98901801 fraktur vertebra thorakolumbalis
TRANSCRIPT
JOURNAL READING
FRAKTUR VERTABRA
Oleh :
Mutiara Aulia
09310263
Pembimbing :
dr. H. Sunaryo, SpOT, SH, MH. Kes.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BAGIAN ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TASIKMALAYA
TAHUN 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN....…………………………………………………………...............ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….....................iii
DAFTAR ISI.……………………………………………………………….................................iv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….................1
BAB II FRAKTUR VERTEBRA THORAKOLUMBALIS………………..................................3
II.1. ANATOMI..........................................................................................................3
II.2. MEKANISME CEDERA.....................................................................................8
II.3. CEDERA THORAKOLUMBAL..........................................................................11
II.4. CEDERA MEDULLA SPINALIS.......................................................................17
II.5. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN FRAKTUR VERTEBRA.............................20
II.6. PENANGANAN DAN TERAPI..........................................................................22
BAB III PENUTUP..............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher,
punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra
yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut saraf, menyokong berat badan dan berperan dalam
perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5
regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.1
Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di depan dan
dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap
tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang
harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke
rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati.2,3
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang belakang yaitu
terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudinalis posterior dan duramater bisa
robek, bahkan dapat menusuk ke kanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan
darah ke medula spinalis dapat ikut terputus. Cedera medulla spinalis merupakan kelainan yang
pada masa kini banyak memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta kemajuan
di bidang penatalaksanaannya. Jika di masa lalu cedera tersebut lebih banyak disebabkan oleh
jatuh dari ketinggian, pada masa kini penyebabnya lebih beraneka ragam seperti kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari tempat ketinggian dan kecelakaan olah raga. Pada masa lalu, kematian penderita
dengan cedera medulla spinalis terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi
saluran kemih, gagal ginjal, pneumoni / decubitus.4
Trauma tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligamen, diskus dan faset
tulang belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu
lintas (44%), kecelakaan olah raga (22%), terjatuh dari ketinggian (24%), kecelakaan kerja.2,3
Di U.S., insiden cedera medulla spinalis sekitar 5 kasus per satu juta populasi per tahun atau
sekitar 14.000 pasien per tahun. Insiden cedera medulla spinalis tertinggi pada usia 16-30 tahun
(53,1 %). Insiden cedera medulla spinalis pada pria adalah 81,2 %. Sekitar 80 % pria dengan
cedera medulla spinalis terdapat pada usia 18-25 tahun. SCIWORA (spinal cord injury without
radiologic abnormality) terjadi primer pada anak-anak. Tingginya insiden cedera medulla spinalis
komplit yang berkaitan dengan SCIWORA dilaporkan terjadi pada anak-anak usia kurang dari 9
tahun.5
Pasien dengan trauma tulang belakang komplit berpeluang sembuh kurang dari 5 %. Jika
terjadi paralisis komplit dalam waktu 72 jam setelah trauma, peluang perbaikan adalah nol.
Prognosis trauma tulang belakang inkomplit lebih baik. Jika fungsi sensoris masih ada, peluang
pasien untuk dapat berjalan kembali lebih dari 50 %.5
Oleh karena itu, penulis menyusun referat ini untuk mengetahui mekanisme trauma,
diagnosis dan penatalaksanaan dari cedera tulang belakang terutama thoracolumbal, secara tepat
sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas dan harapan hidup penderita.
BAB II
FRAKTUR VERTEBRA THORAKOLUMBALIS
II.1. ANATOMI
Vertebra adalah pilar yang berfungsi sebagai penyangga tubuh dan melindungi medulla
spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang tersusun secara segmental yang
terdiri atas 7 ruas tulang servikal (vertebra servikalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra
torakalis), 5 ruas tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu
(vertebra sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea).6
Gambar 1. Anatomi Tulang Belakang
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya dua
sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Pada pandangan dari samping,
pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah servikal dan lumbal.
Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang vertebra berikut diskus
intervertebralisnya merupakan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan
gerakan antar korpus ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah
yang terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang
membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih
besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya semakin kecil.6
Secara umum, struktur tulang belakang tersusun atas dua yaitu :
1. Korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di antaranya.
2. Elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas lamina, pedikel,
prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis, ligamentum-ligamentum
supraspinosum dan intraspinosum, ligamentum flavum, serta kapsul sendi.6
Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis di belakang
yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang lamina, 2 pedikel, 1 prosesus
spinosus, serta 2 prosesus transversus. Beberapa ruas tulang belakang mempunyai bentuk
khusus, misalnya tulang servikal pertama yang disebut atlas dan ruas servikal kedua yang
disebut odontoid. Kanalis spinalis terbentuk antara korpus di bagian depan dan arkus neuralis
di bagian belakang. Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk segitiga dan lebar,
sedangkan di daerah torakal berbentuk bulat dan kecil. Bagian lain yang menyokong
kekompakan ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak yaitu ligamentum
longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior, ligamentum flavum, ligamentum
interspinosus, dan ligamentum supraspinosus.6
Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen tulang dan
komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan tiga pilar. Pertama yaitu satu
tiang atau kolom di depan yang terdiri atas korpus serta diskus intervertebralis. Kedua dan
ketiga yaitu kolom di belakang kanan dan kiri yang terdiri atas rangkaian sendi
intervertebralis lateralis. Tulang belakang dikatakan tidak stabil, bila kolom vertikal terputus
pada lebih dari dua komponen. 6
Gambar 2. Sendi dan Ligamen Kolumna Vertebra
Medulla spinalis berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa saraf yang
menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh. Semakin tinggi
kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang diakibatkan. Misal, jika
kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di
bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah
dan tidak terdapat sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral
mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi.6
Gambar 3. Persarafan Tulang Belakang
Gambar 4. Gerakan Kolumna Vertebra
Gambar 5. Otot yang Memproduksi Gerakan dari Sendi Intervertebra Torakal dan Lumba
l
II.2. MEKANISME CEDERA
Pada cedera tulang belakang, mekanisme cedera yang mungkin adalah:
1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)
Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher, pukulan
pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan tanpa menyangga
oksiput sehingga kepala membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan
diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami fraktur. Cedera ini stabil
karena tidak merusak ligamen posterior.7
2. Fleksi
Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra. Vertebra
akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusak ligamen posterior. Jika
ligamen posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika
ligamentum posterior tidak rusak maka fraktur bersifat stabil. Pada daerah
cervical, tipe subluksasi ini sering terlewatkan karena pada saat dilakukan
pemeriksaan sinar-X vertebra telah kembali ke tempatnya.7
3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior
Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapat
mengganggu kompleks vertebra pertengahan, di samping kompleks posterior.
Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser ke dalam kanalis spinalis.
Berbeda dengan fraktur kompresi murni, keadaan ini merupakan cedera tak stabil
dengan risiko progresi yang tinggi. Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat
menyebabkan kompresi pada setengah corpus vertebra dan distraksi pada unsur
lateral dan posterior pada sisi sebaliknya. Jika permukaan dan pedikulus remuk, lesi
bersifat tidak stabil.7
4. Pergeseran aksial (kompresi)
Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau lumbal akan
menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkan lempeng vertebra
dan menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra, dengan kekuatan yang lebih besar,
bahan diskus didorong masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur remuk
(burst fracture). Karena unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai
cedera stabil. Fragmen tulang dapat terdorong ke belakang ke dalam kanalis
spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur ini berbahaya, kerusakan neurologik
sering terjadi.7
5. Rotasi-fleksi
Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi dan rotasi.
Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya, kemudian dapat
robek, permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satu
vertebra dapat terpotong. Akibat dari mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi
ke depan pada vertebra di atas, dengan atau tanpa kerusakan tulang. Semua
fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko munculnya kerusakan
neurologik.7
6. Translasi Horizontal
Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser ke
anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi kerusakan
syaraf.7
II.3. CEDERA THORAKOLUMBAL
Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta kecelakaan lalu
lintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang vertebra tipe kompresi. Pada
kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar sering didapatkan berbagai
macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi, maupun ekstensi sehingga tipe frakturnya
adalah fraktur dislokasi.6
Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu:
- Cedera stabil : jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis
anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen
posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan
burst fraktur adalah contoh cedera stabil.
