repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 2079... bab v hasil dan pembahasan...
TRANSCRIPT
78
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Efektifitas Penyelenggaraan Diklat Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) Pada Kantor BPKP Prov. Sul-Sel
Pendidikan dan latihan (diklat) adalah suatu proses kegiatan yang diikuti
pegawai/karyawan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kecakapan,
keterampilan dan perilaku kerja demi tuntutan produktivitas kerja pada jabatan
yang diembannya. Diklat yang efektif dan efisien merupakan diklat yang
berorientasi proses, dimana organisasi tersebut dapat melaksanakan program-
program yang sistematis untuk mencapai tujuan dan hasil yang dicita-citakan.
Keefektifan diklat akan mempengaruhi kualitas kinerja sumber daya manusia
(SDM) yang dihasilkannya. Namun pada beberapa kasus diklat ditemukan
pelaksanaan diklat pada umumnya tidak seperti yang diharapkan karena diklat
seringkali dipandang sebagai proses formalitas saja tanpa ada tindak lanjut
dalam pelaksanaan tugas setelah mengikutinya, pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh selama diklat belum maksimal ditularkan pada unit kerjanya,
Secara substansial, pendidikan dan pelatihan yang diadakan dianggap belum
memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Kebanyakan peserta diklat juga lebih berorientasi pada ijazah/sertifikat,
bukan pada pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh (Jurnal V4 N1 2009-
3).
Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) akan menjadi
bukti nyata penyelenggaraan pemerintah yang sejalan dengan prinsip-prinsip tata
kelola pemerintahan yang baik dan menjamin akuntabilitas pemerintah dalam
79
menyelenggarakan pemerintahan negara, karena merupakan proses yang
integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memperoleh keyakinan yang memadai
dalam hal efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintahan, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang – undangan yang berlaku.
SPIP menekankan pentingnya komitmen dari pimpinan instansi
pemerintah untuk keberhasilan penerapan SPIP sekaligus meletakkan tanggung
jawab pimpinan instansi pemerintah atas keberhasilan penerapan
sistem. Penerapan SPIP merupakan kewajiban yang harus dilakukan, terlebih
apabila dikaitkan dengan tekad dan komitmen menjadikan penyelenggaraan
pemerintahan yang benar efektif dan efisien, taat terhadap peraturan perundang–
undangan, menghasilkan laporan keuangan yang handal sehingga memperoleh
opini terbaik dari auditor serta terlindunginya aset pemerintah, dalam hal ini
BPKP adalah salah satu unsur aparatur pengawasan intern, yang dalam
peraturan pemerintah ini berperan sebagai pembina penyelenggaraan sistem
pengendalian intern pemerintah (Zan/BF/Tim BJ/Humas Lambar).
Pernyataan senada diutarakan oleh Bapak Sgd selaku Kepala Sub
Bagian Kepegawaian sekaligus sebagai koordinator penyelenggara diklat SPIP :
“Melalui pelatihan SPIP kami mengharapkan terbentuknya lingkungan pengendalian yang baik karena lingkungan pengendalian pada jajaran instansi masih kurang optimal dalam artian belum maksimal. Lingkungan pengendalian itu harus kuat mental, pendidikan, dan kontrol. Barulah dapat dibangun pilar SPIP menuju Good Governance.”
Sehubungan penyelenggaraan diklat khususnya di lingkup BPKP
dtemukan beberapa risiko yang kebanyakan bersumber dari orang yaitu
widyaiswara/Instruktur terutama dalam hal kompetensi, kehadiran, variasi
80
mengajar, ketersediaan, dan kecukupan jumlah. Risiko lain yang perlu untuk
dikelola adalah risiko barang yaitu risiko terkait dengan bahan ajar/modul yang
kurang up to date sehingga perlu disesuaikan dengan perkembangan terkini.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengetahui efektivitas
proses penyelenggaraan diklat SPIP, peneliti menggunakan teori yang
dikemukakan oleh Hari Lubis dan Martani Huseini yaitu pendekatan proses
(process approach) untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program
dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. Pendekatan
proses (internal process approach), menganggap efektivitas sebagai efesiensi
dan kondisi kesehatan organisasi internal, yaitu kegiatan dan proses internal
organisasi yang berjalan dengan lancar. Mengingat penelitian ini dibatasi pada
proses penyelenggaraan diklat maka yang dijadikan indikator pengukuran
efektivitas penyelenggaraan diklat adalah penyelenggara/pengelola diklat,
widyaiswara, anggaran dana, sarana dan prasarana, dan metode pembelajaran.
Indikator tersebut penting dalam menelusuri efektivitas proses penyelenggaraan
diklat SPIP pada Kantor BPKP Perwakilan Propinsi Sulawesi Selatan. Untuk
melihat mengapa efektivitas penyelenggaraan diklat SPIP tidak efektif dapat
ditinjau dari indikator-indikator yang akan dideskripsikan sesuai hasil wawancara
dengan para informan.
1. Diklat Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
Diklat SPIP merupakan salah satu jenis diklat teknis yang
diselenggarakan oleh Instansi BPKP Perwakilan Prov. Sul-Sel dimana
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya diklat ini berfokus untuk
81
mencapai good governance (pemerintahan yang baik) melalui proses
pengawasan dan pengendalian kegiatan pemerintah.
