repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 48332 › chapter ii.pdf... · bab...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Rumah Sakit
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian
integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan
pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang
dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2.1.1. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah Sakit mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya
pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
Universitas Sumatera Utara
penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan
peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.
Untuk menyelenggarakan fungsinya, maka rumah sakit menyelenggarakan
kegiatan:
a. Pelayanan medis.
b. Pelayanan dan asuhan keperawatan.
c. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis.
d. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan.
e. Pendidikan, penelitian dan pengembangan.
f. Administrasi umum dan keuangan.
Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,
fungsi rumah sakit adalah:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta pengaplikasian
teknologi dalam bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
2.1.2. Klasifikasi Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.340/Menkes/Per/III/2010, rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan
kepemilikan, jenis pelayanan, dan kelas.
1. Berdasarkan kepemilikan.
Rumah sakit yang termasuk ke dalam jenis ini adalah rumah sakit
pemerintah (pusat, provinsi, dan kabupaten), rumah sakit BUMN (ABRI),
dan rumah sakit yang modalnya dimiliki oleh swasta (BUMS) ataupun
Rumah Sakit milik luar negri (PMA).
Universitas Sumatera Utara
2. Berdasarkan Jenis Pelayanan.
Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah rumah sakit umum, rumah sakit
jiwa, dan rumah sakit khusus (misalnya rumah sakit jantung, ibu dan anak,
rumah sakit mata, dan lain-lain).
3. Berdasarkan Kelas.
Rumah sakit berdasarkan kelasnya dibedakan atas rumah sakit kelas A, B
(pendidikan dan non-pendidikan), kelas C, kelas D.
a. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas
dan subspesialistik luas.
b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-
kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik terbatas.
c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik
dasar.
d. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Law)
Dalam rangka melindungi penyelenggaraan rumah sakit, tenaga kesehatan dan
melindungi pasien maka rumah sakit perlu mempunyai peraturan internal rumah sakit
yang biasa disebut hospital by laws. Peraturan tersebut meliputi aturan-aturan
berkaitan dengan pelayanan kesehatan, ketenagaan, administrasi dan manajemen.
Bentuk peraturan internal rumah sakit (HBL) yang merupakan materi muatan
pengaturan dapat meliputi antara lain: Tata tertib rawat inap pasien, identitas pasien,
hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit, informed consent, rekam medik,
visum et repertum, wajib simpan rahasia kedokteran, komete medik, panitia etik
kedokteran, panitia etika rumah sakit, hak akses dokter terhadap fasilitas rumah sakit,
persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan kesehatan, kontrak kerja dengan tenaga
kesehatan dan rekanan.
Bentuk dari Hospital by laws dapat merupakan Peraturan Rumah Sakit,
Standar Operating Procedure (SOP), Surat Keputusan, Surat Penugasan,
Pengumuman, Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU). Peraturan internal rumah sakit
(HBL) antara rumah sakit satu dengan yang lainnya tidak harus sama materi
muatannya, hal tersebut tergantung pada: sejarahnya, pendiriannya, kepemilikannya,
situasi dan kondisi yang ada pada rumah sakit tersebut. Namun demikian peraturan
internal rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya seperti
Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Undang-undang.
Dalam bidang kesehatan pengaturan tersebut harus selaras dengan Undang-undang
nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan peraturan pelaksanaannya.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Instalasi Rawat Inap
Instalasi rawat inap merupakan unit pelayanan non struktural yang
menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat inap.
Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di
rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Kategori
pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan intensif atau
observasi ketat karena penyakitnya.
2.2.1. Kualitas Pelayanan Rawat Inap
Menurut Levina. S Kelmanutu, kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat
inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah:
a. Penampilan keprofesian menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku.
b. Efisiensi dan efektifitas, menyangkut pemanfaatan sumber daya.
c. Keselamatan Pasien, menyangkut keselamatan dan keamanan pasien.
d. Kepuasan Pasien, menyangkut kepuasan fisik, mental, dan sosial terhadap
lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan,
keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.
Menurut Adji Muslihuddin (2011), Mutu asuhan pelayanan rawat inap
dikatakan baik apabila:
a. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit.
b. Menyediakan pelayanan yang profesional.
