repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 51169... · bab 2 tinjauan pustaka...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Gangguan Jiwa
Jiwa atau mental berasal dari bahasa latin yaitu : mens dan mentis yang
artinya jiwa, sukma, nyawa, roh, dan semangat (Notosoedirjo, 2005). Gangguan
jiwa adalah gangguan secara psikologis atau perilaku yang terjadi pada seseorang,
umumnya terkait dengan gangguan afektif, perilaku, kognitif dan persepsi (Salan
& Gunawan, 2005).
Gangguan jiwa merupakan bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental
(kesehatan mental), disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi
dari fungsi-fungsi kejiwaan mental terhadap stimulus eksternal dan ketegangan-
ketegangan, sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur pada satu
bagian satu organ atau sistem kejiwaan (Kartono, 2011) Jadi gangguan jiwa itu
merupakan totalitas kesatuan dari ekspresi mental yang patologis terhadap
stimulus sosial, dikombinasikan dengan faktor-faktor penyebab lainnya.
Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras,
agama, maupun status sosial-ekonomi. Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh
kelemahan pribadi. Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang
salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan jiwa
disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-
guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini
hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan jiwa
tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005).
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
Adapun hal yang penting untuk mengetahui apakah seseorang tersebut
terkena gangguan jiwa adalah dengan mengenal ciri-ciri tingkah laku sehat atau
normal seperti : bertingkah laku menurut norma-norma sosial yang diakui, mampu
mengelola emosi, mampu mengaktualkan potensi-potensi yang dimiliki, dapat
mengikuti kebiasaan-kebiasaan sosial, dapat mengenali risiko dari setiap
perbuatan dan kemampuan tersebut digunakan untuk menentukan tingkah
lakunya, mampu menunda keinginan sesaat yang berakibat buruk dalam mencapai
tujuan jangka panjang, dan mampu belajar dari pengalaman (Siswanto, 2007).
2.2 Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa
Adapun tanda dan gejala gangguan jiwa adalah sebagai berikut (Surya,
2011).
1. Gangguan kognitif adalah gangguan dimana seseorang individu tidak
dapat menyadari dan mempertahankan hubungan dengan lingkungannya,
baik lingkungan dalam maupun lingkungan luar.
2. Gangguan Perhatian adalah gangguan pemusatan dan konsentrasi energi,
dalam suatu proses kognitif yang timbul dari luar akibat suatu rangsangan
3. Gangguan ingatan adalah gangguan dalam kesanggupan untuk mencari,
menyimpan, atau memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran.
4. Gangguan pertimbangan adalah gangguan dalam membandingkan/menilai
pilihan dalam suatu kerangka kerja untuk memberikan nilai-nilai dalam
memutuskan maksud dan tujuan dari suatu aktivitas.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
5. Gangguan kesadaran adalah gangguan dalam kemampuan seseorang untuk
mengadakan hubungan dengan lingkungan, serta dirinya melalui panca
indera.
6. Gangguan kemauan adalah gangguan dalam proses keinginan-keinginan
dipertimbangkan untuk dilaksanakan.
7. Gangguan emosi adalah gangguan dalam mengendalikan emosi.
8. Gangguan psikomotor adalah gangguan pada gerakan tubuh yang
dipengaruhi oleh keadaan jiwa, seperti aktivitas yang meningkat dan
aktivitas yang menurun.
2.3 Penggolongan Gangguan Jiwa
Penggolongan gangguan jiwa menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa) di Indonesia menurut Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (Depkes RI).
1. Gangguan mental organik
2. Gangguan Mental dan perilaku akibat penggunaan zat NAPZA
3. Skizofrenia, ganggan skizotipal dan gangguan waham
4. Gangguan suasana perasaan (Mood)
5. Gangguan somatoform
6. Sindrom Tingkah laku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan
faktor fisik
7. Gangguan Kepribadian dan perilaku masa dewasa
8. Retardasi Mental
9. Gangguan perkembangan psikologis
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
10.Gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak
dan remaja
2.4 Gangguan Mental dan Perilaku Penyalahgunaan NAPZA
2.4.1 NAPZA dan Jenis-Jenisnya
NAPZA adalah Narkotika, Psikotropika, dan Zat-zat Adiktif. Menurut UU
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika.
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Dalam
United Nation Conference for Adoption of Protocol on Psychotropic Substance
disebutkan batasan-batasan zat psikotropika yaitu bahan yang dapat
mengakibatkan keadaan ketergantungan, depresi, dan stimulant sistem sarap Pusat
(SSP), menyebabkan halusinasi, menyebabkan gangguan fungsi motorik atau
persepsi.
