a-pdf watermark demo: purchase from · pdf filegambar 4. kultur pakan alami pada media cair...
TRANSCRIPT
melakukan pemeliharaanlarva udang air payau
MODUL
Pusat Pendidikan Kelautan dan PerikananBadan Pengembangan SDM dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan PerikananKementerian Kelautan dan Perikanan
TEKNOLOGI BUDIDAYA PERIKANAN 2015
TEK
NO
LOG
I B
UD
IDA
YA P
ERIK
AN
AN
2015
MEL
AKUK
AN P
EMEL
IHAR
AAN
LARV
A UD
ANG
AIR
PAYA
U
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
A-PDF Watermark DEMO: Purchase from www.A-PDF.com to remove the watermark
i Pembenihan Larva Udang Air Payau
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
dengan tersusunnya modul Pembenihan Larva Udang Air Payau ini.
Modul ini merupakan modul pembelajaran yang dapat digunakan peserta
didik program keahlian Nautika Perikanan Laut dalam mempersiapkan diri
untuk uji kompetensi keahlian. Peserta didik dapat belajar secara individual
dan mandiri dalam menyelesaikan suatu unit kompetensi secara utuh.
Modul ini disusun berdasarkan silabus SUPM Edisi 2012 dan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Pada setiap bab berisi
tentang lembar informasi, lembar praktek unjuk kerja, penilaian/evaluasi dan
lembar kunci jawaban.
Dengan mempelajari seluruh isi modul dan melaksanakan setiap
praktek unjuk kerja diharapkan peserta didik dapat lebih siap menghadapi uji
kompetensi keahlian.
Jakarta, Desember 2015
Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
ii Pembenihan Larva Udang Air Payau
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL.......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Deskripsi .......................................................................................... 1
B. Peta Judul Modul, Unit Kompetensi dan Elemen Kompetensi ......... 3
C. Tujuan .............................................................................................. 3
D. Petunjuk Penggunaan Modul ........................................................... 4
E. Waktu ............................................................................................... 4
BAB II. MENGELOLA KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN LARVA
UDANG AIR PAYAU. ..................................................................... 5
A. Lembar informasi ............................................................................... 5
B. Lembar Praktek Unjuk Kerja .............................................................12
C. Penilaian/Evaluasi ............................................................................16
D. Lembar Kunci Jawaban ....................................................................19
BAB III. MEMBERI PAKAN LARVA UDANG AIR PAYAU .......................20
A. Lembar Informasi ..............................................................................20
B. Lembar praktek unjuk kerja ..............................................................45
C. Penilaian/Evaluasi ............................................................................48
D. Lembar Kunci Jawaban ....................................................................51
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
iii Pembenihan Larva Udang Air Payau
BAB IV. MENGENDALIKAN KESEHATAN IKAN/LARVA UDANG. ......52
A. Lembar informasi ..............................................................................52
B. Lembar Praktek Unjuk Kerja .............................................................80
C. Penilaian/Evaluasi ............................................................................82
D. Lembar Kunci Jawaban ....................................................................86
BAB V PENUTUP. ......................................................................................87
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................88
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
iv Pembenihan Larva Udang Air Payau
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perlakuan media pemeliharaan larva udang vannamei .................. 8
Tabel 2. Pemberian pakan alami .................................................................22
Tabel 3. Ukuran saringan pakan berdasarkan stadia larva .........................23
Tabel 4. Formula pupuk kultur skala laboraturium .................................... 26
Tabel 5. Komposisi trace metal solution dan vitamin ..................................27
Tabel 6. Formula pupuk fitoplankton skala semi massal .............................34
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
v Pembenihan Larva Udang Air Payau
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pengukuran pH menggunakan pH meter ..................................10
Gambar 2. Pengukuran DO menggunakan DO meter.................................12
Gambar 3. Kultur Pakan Alam pada media agar .........................................28
Gambar 4. Kultur pakan alami pada media cair ....................................... 31
Gambar 5. Pengeringan tambak .................................................................56
Gambar 6. Melapisi tanggul dengan plastik ................................................56
Gambar 7. Penghalang burung menggunakan jaring ..................................58
Gambar 8. Hama labi-labi ...........................................................................59
Gambar 9. Hama kodok ..............................................................................59
Gambar 10. Hama ular ................................................................................60
Gambar 11. Hama biawak ...........................................................................60
Gambar 12. Hama liasang ..........................................................................61
Gambar 13. Hama kepiting ...................................................................... 61
Gambar 14. Hama belut ..............................................................................62
Gambar 15. Hama ikan gabus ....................................................................62
Gambar 16. Hama kini-kini/larva capung ....................................................63
Gambar 17. Hama ucrit/larva cybister .........................................................64
Gambar 18. Hama notonecta ......................................................................65
Gambar 19. Diagram venn interaksi triple ...................................................65
Gambar 20. Penyakit Early Mortality Syndrome (EMS) ...............................76
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
vi Pembenihan Larva Udang Air Payau
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
1 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
BAB I
PENDAHULUAN
A. Deskripsi
Modul Melakukan Pemeliharaan Larva Udang Air Payau ini berisi 3
(tiga) cakupan materi, yaitu:
1. Mengendalikan kualitas air pada wadah pemeliharaan larva udang
air payau.
Materi ini bertujuan agar peserta didik mengetahui tahapan standar
dalam mengendalikan kualitas air pada wadah pemeliharaan larva
udang air payau. Di dalam materi ini membahas: a). Tahapan
proses penyediaan air budidaya udang air payau, dimana sebelum
air dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan harus melalui beberapa
treatment agar air yang digunakan dalam pemeliharaan larva
udang air payau sesuai dengan standar hidup larva udang; b).
Mengelola kualitas dan kuantitas air, karena air sebagai media
hidup larva harus memiliki kualitas mutu yang mendukung
perkembangan larva. Tujuan pengelolaan kualitas air adalah untuk
mempertahankan kualitas air tetap baik dan dapat ditolerir oleh
larva; c). Mengukur kualitas air dimaksudkan air yang digunakan
dalam kegiatan pemeliharaan larva udang air payau dapat diketaui
kandungan fisika dan kimianya sehingga dapat disesuaikan dengan
kebutuhan optimal larva udang untuk tumbuh; d). Melakukan
pergantian air, dimaksudkan agar kualitas air tetap terjaga pada
kisaran optimal terutama apabila kondisi air pada wadah
pemeliharaan larva udang air payau sudah terlalu kotor dan miskin
kandungan oksigennya.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
2 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
2. Memberi pakan larva
Pengelolaan pakan bertujuan agar pakan diberikan secara optimal,
tidak berlebihan dan tidak kekurangan, dikarenakan pakan sangat
menentukan perkembangan larva.
Di dalam materi ini membahas: a). Mengkultur Fitoplankton Secara
Murni; b).Mengkultur Zooplankton Secara Murni; c). Mengkultur
Fitoplankton Secara Massal; d). Mengkultur Zooplankton Secara
Massal; e). Menetaskan Artemia.
3. Mengendalikan kesehatan ikan
Dalam budidaya ikan, serangan hama penyakit adalah masalah
dan aspek yang sangat penting, artinya penanggulangan penyakit
dan hama juga harus menjadi pengetahuan yang penting bagi
petani ikan dan siapa saja yang hendak membudidayakan ikan.
Sebab penyerangan penyakit maupun gangguan hama dapat
mengakibatkan kerugian ekonomis.
Di dalam materi ini membahas: a).Mengidentifikasi Hama yang
Menyerang Ikan; b). Mengidentifikasi Penyebab Penyakit Ikan; c).
Mencegah Hama Yang Menyerang Ikan; d). Mengobati Ikan Sakit.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
3 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
B. Peta Judul Modul Unit Kompetensi dan Elemen Kompetensi
C. Tujuan
Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami kegiatan pengelolaan kualitas air pada pemeliharaan
larva udang air payau;
2. Memahami teknik memberi pakan larva udang air payau;
3. Memahami teknik dalam mengendalikan kesehatan larva udang air
payau.
Melakukan Pemeliharaan Larva
Udang Air Payau
Mengendalikan kualitas air pada
wadah pemeliharaan larva udang air payau
Memberi pakan larva
Mengendalikan kesehatan larva
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
4 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
D. Petunjuk Penggunaan Modul
1. Bagi peserta:
a. Baca petunjuk dan deskripsi modul dengan baik;
b. Pelajari modul, baik teori, praktek, serta evaluasi dari awal hingga
akhir;
c. Siapkan alat dan bahan praktek sesuai dengan petunjuk di dalam
modul;
d. Diskusikan dengan guru pembimbing apabila ada hal-hal yang
perlu didiskusikan lebih lanjut;
e. Lakukan evaluasi mandiri yang ada di dalam modul ini sebelum
melaksanakan praktek.
2. Bagi Guru Pembimbing:
a. Lakukan penjelasan mengenai cara penggunaan modul ini;
b. Lakukan evaluasi penguasaan materi sebelum melakukan
praktek;
c. Membimbing siswa melalui tugas-tugas pelatihan yang ada di
dalam modul;
d. Membimbing siswa untuk menentukan sumber belajar lain selain
modul;
e. Mencatat dan mendata kemajuan belajar siswa;
f. Melakukan penilaian dan evaluasi;
g. Memberi masukan dan saran dari hasil evaluasi yang dihasilkan.
E. Waktu
Waktu yang dibutuhkan dalam mempelajari modul ini adalah
disesuaikan dengan ketuntasan belajar, serta sesuai panduan dari
guru/pembimbing.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
5 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
BAB II
MENGELOLA KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN LARVA
UDANG AIR PAYAU
A. Lembar Informasi
1. Pendahuluan
Pengelolaan kualitas air pada pemeliharaan larva menjadi bagian
yang sangat penting karena dapat mempengaruhi perkembangan
larva yang dipelihara. Kualitas air yang jelek dapat mempengaruhi
respon larva terhadap pakan yang diberikan, serta dapat
mengurangi kelangsungan hidup larva yang dipelihara. Apabila hal
tersebut terjadi, maka harus dicari solusi atau cara penanganannya.
Pengelolaan kualitas air harus rutin dilakukan secara berkelanjutan.
Modul ini terkait dengan SKKNI Kelautan dan Perikanan pada
Kompetensi Inti Budidaya Air Payau dengan Kode Unit:
a. PRK.AP02.006.01 dengan judul unit: Menyediakan Air Budidaya;
b. PRK.AP02.007.01 dengan judul unit: Mengelola Kualitas dan
Kuantitas Air;
c. PRK.AP02.008.01 dengan judul unit: Mengukur Kualitas Air
Harian;
d. PRK.AP02.009.01 dengan judul unit: Melakukan Pergantian Air;
e. PRK.AP02.010.01 dengan judul unit: Monitoring Kualitas dan
Kuantitas Air;
2. Menyediakan Air Budidaya
Sebelum air laut digunakan sebagai media pemeliharaan larva
udang, ada beberapa tahapan yang harus dilalui, yaitu:
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
6 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
a. Air laut diambil dari jarak 1 km dari bibir pantai disedot dengan
menggunakan pompa melalui dua buah pipa besar dan
menggunakan dua buah saringan;
b. Air laut dimasukkan ke dalam bak penampungan/tandon A yang
terdiri dari empat buah bak. Bak pertama untuk mengendapkan
pasir dan lumpur yang terkandung dalam air laut;
c. Air laut dialirkan ke dalam bak yang kedua melalui bagian bawah
bak tandon yang pertama. Bak tandon yang kedua ini berisi batu
kali pada lapisan paling bawah, dilanjutkan dengan lapisan arang
batok, dan pasir laut. Bahan-bahan ini dimaksudkan sebagai filter
alami.
1) Dari bak kedua, air laut masuk ke dalam bak ketiga melalui
bagian atas bak, disini air disaring kembali menggunakan
arang batok, dan pasir laut.
2) Setelah itu air laut masuk ke dalam bak yang keempat yang
berfungsi sebagai tempat penampungan air laut yang sudah
difiltrasi.
3) Setelah air selesai difilter di bak tandon A, maka air
dimasukkan ke dalam tandon B yang juga terdiri dari empat
bak penampungan.
4) Setelah itu air dialirkan melalui alat ozonisasi yang
didalamnya terdapat bahan bernama bromine yang berfungsi
untuk mematikan bakteri yang merugikan.
5) Kemudian air dimasukkan ke dalam tandon C untuk
diendapkan selama 2 jam. Tandon C ini merupakan tandon
terakhir yang menampung air laut yang telah siap digunakan
dalam kegiatan produksi.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
7 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Sebelum dilakukan pengisian air laut ke dalam bak/wadah
pemeliharaan larva, air laut disaring menggunakan filter bag,
kain kasa, kapas, karet, dan pipa PVC ukuran 2 inchi.
Tahapan penyaringan yaitu dengan membentangkan kain
kasa kemudian di atasnya diberi lapisan kapas. Kedua
lapisan tersebut digulungkan pada pipa PVC 2 inchi,
kemudian diikat dengan karet. Gulungan ini kemudian
dimasukkan ke dalam filter bag, ikat kembali.
Proses pengisian air laut yang telah difilter ke dalam bak
pemeliharaan larva masih memerlukan beberapa treatmen air
dengan menggunakan beberapa bahan, yaitu:
a) Air ditreatmen menggunakan EDTA sebanyak 5 ppm yang
bertujuan mengikat logam berat agar selalu dalam
keadaan terlarut yang mungkin terdapat di dalam air laut
tersebut.
b) Selanjutnya media pemeliharaan diberi probiotik dengan
dosis 1 ppm sehari sebelum tebar nauplius, tujuannya
untuk mendominasi bakteri yang menguntungkan di media
pemeliharaan.
3. Mengelola Kualitas dan Kuantitas Air
Pengelolaan kualitas air laut pada media pemeliharaan larva
sangat penting, karena air sebagai media hidup larva harus memiliki
kualitas mutu yang mendukung perkembangan larva. Tujuan
pengelolaan kualitas air adalah untuk mempertahankan kualitas air
tetap baik dan sesuai untuk kehidupan larva.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
8 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Pengelolaan kualitas air dilakukan melalui kegiatan perlakuan pada
media pemeliharaan larva udang vannamei di tiap-tiap fase
pertumbuhan larva, yang dapat dilihat pada Tabel 1. Perlakuan air ini
telah diaplikasikan pada backyard di kampus Sekolah Tinggi
Perikanan Jakarta dengan SR 50%.