Universitas Sumatera Utara
Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut:
a. Petugas harus mampu melayani dengan cepat.
b. Penanganan pertama dari perawat dan dokter profesional harus mampu
membuat kepercayaan pada pasien.
c. Ruangan yang bersih dan nyaman.
d. Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional memberikan
nilai tambah.
2.2.2. Pelayanan Tenaga Medis dan Paramedis
Tenaga medis merupakan unsur yang berpengaruh besar dalam menentukan
kualitas pelayanan yang diberikan. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan
medik kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya, menggunakan tata cara dan teknik
berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat
dipertanggungjawabkan kepada pasien dan rumah sakit. Donabedian (2010),
mengatakan bahwa perilaku dokter dalam aspek teknis manajemen, manajemen
lingkungan sosial, manajemen psikologi manajemen kontinuitas, koordinasi
kesehatan dan penyakit harus mencakup beberapa hal:
a. Ketepatan diagnosis.
b. Ketepatan dan kecukupan terapi.
c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap.
d. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan perawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan
rumah sakit secara menyeluruh, yang sekaligus merupakan tolok ukur keberhasilan
pencapaian tujuan rumah sakit, bahkan sering menjadi faktor penentu citra rumah
sakit di mata masyarakat.
Keperawatan sebagai suatu profesi di rumah sakit yang cukup potensial dalam
menyelenggarakan upaya mutu, karena selain jumlahnya yang dominan juga
pelayanannya menggunakan pendekatan metode pemecahan masalah secara ilmiah
melalui proses keperawatan.
2.2.3. Penyediaan Sarana Medik, Non Medik, dan Obat obatan
Standar peralatan yang harus dimiliki oleh rumah sakit sebagai penunjang
untuk melakukan diagnosis, pengobatan, perawatan dan sebagainya tergantung dari
tipe rumah sakit. Dalam rumah sakit, obat merupakan sarana yang mutlak diperlukan,
bagian farmasi bertanggung jawab. atas pengawasan dan kualitas obat. Persediaan
obat harus cukup, penyimpanan efektif, diperhatikan tanggal kadaluarsanya, dan
sebagainya.
2.3. Rekam Medik
Rekam medik adalah kompilasi dari fakta-fakta yang relevan berkaitan
dengan riwayat kesehatan pasien dari dulu hingga sekarang, diagnosis, pengobatan
dan hasil akhir dari setiap perawatan. Para profesional rekam medik harus
Universitas Sumatera Utara
memastikan bahwa semua yang diisi relevan dengan fakta yang ada dan bukan
rekayasa.
Tujuan utama dari rekam medik adalah untuk memberikan informasi yang
akuran mengenai sejarah kesehatan pasien, dimulai dari masa lalu hingga saat ini,
pengobatan yang telah diberikan dan kejadian-kejadian pada pasien selama masa
perawatan. Rekam medik berisi banyak informasi yang berguna untuk banyak pihak.
Para pengguna rekam medik dibagi menjadi 2 jenis yakni personal dan impersonal.
a. Personal yaitu rekam medik digunakan untuk penggunaan pribadi pasien.
b. Impersonal yaitu rekam medik digunakan untuk studi penelitian atau uji
klinis.
Informasi yang terkandung di dalam rekam medik memberikan kegunaan
tersendiri untuk masing-masing pihak. Adapun nilai rekam medik bagi pihak tersebut
adalah:
a. Bagi pasien, menyediakan bukti asuhan keperawatan, merupakan data
untuk pengobatan selanjutnya dan memberikan perlindungan hukum dalam
kasus-kasus tertentu.
b. Bagi fasilitas layanan kesehatan, memiliki data untuk pekerja tenaga medis,
bukti untuk tagihan pembayaran, mengevaluasi sumber daya, mengevaluasi
mutu pelayanan, dan membantu dalam membuat perencanaan dan
pemasaran.
Universitas Sumatera Utara
c. Bagi pemberi pelayanan, menyediakan informasi untuk membantu seluruh
tenaga medis, membantu dokter dalam menyediakan data perawatan dan
sebagai data untuk penelitian.