Adapun Materi diklat antara lain :
1. Gambaran Umum SPIP (overview SPIP);
2. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan Pengendalian dalam SPIP merupakan unsur dasar /
fondasi bagi pembentukan unsur-unsur lainya, oleh karena itu fondasi
dalam membangun SPIP harus kuat agar dapat menopang dan
mendukung unsur-unsur lainnya sehingga apa yang diharapkan SPIP
dapat terwujud. Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan
memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku
positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern
dalam lingkungan kerjanya, melalui:
a. penegakan integritas dan nilai etika;
b. komitmen terhadap kompetensi;
c. kepemimpinan yang kondusif;
d. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
e. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
f. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang
pembinaan sumber daya manusia;
g. perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang
efektif; dan
h. hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
3. Penilaian Resiko (Risk Assessment)
82
Penilaian Resiko dalam SPIP adalah usaha pemerintah untuk
mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang relevan dalam
menyiapkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi
keuangan. Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan penilaian
resiko yaitu dengan cara mengidentifikasi serta melakukan analisis
resiko.
Identifikasi resiko dilaksanakan dengan : penggunaan metodologi
yang sesuai dengan tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada
tingkatan kegiatan secara menyeluruh; menggunakan mekanisme
yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor
internal; dan menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko.
Analisis Resiko dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko
yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan Instansi
Pemerintah. Dalam hal ini Pimpinan Instansi Pemerintah harus
menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko
yang dapat diterima.
4. Kegiatan Pengendalian (Control Activities)
Kegiatan pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibangun
oleh pemerintah untuk mencapai tujuan laporan keuangan yang
obyektif. Aktivitas pengendalian dapat digolongkan dalam pemisahan
tugas yang memadai, otorisasi yang tepat atas transaksi dan aktivitas,
pendokumentasian dan pencatatan yang cukup, pengawasan aset
antara catatan dan fisik, serta pemeriksaan independen atas kinerja.
Penyelenggaraan kegiatan pengendalian setidaknya memiliki
karakteristik; pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok instansi
83
pemerintah, dikaitkan dengan proses penilaian resiko, disesuaikan
dengan karakteristik instansi pemerintah tersebut, kebijakan dan
prosedur harus ditetapkan secara tertulis, prosedur yang telah
ditetapkan harus dijalankan, serta adanya evaluasi secara periodik
terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian.
5. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication).
Informasi dan komunikasi dalam SPIP adalah metode yang
dipergunakan untuk mengidentifikasi, mengumpulkan,
mengklasifikasi, mencatat dan melaporkan semua transaksi entitas,
serta untuk memelihara akuntabilitas yang berhubungan dengan aset.
Transaksi-transaksi harus memuaskan dalam hal eksistensi,
kelengkapan, ketepatan, klasifikasi, tepat waktu, serta dalam posting
dan mengikhtisarkan.
6. Pemantauan Pengendalian Intern. (Monitoring).
Pemantauan pelaksanaan SPIP secara periodik (berkelanjutan) harus
dipantau. Pemantauan meliputi penilaian atas kualitas kinerja
pengendalian intern untuk menentukan apakah operasi pengendalian
memerlukan modifikasi atau perbaikan.
Pemantauan secara periodik diselenggarakan melalui kegiatan
pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan
lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas.
2. Sasaran Diklat SPIP
Setelah mengikuti diklat ini, para peserta diharapkan mampu
memahami dan menguasai konsep-konsep dan filosofi unsur-unsur Sistem
84
Pengendalian Intern Pemerintah dan penerapannya. Adapun
penyelenggaraan Diklat SPIP yang dijadikan sasaran penelitian adalah Diklat
SPIP yang diselenggarakan pada tanggal 26-30 Maret 2012 di Kantor
Perwakilan BKPK Propinsi Sulawesi Selatan. Peserta adalah pegawa
Perwakilan BPKP Propinsi Sulawesi Selatan sebanyak 29 orang.
\
B. Indikator Pengukuran Efektifitas Penyelenggaraan Diklat :
1. Penyelenggara Diklat
Penyelenggara diklat adalah pihak yang bertanggung jawab atas
pengaturan, koordinasi, dan penyelenggaraan diklat meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, monitoring dan evaluasi).
Penyelenggara diklat berperan, antara lain, mengatur seluruh pengelolaan
proses latihan mulai dari persiapan sampai pelaporan. Penyelenggara diklat
mengatur persiapan tempat belajar, penjadwalan, kesiapan pelatih, kesiapan
peralatan/perlengkapan diklat, naskah materi pembelajaran. Penyelenggara
diklat juga mengatur kesiapan kesekretariatan, akomodasi dan konsumsi peserta
diklat, mengatur sarana angkutan untuk keperluan praktek atau kegiatan di luar
kampus. Penyelenggara diklat juga memiliki tugas dan kewajiban untuk
melayani, mengamati, dan menilai peserta diklat selama berada di lingkungan
kampus. Pada umumnya ditemukan terbatasnya kemampuan penyelenggara
sehingga penyelenggaraan atau man\ajemen diklat kurang optimal.
