after stroke coping

Upload: deri

Post on 23-Feb-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    1/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    41

    HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI

    COPING PADA PENDERITASTROKE RSUD Dr. MOEWARDI

    SURAKARTA

    Nur Hasan, Elina Raharisti Rufaidah

    1Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Kesehatan

    Universitas Sahid Surakarta

    Abstract

    Stroke is a disease impaired of blood vessel in the brain suddenly. Stroke will beeffect of limitation in moving, communicating and thinking. Physical changes that occur

    in patients with stroke will be increased of stress, tension, anxiety and frustration. Theappropriate of coping strategies is required to overcome. The coping strategies by strokepatients will be influenced by social support. Social support can reduce the psychological

    tension and stabilize the emotions of the people with stroke.

    The purpose of this study are to know the correlation between social support with

    coping strategies in patients with stroke, to determine the level of social support receivedby stroke patients, and to find coping strategies that are often raised by people withstroke. Subjects used is stroke patients, totaling 30 people. The sampling technique usedis purposive non-random sampling.

    The analysis of the product moment shows the correlation of 0.563 with p =0.000 (p = 0.01), its means there is a positive and significant correlation between socialsupport with coping strategies in patients with stroke. Effective contribution (SE) ofsocial support for coping strategies by 31.7%, so there is still has 68.3% another factorthat affects the appearance of coping strategies in patients with stroke.

    Keywords : Coping Strategies, Social Supports, Stroke Patients

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    2/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    42

    Abstrak

    Stroke adalah penyakit terganggunya pembuluh darah pada otak secaramendadak. Stroke mengakibatkan keterbatasan baik dalam bergerak, berkomunikasi dan

    berfikir. Perubahan fisik yang terjadi pada penderita stroke meningkatkan stress, tegang,cemas dan frustrasi. Sehingga untuk mengatasinya diperlukan strategi coping tang tepat.Strategi coping yang dimunculkan oleh penderita stroke akan sangat dipengaruhi olehdukungan sosial. Dukungan social mampu mengurangi ketegangan psikologis danmenstabilkan kembali emosi para penderita stroke.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungansocial dengan strategi coping pada penderita stroke, untuk mengetahui tingkat dukungansocial yang diterima oleh penderita stroke, dan untuk mengetahui strategi coping yang

    sering dimunculkan oleh penderita stroke. Subjek penelitian adalah penderita stroke,berjumlah 30 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive nonrandom sampling.

    Dari hasil analisisproduct momentmenunjukkan korelasi sebesar 0,563 dengan p

    = 0,000 (p = 0,01) yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara dukungansocial dengan strategi coping pada penderita stroke. Sumbangan efektif (SE) dukungansocial terhadap strategi coping sebesar 31,7%, sehingga masih ada 68,3% factor lain yangmempengaruhi munculnya strategi coping pada penderita stroke.

    Kata Kunci : Dukungan Sosial, Penserita Stroke, Strategi Coping

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    3/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    43

    PENDAHULUAN

    Stroke adalah salah satu

    bagian dari penyakit yang mengalami

    peningkatan yang cukup signifikan

    dari tahun ke tahun, namun penyakit

    ini juga menjadi momok bagi siapa

    saja. Disamping pola pengobatan dan

    terapi yang harus dilakukan secara

    berkala, penyakit stroke juga dapat

    mengakibatkan kecacatan yang

    menahun bagi penderitanya. Stroke

    atau Cerebral Vasculer Accident (

    CVA ) adalah penyakit syaraf yang

    paling sering terjadi dan merupakan

    problem kedokteran yang sangat

    penting karena menjadi penyebabkematian nomor tiga setelah penyakit

    jantung dan kanker (Bonita, 1992).

    Stroke dapat mengakibatkan

    dampak yang banyak mengubah

    kehidupan penderita dari kondisi

    sebelumnya. Berdasarkan hasil

    penelitian World Health Organization

    (WHO) menyebutkan bahwa

    seperlima sampai dengan setengah dari

    penderita stroke mengalami kecacatan

    menahun yang mengakibatkan

    munculnya keputus asaan, merasa diri

    tak berguna, tidak ada gairah hidup,

    disertai keinginan berbicara, makan

    dan bekerja yang menurun. Namun

    duapuluh lima persennya (25%) dapat

    bekerja seperti semula(Hidayati,

    2003).

    Feibel (dalam Hartanti, 2002)

    melaporkan bahwa sepertiga dari 113

    penderitastrokmengalami depresi atau

    tekanan yang sangat besar dan akan

    semakin memberat dan makin sering

    dijumpai sesudah 6 bulan sampai 2

    tahun setelah serangan stroke. Ada

    banyak gejala yang timbul bila terjadi

    serangan stroke, seperti lumpuh

    separuh badan, mulut mencong, bicara

    pelo, sulit menelan, sulit berbahasa

    (kurang dapat mengungkapkan apa

    yang ia inginkan), tidak dapat

    membaca dan menulis, kepandaian

    mundur, mudah lupa, penglihatan

    terganggu, pendengaran mundur,

    perasaan penderita akan lebih sensitif,

    gangguan seksual, bahkan sampai

    mengompol, dan tidak dapat buang air

    besar sendiri. Penyakit ini juga

    mengakibatkan dementia,

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    4/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    44

    dampak dari penyakit stroke dimana

    penderita akan mengalami penurunan

    kemampuan mental yang gejalanya

    tidak ingat lagi dengan kejadian yang

    baru saja terjadi, lupa dengan jalan

    pulang ke rumah, dan lupa akan hari

    dan tanggal.