2.4. Standar Pelayanan Instalasi Rawat Inap
Standar pelayanan minimal (Kepmenkes 129 Tahun 2008) adalah ketentuan
tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang
berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Selain itu juga merupakan spesifikasi
teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan
Umum.
Dengan disusunnya SPM diharapkan dapat membantu pelaksanaan penerapan
Standar Pelayanan Minimal di rumah sakit. SPM ini dapat dijadikan acuan bagi
pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam melaksanakan perencanaan,
pembiayaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan. Pelaksanaan pelayanan di
instalasi rawat inap berkaitan dengan pelayanan medis dan penunjang klinis meliputi
rekam medis dan kegiatan pemeliharaan sarana.
Dengan pelayanan rekam medis dan pemeliharaan sarana yang baik, pasien di
rawat inap akan merasa puas dan nyaman dalam proses penyembuhannya. Adapun
SPM untuk jenis layanan rawat inap, rekam medis dan pemeliharaan sarana
berdasarkan ketentuan Depkes seperti pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal Menurut Departemen Kesehatan
No Jenis
Pelayanan
Indikator Standar
1 Rawat Inap Pemberi Pelayanan
a. Dokter Spesialis
b.Perawat min.pendidikan D3
Dokter penanggung jawab pasien 100 %
Ketersediaan Pelayanan Dasar Anak, Penyakit Dalam,
Kebidanan, Bedah
Jam visite dokter spesialis 08.00-13.00 setiap hari kerja
Kejadian infeksi pasca operasi ≤1,5 %
Kejadian infeksi pasca nasokomial ≤1,5 %
Tidak ada pasien jatuh yang berakibat
cacat/meninggal
100 %
Kematian pasien > 48 jam ≤ 0.24%
Kejadian pulang paksa/atas
permintaan sendiri (PAPS)
≤ 5 %
Kepuasan Pelanggan ≥ 90 %
Rawat Inap pasien TBC
a. Penegakan diagnosis TB melalui
pemeriksaan mikroskopis TB
b. Terlaksana kegiatan pencatatan dan
pelaporan TB di RS
a. ≥ 60 %
b. ≥ 60 %
2
Rekam
Medik
Kelengkapan pengisian rekam medik
24 jam setelah selesai pelayanan
100 %
Kelengkapan informed concent setelah
mendapatkan informasi yang jelas
100 %
Waktu penyediaan dokumen rekam
medik pelayanan rawat inap
≤ 15 menit
3
Pelayanan
pemeliharaan
sarana rumah
sakit
Kecepatan waktu menanggapi
kerusakan
≤ 80 %
Ketepatan waktu pemeliharaan alat 100 %
Peralatan terkalibrasi tepat waktu
sesuai dengan ketentuan
100 %
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/ Tentang Standar Pelayanan Minimal
Tahun 2008.
Selain menentukan SPM, Depkes juga menentukan indikator pelayanan
rumah sakit yang dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan
Universitas Sumatera Utara
efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator tersebut terbagi untuk masing-masing unit.
Indikator yang diperlihatkan pada Tabel 2.2 untuk unit rawat inap antara lain:
1. BOR (Bed Occupancy Ratio) adalah persentase pemakaian tempat tidur
pada satuan waktu tertentu.
2. ALOS (Average Length of Stay) adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien.
3. TOI (Turn Over Interval) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak
ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.
4. BTO (Bed Turn Over) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu
periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu
tertentu.
5. NDR (Net Death Rate) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat
untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar.
Tabel. 2.2. Indikator Rawat Inap Menurut Departemen Kesehatan
Indikator Standar Ideal Menurut
Depkes
BOR (Bed Occupancy Ratio) 60-85%
BTO (Bed Turn Over) 40-50 kali
LOS (Length of Stay) 6-9 hari
TOI (Turn Over Interval) 1-3 hari
NDR (Net Death Rate) ≤ 25%
GDR (Gross Death Rate) ≤ 45%
Universitas Sumatera Utara
2.5. Teori Kualitas
2.5.1. Definisi Kualitas
Definisi kualitas menurut Wijaya (2011) yaitu kualitas merupakan kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan oleh wijaya ini
menegaskan bahwa kualitas tidak hanya menekankan hasil akhir, tetapi juga
menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan.
