abstrak maryati “peran guru sebagai pendidik dalam membina
TRANSCRIPT
ABSTRAK
Maryati
“Peran Guru Sebagai Pendidik Dalam Membina Akhlak Siswa Studi Kasus di SMP Islamiyah Ciputat”
Guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pemimpin yang
dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, aman, nyaman dan kondusif. Selain itu guru sebagai pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dan juga memberi bimbingan baik jasmani maupun rohani guna mencapai kedewasaan.
Dalam rangka meningkatkan pembinaan akhlak terhadap siswanya, guru merupakan faktor yang sangat menentukan baik atau buruknya akhlak peserta didik itu sendiri. Karena seorang guru berkewajiban atas semua perkembangan anak, baik dalam pemikirannya maupun dalam perbuatannya. Namun seorang guru bukanlah faktor utama dalam menentukan keberhasilan dalam membina akhlak siswa, akan tetapi orang tualah yang menjadi faktor utama dan pertama dalam menentukan akhlak siswa, karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah.
Pembinaan akhlak yang diberikan oleh guru terhadap anak didiknya berperan positif terhadap perubahan sikap dari anak didiknya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa secara matematis pembelajaran dikatakan ideal atau sangat baik jika jumlah skor angket sejumlah 3.440. Akan tetapi dalam penelitian ini di peroleh jumlah skor angket 2.282. yang artinya perbandingan antara jumlah skor angket penelitian dengan jumlah skor anket ideal diperoleh angka persentase 66,3%. Angka ini menunjukan bahwa peran guru agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa yang ada di SMP Islamiyah kelas VIII cukup berperan.
i
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketika berbicara tentang masalah krisis akhlak di kalangan pelajar,
maka dengan mudah akan terlintas di benak kita berbagai potret buram yang
telah dilakukan oleh mayoritas mereka. Ada beberapa hal yang begitu lekat di
telinga kita, berkaitan dengan kenakalan remaja di kalangan pelajar, di
antaranya adalah rambut yang tidak rapi, seragam yang kotor tidak terawat,
merokok, memakai anting dengan satu telinga, tawuran yang seakan menjadi
menu sehari-hari mereka. Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa
terjadi pergeseran nilai-nilai secara drastis. Kalau dulu gambaran orang,
mengenai pelajar salah satu sosok intelek, ramah, sopan dan tanggung jawab
maka sekarang sebaliknya.
Akhlak merupakan alat kontrol psikis dan sosial bagi individu dan
masyarakat. Tanpa akhlak, manusia akan berada dengan kumpulan hewan
yang tidak memiliki tata nilai dalam kehidupannya. Muhammad merupakan
sumber akhlak yang hendaknya di teladani oleh orang mukmin, sebagaimana
sabdanya :
2
حدثنا جدى حدثنا عيل بن محمد بن الفضل بن محمد الشعرانىااسماخبرنى مى حدثنا عبدالعزيز بن محمد عن ابن عجالن عن ابراهيم بن مندر الحز
اهللا ان رسولى اهللا عنهالقعقاع بن حكيم عن ابى صالح عن ابى هريرة رض )حبانرواه ابن ( تمم مكارم االخالقأل بعثت :صل اهللا عليه وسلم قال
“Mengabarkan kepadaku Ismail bin Muhammad bin Al Fadhil bin Muhammad Al Aya’roni, menceritakan kepada kami kakek kami, menceritakan kepada kami Ibrahim bin Mundzir Al Khazmi, bercerita kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Al Qo’qoi bin Hakim dari ibnu Sholih dari Ibnu Hurairoh r.a. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”(HR. Ibnu Hibban)1.
Pendidikan akhlak menekankan pada sikap, tabiat dan prilaku yang
menggambarkan nilai-nilai kebaikan yang harus dimiliki dan dijadikan
kebiasaan anak didik dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah Saw
menganjurkan kepada umatnya untuk memperhatikan budi pekerti anak
dengan baik, karena akhlak ini merupakan implikasi dan cerminan dari tauhid
kepada Allah Swt.
Menurut Said Agil Husin menghadapi fenomena krisis akhlak, dunia
pendidikan sedang menghadapi ujian berat sekaligus tantangan karena
pendidikan merupakan faktor terpenting dalam menyiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas dan bermoral. Para pemikir pendidik menyerukan
agar kecerdasan akal di ikuti dengan kecerdasan moral.2
Pendidikan adalah sebuah wadah untuk mendidik peserta didik agar
bertumbuh dan berkembang kemampuannya (fitrah) yang dibawa sejak lahir.
Yang dimaksud dengan mendidik ialah seluruh kegiatan, tindakan dan sikap
yang dilakukan oleh pendidik sewaktu mengasuh peserta didik. Pendidik
adalah subjek yang mempunyai peran penting dalam pendidikan. Peserta didik
itu sendiri adalah pihak yang merupakan objek terpenting dalam pendidikan.
Sedangkan makna fitrah ialah suatu kemampuan dasar yang dimiliki oleh
setiap orang seperti halnya pembawaan.
1 Ibnu Hiban, Al-Mustdrak ‘Ala Al-Shahihain Juz 2, (Bairut: Dar Al-Kutub Al-
Ilmiyah,1990), h. 670 2 H. Said Agil Husin Al Munawar, Aktualisasi nilai-nilai Qur’ani, (Ciputat: PT Ciputat
Press, 2005), cet ke-2, h. 7-8
3
Pendidikan sebagai suatu sistem terdiri atas berbagai komponen yang
masing-masing saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai
keberhasilan pendidikan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Dengan
demikian setiap komponen memiliki sifat tergantung sesamanya. Keselarasan
antar komponen ini akan menopang keberhasilan pencapaian tujuan
pendidikan, salah satu di antara komponen tersebut adalah alat pendidikan.
Menurut Jalaludin alat pendidikan adalah segala sesuatu yang bisa menunjang
kelancaran pendidikan dan salah satu dari alat pendidikan tersebut adalah
pendidik.3
Guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan memegang
peranan penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan
masalah dunia pendidikan, figur guru mesti di libatkan dalam agenda
pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di
sekolah. Hal itu tidak dapat di sangkal, karena lembaga pendidikan formal
adalah dunia kehidupan guru.
Guru sebagai figur sentral dalam dunia pendidikan, khususnya dalam
proses belajar mengajar. Sehubungan dengan ini, setiap guru sangat di
harapkan memiliki karakteristik (ciri khas) kepribadian yang ideal sesuai
dengan persyaratan yang bersifat psikologis-pedagogis.4
Guru memiliki peran ganda, yakni sebagai pengajar sekaligus sebagai
pendidik. Dalam rangka mengembangkan peran gandanya, maka Ahmad
Rohani dan A.Abu Ahmadi mengutip pendapatnya Zakiah Daradjat
disarankan agar guru memiliki persyaratan kepribadian sebagai guru yaitu:
Suka bekerja keras, demokratis, penyayang, menghargai kepribadian peserta didik, sabar, memiliki pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang bermacam-macam, perawakan menyenangkan dan berkelakuan baik, adil dan tidak memihak, toleransi, mantap dan stabil, ada perhatian terhadap persoalan peserta didik, lincah, mampu memuji,
3 Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002), cet. Ke-2, h. 110 4 Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan suatu pendekatan baru, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 1996), h.221
4
perbuatan baik dan menghargai peserta didik, cukup dalam pengajaran, mampu memimpin secara baik.5
Untuk tercapainya tujuan tersebut, maka guru memegang peranan
penting. Oleh sebab itu guru di sekolah tidak hanya sekedar mentransfer
sejumlah ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, tetapi lebih dari itu
terutama dalam membina sikap dan keterampilan mereka. Untuk membina
sikap murid di sekolah, dari sekian banyak guru bidang studi, guru bidang
studi agamalah yang sangat menentukan, sebab pendidikan agama sangat
menentukan dalam hal pembinaan sikap siswa karena bidang studi agama
banyak membahas tentang pembinaan sikap, yaitu mengenai aqidah dan
akhlakul karimah.
Tugas guru tidak terbatas pada memberikan informasi kepada murid
namun tugas guru lebih komprehensif dari itu. Selain mengajar dan
membekali murid dengan pengetahuan, guru juga harus menyiapkan mereka
agar mandiri dan memberdayakan bakat murid di berbagai bidang,
mendisiplinkan moral mereka, membimbing hasrat dan menanamkan
kebajikan dalam jiwa mereka. Guru harus menunjukkan semangat
persaudaraan kepada murid serta membimbing mereka pada jalan kebenaran
agar mereka tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama.
Faktor guru sangat mendukung dalam mendidik prilaku siswa. Hal ini
disebabkan karena guru merupakan suri tauladan bagi siswanya. Jika seorang
guru agama bertingkah laku dengan baik, maka siswanya akan mencontoh
prilaku tersebut. Akan tetapi sebaliknya, jika guru agama tidak memberikan
contoh yang baik, maka siswanya juga akan meniru kelakuan tersebut. Dalam
hal ini Zuhairini mengutip pendapat dari prof. Athiyah Al Abrossyi yang
menyatakan bahwa :
“Hubungan antara murid dengan guru seperti halnya bayangan dengan tongkatnya. Bayangan tidak akan terlihat lurus apabila tongkat itu berdiri bengkok yang artinya bagaimana murid akan menjadi baik, apabila gurunya berkelakuan tidak baik. Dalam pepatah bahasa
5 Ahmad Rohani dan A.Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta,
1996), h.110
5
Indonesia dikatakan bahwa guru kencing berdiri, murid kencing berlari yang artinya murid akan mencontoh apa yang telah dilakukan oleh gurunya”.6 Pengaruh negatif dari sekitar bisa jadi akan memperburuk pemahaman
siswa tentang akhlak, yang semula sudah di ajarkan dan dapat di pahami oleh
siswa bisa saja rusak atau berubah akibat pergaulan buruk yang di terimanya.
Walaupun orang tuanyalah yang berperan dalam pembinaan akhlak anak-anak
mereka. Akan tetapi keberadaan guru dan peran guru cenderung dapat
memberikan motifasi dalam menananmkan pemahaman akhlak pada diri anak,
sehingga pemahaman tersebut bukan hanya pemahaman saja, tetapi dapat juga
di amalkan. Oleh karena itu, peranan seorang guru, khususnya guru agama
Islam di upayakan untuk dapat membentuk siswa agar memiliki kepribadian
muslim serta berakhlak mulia.
Melihat latar belakang masalah di atas, maka penulis disini
berpendapat bahwa seorang guru bukan hanya seorang pengajar saja tetapi
seorang guru sebagai pendidik yang dapat mengarahkan siswa-siswinya. Oleh
karena itu peranan guru sangat diperlukan dalam membentuk kepribadian
muslim yang berakhlak mulia. Hal ini mendorong penulis untuk melihat lebih
dalam apakah guru agama berperan dalam pembinaan akhlak siswa dengan
suatu penelitian yang berjudul “PERANAN GURU SEBAGAI PENDIDIK
DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA” (Studi kasus di SMP Islamiyah
Ciputat-Tanggerang)
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka timbul
permasalahan antara lain :
a. Buruknya akhlak siswa di sekolah seperti merokok di kelas
b. Tidak masuk sekolah pada jam pelajaran
6 H. Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Malang: Biro Ilmiah Fakultas
Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981), h. 35
6
c. Minimnya kesadaran siswa tentang pentingnya akhlak
d. Kurangnya pengetahuan siswa mengenai pentingnya akhlak
e. Kurangnya pengawasan dan perhatian dari guru
f. Problema peranan guru Agama Islam dalam membina akhlak siswa
g. Problema peranan orang tua dalam membina akhlak anak di rumah
h. Problema peranan masyarakat dalam membina akhlak anak didik di
lingkungan masyarakat
2. Pembatasan Masalah Mengingat banyaknya permasalahan mengenai peranan guru sebagai
pendidik, maka penulis hanya akan membatasi permasalahan pada peranan
guru agama Islam sebagai pendidik dan membina akhlak siswa.
