admin.ebimta.com · web viewlatar belakang masalah. pendidikan merupakan suatu keharusan bagi...
TRANSCRIPT
PROPOSAL SKRIPSI
NILAI KARAKTER SOPAN SANTUN DALAM PEMBIASAAN BERBAHASA JAWA KRAMA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI
LINGKUNGAN KELUARGA
Oleh:SEPTIAJI EVI NATANTI
201633253
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASARFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2021
i
DAFTAR ISI
PROPOSAL SKRIPSI..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................6
1.4.1 Manfaat Teoritis..................................................................................6
1.4.2 Manfaat Praktis...................................................................................6
1.5 Definisi Operasional.....................................................................................7
1.5.1 Nilai Karakter.....................................................................................7
1.5.2 Karakter Sopan Santun.......................................................................8
1.5.3 Bahasa Jawa Krama............................................................................8
1.5.4 Lingkungan Keluarga.........................................................................8
BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................10
2.1 Kajian Pustaka............................................................................................10
2.1.1 Nilai Karakter...................................................................................10
2.1.1.1 Pengertian Nilai Karakter..........................................................10
2.1.1.2 Pengertian Pembentukan Nilai Karakter...................................11
2.1.1.3 Tujuan Pembentukan Nilai Karakter.........................................12
2.1.2 Karakter Sopan Santun.....................................................................13
2.1.2.1 Pengertian Sopan Santun...........................................................13
2.1.2.2 Macam-Macam Sopan Santun...................................................15
2.1.2.3 Indikator Sopan Santun.............................................................17
2.1.3 Bahasa Jawa Krama..........................................................................17
2.1.3.1 Pengertian Bahasa Jawa.............................................................18
ii
2.1.3.2 Tingkat Tutur Bahasa Jawa.......................................................19
2.1.3.3 Ragam Bahasa Jawa Krama......................................................20
2.1.3.4 Indikator Pembiasaan Bahasa Jawa Krama...............................22
2.1.4 Pembentukan Karakter Sopan Santun Melalui Penerapan Bahasa Jawa Krama......................................................................................24
2.1.5 Lingkungan Keluarga.......................................................................26
2.2 Penelitian Relevan......................................................................................27
2.3 Kerangka Teori...........................................................................................30
2.4 Kerangka Berpikir......................................................................................31
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................34
3.1 Setting Penelitian........................................................................................34
3.1.1 Tempat Penelitian.............................................................................34
3.1.2 Waktu Penelitian...............................................................................34
3.2 Rancangan Penelitian.................................................................................34
3.3 Data dan Sumber Data...............................................................................36
3.3.1 Data...................................................................................................36
3.3.2 Sumber Data.....................................................................................37
3.4 Pengumpulan Data.....................................................................................38
3.4.1 Observasi..........................................................................................38
3.4.2 Wawancara.......................................................................................38
3.4.3 Dokumentasi.....................................................................................39
3.5 Uji Keabsahan Data....................................................................................39
3.6 Teknik Analisis Data..................................................................................46
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada
hakikatnya manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya dan tidak langsung dapat
berdiri sendiri, tidak dapat memelihara dirinya sendiri. Kalimayatullah (2018)
pendidikan merupakan modal pokok kemampuan yang permulaannya
memungkinkan manusia mempertahankan dan mengembangkan hidupnya. Sesuai
dengan hakekatnya manusia pada saat lahir sepenuhnya memerlukan bantuan
orangtuanya, karena itu pendidikan merupakan bimbingan orang dewasa yang
diperlukan oleh seorang anak di dalam keluarga. Keluarga merupakan sebuah
lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak, karena disitulah anak
mulai mengenal segala sesuatu hingga anak mengerti dari yang semula tidak
mengerti. Keluarga juga dapat diartikan sebagai kelompok sosial pertama dalam
kehidupan manusia dimana manusia itu belajar menyatakan diri sebagai manusia
sosial dalam interaksi dengan kelompoknya.
Manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan
manusia lain. Pada saat berhubungan dengan orang lain, komunikasi merupakan
hal yang paling penting agar hubungan dapat berjalan dengan baik. Sistem
komunikasi yang efektif dan mudah dipahami adalah melalui sarana bahasa yang
digunakan oleh masing-masing komunikan. Melalui tatanan penempatan dan
penggunaan bahasa, karakter manusia dapat tercermin dari pesan yang terkandung
pada saat proses penyampaiannya. Yulianti, dkk (2018: 161) komunikasi yang
baik akan selalu menempatkan etika pada setiap bahasa yang digunakannya. Paa
hal ini, salah satu bahasa yang dapat menjadikan manusia memiliki etika dan
karakter yang diinginkan oleh sebagaimana makhluk sosial lain adalah bahasa
Jawa. Penggunaan bahasa Jawa yang baik, yakni bahasa Jawa krama dapat
membuat proses interaksi sosial lebih baik dan harmonis.
Kaidah dalam penggunaan bahasa Jawa haruslah ditaati. Etika Jawa pada
intinya mengacu kepada kebudayaan Jawa yang mempunyai nilai dan didasarkan
1
pada pantas dan tidak pantas apabila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila seseorang berbahasa Jawa dengan orang lain dengan tidak sesuai tatanan
yang digunakan, maka pergaulan dengan orang lain menjadi terganggu, tidak
serasi, dan mengakibatkan tidak harmonis. Tingkatan bahasa Jawa digunakan
sebagai tata pergaulan yaitu unggah-ungguh. Setyanto, dkk (2015: 125)
menjelaskan cara menghormati orang lain dalam berkomunikasi dengan bahasa
Jawa dikatakan dengan istilah unggah-ungguh disebut juga sebagai andhap asor
yaitu sikap rendah hati atau merendahkan diri dengan sopan dan merupakan sikap
yang benar yang harus ditunjukkan kepada setiap orang yang sederajat atau lebih
tinggi.
Sikap sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil
pergaulan sekelompok manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai
tuntunan pergaulan sehari-hari masyarakat itu. Yulaila (2018) menjelaskan sopan
santun merupakan istilah bahasa Jawa yang diartikan sebagai perilaku seseorang
yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, dan berakhlak
mulia. Sopan santun bisa dianggap sebagai norma tidak tertulis yang mengatur
bagaimana seharusnya kita bersikap atau berperilaku. Perilaku sopan santun
merupakan unsur penting dalam kehidupan bersosialisasi sehari-hari setiap orang,
karena dengan menunjukkan sikap sopan santunlah seseorang bisa dihargai dan
disenangi dengan keberadaannya sebagai makhluk sosial.
Eksistensi sopan santun dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama saat ini
dirasakan semakin memudar. Semakin hari semakin sedikit masyarakat Jawa yang
mau menggunakan bahasa Jawa krama dalam pergaulan hidup sehari-hari,
terutama di lingkungan keluarga. Setyanto, dkk (2015) menunjukkan bahwa ada
kecenderungan kuat bahwa masyarakat Jawa sudah mulai meninggalkan
penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa percakapan sehari-hari. Hal ini bisa
dilihat dari masih banyak anak usia sekolah dasar yang belum membiasakan
menggunakan bahasa Jawa krama dilingkungan keluarga di Desa Wonosoco
Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus. (Hal ini dapat dilihat pada lampiran 4)
Pergeseran bahasa terjadi akibat perpindahan penduduk, ekonomi, atau
sekolah. Akan tetapi, terdapat pula masyarakat yang tetap mempertahankan
2
bahasa pertamanya dalam berinteraksi dengan sesama mereka meskipun mereka
adalah masyarakat minoritas. Yulianti (2013: 55) menjelaskan bahwa penguasaan
bahasa Jawa krama di kalangan anak-anak di Jawa Tengah khususnya di daerah
Solo desa masih lebih baik jika dibandingkan dengan penguasaan bahasa Jawa
krama di daerah Solo kota. Hal ini menunjukkan bahwa anak desa di wilayah Solo
lebih tinggi pada penguasaan bahasa Jawa krama. Faktor yang paling dominan
dari hal tersebut adalah kurangnya pendidikan berbahasa Jawa krama dengan baik
dilingkungan keluarga. Orang tua tidak memperhatikan bahwa kurangnya
pendidikan dalam keluarga mengakibatkan anak-anak tidak dapat menggunakan
bahasa Jawa krama dengan benar.
Fenomena disintegritas budaya dan karakter sudah menjadi pemandangan
yang umum di kalangan masyarakat zaman sekarang terutama dialami oleh
generasi muda. Nida (2020) dalam penelitiannya bahwa nilai unggah-ungguh
dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama di Desa Getasrabi Kudus saat ini sudah
mengalami pergeseran makna dan penerapan. Hal tersebut terjadi ketika tidak ada
kerjasama yang baik antara orang tua dengan anak melalui pengajaran yang
sesuai. Berdasarkan observasi di Desa Wonosoco Kecamatan Undaan Kabupaten
Kudus sendiri masih banyak anak usia sekolah dasar yang masih menggunakan
bahasa Jawa ngoko daripada bahasa Jawa krama, padahal sudah diterapkan aturan
di sekolah maupun dirumah untuk melatih menggunakan bahasa Jawa krama
dikehidupan sehari-hari, hal ini disebabkan oleh menyempitnya pemahaman
terhadap kata bahasa Jawa krama. Anak-anak khususnya anak usia sekolah dasar
masih sering menggunakan bahasa Jawa ngoko di kehidupan sehari-hari daripada
bahasa Jawa krama dikarenakan bahasa Jawa krama lebih sulit dipahami. (Hal ini
dapat dilihat pada lampiran 4)
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 2
Febuari 2021 dengan salah satu orangtua anak di Desa Wonosoco Kecamatan
Undaan Kabupaten Kudus, masih banyak anak yang belum terbiasa dengan
bahasa jawa krama. Anak sering bersikap sopan santun kepada orang tua, dilihat
dari dia selalu berpamitan kepada orang tuanya jika mau pergi tau berangkat
sekolah, tetapi kadang juga masih menyela omongan orangtuanya saat dinasehati.
3
Penggunaan bahasa Jawa krama orang tua jarang memantau bahasa anaknya,
karena beliau harus bekerja. Orang tua juga sering menegur anaknya bila anaknya
menggunakan bahasa yang tidak sopan. Faktor yang menghambat kebiasaan anak
yag suka nonton TV/HP. (Hal ini dapat dilihat pada lampiran 5a).
Berdasarkan hasil wawancara dengan anak-anak yang berusia 10 tahun di
Desa Wonosoco Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus mengatakan bahwa anak
sering berperilaku sopan santun kepada orangtua, kesulitan yang dialami anak saat
berbahasa krama terkadang anak tidak tahu artinya jadi lebih sering bahasa Jawa
ngoko kepada orangtua. Berdasarkan wawancara lainnya, anak tidak pernah
menyela omongan orangtua dan selalu mendengarkan nasehat dari orangtua.
Kesulitan yang di alami anak sering terpengaruh lingkungan jadi dalam
menggunakan bahasa krama masih kecampur-campur dengan bahasa Indonesia.
Hal tersebut mengakibatkan masih banyak anak yang mulai meninggalkan sopan
santun dan pembiasaan berbahasa jawa krama dilingkungan keluarga. (Hal ini
dapat dilihat pada lampiran 5b).
Seiring dengan perkembangan dan arus globalisasi, peran keluarga sebagai
pendidik yang pertama bagi anak-anaknya nampak mulai terabaikan di tengah-
tengah masyarakat. Pendidikan sopan santun dan budi pekerti bagi anak bukanlah
suatu hal yang mudah dilakukan, tentunya diperlukan suatu cara untuk mendidik
anak yang tepat dan harus dilakukan oleh orang tua. Saat anak berusia dini sampai
remaja disaat mereka masih benar-benar mencontoh tingkah laku dari orang-orang
di sekitarnya terutama tingkah laku orangtuanya adalah waktu yang tepat untuk
mendidik sopan santun dan budi pekerti. Arfah, dkk (2016: 92) menjelaskan
bahwa masa anak-kanak merupakan masa emas bagi pendidikan moral karena
pengembangan manusia akan lebih mudah dilakukan pada usia dini yang hanya
terjadi sekali selama kehidupan seseorang.
Salah satu upaya untuk menanamkan sopan santun dalam pembiasaan
berbahasa jawa krama dengan membiasakan melatih menggunakan bahasa jawa
krama minimal satu minggu sekali dan mengingatkan tentang pengucapan kata-
kata bahasa Jawa krama yang benar dan yang salah, sehingga akhirnya menjadi
suatu kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Diharapkan anak akan terbiasa
4
melakukan sopan santun di dalam rumah maupun di luar rumah. Upaya lain yang
sudah dilakukan pemerinatah provinsi Jawa Tengah melalui Peraturan Gubernur
Jawa Tengah Nomor 57 tahun 2013 yang berisi tentang bahasa, sastra, dan aksara
Jawa. Melalui peraturan tersebut pemerintah berupaya untuk berupaya untuk
mempertahankan bahasa Jawa bagi anak sekolah dasar. Hal tersebut dapat dilihat
dari pasal 5 yang berisi tentang pembinaan bahasa, sastra, dan aksara Jawa
dilaksanakan di satuan pendidikan formal baik di SD/ MI/ SDLB/ paket A,
SMP/M.Ts/ SMPLB/ paket B, SMA/ MA/ SMALB, SMK/ MAK/ paket C dan
sederajat. Desa Wonosoco sendiri memiliki tradisi dan kesenian yang masih
berkembang dengan mengadakan wayang klithik atau wayang yang terbuat dari
kayu dan didalangi oleh warga asli desa Wonosoco sendiri.
Kondisi ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulaila (2018)
dengan judul “Peran Keluarga dalam Pembentukan Karakter Sopan Santun Anak
Sekolah Dasar”. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: 1) kesantunan
merupakan peraturan hidup seseorang atau kelompok orang yang menjunjung
tinggi nilai-nilai menghormati, meghargai, tidak sombong, dan berakhlak mulia;
2) orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter
santun pada siswa SD karena orang tua adalah orang terdekat anak dan sosok
yang selalu ditiru oleh anak; 3) Orang tua menanamkan karakter santun kepada
siswa melalui pengenalan dan pemberian contoh kepada anak, orang tua bersikap,
bertutur kata, dan berpakaian sebagaimana yang diajarkan kepada anak-anaknya;
4) Orang tua memelihara karakter santun melalui kegiatan pembiasaan atau
melalui rutinitas sejak dini, agar anak tumbuh menjadi manusia yang beradab dan
taat aturan, serta menghargai budaya yang dimilikinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan meneliti nilai karakter
sopan santun anak usia sekolah dasar dalam pembiasaan berbahasa jawa krama.
Maka peneliti akan melakukan penelitian kualitatif dengan judul “Nilai Karakter
Sopan Santun Dalam Pembiasaan Berbahasa Jawa Krama Anak Usia Sekolah
Dasar Di Lingkungan Keluarga”
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat ditarik rumusann
masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana cara membiasakan nilai karakter sopan santun berbahasa jawa
krama anak usia sekolah dasar di lingkungan keluarga?
2. Apa saja faktor penghambat pembiasaan nilai karakter sopan santun berbahasa
jawa krama anak usia sekolah dasar di lingkungan keluarga.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1. Untuk mendeskripsikan cara pembiasaan nilai karakter sopan santun
berbahasa jawa krama anak usia sekolah dasar di lingkungan keluarga.