    Berdasarkan beberapa dampak

    yang ditimbulkan oleh penyakit stroke

    di atas maka akan sangat

    mempengaruhi pula fungsi psikologis

    dari penderita. Secara psikologis,

    penderita stroke memiliki perubahan

    dan keterbatasan dalam bergerak,

    berkomunikasi, dan berfikir yang

    nantinya akan sangat mengganggu

    fungsi peran penderita. Perubahan

    fisik membuat mereka merasa terasing

    dari orang - orang dan mereka

    memiliki persepsi bahwa dirinya tidak

    berguna lagi karena hidup mereka

    lebih banyak bergantung pada orang

    lain, perasaanperasaan tersebut akan

    mulai timbul akibat keterbatasan

    fungsi fisik dari penderita. Kondisi

    stroke yang demikian, penderita akan

    merasa dirinya cacat dan kecacatan ini

    menyebabkan citra diri terganggu,

    merasa diri tidak mampu, jelek,

    memalukan, dan sebagainya. Sebagian

    penderita stroke bahkan tidak dapat

    melakukan pekerjaan seperti biasa.

    Orang-rang yang menderita stroke

    yang pada sebelumnya menduduki

    jabatan penting terpaksa harus

    melepaskan jabatanya tersebut karena

    dampak yang ditimbulkan stroke.

    Kondisi-kondisi tersebutlah yang

    mengakibatkan turunnya harga diri dan

    meningkatkan stres. Kondisi tersebut

    dirasakan sebagai suatu bentuk

    kekecewaan atau krisis yang dialami

    oleh penderita. Hal tersebut

    menimbulkan ketegangan, kecemasan,

    frustasi dalam menghadapi hari esok.Tekanan tekanan tersebutlah yang

    biasanya mengganggu proses

    pengobatan secara medis maupun

    psikologis, sehingga akan semakin

    tinggi pula resiko psikologis yang

    dihadapi oleh penderita. Namun

    dampak dari suatu penyakit, akan

    sangat dipengaruhi oleh bagaimana

    penderita menilai penyakit tersebut,

    sehingga penderita dapat mengolah

    tekanan yang dialami.

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    5/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    45

    Bentuk pengolahan yang

    dilakukan oleh penderita dari perasaan

    cemas dan tekanan dapat dilakukan

    dengan cara strategi coping. Strategi

    coping diartikan sebagai proses atau

    cara untuk mengelola dan mengolah

    tekanan psikis (baik secara eksternal

    maupun internal) yang terdiri atas

    usaha baik tindakan nyata maupun

    tindakan dalam bentuk intrapsikis

    (peredaman emosi, pengolahan input

    dalam kognitif). Strategi coping

    tujuannya adalah untuk menyesuaikan

    diri terhadap tuntutan atau tekanan

    baik dari dalam maupun dari luar

    penderita stroke. Hal tersebut

    dilakukan ketika ada tuntutan yangdirasa oleh penderita menantang atau

    membebani (Lazarus dan Folkman,

    1984).Strategi copingjuga melibatkan

    kemampuan-kemampuan khas

    manusia seperti pikiran, perasaan,

    pemrosesan informasi, proses belajar,

    mengingat dan sebagainya. Implikasi

    proses copingtidak terjadi begitu saja,

    tetapi juga melibatkan pengalaman

    atau proses berfikir seseorang (Herber,

    2003).

    Perilaku coping yang positif

    dapat memberikan manfaat agar

    seseorang mampu dan dapat

    melanjutkan kehidupan walaupun ia

    memiliki masalah, yaitu untuk

    mempertahankan keseimbangan

    emosi, mempertahankan citra diri (self

    image) yang positif, mengurangi

    tekanan lingkungan atau

    menyesuaikan diri terhadap hal-hal

    yang negatif dari hubungan yang

    mencemaskan terhadap orang lain

    (Firdaus, 2004). Pearlin dan Scroler

    (dalam Setianingrum, 2004)

    menambahkan bahwa copingberkaitan

    dengan bentuk-bentuk usaha yang

    dilakukan individu untuk melindungidari tekanan-tekanan psikologis yang

    ditimbulkan pula oleh pengalaman

    sosial. Sehingga secara psikologis

    coping memberikan efek pada

    kekuatan (perasaan tentang konsep diri

    dan kehidupan), reaksi emosi, tingkat

    depresi atau kecemasan serta

    keseimbangan antara perasaan negatif

    dan positif.

    Lazarus dan Folkman (1984)

    membagi coping menjadi 2 bentuk,

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    6/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    46

    yaitu: Problem Fokus Coping (PFC)

    atau coping yang berorientasi pada

    masalah dan Emotional Focused

    Coping (EFC) atau strategi coping

    yang berorientasi pada emosi. Selain

    itu Pareek (1998) membagi strategi

    copingdalam delapan bentuk, yaitu:

    1. Impulnitive, individu menganggap

    tidak ada lagi yang dapat dilakukan

    untuk menghadapi masalah yang

    dihadapi.

    2. Intrapunative, tindakan individu

    untuk menyalahkan dirinya sendiri

    terhadap masalah yang dihadapi

    3. Ekstrapunitive, tindakan agresif

    yang dilakukan individu untuk

    mengatasi permasalahan yang

    dihadapi

    4. Devensive, pengingkaran individu

    ketika menghadapi masalah.

    5. Ipersitive, rasa optimis individu

    bahwa waktu akan menyelesaikan

    masalah yang dihadapi.

    6.

    Intropersitive, individu percaya

    bahwa harus bertindak sendiri

    untuk mengatasi masalahnya.

    7. Intrapersitive, harapan individu

    terhadap orang lain untuk dapat

    menyelesaikan masalahnya.

    8. Interpersitive, kepercayaan

    individu bahwa kerjasama dengan

    orang lain akan dapat membantu

    menyelesaikan masalah yang kini

    dihadapi.

    Perilaku coping yang

    munculkan oleh individu terdapat

    beberapa aspek didalamnya. Menurut

    Carver, dkk (dalam Hapsari dkk, 2002)

    mengungkapkan beberapa aspek yang

    terdapat dalam strategi coping adalah:

    keaktifan diri, perencanaan,

    penerimaan dan religiusitas.