3. Perumusan Masalah Berdasarkan masalah di atas, untuk memudahkan pelaksanaan
penelitian maka masalah yang akan diteliti secara operasional dapat
dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana peranan guru Agama Islam
sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa SMP Islamiyah Ciputat?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui peran guru agama Islam sebagai pendidik dalam
membina akhlak siswa
b. Manfa’atnya bagi instansi sekolah bisa dijadikan motivasi untuk
memperbaiki mutu maupun tekhnis, baik dari segi sarana, maupun
prasarana sekolah, sehingga kualitas kelulusannya bisa berwawasan iptek
dan imtaq.
D. Teknik Penulisan Skripsi Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman
skripsi yang di susun oleh FITK UIN Jakarta tahun 2007
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Guru Sebagai Pendidik
1. Pengertian Guru Sebagai Pendidik Kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang
mengajar. Sedangkan dalam bahasa Arab guru diartikan sebagai al-alim
atau al-mu’alim, yang artinya orang yang mengetahui. Selain itu ada pula
ulama yang menggunakan istilah al-mudarris untuk orang-orang yang
mengajar atau orang-orang yang memberikan pelajaran.1
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang
memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan
masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat
tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di
masjid, surau/musalla, di rumah dan sebagainya.2
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi
bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani
dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan
1 Abudin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru dengan Murid, (Study
Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-1, h. 41 2 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000), h. 31
8
tugasnya sebagai mahluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai
makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.3
Menurut Langeveld seperti yang dikutip oleh Alisuf Sabri,
pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan atau
kedewasaan seorang anak. Jadi sebenarnya seseorang disebut pendidik itu
karena adanya peranan dan tanggung jawabnya dalam mendidik seorang
anak.4
Pendidik adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik.5 Yang dimaksud pendidik disini adalah guru
yang mengajar sekaligus mendidik di sekolah.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
guru sebagai pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab
memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dan juga memberi
bimbingan baik jasmani maupun rohani guna mencapai kedewasaan.
Disamping itu juga guru berkewajiban dalam pembentukan akhlak agar
sejalan antara IPTEK dan IMTAQ.
Guru sebagai pendidik berkewajiban atas semua perkembangan
anak, baik dalam pemikirannya maupun dalam perbuatannya. Meskipun
demikian bukan berarti guru adalah orang satu-satunya yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan (kedewasaan) anak, tetap saja pendidik
pertama dan utama adalah orang tua di rumah karena anak lebih banyak
menghabiskan waktunya dirumah.
Dari uraian yang telah ada, jelas bahwa pekerjaan guru itu
memang terasa berat, akan tetapi luhur dan mulia. Tugas guru tidak hanya
mengajar, melainkan juga mendidik. Maka, untuk melakukan tugas
sebagai guru tidak sembarang orang dapat menjalankannya. Dalam praktek
sehari-hari orang sering mencampur adukkan antara pengertian
3 Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), cet.ke-2,
h.65 4 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan , (Jakarta: CV pedoman ilmu jaya, 1999), cet.ke-1, h.8 5 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam,(Bandung: PT Rosdakarya,
1994), cet. Ke-2, h.74
9
”mengajar” dengan “mendidik”. Kata tersebut mempunyai hubungan yang
sangat erat, walaupun keduanya sebenarnya mempunyai pengertian yang
berbeda.
Dalam mengajar yang dipentingkan adalah segi ilmiahnya, karena
mengajar mempunyai arti memberikan pengetahuan kepada anak, agar
mereka dapat mengetahui pristiwa-pristiwa, hukum-hukum ataupun proses
dari pada sesuatu ilmu pengetahuan itu sendiri. Sedangkan dalam
mendidik yang lebih dipentingkan adalah segi pembentukan kepribadian
anak itu sendiri, karena mendidik mempunyai arti menanamkan tabiat
yang baik agar anak-anak mempunyai sifat yang baik dan berkepribadian
luhur.6 Dengan demikian jelas bahwa mengajar dengan mendidik
mempunyai hubungan yang sangat erat.
Selain itu pengajaran menurut Ahmad Tafsir ialah suatu kegiatan
yang menyangkut pembinaan anak mengenai segi kognitif dan
psikomotorik semata-mata, yaitu supaya anak lebih banyak
pengetahuannya, lebih cakap berpikir kritis, sistematis, dan objektif, serta
terampil dalam mengerjakan sesuatu, misalnya terampil menulis,
membaca, lari cepat, loncat tinggi, berenang, membuat pesawat radio dan
sebagainya.7
Dari uraian di atas jelas bahwa pendidikan dan pengajaran
merupakan dua kubu yang berbeda dari segi tujuan pencapaian hasil
belajar. Pengajaran lebih dititik beratkan pada aspek pengetahuan
sedangkan pendidikan pada aspek pengamalan (sikap) namun keduanya
sama-sama merupakan proses belajar-mengajar.
Dalam hubungan ini Ibnu Muqaffa seperti yang dikutip oleh
Zuhairini menasihatkan bahwa barang siapa ingin menjadi imam yang
tegak jiwanya sebagai imam agama dalam masyarakat, hendaklah ia
memulai lebih dahulu mengajar dirinya dan mengamalkan dalam tingkah
laku, atau pendapat dan pembicaraannya. Mengajar dengan tingkah
6 H. Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama,…, h. 25 7 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995), Cet.1, h. 7
10
lakunya adalah lebih berhasil dari pada mengajar dengan lisannya. Guru
dan pendidik bagi dirinya lebih berhak mendapat ketinggian dan
keutamaan dari pada guru dan pendidik-pendidik terhadap orang lain.8
Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa pendidikan yang terbaik
adalah pendidikan yang dimulai dari diri sendiri dan kemudian di ajarkan
kepada orang lain dengan tingkah laku yang sesuai dengan apa yang akan
di ajarkan.
2. Tugas-tugas Guru sebagai Pendidik Mengenai pengertian pendidik, didalamnya telah tersirat pula
mengenai tugas-tugas pendidik, tugas-tugas tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Membimbing peserta didik
Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan,
bakat, minat dan lain sebagainya.
2. Menciptakan situasi untuk pendidikan
Yang dimaksud dengan situasi pendidikan yaitu suatu keadaan dimana
tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan
dengan hasil yang memuaskan.9
Sama dengan teori pendidikan Barat, tugas pendidik dalam
pandangan Islam secara umum ialah mendidik, yaitu mengupayakan
perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik,
kognitif, maupun potensi afektif. Potensi itu harus dikembangkan secara
seimbang sampai ketingkat setinggi mungkin, menurut ajaran Islam.10
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik, hendaknya mereka tidak melakukan kedisiplinan terhadap anak didiknya seperti mendisiplinkan hewan ternak, akan tetapi mereka haruslah memperlakukan para peserta didiknya sebagai makhluk yang mudah dipengaruhi dan di bentuk karakternya, sehingga nantinya mereka akan dihormati di kalangan
8 Hj. Nuruhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam,…, .h. 76 9 Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam…h.66 10 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,… h. 74
11
masyarakat. Dari sini akhirnya Islam menganjurkan agar yang menjadi seorang pendidik bukan hanya dari kalangan manusia terpelajar, akan tetapi juga harus orang yang arif dan bijaksana, serta orang saleh yang prilakunya dapat mempengaruhi pikiran kaum muda.11 Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
hendaknya guru itu dapat memperlakukan muridnya layaknya sebagai
sahabat sehingga interaksi diantara keduanya berjalan baik. Karena jika
seorang siswa sudah merasa nyaman dengan keberadaan seorang guru,
maka ia akan dengan mudah menerima semua nasihat yang diberikan oleh
guru.
Dalam konteks masyarakat Islam pendidik haruslah orang yang
dengan sepenuh hati melaksanakan ajaran Islam, secara lahiriah dan
batiniah. Dia pasti orang yang berbudi luhur, orang saleh yang merasa
bertanggung jawab untuk mendidik murid-muridnya menjadi terutama
muslim yang baik, yakni laki-laki dan perempuan yang akan mempelajari
nilai kaidah moral Islam, yang akan berupaya untuk hidup sesuai etika
qur’ani.12
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tugas guru
adalah sebagai pendidik dalam menanamkan berbagai aspek baik itu aspek
kognitif, psikomotorik dan afektif. Tugas guru itu sangat mulia bahkan
mendapat peringkat tertinggi dalam ajaran Islam, akan tetapi tidak
semudah apa yang kita bayangkan untuk mengemban tugas mulia itu,
perlu adanya kesungguhan dengan sepenuh hati dalam melaksanakannya.
3. Persyaratan Guru sebagai Pendidik Menurut Prof. Athiyah Al Abrossyi yang di kutip oleh Nur
Uhbiyati mengemukakan pendapatnya tentang syarat-syarat bagi guru agama, ialah :
1. Guru agama harus zuhud, yakni ikhlas, dan bukan semata-mata bersifat materialis
11 Syed Sajjad husain, syed ali ashraf, Krisis dalam Pendidikan Islam, (Jakarta anggota
IKAPI: Al-Mawardi Prima, 2000), cet.ke-1, h. 142 12 Syed sajjad husain, syed ali ashraf, Krisis dalam Pendidikan Islam,………….h. 146
12
2. Bersih jasmani dan rohani, dalam berpakaian rapih dan bersih, dalam akhlaknya juga baik
3. Bersifat pemaaf, sabar dan pandai menahan diri 4. Seorang guru harus terlebih dahulu merupakan seorang Bapak
sebelum ia menjadi seorang guru 5. Mengetahui tabiat dan tingkat berfikir anak 6. Menguasai bahan pelajaran yang diberikan13
Itulah syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru agama, agar
berhasil dalam tugasnya. Yang terpenting di antaranya ialah hendaknya
guru agama dapat menjadi contoh tauladan dalam segala tingkah lakunya,
dan dalam segala keadaannya.
Setiap guru akan mempunyai pengaruh terhadap anak-didik.
Pengaruh tersebut ada yang terjadi melalui pendidikan dan pengajaran
yang dilakukan dengan sengaja dan ada pula yang terjadi secara tidak
sengaja, bahkan tidak disadari oleh guru, melalui sikap, gaya, dan macam-
macam penampilan kepribadian guru. Bahkan dapat dikatakan bahwa
kepribadian guru akan lebih besar pengaruhnya dari pada kepandaian dan
ilmunya. Terutama bagi anak didik yang masih dalam masa pertumbuhan.
4. Posisi Guru sebagai Pendidik menurut Ajaran Islam Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki arti dan peranan yang
sangat penting, hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab dan
menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai
dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas
sebagai pendidik. Islam mengangkat derajat mereka dan memuliakan
mereka melebihi dari pada orang Islam lainnya yang tidak berilmu
pengetahuan dan bukan pendidik. Allah berfirman :
) اا:المجادلة ( ذين ءامنوا منكم والذين اوتوا العلم درجاتيرفع اهللا ال
13 Zuhairini, dkk, Methodik Kusus Pendidikan Agama,…. h. 34
13
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS. Al-Mujadalah:11)14
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah akan meninggikan derajat
bagi orang-orang yang mau mengamalkan ilmunya walaupun hanya satu
ayat dan seluruh alam ini akan mendoakan keselamatan baginya.
Menurut Imam Ghazali seperti yang di kutip oleh Hj Nur Uhbiyati,
mengatakan bahwa agar pendidik berhasil melaksanakan tugasnya maka
pendidik harus memiliki adab yang baik. Hal ini disebabkan anak didik itu
akan selalu melihat kepadanya sebagai contoh yang harus selalu
diikutinya15
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa posisi guru
sebagai pendidik menurut ajaran Islam sangatlah di agungkan bahkan
mendapat posisi yang utama sejalan dengan firman Allah yang di atas
bahwa orang yang mempunyai ilmu akan ditinggikan derajatnya. Bahkan
guru merupakan contoh teladan bagi para siswanya.
