agama pada anak

19
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah merupakan suatu makhluk yang mempunyai beberapa kebutuhan baik itu kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya. Kebutuan-kebutuhan itu ada yang sifatnya apabila tidak dipenuhi bisa berpengaruh pada kehiduan. Berkenaan dengan kebutuhan jasmani dan rohani itu ada suatu kebutuhan yang yang bersifat universal atau setiap manusia mempunyai kebutuhan tersebut atau dengan kata lain suatu kebutuhan yang sudah merupakan kodrat. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan agama. Karena dengan adanya kebutuhan ini manusia akan mengetahui siapa dirinya sesungguhnya, dan untuk apa dia diciptakan. Jadi, kebutuhan agama perlu ditanamkan pada usia tertentu, agar kelak manusia itu mempunyai suatu pemahaman tentang agama yang baik nantinya. Usia yang baik atau perkembangan jiwa beragama ini agar lebih jelasnya pemakalah akan mencoba menguraikannya dalam makalah yang sederhana ini. Ada Sekolompok ahli yang berpendapat bahwa timbulnya jiwa keagamaan itu dari lingkungan, karena anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk yang religious. Menurut pendapat ini, anak yang baru

Upload: aiu4free

Post on 28-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Agama Pada Anak

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Manusia adalah merupakan suatu makhluk yang mempunyai beberapa

kebutuhan baik itu kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani untuk

melangsungkan hidup dan kehidupannya. Kebutuan-kebutuhan itu ada yang

sifatnya apabila tidak dipenuhi bisa berpengaruh pada kehiduan.

Berkenaan dengan kebutuhan jasmani dan rohani itu ada suatu

kebutuhan yang yang bersifat universal atau setiap manusia mempunyai

kebutuhan tersebut atau dengan kata lain suatu kebutuhan yang sudah merupakan

kodrat. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan agama. Karena dengan adanya

kebutuhan ini manusia akan mengetahui siapa dirinya sesungguhnya, dan untuk

apa dia diciptakan.

Jadi, kebutuhan agama perlu ditanamkan pada usia tertentu, agar kelak

manusia itu mempunyai suatu pemahaman tentang agama yang baik nantinya.

Usia yang baik atau perkembangan jiwa beragama ini agar lebih jelasnya

pemakalah akan mencoba menguraikannya dalam makalah yang sederhana ini.

Ada Sekolompok ahli yang berpendapat bahwa timbulnya jiwa

keagamaan itu dari lingkungan, karena anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk

yang religious. Menurut pendapat ini, anak yang baru dilahirkan lebih mirip

binatang dan bahkan anak seekor kera lebih bersifat kemanusiaan daripada bayi

manusia itu sendiri.

Ada pula sekolompok ahli yang berpendapat bahwa anak sejak

dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan. Namun fitrah ini baru berfungsi

dikemudian hari setelah melalui proses bimbingan dan latihan.

B.     Rumusan Masalah

1. Apa saja Teori tentang Sumber Kejiwaan Agama ?

2. Bagaimana Timbulnya Jiwa Keagamaan pada Anak ?

3. Bagaimana Perkembangan Agama pada Anak-anak ?

4. Apa saja sifat-sifat Agama pada Anak-anak ?

Page 2: Agama Pada Anak

2

Page 3: Agama Pada Anak

3

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Teori Tentang Sumber Kejiwaan Agama

            Sumber jiwa agama menurut para ahli dapat digolongkan menjadi 2

golongan yaitu yang berpandangan monistik dan yang berpandangan fakulty.

1. Teori Monistik : (Mono=Satu)

Teori monistik berpendapat, bahwa yang menjadi sumber

kejiwaan agama itu adalah satu sumber kejiwaan. Selanjutnya sumber tunggal

manakah yang dimaksud yang paling dominan sebagai sumber kejiwaan itu

timbul beberapa pendapat, yaitu yang dikemukakan oleh :

a.       Thomas Van Aquino

Sesuai dengan masanya Thomas Aquino mengemukakan,

bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu, ialah berpikir.

