aglomerasi maminasata1.pdf
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
I - 1
BAB I
P E N D A H U L U A N
1.1 Latar Belakang
Kebijakan pembangunan sektor transportasi yang merujuk pada arahan pengembangan tataran
transportasi antara pusat dan daerah yang serasi dan sinerjis dalam mencapai keseimbangan
pembangunan antar daerah yang mantap dan dinamis diharapkan mampu menumbuhkan dan
memanfaatkan sarana dan prasarana transportasi secara optimal dalam rangka peningkatan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.
Dalam konteks tersebut, pengembangan sistim jaringan transportasi kawasan aglomerasi
Mamminasata menjadi penting dalam konsepsi tataran nasional, propinsi, dan tataran
kabupaten/kota dengan menerapkan seluruh sistim transportasi yang menyangkut sub sistim
jaringan, sub sistim pergerakan, sub sistim aktivitas dan sub sistim lingkungan (regulasi dan
dinamikan ruang global) yang saling berinteraksi dalam siklus akan membentuk simpul
pelayanan jasa transportasi yang
efisien dan efektif pada wilayah
tatarannya.
Indikator keberhasilan pembangunan
di kawasan aglomerasi Mamminasata
Sulawesi Selatan yang meliputi Kota
Makassar, Kabupaten Maros,
Kabupaten Gowa dan Kabupaten
Takalar dengan luas 2.462,3 Km2,
jumlah penduduk 2,269 juta jiwa
(2007) sangat dipengaruhi oleh
tataran struktural transportasi yang
disebutkan di atas.
Peran transportasi pada kawasan
aglomerasi Mamminasata sebagai urat nadi mobilitas manusia, barang dan jasa dengan fungsi
sebagai penggerak, pendorong, dan penunjang pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang cukup
Sebagian dari gambar peserta lomba “Kotaku di tahun 2020” (Jica, 2006)
(
MMMaaammmmmmiiinnnaaasssaaatttaaa.........KKKoootttaaakkkuuu
dddiii TTTaaahhhuuunnn 222000222000
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
I - 2
signifikan di kawasan ini dalam satu dasa warsa terakhir telah mendorong pesatnya laju
pembangunan di segala bidang terutama dalam bidang sosial ekonomi, seperti berkembangnya
kawasan fungsional permukiman & Kota Baru Gowa-Maros, kawasan perkantoran/pemerintahan
(Jl. A. Pettarani dsk), kawasan perdagangan dan jasa (Jl. Urip Sumoharja-Perintis Kemerdekaan-
Kota Maros, kawasan pengembangan pendidikan Unhas (eks pabrik gula Gowa) dan UIN
(Samata Gowa), kawasan budidaya pertanian dan perikanan (bagian Timur dan Selatan
Mamminasata). Dengan kondisi yang demikian ini menjadikan aktivitas masyarakat sehari-hari
semakin meningkat, sehingga menuntut tersedianya sistim transportasi (prasarana jaringan dan
pelayanan pendukungnya) yang memadai dan mampu menjadi penunjang dan pendukung
kegiatan secara optimal sebagai alat untuk mengatasi jarak, waktu dan biaya dalam mobilitas
kawasan.
Sebagai derived demand, sistim transportasi sebagai bagian dari suatu fungsi masyarakat sehari-
hari di kawasan aglomerasi Mamminasata, masih juga ditemukan ketidakseimbangan antara
demand dan supply pada suatu sistim jaringan transportasi dan pelayanannya tersebut. Masih
lemahnya dukungan sistim informasi transportasi (SIT) yang memadai untuk perencanaan jangka
pendek, menengah maupun jangka panjang (lintas wilayah dan sector), di samping keterbatasan
biaya dan waktu. Sehingga sistim jaringan dan pelayanan transportasi yang diidamkan pada
kawasan ini yang bersumber dari perencanaan dan dukungan regulasi (Permenhub) dalam
implementasinya belum dapat mengakomodasikan seluruh kepentingan aktivitas masyarakat
sebagai pelaku pergerakan kawasan aglomerasi.
Selain itu, dengan kondisi karakteristik geografis kawasan aglomerasi Mamminasata yang relatif
berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya serta dukungan infrastruktur penunjang
transportasi juga mengakibatkan tingkat aksesibilitas (jarak, waktu dan biaya) pergerakan
masyarakat dalam beraktivitas (sosial, ekonomi dan teknologi) menjadi relatif lama, biaya tinggi
dan sulit mencapai titik keseimbangan rasional.
Dengan semakin terbatasnya anggaran pembangunan menuntut perubahan pola pikir ke arah
perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan dan pengembangan sarana-prasarana
perhubungan secara efektif, sesuai dengan permintaan yang berdasarkan realitas pola aktivitas,
pola pergerakan, sebaran pergerakan serat keunggulan komparatif antar dan interzone dalam
kawasan Aglomerasi Mamminasata yang terbentuk dalam suatu tataran transportasi sejalan
dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan kota maupun kawasan Mamminasata sebagai
suatu kerangka sistim transportasi nasional yang utuh.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
I - 3
1.1.1 Gambaran Umum Kawasan Aglomerasi Mamminasata
Wilayah Metropolitan Mamminasata, atau juga disebut Metropolitan Mamminasata, meliputi
Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar yang dibentuk berdasarkan SK Gubernur
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2003. Wilayah Mamminasata mencakup seluruh kecamatan di
Kota Makassar dan Kabupaten Takalar, kecuali 2 dari 14 kecamatan di Maros dan 6 dari 16
kecamatan di Gowa. Pengecualian tersebut dilakukan mengingat jarak lokasi kecamatan yang
jauh dari wilayah metropolitan. Luas wilayah Mamminasata adalah 2.462,3 km2 (246.230 ha)
dengan total jumlah penduduk sekitar 2,06 juta jiwa (2003).
Provinsi Sulawesi Selatan diharapkan dapat memimpin pembangunan sosial ekonomi di kawasan
Timur Indonesia sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat. Perekonomian Provinsi Sulawesi
Selatan akhir-akhir ini menunjukkan kinerja yang cukup baik, berhasil meraih tingkat
pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang lebih tinggi dari tahun 1999
sampai dengan 2002 (4,8%) dibandingkan dengan rata-rata nasional (4,0%). Meski demikian,
produktivitas tenaga kerjanya (Rp.3,2 juta) lebih rendah sekitar Rp. 1 juta dari pada produktivitas
tenaga kerja nasional. Kinerja perekonomian Sulawesi Selatan beberapa tahun terakhir
ditunjukkan pada Gambar 1.1 berikut.
Prod
uktif
itas
Tena
ga K
erja
(199
3 H
arga
Tet
ap; j
uta.
Rp)
, 200
2
DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Jawa Timur Jawa Barat
Sumatera Utara
Sulawesi Selatan
Papua
BaliSulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
-5
0
5
10
15
20
25
0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7%
Indonesia: 4.0%
Indonesia: 4.25 juta. Rp.
Perubahan PDRB (CAGR), 1999-2002
Prod
uktif
itas
Tena
ga K
erja
(199
3 H
arga
Tet
ap; j
uta.
Rp)
, 200
2
DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Jawa Timur Jawa Barat
Sumatera Utara
Sulawesi Selatan
Papua
BaliSulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
-5
0
5
10
15
20
25
0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7%
Indonesia: 4.0%
Indonesia: 4.25 juta. Rp.
Perubahan PDRB (CAGR), 1999-2002 Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 1.1: Kinerja Perekonomian Provinsi Sulawesi Selatan (1999-2002)
Meskipun pada kenyataannya Provinsi Sulawesi Selatan telah mencapai pertumbuhan
perekonomian yang lebih tinggi dalam beberapa tahun terakhir, namun PDRB per kapita di
Sulawesi Selatan (Rp. 4,41 juta pada tahun 2002) masih tetap berada pada tingkat yang rendah,
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
I - 4
atau sekitar 61% dari rata-rata PDB (Produk Domestik Bruto) per kapita di Indonesia (Rp. 7,26
juta). Sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 1.1, PDB Sulawesi Selatan menunjukkan 2,3%
dari PDB nasional, sedangkan penduduknya sekitar 3,8% dari total penduduk di Indonesia.
Tabel 1.1 Perbandingan Sosio-Ekonomi Sulawesi Selatan Wilayah Sulawesi Indonesia Penduduk (2003) („000) 8.253 15.382 215.276 Bagian Penduduk (Sulawesi) 53% - - Bagian Penduduk (Indonesia) 3,8% 7,1% - PDRB (2002) (Rp.juta) 36.550.293 69.193.213 1.610.011.612 Bagian PDRB (Sulawesi) 52% - - Bagian PDRB (Indonesia) 2,3% 4.3% - PDRB per kapita (Rp.) 4.412.138 4.487.962 7.262.048
Sumber: Buku Tahunan Statistik Indonesia 2003, BPS
Dari perekonomian Sulawesi Selatan, Wilayah Mamminasata berada dalam posisi memimpin
dari segi skala dan pertumbuhan PDRB, serta dalam produktivitas tenaga kerja. Wilayah
Mamminasata memberi kontribusi sebanyak 36 % dari total PDB Provinsi, sementara 77% dari
PDRB Mamminasata disumbangkan oleh Kota Makassar. Kinerja perekonomian di wilayah
Mamminasata saat ini ditunjukkan pada Gambar 1.2.
Perubahan PDRB (CAGR), 2000-2003
Prod
uktif
itas
Tena
ga K
erja
(199
3 H
arga
Tet
ap; j
uta.
Rp)
, 200
3
Luwu Utara
BantaengBone
Bulukumba
Jeneponto
MajeneMamuju
Pangkep
PareparePinrang
Polmas
Selayar
Sidrap
SinjaiSoppeng
Wajo
Mamminasata
Barru
0
1
2
3
4
5
6
7
8
-8% -6% -4% -2% 0% 2% 4% 6% 8%
Sulawesi Selatan: 2.5%
South Sulawesi: 3.77 Mill. Rp.
Makassar
76.8%
Perubahan PDRB (CAGR), 2000-2003
Prod
uktif
itas
Tena
ga K
erja
(199
3 H
arga
Tet
ap; j
uta.
Rp)
, 200
3
Luwu Utara
BantaengBone
Bulukumba
Jeneponto
MajeneMamuju
Pangkep
PareparePinrang
Polmas
Selayar
Sidrap
SinjaiSoppeng
Wajo
Mamminasata
Barru
0
1
2
3
4
5
6
7
8
-8% -6% -4% -2% 0% 2% 4% 6% 8%
Sulawesi Selatan: 2.5%
South Sulawesi: 3.77 Mill. Rp.
Makassar
76.8%
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 1.2: Kinerja Perekonomian Mamminasata (2000-2003)
Dari gambar di atas, terlihat jelas peran yang harus dimainkan oleh Mamminasata dalam
pembangunan perekonomian Sulawesi Selatan dan Kawasan Timur Indonesia.
Meskipun memiliki sejumlah peran penting, namun kegiatan-kegiatan pembangunan di wilayah
76,8% DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
I - 5
Mamminasata belum begitu dinamis. Badan Kerjasama Pembangunan Metropolitan
Mamminasata (BKSPMM) telah dibentuk untuk mendorong pembangunan Mamminasata yang
berimbang dan berkelanjutan. Pemerintah kota dan kabupaten di Mamminasata tengah menyusun
rencana tata ruangnya masing-masing, namun masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk
menciptakan Mamminasata yang dinamis dan dapat memenuhi peran-peran sebagaimana yang
diharapkan.
1.1.2 Isu-Isu Regional (Terkait Penataan Ruang dan Transportasi)
Wilayah Metropolitan Mamminasata memiliki keanekaragaman kondisi alam, sosial, dan
ekonomi. Secara fisik, wilayah ini terbentang dari pesisir dan dataran rendah hingga daerah
pegunungan yang jaraknya relatif cukup dekat. Pusat-pusat perkotaan telah dikembangkan,
sementara wilayah pedesaan yang sebagian besar masih bergantung pada sektor pertanian,
berkembang cukup stabil sampai ke tingkat tertentu. Sektor industri cukup berkembang selama
dua dasawarsa terakhir sementara pertanian dengan sistem irigasi juga telah dikembangkan dan
cukup memberi kontribusi terhadap stabilisasi wilayah pedesaan tersebut. Di lain pihak, kondisi
lingkungan di wilayah Metropolitan Mamminasata secara perlahan-lahan telah mengalami
degradasi akibat meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan perekonomian. Jumlah kawasan
hijau dan hutan mulai berkurang, sementara penyebaran wilayah perkotaan berkembang dengan
sangat pesat.
Isu-isu penting seputar rencana tata ruang wilayah dan kabupaten:
(i) Lebih memperhatikan ekosistem, amenitas dan lingkungan alam di daerah;
(ii) Peningkatan produktivitas untuk setiap kegiatan ekonomi di daerah;
(iii) Keterpaduan yang lebih tinggi agar seluruh manfaat pengembangan daerah dapat diperoleh;
(iv) Penerapan sistem pelayanan yang berorientasi kebutuhan; dan
(v) Prioritisasi yang lebih jelas dalam implementasi proyek-proyek yang telah disusun.
Isu yang paling penting di wilayah Metropolitan Mamminasata adalah perlindungan ekosistem
dan lingkungan. Semakin tinggi tingkat kerusakan, maka semakin besar biaya yang dibutuhkan
untuk pemulihannya. Sejumlah ekosistem bahkan tidak bisa dipulihkan. Selain itu, aspek
amenitas perkotaan juga harus dipertimbangkan, karena masyarakat mengharapkan kondisi
lingkungan perkotaaan dan pedesaan yang lebih nyaman dan lebih menyenangkan. Limbah hasil
kegiatan sosial ekonomi harus dikelola dengan baik. RTRW Mamminasata sebaiknya
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
I - 6
dilaksanakan dengan mencurahkan lebih banyak perhatian pada aspek ekosistem, amenitas, dan
lingkungan di daerah.
Isu regional lain di Mamminasata adalah produktivitas yang relatif rendah dalam berbagai
kegiatan ekonomi. Sumber daya lokal relatif terbatas, utamanya di daerah pertanian. Sebagian
besar produk pertanian dipasarkan dengan tingkat pengolahan yang minim. Misalnya, sebagian
besar kakao diekspor ke Surabaya dan ke pasar luar negeri masih dalam bentuk biji mentah.
Meskipun sejumlah gudang berlokasi dekat pelabuhan Makassar, namun nilai tambah
pergudangan relatif rendah. Pelabuhan Makassar dianggap sebagai pelabuhan “sentral” untuk
kawasan Timur Indonesia. Namun, pelabuhan ini tidak berfungsi sebagai “sentral” logistik yang
memiliki kontribusi dalam perbaikan ekonomi kawasan Makassar. Oleh karena itu, rencana tata
ruang Mamminasata sebaiknya dilaksanakan dengan lebih memperhatikan peningkatan nilai
tambah di daerah ini.
Sebagaimana yang ditunjukkan sebelumnya, RTR masing-masing kabupaten/kota telah dan
sedang dirumuskan secara tersendiri dan sebagian rencana tersebut kurang selaras satu sama lain
dalam hal pengembangan tata ruang wilayah. Sebagian besar prasarana di wilayah Metropolitan
Mamminasata harus direncanakan, dirancang, dan diimplementasikan sehingga dapat memberi
kontribusi bagi kepentingan seluruh masyarakat di daerah tersebut. Prinsip dasar yang harus
disepakati bersama adalah bahwa pembangunan prasarana ditujukan untuk kepentingan bersama
seluruh masyarakat di Mamminasata, bukan kepentingan masing-masing daerah.
Hal penting lain yang diamati dalam rencana tata ruang yang dirumuskan, baik oleh BKSPMM
maupun oleh masing-masing kabupaten adalah kenyataan bahwa berbagai jenis proyek yang
dirancang oleh masing-masing pihak yang berwenang di kabupaten dan provinsi disusun tanpa
menentukan prioritas pelaksanaannya. Prioritas implementasi proyek sebaiknya ditetapkan
secara jelas dengan menggabungkan antara analisis kebutuhan dan kebijakan pemberian
pelayanan prima yang berorientasi kebutuhan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Kegiatan ini dimasudkan: (a) mengembangkan jaringan transportasi terhadap penyebaran
kegiatan di kota-kota sekelilingnya, berdasarkan kajian atas peraturan-perundangan, referensi
dan melakukan penyusunan Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
I - 7
Aglomerasi Maminasata, (b) terwujudnya Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada
Kawasan Aglomerasi Maminasata.
Tujuan pelaksanaan kegiatan adalah:
1. Membuat Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan Aglomerasi
Maminasata agar menjadi acuan pembangunan dan pengembangan Jaringan Transportasi
Perkotaan Pada Kawasan Aglomerasi Maminasata
2. Adanya suatu tahapan-tahapan perencanaan dan pembangunan jangka pendek, menengah,
dan panjang untuk pembangunan dan pengembangan Master Plan Jaringan Transportasi
Perkotaan Pada Kawasan Aglomerasi Maminasata.
Dengan demikian diharapkan Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan
Aglomerasi Maminasata menjadi lebih teratur dan terarah, sehingga tidak mengakibatkan
kemacetan lalu lintas dan terciptanya transportasi perkotaan yang lancar, tertip, aman sehingga
tidak menimbulkan keresahan untuk pemerintah dan masyarakat setempat.
1.3 Lingkup Kegiatan
Kegiatan penyusunan Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan Aglomerasi
Maminasata adalah sebagai berikut:
1. Melakukan inventarisasi dan kajian terhadap dokumen-dokumen, referensi maupun studi-
studi terdahulu yang berkaitan dengan studi ini;
2. Melakukan studi pustaka berkaitan dengan bidang pengembangan jaringan transportasi,
kajian dan analisis terhadap studi-studi yang berhubungan dengan tata cara pengembangan
jaringan transportasi, peraturan dan perundangan maupun pedoman yang berkaitan dengan
perencanaan pelayanan jaringan secara terpadu;
3. Melakukan inventarisasi terhadap jaringan transportasi yang ada di kawasan aglomerasi
Maminasata;
4. Melakukan inventarisasi terhadap jaringan pelayanan angkutan umum di kawasan
aglomerasi Maminasata;
5. Melakukan survai kinerja jaringan transportasi yang ada di kawasan Maminasata;
6. Melakukan survai tata guna lahan berkaitan dengan pola-pola kegiatan yang
mempengaruhi jaringan transportasi;
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
I - 8
7. Melakukan pemodelan transportasi untuk kawasan aglomerasi Maminasata;
8. Merekomendasikan tahapan pengembangan jaringan transportasi di kawasan Maminasata;
9. Memperkirakan perpindahan manusia dan/atau barang menurut asal-tujuan perjalanan di
kawasan aglomerasi Maminasata;
10. Menyusun arah dan kebijakan perancanaan dalam keseluruhan moda transportasi di
kawasan aglomerasi Maminasata;
11. Menyusun rencana lokasi dan kebutuhan simpul kawasan Maminasata;
12. Menyusun rencana kebutuhan ruang lalulintas
13. Menyusun Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan pada Kawasan Aglomerasi
Maminasata;
14. Menyusun arah kebijakan dan langkah-langkah kebijakan pengembangan transportasi;
15. Merealisasikan adanya keterpaduan antara sistim jaringan jalan dengan tata guna lahan
yang ada;
16. Optimalisasi sistim jaringan transportasi dan menyusun alternatif yang akan
dikembangkan;
17. Menyusun rencana pengembangan jaringan transportasi terhadap penyebaran kegiatan di
kawasan aglomerasi Maminasata;
18. Menyusun Draf Permenhub tentang Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada
Kawasan Aglomerasi Maminasata;
19. Roud Table Discussion antara Dit BSTP, Konsultan dan Stakeholders terkait.
1.4 Hasil yang Diharapkan
Pada akhir studi Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan Aglomerasi
Maminasata diharapkan menghasilkan keluaran berupa:
1. Data-data tentang jaringan transportasi, jaringan pelayanan angkutan umum, kinerja
jaringan transportasi dan tata guna lahan di kawasan studi;
2. Hasil pemodelan jaringan transportasi di kawasan studi;
3. Tahapan pengembangan jaringan transportasi di kawasan studi;
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
I - 9
4. Perkiraan perpindahan orang dan/atau barang (O-D) di kawasan studi;
5. Arah dan kebijakan peranan transportasi dalam keseluruhan moda transportasi di kawasan
studi;
6. Rencana lokasi dan kebutuhan simpul di kawasan studi;
7. Rencana kebutuhan ruang lalu lintas di kawasan studi;
8. Rencana pengembangan jaringan transportasi terhadap penyebaran kegiatan di kawasan
studi;
9. Arah kebijakan dan langkah-langkah kebijakan pengembangan transportasi di kawasan
studi;
10. Optimalisasi penggunaan sistim jaringan yang ada terhadap kondisi transportasi yang ada
dan alternatif yang akan dikembangkan;
11. Naskah akademik Penyusunan Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan
Aglomerasi Maminasata;
12. Draf Permenhub tentang Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan
Aglomerasi Maminasata.
1.5 Sistimatika Laporan
Keseluruhan substansi Laporan Akhir terdiri sembilan bab yang pada intinya memaparkan hasil-
hasil review studi yang terkait dengan pengembangan jaringan transportasi (internal dan
eksternal) kawasan aglomerasi Mamminasata, hasil pengumpulan data lapangan dan data olahan
sekunder, arah kebijakan pengembangan jaringan transportasi, rencana umum pengembangan
jaringan dan rencana pembangunan jaringan transportasi kawasan Aglomerasi Mamminasata.
Berikut ke sembilan bagian dalam laporan akhir, antara lain memuat:
Bab I Pendahuluan berisi informasi latar belakang (gambaran wilayah dan isu-isu regional
terkait penataan ruang), maksud dan tujuan, lingkup kegiatan dan hasil yang diharapkan dalam
studi Penyusunan Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan Aglomerasi,
Bab II Review Kabijakan Pembangunan dan Sistim Transportasi Kawasan Aglomerasi
Mamminasata, memuat informasi kebijakan pembangunan dan sistem transportasi nasional,
Provinsi Sulsel, kawasan metropolitan Mamminasata.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
I - 10
Bab III Jaringan Transportasi dan Sistem Angkutan Umum Kawasan Aglomerasi Mamminasata
berisi data dan informasi kondisi sistem jaringan jalan primer dan sekunder, sistem pelayanan
moda angkutan, rute dan trayek angkutan, zona potensial dan pola pergerakan, simpul-simpul
pelayanan transportasi kawasan.
Bab IV Kinerja Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi Mamminasata yang memuat
informasi metodologi, MAT pergerakan kawasan fungsional, bangkitan dan tarikan perjalanan,
pola distribusi perjalanan, pemilihan moda angkutan, pilihan rute perjalanan, pembebanan
jaringan jalan utama.
Bab V Pola Penggunaan Lahan Kawasan Aglomerasi Mamminasata yang berisi informasi:
umum, metodologi, sistem aktivitas dan pola guna lahan kawasan, sistem pusat pelayanan
kawasan, rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan Aglomerasi Mamminasata.
Bab VI Arah Kebijakan Pengembangan Jaringan Transportasi Perkotaan Kawasan Aglomerasi
Mamminasata berisi informasi: tujuan pembangunan jaringan transportasi, arah pengembangan
jaringan transportasi, arah pengembangan berdasarkan moda angkutan, kebijakan pengembangan
jaringan transportasi.
Bab VII Rencana Umum Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi
Mamminasata berisi informasi: program pengembangan jaringan transportasi darat dan KA,
transportasi laut, transportasi udara, jaringan transportasi ASDP.
Bab VIII Rencana Pembangunan Jaringan Transportasi Perkotaan Kawasan Mamminasata berisi
informasi: rencana pembangunan jaringan Transportasi Jalan dan KA, rencana pembangunan
jaringan transportasi laut, transportasi udara dan ASDP.
Bab IX Penutup merupakan bagian akhir laporan yang memberikan bahasan kesimpulan dan
rekomendasi serta pengantar rencana kerja selanjutnya (laporan akhir).
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 1
BAB II
REVIEW KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN SISTEM TRANSPORTASI
KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA 2.1 Sistem Transportasi Nasional dan Pulau Sulawesi
Sistem transportasi nasional (SISTRANAS) adalah tataran yang terorganisir Merupakan tatanan
transportasi yang terorganisir secara kesisteman yang terdiri dari transportasi jalan, transportasi
kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut,
transportasi udara serta transportasi pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat
lunak dan perangkat pikir membentuk sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien
yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang yang terus berkembang secara
dinamis.
Tujuan SISTRANAS adalah terwujudnya transportasi yang handal dan berkemampuan tinggi
dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan
keselamatan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, mendorong pertumbuhan
ekonomi dan perdagangan, menjega keserasian lingkungan hidup, serta lebih memantapkan
keamanan nasional dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara.
SISTRANAS diwujudkan dalam 3 tataran, yaitu Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS),
Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) dan Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK).
1. Tataran Transportasi Nasional (Tatranas)
Merupakan tatanan transportasi yang terorganisir secara kesisteman yang terdiri dari
transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi
penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara serta transportasi pipa yang masing-
masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan
dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk sistem pelayanan jasa
transportasi yang efektif dan efisien yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau
barang antar simpul atau kota nasional (SKN), dan dari simpul atau kota nasional ke luar
negeri atau sebaliknya.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 2
2. Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil)
Merupakan tatanan transportasi yang terorganisir secara kesisteman yang terdiri dari
transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi
penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara serta transportasi pipa yang masing-
masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan
dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk sistem pelayanan jasa
transportasi yang efektif dan efisien yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau
barang antar simpul atau kota wilayah (SKW), dan dari SKW ke SKN atau sebaliknya.
3. Tataran Transportasi Lokal (Tatralok)
Merupakan tatanan transportasi yang terorganisir secara kesisteman yang terdiri dari
transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi
penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara serta transportasi pipa yang masing-
masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan
dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk sistem pelayanan jasa
transportasi yang efektif dan efisien yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau
barang antar simpul atau kota/kabupaten (SKL), dan dari SKL ke SKL terdekat atau
sebaliknya dan dalam kota/kabupaten.
Ketiga tataran transportasi tersebut saling terkait satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan
karena pelayanan perpindahan orang dan barang dari kota wilayah maupun kota lokal ke
kota nasional tidak dapat dilakukan oleh salah satu tataran transportasi saja melainkan
harus terpadu bersama-sama dengan kedua tataran transportasi lainnya. Demikian
sebaliknya, orang dan barang dari kota nasional menuju kota wilayah dan kota lokal harus
dilayani ketiga tataran transportasi di atas.
Kebijakan dan strategi nasional sektor transportasi adalah untuk mendukung visi, misi dan tujuan
pembangunan yang ditetapkan dalam RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) 2005-2025
dan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Regional (RTRWR). Visi dan misi RPJP adalah untuk mewujudkan bangsa yang mandiri,
unggul, adil dan sejahtera. Jangka waktu RPJP adalah selama 20 tahun dan terbagi atas rencana
pembangunan nasional lima tahunan (jangka menengah) atau (RPJM), yaitu RPJM-I tahun 2005-
2009, RPJM-II tahun 2010-2014, RPJM-III tahun 2015-2019 dan RPJM-IV tahun 2020-2024.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 3
Visi RPJM-I adalah:
• mewujudkan masyarakat, rakyat dan bangsa yang aman, bersatu, harmonis dan damai.
• mewujudkan masyarakat, rakyat dan bangsa yang dilindungi oleh hak asasi manusia secara
adil.
• mewujudkan ekonomi yang sejahtera yang menyediakan kesempatan kerja yang cukup dan
kehidupan yang layak dalam rangka pembangunan berkelanjutan.
Misi RPJM-I adalah pembangunan bangsa yang aman/damai, merata/demokratis dan sejahtera.
Pembangunan prasarana merupakan bagian integral dari RPJM-I. Prasarana transportasi yang
efisien dan efektif akan mendukung pertumbuhan ekonomi, pembangunan daerah dan persatuan
bangsa.
Pembangunan Sistem Transportasi Nasional yang selaras diperlukan untuk mewujudkan jaringan
transportasi terpadu, tata ruang nasional, dan pembangunan daerah yang berkelanjutan dengan
menyediakan pelayanan bagi masyarakat, rakyat dan produksi-pemasaran baik untuk daerah
perkotaan maupun perdesaan. Visi Sistranas adalah mewujudkann system transportasi yang
efisien dan efektif. Sistranas adalah kombinasi angkutan antar-moda dan multi-moda serta baik
di tingkat nasional maupun daerah. Fasilitas jalan adalah moda angkutan utama dan berperan
penting dalam mendukung pembangunan nasional dan daerah, desentralisasi dan persatuan
nasional dan dalam menyediakan akses bagi masyarakat, rakyat dan usaha pada berbagai fasilitas
dan layanan.
Terdapat beberapa studi eksisting mengenai system transportasi di Sulawesi. Studi-studi berikut
ini telah ditinjau:
(1) Studi Pembangunan Transportasi Terpadu Pulau Sulawesi
Studi ini merupakan studi yang baru-baru in dirampungkan mengenai transportasi multi-
moda yang ditugaskan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Perhubungan. Laporan akhirnya telah disampaikan pada bulan November 2006. Tahun
targetnya adalah 2022. Studi ini menekankan peran transportasi feri dan udara. Diusulkan
beberapa rute feri/pelayaran baru (Bitung-Mindanao, Kendari-Ambon, dll.) dan bandara
baru (Mamasa, Palopo, Pasangkayu, dll.), meskipun perencanaan jalan terfokus pada
peningkatan dan penguatan jalan eksisting. Program pembangunan tersebut di atas
mengusulkan target lima tahunan untuk periode 2007-2012, 2013-2017 dan 2018-2022.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 4
(2) Studi Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Primer Pulau Sulawesi
Studi ini rampung pada tahun 2003 oleh sebuah kelompok konsultan dari ITB (Institut
Teknologi Bandung) dengan biaya dari Departemen Perhubungan. Tahun targetnya
adalah 2023. Studi ini bertujuan untuk memperkuat koordinasi dalam perencanaan dan
pelaksanaan proyek-proyek jalan di antara instansi terkait yang menghadapi kesulitan
setelah era desentralisasi. Studi ini membuat database jalan, perkiraan kebutuhan
lalulintas ke depan, dan evaluasi kebutuhan peningkatan jalan menurut sub-ruas jalan.
Menilai dari laporan akhirnya, kelihatannya yang ditekankan adalah pengembangan
model angkutan yang dapat diterapkan yang dapat digunakan oleh berbagai pihak.
Berdasarkan metodologi pengembangannya dan serangkaian kriteria evaluasi,
studi ini mendata semua ruas jalan dengan besaran peningkatan yang diperlukan dalam
hal jumlah lajur.
(3) Studi Pengembangan Sistem Jaringan Jalan di Pulau Sulawesi
Studi yang ditugaskan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah ini rampung
pada tahun 2001. Tahun targetnya adalah 2020. Studi ini mencakup lingkup yang luas
dari aspek-aspek terkait seperti kebijakan pembangunan daerah rencana tata ruang
eksisting selain dari perencanaan jaringan jalan. Dalam studi ini, dilakukan pula survei
inventaris jalan terbatas. Metodologi studi ini sama dengan studi MOC tersebut di atas.
Studi ini mengajukan rencana peningkatan jalan mendetail untuk setiap periode 5 tahunan
dari tahun 2001 sampai 2020. Pembangunan 3 jalan kecil dengan total panjang 130 km
juga diajukan.
2.2 Kebijakan Pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan
Arah Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2006-2028 Provinsi Sulawesi selatan yang terkait
dengan penataan ruang, sistem transportasi dan pengembangan kawasan perkotaan dan
perdesaan, adalah:
1. Pembangunan Transportasi
Diarahkan untuk mendukung kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan Provinsi Sulawesi
Selatan sebagai satu kesatuan sosial ekonomi yang menjamin keseimbangan dan pemerataan
pembangunan antar-daerah dan senantiasa memperhatikan pertimbangan kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 5
Pembangunan transportasi dilaksanakan dengan membangun jaringan transportasi yang andal
dan terintergerasi satu sama lain yang menghubungkan semua pusat-pusat pelayanan dan
pengembangan guna meningkatkan kualitas distribusi akses fisik yang pada gilirannya
mendukung keterkaitan sistem produksi dan distribusi dan pelayanan sosial ekonomi, termasuk
mobilitas penduduk yang semakin merata, di seluruh wilayah Sulawesi Selatan.
Untuk maksud tersebut, beberapa arahan kebijakan adalah sebagai berikut: (a) menyediakan
pelayanan angkutan umum masal di daerah perkotaan yang didukung pelayanan pengumpan
yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan serta bersinergi dengan kebijakan
tata guna lahan, dan didukung oleh budaya berlalu lintas yang tertib dan disiplin, (b) pelayanan
transportasi di wilayah perdesaan dikembangkan melalui sistem transportasi perintis yang
berbasis masyarakat (community based) dan wilayah yang memprioritaskan pengembangan
keterkaitan ekonomi desa-kota, khusus kemudahan akses ke pasar kota, karena merupakan
saluran utama bagi penduduk perdesaan untuk memperoleh kebutuhan mereka sebagai pengganti
hasil pertaniannya. Koordinasi yang baik terhadap sistem ini akan memberikan dampak yang
luas serta menguntungkan petani yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Sulawesi
Selatan; (c) mempercepat dan memperlancar pergerakan penumpang dan barang melalui
perbaikan manajemen transportasi antarmoda; meningkatkan pembangunan jalan bebas
hambatan pada koridor-koridor strategis angkutan barang antarpulau dan angkutan laut
konvensional yang terintergrasi dengan armada nasional, serta angkutan komoditas khusus,
seperti hasil perikanan dan pertanian (fresh good and high value) dengan mods transportasi
udara; (d) mengembangkan sistem transportasi yang andal dan berkemampuan tinggi yang
bertumpu pada aspek keselamatan, dan keterpaduan antarmoda, antarsektor, antarwilayah, aspek
sosial budaya, dan profesionalitas pelaku dan penyedia layanan transportasi serta menerapkan
dan mengembangkan teknologi transportasi yang tepat guna, hemat energi, dan ramah
lingkungan.
2. Pembangunan perkotaan
Pembangunan perkotaan yang dilaksanakan mengacu kepada sistem pembangunan perkotaan
nasional guna mencegah terjadinya pertumbuhan fisik kota yang tidak terkendali (urban sprawl
& conurbation) diarahkan untuk meningkatkan akses dan jangkauan pelayanan sosial ekonomi
serta kesempatan kerja dan peluang usaha bagi segenap lapisan masyarakat yang merupakan
syarat harus bagi terwujudnya pemerataan kesejahteraan.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 6
Arah pembangunan perkotaan dan perdesaan dijabarkan dalam bentuk:
a. Meningkatkan kemampuan pengelolaan kota dan desa di bidang pembiayaan prasarana,
sarana umum, pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan, keamanan dan kejahatan perkotaan,
perumahan) dan pengelolaan tata ruang serta pertanahan, antara lain melalui peningkatan
kerjasama antar pemerintah kota dan swasta.
b. Mendorong pembangunan perdesaan sebagai target utama dari upaya pengentasan
kemiskinan dan keterbelakangan, melalui pengembangan agroindustri padat pekerja,
terutama bagi kawasan yang berbasiskan pertanian dan kelautan; peningkatan kapasitas
tenaga kerja di perdesaan khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya;
pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan
dan kota-kota kecil terdekat dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi
yang saling komplementer dan saling menguntungkan; peningkatan akses informasi dan
pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan teknologi; pengembangan
kelembagaan masyarakat; serta intervensi harga dan kebijakan perdagangan yang berpihak
ke produk pertanian, terutama terhadap harga dan upah, sehingga dapat menjaga atau
bahkan meningkatkan pangsa pasarnya, baik ditingkat lokal maupun global.
c. Meningkatkan asksesibilitas antara kota dengan desa melalui peningkatan keterkaitan
kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan yang
antara lain diwujudkan dalam suatu kawasan pengembangan ekonomi. Peningkatan
keterkaitan tersebut memerlukan adanya perluasan dan diversifikasi aktivitas ekonomi dan
perdagangan (nonpertanian) di perdesaan yang terkait dengan pasar di perkotaan.
d. Mengendalikan pertumbuhan Kota Makassar dalam suatu sistem wilayah pembangunan
metropolitan yang kompak, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan
pembangunan yang berkelanjutan melalui: (a) penerapan manajemen perkotaan yang
meliputi optimasi dan pengendalian pemanfaatan ruang serta pengamanan zona penyangga
di sekitar kota inti dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, serta peningkatan peran
dan fungsi kota-kota menengah dan kecil di sekitar kota Makassar agar kota-kota tersebut
tidak hanya berfungsi sebagai kota tempat tinggal (dormitory town) saja, tetapi juga menjadi
kota mandiri; (b) pengembangan kegiatan ekonomi kota yang ramah lingkungan seperti
industri jasa keuangan, perbankan, asuransi, dan industri telematika serta peningkatan
kemampuan keuangan daerah perkotaan; dan (c) revitalisasi kawasan kota yang meliputi
pengembalian fungsi kawasan melalui pembangunan kembali kawasan; peningkatan kualitas
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 7
lingkungan fisik, sosial, budaya; serta penataan kembali pelayanan fasilitas publik, terutama
pengembangan sistem transportasi masal yang terintegrasi antarmoda.
2.3 Strategi Pengembangan Tata Ruang Kawasan Aglomerasi Mamminasata (MM)
2.3.1 Mamminasata sebagai Pusat Logistik dan Perdagangan di Kawasan Timur Indonesia
Rencana tata ruang yang ada menggambarkan bahwa wilayah Mamminasata akan berfungsi
sebagai pusat kawasan timur Indonesia. Diharapkan pula bahwa Mamminasata akan memiliki
jaringan internasional dengan negara-negara ASEAN dan negara-negara lainnya di Asia Timur.
Perhatian khusus perlu diluangkan untuk Kawasan Pertumbuhan ASEAN Timur yang dibentuk
oleh sejumlah negara seperti Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Pilipina (BIMP-East ASEAN
Growth Area). Gambaran tentang fungsi ini adalah seperti yang dicantumkan pada Gambar 2.1.
Sumber: Tim Studi JICA, 2006
Gambar 2.1: Gambaran Fungsi Sentra oleh Mamminasata
Fungsi sebagai “Pusat” tidak boleh dibatasi hanya pada transportasi di Kawasan Timur
Indonesia. Berdasarkan teori pengembangan klaster, fungsi Mamminasata diusulkan menjadi
“Pusat Logistik dan Perdagangan”. Karena itu rencana tata ruang disarankan agar
diimplementasikan secara strategis sehingga Mamminasata akan berfungsi sebagai sebuah pusat
logistik dan perdagangan di Kawasan Timur Indonesia dan Asia Timur.
Agar berfungsi sebagai pusat yang efektif, Wilayah Mamminasata harus mengembangkan sektor
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 8
perdagangan dan manufakturnya secara bersamaan dan dikoordinasikan dengan baik. Jika sektor
manufaktur dikembangkan di Wilayah Mamminasata dalam tingkatan tertentu, maka bahan baku
yang berasal dari Kalimantan, Papua dan pulau-pulau lainnya di Kawasan Timur Indonesia dapat
diolah dan dirakit di wilayah Mamminasata. Melalui proses penambahan nilai seperti itu, nilai
ekonomi yang lebih tinggi akan dihasilkan di Wilayah Mamminasata.
Fungsi industri pengolahan saat ini yang terkonsentrasi di Pulau Jawa (utamanya di Surabaya
bagi produk-produk tanpa proses pengolahan yang berasal dari Wilayah Mamminasata)
diharapkan akan secara strategis beralih ke Wilayah Mamminasata sesegera mungkin, dan dalam
jangka panjang, fungsi ini akan lebih jauh dialihkan ke pusat-pusat lainnya di Kawasan Timur
Indonesia.
<Situasi Saat ini > Pulau Jawa
(Pusat Pengolahan)
Sulawesi Selatan (Pusat Produksi)
Kawasan Timur Indonesia (Pemasok bahan/material)
<Pergeseran Fungsi Pusat Pengolahan >
Pulau Jawa Sulawesi Selatan Kawasan Timur Indonesia
Gambar 2.2 Pengalihan ke Pusat Pengolahan dalam jangka pendek dan jangka panjang
Sebagai contoh, pengolahan biji kakao yang dikirim ke Surabaya dapat dialihkan ke Makassar
melalui perbaikan sarana perhubungan/transportasi dan prasarana lainnya, serta melalui sejumlah
insentif fiskal yang diberikan di Mamminasata. Demikian juga, sampah daur ulang yang dikirim
ke Surabaya yang dikembalikan ke Makassar setelah proses pengolahan diharapkan dapat
diproses di Mamminasata jika telah dipilah dengan baik dan dipasok di daerah ini. Kendala
harus dieliminasi sehingga produk-produk yang berbasis sumber daya dapat diproses secara lokal
dan lokalisasi dapat dipromosikan lintas negara.
2.3.2 Mamminasata sebagai Pelopor Seluruh Pembangunan di Sulawesi
Wilayah Mamminasata memberi kontribusi sebesar 36% PDB di Sulawesi Selatan, dengan
tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi pada PDRB dan produktivitas tenaga kerja yang lebih
tinggi dari pada kabupaten/kota lainnya. Sebagian besar sumber daya di Sulawesi Selatan diolah
di dan/atau dipasarkan melalui Makassar dan Wilayah Mamminasata. Secara ekonomis dan
finansial, wilayah Mamminasata harus memimpin pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan
dalam jangka pendek dan jangka panjang dengan menciptakan jaringan kegiatan ekonomi di
kabupaten/kota dalam provinsi.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 9
Penciptaan jaringan di Sulawesi Selatan, dengan Mamminasata sebagai pusat daerah dan kota-
kota lainnya sebagai pusat sub-daerah, sangat penting dilakukan demi tercapainya keseimbangan
pembangunan daerah, serta mengurangi berbagai macam resiko. Jika jaringan semacam itu tidak
dikembangkan, maka ketidaksetaraan daerah akan semakin meningkat baik secara ekonomis
maupun secara sosial yang memperburuk lingkungan di berbagai tempat.
Secara strategis, Mamminasata akan membentuk sebuah Klaster Mamminasata yang
mengembangkan jaringan untuk berbagai kegiatan ekonomi dalam wilayah Mamminasata dan
mengundang kabupaten-kabupaten atau kota-kota lain di Provinsi Sulawesi Selatan untuk
membentuk Klaster Sulawesi Selatan. Klaster-klaster semacam itu tidak boleh dibatasi hanya
untuk Mamminasata dan Sulawesi Selatan saja. Klaster-klaster tersebut dapat dikembangkan
secara lebih luas hingga mencakup seluruh Sulawesi sehingga membentuk Klaster Pulau
Sulawesi. Upaya-upaya pengembangan jaringan dalam klaster-klaster ini perlu dijabarkan lebih
jauh namun difasilitasi melalui pengembangan jaringan transportasi darat, laut, dan udara. Dalam
hal ini, pengembangan Jalan Trans-Sulawesi, serta dukungan perluasan pelabuhan laut dan
pelabuhan udara di Mamminasata akan memainkan peranan penting. Jika usulan pemindahan
fungsi-fungsi pengolahan bahan baku dari Surabaya ke Mamminasata dapat terwujud, maka
secara perlahan-lahan namun pasti, perpindahan tersebut pada gilirannya akan beralih ke
Sulawesi Selatan dan Pulau Sulawesi dalam jangka menengah dan jangka panjang.
Gambar 2.3 Struktur Tata Ruang Sulawesi Selatan di Masa Depan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 10
Dengan demikian, Mamminasata berfungsi mengarahkan seluruh pembangunan di Sulawesi dan
Kawasan Timur Indonesia.
Gambar 2.4 Gambaran Klaster Berbasis Kakao di Sulawesi Selatan
2.4 Sistem Jaringan Transportasi Kawasan Mamminasata
2.4.1 Isu-Isu Utama Jaringan Transportasi Kawasan Mamminasata
Jaringan transportasi di Mamminasata terdiri atas transportasi darat, laut dan udara. Transportasi
darat merupakan sub-sektor utama yang perlu ditingkatkan untuk pelayanan transportasi yang
lebih baik di Wilayah Aglomerasi Mamminasata.
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki jalan nasional sepanjang 1.556 km dan jalan propinsi 1.209
km, di bawah yurisdiksi Dinas Prasarana Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Jaringan jalan
membentang sepanjang pantai timur dan barat dan melewati dataran tinggi di bagian tengah
semenanjung ini.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 11
Gambar 2.5: Jaringan Jalan Sulawesi Selatan
Jalan-jalan yang ada di Mamminasata dikelompokkan seperti tercantum pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1: Jenis dan Panjang Jalan yang Ada di Mamminasata
Jenis Jalan Maros Makassar Gowa Takalar Total Length Jalan 82,08 km 66,24 km 20,87 km 24,24 km 193,43 km Nasional (Semuanya Jalan Arteri) Jalan - - 188,90 km - 188,90 km Provinsi (Total Panjang Jalan Kolektor 138,33 km) Subtotal 82,08 km 66,24 km 209,77 km 24,24 km 382,33 km Jalan Lokal 892 km
(177 jalan) 765 km 2.196 km
(573 jalan) 755 km
(384 jalan)
Sumber: Data Informasi, 2005, Dinas Prasarana Wilayah, Provinsi Sulawesi Selatan Data inventori jalan tersedia, meski keakuratan data tersebut masih harus diperbaiki. Standar
desain jalan ditetapkan berdasarkan Pedoman Kapasitas Jalan Raya Indonesia (Indonesian
Highway Capacity Manual), petunjuk rencana geometrik jalan antar kota, dan standar-standar
lainnya. Berdasarkan seluruh standar tersebut dan data inventaris jalan, kondisi jalan di
Mamminasata saat ini dievaluasi sebagaimana yang dirangkum pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2: Kondisi Jalan yang ada di Mamminasata
Baik Biasa Kerusakan Kecil Rusak Serius Jalan Nasional 31,4% 68,2% 0,6% - Jalan Provinsi 39,9% 33,6% 8,7% 17,8%
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 12
Saat ini, pelayanan transportasi umum di Mamminasata dijalankan oleh Damri atau bus besar (kira-kira 30 unit), Pete Pete mini-bus (kira-kira 7000 dengan 3 klasifikasi dalam area pelayanan), taksi (kira-kira 2000), dan becak. Menurut survey lalu lintas yang dilakukan dalam studi ini, komposisi kendaraan di Mamminasata didapatkan seperti terlihat pada Gambar 2.6.
6
7
2
57
55
34
19
18
18
13
11
26
2
3
7
3
7
14
0% 20% 40% 60% 80% 100%
InsideMakassar city
Boundary ofMakassar city
Boundary ofMAMMINASATA
Bicycle & Becak MC Car/Taxi/Jeep Bus Pickup Truck
Gambar 2.6: Komposisi Kendaraan menurut Wilayah di Mamminasata
Volume lalu lintas di jalan-jalan utama di Mamminasata telah dihitung, seperti dalam ringkasan
di bawah ini.
Gambar 2.7: Volume Lalu Lintas di
Mamminasata 2005 (Jica, 2006) Gambar 2.8: Volume Lalu Lintas di
Makassar 2005 (Jica, 2006)
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 13
Fluktuasi lalu lintas per jam juga telah terlihat di sepanjang jalan-jalan utama. Gambar 2.9 dan
2.10 memperlihatkan pola khas fluktuasi per jam tersebut.
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,0006:
00~7
:00
7:00
~8:0
08:
00~9
:00
9:00
~10:
0010
:00~
11:0
011
:00~
12:0
012
:00~
13:0
013
:00~
14:0
014
:00~
15:0
015
:00~
16:0
016
:00~
17:0
017
:00~
18:0
018
:00~
19:0
019
:00~
20:0
020
:00~
21:0
021
:00~
22:0
022
:00~
23:0
023
:00~
0:00
0:00
~1:0
01:
00~2
:00
2:00
~3:0
03:
00~4
:00
4:00
~5:0
05:
00~6
:00
Time
No o
f Veh
icle
s
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
No
of B
icyc
le &
Bec
ak
Bicycle & BecakTruckPickupBusCar/Taxi/JeepMotorcycle
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
6:0
0~
7:0
07
:00
~8
:00
8:0
0~
9:0
09
:00
~1
0:0
01
0:0
0~
11
:00
11
:00
~1
2:0
01
2:0
0~
13
:00
13
:00
~1
4:0
01
4:0
0~
15
:00
15
:00
~1
6:0
01
6:0
0~
17
:00
17
:00
~1
8:0
01
8:0
0~
19
:00
19
:00
~2
0:0
02
0:0
0~
21
:00
21
:00
~2
2:0
02
2:0
0~
23
:00
23
:00
~0
:00
0:0
0~
1:0
01
:00
~2
:00
2:0
0~
3:0
03
:00
~4
:00
4:0
0~
5:0
05
:00
~6
:00
Time
No
of V
eh
icle
s
0
10
20
30
40
50
60
70
80
No
of B
icyc
le &
Be
cak
Bicycle & BecakTruckPickupBusCar/Taxi/JeepMotorcycle
Gambar 2.9: Fluktuasi Per Jam di Jl. Veteran Utara (Titik No.25)
Gambar 2.10: Fluktuasi Per Jam antara Maros dan Pangkep (Titik No.1)
Bila dibandingkan dengan survei lalu lintas tahun 1988, terlihat perubahan berarti di sepanjang
jalan-jalan utama di Makassar. Misalnya, lalu lintas di Jl. Pettarani telah meningkat 3,5 kali dari
yang terhitung di survei lalu lintas tahun 1988.
Tabel 2.3: Perubahan Lalu Lintas di Makassar antara tahun 1988 dan 2005
Unit: 000 kendaraan 2005/1988 (%) 1988 2005
Jl. Urip Sumoharjo 23,7 (26,9) 33,3 (40,5) 141% (151%) Jl. Andi Pangerang Pettarani 10,2 (22,1) 35,8 (62,6) 351% (283%) Jl. Sultan Alauddin 12,7 (19,4) 22,0 (35,1) 173% (181%) Jl. Veteran Selatan 13,7 (20,6) 20,2 (45,1) 147% (219%) Catatan: Angka dalam tanda kurung menunjukkan jumlah motor dan becak. Sumber: Tim Studi JICA dan Ujung Pandang Area Highway Development Studi (JICA 1989)
2.4.2 Strategi Pengembangan Transportasi Darat
Strategi pengembangan jalan dimaksudkan untuk:
i) Mengurangi kemacetan lalulintas saat ini dan di masa yang akan datang;
ii) Memperkuat pertalian ekonomi di dalam wilayah metropolitan Mamminasata, dan
berperan untuk memulai dan/atau mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayah
ini; dan
iii) Memberikan kesempatan yang sama bagi pertumbuhan daerah dengan menyiapkan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 14
akses ke pasar dan tempat-tempat kerja di seluruh penjuru wilayah metropolitan
Mamminasata yang mencakup empat kabupaten/kota, yang saat ini menunjukkan
kesenjangan yang lebar dalam hal standar hidup.
Berdasarkan survei wawancara OD (Asal Tujuan) di 28 titik, tabel OD terkini dibuat. Jalur yang
paling disukai melintasi wilayah Mamminasata telah terungkap seperti pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11: Jalur yang paling disukai di wilayah Mamminasata
Tabel OD kedepan dikalibrasi melalui 4 langkah prosedur prakiraan: (i) peningkatan
lalulintas berdasarkan pertumbuhan kendaraan terdaftar, (ii) lalulintas bangkitan/tarikan
diperkirakan melalui model regresi multipel, dan (iii) distribusi lalulintas berdasarkan
metode pola terkini melalui kalkulasi konvergensi dari metode Frator. Volume lalu lintas
di sepanjang jalan-jalan utama di tahun 2005 dan 2020 diperbandingkan pada Gambar
2.12, beserta tingkat kepadatannya bila peningkatan jaringan jalan tidak dilakukan.
1 2
3
4
5
6
7 8
9
10
11
12 13
14
15
1.000 2.500 5.000 kendaraan
Bone
Sinjai
Bulukumba Bantaeng
Jeneponto
Makassar
Pangkep
Barru Soppeng
Kabupaten Lain
Wilayah Metropolitan MAMMINASATA
Takalar Gowa
Maros
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 15
218218405363385404
413
397
293
237
191
155
126
100
100
100
977
126
268
176
68
40
40
32
16
24
10
22
107
94
355
221221
221
30
27
13
13
7633
0275
249
175
42 91 68 46
83
133135
109411524733
49
176 21
4
83
63
49
107
23
2313
4532
49
94
627
10744
53
35
43
63
11135
146
27
4136
37
38
38
46
462
7
9
31
23
12
11
47
14
370
0
47
87
92
11
94
75
111
28821527
9404
2805712
1
6427
3301
221
570
825
867
161
4153
67 12012
66
199105355
176
146
221
682261
111
121
115
100
2.00<VCRscale: 1mm =30000(pcu)
42974879170412241
314
1408
1424
1023
977
821
540
415
294
294
231
35127
275
547
473
205
100
100
150
59
82
57
151
2633
24
760
422422
422
105
170
79
801
9394
3
916
818
488
90 384 332 265
479
377391
3347461143 2130
397
498 68
7
239
95
273
315
58
58
119
274
156
397
176
1780
315168
288
221
273
148
465414
674
77
174159
136
63
63
166
166
156
156
88
93
28
209
162
108
54
194
86
134
1
53
51
252
427
255
120
351
190
465
45045258
2899
65236241
5
130
529651
571
1444
17401
799
428
129
86
82 168102
194582271
760
473
376
564
1976673
250533
326
477
2.00<VCRscale: 1mm =30000(pcu)
2005 2020
Gambar 2.12: Rasio Volume Lalu Lintas dan Kepadatan tanpa Pembenahan
Beberapa rencana perbaikan jalan telah dibuat sejauh ini. Studi JICA tahun 1989 mengenai
“Pengembangan Jalan Raya Ujung Pandang” merekomendasikan, di antaranya, konstruksi
rangkaian jalan-jalan lingkar di dalam dan sekitar Makassar. Rencana tata ruang Mamminasata
yang di susun oleh BKSPMM umumnya mengikuti rencana jalan lingkar dan merekomendasikan
untuk membenahi jaringan jalan antar kota di Mamminasata. Rencana Pengembangan Kota
Makassar untuk tahun 2005~2025 juga menggabungkan jaringan jalan lingkar sebagai jalan
utama ke dalam rencana-rencana mereka.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 16
Gambar 2.13: Rencana Pembenahan Jalan
yang ada
Gambar 2.14: Proyek-proyek Jalan yang
Sedang Berlangsung (2005)
Beberapa proyek pembenahan jalan sedang dilaksanakan. Proyek tersebut adalah (i) Akses
Takalar (Jl. Poros Takalar), (ii) Jl. Hertasning, (iii) Jl. Ir. Sutami (jalan tol), (iv) Jl. Perintis
Kemerdekaan dan Jl. Urip Sumoharjo, serta (v) Jalan
lingkar tengah.