Diklat SPIP ini, khususnya pada periode Maret 2012 dilaksanakan atas
kerjasama antara Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan (Pusdiklatwas)
BPKP dengan Satgas SPIP Perwakilan BPKP Perwakilan Propinsi Sulawesi
Selatan.
85
Berikut ini merupakan penilaian terhadap penyelenggara diklat SPIP pada
Kantor BPKP Prov. Sul-Sel:
a. Pengaturan jadwal dan kejelasan arahan program diklat
b. Penyediaan alat tulis kantor untuk peserta
c. Kelengkapan fasilitas diklat di kelas (LCD, Flipchart, whiteboard, mic)
d. Kenyamanan fasilitas diklat di kelas (AC, tata lampu, tata suara)
e. Pelayanan dan sikap petugas penyelenggara diklat (LO/Petugas
Piket)
f. Pelayanan dan sikap petugas mess
g. Pengaturan menu makanan
h. Variasi hidangan
Berikut keterangan dari Koordinator Penyelenggara Diklat, Bapak Sgd
mengenai pelaksanaan diklat:
“… SOP atau mekanisme penyelenggaraan diklat SPIP mengacu pada SOP yang telah diatur oleh Pusdiklat BPKP, penyelenggara yang dilibatkan pun telah mengikuti diklat TC (Training Course) sehingga dapat menunjang tugas sebagai pennngggelola.” (Sumber: Wawancara, 4 Juli 2012)
Terkait pelayanan penyelenggara dalam pengaturan menu makanan, Ibu
Okv selaku peserta diklat menuturkan:
“Soal makanan masih standar lah, mengenai rasa kan subjektif tergantung lidah. Dalam penyediaan konsumsi sangat tepat waktu. Malah seringkali belum waktunya jam makan tapi penyelenggara sudah stand by untuk menyediakan makanan.” (Sumber : Wawancara, 24 Mei 2012).
Hal ini ditegaskan pula oleh Bapak Rhm yang mengemukakan bahwa
pelayanan yang diberikan penyelenggara sangat baik. Terkait pengaturan jadwal
dan kejelasan arahan program diklat dan mengenai kesesuaian alokasi waktu
86
diklat dengan materi yang diberikan (ketepatan waktu), diperoleh informasi yang
sama dari Ibu Okv bahwa:
“Alokasi waktu diklat dengan materi yang diberikan kurang sesuai. Idealnya. dalam satu hari dibahas satu materi diklat agar pemahaman lebih dalam tetapi realitasnya dalam satu hari dibahas dua materi.” (Sumber : Wawancara, 24 Mei 2012).
Berikut ini penuturan Bapak Rhm terkait dengan kesesuaian urutan
pemberian materi pada tiap mata pelajaran dengan urutan yang ada pada silabus
diklat :
“.. Ada widyaiswara yang tidak datang atau tiba-tiba berhalangan hadir maka harus terjadi pertukaran mata diklat satu dengan yang lain. Contoh yang telah terjadi, dimana berdasarkan urutan pemberian materi mata diklat lingkungan pengendalian lebih dulu baru setelah itu mata diklat informasi dan komunikasi, tetapi yang terjadi malah sebaliknya.” (Sumber : Wawancara, 24 Mei 2012).
Sehubungan dengan bagaimana penyelenggara menyediakan dan
mempersiapkan seluruh sarana diklat, berikut penuturan Ibu Okv :
“.. ketersediaan sarana alat bantu dan media pembelajaran lumayan memadai.” (Sumber : Wawancara, 24 Mei 2012).
Dari hasil wawancara dengan informan-informan tersebut, dapat dilihat
bahwa dalam hal pemberian pelayanan dan sikap yang diberikan oleh
penyelenggara dinilai secara relatif sudah cukup memuaskan bagi peserta diklat.
Hal tersebut didukung karena penyelenggara/pengelola diklat telah mengikuti
diklat TC (Training Course) sebagai salah satu syarat untuk terlibat sebagai
anggota penyelenggara diklat. Penyediaan alat tulis kantor dan kelengkapan
fasilitas diklat di kelas sudah cukup baik. Hanya saja terdapat kelemahan pada
konsistensi terhadap aturan diklat yaitu pengaturan jadwal dan alokasi waktu
diklat yang tidak dilaksanakan seperti yang diatur sebelumnya. Seluruh program
pelatihan harus diselenggarakan berdasarkan jadwal yang ditentukan, mencakup
87
seluruh materi pelatihan dalam batas waktu yang telah dialokasikan serta diikuti
oleh semua peserta dengan tingkat disiplin yang tinggi. Dengan kata lain, isi
silabus dan satuan acara pelatihan harus ditaati dengan ketat (Siagian, 2004).
Melalui hasil wawancara diperoleh informasi tentang mata diklat yang ditukar, ini
berdampak pada tidak sesuainya pemberian materi diklat dengan urutan yang
ada pada silabus dan petunjuk diklat, begitu pun dengan belum tercapainya
alokasi waktu yang efektif dan efisien.
