abortus forensik
DESCRIPTION
abortus forensikTRANSCRIPT
ABORTUS
PENDAHULUAN
Kehidupan merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dihormati oleh setiap manusia. Abortus (keguguran/gugur kandungan) dapat terjadi dimana saja,
baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang, dapat terjadi kapan saja, dan
dapat dilakukan oleh berbagai kalangan. Abortus dapat terjadi karena sebab-sebab alamiah,
yakni terjadi dengan sendirinya bukan karena perbuatan manusia (abortus spontanea), dapat pula
terjadi karena dibuat/disengaja (abortus provokatus).
Abortus provokatus selalu menjadi perbincangan, baik dalam forum resmi maupun tidak
resmi yang menyangkut bidang kedokteran, hukum maupun disiplin ilmu lain. Alasan abortus
provokatus sebagian besar adalah karena kehamilan yang tidak dikehendaki. Hal ini merupakan
fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan. Berbicara mengenai abortus,
tentunya kita berbicara tentang kehidupan manusia, sebab abortus erat kaitannya dengan wanita
dan janin yang ada dalam kandungan. Keprihatinan pada kejadian abortus provokatus bukan
tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku pengguguran kandungan banyak menimbulkan efek
negatif baik untuk diri pelaku mapun pada masyarakat luas.
Abortus provokatus memiliki sejarah panjang dan telah dilakukan dengan berbagai
metode termasuk natural atau herbal, obat-obatan kimiawi, penggunaan alat-alat tajam, ataupun
dengan prosedur operasi dengan teknologi yang canggih. Legalitas, normalitas, budaya dan
pandangan mengenai abortus provokatus secara substansial berbeda di seluruh negara. Di banyak
negara di dunia, isu ini adalah permasalahan menonjol dan memecah belah publik atas
kontroversi etika dan hukum. Abortus provokatus dan masalah yang berhubungan dengan hal ini
menjadi topik menonjol dalam politik nasional di banyak negara seringkali melibatkan gerakan
menentang abortus pro-kehidupan dan pro-pilihan atas abortus provokatus di seluruh dunia.
Adanya pertentangan baik secara moral, kemasyarakatan, agama dan hukum membuat abortus
provokatus menjadi suatu permasalahan yang mengandung kontroversi.
EPIDEMIOLOGI
Dari hasil World Fertility Survey tahun 1987, diketahui bahwa di seluruh dunia ada
sekitar 300 juta pasangan usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi, tetapi tidak
menggunakan alat kontrasepsi apapun. Mereka adalah kelompok yang sangat berisiko untuk
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Keadaan seperti ini paling mencolok ditemukan di
negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, yang tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan
jasa abortus sangat rendah. Program Keluarga Berencana di Afrika, Asia, dan Amerika latin
secara berturut-turut hanya mampu mencakup 23%, 43%, dan 57% dari para pasangan yang
tidak menginginkan anak tersebut.
Selain itu, kehamilan yang tidak diinginkan dalam jumlah yang besar juga terjadi pada
kelompok remaja. Para remaja yang dihadapkan pada realitas pergaulan bebas masyarakat
modern tidak dibekali dengan pengetahuan tentang fisiologi reproduksi dan perilaku seksual
yang benar. Berdasarkan data WHO, diketahui bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya
diperkirakan ada sekitar 15 juta remaja yang mengalami kehamilan. Sekitar 60% di antaranya
tidak ingin melanjutkan kehamilan tersebut dan berupaya mengakhirinya.
Di dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu yang tidak menginginkan
kehamilannya melakukan abortus atau sekitar 40-70 kasus abortus per 1000 wanita usia
reproduksi. Sekitar 500.000 ibu di setiap tahunnya mengalami kematian yang disebabkan oleh
kehamilan dan persalinan serta sekitar 30-50% diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus
yang tidak aman. Yang lebih memprihatinkan, sekitar 90% dari kematian tersebut terjadi di
negara berkembang, termasuk Indonesia, yang jumlah dan penyebaran fasilitas pelayanan
kesehatan profesionalnya masih relatif kecil dan tidak merata. Di wilayah Asia tenggara, WHO
memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta
terjadi di Indonesia. Risiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan
antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa
masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar.
Di Tunisia yang melegalkan tindakan abortus, sekitar 33% kejadian abortus masih
tergolong sebagai abortus yang tidak aman. Di Zambia yang mengizinkan pelaksanaan abortus
dengan mempertimbangkan alasan sosial yang luas, sebagian besar ibu yang melakukan tindakan
abortus tidak memenuhi persyaratan profesional. Dalam hal ini, kelonggaran yang diberikan
terhadap abortus tidak diikuti dengan kemudahan sistem administrasi penyelenggaraannya.