B. Pembinaan Akhlak Siswa
1. Pengertian dan tujuan pembinaan akhlak Secara etimologi perkataan ”Akhlak” berasal dari bahasa Arab,
jama’ dari ”Khuluqun” yang menurut lughat diartikan sebagai budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.16 Dalam kamus bahasa
Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. 17
Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin dalam bukunya ”Al-Akhlaq”
yang dikutip oleh Hamzah Ya’kub, akhlak adalah suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus
14 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (CV Penerbit Diponegoro, 2005),
h. 543 15 Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu pendidikan Islam…, h. 84 16 Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, (Bandung: CV
Diponegoro, 1983), Cet. Ke-2, h. 11 17 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: P.N. Balai Pustaka,
1991), h. 8
14
ditinjau oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan
untuk melakukan apa yang harus diperbuat.18 Selanjutnya
sebagaimana dikutip oleh Zakiah Daradjat Imam Ghozali menyatakan
bahwa akhlak itu ialah suatu istilah tentang bentuk bathin yang
tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia berbuat (bertingkah
laku), bukan karena suatu pemikiran dan bukan karena suatu
pertimbangan.19 Sejalan dengan pengertian akhlak menurut Imam
Ghazali pengertian akhlak dalam Ensiklopedi Islam akhlak juga
diartikan sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang
dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui
proses pemikiran, pertimbangan, atau penelitian.20
Dalam pengertian sehari-hari, kata-kata akhlak biasa diartikan
dengan perbuatan yang baik. Akhlak disamakan dengan adab, sopan
santun, moral, dan budi pekerti. Tetapi penamaan suatu sebagai akhlak
yang baik dalam Islam, harus mengandung dua unsur. Pertama, pada
perbuatan itu sendiri, yaitu harus adanya aspek memperhalus,
memperindah, memperbagus, atau menampilkan sesuatu dalam bentuk
yang lebih baik dari tindakan asal jadi. Kedua, harus ada aspek
motivasi atau niat yang baik. Maka suatu perbuatan yang tampaknya
baik, seperti menyumbang dalam jumlah besar untuk kepentingan
sosial, tidak dinamakan akhlak yang baik kalau dilakukan dengan
motivasi untuk popularitas pribadi yang bersangkutan. Sebaliknya,
sesuatu perbuatan yang dilakukan dengan niat baik tetapi dengan cara
yang tidak baik, juga tidak dinamakan akhlak yang baik, seperti
memberikan saran kepada orang tua dengan suara keras dan kata-kata
tajam.21
18 Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah,…h. 12 19 Zakiah Daradjat dkk, Methodik Kusus Pengajaran Agama, (Bumi Aksara, 2001), Cet.
Ke-2, h. 68 20 Ensiklopedi Islam, (Jakarta: P.T Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1999), Cet. Ke-6, h. 102 21 Agus Bustanuddin, Al-Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), Cet. Ke-1,
h.153-154
15
Dari uraian di atas dikatakan bahwa akhlak yang baik
mengandung dua unsur yaitu harus ada perbuatannya yang halus dan
harus ada aspek motivasi atau niat yang baik.
Imam Ghazali seperti yang dikutip oleh Mahyuddin, mengatakan ”Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.22 Ibn Maskawih seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata,
mengatakan akhlak adalah sikap batin yang mampu mendorong secara
spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik,
sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati
dan sempurna.23
Definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas
memperlihatkan bahwa akhlak adalah suatu keadaan yang tertanam
dalam jiwa berupa keinginan kuat yang melahirkan perbuatan secara
langsung tanpa memerlukan pemikiran-pemikiran. Keadaan jiwa itu
adakalanya merupakan sifat alami (thabi’i) yang didorong oleh fitrah
manusia untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukakannya
seperti rasa takut dan sebagainya. Selain itu suasana jiwa adakalanya
juga disebabkan oleh adat istiadat seperti yang membiasakan berkata
benar secara terus menerus, maka jadilah suatu bentuk akhlak yang
tertanam dalam jiwa.
Masih berbicara mengenai pengertian akhlak, sebagaimana
yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia, sering pula kata akhlak
diganti dengan kata moral atau etika hal ini dapat ditafsirkan agar lebih
terkesan modern atau mendunia. Menurut penulis hal tersebut sah-sah
22 Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam mulia, 2003), cet.ke-5, h. 4 23 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grapindo
persada, 2001), h. 11
16
saja dilakukan, asalkan kita dapat memahami betul dan mengetahui
perbedaan kata-kata yang dimaksud.
Adapun pengertian masing-masing mengenai moral dan etika.
Perkataan moral secara etimologi berasal dari bahasa Latin more,
jama’ kata mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus Besar
Bahasa Indonesia tersebut diatas, moral berarti ajaran tentang baik-
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan sikap, kewajiban budi
pekerti, akhlak. Moral adalah istilah yang di figurkan untuk
menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau
perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik, buruk.
Dimasukannya penilaian benar atau salah ke dalam moral, jelas
menunjukan salah satu perbedaan moral dengan akhlak, sebab salah
benar dipandang dari sudut hukum yang dalam agama Islam tidak
dapat dipisahkan dengan akhlak, seperti yang telah disinggung diatas.
Dalam Ensiklopedi Pendidikan (1976) Sugarda Poerbakawatja
menyebutkan, sesuai dengan makna aslinya dalam bahasa latin (mos),
adat istiadat menjadi dasar untuk menentukan apakah perbuatan
seseorang baik atau buruk.24
Pengarang Abu A’la Maududi mengemukakan adanya moral
Islam dalam bukunya: Eptical Viewpoint Of Islam dan memberikan
garis tegas antara moral sekuler dan moral Islam. Moral sekuler
bersumber dari pikiran dan prasangka manusia yang beraneka ragam.
Sedangkan moral Islam bersandar pada bimbingan petunjuk.25
Sedangkan “etika” lazim dipergunakan untuk istilah “akhlaq”.
Perkataan ini berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat
kebiasaan. Dalam pelajaran filsafat, etika merupakan bagian dari
padanya. Sebagai cabang dari filsafat, maka etika bertitik tolak dari
akal pikiran tidak dari agama. Disinilah letak perbedaannya dengan
akhlaq dalam pandangan Islam. Dalam pandangan Islam, ilmu akhlaq
24 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), cet. Ke-5, h. 353
25 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar),….h. 14
17
ialah suatu ilmu pengetahuan yang mengajarkan mana yang baik dan
mana yang buruk berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ajaran
etika Islam sesuai dengan fitrah dan akal pikiran yang lurus.26
Jika Prof. Muhamad Daud Ali mengaitkan kebijakan maupun
kebaikan dengan akhlak, maka Prof. Dr. H. Jalaludin mengaitkan
akhlak dengan kepribadian Muslim. Menurutnya kepribadian dalam
konteks ini dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang
sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik
yang ditampilkan dalam tingkah laku lahiriah maupun batiniah.
Tingkah laku lahiriah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan,
minum, berhadapan dengan teman, orang tua, teman sejawat, sanak
family dan lain-lainnya. Sedangkan sikap batin seperti sabar, tekun,
disiplin, jujur, amanat, ikhlas, toleran, dan berbagai sikap terpuji
lainnya sebagai cermin dari akhlaqul al-karimah. Semua sikap dan sifat
itu timbul dari dorongan batin. Kemudian ciri khas dari tingkah laku
tersebut sudah menjadi jati dirinya, sehingga tidak mungkin dapat
dipengaruhi sikap batin dan tingkah laku orang lain yang bertentangan
dengan apa yang ia miliki.27
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu
usaha atau tindakan yang berproses. Dikarenakan pandidikan
merupakan suatu usaha atau kegiatan yang berproses melalui tahapan-
tahapan, maka tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk
tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian
seseorang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.
Kalau kita melihat kembali mengenai pengertian pendidikan
akhlak, maka akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan
terwujud setelah seseorang mengalami pendidikan akhlak. Hal ini
dipahami, karena pada usia ini pendidikan sangat berpengaruh dalam
dirinya. Jika pendidikan akhlak sudah ditanamkan pada usia pra-
26 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar), …h. 12-13
27 Jalaludin, Teologi Pendidikan,… h. 194-195
18
baligh, misalnya ia seorang anak yang penuh sopan santun maka anak
tersebut akan memilih etika yang luhur. Jika sejak masih kecil anak-
anak tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada landasan iman
kepada Allah dan terdidik untuk selalu taqwa, ingat, pasrah, meminta
pertolongan dan berserah diri dalam menerima setiap keutamaan dan
kemuliaan, disamping akan terbiasa dengan akhlak yang baik.
Tujuan pendidikan akhlak dalam islam adalah untuk
membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan
dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan
perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur
dan suci.28
Tujuan akhlak adalah hendak menciptakan manusia sebagai
mahluk yang tinggi dan sempurna dan membedakannya dari mahluk-
mahluk lainnya. Akhlak hendak menjadikan orang berakhlak baik
bertindak-tanduk yang baik terhadap manusia, terhadap sesama
makhluk dan terhadap Tuhan. Sedangkan yang hendak dikendalikan
oleh akhlak adalah tindakan lahir.29
Menanggapi uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
tujuan pendidikan akhlak adalah untuk menanamkan rasa taqwa
kepada Allah Swt dan pengembang rasa kemanusiaan kepada sesama
serta membawa anak didik kepada pembinaan mental yang sehat,
moral yang tinggi dan pengembangan bakat, sehingga anak itu dapat
merasa lega dan tenang dalam pertumbuhan jiwanya tidak goncang.
Karena kegoncangan jiwa dapat menyebabkan mudah terpengaruh oleh
tingkah laku yang kurang baik.
2. Beberapa Teori tentang Pembinaan Akhlak
28 Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj dari
Attarbiyatul Islamiyah oleh Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), cet 1, h.109
29 Anwar Masy’ari, Akhlak qur’an, (Surabaya: Bina ilmu offset, 1990), cet.ke-1, h. 4
19
Berbicara menganai pembentukan akhlak, Abudin Nata
mengatakan pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-
sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana
pendidikan, pembinaa yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan
dengan sunguh-sungguh dan konsisten. Pembentukan akhlak ini dilakukan
berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan bukan
terjadi dengan sendirinya.30
Mengenai pembentukan akhlak maka erat hubungannya dengan
kepribadian muslim. Kepribadian muslim dalam konteks ini sebagaimana
yang diterangkan oleh Jalaludin dapat diartikan sebagai identitas yang
dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku secara
lahiriah maupun sikap batinnya.31 Oleh sebab itu sasaran yang dituju dalam
pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak
yang mulia. Diriwayatkan dalam sebuah hadis, Rasululullah Saw bersabda:
قا ل رسو ل اهللا ص م اآمل : ه قا لرضي اهللا عنابى هريرة عن
)ابي داود رواه (المؤ منين ايما نا احسنهم خلقا Dari Abu hurairah r.a berkata: Rasulullah Saw bersabda Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya. (HR. Abu Daud) 32
Pembinaan akhlak mulia bukanlah hal yang ringan di tengah-
tengah perkembangan masyarakat yang semakin dinamis ini. perubahan
sosial dan cepatnya arus informasi produk ilmu pengetahuan dan teknologi
dan berkembangnya masyarakat industri modern, tidak lain selalu sesuai
dengan nilai qurani. Bahkan tidak jarang mempunyai dampak negatif
terhadap kualitas akhlak manusia.
Krisis akhlak yang semula hanya menerpa sebagian kecil elite
politik, kini telah menjalar kepada masyarakat luas termasuk kalangan
30 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo), cet.ke-1, h. 4 31 Jalaludin, Teologi Pendidikan,………….h. 194 32 Imam Jalaludin Abd. Rahman bin Abu Bakar As-suyuti, Al-Jami As-Shagir, (Beirut:
Dar al-Fikr, t.t), juzI, h. 89
20
pelajar. Krisis akhlak yang menimpa kalangan pelajar terlihat dari
banyaknya keluhan orang tua, ahli pendidikan, dan orang tua yang
berkecimpung dalam bidang agama dan sosial berkenaan dengan ulah
sebagian siswa yang sukar dikendalikan, nakal, mabuk, keras kepala, sering
membuat ke onaran, tawuran antar pelajar dan bahkan tawuran antara
perguruan tinggi serta prilaku kriminal lainnya.