Manusia ber-Tuhan karena manusia menggunakan kemampuan

berpikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan

berpikir manusi itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap

mendapat tempatnya hingga sekarang di mana para ahli mendewakan

rasio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama.

b.      Fredrick Hegel

Hampir sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Thomas Van Aquino, maka filosof Jerman ini berpendapatk agama

adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat

kebenaran abadi.

2. Teori Fakulti (Faculty Theory)

Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia tidak

bersumber pada suatu faktor yang tunggal tetapi terdiri atas beberapa unsure,

antara lain yang dianggap memegang peranan penting adalah : fungsi cipta

(reason), rasa (emotion) dan karsa (will).

Demikian pula perbuatan manusia yang bersifat keagamaan

dipengaruhi dan ditentukan oleh tiga fungsi tersebut :

Page 4: Agama Pada Anak

4

a. Cipta (reason) berperanan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran

suatu agama berdasarkan pertimbangan intelek seseorang.

b. Rasa(emotion) menimbulkansikap batin yang seimbang dan positif dalam

menghayati kebenaran ajaran agama.

c. Karsa (will) menimbulkan amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang

benar dan logis.

Salah satu tokoh teori ini adalah Zakiah Daradjat. Dr. Zakiah Daradjat

berpendapat bahwa pada diri manusia itu terdapat kebutuhan pokok. Beliau

mengemukakan, bahwa selain dari kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani

manusia pun mempunyai suatu kebutuhan akan adanya kebutuhan akan

keseimbangan dalam kehidupan jiwanya agar tidak mengalami tekanan.

Unsur-unsur kebutuhan yang dikemukakan yaitu :

a. Kebutuhan akan rasa kasih sayang; kebutuhan yang menyebabkan

manusia mendambakan rasa kasiha. Sebagai pernyataan tersebut dalam

bentuk negatifnya dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari,

misalnya : mengeluh, mengadu, menjilat kepada atasan

mengambinghitamkan orang dan lain sebagainya. Akibat dari tidak

terpenuhinya kebutuhan ini maka akan timbul gejala psiko-somatis

misalnya ; hilang nafsu makan, pesimis, keras kepala, kurang tidur dan

lain-lain.

b. Kebutuhan akan rasa aman; kebutuhan yang mendorong manusi

mengharapkan adanya perlindungan. Kehilangan rasa aman ini akan

mengakibatkan manusia sering curiga, nakal, mengganggu, membela diri,

mengguakan jimat-jimat dan lain-lain. Kenyataan dalam kehidupan ialah

adanya kecenderungan manusia mencari perlindungan dari kemungkitan

gangguan terhadap dirinya, misalnya: system perdukunan, pertapaan dan

lain-lain.

c. Kebutuhan akan rasa harga diri, kebutuhan yang bersifat individual yang

mendoron manusia agar dirinya dihormati dan diakui oleh orang lain.

Dalam kenyataan terlihat mislnya; sikap sombong, ngambek, sifat sok

tahu dan lain-lain. Kehilangan rasa harga diri ini akan mengakibatkan

tekanan batin, misalnya sakit jiwa: delusi dan illusi.

Page 5: Agama Pada Anak

5

d. Kebutuhan akan rasa bebas: kebutuhan yang menyebabkan seseorang

bertindak secara bebas, untuk mencapai kondisi dan situasi rasa lega.

e. Kebutuhan akan rasa sukses: kebutuhan manusia yang menyebabkan ia

mendambakan rasa keinginan untuk dibina dalam bentuk penghargaan

terhadap hasil karyanya. Jika kebutuhan akan rasa sukses ini ditekan,

maka seseorang yang mengalami hal tersebut akan kehilangan harga

dirinya.

f. Kebutuhan akan rasa ingin tahu (mengenal); kebutuhan yang

menyebabkan manusia selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu. Jika

kebutuhan ini diabaikan akan mengakibatkan tekanan batin, oleh karena

itu kebutuhan ini harus disalurkan untuk memenuhi pemuasan pembinaan

pribadinya.