Misalnya, setiap abortus yang akan dilakukan harus mendapat persetujuan 3 orang dokter, yang
salah satunya adalah dokter spesialis.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di 19 negara Amerika Latin, setiap tahun
dilakukan sekitar 34 juta abortus atau sebesar 45 per 100 wanita usia produktif. Di Chili, sekitar
10-30% tempat tidur di bangsal kebidanan dan kandungan diisi oleh wanita yang mengalami
komplikasi abortus.
Dari Zimbabwe, Afrika, dilaporkan bahwa sekitar 28% seluruh kematian ibu
berhubungan dengan abortus. Sementara di Tanzania dan Adis Adaba, masing-masing sebesar
21% dan 54%. Hal ini diperkirakan merupakan bagian kecil dari kejadian yang sebenarnya,
sebagai akibat ketidakterjangkauan pelayanan kedokteran modern yang ditandai oleh
kesenjangan informasi. Di Mesir yang mayoritas berpenduduk muslim, penduduk yang
berpeluang untuk melakukan abortus dinyatakan sangat kecil. Di Irak, perawatan kasus abortus
dan komplikasinya dikatakan melebihi perawatan persalinan. Di daerah pedesaan Libanon, pada
tahun 1961 diketahui bahwa 0,2% kehamilan diakhiri dengan abortus, sementara di perkotaan 8-
14%.
Meskipun status abortus di negara-negara Asia umumnya ilegal, insiden abortus
umumnya dianggap tinggi. Di Korea, pada 1978 insidens abortus ditemukan sebesar 235 per
1000 wanita yang berkeluarga yang berusia 15-44 tahun. Di Thailand yang mengizinkan abortus
secara terbatas, didapatkan angka 37 per 1000 wanita usia reproduktif dan ratio 245 per 1000
kelahiran hidup. Di Singapura, pada 1981 dilaporkan insiden abortus 28,4 per 1000 wanita usia
reproduktif dan rasio 371 per 1000 kelahiran hidup. Di India yang melegalkan aborsi tapi dengan
fasilitas pelayanan yang tidak merata, ditemukan angka 55 per 1000 wanita usia 15-44 tahun.
DEFINISI
Abortus adalah suatu proses kehamilan yang terhenti atau pengeluaran hasil konsepsi
(pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, yaitu pada
umur kehamilan di bawah 20 minggu, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang.
Sedangkan menurut Llewollyn & Jones (2002), definisi abortus adalah keluarnya janin
sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai 22 minggu dan beratnya
kurang dari 500 gram. WHO merekomendasikan viabilitas apabila masa gestasi telah mencapai
22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih.
Dari aspek kedokteran forensik, yang diartikan dengan abortus adalah pengeluaran hasil
konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai
(38-40 minggu).
Abortus provokatus merupakan istilah lain yang secara resmi dipakai dalam kalangan
kedokteran dan hukum. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh. Selanjutnya, menurut WHO, abortus yang tidak aman (unsafe
abortion) adalah abortus yang dilakukan dengan menggunakan metode yang berisiko tinggi,
bahkan fatal, dilakukan oleh orang tidak terlatih atau tidak terampil serta komplikasinya yang
merupakan penyebab langsung kematian wanita usia reproduksi. Dengan demikian, ada tiga
kriteria abortus yang tidak aman, yaitu metode berisiko tinggi, dilakukan oleh orang yang tidak
terlatih dan komplikasinya merupakan penyebab langsung kematian ibu.
JENIS-JENIS ABORTUS
Jenis abortus menurut terjadinya:
Abortus spontanea Peristiwa gugur kandungan yang terjadi dengan sendirinya tanpa
adanya pengaruh dari luar baik faktor mekanis ataupun medisinalis (misal karena trauma
kecelakaan atau sebab-sebab alami). Abortus spontan ini dibagi menjadi beberapa tipe
abortus berdasarkan peristiwa yaitu:
a. Abortus imminens: Peristiwa terjadinya perdarahan per vaginam pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya
dilatasi serviks. Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau
dipertahankan.
b. Abortus insipiens: Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih
dalam uterus.
c. Abortus inkompletus: Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
d. Abortus kompletus: Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
e. Missed abortion: Keadan di mana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim
dan tidak dikeluarkan selama dua bulan atau lebih.
f. Abortus habitualis (keguguran berulang): Keadaan dimana penderita mengalami
keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
g. Abortus infeksious dan Abortus septic: Abortus yang disertai infeksi genital.
Tipe abortus di atas disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
1. Adanya infeksi yang terjadi pada sang ibu.
2. Adanya penyakit kronik yang diderita sang ibu yang kemudian akan melemahkan ibu.
3. Adanya kekurangan gizi pada ibu.
4. Adanya kelelahan fisik sang ibu.
5. Adanya trauma psikologis dari si ibu.
6. Adanya kelainan rahim pada ibu.
7. Adanya kelainan sistem pertahanan tubuh (imun) pada ibu.
8. Adanya kelainan kromosom pada janin sehingga janin tidak berkembang dan mati di
dalam rahim si ibu.
Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat) Menghentikan kehamilan sebelum
janin dapat hidup diluar tubuh ibu.
a. Abortus provokatus medicinalis/artificialis/therapeuticus: Abortus yang dilakukan
atas dasar indikasi medik.
Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu.
Syarat-syaratnya:
1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu
seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab
profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai yang
ditunjuk oleh pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
6. Dokumen medik harus lengkap.
Ditinjau dari segi usia kehamilan, abortus provokatus medicinalis dibedakan menjadi 3,yaitu:
1. Abortus pada triwulan pertama sampai dengan 12 minggu.
Pada kehamilan sampai batas 7 minggu pengeluaran isi rahim dilakukan dengan kuret
tajam, agar ovum kecil tidak tertinggal, maka ovum uteri dikerok seluruhnya. Apabila
kehamilan melebihi 6 sampai 7 minggu digunakan kuret tumpul sebesar yang dapat
dimasukkan. Setelah hasil konsepsi sebagian besar lepas dari dinding uterus, maka hasil
tersebut dapat dikeluarkan dengan cunam abortus dan kemudian dilakukan kerokan hati-
hati dengan kuret tajam yang cukup besar, apabila diperlukan dapat dimasukkan tampon
ke dalam uteri dan vagina yang akan dikeluarkan esok harinya.
2. Abortus pada kehamilan 12 sampai 16 minggu.
Abortus dilakukan dengan menggunakan perpaduan antara dilatasi, kuret dan
penghisapan. Bahaya dari cara ini adalah terbentuknya luka-luka yang menimbulkan
pendarahan.
3. Abortus pada triwulan kedua (Kehamilan sampai 16 minggu).
Abortus dilakukan dengan menimbulkan kontraksi-kontraksi uterus supaya janin dan
plasenta dapat dilahirkan secara spontan. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan
esantasi (pembiusan lokal).
Indikasi dilakukannya abortus provokatus medicinalis adalah:
o Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus
menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
o Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
o Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
o Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan
adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada
tubuh seperti kanker payudara.
o Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
o Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
o Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik
dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, atau toksemia
gravidarum yang berat.
o Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai
komplikasi vaskuler, hipertiroid, dll.
o Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
o Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
o Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini
sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.
b. Abortus provokatus kriminalis: Pengguguran kandungan yang sengaja dilakukan
tanpa adanya indikasi medik (ilegal), baik oleh ibu maupun oleh orang lain dengan
persetujuan si ibu hamil. Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan
instrumen (alat) atau obat-obat tertentu. Sering abortus ini dilakukan oleh tenaga yang
tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang. Abortus ini disebut dengan abortus provokatus kriminalis karena di
dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan. Kurang lebih 40% dari semua
kasus abortus termasuk golongan ini.
Pelaku abortus provokatus kriminalis biasanya adalah:
o Wanita bersangkutan
o Dokter/ tenaga medis lain (demi keuntungan atau demi rasa simpati)
o Orang lain yang bukan tenaga medis yang karena suatu alasan tidak menghendaki
kehamilan seorang wanita
Bila pelakunya adalah wanita bersangkutan, sering timbul akibat yang tidak diinginkan,
sehingga sering pula harus berurusan dengan polisi. Sebaliknya bila dilakukan oleh tenaga
medis yang ahli biasanya tidak sampai berurusan dengan pihak berwajib, karena dikerjakan
dengan ahli, sehingga hampir selalu berhasil dengan baik tanpa efek sampingan.
Abortus provokatus kriminalis sering terjadi pada kehamilan yang tidak
dikehendaki.
Ada beberapa alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya:
o Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
o Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi.
o Kehamilan di luar nikah.
o Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga.
o Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
o Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga).
o Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan
kehamilan yang tidak diinginkan.
Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib
janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal.
Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin
kemungkinan besar mengalami cacat fisik. Secara garis besar tindakan abortus sangat
berbahaya bagi ibu dan juga janin yaitu bisa menyebabkan kematian pada keduanya.
Cara-cara melakukan abortus provokatus kriminalis:
1. Kekerasan mekanik
Umum
i. Latihan olahraga berlebihan
ii. Naik kuda berlebihan
iii. Mendaki gunung, berenang, naik turun tangga
iv. Tekanan / trauma pada abdomen
Pada kekerasan secara umum ini biasanya tidak ditemukan tanda-tanda
kekerasan, tapi cara ini jarang berhasil pada kehamilan yang sehat dan normal
Lokal
i. Memasukkan alat-alat yang dapat menusuk ke dalam vagina : pensil, paku,
jeruji sepeda, atau bahkan jari tangan
ii. Alat merenda, kateter, atau alat penyemprot untuk menusuk atau
menyemprotkan cairan ke dalam uterus untuk melepas kantung amnion
(biasanya dilakukan dengan menggunakan Higginson type syringe,
sedangkan cairannya adalah air sabun, desinfektan atau air biasa/air
panas). Penyemprotan ini dapat mengakibatkan emboli udara.