Zat Adiktif adalah bahan-bahan aktif atau obat yang dalam organisme
hidup menimbulkan kerja biologi yang apabila disalahgunakan dapat
menimbulkan ketergantungan (adiksi) yakni keinginan menggunakan kembali
secara terus menerus. Penggunaan zat adiktif antara lain akan menimbulkan efek
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
seperti merusak otak, memperlambat kerja sistem saraf pusat, memperlambat
refleks motorik, serta dapat menyebabkan kematian akibat berhentinya pernafasan
dan gangguan pada jantung (Dalami, dkk 2009)
Jenis-Jenis NAPZA yang disalahgunakan adalah sebagai berikut.
1.Narkotika
a. Heroin
Heroin atau diasetilmorfin adalah obat semi sintetik dengan kerja
analgetis yang 2 kali lebih kuat tetapi mengakibatkan adiksi yang cepat
dan hebat sekali sehingga tidak digunakan dalam terapi. Pertama kali
ditemukan digunakan untuk penekan dan melegakan batuk (antitusif) dan
penghilang rasa sakit, menekan aktivitas depresi dalam sistem saraf,
melegakan nafas dan jantung, juga membesarkan pembuluh darah dan
memberikan kehangatan serta melancarkan pencernaan.
Akibat pemakaian heroin adalah ketergantungan fisik dan psikis
seperti narkotika yang lain, juga dapat menyebabkan euphoria, badan
terasa sakit, mual dan muntah, mengantuk, dan konstipasi.
b. Kokain/Cocain
Pada tahun 1880, Sigmund Freud membaca sebuah laporan
seorang dokter tentara Jerman yang memberikan kokain kepada pasukan
Bavaria yang akan melakukan suatu gerakan operasi. Hasilnya luar biasa,
pasukan tersebuh memperlihatkan peningkatan energi dan daya tahan yang
benar-benar hebat (Hamzah, 1994).
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
Kokain memacu jantung, meningkatkan tekanan darah dan suhu
badan, juga menghambat perasaan lapar serta menurunkan perasaan letih
dan kebutuhan tidur.
Penyalahgunaan kokain yang dihisap melalui hidung menimbulkan
euphoria tetapi disusul segera oleh depresi berat yang menimbulkan
keinginan untuk menggunakannya lagi dalam dosis yang semakin besar
dan menyebabkan ketergantungan psikis yang kuat dan toleransi untuk
efek sentral. Pada keadaan kelebihan dosis timbul eksitasi,kesadaran
menurun, pernafasan tidak teratur, tremor, pupil melebar, nadi bertambah
cepat, suhu badan naik, rasa cemas dan ketakutan, serta kematian biasanya
disebabkan pernafasan berhenti.
c. Mariyuana Ganja/Kanabis
Nama jalanan yang sering digunakan adalah : grass, cimeng, ganja,
gelek, hasish, dan bhang. Marijuana berasal dari tanaman kanabis sativa
dan kanabis indica. Pada tanaman ganja terkandung tiga zat utama yaitu :
tetrehidro, kanabinol, dan kanabidio. Efek rasa dari Kanabis tergolong
cepat, si pemakai: cenderung merasa lebih santai, rasa gembira berlebih
(euphoria), sering berfantasi (Ardani, 2011).
Mariyuana memberikan efek tergantung pada potensi dan ukuran
dosisnya. Dosis besar dilaporkan menimbulkan berbagai perubahan cepat
dalam emosi, perhatian yang menumpul, pikiran yang terpecah, dan
melemahnya memori. Dosis yang sangat besar kadang menimbulkan
halusinasi dan berbagai efek lain yang sama dengan efek LSD termasuk
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
kepanikan ekstrim, yang kadang muncul dari keyakinan bahwa
pengalaman yang menakutkan tersebut tidak akan pernah berakhir
(Davidson G, 2006).
Menurut Penelitian Ilmiah Marijuana Research Findings pada
tahun 1980 mengindikasikan bahwa mariyuana menghambat banyak
fungsi kognitif. Sejumlah tes yang mengganti angka-angka dengan simbol,
tes waktu reaksi, menghapal serangkaian deretan angka dari depan dan
dari belakang, penghitungan aritmatik, tes pemahaman bacaan dan
berbicara, -mengungkap kelemahan intelektual pada mereka yang berada
didalam pengaruh mariyuana (Davidson G, 2006).