2. Untuk mendeskripsikan faktor penghambat pembiasan nilai karakter sopan
santun berbahasa jawa krama anak usia sekolah dasar di lingkungan keluarga.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis
maupun praktis. Kedua manfaat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah dan memperkaya
ilmu pengetahuan bidang pendidikan dan memberikan sumbangan teori tentang
pendidikan karakter pada pembiasaan berbahasa jawa krama anak usia sekolah
dasar di lingkungan keluarga sehingga mampu meningkatkan kualitas pendidikan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman dan wawasan yang banyak dengan melakukan
penelitian secara langsung tentang implementasi pembiasaan berbahasa jawa
krama dalam membentuk karakter sopan santun anak susia sekolah dasar di
lingkungan keluarga.
6
2. Bagi Orang Tua
Dengan diadakan penelitian ini diharapkan orang tua siswa dapat
meningkatkan kemampuan membimbing anaknya dalam pembiasaan berbahasa
jawa krama serta dapat membentuk karakter sopan santun dengan tutur
bahasanya.
3. Bagi Anak
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi siswa tentang nilai-nilai karakter
terutama karakter sopan santun yang ditanamkan pada pembiasaan berbahasa jawa
krama agar dapat diamalkan ketika berbicara dengan orang lain dan orang yang
lebih tua.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Permasalahan dalam penelitian ini adalah nilai karakter sopan santun dalan pembiasaan berbahasa Jawa krama untuk anak usia sekolah dasar.
2. Penelitian kualitatif ini ditujukan kepada anak usia sekolah dasar dengan usia 10 tahun.
3. Penelitian kualitatif ini dilaksanakan di Desa Wonosoco Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus.
4. Penelitian kualitatif ini dilakukan untuk mendeskripsikan cara membiasakan dan faktor penghambat nilai karakter sopan santun berbahasa Jawa krama.
1.6 Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini meliputi nilai karakter, karakter
sopan santun, bahasa jawa krama, dan lingkungan keluarga.
1.6.1 Nilai Karakter
Pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan untuk menanamkan
nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter tersebut meliputi pengetahuan, kesadaran,
dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut sehingg menjadi manusia
yang berakhlak mulia. Sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan
karakter, yakni: 1) Cinta kasih kepada Allah dan semesta beserta isinya, 2)
7
Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, 3) Jujur, 4) Hormat dan santun, 5) Kasih
sayang, peduli, dan kerjasama, 6) Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang
menyerah, 7) Keadilan dan kepemimpinan, 8) Baik dan rendah hati, 9) Toleransi,
cinta damai, dan persatuan.
1.6.2 Karakter Sopan Santun
Sopan santun merupakan salah satu karakter yang terkait dengan sesama
manusia. Karakter sopan santun terdapat kemampun seseorang dalam berkata
maupun berperilaku santun. Karakter sopan santun dibagi menjadi 2 (dua) aspek
yaitu: 1) sopan santun dalam berbahasa, menunjukkan kesantunannya secara lisan
dengan lawan bicaranya, 2) sopan santun dalam berperilaku. Beberapa indikator
karakter sopan santun menghormati orang yang lebih tua, menerima sesuatu selalu
dengan tangan kanan, tidak berkata kotor dan kasar, sombong, dan tidak meludah
disembarang tempat.
1.6.3 Bahasa Jawa Krama
Bahasa Jawa merupakan bahasa seharihari yang digunakan oleh
masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Masyarakat Jawa
menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi. Masyarakat Jawa dituntut untuk
menggunakan bahasa Jawa secara tepat, sesuai dengan kedudukan seseorang,
status sosial, martabat, dan umur. Tingkatan bahasa Jawa dalam masyarakat Jawa
digunakan sebagai unggah-ungguh, yang berarti sopan santun. Pada kehidupan
bermasyarakat, penggunakan bahasa Jawa krama dapat dijadikan sebagai sarana
untuk menjaga keharmonisan dalam interaksi social. Para orang tua berpendapat
bahwa penggunaan bahasa Jawa krama dapat membuat anaknya menjadi lebih
sopan, menghormati orang lain, khususnya pada orang yang lebih tua.
1.6.4 Lingkungan Keluarga
Keluarga sebagai kelompok sosial yang terkecil terdiri dari sejumlah
individu, memiliki hubungan darah antar individu, terdapat ikatan, kewajiban,
tanggung jawab di antara individu tersebut. Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul
8
dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada penelitian ini, peneliti akan membahas tentang Nilai
Karakter, Karakter Sopan Santun, Bahasa Jawa Krama, dan lingkungan keluarga
Berikut penjelasan dari masing-masing teori.
2.1.1 Nilai Karakter
Pembahasan pada nilai karakter ini akan mengkaji tetang pengertian Nilai
Karakter, Pengertian Pembentukan Nilai Karakter, Tujuan Pembentukan Nilai
Karakter. Adapun penjelasan masing-masing teori adalah sebagai berikut.
2.1.1.1 Pengertian Nilai Karakter
Nilai-nilai karakter adalah sikap atau perilaku yang didasarkan pada norma
dan nilai yang ada pada masyarakat. Samrin (2016: 141) menjelasakan karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal mencakup hubungan
manusia dengan Tuhan, alam, dan sesamanya. Karakter menggambarkan tentang
pola tingkah laku seseorang yang terbentuk dari sebuah sistem keyakinan dan juga
kebiasaan. Nilai karakter merupakan suatu sifat atau sesuatu hal yang dianggap
penting dan berguna dalam lehidupan manusia. Nilai karakter juga dapat dijadikan
sebagai petunjuk atau pedoman dalam berperilaku.
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara. Hidayah (2015: 194) menjelaskan karakter merupakan sifat
alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral yang diwujudkan dalam
tindakan nyata melalui perilaku baik, jujur, bertanggung jawab, hormat terhadap
orang lain, dan nilai-nilai karakter mulia lainnya. Karakter dapat dibentuk dan
dikembangkan melalui pendidikan nilai. Nilai-nilai karakter yang dianut oleh
seseorang tidak terlepas dari faktor budaya, pendidikan dan agama, keluarga
maupun masyarakat juga dapat mempengaruhinya.
10
Pendidikan karakter mempunyai tujuan penanaman nilai dalam diri peserta
didik dan pembaharuan dalam tata kehidupan bersama yang lebih menghargai
kebebasan individu. Hasil pendidikan yang diharapkan, yaitu pada pecapaian
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta secara utuh dan terpadu. Muslich
(2011: 84) menyatakan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas peneliti menyimpulkan bahwa
nilai-nilai karakter yang didapat adalah hasil dari refleksi terhadap perjalanan
bangsa Indonesia dari waktu ke waktu. Untuk keberhasilan mengembangkan nilai-
nilai karakter pada peserta didik, keluarga, sekolah, maupun masyarakat perlu
mengembangkan dan membudayakannya dengan melibatkan komponen yang ada,
termasuk mengintegrasikan dalam setiap pelajaran.
2.1.1.2 Pengertian Pembentukan Nilai Karakter
Pembentukan berasal dari kata dasar “bentuk”, pembentukan berarti proses
atau cara. Pembentukan adalah proses melakukan perubahan bentuk pada sesuatu
yang difokuskan. Mustakim (2011: 29) menjelaskan bahwa karakter yaitu suatu
sifat khas dan hakiki pada diri seseorang yang membedakan dengan orang lain.
maka pembentukan karakter adalah proses perubahan bentuk kepribadian atau ciri
khas yang ada pada dalam diri seseorang.
Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran. Narwanti
(2011: 1) pembentukan adalah usaha yang telah terwujud sebagai hasil suatu
tindakan. Karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu “kharrasein” yang memahat
atau mengukir, sedangkan dalam bahasa Latin karakter bermakna membedakan
tanda, sifat kejiwaan, tabiat, dan watak. Pembentukan karakter sangat penting bagi
anak. Pembentukan karakter anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak,
No. 23 Th. 2002 merupakan salah satu wujud kepedulian terhadap kesejahteraan
anak di masa depan. Semua komponen bangsa mulai dari orang tua, keluarga,
11
masyarakat, pemerintah, dan negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab
terhadap perlindungan dan kesejahteraan anak.
Konsep pendidikan dalam rangka membentuk karakter peserta didik
sangat menekankan pentingnya kesatuan antara keyakinan, perkataan, dan
tindakan. Dengan demikian, pendidikan nilai karakter senantiasa mengarahkan
diri pada pembentukan individu bermoral , cakap dalam mengambil keputusan,
sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama dalam
tantangan global. Pada hakikatnya sangat dekat dengan perannya untuk
membentuk manusia yang berkarakter baik
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas peneliti menyimpulkan
pembentukan nilai karakter merupakan suatu kebutuhan yang sangat utama bagi
manusia. Setiap manusia telah memiliki karakter tertentu dalam dirinya, hanya
saja karakter tersebut belum atau perlu disempurnakan. Untuk menyempurnakan
karakter yang ada pada diri setiap individu dapat dilakukan melalui proses
pendidikan karena pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk
menyadarkan individu dalam jati dirinya yang sering disebut dengan pendidikan
karakter yang dimana terjadi penyaluran nilai-nilai positif yang antinya dapat
berpengaruh pada karakter siswa.
2.1.1.3 Tujuan Pembentukan Nilai Karakter
Tujuan merupakan sesuatu yang hendak dicapai dengan suatu kegiatan
atau usaha. Suatu usaha akan berkahir apabila tujuan yang diharapkan telah
dicapai. Tujuan pembentukan nilai karakter menghendaki adanya perubahan
tingkah laku, sikap, dan kepribadian pada siswa tersebut. Putry (2018: 46)
menjelaskan tujuan pendidikan karakter dapat dirumuskan untuk merubah
manusia menjadi lebih baik, dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Koesoma (2010: 135) menjelaskan bahwa dalam konteks yang lebih luas, tujuan
pendidikan karakter dapat menjadi tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
Tujuan jangka pendek dari pendidikan karakter adalah penanaman nilai
dalam diri siswa dan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan
individu. Tujuan jangka panjangnya adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif
12
kontekstual individu, yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang
akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus menerus.
Pendidikan karakter juga bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan
hasil pendidikan yng mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia
peserta didik secra utuh, terpadu, dan seimbang. Mulyasa (2011: 9) menjelaskan
bahwa melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak
mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarah pada
pembentukan budaya sekolah atau madrasah yaitu nilai-nilai ang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta sibol-simbol yang diprakterkkan oleh
semua warga sekolah atau madrasah dan masyarakat sekitar. Putry (2018: 47)
menjelaskan tujuan mendidikan karakter adalah sebagai berikut:
1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/ kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan taggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembentukan nilai karakater adalah untuk menanamkan dan mengembangkan
potensi pada diri individu yang tidak hanya memiliki kepandaian berifikir tetapi
juga respon terhadap lingkungan sekitarnya.
2.1.2 Karakter Sopan Santun
Pembahasan pada karakter sopan santun ini akan mengkaji tetang
Pengertian Sopan Santun, Macam-macam sopan santun. Adapun penjelasan
masing-masing teori adalah sebagai berikut.
2.1.2.1 Pengertian Sopan Santun
Kata sopan dapat dimaknai dengan beberapa arti seperti hormat, beradab
tentang tingkah laku, tutur kata, pakaian, dan sebagianya. Yulianti, dkk (2018:
13
162) menjelaskan bahwa sopan santun adalah suatu aturan atau tata cara yang
berkembang secara turun temurun dalam suatu budya dimasyarakat yang bisa
bermanfaat dalam pergaulan antar sesama manusia sehingga terjalin suatu
hubungan yang akrab, saling pengertian serta saling menghormati.
Perilaku sopan santun merupakan cerminan dari nilai-nilai karakter yang
harus ada pada diri manusia. Abdul, dkk (2012: 42) menjelaskan bahwa ada
sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter, yakni:
1. Cinta kasih kepada Allah dan semesta beserta isinya.2. Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri.3. Jujur4. Hormat dan santun.5. Kasih sayang, peduli, dan kerjasama.6. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah.7. Keadilan dan kepemipinan.8. Baik dan rendah hati.9. Toleransi, cita damai, dan persatuan.
Sembilan karakter tersebut karakter sopan santun berada diurutan keempat.
Hal ini berarti perlunya menanamkan dan pembentukan perilaku sopan santun
tertutama pada anak-anak.
Sopan santun ialah tingkah laku yang amat populer dan nilai yang natural.
Djuwita (2017: 28) menjelaskan bahwa sopan santun yang dimaksud adalah suatu
sikap atau tingkah laku individu yang menghormati serta ramah terhadap orang
yang sedang berinteraksi dengannya. Sopan santun sebagai perilaku individu yang
menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak sombong, dan
berakhlak mulia.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, peneliti menyimpulkan bahwa sopan
santun adalah perilaku yang menghormati orang lain melalui komunikasi yang
menggunakan bahasa yang baik dan tidak meremehkan atau merendahkan orang
lain. Sopan santun merupakan peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan
dalam kelompok sosial.
14
2.1.2.2 Macam-Macam Sopan Santun
Perilaku sopan santun adalah salah satu karakter yang terkait dengan
sesama manusia. Di dalam karakter sopan santun terdapat kemampuan seseorang
dalam berkata maupun berperilaku santun. Muhaimin (2011: 95) menjelaskan
bahwa orang yang terbiasa bersikap santun adalah orang yang halus dan baik budi
bahasa maupun tingkah lakunya. Perilaku sopan santun dibagi menjadi dua aspek,
yaitu:
1. Sopan santun dalam berbahasa, menunjukkan kesantunannya secara lisan
dengan lawan bicaranya. Dalam melakukan interaksi sosial, seseorang harus
menjaga sopan santun berbicaranya agar terjalin komunikasi dan interaksi
yang baik. Ukuran kesantunan dalam berbahasa dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu: 1) Intonasi, intonasi yaitu tinggi rendahnya nada pada suatu
kalimat pada kata-kata tertentu dalam sebuah kalimat. 2) Pemilihan kata
(diksi), dalam berbicara haruslah memperhatikan pemilihan kata yang
bertujuan untuk menghormati lawan bicara. 3) Struktur kalimat, dalam
berbicara harus memperhatikan struktur kalimat. Penyususnn kalimat akan
mempengaruhi penyampaiannya.
2. Sopan santun dalam berperilaku, perilaku sopan santun diimplementasikan
kepada suatu tingkah laku yang positif, melipui cara berbicara, cara
memperlakukan orang lain, cara mengekspresikan diri dimanapun dan
kapanpun. Faktor penentu kesantunan dalam perilaku atau bahasa non-verbal
dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu:
a. Gerak-gerik tubuhnya
Bahasa non-verbal yang santun dapat ditunjukkan dengan gerakan tubuh
mengikuti kesantunan bahasa yang digunakannya seperti menunjuk dengan
menggunakan ibu jari lebih sopan daripada menggunakan telunjuk,
menmbungkukkan badan ketika lewat didepan orangtua menunjukkan
kesopanan, bersalaman atau mencium tangan, sikap duduk dan lain
sebagainya.
b. Ekspresi wajah
15
Ekspresi wajah juga termasuk dalam komunikasi non-verbal yang mengikuti
kesantunan berbahasa, seperti ekspresi wajah tersenyum. Pembelajaran sopan
santun yang dapat dilakukan anak saat di sekolah, di rumah, maupun di
masyarakat antara lain:
1. Memberi salam atau menyapa guru, orang yang lebih tua, tetangga dan
lainnya.