Dalam pembinaan akhlak juga perlu dilakukan upaya-upaya dari
luar. Salah satu diantaranya adalah melalui proses pendidikan diri sendiri
yang dibebankan pada setiap pribadi muslim.
Upaya-upaya tersebut bahkan sudah dapat dimulai sebelum
terjadinya konsepsi reproduksi, hingga tahap-tahap berikutnya. Beberapa
upaya yang dianjurkan tersebut adalah 33
a. Kiat pendidikan pribadi pra-nikah, yaitu memilih jodoh yang sejalan
dengan tuntutan ajaran agama Islam. Karena keluarga merupakan
lingkungan awal yang dikenal oleh setiap bayi, maka pembentukannya
pun harus memenuhi persyaratan yang sejalan dengan tuntutan ajaran
itu.
b. Kemudian pada tahap selanjutnya, sejalan dengan tahap perkembangan
usianya, pedoman mengenai pendidikan anak juga telah digariskan oleh
filsafat pendidikan Islam. Kalimat tauhid diperdengarkan ketelinga bayi
yang baru lahir (dengan mengumandangkan suara adzan dan iqamat)
yang bertujuan agar fungsi telinga pendengaran yang ia rasakan
pertama kali adalah memperdengarkan kalimat tauhid sebagai awal
kehidupannya di dunia.
c. Selanjutnya usia tujuh tahun anak-anak dibiasakan mengerjakan shalat
dan diperintah itu mulai diintensifkan menjelang usia sepuluh tahun
(hadis). Pendidikan akhlak dalam hal-hal baik dan terpuji sudah mulai
sejak usia dini. Pendidikan pada usia dini akan lebih melekat tertanam
pada diri anak.
33 Jalaludin, Teologi Pendidikan,…..h. 202
21
Dengan demikian, pembinaan akhlak mulia merupakan keharusan
mutlak, dan tuntunan yang tidak bisa ditawar lagi. Keharusan mutlak ini
harus menjadi kepedulian semua pihak. Sebab akhlak mulia menjadi pilar
tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan suatu
bangsa untuk terus hidup dan berkembang ditentukan oleh kualitas
akhlaknya.
Dalam pertumbuhan dan pembinaan moral sebenarnya yang
didahulukan adalah tindak moral sejak kecil anak-anak telah dibina untuk
mengarah kepada moral yang baik. Moral itu bertumbuh melalui
pengalaman langsung dalam lingkungan dimana ia hidup, kemudian
berkembang menjadi kebiasaan yang baik dimengerti ataupun tidak,
kelakuan adalah hasil dari pembinaan yang terjadi secara langsung dan
tidak langsung 34.
Pembinaan akhlak ini harus ditanamkan sejak dini karena jika
seseorang sudah mendapatkan pendidikan akhlak sejak kecil maka akan
terbiasa melakukan hal-hal yang baik sebaliknya jika seseorang tidak
mendapatkan pendidikan akhlak sejak masa kecilnya maka akan sukar
untuk meluruskannya.
Maka pembinaan akhlak yang pertama adalah orang tua. Apa yang
dilakukan orang tua melalui perlakuan dan pelayanannya kepada si anak
telah merupakan pembinaan akhlak terhadap anak itu. Misalnya si ibu atau
si bapak yang terbiasa memperlakukan anak dengan kasar, keras atau acuh
tak acuh, maka pada jiwa si anak akan tumbuhlah rasa tidak senang,
bahkan rasa tidak disayangi, maka yang terjadi sesudah itu adalah sikap
kasar, keras dan acuh tak acuh pula pada si anak terhadap siapa saja dalam
lingkungannya
3. Materi dan Metode Pembinaan Akhlak
34 Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang,
1977), cet 4, h. 119
22
Pembinaan akhlak merupakan penuntun bagi umat manusia untuk
memiliki sikap mental kepribadian sebaik yang ditunjukan oleh al-quran
dan hadis Nabi Muhammad Saw, pembinaan pendidikan dan penanaman
nilai-nilai akhlakul karimah sangat tepat bagi siswa agar didalam
perkembangan mentalnya tidak mengalami hambatan dan penyimpangan
kearah negatif.35
Agar pembinaan akhlak memperoleh hasil yang memuaskan,
diperlukan cara atau metode. Metode yang dapat ditempuh untuk
pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan
berlangung secara kontinyu. Dalam pembinaan akhlak kebiasaaan
mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, hal ini dikarenakan
ia dapat menghemat banyak sekali kekuatan manusia. Islam
mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik pendidikan, yang
mengubah seluruh sifat-sifat manusia menjadi kebiasaan. Jika manusia
membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat, jika
seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah maka ia harus dibiasakan
dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan
murah tangan itu menjadi tabi’atnya yang mendarah daging.36
Dalam tahap-tahap tertentu pembinaan akhlak khususnya akhlak
lahiriah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan yang lama-kelamaan
tidak lagi terasa dipaksa. Seseorang yang ingin menulis dan mengatakan
kata-kata yang bagus misalnya, pada mulanya ia harus memaksakan tangan
dan mulutnya menuliskan atau mengatakan kata-kata yang bagus misalnya,
pada mulanya ia harus memaksakan tangan dan mulutnya menuliskan atau
mengatakan kata-kata dan huruf yang bagus. Apabila pembinaan ini sudah
berlangsung lama, maka paksaan tersebut sudah tidak terasa lagi sebagai
paksaan.37
Metode lain dalam pembinaan akhlak ini adalah melalui
keteladanan. Pendidikan melalui keteladanan adalah merupakan salah satu
35 Sudarsono, Etika Islam tentang kenakalan remaja, (Jakarta: Bina aksara, 2001), h. 151 36 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo), h. 32 37 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf,….164
23
teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Akhlak yang baik tidak dapat
dibentuk hanya dengan pelajaran, intruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa
untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru
mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan
santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan
yang lestari. Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan jika disertai
dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.
Selain itu pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara
senantiasa menganggap diri ini sebagai orang yang paling banyak
mempunyai kekurangannya dari pada kelebihannya. Dalam hubungan ini
Ibn Sina mengatakan jika seseorang menghendaki dirinya berakhlak utama,
hendaknya ia lebih dahulu mengetahui kekurangan dan cacat yang ada
dalam dirinya, dan membatasi sejauh mungkin untuk tidak dapat berbuat
kesalahan, sehingga kecacatannya itu tidak terwujud dalam kenyataan.
Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan
memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa pembinaan akhlak bisa dilakukan
dengan berbagai cara, di antaranya dengan adanya pembiasaan yang sudah
dibawa sejak kecil, keteladanan harus di tanamkan pada dirinya, dan selalu
menganggap diri ini masih banyak kekurangannya di banding dengan
kelebihannya. Sehingga dengan mengetahui kekurangannya pasti nantinya
akan terus berusaha menutupi kekurangan yang ada.
5. Macam-macam Akhlak Sebagaimana telah disebutkan bahwa akhlak itu merupakan sikap
spontanitas yang muncul dari jiwa seseorang tanpa dipikirkan terlebih
dahulu dan tanpa adanya dorongan dari pihak lain, mak sikap yang muncul
secara spontanitas itu bisa baik dan juga bisa buruk.
Akhlak mulia amat banyak jumlahnya, namun dapat dilihat dari
segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
Akhlak mulia ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: pertama akhlak
24
kepada Allah Swt, kedua akhlak kepada diri sendiri, dan ketiga akhlak
kepada sesama manusia.38
a. Akhlak terhadap Allah Swt
Titik tolak akhlak terhadap Allah Swt adalah adanya pengakuan
dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain-Nya. Dia adalah pemilik sifat-
sifat yang mulia dan pemilik nama-nama indah. Ada banyak alasan
mengapa manusia harus berakhlak baik kepada Allah Swt. Alasan
tersebut diantaranya adalah:
1) Karena Allah Swt telah menciptakan manusia dengan segala
keistimewaan dan kesempurnaanya. Sebagai yang diciptakan sudah
sepantasnya manusia berterima kasih kepada yang
menciptakannya. Untuk itu manusia patut berakhlak kepada Allah
Swt.
2) Karena Allah Swt telah memberikan perlengkapan panca indra hati
nurani dan naluri kepada manusia
3) Karena Allah Swt menyediakan berbagai bahan dan sarana
kehidupan yang terdapat di bumi, seperti tumbuh-tumbuhan, air,
udara, binatang, dan lain sebagainya.39
b. Akhlak yang baik terhadap diri sendiri
Berakhlak baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai,
menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-
baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah
Allah Swt yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya.
Untuk menjalankan perintah Allah dan bimbingan Nabi
Muhammad Saw maka setiap umat manusia harus berakhlak dan
bersikap sebagai berikut: 1) hindarkan minuman beracun/keras, 2)
hindarkan perbuatan yang tidak baik, 3) memelihara kesucian jiwa, 4)
38 Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat, (Jakarta:CV Karya Mulia,
2001), Cet. Ke-1, h. 43 39 Moh.Ardani, Nilai-nilai Akhlak,…h. 43-47
25
pemaaf dan pemohon maaf, 5) sikap sederhana dan jujur, 6) hindari
perbuatan tercela40
c. Akhlak yang baik terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya
secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain.
Untuk itu ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan
orang lain. Oleh karenanya pula ia perlu menciptakan suasana yang
baik , satu dan lainnya saling berakhlakul karimah, diantaranya
mengiringi jenazah, mengabulkan undangan dan mengunjungi orang
sakit.41
6. Faktor-faktor yang menjadi penunjang dan penghambat
Pembinaan akhlak Faktor penting dalam penentuan baik dan buruk tingkah laku
seseorang yang dapat “mencetak” dan mempengaruhi tingkah laku
manusia dalam pergaulannya yang meliputi:42
a. Manusia, selaku makhluk yang istimewa dengan kelainan-kelainannya
dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, memiliki kelebihan-
kelebihan juga kekurangan-kekurangan tertentu. Disamping itu karena
manusia selaku pelaku akhlak yang memiliki kelebihan akal untuk
berfikir dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya.
b. Inctinct (naluri), naluri merupakan tabiat yang dibawa sejak lahir, jadi
merupakan suatu pembawaan asli. Pandangan lain tentang “naluri”
ialah sifat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan
pada tujuan dengan terpikir lebih dahulu ke arah tujuan itu tanpa di
dahului latihan itu.
c. Kebiasaan, adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga
menjadi mudah dikerjakan.
40 Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak,…, h. 49-50 41 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2005), Cet. Ke-7,
h. 208 42 Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan,…….., h. 55-56
26
d. Keturunan, ada beberapa yang biasa diturunkan, pada garis besarnya
ada dua: 1) sifat jasmaniah, yakni kekuatan dan kelemahan otot dan urat
saraf orang tua dapat diturunkan kepada anak, 2) sifat rohaniah, yakni
lemah atau kuatnya suatu naluri diturunkan pula oleh orang tua yang
kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya.
e. Lingkungan, dalam hubungan ini lingkungan dibagi menjadi dua
bagian: 1) lingkungan alam yang bersifat kebendaan, 2) lingkungan
pergaulan yang bersifat rohaniah.
f. Kehendak, salah satu kekuatan yang berlindung dibalik tingkah laku
manusia adalah kemauan keras (‘azam). Itulah yang menggerakan
manusia berbuat dengan sungguh-sungguh.
g. Suara hati (dhamir), fungsi dari suara batin adalah memperingatkan
bahayannya perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya.
h. Pendidikan yang dimaksud disini ialah segala tuntutan dan pengajaran
yang diterima seorang dalam membina kepribadian. Pendidikan itu
mempunyai pengaruh yang besar dalam akhlak, sehingga ahli-ahli etika
berpandangan bahwa pendidikan adalah faktor yang turut menentukan
dalam etika disamping faktor-faktor yang sebelumnya telah
diterangkan.