Mariyuana juga memberikan efek somatik. Efek somatik jangka
pendek mariyuana mencakup mata yang memerah dan gatal, mulut dan
kerongkongan kering, nafsu makan meningkat, berkurangnya tekanan
pada mata, dan meningkatkan tekanan darah. Penggunan mariyuana dalam
waktu lama secara serius merusak struktur dan fungsi paru-paru karena
mariyuana mengandung zat karsinogen (Davidson G, 2006).
d. Morfin
Morfin merupakan hasil olahan dari opium/candu yang
menimbulkan efek stimulasi sistem saraf pusat (SSP) seperti miosis
(penciutan pupil mata), mual, muntah-muntah, eksitasi dan konvulsi. Pada
pemakaian yang teratur, morfin dengan cepat menimbulkan toleransi dan
ketergantungan yang cepat. Morfin menekan pusat pernafasan yang
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
terletak pada batang otak sehingga menyebabkan pernafasan terhambat
yang menyebabkan kematian (Tjah dan Rahaja, 2002).
Sifat morfin yang lainnya adalah dapat menimbulkan kejang
abdominal, mata merah, dan gatal terutama disekitar hidung yang
disebabkan terlepasnya histamine dalam sirkulasi darah dan konstipasi.
Pemakai morfin akan merasa mulutnya kering, seluruh tubuh hangat,
anggota badan terasa berat, dan euphoria (Davidson G, 2006).
e. Kodein
Kodein termasuk turunan dari candu. Efek codein lebih lemah
daripada heroin dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungan
rendah. Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih dan cara
pemakaiannya ditelan dan disuntikkan.
2. PSIKOTROPIKA
a. Amfetamin (Amphetamine)
Amfetamin pada awal 1930 sebagai inhaler untuk melegakan
hidung tersumbat dan kemudian diresepkan oleh para dokter untuk
mengendalikan depresi ringan. Amfetamin seperti Benzedrin, Deksedrin,
dan Methedrin menghasilkan efeknya dengan menyebabkan pelepasan
norepinefrin dan dopamin dan menghambat pengembalian kedua
neorotransmiter tersebut. Obat-obatan tersebut dapat ditelan atau
disuntikkan dan dapat menyebabkan kecanduan. Keterjagaan meningkat,
fungsi-fungsi pencernaan dihambat, dan nafsu makan berkurang-oleh
karena itu obat ini digunakan untuk diet. Denyut jantung semakin cepat,
dan pembuluh darah dikulit serta selaput lendir mengalami penyempitan.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
Individu yang bersangkutan menjadi terjaga, euforik, dan bersemangat
serta dirasuki oleh energi yang seolah tanpa batas dan rasa percaya diri
(Davidson G, 2006).
Dosis yang lebih besar dapat membuat pengguna menjadi gugup,
mudah terpancing, dan bingung sehingga ia dapat mengalami gemetar,
sakit kepala, pusing dan tidak dapat tidur. Terkadang para pengguna berat
menjadi sangat dipenuhi rasa curiga dan bersikap bermusuhan sehingga ia
dapat membahayakan orang lain (Davidson G, 2006).
b. Ecstasy
Ecstasy pada tahun 1914 dipasarkan sebagai obat penekan nafsu
makan. Pada tahun 1970-an, obat ini digunakan di Amerika Serikat
sebagai obat tambahan pada psikoterapi dan kemudian dilarang pada tahun
1985. Sekarang ini ecstasy banyak digunakan oleh para pecandu di banyak
negara termasuk Indonesia terutama oleh para remaja dan kalangan
eksekutif di tempat-tempat hiburan sehingga disebut juga party drug atau
dance drug (Tjah & Rahaja, 2002).
Ecstasy saat ini dikenal dengan nama lain yaitu: huge drug, yuppie
drug, essence, clarity, butterfly, dan lain-lain. Penggunaan Ecstasy dapat
menimbulkan kerusakan otak yang permanen dan kematian (Dalami, dkk
2009).
Daya kerjanya agak singkat (4-6 jam) dan bekerja berdasarkan
gangguan re-uptake dari serotonin di otak yang berperan penting pada
suasana hati, proses berfikir, makan, dan tidur. Obat-obat Ecstasy
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
mempunyai efek kerja serotonergik dan dopaminergenik pada sistem saraf
pusat dan adakalanya dicampur dengan obat-obatan lain dengan tujuan
memperkuat efeknya yaitu rasa senang yang berlebih atau eforia (Tjah &
Rahaja, 2002).
Karena ecstasy dibuat dari bahan dasar amfetamin, maka efek yang
ditimbulkan juga mirip, seperti mulut kering, jantung berdenyut lebih
cepat, berkeringat, mata kabur, demam tinggi, ketakutan, sulit konsentrasi,
dan seluruh otot nyeri (Sasangka, 2003).
c. Shabu
Nama Shabu adalah nama julukan terhadap zat metamfetamin yang
mempunyai sifat stimulansia lebih kuat dibanding turunan amphetamine
yang lain. Nama lainnya adalah Ice, Crystal, dan Crank. Cara
penggunaannya adalah dibakar dengan menggunakan kertas aluminium
foil dan asapnya dihisap, atau dibakar dengan menggunakan botol kaca
yang dirancang khusus (Ardiani, 2011).