Tabel 1. Perlakuan Media Pemeliharaan Larva Udang Vannamei
HARI ke Stadia Perlakuan
0 Pra tebar Probiotik 1 ppm (07.00)
1 Naupli probiotik 1 ppm (jam 07,00), EDTA 5 ppm (07,00)
2 Zoea 1 Probiotik 1 ppm (jam 07,00), treflan 0,05 ppm (jam 10,00)
3 Zoea 1-2 Probiotik 1 ppm (jam 07,00), EDTA 5 ppm (07,00)
4 Zoea 2 Probiotik 1 ppm (jam 07,00), treflan 0,05 ppm (jam 10,00)
5 Zoea 3 Probiotik 1 ppm (jam 07,00), EDTA 5 ppm (07,00)
6 Mysis 1 Probiotik 1 ppm (jam 07,00), treflan 0,05 ppm (jam 10,00)
7 Mysis 2 Probiotik 1 ppm (jam 07,00), EDTA 5 ppm (07,00)
8 Mysis 3 Probiotik 1 ppm (jam 07,00), treflan 0,05 ppm (jam 10,00)
9 Mysis-Postlarva
Probiotik 1 ppm (jam 07,00), EDTA 5 ppm (07,00)
10 PL 1 Probiotik 1 ppm (jam 07,00), treflan 0,05 ppm (jam 10,00)
11 PL 2 Probiotik 1 ppm (jam 07,00), EDTA 5 ppm (07,00)
12 PL 3 Probiotik 1 ppm (jam 07,00)
13 PL 4 Probiotik 1 ppm (jam 07,00)
14 PL 5 Ganti air 10 % (jam 06,00) Probiotik 1 ppm (jam 07,00)
15 PL 6 Probiotik 1 ppm (jam 07,00)
16 PL 7 Probiotik 1 ppm (jam 07,00)
17 PL 8 Ganti air 10 % (jam 06,00) Probiotik 1 ppm (jam 07,00)
18 PL 9 Probiotik 1 ppm (jam 07,00)
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
9 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
HARI ke Stadia Perlakuan
19 PL 10 Probiotik 1 ppm (jam 07,00)
20 PL 11 Ganti air 10 % (jam 06,00) Probiotik 1 ppm (jam 07,00)
21 PL 12 Probiotik 1 ppm (jam 07,00)
22 PL 13 Probiotik 1 ppm (jam 07,00)
4. Mengukur Kualitas Air Harian
Untuk mengetahui kualitas air perlu dilakukan pengukuran
kualitas air dua kali sehari dengan beberapa parameter kualitas air
sebagai berikut:
a. pH
pH atau potensial hydrogen adalah derajat keasaman yang
terkandung dalam air. pH optimal untuk pemeliharaan benur
adalah 7,5-8,5. Pengukuran pH dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu menggunakan kertas lakmus dan pH meter. Cara
penggunaan kertas lakmus, yaitu dengan mencelupkan kertas
lakmus ke dalam air sampel, kemudian dilihat perubahan warna
yang terjadi pada ujung kertas lakmus. Kelemahan pengukuran
menggunakan kertas lakmus kurang akurat dan kurang efektif.
Pengukuran menggunakan pH meter cukup sederhana, pertama
pH meter dikalibrasi menggunakan akuades, selanjutnya ujung
pH meter dicelupkan ke dalam air sampel, aduk sedikit hingga
pada layar pH meter menunjukkan angka pH air sampel.
Pengukuran pH menggunakan pH meter dapat dilihat pada
Gambar 1.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
10 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Gambar 1. Pengukuran pH menggunakan pH meter
b. Suhu
Suhu optimal untuk pertumbuhan larva udang adalah 31oC. Pada
stadia larva (zoea dan mysis) jika suhu kurang dari 28oC maka
larva tidak akan bisa molting dan tidak bisa masuk stadia
berikutnya sehingga pertumbuhan menjadi lambat. Jika suhu
media pemeliharaan lebih tinggi dari 34oC maka larva atau post
larva menjadi lemas karena terlalu panas. Untuk menaikan suhu
air pemeliharaan maka bisa dilakukan pemasangan heather. Jika
suhu terlalu tinggi maka terpal penutup bak dan pintu ruangan
harus dibuka sehingga ada sirkulasi udara yang bagus.
c. Salinitas
Salinitas atau kadar garam adalah jumlah kandungan garam
yang terlarut dalam air. Benur udang vanamei dapat hidup dalam
kisaran sainitas yang cukup luas, yaitu 15-30 ppt. Pengukuran
salinitas dilakukan menggunakan refraktometer. Cara
menggunakan refraktometer cukup sederhana, pertama
refraktometer dikalibrasi menggunakan akuades. Di dalam
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
11 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
refraktometer ada garis yang menunjukkan kadar garam dalam
air. Pastikan batas antara warna putih dan biru berada di angka
nol. Selanjutnya air sampel diambil menggunakan pipet dan
diteteskan ke arah sensor refraktometer. Arahkan ke sumber
cahaya yang cukup terang, misalnya ke arah datangnya sinar
matahari, sehingga angka di dalam refraktometer terlihat jelas.
Salinitas dapat dilihat dari batas antara warna putih dan biru. Jika
pengukuran sudah selesai, bilas sensor refraktometer dengan
akuades, lap dengan tisu atau kain halus hingga kering dan
simpan pada tempatnya.
d. Ammonia
Di dalam air, ammonia terdapat dalam dua bentuk, yaitu NH4+
(ammonium) yang tidak bersifat racun dan NH3 (ammonia) yang
bersifat racun. Keberadaannya di dalam air disebabkan oleh
adanya kotoran larva udang dan hasil kegiatan jasad renik
didalam pembusukan bahan organik yang kaya akan nitrogen
(protein) yang berasal dari sisa pakan udang. Untuk mengukur
nilai ammonia dalam air dapat digunakan ammonia test kit sea
water. Keberadaan ammonia dapat menurunkan pertumbuhan
udang dan meningkatkan resiko infeksi bakteri.
e. Oksigen terlarut (DO)
Berdasarkan penelitian para ahli, kandungan oksigen terlarut
yang dapat menunjang kehidupan udang secara normal tidak
boleh kurang dari 3,7 ppm. Kadar oksigen yang kurang dari 1,2
ppm dapat mematikan larva yang dipelihara. Untuk mengukur
nilai oksigen terlarut menggunakan DO meter atau DO tes kit.
Penggunaan DO meter dapat dlihat pada Gambar 2.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
12 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Gambar 2. Pengukuran DO menggunakan DO meter
B. Lembar Praktek Unjuk Kerja
1. Judul : Mengukur kualitas air
2. Alat :
- pH meter/ kertas lakmus
- Termometer
- Refraktometer
- DO meter/ DO tes kit
- Ammonia test kit salt water
- Gelas ukur
3. Bahan :
- akuades
- tisu
- reagent
- air sampel
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
13 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
4. Petunjuk : Gunakan pakaian kerja (Wear pack), harap berhati-hati
dalam menggunakan alat dan kembalikan sesuai
kondisi semula.
5. Langkah Kerja :
a. Mengukur pH menggunakan pH meter
1. Siapkan pH meter dan sampel air
2. pH meter dikalibrasi menggunakan akuades
3. Ujung pH meter dicelupkan ke dalam air sampel
4. Aduk sedikit hingga pada layar pH meter menunjukkan angka
pH air sampel.
5. Catat di dalam tabel pengamatan
No Sumber air sampel pH
b. Mengukur suhu
1) Alat pengukur disiapkan (Thermometer)
2) Alat dikalibrasi sebelum digunakan
3) Thermometer dicelupkan 5 – 10 menit dan dicatat hasilnya
4) Pengukuran dilakukan di tiga sampai lima tempat yang
berbeda
5) Hasil pengukuran dirata-ratakan dan dicatat dalam tabel
6) Alat disimpan kembali
No Sumber air sampel Suhu
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
14 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
c. Mengukur salinitas
1) Alat pengukur disiapkan (Hand Refractometer)
2) Alat dikalibrasi sebelum digunakan
3) Kaca prisma dibuka dan air sampel diteteskan diatasnya
4) Skala dilihat dengan mengarahkan ke sumber cahaya
5) Pengukuran dilakukan di tiga sampai lima tempat yang
berbeda
6) Kaca prisma dibersihkan dengan cara dibilas menggunakan
akuades dan dilap menggunakan tisu
7) Hasil pengukuran dicatat dalam tabel
No Sumber air sampel Salinitas
a) Ambil sampel 5 ml masukkan ke dalam
botol suntik.
b) Tambahkan 12 tetes reagent NH4-1, aduk
hingga rata.
c) Tambahkan 1 sendok takar NH4-2, tutup
tabung dan kocok sampai semua reagen
larut
d) Biarkan 5 menit
e) Masukkan 4 tetes NH4-3, aduk hingga rata
f) Biarkan 7 menit
g) Cocokkan warnanyawq
h) Cek pH = 7,5 dikarenakan pH air
merupakan faktor pembatas bagi ammoniak
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
15 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
d. Mengukur Kadar Ammonia
Pengukuran kadar ammonia dengan menggunakan ammonia
test kit salt water dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Siapkan reagent yang ada di dalam ammonia test kit, yaitu
larutan NH4-1, NH4
-2, dan NH4-3.
2) Masukkan air sampel sebanyak 5 ml ke dalam botol suntik,
tambahkan 12 tetes reagent NH4-1 aduk hingga rata
3) Masukkan 1 sendok takar NH4-2, tutup tabung dan kocok
sampai semua reagent larut tunggu 5 menit.
4) Tambahkan 4 tetes larutan NH-3 aduk rata biarkan 7 menit.
5) Cocokkan warna larutan yang dihasilkan dengan indikator
pengukur warna ammoniak
6) Cek H= 7,5 dikarenakan pH air merupakan faktor pembatas
bagi ammoniak
7) Mencatat hasil pengukuran ke dalam tabel
No Sumber air sampel Ammoniak
e. Mengukur Oksigen Terlarut (DO)
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan
DO meter dengan cara sebagai berikut :
1) Menekan tombol ON untuk menghidupkan alat DO meter
2) Setelah alat DO meter hidup sensor DO meter diangin-
anginkan selama 15-30 menit
3) Melakukan kalibrasi sampai menunjukkan angka 2,09
4) Kemudian tekan tombol Read
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
16 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
5) Memasukkan ujung sensor ke dalam bak sampai
terendam air
6) Melihat angka yang ditunjukkan pada layar
7) Mencatat hasil yang terlihat pada layar ke dalam tabel
No Sumber air sampel DO
C. Penilaian/Evaluasi
1. Air merupakan tempat hidup dan menyediakan ruang gerak bagi
organisme didalamnya adalah fungsi air dari segi …
A. Biologi
B. Fisika
C. Kimia
D. Sifat optis air
E. Sifat daya hantar listrik
2. Sifat air yang dapat melarutkan berbagai jenis senyawa kimia,
serta memungkinkan air sebagai pencuci yang baik dan sebagai
pengencer bahan pencemar (polutan) adalah sifat air sebagai …
A. Penyimpan panas yang baik.
B. Penguap (vaporization).
C. Pelarut yang baik.
D. Tegangan permukaan yang tinggi.
E. Senyawa yang dapat bertambah volumenya ketika membeku
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
17 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
3. Pernyataan berikut yang benar adalah ...
A. Smakin tinggi suhu maka kadar oksigen terlarut semakin tinggi
B. Semakin tinggi suhu maka kadar oksigen terlarut makin rendah
C. Suhu tidak mempengaruhi kadar oksigen terlarut
D. Suhu memberi pengaruh yang tidak nyata terhadap oksigen
terlarut.
E. Kenaikan suhu menyebabkan kenaikan jumlah oksigen terlarut.
4. Berikut ini yang termasuk ke dalam parameter biologi dalam
kualitas air adalah ...
A. Suhu
B. Kelimpahan plankton
C. pH
D. Daya hantar listrik
E. Oksigen terlarut
5. Berdasarkan keasamannya perairan dengan pH 9,5 dikategorikan
sebagai perairan ...
A. Asam
B. Sedang
C. Basa
D. Netral
E. Sangat asam
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
18 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
6. Air sumur atau air tanah umumnya ber-pH rendah. Agar air
tersebut aman untuk digunakan, sebaiknya diberi perlakuan ...
A. Diberi kaporit
B. Diberi tawas
C. Diberi aerasi kuat
D. Dilakukan filtrasi
E. Air diinapkan terlebih dahulu
7. Sumber utama oksigen di perairan adalah proses ...
A. Difusi
B. Fotosintesis
C. Oksidasi
D. Respirasi
E. Reduksi
8. Berikut adalah tanda yang menunjukkan bahwa ikan kekurangan
oksigen ...
A. Berenang terbalik
B. Ikan aktif bergerak
C. Ikan tidak mau makan
D. Ikan makan terus
E. Sering muncul ke permukaan air
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
19 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
9. Berikut ini manakah yang termasuk kedalam faktor fisika air
adalah…
A. pH dan Dissolved Oxygen (DO)
B. NH3 dan NH4
C. Kecerahan dan suhu
D. NO2 dan NO3
E. CO2 dan H2S
10. Apakah faktor yang berpengaruh terhadap salinitas air
pemeliharaan?
A. Ketinggian tempat lokasi budidaya
B. Posisi geografi
C. Awan
D. Kecerahan perairan
E. Banyaknya sungai yang bermuara ke pantai dan musim (hujan
atau kemarau)
D. Lembar Kunci Jawaban
1. A
2. C
3. B
4. B
5. C
6. A
7. B
8. E
9. C
10. E
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
20 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
BAB III
MEMBERI PAKAN LARVA UDANG AIR PAYAU
A. Lembar Informasi
1. Pendahuluan
Kegiatan pengelolaan pakan merupakan kegiatan yang terkait
dengan kualitas, jumlah, jenis, ukuran, waktu pemberian, frekuensi,
dan cara memberikan pakan. Kebutuhan pakan merupakan
membutuhkan kecermatan dan perhatian yang besar karena
mengambil sebagian besar biaya produksi. Pengelolaan pakan
bertujuan agar pakan diberikan secara optimal, tidak berlebihan dan
tidak kekurangan, dikarenakan pakan sangat menentukan
perkembangan larva.