2. Widyaiswara/Instruktur
Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional
dengan tugas mendidik, mengajar & atau melatih PNS pada lembaga diklat
pemerintah, serta melaksanakan kegiatan pengembangan profesi seperti yang
tertera dalam Per. MENPAN No.66/M.PAN/6/2006. Widyaswara/instruktur
merupakan jabatan karier yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada
keahlian & keterampilan tertentu serta bersifat mandiri & profesional, Jabatan WI
berkedudukan di lembaga diklat pemerintah, & dibina oleh kepala lembaga diklat
yang bersangkutan. Widyaiswara berperan sebagai ujung tombak pelaksanaan
proses belajar mengajar (PBM), salah satu penentu keberhasilan
penyelenggaraan program diklat dan memiliki peran strategis dalam peningkatan
dan pengembangan SDM Aparatur/PNS.
Pelatih/instruktur yang akan memberi materi pelatihan harus memenuhi
kualifikasi persyaratan yang memadai sebagai berikut (Anwar Prabu, 2002:64):
1. Mempunyai keahlian yang berhubungan dengan materi pelatihan
2. Instruktur luar yang professional dalam bidang yang ada hubungan
dengan materi pelatihan.
88
3. Pelatih/instruktur yang mampu membangkitkan motivasi dan
penggunaan metode partisipatif.
Sehubungan dengan penetapan dan perekrutan tenaga pengajar, Bapak
Sgd selaku koordinator pelaksana diklat mengemukakan bahwa :
“… Pengajar diklat selama ini hanya memberdayakan pejabat dalam lingkup BPKP Perwakilan Sulsel karena jika mau memanggil widyaiswara dari Pusdiklatwas di Jawa tentunya akan menambah biaya lagi sementara biaya tidak mendukung. Adapun kriteria penetapan tenaga pengajar pada Kantor BPKP Perwakilan Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut: 1. Telah mengikuti diklat SPIP 2. Pelatih mempunyai kemampuan kediklatan yaitu widyaiswara dasar
dan atau telah mengikuti diklat Training Trainer (TT) SPIP. 3. Kesesuaian keahlian.”
(Sumber: Wawancara, 21 Mei 2012)
Tabel 4. Daftar nama Widyaiswara (Tenaga Pengajar) pada Kantor BPKP
Propinsi Sulawesi Selatan
No. Widyaiswara Mata Diklat
1. Karya Bhakti Gambaran umum SPIP dan
Lingkungan Pengendalian
2. Suganda Gambaran umum SPIP dan
Lingkungan Pengendalian
3. Yuler Bastian Identifikasi Risiko, Analisis Risiko,
dan Simulasi Risiko
4. Bambang Puji Hartono -sda-
5. Jamason Sinaga Kegiatan Pengendalian
6. Mangaraja S. Hutagaol Informasi dan Komunikasi
7. Muhammad Satoto Pemantauan Pengendalian Intern
8. Nur Ana Sejati Pemantauan Pengendalian Intern
(Sumber : Lap.Penyelenggaraan Diklat SPIP Maret 2012)
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, penilaian terhadap tenaga
pengajar diklat pada Kantor BPKP Prov. Sulawesi Selatan, antara lain:
1. Disiplin kehadiran
89
2. Manajemen waktu
3. Sistematika dan kemampuan menyajikan materi
4. Penguasaan materi diklat
5. Kemampuan komunikasi dan menjawab pertanyaan peserta
6. Pemberian motivasi dan perhatian kepada peserta
7. Memberikan kecukupan waktu dan kesempatan peserta berpartisipasi
dalam diskusi
8. Porsi latihan/aplikasi dalam diklat
9. Gaya/sikap dan perilaku selama mengajar.
Dalam wawancara dengan peserta diklat, Bapak Rhm yang
mengungkapkan bahwa :
“Sebagian pengajar telah mampu menjelaskan materi dengan jelas, memiliki wawasan yang luas tentang materi yang disajikan, selain itu pengajar tersebut memberikan dorongan serta semangat pada kami. Tetapi ada beberapa juga yang belum, cara menyampaikan materi terlalu cepat bicaranya. Selain itu, saat mengajukan pertanyaan kadang jawaban yang diberikan kurang memuaskan… kalau boleh, dalam perekrutan twnga pengajar harus memperhatikan yang benar-benar kompeten dan paham pada bidangnya.” (Sumber: wawancara 24 Mei 2012)
Penuturan selanjutnya oleh Ibu Okv yaitu :
“… kemampuan beberapa instruktur dalam menjawab setiap pertanyaan dari peserta sudah baik karena mereka sudah mengikuti diklat TOT. begitu pun dalam membangun hubungan sudah sangat baik karena jumlah peserta juga sedikit jadi lebih mudah …dalam proses pembelajaran atau saat berlangsungnya kegiatan diklat, instruktur perlu lebih mengimprovisasi diri dalam menyajikan materi. Dalam beberapa materi perlu diberikan contoh-contoh supaya kita dapat lebih mengerti.” (Sumber : Wawancara 21 Mei 2012)
Ditegaskan oleh Bapak Sgd sebagai berikut :
“… memang kami menyadari bahwa masih adanya beberapa instruktur diklat yang ketika diklat berlangsung, cara berbicaranya terlalu cepat saat menyajikan materi sehingga kurang dimengerti. Ini juga menjadi komentar dari peserta diklat dan bahan evaluasi penyelenggaraan diklat SPIP di BPKP. Oleh karenya, kami terus berusaha memacu para instruktur untuk
90
terus mengaktualisasikan dirinya sebagai instuktur diklat sehingga semakin terlatih dan cakap mengajar.” (Sumber: Wawancara, 21 Mei 2012)
Berdasarkan penelusuran peneliti melalui wawancara dan data sekunder
yaitu Laporan penyelenggaraan diklat SPIP Periode Maret disimpulkan disiplin
kehadiran dan manajemen waktu sudah cukup efektif. Mengenai penguasaan
materi diklat, sistematika menyajikan materi, dan kemampuan berkomunikasi
serta menjawab pertanyaan peserta, dapat disimpulkan bahwa beberapa
widyaiswara sudah sangat baik dalam mengajar tetapi masih ada beberapa
widyaiswara/instruktur yang dinilai ahli dan pintar namun belum dapat mengajar
dan berkomunikasi secara efektif atau teaching skillnya tidak efektif. Artinya
tenaga pengajar dituntut menguasai teknik melatih/mengajar yang tepat.