    Sedangkan Pestonjee (dalam Lazarus

    dan Folkman, 1984) membagi aspek

    strategi coping menjadi dua, yaitu :

    1. Pendekatan (approach) yaitu usaha

    individu secara aktif menghadapi

    masalah dan menyelesaikannya

    sehinggan tidak lagi menekan

    2. Penolakan (avoidance) yaitu usaha

    untuk mengurangi ketegangan

    dengan menghindari masalah.

    Strategi coping akan sangat

    mengandalkan adanya faktor

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    7/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    47

    kepribadian dan faktor lingkungan,

    serta masih banyak lagi faktor yang

    melatar belakangi munculnya strategi

    coping oleh penderita stroke, seperti :

    jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia,

    dan status sosial ekonomi yang

    dimiliki penderita. Penggunaan

    Emotion Focused Coping memang

    akan lebih sesuai untuk mengatasi

    stress yang diakibatkan oleh kondisi-

    kondisi yang tidak dapat diubah.

    Rutter (dalam Puspitasari ,

    2009) berpendapat bahwa strategi

    coping stress yang paling efektif

    adalah strategi yang sesuai dengan

    jenis stress dan situasi. Hal senada

    juga dikatakan oleh Rasmun (dalam

    Puspitasari, 2009) mengenai coping

    stress yang efektif menghasilkan

    adaptasi yang menetap yang

    merupakan kebiasaan baru dan

    perbaikan dari situasi yang lama,

    sedangkan coping stress yang tidak

    efektif berakhir dengan maladaptif

    yaitu perilaku yang menyimpang dari

    keinginan normatif dan dapat

    merugikan diri sendiri maupun orang

    lain atau lingkungan.

    Penderita stroke juga

    termasuk makhluk sosial, strategi

    coping yang dimunculkan pada

    penderita stroke akan sangat

    dipengaruhi pula oleh dukungan

    lingkungan sekitarnya baik secara

    moriil maupun materiil, dan dukungan

    ini akan menjadi lebih penting untuk

    membangun kepribadian penderita

    ketika menghadapi permasalahan atau

    tekanan yang menurut penderita sulit

    dihadapi. Dukungan antar individu

    dengan lingkungan sosial bersifat

    timbal balik, dimana lingkungan

    mempengaruhi individu dan individu

    mempengaruhi perkembangan

    lingkungan.

    Dukungan sosial menurut

    Kahn dan Antonuccio (dalam

    Saranson, 1998) merupakan transaksi

    interpersonal yang melibatkan salah

    satu faktor atau lebih dari karakteristik

    berikut ini: afeksi (ekspresi menyukai,

    mencintai, mengagumi dan

    menghormati), penegasan (ekspresi

    persetujuan, penghargaan terhadap

    ketepatan, kebenaran dari beberapa

    tindak pernyataan, pandangan) dan

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    8/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    48

    bantuan (transaksi-transaksi dimana

    bantuan dan pertolongan dapat

    langsung diberikan seperti barang,

    uang, informasi, nasehat, waktu).

    Ditambahkan oleh Katz dan Kahn

    (dalam Setyowati, 1999) bahwa

    dukungan sosial merupakan perasaan

    positif, menyukai kepercayaan dan

    perhatian dari orang lain yang berarti

    dalam hidup manusia, pengakuan

    kepercayaan seseorang dan bantuan

    langsung dalam bentuk-bentuk

    tertentu. Selanjutnya Hopfoll (dalam

    Setyowati, 1999) menyatakan bahwa

    dukungan sosial sebagai interaksi

    sosial atau hubungan sosial yang

    memberikan bantuan yang nyata atauperasaan kasih sayang kepada

    individu atau kelompok yang

    dirasakan oleh yang bersangkutan,

    sebagai perhatian atau cinta.

    Hubungan interpersonal yang tercipta

    dalam suatu dukungan sosial memiliki

    beberapa aspek yang masing-msing

    memiliki ciri-ciri tertentu. Menurut

    Hause (1985) mengklasifikasikan

    aspek dalam dukungan sosial dalam 4

    klasifikasi, yaitu :

    1. Aspek ekonomi

    Setiap individu membutuhkan

    dukungan yang berupa empati,

    cinta, kepercayaan dan kebutuhan

    untuk didengarkan orang- orang

    disekitarnya serta membutuhkan

    orang lain untuk mendiskusikan

    perencanaan hidupnya mendatang.

    2. Askep Penghargaan

    Aspek penilaian dapat berupa

    pemberian penghargaan, sebagai

    timbal balik terhadap apa yang

    telah dilakukan dan dapat pula

    berwujud umpan balik,

    perbandingan soial ataupun

    persetujuan

    3.

    Aspek InformasiAspek ini dapat berupa dukungan

    sosial secara tidak langsung

    tergadap individu, memberikan

    informasi yang dibutuhkan ataupun

    nasehat-nasehat yang dibutuhkan

    oleh individu tersebut.

    4. Aspek instrumental

    Aspek ini dapat berupa saran untuk

    mempermudah individu dalam

    berperilaku yang bertujuan positif

    dan dapat berupa uang, benda

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    9/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    49

    ataupun pekerjaan.

    Kemampuan copingseorang

    penderita stroke akan sangat

    memerlukan input input dari luar

    individu, yaitu dari lingkungan

    sosialnya atau berupa dukungan sosial.

    Sumber sumber dukungan sosial

    dapat berasal dari keluarga sebagai

    lingkup sosial terkecil, kemudian

    lingkup sosial yang lebih luas yaitu

    lingkungan tempat tinggal, rekan

    (sekerja atau komunitas), ataupun dari

    atasannya. Dukungan sosial dapat

    diartikan sebagai kesenangan, bantuan,

    yang diterima seseorang melalui

    hubungan formal dan informal dengan

    yang lain atau kelompok (Gibson

    dalam Andarika, 2004).

