abses paru
DESCRIPTION
referat, radiology, pulmo divisionTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Abses paru harus dibedakan dengan
kavitas pada pasien tuberculosis paru. Abses paru lebih sering terjadi laki-laki
dibanding perempuan dan umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat
penigkatan insidens penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi aspirasi.
Kemajuan ilmu kedokteran saat ini menyebabkan kejadian abses paru menurun
(jarang ditemukan) karena adanya perbaikan risiko terjadinya abses paru seperti
teknik operasi da anastesi yang lebih baik dan penggunaan antibiotic lebih dini,
kecuali pada kondisi-kondisi yang memudahkan untuk terjadinya aspirasi dan
pada populasi dengan immunocompromised. Karena angka harapan hidup yang
lebih baik pada pasien HIV maka pada tahun-tahun belakangan ini kasus abses
paru tampak mengalami peningkatan lagi.1
1
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir dengan proses supurasi sehingga membentuk kavitas yang
berisi pus dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.1 Kavitas ini berisi
material purulen sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses
terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small
abscesses) dinamakan necrotizing pneumonia.(3)2
Gambar 1. Abses Paru.
Dikutip dari kepustakaan 1
2. EPIDEMIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya
abses paru. Beberapa penelitian menyimpulkan beberapa faktor terkait,
diantaranya:
a. Alkoholik (50%)
b. Ca Bronkogenik (25%)
2
c. Karies gigi (20%)
d. Miscellaneous (tidak teridentifikasi) 23,3%
e. Penyalahgunaan obat (cth : steroid) 3,3%
f. Epilepsi (6,6%)
Penelitian terdahulu menemukan adanya infeksi pada pasien abses paru.
Dari hasil kultur sputum didapatkan adanya infeksi staphylococcus (46,%),
klebsiella (26,6%), D. pneumonia (16,6%) dan E.coli (10%).
Penelitian lain melaporkan beberapa faktor predisposisi abses paru yang
terjadi pada anak-anak, paling banyak disebabkan oleh aspirasi pada daerah
orofaring.3
3. ETIOLOGI
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi. 46% abses
paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri
anaerob dan aerob. Disebut abses primer apabila infeksi diakibatkan aspirasi atau
pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder apabila
infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti
obstruksi, bronkektasis dan gangguan imunitas.1
1. Bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi :
Bacteriodes melaninogenus
Bacteriodes fragilis
Peptostreptococcus species
Bacillus intermedius
Fusobacterium nucleatum
3
Microaerophilc streptococcus
2. Bakteri aerob :
Gram positif
Staphylococcus aureus
Streptococcus microaerophilic
Streptococcus pyogenes
Streptococcus pneumonia
Gram negative
Klebsiella pneumonia
Pseudomonas aeroginosa
Escherichia coli
Haemophilus influenza
Actinomyces Species
Nocardia Species
3. Jamur : Aspergillus, Cryptococcus, Blastomyces, Coccidioides
4. Parasit (Paragonimus, Entamoeba)
Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan
hematogen. Yang paling sering ditemukan adalah abses paru bronkogenik akibat
aspirasi. Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan anatomis, sumbatan bronkus
maupun tumor. Sedangkan abses paru melalui hematogen biasanya berhubungan
dengan infeksi.1
4. PATOGENESIS
4
1. Patologi
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi
kemudian menimbulkan proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi
radang pertama dimulai dari supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal,
yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan
granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan
jaringan fibrotik.
Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan
pecah ke saluran nafas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di
dalamnya mungkin keluar sebagian, menghasilkan batas udara-air (air-
fluid level) pada pemeriksaan radiografik Abses yang pecah akan keluar
bersama batuk sehingga terjadi aspirasi pada bagian lain dan akhirnya
membentuk abses paru yang baru.. Kadang-kadang abses pecah ke dalam
rongga pleura dan menghasilkan fistula bronkopleura, yang menyebabkan
pneumotoraks atau empiema.2,4
2. Patofisiologi
Proses terjadinya abses paru dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita
dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak
parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus,
maka terbentuklah air-fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru
selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli)
5
atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain
(nesisitatum) misalnya abses hepar.
b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkulosis
dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan
supurasi. Pada penderita empisema paru atau polikistik paru yang
mengalami infeksi sekunder.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlanjut sampai proses
abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker
bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing
yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena
pembesaran kelenjar limfe peribronkial.
d. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker
bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh
darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi
dapat terbentuk abses.2,4
5. DIAGNOSIS
Diagnosis abses paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis
dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menyingkirikan diagnosis
banding yang lain dengan gejala yang hampir menyerupai abses paru.