2. Mencium tangan atau berpamitan kepada orangtua saat akan keluar rumah.
3. Tidak memotong pembicaraan orangtua
4. Berbicara dengan ramah dan santun kepada orang yang lebih tua.
Pranowo (2012: 76) menyatakan bahwa bahasa menentukan perilaku
manusia. Orang ketika berbicara dengan baik dan santun menandakan bahwa
kepribadian atau perilaku orang tersebut memang baik dan santun. Kesantunan
dalam berbahasa dapat menunjukkan sikap santun dalam perilaku pemakainya.
Semakin santun bahsa seseorang maka akan semakin halus watak dan kepribadian
orang tersebut.
Yulianti, dkk (2018: 162) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis sopan
santun, yaitu sopan santun dalam berbahasa dan sopan santun dalam berperilaku.
Santun bahasa menunjukkan bagaimana seseorang melakukan interaksi sosial
dalam kehidupannya secara lisan. Setiap orang harus menjaga santun bahasa agar
komunikasi dan interaksi dapat berjalan baik. Bahasa yang pergunakan dalam
sebuah komunikasi sangat menentukan keberhasilan pembicaraan, sedangkan
santun dalam berperilaku dapat diimplementasikan dengan cara berbicara dan cara
memperlakukan orang lain.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa macam-macam sopan santun dibagi menjadi dua yaitu sopan santun dalam
berbahasa dan sopan santun dalam perilaku. Sopan santun dalam berbahasa
dengan cara menunjukkan kesantunannya secara lisan dengan lawan bicaranya.
Santun dalam berperilaku dapat diimplementasikan kepada suatu tingkah laku
yang positif dengan cara memperlakukan orang lain dengan baik.
2.1.2.3 Indikator Sopan Santun
16
Sopan santun adalah sikap dan perilaku yang tertib sesuai dengan adat
istiadat atau norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Zuriah (2007: 84)
menjelaskan norma sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil
pergaulan kelompok. Norma kesopanan bersifat relatif artinya apa yang dianggap
sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau
waktu. Contoh norma kesopanan adalah 1) menghormati orang yang lebih tua, 2)
menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan, 3) tidak berkata kotor, kasar, dan
sombong, dan 4) tidak meludah disembarang tempat. Pembentukan karakter tidak
bisa terbentuk dalam waktu yang singkat. Mulyasa (2011: 147) berpendapat
bahwa perilaku karakter sopan santun yaitu menerima nasihat guru, menghindari
permusuhan dengan teman, menjaga perasaan orang lain, menjaga ketertiban, dan
berbicara dengan tenang.
Kurniasih (2014: 72) menjelaskan bahwa ada beberapa contoh indikator
sopan santun adalah sebagai berikut.
1. Menghormati orang yang lebih tua2. Tidak berkata-kata kasar, kotor, dan takabur3. Tidak meludah sembarangan ditempat4. Tidak menyela pembicaraan pada waktu yang tidak tepat5. Mengucapkan terimakasih setelah menerima bantuan orang lain6. Bersikap 3S (salam, senyum, sapa)7. Meminta izin ketika memasuki ruangan orang lain atau menggunakan barang
orang lain8. Memperlakukan orang lain sebagaimana diri sendiri ingin diperlakukan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, peneliti menyimpulkan bahwa
indikator sopan santun adalah 1) Menghormati orang yang lebih tua, 2) Menerima
sesuatu selalu dengan tangan kanan, 3) Tidak berkata kotor, kasar, dan sombong,
4) Tidak meludah disembarang tempat, 5) Mengucapkan terimakasih setelah
menerima bantuan orang lain, dan 6) Meminta izin ketika memasuki rungan orang
lain.
2.1.3 Bahasa Jawa Krama
Pembahasan pada bahasa jawa krama ini akan mengkaji tetang pengertian
Bahasa Jawa, Tingkat Tutur Bahasa Jawa, Ragam Bahasa Jawa Krama. Adapun
penjelasan masing-masing teori adalah sebagai berikut.
17
2.1.3.1 Pengertian Bahasa Jawa
Bahasa jawa merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang
apabila dilihat dari jumlah pemakainya lebih banyak dibanding dengan bahasa
daerah lain. Yulianti, dkk (2018:163) Menjelaskan bahwa bahasa Jawa merupakan
salah satu bahasa daerah yang digunakan sebagai sarana komunikasi dalam
kehidupan masyarakat Jawa terutama di daerah Jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogjakarta, dan Jawa Timur. Bahasa Jawa merupakan bagian integral dari
kebudayaan Indonesia. Bahasa Jawa berkembang sebagai identitas diri dengan
cara mempertahankan nilai-nilai luhur yang ada didalamnya. Sejalan dengan itu
bahasa Jawa tidak bisa lepas dari kebudayaan Jawa. Bahasa Jawa bukan sekedar
artefak budaya Jawa, akan tetapi merupakan bahasa kebudayaaan Jawa.
Bahasa Jawa merupakan bagian dari kebudayaan Jawa yang dapat dijadikn
sarana untuk meningkatkan keterampilan dan pengetauan dalam rangka
pelestarian budaya Jawa. Poedjasoedarma (2008: 2) menjelaskan bahwa ada
beberapa faktor yang menyebabkan masih tetap terpeliharanya bahasa Jawa.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tradisi kesusastraan Jawa yang sudah berakar.2. Pecinta bahsa Jawa yang masih cukup banyak dan masih mengusahakan
agar bahasa jawa tetap terpelihara.3. Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu yang berjumlah sangat besar.
Bahasa Jawa juga memiliki tingkat tutur (unggah-ungguh). Tingkat tutur
ialah variasi-variasi bahasa yang perbedaan antara satu dengan lainnya yang
ditentukan oleh perbedaan sikap santun yang ada pada diri pembicara terhadap
lawan bicara. Orang akan mendapat gambaran bagaimana suatu bahasa dapat
mencerminkan nilai-nilai kebudayaan tertentu masyarakat pemakainya dan
perhatian yang sangat besar masyarakat Jawa terhadap sopan santun. Bahasa Jawa
merupakan bagian integral dari kebudayaan Indonesia. Mulyana (2008: 234)
menjelaskan bahwa bahasa Jawa merupakan salh satu daerah yang digunakan
sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan sehari-hari antara seseorang sengan
orang lain oleh masyarakat Jawa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa bahasa
Jawa merupakan bagian dari kebudayaan Jawa yang dapat dijadikan sebagai
18
sarana untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam rangka
pelestarian budaya Jawa.
2.1.3.2 Tingkat Tutur Bahasa Jawa
Tingkat tutur bahasa Jawa merupakan tingkat yang memancarkan arti
penuh sopan santun. Tingkat ini menandakan adanya perasaan segan (pakewuh)
oleh pembicara terhadap lawan bicara, karena lawan bicara adalah orang yang
belum dikenal, atau berpangkat, berwibawa, atau bisa jadi lebih tua dari
pembicara. Murid memakai krama kepada gurunya, anak memakai krama kepada
orang tuanya, pegawai memakai krama kepada atasannya.
Tingkat tutur krama ini terdiri atas beberapa tingkatan pula. Tingkatan ini
berupa suatu kontinum, yang artinya ada krama yang rendah dan ada pula krama
yang tinggi. Krama yang tinggi atau yang halus mengandung banyak krama
inggil dan krama andap, sedangkan krama yang rendah tidak mengandung
krama inggil dan krama andap. Sasongko (2011: 128) menjelaskan ada 4 (empat)
tingkatan dalam bahasa krama yaitu.
1. Ngoko LuguNgoko Lugu merupakan bentuk unggah-ungguh bahasa jawa yang semua bentuk kosa katanya ngoko atau netral tanpa terselip krama, krama inggil, atau krama andhap. Afiks yang digunakan dalam ragam ini adalah afiks di-, -e, dan –ake bukan afiks dipun-, -ipun, dan –aken.
2. Ngoko Alus Ngoko alus yaitu bentuk unggah-ungguh yang terdapat bukan hanya terdiri dari leksikon ngoko dan netral saja, tetappi juga terdiri dari leksikon krama inggil, krama andhap, dan krama. Afiks yang dipakai dalam ngoko alus ini yaitu di-, -e, dan –ne.
3. Krama LuguKrama lugu adalah suatu bentuk ragam krama yang tingkat kehalusannya rendah dibandingkan bentuk ngoko alus, ragam krama lugu masih tetap menunjukkan kadar kehalusannya. Masyarakat yang masih belum mengetahui akan hal ini masih menyebut dengan sebutan krama madya. Ragam krama lugu sering muncul afiks ngoko di-, -e, dan –ake daripada afiks dipun-, -ipun, dan –aken.
4. Krama AlusKrama alus adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang terdiri dri semua kosakatanya bentuk leksikon krama dan dapat ditambah dengan leksikon krama inggil atau krama andhap. Inti dari leksikon dalam ragam ini hanyalah leksikon yang berbentuk krama. Tingkatan ini leksikon madya dan leksikon ngoko tidak pernah muncul. Penggunaan dari leksikon krama inggil dan
19
andhap yaitu untuk penghormatan terhadap lawan bicara. Afiks dari tingkat tutur ini dipun-, -ipun, dan –aken cenderung lebih sering muncul daripada afiks di-, -e, dan –ake.
Berdasarkan uraian di atas, kita tahu bahwa bahasa krama memang
memancarakan arti dari kesopanan atau sopan santun yang tinggi. Krama itu
sendiri menimbulkan rasa berjarak antara pembicara dengan lawan bicara.
Artinya, pembicara harus menghormati lawan bicara ia tidak boleh berbuat
seenaknya sendiri terhadap lawan bicara. Poedjasoedarma (2008: 10) menjelaskan
ada tiga tigkatan dalam bahasa Jawa, yaitu 1) Muda Krama, kramanya orang
muda terhadap orang tua, 2) Kramantara, kramanya orang-orang yang dianggap
sederajat, 3) Wreda Krama, kramanya orang tua terhadap orang muda.Tingkat
tutur bahasa Jawa menurut Indrayanto (2015) terbagi menjadi dua yakni tingkat
ngoko dan tingkat krama, apabila terdapat bentuk lain maka itu hanya variasi dari
ragam ngoko maupun ragam krama.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
tingkat tutur bahasa Jawa ada 4 macam yaitu 1) ngoko lugu, bentuk unggah-
ungguh bahasa jawa yang semua bentuk kosa katanya ngoko atau netral tanpa
terselip krama, krama inggil, atau krama andhap. 2) ngoko alus, bentuk unggah-
ungguh yang terdapat bukan hanya terdiri dari leksikon ngoko dan netral saja,
tetappi juga terdiri dari leksikon krama inggil, krama andhap, dan krama. 3)
krama lugu, bentuk ragam krama yang tingkat kehalusannya rendah dibandingkan
bentuk ngoko alus, ragam krama lugu masih tetap menunjukkan kadar
kehalusannya. dan 4) krama alus, bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang
terdiri dri semua kosakatanya bentuk leksikon krama dan dapat ditambah dengan
leksikon krama inggil atau krama andhap.
2.1.3.3 Ragam Bahasa Jawa Krama
Kosakata terpenting sesudah ngoko ialah krama dan jumlahnya sedikit
lebih banyak,tergantung cara menghitungnya. Menurut bentuk fonetiknya kata-kat
krama dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Pertama adalah kata krama
yang bentuknya sama sekali lain dengan padanan ngokonya. Kata-kata itu
misalnya.
20
Tabel 2.1 Contoh Bahasa Jawa Krama dan Bahasa Jawa Ngoko
Kedua ialah kata-kata krama yang bentuknya agak menyerupai bentuk
ngokonya. Sering kali dapat ditemukan cara membentuk krama itu asal kita
bertolak dari padanan ngokonya. ini biasanya menyebabkan kita berkesimpulan
bahwa ngoko adalah dasar dari sistem tingkat tutur ini. Poedjasoedarma (2008:
25) menjelaskan bahwa kata-kata krama ada dua macam, standar dan substandar.
Keluarga priyayi dan orang-orang terdidik diharapkan memakai bentuk kata-kata
krama yang standar, tetapi orang-orang biasanya memakai bentuk kata-kata
krama yang dianggap kurang standar. Semakin banyak kata substandar yang
dipakai seseorang, makin “desa” lah orang itu. Kata-kata krama substandar ini
disebut dengan krama desa.
Ragam krama merupakan bentuk yang digunakan sebagai bentuk hormat
dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa. Sasongko (2011: 128)
Menjelaskan bahwa ragam krama dibagi menjadi 2 (dua) yaitu 1) Krama lugu
adalah suatu bentuk ragam krama yang tingkat kehalusannya rendah
dibandingkan bentuk ngoko alus, ragam krama lugu masih tetap menunjukkan
kadar kehalusannya. Masyarakat yang masih belum mengetahui akan hal ini
masih menyebut dengan sebutan krama madya. Ragam krama lugu sering muncul
afiks ngoko di-, -e, dan –ake daripada afiks dipun-, -ipun, dan –aken. 2) Krama
alus adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang terdiri dri semua
kosakatanya bentuk leksikon krama dan dapat ditambah dengan leksikon krama
inggil atau krama andhap. Inti dari leksikon dalam ragam ini hanyalah leksikon
21
Ngoko
AkuTeko
Omah
Krama
KulaRawuhGriya
yang berbentuk krama. Tingkatan ini leksikon madya dan leksikon ngoko tidak
pernah muncul. Penggunaan dari leksikon krama inggil dan andhap yaitu untuk
penghormatan terhadap lawan bicara. Afiks dari tingkat tutur ini dipun-, -ipun,
dan –aken cenderung lebih sering muncul daripada afiks di-, -e, dan –ake.
Soepomo (2010: 14) menjelaskan bahwa ada 3 (tiga) tingkat tutur krama
yaitu. 1) Mudha Krama, tingkat yang paling sopan dan hormat. 2) kramantara,
tingkat yang mengandung kata-kata krama. 3) wredha krama, tingkat yang tidak
mengandung krama inggil atau krama andhap. Berdasarkan beberapa pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa ragam bahasa jawa krama dibagi menjadi 2 yaitu
krama lugu dankrama alus.
2.1.3.4 Indikator Pembiasaan Bahasa Jawa Krama
Indikator pembiasaan baahasa Jawa krama dibagi menjadi 2 (dua) yaitu
Indikator atau kriteria ragam krama lugu dan indikator ragam krama alus.
1. Indikator atau Kriteria Ragam Krama Lugu
Sasangka (2007: 113) istilah lugu pada krama lugu tidak didefinisikan
seperti lugu pada ngoko lugu. Makna lugu pada krama lugu mengisyaratkan
makna bahwa bentuk leksikon yang terdapat di dalm unggah-ungguh tersebut
semuanya berupa ngoko. Lugu dalam krama lugu tidak diartikan sebagai suatu
ragam yang semua kosakatanya terdiri atas leksikon krama, tetapi digunakan
untuk menandai suatu ragam yang kosa katanya terdiri atas leksikon krama,
madya, dan ngoko serta dapat ditambah leksikon krama inggil atau krama
andhap.
Leksikon inti dalam ragam krama lugu adalah leksikon krama, madya, dan
netral, sedangkan leksikon krama inggil atau krama andhap yang ada di dalam
ragam ini hanya digunakan untuk megormati lawan bicara. Ragam krama lugu
dapat didefinisikan sebagai bentuk ragam krama yang kadar kehalusannya rendah.