Sebelum penyusunan rencana perbaikan jalan, beberapa
strategi dalam formasi jaringan jalan telah didiskusikan
sebagai berikut:
Jalan Trans-Sulawesi
Dalam jangka panjang, direncanakan pembangunan jalan
bebas hambatan Trans-Sulawesi dan rencana tata ruang
Mamminasata sebaiknya mempertimbangkan adanya jalan
bebas hambatan tersebut. Di Wilayah Mamminasata, dua
rute alternatif jalan Trans Sulawesi akan dipertimbangkan;
(i) rute yang mengarah ke timur Makassar untuk akses
lebih mudah ke kota, atau Rute A, dan (ii) rute yang mengarah ke barat Makassar guna
pelayanan yang lebih baik terhadap pusat perkotaan baru, atau rute B. Studi Sektor Transportasi
(Jica, 2006) menunjukkan Rute A lebih baik dan ini memungkinkan tetap dimanfaatkannya lahan
JJll.. IIrr.. SSuuttaammii
JJll.. PPeerriinnttiiss KKeemmeerrddeekkaaaann
JJll.. HHeerrttaassnniinngg
MMiiddddllee RRiinngg RRooaadd
AAkksseess TTaakkaallaarr ((JJll.. PPoorrooss TTaakkaallaarr))
RRRuuuttteee BBBaaarrruuu
PPPeee llleeebbbaaarrraaannn /// PPPeeerrrbbbaaa iiikkkaaannn
Gambar 2.15: Rute-rute alternatif
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 17
yang telah dibebaskan untuk Jalan Lingkar Tengah bagian selatan.
Mamminasata ByPass
Untuk memfasilitasi pusat perkotaan baru yang akan dikembangkan di daerah timur Makassar,
sebuah jalan raya Mamminasata sebaiknya diprogramkan ke arah timur lokasi yang ada untuk
Jalan Lingkar Luar. Ini juga akan dapat mengurangi volume lalu lintas dengan pembangunan
terminal regional di jalan raya tersebut, dan juga jalan memutar Trans-Sulawesi, “Rute A”.
Jalan Radial Timur-Barat
Kebutuhan akan Jalan radial baru dari Makassar mengarah ke timur tak dapat dihindarkan,
khususnya untuk pengembangan pusat perkotaan baru. Tiga rute diusulkan; (i) perbaikan Jl.
Abdullah Daeng Sirua dengan mengubah arus air sungai Lekopancing ke pipa urung-urung
bawah tanah untuk mengamankan lebar jalan 30~50 m, (ii) memperpanjang Jl. Boulevard-
Panakukang sebagai rute arus bolak balik, dan (iii) perpanjangan Jl. Hertasning yang mengarah
ke Jl. Malino untuk mengurangi kepadatan di daerah Sungguminsa. Jalan radial timur-barat harus
di bangun serentak dengan rencana pengembangan pusat perkotaan baru.
Akses ke Zona Industri Baru
Perbaikan jalan juga akan dibutuhkan untuk pembangunan kawasan industri baru. Beberapa rute
alternatif akan dikaji lebih lanjut berdasarkan implementasi rencana pengembangan industri
seperti KIMA, KIROS, KIWA dan KITA.
Berdasarkan kondisi jalan yang ada dan prakiraan lalu lintas, dan juga rencana perbaikan yang
diberlakukan, daftar panjang proyek perbaikan jalan diusulkan seperti yang terlihat dalam Tabel
2.4.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 18
Tabel 2.4: Daftar Proyek Perbaikan Jalan yang Teridentifikasi
Nama Jalan Pekerjaan Lebar Panjang Pembebasan
Tanah Keterangan
1 Perintis Pelebaran 42m 14km >90%
2 Jalan Layang Baru 30m 200 >90%
2 Ir. Sutami dengan 1 Jalan
Layang
Pelebaran 70m 11km >90%
3 Alauddin Pelebaran 40m 5km >90%
4 Akses Malino Pelebaran 30m 9km T.T
5 Jalan Lingkar Tengah Baru 40m 8km >70%
6 KIMA (Jl Kapasa Raya) Pelebaran 40m 5km >90%
7 Akses Tanjung Bunga Baru 20m 6km 0%
8 Poros Takalar Pelebaran 25m (4+)23k
m
>90% 4 km selesai
9 Bypass Mamminasa baru 100m 30+10km 0% 10 km di selatan
Jeneberang
Jembatan Bypass
Mamminasa
Baru 50m 350m 0%
10 Abdullah Daeng Sirua Baru 35m 15km >50%
11 Sekitar Bandar udara Pelebaran 20m 10km 0%
12 Akses Bandar udara Baru 40m 18km >50%
13 Trans Sulawesi Baru 90m 30+5+20 0% 30 km: Bagian
utara Jalan Lingkat
Tengah
5+20 km: Bagian
selatan sungai
Jeneberang
Jembatan Trans Sulawesi Baru 40m 400m 0%
14 Hertasning Baru 25m 14+7km >50% 7 km perluasan
lanjutan ke timur
15 Akses KIWA Baru 40m 13km 0%
16 Sekitar Sungguminasa Pelebaran 15m 15km 0%
Total 268km
Keterangan: T.T = Tidak Tersedia
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 19
Gambar 2.16: Jaringan Jalan Usulan di Mamminasata
Berdasarkan tinjauan rencana yang ada dan strategi pengembangan dilakukan prakiraan lalu
lintas untuk tahun 2010, 2015 dan 2020.
Prosedur dalam menyeleksi ruas jaringan jalan yang diprioritaskan untuk ditingkatkan dapat
dilihat pada Gambar 2.17.
Menjelang tahun 2010, volume lalu lintas akan meningkat dan kepadatan makin memburuk jika
tak ada perbaikan sama sekali. Kecuali jika perbaikan di sepanjang Jl. Perintis dan Jl. Sutami
selesai, kepadatan lalu lintas tersebut akan berkurang seperti pada Gambar 2.18.
Keterangan 1. Jalan Perintis Kemerdekaan 2. Jalan Ir. Sutami (Tol) 3. Jalan Trans Sulawesi Mamminasata (Section C) 4. Jalan Poros Malino 5. Jalan Trans Sulawesi Mamminasata (Section B) 6. Rencana Jalan Akses KIMA-Perintis Kemerdekaan 7. Jalan Akses Tanjung Bunga 8. Jalan Poros Gowa-Takalar 9. Jalan Bypass (13) 10. Jalan Abdullah Dg. Sirua 11. Jalan Bandara Sutan Hasanuddin (lama) 12. Jalan Bandara Sutan Hasanuddin (lama) 13. Jalan Bypass 14. Jalan Hertasning Raya 15. Jalan Tembus KIMA-Bypass
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 20
Gambar 2.17: Prosedur Pemilihan Ruas Jaringan Jalan Prioritas Untuk Perbaikan
258313481406686684819
697
473
458
358
254189 146
14614
6
17014
181
359
331
161
90
90
8130
45
26
64
1221
14
471
235235 235
71
66
52
52
52491
452
410
262
51 195 169 131
143
214173
208509623 1219
83
311 443
137
78 59
133
34
34
32
8250
83
114
1028
13365
99
87
165
68
15964
330
52
15194
82
98
98
100
100
71
58
35
107
99
66
33
132
69
74
7
1
1
131
219
114
34
139
111
159
379391492619
40972127101359405
327
8861
13212
05
237
4358
105 16416
102257143
471
331
230
283
1114374
160287
189
186
VCR<1.50VCR<2.002.00<VCR
scale: 1mm =30000(pcu)
266313452418699706791
695
484
468
365
263200
145
145
145
17014
188
355
336
161
90
90
81
2945
25
63
129 1
30
985
761761 76
1
71
67
52
52
52558
458
412
262
51 195 169 131
187
210222
190484587 762
55
351 622
145
46 40
76
34
34
30
8455
55
115
607
7648
101
96
165
28
18064
298
43
144
8084
86
86
104
104
72
59
35
117
99
66
33
120
59
71
7
1
1
131
167
81
53
124
117
180
352393502738
44769118109323401
329
853
1105
1132
234
31
36
58 945
111264134
985
336
182
277
730324
122258
179
158
VCR<2.002.00<VCR
scale: 1mm =30000(pcu)
Tanpa perbaikan Dengan perbaikan
Gambar 2.18: Lalu Lintas Tanpa dan Dengan Perbaikan di tahun 2010
Menjelang tahun 2015, volume lalu lintas akan meningkat dan ini membutuhkan pengembangan lagi. Pengembangan tersebut meliputi: (i) bagian selatan jalan lingkar tengah, (ii) Akses Tanjung Bunga, (iii) Poros Takalar, (iv) Trans-Sulawesi (Jeneberang), (v) Jalan raya Mamminasata, (vi) Abdullah Daeng Sirua, dan (vii) Akses Malino. Apabila pengembangan jalan tersebut dilaksanakan, lalu lintas jalan akan berubah seperti pada Gambar 2.19 dan 2.20.
Kondisi Lalu Lintas 2005 Kondisi Lalu Lintas tahun 2020 k b ik
Kondisi Lalu Lintas 2010
Kondisi Lalu Lintas 2015
Kondisi Lalu Lintas 2020
Pengembangan rute-rute padat
Pengembangan rute-rute padat
Pengembangan rute-rute padat
Lalu Lintas meningkat
Lalu Lintas meningkat
Jaringan Masa Depan (2020)
Rencana
Lalu Lintas meningkat
Perb
andi
ngan
Tata Guna Lahan
dengan proyek perbaikan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 21
350510598515 911 9651091
1012
679
657
557
358269
191
191
59
234
484
443
189
97
97
10441
47
43
2092
361292
1020 10201020
93
105
61
621
74791
692
608
361
71 291 253 200
303
339317
2615867721077
194
447 874
177
62 112
103
46
46
71
174103
194
149
830
10381
179
135
217
34
295151
472
68
175
127
105
32
129
129
100
100
79
73
33
157
130
43
162
75
101
1
14
177
359
126
98
219
137
295
394480608892
621169206128458565
488
1109
1324
1384
34176
95
89 12320
151413177
1292
443
256
366
965474
216423
292
249
2.00<VCRscale: 1mm =30000(pcu)
314423634503 970971
780
521
358
715
608
475368
218
218
218
203
385
305
167
91
91
66
6633
57
1411
87
1024
736736 73
6
87
80
58
79
21
74574
420
366
142
71 187 251 197
169
178237
176529666 996
107
532 671
153
94 24 46
46
33
2222
107
551
831
280
51
151
217
280
8736718
161
7810
4
79
79
107
107
53
12
65
175
130
43
144
57
97
9
21
183
345
351
51
402
62
87
432458581840
490113154
123
350438
396
1001
1084
1158
253
1
81
80 16181
129385199
1024
305
164
272
665236
156340
394
112
534
219
224
54
334
368381
452
325
354
35479
516
434492
VCR<2.002.00<VCR
scale: 1mm =30000(pcu)
In 2015
M M
M2
M3
M4
M5
M6
Tanpa perbaikan Dengan perbaikan
Gambar 2.19: Lalu Lintas Tanpa dan dengan Perbaikan di tahun 2015
397641797667109511711123
845
628
1038
894
646526
365
365
365
242
533
425
186
97
97
10570
54
73
2813
45
1333
1000 10001000
100
138
65
8621
93747
619
526
228
90 237 334 266
349
407332
2315938761226
303
637 955
208
98 29
96
58
58
57
2927
303
644
1017
403
78
226
273
403
101661039
165
9913
0
116
116
144
144
85
52
63
230
162
108
54
179
65
127
30
9
227
417
478
78
556
84
101
481498645952
651267293146443533
481
1144
1275
1386
415
76
136
129 265208
189583238
1333
425
252
355
813331
204440
607
119
581
252
326
2
92
465
520523
9655
1
512
542
542116
604
567641
VCR<2.002.00<VCR
scale: 1mm =30000(pcu)
3926127526621015998993
640
418
584
527
306299
357
357
357
236
540
426
181
82
82
9472
52
65
2403
48
1117
799799 79
9
99
153
71
9423
93397
325
366
178
90 175 334 266
322
332335250596868
923
38
483 748
26
35 18
75
58
58
15
4037
38
451
1141
152
232
273
152
445
499
62
166
117
137
89
89
57
57
45
37
81
232
162
54
171
63
120
1
42
77
359
109197
44
443481630
878
555245282150430524
480
1041
1297
1398
367
83
125
219 344375
156620271
1117
426
475
350
723
210381
164
151
505
236
312
247
3
13
61
341246
316
7545
5
377
478
47852472448
175
6
313
55308
39
414
492
535
484333
102
355
257
28850
8
158
75
75
49
199150
381
565
473
331
369
420
26
330
300
2.00<VCRscale: 1mm =30000(pcu)
Tanpa perbaikan Dengan perbaikan
Gambar 2.20: Lalu Lintas Tanpa dan dengan Perbaikan di tahun 2020
Menjelang tahun 2020, dibutuhkan tambahan pengembangan jalan, yaitu (i) Mamminasata By
Pass, (ii) Trans-Sulawesi, (iii) persimpangan bandar udara, (iv) Jl. Kapasa Raya (KIMA), (v)
jalan penghubung kawasan industri KIMA dan KIWA, dan (vi) Hertasning. Kondisi lalu lintas
jalan dengan dan tanpa perbaikan jaringan jalan diperbandingkan, terlihat pada gambar di atas.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
II - 22
Simulasi keadaan lalu lintas dengan pengembangan jaringan jalan tersebut di atas merupakan dasar untuk pengembangan jalan di Mamminasata, seperti direncanakan berikut ini.
Gambar 2.21: Keseluruhan Rencana Jaringan Jalan di Mamminasata
Perlu dicatat bahwa Jalan Lingkar Tengah telah direncanakan untuk dibangun dengan inisiatif
swasta. Kota Makassar telah hampir menyelesaikan pembebasan tanah di bagian selatan Jalan
Lingkar tengah dan melakukan investasi bersama dengan P.T. Karsa Buana Santika. Namun,
dalam hal ini tidak disarankan membangun Jalan Lingkar Tengah di bagian utara yang melintasi
muara Sungai Tallo karena setelah melihat simulasi lalu lintas di atas dan juga dampak negatif
terhadap lingkungan dan diperlukannya investasi yang besar untuk pembangunan pondasi bagian
tanah yang lemah. Uji lingkungan menunjukkan pembangunan bagian utara Jalan Lingkar
Tengah akan menimbulkan dampak yang serius.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 1
BAB III
JARINGAN TRANSPORTASI DAN SISTEM ANGKUTAN UMUM
KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA
3.1 Umum
Jaringan transportasi meliputi jaringan prasarana dan jaringan pelayanan yang dikelompokkan
menurut wilayah, hirarki, kelas dan sifat pelayanannya. Jaringan terdiri atas simpul dan
keruangan lalu lintas, dimana simpul sebagai ruang untuk menaikkan dan menurunkan,
membongkar dan memuat barang, serta sebagai tempat pertukaran moda. Jaringan transportasi
mewujudkan keterpaduan dan mesinambungan mobilitas manusia, barang dan jasa.
Prinsip dasar dalam pengembangan jaringan yang terpadu secara serasi dan seimbang antara lain:
a. Pengelompokan dalam berbagai tatanan masing-masing memiliki karakteristik fungsional
yang berbeda.
b. Pengelompokan yang saling terkait berdasarkan intensitas.
c. Menentukan peran masing-masing moda secara optimal berdasarkan keunggulan masing-
masing.
d. Optimalisasi sumberdaya yang tersedia, sesuai dengan keterbatasan masing-masing untuk
memperoleh manfaat maksimal dengan pengorbanan yang minimal.
Angkutan umum tumbuh karena perkembangan dan penyebaran penduduk, industri, pertanian,
dan pertambahan yang memerlukan pergerakan atau angkutan dari dan ke berbagai penjuru.
Agar angkutan umum tidak menimbulkan peningkatan kemacetan yang sulit terkendali,
sementara dilain sisi investasi untuk pembangunan fisik jaringan jalan sangat terbatas diperlukan
strategi pengelolaan angkutan umum yang dirumuskan dalam bentuk sistem jaringan trayek
dalam suatu hierarki yang jelas. Strategi pengelolaan angkutan umum untuk menghindari
terjadinya ekonomi biaya tinggi, baik bagi angkutan penumpang terutama bagi angkutan barang
dan industri diperlukan juga dalam bentuk rumusan hierarki yang jelas.
Dengan demikian, jaringan transportasi jalan yang tersedia di kawasan aglomerasi Maminasata
merupakan aset utama dalam penataan sistem angkutan umum, apalagi dengan tingkat
pertumbuhan moda transportasi jalan tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan panjang
jaringan jalan di kawasan Aglomerasi Mamminasata. Selain itu, kawasan Aglomerasi
Mamminasata dijumpai jaringan transportasi laut dan udara dengan tersedianya pelabuhan laut
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 2
Internasional di Makassar dan pelabuhan Regional Galesong di Kabupaten Takalar serta
pelabuhan lokal Pajjukukang di Kabupaten Maros serta Bandar Udara Sultan Hasanuddin di
Makassar. Titik simpul dalam jaringan transportasi tersebut membutuhkan pelayanan untuk
angkutan umum agar pemakai jasa mendapatkan kemudahan dalam melakukan perjalanan,
dengan artian bahwa tersedianya trayek angkutan umum ke pelabuhan dan bandar udara akan
menjadi alternatif pilihan bagi pemakai jasa untuk menekan biaya perjalanan (Total Travel Cost).
3.2 Metodologi
Jaringan transportasi jalan berdasarkan UU 38 Tahun 2004 adalah prasarana transportasi darat
yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dengan perlengkapannya yang
diperlukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah, dan/atau air atau di atas permukaan air, kecuali kereta api, jalan lori
dan jalan kabel. Sistem jaringan transportasi jalan merupakan kesatuan ruas jalan yang saling
berhubungan dan merupakan pusat-pusat pertumbuhan dalam wilayah yang berada dalam
pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki.
Dalam menyusun sistem jaringan transportasi jalan dilakukan dengan mengacu pada rencana tata
ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar/atau di dalam kawasan
perkotaan dengan kawasan pedesaan. Sistem ini dibedakan atas sistem jaringan jalan primer dan
jalan sekunder. Jaringan transportasi jalan dikategorikan atas fungsi, status dan kelas, fungsi
jalan terdiri atas :
Jalan arteri yaitu jalan umum yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jauh,
kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
Jalan kolektor yaitu jalan umum yang melayani angkutan pengumpul dan pembagi dengan
ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
Jalan lokal yaitu jalan umum yang melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Jalan lingkungan yaitu jalan umum yang melayani angkutan lingkungan dengan ciri
perjalanan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah.
Selanjutnya dari segi status, jalan dikategorikan atas :
Jalan nasional yaitu jalan arteri dan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan antar ibukota provinsi, jalan strategis nasional, serta jalan tol. Keberadaan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 3
jalan tol dalam sistem jaringan jalan merupakan jalan nasional yang penggunanya diwajibkan
membayar tol guna pengembalian investasi, pemeliharaan dan pembangunan jalan tol.
Jalan provinsi yaitu jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan
ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota, atau antar kota, atau antar ibukota kabupaten,
atau ibukota kabupaten dengan kota, atau jalan strategis provinsi.
Jalan kabupaten yaitu jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk
pada jalan nasional dan provinsi yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, dan
jalan strategis kabupaten/kota.
Jalan kota yaitu jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan
antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,
menghubungkan antar persil, menghubungkan antar pusat pemukiman dan berada di dalam
kota.
Jalan desa yaitu jalan umum yang menghubungkan kawasan dalam desa dan antar
pemukiman serta jalan lingkungan.
Dari segi pengelompokan kelas jalan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993,
terdiri atas :
Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm
dengan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton.
Jalan kelas II, jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm dengan
muatan sumbu terberat diizinkan 10 ton.
Jalan kelas III A, jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm
dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
Jalan kelas III B, jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm
dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
Jalan kelas III C, jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm, dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 4
Dalam jaringan transportasi jalan, terminal pelabuhan dan bandar udara sebagai titik simpul
moda transportasi yang berfungsi sebagai tempat dipergunakan untuk keperluan menaikkan dan
menurunkan penumpang atau tempat membongkar dan memuat barang, mengatur jadwal
perjalanan serta sebagai tempat terjadinya perpindahan moda transportasi baik intra maupun
antar moda. Terminal transportasi jalan berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 31
Tahun 1995 terdiri atas :
Terminal tipe A, yang berfungsi melayani kendaraan umum, angkutan antar kota, antar
provinsi, dan angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan
kota dan angkutan pedesaan.
Terminal tipe B, yang berfungsi melayani kendaraan umum angkutan antar kota dalam
provinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.
Terminal tipe C, yang berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan.
Jaringan angkutan umum terdiri dari jaringan trayek dan simpul terminal sebagai tempat
perpindahan. Kedua elemen jaringan angkutan umum ini merupakan bagian dari sistem jaringan
transportasi jalan dalam hal ini moda transportasi angkutan umum dioperasikan di dalamnya.
Terdapat beberapa variabel yang berpengaruh dalam menentukan trayek angkutan umum seperti
terlihat pada Gambar 3.1
Gambar 3.1. Perencanaan Jaringan Trayek Angkutan Umum
RTRW
Kebutuhan Jumlah Armada
Fungsi Jalan
Type Terminal
Tingkat Pelayanan Jalan
Jenis Angkutan Umum
JARINGAN TRAYEK
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 5
Pola perencanaan trayek angkutan umum berdasarkan keputusan Menteri Perhubungan No.3
Tahun 2003, dikategorikan atas :
Angkutan Lintas Batas Negara (ALBN) dilaksankan dalam jaringan trayek Lintas Batas
Negara.
Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dilaksanakan untuk melayani jaringan trayek
antar kota antar provinsi.
Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dilaksanakan untuk melayani jaringan trayek
antar kota dalam provinsi.
Angkutan Kota (Angkot) dilaksanakan dalam jaringan trayek kota, yaitu trayek yang
seluruhnya berasal dalam satu daerah kota wilayah ibu kota kabupaten atau trayek yang
berasal dalam Daerah Khusus Ibu kota Jakarta. Angkutan kota terdiri atas trayek utama,
cabang,ranting dan langsung.
Angkutan Pedesaan (ANGDES), dilaksanakan dalam jaringan trayek yang berada dalam satu
daerah kabupaten yang menghubungkan kawasan pedesaan dengan kawasan pedesaan,
kawasan ibu kota kabupaten dengan kawasan pedesaan.
Angkutan Perbatasan yaitu dilaksanakan dalam trayek yang menghubungkan:
- antara kota dengan kecamatan yang berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten.
- antara kabupaten dengan kecamatan yang berbatasan langsung pada wilayah kota
- antara kota dengan kecamatan yang berbatasan langsung pada wilayah kota tersebut.
- antara kabupaten dengan kecamatan yang berbatasan langsung pada wilayah kabupaten
lain.
Angkutan khusus dalam trayek terdiri atas angkutan antar jemput, angkutan karyawan,
angkutan pemukiman dan angkutan pemadu moda.
Angkutan antar jemput dilaksanakan dalam trayek dengan asal dan tujuan perjalanan tetap
dan sebaliknya.
Angkutan karyawan dilaksanakan dalam trayek yang melayani dari dan ke satu tujuan sentra
kerja dengan beberapa titik asal penumpang.
Angkutan pemukiman dilaksanakan dalam trayek melayani dari dan ke satu kawasan
pemukiman dengan beberapa titik tujuan penumpang.
Angkutan pemadu moda dilaksanakan untuk melayani penumpang dan dari/atau ke terminal,
stasiun kereta api, pelabuhan dan bandar udara kecuali dari terminal ke terminal.
Dalam pengembangan jaringan transportasi jalan, peranan titik simpul seperti terminal,
pelabuhan, dan bandar udara. Perlu menjadi perhatian mengingat trayek yang terbentuk antar
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 6
simpul merupakan akses yang dapat meningkatkan kapasitas lalu lintas. Sedangkan kapasitas
lalu lintas merupakan fungsi dari pada tingkat pelayanan transportasi. Untuk itu terdapat 4
(empat) komponen yang dapat ditampilkan dalam rencana jaringan transportasi jalan seperti pada
gambar 3.2
Gambar 3.2. Pengembangan jaringan transportasi jalan
Pelabuhan sebagai titik simpul dan tempat perpindahan antar roda transportasi dalam perannya
dibagi atas, pelabuhan internasional Hub, pelabuhan internasional, pelabuhan nasional,
pelabuhan regional dengan pelabuhan lokal, selain itu bandar udara dalam perannya
dikategorikan atas bandar udara atau pusat penyebaran dan bukan pusat penyebaran (Spoke).
Jaringan transportasi dan sistem angkutan umum di kawasan Mamminasata, beberapa data dan
informasi telah terkumpul sebelumnya melalui survey dan studi. Pada kajian ini akan lebih
mempertajam analisis dan diarahkan pada bagaimana membangun action plan untuk
memudahkan pembangunan dan pengembangan secara sistemik. Beberapa langkah yang akan
dilakukan sekaitan dengan studi ini dapat diuraikan sebagai berikut :
3.2.1 Pengumpulan Data dan Persiapan Pelaksanaan
Persiapan ini bertujuan untuk mengumpulkan data awal, menetapkan rancangan jaringan
sementara dari data awal untuk dipakai sebagai panduan survey, menetapkan ruas yang akan
didata, serta upaya konfirmasi dengan Pemerintah Daerah. Kegiatan yang dilakukan pada
tahapan persiapan ini meliputi :
Fungsi Jalan
Jaringan Transportasi Jalan
Kelas Jalan
Kapasitas Lalu Lintas
Status Jalan
Pelabuhan Terminal Penumpang
Barang Bandar Udara
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 7
Mengumpulkan data kelas, fungsi dan status jalan yang ada, termasuk terminal dan sistem
angkutan umum.
Mempersiapkan peta-peta dasar (sesuai dengan jenis pekerjaan) berupa : Peta tata guna
lahan, Peta topografi, serta peta yang berkaitan dengan sistem jaringan jalan kawasan
perkortaan Mamminasata
Menetapkan pola rencana jaringan fungsional pada peta, serta menarik beberapa alternatif
rencana As garis jalan Alinemen Horizontal dan titik letak terminal sesuai dengan kondisi
yang ada.
Membuat estimasi panjang jaringan jalan, lokasi Box Culvert/Gorong-gorong dan
bangunan pelengkap jalan lainnya yang mungkin akan terdapat pada route jalan tersebut.
Koordinasi dan konfirmasi dengan instansi terkait baik di pusat maupun di daerah
termasuk juga mengumpulkan informasi sekitar terminal dan jalur jaringan jalan yang
hirarkis.
Mengumpulkan dan mempelajari laporan-laporan yang berkaitan dengan wilayah yang
dipengaruhi atau mempengaruhi sistem jaringan jalan / jembatan dan atau terminal.
3.2.2 Pengumpulan Data Lapangan
A. Pengukuran Topografi
Tujuan Pengukuran Topografi dalam pekerjaan ini adalah mengumpulkan data koordinat
jaringan dan simpul termasuk lokasi-lokasi bangunan pelengkap lainnya di dalam koridor yang
ditetapkan untuk penyiapan peta Topografi Tata cara pengukuran Topografi menggunakan buku
panduan dari Direktorat Jenderal Bina Marga yang berlaku. Kegiatan yang dilakukan pada
tahapan ini meliputi :
Pengukuran titik kontrol horizontal dan titik kontrol vertikal, pengukuran situasi, serta
Pengukuran Penampang Melintang (bila diperlukan)
Pengukuran pada perpotongan rencana trase jembatan dengan sungai atau jalan
Pemgukuran situasi lengkap menampilkan segala obyek yang dibentuk alam maupun
manusia disekitar persilangan tersebut
B. Inventarisasi Jalan dan Jembatan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data secara umum mengenal kondisi
perkerasan yang terdapat pada ruas jalan yang ditinjau.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 8
1. Inventarisasi Jalan
Pemeriksaan dilakukan dengan mencatat kondisi rata-rata setiap 200 m yang tercatat selama
berkendaraan. Untuk kondisi tertentu yang memerlukan data yang lebih rapat, interval jarak
dapat diperpendek. Data yang harus diperoleh dari pemeriksa ini adalah :
Lebar Perkerasan yang ada dalam meter.
Jenis bahan Perkerasan yang ada, misalnya AC, HRS, Conrete Pavement, Lasbutag,
Penetrasi Macadam dan lain-lain.
Kondisi daerah samping jalan serta sarana utilitas yang ada seperti saluran samping,
gorong-gorong, bahu, berm, kondisi drainase samping, jarak pagar/bangunan
pendukung/tebing ke pinggir perkerasan.
Data yang diperoleh dicatat didalam format Inventarisasi Jalan (Highway Geometric
Inventory).
2. Inventarisasi Jembatan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai existing jembatan yang
terdapat pada ruas jalan yang ditinjau.
Informasi yang harus diperoleh dari pemeriksaan ini adalah :
Nama, lokasi, tipe dan kondisi jembatan.
Dimensi jembatan yang meliputi bentang, lebar, ruang bebas dan jenis lantai.
Perkiraan volume pekerjaan bila diperlukan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan
C. Survey Utilitas dan Resettlement
Survey Utulitas dan Resettlement dalam pekerjaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data
kondisi ekisting utilitas yang nantinya akan terkena pembebasan maupun realokasi, antara lain
saluran air minum, jaringan listrik, jaringan telpon, saluran gas (bila ada) serta keberadaan
bangunan perkantoran milik pemerintahan/swasta maupun bangunan perumahan milik
pribadi/perorangan.
D. Survai Jaringan Rute Angkutan Umum
Survai jaringan rute angkutan umum yang dilakukan disajikan pada Tabel 3.1 berikut.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 9
Tabel 3.1: Survai Jaringan Rute Angkutan Umum yang Dilakukan
No. Jenis Survai Sifat Survai 1. Survai Kondisi Tata Guna Lahan
sepanjang Lintasan Rute Primer dan Sekunder
2. Survai Kondisi Sistem Jaringan Rute Primer dan Sekunder 3. Survai Lintasan Rute yang Dilalui
Trayek Angkutan Umum Primer dan Sekunder
4. Survai Panjang Rute Trayek Angkutan Umum Primer dan Sekunder
E. Survai Armada Angkutan Umum
Survai armada angkutan umum yang dilakukan disajikan pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2: Jenis Survai Armada Angkutan Umum yang Dilakukan
No. Jenis Survai Sifat Survai 1. Survai Jumlah Armada Primer dan Sekunder 2. Survai Jumlah Pegawai/Operator Primer dan Sekunder 3. Survai Biaya Operasi Kendaraan Primer 4. Survai Time Headway Armada Primer 5. Survai Waktu Tempuh Primer 6. Survai Pendapatan Primer 7. Umur Kendaraan Armada Primer
G. Survai Fasilitas Transportasi
Survai fasilitas transportasi yang dilakukan meliputi survai kondisi prasarana transportasi yang
terkait secara langsung dengan pengoperasian angkutan umum, seperti kondisi geometrik
jaringan jalan, kondisi terminal, dan kondisi halte angkutan umum yang tersedia. Adapun jenis
dan sifat survai yang dilakukan tersebut disajikan pada Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3: Jenis Survai Fasilitas Transportasi Angk. Umum yang Dilakukan
No. Jenis Survai Sifat Survai 1. Survai Kondisi Halte dan Terminal Primer 2. Survai Kondisi Pelayanan Kendaraan AU Primer
H. Survai Penumpang Angkutan Umum
Survai penumpang angkutan umum yang dilakukan meliputi survai kondisi naik turun
penumpang angkutan umum dan survai asal-tujuan pergerakan penumpang angkutan umum.
Adapun jenis dan sifat survai yang dilakukan tersebut disajikan pada Tabel 3.4 berikut.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 10
Tabel 3.4: Jenis Survai Penumpang Angkutan Umum yang Dilakukan
No. Jenis Survai Sifat Survai 1. Survai Naik Turun Penumpang Primer 2. Survai Asal-Tujuan Pergerakan Penumpang Primer
I. Survai Regulasi & Kelembagaan Manajemen Angk. Umum
Survai regulasi dan kelembagaan manajemen angkutan umum yang dilakukan khususnya yang
terkait dengan angkutan umum di Wilayah Mamminasata disajikan pada Tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5: Jenis Survai Regulasi dan Kelembagaan Manajemen Angkutan Umum
No. Jenis Survai Sifat Survai 1. Survai Struktur Organisasi Pengelola AU Sekunder 2. Survai Regulasi Izin Trayek Sekunder 3. Survai Regulasi Tarif Angk. Umum Sekunder 4. Survai Regulasi Utilasasi Terminal & Halte Primer & Sekunder 5. Survai Kondisi Pengelolaan Operator Primer dengan FGD
Metode yang dilakukan sehubungan dengan pelaksanaan survei dalam pengembangan dan
updating data meliputi ;
- Pengukuran secara fisik tentang dimensi beberapa jaringan jalan dan terminal.
- Traffic count pada beberapa ruas dan simpang
- OD survey (Home Side Interview & Road Side Interview) untuk manusia dan barang.
- FGD (bila diperlukan)
3.3 Sistem Jaringan Jalan Primer dan Sekunder
Sistem jaringan jalan primer dan sekunder adalah merupakan penjabaran dari jalan arteri,
kolektor dan lokal dari segi fungsi. Kawasan aglumerasi Mamminasata dalam perkembangannya
terhadap pelayanan transportasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, sejalan dengan
kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa dan adanya pemanfaatan ruang yang merupakan pusat
tarikan dan bangkitan lalu lintas.
Panjang jaringan jalan kawasan Aglumerasi Mamminasata adalah 4961,04 km yang terdiri atas
jalan arteri primer 107,94 km atau 2, 17%, jalan arteri sekunder 74,61 km atau 1,58 %. Jalan
kolektor 170,49 km atau 3,44% dan jalan lokal 4.608 km atau 92,99%. Melihat kondisi jaringan
transportasi kawasan Aglumerasi Mamminasata yang memiliki panjang jalan lokal, 92,89%
membuktikan bahwa masih jauh dari sasaran standar.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 11
Pelayanan yang direkomendasikan dengan perbandingan jalan arteri, kolektor dan lokal 1 : 3 : 9,
karena hasil yang dicapai adalah 1 : 1 : 25 artinya beberapa ruas jalan yang selama ini fungsinya
jalan lokal tapi pada dasarnya telah beralih fungsi sebagai jalan kolektor. Jalan yang
menghubungkan antara Kabupaten Takalar dan Gowa yang menyusuri pantai termasuk kawasan
Barombong pada dasarnya jalan lokal tetapi melihat pertumbuhan lalu lintas yang
menghubungkan kawasan Tanjung Bunga relatif tinggi sehingga fungsinya sudah merupakan
jalan kolektor. Begitupula jalan lokal yang menghubungkan Parangloe–Pattalasang–
Moncongloe–Kariango-Maccopa,Moncongloe-Daya-Kapasa juga merupakan jalan lokal tetapi
perkembangannya sudah mengarah ke jalan kolektor. Di kota Makassar pun demikian pula, jalan
yang menghubungkan Kapasa – Hertasning, PLTU – Kapasa, Jl. A Pettarani – Veteran, dan lain-
lain perannya sudah mengarah pada jalan kolektor, bahkan jalan Jl. A.P. Pettarani sudah
memungkinkan untuk ditingkatkan sebagai jalan arteri primer karena termasuk jalan yang
mengakses ke pelabuhan laut dan Bandar Udara Hasanuddin melalui jalan Ir. Sutami yang saat
ini akan di arahkan sebagai jalan tol sesi IV.
Selain itu jaringan jalan yang menghubungkan pusat kota dengan pelabuhan regional di
Galesong Takalar dan pelabuhan lokal Pajjukukang Maros membutuhkan peningkatan fungsi
menjadi jalan arteri sekunder mengingat pelabuhan ini melayani trayek angkutan laut antar pulau
dan pulau-pulau pesisir lainnya dari segi administratif pemerintahan termasuk wilayah kabupaten
Pangkajene Kepulauan, Maros, Makassar, dan Takalar. Untuk mengetahui panjang jalan arteri,
kolektor dan lokal kawasan aglomerasi Mamminasata dapat dilihat pada Tabel 3.6 dan 3.7
Gambar 3.3.
Tabel 3.6. Panjang Jalan Arteri dan Kolektor Kawasan Aglomerasi Mamminasata (Km)
No. Ruas Nama Ruas Ruas Arteri Kolektor 1 Kolektor 2 012 Pangkajene - Maros 15,84 15,84 012, 11k Jl. Sam Ratulangi Maros 2,16 2,16 013 Makassar-Maros 8,27 8,27 013, 11k Jl. Nusantara Makassar 2,10 2,10 013, 12k Jl. Satando Makassar 0,58 0,58 013, 14k Jl. Tinumbu Makassar 2,22 2,22 013, 15k Jl. Ir. Sutami Makassar 11,16 11,16 013, 16k Jl. Andalas Makassar 0,99 0,99 013, 17k Jl. Bandang Makassar 0,98 0,98 013, 18k Jl. Mesjid Raya Makassar 1,23 1,23 013,19k Jl. G Bawakaraeng Makassar 1,67 1,67 013,IAk Jl. Urip Sumohardjo Makassar 5,27 5,27 013,IBk Jl. P. Kemerdakaan Makassar 11,97 11,97 013,ICk Jl. Sudirman Maros 1,23 1,23 013,IDk Jl. Yos Sudarso Makassar 0,47 0,47 014 Makassar - Sungguminasa 0,19 0,19 014, 11k Jl. Veteran Utara Makassar 1,95 1,95 014, 12k Jl. Veteran Selatan Makassar 2,30 2,30 014, 13k Jl. Sultan Alauddin Makassar 3,70 3,70
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 12
014, 15k Jl. Gowa Raya Makassar 2,50 2,50 014, 16k Jl. Wahid Hasyim S. Minasa 0,79 0,79 014, 17k Jl. A Mallambasang - Sungguminasa 0,95 0,95 014, 18k Jl. Hasanuddin Sungguminasa 1,73 1,73 015 Sungguminasa - Takalar 18,54 18,54 015, 11k Jl. Usman Salangke Sungguminasa 4,40 4,40 015, 12k Jl. Sudirman Takalar 5,40 5,40 016 Takalar - Jeneponto 44,47 44,47 016, 11k Jl. A. Yani Takalar 1,80 1,80 017. 1 Sungguminasa - Malino 43,96 43,96 017, 11k Jl. Malino Sungguminasa 4,50 4,50 017. 2 Malino - Bantaeng Sinjai 47,03 47,03 022, 11k Jl. Lanto Paeng Paserang Maros 0, 42 0, 42 022, 12k Jl. A Yani Maros 0,20 0,20 022, 13k Jl. Hasanuddin Maros 0,30 0,30 022, 14k Jl. Dg. Sitako Maros 2,44 2,44 022. 2 Maros - Ujung Lamuru 24,13 24,13 098. 1 Palangga - Sapaya 40 40 098. 2 Sapaya - Bantaeng Jeneponto 35 35
Jumlah 353,04 107,94 74,61 170,49
Sumber : Kepmen Prasarana Wilayah No. 375/KPTS/M/2004
Tabel 3.7. Panjang Jalan Lokal Aglomerasi Mamminasata (Km)
No. Kabupaten/Kota Panjang
1 Maros 892
2 Makassar 765
3 Gowa 2.196
4 Takalar 755
Sumber : Dinas PU Kab./Kota Mamminasata
Pada Gambar 3.1 terlihat bahwa terdapat 3 (tiga) akses keluar dari kawasan Aglomerasi
Mamminasata melalui jalan arteri primer dan sekunder yaitu arah ke Utara Parepare, arah Timur
Bone, dan arah Selatan Jeneponto. Sedangkan untuk jalan kolektor terdapat 2 arah keluar yaitu
arah Timur Sinjai dan arah Selatan Jeneponto. Selain itu, untuk moda transportasi laut akses
keluar melalui Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar, Pelabuhan Galesong, dan Pelabuhan
Pajjukukang, sedangkan untuk akses keluar melalui transportasi udara dilakukan pada Bandar
Udara Internasional Sultan Hasanuddin.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 13
Bandar Udara Hasanuddin
Gambar 3.3. Jaringan Jalan Kawasan Aglomerasi Mamminasata
Tambuan
Maros
Mandai
Daya
PLTU
Km 4
Karebosi
Pa’baeng
Sumigo
Limbung
Takalar
Mangadu Jeneponto
Jeneponto
Parangloe Malino-Sinjai
Pattalassang
Moncongloe
Pelabuhan Makassar
Bone
Parepare Pelabuhan Pajjukukang
TRD
Tg. Bunga
Barombong
Pelabuhan Galesong
Jalan Arteri
Jalan Kolektor Jalan Lokal
Terminal Type A
Terminal Type B
Terminal Type C
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 14
3.4 Kondisi Sistem Sarana Angkutan Pribadi, Umum dan Barang
Angkutan Darat
Secara umum, seiring dengan bertambahnya prasarana jalan, pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan masyarakat, jumlah kendaraan turut meningkat, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8: Banyaknya Kendaraan menurut Jenisnya di Wilayah Mamminasata
Sumber: Dinas Perhubungan Sulawesi Selatan, 2007
Jumlah kendaraan di Wilayah Mamminasata tercatat 66,88 % yaitu sebanyak 379.218 kendaraan
terhadap jumlah kendaraan di Sulawesi Selatan sebanyak 567.018 kendaraan. Dari jumlah
tersebut diantaranya terdapat proporsi sepeda motor 78,02%, mobil penumpang 8,72%, mobil
bus 2,41% dan selebihnya sebanyak 10,85% dari kendaraan truk, tangki, pick up dan lain-lain.
Pada periode lima tahun terakhir 2003-2007, menunjukkan pertumbuhan jumlah kendaraan
relatif tinggi antara 6% hingga 7% pertahun untuk seluruh jenis kendaraan, setelah tahun 1997-
2003 dimana krisis ekonomi mulai terjadi terlihat bahwa tingkat pertumbuhan kendaraan relatif
rendah dibawah 6% pertahun untuk keseluruhan jenis kendaraan.
Jika jumlah dan komposisi masing-masing jenis kendaraan yang melintasi ruas jaringan jalan
berbagai kawasan di wilayah aglomerasi perkotaan Mamminasata dapat dilihat pada tebel 3.9
sebagai berikut.
Tabel 3.9: Komposisi Kendaraan di 29 Stasiun Pengamatan di Wilayah Mamminasata
Nama Jalan
Unit Kendaraan/24 Jam
Smp Sepeda &
Becak
Sepeda Motor
Mobil/ Taksi/ Jeep
Bis Pickup Truk Total
Pekkae-Pangkep (Jln Nasional) 290 3.762 3.832 2.199 974 2.214 12.981 12.689
Maros-Uj.Lmuru (Jln Nasional ) 1.180 5.770 1.476 2.035 524 630 10.435 7.849
Maros-Camba (Jln Nasional ) 37 1.441 86 1.285 229 337 3.378 2.900
Sungguminasa-Malino (Jln Provinsi) 397 7.717 1.080 1.849 414 2.488 13.548 10.474
Sungguminasa-Malino (Jln Provinsi) 0 578 77 345 86 146 1.232 992
Kab./Kota Jenis Kendaraan Jumlah Mobil Pnp Mobil Bebas Mobil Bus Sepeda Motor MA M MINASA TA
Makassar 38.957 35.395 6.365 269.505 350.222 Maros 150 308 35 9125 9.618 Gowa 177 190 34 8.838 9.239 Takalar 134 895 35 9.075 10.139
Total 39.418 36.788 6.469 296.543 379.218
Gambar 2.2. Kepadatan Jaringan Jalan DKI Jakarta
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 15
Sungguminasa-Takalar (Jln Nasional) 3.724 20.296 3.524 3.468 718 2.154 30.160 19.294
Sungguminasa-Takalar (Jln Nasional) 308 11.803 1.926 2.561 666 1.167 18.123 11.501
Takalar-Jeneponto (Jln Nasional ) 134 2.218 304 2.291 251 551 5.615 5.011
Jl.Perintis Kemerdekaan 267 19.274 12.639 6.834 1.927 4.230 44.904 36.459 Jl.Sultan Alaudin 8.559 51.693 11.918 7.575 1.495 4.849 77.530 49.567 Makassar–Gowa (Jln Kabupten) 401 2.324 195 456 85 146 3.206 1.905
Makassar–Takalar (Jln Kabupten) 1.066 3.833 177 474 214 105 4.803 2.610
Jl.Kawasan 254 18.098 2.991 1.694 1.263 1.717 25.763 15.519 Jl.Perintis Kemerdekaan 708 79.650 20.268 20.590 1.785 2.229 124.522 76.889 Jl.Ir.Sutami 589 18.332 10.653 3.515 2.744 6.672 41.916 34.823 Tol Reformasi 0 0 2.560 3.757 983 2.703 10.003 12.749 Jl.Panampu 12.047 16.463 1.622 5.717 1.062 1.624 26.488 22.335 Jl.Ujung Pang Dang 3.206 20.255 11.449 4.114 853 820 37.491 26.471 Jl.Urip Sumoharjo 1.736 54.741 18.374 21.420 1.657 1.038 97.230 66.063 Jl.Abu Bakar Lambodo 3.977 16.599 1.097 1.280 894 620 20.490 11.596 Jl.A.Pangerang Pettarani 3.985 91.750 28.739 8.907 3.840 3.566 136.802 80.696 Jl.Sultan Alaudin 7.277 43.924 7.297 19.905 966 695 72.787 50.578 Jl.Metro Tanjung Bunga 887 14.039 8.084 356 646 233 23.358 14.356 Jl.Sungai Saddang Baru 3.872 34.561 20.554 122 1.839 574 57.650 36.378 Jl.Veteran Utara 7.332 57.609 17.096 6.262 2.093 1.440 84.500 50.956 Jl.Cendrawasih 4.768 25.135 5.597 6.596 838 445 38.611 25.412 Jl.Tamangapa 1.269 22.528 5.582 5.615 745 740 35.210 22.040 Jl.Jendral Sudirman 902 28.261 15.847 11.762 1.394 141 57.405 41.204 Jl.Penghibur 3.631 24.559 13.515 2.111 1.015 841 42.041 27.917
Sumber: Tim Studi JICA, 2006
Kendaraan becak tertinggi melintas pada ruas Jl.Pannampu sebesar 12.047 unit becak disusul
Jl.Sultan Alauddin menuju Kabupaten Gowa sebanyak 8.559 unit, dimana fenomena pergerakan
terutama pada Jl.Sultan Alauddin sebagai jalan poros utama yang menghubungkan pusat
kegiatan di Makassar dan Gowa cenderung banyak mengalami hambatan perlambatan
disebabkan jenis kendaraan becak ini. Jenis kendaraan sepeda motor dan kendaraan pribadi pada
Jl.AP Pettarani dan Jl.Perintis kemerdekaan masing-masing sebesar 91.750 unit dan 79.650 unit
motor setra 28.739 unit dan 20.268 unit mobil mengindikasikan kedua ruas jalan tersebut cukup
padat. Kondisi dan fenomena yang sama juga terlihat pada jenis kendaraan bus tertinggi pada
kedua ruas tersebut ditambah dengan Jl.Urip Sumoharjo, karena pada ketiga ruas jalan tersebut
merupakan lintasan utama bagi pengelola angkutan bus yang berpangkalan dalam Kota Makassar
dari dan ke menuju terminal. Jenis kendaraan pick up dan truk lebih dominan pada ruas
Jl.Dr.Sutami dan Jl.AP Pettarani, dimana kedua ruas tersebut menjadi lintasan utama untuk
pelayanan kawasan industri dan pergudangan (KIMA) serta kawasan perdagangan disekitar
wilayah Jl.AP Pettarani.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 16
Angkutan Udara
Prasarana transportasi udara yang melayani pergerakan sarana moda transportasi udara di
Bandara Hasanuddin, yang melayani pergerakan penumpang dan barang domestic dan
internasional.
Jumlah pergerakan pesawat serta penumpang datang dan berangkat di bandara udara Hasanuddin
pada tahun 2005 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya (tahun 2003).
Tabel 3.10: Arus Bongkar Muat Pesawat di Bandara Hasanuddin Tahun 2005
Bulan Penumpang (orang) Bagasi (kg) Cargo (kg) Mail Pos (kg)
Datang Brangkt Transit Bongkar Muat Bongkar Muat Bongkar Muat Jan 25.111 19.600 15.005 1.471.092 1.282.147 1.288.964 1.189.875 39.542 23.247 Feb 22.312 14.121 14.057 1.266.047 1.208.309 1.156.591 1.029.397 36.663 17.377 Mart 22.145 22.917 16.450 1.425.810 1.209.712 1.269.430 1.238.009 36.293 20.108 Apr 22.485 20.604 12.302 1.334.787 1.142.053 1.166.438 1.261.307 38.787 16.670 Mei 27.327 26.290 15.345 1.328.797 1.148.988 1.284.025 1.349.513 35.904 16.961 Jun 29.932 27.119 23.560 1.335.055 1.119.075 1.425.511 1.356.556 43.550 20.887 Jul 29.958 26.586 13.291 1.630.027 1.375.392 1.608.336 1.608.326 38.585 22.296 Agt 29.568 26.534 22.221 1.463.226 1.271.553 1.447.996 1.361.472 35.706 17.860 Sept 24.487 24.318 20.635 1.478.384 1.321.571 1.456.020 1.217.196 35.211 19.759 Okt 22.372 21.145 21.105 1.306.113 1.160.540 1.373.608 1.129.233 46.344 25.311 Nop 24.774 24.753 24.739 1.467.713 1.303.839 1.175.166 1.158.241 43.502 24.879 Des 25.312 25.196 25.145 1.667.470 1.581.889 1.500.192 1.546.156 37.840 31.035 Total 808.821 32.299.589 31.597.558 724.317 Sumber, Dinas Perhubungan Sulawesi Selatan, 2007
Pergerakan pesawat rata-rata yang berangkat pada tahun 2005 sebanyak 23.225 pesawat
meningkat sebesar 36,56% dibandingkan dua tahun sebelunya sebanyak 17.007 pergerakan
pesawat atau dengan tingkat pertumbuhan sebesar 18,28% pertahun. Jumlah barang bagasi yang
dimuat juga meningkat menjadi 21.872.806 kg dari 19.582.535 kg. Cargo juga mengalami
peningkatan hingga kini mencapai kurang lebih 15 juta kg. Jumlah barang berupa mail pos juga
mengalami peningkatan hingga kini mencapai 600.000 kg. Jumlah penumpang naik turun juga
mengalami peningkatan dari 1.187.865 orang menjadi 1.193.828 orang selama dua tahun.
Fenomena pergerakan orang dan barang melalui transportasi udara pada beberapa kota asal-
tujuan yang dominan di Kawasan Timur Indonesia (tidak termasuk Jakarta) selengkapnya
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.11.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 17
Tabel 3.11: Arus Penumpang Pesawat di Bandara Hasanuddin
berdasarkan OD Tertinggi Tahun 2006
O/D Makassar Manado Surabaya Denpasar Oi Makassar 0 310.633 1.063.315 258.237 1.632.186 Manado 383.442 0 105.900 10.758 500.101 Surabaya 1.140.348 23.482 0 425.436 1.589.266 Denpasar 242.115 289 542.420 0 784.824
Dd 1.765.906 334.404 1.711.635 694.432 4.506.377 Sumber : Hasil Analisis L.Basri, Yuli, 2007
Angkutan Laut
Pergerakan orang dan barang dari dan ke Kawasan Mamminasata juga dilayani moda
transportasi laut, dengan pelabuhan laut Soekarno-Hatta dan Paotere sebagai simpul moda
transportasi yang berfungsi sebagai terminal turun naik penumpang maupun barang. Pelabuhan
Soekarno-Hatta merupakan pelabuhan dengan layanan internasional dan regional, sedangkan
pelabuhan Paotere pada umumnya berfungsi sebagai pelabuhan nasional dengan layanan
lokal/domestic.
Jumlah penumpang yang naik dan turun dengan menggunakan transportasi laut sebanyak
663.744 orang mengalami penurunan dari 691.731 orang pada dua tahun sebelumnya. Bongkar
muat barang dengan layanan langsung luar negeri, yang tercatat pada tahun 2005 sebanyak
867.213 ton ekspor sedangkan Impor mencapai 660.373 ton. Bongkar muat dan kunjungan
kapal melalui pelabuhan di Makassar (dari dan ke seluruh kota baik dalam negeri maupun luar
negeri) adalah 6.105.295 ton yang dibongkar dan sebesar 5.732.295 yang dimuat dengan
kunjungan kapal sebanyak 4.523 kapal yang bersandar.
A. Karakteristik Perjalanan
Tingkat motorisasi dan mobilisasi penduduk wilayah Mamminasata mengalami pertumbuhan
yang relatif tinggi sejalan dengan peningkatan pendapatan. Tingkat motorisasi ini pada akhirnya
akan mempengaruhi mobilitas penduduk dalam arti bahwa tingkat perjalanan yang dilakukan
penduduk baik di wilayah Kota Makassar sebagai pusat kegiatan, maupun wilayah Mamminasata
juga mengalami peningkatan. Tingkat motorisasi yang tinggi juga mengidentifikasikan
diperlukannya pasokan (supply) sistem transportasi untuk menampung pertumbuhan lalu-lintas
sejalan dengan peningkatan tingkat motorisasi. Kondisi motorisasi di wilayah Kota Makassar
dan Mamminasata dapat dilihat pada Tabel 3.12.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 18
Tabel 3.12: Komposisi Perjalanan Orang di Mamminasata
menurut Moda Angkutan Tahun 2006
Moda
Perjalanan Orang Harian
Komposisi Terhadap
Total
Komposisi Terhadap motorized
modes
Komposisi Terhadap
Sifat Moda (pribadi/umum)
Seluruh Moda (termasuk non-motorized) 1.158.182 100.0% - - Non-motorized modes of transport 72.803 6,29 - - Motorized modes of transport 1.085.379 93,71 100.0% - - Sepeda Motor 697.213 - 60,20 - - Mobil Pribadi 290.597 - 25,09 62,88 - Angkutan Umum 170.372 - 14,71 37,12 Sumber : Tim Survey MTI, 2006
Gambaran diatas menunjukkan proporsi rata-rata orang menggunakan kendaraan tertentu
sebagai alat angkut dalam melakukan perjalanan untuk memenuhi kebutuhannya. Dari
1.158.182 perjalanan orang setiap hari secara dominan mempunyai kecenderungan
menggunakan kendaraan bermotor sebesar 93,71% dibandingkan dengan tidak menggunakan
kendaraan bermotor (jalan kaki, becak, sepeda dan sebagainya). Dari 1.085.379 perjalanan
orang perhari pengguna kendaraan bermotor, cenderung didominasi penggunaan kendaraan
dengan sepeda motor sebesar 60,20% dibanding dengan mobil. Demikian pula jika
dibandingkan antara pengguna kendaraan pribadi dengan kendaraan umum cenderung lebih
besar kendaraan pribadi dengan perbandingan 63 : 37.