Diketahui pula bahwa tenaga pengajar yang ada di Kantor BPKP seringkali
menjadi fasilitator dan instruktur di beberapa instansi sebagaimana pada
dasarnya karena wilayah kerja BPKP Perwakilan Sulawesi Selatan mewadahi
tiga (3) kota dan 21 kabupaten. Jadi sebagai instansi perwakilan propinsi
Sulawesi Selatan maka memang sudah seharusnya instansi ini menjadi
penopang dan pembina penerapan SPIP bagi daerah yang dibawahinya. Jadi
peneliti menyimpulkan, karena memilki cukup banyak kesempatan dalam
mengajar maka tentunya ini harus mendukung semakin berkualitasnya potensi
instruktur/widyaiswara. Adapun diklat TT (Traning Trainer) yang dipersyaratkan
bagi Widyaiswara/tenaga pengajar sesuai materi terkait, pada umumnya mereka
telah mengikuti diklat TT (Traning Trainer) materi Diklat SPIP.
3. Anggaran dana
Anggaran dana diklat adalah pengeluaran-pengeluaran yang terjadi di
dalam pengembangan, implementasi, dan evaluasi program pelatihan.
91
Penentuan anggaran biaya untuk penyelenggaraan diklat dilakukan pada
tahap analisis kebutuhan diklat. Kegiatan analisis kebutuhan ini sangat penting
sebab di samping menjadi landasan kegiatan selanjutnya seperti pemilihan
metode pelatihan yang tepat, biaya pelatihannya tidak murah sehingga bilamana
pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan, selain tidak meningkatkan kemampuan
organisasi juga akan menghabiskan banyak biaya (Marihot, 2002:175). Dalam
Hasibuan dinyatakan bahwa seringkali dana yang tersedia untuk pengembangan
sangat terbatas sehingga dilakukan secara terpaksa, bahkan pelatih maupun
sarananya kurang memenuhi persyaratan yang dibutuhkan. Penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan SPIP pada Kantor BPKP berasal dari DIPA Perwakilan
BPKP Propinsi Selatan.
Hasil wawancara dengan Bapak Sgd menyatakan bahwa :
“… dana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan diklat khususnya diklat SPIP periode ini sekitar Rp 30.000.000,-.” (Sumber: Wawancara, 21 Mei 2012)
Untuk mengetahui apakah anggaran tersebut dapat mencukupi
kebutuhan diklat, peneliti mewawancarai lebih lanjut dan diperoleh informasi
bahwa :
“…anggarannya mau tidak mau harus dicukupkan dan diatur sedemikian rupa agar dapat mencukupi segala kebutuhan diklat. Hal ini karena anggaran diklat sudah dianggarkan oleh Pusat Diklat Pengawasan… Ada beberapa penyediaan sarana diklat seperti modul yang seharusnya bisa disajikan dengan lebih menarik tetapi karena dana juga terbatas jadi diberikan sesuai dengan dana yang ada saja. Sebenarnya masih ada beberapa hal dalam diklat yang masih perlu dibenahi tetapi terbatas dana.” (Sumber: Wawancara, 21 Mei 2012)
Terkait apakah alokasi anggaran diklat telah memenuhi tujuan diklat,
Bapak Sgd berpendapat :
92
“… alokasi anggaran diklat sudah cukup memenuhi tujuan dari diklat tapi masih kurang memuaskan.” (Sumber: Wawancara, 21 Mei 2012)
Dari hasil wawancara dan melalui olahan data sekunder, peneliti
menyimpulkan bahwa anggaran dana memegang peranan yang sangat penting
dalam penyelenggaraan diklat yang efektif karena bertolak dari ketersediaan
dana maka segala kebutuhan diklat dapat terpenuhi yang tentunya
mempengaruhi keefektifan penyelenggaraan diklat itu sendiri. Adapun alokasi
anggaran diklat telah memenuhi tujuan diklat. Akan tetapi, dana yang dibutuhkan
untuk penyelenggaraan diklat SPIP sebenarnya masih perlu ditingkatkan
jumlahnya demi menunjang kegiatan diklat agar penyediaan sarana dan
prasarana diklat dapat dibenahi, seperti contoh penyajian modul yang terkesan
biasa-biasa saja karena seyogyanya ingin dicetak lebih bagus tapi terkendala
karena dana tidak mencukupi. Peneliti berpendapat mungkin masih ada sarana
dan prasarana diklat yang perlu dibenahi tapi masih stagnan karena biaya belum
ada.