Menurut Dr. Zakiah Darajat selanjutnya gabungan dari keenam

macam kebutuhan tersebut menyebabkan orang memerlukan agama. Melalui

agama kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat disalurkan. Dengan melaksanakan

ajaran agama secara baik maka kebutuhan akan rasa kasih saying, rasa aman,

rasa harga diri, rasa bebas, rasa sukses dan rasa ingin tahu akan terpenuhi.

B.     TIMBULNYA JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK

Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis.

Walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan

yang bersifat laten. Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui

bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada usia dini

Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya maka seorang anak menjadi

dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya, yaitu :

1. Prinsip Biologis

Secara fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah. Dalam

segala gerak dan tindak tanduknya ia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang

dewasa sekelilingnya. Dengan kata lain ia belum dapat berdiri sendiri karena

manusia bukanlah merupakan makhluk instinktif. Keadaan tubuhnya belum

tumbuh secara sempurna untuk difungsikan secara maksimal.

2. Prinsip tanpa daya

Page 6: Agama Pada Anak

6

Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya

maka anak yang baru dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu

mengharapkan bantuan dari orang tuanya. Ia sama sekali tidak berdaya untuk

mengurus dirinya sendiri.

3. Prinsip Eksplorasi

Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang

dibawanya sejak lahir baik jasmani maupun rohani memerlukan pengembangan

melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya baru akan berfungsi secara

sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi mental lainnya pun baru

akan menjadi baik dan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta

bimbingan dapat diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya

Kesemuanya itu tidak dapat dipenuhi secara sekaligus melainkan

melalui pentahapan. Demikian juga perkembangan agama pada diri anak.

Timbulnya Agama Pada Anak

Menurut beberapa ahli anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk

yang religious. Adapula yang berpendapat sebaliknya bahwa anak sejak dilahirkan

telah membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di kemudian hari

melalui proses bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan.

Masalah tersebut marilah kita kemukakan beberapa teori mengenai

pertumbuhan agama pada anak itu antara lain :

1.      Rasa ketergantungan (Sense of Depende)

Teori ini dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four Wishes.

Menurutnya manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan yaitu :

keinginan untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru

(new experience), keinginan untuk mendapat tanggapan (response) dan

keinginan untuk dikenal (recognition). Berdasarkan kenyataan dan kerjasama

dari keempat keinginan itu, maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam

ketergantungan. Melalui pengalaman-pengalaman yang diterimanya dari

lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan pada diri anak.

2.      Instink Keagamaan

Page 7: Agama Pada Anak

7

Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki

beberapa instink di antaranya instink keagamaan. Belum terlihat tindak

keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang

kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna. Misalnya instink social

pada anak sebagai potensi bawaannya sebagai makhluk homo socius, baru

berfungsi setgelah naka dapat bergaul dan berkembang untuk berkomunikasi.

Jadi instink social itu tergantung dari kematangan fungsi lainnya. Demikian

pula instink keagamaan.

C.    PERKEMBANGAN AGAMA PADA ANAK-ANAK

Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak itu

melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development of Religios

on Children ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu

melalui tiga tingkatan yaitu :

1. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)

Tingkata ini dimulai pada anak yang berusia 3 – 6 tahun. Pada tingkatan ini

konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi.

Pada tingkat perkembangan ini akan menghayati konsep ke Tuhanan sesuai

dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih

banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun

anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-

dongeng yang kurang masuk akal.

2. The Realistic Stage (Tingkatan Kenyataan)

Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga sampai ke usia

(masa usia) adolesense. Pada masa ini die ke Tuhanan anak sudah

mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realis).

Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran

agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak di

dasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep

Tuhan yang formalis. Berdarkan hak itu maka pada masa ini anak-anak

tertarik dan senang pada lembaga keagamaan yang mereka lihat dikelola oleh

Page 8: Agama Pada Anak

8

orang dewasa dalam lingkungan mereka. Segala bentuk tindak (amal)

keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan penuh minat.

3. The Individual Stage (Tingkat Individu)

Pada tingkat ini akan telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi

sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang

individualistis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu :

a. Konsep ke Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan

dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh

pengaruh luas.

b. Konsep ke Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan

yang bersifat personal (perorangan)

c. Konsep Ke Tuhanan yang bersifat humanistic. Agama telah menjadi etos

humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan

ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh factor intern yaitu perkembangan

usia dan factor ekstern berupa pengaruh luar yang dialaminya.