Modul ini terkait dengan SKKNI Kelautan dan Perikanan pada
Kompetensi Inti Budidaya Air Payau dengan Kode Unit:
a. PDB.AP02.024.01 dengan judul unit: Mengkultur Fitoplankton
Secara Murni
b. PDB.AP02.025.01 dengan judul unit: Mengkultur Zooplankton
Secara Murni
c. PDB.AP02.026.01 dengan judul unit: Mengkultur Fitoplankton
Secara Massal
d. PRK.AP02.027.01 dengan judul unit: Mengkultur Zooplankton
Secara Murni
e. PRK.AP02.028.01 dengan judul unit: Menetaskan Artemia
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
21 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
2. Kualitas Pakan
Kualitas pakan yang baik akan mendukung pertumbuhan larva
yang dipelihara. Pakan memiliki fungsi untuk mendukung
pertumbuhan sel dan mencegah ikan sakit. Pakan yang
berkualitas baik ditentukan oleh kandungan nutrisi terutama kadar
protein yang tinggi. Pada pakan udang, kandungan prrotein
minimal 35% dari total kandungan pakan.
3. Jenis Pakan
Jenis pakan yang diberikan pada larva disesuaikan dengan
kebiasaan makan dan bukaan mulut larva. Jenis pakan yang
diberikan umumnya terdiri dari pakan alami dan buatan. Jenis
pakan alami yang diberikan adalah Artemia sp., Skeletonema
costatum, dan Chaetoceros sp. Sedangkan pakan buatan
merupakan pakan yang diberikan selama proses pemeliharaan
mulai stadia Zoea hingga Post larva yang bertujuan agar tidak
terjadi under feeding atau kekurangan pakan selama
pemeliharaan. Pemberian pakan buatan pada pemeliharaan larva
lebih dominan dibandingkan pakan alami karena dari segi
kandungan gizi, pakan buatan memiliki nilai gizi yang lebih
lengkap yang dibutuhkan larva untuk pertumbuhan.
4. Jumlah Pakan
Jumlah pakan adalah banyaknya pakan yang diberikan pada
larva yang disesuaikan dengan bukaan mulut dan umur larva.
Jumlah pakan yang diberikan juga harus mempertimbangkan
jumlah larva. Jumlah yang diberikan tidak boleh berlebihan atau
kurang karena akan berpengaruh secara langsung pada
pertumbuhan larva. Jumlah pakan yang diberikan juga
berpengaruh terhadap kualitas air. Pemberian pakan yang
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
22 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
berlebih akan membuat pakan tidak termakan sepenuhnya dan
menurunkan kualitas air yang dapat mengakibatkan terjadinya
penyakit. Kekurangan pemberian pakan akan berpengaruh pada
terhambatnya pertumbuhan larva, karena asupan nutrisi
berkurang, walaupun kualitas air tetap baik. Jumlah pemberian
pakan alami pada larva dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pemberian pakan alami
No
STANDAR KEPADATAN LARVA
Stadia Kepadatan alga
(Chaetoceros sp.)
kepadatan artemia
1 N 50.000 sel/ml -
Z1 80.000 sel/ml -
Z2 100.000 sel/ml -
Z3 120.000 sel/ml -
M1 100.000 sel/ml -
M2 80.000 sel/ml -
M3 80.000 sel/ml 5 ind/ekor/pemberian pakan
PL1 50.000 sel/ml 15 ind/ekor/pemberian pakan
PL2 - 15 ind/ekor/pemberian pakan
PL3 - 15 ind/ekor/pemberian pakan
PL4 - 15 ind/ekor/pemberian pakan
PL5 - 25 ind/ekor/pemberian pakan
PL6 - 25 ind/ekor/pemberian pakan
PL7 - 25 ind/ekor/pemberian pakan
PL8 - 25 ind/ekor/pemberian pakan
PL9 - 25 ind/ekor/pemberian pakan
PL10 - 35 ind/ekor/pemberian pakan
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
23 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
PL11 - 35 ind/ekor/pemberian pakan
PL12 - 35 ind/ekor/pemberian pakan
Pakan artemia hidup mulai diberikan pada stadia mysis 3, hal ini
bertujuan untuk melatih larva dalam mengejar dan menangkap
artemia. Artemia yang diberikan harus dalam keadaan hidup tidak
mati, karena jika mati akan mengendap tidak termakan dan cepat
sekali membusuk dan akan merusak kualitas air.Pada stada Zoea
hingga Post larva 12 (PL12), larva udang sudah diberikan pakan
buatan untuk menjaga kebutuhan nutrisi dan ketersediaan pakan
yang kontinyu.
5. Ukuran Pakan
Ukuran pakan adalah panjang atau besarnya pakan yang dapat
dengan mudah masuk ke dalam mulut larva, sehingga bukaan
mulut larva merupakan patoan untuk memilih ukuran pakan. Ukuran
pakan juga bisa diukur menggunakan ukran saringan yang biasa
diistilahkan dengan mesh size. Ukuran saringan harus lebih kecil
dari bukaan mulut larva, sehingga pakan yang tersaring kan mudah
masuk ke dalam mulut larva. Tabel 3 menunjukan ukuran saringan
pakan berdasarkan stadia larva.
Tabel 3. Ukuran saringan pakan berdasarkan stadia larva
Stadia Ukuran saringan (mesh size)
Zoea 1-2 200 mikron
Zoea 3- mysis 3 < 100 mikron
Mysis 4- PL 4 100 – 150 mikron
PL 4- PL 10 56 mikron
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
24 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
6. Frekuensi dan Waktu Pemberian Pakan
Waktu dan ferkuensi pemberian pakan merupakan jadwal yang
ditetapkan dalam memberikan pakan pada larva setiap harinya.
Pemberian pakan biasanya dilakukan sebanyak 10 kali dalam
sehari, yaitu pada pukul 01.00, 04.00, 07.00, 09.00, 11.00, 13.00,
15.00, 16.00, 19.00, dan 23.00. Frekuensi yang dilakukan dengan
cukup sering pada larva fase zoea dimaksudkan agar tidak terjadi
kanibalisme.
7. Mengkultur Fitoplankton dan Zooplankton Secara Murni
Unit kompetensi ini berlaku untuk melakukan kultur pakan alami
air payau jenis fitoplankton yang dilakukan di bak kultur (baik bak
semen atau bak fiber), yang terdiri dari: menyiapkan peralatan,
wadah dan media kultur pakan alami, melakukan pemupukan
terhadap media, menginokulasi bibit, melakukan sampling pakan
alami, melakukan pemanenan dan membuat laporan hasil kultur
pakan alami.
Kultur skala laboratorium atau kultur murni adalah suatu usaha
untuk mempertahankan kemurnian dan mutu yang merupakan
sumber bibit dalam kultur semi massal/massal. Dengan
tersedianya stok murni secara terus menerus, jika terjadi kendala
dalam kultur massal, maka kegiatan kultur pakan alami tidak akan
terputus. Dalam kultur murni ada beberapa kegiatan yang umum
dilakukan antara lain:
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
25 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
a. Menyiapkan peralatan
Peralatan kultur yang perlu disiapkan berupa gelas (cawan
petri, tabung reaksi, erlenmeyer) dicuci bersih dengan air tawar,
kemudian dikeringkan dan disterilisasi dengan menggunakan
autoclave, oven, dan alohol 70% kemudian dikeringkan.
Peralatan lain yang berupa perangkat aerasi disterilisasi
dengan perebusan sampai mendidih ( suhu 100-150 oC) sekitar
15 menit. Ruangan dan tempat kultur juga disucihamakan
dengan antiseptik.
b. Menyiapkan media kultur
Sterilisasi air media kultur dapat dilakukan dengan cara
perebusan dan penyinaran dengan sinar ultra violet. Metode
perebusan adalah dengan merebus air laut sampai mendidih,
sebelumnya salinitas diturunkan menjadi 25 ‰ dengan
menambahkan air tawar. Penyaringan air juga harus dilakukan
dengan saringan pasir dan filter bag (kantong saring), kemudian
air dimasukkan ke dalam ember steril dan ditutup untuk
mencegah tumbuhnya lumut dan masuknya kotoran. Untuk
metode sinar ultra violet adalah dengan mengalirkan air
melewati sinar UV dengan panjang gelombang 2000-3000 Å
yang telah dilengkapi dengan catridge filter berukuran 50 µm,
10 µm, 5 µm dan 2 µm dan hasilnya ditampung dalam ember
steril.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
26 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
c. Melakukan pemupukan
Pupuk yang digunakan pada skala laboratorium ini terbuat
dari bahan kimia PA (pro analis) dengan dosis pemakaian 1 ml
pupuk untuk 1 liter volume kultur. Jenis dan formula pupuk
adalah yang sudah distandarkan dan umum digunakan adalah
pupuk Conwy (Walne’s medium) dan Guillard & Rhyter
Modifikasi F. Untuk memudahkan pemakaiannya, terlebih
dahulu dibuat stok pupuk cair (Tabel 4 dan 5). Pupuk Conwy
digunakan untuk fitoplankton jenis Chlorophycea atau
fitoplankton yang berwarna hijau, sedangkan Guillard
digunakan untuk fitoplankton dari jenis diatom atau fitoplankton
yang berwarna kecoklatan, karena dalam pupuk Guillard
terdapat silikat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan diatom.
Tabel 4. Formula pupuk kultur skala laboratorium
No Bahan kimia Nama pupuk
Conwy/Walne Guillard
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
EDTA
NaH2PO4.2H2O
FeCl3.6H2O
H3BO3
MNCl2
NaNO3
Na2SiO3.9H2O
Trace Metal Solution*
Vitamin*
Aquades sampai
45 gram
20 gram
1,5 gram
33,6 gram
0,36 gram
100 gram
-
1 ml
1 ml
1000 ml
10 gram
10 gram
2,9 gram
-
3,6 gram
100 gram
5 gram/30 ml
1 ml
1 ml
1000 ml
*: Komposisi dapat dilhat pada Tabel 6.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
27 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Tabel 5. Komposisi trace metal solution dan vitamin
No Bahan Kimia Nama pupuk
Conwy/Walne Guillard
A
B
Trace Metal:
1. ZnCl2
2. CuSO4.5H2O
3. ZnSO4.7H2O
4. CoCl2.6H2O
5. (NH4)6.Mo7O24.4H2O
6. Aquabides sampai
Vitamin:
1. B1
2. B12
3. H (biotin)
4. Aquadest
2,10 gram
2,00 gram
-
2,00 gram
0,9 gram
100 m
200 mg
10 mg
-
200 ml
-
1,96 gram
4,40 gram
2,00 gram
1,26 gram
100 ml
0,2 gram
10 gram
10 ml
1 lt
d. Menginokulasi bibit
Menginokulasi bibit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1) Menggunakan media agar
Kultur pada media agar dimaksudkan untuk
mempertahankan fitoplankton tetap murni dan berkualitas
baik, tahap awal kultur dimulai dengan kultur pada media
agar. Kultur di media agar juga berfungsi dalam kemudahan
transportasi dan penyimpanan. Cara kultur pada media
agar pertama-tama dengan melarutkan bacto-agar
sebanyak 1,5 gram dalam 100 ml air laut kemudian
dipanaskan sampai mendidih hingga larutan menjadi jernih.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
28 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Selama pemanasan, larutan selalu diaduk agar tidak
menggumpal. Setelah mendidih, larutan bacto agar
diangkat, dan setelah agak dingin ditambahkan pupuk
sesuai jenis fitoplankton yang akan ditanam. Selanjutnya
larutan dituangkan ke dalam cawan petri yang sudah steril
dengan ketebalan 3-5 mm atau ke dalam tabung reaksi
steril dengan posisi miring. Setelah media agar membeku,
siap digunakan untuk menanam inokulum (bibit
fitoplankton) dengan metode gores, metode tetes atau
metode tuang. Penanaman pada meda agar dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3. Kultur pakan alam pada media agar
Metode gores menggunakan jarum ose yang sebelumnya
telah dibakar menggunakan lampu bunsen agar steril. Bibit
fitoplankton digoreskan pada permukaan media agar
dengan menggunakan jarum ose. Metode tetes
menggunakan pipet tetes steril untuk mengambil dan
meneteskan bibit fitoplankton pada permukaan media agar,
dengan meneteskan setetes demi setetes secara terpisah.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
29 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Sedangkan pada metode tuang, bibit fitoplankton dituang
dan diratakan pada permukaan media agar dengan
gerakan memutar. Kegiatan tersebut dilakukan dalam
ruangan yang steril (laminar).
Untuk mencegah kontaminasi dengan mikroorganisme lain,
cawan petri yang telah ditanami bibit fitoplankton disegel
atau ditutup dengan selotip, kemudian diletakkan di rak
kultur yang disinari dengan lampu neon TL. Cawan petri
diletakkan dalam keadaan terbalik untuk mencegah
terjadinya penetesan embun dari bagian tutup ke media
agar, hal tersebut akan mengganggu pertumbuhan
fitoplankton.Koloni dapat tumbuh setelah 4-7 hari
penanaman.
2) Menggunakan media cair
Kultur media cari merupakan tahap selanjutnya setelah dari
media agar. Koloni yang telah tumbuh dan berkembang di
media agar dapat dipindahkan dengan menggunakan jarum
ose ke dalam tabung reaksi yang berisi air laut steril dan
telah diberi pupuk. Sebaiknya digunakan satu jarum ose
untuk satu jenis fitoplankton untuk menghindari
kontaminasi. Tabung-tabung reaksi yang telah berisi bibit
fitoplankton ditempatkan dalam rak tabung reaksi dan
diletakkan pada rak kultur yang dilengkapi dengan lampu
neon TL sebagai sumber cahaya.
Selama masa kultur, tabung reaksi dikocok sesering
mungkin dengan tujuan untuk menghindari terjadinya
pengendapan dan untuk difusi udara. Bibit fitoplankton
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
30 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
dalam tabung reaksi akan meningkat kepadatannya,
setelah itu dapat dipindahkan sebagian ke wadah yang
lebih besar volumenya (100-300 ml), sedangkan sebagian
lagi dipindahkan ke tabung reaksi lain untuk
mempertahankan kemurniannya (sebagai stok).
Fitoplankton yang dikultur bisa diaerasi atau tanpa aerasi.
Apabila menginginkan pertumbuhan yang cepat, maka
sebaiknya diaerasi dan apabila tujuannya untuk stok tidak
perlu diaerasi, namun cukup dikocok sewaktu-waktu.
