agama pada anak
TRANSCRIPT
![Page 1: Agama Pada Anak](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071921/55cf9c3f550346d033a92e93/html5/thumbnails/1.jpg)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah merupakan suatu makhluk yang mempunyai beberapa
kebutuhan baik itu kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani untuk
melangsungkan hidup dan kehidupannya. Kebutuan-kebutuhan itu ada yang
sifatnya apabila tidak dipenuhi bisa berpengaruh pada kehiduan.
Berkenaan dengan kebutuhan jasmani dan rohani itu ada suatu
kebutuhan yang yang bersifat universal atau setiap manusia mempunyai
kebutuhan tersebut atau dengan kata lain suatu kebutuhan yang sudah merupakan
kodrat. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan agama. Karena dengan adanya
kebutuhan ini manusia akan mengetahui siapa dirinya sesungguhnya, dan untuk
apa dia diciptakan.
Jadi, kebutuhan agama perlu ditanamkan pada usia tertentu, agar kelak
manusia itu mempunyai suatu pemahaman tentang agama yang baik nantinya.
Usia yang baik atau perkembangan jiwa beragama ini agar lebih jelasnya
pemakalah akan mencoba menguraikannya dalam makalah yang sederhana ini.
Ada Sekolompok ahli yang berpendapat bahwa timbulnya jiwa
keagamaan itu dari lingkungan, karena anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk
yang religious. Menurut pendapat ini, anak yang baru dilahirkan lebih mirip
binatang dan bahkan anak seekor kera lebih bersifat kemanusiaan daripada bayi
manusia itu sendiri.
Ada pula sekolompok ahli yang berpendapat bahwa anak sejak
dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan. Namun fitrah ini baru berfungsi
dikemudian hari setelah melalui proses bimbingan dan latihan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Teori tentang Sumber Kejiwaan Agama ?
2. Bagaimana Timbulnya Jiwa Keagamaan pada Anak ?
3. Bagaimana Perkembangan Agama pada Anak-anak ?
4. Apa saja sifat-sifat Agama pada Anak-anak ?
![Page 2: Agama Pada Anak](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071921/55cf9c3f550346d033a92e93/html5/thumbnails/2.jpg)
2
![Page 3: Agama Pada Anak](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071921/55cf9c3f550346d033a92e93/html5/thumbnails/3.jpg)
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Tentang Sumber Kejiwaan Agama
Sumber jiwa agama menurut para ahli dapat digolongkan menjadi 2
golongan yaitu yang berpandangan monistik dan yang berpandangan fakulty.
1. Teori Monistik : (Mono=Satu)
Teori monistik berpendapat, bahwa yang menjadi sumber
kejiwaan agama itu adalah satu sumber kejiwaan. Selanjutnya sumber tunggal
manakah yang dimaksud yang paling dominan sebagai sumber kejiwaan itu
timbul beberapa pendapat, yaitu yang dikemukakan oleh :
a. Thomas Van Aquino
Sesuai dengan masanya Thomas Aquino mengemukakan,
bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu, ialah berpikir.
Manusia ber-Tuhan karena manusia menggunakan kemampuan
berpikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan
berpikir manusi itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap
mendapat tempatnya hingga sekarang di mana para ahli mendewakan
rasio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama.
b. Fredrick Hegel
Hampir sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Thomas Van Aquino, maka filosof Jerman ini berpendapatk agama
adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat
kebenaran abadi.
2. Teori Fakulti (Faculty Theory)
Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia tidak
bersumber pada suatu faktor yang tunggal tetapi terdiri atas beberapa unsure,
antara lain yang dianggap memegang peranan penting adalah : fungsi cipta
(reason), rasa (emotion) dan karsa (will).
Demikian pula perbuatan manusia yang bersifat keagamaan
dipengaruhi dan ditentukan oleh tiga fungsi tersebut :
![Page 4: Agama Pada Anak](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071921/55cf9c3f550346d033a92e93/html5/thumbnails/4.jpg)
4
a. Cipta (reason) berperanan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran
suatu agama berdasarkan pertimbangan intelek seseorang.
b. Rasa(emotion) menimbulkansikap batin yang seimbang dan positif dalam
menghayati kebenaran ajaran agama.
c. Karsa (will) menimbulkan amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang
benar dan logis.