Pembinaan akhlak seseorang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor,
diantaranya ialah:
a. Faktor Nativisme
Faktor Nativisme yang berpengaruh terhadap pembinaan diri seseorang
adalah faktor pembinaan diri dalam yang bentuknya dapat berupa
kecenderungan, bakat, akal dan lain-lain. Faktor Nativisme ini didasari
bahwa pada anak dan orang tua terdapat kesamaan baik fisik ataupun
psikis. Setiap manusia memiliki gen, gen inilah yang terdapat dalam
sel-sel kelamin yang dipindahkan dari orang tua kepada anaknya dan
27
merupakan sifat-sifat yang diwariskan. Tokoh utama aliran ini adalah
Athur Schopenhawer.43
b. Faktor empirisme
Faktor Empirisme, faktor dari luar yaitu faktor sosial termasuk
pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Faktor ini paling
mempengaruhi terhadap pembentukan akhlak. Ketika manusia lahir dan
lingkungan yang baik, maka pengaruhnya kepada pembentukan
akhlaknya juga dan ketika ia lahir di lingkungan yang kurang baik,
maka pengaruh akhlaknya juga menjadi tidak baik. Maka disinilah
pendidikan dan bimbingan akhlak sangat diperlukan untuk membentuk
dan mengembangkan akhlak manusia. Tokoh utama aliran ini adalah
Jhon locke. 44
c. Faktor Konvergensi
Kemudian faktor konvergensi berpendapat bahwa: pembinaan akhlak di
pengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari
luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus untuk
melalui interaksi dan lingkungan sekolah.45
Faktor-faktor penyebab dari kemerosotan moral dewasa ini
sesungguhnya banyak sekali antara lain yang terpenting adalah:
1. kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat
keyakinan beragama yang didasarkan atas pengertian yang sungguh-
sungguh dan sehat tentang ajaran agama yang di anutnya, kemudian
diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng
moral yang paling kokoh. Marilah kita ambil sebagai contoh ajaran
islam dimana yang menjadi ukuran bagi mulai atau hinanya seseorang
adalah hati dan perbuatanya, hati yang taqwa dan perbuatan yang baik
2. keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial,
dan politik
43 Ngalim Purwanto,Ilmu pendidikan teoritis dan praktis, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000), cet. Ke13, h. 59 44 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,………………………… h. 60 45 Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, (Jakarta: raja Grapindo Persada, 1996), cet ke1, h. 165
28
kepincangan atau ketidakstabilan suasana yang melingkungi seseorang
menyebabkan gelisah dan cemas, akibat tidak dapatnya mencapai rasa
aman dan ketentraman dalam hidup. Misalnya apabila keadaan ekonomi
goncang, harga barang-barang naik-turun dalam batas yang tidak dapat
diperkirakan lebih dahulu oleh orang-orang dalam masyarakat, maka
untuk mencari keseimbangan jiwa kembali orang terpaksa berusaha
keras. Jika ia gagal dalam usahanya yang sehat, maka ia akan
menempuh jalan yang tidak sehat. Disinilah terjadinya penyelewengan-
penyelewengan. Pada mulanya karena kebutuhan, tapi bisa tumbuh
menjadi keserakahan
3. pendidikan moral tidak terlaksana menurut mestinya
pembinaan moral seharusnya dilaksanakan sejak si anak kecil, sesuai
dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir belum
mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-
batas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Tanpa
dibiasakan menanamkan sikap-sikap yang dianggap baik buat
penumbuhan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral
itu.
4. Suasana rumah tangga yang kurang baik
Faktor yang terlihat pula dalam masyarakat sekarang, ialah kerukunan
hidup dalam rumah tangga kurang terjamin. Tidak tampak adanya
saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mencintai
di antara suami istri. Tidak rukunnya ibu bapak menyebabkan
gelisahnya anak-anak, mereka menjadi takut, cemas dan tidak tahan
berada di tengah-tengah orang tua yang tidak rukun. Maka anak-anak
yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong kepada perbuatan-
perbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya, biasanya
mengganggu ketentraman orang lain.
5. Diperkenalkannya obat-obat dan alat-alat anti hamil
Seperti kita ketahui bahwa usia muda adalah usia yang baru mengalami
dorongan seksual akibat pertumbuhan biologis yang dilaluinya, mereka
29
belum mempunyai pengalaman dan jika mereka juga belum mendapat
didikan agama yang mendalam dengan mudah mereka dapat dibujuk
oleh orang-orang yang tidak baik yang hanya melampiaskan hawa
nafsunya.
Maka terjadilah umpamanya obat atau alat-alat itu digunakan oleh
anak-anak muda yang tidak terkecuali anak-anak sekolah atau
mahasiswa yang dapat dibujuk oleh orang yang tidak baik itu oleh
kemauan mereka sendiri yang mengikuti arus darah mudanya tanpa
kendali. Orang tidak ada yang tahu karena bekasnya tidak terlihat dari
luar.
6. Banyaknya tulisan-tulisan dan gambar-gambar yang tidak
mengindahkan dasar-dasar moral
Suatu hal yang belakangan ini kurang manjadi perhatian kita ialah,
tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, kesenian-
kesenian dan permainan-permainan yang seolah-olah mendorong anak-
anak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi-segi moral dan mental
kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari
keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi
bagitu saja. Lalu di gambarkan dengan sangat realistis sehingga semua
yang tersimpan di dalam hati anak muda diungkap dan realisasinya
terlihat dalam cerita, lukisan atau permainan tersebut. Inipun
mendorong anak-anak muda ke jurang kemerosotan moral.
7. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu terluang
Suatu faktor yang juga telah ikut memudahkan rusaknya moral anak-
anak muda, ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu terluang,
dengan cara yang baik dan sehat. Umur muda adalah umur suka
berkhayal, melamunkan hal yang jauh. Kalau mereka biarkan tanpa
bimbingan dalam mengisi waktunya maka akan banyaklah lamunan dan
kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka
30
8. Kurangnya markas bimbingan
Kurangnya markas bimbingan dan penyuluhan yang akan menampung
dan menyalurkan anak-anak ke arah mental yang sehat. Dengan
kurangnya atau tidak adanya tempat kembali bagi anak-anak yang
gelisah dan butuh bimbingan itu, maka pergilah mereka berkelompok
dan menggabung kepada anak-anak yang juga gelisah. Dari sini akan
keluarlah model kelakuan yang kurang menyenangkan.46
C. Kerangka Berpikir Guru sebagai pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung
jawab memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dan juga memberi
bimbingan baik jasmani maupun rohani guna mencapai kedewasaan dan
pembentukan akhlak mulia.
Akhlak adalah suatu kondisi jiwa baik dan buruk, yang seharusnya
dilakukan oleh manusia kepada orang lain dengan menyatakan tujuan yang
harus dituju dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk
melakukan apa yang harus diperbuat. Akhlak merupakan sumber dari segi
perbuatan yang sewajarnya, yakni tidak dibuat-buat dan perbuatan yang
dapat dilihat sebenarnya yang merupakan gambaran dari sifat-sifat yang
tertanam dalam jiwa.
Pembinaan akhlak mulia merupakan keharusan mutlak, dan
tuntunan yang tidak bisa ditawar lagi. Keharusan mutlak ini harus menjadi
kepedulian semua pihak. Sebab akhlak mulia menjadi pilar tumbuh dan
berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan suatu bangsa untuk
terus hidup dan berkembang ditentukan oleh kualitas akhlaknya.
Jika semua guru PAI memberikan contoh yang baik maka
pembinaan akhlak yang diberikan kepada siswa akan berdampak positif
dengan kata lain akhlak siswa akan menjadi lebih baik, karena siswa akan
mencontoh dan mempraktikkan perbuatan yang dilakukan oleh guru
tersebut. Akan tetapi jika guru PAI memberikan contoh yang tidak baik,
46 Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia,…..h.13-19
31
maka pembinaan akhlak yang diberikan kepada siswa berdampak negatif
atau dengan kata lain akhlak siswa kurang baik
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Menurut Arif Furqon, metodologi penelitian adalah strategi umum yang
dianut dalam mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan guna
menjawab persoalan yang dihadapi. Ini adalah rencana pemecahan persoalan yang
sedang di selidiki.1
A. Jenis Penelitian Adapun penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu
memaparkan secara mendalam dengan apa adanya secara obyektif sesuai
dengan data yang dikumpulkan
B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Islamiyah Ciputat yang beralamatkan
di Jalan Ki Hajar Dewantara No. 23 Ciputat, Jakarta Selatan. Penelitian ini
dilaksanakan selama empat bulan yaitu dari bulan Februari sampai bulan Mei
2010.
1 Arif Furqon, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
1982), h. 50
33
C. Variabel Penelitian Salah satu unsur penting dalam suatu penelitian adalah adanya variabel.
Menurut M. Sayuti Ali yang mengutip dari pendapat Rahmat bahwa, variabel
adalah sifat yang telah disusun dan sudah diberi nilai dalam suatu bilangan.2
Atau dengan kata lain variabel adalah sesuatu yang mempunyai nilai dan
menjadi objek penelitian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua variabel yaitu variabel X
dan variabel Y. Adapun variabelnya adalah:
X : Peranan Guru Sebagai Pendidik
Y : Membina Akhlak Siswa
Tabel 1
Matrix Variabel
Variabel Dimensi Variabel Indikator Variabel No Item Jml
Guru
sebagai
Pendidik
(Variabel X)
Orang dewasa
yang bertanggung
jawab dalam
memberikan ilmu
pengetahuan kepad
apeserta didik serta
memberikan
bimbingan
terhadap
perkembangan
jasmani dan rohani
peserta didik
dalam rangka
menuju
kedewasaan
• Guru harus mempunyai
tanggung jawab yang
tinggi
• Harus menjadi suri
tauladan yang baik
• Guru harus selalu
mengingatkan siswa
yang mempunyai
kelakuan kurang baik
1, 2, 9
3, 4, 5, 8
6, 7, 10
3
4
3
2 H. M. Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama (Pendekatan Teori dan Praktek),
(Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), h. 35
34
Akhlak
siswa
(Variabel Y)
Sifat-sifat yang
telah meresap
dalam jiwa anak
yang kesemuanya
telah diwujudkan
dalam tingkah laku
atau perbuatan-
perbuatan secara
spontan tanpa
melalui proses
oemikiran, tidak
dibuat-buat dan
dipertimbagkan
lagi
• Perbuatan yang
dilakukan secara
spontan
• Perbuatan yang
dilakukan bersifat nyata
dalam bertingkah laku
sehari-hari
• Perbuatan yang sudah
menjadi kebiasaan bagi
anak
1
2, 3, 5,
10
4, 6, 7,
8, 9
1
4
5
Jumlah 20
D.Populasi dan Sampel Populasi dan sampel merupakan unsur terpenting dalam suatu penelitian.
Yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah
penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.3
Populasi adalah unit tempat diperolehnya informasi. Elemen tersebut bisa
berupa individu, keluarga, rumah tangga, kelompok sosial, sekolah, kelas,
organisasi, dan lain-lain. Dengan kata lain populasi adalah kumpulan dari
3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta 1998), Cet. Ke-11, h.
115
35
sejumlah elemen.4 Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian
adalah siswa kelas VIII SMP Islamiyah Ciputat Tangerang Selatan tahun
ajaran 2009/2010 yang berjumlah 287 siswa/orang
Jika akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut disebut
penelitian sampel. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau
yang memiliki sifat yang sama dengan populasi.5 Guna untuk
menyederhanakan proses pengumpulan data dan pengolahan data, penulis
menggunakan teknik sampling. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel
adalah sebanyak 15 % dari populasi yang ada. Suharsimi Arikunto
mengemukakan pendapat bahwa “jika objek penelitian lebih dari 100 orang,
maka sampel yang diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih”. Namun
dalam penelitian ini penulis mengambil sampel sebanyak 15 % yakni
berjumlah 43 orang dengan sistem random atau acak, dengan masing-masing
kelas diambi 6 orang siswa (putra/putri) dari jumlah kelas VIII-1 sampai VIII-
7 SMP Islamiyah Ciputat.
Tabel 2
Jumlah populasi dan sampel
No Kelas Jumlah Siswa (populasi) Sampel
1 VIII 287 43
E. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan tekhnik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi (Pengamatan)
Sebagai metode ilmiah observasi biasa diartikan sebagai
pengamatan. Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan langsung di
SMP Islamiyah Ciputat Tangerang Selatan.