Setelah kepadatannya cukup (sekitar 1 minggu) dapat
dipindahkan ke volume yang lebih besar (500-1000 ml).
Demikian seterusnya kultur dilakukan secara bertahap dari
volume kecil ke volume yang lebih besar (sampai dengan 5
liter) dengan waktu kultur masing-masing 4-7 hari. Kultur
pakan alami pada media cair dapat dilihat pada Gambar 4.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
31 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Gambar 4. Kultur pakan alami pada media cair
Penyaringan dilakukan untuk memisahkan kotoran atau
fitoplankton yang mati/menggumpal dengan
menggunakan kertas saring atau kertas tissu. Kegiatan
tersebut berlangsung terus menerus dan
berkesinambungan dari media agar ke media cair dan
dari volume kecil ke volume lebih besar secara bertahap.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
32 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
e. Sampling dan panen
Sampling atau penghitungan dfitoplankton ditujukan untuk
mengetahui pertumbuhan fitoplankton yang ditandai dengan
adanya pertambahan kepadatan fitoplankton yang dikultur.
Untuk menghitung kepadatan umumnya menggunakan alat
hitung haemocytometer dengan bantuan mikroskop. Kepadatan
fitoplankton dihitung sejak dari awal kultur sampai akhir kultur
setiap 24 jam. Dengan menghitung kepadatannya dapat
diketahui masa puncak fitoplankton yang diultur. Waktu panen
fitoplankton sebaiknya dilakukan pada saat menuju puncak
kepadatan dan jangan melewati masa puncak.
8. Mengkultur Fitoplankton dan Zooplankton Secara Massal
Unit kompetensi ini berlaku untuk melakukan kultur pakan
alami fitoplankton yang dilakukan di bak kultur (baik bak semen
atau bak fiber), yang terdiri dari: menyiapkan peralatan, wadah
dan media kultur pakan alami, melakukan pemupukan, menanam
bibit, melakukan sampling pakan alami, memanen pakan alami,
melakukan pemupukan susulan dan membuat laporan hasil kultur
pakan alami. Kultur pakan alami ini hanya berlaku pada kegiatan
pembenihan ikan dan udang.
a. Pendahuluan
Dalam mata rantai kegiatan kultur fitoplankton dan
zoopankton, kultur massal merupakan rantai terakhir sebelum
dilakukan pemanenan untuk dipergunakan pada kepentingan
lain. Beberapa jenis fitoplankton dan zooplankton yang
bermanfaat di dalam menunjang kegiatan pembenihan ikan
terutama ikan laut telah berhasil dikembangkan hingga skala
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
33 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
massal. Keberhasilan dalam kultur massal fitoplankton dan
zooplankton, merupakan salah satu kunci yang menentukan
keberhasilan usaha pembenihan. hal ini dikarenakan dalam
pemeliharaan organisme laut, terutama pada stadia awal
masih tergantung pada pakan hidup yang berupa zooplankton.
Bahkan ada beberapa jenis organisme laut sepanjang siklus
hidupnya sangat bergantung pada fitoplankton, sebagai pakan
seperti dari keluarga kekerangan dan teripang.
b. Persiapan alat dan bahan
Sebelum melakukan kultur, terlebih dahulu dilakukan
persiapan wadah dan peralatan yaitu dengan melakukan
pencucian dan sterilisasi dengan menggunakan kaporit 10
ppm. Sterilisasi air laut sebagai media kultur dilakukan di bak
tandon dengan kaporit 15-20 ppm dan kemudian dilakukan
pengadukan/pengudaraan selama 2-3 hari untuk menetralkan
kaporit. Selanjutnya air laut tersebut diendapkan dengan
menghentikan pengudaraannya. Chlorin tes dapat digunakan
untuk mengetahui apakah air laut sudah bebas dari kaporit.
Saat pengadukan harus terkena cahaya matahari dan kontak
dengan udara terbuka, untuk mempercepat air menjadi netral.
Untuk menghilangkan kaporit tidak dianjurkan menggunakan
penetral seperti Natrium Thiosufat, karena dapat meracuni
larva ikan.
Sterilisasi air mutlak diperlukan walaupun air terlihat
bersih dan jernih. Karena disamping untuk menghilangkan
organisme pathogen juga untuk menghindarkan terjadinya
kontaminasi fitoplankton dan zooplankton yang tidak
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
34 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
diinginkan yang terdapat diperairan tersebut. Dengan adanya
kontaminan dapat menyebabkan kegagalan dalam kultur.
c. Pemupukan
Untuk skala massal, digunakan pupuk dari bahan kimia
murni (PA: Pro Analis) dan atau pupuk teknis. Ada banyak
jenis formula pupuk yang dapat digunakan, beberapa contoh
nama formula yang sudah baku seperti: Conwy, Gillard’s,
EDTA, dan TMRL. Pemupukkan dapat dilakukan di awal kultur
atau bersamaan dengan masuknya bibit, dengan dosis 1 ml/lt
media air kultur. Komposisi pupuk teknis skala semi massal
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Formula Pupuk Fitoplankton Skala Semi Massal
No Bahan kimia Nama Formula
Conwy Guillard TMRL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
NaNO3/KNO3
Na2 EDTA
FeCl3
MnCl
H2 BO3
Na2 HPO4
Na2SiO3
Trace Metal*
Vitamin*
Aquadest
Urea
ZA
100/116 gr
45 gr
1,3 gr
0,36
33,6 gr
20 gr
-
1 ml
1 ml
1 lt
-
-
84,2 gr
10 gr
2,9 gr
0,36 gr
-
10 gr
50 gr/(38,5 ml)
1 ml
1 ml
1 lt
-
-
100 gr
-
3,0 gr
-
-
10 gr
1 gr/(0,7 ml)
-
-
1 lt
-
-
* Komposisi Trace metal dan vitamin dapat dilihat pada Tabel 6.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
35 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Bahan kimia trace metal masih menggunakan bahan kimia
murni (PA), karena belum ada bahan teknisnya, dan
kebutuhannya sangat sedikit. Untuk kultur dengan volume
lebih dari 10 m3tidak mutlak ditambahkan, tergantung kondisi
perairan. Trace metal adalah logam berat yang digolongkan
sebagai mikronutrien, yang mutlak diperlukan dalam kadar
yang rendah, bila berlebih justru akan mematikan fitoplankton.
Pada kultur skala massal (volume 10-100 m3), jenis pupuk
yang digunakan adalah pupuk pertanian seperti Urea, ZA,
NPK dan KNO3 sebagai sumber nitrogen, dan TSP, SP3, NPK
sebagai sumber phospat. Hasil sampingan dari proses
pembuatan gula (molase) atau bumbu masak (orgami) dapat
dijadikan sebagai sumber mikronutrien. Dosis yang digunakan
dalam kultur skala massal adalah kelas Diatomae perlu
ditambahkan unsur silikat sekitar 5-20 ppm, tergantung
jenisnya.
Formula pupuk tidak selalu sama dari waktu ke waktu dan
masing-masing lokasi kemungkinan juga berbeda
komposisinya. Keadaan ini disebabkan setiap perairan secara
kimiawi mungkin berbeda dan dapat berubah setiap saat. Oleh
karena itu, jika terjadi kegagalan dalamkultur salah satu yang
perlu diperhatikan adalah formulasi pupuk yang digunakan.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
36 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
d. Penanaman Bibit
Kegiatan penanaman dimulai dengan kultur skala massal,
dilakukan di ruang semi out door tanpa dinding, beratap
transparan, untuk memanfaatkan cahaya matahari. Kekuatan
cahaya sinar matahari mutlak diperhatikan, berkaitan dengan
jenis bahan wadah dan volume kultur. Kultur dengan wadah
akuarium/fiberglass transparan pada volume sekitar 100 liter,
kekuatan cahaya yang dibutuhkan jauh lebih kecil daripada
bila memakai bak beton atau fiberglass dengan volume lebih
besar dan tidak transparan. Cahaya yang terlalu kuat dapat
menghambat pertumbuhan, karena menyebabkan suhu tinggi,
sehingga kultur cenderung kurang berhasil.
Bibit untuk kultur semi massal didapat dari hasil kultur murni
skala laboratorium. Bibit sebelum dikultur perlu dilakukan
adaptasi lingkungan, minimal satu hari. Untuk volume 100 liter
diperlukan bibit 5-10% dari volume total. Di awal kultur
diperlukan salinitas 28-30‰, suhu air laut di bawah 31oC dan
pH 7,9-8,3 dengan intensitas cahaya pada kisaran 10.000-
50.000 lux. Kekuatan cahaya yang tinggi akan berpengaruh
negatif terhadap pertumbuhan.
Untuk mendapatkan kepadatan yang optimal diperlukan kultur
antara 3-5 hari, tergantung jenis fitoplanktonnya, kepadatan
awal tebar dan kondisi lingkungan (musim). dari volume kultur
100 liter selanjutnya digunakan sebagai bibit untuk kultur
volume 1000 liter (1m3). Pupuk yang dipakai dari bahan kimia
teknis, atau dapat juga menngunakan kombinasi bahan teknis
dengan pupuk pertanian.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
37 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Kultur selanjutnya, pada volume yang lebih besar yaitu 10-100
m3 yang dikenal dengan kultur skala massal. Jenis yang
biasanya dikultur dalam volume besar untuk kegiatan
pembenihan ikan laut adalah Nannochloropsis sp., Dunaliella
sp. dan Tetraselmis sp. sebagai pakan Brachionus sp. dan
untuk media pemeliharaan larva. Pemupukan dilakukan
bersamaan dengan masuknya bibit fitoplankton dari hasil
kultur skala semi massal, sekitar 10-20% tergantung
kepadatannya.
e. Melakukan sampling
Waktu kultur untuk mencapai kepadatan optimal dan
aman digunakan sebagai pakan larva Brachionus sp. serta
sebagai media di bak pemeliharaan larva ikan umumnya
berkisar antara 4-6 hari. Faktor lingkungan alam sangat
dominan peranannya, seperti cahaya matahari dan musim.
Salah satu kriteria fitoplankton dengan kualitas baik sebagai
pakan hidup yaitu, memiliki pola tumbuh yang normal. Untuk
itu perlu dilakukan pengamatan pertumbuhan dengan melihat
perubahan warna secara visual dan mengukur kecerahannya
dengan alat sechi disk. Bila memungkinkan, akan lebih baik
dilakukan pengamatan dan penghitungan di bawah mikroskop
dengan bantuan alat hitunh yaitu Haemocytometer.
Pengamatan dengan mikroskop memberi beberapa
keuntungan antara lain, dapat mengetahui penambahan
jumlah sel setiap harinya, mengamati bentuk sel dan
kemungkinan adanya kontaminan mikroorganisme lainnya.
Pengawasan yang disiplin memberi hasil yang lebih baik,
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
38 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
dengan demikian kemurnian kultur massal dapat
dipertahankan lebih lama dan berkualitas.
f. Pemanenan
Pada umumnya pemanenan hasil kultur fitoplankton
adalah dengan cara langsung bersama air media kultur.
Ukuran fitoplankton yang mkroskopis (2- <20 µm), sulit untuk
dilakukan penyaringan, misalnya Nannochloropsis sp.,
Tetraselmis sp., Isochrysis sp., Pavlova sp., dan lain-lain.
Fitoplankton yang mampu disaring adalah Skeletonema sp.
dan Spirulina sp., selnya berbentuk benang dengan ukuran di
atas 20 µm.
Teknik pemanenan ada dua cara, yaitu panen total dan panen
parsial/harian. Panen total adalah kultur hanya satu siklus dan
dipanen seluruhnya. kelebihan cara ini adalah kultur pakan
alami secara murni, tetapi memiliki kelemahan antar lain
sering mengalami kegagalan pada tahap kultur awal karena
fitoplankton butuh adaptasi lingkungan. Sistem panen harian
adalah memanen fitoplankton sekitar 50-75% dari volume
total, kemudian diisi air laut sampai volume semula dan
dilakukan pemupukkan kembali. Kultur dengan cara ini dapat
dilakukan berulang-ulang hingga maksimal 8 siklus atau
dalam 2 bulan masa kultur. Sistem partial ini lebih baik, karena
fitoplankton lebih stabil, namun memiliki kelemahan yaitu
kemungkinan terjadinya kontaminasi bila pelaksanaan tidak
hati-hati dan tidak menjaga kesterilan media, wadah dan
peralatan lainnya.
Fitoplankton skala massal umumnya dapat digunakan
langsung sebagai pakan larva ikan atau secara tidak langsung
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
39 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
yaitu diberikan terlebih dahulu dalam kultur zooplankton yang
merupakan pakan larva ikan. Fitoplankton yang digunakan
langsung sebagai pakan larva ikan adalah Skeletonema sp.
dan Chaetoceros sp. yaitu untuk pakan larva udang. Di
samping sebagai pakan larva udang, Chaetoceros sp. juga
dapat digunakan sebagai pakan kopepoda yang merupakan
pakan awal kuda laut. Sedangkan Isochrysis sp., Pavlova sp.,
Navicula sp., dan Nitzschia sp. dapat digunakan sebagai
pakan larva teripang dan kekerangan. Nannochloropsis,
Tetraselmis dan Dunaliella merupakan pakan dalam kultur
Brachionus sp., Diaphanosoma dan Acartia. Fungsi lain
fitoplankton hijau adalah sebagai media pemeliharaan larva
ikan yang berguna bagi larva sebagai pelindung dari intensitas
cahaya yang kuat dan menetralisir gas beracun yang terdapat
dalam media pemeliharaan.
Pemanenan fitoplankton dilakukan dengan cara memindahkan
langsung fitoplankton bersama air media kultur ke bak
pemeliharaan zooplankton. Demikian juga halnya, bila akan
digunakan di bak pemeliharaan larva, namun terlebih dahulu
ditampung dalam wadah khusus, diletakkan lebih tinggi dari
bak larva, dan dialirkan secara gravitasi, perlahan sesuai
kebutuhan. Keuntungan teknik tersebut adalah jumlah
pemberian lebih tepat dan tidak mengganggu larva karena
pemasukan secara perlahan-lahan, jika dibandingkan
penggunaan pompa.