Pada perusahaan jasa atau pelayana23n lebih menekankan pada kualitas
proses, karena konsumen terlibat langsung dalam proses. Sedangkan pada perusahaan
produk yang menghasilkan suatu barang, lebih menekankan pada hasil karena
konsumen secara umum tidak terlibat langsung dalam prosesnya. Dalam
mengembangkan kualitas, Wijaya (2011) memposisikan peran pelanggan sebagai
berikut:
1. Pelanggan menjadi perioritas utama bagi perusahaan, karena tanpa adanya
pelanggan maka perusahaan tersebut tidak dapat bertahan hidup.
2. Pelanggan yang handal adalah pelanggan yang dianggap paling penting.
Maksudnya paling penting adalah pelanggan yang melakukan re-order
atau pembelian berulang akibat pelanggan merasa puas dengan produk
atau layanan yang didapatkan. Keuntungan lain akibat diperolehnya
kepuasan pelanggan adalah secara tidak langsung pelanggan dapat
membantu perusahaan dalam memasarkan produknya dari mulut kemulut
Universitas Sumatera Utara
(word of mouth). Inilah yang menyebabkan perusahaan harus
mengutamakan kepuasan pelanggan.
3. Kepuasan pelanggan dijamin dengan produk atau pelayanan yang berkualitas
tinggi. Kualitas ini harus ditingkatkan terus menerus sehingga pelanggan akan
meningkat kepuasanya dan menjadi pelanggan setia.
2.5.2. Kualitas Pelayanan
Menurut Garvin dalam Tjiptono (2011: 168) mendifisikan Kualitas pelayanan
diartikan sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas pelayanan
bukanlah dilihat dari sudut pandang pihak penyelenggara atau penyedia layanan,
melainkan berdasarkan persepsi masyarakat (pelanggan) penerima layanan.
Pelangganlah yang mengkonsumsi dan merasakan pelayanan yang diberikan,
sehingga mereka yang seharusnya menilai dan menentukan kualitas pelayanan.
Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan itu sesuai dengan apa yang
diharapkan, maka kualitas pelayanan memiliki persepsi yang baik dan memuaskan.
Jika pelayanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas
pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika pelayanan yang
diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan
buruk. Dengan demikian baik buruknya kualitas pelayanan tergantung kepada
kemampuan penyedia layanan dalam memenuhi harapan masyarakat (para penerima
Universitas Sumatera Utara
layanan) secara konsisten. Berdasarkan uraian sejumlah pendapat yang tersaji, maka
pengertian kualitas pelayanan adalah totalitas karakteristik suatu konsep pelayanan
yang mencakup seluruh aspek pelayanan, dan toluk ukur kualitas pelayanan itu
adalah dapat memberi kepuasan kepada para pelanggan atau penerima layanan.
2.6. Pengertian Pelayanan atau Jasa
Menurut Kotler dalam Sunyoto (2012: 220) pelayanan adalah sebagai setiap
tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lainnya
yang pada dasarnya bersifat tidak berwujud (intangible) dan tidak menghasilkan
kepemilikan sesuatu.
Jasa memiliki perbedaan yang cukup mendasar jika dibandingkan dengan
produk fisik manufaktur. Kualitas suatu jasa lebih sulit dievaluasi oleh konsumen
dibandingkan dengan kualitas suatu produk fisik. Jasa didefinisikan sebagai tindakan
atau kegiatan yang dapat ditawarkan kepada suatu pihak kepada pihak yang lain yang
pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
2.6.1. Karakteristik Pelayanan atau jasa
Berbagai riset dan literatur mengukapkan bahwa pelayanan atau jasa memiliki
empat karakteristik umum yang membedakannya dengan barang, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Tidak berwujud (Intangibility).
Jasa adalah tidak nyata. Tidak seperti produk fisik, ia tidak dapat
dirasakan, dikecap atau didengar sebelum ia dibeli. Orang yang mendapat
facelift tidak dapat melihat hasilnya sebelum pembelian, dan
pasien tidak dapat meramalkan hasilnya. Untuk mengurangi
ketidakpastian, pembeli akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa
tersebut.