Dibandingkan dengan ngoko alus, ragam krama lugu tetap meunjukkan kadar
kehalusannya. Ragam krama lugu sering muncul afiks ngoko di-, -e, dan –ake
daripada afiks dipun-, -ipun, dan –aken. Beberapa contoh krama lugu sebagai
berikut.
a. Sing dipilih Sigit niku jurusan PGSD utawi Pendidikan.
22
(Yang dipilih Sigit itu jurusan PGSD atau Pendidikan)
b. Sakniki nek boten main plesetan, tiyang sami males nonton kethoprak.
(Sekarang jika tanpa plesetan, orang males nonton kethoprak)
c. Bank mriki boten sagrd ngijoli dhuwit dholar.
(Bank di sini tidak bisa meukar uang dolar).
Butir “utawi” (atau), “boten” (tidak), “tiyang” (orang), “sami”
(pada/sama), “mriki” (di sini), dan “saged” (dapat/ bisa). Kata- kata di atas
merupakan leksikon krama. Leksikon lain seperti PGSD, Pendidikan, main
plesetan, kethoprak, bank, dan dholar semuanya merupakan leksikon netral karena
bentuk-bentuk itu tidak mempunyai padanan bentuk krama, krama inggil, atau
madya.
2. Indikator atau Kriteria Ragam Krama Alus
Priyatiningsih (2019: 57) menjelaskan bahwa krama alus adalah bentuk
unggah-ungguh bahasa Jawa yang semua kosa katanya terdiri atas leksikon
krama dan dapat ditambah dengan leksikon krama inggil atau krama andhap.
Meskipun begitu, yang menjadi leksikon inti dalam ragam ini hanyalah leksikon
yang berbentuk krama. Leksikon madya dan leksikon ngoko tidak pernah muncul
di dalam tingkat tutur ini. Leksikon krama inggil atau krama andhap secara
konsisten selalu digunakan untuk penghormatan terhadap mitra wicara.
Secara sistematis ragam krama alus dapat di definisikan sebagai suatu
betuk ragam krama yang kadar kehalusannya tinggi. Afiks dari tingkat tutur ini
dipun-, -ipun, dan –aken cenderung lebih sering muncul daripada afiks di-, -e, dan
–ake. Beberapa contoh krama alusi sebgi berikut.
a. Aksara Jawi punika menawi kapangku dados pejah
(Aksara Jawa kalau di pangku malah mati).
b. Ingkang sinuhun tansah angengetaken bilih luhur nisthaning asma gumanting
wijining pangandikan
(Sang raja selalu megingatkan bahwa baik buruknya nama seseorang bergantung
pada apa yang diucapkan).
c. Para miyarsa, wonten ing giyaran punika kula badhe ngaturaken rembag bab
kasusastran Jawi
23
(Para pendengar, dalam kesempatan ini saya akan berbicara tentang kesastraan
Jawa).
Butir “Jawi” (Jawa), “Punika” (itu/ini), “mwnawi” (jika), “dados”
(Jadi), “Pejah” (Mati), “ingkang” (yang), “angengetaken (mengingatkan),
“wonten” (ada), “giyaran” (siaran), “kula (saya), “badhe” (akan), dan
“rembag” (Pembicaraan)merupakan leksikon krama. Butir “asma” (nama), dan
“pangandikan” (perkataan) merupakan leksikon krama inggil. Dalam tingkat
tutur ini afiks dipun-, -ipun dan –aken cenderung lebih sering muncul dari pada
afiks di-,-e dan –ak.
Berdasarkan uraian diatas indikator berbahasa Jawa Krama lugu yaitu 1)
menggunakan afiks di-, -e, dan –ak, 2) digunakan untuk meghormati lawan bicara,
3) digunakan kepada orang yang berstatus sosial lebih tinggi. Bahasa Jawa krama
alus tidak jauh berbeda degan krama lugu. Krama alus kadar kehalusannya lebih
tinggi daripada krama lugu tetapi ditujukannya sama. Beberapa indikator
berbahasa Jawa Krama alus yaitu 1) meggunakan afiks dipun-, -ipun, dan –aken,
dan 2) ditujukan untuk menghormati orang lain yang lebih tua.
2.1.4 Pembentukan Karakter Sopan Santun Melalui Penerapan Bahasa Jawa KramaBahasa Jawa merupakan salah satu bahasa yang memiliki kearifan lokal.
Bahasa Jawa itu sendiri terdapat unggah-ungguh. Unggah-ungguh itu
sendiriberarti sopan santun. Hal tersebut tercermin dari adanya tata aturan dalam
penggunaan bahasa Jawa misalnya aturan menggunakan bahasa Jawa krama
kepada orang yang lebih tua. Aturan tersebut mengajarkan kita untuk
menghormati orang yang lebih tua. Budiyono (2017: 101) menjelaskan bahwa
untuk menanamkan karakter pada anak terdapat tiga tahap, pertama kognitif,
mengisis otak, mengajarinya dari tidak tahu menjadi tahu, dan pada tahap-tahap
berikutnya dapat membudayakan akal pikiran.
Siswa memperoleh pengetahuan terkait unggah-ungguh penggunaan
bahasa Jawa krama serta manfaatnya melalui kebiasaan menggunakan bahasa
Jawa di lingkungan keluarga yang diajarkan oleh orang tuanya maupun oleh guru
di sekolah. Melalui pembelajaran dirumah maupun di sekolah anak dapat
24
mempelajari konsep dan praktik dari karakter sopan santun. Anak yang belum
mahir atau bahkan tidak mengetahui sama sekali penggunaan bahasa Jawa dapat
lebih mengenal dan dapat siswa masukkan ke dalam memori pikirannya yang
kemudian dapat di praktikkan di dalam lingkungan keluarga serta lingkungan
masyarakat sekitar.
Penanaman karakter pada tahap kedua adalah efektif. Berkenaan dengan
perasaan, emosional, pembentukan sikap di dalam diri pribadi seseorang dengan
terbentuknya sikap, simpati, mencintai, membenci dan lainnya. Sikap ini dapat
digolongkan sebagai kecerdasan emosiona setelah anak memperoleh pelajaran di
kelas, anak akan memberikan reaksi yang berupa perasaan yang dimilikinya.
Anak akan merasa lebih menyayangi bahasa Jawa krama karena mereka telah
mengenalnya dan mendalaminya. Pikiran yang positif tentang bahasa Jawa krama
akan membentuk sikap dalm diri anak untuk lebih mencintai dan nantinya akan
mendorong anak untuk lebih memperdalam penggunaan bahasa Jawa krama yang
sesuai dalam kehidupannya.
Tahap ketiga adalah psikomotorik yaitu berkenaan dengan aksi, perbuatan,
pelaku dan seterusnya. Perasaan yang positif diharapkan akan muncul dalam diri
anak untuk bertindak dengan di dukung oleh orang tua yang memberi nasehat
untuk selalu berbahasa Jawa krama, dan peraturan untuk berbahasa Jawa krama
seminggu sekali di sekolah. Perilaku sopan santun pada anak pun akan tercermin
seiring berjalannya waktu mereka menggunakan bahasa Jawa krama. Apabila
unggah-ungguh diperhatikan, kesungguhan untuk menggunakan ditingkatkan
maka siswa secara otomatis kerakter sopan santun akan dimiliki oleh anak.
Hubungan bahasa dengan perilaku dalam pembentukan sopan santun
Pranowo (2012: 2) menyatakan bahwa bahasa menentukan perilaku manusia.
Orang yang ketika berbicara secara baik dan santun enandakan bahwa kepribadian
atau perilaku orang tersebut memang baik dan santun. Kesantunan dalam
berbahasa dapat menunjukkan sikap santun dalam perilaku pemakainya. Semakin
santun bahasa seseorang maka akan semakin halus watak dan kepribadian orang
tersebut. Bahasa Jawa krama merupakan bahasa yang dikategorikan kedalam
bahasa yang santun, karena dalam bahasa Jawa krama terdapat nilai-nilai
25
penghormatan kepada orang lain. Adisumarto (2001: 69) menyatakan bahwa -
unggah-ungguh bahasa Jawa adalah adat sopan santun, etika, tata susila, dan tata
krama berbahasa Jawa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan
karakter sopan santu pada siswa dapat dilakukan menggunakan bahsa Jawa
krama. Pengajaran bahasa Jawa krama tersebut dapat diberikan melalui mata
pelajaran bahasa Jawa di sekolah maupun praktik secara langsung dirumah. Tidak
lupa dukungan dari orang tua sangat diperlukan dalam pembiasaan bahasa Jawa
krama tersebut. Anak diberikan pemahaman dan pengarahan untuk menyayani
dan meghormati sesama terutama orang yang lebih tua selanjutnya, anak
dibiasakan untuk menggunakan bahasa Jawa krama ketika berbicara dengan orang
yang lebih tua.
Pembiasaan penggunaan bahasa Jawa pada hari tertentu setiap minggunya
dan di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Diharapkan para
siswa memiliki karakter yang tercermin dalam kaidah bahasa Jawa krama tersebut
dengan berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa krama di sekolah, di
lingkungan keluarga, maupun di lingkungan masyarakat sekitar. Anak dapat
mengambil nilai-nilai unggah-ungguh yang terdapat di dalamnya sehingga
terbentuklah karakter sopan santun. Penggunaan bahasa Jawa krama akan leih
mudah dilakukan oleh Anak apabila lingkungan disekitar juga mendukungnya.
2.1.5 Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan sekumpulan orang yang memiliki
hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Keluarga merupakan kebutuhan
manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam
kehidupan individu. Narwoko (2004: 13) mengatakan bahwa keluarga adalah
lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga atau pranata sosial lainnya
berkembang di masyarakat mana pun di dunia. Keluarga merupakan kebutuhan
manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam
kehidupan individu.
26
Keluarga juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga inti (conjugal
family) dan keluarga kerabat (consanguine family). Conjugal Family atau keluarga
inti didasarkan atas ikatan perkawinan dan terdiri dari suami, istri, dan anak-anak
mereka yang belum kawin, sedangkan Consanguine family atau keluarga kerabat
tidak didasarkan pada pertalian suami istri, melainkan pada pertalian darah atau
ikatan keturunan dari sejumlah orang kerabat. Narwoko (2004: 14) menjelaskan
bahwa keluarga kerabat terdiri dari hubungan darah dari beberapa generasi yang
mungkin berdiam dalam satu rumah atau pada tempat lain yang berjauhan.
Kesatuan keluarga kerabat ini disebut juga sebagai keluarga luas.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan
utama bagi anak yang memberikan tuntunan dan contoh bagi anak. Gunarsa
(2009:5) menjelaskan bahwa lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama
yang mula-mula memberikan pengaruh yang baik bagi anak dari anggota
keluarganya anak memperoleh segala kemampuan dasar, baik intelektual maupun
sosial. Setiap sikap, pandangan, dan pendapat orang tua akan dijadikan contoh
oleh anak dalam berperilaku.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan
keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang mempengaruhi
perkembangan dan tingkah laku anak, dilingkungan keluarga anak mendapatkan
perhatian, kasih sayang, dorongan, bimbingan, keteladanan, dan pemenuhan
kebutuhan ekonomi dari orang tua sehingga anak dapat mengembangkan segala
potensi yang dimilikinya demi perkembangannya di masa mendatang.
2.2 Penelitian Relevan
Hasil peneltiaan terdahulu yang mengkaji tentang nilai karakter sopan
santun dalam pembiasaan bahasa Jawa krama telah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Penelitian yang relevan bertujuan untuk membandingkan antara peneliti
yang terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan serta dapat memberikan
penguatan. Berdasarkan hasil penelusuran yang peneliti lakukan, penelitian atau
kajian ilmiah yang mengangkat tema tentang nilai karakter sopan santun dengan
pembiasaan bahasa Jawa krama antara lain sebagai berikut.
27
Penelitian yang dilakukan Fardani, dan Wiranti (2019) didalam penelitian
ini peneliti membahas tentang peran orang tua dalam pengembangan bahasa Jawa
pada anak usia dini yang meliputi parenting (mengasuh), communicating
(berkomunikasi), volunteering (sukarela), learning at home (belajar di rumah),
making decision (mengambil keputusan), dan collaborating with the community
(berkolaborasi dengan keluarga/ masyarakat). Peneliti juga membahas tentang
tugas orang tua dalam mengembangkan kemampuan bahasa Jawa krama anak usia
dini yakni dengan mengajarkan tiga kata sakti bahasa Jawa yang mampu
membangun karakter anak. Tiga kata sakti tersebut adalah nuwun, apura, dan
tulung. (Prosiding seminar Nasional “Penguatan Muatan Lokal Bahasa dan Sastra
Daerah Sebagai Fondasi Pendidikan Karakter Generasi Milenial”)
Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2018) tujuan penulisan artikel
ini adalah menyajikan kajian tentang pentingnya unggah-ungguh Bahasa Jawa
dalam penguatan karakter siswa. Metode yang digunakan oleh penulis dalam
menyusun artikel ini adalah dengan telaah pustaka. Selain itu, penulis juga
melakukan observasi terhadap kemampuan siswa dalam menggunakan unggah-
ungguh Bahasa Jawa utamanya pada siswa kelas IV, V, dan VI, serta berdiskusi
dengan guru kelas untuk menemukan solusi yang tepat dalam upaya menggiatkan
kembali penggunaan unggah-ungguh Bahasa Jawa. Hasil kajian dalam artikel ini
menemukan solusi bahwa penanaman unggah ungguh Bahasa Jawa dapat
dilakukan melalui keteladanan dan pembiasaan. Keteladanan dalam menggunakan
unggah-ungguh Bahasa Jawa dapat diterapkan dalam percakapan antarguru di
lingkungan sekolah dan antara guru dengan siswa. Pembiasaan penggunaan
unggah-ungguh Bahasa Jawa di sekolah dapat dilakukan pada saat pembelajaran
Bahasa Jawa, pada situasi informal di luar kelas, maupun di sela-sela kegiatan
pembelajaran. (Jurnal Kebudayaan, Volume 13, Nomor 1, 2018)
Penelitian yang dilakukan Yulianti, dkk (2018) penelitian ini
mengimplementasikan satu hari dalam satu minggu menggunakan bahasa Jawa
krama serta menggunakan media sederhana seperi poster dan bel bel pergantian
jam yang kontennya menggunakan bahasa Jawa krama. Penelitian ini bertujuan
untuk menggunakan bahasa Jawa krama yang dapat diharapkan menjadi salah
28
satu cara yang efektif untuk membentuk karakter sopan santun di sekolah dasar.
Di era globalisasi eksistensi penggunaan bahasa Jawa krama saat ini dirasakan
semakin memudar, tidak hanya dalam pergaulan sehari-hari namun juga
merambah ke instansi pendidikan salah satunya di sekolah dasar. (Prosiding
Seminar Nasional “Penguatan Pendidikan Karaker Pada Siswa Dalam
Menghadapi Tantangan Global”)
Penelitian yang dilakukan Misbahuddin (2018) penelitian ini ditujukan
untuk mendeskripsikan dan meganalisi literatur-literatur tentang pendidikan
karakter dan pendidikan bahasa Jawa (Krama inggil). Penelitian ini mengambil
data dari sumber-sumber yang memuat topik pembahasan tersebut serta didasari
dengan pandangan Islam megenai topik tersebut. Hasil dari penelitian ini dapat
diketahui bahwa pendidikan karakter (akhlak dan kepribadian) sangat penting dan
sangat ditekankan dalam pendidikan Islam. Pembiasaan dan pembelajaran bahasa
Jawa khususnya krama inggil bagi anak mempunyai tiga fungsi atau keuntungan
sekaligus, yakni: 1) pelestarian nilai-nilai dan kearifan lokal, 2) pembentukan
karakter, dan 3) penanaman nilai-nilai agama dalam kehidupan sosial anak.