A. GAMBARAN KLINIS1,5
Gejala penyakit biasanya berupa:
a. Malaise
6
Malaise merupakan gejala awal disertai tidak nafsu makan yang lama
kelamaan menyebabkan penurunan berat badan.
b. Demam
Demam berupa demam intermitten bisa disertai menggigil bahkan
‘rigor’ dengan suhu tubuh mencapai 39.4˚ C atau lebih. Tidak ada
demam tidak menyingkirkan adanya abses paru
c. Batuk
Batuk pada pasiean abses paru merupakan batuk berdahak yang setelah
beberapa dapat berubah menjadi purulen dan bisa mengandung darah.
Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan
penyebabnya bakteri anaeraob dan disebut dengan putrid abscesses,
tetapi tidak didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak
menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Batuk dara bisa
dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang massif.
d. Nyeri pleuritik
Nyeri pleuritik atau nyeri yang dirasakan dalam dada menunjukkan
adanya keterlibatan pleura.
e. Sesak
Sesak disebabkan oleh adanya pus yang menumpuk menutupi jalan
napas
f. Anemia
Anemia yang terjadi dapat berupa anemia defisiensi yang disebabkan
oleh kurangnya asupan akibat penurunan nafsu makan, namun lebih
7
sering disebabkan oleh perdarahan pada saluran nafas khususnya pada
hemoptisis masif.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan nyeri tekan lokal. Pada
daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara napas bronkial,
biasanya akan terdengar suara ronki. Pada abses paru juga dijumpai jari
tabuh, yang proses terjadinya berlangsung cepat.1
C. LABORATORIUM
Hitung leukosit umumnya tinggi berkisar 10.000-30.000/mm3
dengan hitung jenis bergeser ke kiri dan sel polimorfinuklear yang banyak
terutama neutrofilyang immatur. Pada abses lama dapat ditemukan
anemia. Dapat dilakukan pemeriksaan dahak untuk mengetahui
miukroorganisme penyebab, namun dahak sebaiknya diaperoleh dari
aspirasi transtrakheal, transtorakal atau bilasan/sikatan bronkus
untukmenghindari kontaminasi dari organisme anaerobic normal pada
mulut dan saluran napas atas.1
D. GAMBARAN RADIOLOGI
1. X-RAY RADIOGRAFI
Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi
lesi dan bentuk abses paru. Abses paru ditandai dengan peradangan di
jaringan paru yang menimbulkan nekrosis dengan pengumpulan nanah.
Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya menunjukkan gambaran
opak dari satu atau lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran
8
densitas homogeny yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan
gambaran radioluse dalam bayangan infiltrate yang padat.
Abses yang terbentuk dari bahan nekrotik akan tampak sebagai
jaringan lunak sampai terhubung dengan bronkus. Hubungan ini
memungkinkan pengaliran keluar debris nekrotik. Bahan nekrotik ini akan
dibatukkan keluar dan akan menimbulkan gambaran radiologik berupa
defek lusen atau kavitas.
Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan
pecah ke saluran napas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di
dalamnya mungkin keluar sebagian, dan menghasilkan batas udara air (air-
fluid level) di dalam cavitas pada pemeriksaan radiografik
Nekrosis akan mengakibatkan hilangnya corakan bronkovaskular
normal yang diakibatkan oleh dekstruksi hampir seluruh dinding alveoli,
septa interlobularis, dan bronkovaskular pada daerah kavitas. Parenkim
paru normal di sekitarnya bereaksi terhadap jaringan nekrosis ini dengan
membentuk suatu reaksi inflamasi di sekitar bahan nekrotik dengan edema
lokal dan pendarahan. Dinding kavitas dibentuk oleh infiltrat inflamasi di
sekitar lesi, edema, perdarahan, dan jaringan paru normal yang tertekan.6
9
Posisi Posterior-Anterior (PA) :
Terdapat area berbatas tegas transparan di lobus kiri atas (panah putih).
Kavitas diisi oleh cairan dan udara (air-fluid level) (panah hitam).
10
Posisi Lateral
Terdapat kavitas disertai air fluid level pada lobus kanan paru (panah putih)
2. COMPUTED TOMOGRAPHY
CT-scan dapat membantu visualisasi anatomi yang lebih baik
daripada foto thorax, dan sangat berguna untuk membedakan abses paru
dengan empyema atau infark paru, ataupun kelainan paru lain dengan lesi
berupa kavitas.7
11
Gambar 5. CT-Scan pada abses paru. Terlihat gambaran kavitas
dengan air fluid level di dalamnya
Dikutip dari kepustakaan
Gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar
dengan kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah
jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru
berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau
berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada
dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru
dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya
75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.7,8
3. Ultrasonografi (USG)
12
Pemeriksaan USG jarang dianjurkan pada pasien dengan abses
paru. Namun, USG juga dapat mendeteksi abses paru. tampak lesi
hipoechic bulat dengan batas luar. Apabila terdapat kavitas, didapati
adanya tambahan tanda hiperechoic yang dihasilkan oleh gas-tissue
interface5.