Tabel 3.13: Panjang Perjalanan Rata-rata
menurut Maksud Perjalanan dan Kelompok Pendapatan
Kelompok Pendapatan
Bekerja Sekolah
2000 1) 2005 2) 2000 2005 Tinggi 7,48 8,52 3,63 6,19
Menengah Atas 6,71 8,37 2,89 3,83 Menengah Bawah 5,85 8,30 2,21 3,24
Rendah 4,65 8,28 1,78 1,63 Rerata 5,57 7,09 2,24 2,93
Sumber : 1) L.B.Said, 2000, 2) L.B.Said FST-UMI, 2005
Pada Tabel 3.13 ditunjukkan panjang perjalanan rata-rata menurut maksud perjalanan dan
kelompok pendapatan, pada kondisi tersebut terlihat bahwa pertumbuhan tingkat perjalanan
tersebut pada periode tahun 2000-2005 adalah 1.5% pertahun. Pada tahun 2000, hasil Home Side
Interview yang dilakukan menunjukkan bahwa tingkat perjalanan penduduk Mamminasata
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 19
(Minasamaupata) adalah 1.68 perjalanan perorang perhari (baik motorised maupun non-
motorised).
Pertambahan tingkat perjalanan secara total akan menyebabkan pertumbuhan lalu-lintas relatif
semakin tinggi. Hasil dari prakiraan permintaan didasarkan pada matriks O-D menunjukkan
selain perjalanan yang dilakukan penduduk Kota Makassar dan Kabupaten sekitarnya (Maros,
Gowa, Takalar). Total perjalanan yang dilakukan diprakirakan meningkat sekitar 3.01%
pertahun. Dari 423 ribu perjalanan dengan kendaraan bermotor tahun 2000 meningkat menjadi
sekitar 514 ribu perjalanan per hari pada tahun 2005. Tahun 2005 telah dilakukan survei terhadap
arus perjalanan dalam wilayah Kota Makassar maupun antar wilayah Makassar dengan wilayah
sekitarnya dalam lingkup Mamminasata, hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.14.
Tabel 3.14: Pergerakan Utara - Selatan Mamminasata Tahun 2005
Arah Pergerakan Volume pergerakan (kend/hari)
Volume Pergerakan (org/hari)
Makassar-Gowa/Takalar (arah Selatan) 77.530 260.501
Makassar Maros (arah Utara) 44.904 150.877 Sumber : Hasil Survey Tim MTI, 2005
B. Karakteristik Lalu Lintas
Aktivitas lalu lintas tersibuk di wilayah perkotaan Mamminasata terfokus pada wilayah dengan
tingkat aktivitas ekonomi tinggi, yakni sepanjang Jl.Perintis Kemerdekaan dan Jl.Dr.Sutami
sebagai ruas jalan utama masuk wilayah kota dari arah utara, jalan lingkar dalam AP.Pettarani
dan Jl.Dr.Ratulangi-Jendral Sudirman yang merupakan koridor utama utara selatan dalam kota,
sepanjang ruas Jl.Sultan Alauddin sebagai koridor untuk keluar masuk kota dari arah selatan,
adalah ruas jalan dengan volume lalu lintas tersibuk, hampir 50,000 kendaraan melalui jalan ini
setiap harinya. Ruas-ruas jalan tersibuk lainnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.15: Karakteristik Lalu Lintas pada Berbagai Ruas Jalan
No Nama Ruas Jalan Karakteristik Volume Kecepatan Kapasitas DS LOS
1 Jl. Jend. Ahmad Yani 1.665 50,35 7.211 0,202 A 2 Jl. Sultan Alauddin 3.531 49,98 5.880 0,546 C 3 Jl. Andalas 1.968 44,59 3.536 0,510 B 4 Jl. Andi Tonro 1.626 51,30 3.089 0,489 B 5 Jl. Antang Raya 1.302 36,27 2.321 0,477 B 6 Jl. Batua Raya 719 39,90 2.755 0,225 A 7 Jl. Borong Raya 1.047 38,61 2.473 0,379 B 8 Jl. Cakalang 1.731 37,73 3.187 0,473 B 9 Jl. Cendrawasih 2.122 42,30 4.914 0,337 A
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 20
10 Jl. Abdullah Dg Sirua 1.177 27,95 1.397 0,686 C 11 Jl. Diponegoro 1.675 35,49 2.296 0,600 C 12 Jl. Gagak 1.171 42,24 3.666 0,280 A 13 Jl. Ir. Sutami 2.314 42,00 2.900 0,686 C 14 Jl. Jend.M. Yusuf 2.088 55,51 4.865 0,369 B 15 Jl. R.A. Kartini 936 59,78 5.186 0,144 A 16 Jl. Kumala 1.989 60,39 3.493 0,454 B 17 Jl. Malengkeri 1.043 37,05 2.397 0,343 A 18 Jl. Masjid Raya 2.192 50,02 5.845 0,340 A 19 Jl. Nusantara 1.169 43,46 4.979 0,174 A 20 Jl. Perintis Kemerdekaan 3.272 49,98 5.880 0,538 B 21 Jl. Pongtiku 993 41,58 2.842 0,290 A 22 Jl. Jend. Sudirman 1.892 47,70 7.371 0,219 A 23 Jl. Sultan Hasanuddin 2.053 51,92 3.136 0,619 C 24 Jl. Sungai Saddang 1.373 42,24 3.292 0,377 B 25 Jl. Teuku Umar 1.588 37,72 2.973 0,453 B 26 Jl. Toddopuli Raya 1.130 34,44 2.639 0,381 B 27 Jl. Yos Sudarso 1.410 42,75 3.141 0,402 B 28 Jl. Arif Rate 1.899 57,95 3.350 0,516 B 29 Jl. Bandang 2.739 44,55 3.849 0,507 B 30 Jl. G. Bawakaraeng 1.684 53,10 3.065 0,524 B 31 Jl. Hertasning 1.582 50,02 3.363 0,415 B 32 Jl. A.P.Pettarani 1.981 53,68 4.704 0,402 B 33 Jl. Tentara Pelajar 1.808 52,25 3.135 0,506 B 34 Jl. Urip Sumoharjo 2.862 46,61 2.816 0,842 E 35 Jl. Veteran Selatan 2.927 42,35 3.659 0,739 C
Rerata 1.790 45,54 3.760 0,440 B Sumber : Kompilasi Data Dinas Perhubungan, 2006
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
Jl. Je
nd. Ahm
ad Y
ani
Jl. Sulta
n Alauddin
Jl. Anda
las
Jl. Andi
Tonro
Jl. Antan
g Ray
a
Jl. Batua
Ray
a
Jl. Boron
g Ray
a
Jl. C
akala
ng
Jl. C
endra
wasih
Jl. Abdu
llah D
g Sirua
Jl. D
iponeg
oro
Jl. G
agak
Jl. Ir.
Suta
mi
Jl. Je
nd.M. Y
usuf
Jl. R
.A. Kartin
i
Jl. Kumala
Jl. M
alengk
eri
Jl. M
asjid R
aya
Jl. N
usan
tara
Jl. Perin
tis Kemerde
kaan
Jl. Pong
tiku
Jl. Je
nd. Sud
irman
Jl. Sulta
n Has
anudd
in
Jl. Sung
ai Sad
dang
Jl. Teu
ku U
mar
Jl. Tod
dopu
li Ray
a
Jl. Yos S
udarso
Jl. Arif
Rate
Jl. Band
ang
Jl. G
. Baw
akarae
ng
Jl. H
ertas
ning
Jl. A.P
.Pettaran
i
Jl. Ten
tara Pela
jar
Jl. U
rip S
umoh
arjo
Jl. Veter
an S
elatan
Ruas Jalan
Kara
kter
istik
VolumeKapasitas
Gambar 3.4: Fenomena Perbandingan Volume dan Kapasitas Ruas Jalan
Tabel dan gambar tersebut memperlihatkan bahwa volume terbesar adalah sebesar 3.531
smp/jam pada ruas Jl.Sultan Alauddin dengan nilai rerata terhadap semua ruas sebesar 1.790
smp/jam. Kecepatan arus bebas ruas tertinggi adalah sebesar 60,39 km/jam, dengan nilai
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 21
kecepatan rerata sebesar 45,54 km/jam. Kapasitas ruas jalan tertinggi adalah sebesar 7.371
smp/jam, dengan besaran kapasitas rerata adalah 3.760 smp/jam.
Derajat kejenuhan (DS=VCR) tertinggi yang terjadi adalah sebesar 0,842 dengan nilai derajat
kejenuhan rerata sebesar 0,440. Tabel di atas memperlihatkan bahwa dari 35 ruas jalan yang
disurvai, terdapat 10 ruas jalan dengan tingkat pelayanan A, terdapat 18 ruas jalan dengan
tingkat pelayanan B, terdapat 6 ruas jalan dengan tingkat pelayanan C, dan terdapat 1 ruas jalan
dengan tingkat pelayanan E.
Kajian terhadap fluktuasi lalu lintas harian pada jaringan jalan memberikan gambaran terhadap
besar volume kendaraan maksimum serta waktu sibuk pagi dan sore hari untuk masing-masing
arah. Waktu sibuk pagi hari rata-rata ruas jalan di Kota Makassar adalah antara pukul 07.00 –
10.00 dan waktu sibuk sore adalah pukul 16.00 – 18.00. Sebagai contoh adalah Jalan Sultan
Alauddin, lalu lintas tersibuk terjadi pada sore hari pukul 16.00 – 17.00 dengan volume 3.300
kendaraan/jam.
Hasil survei kecepatan (spot speed) pada puncak pagi dan sore hari tahun 2006 sebesar 27,95
km/jam hingga 49,98 km/jam memberikan gambaran kerapatan lalu lintas di Kota Makassar saat
ini, ruas-ruas jalan dengan kerapatan tinggi terdapat di lokasi koridor Jalan Perintis
Kemerdekaan, terutama dari dan ke arah utara selatan dimana perjalanan dari kebupaten ke
kabupaten lainnya harus melintasi dan membebani jaringan jalan yang ada di Kota Makassar,
karena lintasan langsung antar kabupaten pada sisi timur Kota Makassar belum tersedia.
Angkutan Umum
Angkutan umum perkotaan adalah angkutan umum yang melintasi 2 atau lebih wilayah
administratif kota atau kabupaten yang berdekatan. Dalam hal ini, untuk Kota Makassar terdapat
berbagai trayek angkutan umum perkotaan yang bergerak dalam wilayah Metropolitan
Mamminasata (Kota Makassar, Kota Maros, Kota Sungguminasa dan Kota Takalar), baik dari
jenis kendaraan mikrolet, maupun dari jenis kendaraan bus (Bus DAMRI).
Sistem angkutan umum di wilayah Aglomerasi Perkotaan Mamminasata lebih didominasi oleh
sistem bus kecil (mikrolet) dengan istilah populer diwilayah ini adalah pete-pete yang berbasis
jaringan jalan raya. Tingkat pelayanan dari sistem pete-pete ini sangat tergantung pada kondisi
lalu-lintas dan jumlah armada angkutan umum yang beroperasi. Pada sisi lain kondisi prasarana
utama dan prasarana penunjang sistem angkutan umum seperti terminal, halte dan tempat-tempat
pemberhentian masih membutuhkan perhatian ekstra untuk ditingkatkan pengembangannya, baik
menyangkut fisik maupun pengelolaannya.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 22
Adapun indikator karakteristik dari angkutan perkotaan yang menuju dan meninggalkan Kota
Makassar, diuraikan sebagai berikut :
1) Lintasan Rute
Lintasan rute dari berbagai trayek angkutan perkotaan jenis mikrolet di wilayah Mamminasata
yang berstatus sebagai angkutan dalam propinsi (AKDP) disajikan pada Tabel 3.16 dan Gambar
3.5, 3.6 dan 3.7.
Tabel 3.16: Lintasan Rute Angkutan Perkotaan di Mamminasata
No Nama Trayek Lintasan Rute
Rute Pergi Rute Pulang 1 Maros – Makassar via
Perintis Terminal Marusu – Jl. Perintis K. – TRD
TRD – Jl. Perintis K. – Terminal Marusu
2 Maros – Makassar via Tol
Term. Marusu – Jl. Sutami – TRD
TRD – Jl. Sutami – Terminal Marusu
3 Sungguminasa – Makassar
Term. Bajiminasa – Jl. St. Alauddin – Jl. A. Tonro – Jl. Kumala – Jl. Ratulangi – Jl. Sudirman – Jl. B. Saraung
Jl. B. Saraung – Jl. Lompo Battang – Jl. BWK – Jl. Sudirman – Jl. Landak – Jl. Veteran – Jl. St. Alauddin – Ter. Bajiminasa
4 Takalar – Makassar Term.Takalar –Sungguminasa - Jl. St. Alauddin – Jl. A. Tonro – Jl. Kumala – Jl. Ratulangi – Jl. Sudirman – Jl. B. Saraung
Jl. Bulusaraung – Jl. Lompobattang – Jl. BWK – Jl. Sudirman – Jl. Landak – Jl. Veteran – Jl. St. Alauddin –Sungguminasa - Term. Takalar
5 Makassar Mall – Sungguminasa
Term. Bajiminasa – Jl. St. Alauddin – Jl. A. Pettarani – Jl. Urip – Jl. BWK – Jl. Sudirman – Makassar Mall
Makassar Mall – Jl. B. Saraung– Jl. Urip – Jl. Pettarani – Jl. St. Alauddin – Ter. Bajiminasa
Tabel di atas memperlihatkan bahwa terdapat 5 trayek angkutan perkotaan jenis mikrolet yang
beroperasi yaitu : Trayek Makassar – Maros via Jl. Perintis dan via Jl. Sutami, Trayek Makassar
- Takalar, dan Trayek Makassar – Sungguminasa (Gowa) yang terdiri atas jenis moda yaitu moda
mikrolet dan moda bus DAMRI. DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 23
Gambar 3.5: Lintasan Rute Trayek Makassar - Maros
Gambar 3.6: Lintasan Rute Trayek Makassar - Sungguminasa
Terminal Maros
Terminal Regional Daya (TRD)
Eks Terminal Panaikang
Rute AKDP Trayek Maros –
Makassar via Tol
Rute Trayek Maros –
Makassar via Perintis
Pasar Butung
Makassar Mall
Pasar Pannampu
Perumahan BTP
Perumahan Sudiang
Kondisi Eksisting
Rute AKDP Trayek Maros –
Makassar
Kampus Unhas
Terminal Cappa Bungaya
Lapangan Karebosi
RSU Labuang Baji
Terminal Malengkeri
KONDISI Eksisting Rute AKDP Trayek
Sungguminasa – Makassar
Rute AKDP Trayek
Sungguminasa – Makassar
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 24
Gambar 3.7: Lintasan Rute Trayek Makassar - Takalar
Perkembangan Jumlah Armada dan Penumpang
Dengan jumlah armada sekitar 5.550 unit pete-pete termasuk enam unit bus besar (DAMRI), dan
jumlah penumpang sekitar 0,5 juta penumpang per hari, Mamminasata adalah sebuah pasar yang
cukup besar bagi jasa pelayanan angkutan umum. Jasa pelayanan angkutan umum baik yang
disediakan oleh operator swasta maupun pemerintah tidak sepenuhnya diatur oleh pemerintah.
Tarip dasar ditetapkan oleh Pemerintah Pusat yang disesuaikan pemda setempat, sedang izin
trayek dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan.
Dari data berdasarkan laporan Dinas Perhubungan diketahui bahwa jumlah angkutan umum yang
melayani wilayah Mamminasata mengalami penurunan pada periode 2000–2005, hal ini
kemungkinan disebabkan persoalan multi dimensi yang yang terkait peningkatan pengguna
kendaraan roda dua yang sangat dahsyat, pembatasan/pengetatan izin trayek baru maupun
Ke Makassar
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 25
peremajaan, serta isu persiapan akan diterapkannya sistem angkutan massal (Bus Way).
Sementara itu pada sekitar lima tahun sebelumnya, trayek angkutan kota Makassar pernah
mencapai 24 trayek. Kondisi ini menjadi berubah karena beberapa trayek mengalami kesulitan
permintaan, suatu kondisi yang menunjukkan bahwa pengeluaran izin suatu trayek belum tentu
merupakan suatu trayek dengan permintaan yang cukup sehingga pada akhirnya trayek tersebut
tidak berjalan.
Pada Tabel 3.17 diuraikan perkiraan jumlah penumpang angkutan umum yang rata-rata tiap hari
di Kawasan Mamminasata Tahun 2000-2006 dimana pada Tabel tersebut terlihat pertumbuhan
penumpang yang cukup tinggi tidak diakomodasi oleh pertumbuhan angkutan umum, ditambah
lagi dengan tingginya pertambahan minat masyarakat menggunakan kendaraan roda dua. Karena
jenis kendaraan ini disamping dipandangnya irit juga sangat mudah memperolehnya melalui
sistem kredit.
Jumlah armada angkutan perkotaan baik jenis mikrolet maupun jenis bus di wilayah Makassar
dan sekitarnya disajikan pada Tabel 3.18 berikut :
Tabel 3.18: Jumlah Armada Angkutan Perkotaan di Kawasan Mamminasata
No Trayek AKDP Jumlah Armada (Unit)
Jenis Armada Kapasitas (Seat)
1 Maros – Makassar via Perintis 423 Mikrolet 12
2 Maros – Makassar via Sutami 224 Mikrolet 12
3 Sungguminasa – Makassar 860 Mikrolet 12
4 Takalar – Makassar 298 Mikrolet 12
5 Makassar Mall - Sungguminasa 6 Bus DAMRI 40
Tabel 3.17: Perkiraan Jumlah Penumpang Rata-Rata Tiap Hari Tahun 2000-2006
Tahun Pergerakan Penduduk
Pergerakan Kendaraan
Penumpang Umum
Kendaraan Umum
Pertumbuhan Penumpang
(%)
Pertumbuhan Kendaraan
(%) 2000 932.765 239.160 304.352 2001 952.819 250.186 320.817 2,15 4,61 2002 971.781 262.120 346.258 1,99 4,77 2003 989.661 280.284 367.968 1,84 6,93 2004 1.005.793 302.259 435.012 4.449 1,63 7,84 2005 1.021.584 322.994 476.903 1,57 6,86 2006 1.037.316 350.222 514.579 4.550 1,54 8,43
Sumber : JKPT, 2006
DI WILAYAH DKI JAKARTARUTE ANGKUTAN UMUM
Jakarta UtaraJakarta TimurJakarta PusatJakarta BaratJakarta Utara
Rute Bus KecilRute Bus SedangRute Bus Besar
Gambar 2.11 Rute Angkutan Umum di Wilayah DKI Jakarta
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 26
Tabel di atas memperlihatkan bahwa jumlah armada angkutan umum perkotaan untuk trayek
Maros – Makassar sebesar 423 unit (trayek Via Jl. Perintis Kemerdekaan) dan 224 unit (trayek
Via Jl. Sutami). Untuk Trayek Sungguminasa – Makassar, terdapat 860 unit bagi jenis armada
mikrolet dan 6 unit bagi armada bus. Adapun untuk Trayek Takalar – Makassar, terdapat sebesar
298 unit.
3.5 Kondisi Sistem Pelayanan Moda Angkutan
Cakupan Wilayah Pelayanan
Cakupan pelayanan direpresentasikan dengan wilayah dengan radius sekitar 500 m sebagai
aksesibilitas atau jarak maksimum yang diterima orang berjalan kaki dari dan ke jaringan trayek.
Cakupan wilayah pelayanan untuk tiap angkutan menunjukkan distribusi jumlah trayek terhadap
jarak lintasan, dimana karena hanya tersedia satu jenis angkutan terlihat adanya over lapping
jarak yang cukup besar. Pada sisi lain, idealnya angkutan pete-pete melayani rute angkutan
umum jarak dekat sedang bus sedang melayani rute dengan jarak menengah. Struktur rute
angkutan umum kawasan Mamminasata belum tertata dengan baik, hal ini kemungkinan
dikarenakan berkembangnya Mamminasata sebagai daerah metropolitan belum begitu cepat
sehingga belum terjadi penambahan/pembenahan rute, untuk memenuuhi permintaan yang ada.
Review secara menyeluruh rute-rute angkutan di wilayah Mamminasata belum pernah dilakukan
kecuali penambahan trayek dan rute terus terjadi yang dapat manambah kompleksitas jaringan
trayek tersebut.
Komposisi Pelayanan
Suatu kondisi yang menggembirakan karena kecenderungan trend atau peningkatan masyarakat
pengguna angkutan umum lebih tinggi dari peningkatan ketersediaan armada angkutan yang ada.
Hal ini menggambarkan pengembangan pengelolaan angkutan umum yang prospektif pada masa
yang akan datang. Kecenderungan peningkatan masyarakat perkotaan wilayah Mamminasata
pengguna angkutan umum dapat dilihat pada gambar berikut.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 27
Gambar 3.8: Kecenderungan Peningkatan Masyarakat Pengguna Angkutan Umum
Komposisi untuk melihat peranan setiap jenis angkutan umum, komposisi kendaraan angkutan
umum (besar, sedang dan kecil) yang beroperasi dapat menggambarkan kondisi sistem angkutan
umum di dalam menyediakan pelayanan. Komposisi kendaraan yang beroperasi pada ruas jalan
dari seluruh jaringan masih didominasi oleh jenis angkutan mikrolet (pete-pete).
Permasalahan lain rute angkutan umum adalah terkonsentrasinya moda trayek di pusat kota
(CBD), dimana pada pusat kota terjadi penumpukan trayek baik bus besar, sedang maupun kecil.
Hal tersebut sangat dimungkinkan karena lokasi terminal regional berada di pusat keramaian
kota dan masih banyaknya pangkalan angkutan umum di luar terminal serta kantor pelayanan,
garasi kendaraan, bengkel bagi setiap operator angkutan umum masih berada di pusat kota.
Dalam mengkaji sistem angkutan umum selain mengkaji sistem distribusi muatan, tingkat
pelayanan juga penting untuk dikaji. Average Load Factor pada jam sibuk menggambarkan
kinerja sistem angkutan umum dari segi pengoperasian. Tabel 3.20 menunjukkan average load
factor untuk tiap jenis kendaraan angkutan umum yang beroperasi diterminal regional. Tabel
tersebut menunjukkan bahwa moda angkutan mempunyai load factor yang berubah dan relatif
rata. Apabila kondisi ini dibandingkan dengan sisi penyediaan kapasitas dimana komposisi
kapasitas antara bus kecil dan bus sedang tidak sebanding (penyediaan kapasitas bus sedang
lebih besar), maka load factor yang relatif tinggi ini menggambarkan bahwa pengoperasian bus-
bus kecil ini menjadi kurang efisien.
- 5.000
10.000 15.000
20.000
25.000 30.000
35.000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Penumpang Kendaraan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 28
Tabel 3.19: Load Factor Rerata di Terminal Regional
Periode (jam)
Mikrolet & Bus Kecil
Bus Sedang
Bus Besar
06-07 35,12% 46,59% 57,14% 07-08 46,17% 54,53% 71,57% 08-09 49,17% 42,69% 58,66% 09-10 48,52% 39,34% 55,94% 10-11 52,72% 30,14% 28,25% 11-12 59,77% 37,80% 24,15% 12-13 56,83% 38,56% 22,67% 13-14 41,46% 41,44% 16,09% 14-15 49,24% 48,41% 48,13% 15-16 50,57% 43,92% 49,94% 16-17 51,16% 49,85% 62,47% 17-18 38,22% 65,12% 75,71% 18-19 67,33% 67,94% 74,32% 19-20 50.76% 68,09% 60,19% 20-21 23,47% 62,58% 41,33%
Sumber: Data Survey Bus Passenger OD, MTI, 2006
Nilai load factor pada masing-masing kendaraan yang beroperasi diruas jaringan jalan perkotaan
kawasan Mamminasata rata-rata 0,47 berdasarkan load factor dinamis dan 0,66 berdasarkan
load factor lintasan. Nilai tersebut didasarkan atas muatan pete-pete sebagai jenis kendaraan
yang mendominasi layanan angkutan umum perkotaan trayek dalam Kota Makassar maupun
Makassar-Gowa-Takalar dan Makassar-Maros. Faktor muat (load factor) bagi bus sedang dan
bus besar sebagaimana tabel diatas menggambarkan fenomena muatan untuk AKDP dan AKAP
sebagai bahan perbandingan.
Tingkat pelayanan angkutan umum juga dapat dilihat dari fasilitas angkutan umum yang
disediakan untuk pengguna seperti lajur khusus, halte dan terminal. Halte bus yang ada di Kota
Makassar beberapa diantaranya ditempati oleh pedagang kaki lima yang membuat tidak nyaman
pengguna yang menunggu angkutan umum, kondisi halte tersebut juga seringkali dalam kondisi
rusak, tidak terawat atau kotor. Kondisi terminal-terminal tidak jauh berbeda dengan kondisi
halte, dipenuhi oleh pedagang, dan tidak terawat, kondisi ini masih diperparah oleh pengemudi
angkutan umum yang menunggu penumpang di dalam terminal, menambah tingkat semrawutnya
terminal, kondisi-kondisi tersebut membuat penumpang memilih untuk menunggu kendaraan
umum di tepi jalan atau di luar terminal yang tentu saja akan mengganggu arus lalu-lintas.
Tabel 2.11 Load Factor berdasarkan Data Okupansi Maksimum di Ruas Jalan DKI Jakarta
Periode (jam) Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar 06-07 125.00% 191.35% 200.00% 07-08 100.00% 193.48% 200.00% 08-09 100.00% 185.71% 200.00% 09-10 116.67% 200.00% 200.00% 10-11 100.00% 150.00% 200.00% 11-12 100.00% 150.00% 158.33% 12-13 100.00% 162.50% 183.93% 13-14 100.00% 167.19% 160.94% 14-15 200.00% 200.00% 200.00% 15-16 114.04% 172.22% 200.00% 16-17 103.85% 189.71% 200.00% 17-18 126.67% 194.12% 200.00% 18-19 142.86% 200.00% 200.00% 19-20 101.92% 200.00% 200.00% 20-21 200.00% 200.00% 175.00% 21-22 100.00% 200.00% 180.00%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Survey Bus Passenger OD ,Sitramp Phase II
0.00%
50.00%
100.00%
150.00%
200.00%
250.00%
06-07
07-08
08-09
09-10
10-11
11-12
12-13
13-14
14-15
15-16
16-17
17-18
18-19
19-20
20-21
21-22
Jam
Load
Fac
tor
Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar
Gambar 2.15 Load Factor Berdasarkan Data Okupansi Maksimum
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 29
3.6 Kondisi/Rute Trayek Angkutan Umum
Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil
penumpang, yang mempunyai asal dan tujuan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak
tetap. Sedangkan rute adalah jalur lintasan yang ditetapkan dan sifatnya tetap yang akan dilalui
oleh mobil penumpang dalam suatu trayek.
Trayek angkutan umum perkotaan merupakan jalur yang akan dilalui oleh angkutan umum
berdasarkan izin trayek dikeluarkan oleh Pemerintah kabupaten/Kota untuk angkutan umum
yang beroperasi dalam wilayah kota dan izin trayek yang dikeluarkan Pemerintah Propinsi untuk
angkutan umum yang melintasi lebih dari 1 (satu) kota.
Kondisi trayek angkutan umum di Kawasan Metropolitan Mamminasata yang meliputi 4 (empat)
wilayah kabupaten/kota berlangsung secara parsial menuju dimasing-masing pusat kota,
begitupula pergerakan antar kota khususnya ke Kota Makassar. Pengaturan trayek angkutan
umum ditetapkan dimasing-masing wilayah administrasi kabupaten/kota, begitupula dengan
pergerakan pelayanan angkutan umum penumpang antar kota di Kawasan Mamminasata.
A. Angkutan Penumpang Kota dan Pedesaan
Dengan melihat perkembangan Kota Makassar sebagai pusat pengembangan Kawasan
Mamminasata, disamping peranannya sebagai ibukota provinsi, maka pemerintah Kota Makassar
yang secara koordinasi dengan ketiga wilayah administrasi lainnya, yakni Kabupaten Gowa,
Maros dan Takalar melakukan penataan dan perencanaan system jaringan trayek angkutan.
Disamping itu, orientasi pergerakan penduduk seiring dengan munculnya kawasan-kawasan baru
sebagai kawasan aglomerasi baru di dalam wilayah Kota Makassar, maka pada tahun 2001
Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Perhubungan Kota Makassar melakukan rektruisasi
trayek dan rute pergerakan angkutan umum, terutama jenis Pete-Pete.
Pola sirkulasi dan pergerakan AUP Pete-Pete yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Kota
Makassar sebanyak 24 trayek dan 19 diantaranya titik tujuan utamanya (berawal dan berakhir) di
Makassar Mall. Sedangkan selebihnya (trayek B1, C1, E1, R, dan F1) dengan titik tujuan
utamanya (berawal dan berakhir) Kampus Unhas seperti pada Tabel 3.20.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 30
Tabel 3.20: Jumlah dan Panjang Trayek AUP Pete-Pete di Kota Makassar, Tahun 2000
No. Kode Trayek Jurusan Panjang
Trayek (Km) Jumlah Armada
1. A BTN Minasaupa-Ps. Butung 12,50 193 2. B Trm.Tamalate-Ps. Butung 13,40 629 3. C Makassar Mall-Tallo 7,20 303 4. D Trm. Daya-Makassar Mall 14,50 1.161 5. E Trm.Panakkukang-Mks Mall 13,50 519 6. F Trm.Tamalate-Mks Mall 10,40 408 7. G Trm. Daya-Ps. Butung 16,50 356 8. H Perm.Antang-Mks Mall 15,50 354 9. I Trm. Panakkukang-Ps.Baru 9,80 319
10. J Trm.Panakkukang-Mks Mall 10,40 289 11. K Term.Panaikang-Term.Tamalate 8,90 4 12. L Term.Tamalate-Psr.Butung 10,20 15 13. M Trm.Panaikang-Ps.Pa’Baengbaeng 10,00 7 14. N Trm.Tamalate-Trm.Panakkukang 7,00 0 15. O Trm.Panaikang-Ps. Butung 7,50 5 16. P Trm.Panakkukang-Trm.Tamalate 12,50 8 17. U Ps. Butung-Trm.Tamalate 11,70 14 18. V Tr.Daya-Sudiang 11,90 0 19. W Trm.Daya-SMU 6 8,50 0 20 R Ps. Baru-Kampus Unhas 18,10 6 21. B1 Trm.Tamalate-K.Unhas 25,50 168 22. C1 Tallo-Kampus Unhas 20,40 39 23 E1 Trm.Toddopuli-K.Unhas 19,50 197 24. F1 Trm.Tamalate-K.Unhas 20,40 72
Jumlah 307,20 5.069 Sumber : Kantor Dinas Perhubungan Kota Makassar, 2000
Pada tahun 2001, Dari ke 24 trayek tersebut hanya 16 trayek yang beroperasi dan mengalami
pengurangan sebanyak 519 kendaraan dari sebelumnya. Rektruisasi atas trayek angkutan
penumpang dan perubahan tersebut belum mampu memperkecil tingkat permasalahan kemacetan
dalam kota. Perubahan ini dilakukan disamping beberapa trayek yang dipersiapkan tidak terisi
(dianggap tidak perlu) juga disebabkan terjadinya pelanggaran atas trayek seperti penyimpangan
(Deviasi) rute operasional. Adapun perubahan rute trayek angkutan Pete-Pete di Kota Makassar
tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 3.21.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 31
Tabel 3.21: Jumlah Armada dan Panjang Rute Angkutan Umum di Kota Makassar, Tahun 2007
No. Trayek Kode Panjang Rute
(Km)
Jumlah
Armada
1. Makassar Mall - BTN. Minasaupa A 12,1 189
2. Pasar Butung-Cendrawasih-Term. Mallengkeri B 12,4 497
3. Makassar Mall – Tallo C 7,4 247
4. Makassar Mall – Term. Regional Daya – Perumnas Sudiang D 13,3 1.029
5. Makassar Mall – UNM – Perumnas Panakkukang E 11,5 413
6. Makassar mall – Veteran – Term. Mallengkeri F 10,4 331
7. Term. Daya Tol Pnp – Makassar Mall G 15,9 381
8. Perumnas Antang – Makassar Mall H 15.5 356 9. Makassar Mall – STIKI – Borong I 9,3 327
10. Makassar Mall – Pa’baeng-baeng – Perumnas Panakkukang J 10,2 222
11. Makassar Mall – BTP S 14,8 160
12. Term. Mallengkeri – Cenrawasih – Kampus Unhas B1 24 151
13. Tallo – Kampus Unhas C1 20,0 38 14. Term. Toddopuli – Kampus Unhas E1 19,0 152
15. Term. Mallengkeri – Veteran – Kampus Unhas F1 14,8 55
16. Pasar Baru – Ujung Tanah – Kampus Unhas R 24 2
Jumlah 4.550 Sumber : Dinas Perhubungan Kota Makassar, Tahun 2007
Tabel 3.21, memperlihatkan pola pergerakannya menuju Makakssar Mall. Akibatnya, beberapa
ruas jalan (rute trayek) mengalami operlay dengan rute trayek lainnya. Pada ruas jalan tersebut
memiliki tingkat beban cukup tinggi dan sangat memungkinkan timbulnya aspirasi para supir
AUP melakukan penyelewengan-penyelewengan atas trayek yang dilaluinya, seperti munculnya
trayek baru, pengoperasian angkutan tidak berakhir pada tempat tujuan utama kemudian bertolak
kembali dan munculnya pangkalan-pangkalan angkutan pada setiap sudut jalan. Sedangkan
untuk trayek Kampus Unhas, pada kondisi tertentu yakni antara jam 18.00-22.00 akan melayani
trayek menuju Makassar Mall, mengingat pada waktu tersebut jumlah penumpang sepanjang
lintasan trayeknya berkurang.
Untuk kondisi trayek angkutan kota dan pedesaan pada Kabupaten Gowa yang pelayanannya
berpusat di Terminal Cappa Bungaya dengan sistem trayek tetap, yang melayani perjalanan antar
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 32
wilayah kecamatan atau intrawilayah kecamatan serta lintas wilayah, terutama wilayah
Kabupaten Takalar dan Kota Makassar. Sistem pelayanan lintas kabupaten pada jenis angkutan
perkotaan dan pedesaan, dalam hal ini berupa angkutan mikrolet (Pete-Pete) disebabkan
keterkaitan warisan kebijakan pelayanan angkutan antar daerah masa lalu dan keadaan geografis
wilayah (terutama Takalar) yang sebagian jalan penghubung melewati wilayah kabupupaten
lainnya.
Gambar 3.9: Jenis angkutan Mikrolet dengan warna dasar Merah Untuk Gowa dan Biru Muda Untuk Makassar
Untuk memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dalam kota dan pedesaan di Kabupaten
Gowa telah ditetapkan sebanyak 14 trayek belum termasuk trayek Sungguminasa-Makassar. Dari
data distribusi angkutan per trayek untuk angkutan kota dan pedesaan pada keempat belas trayek
tersebut, jumlah kendaraan yang dioperasikan adalah sebanyak 604 unit. Adapun kondisi trayek
angkutan pedesaan dalam wilayah Kabupaten Gowa tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 3.22.
Tabel 3.22
Data Kendaraan Angkutan Umum Perdesaan (Mikrolet) Dalam Wilayah Kabupaten Gowa Tahun 2006
No. TRAYEK /RUTE KODE TRAYE
K
Jumlah kendaraan
yang operasi (unit)
Jam Operasi (jam)
Rata-rata Rit
Per Hari
Lama Perjalanan
Per Rit (menit/rit) Jam sibuk
1 2 3 4 5
Terminal.Cappa Bungaya-Sungguminasa-Kassi Terminal Cappa Bungaya-Paccellekang-Via Mala’lang Terminal Cappa Bungaya-Paccellekang-Via Pakatto Caddi Terminal Cappa Bungaya-Sungguminasi-Malino Terminal Cappa Bungaya-Sungguminasi-Sapaya-Malakaji
A
B
C
D
E
50
25
30
200
50
06.00-18.00
06.00-18.00
06.00-18.00
06.00-20.00
06.00-21.00
8
8
8
6
4
50
50
70
90
180
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 33
6 7 8 9 10 11 12 13 14
Terminal Cappa Bungaya-Pallangga-Bontoramba Terminal Cappa Bungaya-Sungguminasa-Karassi Terminal Cappa Bungaya-Panciro-Barombong Terminal Cappa Bungaya-Boka-Biringbalang-Limbung Terminal Cappa Bungaya-Kalukuang-Moncobalang Terminal Cappa Bungaya-Limbung-Caddika-Palompong Terminal Cappa Bungaya-Limbung-Manjalling Terminal Cappa Bungaya-Rappokaleleng-Barembeng-Bontoramba Terminal Cappa Bungaya-Limbung-Kalase’rena-Terminal pembantu Palleko
F
G
H I J
K
L
M
N
10
50
55
15
29
17
15
39
19
06.00-18.00
06.00-18.00
06.00-18.00
06.00-18.00
06.00-18.00
06.00-18.00
06.00-18.00
06.00-19.00
06.00-18.00
8
8
8
8
8
8
8
6
8
30
40
50
50
30
60
40
70
50
JUMLAH 604
Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Gowa 2007
Gambar 3.10. Peta Tematik Pelayanan Angkutan Umum Perdesaan Kabupaten gowa
Dari Tabel 3.22 di atas terlihat bahwa sistem trayek angkutan di Kabupaten Gowa hanya tertuju
pada satu lokasi tujuan, yakni terminal Cappa Bungaya. Kondisi ini juga terjadi pada angkutan
penumpang yang melayani trayek Sungguminasa-Makassar yang berjumlah 784 unit (Dinas
6 6
10
13
9
14
11
3
2
1 7
8
12
4
5
6
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 34
Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan). Lintasan rute pada trayek Sungguminasa-Makassar
pada dasarnya adalah sama, sehingga kepadatan pada rute angkutan penumpang sangat padat
disamping menyatu dengan lintasan pergerakan kendaraan lainnya. Hal ini sangat beralasan
karena lintasan trayek Sungguminasa-Makassar Mall ini merupakan daerah yang memiliki
intensitas guna lahan yang sangat tinggi.
Kondisi trayek angkutan penumpang kota dan pedesaan di Kabupaten Maros pada dasarnya
memiliki kesamaan dengan sistem trayek di Kabupaten Gowa. Sejumlah angkutan yang dapat
melayani trayek Maros-Makassar yang bergabung dengan trayek angkutan yang berasal dari
Kabupaten Pangkep. Hanya saja pola pelayanan trayek Maros-Makassar dan Pangkep-Makassar,
dimana kedua pelayanan trayek tersebut melintasi rute-rute yang sama dengan tujuan akhir di
Kota Makassar pada dua tempat, yakni Terminal Regional Daya dan Pasar Panampu. Sementara
trayek Sungguminasa-Makassar terpusat di Makassar Mall sebagai pusat kota.
Sedangkan sistem trayek angkutan kota dan pedesaan berupa Pete-Pete di Kabupaten Takalar
tidak melayani hingga Kota Makassar, melainkan hanya sampai di Terminal Cappa Bungaya
Gowa. Pada kondisi tertentu, dimana angkutan melayani hingga ke terminal Malengkeri
Kecamatan Tamalate dan kawasan Tanjung Bunga yang keduanya adalah bagian dari Kota
Makssar.
Dari uraian tersebut diatas terlihat bahwa sistem trayek angkutan penumpang berupa Pete-Pete
di Kawasan Mamminasata yang meliputi 3 wilayah kabupaten dan 1 kota belum terkoneksi dan
terkoordinasi dengan baik. Terjadinya deviasi pelayanan angkutan membuktikan bahwa kondisi
trayek belum mengikuti arah pengembangan tata ruang kawasan, khususnya yang terjadi di Kota
Makassar. Deviasi pelayanan angkutan penumpang pada trayek tertentu lebih banyak disebabkan
munculnya pusat-pusat aglomerasi baru yang kemudian berdampak kepada kinerja pelayanan
angkutan yang semakin rendah dan semraut menurut wilayah administrasi dalam kawasan
Mamminasata.
B. Angkutan Penumpang Bis DAMRI
Pengelolaan angkutan ini dilakukan oleh Perum DAMRI dengan jumlah armada yang beroperasi
8 unit yang izin operasinya dikeluarkan oleh Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan melalui
Dinas Perhubungan. Bis DAMRI digolongkan menjadi 2 (dua) pelayanan yakni Patas AC dan
Patas non AC. Untuk Patas AC pengoperasiannya hanya melani trayek Makassar – Pare-Pare
dan non AC adalah trayek Makassar-Sungguminasa dan Makassar-Maros. Jaringan trayek Bis
DAMRI tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.23.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 35
Tabel 3.23: Trayek AUP Bus Damri Tahun 2007
Kode Trayek Trayek
02 Makassar Mall – S.minasa
04 Ps.Panampu – S. Minasa
Patas Maros Makassar Mall – Maros
Patas Pare-Pare Trm.Toddopuli-Pare-pare Sumber : Perum. DAMRI Kota Makassar Tahun 2007
Dari tabel 3.34 di atas terlihat bahwa trayek Bis DAMRI yang melayani daerah-daerah dalam
Kawasan Mamminasata adanya hanya dua wilyah kabupaten, yakni Kabupaten Gowa dan
Maros. Untuk Kabupaten Gowa dilayani oleh dua trayek, yakni Pasar Panampu-Sungguminasa
dan Makassar Mall-Sungguminasa. Kondisi ini terjadi karena adanya permintaan pelayanan
angkutan dalam jumlah yang besar dari Sungguminasa ke Kota Makassar, sedangkan Kota
Maros relatif rendah penggunaan angkutan tersebut dan masyarakat pengguna lebih senang
menggunakan angkutan Pete-Pete. Untuk wilayah Kabupaten Takalar yang juga bagian dari
kawasan Mamminasata belum dilayani, meskipun pernah akan dioperasikannya bis DAMRI,
namun kelompok supir angkutan Pete-Pete menolak rencana operasional Bis DAMRI. Selain itu,
daerah diluar Mamminasata juga dilayani oleh angkutan ini, yakni pada trayek Makassar-
Parepare.
Gambar 3.11: Bus DAMRI
Keberadaan bis DAMRI di Kawasan Mamminasata sebagai jenis angkutan perkotaan yang
efektif dan efisien belum menjadi primadona dikalangan masyarakat. Kondisi ini disebabkan,
disamping jadwal pelayanannya belum tetap, juga karena pelayanan angkutan ini secara
bersama-sama dengan pelayanan angkutan Pete-Pete pada lintasan trayek yang sama.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 36
C. Angkutan Penumpang Taxi
Pengelolaan jenis angkutan ini dilakukan oleh pihak swasta dengan sistem trayek tidak tetap.
Jenis angkutan ini umumnya beroperasi dalam wilayah Kota Makassar dengan jumlah angkutan
pada tahun 2003 sebanyak 1.264 unit dan kecenderungannya mengalami peningkatan dengan
munculnya badan usaha jasa transportasi, yang tidak hanya terjadi di Kota Makassar tetapi juga
dari Gowa dan Maros seperti yang telah dikelolah oleh Pemda Kab. Gowa sebanyak 300 unit
(DLLAJ Kota Makassar, 2003). Keberadaan angkutan taxi sangat mudah dijumpai karena
disamping tidak memiliki trayek tetap, juga karena jumlah angkutan ini sudah banyak. Orientasi
pergerakan angkutan taxi umumnya pada jalan-jalan utama didalam kota maupun antar kota,
kecuali ke Kota Takalar. Pengaturan trayek pelayanan angkutan taxi hanya dilakukan oleh taxi
bandara melalui Koperasi Angkasapura yang berlokasi di Mandai Maros dengan tiga bagian
zona pelayanan. Hal ini dilakukan untuk menyeragamkan tarif angkutan menurut zona
pelayanan.
D. Angkutan Penumpang lainnya
Jenis angkutan yang dimaksud disini adalah angkutan tidak bermotor (becak) dan angkutan
bermotor (ojek) serta angkutan bentor (becak motor) yang merupakan perpaduan antara motor
dan becak. Jumlah angkutan ini secara kuantitatif tidak diperoleh, namun keberadaannya sangat
melayani kebutuhan perjalanan penduduk, terutama perjalanan jarak dekat (antara 1 – 2 km),
khususnya pada pertemuan jalan raya dengan jalan-jalan permukiman atau perumahan. Jenis
angkutan ini sering kali menjadi salah satu penyebab kemacetan lalulintas di jalan, terutama pada
daerah-daerah pusat-pusat aglomerasi kota, sehingga membutuhkan perhatian dan penataannya.
Disamping itu, khususnya angkutan ojek dan bentor yang legalitasnya belum diatur melalui suatu
Perda, sehingga dapat memicu kerawanan sosial diantara sesama pelaku angkutan penumpang.
Gambar 3.12: Jenis dan Keberadaan Angkutan Ojek dan Becak sebagai Angkutan alternatif
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 37
Angkutan alternatif tersebut seiring dengan perkembangan tata ruang di Kawasan Mamminasata,
khususnya pada daerah-daerah aglomerasi kawasan, secara implisit telah terbentuk trayek tetap.
Dari cara pelayanannya terlihat hanya melayani lintasan tertentu dengan jangkauan pelayanan
terbatas dan secara teratur melintasi jalur-jalur yang merupakan rute pelayanannya dengan
memiliki batasan daerah layanan dan tarif yang berlaku sama pada area operasionalnya.
Adapun aturan yang berlaku pada komunitas angkutan ini berlangsung secara tertib dan
terkendali sesuai dengan area pelayanannya. Sedangkan keberadaannya sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, terutama peranannya sebagai angkutan antara dari rumah ke jalur-jalur pelayanan
angkutan kota, meskipun sebagian ada yang melayani secara langsung dari rumah ke tempat
kerja (tujuan) atau sebaliknya dan umumnya berlangsung dalam wilayah Kota Makassar dengan
tarif tetap, meskipun masih dilakukan secara tawar menawar antara pengguna dan operator.
Berdasarkan uraian diatas memperlihatkan bahwa trayek pada dasarnya dapat membentuk hirarki
pelayanan angkutan, namun dalam wilayah kawasan Mamminasata, khususnya di Kota Makassar
tidak dapat berlangsung secara efektif. Layanan intra moda dapat diamati melalui interaksinya
sehingga akan terlihat suatu hubungan intra moda. Interaksi antara angkutan umum, baik bus
Damri, Pete-Pete, maupun taksi tidak memperlihatkan adanya hubungan yang memungkinkan
adanya perpindahan penumpang dari moda yang satu dengan lainnya. Hal ini terjadi karena
trayek maupun rute yang dilaluinya sama khususnya angkutan bus Damri dan Pete-Pete kecuali
pada daerah terminal angkutan. Perpindahan antara moda pada ketiga jenis angkutan tersebut,
sering terjadi antar angkutan Pete-Pete atau dengan kata lain perpindahan antar trayek dan
perpindahannya terjadi pada ujung jalan pertemuan antar trayek.
Interaksi intra moda yang paling memungkinkan terjadi adalah angkutan penumpang
becak/ojek/bentor dengan bus Damri, Pete-Pete dan Taksi atau sebaliknya. Jenis angkutan ini
sangat membantu pergerakan penduduk khususnya pada bagian lokasi yang tidak dilalui atau
dilayani angkutan Pete-Pete dan umumnya merupakan angkutan perantara dari tempat asal ke
tempat/jalan yang dilalui oleh angkutan umum.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 38
Gambar 3.13: Intraksi intra moda angkutan kota dan becak pada salah satu lintasan utama angkutan perkotaan di Kota Makassar
3.7 Zona Potensi dan Pelayanan Angkutan Umum
Pola tata guna lahan menggambarkan pengaturan kegiatan manusia yang diterangkan melalui
jumlah setiap kegiatan pada daerah yang lebih kecil yang disebut zona. Zona merupakan bagian
yang lebih kecil dari suatu wilayah atau region.
Interaksi antara tata guna lahan yang terjadi akibat berjauhannya tempat kerja dengan tempat
tinggal dan lain-lainnya. Sasaran dari perencanaan transportasi adalah membuat interaksi
tersebut menjadi lebih mudah dan seefisien mungkin. Cara perencanaan transportasi untuk
mencapai sasaran itu antara lain dengan menetapkan kebijakan tata ruang dalam hal sebagai
berikut (Tamin, 1997) :
a. Sistem kegiatan, rencana tata guna lahan yang baik dapat mengurangi kebutuhan akan
perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah. Dengan
perkataan lain bahwa dengan mengatur lokasi pusat kegiatan utama sebagai pusat bangkitan
lalulintas, maka secara langsung maupun tidak pendestribusian angkutan juga menjadi
merata dan tidak menimbulkan kecenderungan bergerak pada suatu titik dalam kota.
b. Sistem jaringan, hal yang dapat dilakukan misalnya meningkatkan kapasitas pelayanan
prasarana yang ada, misalnya melebarkan jalan, menambah jalan baru, peningkatan sarana
dan prasarana yang sudah ada dan lain sebagainya.
c. Sistem pergerakan, hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik dan manajemen
lalulintas, fasilitas angkutan umum yang lebih baik.
Sebaran geografis antara tata guna lahan (sistem kegiatan) serta kapasitas dan lokasi dari fasilitas
transportasi (sistem jaringan) digabungkan untuk mendapatkan arus dan pola pergerakan lalu
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 39
lintas di daerah perkotaan (sistem pergerakan). Besarnya arus dan pola pergerakan lalulintas
tersebut dapat memberikan umpang-balik untuk menetapkan lokasi tata guna lahan yang tentu
membutuhkan prasarana baru pula.
Akibat dari tata guna lahan yang cenderung berubah secara terus menerus, maka perlu
dikendalikan secara ketat agar dapat diikuti dengan perencanaan lalulintasnya. Tata guna lahan
harus direncanakan sedemikian dengan sasaran agar perjalanan minimal dan aksesibilitas
terhadap angkutan umum maksimal.
Makin tinggi tingkat aktivitas suatu tata guna lahan makin tinggi pula tingkat kemampuannya
dalam menarik lalulintas. Daya tarik suatu tata guna lahan akan berkurang dengan meningkatnya
jarak (dampak pemisahan ruang). Tata guna lahan cenderung menarik pergerakan lalulintas dari
tempat yang lebih dekat dibandingkan dengan dari tempat yang lebih jauh.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat diuraikan mengenai kondisi zona potensi dan
pelayanan angkutan umum di kawasan Mamminasata. Orientasi pelayanan angkutan umum
dalam Kawasan Mamminasata maupun pada tingkat wilayah kabupaten/kota yang terintegrasi
dalam kawasan Mamminasata telah disesuaikan dengan besaran jumlah permintaan pelayanan
jasa angkutan umum menurut zona-zana aglomerasi.
Kota Makassar sebagai wilayah ibukota provinsi dan sebagai pusat pengembangan Kawasan
Metropolitan Mamminasata memiliki tingkat bangkitan dan tarikan yang sangat besar
dibandingkan dengan ketiga wilayah kabupaten lainnya, yakni Maros, Gowa dan Takalar.
Peranan tersebut melahirkan pergerakan yang berakumulasi menuju Kota Makassar yang
dilakukan oleh penduduk pada ketiga wilayah kabupaten tersebut ditambah dengan pergerakan
dari Kabupaten Pangkep untuk melakukan perjalanan tiap harinya ke Kota Makassar. Jenis
pergerakan ini umumnya dilakukan oleh penduduk yang melakukan aktivitas dan bertempat
tinggal yang berbeda.
Sebanyak 16 trayek angkutan yang dioperasikan di Kota Makassar sudah dapat melayani dan
menghubungkan zona-zona bangkitan-tarikan dalam kota. Disamping itu, juga terdapat trayek
langsung yang bersifat khusus, seperti pada trayek B1, C1, E1, F1, dan R yang kesemuanya
berfokus pada pelayanan kampus Unhas. Sedangkan kesebelas trayek lainnya hanya melayani
pusat-pusat pemukiman penduduk dengan titik simpul yang sama, yakni Makassar Mall.
Sedangkan trayek lainnya yang dapat memberikan pilihan pergerakan pada zona-zona
aglomerasi di dalam Kota Makassar terhadap pergerakan dari Kabupaten Gowa dan Maros,
yakni pergerakan menuju Pasar Panampu.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 40
Pada kondisi hubungan antar zona dalam wilayah Kota Makassar maupun daerah hinterlandnya,
mengakibatkan tingkat pembebanan jalan-jalan tertentu sangat tinggi disamping berada pada
daerah intesitas guna lahannya sangat tinggi yang mengakibatkan terjadinya kerawanan
kemacetan arus lalulintas, seperti pada koridor jalan disekitar Makassar Mall, Hasanuddin,
Ratulangi, Sultan Alauddin, AP. Petta Rani, G.Bawakaraeng, Urip Sumoharjo, Masjid Raya, dan
Perintis Kemerdekaan. Pada koridor jalan ini memiliki tingkat pelayanan trayek angkutan umum
sangat besar yang secara bersama-sama dengan pergerakan lalulintas dalam kota. Sedangkan
jalur jalan pelayanan angkutan umum pada wilayah Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar relatif
masih lancar.
Zona-zona potensial yang memiliki tarikan pergerakan yang sangat besar di Kota Makassar
adalah Antang Kecamatan Manggala, Daya dan Sudiang Kecamatan Biringkanaya, Kampus
Unhas dan Perumahan BTP Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Tamalate, Kecamatan Wajo,
Kecamatan Panakkukang, Kecamatan Bontoala, Kecamatan Ujung Pandang, Ujung Tanah dan
Kecamatan Makassar. Dari kesepuluh kecamatan tersebut, hanya tiga kecamatan yang tidak
termasuk sebagai zona simpul pelayanan angkutan umum, yakni Kecamatan Ujung Pandang,
Bontoala, dan Makassar karena ketiganya hanya sebagai wilayah yang dilalui oleh pelayanan
angkutan penumpang sebagaimana pada Kecamatan Mariso, Mamajang, dan Rappocini,
sementara Kecamatan Tallo yang juga merupakan zona simpul pelayanan angkutan umum
(Trayek Tallo-Kampus Unhas) memiliki daya tarikan yang rendah.
Dengan berkembangnya kawasan Tanjung Bunga Kecamatan Mariso turut pula mempengaruhi
pergerakan penduduk menuju zona tersebut. Sementara pada zona Tanjung Bunga belum
dilayani oleh angkutan umum perkotaan.
Wilayah Kabupaten Gowa dengan jumlah zona potensial untuk pelayanan angkutan umum
berupa angkutan perdesaan sebanyak 5 (lima) lokasi, yakni Palangga Kecamatan Pallangga,
Limbung Kecamatan Bajeng, Tamalayang Kecamatan Bontonompo, Malino Kecamatan
Tinggimoncong, dan Malakaji Kecamatan Tompobulu. Kelima zona tersebut berfungsi sebagai
pusat pelayanan angkutan dan untuk wilayah kecamatan lainnya hanya sebagai daerah
perlintasan pelayanan angkutan umum. Disamping itu, pelayanan angkutan umum Gowa ini juga
melayani sebagian wilayah kecamatan di Kabupaten Takalar, terutama kecamatan Galesong
Utara yang sekaligus berbatasan dengan wilayah Kota Makassar.