Penggunaan zat ini akan menimbulkan perasaan melayang,
semangat dan gembira luar biasa, serta mengakibatkan insomnia dan
mengurangi nafsu makan. Perasaan melayang dan semangat tersebut
hanya bersifat sementara yang kemudian akan berangsur-angsur
membangkitkan kegelisahan luar biasa (Dalami dkk, 2011).
Dalam pemakaian jangka panjang penggunaan shabu akan
menimbulkan gangguan serius pada kejiwaan, pembuluh darah rusak,
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
rusaknya ujung saraf dan otak, kehilangan berat badan, serta tekanan darah
meningkat (Dalami dkk, 2011).
d. Sedatif
Sedatif memberikan efek depresiva yaitu mengurangi kegiatan dari
Sistem saraf pusat sehingga dipergunakan untuk menenangkan saraf atau
membuat seseorang mudah tidur. Obat ini justru menimbulkan
ketergantungan fisik maupun psikis dan pada umumnya sudah dapat
timbul setelah 2 minggu penggunaan terus menerus.
Sedatif dengan golongan barbiturat digunakan sebagai obat yang
membantu seseorang agar dapat tidur atau merasa rileks. Sedatif ini
melemaskan otot, mengurangi kecemasan dan dalam dosis rendah
menghasilkan kondisi euforik ringan. Dosis yang berlebihan menyebabkan
bicara menjadi tidak jelas dan langkah tidak stabil. Penilaian, konsentrasi,
dan kemampuan untuk bekerja dapat sangat melemah. Pengguna
kehilangan kendali emosional dan dapat menjadi mudah tersinggung serta
agresif sebelum akhirnya tertidur lelap. Dosis yang sangat besar dapat
menjadi fatal karena otot diafragma melemas hingga ke kondisi yang dapat
membuat individu kehabisan nafas (Davidson G, 2006).
Sedatif dengan golongan benzodiazepin juga digunakan sebagai
obat penenang dan obat tidur. Nama jalanannya adalah : BK, Dum, Lexo,
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
Mg, Rohyp. Pemakaian benzodiazepine dapat melalui oral, intra vena, dan
rectal (Ardani, 2011).
e. Halusinogen
Halusinogen disebut juga psikodelika. Pada tahun 1954, A. Hoffer
dan H. Osmond memperkenalkan istilah halusinogen untuk memberi nama
pada zat tertentu yang dalam jumlah sedikit dapat mengubah persepsi,
pikiran, dan perasaan seseorang serta menimbulkan halusinasi (Davidson
G, 2006).
Salah satu zat yang termasuk dalam golongan halusinogen adalah
LSD (Lysergic Acid) yang memiliki nama jalanan acid, trips, tabs. Zat ini
menyebabkan distorsi penglihatan dan pendengaran yang mampu
menimbulkan efek khayalan, juga menyebabkan ketegangan dan depresi.
Bahaya terbesar menggunakan LSD adalah dapat berkembang
menjadi serangan panik yang sempurna dan menimbulkan ketakutan yang
disebut dengan bad trip/flip (Davidson G, 2006).
3. Zat-Zat Adiktif
a.Alkohol
Efek alkohol bervariasi tergantung kadar konsentrasi zat tersebut
didalam aliran darah dimana tergantung pada banyaknya alkohol yang
dikonsumsi dalam satu kurun waktu tertentu, adanya makanan dalam
lambung yang menahan alkohol dan mengurangi tingkat penyerapannya,
dan kemampuan kerja organ hati.
Alkohol memberikan efek awal yaitu bersifat merangsang dimana
peminum merasakan suatu perasaan sosiabilitas dan nyaman yang
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
ekspansif seiring naiknya kadar alkohol dalam darah. Namun, setelah
kadar alkohol dalam darah mencapai puncaknya dan mulai turun, alkohol
berfungsi sebagai depresan dimana berbagai emosi negatif meningkat
(Davidson G, 2006).
Alkohol dalam jumlah banyak mengganggu proses berfikir
kompleks, koordinasi motorik, keseimbangan, kemampuan bicara dan
penglihatan juga melemah. Alkohol juga mampu menghilangkan rasa sakit
dan dalam dosis yang lebih besar bersifat sedatif, menyebabkan orang
tertidur bahkan kematian (Davidson G, 2006).
Kebiasaan minum yang kronis menimbulkan kerusakan biologis
parah selain kemunduran psikologis. Konsumsi alkohol dalam waktu lama
memberikan efek negatif bagi hampir setiap jaringan dan organ tubuh
seperti malnutrisi parah. Alkohol tidak mengandung berbagai zat gizi yang
penting bagi kesehatan (Dalami dkk,2011).