Pemanenan pakan alami jenis bentik mikroalga dapat
dilakukan dengan dua cara, pertama memindahkan substrat
yang telah ditumbuhi bentik mikroalga ke bak pemeliharaan
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
40 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
benih teripang atau kekerangan. Cara kedua pemanenan
langsung yaitu mikroalga yang menempel di kerok atau
digosok dan ditampung dalam wadah tersendiri, selanjutnya
dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan, terutama untuk larva
teripang. Pemeliharaan kekerangan dan teripang tidak
memerlukan fitoplankton dalam jumlah besar, sehingga kultur
cukup dilakukan dalam ukuran semi massal (100-1000 lt).
Fitoplankton yang biasa digunakan sebagai pakan hidup
antara lain: Pavlova sp., Isochrysis sp., Chaetoceros sp.,
Phaeodactylum sp., Navicula sp., dan Nitzschia sp.
Pemanenan dengan cara panen langsung disesuaikan
dengan kebutuhan, karena apabila berlebihan dan
penyimpanan tidak di lemari pendingin, maka mikroalga
tersebut akan membusuk.
9. Menetaskan Kista Artemia
Unit kompetensi ini berlaku untuk melakukan kultur pakan
alami artemia yang dilakukan di bak fiber berbentuk bulat atau
kerucut, yang terdiri dari: menyiapkan peralatan, media kultur dan
kista artemia, melakukan dekapsulasi artemia, mengontrol proses
penetasan, mengontrol kualitas dan kuantitas air media
pemeliharaan, memanen artemia dan membuat laporan hasil
kultur artemia.
Makanan alami lain yang diperlukan oleh larva pada stadium
mysis dan Post Larva (PL) adalah Artemia salina. Artemia yang
dijual di pasaran umumnya berupa cyste atau telur, sehingga
untuk mendapatkan naupli artemia yang siap diberikan pada larva
sebagai makanan, cyste atau telur perlu didekapsulasi lebih
dahulu kemudian baru ditetaskan atau dikultur.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
41 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
a. Menyiapkan Peralatan penetasan
Ada beberapa sarana yang diperlukan untuk proses
dekapsulasi, salah satu yang paling penting adalah bak atau
tempat penetasan artemia. Bak penetasan artemia bisa
terbuat dari fiberglass, plastik atau dari bahan lainnya. Bak
penetasan yang paling mudah dibuat dan murah harganya
adalah ember plastik dengan kombinasi corong plastik pada
bagian bawahnya.
Bentuk spesifik yang harus dipenuhi oleh bak penetasan ini
adalah kerucut. Dengan bentuk kerucut, maka hanya dengan
menggunakan satu batu aerasi yang diletakkan pada bagian
tengah dasar bak sudah bisa mengaduk seluruh volume air
dalam bak secara merata. Dengan demikian semua cyste
atau telur artemia bisa menetas dengan baik, karena tidak
ada yang melekat atau mengendap di dasar bak.
Cara membuat bak penetasan artemia sangat mudah, hanya
diperlukan satu ember plastik volume 20 liter dan sebuah
corong plastik besar yang lebar bukaan mulutnya sama
dengan lebar bagian bawah yang digunakan. Pembuatannya
dengan cara memotong bagian bawah ember kurang lebih 5
cm dari dasar ember, kemudian menyambungnya dengan
corong plastik.
Bak penetasan dengan volume 20-25 liter ini sudah bisa
untuk menetaskan artemia sebanyak 150-200 gram dan
sudah cukup untuk memberi makan larva yang dipelihara
selama 3-4 hari. Selain dari bahan plastik, bak penetasan
artemia juga bisa dibuat dari bahan fiberglass, namun
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
42 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
harganya mahal sehingga kurang sesuai untuk pembenihan
udang skala rumah tangga.
b. menyiapkan Media Kultur
Ada enam langkah yang harus diikuti untuk
memperhitungkan jumlah Artemia yang ditambahkan ke
dalam bak pemeliharaan, yaitu:
1) Jumlah Artemia yang dibutuhkan =A
2) Kepadatan Artemia/ml yang ada dalam bak pemeliharaan
larva = B
3) A-B = C
4) C x Volume bak pemeliharaan larva dalam ml = D
5) Jumlah Artemia/liter dalam wadah penetasan = E
6) 𝐷
𝐸𝑥 1000= ml Artemia yang harus ditambahkan pada bak
pemeliharaan larva.
Saat ini sudah ada alat yang sederhana, cepat dan teliti
untuk menghitung larva udang dan naupli Artemia di pasaran.
c. Melakukan Dekapsulasi Artemia
Dekapsulasi adalah penanganan Cyste Artemia untuk
meningkatkan kemampuan menetas dengan cara
menghilangkan cangkang luar yang tebal sebelum menetas.
Dekapsulasi dan penetasan dimulai 24 jam sebelum waktu
(saat) naupli depergunakan sebagai makanan larva. Proses
dekapsulasi memerlukan waktu sekitar 30 menit dan cyst
dapat mencapai kemampuan menetas 90-100% dalam waktu
24 jam. Cyst Artemia yang tidak menetas dibuang. Wadah
penetasan Artemia biasanya berbentuk kerucut. Naupli
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
43 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Artemia yang menetas akan tenggelam bila aerasi dimatikan,
cyst Artemia yang tidak menetas mengapung sehingga naupli
Artemia dapat dengan mudah dipisahkan. A\Setiap gram cyst
Artema yang didekapsulasi dapat menghasilkan sekitar
200.000 naupli Artemia.
Bahan-bahan larutan dekapsulasi:
1. 71,0 ml larutan hipoklorite
2. 2,25 gr NaCl
3. 137,0 ml air laut (yang sudah disterilkan)
4. 0,1 NHCl
Metode dekapsulasi untuk 15 gram kista Artemia adalah
sebagai berikut:
1. Timbang kista Artemia secara hati-hati. Kista Artemia
dihidrasi dengan cara direndam dengan air tawar yang
telah dberi garam dapur (NaCl) dengan salinitas maksmal
35 permil pada botol ukuran 1 liter atau 2 liter yang diberi
aerasi selama 2 jam.
2. Tuangkan kista Artemia yang telah dihidrasi ke dalam
saringan 120 µ. Kista Artemia dicuci dengan air tawar
(selama 1 menit) dan dikeluarkan melalui pipa saluran di
dasar wadahnya.
3. Buat larutkan hipoklorit bisa berupa natrium hipoklorit/klorin
(NaOCl) dengan dosis 10 cc untuk satu gram kista atau
berupa kalsium hipoklorit/kaporit (Ca(Ocl)2 dengan dosis
0,67 gram untuk satu gram kista.
4. Kista yang sudah disaring dimasukkan ke dalam larutan
hipoklorit, diaduk serta diberi aerasi kuat. Suhu
dipertahankan di bawah 40 oC.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
44 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
5. Proses ini dinamakan dekapsulasi yang memakan waktu
5-15 menit ditandai dengan adanya perubaan warna kista
dari coklat gelap menjadi abu-abu lalu orange. Kista
Artemia sudah selesai terdekapsulasi ketika sudah tidak
ada lagi perubahan warna.
6. Kista Artemia (di atas yang tenggelam) disaring dengan
saringan 120 µ kemudian dicelupkan ke dalam larutan 0,1
NHCl selama 30 detik.
7. Selanjutnya kista dicuci dengan air laut sebanyak 6 kali
hingga bau klorin hilang. Pekerjaan ini harus dilakukan
karena sangat penting. Kista ini telah tak bercangkang
namun masih diselimuti oleh selaput embrio sehingga
masih perlu untuk ditetaskan.
8. Kista Artemia sekarang dimasukkan dalam wadah
penetasan berbentuk kerucut yang diisi dengan 8 liter air
laut.
9. Beri aerasi dengan kecepatan 10-20 liter hawa/menit.
Suhu dipertahankan antara 25-30 oC dengan pH 8-9.
10. Media penetasan diberi cahaya dari lampu TL dengan
intensitas minimum 1.000 lux dengan jarak lampu ke
wadah 20 cm. Penetasan akan berlangsung selama 24-
48 jam.
11. Setelah menetas kista Artemia siap dipanen.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
45 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
B. Lembar Praktek Unjuk Kerja
1. Judul : Mendekapsulasi Artemia
2. Alat :
- Timbangan;
- Wadah penetasan artemia;
- Saringan 120 µ;
- Aerasi;
- Becker glass;
- Botol ukuran 1-2 liter
3. Bahan :
- 71,0 ml larutan hypochlorite;
- 2,25 gr NaCl;
- 137,0 ml air laut (yang sudah disterilkan);
- 0,1 NHCl;
- Kista Artemia;
- Air laut;
- Air tawar
4. Petunjuk : Gunakan pakaian kerja (wear pack), harap berhati-hati
dalam menggunakan alat dan kembalikan sesuai
kondisi semula.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
46 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
5. Langkah Kerja :
a. Timbang kista Artemia secara hati-hati. Kista Artemia dihidrasi
dengan cara direndam dengan air tawar yang telah dberi garam
dapur (NaCl) dengan salinitas maksmal 35 permil pada botol
ukuran 1 liter atau 2 liter yang diberi aerasi selama 2 jam;
b. Tuangkan kista Artemia yang telah dihidrasi ke dalam saringan
120 µ. Kista Artemia dicuci dengan air tawar (selama 1 menit)
dan dikeluarkan melalui pipa saluran di dasar wadahnya;
c. Buat larutkan hipoklorit bisa berupa natrium hipoklorit/klorin
(NaOCl) dengan dosis 10 cc untuk satu gram kista atau berupa
kalsium hipoklorit/kaporit (Ca(Ocl)2 dengan dosis 0,67 gram
untuk satu gram kista;
d. Kista yang sudah disaring dimasukkan ke dalam larutan
hipoklorit, diaduk serta diberi aerasi kuat. Suhu dipertahankan di
bawah 40 Oc;
e. Proses ini dinamakan dekapsulasi yang memakan waktu 5-15
menit ditandai dengan adanya perubaan warna kista dari coklat
gelap menjadi abu-abu lalu orange. Kista Artemia sudah selesai
terdekapsulasi ketika sudah tidak ada lagi perubahan warna;
f. Kista Artemia (di atas yang tenggelam) disaring dengan
saringan 120 µ kemudian dicelupkan ke dalam larutan 0,1 NHCl
selama 30 detik;
g. Selanjutnya kista dicuci dengan air laut sebanyak 6 kali hingga
bau klorin hilang. Pekerjaan ini harus dilakukan karena sangat
penting. Kista ini telah tak bercangkang namun masih diselimuti
oleh selaput embrio sehingga masih perlu untuk ditetaskan;
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
47 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
h. Kista Artemia sekarang dimasukkan dalam wadah penetasan
berbentuk kerucut yang diisi dengan 8 liter air laut;
i. Beri aerasi dengan kecepatan 10-20 liter hawa/menit. Suhu
dipertahankan antara 25-30 oC dengan pH 8-9;
j. Media penetasan diberi cahaya dari lampu TL dengan intensitas
minimum 1.000 lux dengan jarak lampu ke wadah 20 cm.
Penetasan akan berlangsung selama 24-48 jam;
k. Setelah menetas kista Artemia siap dipanen.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
48 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
C. Penilaian/Evaluasi
1. Makanan yang tumbuh sendiri dari tempat pemeliharaan
ikan ...
A. Pakan Alami
B. Pakan buatan
C. Pakan suppelmen
D. Pakan Tambahan
E. Pakan utama
2. Jenis pakan alami dapat berupa …
A. Nabati
B. Hewani
C. Nabati dan hewani
D. Nekton
E. Bentos
3. Organisme yang berukuran renik mengikuti arah arus dan
dapat melakukan proes fotosintesa mempunyai klorofil ...
A. Fitoplankton
B. Bentos
C. Nekton
D. Zooplanton
E. Plankton
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
49 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
4. Kultur plankton yang di lakukan di ruang tertutup dengan
bertujuan mendapatkan spesies murni (Mono Spesis) adalah
...
A. Kultur massal
B. Kultur semi masal
C. Kultur out door
D. Kultur murni
E. Kultur Indoor
5. Untuk menyakinkan alat yang akan di gunakan sudah
disterilisasi di keringkan kembali dengan suhu 100 oC selama
10 - 15 menit dengan menggunakan alat …
A. AC
B. Kulkas
C. Autoclave
D. Panci
E. Oven
6. Pada kultur skala massal (volume 10-100 m3), jenis pupuk yang
digunakan sebagai sumber nitrogen dan phospat adalah pupuk
pertanian adalah ...
A. TSP
B. KNO3
C. ZA
D. SP3
E. NPK
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
50 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
7. Salah satu cara untuk menetaskan kista Artemia dengan
menggunakan metode ...
A. Penggaraman
B. Perendaman
C. Dekonsentrasi
D. Dekapsulasi
E. Dekomposisi
8. Bentuk spesifik yang harus dipenuhi oleh bak penetasan ini
adalah kerucut. Berikut keuntungan bak penetasan berbentuk
kerucut, kecuali ...
A. Dengan menggunakan satu batu aerasi yang diletakkan
pada bagian tengah dasar bak sudah bisa mengaduk seluruh
volume air dalam bak.
B. Semua cyste atau telur artemia bisa menetas dengan baik,
karena tidak ada yang melekat atau mengendap di dasar
bak.
C. Kemudahan dalam membeli dan membuat peralatan
penetasan.
D. Kemudahan dalam memanen Artemia karena yang memiliki
keran pengeluaran dibagian bawah.
E. Memudahkan dalam memisahkan kista Artemia yang
menetas dan tidak menetas.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
51 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
9. Kista Artemia yang telah terdekapsulasi akan berubah warna
menjadi ...
A. Coklat gelap
B. Abu-abu
C. Orange
D. Coklat susu
E. Kuning terang
10. Cahaya yang terlalu kuat dapat menghambat pertumbuhan
fitoplankton, karena menyebabkan ..., sehingga kultur cenderung
kurang berhasil.
A. Suhu rendah
B. Suhu tinggi
C. Salinitas tinggi
D. Salinitas rendah
E. Blooming plankton
D. Lembar Kunci Jawaban
1. A
2. C
3. A
4. D
5. C
6. E
7. D
8. C
9. C
10. B
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
52 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
BAB IV
MENGENDALIKAN KESEHATAN IKAN/LARVA UDANG
A. Lembar Informasi
1. Melakukan Pengendalian Hama Ikan
Dalam budidaya ikan, serangan hama penyakit adalah
masalah dan aspek yang sangat penting, artinya penanggulangan
penyakit dan hama juga harus menjadi pengetahuan yang penting
bagi petani ikan dan siapa saja yang hendak membudidayakan
ikan. Sebab penyerangan penyakit maupun gangguan hama
dapat mengakibatkan kerugian ekonomis.