Pada wilayah Kabupaten Takalar, zona potensial pelayanan angkutan umum adalah Kota Takalar
sendiri. Sedangkan pada wilayah kecamatan lainnya yang masuk dalam wilayah Kawasan
Mamminasata pada umumnya wilayah perlintasan pelayanan angkutan umum pada trayek
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 41
Rumah / T. Tinggal
T. Tujuan/ T. Kerja
Menggunakan Jasa
AUP Pete-Pete (Trayek / Rute)
Menggunakan Becak/Ojek/Bentor
Menggunakan Becak/Ojek/Bentor
Gambar 3.14: Kedudukan Pelayanan Angkutan Alternatif dalam Pergerakan Intra Moda dan Pola Pergerakan Penumpang
Takalar-Sungguminasa Gowa. Kondisi ini juga terjadi pada wilayah Kabupaten Maros, dimana
zona potensialnya sebagian besar merupakan wilayah perlintasan trayek langsung dari Maros-
Makassar, Maros-Camba, dan Maros-Pangkep.
Adapun jenis angkutan yang memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi pergerakan
penduduk adalah angkutan Pete-Pete. Sedangkan angkutan bis Damri lebih banyak dilayani pada
pergerakan ke Sungguminasa. Sementara pelayanan bis Damri ke Kota Maros semakin rendah
daya minat masyarakat menggunakannya karena pelayanan Pete-Pete ternyata lebih cepat dan
mudah pelayanannya.
Untuk terwujudnya sistem pelayanan angkutan umum yang cepat dan mudah pada bagian
wilayah yang tidak dijangkau oleh pelayanan angkutan Pete-Pete maupun bis Damri, masyarakat
pada umumnya menggunakan jenis angkutan becak, ojek atau bentor. Pelayanan jenis angkutan
alternatif ini hanya melayani pergerakan jarak dekat dengan simpul pelayanan pada jalur trayek
angkutan Pete-Pete atau pada lokasi tujuan akhir penumpang yang tidak menggunakan angkutan
Pete-Pete. Kedudukan pelayanan angkutan alternatif ini dalam sistem transportasi angkutan
umum di Mamminasata dapat gambarkan sebagai berikut.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 42
3.8 Simpul Pelayanan Terminal dan Tempat Pemberhentian
A. Simpul Pelayanan Terminal
Dalam kamus bahasa Indonesia, distribusi diartikan sebagai penyaluran atau pembagian ke
beberapa tempat. Jadi Pendistribusian tentunya berkaitan dengan sesuatu yang diselenggarakan
terkonsentrasi dan akan disebar sesuai dengan arah yang akan dituju dan dalam istilah trasportasi
dapat berupa terminal atau simpul-simpul pergerakan.
Terminal itu sendiri menurut Morlok EK (1991 : 269) adalah titik dimana penumpang dan
barang masuk dan ke luar dari sistem dan merupakan komponen penting dalam sistem
transportasi. Beberapa terminal yang hanya mempunyai satu fungsi dan operasionalnya sangat
sederhana yaitu hanya bongkar dan muat. Sebagai contoh suatu pemberhentian bus pada
perempatan jalan, yang mana penumpang menunggu bus pada halte tersebut.
Dalam Modul Pelatihan Perencanaan Sistem Angkutan Umum (1997:VII-1), terminal sebagai
tempat yang mana sekelompok bus mengakhiri dan mengawali lintasan operasionalnya. Pada
daerah terminal akan terjadi intraksi antara penumpang dan lintasan rute. Dalam penentuan
lokasi terminal berkaitan dengan eksistensi suatu terminal kota, aspek-aspek yang perlu
diperhatikan adalah :
1. Tipe terminal (primer, sekunder, atau tersier)
2. Komponen pergerakan yang akan dilayani
3. Tipe lintasan yang akan dilayani
4. Jumlah lintasan rute yang akan dilayani
5. Kondisi dan karakteristik tata guna tanah pada daearah sekitar terminal
6. Kondisi dan karekteristik prasarana jaringan jalan
7. Kondisi dan karekteristik lalulintas pada jaringan jalan disekitar lokasi terminal
Sedangkan dalam buku Petunjuk Teknis Lalulintas dan Angkutan Jalan, terminal transportasi
merupakan :
1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum
2. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalulintas
3. Prasarana angkutan yang merupakan bagian dari sistem transportasi untuk melancarkan
arus penumpang dan barang
4. Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan kota.
Simpul (node) menurut Morlok EK (1991 : 94) adalah titik tertentu pada ruang yang
dihubungkan oleh ruas (link) dan lokasinya menentukan dalam pendistribusian pergerakan dan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 43
merupakan titik pertemuan lintasan-lintasan pergerakan angkutan sedangkan dalam buku
Petunjuk Teknik Lalulintas dan Angkutan Jalan (1995 : 150,160) bahwa simpul pada daerah
perkotaan mewakili simpang sedangkan simpul didaerah regional dapat berupa kota. Pada
pelayanan angkutan umum dalam jaringan trayek, simpul dinyatakan sebagai tempat
pemberhentian yang diakibatkan dengan adanya perjalanan asal dan tujuan dan banyaknya
perjalanan yang melibatkan pergantian dari satu moda ke moda yang lainnya (intermodal
trasfer).
Oleh karena itu, suatu jaringan transportasi terdiri dari jalur-jalur komunikasi dan simpul-simpul
transportasi. Jalur-jalur komunikasi harus selalu dapat menghubungkan simpul-simpul
transportasi yang berupa titik asal, titik tujuan, pergantian antar moda, simpul pergantian satu
jenis moda dan simpul persinggahan. Jadi pembatasan yang dilakukan mengenai simpul-simpul
dan konsep dari suatu daerah tangkapan (catchment area) atau daerah pendukung sekitarnya
(hinterland).
Keberadaan pelayanan terminal itu sendiri di Kawasan Mamminasata sudah tersedia dimasing-
masing kabupaten/kota. Terminal tersebut umumnya memiliki type B dan hanya terminal
Regional Daya yang berlokasi di Kecamatan Biringkanaya Makassar berupa terminal type A.
Peranan terminal tersebut telah berfungsi secara maksimal, kecuali terminal Maros yang letaknya
di Kota Baru yang berbatasan langsung dengan Kantor Bupati.
Tidak adanya koordinasi perencanaan terminal pada ke empat wilayah kabupaten/kota tersebut,
mengakibatkan fungsi terminal sebagai pusat simpul pergerakan tidak efektif, sebagaimana yang
terjadi pada terminal regional Daya. Untuk pelayanan angkutan kota dan pedesaan di wilayah
kabupaten Maros, Gowa dan Takalar sudah berjalan dengan baik yang terpusat pada pusat kota.
Simpul pelayanan terminal untuk angkutan perkotaan di Kota Makassar terpusat di Makassar
Mall. Simpul ini bukan sebagai terminal, melainkan hanya sebagai titik pusat simpul pergerakan
angkutan perkotaan, termasuk bis DAMRI. Hal ini juga terjadi di Pasar Panampu yang
kondisinya hanya berfungsi sebagai titik simpul pelayanan angkutan penumpang. Adapun jumlah
terminal yang memiliki peranan sebagai terminal angkutan penumpang di Kota Makassar
sebanyak 4 lokasi, yakni Terminal Regional Daya, Terminal Malengkeri, Terminal Kampus
Unhas dan Terminal Panakkukang.
Terminal Regional Daya dan Terminal Malengkeri diperuntukkan untuk pelayanan angkutan
AKAP, dan AKDP, disamping pelayanan angkutan kota. Sedangkan terminal Panakkukang
hanya difungsikan oleh pelayanan Bis DAMRI untuk tujuan Pare-Pare dan Terminal Kampus
Unhas bagi angkutan kampus. Pelayanan angkutan kota pada terminal Regional Daya tidak
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 44
diperkenankan memasuki area operasional pelayanan terminal, melainkan hanya dapat
beroperasi pada pelataran parkir terminal, sehingga pada umumnya angkutan kota tidak masuk
ke dalam terminal. Untuk terminal Malengkeri, angkutan perkotaan secara bersama-sama
menurunkan-muat penumpang dengan angkutan AKDP didalam terminal.
Seiring dengan perkembangan tata ruang wilayah pada daerah yang berbatasan langsung dengan
Kota Makassar, terutama Kabupaten Gowa dan Maros, telah terbentuk simpul-simpul baru pada
daerah perbatasan. Kondisi ini terjadi pada daerah Samata-Gowa dan ujung jalan tol Ir. Sutami di
Kecamatan Biringkanaya. Sistem pelayanan angkutan pada simpul-simpul pelayanan angkutan
tersebut dilakukan secara antrian dengan posisi kendaraan mengambil sebagian dari badan jalan.
Kondisi ini juga terjadi pada daerah dalam kota, dimana telah terbentuk pangkalan-pangkalan
angkutan perkotaan (Pete-Pete) pada setiap pertemuan jalan atau trayek, seperti yang terjadi
pada Km. 4 jalan Urip Sumoharjo dan pertemuan jalan AP. Petta Rani-Alauddin, disekitar PLTU
Tello, persimpangan jalan Veteran-G.Bawakaraeng, disekitar Lapangan Karebosi dan beberapa
pertemuan trayek lainnya. Lain halnya yang terjadi di sekitar Panakkukang Mall, dimana
orientasi pelayanan angkutan perkotaan pada kawasan tersebut sudah terjadi, sementara pada
kawasan ini tidak termasuk daerah perlintasan angkutan perkotaan.
Gambar 3.15: Lokasi Simpul Pelayanan AUP di Kota Makassar
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 45
Kondisi simpul pelayanan terminal di Kabupaten Gowa pada kondisi saat ini kegiatan pemusatan
pelayanan angkutan penumpang di Kabupaten Gowa dilayani 5 (lima) terminal, yaitu terminal
Cappa Bungaya di Kecamatan Pallangga, Terminal Limbung Kecamatan Bajeng, Terminal
Tamalayang Kecamatan Bontonompo, Terminal Malino Kecamatan Tinggimoncong, dan
Terminal Malakaji Kecamatan Tompobulu. Kelima terminal tersebut memiliki peranan masing-
masing yang terintegrasi dalam perencanaan sistem transportasi angkutan penumpang di
Kabupaten Gowa, hanya saja belum memperlihatkan adanya sistem pelayanan antar terminal.
Sistem pelayanan angkutan penumpang semuanya tertuju ke Terminal Cappa Bungaya
Pallangga, termasuk trayek Makassar (Makassar Mall). Jadi dapat dipastikan bahwa semua
kendaraan angkutan Pete-Pete akan melewati Kota Sungguminasa tiap harinya. Kondisi ini
tentunya dapat mempengaruhi kinerja jaringan jalan di dalam Kota Sungguminasa, dimana arah
pergerakan akan bermuara pada jalan nasional dan provinsi sebagai jalur utama dan semua jenis
kendaraan melewatinya. Hal ini juga terjadi pada Kabupaten Maros dan Takalar, dimana
terminal regional yang terletak di ibukota kabupaten sehingga akumulasi angkutan kota dan
perdesaan akan terpusat ke terminal regional. Disamping itu, juga terdapat simpul-simpul cabang
pelayanan angkutan yang hanya melayani pergerakan penduduk pada satu atau dua kecamatan.
Simpul-simpul ini umumnya berupa pasar tanpa dilengkapi dengan fasilitas tertentu untuk
keperluan penumpang angkutan.
Gambar 3.16: Keadaan Terminal Pallangga yang sekaligus sebagai Kantor Dinas Perhubungan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 46
B. Tempat Pemberhentian Angkutan Penumpang
Disamping terminal yang berfungsi sebagai tempat menurunkan dan memuat penumpang dalam
suatu sistem transportasi, simpul (node) juga dapat berupa tempat pemberhentian bus
(halte/shelter), hanya saja kelengkapan sarana penunjangnya sangat sederhana.
Tempat pemberhentian angkutan penumpang dalam Kawasan Mamminasata yang tercermin
pada 4 wilayah administrasi kabupaten/kota belum berlaku secara maksimal, meskipun
pemerintah setempat telah menyediakan tempat pemberhentian berupa halte dan/atau rambu-
rambu. Untuk wilayah pelayanan angkutan penumpang di Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar,
fasilitas ini relatif masih sangat minim dan hanya terdapat di pusat ibukota kabupaten.
Sedangkan di wilayah Kota Makassar sudah tersedia dalam jumlah lebih banyak dibandingkan
dengan ketiga wilayah kabupaten lainnya.
Keberadaan fasilitas tempat henti angkutan penumpang di Kota Makassar, baik berupa rambu
maupun halte hanya terdapat di jalur pelayanan angkutan tertentu, yakni koridor jalan AP. Petta
Rani, jalan Urip Sumoharjo dan jalan Perintis Kemerdekaan. Kondisi penggunaan dan
pemanfaatan halte tersebut tidak dijadikan sebagai tempat atau simpul persinggahan angkutan.
Hal ini terjadi karena belum adanya aturan dan pengawasan persinggahan angkutan penumpang
di setiap halte maupun pada lokasi rambu-rambu perhentian, sehingga angkutan dalam
pelayanannya dapat berhenti sesuai dengan keinginan penumpang.
Gambar 3.17: Kondisi Memuat-Menurunkan Penumpang dan pemarkiran kendaraan
bukan pada daerah halte
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
III - 47
Secara umum, letak halte dan rambu persinggahan angkutan penumpang berlokasi disekitar
daerah yang memiliki bangkitan dan tarikan pergerakan yang tinggi, seperti disekitar rumah
sakit, pendidikan, perkantoran dan pusat-pusat perbelanjaan. Adanya halte dan rambu
pemberhentian pada pertemuan antar trayek belum ada, sehingga beberapa halte dijadikan
sebagai tempat-tempat pangkalan ojek dan tempat berjualan oleh PKL, sebagaimana yang terjadi
disekitar kampus UNM jalan AP. Petta Rani.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 1
BAB IV KINERJA JARINGAN TRANSPORTASI
KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA
4.1 Umum
Kinerja jaringan jalan menggambarkan suatu tingkatan layanan ruas yang berkaitan dengan luas
area layanan, kinerja utilitas, kinerja aksesibilitas, faktor muat lalu lintas jaringan, availability,
gambaran tingkat kecepatan, kepadatan atau kerapatan kendaraan dalam suatu lajur, derajat
kejenuhan hingga gambaran tingkat pelayanannya. Kinerja juga dapat memberikan gambaran
tentang karakteristik lain menyangkut waktu tempuh, delay (tundaan), peluang kemungkinan
terjadinya antrian dalam suatu lajur hingga panjang antrianya. Disamping pada ruas jaringan
jalan, kinerja jaringan juga akan digambarkan pada situasi persimpangan, karena bagaimanapun
terkadang fenomena permasalahan pergerakan lalulintas pada suatu ruas jalan diakibatkan
adanya masalah di wilayah persimpangan.
Tabel 4.1: Kondisi Kinerja Jaringan Trayek Angkutan Umum Mamminasata
Kode Trayek
Luas Area Pelayanan
(Km2)
Kinerja Utilisasi
(Km)
Kinerja Kemudahan (Km/Km2)
Kinerja Kapasitas
(Kend/Km)
Kinerja Faktor Muat
Kinerja Avalability
(%)
Kinerja Kelaya-
kan
Kinerja Kterjangkaun (Rp/pnp-km)
A 4,84 169.4 2.50 19.01 0,59 121.69 0.99 165.29
B 13,93 173.6 0.89 51.13 0,64 127.57 1.12 161.29
C 3,72 118.4 1.99 34.59 0,59 103.64 1.41 270.27
D 30,61 180.0 0.49 89.93 0,69 132.91 1.33 166.67
E 16,67 161.0 0.69 39.13 0,58 108.96 1.19 173.91
F 7,99 145.6 1.30 39.81 0,70 125.08 1.33 192.31
G 6,75 190.8 2.37 22.08 0,82 92.13 1.34 125.79
H 17,42 186.0 0.89 25.94 0,59 112.92 1.27 129.03
I 11,40 130.2 0.82 36.13 0,69 102.75 1.26 215.05
J 10,01 142.8 1.02 29.31 0,72 134.68 1.30 196.08
B1 44,71 240.0 0.40 6.75 0,61 107.28 1.00 111.11
E1 46,17 195.0 0.27 8.26 0,56 105.92 1.21 104.17
F1 36,79 203.0 0.46 3.30 0,89 121.82 1.13 128.21
S 28,46 200.0 0.66 33.64 0.55 108.81 1.63 123.15
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 2
Kinerja jaringan yang berkaitan dengan nilai kemudahan jaringan diperoleh dari perbandingan
panjang rute trayek dengan luas daerah yang harus dilayaninya, dimana nilai kemudahan yang
tinggi menggambarkan tingkatan kinerja jaringan yang lebih baik. Tabel di atas memperlihatkan
bahwa rerata nilai kemudahan jaringan trayek angkutan umum adalah sebesar 1,08 Km/Km2,
dengan nilai kemudahan terendah sebesar 0, 27 Km/Km2 yang terjadi pada trayek E1, dan nilai
kemudahan tertinggi sebesar 2,5 Km/Km2 yang terjadi pada trayek A.
Kondisi kinerja utilisasi jaringan trayek angkutan umum menggambarkan total panjang
perjalanan suatu armada angkutan umum dalam sehari. Tingkat utilisasi armada angkutan umum
secara rerata dalam sehari adalah sebesar 172 km/hari, dimana utilisasi tertinggi terjadi pada
trayek B1 dengan nilai utilisasi 240 km/hari dan nilai utilisasi terendah sebesar 118,4 km/hari
yang terjadi pada trayek C.
Kinerja kapasitas jaringan layanan angkutan umum ditunjukkan dari perbandingan antara jumlah
kendaraan dengan jarak tempuh dalam trayek tertentu. Hasil pengolahan data survey
menunjukkan bahwa rata-rata nilai kapasitas jaringan trayek angkutan umum adalah sebesar
31,18 kend/km. Nilai kapasitas jaringan trayek angkutan umum terendah sebesar 3,30 kend/km
terjadi pada Trayek F1, sedangkan nilai kapasitas jaringan trayek angkutan umum tertinggi
sebesar 89,93 kend/km terjadi pada Trayek D.
Nilai kinerja jaringan dari load factor dinamis per-km memperlihatkan besarnya nilai load factor
armada untuk setiap zona per-km lintasan rute, sedangkan nilai load factor lintasan rute
menggambarkan kondisi load factor armada secara keseluruhan lintasan rute. Nilai load factor
lintasan rute ini digunakan untuk menghitung jumlah penumpang armada angkutan umum
selama beroperasi sepanjang lintasan rute, sedang nilai load factor dinamis digunakan untuk
menggambarkan efektifitas pemanfaatan kapasitas armada angkutan dalam setiap wilayah zona
per-km sepanjang lintasan rute. Nilai-nilai load factor hasil pengolahan data survai
memperlihatkan bahwa berdasarkan nilai rerata sampel LF dinamis armada angkutan umum
yang disurvai terlihat bahwa nilai tertinggi dari nilai rerata sampel LF dinamis adalah 0,47 yang
terjadi pada trayek E1 dan F1, nilai terendah dari nilai rerata sampel LF adalah 0,21 yang terjadi
pada trayek S, dan nilai rerata dari dari nilai rerata sampel LF dinamis sebesar 0,33. Nilai load
factor lintasan rute berdasarkan nilai LF lintasan rute minimum dari sampel armada angkutan
umum yang disurvai, nilai tertinggi dari nilai minimum LF lintasan rute sampel adalah 0,45 yang
terjadi pada trayek G dan F1, nilai terendah dari nilai minimum LF lintasan rute sampel adalah
0,00 yang terjadi pada trayek B, C, F, S, B1 dan E1, dan nilai rerata dari dari nilai minimum LF
lintasan rute sampel sebesar 0,20.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 3
Nilai availability menggambarkan tingkat ketersediaan armada angkutan umum yang beroperasi
terhadap jumlah armada angkutan umum yang terdaftar/tersedia secara formal atau legal.
Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa availability angkutan umum secara rerata adalah sebesar
115,18%, dengan nilai availability tertinggi sebesar 134,68% yang terjadi pada J, dan availability
terendah sebesar 92,13% yang terjadi pada trayek G.
Kinerja kelayakan jaringan trayek angkutan umum menggambarkan rasio antara pendapatan
operator terhadap biaya operasi kendaraan (BOK) yang dikeluarkan. Dalam studi ini, nilai BOK
diperoleh dari hasil survai wawancara langsung kepada operator atau sopir angkot yang
selanjutnya data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan formulir perhitungan BOK yang
dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan. Untuk pendapatan operator, diperoleh dari hasil
perkalian antara nilai LF lintasan rute yang telah diperoleh berdasarkan survai naik-turun
penumpang dengan nilai besaran tarif yang berlaku di lapangan. Nilai BOK bervariasi dari
terendah Rp. 50,67 per-penumpang.km hingga tertinggi sebesar Rp. 125,31 per-penumpang.km
dengan nilai BOK rerata tertinggi sebesar Rp. 104,57 per-penumpang.km.
Berdasarkan Tabel 4.1, terlihat bahwa keterjangkauan jaringan trayek angkutan umum secara
rerata adalah sebesar Rp. 161,59/penumpang.km, dengan nilai tertinggi sebesar Rp.
270,27/penumpang.km yang terjadi pada Trayek C, dan nilai keterjangkauan terendah sebesar
Rp. 104,17/penumpang.km yang terjadi pada Trayek B1. Kinerja jaringan jalan dari nilai
keterjangkauan didasarkan pada perbandingan antara tarip yang berlaku dengan jarak tempuh
dari trayek angkutan.
4.2 Metodologi
Studi-studi pengembangan kawasan Mamminasata telah banyak dilakukan sebelumnya, baik
secara parsial masing-masing kabupaten/kota maupun secara keseluruhan terhadap rencana
pengembangan kawasan perkotaan Mamminasata. Dengan demikian maka dalam studi ini lebih
fokus pada upaya penajaman analisis berdasarkan tujuan studi, namun beberapa data yang telah
diambil sebelumnya perlu diupdate sekaligus untuk menghindari overlapping data.
Metode pendekatan untuk melakukan penilaian dan evaluasi kinerja dan pengembangan jaringan
transportasi Kawasan Mamminasata di Propinsi Sulawesi Selatan ini, maka digunakan
indikator/parameter sebagaimana pada Tabel 4.2 berikut :
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 4
Tabel 4.2: Besaran Indikator/Parameter Kinerja dari Variabel Studi
No Kriteria/ Variabel Uraian Indikator/Parameter
1. Akomodasi terhadap kebutuhan perjalanan (flow function)
(a) Kapasitas yang mencukupi (b) Kecepatan operasi yang optimum (c) Kondisi sistem transportasi yang
selalu dalam kondisi baik dan siap digunakan (reliabilitas sistem)
(a) Pengurangan nisbah volume/kapasitas (%)
(b) Peningkatan kecepatan operasi jaringan (% km/jam)
(c) Perbaikan kondisi fisik fasilitas transportasi (%baik, %operasi)
2. Keterpaduan hirarki sistem jaringan jalan (hierarchical integration)
(a) Pembagian sistem jaringan transportasi primer dan sekunder yang terpola dgn jelas
(b) Hubungan antar hirarki sistem yang efisien/tidak tumpang tindih
(a) Perbaikan akses ke seluruh jenjang kota (% waktu, % Rp)
(b) Kualitatif
3. Keterpaduan antar moda transportasi (multi-modal aspect)
(a) Ketersediaan terminal multi-moda (b) Akses yang mudah untuk semua
moda transportasi
(a) Efisiensi kinerja terminal multi moda (% waktu, % Rp)
(b) Perbaikan akses ke semua moda (% waktu, % Rp)
4. Pemerataan aksesibilitas dan koneksitas antar daerah (accessibility/connectivity)
(a) Pemerataan indeks aksesibilitas (ketersediaan jaringan transportasi persatuan wilayah)
(b) Pemerataan indeks mobilitas (ketersediaan jaringan transportasi per jumlah penduduk)
(a) Peningkatan indeks aksesibilitas (% km panjang jalan/km2)
(b) Peningkatan nilai indeks mobilitas (% km panjang jalan/1000 penduduk)
5. Biaya penyediaan dan pengoperasian yang murah (cost efficiency)
(a) Biaya penyediaan: studi, desain, konstruksi, dan pemeliharaan
(b) Biaya operasi: BOK (biaya operasi kendaraan), nilai waktu
(a) Jumlah biaya penyediaan jaringan (Rp)
(b) Jumlah biaya operasi seluruh jaringan (Rp)
6. Efektifitas dalam mendukung pengembangan wilayah (regional development)
(a) Peningkatan aksesibilitas kawasan andalan dan sentra produksi
(b) Perbaikan fasilitas transportasi internal di dalam kawasan andalan dan sentra produksi
(a) Perbaikan akses ke kawasan andalan (% waktu, % Rp)
(b) Kualitatif
7. Efektifitas dalam mendukung pengembangan core business (sectoral development)
(a) Dampak lingkungan: emisi, polusi suara, intrusi, dan getaran
(b) Dampak sosial: pola interaksi,sikap,dll
(c) Keselamatan lalulintas (d) Kebutuhan lahan dan resettlement
(a) Pengurangan dampak lingkungan (% ton emisi, % reduksi dB)
(b) Kualitatif (c) Pengurangan resiko
kecelakaan (d) Kualitatif
Setelah pendekatan teoritis diatas dilakukan maka dilakukan pendekatan analitis dengan
menggunakan suatu pendekatan model 4 tahap (four stage model) dari pemodelan transportasi.
Tahapan tersebut meliputi :
a. Bangkitan Perjalanan (Trip Production dan Trip Atraction)
Dalam melakukan analisa bangkitan ini sangat terkait dengan pembagian zona yang
umum didasarkan kepada daerah-daerah administrasi (Kabupaten/Kota). Sehingga hasil
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 5
evaluasi kondisi eksisting dari analisa data-data yang diperoleh serta identifikasi
wilayah yang merupakan kesesuain kondisi eksisiting dengan Kebijakan, rencana dan
startegi baik dalam lingkup nasional maupun daerah (wilayah) seperti dijelaskan pada
pendekatan teroritis, merupakan bagian dari variable yang mempengaruhi besaran input
dari pergerakan dari masing-masing zona. Secara umum tahapan ini adalah penentuan
jumlah pergerakan baik kondisi saat ini maupun kondisi yang akan datang pada
masing-masing zona bangkitan.
Langka awal adalah menganalisis potensi zona wilayah yang merupakan zona
pemodelan transportasi, dengan didasari kepada Rencana Pembangunan Wilayah
propinsi Sulawesi Selatan, dan didasarkan kebijakan dan pembangunan sektor-sektor
pada maing-masing zona wilayah tersebut kita lakukan perhitungan secara kuantitatif
dari INPUT Produksi masing-masing sektor pada masing-masing zona tersebut.
Setelah tabulasi hasil INPUT PRODUKSI tersebut kita tabulasikan dalam suatu besaran
tingkat produksi (hasil produksi masing-masing sektor dibagi dengan luas lahan
produksi tersebut), maka dengan metode SURPLUS dan DEFISIT kita coba untuk
menghitung jumlah bangkitan dan tarikan tersebut. Tidak semua sektor yang kita
gunakan dalam melakukan estimasi bangkitan dan tarikan terhadap zona pergerakan
tersebut, untuk melihat seberapa besar pengaruhnya terhadap bangkitan dan bagaimana
keterwakilan masing-maing sektor yang satu dengan yang lainnya dapat digunalkan
analisis korelasi dalam analisis statistic regresi ataupun analisa kategori.
Dalam analisis SURPLUS dan DEFISIT, dikatakan SURPLUS jika Produksi dari
sektor unggulan lebih besar dari tingkat konsumsinya, dan dikatakan DEFISIT jika
tingkat konsumsi lebih besar dibandingkan dengan Tingkat produksi.
Tahapan ini sangat penting dalam melakukan keterpaduan analisis antara Rencana Tata
Ruang dengan Sistem Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi
Mamminasata.
b. Distribusi Perjalanan (Trip Distribution)
Setelah dilakukan tahapan bangkitan maka tahapan berikutnya adalah mendistribusikan
setiap asal pergerakan (baik pergerakan barang maupun penumpang) dari masing-
masing zona bangkitan menuju ke masing-masing tujuan (destination) berdasarkan
kepada faktor tujuan dalam hal ini adalah ketertarikan akan zona tujuan (sektoral,
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 6
fungsional, dll) dan faktor aksesibilitas, mobilitas serta faktor lainnya. Jadi tahapan ini
adalah mendistribusikan pola pergerakan agar sesuai dengan tujuan dan arahan
pengembangan wilayah dalam kebijaksanaan baik yang bersifat nasional dan wilayah
yang telah ditetapkan.
Pemodelan pola pergerakan antarzona sudah pasti dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas
sistem jaringan antarzona dan tingkat bangkitan dan tarikan setiap zona. Pola
pergerakan dalam sistem transportasi sering dijelaskan dalam bentuk arus pergerakan
(kendaraan, penumpang, dan barang) yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan ke
dalam daerah tertentu dan selama periode waktu tertentu. Beberapa metode Matriks
Pergerakan atau Matrik Asal-Tujuan (MAT) yang pernah dikembangkan untuk
memodelkan sebaran pergerakan.
Sasaran dari hasil pemodelan ini akan menggambarkan potensi pergerakan antar
wilayah untuk memperkirakan kebutuhan jaringan jalan lintas wilayah yang diperlukan,
baik terhadap dimensi maupun sistem pengaturannya.
c. Pemilihan Moda (Moda Choice)
Pemilihan moda ini terkait dengan antar moda dalam suatu system jaringan
transportasi. Keterkaitan dengan master plan jaringan transportasi perkotaan wilayah
aglomerasi Mamminasata ini yaitu keterpaduan antar moda transportasi lainnya,
seperti angkutan laut dan angkutan udara. Sehingga titik transfer moda diasumsikan
sebagai titik-titik transfer pergerakan atau titik-titik bangkitan yang bersifat eksternal.
Sedangkan dalam analisis jaringan transportasi dalam suatu pemodelan transportasi,
moda yang diperhitungkan hanya moda angkutan penumpang (baik mobil pribadi
maupun penumpang) serta angkutan barang.
Output dari model ini akan menggambarkan kebutuhan jenis dan jumlah moda yang
paling tepat untuk mengisi lintasan sesuai dengan hirarki jaringan dan karakteristik
wilayah yang dilayani.
d. Pemilihan Rute (Rute Choice)
Tahapan pemilihan rute ini sangat terkait dengan prioritas penanganan ruas jalan dari
keseluruhan sistem jaringan jalan di Kawasan Aglomerasi Mamminasata Propinsi
Sulawesi Selatan hasil perencanaan. Hasil output dari proses assignment yang berupa
kondisi pembebanan jaringan jalan yang didasarkan pada derajat kejenuhannya (V/C)
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 7
dikombinasikan dengan aspek non teknis maka akan diperoleh priritas penanganan
jalan yang tersusun dalam suatu Program Penanganan, termasuk menggambarkan
potensi rute-rute utama dan rute alternatif dari suatu sistem jaringan. Kondisi
pemebebanan pada beberapa ruas jalan dalam wilayah Mamminasata dapat
diilustrasikan pada Gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1: Kondisi Pembebanan Beberapa Jaringan Jalan dalam (V/C)
4.3 MAT Perjalanan
Pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui pola aktivitas kawasan Aglumerasi Mamminasata
digunakan model bangkitan pergerakan, yaitu dengan mengetahui atau mendapatkan jumlah
pergerakan yang dibangkitkan oleh setiap zone asal (zone Oi) dan jumlah pergerakan yang
tertarik ke setiap zona tujuan (Zone Du).
Tujuan dasar tahap bangkitan pergerakan adalah untuk menghasilkan model hubungan yang
mengaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang menuju ke suatu zona
atau jumlah pergerakan yang meninggalkan suatu zona. Zona asal dan zona tujuan pergerakan
biasanya menggunakan istilah trip end.
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
Jl. Jend. Ahmad Yani
Jl. Sultan Alauddin
Jl. Andalas
Jl. Andi Tonro
Jl. Antang Raya
Jl. Batua Raya
Jl. Borong Raya
Jl. Cakalang
Jl. Cendraw asih
Jl. Abdullah Dg Sirua
Jl. Diponegoro
Jl. Gagak
Jl. Ir. Sutami
Jl. Jend.M. Yusuf
Jl. R.A. Kartini
Jl. Kumala
Jl. Malengkeri
Jl. Masjid Raya
Jl. Nusantara
Jl. Perintis Kemerdekaan
Jl. Pongtiku
Jl. Jend. Sudirman
Jl. Sultan Hasanuddin
Jl. Sungai Saddang
Jl. Teuku Umar
Jl. Toddopuli Raya
Jl. Yos Sudarso
Jl. Arif Rate
Jl. Bandang
Jl. G. Baw akaraeng
Jl. Hertasning
Jl. A.P.Pettarani
Jl. Tentara Pelajar
Jl. Urip Sumoharjo
Jl. Veteran Selatan
Derajat Kejenuhan DIT. B
STP
LAPORAN AKHIR
IV - 8
Model ini sangat dibutuhkan apabila efek tata guna lahan dan pemilihan pergerakan terhadap
kinerja bangkitan dan tarikan pergerakan peubah sebagai fungsi waktu. Tahapan bangkitan
pergerakan ini meramalkan jumlah pergerakan yang akan dilakukan oleh seseorang pada setiap
zona asal dengan menggunakan data rinci mengenai tingkat bangkitan pergerakan, atribut sosial
– ekonomi, serta tata guna lahan.
Bangkitan atau tarikan pergerakan di analisis berdasarkan zona. Dalam tata guna lahan (peubah
X), data bangkitan pergerakan (P) dan data tarikan pergerakan (A) yang didapatkan dari hasil
survey data primer terlihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3: Pola Pergerakan Matriks Asal dan Tujuan
Zone Guna Lahan Hasil Survei Hasil Permodelan x1 x2 ... xn P A P A
A B C D . . .
Dd
Sumber : Tamin, Perencanaan dan Permodelan Transportasi, 2005
Perkiraan besarnya tingkat bangkitan pergerakan, baik untuk bangkitan (P) maupun tarikan (A)
bisa dilakukan dengan permodelan yang menggunakan data yang terdapat pada Tabel 4.3.
Selain itu dapat digunakan pula model sebaran pergerakan yang mana akan terbentuk Matriks
Asal Tujuan (MAT) yaitu matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai besarnya
pergerakan antara lokasi (zona) di dalam daerah tertentu. Baris menyatakan zona asal dan kolom
menyatakan zona tujuan, sehingga sel matriksnya menyatakan besarnya arus dari zona asal ke
zona tujuan. Dalam hal ini, notasi Tid menyatakan besarnya arus pergerakan kendaraan, yang
bergerak dari zona asal ke zona tujuan dan selama selang waktu tertentu. Formula yang
digunakan untuk mengetahui jumlah pergerakan baik mitra zona maupun antar zona adalah :
Σi Tid = Oi dan Σi Tid = Dd
Yang mana :
Tid = Pergerakan dari zona asal ke zona tujuan
Oi = Jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i
Dd = Jumlah pergerakan yang menuju zona tujuan d
T = Total matriks
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 9
Rata-rata Muatan Penumpang
Rata-rata muatan berdasarkan jenis kendaraanyang diperoleh dari hasil survei wawancara OD
ditunjukkan pada Tabel 4.4. Rata-rata penumpang untuk sepeda motor dan mini bis adalah 1,48
dan 5,78. Tabel 4.4: Rata-rata Muatan Penumpang
Tipe Kendaraan Penumpang Jumlah Sampel Rata-Rata Muatan (penumpang/kendaraan)
Sepeda 1.406 1.314 1.07 Becak 2.186 1.561 1.89
Sepeda Motor 26.307 17.747 1.48 Mobil/Taksi/Jeep 17.160 6.783 2.53
Minibus 38.919 6.728 5.78 Bis Besar 4.818 302 15.95
Pickup 4.354 2.127 2.05 Truk Kecil (2-Gardan) 3.926 1.758 2.23
Truk Besar (3-Gardan lebih) 1.658 714 2.32 Catatan: Muatan tersebut termasuk supir Sumber: Mamminasata Study, 2006 Tujuan Perjalanan
Tujuan perjalanan bervariasi berdasarkan jenis kendaraan. Sepeda/becak, sepeda motor dan
mobil/taksi/jeep digunakan untuk urusan bisnis dan transportasi para pekerja yang tinggal di
daerah sub urban sementara bis, pick up dan truk digunakan untuk bekerja dan bisnis.
Waktu Perjalanan
Waktu tempuh berdasarkan jenis kendaraan. Lebih dari setengah jawaban responden kecuali truk adalah
sekitar 30 menit. Hal ini berarti bahwa mereka tinggal di daerah yang waktu tempuhnya sekitar 30 menit
dari/ke rumah, kantor, dll. Lama perjalanan bervariasi berdasarkan moda transportasi untuk kasus waktu
perjalanan yang sama.
4.4 Bangkitan dan Tarikan Perjalanan
Tarikan perjalanan yang terjadi di Kota Makassar berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa
Wilayah Kecamatan Tallo dan Biringkayan merupakan dua wilayah yang cukup tinggi tarikan.
Pengaruh tingginya tarikan di kedua wilayah disebabkan karena akumulasi kegiatan
pemerintahan, pedidikan, perdagangan dan industri yang lebih terkonsentrasi. Sedangkan
Kecamatan Tamalate, Rappocini, Panakukang dan Tallo bangkitan pergerakan yang dihasilkan
lebih besar dibanding kecamatan lain yang disebabkan lebih terkonsentrasinya kawasan
permukiman baik skala besar maupun kecil di wilayah ini.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 10
Tabel 4.5: Bangkitan – Tarikan Pergerakan Kota Makassar Tahun 2007
No Nama Kecamatan Besar Pergerakan (Orang) Tarikan Bangkitan
1 Kec. Mariso 57,286 45,896 2 Kec. Mamajang 51,632 51,173 3 Kec. Tamalate 91,430 125,561 4 Kec. Rappocini 89,156 118,839 5 Kec. Makassar 80,506 69,868 6 Kec. Ujung Pandang 33,117 24,269 7 Kec. Wajo 29,482 29,671 8 Kec. Bontoala 70,021 49,536 9 Kec. Ujung Tanah 52,144 39,810
10 Kec. Tallo 124,823 111,378 11 Kec. Panakkukang 86,497 112,965 12 Kec. Manggala 88,613 80,421 13 Kec. Biringkanaya 112,949 104,144 14 Kec. Tamalanrea 69,661 73,785
JUMLAH 1,037,316 1,037,316 Sumber: Dinas Pehubungan Kota Makassar, 2007
4.5 Pola Distribusi Perjalanan
Pola Perjalanan Penduduk, merupakan gambaran yang mencerminkan kondisi kecenderungan
pergerakan penduduk melakukan perpindahan dari suatu tempat asal kesuatu tempat tujuan
tertentu untum memenuhi kebutuhannya. Pola perjalanan penduduk di kawasan Mamminasata
Provinsi Sulawesi Selatan dapat digambarkan berdasarkan zona kecamatan di Makassar dan zona
eksternal ke kabupaten Takalar, Gowa dan Maros dari dan ke Wilayah Kota Makassar pada tabel
sebagai berikut.
Untuk mengetahui gambaran secara konfrehensif dari masing-masing wilayah yang terdekat
dengan pusat kegiatan perkotaan kawasan Mamminasata, secara terpisah dapat dilihat pada
tabel-tabel berikut.
Tabel 4.6: Jumlah dan Distribusi Pola Perjalanan Penduduk Kabupaten Maros 2007
Zona 1 2 3 4 5 6 Oi 1 9.137 13.673 12.621 20.510 2.629 1.578 70.148 2 3.669 6.076 4.509 12.487 4.509 1.734 42.984 3 2.618 4.340 7.407 5.447 2.496 1.589 33.897 4 0.504 12.018 5.698 4.666 3.452 3.271 49.609 5 .629 4.340 2.612 3.589 1.436 1.133 15.739 6 .577 1.669 1.662 2.754 1.515 453 9.630
Dd 0.134 42.116 34.509 49.453 16.037 9.758 222.007 Sumber : L.Basri, Yuli, 2007
Keterangan :
Zona 1 ; Mandai, Moncongloe, Marusu. Zona 2 ; Maros Baru, Lau, Bontoa. Zona 3 ; Turikale, Banti Murung, Simbang, Tompobulu, Camba, Canrana, Mallawa.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 11
Zona 4 ; Eksternal Maros – Makassar. Zona 5 ; Eksternal Maros – Pangkep Zona 6 ; Eksternal Maros – Bone.
Gambar 4.2:
Gambar wilayah administratif
Kabupaten Maros sebagai dasar
penentuan zona asal tujuan
Tabel 4.7: Jumlah dan Distribusi Pola Perjalanan Penduduk Kota Makassar 2007
Zona Zona Tujuan JumAsal (Oi) A B C D E F G H I J K L M N U S
Zona
Asa
l
A 6.408 4.593 948 2.532 288 115 84 115 130 175 10 321 294 769 16.782
B 1.642 10.867 1.477 282 5470 313 533 362 704 313 119 1.753 6.437 2403 32.675
C 56 241 693 304 422 146 125 148 165 169 12 471 432 160 3.544
D 290 401 2.670 4702 810 282 241 284 317 282 23 907 831 541 12.581
E 189 10059 4774 1047 15.383 7.072 5.231 8181 1.720 5346 146 5.663 5186 841 70.838
F 21 300 434 95 1.843 975 950 1.487 272 243 47 294 471 58 7.490
G 49 868 1.253 274 4.635 3.234 9.592 11.363 7.255 6463 539 3927 1183 1.016 51.651
H 74 656 1650 362 8.058 5.620 12.630 17.191 9.553 8510 1.078 6827 2.364 2.030 76.603
I 91 1393 2010 440 1.853 1.125 8.829 10.458 15.366 10370 866 8317 3310 2.843 67.271
J 125 629 2092 399 5.865 1.020 8.000 9477 10547 16378 450 6560 2271 1950 65.763
K 2 88 56 12 60 72 247 442 325 167 37 265 212 183 2.168
L 148 2.255 3.738 819 3.964 792 3102 4851 5398 4186 461 6.725 2.329 1999 40.767
M 175 10.643 4398 965 4663 706 1201 2158 2.761 1862 473 2.991 25.290 10.843 69.129
N 457 3.982 1646 629 759 200 1035 1860 2376 1605 407 2.577 10.874 6155 34.562
U
S
Jml (Dd) 9.727 46.975 27.839 12.862 54.073 21.672 51.800 68.377 56.889 56.069 4.668 47.598 61.484 31.791 551.824
Sumber : Hasil Kajian JKPT, 2006 (telah dikompilasi)
Keterangan Nama Zona Wilayah Administratif :
A = Kecamatan Biringkanaya H = Kecamatan Mariso
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 12
B = Kecamatan Tamalanrea I = Kecamatan Ujung Pandang C = Kecamatan Panakukang J = Kecamatan Makassar D = Kecamatan Manggala K = Kecamatan Wajo E = Kecamatan Rappocini L = Kecamatan Bontoala F = Kecamatan Tamalate M = Kecamatan Tallo G = Kecamatan Mamajang N = Kecamatan Ujung Tanah S = Arah Selatan (Gowa-Takalar) U = Arah Utara (Maros)
Gambar 4.3: Desire line model pergerakan penduduk Kota Makassar
Tabel 4.8: Jumlah dan Distribusi Pola Perjalanan Penduduk Kabupaten Gowa 2007
Zona 1 2 3 4 5 6 7 8 O
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 13
1 10.237 8.479 7.393 6.595 2.373 2.154 3.045 32.438 72.714
2 8.625 5.121 6.856 5.957 3.445 4.237 3.237 16.437 53.915
3 7.606 6.201 3.503 5.314 4.176 2.859 2.350 8.841 40.850
4 6.817 5.810 5.524 6.506 3.754 4.170 1.970 3.384 37.935
5 2.206 3.098 4.198 3.860 2.146 3.671 2.071 2.681 23.931
6 2.480 4.522 3.050 4.087 3.629 3.685 1.685 1.932 25.070
7 2.759 2.964 2.277 2.199 1.998 1.665 781 826 15.469
8 31.468 15.639 8.295 3.232 2.563 1.814 752 50.021 113.784 D 72.198 51.834 41.096 37.750 24.084 24.255 15.891 116.560 383.668
Keterangan:
Zona 1 ; Kecamatan Sombaopu, Ballalompoa Zona 5 ; Kec. Bungaya, Tompo Bulu, Biringbulu
Zona 2 ; Kecamatan Bontomarannu, Pallangga Zona 6 ; Eksternal Gowa-Takalar
Zona 3 ; Kecamatan Bajeng, Bontonompo Zona 7 ; Eksternal Gowa-Sinjai
Zona 4 ; Kec.Parangloe, Tgg.moncong, Tmbolo Pao Zona 8 ; Eksternal Gowa-Makassar
Gambar 4.3b:
Zona Asal-
Tujuan model
pergerakan
penduduk
Kabupaten
Gowa
Tabel 4.8a: Jumlah dan Distribusi Pola Perjalanan Penduduk Kabupaten Takalar 2007
Zona 1 2 3 4 5 6 7 Oi
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 14
1 33..446655 3.184 3.122 3.565 3.339 4.817 4.303 25.795 2 3.194 55..003366 5.517 5.845 5.812 6.440 5.726 37.571 3 3.130 5.350 33..992299 1.604 1.575 1.750 1.660 18.998 4 3.549 5.384 1.613 11..882277 2.432 3.742 3.689 22.236 5 3.391 5.874 1.685 2.428 44..880033 5.869 5.531 29.581 6 4.825 6.416 1.739 3.747 5.850 66..332277 4.612 33.517 7 4.281 5.764 1.664 3.671 5.579 4.603 55..445511 31.013
Dd 25.835 37.008 19.269 22.687 29.390 33.548 30.973 198.710 Keterangan:
Zona 1 ; Kecamatan Pattalassang Zona 5 ; Kecamatan Mangarabombang Zona 2 ; Kecamatan Polombangkeng Utara Zona 6 ; Kecamatan Galesong Utara Zona 3 ; Kecamatan Polombangkeng Selatan Zona 7 ; Kecamatan Galesong Selatan Zona 4 ; Kecamatan Mappakasunggu
Gambar 4.3c: Zona
Asal-Tujuan model
pergerakan penduduk
Kabupaten Takalar 4.6 Pemilihan Moda Angkutan
1
4 3
5
2 7
6
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 15
Modal split (moda choice) antara kendaraan umum dan kendaraan pribadi berdasarkan hasil
studi MTI 2005 adalah 38.1% untuk kendaraan umum dan 61.9% untuk kendaraan pribadi. Jika
dibandingkan dengan modal split pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu 42% untuk kendaraan
umum dan 58% untuk kendaraan pribadi (L.Basri UMI, 2000), maka terlihat fenomena
penurunan dari pemakaian kendaraan umum serta peningkatan dari pemakaian kendaraan pribadi
walaupun dari segi jumlah pengguna angkutan umum tetap bertambah. Secara lengkap untuk
beberapa pergerakan antar wilayah dengan pendekatan model rasio sebagaimana tabel 4.9.
Tabel 4.9: Kecenderungan Orang Menggunakan Jenis Angkutan Pribadi FROM-
TO Ccar Cpt C2/C1 X=log.C2/C1 A=(1-PC)/PC Y=Log.A PC
A-B 286 222 0,776224 -0,11001 0,22 -0,65854 0,53 A-C 262 189 0,721374 -0,14184 0,25 -1,38629 0,34 A-D 215 180,5 0,839535 -0,07596 0,14 -1,99243 0,71 A-E 201 197,5 0,982587 -0,00763 0,05 -2,94444 0,93 B-C 309 254 0,822006 -0,08512 0,39 -0,94446 0,67 B-D 242 207 0,855372 -0,06785 0,11 -2,19722 0,75 B-E 180 158,5 0,880556 -0,05524 0,32 -1,15268 0,80 C-D 202 180,5 0,893564 -0,04887 0,08 -2,58669 0,83 C-E 377 270 0,71618 -0,14498 0,96 -0,04001 0,33 D-E 270 194,5 0,72037 -0,14244 0,79 -0,24116 0,34
Average 0,62 Sumber : Hasil Studi MTI, 2005
Tabel diatas dibangun untuk menggambarkan fenomena atau kecenderungan orang memilih
kendaraan tertentu dari dan ke suatu zona, dengan memilih 6 dari 14 zona yang ada sebagai
representasi untuk menentukan kecenderungan. Nilai PC dalam tabel diatas menggambarkan
fenomena atau kecenderungan proporsi orang menggunakan angkutan pribadi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan angkutan umum. Kecenderungan tersebut akan berakibat lebih jauh pada
menurunnya efisiensi penggunaan sarana maupun prasarana transportasi, yang akan semakin
mempersulit upaya penanggulangan atau mengatasi kemacetan.
Pilihan moda yang terkait dengan angkutan umum dari masing-masing kecenderungan
masyarakat memilih jenis kendaraan tertentu belum tersedia, yang diharapkan dapat memberikan
referensi awal dari rencana pengembangan sistem angkutan umum berbasis massal atau berskala
lebih besar dari yang ada sekarang, dimana kawasan Mamminasata baru dilayani jenis angkutan
bus sebanyak 6 unit pada trayek Makassar-Sungguminasa Gowa. Kondisi ini hampir tidak
memberikan ruang kepada masyarakat pengguna angkutan umum untuk memilih jenis kendaraan
angkutan yang menurutnya lebih baik.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IV - 16
4.7 Pilihan Rute Perjalanan Maros dan Gowa berkaitan erat dengan bagian utara dan selatan Kota Makassar. Kecamatan
Biringkanaya di Kota Makassar erat hubungannya dengan Maros dan kabupaten lain, karena
adanya KIMA dan terminal bis regional Daya yang mengundang masuknya truk dan bis. KIMA
dan KIMA II menjadi suatu lokasi lintasan dan atau lokasi asal tujuan dari dan ke Pelabuhan
Sukarno Hatta – Bandara Sultan Hasanuddin dengan dua alternatif rute melalui Jl.Perintis
Kemerdekaan dan atau Jl.Dr.Ir.Sutami.
Yang patut diperhatikan adalah perjalanan dengan sepeda motor antara Gowa dan Kecamatan
Tamalate di Kota Makassar, perjalanan seperti ini merupakan karakteristik perjalanan paling
aktif. Hal ini dapat dipahami mengingat luasnya wilayah Kecamatan Tamalate yang meliputi
KAWASAN GMTDC, perniagaan, dan perumahan yang berada di sepanjang Jl. Sultan Alauddin
yang terhubung ke Kabupaten Gowa. Rute alternatif yang sering digunakan untuk lintasan
dari/ke kawasan tersebu adalah jalan sepanjang pantai barat sekitas Barombong melalui Jl. Metro
Tanjung Bunga.
Kondisi yang menjadi permasalahan pergerakan antar (dari/ke) kabupaten Maros dan Gowa
secara langsung tidak trsedia jaringan jalan yang memedai, sehingga setiap pergerakan antar
kedua kabupaten ini harus melalui Kota Makassar. 4.8 Pembebanan Jaringan Jalan Pergerakan lalu lintas sebagian besar berasal dan menuju (dari/ke) luar wilayah Metropolitan
Mamminasata berasal dan bertujuan di wilayah tersebut. Tidak banyak lalu lintas yang melalui
wilayah Metropolitan Mamminasata. Lalu lintas dari/ke Pangkep sangat terkait dengan Makassar
dan Maros, yang berarti bahwa angkutan penumpang dan barang dari/ke Pangkep akan
terpengaruh oleh pengembangan wilayah Metropolitan Mamminasata di masa depan.
Di wilayah Metropolitan Mamminasata, Kota Makassar merupakan tempat yang paling menarik
dan membangkitkan angkutan penumpang dan barang dan tidak hanya terhubung ke kabupaten-
kabupaten sekitarnya tapi juga ke kabupaten lain di pulau Sulawesi. Hasil ini menyiratkan bahwa
Kota Makassar memainkan sebuah peran yang signifikan di pulau Sulawesi. Di sisi lain, Maros,
Gowa dan Takalar memiliki hubungan yang kuat dengan kabupaten berada didekatnya masing-
masing diwilayah utara dan wilayah selatan Kota Makassar sebagai pusat kegiatan perkotaan
Mamminasata.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 1
BAB V
POLA PENGGUNAAN LAHAN
KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA
5.1 Umum
Rencana tata guna lahan bertujuan untuk menunjukkan bentuk penggunaan lahan yang
diinginkan namun dapat dicapai di Kawasan Agropolitan Mamminasata untuk direalisasikan
dalam jangka waktu 15 tahun dan dalam melihat perspektif jangka panjang (Jica, 2006). Prinsip-
prinsip perencanaannya adalah:
1) Pertama, lahan yang tidak cocok digunakan diidentifikasi, membatasi antara daerah yang
beresiko tinggi terhadap bahaya bencana alam dan daerah-daerah yang diperuntukkan bagi
perlindungan dan konservasi lingkungan.
2) Kebutuhan-kebutuhan yang akan datang bagi penggunaan lahan di dalam kerangka sosial
ekonomi akan direfleksikan di dalam rencana, termasuk kebutuhan pengembangan
perindustrian dan permukiman.
3) Rencana akan memberi perhatian yang seksama pada rencana masa depan yang telah
dibuat oleh setiap pemerintah Kabupaten/Kota. Namun demikian, seperti yang telah
diamati terdapat ketidaksinambungan antar kabupaten dan tidak memadainya
pertimbangan perlindungan lingkungan seperti perencanaan yang tidak tepat disarankan
untuk diratifikasi.
5.2 Metodologi
Estimasi Guna Lahan
Pendekatan yang digunakan dalam menentukan luas pengggunaan lahan hingga tahun 2020
dengan dasar tahun 2005 adalah jumlah penduduk kawasan agropolitan Mamminasata pada
periode tahun yang sama. Jumlah penduduk di Mamminasata akan meningkat sebanyak 630.000
jiwa (dari 2,25 juta jiwa pada tahun 2005 menjadi 2,88 juta jiwa pada tahun 2020). Wilayah
untuk pengembangan kawasan permukiman di Makassar sudah terbatas, sehingga dalam waktu
dekat penduduk cenderung tinggal di pinggiran kota terutama di Maros dan Gowa. Peningkatan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 2
penduduk di Takalar kurang lebih sama dengan pertumbuhan Mamminasata (sekitar 1,6% per
tahun).
Dengan mengarahkan penduduk untuk bermukim di rumah susun apartemen yang dapat dihuni
oleh banyak keluarga, maka lahan yang diperlukan akan lebih sedikit. Tim studi memperkirakan
kebutuhan lahan untuk pemukiman akan bertambah sebanyak 7.000 ha selama periode
perencanaan (dari 13.000 ha pada tahun 2005 menjadi sekitar 20.000 ha pada tahun 2020).