D.    SIFAT-SIFAT AGAMA PADA ANAK-ANAK

Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami

sifat agama pada anak-anak. Sesuai dengan cirri yang mereka miliki, maka sifat

agama pada anak-anak tumbuh mengikuti pola ideas concept on outhority, ide

keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh factor dari luar diri mereka. Hal

tersebut dapat dimengerti karena anak sejak usia muda telah melihat, mempelajari

hal-hal yang berada di luar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa-

apa yang dikerjakan dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang

sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan agama. Orang tua mempunyai

pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki.

Dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama merupakan kebiasaan yang

menjadi milik mereka yang mereka pelajari dan para orang tua maupun guru

mereka. Bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa

walaupun belum mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran tersebut. Berdasarkan

hal itu maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas :

1.      Unreflective ( Tiak mendalam)

Page 9: Agama Pada Anak

9

Dalam penelitian Machion tentang jumlah konsep ke Tuhanan pada diri

anak 73 % mereka menganggap Tuhan itu bersifat seperti manusia. Dalam

suatu sekolah bahkan ada siswa yang mengatakan bahwa Santa Klaus

memotong jenggotnya untuk membuat bantal. Dengan demikian anggapan

mereka terhadap ajara agama dapat saja mereka terima dengan tanpa kritik.

Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam sehingga cukup

sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang

kadang-kadang kurang masuk akal. Meskipun demikian pada beberapa

orang anak terdapat mereka yang memiliki ketajaman pikiran untuk

menimbang pendapat yang mereka terima dari orang lain. Penelitian Praff

mengemukakan dua contoh tentang hal itu :

a.       Suatu peristiwa seorang anak mendapat keterangan dari ayahnya bahwa Tuhan

selalu mengabulkan permintaan hamba-Nya. Kebetulan seorang anak lalu di

depan sebuah toko mainan. Sang anak tertarik pada sebuah topi berbentuk

kerucut. Sekembalinya ke rumah ia langsung berdoa kepada Tuhan untuk apa

yang diingininya itu. Karena hal itu diketahui oleh ibunya, maka itu ditegur.

Ibunya berkata bahwa dalam berdoa tak boleh seseorang memaksakan Tuhan

untuk mengabulkan barang yang diinginkannya itu. Mendengar hal tersebut anak

tadi langsung mengemukakan pertanyaan : “ Mengapa “?

b.      Seorang anak perempuan diberitahukan tentang doa yang dapat menggerakan

sebuah gunung. Berdasarkan pengetahuan tersebut maka pada suatu kesempatan

anak itu berdoa selama beberapa jam agar Tuhan memindahkan gunung-gunung

yang ada di daerah Washington ke laut. Karena keinginannya itu tidak terwujud

maka semenjak itu ia tak mau berdoa lagi.

Dua contoh diaatas menunjukkan bahwa anak itu sudah menunjukkan pemikiran

yang kritis, walaupun bersifat sederhana, menurut penelitian pikiran kritis baru

timbul pada usia 12 tahun sejalan dengan pertumbuhan moral. Di usia tersebut,

bahkan anak kurang cerdas pun menunjukkan pemikiran yang korektif. Di sini

menunjukkan bahwa anak meragukan kebenaran ajaran agama pada aspek-aspek

yang bersifat kongkret.

2.      Egosentris

Page 10: Agama Pada Anak

10

Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia

perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan

pengalamannya. Apabila kesadaran akan diri itu mulai subur pada diri anak, maka

tumbuh keraguan pada rasa egonya. Semakin bertumbuh semakin meningkat pula

egoisnya. Sehubungan dengan hal itu maka dalam masalah keagamaan anak telah

menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut konsep keagamaan yang

mereka pandang dari kesenangan pribadinya. Seorang anak yang kurang

mendapat kasih sayang dan selalu mengalami tekanan akan bersifat kekanak-

kanakan (childish) dan memiliki sifat ego yang rendah. Hal yang demikian

menganggu pertumbuhan keagamaannya.