Terletak dekat dengan dinding thoraks, proses di dalam paru kira-kira
sebesar 2,5x2x2 cm (pointed angle between pleura and process) dengan
dinding membran. Setelah pengobatan, hanya terdapat sisa gambaran
hipoechoic di tempat abses sebelumnya (setelah beberapa minggu)
7. DIAGNOSA BANDING SECARA RADIOLOGIS
13
Ada beberapa penyakit yang dapat dijadikan diagnosa banding pada kasus
abses paru. Hal ini dikarenakan ada beberapa kelainan paru lain yang
menyebabkan terbentuknya kavitas sama seperti abses paru.
1. Carcinoma
Pemeriksaan radiologis untuk mencari tumor ganas bermacam-macam
antara lain bronkografi invasif, CT-scan dengan pesawat yang canggih, tetapi
pemeriksaan radiologik konvensional (thorax PA, lateral) masih tetap
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Meskipun kadang-kadang tumor itu
sendiri tidak terlihat, tetapi kelainansebagai akibat adanya tumor akan
dicurigai ke arah keganasan. Kelainan tersebut misalnya kelainan emfisema
setempat, atelektasis, peradangan sebagai komplikasi tumor, dan pembesaran
kelejar hilus yang unilateral. 8Bayangan nodul pada paru berukuran beberapa
milimeter sampai 4 cm atau lebih dan tidak mengandung kalsifikasi harus
diutamakan pada kecurigaan sebagai karsinoma bronkogen terutama usia
diatas 40 tahun.
Karsinoma bronkus primer merupakan penyebab yang paling sering
berupa kavitas soliter yang merupakan deposit sekunder. Kavitas yang jinak
berlokasi di sentral dan memiliki dinding yang regular. Sedangkan kavitas
soliter yang ganas memiliki kavitas eksentrik dengan dinding irreguler.9
Banyak teori yang mengemukakan mengenai terbentuknya kavitas pada
karsinoma. Teori yang paling umum adalah obstruksi dari arteri yang
memperdarahi nodul tersebut, sehingga terjadi infark sentral. 3
14
Gambar 6. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan
kavitas.
Sifat dinding kavitas berguna untuk diagnosis banding lesi-lesi ini.
Kavitas yang disebabkan oleh penyakit maligna cenderung mempunyai
dinding dalam yang tidak teratur dan noduler, walaupun dinding luarnya bisa
berbatas tegas atau tidak. Kavitas pada inflamasi biasanya mempunyai dinding
dalam yang halus. Sebagai tambahan, semakin tebal dinding suatu kavitas,
semakin besar kemungkinan maligna, kecuali pada kasus dimana kavitas
15
terbentuk amat cepat(dalam beberapa hari), pada kasus dimana kavitas berasal
dari trauma atau infeksi. 9
2. Tuberkulosis
Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru.
Pada tuberculosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur.
Pada penyakit aktif, dapat dijumpai gambaran bercak-bercak berawan dan
kavitas, sedangkan pada keadaan tidak aktif dapat dijumpai kalsifikasi yang
berbentuk garis.8
Gambar 7
Terjadi pada segmen apical atau posterior pada lobus atas atau segmen
superior dari lobus bawah, biasanya pada lobus atas bilateral. Kavitas
berdinding tipis, halus pada batas dalam tanpa air-fluid level
Dikutip dari kepustakaan 10
3. Empiema
16
Pada gambaran CT empiema, tampak pemisahan pleura parietal dan visceral
(pleura split) dan kompresi paru.8
Gambar 8
Potongan coronal dada pada gambar CT menunjukkan adanya lesi pada
lobus atas kanan dengan internal air-filled cavity, dinding tebal tidak
beraturan (panah warna hijau) dan lesi lain di sebelah bawah paru kiri
dengan internal fluid, dinding tipis (panah warna kuning) kompresi pada
lapangan paru (panah kuning dan kotak). Lesi pada bagian atas paru kanan
adalah abses paru dan pada bagian bawah paru kiri adalah empiema.
Dikutip dari kepustakaan 4
17
7. TERAPI1
Antibiotik
Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari
intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat
ditambahkan kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi
yang baik akan terjadi dalam 2-4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan
dengan terapi antibiotik peroral. Pada terapi peroral diberikan:
Penisilin oral 750 mg empat kali sehari.