- Cedera tidak stabil : cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal karena
ligamen posteriornya rusak atau robek. Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil
jika kehilangan integritas dari ligamen posterior. Menentukan stabil atau tidaknya
fraktur membutuhkan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan radiografi minimal ada 4
posisi yaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam menilai stabilitas
vertebra, ada tiga unsur yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks posterior
(kolumna posterior), kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior).6
Pembagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :
1. kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan 2/3 bagian anterior dari
corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis.
2. kolumna media yang terbentuk dari 1/3 bagian posterior dari corpus vertebralis, diskus
dan annulus vertebralis.
3. kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang
posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa.6
Berdasarkan mekanisme cederanya, dapat dibagi menjadi:
1. Fraktur kompresi (Wedge fractures)
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan membentuk
patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna
vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan
posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase
kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi
lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur
kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya. 8
2. Fraktur remuk (Burst fractures)
Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara langsung, dan tulang
menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk ke kanalis spinalis. Terminologi
fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar yang disebabkan
adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. Tepi tulang yang
menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan ada
fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis
dan menyebabkan paralisis atau gangguan syaraf parsial. Tipe burst fracture sering
terjadi pada thoraco lumbar junction dan terjadi paralysis pada kaki dan gangguan
defekasi ataupun miksi. Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan
untuk mengetahui letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan
fraktur kompresi, burst fracture atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI,
fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan
adanya perdarahan.9
3. Fraktur dislokasi
Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena kompresi, rotasi
atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak stabil, cedera
ini sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf
yang rusak. Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan
kombinasi mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi
dan proses pengelupasan. Pengelupasan komponen akan terjadi dari posterior ke anterior
dengan kerusakan parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi
facet dan akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari
bagian anterior ke posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi
fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina
dan seringnya akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut syaraf.2
4. Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)
Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba
mengerem sehingga membuat vertebra dalam keadaan fleksi, dislokasi fraktur sering
terjadi pada thoracolumbar junction.10
Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang
pertengahan membentuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian kolumna
anterior vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar kedepan
melawan tahanan tali pengikat. Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya
kolumna posterior dan media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak
stabil.7
Tabel 1. Klasifikasi Fraktur Stabil dan Tidak Stabil
Tipe fraktur Bagian yang terkena Stable vs Unstable
Wedge fractures Hanya Anterior Stable
Burst fractures Anterior dan middle Unstable
Fracture/dislocation injuries Anterior, middle, posterior Unstable
Seat belt fractures Anterior, middle, posterior Unstable
Gambar 6. Klasifikasi Magerl
Terdapat 3 jenis fraktur berdasarkan mekanismenya (mechanism of failure):
1. Type A
Compressive loads
2. Type B
Distraction forces
3. Type C
Multidirectional forces and translation11
II.4. CEDERA MEDULLA SPINALIS
Antara Vertebra Th I dan Th X
Segmen korda lumbal pertama pada orang dewasa berada pada tingkat vertebra T10.
Akibatnya, transeksi korda pada tingkat itu akan menghindarkan korda toraks tetapi
mengisolasikan seluruh korda, lumbal dan sakral, disertai paralisis tungkai bawah dan visera.