Pada penyalahgunaan alkohol kronis yang berusia lebih tua,
kekurangan vitamin B-kompleks dapat mengakibatkan sindrom amnestik
yaitu suatu sindrom hilangnya memori yang parah atas berbagai peristiwa
yang belum lama berselang maupun yang sudah lama terjadi. Kesenjangan
memori ini sering kali diisi dengan menuturkan berbagai kejadian imajiner
yang sangat tidak mungkin.
Konsumsi alkohol yang sangat banyak semasa hamil diketahui
merupakan penyebab utama retardasi mental. Pertumbuhan janin
melambat, dan terjadi kelainan tempurung kepala, wajah serta anggota
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
tubuh. Kondisi tersebut dikenal sebagai sindrom alkohol fetal (Davidson
G, 2006)
b. Inhalansia dan Solvent (Pelarut)
Zat yang digolongkan dalam inhalansia dan Solvent (pelarut) ini
adalah gas atau zat pelarut yang mudah menguap. Zat ini banyak terdapat
pada alat-alat keperluan rumah tangga seperti perekat, hair spray,
deodorant spray, pelumas mesin, bahan pembersih, dan thinner.
Inhalansia bekerja pada membrane sel terutama sel saraf pusat.
Gejala pecandu inhalansi antara lain : pusing-pusing, bicara tidak lancer,
berjalan atau berdiri sempoyongan, euphoria, halusinasi, mudah
tersinggung, impulsif, perilaku aneh, dan luka-luka atau peradangan
disekitar mulut dan hidung (Davidson G, 2006).
c. Nikotin
Nikotin adalah zat dalam tembakau yang menyebabkan kecanduan.
Nikotin merangsang pelepasan dopamin di otak. Dopamin adalah zat
dalam saraf yang berperan menghadirkan rasa bahagia. Nikotin
menstimulasi produksi dopamin secara berlebihan, membuat tubuh rileks.
Ketika konsentrasi dopamin menurun, orang bisa merasa gelisah.
Akhirnya konsumsi nikotin lewat rokok meningkat intensitasnya. Jika
tiba-tiba menghentikan konsumsi rokok, ia pasti akan mengalami efek
balikan (withdrawal effect).
d. Kafein
Kafein adalah alkaloida yang terdapat dalam tanaman coffee
Arabica, coffea canephora yang berasal dari Arab, Etiopia, dan Liberia.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
Selain kopi, minuman lain yang banyak mengandung kafein seperti daun
teh (teh hitam dan teh hijau), kakao, dan coklat.
Minum kopi terlalu banyak (lebih dari 3-4 cangkir per hari) dapat
meningkatkan resiko terkena penyakit jantung karena memperbesar kadar
hemosistein darah terutama bila bersamaan dengan kebiasaan merokok
(Tjah & Raharja, 2002).
Kafein dapat menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk, juga
meningkatkan konsentrasi. Kafein merangsang otot jantung sehingga
kadang-kadang menyebabkan aritmia jantung, menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah otak, meningkatkan tekanan darah,dan
iritasi pada lambung.
Konsumsi kafein terlalu banyak mengakibatkan tangan gemetar,
perasaan gelisah, tidak tenang, ingatan berkurang, tidak dapat tidur,
poliuria, mual, otot berkedut, serta denyut jantung cepat dan tidak teratur
(Sesangka, 2003).
2.4.2 Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA
Dalam penggunaan NAPZA penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat
terjadi dan ditandai oleh berbagai masalah yang berkaitan dengan konsumsi suatu
zat. Ini mencakup penggunaan zat yang lebih banyak dari yang dimaksudkan,
mencoba untuk berhenti namun tidak berhasil, memiliki berbagai masalah fisik
atau psikologis yang semakin parah karena penggunaan obat dan mengalami
masalah dalam pekerjaan atau dengan teman-teman.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
Penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu pola penggunaan NAPZA yang
bersifat patologik, paling sedikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan
gangguan fungsi sosial. Pola penggunaan zat yang bersifat patologik dapat berupa
intoksikasi sepanjang hari, terus menggunakan zat tersebut walaupun penderita
mengetahui dirinya sedang menderita sakit fisik akibat zat tersebut, atau adanya
kenyataan bahwa ia tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa menggunakan zat
tersebut. Gangguan yang terjadi tersebut adalah gangguan fungsi sosial yang
berupa ketidakmampuan memenuhi kewajiban terhadap keluarga atau teman-
temannya karena perilaku yang tidak wajar, impulsive, atau karena perasaan
agresif yang tidak wajar. Dapat pula berupa pelanggaran lalu lintas dan
kecelakaan lalu lintas, serta perbuatan kriminalitas lainnya karena motivasi
memperoleh uang (Ardiani, 2011).