Apabila hasil terapi kurang memuaskan, terapi dapat dirubah dengan:
o Klindamisin 600 mg tiap 8 jam,
o Metronidazol 4x500 mg, atau
o Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari.
Drainase postural
Selalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh
diposisikan sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada
kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus,
dengan produksi sputum purulen.
Bronkoskopi
Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun menjadi
lancar. Pada beberapa kasus, harus dikerjakan pula bronkoskopi untuk
menilai daerah abses pada cabang-cabang bronkial.
Bedah
18
Sekarang ini intervensi bedah sangat jarang dilakukan pada pasien abses
paru. Tindakan bedah pada abses paru biasanya dilakukan pada kasus
dengan komplikasi seperti haemoptisis masif, fistulla bronchopleural dan
empiema.
Untuk abses akut, sebelum dilakukan upaya pembedahan harus
dilakukan upaya medik lainnya terlebih dahulu. Tanda-tanda kemajuan
pada pengobatan adalah pengurangan batuk, sputum, demam, toksisitas,
infiltrasi, dan kavitasi pulmoner secara radiologik. Bila tidak ada tanda-
tanda kemajuan setelah 3-6 minggu, dapat dilakukan tindakan
pembedahan. Namun apabila tindakan bedah tidak memungkinkan akibat
kondisi pasien yang buruk, tindakan bedah yang dapat dilakukan hanyalah
pengaliran melalui reseksi iga.
Abses kronik yang tak menunjukkan respon terhadap terapi medik,
memerlukan reseksi ligamen atau lobus yang terkena.1
8. KOMPLIKASI
Komplikasi abses paru meliputipenyebaran infeksi melalui aspirasi
lewat bronkus atau penyebaran langsung melalui jarinag sekitarnya. Abses
paru yang drainasenya kurang baik, bisa mengalami ruptur ke segmen lain
dengan kecenderungan infeksi staphylococcus, dan apabila ruptur ke rongga
pleura menjadi piotoraks (empiema). Komplikasi sering lainnya berupa abses
otak, hemoptisis masif, ruptur pleura viseralis sehingga terjadi.
piopneumotoraks dan bronkopleura.1
Abses paru resisten (kronik), yaitu yang resisten denagn pengobatan
19
selama 6 minggu, akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen. Dan
mungkin akan menyisakan suatu bronkiektasis, kor pulmonal dan amiloidosis.
Abses paru kronik juga dapat mengakibatkan anemia, malnutrisi, kakesia,
gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada manula.10
9. PROGNOSIS
Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik. Lebih dari 90% dari
abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan
oleh obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang
disebabkan oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era
preantibiotika dan sampai 15 – 20 % pada era sekarang.
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis
yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor
predisposisi. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses
paru sebagai berikut :
Anemia dan Hipoalbuminemia
Abses yang besar (φ > 5-6 cm)
Lesi obstruksi
Bakteri aerob
Immunocompromised
Usia tua
Angka kematian untuk pasien dengan status yang mendasari
immunocompromised atau obstruksi bronkial yang dapat memperburuk abses
paru-paru mungkin mencapai 75%.9
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasyid A. Abses paru. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata
KM, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2009. hal.2323-8.
2. Kamangar N, Sather CC, Sharma S. Lung abscess. Agustus. 2009. Diunduh
Maret 2014. http://emedicine.medscape.com/article/299425-overview.
21
3. Muller, Nestor. Franquet, Thomas. Soo Lee, Kyung. Imaging of Pulmonolgy
Infection, 1st edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
Chapter 1
4. Mansharmani N. Lung Abscess in adult Clinical Comparison of
immunocompromised Patien. 2010
5. Datin, Abhijit. Lung Abscess. Updated on [May 2, 2008] cited on Jan 3,
2013. Available at URL: http://radiopaedia.org/articles/lung_abscess
6. Sutton, David; Michael B Rubens. A Text Book of Radiology and Imaging.
Volume 1. Seventh edition. Edinburgh. Churchill Livingstone. 2003.
7. Kamangar, Nadar. Lung abscess. Updated on [19 Agustus 2009] cited on [27
September 2011] available at: www.emedicine.com
8. Budjang, Nurlela. Radang paru yang tidak spesifik. Abses paru. Dalam:
Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005. Hal
100-101
9. Hisberg, Boaz, dkk. Factor predicting mortality of patient with lung
abscess.available at: www.chestjournal.chestpubs.org
10. Alsagaff, Hodd. Mukty, H. Abdul(ed). Dasar-dasar ilmu penyakit paru.
Surabaya: Airlangga University Press. 2005. Hal 136-40
22