    Sarason (1998) menambahkan

    bahwa dukungan sosial akan sangat

    membantu individu untuk melakukan

    penyesuaian atau perilaku copingyang

    positif serta pengembangan

    kepribadian dan dapat berfungsi

    sebagai penahan untuk mencegah

    dampak psikologis yang bersifat

    gangguan. Bentuk dukungan sosial

    yang diberikan oleh lingkungan sosial

    dapat berupa kesempatan untuk

    bercerita, meminta pertimbangan,

    bantuan nasehat, atau bahkan tempat

    untuk mengeluh, perhatian emosional,

    bantuan instrumental, pemberian

    informasi, pemberian penghargaan

    atau bentuk penilaian kepada individu

    yang berupa penghargaan dari

    lingkungan sosialnya. Orford (dalam

    Sirait, 2000) menambahkan ada lima

    bentuk dukungan sosial, yaitu :

    dukungan materi, dukungan emosi,

    dukungan penghargaan, dukungan

    informasi, dan integritas social.

    Selain itu House (1985)

    membagi dukungan sosial menjadi 3

    bentuk:

    1. Instrumental aid (bantuan

    instrumental)

    Menyebutkan bahwa bantuan

    instrumental merupakan tindakan

    atau materi yang diberikan pada

    orang lain yang memungkinkan

    pemenuhan tanggungjawab utuh

    dapat membantu untuk mengatur

    situasi yang menekan.

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    10/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    50

    2. Social-emotional aid (bantuan

    sosial-emosional)

    Merupakan pernyataan tentang

    cinta, perhatian, penghargaan atau

    empati dan sebagian dari kelompok

    yang berfungsi untuk memperbaiki

    perasaan negatif yang khusunya

    disebabkan oleh stres.

    3. Informational aid (bantuan

    informasi)

    Komunikasi tentang opini atau

    kenyataan yang relevan tentang

    kesulitan pada saat ini, misal:

    nasehat atau informasi untuk

    menjadikan individu lebih mampu

    untuk mengatasi tekanan yang kini

    dirasakannya.

    Stroke merupakan penyakit

    gangguan fungsional otak fokal

    maupun global akut dengan gejala dan

    tanda sesuai dengan bagian otak yang

    terkena, yang sebelumnya tanpa

    peringatan; dan dapat sembuh

    sempurna, sembuh dengan cacat atau

    kematian; akibat gangguan aliran

    darah ke otak karena pendarahan

    ataupun non pendarahan (Junaidi,

    2005). WHO (World health

    organization) (dalam Hidayati, 2003)

    menyebutkan bahwa secara patologis

    stroke dapat diklasifikasikan menjadi

    tiga, yaitu:

    1. Infark otak, yaitu kelainan dalam

    pembuluh darah arteri dalam otak

    akibat dari penyumbatan, yang

    mengakibatkan pemenuhan volume

    aliran darah di otak diikuti jaringan

    darah di otak.

    2. Pendarahan sub-arakhroidal, yaitu

    pecahnya pembuluh darah dan

    menyebabkan perembesan pada

    parenkim otak.

    3. Pendarahan intra-serebral, yaitu

    pecahnya pembuluh darah arteri

    yang merupakan cabang dari

    pembuluh darah supervicial

    sehingga terjadi perembesan pada

    pembuluh darah kapiler yang suatu

    saat bisa pecah dan terjadi

    perdarahan yang lebih luas.

    Menurut Junaidi (2005) gejala

    dan tanda yang sering dijumpai pada

    penderita stroke akut adalah: adanya

    kelumpuhan fokal, mati rasa sebelah

    badan, mulut mencong, bicara menjadi

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    11/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    51

    pelo, sulit menelan, sulit berbahasa,

    bicara tidak lancar, tidak memahami

    pembicaraan orang lain, tidak mampu

    membaca dan menulis, sulit berjalan,

    tidak dapat berhitung, onset, serangan

    kelumpuhan sementara, penglihatan

    terganggu, pendengaran terganggu,

    mudah mengangis dan tertawa,

    kelopak mata sulit dibuka, banyak

    tidur, gerakan tidak terkoordinasi,

    gangguan kesadaran.

    Kondisi stroke mengakibatkan

    berbagai aspek dalam kehidupan

    terganggu, yaitu aspek fisik dan aspek

    psikis. Secara fisik kerusakan pada

    pembuluh darah di otak yang

    disebabkan oleh penyumbatan,

    pemecahan ataupun pembengkakan

    akan sangat mengganggu fungsi peran

    dari penderitanya. Secara psikis

    kondisi stroke akan mengakibatkan

    depresi, kemarahan, kehilangan

    kesadaran dan harga diri, isolasi dan

    kelebihan emosi (Shimberg, 1998).

    Kondisi penderita stroke

    sangat mempengaruhi fungsi peran

    penderita, baik dalam berfikir,

    bergerak, ataupun berkomunikasi.

    Keterbatasan tersebut juga

    mempengaruhi fungsi peran psikologis

    penderita, sehingga penderita sangat

    membutuhkan dukungan baik dari

    keluarga, maupun dari lingkungan

    sosialnya sebagai pembentuk strategi

    coping yang dimunculkan oleh

    penderita stroke terhadap lingkungan

    yang berbeda dan dengan kondisi yang

    berbeda pula. Oleh karena itu

    dukungan sosial diharapkan akan

    mengurangi ketegangan psikologis dan

    menstabilkan kembali emosi para

    penderita stroke, mendatangkan

    perasaan aman dalam diri seseorang.

    Ini dapat menjadikan penderita merasatenang yang pada akhirnya lebih

    percaya diri dalam menyelesaikan

    setiap permasalahan psikis yang

    dialami karena penyakit stroke.

    Berdasarkan latar belakang

    permasalahan diatas, maka peneliti

    membuat rumusan masalah sebagai

    berikut: Apakah ada hubungan antara

    dukungan sosial dan strategi coping

    pada panderitastroke? .