Salah satu tokoh teori ini adalah Zakiah Daradjat. Dr. Zakiah Daradjat
berpendapat bahwa pada diri manusia itu terdapat kebutuhan pokok. Beliau
mengemukakan, bahwa selain dari kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani
manusia pun mempunyai suatu kebutuhan akan adanya kebutuhan akan
keseimbangan dalam kehidupan jiwanya agar tidak mengalami tekanan.
Unsur-unsur kebutuhan yang dikemukakan yaitu :
a. Kebutuhan akan rasa kasih sayang; kebutuhan yang menyebabkan
manusia mendambakan rasa kasiha. Sebagai pernyataan tersebut dalam
bentuk negatifnya dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya : mengeluh, mengadu, menjilat kepada atasan
mengambinghitamkan orang dan lain sebagainya. Akibat dari tidak
terpenuhinya kebutuhan ini maka akan timbul gejala psiko-somatis
misalnya ; hilang nafsu makan, pesimis, keras kepala, kurang tidur dan
lain-lain.
b. Kebutuhan akan rasa aman; kebutuhan yang mendorong manusi
mengharapkan adanya perlindungan. Kehilangan rasa aman ini akan
mengakibatkan manusia sering curiga, nakal, mengganggu, membela diri,
mengguakan jimat-jimat dan lain-lain. Kenyataan dalam kehidupan ialah
adanya kecenderungan manusia mencari perlindungan dari kemungkitan
gangguan terhadap dirinya, misalnya: system perdukunan, pertapaan dan
lain-lain.
c. Kebutuhan akan rasa harga diri, kebutuhan yang bersifat individual yang
mendoron manusia agar dirinya dihormati dan diakui oleh orang lain.
Dalam kenyataan terlihat mislnya; sikap sombong, ngambek, sifat sok
tahu dan lain-lain. Kehilangan rasa harga diri ini akan mengakibatkan
tekanan batin, misalnya sakit jiwa: delusi dan illusi.
![Page 5: Agama Pada Anak](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071921/55cf9c3f550346d033a92e93/html5/thumbnails/5.jpg)
5
d. Kebutuhan akan rasa bebas: kebutuhan yang menyebabkan seseorang
bertindak secara bebas, untuk mencapai kondisi dan situasi rasa lega.
e. Kebutuhan akan rasa sukses: kebutuhan manusia yang menyebabkan ia
mendambakan rasa keinginan untuk dibina dalam bentuk penghargaan
terhadap hasil karyanya. Jika kebutuhan akan rasa sukses ini ditekan,
maka seseorang yang mengalami hal tersebut akan kehilangan harga
dirinya.
f. Kebutuhan akan rasa ingin tahu (mengenal); kebutuhan yang
menyebabkan manusia selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu. Jika
kebutuhan ini diabaikan akan mengakibatkan tekanan batin, oleh karena
itu kebutuhan ini harus disalurkan untuk memenuhi pemuasan pembinaan
pribadinya.
Menurut Dr. Zakiah Darajat selanjutnya gabungan dari keenam
macam kebutuhan tersebut menyebabkan orang memerlukan agama. Melalui
agama kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat disalurkan. Dengan melaksanakan
ajaran agama secara baik maka kebutuhan akan rasa kasih saying, rasa aman,
rasa harga diri, rasa bebas, rasa sukses dan rasa ingin tahu akan terpenuhi.
B. TIMBULNYA JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK
Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis.
Walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan
yang bersifat laten. Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui
bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada usia dini
Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya maka seorang anak menjadi
dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya, yaitu :
1. Prinsip Biologis
Secara fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah. Dalam
segala gerak dan tindak tanduknya ia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang
dewasa sekelilingnya. Dengan kata lain ia belum dapat berdiri sendiri karena
manusia bukanlah merupakan makhluk instinktif. Keadaan tubuhnya belum
tumbuh secara sempurna untuk difungsikan secara maksimal.