iii. Alat untuk memasang IUD
iv. Alat yang dapat dilalui arus listrik
Abortus provokatus dengan kekerasan mekanik lokal ini dapat berakhir dengan
kematian dalam waktu yang variabel dengan kematian sebagai berikut:
Immediate
o Vagal reflek
o Emboli udara (± 10 cc)
o Perdarahan
o Keracunan anastesi
Delayed
o Septicemia
o Pyaemia
o General peritonitis
o Toxemia
o Tetanus
o Perforasi uterus dan viscera abdomen
o Emboli lemak (penyemprotan lisol)
Remote (lama sekali setelah tindakan abortus)
o Jaundice
o Renal failure
o Bacterial endocarditis
o Pneumonia, emphysema
o Meningitis
Metode hisapan sering digunakan pada abortus yang merupakan cara yang ilegal secara
medis walaupun dilakukan oleh tenaga medis. Tabung suntik yang besar dilekatkan pada
ujung kateter yang dapat dilakukan penghisapan yang berakibat ruptur dari chorionic sac
dan mengakibatkan abortus. Cara ini aman asalkan metode aseptic dijalankan, jika
penghisapan tidak lengkap dan masih ada sisa dari hasil konsepsi maka dapat
mengakibatkan infeksi.
Tujuan dari merobek kantong kehamilan adalah jika kantong kehamilan sudah rusak
maka secara otomatis janin akan dikeluarkan oleh kontraksi uterus. Ini juga dapat
mengakibatkan dilatasi saluran cerviks, yang dapat mengakhiri kehamilan. Semua alat
dapat digunakan dari pembuka operasi sampai jari-jari dari ban sepeda.
Paramedis yang melakukan abortus suka menggunakan kateter yang kaku. Jika
digunakan oleh dokter maupun suster, yang melakukan mempunyai pengetahuan anatomi
dan menggunakan alat yang steril maka risikonya semakin kecil. Akan tetapi orang awam
tidak mengetahui hubungan antara uterus dan vagina. Alat sering digunakan dengan cara
didorong ke belakang yang orang awam percayai bahwa keadaan cerviks di depan
vagina. Permukaan dari vagina dapat menjadi rusak dan alat mungkin masuk ke usus
bahkan hepar.
Penetrasi dari bawah atau tengah vagina dapat juga terjadi perforasi. Jika cerviks
dimasuki oleh alat, maka cerviks dapat ruptur dan alat mungkin masuk lewat samping.
Permukaan luar dapat cedera dengan pengulangan, usaha yang ceroboh yang berusaha
mengeluarkan benda yang terlalu tebal ke saluran yang tidak membuka. Jika sukses
melewati saluran dari uterus, mungkin langsung didorong ke fundus, yang akan merusak
peritoneal cavity. Bahaya dari penggunaan alat adalah pendarahan dan infeksi.
Perforasi dari dinding vagina atau uterus dapat menyebabkan pendarahan, yang mungkin
diakibatkan dari luar atau dalam. Sepsis dapat terjadi akibat penggunaan alat yang tidak
steril atau kuman berasal dari vagina dan kulit. Bahaya yang lebih ringan (termasuk
penggunaan jarum suntik) adalah cervical shock. Ini dapat membuat dilatasi cerviks,
dalam keadaaan pasien yang tidak dibius, alat mungkin menyebabkan vagal refleks, yang
melalui sistem saraf parasimpatis, yang dapat mengakibatkan cardiac arrest. Ini
merupakan mekanisme yang berpotensi menimbulkan ketakutan yang dapat terjadi pada
orang yang melakukan abortus kriminalis.
2. Kekerasan kimiawi/ obat-obatan atau bahan-bahan yang bekerja pada uterus
Bahan-bahan yang sifatnya biasa terdapat dalam jamu peluntur, nenas muda, bubuk beras
dicampur lada hitam, dan lain lain. Ada juga yang agak beracun seperti garam logam
berat, laksans dan lain lain; atau bahan yang beracun, seperti strichnin, prostigmin,
pilokarpin, dikumarol, kina dan lain lain.
Jenis obat-obatan yang dipakai untuk menginduksi abortus antara lain:
Emmenagogum: Obat untuk melancarkan haid.
Cara kerja: Indirect Congesti + engorgement mucosa Bleeding Kontraksi
Uterus Foetus dikeluarkan
Direct: Bekerja langsung pada uterus/saraf motorik uterus.
Misal: Aloe, Cantharides (racun irritant), Caulopylin, Borax, Apiol, Potassium
permanganate, Santonin, Senega, Mangan dioksida, dll.