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    12/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    52

    METODE

    Subjek dalam penelitian ini

    adalah penderitastrokeyang berada di

    RSUD DR. Moewardi Surakarta yang

    sedang rawat inap. Teknik sampling

    yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah Purposive Non Random

    Sampling. Peneliti mengambil sampel

    semua penderita Stroke yang ada di

    Bangsal Angrek I. Akan tetapi,

    mengingat penderita stroke memiliki

    riwayat yang sangat komplek maka

    peneliti mengambil sampel yang lolos

    skrining test MMSE (Mini Mental

    State Examination), dengan skor 15

    point ke atas. Pasien dengan skor 18

    point ke atas, dalam artian pasien

    dalam kondisi sadar penuh (compos

    metis) dan mampu berkomunikasi

    secara verbal.

    Skala yang digunakan dalam

    penelitian ini secara keseluruhan

    terdiri atas dua macam skala, yaitu:

    1. Skala Strategi Coping

    Strategi copingpada penderita

    Strokediungkap dengan skala strategi

    coping yang disusun oleh Anggarini

    (2009), berdasarkan aspek-aspek

    strategi coping menurut Carver, dkk

    (dalam Hapsari, Usmi, dan Taufik,

    2002) yaitu keaktifan diri,

    perencanaan, penerimaan, dan

    religiusitas. Skala ini mempunyai

    korelasi validitas yang bergerak dari

    (rbt) 0,344 sampai 0,910 dengan nilai

    p yang bergerak pada kisaran 0,000

    sampai dengan 0,014 (p < 0,05).

    Sedangkan reliabilitas dari skala

    strategi coping menunjukan (rtt)

    sebesar 0,959.

    2. Skala Dukungan Sosial

    Dukungan sosial diungkapdengan skala dukungan sosial yang

    disusun oleh oleh Setiawan (2007)

    dengan mengacu pada aspek-aspek

    dukungan sosial dari Hause (1985)

    yaitu informatif, penghargaan,

    instrumental dan aspek emosional.

    Skala ini mempunyai koefisien

    validitas berkisar antara 0,257

    samapai dengan 0,601 dengan p 0,6. Nugroho (dalam

    Setiawan (2007). Dari hasil analisis

    diketahui nilai Cronbach alphaaitem

    dukungan sosial sebesar 0,808.

    Analisis data yang digunakan

    dalam penelitian ini adalah korelasi

    Product Moment Pearson sehingga

    analisis datanya menggunakan metode

    statistik. Teknik analisis data yang

    digunakan untuk mengetahui

    hubungan antara Dukungan Sosial dan

    Strategi CopingPada Penderita Stroke

    adalah Korelasi Product Moment

    Pearson (Hadi, 2000). Sedangkan

    untuk mengetahui perbedaan strategi

    copingantara pria dan wanita, peneliti

    menggunakan analisa uji- T.

    HASIL

    1. Uji Asumsi

    a. Uji Normalitas

    Uji normalitas sebaran

    bertujuan untuk mengetahui

    normal atau tidaknya penyebaran

    dari variabel penelitian dari

    populasi. Berdasarkan dari uji

    normalitas pada variabel dukungan

    sosial diperoleh nilai p = 0,981 (p

    > 0,05) yang berarti dukungan

    sosial mempunyai sebaran yang

    normal. Variabel strategi coping

    memperoleh nilai p = 0,876 (p >

    0,05), yang berarti strategi coping

    memiliki sebaran normal.

    b. Uji Linearitas

    Uji linearitas hubungan

    bertujuan untuk mengetahui

    linearitas hubungan antara variabel

    bebas dengan variabel tergantung.

    Berdasarkan hasil uji linearitas

    hubungan dengan variabeldukungan sosial dengan strategi

    coping pada penderita stroke

    diperoleh nilai F beda = 0,651

    dengan p = 0,793 (p > 0,05) yang

    berarti korelasinya linier.

    2. Uji Hipotesis

    Setelah dilakukan uji asumsi,

    langkah selanjutnya adalah

    melakukan perhitungan untuk

    menguji hipotesis yang diajukan

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    14/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    54

    dengan teknik analisis korelasi

    Product Moment. Berdasarkan

    hasil perhitungan diperoleh nilai

    korelasi (r) sebesar 0,563 dengan

    (p = 0,001), yang berarti adanya

    hubungan positif yang signifikan

    antara dukungan sosial dan strategi

    coping pada penderita Stroke.

    Semakin tinggi dukungan sosial

    yang diperoleh penderita stroke

    maka akan semakin positif

    strategi coping yang dimunculkan

    oleh penderita stroke, dan begitu

    pula sebaliknya.

    Peranan atau sumbangan

    efektif dukungan sosial terhadap

    strategi coping pada penderita

    stroke adalah sebesar SE = 31.7%

    dan 68.3% dari faktor lain yang

    tidak diteliti oleh peneliti.

    PEMBAHASAN

    Berdasarkan hasil analisis

    dengan menggunakan teknik analisis

    korelasi Product Moment diperoleh

    nilai r sebesar 0,563 dengan p = 0,000

    (p = 0,01) yang dapat diartikan bahwa

    adanya hubungan positif yang

    signifikan antara dukungan sosial

    dengan strategi coping pada penderita

    stroke. Artinya, semakin tinggi

    dukungan sosial yang diperoleh

    penderita akan semakin baik pula

    strategi copingyang dimunculkan oleh

    penderita stroke, begitu pula

    sebaliknya. Hal ini berarti hipotesis

    yang diajukan diterima.