NAPZA memberikan pengaruh pada susunan saraf pusat dan
menimbulkan berbagai efek kognitif dan perilaku maladaptif. Ketergantungan
obat dibedakan atas ketergantungan fisik dan ketergantungan psikis. Arti adiksi
dipersempit menjadi ketergantungan fisik dan ketergantungan psikis disebut
habituasi. Beberapa ahli memberi arti adiksi sebagai bentuk ketergantungan yang
berat pada hard drug (heroin, morfin), sedangkan habituasi sebagai bentuk
ketergantungan ringan yaitu pada soft drug seperti marijuana dan sedatif.
(Ardiana, 2011).
Untuk memperoleh khasiat seperti semula dari zat yang dipakai berulang
kali, diperlukan jumlah yang makin lama makin banyak. Keadaan yang demikian
disebut toleransi. Toleransi diindikasikan oleh salah satu dari : dosis zat yang
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
dibutuhkan untuk menghasilkan efek yang didingginkan lebih besar atau efek obat
menjadi sangat berkurang jika mengonsumsi obat dalam dosis yang biasa
(Davidson G, 2006).
Gejala putus zat atau gejala lepas zat (Withdrawal syndrome) merupakan
gejala yang timbul bila seseorang yang ketergantungan pasa suatu zat kemudian
dihentikan atau dikurangi (Ardiani, 2011).
2.5 EPIDEMIOLOGI
2.5.1 Distribusi dan Frekuensi Menurut Orang
a. Variasi Usia
Berdasarkan Data World Drug Report 2014, Pada tahun 2012 kelompok
umur penyalahgunaan NAPZA paling banyak yaitu pada kelompok umur 15-64
tahun sebanyak 324 juta orang dengan pemakaian marijuana, opium, kokain , dan
amfetamin.
Menurut Data Rekapitulasi data Morbiditas pasien rawat jalan dan rawat
inap di Rumah sakit Indonesia tahun 2010, kategori umur gangguan jiwa
penyalahgunaan NAPZA tertinggi terdapat pada kelompok usia 25-44 tahun
sebanyak 46,1%, diikuti dengan 26,7 % dari kelompok usia 15-24 tahun, dan
19,6% dari kelompok usia 45-64 tahun. Adapun jumlah pasien sebanyak 3.064
dengan rekapitulasi data dari 1.523 rumah sakit.
b.Variasi Jenis Kelamin
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
Menurut Data Rekapitulasi data Morbiditas pasien rawat jalan dan rawat
inap di Rumah sakit Indonesia tahun 2010, gangguan jiwa penyalahgunaan
NAPZA terdapat pada laki-laki 2 kali lebih banyak dari perempuan.
2.5.2 Distribusi dan frekuensi Menurut Tempat
Selama tiga tahun berturut dari 2011, 2012, 2013, jumlah penyalahgunaan
NAPZA terdapat paling banyak di Jawa Timur. Kasus-kasus penyalahgunaan
NAPZA umumnya terjadi di kota-kota besar seperti Surabaya, Jakarta, Bandung,
Medan, dll.
Penyalahgunaan NAPZA tidak hanya marak di perkotaan, tetapi juga di
pedesaan. Jika kita melihat faktor penyebab dari penyalahgunaan NAPZA dimana
kondisi individualis, mobilitas dan aktivitas orang tua yang tinggi sehingga
kurang komunikasi dengan anak, dan gaya hidup (life style) dimana tempat
hiburan yang menjadi lokasi strategis untuk peredaran NAPZA juga lebih banyak
didaerah perkotaan, dan diikuti dengan rasa kesepian tinggi, maka daerah
perkotaan lebih berisiko untuk terjadi penyalahgunaan NAPZA. Dimana
gangguan jiwa juga lebih sering terjadi didaerah perkotaan.
2.5.3 Penyebab atau Determinan
Adapun penyebab atau determinan gangguan jiwa penyalahgunaan NAPZA
adala sebagai berikut:
1. Faktor Individu
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada
masa remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik,
psikologik maupun sosial yang pesat. Perubahan yang cepat kadang-
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
kadang menimbulkan ketegangan, keresahan, kebingungan, perasaan
tertekan, rasa tidak aman dan tidak jarang menjadi depresi (Ardiani, 2011)
Jenis Kelamin Juga memberikan kontribusi dalam mempengaruhi
terjadinya gangguan penyalahgunaan NAPZA. Ada kecenderungan bahwa
laki-laki harus selalu berprestasi dan menerima tanggung jawab dalam
keluarga. Tekanan tersebut menimbulkan ketegangan dan untuk
mengatasinya seseorang akan memberontak yang salah satunya dengan
menggunakan NAPZA (Badan Narkotika Nasional)
. Keingintahuan yang besar untuk mencoba, mudah merasa bosan
dan jenuh, keinginan untuk mengikuti mode (life style) juga termasuk
dalam faktor individu.