Serangan penyakit dan gangguan hama dapat menyebabkan
pertumbuhan ikan menjadi lambat (kekerdilan), padat tebar sangat
rendah, konversi pakan sangat tinggi, periode pemeliharaan lebih
lama, yang berarti meningkatnya biaya produksi. Dan pada tahap
tertentu, serangan penyakit dan gangguan hama tidak hanya
menyebabkan menurunnya hasil panen (produksi), tetapi pada
tahap yang lebih jauh dapat menyebabkan kegagalan panen.
Modul ini terkait dengan SKKNI Kelautan dan Perikanan pada
Kompetensi Inti Budidaya Air Payau dengan Kode Unit:
a. PRK.AP02.034.01 dengan judul unit: Mengidentifikasi Hama
Yang Menyerang Ikan.
b. PRK.AP02.035.01 dengan judul unit: Mengidentifikasi Penyebab
Penyakit Ikan.
c. PRK.AP02.036.01 dengan judul unit: Mencegah Hama Yang
Menyerang Ikan.
d. PRK.AP02.037.01 dengan judul unit: Mengobati Ikan Sakit.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
53 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Agar para pembudidaya ikan mampu mencegah serta
mengatasi serangan penyakit dan gangguan hama yang terjadi
pada ikan pemeliharaannya, maka mereka perlu dibekali
pengetahuan mengenai sumber masuknya hama, penyebab, dan
jenisnya serta teknik-teknik penanggulangan hama.
a. Faktor-Faktor Timbulnya Hama
Lingkungan budidaya yang tertata baik belumlah cukup untuk
menjamin keberhasilan usaha budidaya, karena organisme
hama dapat masuk melalui berbagai media seperti air,
manusia dan peralatan budidaya. Sikap pelaku budidaya
untuk tidak membuang hama ikan yang sudah mati misalnya
ke lingkungan, mensucihamakan peralatan yang akan
digunakan serta mengolah limbah sebelum dibuang ke
lingkungan adalah hal-hal yang belum sepenuhnya dilakukan
secara benar.
Untuk itu perawatan ikan yang meliputi pemeliharaan dengan
pengelolaan lingkungan atau kualitas air, penggunaan alat-
alat budidaya dengan baik dan hygienies, penanganan ikan
dengan cermat hendaknya selalu dilakukan.
Keberadaan hama ikan di areal budidaya dapat disebabkan
oleh faktor-faktor :
1) Persiapan Lahan Yang Kurang Baik
Pada saat akan dilakukannya usaha budidaya ikan, baik
pembenihan, pendederan, maupun pembesaran, akan
dilakukan tahapan persiapan kolam (dekontaminasi
kolam) meliputi proses pengapuran, pemupukan dan
pemberantasan hama penyakit ikan. Salah satu tujuan
pengapuran adalah membunuh bakteri patogen dan
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
54 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
organisme hama (eradikasi). Jika tahapan pemberantasan
hama dan penyakit ini tidak dilakukan, maka hama ikan
akan bebas hidup dan tumbuh bersama benih ikan yang
dibudidayakan, sehingga hama akan menyerang dan
menimbulkan penyakit pada ikan. Akibatnya, dapat
menimbulkan kematian pada ikan yang dibudidayakan.
2) Konstruksi Wadah
Konstruksi wadah dapat memicu timbulnya hama ikan.
Wadah budidaya yang bersifat terbuka (outdoor) seperti
kolam memudahkan hama untuk masuk, seperti melalui
pematang, saluran air, pintu masuk air (inlet), atau melalui
permukaan air atau tanaman yang ada di pinggir kolam.
Sedangkan wadah yang bersifat tertutup, seperti akuarium
dan hatchery cukup aman dari serangan hama, tetapi si
pemilik wadah budidaya itu harus senantiasa waspada
akan keberadaan hama ikan.
3) Letak Wadah Budidaya
Wadah budidaya yang berdekatan dengan tempat hidup
hama, seperti di luar ruangan, atau tanpa atap, dekat
dengan sungai akan memudahkan masuknya hama ke
dalam kolam/wadah budidaya. Contohnya linsang, hal ini
dipicu oleh adanya sumber makanan yang lebih terjamin di
dalam kolam, sehingga mereka akan menyerang ikan
budidaya.
Keberadaan hama juga dapat masuk bersama-sama
dengan tanaman air yang digunakan di wadah budidaya
baik sebagai assesoris (hiasan) atau untuk keperluan
budidaya lainnya. Untuk itu kebersihan tanaman air harus
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
55 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
selalu dijaga dengan mencucinya menggunakan air bersih
atau direndam dalam PK (Kalium Permanganat) bila
diperlukan.
Hama ikan sering dikenal juga dengan hewan tingkat tinggi
yang secara langsung maupun tidak langsung mengganggu
kehidupan ikan dengan cara mengisap cairan atau
memakan sebagian atau seluruh tubuh ikan budidaya.
Serangan hama pada umumnya lebih banyak terjadi pada
pendederan dan pembesaran ikan, karena biasanya
kegiatan tersebut biasanya dilakukan di alam terbuka,
sedangkan pembenihan ikan dilakukan di ruangan / areal
tertutup.
Upaya pemberantasan hama merupakan bagian penting
kegiatan budidaya terutama untuk golongan predator,
kompetitor dan segala jenis hewan perusak..Untuk
mengendalikan hama ikan dapat dilakukan dua
pendekatan, yaitu pencegahan dan penanggulangan.
2. Pemberantasan hama
Pemberantasan hama dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
cara yaitu :
a. Mekanis
Merupakan pengendalian hama tanpa menggunakan bahan
kimia, dengan cara memburu, menangkap, membunuh hama
dengan menggunakan peralatan mekanis seperti jala, jaring,
pancing, parang, tombak, dan cangkul. Dalam kondisi serangan
hama yang sudah parah, tindakan yang dapat dilakukan adalah
memindahkan ikan budidaya dan memisahkannya dari hama.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
56 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Sementara itu tindakan pengendalian hama khususnya pada
tambak dilakukan dengan cara seperti :
1) Sebelum benur ditebar, usahakan agar tambak dikeringkan
secara total agar semua organisme mati dan pengeringan
dasar tambak dapat membantu memperbaiki struktur tanah
(Gambar 4).
Gambar 5. Pengeringan tambak
2) Lubang-lubang pada pematang sebaiknya diperbaiki, jika
terdapat lubang dapat dilakukan penyumbatan. Cara lain
adalah dengan melapisi tanggul dengan plastik (Gambar ).6
Gambar 6. Melapisi tanggul dengan plastik
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
57 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
3) Dilakukan dengan menangkapi udang liar, ikan, kepiting
dan ular. Cara ini sangat efektif jika dilakukan teratur
sehingga menghemat biaya pembelian pestisida.
b. Kimia
Merupakan metode pemberantasan hama menggunakan bahan
kimia untuk meracuni hama sehingga hama terganggu, sakit
dan mati. Bahan kimia yang disarankan adalah pestisida
organik seperti saponin dan akar tuba. Dalam keadaan biasa,
air garam dapat diberikan untuk membunuh hama atau hewan
kecil seperti lintah. Jika cara mekanis mengalami hambatan
maka cara kimiawi dapat digunakan tetapi tetap harus hati-hati
dalam pemilihan jenis maupun dosis yang digunakan. Cara
kimiawi lebih menguntungkan dalam hal tenaga dan waktu.
c. Biologis
Pengendalian hama secara biologis dilakukan dengan
mengeliminasi hama dengan dampak negatif bagi lingkungan
dan kesehatan manusia yang sesedikit mungkin seperti
menggunakan bakteri pengurai dan tanaman air. Pengendalian
hama secara biologis menekankan pada upaya pemeliharaan
benih yang tahan atau bisa terhindar dari serangan hama.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
58 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
3. Secara detail, beberapa tehnik pengendalian
hama-hama ikan diuraikan sebagai berikut :
a) Pengendalian Burung
Pengendalian burung dengan melakukan pengawasan
terhadap unit-unit usaha pembenihan (kolam pendederan atau
bak benih). Atau dengan melakukan pengusiran jika melihat
kehadiran burung, membuat penghalang dari bambu dan diberi
rumbai/tali pada kolam sehingga burung tidak dapat menerkam
ikan (Gambar 7). Atau dengan menyingkirkan ranting/dahan
pohon mati di sekitar kolam sehingga tidak ada tempat
bertengger burung predator ikan.
Gambar 7. Penghalang burung menggunakan jaring
b) Pengendalian Labi-labi
Cara mudah adalah dengan menangkap labi-labi dengan
serok/tangguk, memancing dengan umpan daging seperti anak
ayam/ikan, atau dengan secara rutin melakukan pembersihan
kolam, tempat pembenihan dan sekitarnya seperti di lingkungan
luar kolam sebagai lokasi persembunyian labi-labi, walaupun
tidak ada petunjuk yang jelas sebagai indikator keberadaan
labi-labi di lingkungan budidaya. Beberapa petunjuk yang dapat
dijadikan patokan untuk keberadaan labi-labi adalah tidak
adanya bangkai ikan yang mati tetapi hasil sampling terhadap
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
59 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
populasi ikan mengalami penurunan, air kolam menjadi keruh
karena labi-labi menyelam ke dalam lumpur (Gambar 8).
Gambar 8. Hama labi-labi
c) Pengendalian Kodok
Ada 3 (tiga) cara yaitu dengan perbaikan sarana perkolaman,
pengontrolan kebersihan lokasi dan pembuangan telur-telur
kodok (Gambar 9).
Gambar 9. Hama Kodok
d) Pengendalian Ular
Dengan cara menangkap langsung atau dengan cara
pemberian pagar sehingga ular tidak dapat masuk ke area
perkolaman (Gambar 10).
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
60 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Gambar 10. Hama Ular
e) Pengendalian Biawak
Dengan cara menangkap menggunakan jerat atau kail yang
dipasang pada tempat-tempat yang biasa didatangi oleh biawak
(Gambar 10).
Gambar 11. Hama Biawak
f) Pengendalian Lingsang/Sero
Dengan cara memasang rintangan berupa ranting bambu di
kolam atau memasang jaring pengaman dari bahan tambang
yang kuat. Pemagaran dan pemasangan lampu penerangan di
bagian-bagian tertentu sangat efektif juga untuk mencegah
keberadaan lingsang (Gambar 12).
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
61 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Gambar 12. Hama Linsang
g) Pengendalian Kepiting
Dengan cara memberantas secara langsung yakni dengan
membunuh atau menangkapi kepiting di luar dan di lubang-
lubang tanggul. Atau dengan cara menaburkan sekam padi ke
dalam lubang-lubang kepiting sehingga akan keluar dan pindah
ke tempat lain (Gambar 13).
Gambar 13. Hama Kepiting
h) Pengendalian Belut
Dengan cara menangkap menggunakan tangan kosong atau
alat khusus menangkap belut seperti pancing yang diberi
umpan ikan kecil/anak kodok atau dengan bubu yang sudah
diberi umpan dan dibenamkan ke dalam lumpur pada sore hari.
Ada juga yang menggunakan racun/tuba untuk membunuh
belut pada saat pengeringan kolam (Gambar 14).
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
62 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Gambar 14. Hama belut
i) Pengendalian Ikan Gabus
Dengan cara memasang saringan dari ijuk pada saluran
pemasukan air secara rapat sehingga telur, anak ikan dan ikan
gabus dewasa tidak ikut masuk ke kolam bersama aliran air.
Atau dengan cara menangkapnya menggunakan pancing yang
sudah diberi umpan ikan kecil, cacing atau anak kodok. Pada
saat pengolahan lahan untuk mencegah masuknya gabus ke
kolam, dasar kolam harus benar-benar kering sampai retak-
retak karena kondisi ini akan menyulitkan bagi ikan gabus untuk
dapat bertahan hidup (Gambar 15).
Gambar 15. Hama Ikan Gabus
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
63 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
j) Pengendalian Kini-kini/Larva capung
Dapat dilakukan secara mekanis, biologis dan kimiawi. Secara
mekanis adalah dengan cara mengendalikan
perkembangbiakan induk, telur serta larva capung melalui
kegiatan sanitasi/kebersihan pematang atau tanggul kolam baik
dari rerumputan/semak ataupun perdu. Sedangkan secara
biologis dititikberatkan pada upaya pemeliharaan terhadap
benih yang tahan atau bisa terhindar dari serangan kini-kini
artinya dengan memanfaatkan kelemahan kini-kini dan
kelebihan jenis ikan tertentu. Pengendalian secara kimiawi
umumnya dilakukan sebagai alternatif akhir karena
menggunakan pestisida/insektisida (Gambar 16).
Gambar 16. Hama Kini-kini/Larva capung
k) Pengendalian Ucrit/Larva Cybister
Dengan cara menghindari bahan organik yang menumpuk di
sekitar kolam, memasang saringan pada pintu air masuk kolam.
Penangkapan dengan jumlah banyak dapat dilakukan dengan
menggunakan alat tangkap seser. Pemberantasan ucrit dapat
dilakukan dengan penyemprotan bahan kimia, walaupun ini
merupakan solusi akhir jika populasi ucrit sulit diberantas
secara mekanis. Bahan kimia yang umumnya digunakan
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
64 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
adalah minyak tanah, yang disemprotkan di permukaan air
kolam sehingga ucrit yang ada di kolam tidak dapat mengambil
oksigen dari udara bebas dan akhirnya mematikan ucrit
(Gambar 17).
Gambar 17. Hama Ucrit/ Larva Cybister
l) Pengendalian Notonecta/Bebeasan
Dengan cara memasang saringan berupa filter dari bahan
kawat halus atau kain kassa halus pada pintu masuknya air
untuk mencegah telur dan benih Notonecta masuk ke air.
Pemberantasan dianjurkan menggunakan minyak tanah
dengan cara memercikkan minyak tanah ke permukaan air
sebanyak 500 cc/100 m2 luas permukaan kolam. Notonecta
akan mati karena stigma atau alat pernafasannya kemasukan
minyak tanah. Yang perlu diingat adalah pada saat pemberian
minyak tanah, agar mendapatkan hasil yang efektif maka pintu
air masuk dan keluar harus ditutup (Gambar 18).