    Hal ini menunjukkan bahwa

    dukungan sosial dengan aspek-aspek

    yang ada didalamnya dapat dijadikan

    sebagai prediktor untuk memprediksi

    strategi coping pada penderita

    stroke. Secara psikologis,

    apabila dukungan dari lingkungan

    sosial penderita stroke mampu

    mengoptimalkan aspek emosional,

    penghargaan, informasi, dan

    instrumental berupa perhatian, nasehat,

    saran, pemberian pekerjaan, dsb, maka

    dukungan sosial tersebut akan mampu

    meningkatkan strategi copingpada

    penderita stroke sehingga

    penderita merasa bahwa dirinya masih

    dibutuhkan, diperhatikan, dan merasa

    bahwa dirinya tidak berbeda dengan

    manusia yang lain. Dukungan sosial

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    15/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    55

    akan mengurangi ketegangan

    psikologis dan menstabilkan kembali

    emosi para penderita stroke

    (Andarika, 2004), semakin

    tingginya dukungan sosial yang

    diperoleh seseorang maka semakin

    rendah ketegangan psikologis pada

    orang tersebut, sehingga dapat

    menciptakan penyesuaian diri yang

    positif dalam masyarakat (Sarafino,

    1998). Dukungan sosial yang

    diberikan kepada individu, secara

    emosional akan merasa lega, karena

    individu merasa bahwa dirinya

    diperhatikan, mendapatkan dukungan,

    saran atau kesan yang menyenangkan

    pada dirinya (Koentjoro, 2003).

    Dukungan dari lingkungan

    sosial penderita akan mampu

    meningkatkan atau membuat cara

    pandang yang akan mempengaruhi

    munculnya strategi copingyang positif

    pada penderita stroke. Hal ini sesuai

    dengan pendapat dari Cutrona (dalam

    Rusmini 2003) bahwa orang akan

    lebih dapat menyelesaikan tugas yang

    berat dan sulit apabila mendapatkan

    dukungan dari lingkungan sosialnya.

    Dukungan dari lingkungan sosial

    keluarga dapat meringankan rasa sakit

    pada penderita stroke sebagai bentuk

    pengobatan secara psikis bagi

    penderita (Rusmini, 2003). Dukungan

    ini sangat penting untuk membentuk

    ketenangan, kenyamanan, dan sebagai

    pembuktian keeksistensiannya sebagai

    manusia yang hidup bersama dalam

    lingkup sosial.

    Hasil penelitian ini

    menujukkan rerata empirik dukungan

    sosial 85.7000 yang berarti dukungan

    sosial pada penderita stroke pada

    subjek penelitian tergolong sedang

    (cukup), dapat diartikan bahwa adanya

    interaksi atau hubungan yang

    diberikan pada penderita stroke dari

    lingkungan sosial penderita dalam

    bentuk pemberian saran, informasi,

    nasehat, perhatian, dan persetujuan.

    Dukungan sosial tersebut mencakup

    dukungan dalam hal emosional,

    instrumental, penghargaan atau

    penilaian, maupun dukungan dalam

    bentuk informasi yang dibutuhkan

    subjek. Dukungan sosial yang cukup

    bermanfaat untuk menurunkan

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    16/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    56

    kemungkinan sakit dan mempercepat

    kesembuhan baik secara fisik maupun

    secara psikologis (Ruwaida, 2002).

    Dengan adanya dukungan sosial yang

    sesuai dengan apa yang dibutuhkan

    oleh individu maka individu tersebut

    akan merasa lebih percaya diri, serta

    sikap yang dapat menerima kenyataan,

    dapat mengembangkan kesadaran diri,

    berfikir positif, memiliki kemandirian,

    dan mempunyai kemampuan untuk

    memiliki serta mencapai segala

    sesuatu yang diinginkan, jika

    memperoleh dukungan sosial berupa

    perhatian, menghargai, dan dicintai

    oleh orang lain (Antony dalam

    Anggoro, 2006). Menambahkan pulaViktor (dalam Anggoro, 2006) bahwa

    dengan adanya dukungan sosial maka

    individu akan lebih optimis dalam

    menghadapi kehidupan saat ini

    ataupun pada masa yang akan datang,

    lebih terampil memenuhi kebutuhan

    psikologisnya dan mempunyai tingkat

    kecemasan yang lebih rendah,

    mempertinggi interpersonal skill,

    mempunyai kemampuan mengatasi

    sesuatu dan penuh semangat hidup.

    Sedangkan rerata empirik dari

    strategi coping sebesar = 60.7000

    yang berarti strategi coping yang

    diterima oleh subjek atau penderita

    stroketergolong tinggi artinya usaha

    yang dilakukan atau dimunculkan oleh

    penderitastroketergolong tinggi untuk

    mengolah, mengurangi dan

    meminimalisir tekanan stroke dengan

    merencanakan langkah-langkah untuk

    pengobatan, lebih banyak

    berinstropeksi diri, dan banyak

    mengisi waktu luang dengan

    berinteraksi dengan meminta nasehat

    ataupun saran baik dengan keluarga

    atau tetangga. Hal ini sesuai pendapat

    dari Firdausi (2004) yangmengungkapkan bahwa perilaku

    copingyang positif dapat memberikan

    manfaat kepada sesorang untuk dapat

    melanjutkan hidup dengan

    mempertahankan keseimbangan

    emosi, citra diri yang positif,

    merencanakan kembali masa depan,

    menyesuaikan diri dengan lingkungan

    dan lebih mendekatkan diri kepada

    Tuhan YME. Perilaku coping yang

    tinggi (Positif) dapat memberikan

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    17/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    57

    manfaat agar seseorang dapat

    melanjutkan masa depan walaupun ia

    memiliki masalah, yaitu untuk

    mempertahankan keseimbangan

    emosi, mempertahankanself-image

    yang positif, mengurangi tekanan

    ligkungan atau menyesuaikan diri

    terhadap hal-hal negatif dan hubungan

    yang mencemaskan orang lain (Taylor

    dalam Firdausi, 2004).

    Strategi coping akan

    dimunculkan apabila seseorang

    menghadapi situasi yang dirasa

    mengancam (Billing, dkk, 2000), baik

    mengancam secara psikis maupun

    secara fisik, serta mengancam

    eksistensinya sebagai manusia yang

    berada dalam lingkungan sosialnya.