Akar toraks bagian bawah juga dapat mengalami transeksi tetapi tak banyak pengaruhnya.7
Di Bawah Vertebra Th X
Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus medularis) di antara vertebra T I dan LI, dan
meruncing pada ruang di antara vertebra LI dan L2. Akar saraf L2 sampai S4 muncul dari
konus medularis dan beraturan turun dalam suatu kelompok (cauda equina) untuk muncul
pada tingkat yang berurutan pada spina lumbosakral. Karena itu, cedera spinal di atas
vertebra T10 menyebabkan transeksi korda, cedera di antara vertebra T10 dan LI dapat
menyebabkan lesi korda dan lesi akar saraf, dan cedera di bawah vertebra Ll hanya
menyebabkan lesi akar saraf. 7
Akar sakral mempersarafi:
(1) sensasi dalam daerah "pelana", suatu jalur di sepanjang bagian belakang paha dan tungkai
bawah, dan dua pertiga sebelah luar telapak kaki
(2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan kaki
(3) refleks anal dan penis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki
(4) pengendalian kencing.7
Akar lumbal mempersarafi:
(1) sensasi pada seluruh tungkai bawah selain bagian yang dipasok oleh segmen sakral
(2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pinggul dan lutut
(3) refleks kremaster dan refleks lutut. 7
Bila cedera tulang berada pada sambungan torakolumbal, penting untuk
membedakan antara transeksi korda tanpa kerusakan akar saraf dan transeksi korda dengan
kerusakan akar saraf. Pasien tanpa kerusakan akar saraf jauh lebih baik.7
Lesi Korda Lengkap
Paralisis lengkap dan tidak ada sensasi di bawah tingkat cedera menunjukkan
transeksi korda. Selama stadium syok spinal, bila tidak ada refleks anal (tidak lebih dari 24
jam pertama) diagnosis tidak dapat ditegakkan dan jika refleks anal pulih kembali dan
defisit saraf terus berlanjut, lesi korda bersifat lengkap. Setiap lesi korda lengkap yang
berlangsung lebih dari 72 jam tidak akan sembuh.7
Lesi Korda Tidak Lengkap
Adanya sisa sensasi apapun di bagian distal cedera (uji menusukkan peniti di
daerah perianal ) menunjukkan lesi tak lengkap sehingga prognosis baik. Penyembuhan
dapat berlanjut sampai 6 bulan setelah cedera. Penyembuhan paling sering terjadi pada
sindroma korda centra. Di bawah vertebra Th X, diskrepansi antara tingkat neurologik dan
tingkat rangka adalah akibat transeksi akar yang turun dari segmen yang lebih tinggi dari
lesi korda.12
Sindrom Deskripsi
Anterior cord Lesi yang mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensitivitas
terhadap nyeri, temperature namun fungsi propioseptif masih normal
Brown-
Sequard
Proposeptif ipsilateral normal, motorik hilang dan kehilangan sensitivitas
nyeri dan temperatur pada sisi kontralateral
Central cord Khusus pada regio sentral, anggota gerak atas lebih lemah dibanding
anggota gerak bawah
Dorsal cord
(posterior
cord)
Lesi terjadi pada bagian sensori terutama mempengaruhi propioseptif
Conus
medullaris
Cedera pada sacral cord dan nervus lumbar dengan kanalis neuralis ;
arefleks pada vesika urinaria, pencernaan dan anggota gerak bawah
Cauda
equina
Cedera pada daerah lumbosacral dengan kanalis neuralis yang
mengakibatkan arefleksia vesika urinaria, pencernaan dan anggota gerak
bawah
Tabel 2. Incomplete Cord Syndromes
Grading syste m pada cedera medulla spinalis :
1. Klasifikasi Frankel :
Grade A : motoris (-), sensoris (-)
Grade B : motoris (-), sensoris (+)
Grade C : motoris (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris (+)
Grade D : motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+)
Grade E : motoris (+) normal, sensoris (+) 8
2. Klasifikasi ASIA (American Spinal Injury Association)
Grade Description
A Lengkap: tidak ada sensorik maupun motorik dibawah level
defisit neurologi
B Tidak lengkap : sensorik baik namun motorik nya menurun di
bawah level defisit neurology
C Tidak lengkap : sensorik baik dan fungsi motorik dibawah defisit
neurology memiliki kekuatan otot dibawah 3
D Tidak lengkap : sensorik baik namun kekuatan otot motoriknya
lebih dari 3 atau sama dengan 3
E Fungsi sensorik dan motorik normal
Tabel 3. ASIA Impairment Scale 8
II.5. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN FRAKTUR VERTEBRA
Diagnosis klinik adanya fraktur thorakolumbal didapatkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kecurigaan yang tinggi akan adanya cedera
pada vertebra pada pasien trauma sangat penting sampai kita mengetahui secara tepat
bagaimana mekanisme cedera pasien tersebut. Setiap pasien dengan cedera tumpul diatas
klavikula, cedera kepala atau menurunnya kesadaran, harus dicurigai adanya cedera cervical
sebelum curiga lainnya. Dan setiap pasien yang jatuh dari ketinggian atau dengan
mekanisme kecelakaan high-speed deceleration harus dicurigai ada cedera thoracolumbal.