2. Faktor Lingkungan Sosial
a. Lingkungan keluarga
Hubungan ayah dan ibu yang retak, komunikasi yang kurang efektif
antara orang tua dan anak, orang tua yang serba membolehkan
(permisif), kurangnya rasa hormat antar anggota keluarga, dan adanya
orangtua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna NAPZA.
b. Lingkungan sekolah
Sekolah yang kurang disiplin, sekolah yang terletak dekat dengan
tempat hiburan dan penjual NAPZA, sekolah yang kurang memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan
positif, dan adanya murid pengguna NAPZA.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
c. Lingkungan Teman Sebaya
Adanya kebutuhan akan pergaulan teman sebaya mendorong remaja
untuk dapat diterima sepenuhnya dalam kelompoknya. Penggunaan
NAPZA sering dijadikan syarat atau tuntutan agar diterima di
kelompok untuk membuktikan rasa solidaritas pertemanan.
d. Lingkungan Masyarakat/Sosial
Lemahnya pengegakan hukum, situasi politik, sosial, dan ekonomi
yang kurang mendukung justru mendorong untuk mencari kesenangan
dalam penyalahgunaan NAPZA.
3. Faktor NAPZA
Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga
“terjangkau”, banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang
menimbulkan daya tarik untuk dicoba, dan khasiat farakologik NAPZA
yang menenangkan, menghilangkan nyeri, membuat euphoria, fly, high,
stone menjadi faktor penyalahgunaan NAPZA (Ardiani, 2011).
2.6 Pencegahan
Upaya pencegahan meliputi tiga hal berikut.
1. Pencegahan primer
Upaya ini terutama dilakukan untuk mengenali kelompok yang
mempunyai resiko tinggi untuk menyalahgunakan NAPZA, setelah itu melakukan
intervensi terhadap mereka agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan
ini ada baiknya dilakukan sejak anak berusia dini agar faktor yang dapat
menghambat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
Masyarakat umum secara keseluruhan menjadi target dari pencegahan
primer. Pelaksanaan pencegahan primer dilakukan dengan berbagai bentuk
penyuluhan tatap muka (ceramah, diskusi, seminar), penyuluhan melalui media
cetak (surat kabar, pamphlet,brosur, buletin, dan lain-lain). Kegiatan penyuluhan
maupun pendidikan memiliki konten tentang NAPZA dan bahayanya bagi fisik
dan mental (Ardiani, 2011).
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini ditujukan kepada penyalahguna pada tahap coba-coba
menggunakan NAPZA serta komponen masyarakat yang berpotensi
menyalahgunakan NAPZA.
Kegaitan yang dilakukan pada pencegahan ini antara lain : Deteksi dini
penyalahguna NAPZA, bimbingan sosial melalui kunjungan rumah, pelayanan
konseling perorangan atau keluarga bermasalah penyalahgunaan narkoba, serta
penerangan dan pendidikan pengembangan individu (Ardiani, 2011).
Didalam pencegahan sekunder penanganan secepatnya atau
pengobatan juga dilakukan. Adapun penanganan secepatnya adalah sebagai
berikut:
1. Farmakoterapi
Farmakoterapi disebut juga obat psikotropik atau lebih tepat obat
yang memiliki khasiat psikoterapik (mempengaruhi fungsi-fungsi
dari otak). Adapun obat-obat psikotropika yang sering digunakan
dalam pelayanan kesehatan jiwa adalah sebagai berikut (Ikawati,
2014)
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
a. Obat Antipsikotik (Anatensol, Clozapil, Largactil, Mellerril,
haloperidol)
b. Obat Anti Depresan (Asendin, Anafranil, Antiprestin,
Ludiomil)
c. Obat Anti Insomnia (Mogadon, Esilgan)
2. Psikoterapi
Psikoterapi adalah suatu cara pengobatan terhadap masalah
emosional seseorang yang terlatih dalam hubungan professional secara
sukarela, dengan maksud hendak menghilangkan, mengubah dan
menghambat gejala-gejala yang ada, mengkoreksi perilaku yang
terganggu dan mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara
positif.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ini dilakukan kepada residivisme atau mereka yang
merupakan bekas korban penyalahgunaan NAPZA, melalui peran polisi dan agen
lain dalam sistem peradilan pidana. Tujuan dari pencegahan tersier ini untuk
mencegah jangan sampai para penyalahgunan NAPZA tersebut kambuh/relaps
dan terjerumus kembali dalam penyalahgunaan NAPZA. Pencegahan tersier
dilakukan dalam bentuk bimbingan sosial dan konseling terhadap yang
bersangkutan atau keluarganya, penciptaan lingkungan sosial dan pengawasan
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
sosial yang menguntukkan eks korban dalam memantapkan kesembuhannya,
pengembangan minat, bakat, dan keterampilan bekerja dan berusaha.