Estimasi ini berdasarkan perhitungan berikut:
600.000 jiwa (2005-2020) ÷ 70 jiwa/ha (rata-rata Makassar pada tahun 2003) = 8.500 ha 8.500 ha ÷ 120% (peningkatan efisiensi tata guna lahan) = 7.000 ha
Kawasan Metropolitan Mamminasata memvisualisasikan bahwa kawasan permukiman akan
berkembang di bagian timur Makassar, yaitu wilayah Makassar, Gowa dan Maros. Arah ini
terlihat cukup beralasan mengingat ketersediaan lahan. Namun demikian, kawasan permukiman
harus direncanakan dengan teliti disesuaikan dengan jaringan transportasi. Tanpa perencanaan
yang terpadu, maka akan timbul kepadatan lalu lintas sebagai masalah utama sebagai akibat dari
pengembangan kawasan permukiman baru.
Analisis Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang
Pendekatan yang digunakan untuk menyusun struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan
aglomerasi Mamminasata adalah:
1. Metode Distribusi dan Asosiasi. Analisis pengukuran distribusi dan asosiasi memberikan
gambaran tentang bagaimana suatu aktivitas atau karakteristik ekonomi tersebar dalam
wilayah yang ditinjau dan apakah aktivitas tersebut cenderung menyebar atau makin
terkonsentrasi pada suatu sub wilayah. Pengukuran dapat dilakukan berdasarkan empat cara,
yaitu: indeks konsentrasi, distribution quotient, dekonsentrasi, asosiasi. Hasil dari analisis ini
dapat digunakan untuk membangun model atau estimasi permintaan dan penyediaan
transportasi pada masing-masing zona aktivitas yang ada.
2. Analisa Struktur Tata Ruang. Analisis yang digunakan untuk menentukan hirarki dan
struktur tata ruang masing-masing kawasan dalam lingkup wilayah studi adalah:
Metode Scalogram dan Sosiogram digunakan untuk menganalisis dan merencanakan
struktur ruang, bagaimana pola/fungsi fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi yang
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 3
terdapat pada bagian tingkat sub-wilayah/pusat, dan bagaimana pola tersebut melayanai
kebutuhan penduduk wilayah studi
Analisis Cover Area dan Keterpusatan Kegiatan digunakan untuk mengetahui
sejauhmana tingkat sentralisasi suatu satuan permukiman menjadi indeks sentralisasi
terbobot.
5.3 Sistem Aktivitas dan Pola Guna Lahan Kawasan Aglomerasi Mamminasata
Rencana tata ruang wilayah Mamminasata akan dirumuskan untuk mewujudkan Metropolitan
Mamminasata yang Kreatif (Creative), Bersih (Clean) dan Terkoordinasi (Coordinated). Untuk
mewujudkan tujuan tersebut, dilakukan penggambaran zonasi tata guna lahan dan penetapan
kebijakan lingkungan hidup.
5.3.1 Isu-Isu Utama Zonasi Tata Guna Lahan
Tata guna lahan Mamminasata saat ini (berdasarkan gambar satelit IKONOS pada tahun 2003
dan informasi terkini) menunjukkan lahan pertanian yang cukup luas (106.320 ha atau sekitar
42,5% dari seluruh wilayah), penurunan luasan lahan hijau dan hutan (71.790 ha atau 28,7%)
dan meningkatnya kawasan perkotaan (14.930 ha atau 6,0%). Kawasan perkotaan terdiri dari
areal perumahan (13.140 ha), kawasan komersial/bisnis (1.290 ha) dan kawasan industri (500 ha)
Gambar 5.1.
Gambar 5.1: Tata Guna Lahan di Mamminasata
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 4
Rencana tata guna lahan yang dipersiapkan dalam RTRW Metropolitan Mamminasata tahun
2004 menggambarkan wilayah yang lebih luas untuk permukiman perkotaan (63.500 ha),
kawasan perdagangan (68.800 ha) dan kawasan industri (37.200 ha). Penentuan tata guna lahan
ini nampaknya tidak berdasarkan estimasi kebutuhan lahan. Ini menyulitkan pemahaman
bagaimana mengarahkan pertumbuhan yang akan datang secara efektif dan efisien jika tidak
didasarkan kerangka pembangunan mendatang.
5.3.2 Wilayah Pemanfaatan Terbatas untuk Pembangunan
Zonasi tata guna lahan dimulai dengan penentuan wilayah-wilayah pemanfaatan terbatas dalam
rencana tata guna lahan. Wilayah ini mencakup (i) kawasan lindung dan terlarang, (ii) kawasan
rawan resiko atau bencana alam, dan (iii) kawasan reservasi untuk pemanfaatan khusus.
Kawasan lindung di Mamminasata mencakup mulai dari wilayah konservasi hutan hingga ke
arah timur sekitar 26.000 ha (10,4%) (merujuk pada Keppres No. 41/1999). Untuk perlindungan
tepi laut, garis pantai (100 m dari garis pasang tertinggi) dan tebing sungai (100 m pada sungai
utama dan 50 m untuk sungai kecil baik untuk tebing kanan maupun kiri) merupakan kawasan
terlarang (berdasarkan Keppres No. 32/1990 dan Perda No. 47/1997). Dalam hal ini, tata guna
lahan di muara dan hilir Sungai Tallo memerlukan perhatian khusus.
Gambar 5.2: Kawasan Hutan Lindung
berdasarkan Keppres Gambar 5.3: Batas Kawasan Garis Pantai dan
Sungai-Sungai Utama berdasarkan Keppres
Daerah rawan banjir dan lahan basah di Mamminasata perlu ditetapkan secara jelas dan
pemanfaatannya perlu dibahas dengan hati-hati dari segi pencegahan resiko bencana dan
Tepi Pantai: 100 meter dari garis pantai Tepi Sungai: 100 meter dari sisi kiri kanan sungai utama
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 5
konservasi lingkungan. Wilayah yang rentan terhadap banjir membentang seluas lebih dari
15.500 ha sepanjang Sungai Tallo dan Maros, sebagaimana yang ditunjukkan pada peta.
Gambar 5.4: Dataran Banjir dan Lahan basah yang ada saat ini ( 2005)
Gambar 5.5: Daerah Irigasi Teknis yang ada saat ini & yang diusulkan
Lahan reservasi meliputi lahan irigasi oleh
Proyek Irigasi Bili-Bili (23.600 ha). Lahan
marginal dalam lahan irigasi (hingga
maksimum 5%) dapat dirubah fungsi untuk
keperluan permukiman dan keperluan lainnya
atas ijin pihak yang berwenang. Dengan syarat
perubahan yang dilakukan, tidak mengurangi
manfaat yang diperoleh dari Proyek Bili-Bili.
Bilamana kawasan-kawasan yang ditetapkan
untuk pemanfaatan terbatas, rawan bencana dan
reservasi dipetakan secara terpadu, maka
kawasan terbatas untuk pembangunan terlihat
seperti pada Gambar 5.4, Gambar 5.5, dan
Gambar 5.6.
Gambar 5.6: Kawasan Terbatas untuk
Pembangunan
Kws. Banjir tahun 2005 Lahan Basah
Kws. Irigasi Eksisting Kws. Usulan Irigasi
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 6
5.3.3 Kebutuhan akan Tata Guna Lahan
Jumlah penduduk di Mamminasata akan meningkat sebanyak 630.000 jiwa (dari 2,25 juta jiwa
pada tahun 2005 menjadi 2,88 juta jiwa pada tahun 2020). Wilayah untuk pengembangan
kawasan permukiman di Makassar sudah terbatas, sehingga dalam waktu dekat penduduk
cenderung tinggal di pinggiran kota terutama di Maros dan Gowa. Peningkatan penduduk di
Takalar kurang lebih sama dengan pertumbuhan Mamminasata (sekitar 1,6% per tahun).
RTRW Mamminasata yang ada memvisualisasikan wilayah permukiman yang relatif luas, sekitar
63.400 ha. Ini tampaknya berlebihan. Dengan mengarahkan penduduk untuk bermukim di rumah
susun apartemen yang dapat dihuni oleh banyak keluarga, maka lahan yang diperlukan akan
lebih sedikit. Tim studi memperkirakan kebutuhan lahan untuk pemukiman akan bertambah
sebanyak 7.000 ha selama periode perencanaan (dari 13.000 ha pada tahun 2005 menjadi sekitar
20.000 ha pada tahun 2020). Estimasi ini berdasarkan perhitungan berikut:
RTRW Mamminasata memvisualisasikan bahwa kawasan permukiman akan berkembang di
bagian timur Makassar, yaitu wilayah Makassar, Gowa dan Maros. Arah ini terlihat cukup
beralasan mengingat ketersediaan lahan. Namun demikian, kawasan permukiman harus
direncanakan dengan teliti disesuaikan dengan jaringan transportasi. Tanpa perencanaan yang
terpadu, maka akan timbul kepadatan lalu lintas sebagai masalah utama sebagai akibat dari
pengembangan kawasan permukiman baru.
Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk dan tata guna lahan saat ini, maka direncanakan bahwa
kawasan permukiman yang baru berkembang akan tersebar sebagaimana yang ditunjukkan pada
Gambar 5.7.
kondisi 2005 2005-2010 2010-2015 2015-2020 pada 202013.000ha + 2.500ha + 4.000ha + 500ha 20.000ha
2005-2010 2010-2015 2015-2020
[Jangka Pendek] [Jangka Menengah] [Jangka Panjang]
MAKASSAR
+1,800 ha 9000 ha
MAROS
+1,750 ha 3000 ha
GOWA
+2,900 ha 6700 ha
TAKALAR
+550 ha 1300 haTOTAL + 2.500ha + 4.000ha + 500ha + 7.000 ha
TOTAL AREAKab/KotaSetelah 2020
+ 500 ha + 1300 ha
+ 250 ha
+ 1500 ha
+ 900 ha+ 2000 ha
+ 50 ha + 500 ha
Gambar 5.7: Penyebaran dan Tahapan Pengembangan Kawasan Permukiman
1.800 ha
1.750 ha
2.900 ha
500 ha
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 7
Melalui penyebaran pengembangan kawasan permukiman, diharapkan bahwa jumlah penduduk
di masa yang akan datang di setiap kota/kabupaten pada tahun 2020 akan meningkat
sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 5.8. Diharapkan pula bahwa kecenderungan
pemusatan penduduk di Kota Makassar akan dikurangi dengan mengarahkan pengembangan
permukiman di daerah lain selain Makassar.
Gambar 5.8: Alokasi Jumlah Penduduk Masa Depan di Setiap Kabupaten/Kota
Di samping itu, lahan yang dibutuhkan untuk pengembangan industri diperkirakan mencapai 700
ha netto atau 1.500 ha bruto untuk zonasi tata guna lahan. Dari sudut pandang industri potensial
dan lokasi industri, alokasi kawasan industri direncanakan sebagaimana yang ditunjukkan dalam
Gambar 5.9.
kondisi 2005 2005-2010 2010-2015 2015-2020500 ha + 200ha +300 ha + 200ha 1.200 ha 2.000 ~3.000 ha
(Net) (Gross)2005-2010 2010-2015 2015-2020
[Jangka Pendek] [Jangka Menengah] [Jangka Panjang] (Net) (Gross)MAKASSAR
200 ha 700 ha 1.000 ~ 1.500 haMAROS
300 ha 50 ha 350 ha 700 ~1.000 haGOWA
100 ha 100 ha 200 ~300 haTAKALAR
50 ha 50 ha 100 ~200 haTOTAL 200 ha 300 ha 200 ha 1.200 ha 2.000 ~3.000 ha
TOTAL AREA
pada 2020
Perbaikan Infrastruktur
Kab/Kota
Kurangnya ketersediaan lahan
Perbaikan Infrastruktur, Membangkitkan industri berbasis lokal
Perbaikan Infrastruktur, Membangkitkan industri berbasis lokal
Gambar 5.9: Distribusi dan Tahapan Pengembangan Kawasan Industri
Perlu diketahui bahwa RTR Kabupaten/Kota yang ada telah menggambarkan kawasan industri
SAAT INI 2005
MASA DATANG 2020
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 8
yang lebih luas sebagai akibat perencanaan industri yang berorientasi penyediaan/penawaran
sedangkan rencana tata guna lahan yang diajukan di atas didasarkan pada rencana tata guna
lahan yang berorientasi kebutuhan. Diusulkan agar masing-masing kabupaten/kota menyusun
strategi pengembangan industri dalam menarik investor dan mengidentifikasikan kategori
industri apa saja yang berpotensial untuk dipromosikan.
5.3.4 Zona Tata Guna Lahan
UU Penataan Ruang (UU No. 26/2007) mengelompokkan tata guna lahan menjadi “Zona
Lindung” dan “Zona Budidaya”.
Pada dasarnya sesuai rencana, Mamminasata akan diklasifikasikan menjadi (i) Zona Perencanaan
Urban, (ii) Zona Perencanaan Semi-Urban, (iii) Zona Hutan Produksi, dan (iv) Zona Konservasi.
Tiga zona pertama merupakan “Zona Budidaya” sedangkan zona yang terakhir merupakan “Zona
Lindung” berdasarkan UU tersebut di atas. Di Mamminasata, Kota Makassar dan daerah
sekitarnya diklasifikasikan ke dalam zona perencanaan urban sedangkan lahan hutan di bagian
timar Mamminasata termasuk dalam klasifikasi zona hutan produksi atau zona konservasi. Zona
yang berada di antaranya akan diklasifikasikan sebagai zona perencanaan semi-urban.
Gambar 5.10: Zona Tata Guna Lahan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 9
Empat zona tata guna lahan ini lebih lanjut dikategorikan sebagai berikut ini.
UU No.24/1992
4 Zona di Mamminasata
9 Kawasan di Mamminasata
Zona Budidaya Zona Perencanaan Urban -- Kawasan Promosi [Kategori 1]
-- Kawasan Promosi [Kategori 2]
-- Kawasan Kendali
Zona Perencanaan Semi-Urban
-- Kawasan Prioritas Pertanian
-- Kawasan Pertanian &Permukiman
-- Kawasan Kendali
Zona Hutan Produksi -- Kawasan Reboisasi
Zona Lindung
Zona Lindung -- Kawasan Lindung
-- Reservasi Muka Perairan
Gambar 5.11: Empat Zona Tata Guna Lahan dan 9 Kawasan Pemanfaatan Lahan
Distribusi zona tata guna lahan di Mamminasata diusulkan sebagaimana yang diilustrasikan
berikut.
Gambar 5.12: Kawasan Tata Guna Lahan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 10
Zona lindung mencakup hampir 90.000 ha, termasuk kawasan lindung sekitar 25.000 ha (UU
No. 41/1999) dan kawasan hutan yang ada seluas 65.000 ha. Lahan yang sesuai untuk reboisasi,
sebagai hutan produksi adalah sekitar 22.000 ha, yang merupakan sekitar 90% dari tujuan yang
ditetapkan untuk penambahan kawasan hijau (sekitar 25.000 ha).
Seperti terlihat pada peta zonasi, dataran banjir pada muara Sungai Tallo ditandai sebagai
“kawasan kendali” pada zona perencanaan urban. Meskipun draft Rencana Tata Ruang Kota
Makassar menggambarkan reklamasi sebagian besar lahan ini untuk pergudangan dan keperluan
lainnya, namun reklamasi muara tidak dapat direkomendasikan karena dampak-dampak negatif
yang akan timbul di lingkungan sekitarnya. Selain itu simulasi hidrologi mengindikasikan
kemungkinan terjadinya masalah drainase yang serius bagi pusat kota Makassar yang dapat
timbul apabila dilakukan reklamasi.
Di lain pihak, konsep tata guna lahan Mamminasata diformulasikan sejalan dengan kerangka
yang ditetapkan untuk struktur ruang. Konsep umum yang telah dibahas dengan para pihak
terkait dicantumkan pada Gambar 5.13.
Gambar 5.13: Konsep Tata Guna Lahan untuk Mamminasata
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 11
5.3.5 Pedoman Tata Guna Lahan
Pedoman tata guna lahan perlu disiapkan untuk mengatur kegiatan-kegiatan pembangunan di
masing-masing zona dan kawasan yang telah ditentukan pada zonasi tata guna lahan. Garis besar
yang dibuat secara umum mengenai pedoman ini telah dipersiapkan, sebagaimana yang
ditunjukkan pada Tabel 5.14. Konsep ini masih memerlukan pembahasan lebih lanjut dan
pengkajian teknis yang dikombinasikan dengan penentuan ruang dalam zonasi tata guna lahan.
Tabel 5.1: Pedoman Tata Guna Lahan
Zona Kawasan Pedoman menurut Jenis Pembangunan Industri Perumahan Komersial Pendidikan
/Sosial
Zona Perencanaan Urban
sekitar
250 km2
Kawasan Promosi [Kat. 1]
sekitar 200 km2
Ya/Tdk - Jenis Industri - Skala
Pembangunan - Kondisi Prasarana
Ya Ya Ya
Kawasan Promosi [Kat. 2]
sekitar 20 km2
Ya/Tdk - Jenis Industri - Skala
Pembangunan - Kondisi Prasarana
Ya Ya Ya
Kawasan Kendali sekitar 30 km2
Tdk Tdk Tdk Ya/Tdk - Skala Pembangunan
Zona Perencanaan Semi-Urban
sekitar 1.450 km2
Kawasan Prioritas Pertanian
sekitar 350 km2
Tdk Tdk Tdk Ya/Tdk - Skala Pembangunan
Kawasan Pertanian & Permukiman
Ya/Tdk - Jenis Industri - Skala
Pembangunan - Kondisi Prasarana
Ya/Tdk - Penduduk Terencana - Skala Pembangunan - Kondisi Prasarana
Ya/Tdk - Skala Pembangunan - Kondisi Prasarana
Ya/Tdk - Skala Pembangunan
sekitar 940 km2
Kawasan Kendali sekitar 60 km2
Tdk Tdk Tdk Ya/Tdk - Skala Pembangunan
-
Zona Hutan Produksi
sekitar 220 km2
Kawasan Reboisasi sekitar 220 km2
Tdk Tdk Tdk Ya/Tdk - Secara ekologis
Zona Lindung
sekitar 930 km2
Kawasan Lindung (Hutan yang ada)
Tdk Tdk Tdk Ya/Tdk
- Secara ekologis sekitar 900 km2 Reservasi Muka Perairan (Waterfront)
Tdk -
Tdk Tdk Ya/Tdk - Secara ekologis
sekitar 30 km2
Klasifikasi Indeks: [Ya] Dipromosikan, [Ya/Tdk] Bersyarat, [Tdk] Dilarang Catatan: Meskipun [Tdk], hak atas bangunan yang ada dilindungi.
Seiringan dengan pedoman tersebut, kawasan-kawasan permukiman baru, lokasi industri,
pendidikan, taman hijau dan pusat-pusat perikanan telah direncanakan sebagaimana yang
ditunjukkan pada Gambar 5.15.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 12
Gambar 5.14: Proyek-proyek Usulan dalam Zonasi Tata Guna Lahan
Dari sudut pandang penataan ruang, wilayah metropolitan Mamminasata dinilai pantas ditunjuk
sebagai “kawasan khusus”di bawah RTR Nasional.
Untuk menjadikan Mamminasata sebagai kawasan metropolitan yang bersih, banyak hal yang
dibutuhkan ketimbang hanya menentukannya sebagai kawasan khusus di dalam UU. Sebagai
contoh, kurangnya peraturan mengenai ruang dan bangunan telah menimbulkan kemacetan dan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 13
kurangnya ruang hijau serta sarana amenitas perkotaan. Untuk mengembangkan kawasan
permukiman secara strategis dan menjamin lingkungan hidup serta kenyamanannya, diperlukan
peninjauan terhadap peraturan tata bangunan serta perundang-undangan yang telah diberlakukan,
di samping pedoman tata guna lahan untuk Mamminasata.
5.3.6 Kawasan Model Promosi Pembangunan
Melalui serangkaian diskusi yang dilakukan oleh kelompok kerja, kawasan model promosi
pembangunan dipilih dari proyek-proyek usulan berdasarkan kriteria berikut.
Berada di dalam zona Perencanaan Urban atau Semi-Urban dan bukan di Zona Hutan Produksi ataupun Zona Konservasi
Menjadi model dalam teknologi perencanaan perkotaan, yang mana pendekatannya dapat dijadikan acuan/diterapkan di kemudian hari pada kasus pembangunan serupa, dan
Menjadi simbol/pembangunan strategis yang dapat mewakili konsep CCC Mamminasata.
Gambar 5.15: Kawasan Model Promosi Pembangunan
Ada tiga kawasan model promosi pembangunan yang telah diidentifikasi sebagaimana yang
ditunjukkan pada Gambar 5.17. Gambaran pembangunan pada setiap kawasan dipersiapkan
sebagai berikut:
(1) Konservasi Kawasan Rawa
URBANISASI BARU
KONSERVASI KWS. RAWA
RENOVASI KOTA TUA
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 14
Berada di kawasan kendali dalam zona perencanaan urban, di mana hampir semua kegiatan
pembangunan diatur terkecuali untuk tujuan pendidikan atau tujuan sosial sampai pada skala
pembangunan tertentu, sesuai dengan pedoman tata guna lahan (awal).
(2) Renovasi Kota Tua
Karena berada dalam kawasan promosi kategori 1 pada zona perencanaan urban, yang
kebanyakan kegiatan pembangunan diperkenankan tetapi hanya untuk jenis-jenis tertentu,
maka kondisi prasarana dan skalanya diatur dalam pengembangan industri, sesuai dengan
pedoman tata guna lahan.
Bangunan Bersejarah
Bersejarah
Ruang Hijau
Ruang Hijau
Water-front
Kota Tua Makassar
Di Jantung Kota Makassar
Konservasi
Pusat pengolahan Limbah
Cair
Taman Ramah Lingkungan
Eco-Village
Eksperimen Lingkungan/Pendidikan Masyarakat
Gambar 5.16: Gambaran Pembangunan Konservasi Kawasan Rawa
Gambar 5.17: Gambaran Renovasi Kota Tua
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 15
Karena kawasan kota tua memiliki banyak warisan sejarah yang didirikan pada masa
lampau, maka sebaiknya pembangunan kawasan ini dilakukan untuk tujuan penguatan
pariwisata kota. Pada prinsipnya, kawasan ini harus dikembangkan berdasarkan peraturan
perundangan tata guna lahan yang agak ketat, dengan rasio tutupan dan lantai bangunan
yang lebih rendah, sehingga dapat mempertahankan urban scape dalam keadaan yang baik,
meskipun sudut pandang ekonomi dalam tata guna lahan tidak begitu efektif.
Sebuah rencana model gabungan renovasi kota tua (Gambar 5.18) dan pemanfaatan lahan
yang tinggi di daerah pinggiran (Gambar 5.19) disajikan sebagai contoh yang
menggambarkan konservasi kawasan kota tua dan pemanfaatan yang tinggi sepanjang jalan
utama.
Kawasan kota tua di Makassar, di mana masih
banyak tersisa warisan sejarah, akan
dilindungi dengan volume pembangunan yang
diatur sehingga dapat memberi kontribusi pada
penguatan pariwisata kota, sementara
pinggiran kota di Makassar, terutama
sepanjang jalan-jalan utama seperti Jl.
Pettarani dan Jl. Sultan Alauddin perlu lebih
dimanfaatkan dalam tata guna lahan bersama-
sama dengan realokasi kantor pemerintahan
yang kini tersebar di sekitar jalan raya. Gambar 5.18: Gambaran Pengembangan Pemanfaatan yang Lebih Tinggi dalam Tata Guna
lahan sepanjang Jalan Utama
(3) Urbanisasi Baru
Berada dalam kawasan pertanian dan permukiman dalam zona perencanaan semi-urban, di
mana sebagian besar kegiatan pembangunan diijinkan namun terbatas sesuai dengan
pedoman tata guna lahan (awal). Skala pengembangan ditetapkan harus cukup besar guna
menghindari pengembangan yang berskala kecil dan tersebar sehingga efisiensi
pembangunan dapat ditingkatkan.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 16
Gambar 5.19: Gambaran Pengembangan Urbanisasi Baru
5.4 Sistem Pusat Pelayanan Kawasan Aglomerasi Mamminasata
Sistem pusat pelayanan kawasan aglomerasi Mamminasata pada dasarnya telah terbentuk dan
berkembang sesuai arahan kebijakan tata ruang di masing-masing kabupaten/kota yang masuk
dalam Kawasan Mamminasata, yakni Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar.
Perkembangan kawasan pusat pelayanan dimasing-masing wilayah administrasi tersebut saling
berpengaruh dengan orientasi dominan adalah pusat-pusat kegiatan di Kota Makassar sebagai
pusat pertumbuhan wilayah dari ketiga wilayah kabupaten lainnya.
Orientasi perkembangan tata ruang Kota Makassar telah memberikan pengaruh yang sangat
signifikan terhadap perkembangan baru di wilayah kabupaten sekitarnya, terutama pada daerah
perbatasan. Pada kondisi ini, batasan wilayah administrasi dan infrastruktur sulit dibedakan
jangkauan pelayanannya yang ditandai dengan sebaran pemanfaatan lahan, baik untuk lahan
permukiman maupun kawasan terbangun lainnya yang kemudian menjadi pusat-pusat aktivitas
daerah.
Pusat-pusat pelayanan dan aktivitas dimasing-masing Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar pada
dasarnya masih mengikuti keadaan eksisting yang terpusat di ibukota kecamatan dan kabupaten,
sedangkan Kota Makassar sendiri memiliki tingkat penyebaran pusat-pusat pelayanan dan
Pusat Kota
Permukiman
Bisnis/Industri
Ruang Terbuka Hijau
Fasilitas Sosial (Sekolah, RS)
Gambar Kota Makassar
berskala kecil
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 17
aktivitas yang lebih merata sebagai konsekwensi dari terbatasnya kemampuan ruang, khususnya
di pusat kota. Pada daerah ibukota kecamatan Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar, kegiatan
masih didominasi oleh kegiatan sektor-sektor utama, seperti pertanian dan perkebunan, sehingga
pelayanan daerah umumnya masih bersifat lokal, begitupula dengan ibukota kabupaten yang
hanya mampu melayani dalam skala kabupaten.
Untuk wilayah Kota Makassar dengan pusat-pusat pelayanan berskala regional, mengakibatkan
akumulasi pergerakan ke Kota Makassar dari Kabupaten Gowa, Takalar dan Maros sangat besar.
Kondisi ini tentunya akan berdampak pada kinerja transportasi di Kota Makassar, termasuk pada
jalur utama penghubung antar wilayah kabupaten/kota tersebut. Pola perkembangan permukiman
dan kawasan terbangun di Kota Makassar berlangsung secara mengelompok dan menyebar
secara merata, sedangkan pada ketiga kabupaten lainnya masih bersifat linier mengikuti arah
jaringan jalan yang telah terbentuk sebelumnya dengan akses pencapaian relatif baik.
Terjadinya pergerakan menuju Kota Makassar yang berasal dari ketiga kabupaten disekitarnya
adalah sangat besar dan sebaliknya justru memperlihatkan keadaan sulit untuk terjadi. Oleh
karena itu, sistem pusat-pusat pelayanan kawasan aglomerasi di Mamminasata saat ini belum
tertata dan terkoordinasi dengan baik. Begitupula yang berlangsung secara internal, dimana
ibukota kabupaten sebagai pusat pelayanan terhadap wilayah dibawahnya, yakni kecamatan
belum mampu memberikan pelayanan yang maksimal, sehingga orientasi pergerakan masih
tertuju pada Kota Makassar. Pengaruh perkembangan ini dipengaruhi oleh ketersediaan jaringan
jalan dan tingkat aksesibilitas ke fasilitas perkotaan dan aktivitas kota yang relatif lebih mudah,
dimana ibukota kabupaten masih dalam posisi sebagai daerah belakang terhadap Kota Makassar
yang dianggap sebagai daerah inti.
Seiring dengan perkembangan ruang wilayah dalam kawasan Mamminasata, telah membentuk
arah pengembangan dimasing-masing wilayah kabupaten yang tidak hanya terjadi pemusatan di
Kota Makassar, melainkan juga mempengaruhi bagian-bagian wilayah ketiga kabupaten lainnya,
terutama pada daerah perbatasan dan pada daerah jalur-jalur utama kawasan Mamminasata yang
telah direncanakan (sebagai dampak informasi dan sosialisasi tata ruang). Sistem pelayanan dari
masing-masing kawasan pusat-pusat pelayanan tersebut sudah dapat mempengaruhi orientasi
pergerakan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Adapun identifikasi kondisi eksisting daerah-daerah yang berkembang dalam kawasan
Mamminasata, terutama terwujudnya pusat-pusat pelayanan kawasan yang strategis dapat dilihat
pada Gambar 5.21 berikut.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 18
1 65
8
910
7
22
1211
13
14
16
17
19
20
21
23
15
423
18
24
N
Gambar 5.20: Lokasi Pusat-pusat pelayanan strategis di Kawasan Mamminasata
Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa lokasi-lokasi pusat-pusat strategis di Kawasan
Mamminasata yang diidentifikasi adalah sebanyak 24 lokasi. Lokasi tersebut memiliki peranan
yang berbeda-beda menurut arah perkembangannya dengan fungsi sebagai berikut :
1. Kawasan pusat Kota Makassar dengan fungsi utama adalah pusat perdagangan, jasa, dan
pelabuhan. Sedangkan fungsi penunjangnya adalah perkantoran dan permukiman
2. Kawasan Paotere dengan fungsi utama adalah pelabuhan perikanan, militer dan
perdagangan. Sedangkan fungsi penunjangnya adalah permukiman dan jasa
3. Kawasan Pasar Panampu dengan fungsi utama adalah perdagangan dan fungsi penunjangnya
adalah permukiman dan jasa
4. Kawasan Bira dengan fungsi utama adalah pergudangan dan industri. Fungsi penunjangnya
adalah empang dan permukiman
5. Kawasan Daya dengan fungsi utama adalah kawasan industri, perdagangan, dan terminal
angkutan jalan. Fungsi penunjangnya adalah permukiman, jasa dan perkantoran.
6. Kawasan Tamalanrea dengan fungsi utama adalah permukiman, militer, kesehatan dan
pendidikan tinggi. Fungsi penunjangnya adalah perdagangan dan jasa
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 19
7. Kawasan Antang dengan fungsi utama adalah permukiman, TPA dan rekreasi. Fungsi
penunjangnya adalah perdagangan, jasa dan kuburan.
8. Kawasan Panakkukang dengan fungsi utama adalah pusat perdagangan dan jasa. Fungsi
penunjangnya adalah permukiman, perkantoran dan terminal.
9. Kawasan Tamalate dengan fungsi utama adalah terminal, rekreasi, perdagangan dan jasa.
Fungsi penunjang adalah permukiman dan perkantoran
10. Kawasan Tanjung Bunga dengan fungsi utama adalah rekreasi dan perdagangan. Fungsi
penunjangnya adalah permukiman, pelayanan sosial dan jasa
11. Kawasan Kota Sungguminasa dengan fungsi utama adalah perkantoran, perdagangan,
pelayanan jasa, pelayanan sosial dan pariwisata. Fungsi penunjangnya adalah permukiman.
12. Kawasan Samata dengan fungsi penunjangnya adalah kawasan pendidikan tinggi dan fungsi
penunjangnya adalah pertanian, permukiman dan kuburan.
13. Kawasan Palangga dengan fungsi utama adalah terminal angkutan jalan dan perdagangan.
Fungsi penunjangnya adalah perkantoran, pelayanan jasa, dan pelayanan sosial
14. Kawasan Limbung dengan fungsi utama adalah permukiman, perdagangan, dan pusat
pemerintahan kecamatan. Fungsi penunjangnya adalah pertanian dan pelayanan sosial
15. Kawasan Bili-Bili dengan fungsi utama adalah Bendungan dan rekreasi. Fungsi
penunjangnya adalah permukiman, pertanian dan perkebunan.
16. Kawasan Kota Takalar dengan fungsi utama adalah pusat pemerintahan, permukiman,
perdagangan, pelayanan jasa, pelayanan sosial dan fungsi penunjangnya adalah pertanian
17. Kawasan Galesong dengan fungsi utama adalah pelabuhan perikanan dan empang. Fungsi
penunjangnya adalah permukiman dan pertanian.
18. Kawasan Mangara Bombang dengan fungsi utama adalah wisata pantai dan empang. Fungsi
penunjangnya adalah permukiman dan pertanian.
19. Kawasan Kota Maros dengan fungsi utama adalah pemerintahan, perdagangan, pelayanan
sosial, pelayanan jasa, terminal dan permukiman. Fungsi penunjangnya adalah pertanian
20. Kawasan Maros Utara dengan fungsi utama adalah pertanian, balai penelitian pertanian,
permukiman dan pusat pemerintahan. Fungsi penunjangnya adalah pelayanan sosial,
pelayanan jasa dan perdagangan (pasar).
21. Kawasan Bantimurung dengan fungsi utama adalah pariwisata alam dan hutan. Fungsi
penunjangnya adalah pertanian dan permukiman
22. Kawasan Mandai dengan fungsi utama adalah bandar udara dan militer. Fungsi
penunjangnya adalah permukiman, pelayanan sosial, pelayanan jasa dan pertanian.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 20
23. Kawasan Patte’ne dengan fungsi utama adalah industri, pergudangan dan pusat keagamaan.
Fungsi penunjangnya adalah permukiman, empang dan pertanian.
24. Kawasan Tanralili dengan fungsi utama adalah pertanian, hutan dan perkebunan. Fungsi
penunjang adalah permukiman.
Identifikasi lokasi pusat-pusat pelayanan kawasan di Mamminasata tersebut sebanyak 24 lokasi
yang meliputi 3 wilayah kabupaten dan 1 kota, terdapat beberapa kawasan yang memiliki potensi
untuk berubah fungsi utamanya. Seperti pada lokasi 24, merupakan kawasan yang
peruntukannya sebagai pengembangan kawasan kota baru yang dengan sendirinya akan
mempengaruhi pemanfaatan lahan dan perkembangannya dimasa mendatang. Begitupula dengan
kawasan yang memiliki peruntukan sebagai kawasan industri yang berlokasi di Kabupaten Gowa
dan Maros.
5.5 Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Aglomerasi Mamminasata
Dalam Rencana tata ruang wilayah Mamminasata dirumuskan perwujudan Metropolitan
Mamminasata yang Kreatif (Creative), Bersih (Clean) dan Terkoordinasi (Coordinated). Untuk
mewujudkan tujuan tersebut, dilakukan penggambaran perencataan tata guna lahan dan
penetapan kebijakan lingkungan hidup.
Guna memaksimalkan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang dapat membentuk suatu sistem
terpadu dan mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh wilayah yang kabupaten/kota
dalam tatanan kawasan Mamminasata dibutuhkan hirarki tingkatan pusat dan sub pusat
pengambangannya. Pusat dan sub pusat pengembangan ini, nantinya berfungsi untuk melayani
aktivitas penduduk di dalam wilayah itu sendiri dan wilayah belakangnya yang masih dalam
wilayah pengaruhnya. Tiap pusat-pusat yang terbentuk mempunyai ciri, karakteristik dan fungsi
yang berbeda satu dengan lainnya yang disebabkan oleh perbedaan fisik, sosial budaya dan
ekonomi termasuk dukungan teknologi yang memadai. Adapun konsep tata guna lahan
Mamminasata yang telah diformulasikan sejalan dengan kerangka yang ditetapkan untuk struktur
ruang sebagaimana pada gambar dibawah ini.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 21
Gambar 5.21: Konsep Tata Guna Lahan untuk Mamminasata
Berdasarkan gambar tersebut diatas terlihat bahwa dengan terbentuknya struktur wilayah
Kawasan Mamminasata dapat membentuk sistem jaringan pelayanan dan menghindari adanya
akumulasi pergerakan orang maupun barang di Kota Makassar. Peranan dari masing-masing
pusat-pusat pelayanan Mamminasata dengan ketersediaan infrastruktur transportasi yang
memadai, maka dapat memaksimalkan potensi yang terdapat di Kawasan Mamminasata sesuai
dengan peruntukannya.
Konsep ini disusun dengan mempertimbangkan wilayah yang menghambat pembangunan serta
arahan tata guna lahan ke depan dari masing-masing kabupaten, dengan memberikan perhatian
pada strategi-strategi utama tata guna lahan berikut ini.
1) Dengan prinsip pembangunan yang berimbang di antar kabupaten/kota, kawasan
permukiman dan perindustrian disebar ke kabupaten lain di luar Makassar, seperti diarahkan
sebagai salah satu tujuan dari RTRW Mamminasata yang sebelumnya, yaitu, “pembangunan
multi inti”. Pada saat bersamaan, dari sudut pandang efisiensi pembangunan perkotaan,
pengungkapan potensi perkotaan (yaitu daya tarik kota Makassar saat ini) harus
dimanfaatkan melalui arahan struktur yang jelas sehingga kesemrawutan perkotaan dapat
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 22
dikendalikan.
Gambar 5.22: Struktur Pengembangan Tata Ruang Mamminasata
Gambar di atas mengilustrasikan struktur pembangunan ruang yang diaplikasikan untuk
menghasilkan pembangunan Mamminasata yang efisien dan efektif, dikombinasikan dengan
penguatan transportasi darat. Untuk menghentikan kesemrawutan perkotaan yang tidak
teratur dan mengendalikan arahan pembangunan, poros timur-barat dan jalan lintas
penghubung perlu diperkenalkan, yang akan menjadi jalan-jalan utama untuk
menghubungkan kawasan permukiman baru (digambarkan dengan lingkaran merah) dengan
pusat-pusat kota yang sudah ada (lingkaran kuning). Pada saat bersamaan, jalan bebas
hambatan antar wilayah yang baru perlu direncanakan untuk meningkatkan aksesibilitas dan
mengurangi waktu tempuh dari wilayah Mamminasata ke wilayah lainnya, untuk mendukung
salah satu kegiatan perekonomian utama di Mamminasata, yaitu pusat perdagangan dan
logistik.
2) Untuk mendukung pembangunan yang berimbang, seperti telah dibahas sebelumnya, fungsi
transportasi perlu diperkuat untuk memperluas aktivitas perekonomian dari Makassar ke
kabupaten lainnya di Mamminasata, dan lebih lanjut hingga seluruh wilayah Mamminasata.
Transportasi darat, khususnya jaringan jalan, harus diprioritaskan berkenaan dengan tata
guna lahan, sambil menantikan pengembangan pelabuhan dan bandara udara sebagai fungsi
transportasi jarak jauh.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
V - 23
<2005> <2010> <2015> <2020>
Kondisi saat ini Perbaikan Jalan di dalam
kota Makassar Penyelesaian jalur U-S dan
T-B ke kota-kota baru Penyelesaian Jalan Utama
Antar Wilayah
Gambar 5.23: Tahapan Pembangunan Transportasi Darat
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VI - 1
BAB VI
ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI
KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA
6.1 KEBIJAKAN UMUM
Kebijakan pengembangan jaringan transportasi pada kawasan aglomerasi Mamminasata Provinsi
Sulawesi Selatan tidak dapat dipisahkan dalam kerangka Visi Pembangunan Sulawesi Selatan
Tahun 2006 – 2028, yakni mewujudkan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai “Wilayah Terkemuka
di Indonesia Melalui Pendekatan Kemandirian Lokal yang Bernafaskan Keagamaan”. Visi
Sulawesi Selatan ini mengandung pengertian yang luas dan menggambarkan aspirasi serta cita-
cita masyarakat Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 20 tahun yang akan datang.
Kebijakan pembangunan transportasi di Sulawesi Selatan diarahkan untuk mendukung kegiatan
sosial ekonomi untuk yang menjamin keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar-daerah
dan senantiasa memperhatikan pertimbangan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pembangunan transportasi dilaksanakan dengan membangun jaringan transportasi yang andal
dan terintergerasi satu sama lain yang menghubungkan semua pusat-pusat pelayanan dan
pengembangan guna meningkatkan kualitas distribusi akses fisik yang pada gilirannya
mendukung keterkaitan sistem produksi dan sistem distribusi dan pelayanan sosial ekonomi,
termasuk mobilitas penduduk yang semakin merata, di seluruh kawasan dan wilayah Sulawesi
Selatan.
Untuk maksud tersebut, beberapa arahan kebijakan adalah sebagai berikut: (a) menyediakan
pelayanan angkutan umum masal di daerah perkotaan yang didukung pelayanan pengumpan
yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan serta bersinergi dengan kebijakan
tata guna lahan, dan didukung oleh budaya berlalu lintas yang tertib dan disiplin, (b) pelayanan
transportasi di wilayah perdesaan dikembangkan melalui sistem transportasi perintis yang
berbasis masyarakat (community based) dan wilayah yang memprioritaskan pengembangan
keterkaitan ekonomi desa-kota, khusus kemudahan akses ke pasar kota, karena merupakan
saluran utama bagi penduduk perdesaan untuk memperoleh kebutuhan mereka sebagai pengganti
hasil pertaniannya; (c) mempercepat dan memperlancar pergerakan penumpang dan barang
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VI - 2
melalui perbaikan manajemen transportasi antarmoda; meningkatkan pembangunan jalan bebas
hambatan pada koridor-koridor strategis angkutan barang antarpulau dan angkutan laut
konvensional yang terintergrasi dengan armada nasional, serta angkutan komoditas khusus,
seperti hasil perikanan dan pertanian (fresh good and high value) dengan mods transportasi
udara; (d) mengembangkan sistem transportasi yang handal dan berkemampuan tinggi yang
bertumpu pada aspek keselamatan, dan keterpaduan antarmoda, antarsektor, antarwilayah, aspek
sosial budaya, dan profesionalitas pelaku dan penyedia layanan transportasi serta menerapkan
dan mengembangkan teknologi transportasi yang tepat guna, hemat energi, dan ramah
lingkungan.
Dalam tataran kawasan aglomerasi Mamminasata, perbaikan dan perencanaan jaringan jalan
diarahkan menganut tiga prinsip, yaitu:
1) Prioritas terhadap pengurangan kemacetan lalu lintas: Langkah-langkah penanganannya
pelebaran jalan dan pembangunan jalan baru.
2) Rencana jaringan jalan yang lebih aplikatif
Hal ini terkait dengan isu pembebasan lahan. Usulan langkah-langkah penanganannya
adalah menghindari rute yang mengarah ke kawasan padat penduduk, dan mengitari
kawasan tersebut dalam perencanaan jaringan jalan.
3) Desain jalan yang manusiawi dan ramah lingkungan
Hal ini terkait dengan desain potongan melintang yang dilengkapi dengan ruang hijau,
drainase, dan trotoar. Juga mempertimbangkan untuk menghindari terjadinya pemisahan
fungsi-fungsi kota yang disebabkan oleh pelebaran dan/atau pembuatan jalan baru.
6.1.1 Tujuan Pembangunan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi Mamminasata
Pembangunan jaringan transportasi perkotaan di kawasan aglomerasi Mamminasata bertujuan
yang disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan dengan berpijak pada keterkaitan antara kebutuhan dan
pelayanan transportasi, baik intra maupun antar sub kawasan strategis ekonomi Selatan 2008,
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Takalar, Gowa, Maros dan Kota Makassar, dan
Rencana Tata Ruang Kawasan Mamminasata 2006.
Arah pertumbuhan jaringan transportasi perkotaan kawasan aglomerasi Mamminasata lebih
berorientasi pada daya dukung terhadap sektor-sektor pembangungan terkait, hal ini disebabkan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VI - 3
karena transportasi merupakan alat (derived demand) bukanlah tujuan terhadap pertumbuhan
sektor. Oleh karena itu, pola pengembangan jaringan transportasi perkotaan kawasan aglomerasi
Mamminasata akan sejalan dan mengikuti perkembangan sektor industri, pertanian dan
perikanan, perdagangan, pendidikan, permukiman dan sektor-sektor lainnya.
Oleh karena itu, antisipasi peningkatan permintaan jasa transportasi di kawasan ini perlu
mendapat perhatian dari berbagai kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah
Kabupaten/Kota se-Kawasan Mamminasata, sehingga peningkatan pelayanan jaringan
transportasi dapat mewujudkan penyelenggaraan transportasi penumpang dan barang baik
domestik maupun internasional yang lebih aman, nyaman dan efisien.
Pendekatan pencapaian tujuan pembangunan jaringan transportasi perkotaan kawasan aglomerasi
Mamminasata dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan geografis sebagai fungsi
jaringan pelayanan dan demografis sebagai fungsi yang terlayani. Secara geografis pembangunan
jaringan transportasi diarahkan untuk menyediakan pelayanan yang disesuaikan dengan
karakteristik kawasan dan sub kawasan Mamminasata dalam bentuk pelayanan transportasi
antarmoda dalam bentuk terintegrasi, kombinasi dan keterpaduan moda transportasi darat, laut,
sungai, penyeberangan, jalan dan kereta api sesuai dengan potensi kawasan. Sedangkan
pendekatan demografi diarahkan untuk menyediakan pelayanan yang disesuaikan dengan
pertumbuhan kawasan dan sub kawasan kegiatan ekonomi serta jumlah, kepadatan penduduk
kawasan.
Diestimasikan penduduk kawasan Mamminasata tahun 2028 akan mencapai 3 juta jiwa yang
setara dengan penduduk Singapura saat ini, sehingga dibutuhkan sistem jaringan dan pelayanan
transportasi dengan skala kawasan perkotaan sama dan setingkat metropolitan (UU No. 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).
6.2 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT DAN KERETA API,
LAUT, UDARA DAN ASDP
6.2.1 Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi Mamminasata
Jaringan sarana dan prasarana transportasi kawasan aglomerasi Mamminasata merupakan elemen
utama dari struktur tata ruang yang mendukung mewujudnya Sulawesi Selatan sebagai suatu
entitas sosial-ekonomi yang utuh, dalam arti memiliki keterkaitan spasial (spatial linkage),
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VI - 4
meliputi keterkaitan sosial (sosial linkage), keterkaitan fisik (physical linkage) dan keterkaitan
ekonomi (economical linkage).
Pengembangan jaringan transportasi kawasan aglomerasi Mamminasata diarahkan untuk
mendukung kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan kawasan aglomerasi Mamminasata dan
Provinsi Sulawesi Selatan sebagai satu kesatuan sosial ekonomi yang menjamin keseimbangan
dan pemerataan pembangunan antar-kawasan dan daerah serta senantiasa memperhatikan
pertimbangan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Gambar 6.1. Potensi
Demand Berdasarkan
Proyeksi Trip Person
Pengembangan
jaringan transportasi kawasan aglomerasi Mamminasata dilaksanakan dengan membangun
jaringan transportasi yang andal dan terintergerasi satu sama lain yang menghubungkan semua
pusat-pusat pelayanan dan pengembangan guna meningkatkan kualitas distribusi akses fisik yang
pada gilirannya mendukung keterkaitan sistem produksi dan distribusi dan pelayanan sosial
ekonomi, termasuk mobilitas penduduk yang semakin merata, di seluruh kawasan aglomerasi
Mamminasata dan wilayah Sulawesi Selatan.
Filosifi dasar pengembangan jaringan transportasi kawasan aglomerasi Mamminasata didasarkan
pada proyeksi demand sebagai unsur potensial melakukan pergerakan menggunakan angkutan
1
2 3
4 5
6
7 DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VI - 5
tertentu. Gambaran potensi demand menurut proyeksi studi sebagaimana dapat dilihat pada
Tabel 6.1 dan Gambar 6.1
Tabel 6.1. Proyeksi Arah Pergerakan Masyarakat Mamminasata Tahun 2017
Zona 1 2 3 4 5 6 7 Oi 1 33..446655 3.193 1.064 2.048 894 2.159 709 13.532 2 3.198 44..883366 3.125 5.069 2.770 5.606 2.376 26.980 3 1.071 3.126 22..992299 1.239 846 1.402 699 11.312 4 2.039 5.071 1.233 22..882277 1.504 3.384 1.243 17.301 5 890 2.765 857 1.518 11..880033 1.647 612 10.092 6 2.162 5.603 1.411 3.374 1.656 44..332277 1.360 19.893 7 722 2.378 704 1.251 619 1.357 22..445577 9.488
Dd 13.547 26.972 11.323 17.326 10.092 19.882 9.456 108.598 / 85.954
6.2.2 Arah Pengembangan Moda Angkutan Kawasan Aglomerasi Mamminasata
Arahan kebijakan pengembangan moda angkutan kawasan aglomerasi Mamminasata dilakukan
antara lain dengan:
a) Menyediakan pelayanan angkutan umum massal di kawasan perkotaan Mamminasata yang
didukung pelayanan pengumpan yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah
lingkungan serta bersinergi dengan kebijakan tata guna lahan, dan didukung oleh budaya
berlalu lintas yang tertib dan disiplin,
b) Pelayanan transportasi di kawasan perdesaan Mamminasata dikembangkan melalui sistem
transportasi perintis yang berbasis masyarakat (community based) dan wilayah yang
memprioritaskan pengembangan keterkaitan ekonomi desa-kota, khusus kemudahan akses
ke pasar kota, karena merupakan saluran utama bagi penduduk perdesaan untuk memperoleh
kebutuhan mereka sebagai pengganti hasil pertaniannya. Koordinasi yang baik terhadap
KETERANGAN : 1.Kabupaten Maros 2.Kawasan Bandara, KIMA dan Terminal Regional 3.Kawasan Pelabuhan, Makassar Mall, Karebosi 4.Kawasan Tamalate, Panakkukang Mall 5.Kawasan GTC, Losari & Kota Lama 6.Kabupaten Gowa, Kw Malengkeri 7.Kabupaten Takalar
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VI - 6
sistem ini akan memberikan dampak yang luas serta menguntungkan petani yang merupakan
bagian terbesar dari penduduk Sulawesi Selatan;
c) Mempercepat dan memperlancar pergerakan penumpang dan atau barang melalui
perbaikan manajemen transportasi antarmoda; meningkatkan pembangunan jalan bebas
hambatan pada koridor-koridor strategis angkutan barang antarpulau dan angkutan laut
konvensional yang terintergrasi dengan armada nasional, serta angkutan komoditas khusus,
seperti hasil perikanan dan pertanian (fresh good and high value) dengan moda transportasi
udara;
d) Mengembangkan sistem transportasi yang andal dan berkemampuan tinggi yang bertumpu
pada aspek keselamatan, dan keterpaduan antarmoda, antarsektor, antarwilayah, aspek sosial
budaya, dan profesionalitas pelaku dan penyedia layanan transportasi serta menerapkan dan
mengembangkan teknologi transportasi yang tepat guna, hemat energi, dan ramah
lingkungan.
6.2.3 Kebijakan Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi
Mamminasata Dalam jangka panjang, transportasi jalan di kawasan aglomerasi Mamminasata masih merupakan
moda dominan dalam menunjang perekonomian di kawasan ini. Transportasi jalan akan
dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan pusat-pusat kegiatan kawasan yang cepat
berkembang (Kawasan Metropolitan Mamminasata merupakan salah satu Kawasan Strategis
Nasional – PP No. 26 Tahun 2008).
Pengembangan jaringan transportasi primer kawasan aglomerasi Mamminasata dalam
peranannya sebagai unsur penunjang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dan daya
dukung sesuai beban lalulintas terutama yang melayani dan menghubungkan pusat-pusat
kegiatan nasional, pusat-pusat kegiatan wilayah serta kawasan-kawasan strategis dan andalan
lainnya yang diarahkan pengembangannya di dalam kawasan aglomerasi Mamminasata.
Pembangunan jalan tol bebas hambatan (Seksi IV-Jalan Sutami) dan arteri primer di kawasan
aglomerasi Mamminasata yang mendukung sistem transportasi cepat, dikembangkan bersama-
sama antara pemerintah dan swasta dengan tetap memperhatikan alternatif yang memadai.
Pengembangan jaringan transportasi jalan sekunder pada kawasan ini dikembangkan secara
terpadu dengan moda transportasi darat lainnya sesesuai dengan skala pelayanan pusat-pusat
kegiatan utama (fungsi kota dan hirarki fungsional kota) yang terhubungi dengan memperhatikan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VI - 7
karakteristik dan keunggulan masing-masing moda yang melayani, perkembangan teknologi,
penggunaan energi, lingkungan dan sinergi keruangan Mamminasata.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 1
Both Directions
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
6:00
~7:0
0
7:00
~8:0
0
8:00
~9:0
0
9:00
~10:
00
10:0
0~11
:00
11:0
0~12
:00
12:0
0~13
:00
13:0
0~14
:00
14:0
0~15
:00
15:0
0~16
:00
16:0
0~17
:00
17:0
0~18
:00
18:0
0~19
:00
19:0
0~20
:00
20:0
0~21
:00
21:0
0~22
:00
Time
No
of V
ehic
les
0
200
400
600
800
1.000
1.200
Bicycle & BecakTruckPickupBusCar/Taxi/JeepMotorcycle
BAB VII
RENCANA UMUM PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI
KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA 7.1 PROGRAM PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI DARAT DAN
KERETA API
A. Arus Lalu Lintas
Fenomena dan potensi pengembangan lingkungan hidup, pengembangan ekonomi dan sosial
serta kependudukan menjadi suatu alasan utama adanya pengembangan sistem jaringan
pelayanan. Tingginya tingkat arus pergerakan kendaraan terutama pada kawasan pusat-pusat
kegiatan perkotaan Mamminasata hinggan mencapai 30.000 kendaraan/hari/lajur dengan tingkat
pertumbuhan yang sangat pesat hingga mencapai 7% pertahun menggambarkan suatu potensi
akan perlunya pengembangan
sistem jaringan jalan yang sesuai.
Namun ketidakseimbangan
komposisi kendaraan dengan
pemanfaatan ruang jalan yang
digunakan oleh kendaraan, dimana
jenis sepeda motor yang
mempunyai komposisi tertinggi
namun kebutuhan ruang jalan-nya
paling kecil. Demikian pula diikuti dengan ketidakseimbangan pertumbuhan jenis komposisi
lalu lintas, dimana jenis sepeda motor mengalami pertumbuhan yang “fantastis” mencapai angka
lebih dari 20% pertahunnya.
B. Angkutan Penumpang dan Barang
Tingkat pertumbuhan pergerakan orang dan pergerakan barang sangat dinamis, sementara disisi
lain pertumbuhan pengguna angkutan umum menjadi kecil dan sangat lambat terutama
disebabkan karena tingginya tingkat pemilikan kendaraan bermotor (roda dua) dan rendahnya
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 2
tingkat layanan angkutan umum yang ada. Layanan angkutan umum yang tersedia ditandai
dengan dominasi angkutan jenis pete-pete yang tinggi dan perilaku pengemudi yang kurang
teratur. Jenis angkutan ini memiliki kapasitas yang kecil dan jarak tempuh rata-rata 10-20 km
ditambah lagi dengan beberapa ruas jalan harus dilintasi 3-5 trayek angkutan umum. Disisi lain
masih dominan penumpang harus melakukan perpindahan moda untuk sampai ke tempat tujuan
akhir perjalanannya dan masih banyaknya penumpang yang mempunyai tingkat kemampuan
membayar tarif angkutan umum yang relatif rendah.
Angkutan barang juga menampakkan kecenderungan ketidak teraturan dalam operasionalnya.
Fenomena tersebut terlihat mulai dari sistem jaringan yang dilaluinya tidak selektif, waktu
operasi dalam kota juga belum teratur, demikian pula seluruh wilayah kota termasuk pusat-pusat
kegiatan masih berkeliaran angkutan barang jenis truk.