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
65 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Gambar 18. Hama Notonecta
4. Melakukan Pengendalian Penyakit Ikan
Timbulnya serangan penyakit ikan di kolam merupakan hasil
interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan dan
organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini telah
menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan
diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang
oleh penyakit.
Hubungan antara parasit, ikan (inang) dan faktor lingkungan
terhadap terjadinya penyakit (yang disebut Interaksi Tripel)
digambarkan dalam diagram Venn pada Gambar 19.
Gambar 19. Diagram Venn Interaksi Triple
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
66 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Inang dapat berupa ikan atau hewan air lainnya dimana daya
tahan tubuh inang terhadap serangan penyakit dipengaruhi oleh
faktor-faktor antara lain : umur dan ukuran, jenis, daya tahan
tubuh dan status kesehatan ikan. Menurut Sachlan dalam Afrianto
(1992), penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat
menimbulkan gangguan pada ikan, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Penyakit ikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Penyakit Parasiter/Infektif (Infectious disease) adalah
penyakit yang disebabkan oleh aktivitas organisme parasit.
Organisme yang sering menyerang ikan peliharaan antara
lain virus, bakteri, jamur, protozoa, golongan cacing dan
udang renik. Bakteri dan virus akan menyebabkan infeksi
pada ikan budidaya, sementara yang disebabkan oleh
parasit akan mengakibatkan investasi pada ikan budidaya. ;
b. Penyakit Non Parasiter/Non Infektif (Non Infectious disease)
adalah penyakit yang disebabkan bukan oleh hama maupun
organisme parasit. Penyakit ini dapat dikelompokkan menjadi
tiga berdasarkan faktor penyebabnya, yaitu:
1) Lingkungan
Penyakit non parasiter yang disebabkan oleh faktor
lingkungan yang kurang menunjang bagi kehidupan ikan,
antara lain pH air terlalu tinggi/rendah, kandungan oksigen
terlarut terlalu tinggi/rendah, perubahan temperatur air
secara tiba-tiba, adanya gas beracun hasil penguraian
bahan organik (gas metan, ammonia atau asam
belerang), adanya polusi dari pestisida (insektisida atau
herbisida), limbah industri atau limbah rumah tangga.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
67 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Dalam budidaya laut khususnya, penyebab penyakit non
parasiter (non infektif/infectious disease) akibat lingkungan
dapat berupa :
a) Faktor kimia dan fisika, antara lain: perubahan
salinitas air secara mendadak; pH yang terlalu
rendah (air asam), pH yang terlalu tinggi (air basa /
alkalis); kekurangan oksigen dalam air; zat beracun,
pestisida (insektisida, herbisida dan sebagainya);
perubahan suhu air yang mendadak; kerusakan
mekanis (luka-luka); perairan terkena polusi.
b) Stres : stres yang terjadi pada ikan berkaitan dengan
timbulnya penyakit pada ikan tersebut. Stres
merupakan suatu rangsangan yang menaikan batas
keseimbangan psikologi dalam diri ikan terhadap
lingkungannya. Biasanya stres pada ikan diakibatkan
perubahan lingkungan akibat beberapa hal atau
perlakuan misalnya akibat pengangkutan
/transportasi ikan-ikan yang dimasukan kedalam
jaring apung di laut dari tempatpengangkutan
biasanya akan mengalami shock, berhenti makan
dan mengalami pelemahan daya tahan terhadap
penyakit.
c) Kepadatan ikanyang melebihi daya dukung perairan
(carrying capacity) akan menimbulkan persaingan
antar ikan tinggi, oksigen terlarut menjadi rendah dan
sisa metabolisme seperti ammonia akan meningkat
sehingga dapat menimbulkan stres dan merupakan
penyebab timbulnya serangan penyakit.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
68 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
2) Pakan/ Nutrisi
Salah satu penyakit non parasiter akibat pakan adalah
kelaparan. Kelaparan merupakan kekurangan nutrisi yang
bersifat absolut. Kelaparan pada ikan menunjukkan gejala
seperti anemia dan hambatan pertumbuhan. Contoh
lainnya adalah penyakit yang disebabkan karena kualitas
pakan yang diberikan kurang baik (malnutrition) antara
lain karena kekurangan vitamin, gizinya rendah, bahan
pakan yang digunakan telah busuk atau mengandung
racun.
3) Turunan
Penyakit yang disebabkan oleh turunan, misalnya bentuk
fisik dan kelainan- kelainan tubuh yang sudah ada sejak
lahir, seperti tubuh bengkok, larva ikan yang cacat, sisik
tidak lengkap atau sirip melengkung. Bentuk fisik dan
kelainan-kelainan tubuh yang disebabkan oleh keturunan,
dimana faktor keturunan sangat berpengaruh langsung
terhadap penampilan fisik ikan. Untuk mencegahnya
harus dilakukan seleksi induk yang ketat pada saat
melakukan breeding. Variasi genetika ini juga dapat
menyebabkan terjadinya kanibalisme, tutup insang yang
tidak dapat menutup sempurna, ikan menjadi kerdil dan
cacat.
Secara garis besar kondisi ikan sakit atau penyakit
digolongkan menjadi 2 (dua) kelompok penyebab penyakit
ikan yang harus selalu diwaspadai oleh para petani ikan
dan hobiis (kolektor) ikan, yaitu kelompok penyakit
patogen dan kelompok penyakit non patogen. Kelompok
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
69 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
penyakit patogen diartikan sebagai kelompok penyakit
yang disebabkan oleh jasad hidup berupa parasit, jamur,
bakteri dan virus dan biasanya menyebabkan infeksi pada
ikan yang diserangnya. Sedangkan kelompok non
patogen adalah kelompok penyakit yang disebabkan oleh
bukan jasad hidup, antara lain disebabkan oleh
perubahanlingkungan seperti kepadatan ikan terlalu tinggi,
variasi lingkungan (oksigen, suhu, pH, salinitas, dsb.),
biotoksin (toksin alga, toksin zooplankton, dsb.), polutan,
rendahnya mutu pakan, dan lain-lain.
Berikut ini beberapa tanda udang yang dapat menjadi
patokan akan adanya serangan penyakit yaitu :
a) Udang terlihat pasif, lemah dan terjadi perubaan
tingkah laku;
b) Nafsu makan menurun, bahkan pada udang yang
sangat lemah tidak ada nafsu makan sama sekali.
Di kolam/tambak di mana terdapat organisme predator
umumnya sulit dideteksi, karena tubuh ikan/udang yang
diserang akan habis dimangsa. Untuk mengetahui
organisme predator perlu dilakukan pengamatan terhadap
jenis ikan atau organisme predator lainnya yang ada di
kolam.
Penyakit yang disebabkan oleh adanya senyawa beracun di
dalam kolam umumnya sulit untuk diidentifikasi, sebab efek
dari senyawa beracun ini terhadap ikan relatif cepat,
sehingga petani sering terlambat untuk mengatasinya.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
70 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Untuk mencegah timbulnya penyakit pada ikan budidaya
dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Melakukan persiapan lahan yang benar, yaitu
pengeringan, pengapuran dan pemupukan.
Pengeringan bertujuan untuk memutus siklus hidup
penyakit, dilakukan kira-kira selama tiga minggu
sampai dasar kolam retak-retak. Pengapuran
digunakan untuk menstabilkan pH tanah dan air
serta dapat membunuh bakteri dan parasit.
Pemupukan digunakan untuk menyuburkan kolam
dan menumbuhkan fitoplankton sebagai pakan
alami.
b) Menjaga kualitas air pada saat pemeliharaan. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara treatment di tambak
menggunakan probiotik secara teratur setiap hari.
Probiotik akan mendegradasikan bahan organik,
menguraikan gas beracun dan menekan
pertumbuhan bakteri merugikan penyebab timbulnya
penyakit.
c) Meningkatkan ketahanan tubuh ikan/udang melalui
kekebalan non spesifik dengan aplikasi
immunostimulan secara teratur seperti vitamin,
betaglukan dan lipopolisacaridae (LPS).
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
71 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
5. Jenis Obat dan Bahan Kimia
Mencegah lebih baik dari mengobati adalah prinsip yang tepat
untuk mengatasi setiap gangguan penyakit ikan. Mencegah
penyakit akan jauh lebih baik dari mengobatinya. Namun, apabila
ikan/udang kita sudah terlanjur terinfeksi penyakit, pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis obat dan
bahan kimia.Pada tahap awal, seorang petani ikan hendaknya
memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengenal tanda-
tanda awal dari ikan/udang yang terkena penyakit. Ini sangat
diperlukan agar tindakan pencegahan dan pengendalian terhadap
serangan penyakit tersebut juga dapat dilakukan secara dini.
Pengobatan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh
para pembudidaya ikan jika ikan yang dipelihara terserang
penyakit. Sebelum melakukan pengobatan terhadap ikan/udang
yang sakit, terlebih dahulu harus diketahui jenis penyakit yang
menyebabkan ikan/udang sakit agar dapat diketahui jenis obat
yang akan digunakan untuk menyembuhkan penyakit tersebut.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh para pembudidaya ikan
yang akan melakukan pengobatan terhadap beberapa jenis
penyakit infeksi yaitu:
a. Jika penyakit ikan/udang disebabkan oleh virus maka tidak
ada obat yang dapat memberantas virus tersebut. Yang bisa
dilakukan adalah mengurangi hal-hal yang menyebabkan
terjadinya penyakit.
b. Jika penyakit disebabkan oleh bakteri maka obat yang dapat
digunakan adalah bahan kimia sintetik atau alami atau
antibiotika.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
72 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
c. Jika penyakit disebabkan oleh jamur dan parasit maka obat
yang digunakan adalah bahan kimia.
Pengobatan ikan sakit dapat dilakukan beberapa metoda.
Metoda yang dilakukan harus mempertimbangkan antara lain;
ukuran ikan, ukuran wadah, bahan kimia atau obat yang diberikan
dan sifat ikan. Beberapa metoda pengobatan adalah sebagai
berikut :
a. Melalui suntikan dengan antibiotika.
Metoda penyuntikan dilakukan bila yang diberikan adalah
sejenis obat seperti antibiotik atau vitamin. Penyuntikan
dilakukan pada daerah punggung ikan yang mempunyai
jaringan otot lebih tebal. Penyuntikan hanya dilakukan pada
ikan yang berukuran besar terutama ukuran induk. Sedangkan
yang kecil tidak dapat dilakukan.
b. Melalui makanan.
Obat atau vitamin dapat diberikan melalui makanan. Akan
tetapi bila makanan yang diberikan tidak segera dimakan ikan
maka konsentrasi obat atau vitamin pada makanan akan
menurun karena sebagian akan larut dalam air. Oleh karena
itu metoda ini afektif diberikan pada ikan yang tidak
kehilangan nafsu makannya.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
73 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
c. Perendaman
Metoda perendaman dilakukan bila yang diberikan adalah
bahan kimia untuk membunuh parasit maupun
mikroorganisme dalam air atau untuk memutuskan siklus
hidup parasit. Pengobatan ikan sakit dengan metoda
perendaman adalah sebagai berikut:
a. Pengolesan dengan bahan kimia atau obat, metoda ini
dilakukan bila bahan kimia atau obat yang digunakan dapat
membunuh ikan, bahan kimia atau obat dioleskan pada
luka di tubuh ikan.
b. Pencelupan; Ikan sakit dicelupkan pada larutan bahan
kimia atau obat selama 15 – 30 detik, metoda ini pun
dilakukan bila bahan kimia atau obat yang digunakan dapat
meracuni ikan.
c. Perendaman; dilakukan bila bahan kimia atau obat kurang
sifat racunnya atau konsentrasi yang diberikan tidak akan
membunuh ikan.Pada perendaman jangka pendek (5 – 15
menit) dapat diberikan konsentrasi yang lebih tinggi
daripada pada perendaman dengan waktu yang lebih lama
(1 jam lebih sampai beberapa hari).
Jenis bahan kimia dan obat yang digunakan dalam
pengobatan dan pencegahan harus mempertimbangkan
antara lain:
1) Dalam dosis tertentu tidak membuat ikan stress maupun
mati
2) Efektif dapat membunuh parasit
3) Sifat racun cepat menurun dalam waktu tertentu.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
74 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
4) Mudah mengalami degradasi dalam waktu
singkat.
6. PerhitunganDosis Obat dan Metode Pengobatan
Dosis obat yang digunakan sangat tergantung pada penyebab
penyakit, tingkat serangan penyakit, dan jenis obat yang
digunakan. Penyakit patogen pada ikan dapat disebabkan oleh
bakteri, virus dan jamur. Berikut adalah jenis dan dosis obat yang
digunakan untuk tiap-tiap jenis serangan:
1. Virus patogen pada udang
Ada beberapa jenis virus yang sering ditemukan
menyerang udang, yaitu :
1) Invefecttious Myonecrosis Virus (IMNV)
IMNV pertama kali dilaporkan di wilayah Brazil pada tahun
2002 dan saat ini sudah tersebar luas di berbagai sentra
budidaya udang di Indonesia serta menimnbulkan
kerugian yang cukup besar.
IMNV dapat menyerang secara tunggal dan tergolong
ganas karena bisa mematikan udang berumur 60-80 hari
dalam sekejap atau tingkat kematian antara 10-30%, dan
bahkan ada yang mencapai 60%. Jenis virus ini dapat
menyerang bersamaan dengan jenis virus lain (multi
infection) terutama Taura Syndrome Virus (TSV) dan/atau
White Spot Syndrome Virus (WSSV) dengan tingkat
kematian yang signifikan.
Ancaman infeksi IMNV pada budidaya udang vanname
belum dapat ditanggulangi secara optimal. Berbagai
upaya penanggulangan telah dilakukan untuk mengatasi
penyakit tersebut, salah satu strategi penanggulangan
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
75 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
yang masih terus dikaji oleh para praktisi adalah melalui
penerapan “Good Management Practices” yang intinya
berusaha meningkatkan status kesehatan udang dan
meminimalisir sumber penyakit secara fisikal, kimia,
biologs, dan ekologis. Namun hingga kini belum tersedia
teknologi penanggulangan penyakit yang memiliki tingkat
keberhasilan dan kesesuaian yang tinggi terhadap variasi
kondisi pertambakan di Indonesia.