4 Nana Sudjana, Peneliti Dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: PT. Sinar Baru, 1989),
Cet. Ke-1, h. 84 5 Suharsimi Arikunto, Prosedur…, h. 117
36
2. Wawancara (interview)
Wawancara adalah proses tanya jawab secara lisan antara dua
orang atau lebih secara langsung. Metode ini digunakan untuk melengkapi
data yang dianggap perlu, sehingga lebih meyakinkan data yang di peroleh
dari sumber-sumber lainnya. Dalam pelaksanaan wawancara ini penulis
mengadakan wawancara langsung dengan guru bidang study pendidikan
agama Islam SMP Islamiyah Ciputat Tangerang Selatan
3. Angket (Quesioner)
Metode ini di tujukan kepada siswa-siswi yang dijadikan
responden untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan
dengan peranan guru sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa di
SMP Islamiyah Ciputat Tangerang Selatan yang berjumlah 287 siswa.
Quesioner yang dibuat merupakan quesioner tertutup, disertai dengan
sejumlah jawaban yang sudah disediakan, dan terdiri dari 20 item
pertanyaan dalam dua variabel yaitu tentang peranan guru sebagai
pendidik dalam membina akhlak siswa, yang menggunakan skala likert
dengan empat alternativ jawaban.
F. Teknik pengolahan dan Analisis Data
a. Teknik Pengolahan Data Dalam pengolahan data penulis menggunakan teknik sebagai
berikut:
1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan dan pengisian angket atau
quesioner yang berhasil dikumpulkan.
2. Scoring, yaitu memberikan nilai pada setiap jawaban angket sebagai
berikut: dalam skala ini terdapat empat kategori jawaan yaitu, Selalu
(SL), Sering (SR), Kadang-kadang (KD), dan Tidak Pernah (TP). Item-
item diberi skor berdasarkan jawaban yang responden pilih. Setiap
jawaban mempunyai angka kode sendiri untuk menghitung data tentang
penelitian ini dengan menggunakan angket, penulis memberikan skor
pada setiap poin jawaban yakni: untuk jawaban Selalu (SL) mendapat
37
poin 4, Sering (SR) mendapat poin 3, Kadang-kadang (KD) mendapat
poin 2 dan Tiidak Pernah (TP) mendapat poin 1
3. Tabulating, yaitu mentabulasikan data jawaban yang berhasil
dikumpulkan ke dalam table yang telah disediakan.
b. Analisa Data Setelah pengumpulan data dilakukan, tahap berikutnya data
tersebut dianalisa dengan analisa kuantitatif secara deskriptif analisis yang
sebelumnya telah ditentukan prosentasenya dengan menggunakan rumus
distribusi frekuensi..
Rumus: P = %100xNF
Ket :
P = Persentase
F = Frekuensi jawaban responden
N = Number of cases (jumlah responden)
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Kondisi Riil Obyek Penelitian
1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya SMP Islamiyah
Ciputat Berdirinya yayasan Islamiyah Ciputat ini bermula adanya
keinginan dan semangat beberapa pemuda yang berada disekitar wilayah
Ciputat. Mereka merasa terpanggil dan ikut bertanggung jawab terhadap
pelestarian dan pengamalan syari’ah Islam. Keinginan dan semangat
mereka ini kemudian disambut gembira oleh para orang tua. Musayawarah
demi musyawarah dilaksanakan akhirnya tercetuslah suatu keinginan dan
semangat bersama untuk mengembangkan dan menegakan syari’ah
Islamiyah melalui bidang pendidikan. Hal ini didasarkan bahwa
pendidikan tingkat menengah saat itu tergolong masih langka. Sehingga
mereka yang berkeinginan melanjutkan studi ketingkat tersebut haruspergi
ke Jakarta. Kondisi ini hanya terbatas bagi mereka yang mempunyai
kemampuan material saja. Sementara bagi mereka yang kurang mamapu
terpaksa harus puas menjadi pengangguran, dan lebih jauh lagi
dikhawatirkan mereka itu akan terpengaruh oleh llingkungan kurang baik
yang kemudian akan terjerumus kearah kejahatan.
39
Akhirnya pada tanggal 12 Mei 1965 disepakati untuk
mendirikan suatu lembaga pendidikan Islam yang bernama pendidikan
Guru Agama (PGA) Islamiyah. Informasi berdirinya PGA Islamiyah
ini ternyata didengar oleh masyarakat luas, bukan hanya masyarakat
Ciputat akan tetapi sudah sampai ke Kecamatan Sawangan, Kecamatan
Serpong dan masyarakat pinggiran Jakarta. Sehingga untuk tahun
ajaran pertama (1964/1965) sudah mampu mendapatkan siswa du
akelas yakni kelas 1 dan kelas V
Dilihat prospek pengembangan pendidikan cukup baik dan
minat masyarakat cukup banyak. Maka untuk tahun ajaran 1965/1966
LP Ma’arif membuka sekolah baru yakni SKKPNU (sekolah
KEsejahteraan Keluarga Pertama) khusus buat para remaja putrid yang
kemudian pada tahun ajaran 1966/1967 diganti menjadi SMP
Islamiyah.
Situasi dan kondisi jugalah yang membuta Islamiyah harus
bergerak terus serta tidak boleh kalah dan ketinggalan oleh lembaga-
lembaga pendidikan lain di wilayah Ciputat. Kesemuanya itu menuntut
adanya status hukum yang jelas, sehingga pengurus LPI bermaksud
meningkatkan semua lembaga pendidikan dibawah naunagnnya dan
semua kekayaan yang dimilikinya. Keinginan terwujud setelah
pengurus pada tanggal 5 bulan Agustus 1978 bertepatan dengan
tanggal 1 Ramadahan 1398 H menyepakati dibentuknya sebuah
yayasan yakni Yayasan Islamiyah Ciputat, dengan badan pendiri Drs.
H. Zarkasji Nur, H. Abdul Munir, BA, M. Anwar Nur, A. Saiful
Millah, BA, Ny Muniroh Nur, kemudian pada tanggal 11 Agustus
1978 para badan pendiri menghadap Notaris Raden Soerjo
Wongsowidjojo, SH. Dengan demikian resmi menjadi sebuah yayasan
yang berbadan hukum berdasarkan akta No.16 tanggal 11 Agustus
1978 dengan susunan kepengurusan untuk pertama kali
Ketua : Drs.H.Zarkasji Nur
Wakil Ketua : H. Abdul Munir, BA
40
Sekretaris I : A. Saiful Millah, BA
Sekretaris II : Arifin Bin Ishak, BA
Bendahara I : M. Anwar Nur
Bendahara II : Ny Muniroh Nur
Anggota : Hadjuli
Muhammad Yusuf Taujiri
Ahmad Basyari, BA
Djajadi Adnan, BA
2. Visi, Misi dan Tujuan SMP Islamiyah Ciputat
a. Visi : Terdepan dalam IMTAQ dan IPTEQ
b. Misi :Mewujudkan manusia yang memiliki IPTEQ, mewujudkan
manusia yang beriman dan bertaqwa, mewujudkan manusia
yang bermoral dan berdisiplin tinggi, menjadikan manusia
yang berkompetitif c. TUJUAN :
Yayasan Islamiyah Ciputat yang berazaskan Islam yang berfalasfah
pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasr 1945 mempunayi
maksud dan tujuan :
1. Membina dan mengembangkan pendidikan Islam dalam arti yang
seluas-luasnya
2. Membentuk masyarakat yang berilmu, beramal dan bertaqwa kepada
Allah, cinta Agama, Bangsa dan Negara
3. Membantu pemerintah dengan melaksanakan usaha yang bersifat
sosial dan kebudayaan
41
3. Profil SMP Islamiyah Ciputat
IDENTITAS MADRASAH
Nama Sekolah : SMP Islamiyah Ciputat
Alamat Sekolah : Jl. KH. Dewantara no 23
No. Telepon : (021) 7409814
No. Fax : (021) 7445391
Kelurahan : Ciputat
Kecamatan : Ciputat
Kota Madya : Tangerang Selatan
Provinsi : Banten
Kode Pos : 15411
Nama Kepala Sekolah : Mudalih, S.Ag
Status Sekolah : Swasta
Standar Sekolah : Tingkat Akreditasi A
Keadaan Gedung : Permanen
Nomor Statistik Sekolah (NSS) : 202280310013
Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) : 20603526
Tahun Didirikan /Dibangun : 06 Januari 1969
Status Tanah : Miliki Sendiri
4. Data Siswa Tabel 3
DATA SISWA TAHUN AJARAN 2009/2010
No Rombel Jumlah Kelas Jumlah Siswa
1 Kelas VII 5 208
2 Kelas VIII 7 287
3 Kelas IX 7 301
42
5. Struktur Organisasi SMP Islamiyah Ciputat
6. Personalia A. Guru /Pengajar
Tabel 4 Nama-nama Guru dan Pendidikan Terakhir
No Nama-nama Guru Mata pelajaran Pendidikan
Terakhir
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Mudalih, S.Ag
Sarmuji, S.Pd
Sumarja, S.S
Saan Saputra, S.Pd
Dra. Wiwin Alawiyah
H.M Yatim, Sag
Faiz Fikri Nur, S.Ag
Drs. Junaedi
Ade Laily, S.Ag
Sri Heriawati, S.Pd
IPS TERPADU
IPS TERPADU
BTQ
SENI BUDAYA
PKN
BTQ/PAI
PAI
IPS TERPADU
PKN
IPA TERPADU
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
Siswa
Coordinator MGMP Staf TUGuru Wali Kelas Guru BP/BK
Komite Kaur Tata usaha
WKS Humas WKS Kurikulum WKS Kesiswaan
Kepala Sekolah
43
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Drs, M.Amin
Sarmadih, S.Pd
Sohril
Rita Sari
Drs. Nana Supriatna
Wiwi Tarwiyah, SE
Lia Rosmalia, S.Pd
Husen Sakilin, S.Pd
Hasan Basri
Fuad Faisal, S.Ag
Drs. Sayuti.S
Suhendri, S.Pd
Lina Muzaimah, S.Pd
Wirda Widya
Subhan, S.Pd
Nurwahdah, S.Ag
Reni Rosmiati, S.Pd
Umi Solekah, S.Pd
Tutik.W, S.Pd
Andi Supendi
Dedi Wahyudi
Drs. Yakub Sofyan
Euis.N, S.Pd
Rozikin, S.Pd
BTQ/PAI
INDONESIA
PENJASKES
SENI BUDAYA
INDONESIA
IPS TERPADU
INDONESIA
MATEMATIKA
KOMPUTER
MATEMATIKA
IPS TERPADU
MATEMATIKA
IPA TERPADU
IPA TERPADU
INGGRIS
PAI
INGGRIS
PAI
INDONESIA
PENJASKES
PENJASKES
BP
MATEMATIKA
INGGRIS
S1
S1
D2
D2
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
D2
S1
S1
S1
S1
S1
D2
D2
S1
S1
S1
B. Deskripsi Data
Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya salah satu tekhnik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan angket yang telah disebarkan kepada para siswa.
Angket ini disebarkan kepada 43 siswa atau responden dalam bentuk
angket yang dipilih secara acak. Kemudian data yang diperoleh melalui angket
44
tersebut diolah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang dilengkapi dengan
prosentase dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Rumus: P = %100xNF
Keterangan:
P = Presentasi
F = Frekuensi
N = Banyaknya Responden
Hasil angket kemudian dimasukan ke dalam tabulasi yang merupakan
prosentase dari data-data instrumen pengumpulan data (angket) menjadi tabel
angka-angka dalam prosentase yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5
Guru PAI menegur ketika siswanya membuat keributan
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 8 18.6 %
B Sering 15 34.9 %
C Kadang-kadang 18 41.9 %
D Tidak Pernah 2 4.6 %
Jumlah 43 100 %
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat siswa (18.6 %)
menyatakan guru PAI selalu menegur ketika siswanya membuat keributan.