Dalam aspek pelayanan moda angkutan di wilayah Mamminasata, terlihat beberapa
permasalahan berupa :
- Fungsi dan status rute trayek layanan antar kabupaten kota belum jelas, dimana angkutannya
berkategori angkot tetapi jaringan operasionalnya lintas kabupaten/kota, hal tersebut terjadi
pada rute trayek Makassar-Maros dan Makassar-Gowa (Sungguminasa)
- Kondisi dan kualitas layanan armada kurang nyaman, kurang aman, dan relatif lambat serta
kurang tertib. Disisi lain kapasitas armada angkutan umum mikrolet relatif kecil/sedikit (10
penumpang kondisi normal dan 12 penumpang kondisi “rush”.
- Jaringan lintas kabupaten kota masih bersifat jaringan tunggal, belum cukup jaringan
alternatif untuk mendukung singkronisasi dan kawasan aglomerasi perkotaan. Jaringan rute
tidak bervariasi, lintasan rute pulang pergi hanya satu rute saja, cenderung bersifat rute
linier.
- Terjadinya perhimpitan lintasan rute antara trayek-trayek yang ada, khususnya pada jalan-
jalan arteri utama, misalnya pada Jl. Urip Sumohardjo terjadi perhimpitan hingga 6 (enam)
trayek angkutan.
- Kinerja pelayanan ruas dan persimpangan jalan yang dilalui rute angkutan kota sudah mulai
memburuk/semakin jelek, dimana ketersediaan halte pada ruas jalan tidak memadai,
penggunaan ruas dari PK5, demikian pula pangkalan becak yang banyak ditemukan pada
daerah pendekat persimpangan.
- Ketersediaan fasilitas terminal dan parkir sebagai prasarana awal dan akhir perjalanan
angkutan umum belum tersedia sesuai skala/jenjang pelayanan.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 3
- Jenis angkutan barang dengan status ruas jalan belum diatur dengan baik, dimana pada
beberapa ruas jalan kategori lokal pada pusat perkotaan masih banyak dilayani jenis
angkutan truk, bahkan pada semua waktu operasi disiang hari.
Gambaran fenomena tersebut diatas menjadi potensi dan peluang yang baik untuk
pengembangan jenis angkutan yang berkapasitas besar dan atau dengan jarak tempuh yang lebih
panjang untuk menjangkau pergerakan antar wilayah kota/kabupaten dalam lingkungan
Mamminasata. Ketersediaan moda yang berkapasitas besar juga perlu diikuti dengan
pengembangan penataan sistem jaringan yang baik sebagaimana diuraikan berikut.
Angkutan barang dengan kendaraan besar masuk ke pusat kota yang tidak didasarkan atas
manajemen pengaturan waktu dan kepatutan jaringan yang dilewati, dapat mengakibatkan
gangguan lalu lintas, percepatan proses kerusakan jalan dan permasalahan parkir, serta
permasalahan-permasalahan lainnya
C. Jaringan Jalan dan Persimpangan
Tingkat pertumbuhan jumlah armada, baik angkutan pribadi maupun angkutan umum termasuk
angkutan barang yang terus meningkat 8% hingga 12% pertahun pada skala lima tahunan
kedepan, menuntut peningkatan prasarana sekitar 4% hingga 6% pertahun dalam hal penyediaan
ruas jalan baru maupun peningkatan yang sudah ada, diikuti dengan penerapan manajemen yang
sesuai.
Dinamisasi pemenuhan akan kebutuhan transportasi perkotaan kawasan Mamminasata Provinsi
Sulawesi Selatan tidak hanya bertumpu pada salah satu moda angkutan saja tetapi juga harus
merupakan integrasi dari berbagai moda transportasi yang lebih terpadu mengingat kondisi
geografisnya terdiri dari daratan dan pulau
Tingkat pertumbuhan lalu lintas tinggi terutama kendaraan angkutan pribadi, yang tidak diikuti
format manajemen yang memadai, bisa berdampak kesembrautan, menyangkut sistem parkir di
jalan, penggunaan median dan trotoar oleh PK5, sistem halte, masalah persimpangan dan
sebagainya.
Angkutan barang dengan kendaraan besar masuk ke pusat kota dan atau melintasi ruas-ruas jalan
kota menuju kawasan ekonomi seperti pelabuhan, pusat-pusat pengembangan industri dan
perdagangan yang tidak didasarkan atas manajemen pengaturan waktu dan kesesuaian jaringan
yang dilewati, dapat mengakibatkan gangguan lalu lintas, percepatan proses kerusakan jalan dan
permasalahan parkir, serta permasalahan-permasalahan lainnya. Kondisi tersebut menuntut
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 4
perlunya ketersediaan jaringan jalan yang berkapasitas tinggi, terutama jalur lintas kabupaten/
kota yang menjangkau kawasan-kawasan ekonomi dalam wilayah Mamminasata.
Prasarana persimpangan sebagai titik simpul ruas jalan yang begitu banyak jumlah dan ragamnya
menjadi bagian yang tidah terpisahkan dalam melayani pergerakan secara dinamis. Secara fisik
berdasarkan jumlah lengan simpang, umumnya persimpangan di Kawasan Mamminasata
merupakan simpang 4 dan dibagian lain antara 3-5 lengan simpang, sedangkan berdasarkan pola
penanganannya umumnya masih sistem prioritan (tanpa traffic light) kecuali daerah pusat kota
dan pusat-pusat kegiatan yang padat. Kondisi seperti ini disamping berkapasitas kecil juga
rawan terjadi konflik antar kendaraan (rawan kecelakaan).
D. Terminal dan Halte
Dalam linbgkup wilayah metropolitan Mamminasata terdapat 5 (lima) unit terminal angkutan
dimana satu diantaranya merupakan Terminal Regional Daya (TRD) Makassar yang melayani
sistem angkutan antar kota dalam propinsi maupun antar propinsi (AKDP dan AKAP) disamping
angkutan kota dalam wilayah perkotaan, satu unit terminal melayani AKDP dan angkutan dalam
kota arah selatan yaitu Terminal Malengkeri serta tiga terminal lainnya pada masing-masing
Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Maros yang melayani perjalanan lanjutan
untuk AKDP dan atau AKAP disamping pelayanan sistem angkutan dalam wilayah kabupaten
yang bersangkutan, termasuk angkutan pedesaan.
Disamping terminal sebagai prasarana perangkutan asal dan tujuan perjalanan, sepanjang ruas
jalan di wilayah perkotaan diperlukan juga prasarana sebagai fasilitas tunggu dan naik turun
penumpang yang representatif yang disebut halte. Fasilitas ini sudah banyak tersedia di
sepanjang ruas-ruas jalan di Kawasan Mamminasata, namun belum dapat dinilai secara memadai
karena belum mengakomodasi jarak yang ideal sesuai kebutuhan masyarakat pengguna jasa
antara 400-500 meter terdapat fasilitas halte.
7.1.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi
Dari hasil analisis dan estimasi pemilihan moda maupun rute merupakan hasil dari perhitungan
lalu lintas yang terklasifikasi serta asumsi jumlah orang yang bergerak dengan menggunakan
moda tertentu. Untuk analisis Kota Makassar dan daerah sekitarnya di Kawasan Mamminasata,
dirancang suatu skenario yang teramati untuk tahun 2007, 2012, dan 2017 (skenario lima
tahunan).
Skenario pengembangan jaringan transportasi wilayah untuk mendukung pengembangan
metropolitan Mamminasata dari interkoneksitas KIMA II, kawasan Kota Lama, kawasan Kota
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 5
Baru, serta kawasan konservasi lingkungan Sungai Tallo dalam studi ini diuraikan untuk
memberi gambaran tentang kebijakan, strategi dan upaya pengembangan. Dalam skenario ini
juga sekaligus memberi gambaran secara berjenjang mulai dari pengembangan jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang sebagaimana diuraikan berikut
Pengembangan satus jaringan jalan dengan mempertimbangkan standarisasi fungsi dan
hirarki jalan. Dalam hal ini jalan arteri primer seperti Jl.Perintis Kemerdekaan tidak lagi
terakses langsung dengan bangunan fisik misalnya bangunan ruko, rumah tinggal dan
sebagainya dari masing-masing pusat kegiatan, kecuali melalui jaringan tersendiri dari dan
atau menuju setiap pusat kegiatan.
Pengembangan jaringan jalan arteri sekunder atau jalan kolektor primer yang
menghubungkan jaringan jalan arteri primer dengan pusat-pusat kawasan (KIROS, KIMA
II, Kota Lama, Kota Baru, dan kawasan konservasi Sungai Tallo).
Penyusunan dan atau pengembangan sistem jaringan pada masing-masing kawasan yang
ditinjau, termasuk pengembangan kota baru, KIWA dan KITA, pada bagian selatan wilayah
Mamminasata.
Menetapkan dimensi masing-masing jaringan untuk mengoptimalkan fungsi dari sistem
jaringan terbangun setelah mempertimbangkan proyeksi muatan penumpang/orang maupun
barang, termasuk jenis moda yang sesuai.
7.1.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan
Sistem transportasi yang efesien tidak terlepas dan balk tidaknya rencana pengembangan sistem
jaringan jalan. Jaringan jalan yang terencana dengan baik akan menghasilkan suatu sistem
jaringan jalan yang menjadikan pergerakan lancar dan efektif. Pengembangan jaringan jalan
selalu terkait dengan rencana pengembangan bagian wilayah kota yang akan membantu
peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara menyeluruh.
Jalan lintas regional kawasan perlu terus dibangun dan ditingkatkan baik secara kuantitas
maupun kualitasnya. Disamping itu transportasi antar bagian wilayah kota perlu ditingkatkan,
khususnya hubungan antara bagian-bagian wilayah kota yang mempunyal fungsi dan kegiatan
yang tinggi seperti pusat kota, subpusat kota, kawasan industri yang direncanakan dan pelabuhan
serta mendukung pengembangan angkutan dalarn kota dan angkutan pinggiran maupun antar
wilayah dan antar kota.
Untuk meningkatkan pertumbuhan kawasan Mamminasata, perencanaan dan pengembangan
jaringan jalan perlu mendapatkan prioritas. Jaringan jalan yang direncanakan dengan balk akan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 6
memberikan tingkat pelayanan yang balk terutama dalam penataan daerah pemukiman, daerah
komersial, industri dan pemerintahan, dalam hal ini kawasan-kawasan tersebut akan berpotensi
dalam menghasilkan bangkitan perjalanan.
(1) Perbaikan dan Peningkatan Jalan yang Diprioritaskan
Prioritas perbaikan jalan setelah selesainya pengembangan jalan tol Sutami antara pelabuhan
Makassar dan Bandar udara Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan dan Jl. Urip Sumoharjo
(sedang dilaksanakan) namun hasil desain konseptual lebar dan potongan melintang yang telah
dibuat sebelumnya sangat sulit untuk diterapkan dengan pertimbangan nilai lahan dan bangunan
yang sangat tidak mendukung. Perpanjangan Jl.Hertasning juga (belum rampung), yang pada
awalnya direncanakan dapat diselesaikan sebelum tahun 2010. Studi ini merumuskan
pengembangan jalan yang harus dilaksanakan sebelum tahun 2013 meliputi ; Jalan Malino dari
Sungguminasa, Jalan akses Takalar dari Sungguminasa, serta lanjuran perpanjangan Jl
Hertasning baru hingga KM 34 Jl.Malino di daerah Bili-Bili.
Pengembangan jalan selanjutnya, kebutuhan dan prioritas berdasarkan hasil tinjauan dengan
melihat kemajuan dalam pengembangan perumahan dan industri, dapat diuraikan sebagai berikut
:
a. Pelebaran Jl.Perintis Kemerdekaan secara keseluruhan diharapkan rampung dalam waktu
dekat.
b. Jalan Lingkar Tengah (bagian selatan) yang sebelumnya diperkirakan bisa dimulai tahun
2009, diharapkan dapat dilaksanakan sebelum tahun 2011.
c. Akses Takalar perlu dilanjutkan dengan pekerjaan pelebaran menelusuri pantai barat dari
Jl.Tanjung Bunga.
d. Jalan raya memutar kawasan Mamminasa dapat dilakukan sebagai proyek jangka panjang
20 tahun, di mulai dari frontage road.
e. Akses jalan disekitar airport (arah selatan) hingga Sungguminasa dan Takalar perlu
dikembangkan.
f. Trans Sulawesi akan diselesaikan sebagai proyek 30 tahun, dimulai dengan frontage road.
(2). Rencana Pengembangan Jalan Trans-Sulawesi
Dalam jangka panjang, direncanakan pembangunan jalan bebas hambatan Trans-Sulawesi dan
rencana tata ruang Mamminasata direkomendasikan mempertimbangkan adanya jalan bebas
hambatan tersebut. Di Wilayah Mamminasata, dua rute alternatif jalan Trans Sulawesi akan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 7
dipertimbangkan; (i) rute yang mengarah ke timur-utara Makassar untuk akses lebih mudah ke
kota, dan (ii) rute yang mengarah ke barat-selatan Makassar guna pelayanan yang lebih baik
terhadap pusat perkotaan baru. Sebuah studi komparatif yang telah dilakukan sebekumnya
menunjukkan kemungkinan tetap dimanfaatkannya lahan yang telah dibebaskan untuk Jalan
Lingkar Tengah bagian selatan.
(3). Rencana Pengembangan Jalan Radial Timur-Barat
Kebutuhan akan Jalan radial baru dari Makassar mengarah ke timur memang sulit dihindarkan,
khususnya untuk pengembangan pusat perkotaan baru. Tiga rute yang telah diusulkan
sebelumnya antara lain; (i) perbaikan Jl. Abdullah Daeng Sirua dengan mengubah arus air sungai
Lekopancing ke pipa urung-urung bawah tanah untuk mengamankan lebar jalan 30~50 m, (ii)
memperpanjang Jl. Boulevard-Panakukang sebagai rute arus bolak balik, dan (iii) perpanjangan
Jl. Hertasning yang mengarah ke Jl. Malino untuk mengurangi kepadatan di daerah
Sungguminsa. Jalan radial timur-barat harus di bangun serentak dengan rencana pengembangan
pusat perkotaan baru.
Usulan (ii) untuk perpanjangan Jl.Boulevard-Panakukang sudah sangat sulit untuk diwujudkan
dengan pertimbangan ; Main Building (bangunan induk) mall Panakkukang telah terbangun pada
ujung timur Boulevard dan telah mengalami penyempitan jalan. Karena bangunan telah bersufat
parmanen, maka sudah tidak mungkin lagi bisa diadakan pelebaran.
(4). Rencana Pengembangan Akses ke Zona Industri Baru
Pengembangan akses jaringan jalan juga akan dibutuhkan untuk membangun kawasan industri
baru. Beberapa rute alternatif akan dikaji lebih lanjut berdasarkan implementasi rencana
pengembangan industri seperti KIMA, KIROS, KIWA dan KITA. Berdasarkan kondisi jalan
yang ada dan prakiraan lalu lintas, dan juga rencana perbaikan yang diberlakukan, daftar panjang
proyek perbaikan jalan diusulkan.
(5) Desain Dimensi dan Potongan Melintang yang Lebih Baik
Dimensi dan potongan melintang dalam pengembangan dan perbaikan jalan diusulkan untuk
melengkapi desain potongan melintang jalan yang mencakup pemisahan setiap jalur kendaraan
dan dibatasi dengan jalur hijau dapat dipertimbangkan sekaligus dalam mendukung program
SULSEL HIJAU (GO GREEN SOUTH SULAWESI).
(6) Pengembangan Fasilitas Jalan
Bersamaan dengan pengembangan jalan dan pengelolaan kebutuhan lalu lintas, fasilitas jalan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 8
perlu dibenahi antara lain meliputi :
Tabel 7.1 : Perbaikan Fasilitas Jaringan Jalan
NO FASILITAS URAIAN KETERANGAN
1) Pembangunan Jalan Layang
Perintis x Sutami Perintis x Kapasa Raya (Daya) Alauddin x Jalan Lingkar Tengah
Prioritas sebelum tahun 2010
Jangka panjang 20 tahun Bersamaan dengan
pembangnnan jln lingkar
2) Pembenahan Persimpangan
Urip Sumoharjo x Laimena (Tello) Perintis x Pintu I Unhas Perbaikan geometrik persimpangan
sepanjang koridor utama
Bundaran dan traffic light Traffic Light Canalisasi
3) Rambu Lalu Lintas dan traffic light
Sistem rambu terpadu Distribusi 2 sistem jaringan energi untuk
mengantisipasi pemadaman ATCS
4) Sistem Informasi Lalu Lintas
Pemasangan kamera monitor di persimpangan utama
Pemasangan papan iklan lalu lintas dan papan pengaturan
Jangka menengah dan berkelanjutan
Jangka pendek dan berkelanjutan
5) Lampu Jalan Sepanjang jalan protocol (jalan utama)
Untuk jaringan lainnya sementara waktu tetap, akibat kurangnya daya listrik.
6) Pembagian lajur Lalu Lintas
Lajur khusus transportasi umum Lajur khusus motor sebagai percobaan Lajur khusus kendaraan lambat
Lajur prioritas tanpa pemisah jalur
7) Perbaikan Trotoar
Trotoar datar selevel dengan badan jalan (yang dipisahkan oleh batu pemisah) “harus bebas hambatan”
Melarang penggunaan trotoar untuk pedagang kaki lima atau toko
Mengubah drainase samping menjadi saluran bawah tanah
Tersistem, prioritas dan berkesinambungan
8) Areal parkir Pengembangan dan pengaturan areal parkir
di jalan (on street parking) Pengurangan/pembatasan jumlah areal
parkir umum di kawasan pusat bisnis
Prioritas Dan bersistem
9) Pembatas Jalan Optimalisasi fungsi median dan letak
fasilitas putar balik arah kendaraan Membangun median sepanjang jalan
koridor utama.
Prioritas
7.1.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi
Bersamaan dengan pengembangan jalan dan pengelolaan kebutuhan lalu lintas, sangat
memungkinkan dikembangkannya pola investasi dengan menerapkan sistem road found dan atau
road price. Jaringan jalan yang dimungkinkan untuk model tersebut meliputi jaringan lintas
antar kawasan industri untuk memperlancar sistem perangkutan barang, demikian pula jaringan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 9
jalan Bypass sebagai lintasan yang menghubungkan wilayah Kabupaten Maros dan Sunggu
Minasa.
Rencana pembangunan jaringan jalan lanjutan Trans Sulawesi melalui jalan lingkar tengah
(midle ring road) arah selatan dari Jl.Perintis Kemerdekaan lebih memungkinkan sebagai
prioritas dikembangkan dengan sistem pengelolaan jalan Tol untuk meningkatkan aksesibilitas
semua sistem jaringan wilayah Mamminasata. Jaringan jalan yang dimaksud mempunyai posisi
yang sangat strategis ditengah kawasan perkotaan dan menghubungkan zona antara utara-selatan,
sekaligus dapat menjadi jaringan alternatif bagi keterhubungan antar kawasan industri yang ada.
7.2 PROGRAM PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI LAUT
Kawasan aglomerasi Mamminasata dalam pengembangan jaringan transportasi laut tetap
mengarah pada pengembangan 3 pelabuhan yang sudah ada, yaitu Makassar, Galesong
(Kabupaten Takalar), dan Pajjukukang (Kabupaten Maros). Meskipun pelabuhan ini relatif
jaraknya + 20 km s.d. 30 km antar pelabuhan, tetapi tidak berpengaruh terhadap permintaan,
mengingat karakteristiknya berbeda.
Pelabuhan Galesong Takalar pada umumnya berlabuh kapal motor dengan muatan garam dari
Kabupaten Jeneponto dan gerabah yang berasal dari Kabupaten Takalar. Kedua komoditi ini
diantar pulaukan ke wilayah Kawasan Timur Indonesia dan Kalimantan Timur. Sedangkan
Pelabuhan Pajjukukang Kabupaten Maros diarahkan untuk angkutan semen pada kapal layar
motor yang diantar pulaukan ke Kawasan Timur Indonesia dan Kalimantan Timur, mengingat
Kabupaten Maros memiliki industri semen miliki PT. Semen Bosowa. Pelabuhan Makassar
sebagai pelabuhan internasional melayani angkutan kapal curah, peti kemas dan penumpang
dengan kapasitas besar, sedangkan Pelabuhan Paotere melayani angkutan komoditi sembilan
bahan pokok antar pulau dengan menggunakan kapal layar motor.
7.2.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi
Pengembangan jaringan transportasi baik prasarana maupun pelayanan dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa skenario yang akan terjadi pada perencanaan jangka panjang
meliputi :
a. Pertumbuhan produksi pelabuhan meliputi jumlah call kapal, jumlah barang curah, jumla
Teus peti kemas dan jumlah penumpang
b. Tuntutan tata ruang wilayah yang tidak mampu lagi mengembangan pelabuhan pada kondisi
eksisting dan pola pergerakan angkutan keluar masuk pelabuhan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 10
c. Penetapan sentra pelabuhan dengan predikat pelabuhan hub internasional, sehingga harus
mampu melayani kapal nasional dan internasional
d. Terjadinya keterpaduan pelayanan moda transportasi laut dengan fungsi pelayanan terminal
peti kemas, kapal curah, kapal penumpang dan kapal penyeberangan
e. Pengembangan teknologi kapal dengan kapasitas yang lebih besar seperti kapal peti kemas
Generasi V dan kapal penumpang atau pesiar di atas 15.000 GT, sehingga membutuhkan
draft yang lebih dalam dan kolam pelabuhan yang lebih luas
f. Adanya tuntutan masyarakat dunia terhadap pelestarian lingkungan, sehingga pelabuhan
harus mampu mengakomodasi penataan pelabuhan yang asri, estetika serta ketersediaan
fasilitas barang berbahaya, bau dan beracun
g. Kebijakan interasional tentang penerapan ISPS Code (International Ship and Port Facility
Sequery Code) yaitu mensyaratkan suatu pelabuhan memiliki tingkat keamanan dan
keselamatan bertaraf internasional.
7.2.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan
A. Pelabuhan Makassar
Program pengembangan Pelabuhan Makassar dari aspek jaringan prasarana maupun jaringan
pelayanan didasarkan atas beberapa skenario tersebut di atas.
a. Jaringan Prasarana
Pengembangan Pelabuhan Makassar telah ditetapkan berasarkan Surat Keputusan Menteri
Perhubungan No. 2 Tahun 2004 tentang Rencana Induk Pelabuhan Makassar. Rencana
pelabuhan berdasarkan rencana induk tersebut merupakan relokasi dari poelabuhan yang ada
sekarang, mengingat tingkat pelayanan yang diberikan saat ini dengan proyeksi prediksi 25
tahun ke depan diperkirakan tidak mampu lagi melayani kapal kontainer generasi III dan V
dan kapal Panamas Plux dengan dengan kebutuhan kedalaman 11 s.d. 14 m.
Selain itu, pola peragakan kendaraan yang mengangkut peti kemas melalui pintu 1 dan 2
sudah ditutup atas kebijakan pemerintah Kota Makassar dengan pertimbangan sangat
menggangu laju kendaraan dalam kota, karena melalui jalan Jenderal Ahmad Yani tepat pada
pusat kasawasan bisnis atau centra busines district (CBD) Kota Makassar.
Tinjauan dari segi kecepatan bongkar muat peti kemas, juga tidak selaras lagi dengan
persyarata minimal, karena tidak seimbangnya antara jumlah peti kemas yang akan dimuat
dan dibongkar dengan jumlah gantry crane dengan transtaner yang masing-masing hanya
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 11
memiliki 2 dan 5 unit. Begitupula ketersediaan fasilitas dermaga untuk kapal penumpang
(kapal putih) yang saat ini terdapat 12 kapal yang singgah di Makassar miliki PT. Pelni dan 4
kapal milik swasta, sehingga pada saat bersamaan lebih dari 2 kapal tidak mampu
melayaninya dengan panjang dermaga yang tersesia 180 m.
Dengan demikian program pengembangan Pelabuhan Makassar membutuhkan areal lahan
301,3 Ha untuk fasilitas sisi darat dan 42.718 Ha untuk areal perairan. Kebutuhan areal
perairan tersediri atas 2.970 Ha untuk jasa kepelabuhanan dan 39.740 Ha untuk jasa
keselamatan pelayaran. Berdasarkan rencana induk pengembangan Pelabuhan Makassar,
Menteri Perhubungan telah menetapkan Kpeutusan No. 85/1999 tentang batas-batas
lingkungan kerja dan lingkungan kepentingan Pelabuhan Makassar. Untuk program
pengembangan bila dana investasi tersedia dilakukan 2 tahap yaitu Tahap I (2007 s.d. 2015)
dan Tahap II (2015 s.d 2025).
b. Jaringan Pelayanan
Pelabuhan Makassar sebagai pelabuhan internasional tentu memberikan pelayanan dalam
lingkup nasional dan internasional. Jaringan pelayanan terdiri atas internasional dalam hal ini
general cargo atau pelayanan peti kemas, sedangkan nasional adalah termasuk penumpang.
Komoditi ekspor yang berasal dari Pelabuhan Makassar dengan negara tujuan seperti pada
tabel 7.2. dan negara tujuan merupakan jaringan pelayanan internasional.
Tabel 7.2 : Jenis Komoditi Ekspor Pelabuhan Makassar
No Negara Tujuan Jenis Komoditi
1 Taiwan Clinker, Plywood 2 Korea Selatan Grist Brend 3 Netherland Grist Brend 4 Berazil Cocoa Bean 5 New Zealand Clinker 6 Bangladesh Clinker 7 USA Cocoa Bean 8 Mexico Cocoa Bean 9 Canada Cocoa Bean
10 Afrika Clinker, Cement 11 Costarika Clinker, Cement 12 Singapura Cocoa Bean, Clinker, Cement 13 Malaysia Cocoa Bean, Clinker, Grist Brand
and Marmer 14 Japan Plywood, Mollases
Sumber : PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Makassar
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 12
Untuk jaringan pelayanan nasional melayani seluruh pelabuhan secara nasional, tetapi untuk
angkutan penumpang dengan 12 kapal milik PT. Pelni dan 4 kapal milik swasta dengan trayek
seperti pada Tabel 7.3.
Tabel 7.3: Kapal Penumpang Asal-Tujuan Pelabuhan Makassar
No Nama Kapal Pelabuhan
Milik Asal Tujuan
1 KM. Bukit Siguntang Surabaya Baubau PT. Pelni 2 KM. Dorolanda Surabaya Ambon PT. Pelni 3 KM. Laborbar Surabaya Sorong PT. Pelni 4 KM. Kerinci Baubau Balikpapan PT. Pelni 5 KM. Tidar Surabaya Balikpapan PT. Pelni 6 KM. Cirimai Surabaya Baubau PT. Pelni 7 KM. Sinabang Semarang Baubau PT. Pelni 8 KM. Lambelu Baubau Surabaya PT. Pelni 9 KM. Sirimau Batulicin Makassar PT. Pelni
10 KM. Dobansolo Tarakan Nunukan PT. Pelni 11 KM. Kelimutu Bima Baubau PT. Pelni 12 KM. Gunung Dempu Surabaya Sorong PT. Pelni 13 KM. Tirta Kencana Balikpapan Batulicin PT. Swasta 14 KM. Kirana Surabaya Surabaya PT. Pelni 15 KM. Dharma Kencana Baubau Batulicin PT. Pelni 16 KM. Madani Nusantara Baubau Balikpapan PT. Pelni
Sumber : PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Makassar
B. Pelabuhan Gelesong (Kabupaten Takalar)
a. Jaringan Prasarana
Pelabuhan Galesong dalam tahun 2008 sedang dibangun fasilitas sisi darat berupa lapangan
penumpukan, kantor dan couse way serta trestel, sedangkan pada tahun 2009 diharapkan
pembangunan dermaga dengan panjang 70 m. Dengan demikian pelabuhan ini diharapkan
operasional pada tahun 2010, meskipun pada saat ini kapal layar motor tetap melakukan
kegiatan bongkar muat dengan menggunakan fasilitas tambat yang tersedia.
b. Jaringan Pelayanan
Jaringan pelayanan dari dan ke pelabuhan ini pada umumnya ke wilayah pelabuhan di
Kawasan Timur Indonesia, dengan angkutan utama adalah komoditi garam dan gerabah.
C. Pelabuhan Pajjukukang (Kabupaten Maros)
a. Jaringan Prasarana
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 13
Pelabuhan Pajjukukang pada dasarnya belum memiliki fasilitas baik darat maupun laut,
namun karena lokasi pelabuhan yang cukup strategis dan relatif terlindung pada musim barat,
sehingga pelabuhan ini banyak dimanfaatkan oleh pengusaha untuk menggunakan sebagai
pelabuhan angkutan semen dan beras dengan tujuan wilayah Kawasan Timur Indonesia dan
Kalimantan Timur.
Program pembangunan telah diajukan, namun sampai saat ini dananya belum tersedia,
namun pemerintah daerah tetap mengharapkan pembangunannya mengingat jaringan jalan
dari Maros-Atambua-Pajjukukang cukup baik dengan aspal beton dan penetrasi.
b. Jaringan Pelayanan
Sebagaimana telah dibahas pada uraian di atas bahwa jaringan pelayanan Pelabuhan
Pajjukukang tertuju pada pelabuhan di Kawasan Timur Indonesia dan Kalimantan Timur
7.2.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi
A. Pelabuhan Makassar
Investasi pengembangan Pelabuhan Makassar diharapkan adanya bantuan dari pemerintah
apakah melalui APBN rupiah murni atau pinjaman luar negeri. Selain dana swadana dari PT.
Pelabuhan Indonesia IV, mengingat untuk mewujudkan pelabuhan ini dengan konsep Island Port
cukup membutuhkan dana milyaran rupiah.
B. Pelabuhan Galesong (Kab. Takalar)
Kebutuhan dana pembangunan Pelabuhan Galesong bersumber dari APBN untuk pekerjaan
fasilitas sisi darat seperti lapangan penumpukan, kantor, sedangkan fasilitas sisi laut seperti
couse way, trestel dan dermaga. Sedangkan pekerjaan jalan penghubung dari jalan kabupaten ke
lokasi pelabuhan dibiayai oleh APBD Kabupaten Takalar. Estimasi biaya konstruksi fasilitas
pelabuhan sampai rampung untuk siap operasional membutuhkan dana 15 s.d. 20 miliyar rupiah.
C. Pelabuhan Pajjukukang (Kabupaten Maros)
Pelabuhan ini belum memiliki fasilitas sama sekali, namun pihak pemerintah daerah Kabupaten
Maros telah melakukan Survey Investigation Design (SID) untuk pembangunan fasilitas
pelabuhan. Biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pembangunan fasilitas pelabuhan tersebut
relatif sama dengan yang saat ini dibangun di Galesong Kabupaten Takalar. Hanya yang
membedakan panjang coureway karena faktor kontur bibir pantai yang berbeda.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 14
7.3 PROGRAM PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI UDARA
Transportasi udara merupakan moda transportasi yang mempunyai peranan sangat penting dalam
era sekarang ini, keandalan dan kecepatan yang dimiliki merupakan daya saing tersendiri
dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Itulah sebanya dalam 5 (lima) tahun terakhir
pertumbuhan produksi transportasi udara memperlihatkan trend yang cukup menggairahkan.
Keberadaan transportasi udara Hasanuddin Makassar sangat mendukung perekonomian regional
dan nasional, terutama dalam Kawasan Mamminasata, apalagi daya jangkaunya yang luas,
khususnya melayani daerah-daerah atau Pulau terpencil, dan perbatasan, selain itu dalam
perwujudan wawasan Nusantara, moda transportasi udara berperan sebagai media pemersatu
dalam Negara kesatuan Republik Indonesia dari segi aspek ideologi politik, ekonomi, sosial
budaya dan Pertahanan Keamanan.
Bandar Udara Hasanuddin Makkassar yang terletak di Kecamatan mandai Kabupaten Maros
yang kemudian mengalami pengembangan atau perluasan areal bandara sebagai konsekwensi
dari peningkatan kebutuhan pelayanan Bandar Udara Hasanuddin ke arah bagian wilayah Kota
Makassar, yakni Kecamatan Sudiang mengindikasikan bahwa keberadaan bandar udara tersebut
begitu besar pengaruhnya dalam pembangunan sistem transportasi di Kawasan Mamminasata.
Pengembangan bandar udara telah membentuk pola-pola pelayanan sistem jaringan transportasi
lainnya, terutama pada transportasi jalan raya.
7.3.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi Udara
A. Umum
Sistem transportasi berkaitan erat dengan sistem aktivitas dan sistem lalu lintas yang ada, karena
transportasi merupakan permintaan turunan yaitu permintaan yang timbul akibat memenuhi
permintaan yang lain. Interaksi antara ketiga sistem tersebut berlangsung terus untuk mendapat
keseimbangan. Jaringan transportasi udara pada Bandar Udara Hasanuddin di Kawasan
Mamminasata merupakan bagian dari jaringan transportasi wilayah Propinsi Sulawesi Selatan
dan secara umum merupakan bagian jaringan transportasi nasional yaitu Sistranas dan Tatranas.
Kebutuhan serta kemampuan penyediaan prasarana dan sarana transportasi angkutan udara tidak
selamanya seimbang terhadap penyediaan sarana dan prasarana transportasi. Untuk itu
dibutuhkan strategi sehingga dapat mencapai sasaran penyelenggaraan transportasi angkutan
udara sebagaimana digariskan dalam dokumen Sistranas yang efektif, efisien, terpadu,
berkesinambungan serta ramah lingkungan.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 15
Fungsi utama sistem prasarana transportasi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan manusia
dan barang dari suatu tempat ke tempat lain. Sesuai dengan fungsi tersebut, maka kebijakan
pengembangan sistem transportasi angkutan udara diarahkan untuk menunjang pengembangan
wilayah di Kawasan Mamminasata khususny dan pada umumnya Provinsi Sulawesi Selatan,
dengan tujuan sebagai berikut :
1. Pengembangan sistem transportasi angkutan udara bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan wilayah agar dapat berkembang dengan serasi bersama-sama dengan wilayah
kabupaten yang masuk dalam pengembangan Kawasan Mamminasata, yakni Kota
Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar. Disamping itu,
peningkatan pertumbuhan tersebut juga akan memberi pengaruh pada wilayah yang lebih
luas, terutama bagi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan wilayah-wilayah provinsi
lainnya di Kawasan Timur Indonesia, mengingat kedudukan Provinsi Sulawesi Selatan
adalah pintu gerbang pembangunan di KTI dengan sasaran sebagai berikut :
Membuka akses-akses baru menuju bandar udara yang terintegrasi dalam sistem
jaringan transportasi Mamminasata dan Provinsi Sulawesi Selatan.
Meningkatkan aksesibilitas pergerakan arus lalulintas menuju Bandar udara yang
lancar, cepat dan aman.
2. Pengembangan sistem transportasi angkutan udara yang bertujuan untuk mendukung
pembangunan wilayah regional dan nasional, yaitu dengan sasaran :
Mengembangkan jaringan pelayanan angkutan udara antar bandar udara, termasuk
bandar udara yang melayani penerbangan perintis
Meningkatkan pelayanan bandar udara Hasanuddin sebagai bandar udara internasional
Meminimalisasi kegiatan-kegiatan yang dapat mempengaruhi system navigasi
kebandaraan di bandara Hasanuddin melalui rencana tata ruang kawasan.
3. Pengembangan sistem transportasi angkutan udara yang bertujuan untuk mendukung
kegiatan pariwisata, yaitu dengan sasaran :
Meningkatkan komunikasi kawasan pariwisata dengan dunia luar (asing maupun
domestik) melalui peningkatan pelayanan angkutan udara
Menunjang kegiatan kepariwisataan yang terpadu antara lokasi wisata yang satu
dengan yang lainnya sehingga dapat disusun suatu rencana perjalanan wisata, terutama
di Kawasan Mamminasata
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 16
Disamping hal tersebut diatas, transportasi angkutan udara juga memiliki peran yang sangat
penting dalam menghubungkan satu wilayah atau pusat pertumbuhan tertentu dengan wilayah
atau pusat pertumbuhan lain, terutama pada wilayah-wilayah yang memiliki bandar udara.
Dalam Kawasan Mamminasata sendiri, transportasi angkutan udara turut pula mempengaruhi
system jaringan transportasi lainnya, khususnya pada pusat-pusat kegiatan di Mamminasata yang
meliputi 4 (empat) wilayah kabupaten/kota (Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa dan
Takalar).
B. Dasar Pengembangan Transportasi Angkutan Udara
Sejak membaiknya perekonomian nasional pasca krisis moneter pada tahun 2000 dan
langkah pemerintah melakukan relaksasi kebijakan di bidang transportasi udara dengan
dikeluarkannya KM No.11 tahun 2001 yang direvisi melalui KM No. 81/2004 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Udara dan dilakukan penyempurnaan dengan Keputusan Menteri
Perhubungan No. 25 Tahun 2008, serta diterapkannya KM No. 9/2001 tentang Tarif Penumpang
Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi, mendorong tumbuh pesatnya
sektor penyediaan jasa angkutan udara.
Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah perusahaan penerbangan nasional
yang beroperasi. Demikian juga jumlah pesawat yang dioperasikan semakin meningkat,
dengan tingkat pertumbuhan jumlah penumpang angkutan udara yang meningkat pesat dari
tahun ke tahun, ini tentu saja sesuatu yang menggembirakan, khususnya pengelola bandar udara
yang diharapkan dengan adanya peningkatan jumlah pesawat udara yang beroperasi
tentunya akan berdampak positif terhadap pendapatan bandar udara.
Bandara Makassar (Bandara Hasanuddin) merupakan sebuah bandara domestik dan gerbang
Pulau Sulawesi. Bandara ini juga berperan sebagai bandara pusat di Kawasan Timur
Indonesia. Lalu lintas udara, baik kargo dan penumpang, terus-menerus meningkat saat ini.
Hampir seluruh penerbangan telah dipesan. Bandara ini (Bandara Hasanuddin) terletak 22
km ke arah selatan pusat kota Makassar, dan lokasinya menguntungkan bagi pengembangan
industri dan perdagangan karena jaraknya yang dekat dari mana pun.
Sedangkan ditinjau dari sarana bandara telah diperbaharui sedikit demi sedikit yang meliputi
pekerjaan-pekerjaan berikut:
i. Permukaan Landasan Pacu, 1996
ii. Pengoperasian Radio Utama tahun 1996
iii. Pemasangan Frequensi Tinggi (High Frequency) – Rute Domestik Udara Daerah (Regional
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 17
Domestic Air Route Area/RDARA), Rute Udara Utama Dunia (Major World Air Route
Area/MWARA) dan Peralatan Pertukaran Pesan Otomatis Pusat (Automatic Message
Switching Center/AMSC), 1997.
iv. Pembangunan Bandara Hasanuddin dengan dana dari Pemerintah Perancis sebesar US$
450 juta. Pekerjaan utama adalah pembangunan Menara Kendali baru. Pembangunannya
dimulai tahun 1998 dan rampung tahun 2003. Saat ini, pembebasan lahan telah rampung
dan jalur taksi paralel telah dibangun. Meski demikian, pembangunan landasan baru
merupakan subyek untuk proyek yang baru.
C. Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Angutan Udara
Bandar udara Hasanuddin yang dirasakan kapasitasnya dalam melayani pergerakan udara sudah
dapat dikembangkan guna menghindari adanya stagnasi dalam pelayanannya. Arah
pengembangan jaringan transportasi angkutan udara pada Bandar Udara Hasanuddin adalah
merupakan bagian dari pengembangan sistem transportasi nasional. Arah pengembangan
tersebut tentunya akan memberikan pengaruh yang sangat signifikasn terhadap sistem
transportasi di Kawasan Mamminasata yang merupakan wilayah perkotaan metropolitan dan
segaligus sebagai pintu gerbang KTI. Oleh karena itu, pengembangan transportasi udara melalui
Bandar Udara Hasanuddin perlu diintegrasikan dengan sistem transportasi lainnya, seperti
transportasi jalan, laut dan transportasi kereta api (dalam tahap perencanaan) yang efektif, efisien
dan terpadu.
Dalam rangka operasionalisasi pelayanan bandar udara Hasanuddin dapat dilihat dari dua hal
yang sangat mempengaruhi, yakni pengaruh internal dan eksternal. Pengaruh internal meliputi
pengaruh yang ditimbulkan dari wilayah kawasan Mamminasata, terutama menyangkut
kelancaran atau aksesibilitas pencapaian dari/ke bandar udara tersebut yang lancar, cepat dan
aman. Sedangkan secara eksternal ditimbulkan akibat tingginya permintaan pelayanan bandar
udara Hasanuddin sebagai bandar udara pusat pelayanan sekunder yang kesemuanya
mengarahkan pada sistem pelayanan yang lebih efektif, efisien dan terpadu serta kemampuan
bandar udara beserta fasilitas dalam memenuhi kebutuhan transportasi udara. Oleh karena itu,
Bandar Udara Hasanuddin telah dilakukan pengembangan untuk semua fasilitas kebandaraan,
baik sisi udara maupun sisi darat.
Sebagai bandar udara internasional yang berlokasi pada daerah perbatasan antara Kabupaten
Maros dan Kota Makassar yang dapat dicapai melalui jaringan jalan primer dan jalan bebas
hambatan (tol) yang menghubungkan dengan Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar, sehingga
pencapaian ini dapat ditempuh dengan baik. Jika dilihat orientasi perkembangan dimasa
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 18
mendatang, aksesibilitas menuju bandar udara dapat menimbulkan ketidak lancaran karena
melalui pusat-pusat aglomerasi di Kota Makassar dengan intensitas lalulintas yang cukup tinggi.
Kondisi ini hanya dapat dialami oleh pergerakan dari arah Kabupaten Gowa, Takalar dan
beberapa wilayah kabupaten lainnya pada bagian selatan dan timur Sulawesi Selatan karena
melalui Kota Makassar.
Ketidak lancaran pergerakan menuju bandar udara dapat mempengaruhi pelayanan di bandar
udara, begitupula sebaliknya. Hal ini disebabkan adanya hubungan yang sistematis pada semua
sistem transportasi yang dikembangkan di Kawasan Mamminasata.
Menyadari hal tersebut diatas, maka beberapa ruas jalan telah dikembangkan, terutama di Kota
Makassar sebagaimana yang terlihat adanya pengembangan jalan tol Ir. Sutami dan pelebaran
jalan Urip Sumuharjo serta jalan Perintis Kemerdekaan yang kesemuanya merupakan koridor
jalan yang menghubungkan langsung dengan bandar udara Hasanuddin. Kelancaran arus
lalulintas yang sangat memungkinkan adalah jalan Tol Ir. Sutami dan untuk jalan Perintis
Kemerdekaan dan Urip Sumoharjo masih memiliki tingkat kerawanan kemacetan yang
disebabkan oleh intensitas penggunaan lahan disepanjang jalan tersebut.
Bagian ruas jalan pada kedua jalan tersebut yang memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi
adalah pada daerah Km. 04, PLTU Tello, depan Kampus Unhas, depan Perumahan BTP, dan
Daya. Simpul-simpul tersebut merupakan pusat-pusat aglomerasi seiring dengan jumlah
angkutan penumpang yang melayani koridor tersebut paling banyak. Kondisi ini sangat
mempengaruhi kinerja jaringan jalan dan akan mempengaruhi pergerakan menuju bandar udara.
Disamping itu, beberapa aktivitas pelaynan transportasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya,
seperti terbentuknya pangkalan-pangkalan angkutan penumpang sebagaimana yang terjadi
disekitar Kampus Unhas dan depan Markas Angkatan Udara di Daya.
Untuk pergerakan yang berasal dari Kabupaten Gowa, Takalar dan daerah sekitarnya juga
menggunakan jaringan jalan yang sama dengan alternatif jalan Tol Ir. Sutami. Pergerakan
tersebut yang secara bersama-sama dengan pergerakan dalam Kota Makassar sangat
mempengaruhi kinerja jalan menuju bandar udara. Oleh karena itu, perlunya direncanakan jalan
akses baru bagi wilayah ini menuju bandar udara, mengingat pertumbuhan jumlah penumpang
angkutan udara pada Bandar Udara Hasanuddin mengalami pertumbuhan rata-rata 37,84% tiap
tahunnya dengan jumlah penumpang yang berangkat dan datang tahun 2007 sebanyak 3.161.455
orang. Semua jumlah penumpang tersebut dipastikan menggunakan kendaraan ke/dari bandara
belum termasuk untuk muatan cargo dan pos.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 19
Banyaknya jumlah kendaraan menuju/dari bandar udara Hasanuddin merupakan indikator dalam
penataan sistem transportasi di Kawasan Mamminasata guna memperlancar sistem pelayanan
arus penumpang dan barang, termasuk pesawat-pesawat terbang di bandar udara. Pelayanan yang
optimal dibandar udara juga dipengaruhi oleh sistem transportasi yang berlangsung disekitar
bandar udara dan askes-akses yang menuju bandar udara itu sendiri. Oleh karena itu, arah
pengembangan kawasan bandar udara Hasanuddin yang berlokasi di Mamminasata (Mandai
Maros dan Sudiang Makassar) perlu diintegrasikan dengan sistem transportasi yang
dikembangkan maupun yang akan dikembangkan di Mamminasata.
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai, strategi pengembangan transportasi
angkutan udara dalam sistem transportasi Kawasan Mamminasata dapat dilihat menurut
jangkauan waktu sebagai berikut :
Jangka Pendek :
Mengatasi permasalahan yang dihadapi saat ini, yaitu dalam hal melayani kebutuhan yang
ada, terutama yang menyangkut kelancaran dan keandalan jaringan transportasi jalan untuk
mendukung angkutan udara pada Bandar Udara Hasanuddin, meningkatkan kualitas
pemeliharaan prasarana dan sarana yang ada, terutama pada jaringan jalan yang berfungsi
sebagai jalan akses utama menuju bandara serta mendukung pelaksanaan perencanaan dan
pembangunan jaringan jalan Maminasata dan bypass Trans Sulawesi dan seluruh fasilitas
pendukung dan penunjangnya.
Jangka Menengah :
Menata sistem pelayanan transportasi untuk meningkatkan efisiensi sistem dan
mengembangkan kapasitas pelayanan secara umum dalam rangka mengantisipasi
pertumbuhan kebutuhan yang akan datang dan mendukung rencana pengembangan tata
ruang wilayah, baik RTRW Kabupaten Maros dan Kota Makassar maupun RTRW
Mamminasata.
Jangka Panjang :
Meningkatkan sistem jaringan transportasi antar wilayah dan sistem transportasi
multimoda (antarmoda dan intra moda) yang didukung oleh sistem jaringan transportasi
internal dan eksternal yang efisien dan andal untuk memperkenalkan daya saing kawasan
Mamminasata dalam lingkup nasional, maupun internasional. Perumusan strategi jangka
panjang dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi pengembangan sistem transportasi secara
makro yang perlu diperhatikan sehingga program pengembangan jangka pendek dan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 20
menengah memiliki arah dan batasan yang jelas. Pengembangan sistem transportasi jangka
panjang sesuai dengan perkembangannya masa yang akan datang di Kawasan
Mamminasata meliputi transportasi jalan raya, transportasi rel kereta api, transportasi
udara, transportasi laut dan ASDP.
Berdasarkan jangkauan rencana pembangunan system transportasi yang terkait dengan
transportasi udara di Kawasan Mamminasata, maka pengembangan bandara Hasanuddin hingga
saat ini masih terus dilaksanakan dan bandara baru telah dioperasikan, hanya saja landasan pacu
belum dapat digunakan. Kondisi topografis bandara Makassar, yang berlokasi 3 km di timur
pantai dan di daerah perbukitan yang ada di belakangnya, menghendaki teknik pendaratan/lepas
landas tinggi.
Sebuah rencana perluasan baru untuk peningkatan bandara telah dipersiapkan. Sistem Navigasi
telah diganti dengan sistem yang baru. Jalan akses baru ke terminal saat ini sudah dirampungkan,
begitupula dengan bandar udara baru sudah dioperasikan. Adapun rencana perluasan bandara ini
bertujuan sebagai berikut:
Menjaga keamanan pendaratan pesawat, dari/ke bandara,
Mengantisipasi angka pertumbuhan penumpang dan kargo secara signifikan, dan
sekarang hampir mencapai titik jenuhnya. Sementara, untuk pesawat yang lebih besar,
landasan selebar 3100 meter menjadi sangat dibutuhkan agar mampu mengatasi
kebutuhan yang semakin meningkat.
Memisahkan pengoperasian penerbangan sipil dan angkatan udara, sehingga tingkat
keamanan penerbangan meningkat.
Mempercepat pengembangan ekonomi dan meningkatkan angka pertumbuhan di
Kawasan Timur Indonesia, dan
Memainkan peran sebagai sebuah pusat domestik dari seluruh maskapai penerbangan
di Kawasan Timur Indonesia.
Rencana perluasan ini memiliki sejarah yang panjang, dilihat kembali dari tahun 1989 atau lebih
awal lagi. Rencana ini telah memperoleh otorisasi dalam dokumen-dokumen berikut:
SK Menteri Komunikasi tentang Rencana Induk Bandara Hasanuddin, Makassar.
SK Menteri Komunikasi NO. 25/1989 tentang Batas Permukaan yang menjadi
hambatan bagi Bandara Hasanuddin, Makassar.
SK Menteri Komunikasi NO. 15/1995 tentang AMDAL Bandara Hasanuddin.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 21
Studi Tinjauan Rencana Induk Bandara Hasanuddin, Makassar, 2003.
Perluasan bandara bertajuk “Proyek Pengembangan Bandara Makassar” sedang berjalan.
Pembebasan lahan telah selesai (554,6 hektar). Gambaran umum Bandara Hasanuddin tahap
akhir telah dipersiapkan seperti terlihat pada Gambar 7.1, dan bagian-bagian utamanya
terangkum dalam tabel berikut.
Tabel 7.4 : Gambaran Proyek Perluasan Bandara
Item Eksisting (2004) Fase I (2005 - 2015)
Fase II (2016 - 2020)
Landasan Pacu 2.500 m x 45 m - 3.100 m x 45 m Jalur Taxi 823 m x 23 m 2.155 x 23 m 3.100 m x 23 m Apron 16 ACs
69.147 m2 7 ACs 62.800 m2
17 ACs 155.200 m2
Terminal Penumpang
10.800 m2 48.500 m2 48.500 m2
Landasan Jet -- 2 unit 8 unit Halaman parkir 9.916 m2 - 32.500 m2 Biaya -- Rp. 400 billion
(= US$ 45 million: 1 US$ = Rp. 9,000) Rp. 444 billion (= US$ 49 million: 1 US$ = Rp. 9.000)
Pendanaan -- Internal: PT. Angkasa Pura 1, (Rp. 100 billion = US$11 million, 2005-06) Eksternal: Bank (Rp. 300 million, 2005-06), Surat Obligasi? Nota jangka menengah/lain-lain (Rp.300 billion = US$ 33 million, 2007)
Tidak tersedia
Gambar 7.1: Gambaran Umum Rencana Tahap Akhir Bandara Udara
Keterangan: 1: Landasan pacu (3.100 m x 45 m), 2: Jalur Taksii Parallel (3.100 m x 23 m) dan
Pintu Keluar Jalur Taksi (4), 3: Apron dan Halaman parker pesawat, 4: Terminal Penumpang (48.500 m2), 5. Sarana Pendukung
Sumber: Direktorat Jenderal Komunikasi Udara
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 22
Sedangkan rencana jalan akses menuju bandara hingga saat ini telah dikembangkan dan
dioperasikan jalan tol Ir. Sutami dan untuk jalan Perintis Kemerdekaan dan jalan Urip
Sumoharjo yang juga jalan akses utama menuju bandara masih dalam tahap pelaksanaan proyek
pelebaran jalan. Jalan ini secara langsung akan menghubungkan pergerakan dari pusat Kota
Makassar dengan bandara yang baru.
Dari sudut pandang usulan sistem jaringan jalan, maka akses baru yang menghubungkan simpul-
simpul utama Mamminasata di Kabupaten Gowa akan lebih baik bila jalan ini diperpanjang
hingga melewati terminal bandara, melintas di bawah landasan pacu yang baru dan
menghubungkannya dengan jalan Trans Sulawesi. Pembangunan terowongan dijadwalkan
bersamaan dengan pembangunan landasan pacu yang baru.
Gambar 7.2 : Rancangan Rute-rute Jalan Dekat Bandara Hasanuddin
Selain hal tersebut diatas, aspek keselamatan dan dan keamanan navigasi penerbangan, maka
jangkauan hambatan udara adalah sangat penting. Kriteria pengendalian pemanfaatan lahan telah
dikelola dengan menggunakan standar nasional atau internasional. Meski demikian, tidak
terdapat penjelasan tentang kriteria kebisingan dalam laporan yang berjudul “Rencana Detail
Tata Ruang Bandara Hasanuddin”, 2004. Kondisi pemanfaatan lahan dalam tiga tingkat
kebisingan dapat dilihat pada Tabel 7.5, dan Gambar 7.3.
Trans Sulawesi
Perintis
Sutami
Sutami
Landas Pacu
Perpanjangan
N Bandara
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 23
Gambar 7.3: Efek Bising di Sekitar Bandara Hasanuddin Sumber: Rencana Detail Tata Ruang Bandara Hasanuddin”, 2004
Tabel 7.5: Rencana Tata Ruang dan Masalah Kebisingan
Uraian Tingkat Kebisingan I
Tingkat Kebisingan II
Tingkat Kebisingan III
1. Perumahan Dibolehkan Kondisi II Dilarang 2. Hotel, motel Dibolehkan Kondisi II Dilarang 3. Kantor, bangunan umum Dibolehkan Kondisi III Dilarang 4. Kawasan Perdagangan Dibolehkan Dibolehkan Dilarang 5. Sarana Sosial Kondisi III Dilarang Dilarang 6. Bioskop, auditorium Kondisi III Dilarang Dilarang 7. Rekreasi Dibolehkan Dibolehkan Dilarang 8. Industri Dibolehkan Dibolehkan Kondisi III 9. Pertanian Intensif Dibolehkan Dibolehkan Dilarang 10. Ruang Olahraga Dibolehkan Dibolehkan Dilarang 11. Sarana Olahraga Indoor Dibolehkan Dibolehkan Dilarang 12. Sarana Pendukung Bandara Dibolehkan Dibolehkan Kondisi I 13. Ruang Hijau Dibolehkan Dibolehkan Kondisi IV 14. Kawasan Komersil Dibolehkan Dibolehkan Dilarang
Rencana Detail Tata Ruang Bandara Hasanuddin”, 2004
7.3.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan
Program-program pembangunan Mamminasata sebagaimana dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Mamminasata Tahun 2005 diusulkan untuk dilaksanakan dengan mengacu pada strategi
pembangunan wilayah Mamminasata yang ditetapkan.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 24
Program-program yang diusulkan tersebut dikelompokkan menjadi (1) Program pendukung
pembangunan ekonomi, (2) Program pembangunan prasarana dan lingkungan perkotaan, (3)
Program pembangunan prasarana ekonomi, dan (4) Program penguatan kelembagaan/manajemen
perkotaan.