(Rahmatan Lil Alamin Journal of Peace Education and Islamic, Volume 1,
Nomor 1, 2018)
Tabel 2.2 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Relevan dengan Penelitian yang dilakukan peneliti.
No. Nama Peneliti Judul Penelitian Perbedaan Persamaan1. Much. Arsyad
Fardani, dan Dwiana Asih Wiranti (2019)Indah
Peran Orangtua Dalam Pengembangan Bahasa Jawa Krama Anak Usia Dini.
Penelitian ini dibedakan dengan subjek anak usia dini.
Penelitian sama-sama tentang pengembangan bahasa Jawa krama.
2. Ari Wijaya (2018) Penguatan Karakter Siswa Melalui Penggunaan Unggah-Ungguh Bahasa Jawa
Penelitian dibedakan di penguatan karakter dan di lingkungan sekolah
Penelitian sama-sama tentang bahasa Jawa.
29
3. Yulianti, Ani Isnani, Ayu Lailatuz Zakkiyyah, dan Jelita Hakim (2018).
Penerapan Bahasa Jawa Krama Untuk Membentuk Karakter Sopan Santun di Sekolah Dasar.
Penelitian yang dilakukan peneliti akan dilakukan di sekolah dasar.
Penelitian sama-sama tentang penerapan bahasa Jawa krama dan sopan santun
4. Muhammad Misbahuddin (2018).
Pembiasaan Berbahasa Krama Inggil Sejak Dini, Menguatkan Kembali Peran Kearifan Lokal Untuk Pembentukan Karakter Anak.
Penelitian dibedakan dengan peran kearifan lokal serta didasari dengan pandangan Islam.
Penelitian sama-sama tentang pembiasaan berbahasa krama.
Beberapa penelitian sejenis yang membahas mengenai perilaku sopan
santun dan pembiasaan bahasa Jawa krama yang telah dipaparkan di atas. Adapun
menjadi fokus penelitian dalam skripsi ini adalah pada bagaimana penerapannya
dan apa saja problematika pembiasaan berbahas Jawa krama. Dengan demikian,
seberapa besar pembiasaan berbahasa Jawa krama terhadap nilai karakter sopan
santun di lingkungan keluarga.
2.3 Kerangka Teori
Nilai karakter meggunakan teori dari Hidayah (2015) yang menjelaskan
karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral
yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui perilaku baik, jujur, bertanggung
jawab, hormat terhadap orang lain, dan nilai-nilai karakter lainnya. Karakter sopan
santun merupakan salah satu yang terdapat di dalam nilai karakter. Sopan santun
peneliti meggunakan teori dari Yulianti (2018) mengemukakan bahwa sopan
santun adalah suatu aturan atau tata cara yang berkembang secara turun temurun
dalam suatu hubungan yang akrab, saling megerti serta saling meghormati.
Perilaku sopan santun merupakan cerminan dari nilai-nilai karakter yang harus
ada pada diri manusia. Teori bahasa Jawa krama peneliti meggunakan teori dari
30
Sasongko (2011) menjelaskan bahwa ragam krama dibagi menjadi 4 (empat) yaitu
1. Ngoko Lugu, 2. Ngoko Alus, 3. Krama Lugu, dan 4. Krama Alus. Teori dalam
lingkungan keluarga peneliti menggunakan Gunarsa (2009) mengatakan bahwa
lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang mula-mula
memberikan pengaruh yang baik bagi anak. Anak memperoleh segala kemampuan
dasar baik intelektual maupun sosial.
Bagan 2.1 Kerangka Teori
2.4 Kerangka Berpikir
Pada kehidupan bermasyarakat, penggunaan bahasa Jawa krama dapat
dijadikan sebagai sarana untuk menjaga keharmonisan dalam ineraksi sosial. Para
orang tua berpendapat bahwa penggunaan bahasa Jawa krama dapat membuat
anaknya menjadi lebih sopan, menghormati orang lain, khususnya pada orang
yang lebih tua. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa dengan
membiasakan anak untuk menggunakan bahasa Jawa dapat membuat anak
memiliki sikap sopan santun yang lebih baik. Sopan santun serupa dengan akhlak,
tetapi yang hasilnya dinilai baik karena sopan santun hanya merujuk yang baik
sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, dengan demiian akhlak
melahirkan sopan santun.
31
Teori Lingkungan Keluarga Gunarsa (2009)
Teori Bahasa Jawa Krama Sasongko (2011)
Teori Sopan Santun Yulianti (2018)
Bahasa Jawa kramaMidle TheorySopan Santun
Nilai Karakter Grand Theory
Teori Nilai Karakter Hidayah (2015)
Bahasa Jawa krama juga terdapat nilai-nilai akhlak yaitu nilai kerukunan
yang dapat menciptakan suasana damai dan harmonis, selain itu bahasa Jawa juga
dikategorikan sebagai bahasa santun karena di dalam bahasa Jawa krama terdapat
ilai-nilai penghormatan, yaitu sikap hormat terhadap orang lain sesuai drajat dan
kedudukannya. Bahasa Jawa krama dapat menjadikan anak usia sekolah dasar
menjadi santun dalam berbicara maupun bersikap, menghargai dan menghormati
orang yang lebih tua, memberi salam, senyum, sapa ketika bertemu orang lain.
Kerangka berpikir adalah kajian utama, gambaran pola hubungan antara
variabel atau kerangka konseptual yang digunakan untuk memecahkan masalah
yang di teliti dan disusun berdasarkan kajian teoritis yang telah dilakukan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti pembentukan nilai karakter sopan
santun melalui pembiasaan berbahasa Jawa krama di lingkungan keluarga.
Termasuk di dalamnya meliputi bagaimana penerapan dan apa saja problematika
pembiasaan berbahasa Jawa krama terhadap nilai karakter sopan santun di
lingkungan keluarga. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan serta
solusi jawaban kepada permasalahan peradapan moral, perilaku serta mampu
menjadikan generasi-generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia, mampu
menerapkan nilai-nilai karakter bangsa untuk dapat meneruskan pendidikan dan
budaya yang telah dirintis oleh para pendahulu.
Berdasarkan paparan di atas, kerangka berpikir dalam penelitian di
gambarkan sebagai berikut.
32
Bagan 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian
33
Upaya orang tua untuk mengajarkan anak bersikap sopan santun:
1. Memberikan contoh dengan bertutur kata baik2. Menegur anak jika menggunakan kata yang tidak
sopan3. Mengajarkan pembiasaan berbahasa Jawa krama
sejak dini4. Mengajarkan tata krama dalam berbahasa jawa5. Mengingatkan untuk berterima kasih setelah
menerima bantuan orang lain.6. Menegur anak ketika mamasuki ruangan tanpa
meminta izin terlebih dahulu.
1. Berbicara kepada orang tua dengan tutur kata baik.2. Menghormati orang tua atau orang yang lebih tua.3. Membiasakan berbahasa Jawa krama4. Menjadi lebih lancar dan mengerti bahasa Jawa krama5. Terbiasa berterimakasih kepada orang lain setelah menerima
bantuan.6. Selalu meminta izin terlebih dahulu ketika akan memasuki
ruangan.
Pembiasaan Berbahasa Jawa Krama
1. Anak tidak menghormati orang yang lebih tua2. Anak sering berkata-kata kasar, kotor, dan
takabur3. Menyela pembicaraan pada waktu yang tidak
tepat4. Anggapan bahwa berkomunikasi dengan bahasa
Jawa krama lebih sulit5. Penggunaan bahasa Jawa semakin berkurang6. Anak tidak terbiasa berterima kasih setelah
menerima bantuan7. Anak memasuki ruangan orang lain tanpa
meminta izin terlebih dahulu.
Nilai Karakter Sopan Santun
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3
3.1 Setting Penelitian
Setting penelitian ini akan membahas mengenai tempat penelitian dan waktu
penelitian, adapun penjelasannya sebagai berikut.
3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di desa Wonosoco Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus. Penelitian ini akan memperdalam nilai karakter sopan santun dalam pembiasaan berbahas Jawa krama anak usia sekolah dasar yang berusia 10 tahun di Desa Wonosoco. Alasan peneliti melakukan penelitian di daerah tersebut yaitu karena masih sedikit anak yang menggunakan bahasa Jawa krama untuk membentuk nilai karakter sopan santun, khususnya anak usia 10 tahun.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, adapun waktu yang digunakan untuk merencanakan penelitian selama satu bulan pada tanggal 1 Maret 2021 sampai 31 Maret 2021. Penelitian ini diharapkan dapat selesai tepat waktu sehingga peneliti dalam memperoleh hasil penelitian sesuai dengan apa yang sudah direncanakan.
3.2 Rancangan Penelitian
Bentuk penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang artinya
dilakukan tidak mengutamakan pada angka-angka, tetapi mengutamakan
kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang di kaji
secara empiris. Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan mengumpulkan data
yang pada umumnya seorag peneliti bisa menemukan data penelitian dalam
bentuk kata-kata maupun gambar. Data tersebut dapat berupa wawancara, catatan
data lapangan, dokumen pribadi, foto-foto, dan lain sebagainya. Ciri utama pada
penelitian kualitatif ini terletak pada fokus penelitian, yaitu kajian secara intensif
tentang keadaan tertentu.
35
Sugiyono (2016: 15) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat post positivisme yang digunakan untuk meneliti
kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci dan
hasilnya lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskripsif yaitu penelitian yang
menggambarkan atau mendeskripsikan fenomena yang diobservasi, baik
fenomena alam maupun fenomena buatan secara deskriptif. Penelitian ini
mengkaji dan mendeskripsikan tentang pembentukan nilai karakter sopan santun
dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama di lingkungan keluarga yang meliputi
penerapan berbahasa Jawa krama dan problematika dalam berbahasa Jawa krama
dalam membentuk nilai karakter sopan santun. Penelitian kualitatif tidak semata-
mata mendeskripsikan tetapi yang lebih penting adalah menemukan makna yang
terkandung di dalamnya. Metode kualitatif menekankan pada kontruksi sosial,
hubungan yang intens antara peneliti dengan subjek.
Tujuan penelitian deskriptif ini menurut Emzir (2011: 174) untuk
membantu pembaca mengetahui apa yang terjadi di lingkungan di bawah
pengamatan, seperti apa pandangan partisipan yang berada di latar pendidikan,
dan seperti apa peristiwa dan aktivitas yang terjadi di latr pendidikan. Menurut
Tujuan utama dalam penelitian kualitaitif ini adalah untuk pemahami fenomena
atau gejala sosial dengan lebih menitik beratkan pada gambaran yang lengkap
tentang fenomena yang dikaji daripada merincinya menjadi variabel-variabel yang
saling terkait, dengan harapan dapat diperoleh pemahaman yang mendalam
tentang fenomena untuk selanjutnya dihaislkan sebuah teori.
Penelitian ini cenderung terjun langsing ke lapangan dan peneliti secara
langsung mendata, memprose dan menganalisinya, dapat dikatakan bahwa peneliti
adalah kunci utama dalam penelitian sehingga peneliti harus meneliti agar bisa
tercapai penelitian yang akurat dan smepurna dan data yang diperoleh sesuai fakta
yang ada di lapangan. Adapun rancangan penelitian ini sebagai berikut.
1. Menentukan permasalahan dan tempat yang digunakan untuk melakukan
penelitian, peneliti melakukan studi pendahuluan ke rumah anak usia
36
sekolah dasar yang beralamat di Desa Wonosoco Kecamatan Undaan
Kabupaten Kudus.
2. Peneliti menentukan informasi-dan metode-metode yang digunakan untuk
menggali data yang diperlukan diantaranya menggunakan metode
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
3. Seluruh data terkumpul, diidentifikasi dan menyajikan data dari hasil
penelitian.
3.3 Peranan Penelitian
Kunci utama dalam peneliian kualitatif adalah peneliti. Peraan peneliti
sangat penting dan dibutuhkan dalam penelitian. Penelitian dapat mencapai hasil
yang diharapkan maka peneliti harus bertanggung jawab sepeniuhnya terhadap
penelitian yang dilakukan. Peneliti sebagai objek yang akan diteliti dan sebagai
individu yang murni megumpulkan data.
Peneliti megumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai nilai karakter
sopan santun dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama. Peneliti pengumpulkan
data sebanyak mungkin untuk meginformasikan kaitannya dengan nilai karakter
sopan santun dala pembiasaan berbahasa Jawa krama. Peneliti juga berupaya
untuk memberikan solusi degan permasalahan dengan penelitian sehingga hasil
penelitian dapat bermanfaat untuk kepentingan pendidikan.
3.4 Data dan Sumber Data
3.4.1 Data
Data atau informasi penting yang diumpulkan dan dikaji dalam peelitian
ini berupa data kualitatif. Data yang ada lebih banyak berupa kata-kata. Arikunto
(2010: 161) data adalah hasil pencatatan peneliti baik berupa fakta maupun angka
yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun ssuatu informasi, sedangkan
informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan.
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui informasi lisan maupun
tertulis. Data lisan sebagai data utama dari hasil wawancara dengan narasumber.
Sedangkan data tertulis sebagai data sekunder yang dianalisis dari buku-buku
37
yang memuat tentang nilai karakter sopan santun maupun pembiasaan berbahasa
Jawa krama yang ditranskripsikan kedalam cerita secara tertulis.
3.4.2 Sumber Data
Sumber data adalah subyek dari mana dapat diperoleh. Sumber data pada
penleitian ini adalaah orang yang dapat memberikan informasi secara lengkap dan
akurat berkaitan dengan data penelitian. Sugiyono (2016: 308) suber data
dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekumder. Adapun sumber data
yang digunakan dalam penelitin ini yaitu.
1. Data primer
Sumber data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
dari sumber pertamanya. Data primer adalah pengambilan data dengan
instrumen pengamatan, wawancara, catatan lapangan dan penggunaan
dokumen. Sugiyono (2016) sumber data primer merupakan data yang
diperoleh langsung dengan tekik wawancara informan atau secara langsung.
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data.
Penelitian ini sumber data utama yang berkaitan dengan orang adalah yang
pertama orangtua anak usia sekolah dasar dengan jumlah 14 orangtua atau
wali anak. Data yang dicari berkaitan dengan nilai karakter sopan santun
melalui pembiasaan berbahasa Jawa krama, yang kedua adalah anak usia 10
tahun dengan jumlah 14 anak yaitu 6 laki-laki dan 8 perempuan untuk mencari
informasi tentang pembiasaan berahasa Jawa krama di lingkungan keluarga.
2. Data sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang digunakan untuk mendukung data
primer yaitu melalui studi kepustaakaan, dokumentasi, buku, majalah, koran,
arsip tertulis yang berhubungan dengan obyek yang akan diteliti. Menurut
Sugiyono (2016) Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data. Biasanya telah tersusun
dalam bentuk dokumen-dokumen. Data sekunder biasanya berwujud data
dokumentasi atau data laporan yang telah teredia. Dalam penelitian ini data
38
sekunder yang berkaitan dengan dokumentasi yaitu buku-buku atau jurnal
yang relevan dengan penelitian dan foto-foto wawancara atau tindakan sopan
santun.
3.5 Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah langkah yang paling umum dalam
penelitian ]karena tujuan utama teknik pengumpulan data adalah mendapatkan
data. Dalam penleitian kualitatif teknik pengumpulan data yang digunakan antara
lain.