2. Tidak terpisahkan (Inseparibility).
Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Hal ini tidak
berlaku pada barang fisik yang diproduksi, ditempatkan pada persediaan,
didistribusikan melalui pengecer, dan akhirnya dikonsumsi.
3. Bervariasi (Variability).
Jasa-jasa sangat bervariasi, karena ia tergantung kepada siapa yang menyediakan
jasa dan kapan serta dimana ia disediakan. Para pembeli jasa akan berhati-hati
terhadap keragaman ini dan sering kali akan membicarakannya dengan yang lain
sebelum memilih seorang penyedia jasa.
4. Mudah lenyap (Perishability).
Jasa tidak dapat disimpan. Kursi kereta api yang kosong, kamar hotel yang tidak
dihuni atau jam tertentu tanpa pasien di tempat praktik seorang dokter, akan
berlalu/hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan untuk dapat dipergunakan
Universitas Sumatera Utara
di lain waktu. Hal ini tidak menjadi masalah bila permintaannya tetap karena
mudah untuk menyiapkan pelayanan untuk permintaan tersebut sebelumnya.
2.6.2. Proses Penilaian Kualitas Pelayanan
Proses penilaian suatu jasa oleh pelanggannya dimulai sebelum ia berinteraksi
dengan penyedia jasa itu sendiri. Sebelum berinteraksi, pelanggan melakukan
penjajakan apakah penyedia jasa akan bisa memenuhi kebutuhannya. Dibenak
pelanggan terbentuk jasa yang diharapkan (expected services) yang di rasakan
pelanggan apakah diterimanya dan jika pelanggan merasa diterimanya jika ia
melakukan pembelian.
Proses penilaian awal untuk membentuk expected services dipengaruhi oleh 4
faktor yaitu:
1. Word of mouth (kabar dari mulut ke mulut).
2. Personal needs (kebutuhan pribadi).
3. Past experience (pengalaman masa lalu).
4. External communication (komunikasi eksternal).
Kabar dari mulut ke mulut mengenai pengalaman orang dan reputasi penyedia
layanan menjadi salah satu masukan untuk membandingkan (jika belum pernah
mencoba sebelumnya). Sedangkan komunikasi eksternal yang dilakukan penyedia
jasa dan penyampaian janjinya akan membentuk expected services yang pantas
dituntut dan menjadi hak pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Keterkaitan Kepuasan Pasien dengan Produktivitas
Untuk memenuhi kepuasan pelanggan pada industri jasa, produktivitas sangat
penting bagi perusahaan untuk dikelola dengan baik. Produktivitas merupakan tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk
memenuhi keinginan konsumen. Produktivitas dimulai dari kebutuhan pelanggan dan
berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini dapat diimplementasikan interaksi antara
karyawan dan pelanggan yang mencakup:
a. Ketepatan waktu, berkaitan dengan kecepatan memberikan tanggapan
terhadap keperluan-keperluan pelanggan.
b. Penampilan karyawan, berkaitan dengan kebersihan dan kecocokan dalam
berpakaian.
c. Kesopanan dan tanggapan terhadap keluhan, berkaitan dengan bantuan
yang diberikan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diajukan
pelanggan (Gaspersz, 2003:130). Berarti produktivitas yang baik dilihat
dari persepsi pelanggan bukan dari persepsi perusahaan. Persepsi
pelanggan terhadap produktivitas jasa merupakan penilaian total atas
kebutuhan suatu produk yang dapat berupa barang ataupun jasa. Harapan
pelanggan merupakan keyakinan sebelum membeli produk/jasa yang
akan dijadikan standar dalam menilai produktivitas produk/jasa tersebut.
Harapan pelanggan dibentuk dari pengalaman masa lampau, dari mulut ke
mulut, kebutuhan pribadi konsumen dan promosi perusahaan. Sikap merupakan
orientasi yang relatif berpengaruh terus-menerus dalam jangka waktu yang lama
Universitas Sumatera Utara
terhadap produk dan proses. Para peneliti mengetahui bahwa ukuran persepsi
konsumen atas produktivitas jasa sesuai dengan paradigma adanya perbedaan antara
harapan dengan persepsi terhadap produktivitas, tetapi mereka juga beranggapan
bahwa produktivitas jasa dan kepuasan merupakan konsep yang berbeda. Saat ini
persaingan rumah sakit sangat tinggi.