Indirect: Tonicum, hematinin (obat penambah darah)
Purgativa/Emetica: Obat-obatan yang menimbulkan kontraksi GI tract.
Misal:
- Colocynth: Aloe
- Castor oil: Magnesim sulfate, Sodium sulfate
Ecbolica: Menimbulkan kontraksi uterus secara langsung.
Misal: Apiol, Ergot, Ergometrine, Extract secale, Extract pituatary, Pituitrine,
Exytocin.
Cara kerja ergot: Merangsang alpha 1 receptor pada uterus Kontraksi uterus yang
kuat dan lama
Garam dari logam: Biasanya sebelum mengganggu kehamilannya sudah
membahayakan keselamatan ibu.
Tujuan: Menimbulkan tonik kontraksi pada uterus.
Misal : Arsenicum, HgCl, Potassium bichromate, Ferro sulfate, Ferri chloride
Obat-obatan yang sering digunakan di tempat praktek dokter misalnya:
Misoprostol (cytotec, gastrul)
Tablet misoprostol merupakan salah satu obat penting yang masuk dalam daftar
WHO. Tablet ini dapat digunakan secara mandiri oleh para perempuan untuk
menyelamatkan hidupnya.
Misoprostol menyebabkan kontraksi pada rahim dan dapat digunakan sebagai berikut:
Pengguguran kandungan secara aman
Membersihkan sisa-sisa keguguran
Mencegah dan mengobati pendarahan berat setelah melahirkan
Induksi kelahiran
Methyestradiol + Methylestrenolone (gynaecosid)
Terapi hormonal estrogen dan progesterone untuk secondary amenorrhoe.
Methotrexate (indikasi obat kanker).
Oxytocin (cytitec) Merangsang kontraksi uterus.
PEMERIKSAAN
1. Korban Hidup
a. Ibu
Tanda-tanda kehamilan: striae gravidarum, uterus yang membesar,
hiperpigmentasi areola mammae, G.M.
Tanda-tanda partus: lochia, kesadaran osteum uteri.
Golongan darah.
b. Janin
Umur janin.
Golongan darah.
2. Korban Mati
Pemeriksaan post mortem korban abortus kriminalis bertujuan:
- Mencari bukti dan tanda kehamilan.
- Mencari bukti abortus dan kemungkinan adanya tindakan criminal dengan obat-obatan
atau instrumen.
- Menentukan kaitan antara sebab kematian dengan abortus.
- Menilai setiap penyakit wajar yang ditemukan.
a. Pemeriksaan Ibu
Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
Identifikasi umum: tinggi badan, berat badan, umur, pakaian: cari tanda-
tanda kontak dengan suatu cairan, terutama pada pakaian dalam.
Catat suhu badan, warna, dan distribusi lebam jenasah.
Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan.
Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada: arteria
coronaria, ventrikel kanan, arteria pumonalis, arteri dan vena di permukaan
otak, vena-vena pelvis.
Vagina dan uterus diinsisi pada dinding anterior untuk menghindari jejas
kekerasan yang biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya perforasi
uterus. Cara pemeriksaan: uterus direndam dalam larutan formalin 10%
selama 24 jam, kemudian direndam dalam alcohol 95% selama 24 jam. Iris
tipis untuk melihat saluran perforasi. Periksa juga tanda-tanda kekerasan
pada cervix (abrasi, laserasi).
Ambil sampel semua organ untuk pemeriksaan histopatologis.
Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi.
Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis: isi vagina, isi uterus, darah
dari vena cava inferior dan kedua ventrikel, urine, isi lambung, rambut
pubis.
Periksa golongan darah.
b. Pemeriksaan Janin
Umur janin.
Golongan darah.
Penentuan Umur Janin
1. Berdasarkan panjang badan (Rumus Haase)
Umur Panjang Badan (cm)
(Bulan)
(Puncak kepala – tumit)
1 1 x 1 = 1
2 2 x 2 = 4
3 3 x 3 = 9
4 4 x 4 = 16
5 5 x 5 = 25
6 6 x 5 = 30
7 7 x 5 = 35
8 8 x 5 = 40
9 9 x 5 = 45
10 10 x 5 = 50
2. Berdasarkan pertumbuhan bagian-bagian tubuh
Umur Kelamin (Bulan) Ciri-Ciri Pertumbuhan
2 Hidung, telinga, jari mulai terbentuk (belum sempurna), kepala
menempel ke dada
3 Daun telinga jela, kelopak mata masih melekat, leher mulai
terbentuk, belum ada deferensiasi genetalia
4 Genetalia externa terbentuk dan dapat dikenali, kulit merah dan
tipis sekali
5 Kulit lebih tebal, tumbuh bulu lanugo
6 Kelopak mata terpisah, terbentuk alis dan bulu mata, kulit keriput
7 Pertumbuhan lengkap/sempurna
3. Berdasarkan inti penulangan:
- Calcaneus: ± 5-6 bulan
- Talus: ± 7 bulan
- Femur: ± 8-9 bulan
- Tibia: ± 9-10 bulan
ASPEK HUKUM DAN MEDIKOLEGAL ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS
Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama itu belum ada
undang-undang yang mengatur mengenai tindakan abortus. Peraturan mengenai hal ini pertama
kali dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah ada larangan untuk melakukan abortus. Sejak itu
maka undang-undang mengenai abortus terus mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun
terakhir ini dimana mulai timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di
berbagai negara di dunia terhadap tindakan abortus.