3.5.1 Observasi
Observasi merupakan teknik yang paling banyak diklakukan dalam
penelitian. Menurut Rubiyanto (2011: 85) observasi merupakan cara
mengumpulkan data dengan jalan mengamati langsung terhadap objek yang
diteliti. Observasi menampilkan data dalam bentuk perilaku. Alat pengumpulan
datanya adalah panduan observasi, sedangkan sumber data biasanya bisa berupa
benda tertentu, atau situasi tertentu, proses tertentu atau perilaku orang tertentu.
Observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah observasi
partisipan. Peneliti melakukan observasi langsung mengenai penerapan dan
problematika pembiasan berbahasa Jawa krama melalui pengamatan langsung
maka diharapkan peneliti akan memperoleh data yang tepat dan akurat yang
dibutuhkan dalam menunjang hasil penelitian.
3.5.2 Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara mengajukan
pertanyaan secara lisan kepada narasumber. Menurut Rubiyanto (2011: 83)
wawancara yaitu cara pengumpulan data dengan tanya jawab secara langsung
berhadapan muka, peneliti bertanya secara lisan responden menjawab secara lisan
pula. Peneliti memperoleh jawaban dari responden relatif tinggi.
Teknik yang dilakukan peneliti yaitu teknik wawancara tak struktur yaitu
wawancara yang digunakan untuk menemukan informasi bukan baku atau
39
informais tunggal dan jawaban pertanyaan dari renponden lebih bebas. Adapun
sumber-sumber yang diwawancarai adalah.
1. Orang tua siswa, untuk memperoleh data tentang upaya yang dilakukan
dalam pembentukan karakter sopan santun melalui pembiasaan berbahasa
Jawa krama dan problematika pembiasaan berbahasa Jawa krama di rumah
atau lingkungan keluarga.
2. Peserta didik, untuk memperoleh data mengenai hal-hal yang bersangkutan
dengan pembiasaan berbahasa Jawa krama di rumah atau lingkungan
kelurarga
3.5.3 Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara atau teknik yang dilakukan dengan
mengumpulkan data menganalisis sejumlah dokumen yang terkait dengan
masalah penelitian. Arikunto (2010: 274) menjelaskan bahwa metode
dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger,
agenda, dan sebagainya. Pada desain penelitian peneliti harus menjelaskan
dokumen apa yang dikupulkan dan bagaimana cara mengumpulkan dokumen
tersebut. Pengumpulan data melalui dokumen bisa menggunakan alat kamera
(foto atau video).
Hal ini peneliti menggunakan tektik dokumentasi untuk mengumpulkan
data-data yang dibutuhkan misalnya dokumen foto, serta sumber data yang
berkaitan dengan pembentukan nilai karakter melalui pembiasaan berbahasa Jawa
krama di lingkungan keluarga.
3.5.4 Pencatatan
Pencatatan adalah aktivitas yang dilakukan oleh peneliti untuk mencatat hal-
hal-hal yang penting atau dibutuhkan untuk megumpulkan yang berkaitan dengan
proses penelitian. Peneliti akan mencatat hal-hal penting dengan menggunakan
buku tulis atau kertas, gadged, dan pedoman observasi. Peneliti akan meggunakan
alat tulis atau lembar catatan yang sesuai dengan lembar pedoman observasi serta
40
wawancara saat peneltian. Hasil pencatatan akan disimpan dengan baik yang
kemudian akan dilanjutkan untuk nalisi data.
3.6 Uji Keabsahan Data
Pada teknik uji keabsahan data ini peneliti menggunakan teknik triangulasi
data. Moloeng (2011: 330) triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsaan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data iu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teriangulasi dalm
penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber sebagai pemeriksaan
melalui sumber lainnya. Triangulasi dalam sumber berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasiyang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.
Dalam pelaksanaannya peneliti melakukan pengecekan data yang berasal
dari wawancara dengan orang tua dan anak usia sekolah dasar. Lebih jauh lagi
hasil wawancara peneliti cek dengan hasil pengamatan yang peneliti lakukan
selama masa penelitian. Teknik ini peneliti gunakan untuk mengeksplorasi kata-
kat secara faktul tentang pembiasan berbahas Jawa krama dengan mengacu kepad
teori-teori yang relevan. Peneliti akan berusaha memberikan analisis secara
cermat dan tepat terhadap objek permasalahan secara sistematis. Teknik yang
digunakan dalam memberikan data yang diperoleh berupa metode deskriptif
kualitatif yang berupa pendeskripsian terhadap penerapan dan problematika
pembiasaan berbahasa Jawa krama anak usia sekolah dasar di lingkungan
keluarga.
3.6.1 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dibagi menjadi 2 (dua) yaitu 1. Lembar
observasi, dan 2. Lembar wawancara.
1. Lembar Observasi
Lembar observasi adalah pedoman terperinci yang berisi tentang
langkah-langkah melakukan observasi mulai dengan rumusan masalah,
kerangka teori untuk menjabarkan tingkah laku yang akan diobservasi,
prosedur, kriteria analisis, dan interpretasi. Cara membuat lembar
41
observasi yaitu membuat pedoman observasi yang akan diamati sesuai
dengan indikator kemudian membuat lembar observasi untuk mencatat
data yang diamati ketika melakukan observasi. Objek yang diamati adalah
anak usia sekolah dasar yang berusia 10 tahun di desa Wonosoco
Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus.
Penelitian ini menggunakan instrumen daftar check (check list).
Daftar check adalah daftar yang dibuat untuk mencatat perilaku anak yang
tampak pada saat peneliti melakukan pengamatan, degan memberikan
tanda check (silang atau lingkatan dan sebagainya). Penelitian ini
menggunakan objek anak usia sekolah dasar dengan usia 10 tahun
(terlampir dalam lampiran 4).
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Observasi Nilai Karakter Sopan Santun
Dalam Pembiasaan Berbahasa Jawa Krama.
No. Indikator Aspek yang diamati No
Urut
1.Berbicara sopan santun dalam berbahasa kepada orang tua atau keluarga
Tidak berkata kotor kepada orang tua atau keluarga
1
Tidak menyela pembicaraan orang tua ketika di nasehati
2
Mengucapkan maaf jika melakukan kesalahan
3
Mengucapkan terimakasih jika mendapatkan bantuan
4
2.Berbicara sopan santun dalam berbahasa kepada
orang lain
Tidak berkata sombong kepada orang lain
5
Tidak menyinggung orang lain 6
Tidak meninggikan suara ketika berbicara kepada orang lain
7
3.Berperilaku sopan santun
kepada orang tua atau keluarga
Mencium tangan atau berpamitan saat keluar rumah
8
Tidak menghiraukan saat dinasehati orang tua
9
Bersikap 3S (Salam, senyum, sapa)
10
42
4.
Berperilaku sopan santun kepada orang lain
Meghormati orang yang lebih tua 11
Membungkukkan badan ketika lewat didepan orang yang lebih tua
12
Menyapa guru, tetangga, atau orang yang dikenal ketika bertemu di jalan
13
5.
Sopan santun dalam pembiasaan berbahasa
Jawa krama kepada orang tua atau keluarga
Menggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan kakak atau adik
14
Membiasakan berbahasa Jawa krama alus dengan orang tua
15
Membiasakan bahasa Jawa krama di dalam kehidupan sehari-hari
16
6.
Sopan santun dalam pembiasaan berbahasa
Jawa krama kepada orang lain.
Meggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan teman sebaya
17
Membiasakan berbahasa Jawa krama alus dengan orang yang lebih tua
18
7.Faktor penghambat
pembiasaan berbahasa Jawa krama
Kesulitan yang dialami anak dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama
19
Upaya mengatasi kesulitan anak 20
Tabel 3.2 Pedoman Observasi
No. Indikator Aspek yang diamati No
Urut
1.Berbicara sopan santun dalam berbahasa kepada orang tua atau keluarga
Berkata baik dan sopan kepada orang tua atau keluarga
1
Mendengarkan pembicaraan orang tua ketika di nasehati
2
Mengucapkan maaf jika melakukan kesalahan
3
Mengucapkan terimakasih jika mendapatkan bantuan
4
2. Berbicara sopan santun dalam berbahasa kepada
Tidak berkata sombong kepada orang lain
5
Tidak menyinggung orang lain 6
43
orang lain
Tidak meninggikan suara ketika berbicara kepada orang lain
7
3.Berperilaku sopan santun
kepada orang tua atau keluarga
Mencium tangan atau berpamitan saat keluar rumah
8
Mendengarkan nasehat dari orang tua
9
Melaksanakan nasehat yang diberikan orang tua
10
4.
Berperilaku sopan santun kepada orang lain
Meghormati orang yang lebih tua 11
Membungkukkan badan ketika lewat didepan orang yang lebih tua
12
Menyapa guru, tetangga, atau orang yang dikenal ketika bertemu di jalan
13
5.
Sopan santun dalam pembiasaan berbahasa
Jawa krama kepada orang tua atau keluarga
Menggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan kakak atau adik
14
Membiasakan anak berbahasa Jawa krama alus dengan orang tua
15
Membiasakan bahasa Jawa krama di dalam kehidupan sehari-hari
16
6.
Sopan santun dalam pembiasaan berbahasa
Jawa krama kepada orang lain.
Menggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan teman sebaya
17
Membiasakan anak berbahasa Jawa krama alus dengan orang yang lebih tua
18
7.
Faktor penghambat pembiasaan berbahasa
Jawa krama
Kesulitan yang dialami anak dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama
19
Upaya mengatasi kesulitan anak 20
2. Lembar Wawancara
Pedoman wawancara merupakan kunci untuk peneliti membuat
pertanyaan sesuai dengan indikator dan sesuai hasil yang ingin
44
didapatkan oleh peneliti. Tujuannya adalah supaya peneliti terfokus pada
indikator dan variabel yang akan di teliti. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu menggunakan instrumen wawancara
terstruktur. Alasan meggunakan instrumen wawancara terstruktur
supaya informasi yang didapatkan terfokus pada variabel penelitian
yaitu terkait dengan pembiasaan bahasa Jawa krama dan karakter sopan
santun. Objek yang diwawancarai adalah orangtua dan anak pada usia
sekolah dasar dengan usia 10 tahun dan berjumlah 14 orangtua dan anak
sebagai informan (terlampir pada lampiran 5).
Tabel 3.3 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Orang tua
No. Indikator Aspek yang diamati
1.Berbicara sopan santun dalam berbahasa kepada orang tua atau keluarga
1. Mengajarkan anak perkataan yang baik.
2. Memberikan arahan kepada anak jika anak melakukan kesalahan
3. Membiasakan anak untuk mengucapkan maaf jika melakukan kesalahan
4. Mengajarkan anak mengucapkan terimakasih jika mendapatkan bantuan
2.Berbicara sopan santun dalam berbahasa kepada
orang lain
5. Mengarahkan anak agar tidak berkata atau bersikap sombong kepada orang lain
6. Memberitahu anak agar tidak menyinggung orang lain
7. Memberitahu anak agar tidak meninggikan suara ketika berbicara kepada orang lain
45
3.Berperilaku sopan santun
kepada orang tua atau keluarga
8. Memberitahu anak untu mencium tangan atau berpamitan saat keluar rumah
9. Memberi hukuman kepada anak jika tidak mendengarkan nasehat orang tua
10. Membiasakan anak untuk bersikap 3S (Salam, senyum, sapa)
4.
Berperilaku sopan santun kepada orang lain
11. Megajarkan anak menghormati orang yang lebih tua
12. Membiasaan anank agar membungkukkan badan ketika lewat didepan orang yang lebih tua
13. Mengajarkan ank untuk menyapa guru, tetangga, atau orang yang dikenal ketika bertemu di jalan
5.
Sopan santun dalam pembiasaan berbahasa
Jawa krama kepada orang tua atau keluarga
14. Mengajarkan anak menggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan kakak atau adik
15. Membiasakan anak untuk berbahasa Jawa krama alus dengan orang tua
16. Membiasakan anak untukbahasa Jawa krama di dalam kehidupan sehari-hari
6.
Sopan santun dalam pembiasaan berbahasa
Jawa krama kepada orang lain.
17. Mengajarkan anak menggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan teman sebaya
18. Membiasakan anak berbahasa Jawa krama alus dengan orang yang lebih tua
7. Faktor penghambat pembiasaan berbahasa
Jawa krama
19. Kesulitan yang dialami anak dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama
20. Upaya oarng tua mengatasi
46
kesulitan anakdalam pembiasaan berbaasa Jawa krama
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Wawancara Anak
No. Indikator Aspek yang diamati
1.Berbicara sopan santun dalam berbahasa kepada orang tua atau keluarga
1. Tidak berkata kotor kepada orang tua atau keluarga
2. Tidak menyela pembicaraan orang tua ketika di nasehati
3. Mengucapkan maaf jika melakukan kesalahan
4. Mengucapkan terimakasih jika mendapatkan bantuan
2.Berbicara sopan santun dalam berbahasa kepada
orang lain
5. Tidak berkata sombong kepada orang lain
6. Tidak menyinggung orang lain7. Tidak meninggikan suara
ketika berbicara kepada orang lain
3.Berperilaku sopan santun
kepada orang tua atau keluarga
8. Mencium tangan atau berpamitan saat keluar rumah
9. Tidak menghiraukan saat dinasehati orang tua
10. Bersikap 3S (Salam, senyum, sapa)
4.
Berperilaku sopan santun kepada orang lain
11. Meghormati orang yang lebih tua
12. Membungkukkan badan ketika lewat didepan orang yang lebih tua
13. Menyapa guru, tetangga, atau orang yang dikenal ketika bertemu di jalan
5. Sopan santun dalam pembiasaan berbahasa
Jawa krama kepada orang
14. Menggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan kakak atau adik
15. Membiasakan berbahasa Jawa
47
tua atau keluarga
krama alus dengan orang tua16. Membiasakan bahasa Jawa
krama di dalam kehidupan sehari-hari
6.
Sopan santun dalam pembiasaan berbahasa
Jawa krama kepada orang lain.
17. Meggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan teman sebaya
18. Membiasakan berbahasa Jawa krama alus dengan orang yang lebih tua
7.Faktor penghambat
pembiasaan berbahasa Jawa krama
19. Kesulitan yang dialami dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama
20. Upaya mengatasi kesulitan anak
3.7 Teknik Analisis Data
Analisi data dalam penelitian kualitatif merupakn upaya yang dilakukan
dengan jaln bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
dengan menjadikannya satuan yang dapat dikelola, mencari dan apa yang
dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Sugiyono (2016: 335) analisis data yaitu proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yng diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
yang mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data deskriptif
analisis yaitu pengumpulan data yang kemudian disusun sesuai dengan temanya.
Teknik ini menekankan pada pemberian sebuah gambarn baru terhadap data yang
telah terkumpul dengan tujuan untuk menggambarkan secara obyektif bagaimana
pembentukan nilai karakter sopan santun melalui pembiasaan berbahasa Jawa
krama anak usia sekolah dasar di lingkungan keluarga. Analisis penelitian
48
menggunakan tekinik deskriptif analisis tersebut dapat mempermudah dalam
menjawab permasalahan-permasalahan yang muncul dalam penelitian. Analisis
deskriptif yang digujnakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapn
diantaranya.