4. Sarana & Prasarana
Sarana dan Prasarana/fasilitas diklat juga disebut sebagai media
pelatihan yang merupakan metode atau peralatan khusus yang digunakan untuk
mengkomunikasikan gagasan-gagasan dan konsep-konsep dalam program
pelatihan dan pengembangan. Media yang lazim digunakan dalam pelatihan
adalah proyektor multimedia, pita video, film, proyektor slide, proyektor overhead,
papan tulis, closed-circuit television, dan flip chart. Fasilitas ini berfungsi sebagai
unsur penunjang proses pembelajaran, menggugah gairah dan motivasi belajar.
Menurut Hasibuan (2005:76) bahwa penyediaan tempat dan alat-alat
harus didasarkan pada prinsip ekonomi serta berpedoman pada sasaran
93
pengembangan yang ingin dicapai. Misalnya, tempat pengembangan hendaknya
strategis, tenang, nyaman, dan tidak mengganggu lingkungan. Mesin-mesin yang
digunakan dalam pengembangan sama jenisnya dengan mesin yang digunakan
dalam bekerja pada perusahaan.
Pada dasarnya standarisasi sarana dan prasarana diklat telah ditetapkan
oleh LAN sebagai lembaga pembina diklat. Dalam keputusan Ketua LAN RI
Nomor 304.A/IX/6/4/1995, yang tergolong sarana diklat adalah papan tulis,
flipchart, overhead projector, LCD/laptop, buku pegangan, modul, sound system,
komputer. Sedangkan yang tergolong prasarana adalah Ruang kelas, Ruang
diskusi, Ruang seminar, Perpustakaan, Tempat Olahraga dan asrama.
Sementara sarana diklat yang ada di Kantor BPKP Perwakilan Sulawesi
Selatan antara lain LCD, flipchart, whiteboard, mic/sound system, dan komputer.
Adapun prasarana diklat yang ada pada Kantor BPKP, antara lain sarana
olahraga (lapangan tennis/tennis meja, volli, futsal, dan lain-lain), perpustakaan,
poliklinik umum, masjid, kelas untuk diklat, gedung arsip, aula, air condisioner
(AC).
a. Fasilitas olahraga
Terkait ketersediaan fasilitas olahraga yang mendukung diklat, peneliti
mewawancarai beberapa peserta diklat dan mereka mengatakan bahwa fasilitas
olahraga yang tersedia cukup lengkap, dan sangat menunjang kegiatan diklat.
Fasilitas olahraga yang ada antara lain voli, futsal, dan tennis. Semua tersedia
dan berfungsi sebagai sarana menjaga kebugaran peserta sehingga dapat
mengikuti kegiatan akademik secara prima. Hal ini ditegaskan pula oleh
Koordinator Penyelenggara diklat.
94
b. Perpustakaan
Dalam wawancara peneliti mengenai perpustakaan yang sesuai dengan
kebutuhan dikat, Ibu Okv selaku peserta diklat menyatakan:
“Perpustakaan yang ada belum bisa dimanfaatkan secara maksimal karena buku-bukunya belum bisa dipinjam. Hanya bisa digunakan di perpustakaan. Selain itu bukunya tidak update.” (Sumber: Wawancara, 24 Mei 2012)
Hal senada dituturkan oleh Bapak Rhm, yaitu:
“Soal perpustakaan saya tidak banyak tahu. Tapi yang saya tahu, koleksi buku-bukunya masih tergolong buku lama, kurang lengkap dan tidak update.” (Sumber: Wawancara, 24 Mei 2012)
Penulis menambahkan bahwa kurang berfungsinya fasilitas perpustakaan juga
merupakan kelemahan dalam kegiatan diklat ini dimana dalam pengelolaan
perpustakaan belum ditangani secara profesional sebagaimana layaknya sebuah
sarana penunjang. Adanya perpustakaan akan sangat berpengaruh pada
kelancaran kegiatan belajar peserta diklat. Dengan adanya perpustakaan yang
menyediakan buku-buku tentunya akan sangat bermanfaat bagi peserta sebagai
referensi bagi mereka dalam kegiatan belajar dan membuat tugas-tugas yang
diberikan.
c. Poliklinik umum
Salah satu fasilitas untuk memelihara kesehatan pegawai dengan
penyediakan instalasi poliklinik. Berdasarkan penelusuran dengan informan
yaitu koordinator penyelenggara diklat mengenai poliklinik bahwa memang di
Kantor BPKP Perwakilan Sulawesi Selatan sudah ada. Pelayanan diberikan
pada jam kerja setiap hari secara cuma-cuma, disamping itu ada disediakan
95
obat-obatan. Peserta dapat menggunakan fasilitas poliklinik dan dapat
berkonsultasi dengan dokter.
d. Tempat Ibadah/masjid sebagai prasarana yang sangat penting telah
tersedia. Dan melalui pengamatan peneliti sudah cukup memadai.
e. Kelas untuk diklat
Di samping sebagai sarana dan prasarana, ruang kelas diklat merupakan
bagian dari sumber belajar. Laird dalam bukunya Manajemen Diklat (Sugiyono,
2002) mengemukakan 4 kriteria yang harus dipenuhi sebuah ruangan diklat,
yaitu fleksibilitas, ventilasi, isolasi, dan pencahayaan.