Karakteristik serangan IMNV ditandai dengan adanya
nekrosis berwarna keputihan pada jaringan otot atau
daging terutapa pada daerah 2 ruas belakang di depan
ekor serta pada pangkal ekor. Beberapa gejala klinis
serangan IMNV, yaitu:
a) Awalnya udang makan dengan baik, pertumbuhan
fisiknya pun bagus. Namun, ketika mencapai umur 60-
80 hari, tiba-tiba nafsu makannya turun drastis;
b) Dagingnya berwarna putih keruh, kemudian tepi
pleura udang bersemburat merah seperti udang
rebus;
c) Bentuk usus saat diamati berkelok-kelok dan terjadi
pembengkakan pada kelenjar limpa;
d) Perut udang kosong, dan bagian pangkal ekornya
pucat;
e) Otot-otot daging mengalami nekrosis, mengkerut di
kepala, termasuk terjadi perubahan patologi pada
jaringan hepatopankreas.
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa gejala klinis
tersebut terjadi pada udang vanname, namun hal yang
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
76 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
sama tidak terjadi pada udang windu (Penaeus monodon)
dikarenakan udang tersebut memiliki karapas yang cukup
tebal. Setelah diinfeksi selama satu bulan tidak terjadi
kematian pada udang windu. Hal tersebut menyimpulkan
bahwa udang vanname merupakan spesies yang paling
rentan terhadap IMNV.
2) Early Mortality Syndrome (EMS)
Dikenal juga sebagai Acute Hepatopancreatic Necrosis
Disease (AHPND) yang disebabkan oleh serangan bakteri
Vibrio parahaemolyticus yang telah terinfeksi oleh virus
yang diketahui sebagai fag sehingga bekteri dapat
melepaskan racun. Penyakit ini menyerang udang windu
(P. monodon) dan udang vaname (L. vannamei) (gambar
20). Gejala klinis serangan dapat terlihat pada 10-30 hari
setelah masa tebar. Kematian dapat mencapai 40-100%
dalam waktu 4 hari.
Gambar 20. Penyakit Early Mortality Syndrome (EMS)
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
77 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Penanganan udang yang terinfeksi EMS dengan cara
memusnahkan semua udang yang terinfeksi. Lakukan
desinfeksi air tambak dengan chlorine 200 pppm selama 1
hari. Segera laporkan ke UPT Badan Karantina Ikan
Pengendalian Mutu dan keamanan Hasil Perikanan
setempat.
Beberapa kegiatan berikut ini juga bermanfaat untuk
mengendalikan serangan penyakit ikan/udang yaitu:
a) Pengaliran Air
Pengaliran air adalah salah satu cara untuk mengatasi
serangan penyakit ikan/udang di kolam/tambak,
disebabkan oleh senyawa beracun atau kualitas air
kolam yang kurang memenuhi syarat. Pengaliran
dimaksudkan untuk mengencerkan senyawa beracun
atau menciptakan kondisi lingkungan kolam yang lebih
baik, sehingga daya tahan tubuh ikan tetap baik.
Adanya aliran air yang lancar akan menghanyutkan
sisa pakan dan hasil ekskresi, sehingga tidak terdapat
senyawa beracun hasil dekomposisi bahan tersebut.
Aliran air juga dapat mempertahankan temperatur dan
konsentrasi oksigen di tambak tetap menunjang
kehidupan udang.
b) Pengeringan tambak
Sering dijumpai kematian udang di tambak
disebabkan masuknya senyawa racun ke dalam
tambak, baik disengaja maupun tidak. Penggunaan
insektisida untuk pertanian maupun buangan limbah
industri yang tidak dilakukan secara hati-hati dapat
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
78 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
menyebabkan masuknya senyawa beracun tersebut
ke dalam tambak dan menimbulkan masalah penyakit.
Untuk mengatasi kematian udang secara masal
karena keracunan sebaiknya dilakukan penutupan
saluran pemasukan air dan memindahkan udang yang
terkena racun secepat mungkin ke tambak lain atau
saluran air yang tidak tercemar oleh racun atau limbah
industri. Tindakan selanjutnya adalah mengeringkan
tambak selama beberapa hari agar daya racun dari
senyawa tersebut menjadi lemah.
Penanganan terhadap ikan sakit dapat dibagi atas 2
(dua) langkah yaitu :
a) Berdasarkan tehnik budidaya yaitu berupa
tindakan-tindakan menghentikan pemberian pakan
pada udang, mengganti pakan dengan jenis lain,
mengelompokkan udang menjadi kelompok yang
kepadatan/densitasnya rendah, dan bila tidak
memungkinkan lagi maka udang dapat dipanen
daripada menjadi wabah bagi udang lainnya;
b) Berdasarkan terapi kimia yaitu berupa pemeriksaan
kepekaan dari masing-masing obat yang telah dan
akan digunakan, pemeriksaan batas dosis yang
aman untuk masing-masing obat agar tidak terjadi
over dosis, dan memperhatikan keterangan yang
dikeluarkan oleh pabrik obat tersebut.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
79 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
7. Propilaksis dan Terapi Ikan
Propilaksis atau profilaksis merupakan prosedur pencegahan
penyakit. Propilaksis terbagi menjadi dua, yaitu 1) mencegah
munculnya serangan penyakit, 2) mencegah ikan/udang yang
sudah tertular untuk tidak semakin memburuk dan masih bisa
diselamatkan. Propilaksis dapat dilakukan dengan cara vaksinasi
dan seleksi udang yang tahan terhadap infeksi penyakit serta
dengan memberikan vaksin dan immunostimulan atau ikan
diberikan vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya.
Terapi ikan/udang merupakan tindakan pengobatan yang
dilakukan terhadap ikan/udang yang terserang penyakit. Terapi
ikan/udang terbagi menjadi dua, yaitu: Terapi abortive adalah
pengobatan yang dimaksudkan untuk menghentikan kondisi medis
dari perkembangan lebih lanjut. Pengobatan yang dilakukan pada
tanda-tanda paling awal dari munculnya penyakit.
Terapi supportive adalah suatu terapi untuk meningkatkan
kenyamanan ikan yang terserang penyakit untuk mempercepat
penyembuhan, misalnya dengan mengurangi kepadatan dan
meningkatkan kualitas air.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
80 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
B. Lembar Praktek Unjuk Kerja
1. Judul : Melakukan tindakan pengobatan ikan melalui
Perendaman
2. Alat :
- Timbangan gantung;
- Timbangan digital;;
- Serok/seser;
- Ember;
- Kayu pengaduk
3. Bahan :
- Obat penghilang parasit;
- Air tawar
4. Petunjuk : Gunakan pakaian kerja (Wear pack), harap berhati-
hati dalam menggunakan alat dan kembalikan
sesuai kondisi semula.
5. Langkah Kerja :
a. Perendaman; dilakukan bila bahan kimia atau obat kurang
sifat racunnya atau konsentrasi yang diberikan tidak akan
membunuh ikan;
b. Pada perendaman jangka pendek (5 – 15 menit) dapat
diberikan konsentrasi yang lebih tinggi daripada pada
perendaman dengan waktu yang lebih lama (1 jam lebih
sampai beberapa hari);
c. Jenis bahan kimia dan obat yang digunakan dalam
pengobatan dan pencegahan harus mempertimbangkan
antara lain:
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
81 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
1) Dalam dosis tertentu tidak membuat ikan stress maupun
mati
2) Efektif dapat membunuh parasit
3) Sifat racun cepat menurun dalam waktu tertentu.
4) Mudah mengalami degradasi dalam waktu singkat.
d. Timbang berat ikan yang akan ditreatmen perendaman
menggunakan timbangan gantung.
e. Lakukan perhitungan dosis obat yang disesuaikan dengan
cara pemakaian yang ada dibrosur dan berdasarkan berat
ikan.
f. Timbang obat menggunakan timbangan digital.
g. Larutkan obat menggunakan air tawar sesuai dengan cara
penggunaan yang ada dibrosur ke dalam ember yang telah
disiapkan.
h. Masukkan ikan yang sudah ditimbang ke dalam larutan obat
selama 5-10 menit tergantung tingkat.
i. Masukkan ikan yang telah ditreatmen ke dalam wadah
pemeliharaan yang telah diisi air baru.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
82 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
C. Penilaian/Evaluasi
Soal-soal Latihan
1. Pemberantasan hama dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) cara
yaitu ...
A. Fisika, kimia, dan biologi
B. Mekanis, langsung, dan tak langsung
C. Mekanis, kimia, dan fisika
D. Mekanis, kimia, dan biologi
E. Matematis, kimia, dan biologi
2. Pengendalian hama dengan cara memburu, menangkap, dan
membunuh merupakan cara yang digunakan dalam
pemberantasan hama secara ...
A. Mekanis
B. Kimia
C. Biologi
D. Fisika
E. Matematis
3. Pengendalian hama dilakukan dengan cara menggunakan
serok/tangguk, memancing dengan umpan daging seperti anak
ayam/ikan, atau dengan secara rutin melakukan pembersihan
kolam. Hal tersebut merupakan pengendalian hama jenis ...
A. Ular
B. Kodok
C. Burung
D. Labi-labi
E. Biawak
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
83 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
4. Apabila pengendalian hama secara mekanis tidak membuahkan
hasil, maka dilakukan pengendalian secara kimia. Berikut
pengendalian hama secara kimia menggunakan minyak tanah
yang disemprotkan di permukaan air kolam. Hal tersebut
dilakukan untuk mengendalikan hama jenis ....
A. Belut
B. Ikan gabus
C. Kini-kini/Larva capung
D. Ucrit/Larva Cybister
E. Linsang/sero
5. Pengendalian hama dengan cara mengeliminasi hama dengan
sesedikit mungkin dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan
manusia merupakan metode pengendalian hama secara ...
A. Mekanis
B. Kimia
C. Biologi
D. Fisika
E. Matematis
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
84 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
6. Timbulnya serangan penyakit ikan di kolam merupakan hasil
interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan dan ...
A. Inang
B. Organisme penyakit
C. Suspect
D. Perantara
E. Lokasi kolam
7. Penyakit yang disebabkan oleh aktivitas organisme parasit disebut
…
A. Penyakit akut
B. Penyakit parasiter/infektif
C. Penyakit non parasiter/non infektif
D. Penyakit menular
E. Penyakit turunan
8. Faktor penyebab penyakit Non Parasiter/Non Infektif dibagi
menjadi tiga, yaitu ...
A. Lingkungan, pakan, dan daya tahan tubuh
B. Lingkungan, umur, dan ukuran
C. Status kesehatan, jumlah, dan ukuran
D. Lingkungan, pakan, dan turunan
E. Status kesehatan, pakan, dan ukuran
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
85 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
9. Ada 3 (tiga) jenis virus yang paling sering ditemukan menyerang
ikan, yaitu ...
A. Dactylogyrosis, Hervesvirus, Early MortalitySyndrome (EMS)
B. Epithelioma papulasum, Hervesvirus, Epizootic Haematopoletic
Necrosis (EHN)
C. Epithelioma papulasum, Hervesvirus, Spring Viramea of Carp
Virus(SVCV)
D. Epithelioma papulasum, Hervesvirus, Early Mortality Syndrome
(EMS)
E. Viral Haemonhagic Septicaemia (VHS), Hervesvirus, Early
Mortality Syndrome (EMS)
10. Penyakit yang ditunjukkan dengan gejala-gejala klinis antara lain
luka dan pendarahan pada kulit, mata menonjol, bisul pada tubuh,
pendarahan pada pangkal sirip adalah jenis penyakit ...
A. Vibriosis
B. Furunculosis
C. Aeromonas/ penyakit merah
D. Columnaris
E. tuberculosis
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
86 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
D. Lembar Kunci Jawaban
1. D
2. A
3. D
4. D
5. C
6. B
7. B
8. D
9. D
10. E
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
87 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
BAB V. PENUTUP
Modul ini merupakan salah satu bagian dari kompetensi melakukan
Pemeliharaan Larva Udang Air Payau. Untuk menguasai teknik
Pemeliharaan Larva Udang Air Payau,modul – modul yangperlu anda
kuasai adalah:
Memilih dan memelihara induk.
Memijahkan induk
Memanen telur, dan
Melakukan penanganan telur.
Apabila nilai evaluasi tiap modul memenuhi persyaratan dengan nilai
baik,maka pelajari modul selanjutnya. Tetapi apabila masih cukup, maka
sebaiknya di dipelajari lagi modul tersebut sebelum meningkat ke modul
selanjutnya.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
88 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
DAFTAR PUSTAKA
Anindiastuti, Kadek, A.W., Rusyani, E., Warsito. 2007. Budidaya
Fitoplankton dan Zooplankton Skala Massal. Balai besar Pengembangan
Budidaya Laut. Lampung.
Anonim. 2010. Petunjuk teknis Pengendalian Penyakit IMNV Iinfectious
Myonecrosis Virus). Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Anonim. 2012. Hama dan penyakit Ikan. Pusat Penyuluh Kelautan dan
Perikanan. Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.
Novriadi, R., Purnomowati, R., Yunianto, D. Santosa, J. 2014. Penyakit
Ikan Air Laut di Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Nurdjana, M.L., Djunaidah, I.S., Sumartono, B. 1989. Paket Teknologi
Pembenihan Udang Skala Rumah Tangga. Direktorat Jenderal
Perikanan bekerja sama dengan International Development Research
Centre. Jepara.
Rusyani, E., Sapta, AIM., M. Firdaus., dan Reynaldo. 2007. Budidaya
Fitoplankton dan Zooplankton Skala Laboratorium. Balai besar
Pengembangan Budidaya Laut. Lampung.
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan
89 Pemeliharaan Larva Udang Air Payau
Setiawan, A. 2004. Pemilihan dan Pemeliharaan Induk Udang. Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Dasar dan
Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.
Treece, G.D. D. Diterjemahkan oleh Hastuti, W., Kokarkin, C., Nurdjana,
M.L. 1992. Teknologi Pemeliharaan Larva. Jaringan Informasi Perikanan
Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan bekerjasama dengan
International Development Research Centre.
Sutaman. 2007. Petunjuk Praktis Pembenihan Udang Windu Skala Rumah Tangga. Kanisius. Yogyakarta
Pusat P
endidikan K
elauta
n dan P
erikanan