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada
hal-hal penting, kemudian dicari tema dan polanya, sehingga dapat
memberikan gambaran secara jelas dan dapat mempermudah peneliti untuk
mengumpulkan data berikutnya, yaitu mengeni pembentukan nilai karakter
sopan santun melalui pembiasan berbahasa Jawa krama anak usia sekolah
dasar di lingkungan keluarga yang dikumpulkan dengan observasi, wawancar
dan dokumentasi untuk kemudian dijadikan rangkuman.
2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan,
dengan melihat penyajian-penyajian peneliti maupun pembaca akan dapat
memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan
atas pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut. Data yang
akan peneliti sajikan di sini data yang diperoleh berdasarkan teknik
pengumpulan data yaitu melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi,
kemudian dari hasil data tersebut dipilih sesuai dengan permasalahan peneliti,
selanjutnya data tersebut disajikan. Penelitian data tersebut, peneliti dapat
menyajikan data misalnya proses penerapan pembiasaan berbahasa jawa
karma untuk membentuk nilai karakter sopan santun anak usia sekolah dasar
di lingkungan keluarga.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi, kesimpulan itu
akan diikuti dengan bukti-bukti yang diperoleh ketika penelitian dilakukan di
lapangan yang dimaksudkan untuk penentuan data akhir dari semua proses
49
tahapan analisis, sehingga keseluruhan permasalahan bisa dijawab sesuai
dengan data aslinya dan sesuai dengan permasalahannya. Penarikan
kesimpulan dari hasil penelitian ini menjawab semua rumusan masalah yang
telah ditetapkan oleh peneliti.
50
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Majid dan Dian Andayani. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Adisumarto. 2001. Pembiasaan Berbahasa Jawa Krama dalam Keluarga Sebagai
Sarana Pendidikan Sopan Santun. Yogyakarta: Konggres Bahasa Jawa
III.
Arfah, Muhammad. Faisal dan Alimuddin. 2016. Fungsi Keluarga dalam
Meingkatkan Sumber Daya Manusia Daerah Sulaawesi Selatan.
Yogyakarta: Gajahmada University Press. 91- 101.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Yogyakarta: PT Rineka Cipta.
Budiyono, Feriandi, dkk. 2017. Menggali Nilai-Nilai Kearifan Lokal Budaya
Jawa Sebagai Sumber Pendidikan Karakter. Prosiding SNBK (Seminar
Nasional Bimbingan dan Konseling). 1, (1), 92-103.
Djibran, Fahd. 2008. Writing is Amazing. Yogyakarta: Juxtapose.
Djuwita, Puspa. 2017. Pembinaan Etika Sopan Santun Peserta Didik Kelas V
Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Di Sekolah
Dasar Nomor 45 Kota Bengkulu. Jurnal PGSD: Jurnal Ilmiah
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 10 (1), 27-36.
Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta:
Raja Grafindo.
Fardani, Much. Arsyad, dkk. 2019. Peran Orang Tua Dalam Pengembangan
Bahasa Jawa Krama Anak Usia Dini. Prosiding Seminar Nasional
“Penguatan Muatan Lokal Bahasa dan Sastra Daerah Sebagai Fondasi
Pendidikan Karakter Generasi Milenial”.
Gunarsa D, Singgih. 2009. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Hidayah, Nurul. 2015. Penanaman Nilai-Nilai Karakter Dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia Di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Dasar, 2 (2), 190-204.
51
Kalimayatullah, Rifansyah. Yona Wahyuningsih. 2018. Pendidikan Kesantunan
di Lungkungan Keluarga. Jurnal Kampus UPI.
Koesoema, Doni A. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di
Zaman Global. Jakarta: Grasindo.
Kurniasih Imas dan Sani Berlin. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan
Penerapan. Surabaya: Kata Pena.
Mansur, Muslich. 2011. Pendidikan karakter: Menjawab Tantangan Krisia
Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Misbahuddin, Muhammad. 2018. Pembiasaan Berbahasa Krama Inggil Sejak
Dini, Menguatkan Kembali Peran Kearifan Lokal Untuk Pembentukan
Karakter Anak. Rahmatan Lil Alamin Journal of Peace Education and
Islamic, 1. (1), 21-28.
Moloeng, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rodakarya.
Muhaimin, dan Abdul Mujib. 2011. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Al-
Ma’arif.
Mulyana. 2008. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Daerah Dalam Kerangka
Budaya. Jogjakarta: Tiara Wacana.
Mulyasa, E. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Mustakim, Bagus. 2011. Pendidikan Karakter Membangun Delapan Karakter
Emas Menuju Indonesia Bermartabat, Yogyakarta: Samudra Biru.
Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Familia.
Narwoko, J. D dan Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan. Jakarta: Prenanda Media Group.
Nida, Khoirin. 2020. Pergeseran Nilai Unggah- Ungguh oleh generasi muda
dalam masyarakat Jawa (studi kasus masyarakat desa Getasrabi
Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus). Jurnal Sosial Budaya, 17 (1), 46-
55.
Poedjasoedarma, Soepomo. 2008. Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud.
Pranowo. 2012. Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
52
Putry, Raihan. 2018. Nilai Pendidikan Karakter Anak di Sekolah Perspektif
Kemendiknas. Internasional Journal of Child and Gender Studies, 4 (1),
39-54.
Rubiyanto, Rubino. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Solobaru: Qinant.
Sarmin. 2016. Pendidikan Karakter (Sebuah Pendekatan Nilai). Jurnal Al-Ta’dib,
9, (1), 120-143.
Sasongko, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 2011. Unggah-Ungguh Bahasa Jawa.
Jakarta: Yayasan Paramalingua.
Setyanto, A.E., dkk. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Memudarnya Etika
Komunikasi Masyarakat Jawa di Kota Surakarta. Jurnal Komunikasi
Massa, 8 (2), 121-134.
Soepomo, Poedjosoedarmo. 2010. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat
Pendidikan dan Pengembngan Bahasa.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatak Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Tarigan, Djago, dkk. 2008. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta:
Depdikbud.
Wijayanti, Ari. 2018. Penguatan Karakter Siswa Melalui Penggunaan Unggah-
Ungguh Bahasa Jawa. Jurnal Kebudayaan. 13, (1), 45-58.
Yulaila, Novi. 2018. Peran Keluarga dalam Pembentukan Karakter Sopan Santun
Anak Sekolah Dasar. Jurnal Universitas Jambi.
Yulianti, Indah, dkk. 2018. Penerapan Bahasa Jawa Krama untuk Membentuk
Karakter Sopan Santun di Sekolah Dasar. Prosiding Seminar Nasional
“Peguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi
Tantangan Global”, 160-165.
Yulianti, Wiwik. 2013. Pemertahanan Bahasa Jawa di Wilayah Solo-Yogya
(Javanese Language Retention in Solo and Yogya). Jurnal Kandai, 9
(1), 49-58.
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
53
LAMPIRAN
54
Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan
No. Jadwal kegiatan BulanJuli 20 Agus 20 Sep 20 Okt 20 Nov 20 Des 20 Jan 21 Feb 21 Mar 21 Apr 21
A. Persiapan
1. Observasi
2. Pengajuan judul
3. Penyusunan skripsi
4. Penyusunan instrumen
5. Seminar proposal
6. Mengurus perizinan
B. Pelakasanaan
1. Wawancara dengan
orangtua
2. Wawancara dengan siswa
C. Laporan
1. Penyusunan laporan
2. Penyusunan hasil
55
penelitian
56
Lampiran 2. Daftar Nama Anak dan Orang tua
DATA NAMA ANAK DAN ORANG TUA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI DESA WONOSOCO KECAMATAN UNDAAN
KABUPATEN KUDUS
No. Nama AnakNama Orang Tua
Alamat Rumah
Nama Ayah Nama Ibu1. ALC DK ZD Ds. Wonosoco RT 02/012. CRS YK UM Ds. Wonosoco RT 01/013. EAA WS JM Ds. Wonosoco RT 02/014. I DT PJ Ds. Wonosoco RT 04/015. MM NT SB Ds. Wonosoco RT 03/016. MNMS RK TN Ds. Wonosoco RT 01/017. MBN JD WT Ds. Wonosoco RT 04/018. MR GD RY Ds. Wonosoco RT 04/019. MMW SW SR Ds. Wonosoco RT 04/0110. NAA LL WD Ds. Wonosoco RT 02/0111. PDF AL BN Ds. Wonosoco RT 04/0112. RAP YT SY Ds. Wonosoco RT 01/0113. SS SG ST Ds. Wonosoco RT 01/0114. YSP DW SP Ds. Wonosoco RT 02/01
57
Lampiran 3 Pedoman Observasi Siswa (Pra Penelitian)
KISI-KISI LEMBAR OBSERVASI
No. Indikator Aspek yang diamati No. Urut
1. Berbicara sopan santun kepada orang tua
Anak berkata baik kepada orang tua
3, 7, 8
2. Bersikap sopan santun kepada orang tua
Anak berpamitan kepada orang tua etika keluar rumah
1
3. Berbicara sopan santun kepada orang lain
Anak tidak berkata sombong kepada orang lain
5
4. Bersikap sopan santun kepada orang lain
Anak menghargai orang lain 6
5. Pembiasaan berbahasa Jawa krama dengan orang tua
Anak meggunakan bahasa Jawa krama dirumah
2, 9
6. Pembiasaan berbahasa Jawa krama dengan orang lain
Anak menggunakan bahasa Jawa krama di lingkungan masyarakat/ di luar rumah
10
7. Hambatan yang dialami anak dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama
Adanya hambatan saat melaksanakan pembiasaan berbahasa Jawa krama
4
58
Lampiran 4 Pedoman Observasi (Pra Penelitian)
PEDOMAN OBSERVASI
Lokasi Observasi : Lingkungan Desa Wonosoco
Hari/ tanggal :
No. Aspek yang diamatiNampak
KeteranganIya Tidak
1. Selalu berpamitan ketika keluar rumah√
Anak selalu berpamitan kepada orang tua
2. Terbiasa meggunakan bahasa Jawa krama dengan orang tua ketika berbicara
√Masih belum terbiasa meggunakan bahasa Jawa krama
3. Berkata baik kepada orang tua√
Anak tidak berkata kotor kepada orang tua
4. Adanya kesulitan meggunakan bahasa Jawa krama √
Adanya kesulitan dalam menggunakan bahasa Jawa krama atau belum terbiasa
5. Sering mempraktikkan 3S (salam, senyum, sapa) √
Cenderung cuek dan malu jika meyapa orang lain
6. Menghargai orang lain√
Kurangnya sikap meghargai orang lain
7. Mengucapakan maaf jika melakukan salah kepada orang tua √
Selalu mengucapkan maaf jika berbuat kesalahan
8. Megucapkan terimakasih ketika mendapat bantuan dari orang lain √
Berterimakasih jika mendapat bantuan atau hadiah
9. Membiasaakan menggunakan krama alus kepada orang tua √
Masih mengalami kesulitan dalam berbahasa Krama alus
10. Menggunakan bahasa Jawa krama di luar rumah √
Lebih sering meggunakan bahasa Indonesia
59
Kesimpulan:
Anak masih belum terbiasa meggunakan bahasa Jawa krama dan masih sering mengalami kesulitan dalam memahami bahasa krama. Anak lebih sering meggunakan bahasa Indonesia atau ngoko lugu. Anak mulai terbiasa dengan bersikap sopan santun mulai dengan etika berpamitan ketika keluar rumah, tidak berkata kotor, tetapi anak masih malu akan menyapa guru atau orang lain ketika di luar rumah.
Kudus, 2 Februari 2021
Praktikan
SEPTIAJI EVI NATANTI
NIM. 201633253
60
Lampiran 5aPEDOMAN WAWANCARA ORANG TUA (PRA PENELITIAN)
Hari/ Tanggal : Selasa, 2 Februari 2021Responden : Orang Tua MMNama Guru : Ibu Sumber
No. Pertanyaan Jawaban1. Apakah anak anda setiap
berangkat sekolah selalu berpamitan?
Iya, kalau saya dirumah selalu berpamitan.
2. Apakah anak anda selalu mendengarkan nasehat anda?
Terkadang suka menyela omongan, kalau benar-benar salah biasanya diam dan jarang mengulangi kesalahan yang sama
3. Apakah dirumah biasanya anak anda memakai bahasa krama?
Jarang memakai, biasanya memakai bahasa krama kalau kata-katanya singkat seperti “nggih bu” “mboten” dan sebagainya.
4. Mengapa tidak di biasakan bahasa krama sejak kecil?
Tidak ada waktu untuk memantau bahasanya, karena saya dan bapaknya sibuk kerja jadi pasrah sama guru yang ada di sekolahan.
5. Bagaimana penerapan pembiasaan berbahasa jawa krama dirumah?
Sering diingatkan, bila anak memakai kata-kata yang tidak sopan dan seenaknya sendiri (sakarepe dewe).
6. Apa saja faktor pendukung dan penghambat anak berperilaku sopan santun dan berbahas krama?
Faktor pendukung biasanya kalau anak ada kemauan dadi dalam diri sendiri. Sedangkan untuk faktor penghambatnya biasanya kalau sedang nonton TV sering memakai kata-kata di TV/ HP apalahi sekarang belajar online, jadi sering memakai HP sendiri, dan faktor lingkungan dari teman-temannya.
Kesimpulan:Anak sering bersikap sopan santun kepada orang tua, dilihat dari dia selalu berpamitan kepada orang tuanya jika mau pergi tau berangkat sekolah. Tetapi,
61
kadang juga masih menyela omongan orangtuanya saat dinasehati. Dalam bahasa jawa krama orangtua jarang memantau bahasa anaknya, karena beliau harus kerja. Orangtua juga sering menegur anaknya bila anaknya menggunakan bahasa yang tidak sopan. Faktor yang menghambat kebiasaan anak yang suka nonton TV/HP.
MengetahuiOrangtua MM
SUMBER
Kudus, 2 Februari 2021Pewawancara
SEPTIAJI EVI NATANTINIM. 201633253
62
Lampiran 5bPEDOMAN WAWANCARA ANAK (PRA PENELITIAN)
Hari/ Tanggal : Selasa, 2 Februari 2021Responden : Anak usia 10 tahumNama Siswa : MM
No.
Pertanyaan Jawaban
1. Apakah yang adik ketahui tentang sopan santun?
Sopan santun itu menghormati orang yang lebih tua.
2. Apa saja perilaku sopan santun yang sudah adik lakukan di rumah?
Menghormati orangtua, ketika berbicara dengan orangtua menggunakan bahasa yang sopan.
3. Apakah adik sering menggunakan bahasa krama kepada orang tua?
Iya tapi kadang-kadang, karena saya sering lupa dan tidak tahu artinya.
4. Bagaimana orangtua adik dalam mengajarkan sopan santun kepada adik?
Biasanya saat dirumah berbicara dengan lembut.
5. Bagaimana perasaan adik saat berbicara menggunakan bahasa krama dengan orangtua?
Rasanya lebih sopan jika berbicara dengan orangtua.
6. Apa kesulitan adik dalam menggunakan bahasa jawa krama?
Sulit, karena kadang tidak tau artinya. Jadi kalau tidak tahu artinya sering menggunakan bahasa ngoko.
Kesimpulan:Siswa sering berperilaku sopan santun kepada orangtua, kesulitan yang dialami siswa saat berbahasa krama terkadang siswa tidak tahu artinya jadi lebih sering bahasa jawa ngoko kepada orangtua.