    Maka ketika seseorang ini

    membutuhkan dukungan dari

    lingkungan sosialnya untuk

    memunculkan strategi coping yang

    positif. Hasil penelitian ini

    membuktikan bahwa hipotesis yang

    diajukan peneliti dapat terbukti, yaitu

    adanya hubungan yang positif antara

    dukungan sosial dengan strategi

    copingpada penderitastroke,

    meskipun strategi coping tidak hanya

    dipengaruhi oleh variabel dukungan

    sosial saja, hal ini diketahui dari

    sumbangan efektif (SE) dukungan

    sosial terhadap strategi coping31,7 %,

    sehingga masih ada 68,3 % faktor lain

    yang mempengaruhi strategi coping

    yang dimunculkan oleh penderita

    stroke, seperti: jenis kelamin, tingkat

    pendidikan, status sosial-ekonomi,

    perkembangan usia, konteks

    lingkungan dan sumber individu

    (Pramadi dan Lasmono, 2003).

    Berdasarkan jenis kelamin

    menurut hasil analisis t-test

    menunjukkan rerata yang beda antara

    laki-laki dan perempuan dalam

    memunculkan strategi coping, rerata

    pada perempuan sebesar = 54.7500

    dan rerata laki-laki sebesar 64.6667

    dengan p = 0,08 (p > 0,05). Hal ini

    dipertegas (Nursasi 2002) perbedaan

    jenis kelamin menunjukkan adanya

    perbedaan dalam pemilihan coping.

    Wanita tampak lebih bersemangat

    dalam mencari jalan keluar

    dibandingkan pria, dan jenis coping

    yang berfokus pada emotional kurang

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    18/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    58

    diminati oleh para pria. Setiap individu

    mempunyai strategi coping masing-

    masing dan akan disesuaikan dengan

    keadaan masing-masing. Menurut

    Rutter ( dalam Puspitasari ,2009 )

    coping stress yang paling efektif

    adalah strategi yang sesuai dengan

    jenis stress dan situasi. Lazarus dan

    Folkman (1984) membagi coping

    menjadi 2 bentuk, yaitu: Problem

    Focused Coping (PFC) atau coping

    yang berorientasi pada masalah dan

    Emotional Focused Coping(EFC) atau

    strategicopingyang berorientasi pada

    emosi. Cheng (2001) mengungkapkan

    bahwa strategi copingyang

    berorientasi pada emosi (EFC) adalahstrategi yang kurang tepat dalam

    meredamkan stress karena kondisi

    emosional individu yang tidak stabil

    sehingga tidak atau kurang efektif

    apabila menggunakan copong jenis ini.

    Hal ini dipertegas lagi oleh

    Tanumidjojo,dkk (dalam Puspitasari,

    2009) bahwa strategi copingakan

    sangat mengandalkan adanya faktor

    kepribadian dan faktor lingkungan,

    serta masih banyak lagi faktor yang

    melatar belakangi munculnya strategi

    copingoleh penderita stroke, seperti :

    jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia,

    dan status sosial ekonomi yang

    dimiliki penderita.

    SIMPULAN

    Berdasarkan uraian diatas

    dapat disimpulkan bahwa pria dan

    wanita mempunyai strategi coping

    tertentu dalam menghadapi

    permasalahan dan situasi yang

    dihadapi, serta faktor dari dalam diri

    individu.

    DAFTAR RUJUKAN

    Andarika, R. 2004. Burnout pada

    Perawat Putri RS. St. Elizabeth

    Semarang Ditinjau Dari

    Dukungan Sosial. Jurnal

    PSYCHE. Palembang

    Anggarani, F. 2009. Hubungan antara

    dukungan sosial dan strategi

    coping pada pasca stroke.

    Skripsi (Tidak Diterbitkan).

    Surakarta. UMS

    Anggoro, F. 2006. Hubungan antara

    Dukungan Sosial dan

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    19/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    59

    KecenderunganBerfikir Positif

    dengan Daya Tahan Terhadap

    Stress pada Wanita Karier.

    Skripsi (Tidak Diterbitkan).

    Surakarta : UMS.

    Arikunto, S. 2006. Prosedur

    Penelitian Suatu Pendekatan

    Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

    Arina. 2005. Askep Pasien dengan

    Gangguan Vascularisasi

    Cerebral (Stroke) (Tinjauan

    Pustaka). Hand Out Kuliah.

    (Tidak Diterbitkan). Surakarta:

    Fakultas Kesehatan Universitas

    Muhammadiyah Surakarta.

    Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala

    Psikologi. Yogyakarta :

    Pustaka Belajar Offset.

    . 2007. Reliabilitas dan

    Validitas. Yogyakarta : Pustaka

    Belajar Offset.

    Basuki, L. Yudiarso, A. Tanumidjojo.

    2004. Stress dan PerilakuCoping Pada Remaja

    Penyandang Diabetes Mellitus

    Tipe-1. Jurnal Anima , Vol.19,

    No. 4, 399406.

    Billing, A.G., Cronkite, R.C. and

    Moos, R.H. 2000. Coping,

    stress, and social resources

    among adult with unipolar

    depression. Journal of

    Personality and Social

    Psychology, 47, 877-891.

    Bonita, R. 1992. Epidemioligy Of

    Stroke.New York: John Wiley

    and Sons.

    Cahyaningtias, N. 2002. Hubungan

    antara Dukungan Sosial

    dengan MotifBerprestasi Anak

    Underchiever. Skripsi ( tidak

    diterbitkan ). Surakarta : UMS.

    Chaplin, J. P. 2001. Kamus Psikologi

    Lengkap. Diterjemahkan oleh

    Dr. Kartini Kartono. Jakarta :

    Rajawali Press.

    Cheng. 2001. Strees, Coping dan

    Penyakit. Jakarta : Arta Karya

    Firdausi. 2004.Depresi, Upaya

    dan Cara Mengatasinya.

    Semarang : Dahara.

    Firdausi. 2004. Depresi, Upaya dan

    cara mengatasinya. Semarang :

    Dahara.

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    20/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    60

    Hadi, S. 2000. Metodologi Research

    Jilid I. Yogyakarta : Andy.

