aborsi dalam segi politik

2
Aborsi dalam segi politik Penggunaan aborsi untuk kepentingan politik suatu negara terjadi pada negara china. Jumlah populasi China yang mencapai 1,3 miliar jiwa (sensus 2010) membuat pemerintah China didesak untuk melakukan penekanan jumlah penduduk. Kebijakan politik yang diangkat oleh pemerintah China diantaranya adalah Kebijakan Satu Anak. China mewajibkan pemasangan KB spiral atau IUD (intrauterine device) bagi ibu yang telah melahirkan anak pertama. Setahun tiga kali, China mengecek setiap ibu, apakah spiral masih terpasang dengan benar. Tercatat sekitar 900 juta orang, atau tiga kali lipat populasi Amerika Serikat, diawasi di bawah kebijakan ini. Terdapat 300.000 pejabat yang dipekerjakan untuk memantau sekaligus mengeksekusi aborsi para pelanggar yang tidak mampu membayar denda. Jumlah ini belum lagi ditambah pekerja serabutannya, yang jumlahnya 92 juta orang. Selain memantau dan mengeksekusi, mereka juga secara rutin memeriksa vagina para warga, memastikan tidak sedang hamil. Bagi pelanggar, dendanya dimulai dari 5.000 yuan hingga tidak terhingga. Jika tidak mampu membayar denda, maka aborsi dilakukan untuk "langkah perbaikan" atau bujiu cuoshi. Bagi orang kaya, tidak masalah. Tapi bagi warga menengah ke bawah, hamil berarti bunuh diri. Menurut hukum China, aborsi seharusnya dilakukan secara sukarela. Praktik aborsi atau sterilisasi alias pemandulan paksa dengan kekerasan telah dilarang sejak tahun 2002. Namun, pada kenyataannya, praktik ini masih terjadi. Menurut laporan tahunan Komisi Kongres AS untuk China 2010, 18 dari 31 provinsi di Negeri Tirai Bambu masih melakukan aborsi paksa terhadap pelanggar kebijakan anak tunggal. Dua di antaranya adalah Shanxi dan Siming, tempat tinggal Feng dan Xiao. Menurut laporan tahunan Kongres AS untuk China tahun 2009, pelaksanaan pemandulan atau aborsi dilakukan oleh mereka yang bukan ahlinya. Akibatnya, banyak terjadi infeksi dan komplikasi berbahaya lainnya.

Upload: nidya-yunaz

Post on 10-Apr-2016

3 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

f

TRANSCRIPT

Page 1: Aborsi Dalam Segi Politik

Aborsi dalam segi politik

Penggunaan aborsi untuk kepentingan politik suatu negara terjadi pada negara china. Jumlah populasi China yang mencapai 1,3 miliar jiwa (sensus 2010) membuat pemerintah China didesak untuk melakukan penekanan jumlah penduduk. Kebijakan politik yang diangkat oleh pemerintah China diantaranya adalah Kebijakan Satu Anak. China mewajibkan pemasangan KB spiral atau IUD (intrauterine device) bagi ibu yang telah melahirkan anak pertama. Setahun tiga kali, China mengecek setiap ibu, apakah spiral masih terpasang dengan benar. Tercatat sekitar 900 juta orang, atau tiga kali lipat populasi Amerika Serikat, diawasi di bawah kebijakan ini.

Terdapat 300.000 pejabat yang dipekerjakan untuk memantau sekaligus mengeksekusi aborsi para pelanggar yang tidak mampu membayar denda. Jumlah ini belum lagi ditambah pekerja serabutannya, yang jumlahnya 92 juta orang. Selain memantau dan mengeksekusi, mereka juga secara rutin memeriksa vagina para warga, memastikan tidak sedang hamil.

Bagi pelanggar, dendanya dimulai dari 5.000 yuan hingga tidak terhingga. Jika tidak mampu membayar denda, maka aborsi dilakukan untuk "langkah perbaikan" atau bujiu cuoshi. Bagi orang kaya, tidak masalah. Tapi bagi warga menengah ke bawah, hamil berarti bunuh diri.

Menurut hukum China, aborsi seharusnya dilakukan secara sukarela. Praktik aborsi atau sterilisasi alias pemandulan paksa dengan kekerasan telah dilarang sejak tahun 2002. Namun, pada kenyataannya, praktik ini masih terjadi.

Menurut laporan tahunan Komisi Kongres AS untuk China 2010, 18 dari 31 provinsi di Negeri Tirai Bambu masih melakukan aborsi paksa terhadap pelanggar kebijakan anak tunggal. Dua di antaranya adalah Shanxi dan Siming, tempat tinggal Feng dan Xiao. Menurut laporan tahunan Kongres AS untuk China tahun 2009, pelaksanaan pemandulan atau aborsi dilakukan oleh mereka yang bukan ahlinya. Akibatnya, banyak terjadi infeksi dan komplikasi berbahaya lainnya.