Hukum abortus di berbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut:
Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda.
Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti
di Perancis dan Pakistan.
Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada, Muangthai
dan Swiss.
Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosio-medik, seperti di Eslandia,
Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.
Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti di Jepang, Polandia, dan
Yugoslavia.
Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan tanpa memperhatikan indikasi-
indikasi lainnya (Abortion on request atau Abortion on demand), seperti di Bulgaria,
Hongaria, USSR, Singapura.
Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (aborsi boleh dilakukan bila
fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di India.
Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian (misalnya bila hamil akibat
perkosaan) seperti di Jepang.
Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum abortus pada umumnya
mengemukakan salah satu alasan/tujuan seperti yang tersebut di bawah ini:
Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang melakukan abortus atas
indikasi medik.
Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus provokatus kriminalis.
Untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk.
Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri nasib kandungannnya.
Untuk memenuhi desakan masyarakat.
Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik
Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran
kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi
dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang didasarkan atas Deklarasi
Jenewa yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri
untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
Dari aspek etika, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah merumuskannya dalam Kode Etik
Kedokteran Indonesia mengenai kewajiban umum, pasal 7d: Setiap dokter harus senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Pada pelaksanaannya, apabila ada
dokter yang melakukan pelanggaran, maka penegakan implementasi etik akan dilakukan secara
berjenjang dimulai dari panitia etik di masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan Etika
Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa "pengucilan" anggota dari
profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi adalah pemecatan anggota
profesi dari komunitasnya.
Apabila dilihat dari aspek hak asasi manusia, setiap orang berhak untuk hidup maupun
mempertahankan hidupnya, sehingga pengakhiran kandungan (aborsi) dapat dikualifikasikan
sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Dengan kata lain paradigma yang
digunakan adalah paradigma yang mengedepankan hak anak (pro life).
Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak.
Abortus buatan atau abortus provokatus dapatdigolongkan ke dalam dua golongan yakni:
1. Abortus buatan legal
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang
dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus provokatus
therapeticus, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk
menyelamatkan nyawa ibu. Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 15: 1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. 2) Tindakan medis
tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: a. Berdasarkan
indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; b. Oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenanga n untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya; d. Pada
sarana kesehatan tertentu. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
Ayat (1): Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan
norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan
jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Ayat (2) Butir a: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan
diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan
janinnya terancam bahaya maut. Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat melakukan
tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan wewenang untuk
melakukannya yaitu seorang dokter ahli kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan
penyakit kandungan. Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil
yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan
persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau keluarganya. Butir d: Sarana kesehatan
tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai
untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3): Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara
lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya,tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan,
sarana kesehatan yang ditunjuk.
2. Abortus Provokatus Kriminalis (Abortus buatan ilegal)
Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan atau
menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi
syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus golongan ini sering
juga disebut dengan abortus provocatus criminalis karena di dalamnya mengandung
unsur kriminal atau kejahatan. Beberapa pasal yang mengatur abortus provocatus dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP):
PASAL 299: 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau denda paling banyak empat pulu ribu rupiah. 2) Jika yang bersalah,
berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai
pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya
dapat ditambah sepertiga. 3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam
menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.
PASAL 346: Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
PASAL 347: 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun. 2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
PASAL 348: 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan
matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
PASAL 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
PASAL 535: Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta
menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa
diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu,
diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:
1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang
lain, diancam hukuman empat tahun.
2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati
diancam 15 tahun.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan
bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter,
bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya
dan hak untuk praktek dapat dicabut.
Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang
dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam
prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang
kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 80: Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2),
dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli agama, ahli hukum, sosial dan ekonomi
memberikan pandangan yang berbeda terhadap dilakukannya abortus buatan. Begitu pula dengan
ahli ekonomi, mereka sepakat bahwa alasan ekonomi tidak dapat dijadikan alasan untuk
membenarkan dilakukannya pengguguran kandungan. Ditinjau dari sudut pandang kesehatan,
abortus merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan
dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan
adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya abortus juga merupakan penyebab
kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis . Kematian ibu
yang disebabkan komplikasi abortus sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi sering
dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini abortus masih
merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak, abortus dianggap ilegal dan
dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian abortus, di lain
pihak abortus justru terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar
tentang terjadinya abortus di masyarakat, selain dengan mudahnya didapatkan jamu dan obat-
obatan peluntur serta dukun pijat untuk mereka yang terlambat datang bulan.
Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on
Population and Development/ICPD) di Kairo tahun 1994 dan Konferensi Wanita di Beijing
tahun 1995 menyepakati bahwa akses pada pelayanan abortus yang aman merupakan bagian dari
hak perempuan untuk hidup, hak perempuan untuk menerima standar pelayanan kesehatan yang
tertinggi dan hak untuk memanfaatkan kemajuan teknologi kesehatan dan informasi. Dengan
demikian, diperlukan perlindungan hukum dalam menyelenggarakan pelayanan abortus yang
aman untuk menjamin hak perempuan dalam menentukan fungsi reproduksi dan peran
reproduksi tubuhnya sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa dilegalkannya abortus aman di
sebuah negara justru berperan dalam menurunkan angka kejadian abortus itu sendiri. Mungkin
salah satunya karena efektivitas konseling pasca abortus yang mewajibkan pemakaian
kontrasepsi bagi mereka yang masih aktif seksual namun tidak ingin mempunyai anak untuk
jangka waktu tertentu. Selain itu juga ditunjang oleh efektivitas alat kontrasepsi itu sendiri yang
hampir mencapai 100% sehingga mengurangi angka kehamilan tidak diinginkan yang berakhir
pada tindak abortus.
Held dan Adriaansz mengemukakan hasil meta-analisis tentang kelompok risiko tinggi
terhadap kehamilan yang tidak direncanakan dan abortus tidak aman berdasarkan persentasenya,
yaitu:
1) kelompok unmet need dan kegagalan kontrasepsi (48%);
2) kelompok remaja (27%);
3) kelompok praktisi seks komersial;
4) kelompok korban perkosaan, incest dan perbudakan seksual (9%).
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa ternyata kelompok unmet need dan
gagal KB merupakan kelompok terbesar yang mengalami kehamilan tidak direncanakan
sehingga konseling kontrasepsi merupakan salah syarat mutlak untuk dapat mengurangi kejadian
abortus, terutama abortus berulang, selain faktor lainnya. Konseling kontrasepsi bertujuan untuk
membantu klien memilih salah satu kontrasepsi yang sesuai bagi mereka, dalam kaitannya
dengan risiko fungsi reproduksi dan peningkatan kualitas kesehatan. Pada intinya, konseling ini
akan memberi informasi bagi klien tentang: 1) Kemungkinan menjadi hamil sebelum datangnya
menstruasi berikut, 2) Adanya berbagai metode kontrasepsi yang aman dan efektif untuk
mencegah atau menunda kehamilan, 3) Dimana dan bagaimana mereka mendapatkan pelayanan
dan alat kontrasepsi.
Ditinjau dari segi agama, terutama agama Islam, tidak ada satupun ayat didalam Al-
Quran yang menyatakan bahwa abortus boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak
sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-
ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama manusia
adalah sangat mengerikan.
Pertama: Manusia - berapapun kecilnya - adalah ciptaan Allah yang mulia. Agama Islam
sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang
bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah
memuliakan umat manusia.”(QS 17:70)
Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang.
Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang. Didalam agama
Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang sangat besar.
Firman Allah: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang
mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan-akan dia
telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa
seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia
semuanya.” (QS 5:32).
Ketiga: Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang
cukup atau takut akan kekurangan uang. Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa
karena penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai, kemudian ia
merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah salah pemikirannya. Ayat Al-
Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-
anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS 17:31).
Keempat: Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap perintah
Allah. Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Jenis aborsi yang dilakukan dengan
tujuan menghentikan kehidupan bayi dalam kandungan tanpa alasan medis dikenal dengan istilah
“abortus provokatus kriminalis” yang merupakan tindakan kriminal – tindakan yang melawan
Allah. Al-Quran menyatakan: “Adapun hukuman terhadap orang-orang yang berbuat keonaran
terhadap Allah dan RasulNya dan membuat bencana kerusuhan di muka bumi ialah: dihukum
mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari
masyarakatnya. Hukuman yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia
dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih.” (QS 5:36)
Kelima: Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita.
Sejak kita masih sangat kecil dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal kita. Al-Quran
menyatakan:”Dia lebih mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak
kamu masih dalam kandungan ibumu.”(QS: 53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan
janin yang dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam proses aborsi.
Keenam: Tidak ada kehamilan yang merupakan “kecelakaan” atau kebetulan. Setiap
janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah. Allah menciptakan manusia dari tanah,
kemudian menjadi segumpal darah dan menjadi janin. Semua ini tidak terjadi secara kebetulan.
