a1-2

Upload: nova-sari

Post on 09-Jul-2015

63 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Studi Elektrodiagnostik Studi konduksi saraf dan needle electromyography (EMG) penting dalam mendeteksi, mengidentifikasi, dan meilai derajat keparahan neuropati perifer. Studi elektrodiagnostik dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang lengkap. Studi konduksi saraf menilai jumlah dan kecepatan akson yang dieksitasi. Amplitudo, yang diukur dari baseline hingga amplitudo puncak, berkorelasi dengan jumlah akson yang tereksitasi. Decrement jumlah akson biasanya menandakan adanya akson yang hilang. Pada proses demielinisasi, disinkrasi akson dapat menyebabkan dispersi temporal respon sensorik yang disertai penurunan amplitudo tanpa kehilangan jumlah akson yang sebenarnya. Penurunan amplitudo sensorik dengan latensi distal dan kecepatan konduksi yang relatif normal mengarahkan adanya suatu kehilangan jumlah akson. Jika respon saraf sensoris sama sekali tidak ada, harus dicari apa penyebabnya, apakah terjadi suatu proses aksonal atau demielinisasi. Studi konduksi saraf motorik menilai amplitudo dari potensial aksi senyawa otot (compound muscle action potentialCMAP), latensi distal, dan kecepatan konduksi menggunakan stimulasi proksimal dan distal. Penurunan CMAP biasanya mencerminkan adanya kehilangan akson; meski demikian, hal ini juga dapat dilihat saat dilakukan stimulasi pada area di seberang wilayah demielinisasi. Demielinisasi fokal dapat ditemukan pada stimulasi daerah proksimal dan distal dari area tersebut. Stimulasi pada daerah proksimal akan menimbulkan amplitudo, dispersi temporal, dan kecepatan konduksi yang lebih rendah daripada daerah distal. Pada demielinisasi berat, potensial aksi dapat sama sekali gagal untuk muncul. Keadaan ini disebut sebagai blok konduksi (conduction block). Neuropati demielinisasi yang didapat sering memiliki gambaran klinis berupa demielinisasi nonuniform dan blokade konduksi fokal, sedangkan neuropati herediter biasanya memiliki gambaran klinis berupa demielinisasi tanpa blokade fokal. Adanya respon yang terlambat (berupa gelombang F) sangat penting untuk menilai segmen proksimal dan sensitif untuk mendeteksi proses demielinisasi, seperti GBS. Neuropati yang disebabkan oleh demielinisasi memiliki kriteria sebagai berikut: (1) Kecepatan konduksi melambat hingga >80% dari batas bawah normal (lower limit of normal LLN) jika CMAP >80% LLN; dan 70%LLN; (2) Latensi distal mengalami perpanjangan >125% dari batas atas normal (upper limit of normalULN) jika CMAP >80% LLN; dan >150% ULN jika CMAP 120% ULN jika amplitudo CMAP >80% LLN dan >150% ULN jika CMAP 30% pada stimulasi antara bagian proksimal dan distal. Amplitudo biasanya dipertahankan, meski beberapa memang mengalami penurunan akibat blokade konduksi. Neuropati aksonal dapat menimbulkan hilangna amplitudo tanpa perpanjangan latensi distal maupun perlambatan konduksi yang signifikan. Meski demikian, serat konduksi cepat juga dapat terkena sehingga terjadi perlambatan konduksi yang ringan. Meski konduksi saraf merupakan komponen penting dalam pemeriksaan

elektrodiagnostik pada evaluasi neuropati, penting juga untuk mengingat beberapa kekurangan dari pemeriksaan ini. Sebagai contoh, sebagian besar studi konduksi saraf meneliti serabut saraf yang besar sehingga belum didapatkan hasil studi mengenai neuropati yang murni akibat serabut saraf kecil. Selain itu, juga penting untuk waspada terhadap kondisi-kondisi yag dapat menimbulkan bias pada hasil studi tersebut, seperti suhu tungkai, neuropati fokal superimposed (contoh: Carpal Tunnel SyndromeCTS), dan penekanan kronik pada otot intrinsik kaki seperti yang terjadi pada diminution respon amplitudo motorik tibia pada kasus kaki yang overpronated. Penelitian seharusnya menilai setidaknya satu saraf sensorik dan satu saraf motorik pada tungkai atas dan bawah. Jika ditemukan abnormlaitas, sisi kontralateralnya juga harus diperiksa untuk mengetahui simetri penyakit. Jika terjadi neuropati multifokal dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai saraf yang terkena secara klinis. Respon yang lambat (berupa gelombang F) juga harus didokumentasi, khususnya jika dicurigai secara klinis telah terjadi neuropati distal ringan, sedangkan respon sensoris saraf normal padahal terdapat abnormalitas pada respon sensorik plantar. Pemeriksaan jarum (needle examination) menilai keterlibatan akson dan biasanya normal pada kasus-kasus yang murni akibat proses demielinisasi. Gelombang positif dan potensial fibrilasi dapat terlihat pada kasus ongoing axon loss dan proses denervasi otot yang bersangkutan. Jika proses denervasi lambat, collateral sprouting dapat terus terjadi seiring dengan hilangnya akson, dan dapat saja terjadi aktivitas spontan yang minimal. Perubahan volunter unit motorik akan terjadi, sehingga mencerminkan proses reinervasi collateral sprouting pada unit motorik yang terkait. Awalnya, penurunan recruitment dapat dilihat saat hilangnya unit motorik tersebut. Saat mulai terjadi collateral sprouting, akan terjadi peningkatan durasi dan polifasia akibat di-sinkronisasi konduksi di sepanjang sprouts yang memiliki mielinisasi yang buruk dan imatur. Ketika unit motorik matur baru muncul, akan terjadi peningkatan amplitudo unit motorik baik pada oto proksimal dan distal tungkai atas2

dan bawah, termasuk pada otot yang lemah secara klinis juga harus dievaluasi. Jika ditemukan abnormalitas pada otot, otot kontralateral juga harus diperiksa untuk mengetahui simetri penyakit. Suatu proses yang berlangsung dari distal hingga proksimal dapat dilihat pada neuropati difus. Pada kecurigaan terhadap neuropati multifokal, otot yang terlibat sebaiknya diperiksa secara teliti. Pada neuropati yang murni akibat demielinisasi, hasil pemeriksaan jarum normal, meski terjadi penurunan recruitment akibat blokade konduksi pada akson.

3