Selain itu patut dicurigai pula adanya cedera medulla spinalis, jika pasien datang dengan
nyeri pada leher, tulang belakang dan gejala neurologis pada tungkai. 13
Pemeriksaan klinik pada punggung hampir selalu menunjukkan tanda-tanda fraktur
yang tak stabil namun fraktur remuk yang disertai paraplegia umunya bersifat stabil. Sifat dan
tingkat lesi tulang dapat diperlihatkan dengan sinar-X, sedangkan sifat dan tingkat lesi saraf
dengan CT atau MRI. Pemeriksaan neurologik harus dilakukan dengan amat cermat. Tanpa
informasi yang rinci, diagnosis dan prognosis yang tepat tidak mungkin ditentukan.
Pemeriksaan rektum juga harus dilakukan. Pemeriksaan tentang tanda-tanda shock juga
sangat penting. 13
Macam-macam shock yang dapat terjadi pada cadera tulang belakang :
a. Hypovolemic shock yang ditandai dengan takikardia, akral dingin dan hipotensi jika
sudah lanjut.
b. Neurogenic shock adalah hilangnya aktivitas simpatis yang ditandai dengan hipotensi,
bradikardi.
c. Spinal shock : disfungsi dari medulla spinalis yang ditandai dengan hilangnya fungsi
sensoris dan motoris. Keadaan ini akan kembali normal tidak lebih dari 48 jam.13
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan:
1. Roentgenography: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang vertebra, untuk melihat
adanya fraktur ataupun pergeeseran pada vertebra.
2. Computerized Tomography : pemeriksaan ini sifatnya membuat gambar vertebra 2 dimensi .
Pemeriksaan vertebra dilakukan dengan melihat irisan-irisan yang dihasilkan CT scan.
3. Magnetic Resonance Imaging: pemeriksaan ini menggunakan gelombang frekuensi radio
untuk memberikan informasi detail mengenai jaringan lunak di daerah vertebra. Gambaran
yang akan dihasilkan adalah gambaran 3 dimensi . MRI sering digunakan untuk mengetahui
kerusakan jaringan lunak pada ligament dan discus intervertebralis dan menilai cedera medulla
spinalis.13
II.6. PENANGANAN DAN TERAPI
Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas: penilaian
kesadaran, jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kemungkinan adanya perdarahan dan segera
mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika ada). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
klinik secara teliti meliputi pemeriksaan neurologis fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk
mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.2
Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk mencegah
kerusakan yang lebih parah lagi, semuanya tergantung dari tipe fraktur.
1. Braces & Orthotics
Ada tiga hal yang dilakukan yakni,
a. mempertahankan kesejajaran vertebra (alignment)
b. imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan
c. mengatasi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi pergerakan.
Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai contoh; brace rigid collar
(Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-thoracic brace (Minerva) untuk fraktur pada
punggung bagian atas, thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO) untuk fraktur punggung
bagian bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu brace akan terputus, umumnya fraktur
pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokasi memerlukan traksi, halo
