documenta
DESCRIPTION
aTRANSCRIPT
BAB III
PEMBAHASAN
HEMORRHOIDAL ARTERY LIGATION
(HAL)
HAL merupakan sebuah pengobatan bedah non-invasif untuk hemoroid yang
dikembangkan oleh ahli bedah Morinaga Jepang di 1995. HAL adalah teknik yang
didasarkan pada pemahaman tentang patogenesis dan aliran pembuluh darah arteri
dari penyakit hemoroid itu sendiri dan dapat dilakukan di bawah sedasi dan/atau
anestesi lokal.
Prosedur ini memerlukan identifikasi yang tepat dari arteri rectum superior yang
menyuplai hemoroid dengan menggunakan transduser Doppler yang diletakkan
pada sisi proctoscope khusus. Dengan menggunakan frekuensi 8,2 Mhz dan sudut
sekitar 60°, akan didapatkan screening depth sekitar 7 mm. Hal ini
memungkinkan identifikasi arteri hemoroid yang kemudian akan secara selektif
dijahit ligasi 2-3 cm di atas linea dentate melalui window ligasi lateral di dalam
proctoscope (terletak proksimal pada transduser). Ligasi arteri ini mencegah aliran
darah masuk ke plexus vena hemoroid. Hal ini menyebabkan penurunan tekanan
internal di dalam plexus dan kemudian berakhir pada penghentian perdarahan
hemoroid dan penyusutan jaringan hemoroid. Berbagai pusat di Eropa dan
Amerika telah mengadopsi teknik ini dengan sedikit modifikasi dan menggunakan
nama yang berbeda (termasuk: Doppler guided Haemorrhoidal artery ligation
(DG-HAL) and Transanal haemorrhoidal dearterialisation (THD)); akan tetapi,
prinsip dasar dari tiap metode tersebut tetap sama. Studi awal Morinaga et al
melaporkan hasil yang menjanjikan menggunakan HAL pada 116 pasien. Satu
bulan pasca prosedur gejala perdarahan telah berhenti pada 96% pasien, 95%
tidak merasakan nyeri dan 78% mengalami perbaikan gejala. Hasil ini telah
direplikasi oleh beberapa studi pusat tunggal lainnya dengan menggunakan
sampel yang lebih besar. Studi-studi juga menunjukkan bahwa teknik ini juga
merupakan terapi bedah penyakit hemoroid yang dapat ditoleransi, relatif tanpa
rasa sakit, dan dapat dilakukan dengan meminimalisir intervensi anestesi yang
menggunakan sedasi dan/atau lokal anestesi. Sampai saat ini hanya ada satu
percobaan secara acak membandingkan haemorrhoidectomy konvensional dengan
HAL. Dilaporkan bahwa kedua teknik sama-sama efektif dalam hal penanganan
gejala dan tingkat rekurensidalam satu tahun follow up, akan tetapi ditemukan
bahwa HAL lebih sedikit menimbulkan rasa sakit dan menghasilkan penurunan
masa rawat inap di rumah sakit. Namun studi ini merupakan studi kecil dengan
hanya menggunakan tiga puluh pasien dalam setiap kelompok.
Morinaga mencatat beberapa hal mengenai cedera potensi ke uretra, vagina dan
prostat saat melakukan ligasi arteri Namun kelompok awalnya tidak memiliki
komplikasi mayor dan risiko komplikasi mayor hanya minimal ditemukan di
semua penelitian sampai saat ini. Scheyer dkk melaporkan dalam studi mereka
terhadap 308 pasien didapatkan bahwa satu orang pasien mengalami proctitis dan
yang lainnya menderita fistula submukosa. Komplikasi lain yang dicatat
termasuk: perdarahan, trombosis, nyeri defekasi, fisura ani, retensi urin, infeksi
kemih dan retensi fekal, tetapi dengan jumlah penderita lebih kecil jika
dibandingkan dengan studi untuk conventional hemorrhoidectomy.
Sebagian besar pasien yang diterapi dengan teknik HAL dalam penelitian hingga
saat ini merupakan pasien dengan penyakit hemoroid grade II atau III hemoroid
dengan hanya sejumlah kecil pasien grade IV. Sementara teknik ini jelas efektif
dalam menangani gejala perdarahan (secara fisiologi masuk akal karena
mengingat bahwa teknik ini meligasi cabang arteri hemoroid) namun tidak begitu
bermanfaat dalam menangani gejala prolaps. Scheyer et al melaporkan tingkat
pasca operasi komplikasi sisa tonjolan di hampir 60% pada pasien grade IV
dibandingkan hanya 6,7% pada pasien grade II.