Al-Quran mencatat firman Allah: “Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut
kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu
sebagai bayi.” (QS 22:5) Dalam ayat ini ditekankan akan pentingnya janin dibiarkan hidup
“selama umur kandungan”. Tidak ada ayat yang mengatakan untuk mengeluarkan janin sebelum
umur kandungan apalagi membunuh janin secara paksa.
Ketujuh: Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam kasus
hamil diluar nikah sekalipun, Nabi sangat menjunjung tinggi kehidupan. Hamil diluar nikah
berarti hasil perbuatan zinah. Hukum Islam sangat tegas terhadap para pelaku zinah. Akan tetapi
Nabi Muhammad SAW – seperti dikisahkan dalam Kitab Al-Hudud – tidak memerintahkan
seorang wanita yang hamil diluar nikah untuk menggugurkan kandungannya: Datanglah
kepadanya (Nabi yang suci) seorang wanita dari Ghamid dan berkata,”Utusan Allah, aku telah
berzina, sucikanlah aku.”. Dia (Nabi yang suci) menampiknya. Esok harinya dia berkata,”Utusan
Allah, mengapa engkau menampikku? Mungkin engkau menampikku seperti engkau menampik
Ma’is. Demi Allah, aku telah hamil.” Nabi berkata,”Baiklah jika kamu bersikeras, maka pergilah
sampai anak itu lahir.” Ketika wanita itu melahirkan datang bersama anaknya (terbungkus) kain
buruk dan berkata,”Inilah anak yang kulahirkan.” Jadi, hadis ini menceritakan bahwa walaupun
kehamilan itu terjadi karena zina (diluar nikah) tetap janin itu harus dipertahankan sampai
waktunya tiba. Bukan dibunuh secara keji.
Di lain pihak, terdapat berbagai macam pendapat ulama Islam mengenai masalah abortus
ini. Sebagian berpendapat bahwa abortus yang dilakukan sebelum 120 hari hukumnya haram dan
sebagian lagi berpendapat boleh. Batasan 120 hari dipakai sebagai tolak ukur boleh-tidaknya
aborsi dilakukan mengingat sebelum 120 hari janin belum ditiupkan rohnya yang berarti belum
bernyawa. Dari ulama yang berpendapat boleh beralasan jika setelah didiagnosis oleh dokter ahli
kebidanan dan kandungan ternyata apabila kehamilan diteruskan maka akan membahayakan
keselamatan ibu, maka abortus diperbolehkan. Bahkan bisa menjadi wajib jika memang tidak ada
alternatif lain selain abortus.
KASUS ABORTUS
Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian
terjadi Kediri. Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo,
Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang
dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangsang oleh bidan
puskesmas. Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung
seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo,
Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah
perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso.
Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah. Namun karena sang istri bekerja menjadi tenaga
kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena
itulah ketika bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso
merasa menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi
perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan. Panik melihat kekasihnya hamil,
Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila.
Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi
sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil setelah
Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa pengguguran
kandungan dengan cara suntik. Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan
Santoso dan Novila dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia
menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Hari itu juga, bidan Endang
yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi. Metode yang
dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa nyeri Oxytocin
Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh
Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami
kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya. "Ia (bidan Endang)
mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu
sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri
AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008). Celakanya, hanya berselang dua
jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng
dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan
karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan
darah. Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun
karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas
medis di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia
pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB. Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung
menginterogasi Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan
aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik
sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada
korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap
menyebabkan kematian Novila. Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri
mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum
memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas
peristiwa itu dan menghukum pelaku. Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan
pasal 348 KUHP tentang pembunuhan. Hukuman itu masih diperberat lagi
mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya
dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Dengan denda 500 juta rupiah. Belum
diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Agama dan Aborsi, available at:
http://id.shvoong.com/books/classic-literature/1903311-agama-dan-aborsi/#ixzz1iE4YAIaS
Amir A. Abortus. Dalam: Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik edisi kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2005
Erica, Sue A. Preventing Maternal Derath, World Health Organization, Geneva; 1994
Hoediyanto. Abortus. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Ed. Ketiga. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unair. Surabaya: 2007. P. 295-303.
Hukum dan Aborsi available at : http://www.aborsi.org/hukum-aborsi.htm
Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1997
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, available at: http://www.asiamaya.com/hukum/index_uu.htm
Konsultasi Hukum – Aborsi, available at:
http://www.asiamaya.com/Konsultasi%20hukum/index_konsulhukum.htm
Loqman, Loebby, 2003, Jurnal Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,Yogyakarta, Hal 232.
Praktek Aborsi Illegal, available at:
http://www.liputan6.com/view/8,113988,1,0,1134587333.html
Syafruddin, SH, MH, Abortus Provocatus Dan Hukum, USU Digital Library, www.lybrrari.usu.ac.id
World Health Organization, Complication of Abortion, Technical and Managerial for Prevention and Treatment. Geneva:1995
.