Agar rumah sakit dapat bertahan dan berkembang, pihak rumah sakit harus
proakrif dan memberikan jasa yang memuaskan kepada pelanggannya. Caranya
adalah memahami persepsi pelanggan mengenai jasa di rumah sakit serta
menerapkannya sesuai dengan apa yang diinginkan pelanggan sehingga rumah sakit
akan mampu bertahan dan unggul dalam persaingan di era globalisasi saat ini.
Para karyawan dituntut untuk dapat melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya lebih profesional, yang berarti karyawan yang mempunyai pandangan
untuk selalu perpikir, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas
tinggi dan penuh dedikasi demi untuk keberhasilan pekerjaanya. Untuk itu,
diperlukan adanya pembinaan yang menumbuhkan kesadaran juga kemampuan kerja
yang tinggi.
2.8. Model Service Quality (Servqual)
Definisi kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap suatu
pelayanan yang didapatkannya. Kualitas jasa memiliki lima dimensi dasar. Jasa yang
diharapkan (expected services) dan jasa yang dirasakan (perseived service) memiliki
Universitas Sumatera Utara
dimensi yang sama. Dimensi ini dinilai sewaktu pelanggan diminta untuk
menyatakan expected dan perseived services yang diterimanya. Dimensi kualitas jasa
tersebut adalah:
1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan
dan sarana komunikasi.
2. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu respon atau kesigapan karyawan
dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan
tanggap, yang meliputi kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan,
kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan
pelanggan.
4. Jaminan (assurance), meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan
terhadap produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan
kesopanan dalam memberikan pelayanan, k30eterampilan dalam
memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan di dalam
memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menentukan
kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi jaminan ini
merupakan gabungan dari dimensi:
a. Kompetensi (competency), artinya keterampilan dan pengetahuan yang
dimiliki oleh karyawan untuk melakukan pelayanan.
b. Kesopanan (courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap
para karyawan.
Universitas Sumatera Utara
c. Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi, dan
sebagainya.
5. Empati (empathy), yaitu perhatian secara individual yang diberikan
perusahaan kepada pelanggan, seperti kemudahan untuk menghubungi
perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan
pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan
kebutuhan pelanggannya. Dimensi empati ini merupakan gabungan dari
dimensi:
a. Akses (access), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang
ditawarkan perusahaan.
b. Komunikasi (communication), merupakan kemampuan melakukan
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau
memperoleh masukan dari pelanggan.
c. Pemahaman pada pelanggan (understanding the customer), meliputi
usaha perusahaan utnuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan
keinginan pelanggan.
Suatu model kualitas jasa yang menyoroti syarat-syarat utama dibentuk agar
penyedia jasa mampu memberikan kualitas jasa yang diharapkan. Model itu
mengidentifikasikan lima gap yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa.
Kelima gap tersebut adalah, seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi Kebutuhan pribadiPengalaman masa
lalu
Jasa yang
diharapkan
Jasa yang
dipersepsikan
Penyampaian Jasa
Spesifikasi
Kualitas
Persepsi Manajemen atas
Harapan Pelanggan
Komunitas Eksternal
kepada Pelanggan
Konsumen
Pemasar
Gap 5
Gap 4
Gap 3
Gap 2
Gap 1
Gambar 2.1. Model Konseptual Kualitas Jasa Servqual
(Sumber: Zeithaml, et al. dalam Tjiptono 2011: 217)
1. Gap 1: persepsi manajemen, yaitu adanya perbedaan penilaian pelayanan
menurut pengguna jasa dan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna
jasa. Kesenjangan ini terjadi karena kurangnya orientasi riset pemasaran,
pemanfaatan yang tidak memadai atas penemuan penelitian, kurangnya interaksi
antara pihak manajemen dan pelanggan, komunikasi dari bawah ke atas kurang
memadai serta terlalu banyaknya tingkat manajemen. Dengan kata lain,
manajemen tidak selalu dapat merasakan apa yang diinginkan para pelanggan
secara cepat.