Kemudian (34.9 %) siswa menyatakan guru PAI sering menegur. Sedangkan
(41.9 %) siswa menyatakan PAI kadang-kadang menegur siswanya ketika
membuat keributan dan (4.6 %) siswa menyatakan bahwa guru PAI tidak
pernah menegur ketika ada siswa yang membuat keributan.
45
Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa guru PAI kadang-kadang menegur siswanya ketika melakukan
keributan.
Tabel 6
Guru PAI menghukum siswa ketika berbuat tidak baik
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 10 23,2 %
B Sering 12 28 %
C Kadang-kadang 20 46.5 %
D Tidak Pernah 1 2.3 %
Jumlah 43 100%
Tabel di atas menunjukan bahwa (23.2 %) menyatakan guru PAI selalu
menghukum siswanya ketika berbuat tidak baik, (28 %) siswa menyatakan
sering, kemudian (46.5 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (2.3 %)
siswa menyatakan guru PAI tidak pernah menghukum siswanya yanag berbuat
tidak baik.
Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa guru PAI kadang-kadang menghukum siswanya yang berbuat tidak
baik.
Tabel 7
Guru PAI berpakaian sopan ketika mengajar di kelas
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 41 95.3 %
B Sering 2 4.7 %
C Kadang-kadang - -
D Tidak Pernah - -
Jumlah 43 100 %
46
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat siswa (95.3 %)
yang menyatakan bahwa guru PAI berpakaian sopan ketika mengajar.
Kemudian (4.7 %) siswa menyatakan guru PAI sering berpakaian sopan ketika
mengajar. Sedangkan (0 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (0 %)
siswa menyatakan tidak pernah.
Berdasarkan atas jawaban responden tersebut, penulis dapat
menyimpulkan bahwa guru PAI selalu berpakaian sopan.
Tabel 8
Guru PAI berbicara baik ketika mengajar di kelas
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 32 74.4 %
B Sering 10 23.3 %
C Kadang-kadang 1 2.3 %
D Tidak Pernah - - %
Jumlah 43 100 %
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat siswa (74.4 %)
menyatakan guru PAI berbicara baik ketika mengajar. Kemudian (23.3 %)
siswa menyatakan sering. Sedangkan (2.3 %) siswa menyatakan guru PAI
kadang-kadang berbicara baik dan (0 %) siswa menyatakan tidak pernah.
Berdasarkan jawaban responden diatas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa guru PAI selalu berbicara baik ketika melakukan proses
belajar mengajar.
Tabel 9
Guru PAI masuk tepat waktu
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 7 16.3 %
B Sering 5 11.6 %
C Kadang-kadang 26 60.5 %
47
D Tidak Pernah 5 11.6 %
Jumlah 43 100 %
Tabel di atas menunjukan bahwa (16.3 %) siswa menyatakan guru PAI
selalu teapat waktu, (11.6%) siswa menyatakan sering, kemudian (60.5 %)
siswa menyatakan kadang-kadang dan (11.6 %) siswa menyatakan guru
bidang study fiqh tidak pernah tepat waktu.
Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa guru PAI kadang-kadang tepat waktu dalam melakukan proses belajar
mengajar.
Tabel 10
Guru PAI mengingatkan untuk shalat tepat waktu
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 33 76.7 %
B Sering 5 11.6 %
C Kadang-kadang 2 4.7 %
D Tidak Pernah 3 7 %
Jumlah 43 100 %
Tabel di atas menunjukan bahwa (76.7 %) siswa menyatakan guru PAI
selalu mengingatkan untuk shalat tepat waktu, (11.6 %) siswa menyatakan
sering, kemudian (4.7 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (7 %) siswa
menyatakan guru PAI tidak pernah mengingatkan untuk shalat tepat waktu.
Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa guru PAI selalu mengingatkan siswanya untuk shalat tepat waktu.
Tabel 11
Guru PAI mengingatkan untuk membaca al-Qur’an
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 11 25.6 %
48
B Sering 13 30.2 %
C Kadang-kadang 17 39.5 %
D Tidak Pernah 2 4.7 %
Jumlah 43 100 %
Tabel di atas menunjukan bahwa (25.6 %) siswa menyatakan selalu,
(30.2 %) siswa menyatakan sering, kemudian (39.5 %) siswa menyatakan
kadang-kadang dan (4.7 %) siswa menyatakan guru PAI tidak pernah
mengingatkan siswanya untuk membaca al-qur’an.
Berdasarkan jawaban di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru
PAI kadang-kadang mengingatkan siswanya untuk membca al-qur’an.
Tabel 12
Guru PAI melakukan shalat tepat waktu
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 30 70 %
B Sering 4 9 %
C Kadang-kadang 6 14 %
D Tidak Pernah 3 7 %
Jumlah 43 100 %
Tabel di atas menunjukan bahwa (70 %) siswa menyatakan guru PAI
selalu shalat tepat waktu, (9 %) siswa menyatakan sering, kemudian (14 %)
siswa menyatakan kadang-kadang dan (7 %) siswa menyatakan guru PAI
tidak pernah shalat tepat waktu.
Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa guru PAI selalu melakukan shalat secara tepat waktu.
Tabel 13
Guru PAI tidak merokok ketika mengajar di kelas
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
49
A Selalu 9 21 %
B Sering - %
C Kadang-kadang - %
D Tidak Pernah 34 79 %
Jumlah 43 100 %
Tabel di atas menunjukan bahwa (21 %) siswa menyatakan guru PAI
selalu tidak merokok, (0 %) siswa menyatakan sering, kemudian (0 %) siswa
menyatakan kadang-kadang dan (79 %) siswa menyatakan guru PAI tidak
pernah tidak merokok ketika sedang mengajar.
Berdasarkan jawaban responden di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa guru PAI tidak pernah tidak merokok ketika mengajar. Hal ini dapat
dilihat dari pernyataan responden yang menyatakan 79 % tidak pernah.
Tabel 14
Guru PAI tidak makan sambil berjalan
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 5 11.6 %
B Sering - %
C Kadang-kadang 2 4.7 %
D Tidak Pernah 36 83.7 %
Jumlah 43 100 %
Berdasarkan tabel di atas dapat di ketahui bahwa (11.6 %) siswa
mengatakan bahwa guru PAI tidak makan sambil berjalan. Kemudian (0 %)
siswa menyatakan sering, Sedangkan (4.7 %) siswa menyatakan kadang-
kadang dan (83.7 %) siswa mengatakan tidak pernah.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa guru PAI tidak pernah tidak
makan sambil berjalan.
50
Tabel 15
Siswa membantah ketika di perintah untuk membantu guru
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 2 4.7 %
B Sering - -
C Kadang-kadang 24 55.8 %
D Tidak Pernah 17 39.5%
Jumlah 43 100 %
Berdasarkan tabel di atas dapat di ketahui bahwa (4.7 %) mengatakan
bahwa siswa selalu membantah ketika di perintah untuk membantu guru.
Kemudian (0 %) siswa menyatakan sering. Sedangkan (55.8 %) siswa
menyatakan kadang-kadang dan (39.5 %) siswa mengatakan tidak pernah.
Dari jawaban responden di atas dapat saya simpulkan bahwa siswa
kadang-kadang membantah ketika diperintah untuk membantu gurunya. Hal
ini dapat di buktikan dengan pernyataan siswa yang menjawab sebagian besar
kadang-kadang.
Tabel 16
Siswa segera melakukan apa yang di perintah oleh guru
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 20 46.5 %
B Sering 6 14 %
C Kadang-kadang 16 37.2 %
D Tidak Pernah 1 2.3 %
Jumlah 43 100 %
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa (46.5 %) siswa
menjawab selalu melakukan apa yang diperintah oleh guru, selanjutnya (14
%) siswa menjawab sering, kemudian (37.2 %) siswa menyatakan kadang-
kadang dan (2.3 %) siswa menyatakan tidak pernah.
51
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa siswa selalu melakukan
apa yang di perintah oleh guru. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar siswa
yang menjawab 46.5 % selalu.
Tabel 17
Siswa membantu guru tanpa di perintah lagi oleh guru
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 7 16.3 %
B Sering 2 4.7 %
C Kadang-kadang 24 55.8 %
D Tidak Pernah 10 23.2 %
Jumlah 43 100 %
Tabel di atas menunjukan bahwa (16.3 %) menyatakan siswa selalu
membantu gurunya tanpa diperintah lagi oleh sang guru, (4.7 %) siswa
menyatakan sering, kemudian (55.8 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan
(23.2 %) siswa menyatakan tidak pernah membantu gurunya tanpa ada
perintah dari sang guru.
Berdasarkan tabel di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa siswa
menyatakan kadang-kadang membantu gurunya tanpa di perintah lagi oleh
sang guru.
Tabel 18
Siswa mengeluarkan kata-kata tidak baik ketika menghadapi masalah
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 2 4.7 %
B Sering 8 18.6 %
C Kadang-kadang 19 44.1 %
D Tidak Pernah 14 32.6 %
Jumlah 43 100 %
52
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa (4.7 %) siswa menyatakan
selalu, selanjutnya (18.6 %) siswa yang menyatakan sering, kemudian (44.1
%) siswa menjawab kadang-kadang dan sebagian kecil ( 32.6 % ) siswa
menjawab tidak pernah.
Dari data responden di atas dapat disimpulkan bahwa siswa
kadang-kadang mengeluarkan kata-kata tidak baik ketika menghadapi
masalah. Hal ini dapat kita ketahui dari jawaban responden yang menjawab
kadang-kadang yaitu (44.1 %).
Tabel 19
Siswa langsung memukul ketika menghadapi masalah
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 2 4.7 %
B Sering 4 9.3 %
C Kadang-kadang 12 27.9 %
D Tidak Pernah 25 58.1 %
Jumlah 43 100 %
Tabel di atas menunjukan bahwa (4.7 %) menyatakan siswa langsung
memukul ketika menghadapi masalah, (9.3 %) siswa menyatakan sering,
kemudian (27.9 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (58.1 %) siswa
menyatakan tidak pernah memukul langsung ketika menghadapi masalah.
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa tidak pernah
langsung memukul ketika menghadapi masalah. Hal ini dapat di lihat dari
pernyataan responden yang menyatakan bahwa (58.1 %) tidak pernah
memukul langsung ketika menghadapi masalah.
53
Tabel 20
Siswa memberikan sedekah ketika melihat pengemis di jalan
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 5 11.6 %
B Sering 5 11.6 %
C Kadang-kadang 32 74.5 %
D Tidak Pernah 1 2.3 %
Jumlah 43 100 %
Dari data di atas menunjukan bahwa (11.6 %) menyatakan siswa selalu
memberikan sedekah ketika melihat pengemis di jalan, (11.6 %) siswa
menyatakan sering, kemudian (74.5 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan
(2.3 %) siswa menyatakan tidak pernah memberikan sedekah ketika melihat
pengemis di jalan.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa kadang-kadang
memberi sedekah kepada pengemis. Hal ini dibuktikan dari jawaban
responden yang menyatakan 75.5 % menjawab kadang-kadang memberi
sedekah ketika melihat pengemis di jalan.
Tabel 21
Siswa ikut bekerja sama dengan kegiatan sosial
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 10 23.2 %
B Sering 9 21 %
C Kadang-kadang 21 48.8 %
D Tidak Pernah 3 7 %
Jumlah 43 100 %
Tabel di atas menunjukan bahwa (23.2 %) menyatakan siswa selalu ikut
bekerja sama apabila ada kegiatan sosial, (21 %) siswa menyatakan sering,
54
kemudian (48.8 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (7 %) siswa
menyatakan siswa tidak pernah ikut bekerja sama ketika ada kegiatan sosial.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kadang-
kadang ikut serta dalam kegiatan sosial. Hal ini dibuktikan dari jawaban
responden yang menyatakan 48.8 % menjawab kadang-kadang ikut bekerja
sama ketika ada kegiatan sosial.