    Hapsari, R. A. Usmi, K. Taufik. 2002.

    Perjuangan Hidup Pengungsi

    Kerusuhan Etnis (Studi

    Kualitatif tentang Bentuk-

    Bentuk perilaku coping pada

    Pengungsi di Madura).

    Indigenous, Vol. 6, No. 2, 122-

    129.

    Hartanti. 2002. Peran Sense of Humor

    dan Dukungan sosial Pada

    Tingkat Depresi Penderita

    Dewasa Pasca Stroke. Anima,

    Indonesian Psychological

    Journal. Vol. 17. No. 2. H.

    107-119.

    Hause, J. S.and Kahn, R. L. 1985.

    Measurement and Consept of

    Social Support. New York :

    Academic Press Inc.

    Herber. 2003. Catatan Ilmu

    Kedokteran Jiwa. Surabaya :Airlangga University Press.

    Hidayati, V. H. 2003. Depresi Pasca

    Stroke Pada Lansia di Panti

    Wreda Ditinjau dari

    Penerimaan Diri dan

    Efektivitas Komunikasi

    Interpersonal. Skripsi. (Tidak

    Diterbitkan). Semarang:

    Fakultas Psikologi Universitas

    Khatolik Soegijapranata.

    Johnson, D. W and Johnson, P. F.

    1999. Joining Together Group

    Theory and Group Skills.

    Fourth Edition. New Jersey :

    Prentice Hall.

    Junaidi, Iskandar. 2005. Panduan

    Praktis Pencegahan dan

    Pengobatan Stroke. Jakarta:

    PT. Buana Ilmu Populer

    Kelompok Gramedia.

    Kuntjoro, Z.S. 2002. Dukungan Sosial

    Pada Lansia. www.e-

    psikologi.com

    Lazarus, R. S, and Folkman, S. 1984.

    Coping and Adaptation, New

    York /London: The Guilford

    Press.

    Lumbantobing. 2001. Gangguan

    Fungsi Luhur pada Penderita

    Stroke. Makalah, Bangkalan:

    Jawa Timur.

    http://www.e-psikologi.com/http://www.e-psikologi.com/http://www.e-psikologi.com/http://www.e-psikologi.com/
  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    21/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    61

    Marlina. 2001. Jantung dan Stroke.

    Jakarta : Buwana.

    Mutadin. 2004. Pengelolaan Stress.

    Palembang : Wijaya Pustaka.

    Pareek, P. 1998. Psikologi Populer

    Depresi dan Elasi. Jakarta :

    Arcan.

    Pramadi, A dan Lasmono. 2003.

    Penyesuaian Psikologi.

    Semarang : Cetak Aksara.

    Puspitasari, E.P. 2009. Peran

    Dukungan Keluarga Pada

    Penanganan Penderita

    Skizofrenia. Skripsi. (Tidak

    diterbitkan). Surakarta.

    Fakultas Psikologi UniversitasMuhammadiyah Surakarta.

    Rusmini, S. 2003. Stroke dalam

    Lingkungan Sosial. Yogyakarta

    : Deboss.

    Rustiana, H. 2003. Gambaran post

    traumatic stress disorder (

    PTSD ) dan perilaku coping

    anak anak korban kerusuhan

    Maluku. Tazkiyah. Vol. 3.

    No.1, 4663.

    Ruwaida, A.Salmah, L. Rosana, D.

    2006. Hubungan Antara

    Kepercayaan Diri dan

    Dukungan Keluarga dengan

    Kesiapan Menghadapi Masa

    Menepouse.Indegenous, Jurnal

    ilmiah berkala psikologi. Vol.

    8, No. 2, Hal.7699.

    Sarafino, E. P. 1998. Health

    Psychology: Biopsychological

    Interactions. New York: John

    Wiley And Sons.

    Sarason, I. G. 1998. Abnormal

    Psychology.6th

    Ed. New Jersey

    : Pentice Hall.

    _______. 1985. Life events, Social

    Support, and Illnes. Journal

    Psychosomatic

    Medicine vol 47, No. 2 (March/April

    1985).

    Setianingrum. 2004. Strategi Coping

    Menghadapi Kecemasan pada

    Pasien Paraplegia. Skripsi(tidak diterbitkan ). Surakarta :

    Fakultas Psikologi Universitas

    Muhammadiyah Surakarta.

    Setyowati, D. R. 1999. Hubungan

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    22/23

    TALENTA PSIKOLOGI

    Vol. II, No. 1, Februari 2013

    62

    Antara Dukungan Sosial

    dengan Kecemasan

    Menghadapi Sempitnya

    Lapangan Pekerjaan. Skripsi

    (tidak diterbitkan). Surakarta :

    Fakultas Psikologi Universitas

    Muhammadiyah Surakarta.

    Setiawan, M. S. F. 2007. Hubungan

    Antara Dukungan Sosial Dan

    Kestabilan Emosi Dengan

    Kecenderungan Depresi

    Postpartum Di Rumah Sakit

    Bersalain Taman Harapan

    Baru Bekasi. Surakarta :

    program studi psikologi

    Universitas Sahid Surakarta.

    Simberg. 1998. Depresi pada Pasien

    Stroke. Jiwa Indonesia

    Psychiatry Quart. Vol. XXVIII.

    No. 3.

    Sirait, Y. 2000. Penyakit dan Budaya

    Sosial. Bandung : Rosdakarya.

    Thomas, E. 1998. Stroke, Penyebab

    dan Pencegahannya. Alih

    bahasa : Dr. Andry Hartono.

    Jakarta : Pustaka Press.

    Wahyu, R. M, 2006.Hubungan Antara

    Konsep Diri dan Perilaku

    Coping denganInterksi Sosial

    pada Anak Asuh.Skripsi (tidak

    diterbitkan ). Surakarta :

    Fakultas Psikologi Universitas

    Muhammadiyah Surakarta.

  • 7/24/2019 After Stroke Coping

    23/23