2. Prinsip tanpa daya
![Page 6: Agama Pada Anak](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071921/55cf9c3f550346d033a92e93/html5/thumbnails/6.jpg)
6
Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya
maka anak yang baru dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu
mengharapkan bantuan dari orang tuanya. Ia sama sekali tidak berdaya untuk
mengurus dirinya sendiri.
3. Prinsip Eksplorasi
Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang
dibawanya sejak lahir baik jasmani maupun rohani memerlukan pengembangan
melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya baru akan berfungsi secara
sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi mental lainnya pun baru
akan menjadi baik dan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta
bimbingan dapat diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya
Kesemuanya itu tidak dapat dipenuhi secara sekaligus melainkan
melalui pentahapan. Demikian juga perkembangan agama pada diri anak.
Timbulnya Agama Pada Anak
Menurut beberapa ahli anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk
yang religious. Adapula yang berpendapat sebaliknya bahwa anak sejak dilahirkan
telah membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di kemudian hari
melalui proses bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan.
Masalah tersebut marilah kita kemukakan beberapa teori mengenai
pertumbuhan agama pada anak itu antara lain :
1. Rasa ketergantungan (Sense of Depende)
Teori ini dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four Wishes.
Menurutnya manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan yaitu :
keinginan untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru
(new experience), keinginan untuk mendapat tanggapan (response) dan
keinginan untuk dikenal (recognition). Berdasarkan kenyataan dan kerjasama
dari keempat keinginan itu, maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam
ketergantungan. Melalui pengalaman-pengalaman yang diterimanya dari
lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan pada diri anak.
2. Instink Keagamaan
![Page 7: Agama Pada Anak](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071921/55cf9c3f550346d033a92e93/html5/thumbnails/7.jpg)
7
Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki
beberapa instink di antaranya instink keagamaan. Belum terlihat tindak
keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang
kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna. Misalnya instink social
pada anak sebagai potensi bawaannya sebagai makhluk homo socius, baru
berfungsi setgelah naka dapat bergaul dan berkembang untuk berkomunikasi.
Jadi instink social itu tergantung dari kematangan fungsi lainnya. Demikian
pula instink keagamaan.
C. PERKEMBANGAN AGAMA PADA ANAK-ANAK
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak itu
melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development of Religios
on Children ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu
melalui tiga tingkatan yaitu :
1. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Tingkata ini dimulai pada anak yang berusia 3 – 6 tahun. Pada tingkatan ini
konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi.
Pada tingkat perkembangan ini akan menghayati konsep ke Tuhanan sesuai
dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih
banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun
anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-
dongeng yang kurang masuk akal.
2. The Realistic Stage (Tingkatan Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga sampai ke usia
(masa usia) adolesense. Pada masa ini die ke Tuhanan anak sudah
mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realis).
Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran
agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak di
dasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep
Tuhan yang formalis. Berdarkan hak itu maka pada masa ini anak-anak
tertarik dan senang pada lembaga keagamaan yang mereka lihat dikelola oleh
![Page 8: Agama Pada Anak](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071921/55cf9c3f550346d033a92e93/html5/thumbnails/8.jpg)
8
orang dewasa dalam lingkungan mereka. Segala bentuk tindak (amal)
keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan penuh minat.
3. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini akan telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi
sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang
individualistis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu :
a. Konsep ke Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan
dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh
pengaruh luas.
b. Konsep ke Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan
yang bersifat personal (perorangan)
c. Konsep Ke Tuhanan yang bersifat humanistic. Agama telah menjadi etos
humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan
ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh factor intern yaitu perkembangan
usia dan factor ekstern berupa pengaruh luar yang dialaminya.
D. SIFAT-SIFAT AGAMA PADA ANAK-ANAK
Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami
sifat agama pada anak-anak. Sesuai dengan cirri yang mereka miliki, maka sifat
agama pada anak-anak tumbuh mengikuti pola ideas concept on outhority, ide
keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh factor dari luar diri mereka. Hal
tersebut dapat dimengerti karena anak sejak usia muda telah melihat, mempelajari
hal-hal yang berada di luar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa-
apa yang dikerjakan dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang
sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan agama. Orang tua mempunyai
pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki.
Dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama merupakan kebiasaan yang
menjadi milik mereka yang mereka pelajari dan para orang tua maupun guru
mereka. Bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa
walaupun belum mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran tersebut. Berdasarkan
hal itu maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas :
1. Unreflective ( Tiak mendalam)
![Page 9: Agama Pada Anak](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071921/55cf9c3f550346d033a92e93/html5/thumbnails/9.jpg)
9
Dalam penelitian Machion tentang jumlah konsep ke Tuhanan pada diri
anak 73 % mereka menganggap Tuhan itu bersifat seperti manusia. Dalam
suatu sekolah bahkan ada siswa yang mengatakan bahwa Santa Klaus
memotong jenggotnya untuk membuat bantal. Dengan demikian anggapan
mereka terhadap ajara agama dapat saja mereka terima dengan tanpa kritik.
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam sehingga cukup
sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang
kadang-kadang kurang masuk akal. Meskipun demikian pada beberapa
orang anak terdapat mereka yang memiliki ketajaman pikiran untuk
menimbang pendapat yang mereka terima dari orang lain. Penelitian Praff
mengemukakan dua contoh tentang hal itu :
a. Suatu peristiwa seorang anak mendapat keterangan dari ayahnya bahwa Tuhan
selalu mengabulkan permintaan hamba-Nya. Kebetulan seorang anak lalu di
depan sebuah toko mainan. Sang anak tertarik pada sebuah topi berbentuk
kerucut. Sekembalinya ke rumah ia langsung berdoa kepada Tuhan untuk apa
yang diingininya itu. Karena hal itu diketahui oleh ibunya, maka itu ditegur.
Ibunya berkata bahwa dalam berdoa tak boleh seseorang memaksakan Tuhan
untuk mengabulkan barang yang diinginkannya itu. Mendengar hal tersebut anak
tadi langsung mengemukakan pertanyaan : “ Mengapa “?
b. Seorang anak perempuan diberitahukan tentang doa yang dapat menggerakan
sebuah gunung. Berdasarkan pengetahuan tersebut maka pada suatu kesempatan
anak itu berdoa selama beberapa jam agar Tuhan memindahkan gunung-gunung
yang ada di daerah Washington ke laut. Karena keinginannya itu tidak terwujud
maka semenjak itu ia tak mau berdoa lagi.
Dua contoh diaatas menunjukkan bahwa anak itu sudah menunjukkan pemikiran
yang kritis, walaupun bersifat sederhana, menurut penelitian pikiran kritis baru
timbul pada usia 12 tahun sejalan dengan pertumbuhan moral. Di usia tersebut,
bahkan anak kurang cerdas pun menunjukkan pemikiran yang korektif. Di sini
menunjukkan bahwa anak meragukan kebenaran ajaran agama pada aspek-aspek
yang bersifat kongkret.
2. Egosentris
![Page 10: Agama Pada Anak](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071921/55cf9c3f550346d033a92e93/html5/thumbnails/10.jpg)
10
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia
perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan
pengalamannya. Apabila kesadaran akan diri itu mulai subur pada diri anak, maka
tumbuh keraguan pada rasa egonya. Semakin bertumbuh semakin meningkat pula
egoisnya. Sehubungan dengan hal itu maka dalam masalah keagamaan anak telah
menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut konsep keagamaan yang
mereka pandang dari kesenangan pribadinya. Seorang anak yang kurang
mendapat kasih sayang dan selalu mengalami tekanan akan bersifat kekanak-
kanakan (childish) dan memiliki sifat ego yang rendah. Hal yang demikian
menganggu pertumbuhan keagamaannya.
3. Anthromorphis
Pada umumnya konsep mengenai ke Tuhanan pada anak berasal dari hasil
pengalamannya ke kala ia berhubungan dengan orang lain. Tapi suatu kenyataan
bahwa konsep ke Tuhanan mereka tampak jelas menggambarkan aspek-aspek
kemanusiaan.