63
MengetahuiNarasumber
MM
Kudus, 2 Februari 2021Praktikan
SEPTIAJI EVI NATANTINIM. 201633253
64
Lampiran 6 Kisi-Kisi Pedoman Observasi
Kisi-Kisi Pedoman Observasi
No. Indikator Aspek yang diamati No
Urut
1.Berbicara sopan santun dalam berbahasa kepada orang tua atau keluarga
Tidak berkata kotor kepada orang tua atau keluarga
1
Tidak meyela pembicaraan orang tua ketika di nasehati
2
Mengucapkan maaf jika melakukan kesalahan
3
Mengucapkan terimakasih jika mendapatkan bantuan
4
2.Berbicara sopan santun dalam berbahasa kepada
orang lain
Tidak berkata sombong kepada orang lain
5
Tidak menyinggung orang lain 6
Tidak meninggikan suara ketika berbicara kepada orang lain
7
3.Berperilaku sopan santun
kepada orang tua atau keluarga
Mencium tangan atau berpamitan saat keluar rumah
8
Tidak menghiraukan saat dinasehati orang tua
9
Bersikap 3S (Salam, senyum, sapa)
10
4.
Berperilaku sopan santun kepada orang lain
Meghormati orang yang lebih tua 11
Membungkukkan badan ketika lewat didepan orang yang lebih tua
12
Menyapa guru, tetangga, atau orang yang dikenal ketika bertemu di jalan
13
5.
Sopan santun dalam pembiasaan berbahasa
Jawa krama kepada orang tua atau keluarga
Menggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan kakak atau adik
14
Membiasakan berbahasa Jawa krama alus dengan orang tua
15
Membiasakan bahasa Jawa krama di dalam kehidupan sehari-hari
16
65
6.
Sopan santun dalam pembiasaan berbahasa
Jawa krama kepada orang lain.
Meggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan teman sebaya
17
Membiasakan berbahasa Jawa krama alus dengan orang yang lebih tua
18
7.Faktor penghambat
pembiasaan berbahasa Jawa krama
Kesulitan yang dialami anak dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama
19
Upaya mengatasi kesulitan anak 20
66
Lampiran 7 Pedoman Observasi Orang tua
Pedoman Observasi Orang tua
Nama :
Alamat:
Hari/tgl:
No. Indikator Aspek yang diamatiNampak
KeteranganIya Tidak
1.
Berbicara sopan santun
dalam berbahasa
kepada orang tua atau keluarga
1. Mengajarkan anak perkataan yang baik.
2. Memberikan arahan kepada anak jika anak melakukan kesalahan
3. Membiasakan anak untuk mengucapkan maaf jika melakukan kesalahan
4. Mengajarkan anak mengucapkan terimakasih jika mendapatkan bantuan
2. Berbicara sopan santun
dalam berbahasa
kepada orang lain
5. Mengarahkan anak agar tidak berkata atau bersikap sombong kepada orang lain
6. Memberitahu anak agar tidak menyinggung orang lain
7. Memberitahu anak agar tidak meninggikan suara ketika berbicara
67
kepada orang lain
3.
Berperilaku sopan santun kepada orang
tua atau keluarga
8. Memberitahu anak untu mencium tangan atau berpamitan saat keluar rumah
9. Memberi hukuman kepada anak jika tidak mendengarkan nasehat orang tua
10. Membiasakan anak untuk bersikap 3S (Salam, senyum, sapa)
4.
Berperilaku sopan santun kepada orang
lain
11. Megajarkan anak menghormati orang yang lebih tua
12. Membiasaan anank agar membungkukkan badan ketika lewat didepan orang yang lebih tua
13. Mengajarkan ank untuk menyapa guru, tetangga, atau orang yang dikenal ketika bertemu di jalan
5. Sopan santun dalam
pembiasaan berbahasa Jawa krama kepada orang tua atau
keluarga
14. Mengajarkan anak menggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan kakak atau adik
15. Membiasakan anak untuk berbahasa Jawa krama alus dengan orang tua
16. Membiasakan anak untukbahasa Jawa
68
krama di dalam kehidupan sehari-hari
6.
Sopan santun dalam
pembiasaan berbahasa Jawa krama kepada
orang lain.
17. Mengajarkan anak menggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan teman sebaya
18. Membiasakan anak berbahasa Jawa krama alus dengan orang yang lebih tua
7.
Faktor penghambat pembiasaan
berbahasa Jawa krama
19. Kesulitan yang dialami anak dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama
20. Upaya oarng tua mengatasi kesulitan anakdalam pembiasaan berbaasa Jawa krama
Kesimpulan
MengetahuiNarasumber
(_________________________)
Kudus, 2021Peneliti
SEPTIAJI EVI NATANTINIM. 201633253
69
Lampiran 8 Pedoman observasi Anak
Pedoman Observasi Anak
Nama :
Alamat:
Hari/tgl:
No. Indikator Aspek yang diamatiNampak
KeteranganIya Tidak
1.
Berbicara sopan santun
dalam berbahasa
kepada orang tua atau keluarga
1. Tidak berkata kotor kepada orang tua atau keluarga
2. Tidak meyela pembicaraan orang tua ketika di nasehati
3. Mengucapkan maaf jika melakukan kesalahan
4. Mengucapkan terimakasih jika mendapatkan bantuan
2.
Berbicara sopan santun
dalam berbahasa
kepada orang lain
5. Tidak berkata sombong kepada orang lain
6. Tidak menyinggung orang lain
7. Tidak meninggikan suara ketika berbicara kepada orang lain
3. Berperilaku sopan santun kepada orang
tua atau keluarga
8. Mencium tangan atau berpamitan saat keluar rumah
9. Tidak menghiraukan saat dinasehati orang tua
10. Bersikap 3S (Salam,
70
senyum, sapa)4.
Berperilaku sopan santun kepada orang
lain
11. Meghormati orang yang lebih tua
12. Membungkukkan badan ketika lewat didepan orang yang lebih tua
13. Menyapa guru, tetangga, atau orang yang dikenal ketika bertemu di jalan
5.
Sopan santun dalam
pembiasaan berbahasa Jawa krama kepada orang tua atau
keluarga
14. Menggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan kakak atau adik
15. Membiasakan berbahasa Jawa krama alus dengan orang tua
16. Membiasakan bahasa Jawa krama di dalam kehidupan sehari-hari
6.
Sopan santun dalam
pembiasaan berbahasa Jawa krama kepada
orang lain.
17. Meggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan teman sebaya
18. Membiasakan berbahasa Jawa krama alus dengan orang yang lebih tua
7.
Faktor penghambat pembiasaan
berbahasa Jawa krama
19. Kesulitan yang dialami dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama
20. Upaya mengatasi kesulitan anak
Kesimpulan
71
MengetahuiNarasumber
(_________________________)
Kudus, 2021Peneliti
SEPTIAJI EVI NATANTINIM. 201633253
72
Lampiran 9 Kisi-kisi Pedoman Wawancar Orang tua
Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Orang tua
No. Indikator Deskriptif No. Butir
1.
Berbicara sopan santun dalam
berbahasa kepada orang tua atau
keluarga
Mengajarkan anak perkataan yang baik.
1
Memberikan arahan kepada anak jika anak melakukan kesalahan
2
Membiasakan anak untuk mengucapkan maaf jika melakukan kesalahan
3
Mengajarkan anak mengucapkan terimakasih jika mendapatkan bantuan
4
2.
Berbicara sopan santun dalam
berbahasa kepada orang lain
Mengarahkan anak agar tidak berkata atau bersikap sombong kepada orang lain
5
Memberitahu anak agar tidak menyinggung orang lain
6
Memberitahu anak agar tidak meninggikan suara ketika berbicara kepada orang lain
7
3.Berperilaku sopan
santun kepada orang tua atau keluarga
Memberitahu anak untu mencium tangan atau berpamitan saat keluar rumah
8
Memberi hukuman kepada anak jika tidak mendengarkan nasehat orang tua
9
Membiasakan anak untuk bersikap 3S (Salam, senyum, sapa)
10
73
4.
Berperilaku sopan santun kepada orang
lain
Mengajarkan anak menghormati orang yang lebih tua
11
Membiasaan anank agar membungkukkan badan ketika lewat didepan orang yang lebih tua
12
Mengajarkan ank untuk menyapa guru, tetangga, atau orang yang dikenal ketika bertemu di jalan
13
5.
Sopan santun dalam pembiasaan
berbahasa Jawa krama kepada orang
tua atau keluarga
Mengajarkan anak menggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan kakak atau adik
14
Membiasakan anak untuk berbahasa Jawa krama alus dengan orang tua
15
Membiasakan anak untukbahasa Jawa krama di dalam kehidupan sehari-hari
16
6.
Sopan santun dalam pembiasaan
berbahasa Jawa krama kepada orang
lain.
Mengajarkan anak menggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan teman sebaya
17
Membiasakan anak berbahasa Jawa krama alus dengan orang yang lebih tua
18
7.
Faktor penghambat pembiasaan
berbahasa Jawa krama
Kesulitan yang dialami anak dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama
19
Upaya orang tua mengatasi kesulitan anakdalam pembiasaan berbaasa Jawa krama
20
74
Lampiran 10 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Anak
Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Anak
No. Indikator Deskriptif No. Butir
1.
Berbicara sopan santun dalam
berbahasa kepada orang tua atau
keluarga
Tidak berkata kotor kepada orang tua atau keluarga
1
Tidak meyela pembicaraan orang tua ketika di nasehati
2
Mengucapkan maaf jika melakukan kesalahan
3
Mengucapkan terimakasih jika mendapatkan bantuan
4
2.
Berbicara sopan santun dalam
berbahasa kepada orang lain
Tidak berkata sombong kepada orang lain
5
Tidak menyinggung orang lain
6
Tidak meninggikan suara ketika berbicara kepada orang lain
7
3.Berperilaku sopan
santun kepada orang tua atau keluarga
Mencium tangan atau berpamitan saat keluar rumah
8
Tidak menghiraukan saat dinasehati orang tua
9
Bersikap 3S (Salam, senyum, sapa)
10
4.
Berperilaku sopan santun kepada orang
lain
Menghormati orang yang lebih tua
11
Membungkukkan badan ketika lewat didepan orang yang lebih tua
12
Menyapa guru, tetangga, atau orang yang dikenal ketika bertemu di jalan
13
5. Sopan santun dalam pembiasaan
berbahasa Jawa
Menggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan kakak atau adik
14
75
krama kepada orang tua atau keluarga
Membiasakan berbahasa Jawa krama alus dengan orang tua
15
Membiasakan bahasa Jawa krama di dalam kehidupan sehari-hari
16
6.
Sopan santun dalam pembiasaan
berbahasa Jawa krama kepada orang
lain.
Meggunakan bahasa Jawa krama lugu dengan teman sebaya
17
Membiasakan berbahasa Jawa krama alus dengan orang yang lebih tua
18
7.
Faktor penghambat pembiasaan
berbahasa Jawa krama
Kesulitan yang dialami dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama
19
Upaya mengatasi kesulitan anak
20
76
Lampiran 11 Pedoman Wawancara Orang Tua
Pedoman Wawancara Orang Tua
Nama :
Alamat:
Hari/tgl:
No. Pertanyaan Jawaban
1. Apakah bapak/ibu mengajarkan anak untuk berkata baik sejak dini?
2. Bagaimana bapak/ ibu memberikan arahan kepada anak jika anak melakukan kesalahan?
3. Apakah bapak/ ibu membiasakan anak untuk mengucapkan kata maaf jika anak melakukan kesalahan?
4. Apakah bapak/ibu mengajarkan anak sejak dini untuk berkata terimakasih jika mendapatkan bantuan?
5. Bagaimana cara agar anak tidak bersikap sombong kepada orang lain?
6. Apakah bapak/ibu sering menegur anak jika menyinggung orang lain?
7. Apakah bapak/ibu menegur anak jika anak meninggikan suara ketika berbicara kepada orang lain?
8. Bagaimana cara membiasakan akan untuk berpamitan saat keluar rumah?
9. Apakah bapak/ibu memberikan sanksi kepada anak kika tidak mendengarkan nasehat orang tua?
10. Bagaimana agar anak bisa terbiasa degan 3S (salam, senyum,sapa)?
11. Apakah bapak/ ibu mengajarkan anak menghormati orang yang lebih tua?
12. Bagaimana agar anak terbiasa dengan sopan santun dengan
77
membungkukkan badan saat berjalan di depan orang yang lebih tua?
13. Apakah bapak/ibu megajarkan anak agar menyapa guru atau orang yang dikenal jika bertemu di luar rumah?
14. Apakah bapak/ibu mengajarkan anak menggunakan bahasa Jawa krama lugu ketika berbicara dengan kakak atau adik?
15. Apakah bapak/ ibu mengajarkan anak menggunakan bahasa Jawa krama alus ketika berbicara dengan anda?
16. Bagaimana peran orang tua dalam membiasakan anak untu berbahasa Jawa krama di rumah?
17. Apakah anda sering melihat atau mendegarkan anak berbicara bahasa Jawa krama lugu dengan teman sebaya?
18. Bagaimana cara membiasakan anak untuk berbahasa Jawa krama alus?
19. Kesulitan apa yang bapak/ibu alami dalam membiasakan ank berbahasa Jawa krama?
20. Upaya apa yang dilakukan orang tua saat anak mengalami kesulitan dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama?
Kesimpulan
78
MengetahuiNarasumber
(_________________________)
Kudus, 2021Peneliti
SEPTIAJI EVI NATANTINIM. 201633253
79
Lampiran 12 Pedoman Wawancara Anak
Pedoman Wawancara Anak
Nama :
Alamat:
Hari/tgl:
No. Pertanyaan Jawaban
1. Apakah adik tidak pernah berkata kotor kepada orang tua?
2. Apakah adik tidak pernah meyela pembicaraan orang tua ketika dinasehati?
3. Apakah adik sering mengucapkan maaf jika membuat kesalahan?
4. Apakah adik selalu mengucapkan terimakasih jika mendapat bantuan?
5. Apakah adik diajarkan orang tuan untuk tidak bersikap sombong?
6. Apakah adik sering menyinggung orang lain?
7. Pernahkah adik meninggukan suara jika berbicara kepada orang lain?
8. Apakah adik terbiasa berpamitan kepada orang tua saat keluar rumah?
9. Apa yang adik lakukan saat dinesehati orang tua?
10. Apakah adik sering bersikap 3S (salam, senyum, sapa) kepada orang lain?
11. Bagaimana cara adik dalam menghormati orang yang lebih tua?
12. Apakah adik membungkukkan badan saat lewat di depan orang
80
tua?
13. Apakah adik pernah menyapa guru, atau orang yang adik kenal ketika di luar rumah?
14. Apakah adik terbiasa menggunakan bahasa Jawa krama lugu ketika berbicara degan kakak atau adik anda?
15. Apakah adik membiasakan berbahasa Jawa krama alus saat berbicara degan orang tua?
16. Bagaimana adik membiasakan berbahasa Jawa krama dikehidupan sehari-hari?
17. Apakah adik ketika berbicara dengan teman sebaya meggunakan bahasa krama lugu?
18. Apakah adik meggunakan bahasa krama alus ketika berbicara dengan orang yang lebih tua?
19. Apa kesulitan yang adik alami adam pembiasaan berbahasa Jawa krama?
20. Bagaimana upaya adik agar terbiasa meggunakan bahasa Jawa krama?
Kesimpulan
81
MengetahuiNarasumber
(_________________________)
Kudus, 2021Peneliti
SEPTIAJI EVI NATANTINIM. 201633253
82