3.      Anthromorphis

Pada umumnya konsep mengenai ke Tuhanan pada anak berasal dari hasil

pengalamannya ke kala ia berhubungan dengan orang lain. Tapi suatu kenyataan

bahwa konsep ke Tuhanan mereka tampak jelas menggambarkan aspek-aspek

kemanusiaan.

Melalui konsep yang berbentuk dalam pikiran mereka menganggap bahwa

perikeadaan Tuhan itu sama dengan manusia. Pekerjaan Tuhan mencari dan

menghukum orang yang berbuat jahat di saat orang itu berada dalam tempat yang

gelap.

Surge terletak di langit dan untuk tempat orang yang baik. Anak menganggap

bahwa Tuhan dapat melihat segala perbuatannya langsung ke rumah-rumah

mereka sebagai layaknya orang mengintai. Pada anak yang berusia 6 tahun

menurut penelitian Praff, pandangan anak tentang Tuhan adalah sebagai berikut :

Tuhan mempunyai wajah seperti manusia, telinganya lebar dan besar. Tuhan

tidak makan tetapi hanya minum embun.

Konsep ke Tuhanan yang demikian itu mereka bentuk sendiri berdasarkan fantasi

masing-masing.

4.      Verbalis dan Ritualis

Dari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak

sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan). Mereka menghapal

secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan selain itu pula dari amaliah yang

mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntutan yang diajarkan

Page 11: Agama Pada Anak

11

kepada mereka. Sepintas lalu hal tersebut kurang ada hubungannya dengan

perkembangan agama pada anak di masa selanjutnya tetapi menurut penyelidikan

hal itu sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan agama anak itu di usia

dewasanya. Bukti menunjukkan bahwa banyak orang dewasa yang taat karena

pengaruh ajaran dan praktek keagamaan yang dilaksanakan pada masa anak-anak

mereka. Sebaliknya belajar agama di usia dewasa banyak mengalami kesuburan.

Latihan-latihan bersifat verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat ritualis

(praktek) merupakan hal yang berarti dan merupakan salah satu cirri dari tingkat

perkembangan agama pada anak-anak.

5.      Imitatif

Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan

yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Berdoa dan

sholat misalnya mereka laksanakan karena hasil melihat perbuatan di lingkungan,

baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif. Pada ahli jiwa

menganggap, bahwa dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung. Sifat

peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada anak.

Menurut penelitian Gillesphy dan Young terhadap sejumlah mahasiswa di salah

satu perguruan tinggi menunjukkan, bahwa anak yang tidak mendapat pendidikan

agama dalam keluarga tidak akan dapat diharapkan menjadi pemilik kematangan

agama yang kekal.

Walaupun anak mendapat ajaran agama tidak semata-mata berdasarkan yang

mereka memperoleh sejak kecil namun pendidikan keagamaan (religious

paedagogis) sangat mempengaruhi terwujudnya tingkah laku keagamaan

(religious behavior) melalui sifat meniru itu.

6.      Rasa heran

Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada

anak. Maka rasa kagum pada anak ini belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka

hanya kagum pada keindahan lahiriyah saja. Rasa kagum mereka dapat disalurkan

melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.

Page 12: Agama Pada Anak

12

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis.

Walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan

yang bersifat laten. Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui

bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada usia dini.

Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami

sifat agama pada anak-anak. Sesuai dengan cirri yang mereka miliki, maka sifat

agama pada anak-anak tumbuh mengikuti pola ideas concept on outhority, ide

keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh factor dari luar diri mereka. Hal

tersebut dapat dimengerti karena anak sejak usia muda telah melihat, mempelajari

hal-hal yang berada di luar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa-

apa yang dikerjakan dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang

sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan agama. Orang tua mempunyai

pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki.

Dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama merupakan kebiasaan yang

menjadi milik mereka yang mereka pelajari dan para orang tua maupun guru

mereka. Bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran. Banyak teori yang

mengemukakan perkembangan agama pada anak atau remaja. Namun, sejatinya

sama tujuannya yaitu untuk mendapatkan kebenaran agama yang hakiki.