Sebuah protoscope khusus (HAL-Doppler, AMI Dufour Medis ™, Maurepas,
Perancis) dikombinasikan dengan Doppler transduser dimasukkan ke dalam
rektum untuk mencari cabang arteri rektum. Sebuah lateral window ligasi arteri
yang terletak di atas transduser Doppler dan proctoscope yang dilengkapi dengan
sumber cahaya untuk memungkinkan mudahnya penyisipan jahitan melalui
window pada kedalaman yang benar di bawah penglihatan langsung. Needle
holder dan pendorong simpul digunakan untuk memasukkan jahitan 8-shaped dan
mengikat knot. Pasien ditempatkan dalam posisi litotomi. Untuk anestesi lokal
digunakan 30 ml ropivacaine 7,5 mg yang diinfiltrasi ke dalam jaringan perianal.
Dalam kasus anestesi spinal, Marcaine dan Sufentanyl yang disuntikkan di daerah
peridural. Antibioprophylaxis menggunakan 500 mg metronidazol. Setelah
pelumasan dengan gel Xylocaine, kanal anal secara lembut dilebarkan untuk
memungkinkan penyisipan protoscope sehingga transduser terletak sekitar 2 cm
di atas linea dentate, kemudian perlahan diputar untuk melokalisasi cabang arteri
rectum pada seluruh area. Sebuah jahitan figure of eight ditempatkan di sekitar
arteri yang terlihat melalui window proctoscope dengan menggunakan Vicryl
(Ethicon) yang dipasang pada sebuah jarum 5/8-circle, 26-mm. Ligasi arteri yang
benar dapat dibuktikan dengan hilangnya suara Doppler ke arah distal dari simpul.
Untuk mengantisipasi timbulnya nyeri sistematis maka diresepkan profilaksis
ketoprofen 2 × 100 mg per hari dan parasetamol 3 × 1.000 mg per hari untuk
jangka waktu dua hari dihitung dari hari mulai operasi. Minyak parafin diberikan
kepada pasien dengan konstipasi selama dua sampai tujuh hari.
Doppler guided HAL mudah dilakukan dan dipelajari (sekitar 3 sampai 5 kali
diperlukan melakukan prosedur ini untuk menjadi terbiasa dengan teknik ini) dan
merupakan teknik invasif minimal yang menjadi alternatif untuk semua terapi
bedah penyakit hemoroid. Teknik ini juga dikaitkan dengan minimalnya rasa sakit
pasca operasi. Teknik HAL dirancang untuk mengganggu suplai darah arteri ke
bantalan anus (anal cushion) dengan menggunakan Doppler probe dan
mengangkat prolaps sampai mukosa. Jaringan ikat di hemoroid yang kolaps akan
regenerasi hingga terjadi resolusi dari bagian hemoroid yang prolaps tersebut.
Komplikasi awal dari teknik Doppler-guided HAL sangat jarang dan sedikit
sehingga pasien dapat langsung rawat jalan pasca operasi. Saat ini , pasien
dipulangkan pada hari pertama atau kedua pasca operasi disebabkan alasan sosial
atau prosedur terkait. Semua stadium penyakit hemoroid dapat diterapi dengan
menggunakan prosedur ini. Pasien yang diterapi dengan Doppler –guided HAL
memiliki resiko terbentuknya skin tag, meskipun 21 dari 58 pasien yang
mengalami skin tag tidak lagi memiliki lesi ini tiga tahun pasca operasi.
Kekambuhan hemoroid interna merupakan komplikasi yang mungkin terjadi
pasca operasi. Scheyer et al, dalam penelitian nya juga membuktikan adanya
komplikasi serupa sebanyak 15 persen dari total 308 pasien. Terdapat banyak
alternatif dalam terapi hemoroid oleh karena tidak ada satu terapi yang cocok
untuk seluruh pasien. Stadium II hemoroid paling baik diobati dengan prosedur
instrumental seperti skleroterapi atau rubber band ligation. Stadium III hemoroid
dapat diterapi dengan teknik Longo atau HAL, jika terjadi perdarahan hemoroid
stadium III, lebih diusulkan prosedur HAL karena diasumsikan bahwa teknik ini
akan mengurangi tekanan anal cushion, dimana rasa nyeri merupakan keluhan
utama.