Gambar 7.4 : Empat Program
Dari empat program utama tersebut, program pembangunan transportasi adalah bagian dari
program pembangunan prasarana ekonomi Mamminasata, dimana didalamnya termasuk
pembangunan sistem transportasi udara. Adapun program pembangunan transportasi sebagai
aspek penting dalam menunjang perekonoimian Mamminasata yang akan dilaksanakan adalah
sebagai berikut :
(2) Program Pembangunan Prasarana dan Lingkungan Perkotaan Pengendalian banjir &
drainase Pasokan air dan saluran
air limbah Pengelolaan limbah
Padat Perbaikan lingkungan
(4) Program Penguatan Kelembagaan/Manajemen Perkotaan Penguatan organisasi Penguatan perundang-
undangan Sistem operasi manajemen
perkotaan
(1) Program Pendukung Pembangunan Ekonomi
Pertanian Industri Promosi Dagang dan Investasi Pariwisata
Program
Pembangunan
Mamminasata
(3) Program Pembangunan Prasarana Ekonomi Pasokan tenaga listrik Layanan
telekomunikasi Transportasi
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 25
Tabel 7.6 : Komponen Proyek untuk Program Pembangunan Pengembangan Transportasi
Komponen Proyek
Kerangka Waktu
Penanggung Jawab
Pend
ek
Men
enga
h
Panj
ang
1. Jalan tol Sutami antara Pelabuhan Makassar dan Bandara Hasanuddin Dinas Praswil, swasta
2. Jl. Perintis dan Jl. Urip Sumoharjo Dinas Praswil 3. Jl. Alauddin dari Pettarani ke Sungguminasa Dinas Praswil 4. Perpanjangan Jl. Hertasning Dinas Praswil 5. Jalan Malino dari Sungguminasa ke arah
Malino Dinas Praswil
6. Jl. Poros Takalar dari Sungguminasa ke arah Takalar
Dinas Praswil
7. Jalan lingkar tengah Dinas Praswil 8. KIMA (Jl. Kapasa Raya) Dinas Praswil 9. Akses Tanjung Bunga Dinas Praswil 10. Mamminasa Bypass Dinas Praswil 11. Jembatan Mamminasa Bypass Dinas Praswil 12. Abdullah Daeng Sirua Dinas Praswil 13. Sekitar bandara Dinas Praswil 14. Akses bandara Dinas Praswil 15. Trans Sulawesi Dinas Praswil 16. Akses KIWA Dinas Praswil 17. Sekitar Sungguminasa Dinas Praswil 18. Perbaikan fasilitas jalan Dinas Praswil,
Perhubungan 19. Layanan transportasi publik Dinas Praswil 20. Pengenalan manajemen lalu lintas di Makassar Dinas Praswil,
Perhubungan
Guna terwujudnya program pembangunan tersebut, diperlukan suatu kegiatan rencana tindak.
Kondisi prasarana transportasi yang dapat menunjang kegiatan sistem transportasi udara di
Mamminasata, terutama jaringan jalan yang memiliki peranan yang sangat besar terwujudnya
sistem transportasi yang handal di Mamminasata masih di bawah standar dan tidak mampu
mengatasi laju pertumbuhan lalu lintas. Hambatan ini menghalangi terwujudnya dinamisme
daerah dan pembangunan yang berkelanjutan. Rencana tindak untuk perbaikan dan mendukung
kegiatan sistem transportasi udara di Mamminasata yang efektif, efisien dan terpadu, maka harus
mencakup dua hal, yakni pembangunan bandar udara dan pengembangan sistem jaringan
transportasi yang terkait dengan pengembangan bandara sebagaimana hal berikut.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 26
Rencana Tindak Pembangunan dan Pengembangan Bandar Udara Hasanuddin
Tujuan Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja bandar udara sebagai bandar udara internasional serta sebagai pintu gerbang KTI yang menunjang kegiatan perekonomian lokal, regional dan nasional.
Signifikansi bagi pembangunan Mamminasata
Prinsip pembangunan bandar udara Hasanuddin adalah : (i) peningkatan pelayanan kebandaraan dan meminimalkan stagnasi yang dapat terjadi di bandar udara, (ii) meningkatkan dan mengembangan sistem keselamatan dan kecelakaan penerbangan, (iii) Meuwujudkan pengembangan yang berwawasan lingkungan
Output Pembangunan Bandar Udara baru dengan mengoptimalkan peranan bandar udara lama sebagai bandar udara pelayanan lokal, penggunaan oleh angkatan udara dan pengangkutan jemaah haji serta sebagai bandar udara alternatif jika dibutuhkan.
Tindakan yang perlu diambil
Penambahan panjang landasan pacu bandar udara baru
Peningkatan pelayanan sarana dan prasarana bandar udara sesuai dengan standar pelayanan
Pemeliharaan dan pengawasan/sertifikasi pesawat udara (armada) transportasi udara
Pemasangan rambu-rambu dan alat bantu navigasi dan komunikasi penerbangan
Peningkatan kapasitas dan kualitas Bandar Udara Hasanuddin untuk pelayanan penumpang, dan barang
Penertibang peraturan dan perundangan bidang transportasi udara sesuai dengan konvensi-konvensi nasional dan internasional (dari internasional Civil-Aviation Organization / ICAO)
Penerapan manajemen yang lebih mengarah pada manajemen trasnportasi udara yang efesien dan efektif.
Pengembangan rute pelayanan internasional, terutama penerbangan langsung ke Singapura, Malaysia dan beberapa rute penerbangan internasional lainnya.
Pengawasan area KKOP yang terkait dengan implementasi tata ruang disekitar bandar udara
Meningkatkan dan merekrut SDM yang memiliki tingkat keahlian atau keterampilan
Para Pihak Terkait Angkasa Pura, Swasta, Departemen Perhubungan, Pemerintah Kota Makassar, Pemerintah Kabupaten Maros
Manfaat yang diharapkan
・ Mewujudkan peranan bandar udara Hasanuddin sebagai bandar udara internasional dan sebagai pusat penyebaran sekunder di wilayah KTI
・ Meningkatkan kegiatan ekonomi dalam kawasan Mamminasata
Sumber Dana Pemerintah dan BOT
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 27
Lanjutan...
Rencana Tindak Pengembangan Terintegrasi Dengan Sistem Transportasi Lainnya
Tujuan Tujuannya adalah terwujudkan sistem transpoirtasi yang efektif, efisien dan terpadu yang dapat menunjang pergerakan arus lalulintas ke/dari bandar udara yang lancar, aman, dan cepat.
Signifikansi bagi pembangunan Mamminasata
Tiga prinsip perencanaan jaringan jalan adalah: (i) prioritas diberikan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, (ii) rencana jaringan jalan menjadi lebih mudah untuk diterapkan, dan (iii) desain jalan yang manusiawi dan ramah lingkungan.
Output Pembangunan dan Peningkatan jaringan jalan yang berfungsi sebagai akses langsung menuju bandar udara.
Tindakan yang perlu diambil
Mewujudkan pembangunan terminal angkutan jalan raya type A yang direncanakan berlokasi di Mandai sesuai dengan Tatrawil Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005.
Pembangunan jalan baru dari arah Kabupaten Gowa menuju bandar udara yang dapat melayani pergerakan dari wilayah Kabupaten Gowa dan Takalar dan daerah sekitarnya melalui pembangunan terowongan yang menghubungkan trans Mamminasata
Peremajaan fasilitas-fasilitas jalan raya disepanjang koridor jalan Urip Sumoharjo dan Perintis Kemerdekaan.
Lokasi stasiun kereta api sebagaimana dalam rencana pengembangan kereta api Mamminasata dapat diarahkan pada Kecamatan Mandai dan dapat ditempatkan disekitar terminal angkutan jalan guna mewujudkan sistem transportasi multimoda yang efektif, efisien dan terpadu.
Para Pihak Terkait Swasta, Dinas Perhubungan, Dinas prasarana wilayah, Pemerintah Kota Makassar, Pemerintah Kabupaten Maros, Pemerintah Kabupaten Gowa
Manfaat yang diharapkan
・ Terintegrasinya sistem transportasi yang terpadu, efektif dan efisien ・ Kelancaran arus pergerakan dari/ke bandar udara ・ Mempercepat pembangunan sistem jaringan transportasi jalan di
Mamminasata sebagai kebutuhan yang akan dikembangkan
Sumber Dana Pemerintah dan BOT
7.3.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi Udara
Untuk implementasi seluruh program dan rencana tindak pembangunan yang terkait dengan
pengembangan bandar udara Hasanuddin, keadaan finansial sangat diperlukan untuk menjadikan
seluruh program dan rencana tindak tersebut, secara finansial, dapat terlaksana.
Dengan berdasarpada Kebijakan otonomi daerah (UU No. 22/1999), UU perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah (UU No. 25/1999) menetapkan bahwa anggaran nasional
sebesar kurang lebih 25% dialihkan ke pemerintah daerah. Pengalihan dana tersebut pemerintah
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 28
daerah masih banyak mengalami kesulitan dalam mewujudkan pembangunan karena terbatasnya
jumlah anggaran pembangunan. Pembangunan pada sektor transportasi memiliki kebutuhan
investasi yang sangat besar, sehingga alternatif sumber keuangan dapat dilakukan melalui
kegiatan kemitraan dengan pihak-pihak swasta maupun melalui bantuan luar negeri (BOT).
Dalam kondisi tersebut, maka implementasi rencana pembangunan dan pengembangan
transportasi udara, baik dalam lingkup kebandaraan maupun sistem transportasi yang terkait
dengan operasionalisasi bandar udara yang kesemuanya dapat mewujudkan tata ruang terpadu
Mamminasata dengan orientasi berikut :
(i) Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar secara koordinasi melalui instansi
terkait meningkatkan alokasi anggaran untuk implementasi pembangunan dan
pengembangan bandar udara, terutama pemerintah Kota Makassar dan Kabupaten Maros
(ii) Investasi sektor swasta harus didorong, sehingga peran sektor swasta dalam dapat
meningkat.
(iii) Kemitraan Pemerintah-Swasta (PPP) juga harus didorong dalam pembiayaan
pembangunan, dan pembagian peran serta tanggung jawab setiap mitra.
(iv) Kerjasama semi-publik dan perusahaan tertentu, terutama dengan Angkasa Pusar I untuk
bandara harus melakukan perluasan proyek dengan menggunakan dana sendiri atau dengan
skema Kemitraan Pemerintah-Swasta.
(v) Investasi pemerintah harus diperkecil dengan menetapkan tahap-tahap implementasi
proyek sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
(vi) Pinjaman dengan jangka waktu pembayaran yang agak longgar (pinjaman lunak) harus
dipertahankan untuk mengurangi beban keuangan tahunan di tingkat daerah dan nasional.
Untuk mengimplementasikan pembangunan dan pengembangan bandar udara sebagai salah satu
prasarana transportasi di Mamminasata, pengaturan keuangan akan disesuaikan dengan prinsip-
prinsip berikut.
(i) Sektor laba: Bisnis akan menguntungkan secara finansial dan perlu dikelola dalam skema
Prakarsa Pendanaan Swasta (Private Finance Initiative)
(ii) Semi-laba: Dalam kondisi ini, manajemen membutuhkan dukungan pendanaan publik.
Namun kondisi tersebut, nantinya, dapat berubah menjadi lebih
menguntungkan dan mudah dikelola bagi sektor swasta.
(iii) Nir laba: Bisnis, dari segi finansial, tidak giat dan pada dasarnya harus dikelola oleh
pemerintah.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 29
Tabel-tabel berikut memaparkan prinsip dasar pembiayaan proyek-proyek pembangunan
prasarana yang yang terkait dengan pengembangan jaringan transportasi udara pada Bandar
Udara Hasanuddin dalam kerangka wilayah Kawasan Mamminasata berikut.
Tabel 7.7: Rencana Investasi Pengembangan Tarnsportasi Udara dan
Sistem Terintegrasi Transportasi Lainnya
No Kegiatan Skema Prioritas Utama
Prioritas Kedua
A Kawasan Bandar Udara
1 Pembangunan Terminal Bandar Udara Baru BOT
2 Penambahan/Pembangunan Landasan Pacu (runway) BOT
3 Pemeliharaan Fasilitas Bandar Udara Lama Angkasa Pura I, P(N)
4 Penyediaan Fasilitas Kebandaraan Angkasa Pura I
5 Pemeliharaan dan pengawasan /sertifikasi pesawat udara (armada) transportasi udara
Sawasta, Dep. Hub,
6 Pemasangan rambu-rambu dan alat bantu navigasi dan komunikasi penerbangan Angkasa Pura I
7 Peningkatan kapasitas dan kualitas Bandar Udara Hasanuddin untuk pelayanan penumpang, dan barang
Angkasa Pura I, Swasta
8
Pengembangan rute pelayanan internasional, terutama penerbangan langsung ke Singapura, Malaysia dan beberapa rute penerbangan internasional lainnya
Angkasa Pura I, Swasta
9 Meningkatkan dan merekrut SDM yang memiliki tingkat keahlian atau keterampilan
Angkasa Pura I, Swasta
B Integrasi Sistem Transportasi Lainnya
1 Pengembangan Jl. Toll Sutami BOT, Swasta
2 Pelebaran Perintis Kemerdekaan P(N)
3 Pelebaran jalan Urip Sumoharjo P(P)
4 Jaringan Jalan Sekitar Bandara P(P)
5 Akses Bandara dari arah Gowa P(N)
6 Jalan Terowongan yang menghubungkan jalan bypass Mamminasata menuju Gowa BOT
7 Pembangunan Terminal Angkutan jalan Type A
P(N)
8 Pembangunan stasiun kereta api P(N)
9 Sistem Perambuan Jaringan Jalan P(P)
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 30
Dalam rangka mewujudkan pengaturan keuangan yang seimbang untuk Mamminasata, terutama dalam
rangka pengembangan transportasi udara, maka disarankan agar paket pinjaman lunak dapat
dipertahankan untuk keperluan implementasi proyek-proyek pembangunan prasarana transportasi udara
beserta sistem transportasi yang terintegrasi dengan pengembangan bandar udara yang diprioritaskan.
7.4 PROGRAM PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI ASDP
Kawasan Mamminasta yang meliputi 4 wilayah kabupaten/kota, yakni Kota Makassar,
Kabupaten Gowa, Maros dan Takalar memiliki karakteristik dan potensi tersendiri. Dalam
kaitannya dengan penylenggaraan transportasi, terutama pada transportasi ASDP, maka yang
tidak memungkinkan untuk dikembangkan sebagai media transportasi adalah angkutan danau
karena pada kawasan ini tiak memiliki danau. Sedangkan dilihat dari potensi fisik dari keempat
wilayah tersebut, maka media transportasi ASDP yang dapat ikembangkan adalah sebagai
berikut :
1. Transportasi sungai, hanya dapat dikembangkan pada wlayah Kota Makassar, Kabupaten
Gowa dan Kabupaten Maros.
2. Transportasi pantai hanya dapat dikembangkan pada wilayah yang brada pada pesisir pantai,
yakni Kota Makassar, Maros dan Takalar
Berdasarkan potensi tersebut diatas, maka jenis media transportasi ASDP yang dapat
dikembangkan di Mamminasata adalah angkutan sungai dan pantai. Disamping angkutan sungai,
khususnya di Kota Makassar angkutan kanal juga berpotensi dikembangkan. Jenis media
transportasi ini memiliki fungsi ganda, disamping fungsi sosial dan ekonomi, yaitu dapat
mndukung kgiatan kepariwisataan i Mamminasata.
7.4.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi
Pengembangan jaringan transportasi ASDP pada Kawasan Aglomreasi Mamminasata di desain
atas beberapa skenario, antara lain :
a. Terdapat aliran sungai Pampang dan Tello yang bermuara di Pantai Makassar
b. Terdapat beberapa pulau di pesisir Kota Makassar yang memiliki jumlah penduduk yang
memadai dan aksesibilitas terdekat untuk menetapkan produksi perikanannya dan
memenuhi kebutuhan konsumsinya di Kota Makassar
c. Sudah tersedia trayek tidak teratur yang melayani Pelabuhan Paotere dan pulau-pulau
pesisir.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 31
d. Tersedia bus air yang digunakan untuk mengangkut masyarakat berasarkan asal tujuan
(Paotere-Pulau pulau pesisir)
e. Pelabuhan Makassr melayani transportasi penyeberangan pada lintas Makassar-Surabaya
f. Tersedia demad penumpang dan barang pada lintas Makassar-Surabaya atau sebaliknya
g. Tersedianya sungai-sungai besar di Kabupaten Maros, seperti Sungai Maros dan Sungai
Pajukukang yang hingga saat ini dijadikan sebagai media transportasi, namun belum
dikembangkan secara maksimal. Hal ini juga teerjadi di Kabupaten Gowa dengan adanya
Sungai Jeneberang yang hingga saat ini tidak dimanfaatkan sebagai media transportasi
7.4.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan
a. Pembangunan fasilitas dermaga sungai dan penyeberangan pada titik simpul strategis
seperti Pampang, Tello, Tallo, Paotere, dengan Benteng Rotterdam, pulau-pulau pesisir.
b. Sungai Pampang, Telllo dan Tallo yang melintasi bagian tengah Kota Makassar sangat
berpotensi dikembangkn sebagai jaur media transportasi perkotaan karena secara geografis
wilayah menghubungkan pusat-pusat aglomerasi di Kota Makassar, sehingga dapat
memperpendek jarak anpa hrus melalui jalur-jalur utama jalan raya.
c. Pembangunan kanal-kanal di Kota Makassar cukup tersedia yang mnghubungkan seluruh
bagian wilyah kota yang berfungsi sebagai pembuangan air limbah dan limpasan.
Keberadaan kanal-kanal tersebut hingga saat ini belum dimanfaatkan sebagai media
transportasi, sementara lintasan wilayah yang dilalui oleh knal-kanal trsebut umumnya
berada pada lingkungan padat. Jika ini dikembangkan, maka dapat memperpendek jaak
pergerakan dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
d. Sungai Maros, sungai Pajukukang (Maros) dan sungai Jeneberang (Gowa) blum
dimanfaatkan sebagai media transportasi. Sedangkan sungai Maros dan Pajukukan hanya
dimanfaatkan sebagai jalur pergerakan perahu nelayan ke TPI dan lingkungan permukiman
nelayan. Adapun lokasi yang dihubungkan oleh kedua ungai trsebut adalah laut, sehingga
potensinya dalam mendukung sistem transportasi angkutan belum bisa kecuali mendukung
kegiatan nelayan.
e. Pemanfaatan kanal maupun sungai sebagai media transportasi perkotaan dapat dilakukan
dengan membangun pintu-pintu air pada daerah muara guna menjaga tetap ketinggian
levasi air permukaan.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VII - 32
f. Pengawasan dan pengontrolan yang secara kontinu terhadap sungai dan kanal yang dapat
dikembangkan sebagai jalur media transportasi, segingga kebersihan dan sedimentasi
sungai dan kanal tetap terkontrol dengan baik.
g. Pembukaan trayek transportasi sungai dan penyeberangan, meliputi :
Tallo – Tello
Tallo – Pampang
Port Rotterdam – Pulau-pulau pesisir
Paotere – Pulau-pulau pesisir
Tello/Pampang – Pulau-pulau pesisir
Antar pusat-pusat aglomerasi dalam Kota Makassar melalui kanal maupun sungai.
h. Pemanfaatan potensi sungai dan kanal di kawasan Mamminasata sebagai media
transportasi dalam mewujudkan sistem transportasi efktif, efiien dan terpadu serta
mnunjang kgitan pariwisata
7.4.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi
Konstruksi pembangunan dermaga sungai dan penyeberangan pada dasarnya tidak mutlak
dengan coureway pasang batu, tetapi dapat dibuat dengan konstruksi kayu, namun harus
dipertimbangkan kelandaian bibir pantai dan sungai serta faktor pasang naik dan surutnya air.
Oleh sebab itu, biaya pembangunan setiap dermaga diperkirakan 500 juta/titik. Sedangkan untuk
pengadaan bus air dengan kapasitas 20 s.d. 40 seat dengan biaya diperkirakan 200 s.d. 300
juta/kapal tergantung jumlah mesin tempel yang disiapkan, karena dijumpai dalam operasiional
terdapat beberapa kapal lebih dari satu mesin.
Mengingat tingginya kebutuhan anggran pmbangunan alam mewujudkan sistem transportasi
ASDP di Kawasan Mamminasata, maka keterlibatan masyarakat dan swasta dalam berinvstasi
pada pengembangan istem transportasi ini. Pemerintah sebagai rgultor apat mndukung
pengembangan tersebut karena memberikan kontribusi yang cukup besar dan menciptakan
lpangan usaha baru.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 1
BAB VIII
RENCANA PEMBANGUNAN JARINGAN TRANSPORTASI
PERKOTAAN KAWASAN MAMMINASATA 8.1 JARINGAN TRANSPORTASI JALAN RAYA DAN KERETA API
Pembangunan jaringan transportasi darat yang terdiri dari jalan raya dan atau jalan rel untuk
mendukung sistem pergerakan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat kawasan aglomerasi
perkotaan Mamminasata diuraikan sebagaimana pada sub bagian pembahasan berikut.
8.1.1 Potensi dan Permasalahan Angkutan Jalan Raya dan Kereta Api
Kondisi dan potensi ekonomi kawasan di wilayah Mamminasata yang memerlukan
pengembangan prasarana dalam menunjang pertumbuhan ekonomi sebagaimana pembahasan
sebelumnya telah dikelompokkan dalam beberapa aspek sebagai berikut :
- Potensi penyebaran kawasan industri diberbagai daerah dalam wilayah Mamminasata yaitu
KIMA I, KIMA II / KIROS, KIWA I dan KIWA II serta KITA yang sebelumnya hanya
terdapat satu kawasan yaitu KIMA I di Kota Makassar.
- Perkembangan kawasan-kawasan pusat perbelanjaan (mall dan pertokoan, pasar) yang
menyebar di seluruh wilayah Mamminasata menjadi alasan tersendiri pengembangan sistem
jaringan.
- Penyebaran pusat-pusat pergerakan antar moda yaitu (Terminal sebanyak lima buah,
Pelabuhan dua buah dan bandara udara Sultan Hasanuddin)
- Pengembangan kawasan wisata pantai di Kota Makassar dan Kabupaten Takalar serta
beberapa pulau-pulau sekitarnya, Wisata alam di Kabupaten Maros dan Gowa, wisata
religius di Kabupaten Pangkep dan Maros serta wisata budaya dan sejarah di Kota Makassar
- Pusat-pusat kegiatan yaitu perkantoran, pendidikan dan kesehatan, sosial keagamaan serta
kawasan-kawasan pengembangan Kota Lama maupun Kota Baru.
Sistem Jaringan Jalan
Kawasan Mamminasata yang meliputi Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar
masing-masing telah menyusun rencana mereka untuk pembenahan sistem pelayanan jaringan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 2
jalan. Kota Makassar memberi penekanan pada pengembangan sistem jaringan yang
mempunyai aksesibilitas yang tinggi dalam memaksimalkan kebutuhan pergerakan dari
intensitas kegiatan yang sangat tinggi dan dinamis sebagai pusat kawasan Mamminasata.
Dalam wilayah Kota Makassar telah dikembangkan ring road (inner, middle, outhet dan radial)
untuk layanan pergerakan lintas utara-selatan dan lintas timur-barat. Kabupaten Maros
menekankan pada konstruksi jalan pantai dari pelabuhan Makassar ke bagian utara Maros
melalui area pengembangan industri baru di KIROS (KIMA2).
Kabupaten Gowa mengusulkan jalan lingkar luar baru yang langsung menghubungkan Gowa
dengan Kabupaten Maros dan Takalar. Sementara itu, Kabupaten Takalar mengusulkan
pelebaran jalan Tanjung Bunga–Takalar dan membangun jalan akses baru dari pertengahan jalan
Takalar ke kawasan selatan.
Hirarki dari sistem jaringan jalan kawasan Mamminasata untuk menghubungkan berbagai zona
kegiatan belumlah tertata dengan baik, dalam hal ini jalan utama terakses langsung dengan jalan
lokal (bahkan berfungsi lokal) kerena telah berdiri berbagai bangunan ruko, rumah tinggal dan
kantor.
Sistem Jaringan Rute Trayek Angkutan
Sistem jaringan rute angkutan umum di wilayah aglomerasi perkotaan Mamminasata
dikemukakan antara lain :
- Jaringan lintas kabupaten kota yang masih bersifat jaringan tunggal, perlu mengembangkan
jaringan-jaringan alternatif untuk mendukung singkronisasi kawasan aglomerasi perkotaan.
- Jaringan rute yang tidak variatif, lintasan rute pulang pergi hanya satu rute saja, cenderung
bersifat rute linier, menuntut perlunya rute paralel untuk menjamin layanan yang lebih
dinamis dan menjangkau daerah-daerah yang lebih luas.
- Terjadinya perhimpitan lintasan rute antara trayek-trayek yang ada, khususnya pada jalan-
jalan arteri utama, misalnya pada Jl. Urip Sumohardjo dan Jl.Guning Bawakaraeng terjadi
perhimpitan hingga 6 (enam) trayek angkutan akan dapat diatasi maupun dihindari dengan
penerapan jalur trayek angkutan bus pada ruas jaringan jalan utama.
- Kinerja pelayanan ruas dan persimpangan jalan yang dilalui rute angkutan kota yang mulai
memburuk/semakin jelek dapat ditingkatkan menjadi lebih baik dengan terus berupaya
memperbaiki geometrik persimpangan dan menata fungsi jaringan jalan, terutama pada
jaringan jalan utama.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 3
Rencana Pengembangan Jalan BayPass
Rencana pengembangan jalan bay pass, terutama bay pass timur, berdasarkan hasil pengamatan
tim ahli sebagian diantaranya melalui kawasan lindung. Hasil analisis overlay antara peta
Kawasan Lindung kabupaten (berdasarkan peraturan Tata Ruang) dengan peta rencana
pengembangan jalan memperlihatkan
bahwa rencana jalan bay pass timur
melalui kawasan lindung sepanjang
18,37 km, dimana sepanjang 8,10 km
akan memotong kawasan karst di
Kabupaten Maros. Peta rencana
pengembangan jalan di Kawasan
Mamminasata diperlihatkan pada
Gambar 8.1.
Ketidak sesuaian pengembangan jalan
bay pass ini, juga dapat dilihat pada
hasil analisis antara rencana
pengembangan jalan dengan peta
kesesuaian untuk pembangunan jalan,
seperti diperlihatkan pada Gambar 8.1.
Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa jalan bay pass timur berada pada lokasi yang tidak
sesuai untuk pengembangan jalan.
Transportasi Kereta Api
RTRW Mamminasata telah mengusulkan jaringan transportasi kereta api, dan juga angkutan
sungai di sepanjang sungai-sungai besar. Angkutan kereta api dan sungai ini, tidak dapat
direkomendasikan dalam program jangka pendek maupun menengah dengan alasan antara lain
diuraikan sbb:
Perkiraan biaya konstruksi dari angkutan kereta api yang direncanakan sepanjang kurang
lebih 120 km untuk kawasan metropolitan dan 60 km untuk penggunaan antar daerah secara
finansial tidak memungkinkan (tidak layak), termasuk beban biaya untuk pembebasan lahan.
Alur trase dari jaringan yang dilewati, beberapa diantaranya banyak melalui kawasan
lindung.
Transportasi di sepanjang sungai Jeneberang telah dibatasi dengan adanya bangunan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 4
(bendungan intake) di bagian hilir sungai guna mengendalikan banjir, dilain sisi untuk
sungai Tallo relatif pendek.
Gambar 8.2 : Rencana Jaringan Rute (Rel) Kereta Api Mamminasata
Kalau didasarkan atas analisa kebutuhan transportasi, maka dalam program jangka panjang
kawasan ini akan mengalami tingkat kepadatan pergerakan penduduk akan semakin menuntut
perlunya jenis angkutan yang berkapasitas massal.
Dalam analisis kebutuhan yang dimaksudkan diperkirakan pada dekade 25 tahun kedepan, jenis
angkutan ini diperlukan sebagai salah satu lintasan antar kawasan yang sangat padat dalam
wilayah yang lebih luas (kawasan Mamminasata). Dalam skala waktu 10 tahun sebelumnya
sudah diperlukan jenis perangkutan yang berkapasitas besar dan dinamis yaitu monorel yang
berfungsi sebagai angkutan lintas pusat perkotaan yang sangat padat, sekaligus dipersiapkan
menjadi feeder dari sistem jaringan kereta api setelah dikembangkan.
8.1.2 Sasaran Pembangunan Angkutan Jalan
Pembangunan dan perbaikan maupun pengembangan angkutahn jalan, dilakukan dilakukan
dengan sasaran ; Penataan sistem parkir, sistem pengaturan Jalur, lajur dan arah, pengelompokan
jenis moda tertentu, manajemen persimpangan dan sebagainya
a. Sasaran Pengembangan Jaringan Sarana Prasarana Transportasi
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 5
Sistem transportasi yang efesien tidak terlepas dan balk tidaknya rencana pengembangan
jaringan jalan. Jaringan jalan yang terencana dengan baik akan menghasilkan suatu jaringan
jalan yang. lancar dan efektif. Pengembangan jaringan jalan selalu terkait dengan rencana
pengembangan bagian wilayah perkotaan yang akan membantu peningkatan pertumbuhan
ekonomi suatu daerah secara keseluruhan.
Jalan lintas regional perlu terus dibangun dan ditingkatkan baik secara kuantitas maupun
kualitasnya, untuk meningkatkan hubungan regional kedaerah belakang. Disamping itu
transportasi antar bagian wilayah perkotaan perlu ditingkatkan, khususnya hubungan antara
bagian-bagian wilayah perkotaan yang mempunyal fungsi dan kegiatan yang tinggi seperti
pusat kota, subpusat kota, kawasan industri yang direncanakan dan pelabuhan serta
mendukung pengembangan angkutan dalarn kota dan angkutan pinggiran maupun antar
wilayah dan antar kota.
Untuk mcningkatkan pertumbuhan suatu daerah, perencanaan jaringan jalan perlu
mendapatkan prioritas. Jaringan jalan yang direncanakan dengan balk akan memberikan
tingkat pelayanan yang balk terutama dalam penataan daerah pemukiman, daerah kornersial
dan pemerintahan, hal ini kawasan-kawasan tersebut akan berpotensi dalam menghasilkan
bangkitan perjalanan.
Gambaran lain menunjukkan jaringan jalan yang terdapat di Kawasan Mamminasata yang
terbagi atas tiga status yaitu jalan nasional, jalan propinsi dan jalan lokal (kota). Panjang
jalan nasional tercatat 151,9 km, jalan propinsi mencapai 230,33 km, dan jalan lokal (kota)
termasuk jalan inspeksi 4.608 km. Bila dilihat dari sistem jaringan jalan yang ada telah
menjangkau sebagian besar wilayah perkotaan, dimana pola jaringan jalan secara umum
menggambarkan pola gabungan antara jaringan sistem radial dan sistem grid.
b. Sasaran Pengembangan Pelayanan Transportasi
Pelayanan transportasi yang baik sangat ditentukan dan atau berkorelasi positif dengan
sistem dan ketersediaan angkutan umumnya. Kebutuhan angkutan umum sangat dibutuhkan
diwilayah perkotaan yang aksesibilitasnya sangat ditentukan oleh tingkat interaksional atau
keterhubungannya dengan wilayah-wilayah di sekitarnya, hat ini disebabkan kegiatan
terpusat dikota dan penduduk wilayah perkotaan umumnya sangat dipengaruhi oleh
kecenderungan pergerakan arus urbanisasi, sehingga rnernpunyai mobilitas yang tinggi
untuk memenuhi kegiatan sehari-hari. Sistem angkutan umum hendaknya memberikan
tingkat pelayanan yang rnemadai meliputi waktu tempuh, waktu tunggu, kenyamanan, dan
kearnanan yang terjamin selama dalam perjalanan. Oleh karenanya membutuhkan angkutan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 6
umum yang memadai agar memudahkan dan atau memperlancar pergerakan di wilayah
kota dan tempat asal ke tujuan tanpa ada hambatan. Dengan kondisi demikian sangatlah
penting di wilayah seperti ini untuk dilayani angkutan umum yang lebih representatif.
Angkutan umum yang dapat diandalkan adalah angkutan umum yang dapat rnelayani
penumpang sewaktu-waktu atau kapan saja angkutan umum tersebut dibutuhkan selalu
tersedia dan sistem angkutan umum yang direncanakan melayani dengan rute tetap dan
teratur, artinya pelayanan angkutan yang dilakukan dalam rute secara tetap dan teratur
dengan jadwal tetap untuk pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam rute
tetap dan tertentu dilakukan dalam jaringan rute.
Kawasan perkotaan Mamminasata memberikan fungsi pelayanan ke titik-titik bagian
wilayah kota yang dilayani oleh jaringan jalan yang sudah baik dan memiliki pola radial
menyebar. Sehingga aksesibilitas kawasan pusat dengan bagian-bagian wilayah cukup
tinggi, begitu pula sebaliknya. Permasalahannya sampai saat ini belum tersedianya
angkutan umum secara memadai. Pertimbangan pokok dalam menyediakan pelayanan
angkutan umum yang memadai adalah tingkat kemudahan orang melakukan perpindahan
moda (interchange) dengan batasan jumlah maksimum 25 % terhadap jarak dan waktu
tempuh perjalanan.
c. Sasaran Pengembangan Moda Transportasi Unggulan
Perencanaan dan pengembangan transportasi yang telah dibentuk di banyak negara sebagai
suatu proses yang bertanggung jawab atas perencanaan semua fasilitas transportasi milik
umum di suatu daerah. Disamping itu rencana transportasi harus berinteraksi dengan tata
guna lahan dan rencana lainnya dalam daerah yang bersangkutan. Perencanaan ini harus
dilakukan secara terus menerus sehingga rencana jangka panjang maupun program-program
yang segera dilaksanakan dapat dimodifikasi untuk mernenuhi perubahan yang ada. Untuk
memenuhi perencanaan transportasi perkotaan yang terpadu harus memenuhi konsep
perencanaan transportasi yang dikenal dengan konsep C3D (Continuing, Cooperative,
Comprehensive and Deploving).
Perencanaan rute angkutan umum mulai dari pendataan tentang (panjang rute, waktu operasi,
jumlah penumpang, kapasitas kendaraan), Faktor operasi (kecepatan, load factor, waktu di
terminal), Head way, cycle time hingga penentuan armada, dapat dilakukan dengan cara antara
lain:
Manual yaitu membuat rute angkutan umum menggunakan peta dasar janngan jalan dan peta
tata guna lahan dengan menentukan node-node sebagai bangkitan perjalanan yang
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 7
dihasilkan dan tata guna lahan, kernudian ditentukan rute angkutan umum menggunakan
ruas jalan utama dengan kelas yang sama yang menghubungkan antar node atau zona
sehingga membentuk jaringan rute.
Menggunakan perangkat lunak, yaitu hasil pengolahan data berupa jaringan jalan, land use
dan hasil survei wawancara rumah tangga diinputkan guna dianalisis untuk membuat
beberapa skenario.
Perencanaan moda didasarkan pada data komposisi lalu lintas tahun 2007 dan asumsi-asumsi
sebagai berikut :
Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa para pemakai kendaraan umum di Kota Makassar dan
sekitarnya di wilayah Mamminasata cukup besar. Dilihat dari persentase pemakai kendaraan
umum berdasarkan total penumpang di jalan-jalan yang teramati, maka persentasi ini
mencapai 60%. Tetapi kalau dilihat dari persentase rata-rata jumlah penumpang dari setiap
arus jalan Kota Makassar , angka ini mencapai sekitar 53% dan ini tidak jauh berbeda
dengan kondisi secara umum di kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Besarnya captive passenger ini mendorong perlunya kebijaksanaan yang lebih
menitikberatkan pada pemilihan sistem angkutan umum yang berorientasi pada kapasitas
yang besar dan cukup handal.
Melihat bahwa beberapa ruas jalan memiliki VCR yang besar yaitu telah melebihi angka
sekitar 8000 trip person pada beberapa ruas jalan, serta potensi penumpang angkutan umum
yang tinggi maka sistem angkutan massal sudah harus dipertimbangkan misalnya LRT.
Dalam hal ini kapasitas bis itu sekitar 2400-8000 perjam ini tentunya dengan asumsi bahwa
persentase jumlah penumpang pada ruas-ruas jalan tertentu tidak banyak berubah
Dilihat dari jumlah penumpang yang telah melebihi 2400 pada ruas-ruas jalan di Kota Makassar
(hanya 10% menggunakan para transit), dan VCR yang cukup tinggi, maka kebutuhan akan
angkutan bus harus segera direalisir pada ruas-ruas tersebut. Terlebih pada beberapa ruas jalan
telah mencapai angka diatas 8000. Alternatif penyediaan Semi Rapid Bus dan bahkan BRT/LRT
dan atau angkutan jenis Monorel sudah harus diantisipasi mulai sekarang.
Pembangunan dan pengelolaan (termasuk sistem dan manajemen pelayanan) angkutan umum di
Kota Makassar telah direkomendir untuk dilakukan dengan cara antara lain:
Sharing pembangunan dan pengelolaan antara pemerintah kota dengan depatremen dan
instansi terkait, perum damri dan operator swasta lainnya
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 8
Penggunaan smart card dalam sistem tiketing dan sistem pemberlakuan tarip jasa angkutan
termasuk kemungkinan penerapan one day – one ticket.
Dalam konteks Mamminasata, sistem pelayanan angkutan umum di Wilayah ini sudah cukup
baik, dalam hal ini pusat-pusat produksi didaerah belakang dengan pusat pemasaran di Kota
Makassar, Kabupaten Maros, dan Gowa sudah terlayani. Sejalan dengan strategi dan
kebijaksanaan pengembangan di Wilayah Mamminasata maka pengembangan sistem
transportasi merupakan salah satu kunci tercapainya sasaran dan tujuan pembangunan di
Wilayah Mamminasata. Sebab tanpa dukungan transportasi (sarana dan prasarana transportasi)
yang memadai interaksi dan integrasi pembangunan antar kota dalam Wilayah Mamminasata
tidak akan berjalan dengan baik. Secara singkat strategi pembangunan prasarana dan sarana
transportasi di wilayah Mamminasata dapat diuraikan sebagai berikut :
Berdasarkan studi yang pernah ada mengusulkan bahwa pengembangan jaringan jalan utama
di sekitar Kota Makassar terdiri dari jalan lingkar yang terbagi dalam innering road, midle
ring road, dan outer ring road. Sistem pola ini bertujuan untuk membatasi arus pergerakan
regional masuk dalam sistem sirkulasi kota.
Meningkatkan akses jalan antar kota-kota utama dalam sistem kota-kota di Wilayah
Mamminasata, terutama antara kota-kota Makassar, Sungguminasa dan Maros termasuk
juga dalam hal ini meningkatkan interaksi regional maupun lokal di masing-masing kota.
Meningkatkan aksibilitas antara kota-kota utama terhadap wilayah hinterlandnya. Demikian
pula dengan kegiatan sentra primer yang lebih berkembang maupun yang perlu ditunjang
pengembangan dalam hal ini masih berupa kawasan-kawasan strategis yang prioritas utama.
8.1.3 Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Jalan
Arah dan kebijakan dijabarkan secara rinci kedalam beberapa strategi yang mungkin bisa
diterapkan, dan dari aspek strategis dijabarkan pula secara lebih rinci kedalam upaya-upaya yang
mungkin akan dilakukan sesuai skala/kurun waktu tertentu berdasarkan sasaran tersebut diatas.
Kebijaksanaan jangka panjang yang khusus berkaitan dengan transportasi dengan tujuan dan
sasaran pembangunan yang bersifat sektoral, yaitu;
Meningkatkan pelayanan jasa perhubungan secara efisien, handal, berkualitas dan aman.
Menyediakan suatu sistem transportasi yang terpadu, yang mengintegrasikan angkutan
darat/jalan, angkutan laut/air, serta angkutan udara ;
Meningkatkan mobilitas dan kemudahan (aksesibilitas di lingkungan)
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 9
Meningkatkan dan memperluas jaringan transportasi yang telah ada dan melakukan
tindakan-tindakan pengaturan lalu lintas yang layak guna mengurangi kemacetan dan
meningkatkan kecepatan perjalanan ;
Meningkatkan sistem angkutan umum dan mendorong pemakaian angkutan umum yang
lebih baik agar bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan sektor ;
Menyediakan sistem angkutan yang aman, mengurang konflik antara pejalan kaki dan
pengendara mobil ;
Meningkatkan penambahan jalan baru yang memberikan dampak pertumbuhan kota ke arah
yang sesuai dengan kebijaksanaan pengembangan ;
Memperkecil jarak perjalanan ditempat kerja yang menyebarkan pembangunan industri,
perdagangan dan perumahan secara seimbang ;
Meningtkatkan fasilitas angkutan barang, ke dan dari Kawasan Mamminasata;
Mengembangkan fasilitas angkutan laut untuk memenuhi permintaan yang makin
meningkat.
Pembangunan prasarana jalan bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan bagian-bagian
kota/wilayah yang dikehendaki dan masih terisolir.
Pengadaan prasarana dan sarana angkutan umum agar selalu mengutamakan kemudahan-
kemudahan bagi pemakai disamping ekonomis, selaras pula dengan arah pengembangan
struktur kota ;
Pengelolaan lalu lintas didasarkan atau diutamakan pada pengurangan kepadatan lalu lintas
kendaraan pribadi pada pusat-pusat kota untuk mendorong kemudahan-kemudahan bagi
angkutan umum, dan merata ke seluruh bagian kota sejalan dengan struktur kota yang
dikehendaki ;
Menjadikan penyediaan dan pengawasan parkir sebagai salah satu mekanisme pembatasan
lalulintas, dengan membuat pelataran parkir yang tepat lokasinya.
Beberapa kebijakan prioritas berdasarkan rencana strategis bidang lalu lintas dan angkutan
umum antara lain adalah:
Terbangunnya ruas jalan lingkar luar (outher ring road) sebagai fasilitas alternatif untuk
angkutan umum Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) dan atau angkutan umum Antar Kota
Antar Kabupaten (AKAP)
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 10
Terbangunnya ruas jalan lingkar tengah (midle ring road) arah selatan untuk membuka
daerah yang terisolir, meningkatkan akses dan mengurangi beban lalu lintas kawasan pusat
kota, serta mengembangkan kawasan baru.
Terbangunnya fasilitas jaringan transportasi sungai sebagai alternatif perjalanan masyarakat,
sekaligus menjadi alternatif perjalanan wisata untuk jarak yang sangat terbatas
Pembatasan jenis kendaraan tertentu yang dapat melintas pada jalan-jalan utama (jalan
protokol)
Permasyarakatan UU No.14/1992 tentang lalulintas & Angkutan Jalan, melalui ; tatap muka,
penyuluhan melalui media cetak/radio, penataran pengemudi, dan penertiban lalu lintas.
Berfungsinya sistem terminal angkutan umum yang lebih refresentatif, termasuk halte, untuk
menghindari hal-hal berupa penambahan jumlah, relokasi terminal bayangan/pangkalan,
Pengembangan marka jalan dan rambu lalu lintas dalam mendukung ketertiban dan
keindahan kawasan perkotaan.
Pengembangan sarana penyeberangan jalan, sarana berputar mengitari median jalan dan
weaving area.
Pengembangan area parkir (off street) di kawasan padat seperti ; balaikota, sombaopu dan
beberapa kawasan pusat perbelanjaan untuk memperlancar arus lalu lintas jaringan jalan di
sekitarnya.
Kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan penyediaan dana pembangunan transportasi
dilakukan melalui strategi antara lain ;
a. Pengalokasian anggaran tetap untuk pembangunan mulai dari tahap studi, tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan dan pengawasan, tahap opersional serta pemeliharaannya.
b. Pengembangan iklim usaha yang lebih produktif bidang transportasi bagi seluruh unsur yang
terkait.
c. Penerapan sistem road found dan atau road pricing pada ruas-ruas jalan yang dianggap
potensial
Strategis yang menjadi solusi permasalahan transportasi wilayah Kota Makassar dan sekitarnya
dalam wilayah Mamminasata pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi-kondisi sebagai berikut:
Sarana dan Prasarana Lalu Lintas
Kecenderungan tingginya persentase pertambahan kendaraan dibanding dengan
pertambahan prasarananya selama dekade terakhir. Pertambahan kendaraan cenderung
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 11
menggambarkan besaran 5% hingga 8% pertahun sementara pengembangan jaringan
hanya menunjukkan angka 1% hingga 3% dalam setahun di Kawasan Mamminasata.
Pengembangan sarana pejalan kaki (trotoar) sebagai kawasan perkotaan yang belum
memadai dan masih kurang, sarana penyeberangan jalan, sehingga dalam mendukung
kenyamanan dan keamanan pejalan kaki, terutama pada jalur-jalur utama, jaringan jalan
propinsi, jaringan jalan lintas kabupaten maupun jaringan jalan kawasan fasilitas umum
dan fasilitas sosial.
Pengembangan sarana perlalulintasan yang dinamis termasuk pengembangan Fly Over,
underpass/underway dan jaringan khusus serta kemungkinannya dalam pengembangan
jalur kereta api dan atau monorel.
Peningkatan kapasitas persimpangan yang masih terbatas, terutama pada beberapa
wilayah pinggiran kota dan pada setiap sudut simpang kelihatan masih patah (90O).
Kondisi ini disamping berkapasitas rendah juga mengurangi jarak pandangan antara
kendaraan yang akan membelok.
Perbaikan sarana perparkiran terutama pada pusat-pusat pelayanan jasa, perkantoran
pemerintah dan swasta, pusat perbelanjaan, serta area aktivitas lainnya secara umum
belum menyediakan fasilitas parkir yang memadai. Badan jalan pada sebagian besar
digunakan sebagai alternatif utama yang dapat berakibat pengurangan kapasitas jalan
dan lebar jalur lalu lintas, sehingga potensi hambatan pergerakan lalu lintas masih
cukup tinggi.
Strategi dan sistem pentahapan pembangunan yang terstruktur, terpola dan
berkelanjutan.
Manajemen Lalu Lintas
Perbaikan fungsi jalan yang belum terpisah secara nyata (fungsi arteri bercampur dan
terakses langsung dengan fungsi lokal)
Penggunaan fasilitas jalan / trotoar oleh pedagang kaki lima dan usaha-usaha lain,
seperti bengkel, parkir liar, dan sebagainya ; hal ini akan berpengaruh yang cukup besar
pada terjadinya kondisi bottle neck dan menurunnya kapasitas jalan secara drastis.
Perbaikan kondisi rambu lalu lintas dan marka jalan belum berfungsi secara optimal,
baik dari segi penempatannya, standarisasi dari rambu dan marka yang digunakan
maupun perawatannya.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 12
Penerapan electronic road pricing (ERP), parking costing (price & time) serta
Penerapan kawasan pembatasan lalu lintas (KPL) masih sangat terbatas, jumlah dan
jenis kendaraan bermotor di jalan raya yang sangat bervariasi termasuk batas umur
(teknis maupun ekonomis) kendaraan diduga sudah banyak yang terlampaui, sehingga
kontribusi polusi gas buang bisa menjadi tinggi.
Sistem Areal Traffic Control (ATCS) belum memadai dalam kondisi traffic yang ada
sekarang. Di pusat Kota Makassar sebagai pusat kegiatan terpadat kawasan
Mamminasata saja penggunaan traffic light masih sangat terbatas dan cenderung tidak
dilakukan perbaikan/peninjauan akibat perubahan pola pergerakan yang sangat cepat
dan semakin dinamis, sebagai upaya peningkatan manajemen dan kapasitas simpang
yang ada.
Pelayanan angkutan umum penumpang
Akibat tidak imbangnya angkutan umum dengan distribusi jumlah perjalanan orang
yang harus dilayani dimana muatan angkutan umum (load faktor) mempunyai rasio
yang relatif masih rendah, termasuk pada jam padat ;
Kepasitian dan kontinuitas jadwal pelayanan angkutan lingkungan terpencil
ditingkatkan ; dimana pada kenyataannya terkadang ada saat dimana angkutan
diperlukan tetapi sulit didapatkan demikian pula sebaliknya terkadang ada angkutan
tersedia pada saat kurang orang yang akan melakukan pergerakan.
Trayek angkutan umum diarahkan mengacuh kepada hierarki jalan (utama, cabang,
ranting, langsung maupun non trayek); karena masih banyak jaringan jalan utama belum
tersentuh jalur angkutan, demikian sebaliknya jalan-lalan lokal yang sudah digunakan
namun tidak difasilitasi dengan pelebaran pada titik ruas tertentu sebagai fasilitas untuk
saling berpapasan.
Pengembangan sistem angkutan umum penumpang dengan memanfaatkan sungai
sebagai fasilitas jaringan, terutama bagi kebutuhan perjalanan wisata walaupun dalam
skala yang kecil.
Kontrol terhadap izin trayek dilaksanakan secara efektif. Angkutan yang beroperasi
belum mempunyai izin trayek bahkan mungkin dalam jumlah yang tidak sedikit,
dilakukan pembatasan waktu (deadline).
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 13
Pengembangan dan penataan lokasi terminal/halte kendaraan angkutan yang belum
sesuai; termasuk diperlukannya area tertentu untuk melakukan pemberhentian dan
kegiatan kendaraan untuk dapat saling mendahului tetap terjaga.
Pada strategi optimalisasi penggunaan fasilitas yang ada, dilakukan upaya bagaimana
melakukan refungsionalisasi fasilitas yang memang sudah ada sebelumnya, termasuk
pengembangannya dalam prospek yang akan datang. Beberapa infrastruktur yang perlu
diupayakan mendapat perhatian khusus antara lain ;
a. Fasilitas bagi transportasi jalan, menyangkut optimalisasi fungsi trotoar dan median
sepanjang jalan dibarengi dengan pembatasan kegiatan yang bisa mengganggu fungsi
keduanya.
b. Fasilitas penyeberangan, dimana beberapa fasilitas yang terbangun tidak berfungsi dengan
optimal karena belum dilengkapi dengan bangunan pendukung yang kuat (misalnya pagar
pemisah jalan) untuk menghindari pelajan kaki melintas secara bebas dibawah jembatan
penyeberangan.
c. Fasilitas terminal sisi darat bagi transportasi laut dan udara, menyangkut optimalisasi fungsi
terminal darat yang sudah ada termasuk pengembangan akses jaringan jalan masuk dan
keluar wilayah terminal serta hal-hal yang berkaitan dengan manajemen pelayanannya.
Pada Strategi pengembangan kapasitas transportasi, dilakukan upaya dengan mendorong
tumbuhnya mobilitas masyarakat dari tingginya intensitas kegiatan kemasyarakatan di berbagai
sektor. Pengembangan kapasitas transportasi harus dapat menjadi sektor prioritas dalam
mendorong tumbuhnya mobilitas tadi. Strategi dalam keterpaduan pengembangan jaringan
prasarana dan fasilitas perpindahan, dilakukan upaya bagaimana menyeimbangkan antara
pertumbuhan demand yang begitu pesat dengan supplynya. Pengembangan supply dapat
dilakukan dengan upaya mempadukan antara tingkat pertumbuhan supply yang begitu lambat
diikuti dengan pengembangan sistem manajemen.
8.1.4 Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Jalan
Kawasan metropolitan Mamminasata dilayani oleh bus besar atau Damri (dengan jumlah sekitar
30 unit) pada tahun 2004 kini tinggal 6 unit, dan untuk pelayanan antar-kota jenis pete-pete
minibus (sekitar 5.500 unit), taksi (1.055 unit) untuk pelayanan dalam dan antar-kota, dan becak
untuk pelayanan dalam kota sekitar 25.000 unit. Masing-masing moda transportasi umum harus
memainkan peranannya masing-masing yang dibedakan secara jelas menurut jarak tempuh,
sebagaimana diilustrasikan berikut, tapi peranan yang bercampur aduk dan pengoperasian yang
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 14
tak teratur di daerah perkotaan telah menyebabkan kemacetan lalu lintas.
Beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya bahwa untuk mengurangi kemacetan lalu lintas
yang serius di daerah perkotaan, transportasi umum dapat memainkan peranan yang lebih
signifikan di Mamminasata dengan dukungan peningkatan kualitas layanan bus dan pembagian
peran yang jelas berdasarkan moda transportasi. Dalam konteks ini, beberapa isu perlu
diperhatikan, antara lain sebagai berikut :
Jaringan pelayanan pete-pete harus diubah menjadi angkutan feeder sejalan dengan
perbaikan struktur jaringan jalan;
Bus-bus besar dengan pelayanan yang lebih baik akan lebih dibutuhkan untuk meningkatkan
kapasitas transportasi;
Jalur penghubung layanan bus regional ke dalam kota harus ditingkatkan dengan membuat
rancangan baru untuk terminal-terminal bus dan/atau pete-pete; dan
Pelayanan bus antar daerah harus terus ditingkatkan agar perjalanan antar daerah jauh lebih
mudah.
Meningkatkan kapasitas angkutan menjadi bus berukuran sedang (hingga 35 penumpang)
dan bus-bus berukuran besar (40~65 penumpang), lebih baik lagi bila bus ber-AC.
Perlu penetapan fungsi yang jelas terhadap pelayanan bus utama dan bus penjemput (feeder
bus) dengan fasilitas transit antar-moda yang memadai bagi para penumpang. Pelayanan bus
utama akan dilakukan oleh bus berskala besar untuk jarak jauh, sementara pelayanan bus
penjemput akan menggunakan bus-bus berukuran sedang atau pete-pete (minibus).
Jalur untuk masing-masing kendaraan harus terpisah dengan jelas, khususnya jalur khusus
pete-pete (mini bus).
Jalur penghubung yang ada di terminal-terminal perlu ditingkatkan untuk memudahkan
pergantian bus.
Semua modifikasi dalam pelayanan bis ini harus dilaksanakan dalam kerangka pengelolaan
kebutuhan lalu lintas sebagai pedoman kebijakan khusus untuk perbaikan transportasi
perkotaan.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 15
Gambar 8.3 : Rencana Awal Jaringan Rute Bus versi Mamminasata
Gambar 8.4 : Rencana Jaringan Rute Bus versi Kota Makassar
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 16
Kedua versi di atas dalam studi ini setelah dioverlay, maka bisa ditemukan suatu sistem jaringan
yang saling melengkapi antara jaringan utama (primer), jaringan feeder dengan moda bus
maupunjaringan feeder dengan kendaraan pete-pete baik yang ada di Kota Makassar maupun
disesuaikan dengan jaringan interkoneksitas terhadap tiga kabupaten lainnya.