2. Gap 2: spesifikasi kualitas, yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen
mengenai harapan pengguna jasa dan spesifikasi-spesifikasi kualitas jasa yang
ditetapkan. Kesenjangan ini terjadi antara lain karena tidak memadainya
komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan,
tidak memadainya standarisasi tugas dan tidak adanya penyusunan tujuan.
Universitas Sumatera Utara
3. Gap 3: penyampaian jasa, yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan
penyerahan jasa (delivery service). Karyawan perusahaan mungkin kurang
dilatih atau bekerja melampaui batas dan tidak memenuhi standar atau mereka
dihadapkan pada standar-standar bertentangan.
4. Gap 4: komunikasi pemasaran, yaitu kesenjangan yang terjadi antara jasa yang
diberikan melalui iklan, humas, dengan penyampaian layanan yang
sesungguhnya. Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan yang
dibuat oleh wakil dan iklan perusahaan.
5. Gap 5: penyampaian jasa, yaitu perbedaan persepsi antara yang dirasakan dengan
jasa yang diharapkan oleh pelanggan. Adanya perbedaan antara jasa yang
dirasakan dan yang diharapkan pelanggan.
Model Servqual ini mendefinisikan bahwa kesenjangan atau gap (G) untuk
faktor kualitas jasa atau pelayanan tertentu adalah:
G = P (Perceptions) – E (Expectations) ………………… (2.1)
Kesenjangan yang bernilai negatif menunjukkan bahwa harapan konsumen
tidak terpenuhi.
2.9. Skala Likert
Skala Likert dirancang untuk menguji tingkat kesetujuan (degree of
agreeness) responden terhadap suatu pernyataan. Tingkat kesetujuan itu pada
Universitas Sumatera Utara
umumnya dibagi atas lima tingkatan yaitu Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Netral,
Setuju dan Sangat Setuju.
Skala Likert adalah termasuk dalam skala interval dan berbedaan dalam
jawaban antar dua poin dalam skala mempunyai nilai yang sama. Pengukuran
variabel dilakukan bukan melalui pertanyaan tetapi melalui pernyataan dan responden
diminta membuat pilihan tentang tingkat kesetujuannya sesuai dengan persepsinya
dengan cara melingkari salah satu angka, jawaban dapat dilihat dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Skala Klasifikasi Jawaban
Klasifikasi Jawaban Skor / Nilai
Sangat Tidak Setuju 1
Tidak Setuju 2
Netral 3
Setuju 4
Sangat setuju 5
Sumber: Sinulingga, S., (2012: 155)
2.10. Diagram Kartesius
Diagram kartesius digunakan untuk memetakan atibut-atribut kualitas jasa
pelayanan rumah sakit yang telah dianalisis, seperti pada Gambar 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Diagram Kartesius
Keterangan:
A. Menunjukkan atribut yang dianggap sangat penting, namun mengecewakan/tidak
puas sehingga perlu menjadi prioritas utama perbaikan bagi perusahaan/rumah
sakit.
B. Menunjukkan atribut yang dianggap sangat penting dan sangat pemuaskan,
sehingga kini kewajiban perusahaan/rumah sakit adalah mempertahankan
kinerjanya.
C. Menunjukkan atribut yang dianggap kurang penting dan kurang memuaskan
sehingga sebaiknya perusahaan/rumah sakit menjalankannya secara sedang saja.
H
A
R
A
P
A
N
PERSEPSI
Y
Prioritas Utama
A
Prioritas Preatasi
B
Prioritas Rendah
C
Berlebihan
D
X
Y
X
Universitas Sumatera Utara
D. Menunjukkan atribut yang dianggap kurang penting tetapi sangat memuasakan,
akan tetapi pelaksanaannya berlebihan.