Tabel 22
Siswa terbiasa membaca doa ketika mau makan
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 29 67.4 %
B Sering 2 4.7 %
C Kadang-kadang 12 27.9 %
D Tidak Pernah - -
Jumlah 43 100 %
Dari data responden di atas dapat di ketahui bahwa (67.4%) menyatakan
siswa selalu terbiasa membaca doa ketika mau makan, kemudian (4.7 %)
siswa menyatakan sering, (27.9 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (0
%) siswa menyatakan tidak pernah.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa siswa terbiasa
membaca doa ketika mau makan. Hal ini dapat di lihat dengan banyaknya
siswa yang menjawab selalu yaitu (67.4 %).
Tabel 23
Siswa terbiasa mengucapkan terima kasih ketika diberi hadiah tanpa
harus di ingatkan lagi
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 37 86 %
55
B Sering 3 7 %
C Kadang-kadang 2 4.7 %
D Tidak Pernah 1 2.3 %
Jumlah 43 100 %
Dari tebel di atas menunjukan bahwa (86 %) menyatakan bahwa siswa
terbiasa mengucapkan terimakasih tanpa harus di ingatkan lagi, (7 %) siswa
menyatakan sering, kemudian (4.7 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan
(2.3 %) siswa menyatakan tidak pernah.
Berdasarkan jawaban responden di atas dapat disimpulkan bahwa siswa
selalu mengucapkan terimakasih ketika diberi hadiah tanpa harus di ingatkan
lagi.
Tabel 24
Siswa terbiasa melaksanakan shalat lima waktu tanpa di ingatkan lagi
No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase
A Selalu 7 16.3 %
B Sering 3 7 %
C Kadang-kadang 31 72 %
D Tidak Pernah 2 4.7 %
Jumlah 43 100 %
Tabel di atas menunjukan bahwa (16.3 %) menyatakan bahwa siswa
terbiasa melaksanakan shalat lima waktu tanpa harus di ingatkan lagi, (7 %)
siswa menyatakan sering, kemudian (72 %) siswa menyatakan kadang-
kadang dan (4.7 %) siswa menyatakan tidak pernah terbiasa melaksanakan
shalat lima waktu tanpa di ingatkan lagi.
Berdasarkan jawaban responden di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa siswa kadang-kadang harus di ingatkan ketika shalat lima waktu.
56
C. Analisis Data Secara matematis pembelajaran dikatakan ideal atau sangat baik jika
jumlah skor angket berjumlah 3.440. Angka ini diperoleh dari 20 pertanyaan x
43 siswa x 4 Skor. Untuk mengetahui peran guru agama Islam dalam
pembinaan akhlak siswa, bias dilihat dari table 26:
Table 26
Hasil Angket
Skor No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah
1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 2 1 1 1 1 4 4 4 2 61
2 2 4 4 4 2 4 2 2 4 1 2 2 2 4 4 2 2 4 4 3 58
3 1 2 4 4 4 4 2 2 1 1 2 2 2 1 1 2 4 4 4 2 49
4 2 2 4 4 2 3 3 4 1 1 2 2 2 1 2 2 2 4 4 2 49
5 3 2 4 4 2 3 3 3 4 1 1 4 4 3 2 2 3 4 4 2 58
6 4 2 4 4 2 3 2 2 1 1 1 2 2 1 1 2 3 4 4 2 47
7 2 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 2 2 1 1 2 1 2 4 2 55
8 3 4 4 4 2 4 2 4 4 4 2 1 1 2 2 2 3 2 4 2 56
9 3 2 4 4 3 4 2 1 1 1 1 4 2 1 1 3 1 4 4 2 48
10 2 2 3 4 2 3 3 4 1 1 1 4 2 3 1 2 2 4 4 4 52
11 4 3 4 4 4 4 3 4 1 4 2 3 2 3 2 4 4 4 4 3 66
12 2 2 4 4 2 4 1 2 1 1 1 4 1 1 2 2 1 4 4 2 45
13 3 2 4 3 2 4 1 4 1 1 2 4 1 4 1 2 2 4 3 2 50
14 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1 4 4 2 2 2 2 4 4 2 61
15 3 4 4 4 4 3 3 4 1 1 2 4 4 2 1 3 2 4 4 4 61
16 2 3 4 4 4 4 4 4 1 1 4 4 2 3 3 2 4 2 4 2 61
17 3 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1 4 1 1 1 2 4 2 1 4 54
18 3 2 4 4 2 4 4 2 1 1 2 2 2 2 1 2 2 4 4 2 50
19 4 3 4 3 3 4 3 4 1 4 2 3 2 3 2 4 3 3 4 2 61
20 2 1 4 2 2 1 2 4 1 1 2 2 1 2 4 2 2 4 4 2 45
21 3 3 4 4 1 4 2 4 1 2 1 3 4 1 3 2 2 2 4 2 52
22 2 2 4 4 3 4 3 4 1 1 2 4 2 3 1 4 3 4 2 4 57
23 4 2 4 3 2 2 4 3 4 1 1 2 2 1 2 3 4 3 4 2 53
24 3 2 4 4 3 4 3 4 1 1 2 3 1 2 1 2 2 4 4 3 53
25 2 3 4 3 2 1 4 4 1 1 1 4 2 1 3 4 2 2 4 2 50
26 4 2 4 4 1 4 2 3 4 1 1 2 1 2 1 2 4 4 2 4 52
27 3 2 4 3 3 4 3 4 1 1 2 4 4 1 2 2 2 2 4 2 53
57
28 2 3 4 4 2 1 4 4 1 1 1 2 2 2 1 3 3 4 4 2 50
29 4 2 4 4 2 4 2 4 4 1 2 4 1 1 3 4 2 2 4 2 56
30 2 3 4 3 2 4 2 4 1 1 2 2 2 1 2 2 3 4 4 2 50
31 3 2 4 4 2 4 2 3 1 1 2 2 3 2 1 2 2 2 4 2 48
32 2 4 4 3 2 4 3 4 1 1 1 4 2 2 1 2 2 4 4 2 52
33 3 2 4 4 1 4 2 4 1 2 2 3 4 2 1 3 3 4 4 2 55
34 2 4 4 3 2 4 4 2 4 1 1 4 2 3 2 2 2 2 4 2 54
35 3 2 3 4 1 4 3 4 1 1 2 3 1 2 1 2 2 4 4 1 48
36 2 3 4 4 2 4 2 1 1 1 1 4 3 2 1 2 2 4 4 2 49
37 3 4 4 3 2 4 2 4 1 1 2 4 2 2 2 2 4 2 3 4 55
38 2 3 4 4 2 4 4 4 1 1 2 4 2 2 1 2 2 4 4 2 54
39 3 2 4 3 2 4 3 4 1 1 2 2 4 3 1 2 4 4 4 2 55
40 2 4 4 4 1 2 2 4 1 1 2 4 2 2 1 2 2 4 3 2 49
41 1 3 4 4 2 4 3 4 1 1 2 4 2 2 1 2 4 2 4 4 54
42 2 3 4 4 2 4 2 1 1 1 2 2 2 2 1 2 2 4 4 2 47
43 2 3 4 4 2 4 2 4 1 1 1 2 2 2 1 2 3 4 4 1 49
Jml 115 117 170 160 100 154 119 119 70 60 73 131 92 84 69 100 112 146 162 101 2282
Dari data diatas, ternyata jumlah skor angket dalam penelitian ini hanya
mencapai angka 2282 dari jumlah ideal yakni 3440. Dari data diatas dapat
diketahui perbandingan antara jumlah skor angket penelitian dengan jumlah skor
angket ideal diperoleh angka prosentase 66,3%. Yang artinya angka ini
menunjukan bahwa peran guru agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa yang
ada di SMP Islamiyah kelas VIII cukup berperan.
58
BAB V
PENUTUP
A.KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, yaitu yang berjudul peranan
guru Agama Islam sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa di SMP
Islamiyah Ciputat, akhirnya penulis mengambil kesimpulan bahwa:
Peran guru pendidikan agama islam dalam membentuk akhlak siswa SMP
Islamiyah Ciputat sebagai berikut. Berdasarkan analisa data yang telah penulis
lakukan, hasil yang di peroleh dari perhitungan angket dengan menggunakan
rumus distribusi frekuensi di peroleh prosentase 66,3 %.
Hasil tersebut menunjukan bahwa guru agama Islam cukup berperan
dalam pembinaan akhlak siswa yang ada disekolah tersebut. Hal ini dapat
dibuktikan ketika dalam proses pembelajaran guru sering menegur siswanya
ketika berbuat keributan dan guru kadang-kadang menghukum siswa yang
melakukan keributan. Selain itu, guru juga memberikan suri tauladan yang baik
terhadap anak didiknya, baik itu dilingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
B. SARAN
Berdasarkan dengan penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa hal
yang disarankan penulis dalam rangka pembinaan akhlak siswa, yaitu:
59
1. Kepala sekolah SMP Islamiyah Ciputat, Bapak Mudalih, S.Ag agar lebih
meningkatkan supervisi terhadap proses kegiatan belajar mengajar di
kelas.
2. Kepada guru PAI untuk lebih meningkatkan kualitas pengajarannya baik
dari segi metode, media, pendekatan, serta model pembelajaran agar
peserta didik dapat memperoleh prestasi yang lebih bagus dari
sebelumnya.
3. Untuk para murid agar lebih giat lagi belajar dan meningkatkan prestasi
belajarnya.
4. Bagi orang tua, hendaknya senantiasa memperhatikan prilaku anaknya dan
selalu memberikan contoh yang baik bagi anaknya. Karena bagaimanapun
juga orang tua adalah pendidik pertama bagi anaknya.
60
DAFTAR PUSTAKA Ali, Mohammad Daud, pendidikan Agama Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada,
Cet.5, 2002
Ali, M. Sayuti, Metodologi Penelitian Agama: pendekatan Teori dan Praktek,
Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002
Almunawar, Said Agil Husin, Aktualisasi Nilai-nilai Qurani, Ciputat: PT. Ciputat
Press, Cet.2, 2005
Ardani, Mohammad, Nilai-nilai Akhlak: Budi Pekerti dalam Ibadahi, Jakarta:
CV.Karya Mulia, Cet.1, 2001
Assuyuti, Imam Jalaludin Abd.Rahman bin Abu Bakar, Al-Jami As-Shagir,
Beirut: Dar al-fikr,t.t, Juz I
Bustanudin, Agus, Al-Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, Cet.1, 1993
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, Cet.11, 1998
Daradjat, Zakiah, dkk, Methodik Khusus Pengajaran Agama, Jakarta: Bumi
Aksara, Cet.2, 2002
______, Membina Nilai-nilai moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang,Cet 4,
1977
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
Rineka Cipta, 2000
Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT.Ikhtiar Baru Van Hoeve, Cet.6, 1999
Furqan, Arif, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional,
1982
Husain, Syed Sajjad dan Syed Ali Ashraf, Krisis dalam Pendidikan Islam,Jakarta
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, Cet.7, 2005
Ibnu Hiban, Al-Mustadrak ‘Ala Al-Shahihain Bairut: Dar Al-Kutub al-Ilmiyah,
Juz 2,1990
Jalaludin, Teologi Pendidikan,Jakarta: Raja Grafindo persada, Cet.2, 2002
Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, Cet.5, 2003
Masy’ari, Anwar, Akhlak Quran, Surabaya: Bina Ilmu Offset, Cet.1, 1990
61
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1996
Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001
______, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT.Raja Grafindo persada, Cet.5, 2003
______, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru dengan Murid: Study
Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet.1
Ngalim Puwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, Cet.13, 2000
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet.2, 1998
Poerwardaminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: P.N Balai
Pustaka, 1991
Ruhani, Ahmad dan A.Abu Ahmad, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: Rineka
Cipta, 1996
Sabri, Alisuf, Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, Cet.1, 1999
Sudarsono, Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: Bina Aksara, 2001
Sudjana, Nana, Peneliti dan Penilaian Pendidikan, Bandung: PT. Sinar Baru, Cet.
1, 1989
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT.
Rosdakarya, Cet.2, 1994
______, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
Cet 10, 2008
Ya’kub, Hamzah, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, Bandung: CV.
Diponegoro, Cet.2, 1983
Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama, Malang: Biro Ilmiah
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981