1. Fleksibilitas
Fleksibilitas yang dimaksud disini berupa tingkat kemudahan dan
kecepatan dalam mengatur ruangan sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran. Ruangan akan berubah pengaturannya jika digunakan
untuk tujuan penyampaian materi pelajaran dengan tugas kelompok.
Salah satu unsur fleksibilitas ruangan adalah luasnya ruangan.
2. Isolasi
Isolasi ini berarti bahwa ruangan harus bebas dari pengaruh suara (dekat
airport, lalu lintas kendaraan) yang ramai, dan dapat menimbulkan
gangguan terhadap proses pembelajaran.
3. Pencahayaan
Sebaiknya pencahayaan ruangan kelas dapat diatur terang dan gelapnya.
Ruangan akan membutuhkan pencahayaan yang lebih jika digunakan
untuk kegiatan menulis, menggambar, demontrasi, atau kegiatan yang
memerlukan pengamatan tinggi. Pencahayaan yang cukup dan tepat
96
akan menghasilkan efektifitas dalam proses pembelajaran, komunikasi
menjadi lancar, dan tidak menyebabkan permasalahan pada mata.
4. Ventilasi
Ventilasi dalam ruangan berfungsi mengatur kecukupan udara, suhu
udara, dan uap air (Sugiyono, 2002:105).
Adapun tanggapan informan dari peserta diklat, Ibu Okv, mengenai kelas
diklat :
“Ruang kelas cukup nyaman dan memadai tapi penataan cahayanya yang masih kurang. Meja kursinya menggunakan meja kursi seperti di bangku kuliah dan tentu saja membuat kita tidak leluasa belajar karena mejanya kecil, selain itu stop kontak listrik sebaiknya perlu ditambah.” (Sumber: Wawancara, 24 Mei 2012)
Hal senada dinyatakan oleh Bapak Rhm yaitu :
“ menurut saya, ruang kelasnya kurang luas dan penerangan yang kurang cukup. Kursi meja yang digunakan juga kurang nyaman.” (Sumber: Wawancara, 24 Mei 2012)
Hal mengenai ruang kelas diklat ini juga ditegaskan oleh Bapak Sgd
selaku koordinator penyelenggara diklat bahwa:
“ruang kelas memang belum sepenuhnya telah memenuhi standar diklat, dimana seharusnya ruang kelas harus luas dan kedap suara, memiliki tata cahaya lampu yang maksimal. Tapi kami tetap menyediakan AC demi kenyamanan… Kekurangan lainnya yaitu dalam kelas masih menggunakan kursi mahasiswa. Kami masih terkendala dalam membenahinya, salah satu faktornya adalah karena biaya… proses belajar juga kadang terganggu dalam kelas karena tiba-tiba mati lampu. Yang dilakukan penyelenggara yaitu segera menyalakan genset yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar jadi peserta harus menunggu.” (Sumber: Wawancara, 21 Mei 2012)
Berikut ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika kita mengukur
dan menilai ruangan diklat menurut Raymond A. Noe ( 2002:133), salah satunya
warna dinding. Warna-warna seperti oranye, hijau, biru, dan kuning merupakan
warna-warna hangat. Variasi dengan warna putih lebih terkesan sejuk dan
97
bersih. Warna hitam dan coklat memberi kesan tertutup dan lelah. Berdasarkan
pengamatan, warna cat dinding kelas diklat pada Kantor BPKP ini adalah
berwarna oranye. Jadi peneliti menyimpulkan, penentuan warna sudah tepat.
Sementara struktur ruangan juga sudah sesuai yaitu bujur sangkar sehingga
memudahkan peserta melihat, mendengar dan mengikuti diklat. Untuk fasilitas
kursi, sebaiknya yang memiliki roda, bisa berputar, dan memiliki sandaran untuk
membantu mereka yang bermasalah dengan pinggang, tetapi kursi semacam ini
belum disediakan. Selanjutnya Sambungan listrik, sebaiknya tersedia dalam
jarak setiap 6 kaki di dalam ruangan. Sambungan telepon sebaiknya berada
disebelahnya, dan sambungan listrik untuk pelatih juga harus tersedia.
f. Ruang Internet
Ruang khusus yang memungkinkan peserta untuk mengakses internet
belum tersedia guna mengembangkan bahan ajar dalam proses pembelajaran.