Kegiatan Pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahguna
NAPZA dilaksanakan sesuai Standard Minimal dan Pedoman Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Penyalahgunaan NAPZA yang disusun BNN, meliputi:
1. Pendekatan Awal
Pendekatan Awal adalah kegiatan yang mengawali keseluruhan proses
pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan dengan penyampaian
informasi program kepada masyarakat, instansi terkait, dan organisasi sosial lain
guna memperoleh dukungan dan data awal calon klien residen dengan persyaratan
yang telah ditentukan.
2. Penerimaan
Pada tahap ini dilakukan kegiatan administrasi untuk menentukan apakah
diterima atau tidak dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Pengurusan administrasi surat menyurat yang diperlukan untuk
persyaratan masuk panti (seperti surat keterangan medical check up,
test urin negative, dan sebagainya).
b. Pengisian formulir dan wawancara dan penentuan persyaratan menjadi
residen
c. Pencatatan residen dalam buku registrasi
3. Assesment
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Assesment merupakan kegiatan penelaahan dan pengungkapan masalah
untuk mengetahui seluruh permasalahan residen, menetapkan rencana dan
pelaksanaan intervensi.
Kegiatan assessment meliputi :
a. Menelusuri dan mengungkapkan latar belakang dan keadaan residen
b. Melaksanakan diagnosa permasalahan
c. Menentukan langkah-langkah rehabilitasi
d. Menentukan dukungan pelatihan yang diperlukan
e. Menempatkan residen dalam proses rehabilitasi
4. Bimbingan Fisik
Kegiatan ini ditujukan untuk memulihkan kondisi fisik residen, meliputi
pelayanan kesehatan, peningkatan gizi, baris berbaris, dan olahraga.
5. Bimbingan Mental dan Sosial
Bimbingan mental dan sosial meliputi bidang keagaaman/spiritual, budi
pekerti individual dan sosial/kelompok dan motivasi residen (psikologis).
6. Bimbingan Orang Tua dan Keluarga
Bimbingan bagi orang tua/keluarga dimaksudkan agar orang tua/ keluarga
dapat menerima keadaan residen, memberi dukungan, dan menerima residen
kembali dirumah pada saat rehabilitasi telah selesai.
7. Bimbingan Keterampilan
Bimbingan Keterampilan berupa pelatihan vokalisasi atau keterampilan
usaha (survival skill) sesuai dengan kebutuhan residen.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
8. Resosialisasi/Reintegrasi
Kegiatan ini merupakan komponen pelayanan dan rehabilitasi yang
diarahkan untuk menyiapkan kondisi residen yang akan kembali kepada keluarga
dan masyarakat.
Kegiatan ini meliputi :
a. Pendekatan kepada residen untuk kesiapan kembali ke lingkungan
keluarga dan masyarakat tempat tinggalnya
b. Menghubungi dan memotivasi keluarga residen serta lingkungan
masyarakat untuk menerima kembali residen
c. Menghubungi lembaga pendidikan bagi klien yang akan melanjutkan
sekolah
9. Penyaluran dan Bimbingan Lanjut (Aftercare)
Dalam penyaluran dilakukan pemulangan residen kepada orang tua/wali,
disalurkan ke sekolah maupun instansi/ perusahaan dalam rangka penempatan
kerja, Bimbingan lanjut dilakukan secara berkala dalam rangka pencegahan
kambuh/relapse dengan kegiatan konseling, kelompok dan sebagainya.
10. Terminasi
Kegiatan ini berupa pengakhiran/ pemutusan program pelayanan dan
rehabilitasi bagi residen yang telah mencapai target program (clean and sober).
2.7 Kerangka Konsep
Berdasarkan studi kepustakaan yang diperoleh, maka kerangka konsep
penelitian tentang karakteristik penderita gangguan jiwa penyalahgunaan NAPZA
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
di Panti Sosial Pamardi Putra "Insyaf" Sumatera Utara tahun 2014 sebagai
berikut:
Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA
1. Sosiodemografi
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Pendidikan
Pekerjaan
Status perkawinan
2. Gejala Awal
3. Jenis Zat yang dipakai
4. Alasan memakai NAPZA
5. Lama Pemakaian
6. Pengobatan
7. Lama Perawatan
8. Keadaan Sewaktu Pulang
Universitas Sumatera Utara