ring dan vest brace untuk mengembalikan kesejajaran.3
2. Pemasangan alat dan proses penyatuan (fusion).
Teknik ini adalah teknik pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion
adalah proses penggabungan dua vertebra dengan adanya bone graft dibantu dengan alat-
alat seperti plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil dari bone graft adalah penyatuan
vertebra dibagian atas dan bawah dari bagian yang disambung. Penyatuan ini memerlukan
waktu beberapa bulan atau lebih lama lagi untuk menghasilkan penyatuan yang solid. 3
3. Vertebroplasty & Kyphoplasty
Tindakan ini adalah prosedur invasi yang minimal. Pada prinsipnya teknik ini digunakan
pada fraktur kompresi yang disebabkan osteoporosis dan tumor vertebra. Pada
vertebroplasti bone cement diinjeksikan melalui lubang jarum menuju corpus vertebra
sedangkan pada kypoplasti, sebuah balon dimasukkan, dikembungkan untuk melebarkan
vertebra yang terkompresi sebelum celah tersebut diisi dengan bone cement.3
Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi :
a. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup, kateterisasi dan
evakuasi kandung kemih dalam 2 minggu
b. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia setiap dua hari
c. Monitoring cairan masuk dan cairan yang keluar dari tubuh
d. Nutrsi dengan diet tinggi protein secara intravena
e. Cegah dekubitus
f. Fisioterapi untuk mencegah kontraktur 2
BAB III
PENUTUP
Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7
cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.1 Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla
spinalis dan serabut saraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.
Pada cedera tulang belakang, mekanisme cedera yang mungkin adalah: Hiperekstensi
(kombinasi distraksi dan ekstensi), fleksi, fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi
posterior, kompresi, rotasi-fleksi, translasi horizontal.
Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta kecelakaan lalu
lintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang vertebra tipe kompresi. Pada
kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar sering didapatkan berbagai
macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi, maupun ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah
fraktur dislokasi.6 Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu: cedera stabil, cedera tidak
stabil.
Berdasarkan mekanisme cederanya, dapat dibagi menjadi: Fraktur kompresi (Wedge
fractures), Fraktur remuk (Burst Fracture), fraktur dislokasi, Seat Belt Fracture.
Diagnosis klinik adanya fraktur thorakolumbal didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal
terdiri atas: penilaian kesadaran, jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kemungkinan adanya
perdarahan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan neurologis fungsi motorik, sensorik dan reflek
untuk mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.2
Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk mencegah
kerusakan yang lebih parah lagi, semuanya tergantung dari tipe fraktur : Braces & Orthotics,
Pemasangan alat dan prosoes penyatuan (fusion), Vertebroplasty & Kyphoplasty
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore K. Essential Clinical Anatomy. Second Edition. Baltimore: Williams and Wilkins.
2002
2. Rasjad C. Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Lamumpatue. 2003
3. Roper S. Spine Fracture. In: Dept. Neurosurgery Unversity of Florida. (Last updated: 2003;
accesed: 14 April 2012). Available from :
http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml
4. Harna. Trauma Medulla Spinalis. (Last updated: 2008; accesed: 14 April 2012). Available
from : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/17/trauma-medula-spinalis/.
5. Schreiber, D. Spinal Cord Injury. (Last updated: 2004; accesed: 14 April 2012). Available
from : http://emedicine.medscape.com/article/793582-overview.
6. Jong, W.D, Samsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005; 870-874.
7. Apley,A.Graham. Apley’s System O Orthopaedic And Fracture.Seventh Edition. London:
Butterworth Scientific. 2000; 658-665.
8. Young W. Spinal Cord Injury Level And Classification. (Last updated: 2000; accesed: 14
April 2012). Available from : http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml
9. Deblick T. Burst Fracture. (Last updated: 2001; accesed: 14 April 2012). Available from :
http://www.emedicine.medscape.com/specialties
10. Claire M. The Three Column Concept. (Last updated: 2005; accesed: 14 April 2012).
Available from: http://www.spineuniverse/columnconcept.html
11. Rimel R.W. An Educational Training Program for the Care at the Site of Injury of Trauma
to Central Nervous System. 2001; 9:23-28.
12. Thomas, V.M. Thoracolumbal Vertebral Fracture. Journal of Orthopaedics. (Last updated:
2004; accesed: 14 April 2012). Available from : http://www.jortho.org/index.html
13. Kuntz C. Spine Fracture. Emedicine Journals. (Last updated: 2004; accesed: 14 April
2012). Available from : http://www.emedicine.com/orthoped/topic567.htm