Yang ada hanya kawasan hotspot dan itu pun ada di kantor utama dan hanya
pegawai kantor yang bersangkutan yang bisa menggunakannya. Dalam
wawancara dengan Bapak Sgd, beliau mengemukakan bahwa :
“Untuk menyediakan fasilitas ini dibatasi oleh faktor biaya. Selain karena memang kebutuhan ini tidak terlalu mendesak, pengurusannya cukup rumit dan butuh biaya lagi untuk menyewa jaringan di Telkom.” (Sumber: Wawancara, 21 Mei 2012)
g. Asrama/penginapan
Sehubungan dengan asrama atau tempat penginapan, ternyata
prasarana ini belum disediakan secara khusus sehingga membuat peserta diklat
harus mencari tempat penginapan sendiri. Berikut penuturan Koordinator
penyelenggara diklat terkait asrama penginapan :
“ sebenarnya prasarana asrama penginapan sudah ada dibangun di lingkungan kantor sejak ± 3-4 tahun lalu, tetapi belum difungsikan
98
dengan baik karena fasilitas meubelnya juga belum lengkap. Telah tersedia empat (4) kamar yang belum difungsikan. Dan jika nantinya sudah digunakan maka kamar ini akan dikenakan biaya penginapan.” (Sumber: Wawancara, 21 Mei 2012)
Selanjutnya peneliti mewawancarai peserta-peserta diklat yang mengikuti
diklat SPIP dan rata-rata mengatakan bahwa jika ada diklat mereka lebih memilih
untuk kembali ke rumah daripada harus menginap di penginapan diklat. Peneliti
berpendapat bahwa sudah barang tentu bagi beberapa peserta diklat ini
beranggapan ketersediaan penginapan tidak begitu mendesak karena rata-rata
berdomisili di Kota Makassar, tetapi perlu diketahui bahwa jika ada peserta dari
daerah maka tentu saja penggunaan penginapan menjadi sangat penting.
Menurut hemat peneliti, BPKP Perwakilan Propinsi Sulawesi Selatan
sebagai penyelenggara diklat perlu menganggarkan dana untuk membangun
sarana dan prasarana diklat karena sangat dibutuhkan guna pengembangan
kualitas sumber daya manusia melalui kegiatan diklat, tidak hanya untuk diklat
SPIP tetapi untuk diklat lainnya juga.
5. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara, strategi atau mekanisme bagaimana
proses pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam suatu pelatihan. Diklat SPIP
sebagai salah satu diklat teknis substansi dengan pendekatan dalam
pembelajaran diklat disusun sesuai dengan tujuan dan sasaran diklat bagi orang
dewasa (andragogi) dengan berorientasi kepada azas manfaat dalam
pelaksanaan tugas subtantif maupun tugas administratif instansi/unit kerja yang
bersangkutan dengan tujuan dan sasaran untuk dapat memperlancar
pelaksanaan tugas-tugas instansi yang bersangkutan.
99
Metode andragogi yaitu peserta diklat dipacu berpartisipasi secara aktif
dengan jalan saling asah, asih dan saling asuh di antara peserta. Berdasarkan
observasi, metode andragogi yang digunakan dalam diklat SPIP meliputi
ceramah, tanya jawab, dan pembahasan kasus (studi kasus).
Metode pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan tujuan dan
sasaran yang akan dicapai program diklat SPIP. Sehubungan dengan itu, berikut
penuturan peserta diklat, Bapak Rhm :
“ metode yang diberikan sudah sesuai dengan sasaran yang akan dicapai.” (Sumber: Wawancara, 24 Mei 2012)
Sejalan dengan itu, Ibu Okv mengemukakan :
“Metode pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar ialah andragogy, peserta selalu dilibatkan dalam proses belajar mengajar, bahkan saya menilai bahwa peserta cenderung lebih aktif daripada pengajar.” (Sumber: Wawancara, 24 Mei 2012)
Dalam proses pembelajaran andragogy yang meliputi ceramah, tanya
jawab, dan pembahasan kasus (studi kasus), peserta dilibatkan dalam proses
belajar mengajar melalui komunikasi dua arah, sehingga memberi kesempatan
kepada peserta untuk menyumbangkan pikiran dan pengalamannya serta
menunjukkan kemampuan penerapan akan materi diklat yang diberikan. Dalam
wawancara dengan peserta diklat Ibu Okv sebagai berikut :
“ metode ceramah digunakan dalam proses belajar mengajar dan dikombinasikan dengan tanya jawab, diskusi, dan latihan.” (Sumber: Wawancara, 24 Mei 2012)
Sehubungan dengan simulasi, dimana simulasi harus selalu diberikan
untuk menghindari kejenuhan dalam proses pembelajaran, Bapak Rhm
menambahkan bahwa :
100
“… hampir 99 % kami peserta diberi simulasi oleh pengajar.” (Sumber: Wawancara, 24 Mei 2012)
Hal ini ditegaskan pula oleh Bapak Sgd sebagai salah satu tim pengajar,
yaitu :
“metode pembelajaran yang sesuai untuk mengelola proses pembelajaran diklat SPIP adalah metode andragogi.” (Sumber: Wawancara, 24 Mei 2012)
Dari wawancara di atas disimpulkan bahwa metode pembelajaran dengan
pendekatan andragogi yang meliputi ceramah, diskusi, tanya jawab dan simulasi
sudah sangat sesuai dengan sasaran SPIP yang hendak dicapai. Dapat dilihat
pula bahwa keaktifan peserta dalam proses belajar mengajar (pbm) cenderung
cukup tinggi.