Melalui konsep yang berbentuk dalam pikiran mereka menganggap bahwa
perikeadaan Tuhan itu sama dengan manusia. Pekerjaan Tuhan mencari dan
menghukum orang yang berbuat jahat di saat orang itu berada dalam tempat yang
gelap.
Surge terletak di langit dan untuk tempat orang yang baik. Anak menganggap
bahwa Tuhan dapat melihat segala perbuatannya langsung ke rumah-rumah
mereka sebagai layaknya orang mengintai. Pada anak yang berusia 6 tahun
menurut penelitian Praff, pandangan anak tentang Tuhan adalah sebagai berikut :
Tuhan mempunyai wajah seperti manusia, telinganya lebar dan besar. Tuhan
tidak makan tetapi hanya minum embun.
Konsep ke Tuhanan yang demikian itu mereka bentuk sendiri berdasarkan fantasi
masing-masing.
4. Verbalis dan Ritualis
Dari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak
sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan). Mereka menghapal
secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan selain itu pula dari amaliah yang
mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntutan yang diajarkan
![Page 11: Agama Pada Anak](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071921/55cf9c3f550346d033a92e93/html5/thumbnails/11.jpg)
11
kepada mereka. Sepintas lalu hal tersebut kurang ada hubungannya dengan
perkembangan agama pada anak di masa selanjutnya tetapi menurut penyelidikan
hal itu sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan agama anak itu di usia
dewasanya. Bukti menunjukkan bahwa banyak orang dewasa yang taat karena
pengaruh ajaran dan praktek keagamaan yang dilaksanakan pada masa anak-anak
mereka. Sebaliknya belajar agama di usia dewasa banyak mengalami kesuburan.
Latihan-latihan bersifat verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat ritualis
(praktek) merupakan hal yang berarti dan merupakan salah satu cirri dari tingkat
perkembangan agama pada anak-anak.
5. Imitatif
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan
yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Berdoa dan
sholat misalnya mereka laksanakan karena hasil melihat perbuatan di lingkungan,
baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif. Pada ahli jiwa
menganggap, bahwa dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung. Sifat
peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada anak.
Menurut penelitian Gillesphy dan Young terhadap sejumlah mahasiswa di salah
satu perguruan tinggi menunjukkan, bahwa anak yang tidak mendapat pendidikan
agama dalam keluarga tidak akan dapat diharapkan menjadi pemilik kematangan
agama yang kekal.
Walaupun anak mendapat ajaran agama tidak semata-mata berdasarkan yang
mereka memperoleh sejak kecil namun pendidikan keagamaan (religious
paedagogis) sangat mempengaruhi terwujudnya tingkah laku keagamaan
(religious behavior) melalui sifat meniru itu.
6. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada
anak. Maka rasa kagum pada anak ini belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka
hanya kagum pada keindahan lahiriyah saja. Rasa kagum mereka dapat disalurkan
melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.
![Page 12: Agama Pada Anak](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071921/55cf9c3f550346d033a92e93/html5/thumbnails/12.jpg)
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis.
Walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan
yang bersifat laten. Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui
bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada usia dini.
Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami
sifat agama pada anak-anak. Sesuai dengan cirri yang mereka miliki, maka sifat
agama pada anak-anak tumbuh mengikuti pola ideas concept on outhority, ide
keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh factor dari luar diri mereka. Hal
tersebut dapat dimengerti karena anak sejak usia muda telah melihat, mempelajari
hal-hal yang berada di luar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa-
apa yang dikerjakan dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang
sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan agama. Orang tua mempunyai
pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki.
Dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama merupakan kebiasaan yang
menjadi milik mereka yang mereka pelajari dan para orang tua maupun guru
mereka. Bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran. Banyak teori yang
mengemukakan perkembangan agama pada anak atau remaja. Namun, sejatinya
sama tujuannya yaitu untuk mendapatkan kebenaran agama yang hakiki.