi-komersial/
10.Angelika R. Hirsch, Alexandra Knauss (ne´e Resch), Reinhold Carle, Sybille
Neidhart. Impact Of Minimal Heat-Processing On Pectin Methylesterase And
Peroxidase Activity In Freshly Squeezed Citrus Juices. Eur Food Res
Technol 232(2011):71–81. doi 10.1007/s00217-010-1357-9.
21
11. Asgar,A. danD.Musaddad. Optimalisasi Cara, Suhu, dan Lama Blansing
sebelum Pengeringan pada Wortel. J.Hort. 2006 Apr 21;16(3):245-252.
12.Machines Voor Het Verwerken Van Groenten En Fruit (internet). Food
TPechnology Noord-Oost Nederland. Available from:
http://www.ftnon.nl/nl/producten/verwerkte-groenten-en-fruit/
13.Gloria Helena González Blair1, Diana Carolina Jiménez Casas, Yucemar
Pérez Pardo, Milton Hugo Rodríguez Díaz, Jesús Antonio Galvis Vanegas.
Carotene Contained in Minimally Process Carrots (Daucus carota). 2010.
Universidad Politecnica De Valencia.
14. Ana Belen Martin-Diana, Daniel Rico, Catherine Barry-Ryan, Jemina
Mulcahy, Jesus Frias, and Gary T.M. Henehan. Effect of Heat Shock on
Browning-Related Enzymes in Minimally Processed Iceberg Lettuce and
Crude Extracts. Dublin Institute of Technology. 2005;69(9):1677-1685.
15.A.B. Martın-Diana, D. Rico, J. Frıas, G.T.M. Henehan, J. Mulcahy, J.M. Barat, &
Catherine Barry-Ryan. Effect of calcium lactate and heat-shock on texture in
fresh-cut lettuce during storage. Journal of Food Engineering. 2006,
77(2006):1069–1077. Available from :
arrow.dit.ie/cgi/viewcontent.cgi?article=1082&context=schfsehart
16.Ana Allende, Francisco, A. Toma´s-Barbera´n and Marı´a I.Gil. Minimal
Processing For Healthy Traditional Foods. Food Science & Technology
2006;17(2006):513–519.
22