2.11. Metode Kano
2.11.1 Pemahaman Metode Kano
Model Kano dikembangkan oleh Dr. Noriaki Kano dari Tokyo Riko
University pada tahun 1984. Menurut Widiawan K. (2004), metode Kano adalah
motode yang bertujuan mengkategorikan atribut-atribut produk atau jasa berdasarkan
seberapa baik atribut tersebut mampu memuaskan kebutuhan pelanggan. Kano juga
mengklasifikasikan atribut-atribut produk, baik barang maupun jasa. Atribut-atribut
tersebut dibedakan menjadi beberapa kategori sebagai berikut:
1. Must-be/basic needs. Pasien menganggap bahwa atribut yang ada dalam
kategori ini merupakan suatu keharusan yang ada dalam produk atau jasa,
pelanggan tidak akan puas jika atribut yang ada dalam kategori ini tidak
dipenuhi.
2. One-demensional. Kepuasan pasien akan meningkat jika atribut yang ada
dalam kategori ini diberikan, tapi pasien juga tidak akan puas jika atribut
yang ada dalam kategori ini tidak ada.
Universitas Sumatera Utara
3. Attractive/excitement needs. Pada kategori ini pasien akan lebih puas
dengan meningkatnya kinerja atribut. Akan tetapi, penurunan kinerja
atribut tidak akan menyebabkan penurunan tingkat kepuasan.
4. Indifferent quality elements. Mengacu pada hal yang tidak baik atau
buruk. Kinerja atribut tidak menghasilkan kepuasan atau ketidakpuasan
bagi pasien.
5. Reverse quality elements. Untuk kebutuhan ini, pasien menjadi tidak puas
ketika kinerja atribut/produk jasa yang tinggi. Hal ini mengaju pada
rendahnya prestasi mengakibatkan kepuasan.
6. Questionable. Kadangkala pasien puas/tidak puas jika layanan itu
diberikan atau tidak diberikan.
2.11.2. Kuesioner Metode Kano
Untuk pengumpulan data, alat yang digunakan adalah kuesioner untuk
mengelompokkan berbagai jenis atribut produk atau layanan ke dalam enam kategori
yang ada pada metode Kano dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4. Enam Kategori Kano
A Attractive R Reverse
M Must-be I Indifferent
O One-demensional Q Questionable
Sumber : Tan dan Pawitra, 2001
Kuesioner yang disusun mempunyai dua jenis pertanyaan untuk setiap
pertanyaannya. Dua jenis pertanyaan tersebut adalah pertanyaan apabila atribut
tersebut terpenuhi (functional question) sedangkan pertanyaan yang lain merupakan
kebalikan yaitu apabila atribut tersebut tidak terpenuhi (dysfunctional question).
2.11.3. Keuntungan Mengklasifikasikan Kebutuhan Pasien dengan Metode
Kano.
Matzler dan Hinterhuber dalam Wijaya (2011) merangkum keuntungan dari
metode Kano sebagai berikut:
1. Penggunaan metode Kano dapat menentukan dalam mengembangkan
berbagai diferensiasi produk/jasa dengan memeriksa attractive. Unsur-
unsur attravtive adalah kunci untuk mengalahkan kompetisi pasar.
2. Metode Kano mempromosikan realisasi persyaratan produk/jasa bagi
pasien. Atribut yang memiliki kepentingan besar pada kepuasan pasien
dapat ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
3. Metode Kano dapat memberikan panduan yang berharga dalam situasi
pasar berikut, jika dua atribut produk tidak dapat dipromosikan secara
bersamaan karena penyebab ekonomi atau teknis, atribut yang memiliki
kepentingan yang lebih besar pada kepuasan pasien dapat
diidentifikasikan.
Metode Kano mengidentifikasikan berbagai kualitas elemen untuk atribut
pasien. Data yang diperlukan dalam mengklasifikasi atribut pasien diperoleh melalui
survey kuesioner yang terdiri dari sepasang pertanyaan. Kano mengembangkan
kuesioner untuk mengidentifikasi faktor-faktor kualitas. Setiap pernyataan memiliki
dua bagian yaitu fungsional dan disfungsional. Dalam setiap bagian dari pernyataan
tersebut, pasien bisa menjawab memiliki salah satu dari lima alternative yaitu suka,
mengharapkan, netral, masih memberi toleransi dan tidak suka.
Universitas Sumatera Utara