Beberapa skenario pengembangan berkaitan dengan jaringan pelayanan trayek angkutan umum
wilayah aglomerasi perkotaan Mamminasata yang didasarkan pada tahapan pengembangan
sistem jaringan jalan adalah ; Skenario I meliputi (i) rencana pembentukan jaringan trayek
bandara-pettarani ujung hingga persimpangan Sultan Alauddin yang disatufungsikan dengan
trayek TRD-Pettarani (Koridor I versi Kota Makassar), (ii) pengembangan layanan angkutan
umum trayek Maros-TRD dan trayek Sungguminasa Gowa-Makassar Mall dengan menggunakan
moda bus, Skenario II dengan menambah jaringan layana trayek Bandara Baru-Makassar Mall
via tol Ir.Sulami, Skenario III dengan mengalihkan rute layanan trayek Bandara Baru-Pettarani
menjadi trayek Bandara Baru-Terminal Malengkeri melalui jaringan jalan Trans Sulawesi
setelah selesai pembangunan.
Gambar 8.5 : Rencana Pengembangan Jaringan Rute Bus Mamminasata (Skenario I)
Rencana Rute Angkutan Umum
Mamminasata (Skenario 1)
Trayek Bandara-Pettarani
(Koridor I)
Trayek Terminal Marusu -
TRD
Trayek Sungguminasa-Gowa-
Makassar Mall
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 17
Gambar 8.6 : Rencana Pengembangan Jaringan Rute Bus Mamminasata
(Skenario II dan III)
Rencana Rute Angkutan Umum
Mamminasata (Skenario 2)
Trayek Bandara-Pettarani (Koridor I)
Trayek Terminal
Marusu - TRD
Trayek Sungguminasa-Gowa-Makassar
Mall
Trayek Bandara-
Makassar Mall Via Tol
Rencana Rute Angkutan Umum
Mamminasata (Skenario 3)
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 18
8.2 JARINGAN TRANSPORTASI ANGKUTAN LAUT
Jaringan transportasi laut terhadap 3 pelabuhan yang berlokasi dalam Kawasan Aglomerasi
Mamminasata memiliki permasalahn yang berbeda antara pelabuhan. Hal ini disebabkan karena
fungsi dan karakteristik pelabuhan yang berbeda pula. Selain itu, dari segi pengelolaan juga
berbeda karena Pelabuhan Makassar dikelola untuk PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia IV
Makassar, Pelabuhan Galesong Kabupaten Takalar termasuk Satuan Kerja Unit Pelaksana
Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan. Sedangkan Pelabuhan
Pajjukukang dikelola untuk pemerintah Kabupaten Maros. Pengelolaan yang berbeda akan
memunculkan berbagai permasalahan yang berhubungan dengan jaringan prasarana dan jaringan
pelayanan.
8.2.1. Transportasi Laut
A. Pelabuhan Makassar
a. Pelayanan pelabuhan belum optimal yang ditujukan dengan tingginya turn around time
(TRT) kapal, sehingga berpengaruh terhadap produksi bongkar muat dan mengakibatkan
biaya tinggi bagi operator kapal.
b. Pelayanan power supply bagi reefer peti kemas mempengaruhi pengiriman komoditi
yang membutuhkan sistem pendinginan.
c. Terbatasnya pintu masuk dan keluar terminal peti kemas yang hanya mengandalkan
pintu 3, sehingga pola pergerakan kendaraan terhadap truck dan trailler kadang
mengalami antrian di pintu 3.
d. Keterbatasan gantri crane dan transtainer mengakibatkan waktu kapal untuk antri dalam
kegiatan bongkar muat peti kemas lebih tinggi.
e. Keterbatasan demaga untuk kapal penumpang yang kadang kala ketemu 3 kapal secara
bersamaan, sehingga membutuhkan waktu untuk menunggu keluar sebelum kapal
lainnya sandar.
f. Belum tersedianya jalur angkutan kota yang lewat depan pelabuhan, sehingga belum
terwujud keterpaduan antar moda transportasi, khususnya dari pelabuhan ke Terminal
Regional Daya atau Malengkeri.
g. Keterbatasan lahan pengembangan pelabuhan sehngga membutuhkan relokasi dalam
pengembangannya yang pada akhirnya membutuhkan dana yang lebih besar karena
harus dilakukan reklamasi berdasarkan Rencanan Pengembangan Pelabuhan Makassar.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 19
h. Keterbatasan sumber air bersih untuk kapal baik kapal penumpang maupun kapal
barang, sehingga mempengaruhi kinerja pelabuhan terhadap operator.
i. Keterbatasan areal container yard atau lapangan penumpukan peti kemas, sehingga
muncul pengusaha peti kemas di luar kawasan pelabuhan tetapi berdampak terhadap
tingginya biaya operasional pemilik barang.
j. Rendahnya nilai occupancy rasio penggunaan gudang sebagai konsekuensi tingginya
penggunaan peti kemas dalam pengiriman barang khususnya barang curah.
k. Keterbatasan sumber dana pengembangan pelabuhan untuk mewujudkan island port
berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pelabuhan Makassar.
l. Terjadinya sedimentasi yang tinggi pada kolam Pelabuhan Paotere, yang mengakibatkan
keterbatasan pelayanan pada saat air surut dan posisi kapal on call
B. Pelabuhan Galesong (Kabupaten Takalar)
a. Terbatasnya jumlah call kapal yang melakukan aktivitas di pelabuhan
b. Masih membutuhkan dana pembangunan untuk program konstruksi fasilitas dermaga
pada tahun anggaran 2009
c. Terbatasnya SDM yang berkualitas ke syabandaraan, sehingga untuk memberikan
rekomendasi kelaikan berlayar harus dibantu dari SDM Administrasi Pelabuhan
Makassar
C. Pelabuhan Pajjukukang (Kabupaten Maros)
a. Belum tersedia fasilitas dermaga, lapangan penumpukan dan kantor pelabuhan
b. Belum tersedia dana pembangunan yang bersumber dari APBN, sedangkan dana APBD
tidak memungkinkan dengan besaran mencapai lebih 10 milyar
8.2.2. Sasaran Pembangunan Transportasi Laut
a. Terwujudnya nilai Bearth Occupancy Ratio (BOR) samapi 70% pada Pelabuhan Makasasr,
40% untuk Pelabuhan Galeong (Takalar(, dan 30% untuk Pelabuhan Pajjukukang (Maros)
b. Terhubungnya jaringan pelayanan antar pusat kegiatan wilayah di Kawasan Timur Indonesia
bagi pelayanan papal penumpang
c. Terwujudnya keterpaduan antar dan intra moda transportasi pada Kawasan Aglomerasi
Mamminasata
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 20
d. Terciptanya ketertiban pelayanan dan pengoperasian moda transportasi khususnya kapal
penumpang yang datang dan siap berangkat
e. Terwujudnya pembangunan Pelabuhan Galesong dan Pajjukukang berdasarkan SID
f. Terwujudnya pembangunan pelabuhan type island port Makassar berdasarkan Rencana
Induk
8.2.3. Arah dan Kebijakan Pembangunan Transportasi Laut
Arah dan kebijakan pembangunan transportasi laut didasarkan pada kebijakan pembangunan
jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Jaringan prasarana untuk Kawasan Aglomerasi
Mamminasata diarahkan untuk relokasi pembangunan Pelabuhan Macasar, percepatan
pembangunan Pelabuhan Galesong (Takalar), dan Pajjukukang (Maros). Selain itu dibutuhkan
sarana bantu navigasi pelayaran untuk menunjang keselamatan pelayaran, khususnya pada alur
pelayaran masuk kolam pelabuhan
8.2.4. Program dan Kegiatan Pembangunan Transportasi Laut
Program kegiatan pembangunan transportasi laut didasarkan pada program pembangunan
jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Untuk kegiatan pembangunan jaringan prasarana
transportasi laut Kawasan Aglomerasi Mamminasata. Program pembangunan transportasi laut
pada jaringan prasarana meliputi, sebagai berikut :
a. Relokasi pengembangan Pelabuhan Makssar
b. Pengerukan kolam Pelabuhan Paotere Makassar
c. Pembangunan fasilitas sisi laut Pelabuhan Galesong (Takalar)
d. Beberapa fasilitas darat dan laut Pelabuhan Pajjukukang
e. Pemasangan lampu pelabuhan, sarana bantu navigasi alur pelayaran ke kolam pelabuhan
f. Pembangunan reservoir air bersih untuk kebutuhan air kapal penumpang
Untuk pembangunan jaringan pelayanan, terdiri atas sebagai berikut :
a. Pengembangan jaringan pelayanan ke pusat kegiatan wilayah se Kawasan Timur Indonesia
yang dilakukan oleh kapal milik PT. Pelni.
b. Pengembangan trayek keterpaduan moda transportasi laut dan jalan di Pelabuhan Makassar,
Paotere, Galesong dan Pajjukukang.
c. Pengembangan frekuensi pelayanan kapal Ro-Ro Makassar-Surabaya, Makassar-Batulicin,
dan Makassar-Balikpapan
d. Pengembangan angkutan laut perintis ke wilayah kecamatan kepulauan Kabupaten Pangkep.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 21
8.3 JARINGAN TRANSPORTASI ANGKUTAN UDARA
Jaringan transportasi terdiri dari jaringan pelayanan dan jaringan prasarana. Jaringan pelayanan
transportasi adalah susunan jaringan rute-rute pelayanan transportasi yang membentuk satu
kesatuan hubungan, sedang jaringan prasarana adalah serangkaian simpul yang dihubungkan
oleh ruang lalu-lintas sehingga membentuk kesatuan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana
transportasi. Transportasi udara merupakan salah satu sarana yang ikut ambil bagian dalam
menunjang program pemerintah dalam pemerataan pembangunan di berbagai bidang. Seiring
dengan kemajuan teknologi dewasa ini serta melihat perkembangan suatu wilayah, yang pada
dasarnya dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan intern maupun ekstern wilayah itu sendiri, serta
beberapa potensi alam lainnya. Dari kenyataan ini untuk dapat memperlancar kegiatan-kegiatan
tersebut diperlukan fasilitas dan peranan transportasi yang betul-betul efektif.
Pembangunan prasarana transportasi diarahkan pada pemantapan sistem transportasi terpadu
yang maju dan handal sesuai dengan perannya sebagai urat nadi kehidupan, ekonomi, sosial
budaya, politik dan pertahanan keamanan serta untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa. Dalam rangka perwujudan transportasi terpadu dalam satu kesatuan sistem terpadu
dilakukan dengan mengintegrasikan unsur-unsur yang terdiri dari Jaringan Transportasi Jalan,
Jaringan Simpul Pelayanan Angkutan (Bandar Udara, Pelabuhan Laut, Pelabuhan
Penyeberangan, Terminal Penumpang dan Terminal Barang), dan Tata Ruang.
8.3.1 Permasalahan Angkutan Udara
Transportasi udara merupakan moda transportasi yang mempunyai peranan sangat penting dalam
era sekarang ini, keandalan dan kecepatan yang dimiliki merupakan daya saing tersendiri
dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Itulah sebanya dalam 5 (lima) tahun terakhir
pertumbuhan produksi transportasi udara memperlihatkan trend yang cukup menggairahkan.
Keberadaan transportasi udara di Kawasan Mamminasata sangat mendukung perekonomian
lokal, regional bahkan Nasional. Bandar udara Hasanuddin yang berlokasi di Kecamatan Mandai
Maros berpran sebagai pintu gerbang KTI pada umumnya dan Provinsi Sulawesi Selatan
dan Mamminasata pada khususnya, sehingga keberadaannya memberikan konstribusi cukup
dominan dalam pelayanan transportasi khususnya pergerakan penumpang antar provinsi dan
internasional dalama rangka peningkatan perekonomian wilayah. Berikut ini akan diuraikan
kondisi Bandar Udara Hasanuddin, baik dari jaringan prasarana pelayanan dan jaringan
prasarananya.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 22
A. Jaringan Pelayanan
Pelayanan jasa transportasi udara didasarkan atas jumlah rute dari dan ke Bandar udara tersebut,
mengingat rute penerbangan dikategorikan atas rute utama, pelayanan dan perintis. Rute utama
adalah rute antar bandar udara asal dan bandar udara tujuan, untuk rute pelayanan merupakan
rute yang dilalui dengan melakukan transit pada bandar udara tertentu kemudian melanjutkan
perjalanannya menuju bandar udara tujuan, dan rute perintis adalah rute yang melayani bandar
udara yang melayani penerbangan perintis. Sedangkan jaringan pelayanan transportasi udara
pada Bandar Udara Hasanuddin berdasarkan wilayah pelayanannya terdiri dari rute penerbangan
dalam negeri dan rute penerbangan luar negeri. Rute penerbangan dalam negeri melayani
pergerakan penumpang dan barang langsung ke beberapa bandar udara tujuan di indonesia
seperti Jakarta (Cengkareng), Surabaya, Di Yogyakata, Denpasar, Palu, Kendari, Gorontalo,
Manado, Ambon, Ternate, Manokwari, Biak, Jayapura, Balikpapan, dan beberapa bandar udara
lainnya yang melayani penerbangan perintis. Sedangkan rute penerbangan luar negeri baru
terbatas menjankau bandara yang berada di negara tetangga seperti di Singapura dan Malaysia.
Jumlah rute udara asal dan tujuan Makassar diperlihatkan pada Gambar 8.5. Jumlah
penerbangan diperlihatkan dalam Tabel 8.1.
Gambar 8.5: Jaringan Penerbangan Bandara Makassar
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 23
Tabel 8.1: Jumlah Layanan Penerbangan Mingguan Tahun 2005 From Makassar to No. of Flight To Makassar No. of Flight
1 Ambon 14 1 Ambon 212 Balikpapan 7 2 Balikpapan 73 Biak-Jayapura 9 3 Jayapura-Biak 134 Cengkareng 120 4 Cengkareng 1205 Denpasar 14 5 Denpasar 146 Gorontalo 7 6 Gorontalo 77 Jogjakarta 7 7 Jogjakarta 78 Kendari 14 8 Kendari 149 Mamuju-Balikpapan 2 9 Balikpapan-Mamuju 210 Manokwari-Jayapura 4 10 Jayapura-Manokwari 411 Masamba--Soroako 2 11 Soroako-Masamba 212 Menado 28 12 Menado 2213 Menado-Sorong-Jayapura 3 13 -14 Menado-Sorong-Manokwari 4 14 -15 Palu 21 15 Palu 2116 Pomalaa 5 16 Pomalaa 517 Selayar 2 17 Selayar 218 Soroako 6 18 Soroako 619 Surabaya 42 19 Surabaya 3520 Ternate 7 20 -21 Timika-Jayapura 7 21 -22 - 22 Menado-Ternate 623 - 23 Jayapura-Menado 324 - 24 Jayapura-Sorong 325 - 25 Manokwari-Jayapura-Timika 726 - 26 Manokwari-Sorong 4 Sumber: PT. (Persero) Angkasa Pura I
Jumlah penerbangan keseluruhan adalah 650 (kedatangan + keberangkatan) per minggu,
dimana Jakarta menjadi daerah asal dan tujuan utama, sebesar 37% dari seluruh
penerbangan, diikuti oleh Surabaya (12%), Manado (8%), Palu (6%), dan Ambon (5%).
Sejak tahun 2003, bandara tidak lagi melayani penerbangan internasional sebab Maskapai
Silk Air (Singapura) menghentikan operasinya, meski rasio penumpang cukup tinggi (75%)
untuk setiap tiga (3) penerbangan per minggu. Perusahaan penerbangan internasional lainnya
adalah Malaysia Air Service (MAS) yang menghentikan pelayanannya sebanyak tiga (3)
penerbangan seminggu di tahun 2002 karena rendahnya rasio penumpang (kurang dari 50%).
Pesawat yang digunakan oleh kedua maskapai penerbangan adalah B737 dengan jumlah
kursi berkisar antara 146 - 153. Angkatan Udara dan penerbangan sipil saat ini menggunakan
landasan pacu dan sarana yang sama.
Kinerja aktual Bandara Makassar (2003-2007) diperlihatkan pada tabel 8.2 jumlah
kedatangan dan pemberangkan pesawat di Bandara Hasanuddin pada tahun 2007 sebanyak
48,539 dengan perkembangan rata-rata tiap tahunnya adalah 6,29%, jumlah penumpang
sebanyak 3,161,455 orang, barang 52,855,694 kg, cargo 42,871,041 ton, dan paket pos
sebesar 1,436,429 ton. Kondisi ini memperlihatkan bahwa tingkat pelayanan bandar udara
Hasanuddin terus akan mengalami peningkatan, dimana pertumbuhan rata-rata penumpang
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 24
yang datang dan berangkat tiap tahunnya mencapai 37,84%. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat gambar 8.6.
Tabel 8.2: Perkembangan Lalulintas Datang dan Berangkat di Bandara Hasanuddin
No Tahun Pesawat Penumpang Barang (kg) Cargo (kg) Pos
1 2007 48,539 3,161,455 52,855,694 42,871,041 1,436,429
2 2006 44,816 2,930,894 49,226,280 42,081,272 1,180,888
3 2005 42,410 2,588,566 46,610,774 41,738,580 1,056,338
4 2004 42,297 2,416,045 39,655,016 33,687,291 1,155,236
5 2003 38,140 1,082,891 32,939,526 34,328,084 1,333,602
Sumber : Maros Dalam Angka Tahun 2008
Gambar 8.6 : Grafik Pertumbuhan Pelayanan Bandara Hasanuddin
Kegiatan bongkar muat kargo pada Bandar Udara Hasanuddin dalam melayani pergerakan
barang melalui pesawat udara mengalami fluktuasi pertumbuhan selama 5 tahun terakhir.
Kondisi ini dipengaruhi jenis komoditas barang yang diangkut, khususnya kualifikasi ekspor dan
barang-barang memiliki nilai ekonomi tinggi serta waktu pengoperasian yang cepat dan tepat
waktu. Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa kegiatan bongkar muat barang pada Bandar udara
Hasanuddin dengan jumlah 42.871ton tahun 2007 meningkat sebesar 1,88% dibanding tahun
2006 sebesar 42.081ton.
-40.00
-20.00
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
Pesawat Penumpang Barang (kg) Cargo Pos
Per
sen
(%)
2007 2006 2005 2004
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 25
Pertumbuhan angkutan cargo pada dasarnya dipengaruhi jumlah asal dan tujuan barang. Semakin
banyak bandara dapat dijangkau dengan rute penerbangan langsung akan meningkat permintaan
angkutan barang. Salah satu komoditi cukup potensial untuk diangkut yaitu memiliki nilai pasar
seperti komoditi sayur mayur, buah-buahan dan perikanan. Bandara Hasanuddin-Makassar
melayani pengangkutan kebutuhan sayur mayur ke wilayah Maluku dan Papua. Komoditi hasil
perikanan (udang, kepiting, ikan segar) ke Jakarta dan Singapura. Begitupula dari Bandara
Mutiara-Palu rata-rata mengirim ikan segar ke Makassar sebanyak 1 ton melalui penerbangan
pagi, termasuk Bandara Wolter Monginsidi-Kendari mengangkut komoditi ikan segar dan
kepiting. Asal dan tujuan barang di Bandara Hasanuddin-Makassar tertinggi pada tahun 2005
adalah asal tujuan Bandara Soekarno Hatta-Jakarta sebesar 17.447 ton (41,08%), menyusul
Bandara Juanda-Surabaya sebesar 8.349 ton (19,66%), Bandara Sam Ratulangi-Manado sebesar
6.756 ton (15,91%). Sedangkan bandara lainnya rata-rata dibawah 10.
Tabel 8.3 : Asal dan Tujuan Pergerakan Barang melalui Bandar Udara Hasanuddin-Makassar pada Tahun 2005
Asal-Tujuan Bandar Udara Jumlah Prosentase
Soekarno Hatta-Jakarta 17.445 41,08 Juanda-Surabaya 8.349 19,65 Sam Ratulangi-Manado 6.756 18,91 Ngurah Rai-Denpasar 2.769 6,52 W.Monginsidi-Kendari 1.618 3,81 Mozes Kilangan-Timika 1.575 3,71 Franskaisiepu-Biak 1.660 3,91 Mutiara-Palu 1.002 2,36 Lainnya 1.294 3,34 Jumlah 42.468 100,00
Sumber : Balitbang Perhubungan, 2006
Barang dari Bandara Hasanuddin-Makassar bukan saja sifatnya domestik tetapi termasuk
internasional. Pada tahun 2004, Bandar Udara Hasanuddin dapat mengeksport komoditi sebesar
953 ton tahun 2004 dan tahun 2005 sebesar 729 ton. Kondisi ini disebabkan terbatasnya pesawat
udara melayani rute Makassar-Singapura.
B. Jaringan Prasarana
Jaringan prasarana bandar udara terdiri atas bandar udara yang berfungsi sebagai simpul dan
ruang udara berfungsi sebagai ruang lalu lintas udara. Jaringan prasarana antar bandar udara
didasarkan atas jaringan rute penerbangan antar bandar udara dengan type pesawat yang
dilayaninya. Pengoperasian pesawat pada setiap bandar udara didasarkan atas kapasitas
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 26
landasan pacu yang tersedia baik dari segi dimensi, jenis konstruksi serta kawasan
keselamatan operasional penerbangan.
Bandar udara Hasanuddin sebagai bandar udara internasional belum mampu terpenuhi karena
dalam 6 tahun terakhir ini, yakni sejak tahun 2002 yang ditandai dengan terhentinya
pelayanan penerbangan Makassar-Malayasia, kemudian disusul oleh rute penerbangan
Makassar-Singapura tahun 2003, menandakan bahwa Bandar Udara Hasanuddin masih perlu
ditingkatkan dari segi pelayanannya. Hal ini sangat berdasar karena, disamping rendahnya
rasio penumpang (kurang dari 50%), juga disebabkan faktor kapasitas bandar udara yang
belum dapat memenuhi pelayanan secara keseluruhan penerbangan.
Jika ditinjau dari segi landasan pacu dengan panjang 2500 x 45 m, berkonstruksi aspal beton
dan dapat didarati oleh pesawat type MD-11/DC-10. Sementara dilihat dari segi pelayanan
yang akan dikembangkan oleh operator penerbangan dengan penyediaan jenis pesawat yang
lebih besar, mengakibatkan Bandar Udara Hasanuddin membutuhkan penambahan panjang
landasan pacu minimal 3100 x 45 m sebagai konsekwensi dari perkembangan jumlah
penumpang dan kargo yang menggunakan bandar udara Hasanuddin. Meskipun saat ini telah
dikembangkan bandar udara, namun landasan pacu belum terpenuhi sehingga landasan pacu
pada bandar udara yang lama masih digunakan dengan jenis pesawat maksimal sebagaimana
hal diatas.
Bandar udara Hasanuddin selain sebagai bandar udara tujuan, juga sebagai bandar udara
transit terutama untuk refueling bahan bakar pesawat dan penggantian pesawat bagi
penumpang, dengan demikian terbukti bahwa Bandara Hasanuddin-Makassar berfungsi
sebagai bandar udara pusat penyebaran.
Sebagai bandar udara pusat penyebaran sekunder dan frekuensi pelayanan bandar udara yang
semakin meningkat, apron bandar udara yang juga membutuhkan penambahan. Pelayanan
pesawat di apron yang tidak efektif dapat mengakibatkan sistem pelayanan operator disemua
bandar udara yang terkait dengan Bandar Udara Hasanuddin juga mengalami hambatan.
Disamping itu, jenis prasarana lainnya yang memerlukan pengembangan adalah area parkir
kendaraan, termasuk ruang terminal bandar udara.
Dari segi keselamatan penerbangan, Bandar udara Hasanuddin telah dilengkapi pelayanan
ADC/APP dan ACC, yaitu unit yang memberikan pelayanan pengendalian lalu lintas udara
pada pesawat yang bergerak disekitar bandar udara, baik yang akan tinggal landas maupun
akan mendarat dan sebatas pada visual pemandu lalu lintas udara. Sedangkan un controlled
atau ruang udara disekitarnya yang tidak dikendalikan dikenal dengan istilah Aerodrome
Flight Information Service (AFIS) yaitu unit yang memberikan informasi cuaca bandar udara
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 27
kepada pesawat udara yang akan mendarat dan yang akan tinggal landas dari bandar udara
tersebut.
Pelayanan lalu lintas udara dari Bandar udara Hasanuddin terpusat pada Makassar Air Traffic
Centre (MATC), berdasarkan rute yang telah ditetapkan. Selain itu, keberadaan MATC
Makassar yang merupakan Flight International Region (FIR) KTI, membawahi 5 wilayah
pelayanan informasi penerbangan dan pelayanan informasi tanda bahaya meliputi:
UW = UPPER “Kalimantan” West (meliputi ruang udara di atas Kaltim, Kalsel dan Kalteng
mulai dari ketinggian 24.500 kaki sampai dengan ketinggian 46.000 kaki dari atas
permukaan laut.
UC & UE = UPPER “Ujung” Center dan Upper” Ujung” East meliputi ruang udara di atas
pulau. Sulawesi sampai ruang udara di atas Pulau Papua, mulai dari ketinggian
24.500 kaki sampai dengan ketinggian 46.000 kaki dari atas permukaan laut.
UBW = Upper Bali West (meliputi ruang udara di atas sebagian Jateng sampai Madura dan
Jatim, mulai dari ketinggian 24.500 kaki sampai dengan ketinggian 46.00 kaki dari
permukaan laut.
UBC = Upper Bali Center (meliputi ruang udara di atas sebagian Jawa Timur, Bali dan NTB,
mulai dari ketinggian 24.500 kaki sampai dengan 46.000 kaki dari atas permukaan
laut.
UBE = Upper Bali East (meliputi ruang udara di atas sebagian Selat Makassar dan NTT,
mulai dari ketinggian 24.500 kaki sampai dengan ketinggian 46.000 kaki dair atas
permukaan laut.
8.3.2 Sasaran Pembangunan Angkutan Udara
Pelayanan lalu lintas udara untuk mewujudkan keselamatan penerbangan yang berpusat di
MATC Makassar termasuk melayani penerbangan Internasional yang melintasi ruang udara
Indonesia. Pelayanan ini memberikan kontribusi cukup besar dalam pendapatan bandar udara
yang bersumber dari Aeronoautika. Rute penerbangan berasal dari bandar udara di Pulau
Sulawesi dalam en rute chart dengan route identification dan rute penerbangan sebagaimana
pada Tabel 8.4.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 28
Tabel 8.4 : Jumlah Rute Penerbangan dan Way Identification Pada Bandar udara Hasanuddin
No Bandar Udara Tujuan Way Identification Penerbangan 1 Soekarno Hatta-CKG W - 52 Domestik 2 Husein Sastranegara-BDG W – 52 Domestik 3 Ahmad Yani-SPG W – 52 Domestik 4 Adi Sumarno-SOC W – 52 Domestik 5 Adi Sucipto-JOG W – 32 Domestik 6 Juanda-SUB W – 32 Domestik 7 Ngurah Rai-DPS W – 32 Domestik 8 Mutiara-PLW W – 41 Domestik 9 Sam Ratulangi-MDC W – 51 Domestik 10 Jalaluddin-GTO W – 32 Domestik 11 Babullah-TTE W – 32 Domestik 12 Wolter Mongisidi-KDI W – 41 Domestik 13 Pattimura-AMQ W – 53 Domestik 14 Franskaisiepo-BIK W – 53 Domestik 15 Samsuddin Noor-BDJ W – 53 Domestik 16 Sepinggang- BPN W – 37 Domestik 17 Eltari-KOE W – 35 Domestik 18 Waioti-MOF W – 35 Domestik 19 Pomalaa-PUM DCT Perintis 20 Pongtiku-TTR DCT Perintis 21 Tampa Padang-Mamuju DCT Perintis 22 Soroako DCT Perintis 23 Andi Jemma-Masamba DCT Perintis 24 H. Aroepala-Selayar DCT Perintis 25 Domine Eduar Osok-SoQ W – 41 Domestik 26 Muzes Kilangin –Tim W 53/W 68 Domestik 27 Rendani – MKW W – 41 Domestik 28 Singapura A – 215/464 Internasional
Sumber: En Route chart
Dengan adanya fasilitas tersebut bukan berarti jaminan keselamatan penerbangan sudah sangat
baik pada Bandar Udara Hasanuddin. Hal ini terbukti dalam kurun waktu tahun 2003-2007
tercatat jumlah kejadian kecelakaan pesawat udara di Bandar Udara Hasanuddin sebanyak 13
kali kejadian sebagaimana pada Tabel 8.5.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 29
Tabel 8.5: Data Kecelakaan Penerbangan Airlines Nasional Tahun 2003-2007
No Waktu Kejadian Jenis Pesawat Registrasi Pesawat Operator
1 31 Oktober 2003 MD 82 PK-LMM Lion Air 2 15 Pebruari 2004 Boing B737-200 PK-IJH Bouraq Airlines 3 8 Juli 2004 Fokker F28 PK-GFS Garuda Indonesia 4 30 Nopember 2004 Boing B737-200 PK-IJH Bouraq Airlines 5 2 Pebruari 2005 MD 82 PK-LMJ Lion Air 6 14 April 2005 Boing B737-200 PK-MBQ Merpati Nusantara 7 18 Januari 2006 MD-82 PK-LMJ Lion Air 8 24 Desember 2006 Boing B737-400 PK-LIJ Lion Air 9 25 januari 2007 Cassa-212 PK-VSB Dirgantara Air Service
10 12 April 2007 Boing B737-400 PK-GWK Garuda Indonesia 11 15 April 2007 Fokker 100 PK-MJC Merpati Nusantara 12 14 Juli 2007 Boing B737-400 PK-AWP Air Asia 13 14 Juli 2007 Boing B737-400 KI336 Adam Air
Sumber : Balitbang Perhubungan Udara, 2008 Diperoleh dari KMKT, 2007
Berdasarkan table diatas terlihat bahwa jaminan keselamatan pada Bandar udara Hasanuddin
pernah terjadi dengan berbagai factor penyebabnya, termasuk adanya kesalahan manusia itu
sendiri. Kondisi ini memperlihatkan bahwa industri penerbangan Indonesia masih perlu
melakukan pembenahan pada semua aspek yang terkait dengan penerbangan guna terciptanya
keselamatan penerbangan. Berbagai usaha telah dilakukan oleh organisasi penerbangan sipil
internasional, asosiasi perusahaan penerbangan, maupun pemerintah. Selain melakukan
reevaluasi kondisi bandara, pengecekan rutin kondisi pesawat, pengecekan berkala kesehatan
pilot, dan perbaikan sistem navigasi sudah dilakukan.
Permasalahan-permasalahan lainnya yang terkait dengan eksistensi Bandar Udara Hasanuddin
sebagai bandar udara internasional adalah sebagai berikut :
1. Prasarana bandar udara, penggunaan landasan pacu dan jalur taksi, termasuk sarana
lainnya juga digunakan oleh Angkatan udara yang secara tidak langsung dapat
mempengaruhi kinerja operasional penerbangan sipil
2. Perpanjangan landasan pacu tidak dapat dilakukan karena terkait aspek fisik lingkungan
dan adanya jaringan jalan primer pada ujung landasan yang sekaligus dapat
mempengaruhi kenavigasian bandara, khususnya pada malam hari.
3. Landasan pacu yang ada saat ini dan yang baru saling bersilang. Landasan pacu yang
baru diperluas ke arah barat daya. Namun, terdapat sebuah rencana pembangunan stadion
baru dengan fasilitas penerangan yang menyilaukan yang terletak 2 km di barat daya
landasan pacu yang baru. Cahaya dari stadion terbuka ini akan mengganggu keamanan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 30
pendaratan pesawat ke landasan pacu yang baru. Oleh karena itu, sangat penting untuk
memperjelas apakah penyebaran cahaya ke atas stadion baru tersebut akan mengganggu
keselamatan pendaratan ke bandara atau tidak.
Gambar 8.7 : Lokasi Stadion Baru dan Rute Pendaratan Pesawat
Sumber: Peta dikutip dari “Rencana Detail Tata Ruang, Kawasan Bandara Hasanuddin Metropolitan Mamminasata, Tahun 2004”.
4. Masalah Kebisingan; Pengembangan permukiman telah meluas dengan cepatnya, dan
kecenderungan ini juga terlihat di daerah sekitar bandara. Dikhawatirkan bahwa suara
bising akan mengganggu para penduduk. Dalam hal ini, AMDAL harus dilaksanakan
secara teliti. Permasalahan ini harus tercakup dalam “Peninjauan Rencana Induk Bandara
Hasanuddin”, namun hal ini perlu diperjelas sebelum membuat suatu keputusan
menyangkut rencana perluasan tersebut.
5. Disekitar kawasan bandara memiliki tingkat aktivitas dan pembangunan yang sangat
tinggi, sehingga sulit dilakukan pengembangan bandar udara. Kondisi ini terjadi
disebabkan belum terlaksananya arahan rencana tata ruang yang optimal.
6. kapasitas ruang termninal bandara yang semakin tidak dapat menampung lagi jumlah
pengunjung, termasuk beberapa fasilitas lainnya seperti area parkir kendaraan.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 31
7. Aksesibilitas menuju bandara cendeung semakin menurung seiring dengan tingkat
perkembangan volume lalulintas jalan raya karena jaringan jalan menuju bandar udara
hanya satu, sehingga hal ini juga dapat mempengaruhi kinerja jaringan jalan didalam
Kota Makassar sebagai daerah perlintasan dari arah Kabupaten Gowa dan daerah
sekitarnya.
8. Saat ini, kemacetan terjadi di jalan akses menuju bandara, khususnya pada jam-jam
puncak di pagi dan siang hari. Perkiraan tentang peningkatan transportasi penumpang dan
kargo akan semakin memperburuk kondisi lalu lintas. Dengan data ramalan kebutuhan
lalu lintas tarikan/dorongan ke bandara yang akurat, maka perlu dilakukan penaksiran
kapasitas jalan bersama dengan rencana perbaikan jalan yang sedang berlangsung serta
pertautannya ke jaringan jalan di sepanjang Bypass Mamminasata.
Berdasarkan hal diatas, maka pada tahun 1998 dimulai pembangunan, termasuk pembebasan
lahan dengan luas 554,6 Ha dan pada pertengahan tahun 2008 sudah dioperasikan bandar udara
yang baru. Hanya saja landasan pacu masih menggunakan yang lama karena landasan baru
belum rampung pengerjaannya.
8.3.3 Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Udara
A. Umum
Peranan bandar udara sangat penting dan strategis untuk mewujudkan penyelenggaraan angkutan
udara yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur. Dalam rangka mewujudkan hal
tersebut, maka bandar udara harus ditata dan dilengkapi berbagai fasilitas yang memadai baik
fasilitas pokok maupun fasilitas penunjang. Sedangkan bandar udara ditinjau dari segi ke
wilayahan, dimana bandar udara adalah bagian yang satu kesatuan sistem dengan sistem jaringan
transportasi darat danlaut serta sebagai pembentuk struktur tata ruang.
Dengan tingkat pertumbuhan jumlah penumpang angkutan udara yang meningkat pesat dari
tahun ke tahun ini tentu saja sesuatu yang menggembirakan khususnya pengelola bandara karena
dengan banyaknya pesawat udara yang beroperasi tentunya pendapatan bandara akan meningkat
pula, namun di satu sisi apabila bandara kurang mengantisipasi hal tersebut dapat menjadi
malapetaka bagi perusahaan penerbangan karena bandara tersebut bisa jadi tidak menambah
atau meningkat kemampuan sarana dan prasarana yang dimiliki.
Kebijakan pembangunan angkutan udara diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam
penyusunan sistem transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu yang dapat memberikan
arahan dalam rangka mencapai sasaran yang diharapkan untuk peningkatan pelayanan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 32
transportasi di Kawasan Mamminasata, terutama mengantisipasi adanya stagnasisasi pada
daerah-daerah aglomerasi yang kiang berkembang akibat dari kebijakan sistem transportasi itu
sendiri yang meliputi jaringan prasarana maupun pada jaringan pelayanannya.
Perkembangan Aglomerasi pada Kawasan Mamminasata
Kawasan Mamminasata merupakan kawasan perkotaan metropolitan yang pertama dan sekaligus
sebagai pintu gerbang di Kawasan Timur Indonesia sangat dituntut peranannya dalam
menunjang kemajuan pembangunan dan pengembangan wilayah terhadap wilayah-wilayah
disekitarnya. Kawasan Mamminasata dengan pusat Kota Makassar yang melingkupi tiga wilayah
Kabupaten, yakni Maros, Gowa dan Takalar memiliki tingkat perkembangan yang sangat pesat,
sementara Kota Makassar sendiri berada pada ambang batas, baik dari ketersediaan lahan,
penyediaan prasarana kota dan beberapa hal lainnya, sehingga diharapkan perkembangan yang
terus berlangsung akan mengarah ke tiga wilayah kabupaten tersebut dengan mempertimbangkan
munculnya dan berkembangnya pusat-pusat aglomerasi baru.
Pesatnya perkembangan pada Kawasan Mamminasata seiring dengan tumbuhnya pusat-pusat
aglomerasi baru tanpa dibarengi dengan penyediaan prasarana jaringan transportasi, termasuk
pengembangan sistem jaringan transportasi lainnya, mengakibatkan permasalahan-permasalahan
transportasi merupakan fenomena yang terjadi di Kota Makassar sebagai pusat pengembangan
kawasan. Peningkatan dan pengembangan prasarana transportasi bukan satu-satunya solusi untuk
mengurangi permasalahan transportasi pada kawasan ini, melainkan dibutuhkan suatu
perencanaan yang menyeluruh tanpa dibatasi oleh batas wilayah administrasi, terutama adanya
hasil perencanaan yang dapat mencakup semua potensi yang dapat dikembangkan guna
menunjang sistem transportasi yang efektif, efisien dan terpadu.
Pada kondisi saat ini telah dilakukan pengembangan-pengambangan pada sistem jaringan utama
maupun pusat-pusat simpul transportasi, namun masih menyisahkan persoalan-persoalan yang
mengarah pada pelayanan jaringan transportasi yang tidak sesuai dengan harapan. Oleh karena
itu, sistem jaringan transportasi udara yang berlokasi di Kecamatan Mandai Maros dan
Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar arah pengembangannya disesuaikan dengan orientasi
pengembangan tata ruang dimasa mendatang, sebagaimana yang telah tertuang dalam dokumen-
dokumen perencanaan yang terkait, seperti RTRW Mamminasata, RTRW Kabupaten/Kota,
Tatrawil, dan Studi transportasi lainnya.
Penyusunan Kebutuhan Infrastruktur Transportasi
Kebutuhan infrastruktur transportasi disusun dengan memperhatikan permintaan pengguna
transportasi saat ini dan di masa yang akan datang dengan memperhatikan faktor-faktor yang
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 33
berpengaruh, seperti pertumbuhan ekonomi dan kebijakan politis. Kebijakan yang diterapkan
dapat meliputi peningkatan dengan tujuan penambahan kapasitas atau pembangunan
infrastruktur baru untuk mengakomodasikan permintaan transportasi yang tidak dapat ditampung
oleh infrastruktur eksisting.
Penyusunan Kebutuhan Sarana Transportasi
Penyusunan kebutuhan sarana transportasi didasarkan pada kebijakan transportasi yang
ditetapkan, kondisi eksisting sarana transportasi dan permintaan terhadap moda transportasi yang
dimaksud. Bersamaan dengan ini disusun juga manajemen sarana transportasi sehingga akan
dihasilkan pengoperasian sarana transportasi yang efisien, nyaman dan aman bagi seluruh
masyarakat dan para pelaku ekonomi yang sangat bergantung pada kelancaran transportasi.
B. Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Udara
Kebijakan disusun sebagai arahan bagi langkah strategis untuk mencapai tujuan penyelenggaraan
transportasi angkutan udara di Kawasan aglomerasi Mamminasata meliputi:
1. Pengembangan dan Pembangunan Prasarana dan Sarana Transportasi
2. Pengembangan dan Peningkatan Jaringan Transportasi
3. Pengembangan Sumber Daya Transportasi
4. Pengembangan SDM dan Manajemen Transportasi
Sedangkan kebijakan dalam penyelenggarakan transportasi angkutan udara di Kawasan
Mamminasata juga dapat dilihat secara umum diantaranya diarahkan :
1. Meningkatkan produktifitas kinerja operasional dan potensi termasuk untuk mendukung
PAD.
2. Peningkatan daya saing industri/perusahaan jasa transportasi sehingga dapat memberikan
nilai tambah bagi kegiatan ekonomi dan pembangunan
3. Pemberdayaan masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan
transportasi yang efektif dan efisien
4. Peningkatan peran transportasi udara dalam mempercepat laju pertumbuhan pembangunan di
Kawasan Mamminasata.
5. Kebijakan pengembangan sistem transportasi lintas wilayah, terutama dalam tatanan tata
ruang Metropolitan Mamminasata
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 34
6. Kebijakan pemanfaatan lahan dan pengawasannya pada area KKOP bandar udara, terutama
disekitar bandar udara
7. Kebijakan mengenai pelayanan jasa angkutan penumpang yang berbasis pada angkutan
massal ke arah bandar udara
8. Meningkatkan aksesibilitas menuju bandar udara, terutama hubungan akses dengan
pelabuhan, pusat-pusat produksi dan pergudangan, simpul-simpul pelayanan angkutan
penumpang lainnya, dan akses langsung dari arah Kabupaten Gowa dan daerah sekitarnya.
9. Meningkatkan koordinasi antar instansi pemerintah yang terkait dalam perencanaan
transportasi, terutama wilayah Kabupaten Maros dan Kota Makassar.
10. Meningkatkan kegiatan ekspor-impor melalui bandar udara;
11. Memperlancar koleksi dan distribusi arus barang dan jasa serta meningkatkan mobilitas
penduduk;
12. Kebijakan berkenaan dengan transportasi multi moda, dimana semua sistem jaringan
transportasi didalamnya, temasuk sistem transportasi rel kereta api yang masih dalam wacana
pembangunan mendukung rencana pengembangan dan pembangunan sistem transportasi
dalam Kawasan Metropolitan Mamminasata, dimana transportasi udara adalah salah satu
elemen transportasi di Kawasan Mamminasata yang memiliki peranan yang sangat besar
terhadap pertumbuhan kawasan.
13. Pengembangan angkutan penumpang, barang dan jasa melalui bandara yang meningkat
sejalan dengan pengembangan industri dan perdagangan, maka perlu peningkatan prasarana
dan penataan fasilitas keselamatan
14. Dalam rangka meningkatkan perdagangan terutama untuk komoditi segar (fresh goods)
seperti buah-buahan, bunga, ikan dan daging, dimana di beberapa jenis komoditi di
Mamminasata cukup besar potensinya untuk diekspor langsung ke pasar dunia, perlu
dikembangkan pusat-pusat pelelangan komoditi tersebut di dekat lokasi bandara. Di samping
itu pihak pengelola bandara juga mempersiapkan fasilitas untuk kegiatan yang berkaitan
dengan penerbangan langsung, baik secara reguler maupun charter. Hal ini merupakan
sinergi antara petani produsen, pedagang, konsumen dan penyedia jasa transportasi yang
cepat. Dari hasil sinergi ini diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi secara nasional.
8.3.4 Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Udara
Program dan kegiatan pembangunan angkutan udara pada kawasan aglomerasi Mamminasata
didasarkan pada pengembangan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Sesuai dengan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 35
kebijakan pengembangan transportasi udara tersebut, maka arahan pembangunan transportasi
udara termasuk orientasi sistem transportasi lainnya adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan dan Pembangunan Prasarana dan Sarana Transportasi
Penambahan landasan pacu minimal 3.200 m untuk dapat didarati jenis pesawat B-747
Pengembangan dan pembangunan kawasan bandar udara sesuai dengan tingkat
kebutuhan dan perkembangannya (kondisi ini sudah dilakukan)
Peningkatan Keselamatan dan keamanan di bandar udara maupun daerah sekitarnya
Peningkatan Pelayanan di bandar udara, terutama penanganan penumpang dan barang
yang menggunakan transportasi udara
Peningkatan Perencanaan dan Studi yang terkait dengan sistem transportasi angkutan
udara
Pembangunan dan pengembangan jaringan jalan yang mnuju bandar udara, terutama
pergerakan trnasportasi jalan dari arah Gowa, Takalar dan daerah sekitarnya
Meningkatkan kemudahan pelayanan antar terminal bandar udara, yakni terminal lama
dan baru yang secara gratis dan dilakukan secara priodik melalui kendaraan khusus
bandara.
Mengaktifkan kembali rute-rute internasional, khususnya rute ke Singapura dan Malaysia
yang sempat terhenti.
2. Pengembangan dan Peningkatan Jaringan Transportasi
Pengembangan Jaringan Pelayanan Transportasi dikawasan bandara maupun yang ke/dari
bandara melalui transportasi jalan yang efektif dan efisien. Kondisi ini mengorientasikan
pada jaringan jalan-jalan utama yang menuju bandar udara sehingga pergerakan dari/ke
bandara lebih lancar dan aman
Pengembangan Keterpaduan Antar dan Intra Moda Transportasi di sekitar bandar udara,
terutama adanya rencana pembangunan terminal angkutan jalan type A di Mandai dan
rencana pengembangan transportasi kereta api Mamminasata yang ksemuanya dapat
diintegrasikan
Terdapatnya pelayanan angkutan penumpang menuju bandara melalui terminal-terminla
terdekat.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 36
Mengantisipasi munculnya simpul-simpul baru bagi kendaraan angkutan penumpang
disekitar bandara yang dapat mengganggu kelancaran arus lalulintas
Pengawasan pada KKOP bandar udara yang terkait dengan pembangunan ruang fisik
karena menyangkut navigasi penerbangan, kebisingan dan keselamatan penerbangan
Penyusunan AMDAL sebagai dampak berkembangnya permukiman isekitar bandara
3. Pengembangan Sumber Daya Transportasi
Peningkatan Peran Serta Masyarakat dan Swasta alam pembangunan transportasi,
terutama pembangunan bandar udara dengan segala fasilitasnya
Peningkatan Sumber Dana pembangunan kawasan bandara sehingga dapat berfungsi dan
berperan secara optimal sebagai pintu gerbang nasional
Optimalisasi Fasilitas prasarana bandar udara, terutama keterkaitan antara bandar udara
lama dengan yang baru termauk hubungannya dengan lingkungan sekitar bandara
4. Pengembangan SDM dan Manajemen Transportasi
Peningkatan SDM yang dapat direkrut di bandara, terutama bagian teknis untuk
menghindari/meminimalkan kemungkinan terjadinya penyebab kecelakaan udara yang
diakibatkan faktor manusia
Pengembangan Manajemen pengelolaan bandar udara, khususnya pengaturan jadwal
pesawat dan pengaturan penumpang maupun barang, sehingga keterlambatan penanganan
dapat dihindari
Meningkatkan koordinasi lintas sektor dan antar wilayah, khususnya pemerintah Kota
Makassar dan Kabupaten Maros dalam pengembangan dan pengembangan bandar udara
8.4 JARINGAN TRANSPORTASI ASDP
Pelayanan transportasi sungai, danau dan penyeberangan di Kawasan Aglomerasi Mamminasata
belum optimal pemberdayaannya, mengingat bahwa meskipun tersedia sungai yang
memungkinkan dikelola sebagai media transportasi tetapi pada saat ini belum terwujudkan.
Terdapat 2 sungai dengan 1 muara yaitu Sungai Tello dan Sungai Pampang, jika para perencana
untuk memberdayakan Sungai Tello dan Pampang sebagai media transportasi akan memberikan
kontribusi terhadap pelayaran angkutan kota dengan asumsi terwujudnya keterpaduan antara
transportasi jalan dan sungai khususnya di Jalan Urip Sumiharjo dan Jalan Perintis
Kemerdekaan. Disamping itu, keberadaan kanal-kanal didalam kota yang juga menghubungkan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 37
beberapa lokasi aglomerasi dalam Kota Makassar sangat mendukung penyelenggaraan
multimoda di Kawasan Mamminasata, disamping berfungi sebagai alternatif pilihan bagi
masyarakat alam penggunaan angkutan penumpang.
Untuk sungai-sungai yang berpotensi ikembangan sebagai media transportasi di Maros hanya
berorientasi pada transportasi angkutan hasil-hasil periknan menuju pusat-pusat pelelangan ikan
di Kota Maros. Sedangkn Sungai Jeneberang di Gowa yang sangat memungkinkan dikmbangkan
sebagai media transportasi angkutan penumpang, apalagi setelah kawasan Tanjung Bunga
dikembangkan, sehingga dari arah Kota Sungguminasa ke kawasan Tanjung Bunga dapat dilalui
melalui sungai Jeneberang dengan jark relatif dekat dan waktu yang lebih cepat. Hanya saja ini
belum dikembangkan sebagai potensi sistem transportasi perkotaan.
Untuk angkutan penyeberangan yang melayani lintas penyeberangan dengan dukungan
pelabuhan penyeberangan movable bridge juga tidak dijumpai di Kawasan Aglomerasi
Mamminasata, tetapi pelayanan dilakukan dengan pengoperasian kapal Ro-Ro, KMP Madani
Nusantara yang melayani lintas Makassar-Surabaya. Selain itu, transportasi penyeberangan juga
dijumpai pada pelayanan antar pulau pada pesisir pantai dan pulau-pulau kecil seperti Pulau
Kodingareng, Barrang Lompo dan Barrang Caddi, dan operasionalnya dengan menggunakan bus
air dari Pelabuhan Paotere.
8.3.1. Permasalahan Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan
a. Jaringan pelayanan transportasi sungai Belum tersedia meskipun potensi aliran sungai Tello
dan Pampang sebagai media transportasi cukup baik
b. Kanal-kanal kota juga belum dikembangkan sebagai potensi media transportasi sebagaimana
yang telah dikembangkan di beberapa kota-kota besar didunia.
c. Belum tersedia fasilitas dermaga untuk transportasi penyeberangan antar pulau, hanya
memanfaatkan dermaga pelabuhan rakyat Paotere, yang pada dasarnya kurang sesuai
peruntukannya.
d. Koalitas pelayanan dari segi keselamatan pelayaran pada transportasi penyeberangan Belum
memadai, khususnya untuk kesiapan sarana pelampung bagi penumpang
e. Belum didukung keterpaduan antar moda transportasi, sehingga membutuhkan biaya
tambahan bagi pelaku perjalanan antar pulua
f. Belum tersedia dermaga yang sesuai dengan rump door kapal Ro-Ro, karena dermaga yang
digunakan adalah untuk kebutuhan kapal coaster.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 38
g. Jaringan pelayanan transportasi penyeberangan yang tersedia belum sepenuhnya sesuai
dengan pola distribusi penumpang dan barang
8.3.2. Sasaran Pembangunan Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan
a. Terwujudnya pembangunan dermaga sungai di kaki jembatan Pampang dekat Kampus UMI,
kaki jembatan Tello dekat PLTU dan di Tallo
b. Terwujudnya trayek transportasi sungai meliputi Tallo-Pammpang dan Tallo-PLTU
c. Terwujudnya pembangunan dermaga pada pertemuan antara jaringan jalan dengan kanal,
seperti pada jalan AP. Petta Rani. Belakang Kampus 45, Disamping Masjid Al Markas,
Veteran, Andi Tonro.
d. Terbangunnya bus air kapasitas 40 seat uuntuk melayani trayek pada poin (b) di atas
e. Terbangunnya pintu-pintu air pda muara kanal ang dapat memberikan levasi air yang
diinginkan
f. Terwujudnya trayek tetap untuk angkutan sungai dank anal sesuai dengan prioritas
penanganan dan demand.
g. Terwujudnya trayek tetap untuk transportasi penyeberangan antar pulau di Pulau
Kodingareng, Barrang Lompo, dan Barrang Caddi serta Samalona (lokasi objek wisata)
h. Terbangunnya dermaga transportasi penyeberangan di depan Bentong Rotterdam dan Paotere
i. Tersedianya SDM transportasi penyeberangan lulusan ASDP Palembang
8.3.3. Arah dan Kebijakan Pembangunan Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan
Arah dan kebijakan pembangunan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan untuk kawasan
aglomerasi Makassar adalah pemanfaatan aliran sungai Tallo dan Pampang sebagai media
transportasi sungai, dan selanjutnya ditetapkan trayek berdasarkan permintaan jasa transportasi
sungai yang didasari atas dukungan keterpaduan antar moda transportasi khususnya transportasi
jalan.
Pembangunan fasilitas dermaga sungai dan penyeberangan yang merupakan titik simpul
keterpaduan antar moda transportasi seperti di Jembatan Pampang dekat UMI, jembatan Tello
dekat PLTU, Tallo, depan Benteng Rótterdam dan Paotere serta Pulau Kodingareng, Barrang
Caddi, dan Barrang Rompo
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
VIII - 39
8.3.4. Program dan Kegiatan Pembangunan Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan
Program dan kegiatan pembangunan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan ditik
beratkan pada pembangunan dermaga sungai dan penyeberangan yang berlokasi di Pampang,
Tello, Tallo, depan Benteng Rótterdam, Paotere, Pulau Kodingareng, Pulau Barrang Caddi dan
Pulau Barrang Lompo.
Program jaringan pelayanan adalah pembukaan trayek transportasi sungai, danau dan
penyeberangan dengan menghubungkan titik simpul dimaksud seperti Benteng - Pulau
Kodingareng, Pulau Barrang Caddi/Barrang Rompo. Begitupula dari Pelabuhan Paotere atau
terpadu dengan transportasi sungai dengan trayek Tello - Pulau pulau, Pampang – pulau pulau,
Tello – Tallo, Pampang – Tallo, bahkan dapat dikembangkan ke wilayah pulau sebagai daerah
tujuan wisata seperti Kodingareng.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IX - 1
BAB IX
P E N U T U P
6.1 KESIMPULAN
Rencana umum jaringan transportasi kawasan aglomerasi Mamminasata dilaksanakan dengan
membangun jaringan transportasi yang handal dan terintergerasi satu sama lain yang
menghubungkan semua pusat-pusat pelayanan dan pengembangan guna meningkatkan kualitas
distribusi akses fisik untuk mendukung keterkaitan sistem produksi dan distribusi dan pelayanan
sosial ekonomi, termasuk mobilitas penduduk yang semakin merata.
Untuk maksud tersebut, beberapa arahan kebijakan adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan pelayanan angkutan umum masal di daerah perkotaan yang didukung
pelayanan pengumpan yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan serta
bersinergi dengan kebijakan tata guna lahan, dan didukung oleh budaya berlalu lintas yang
tertib dan disiplin,
2. Pelayanan transportasi di wilayah perdesaan Mamminasata dikembangkan melalui sistem
transportasi perintis yang berbasis masyarakat (community based) dan wilayah, khusus
kemudahan akses ke pasar kota;
3. Mempercepat dan memperlancar pergerakan penumpang dan barang melalui perbaikan
manajemen transportasi antarmoda; meningkatkan pembangunan jalan bebas hambatan pada
koridor-koridor strategis angkutan barang dan angkutan laut konvensional yang terintergrasi
dengan armada nasional, serta moda transportasi udara;
4. Mengembangkan sistem transportasi yang handal dan berkemampuan tinggi yang bertumpu
pada aspek keselamatan, dan keterpaduan antarmoda, antarsektor, antarwilayah, aspek sosial
budaya, dan profesionalitas pelaku dan penyedia layanan transportasi serta menerapkan dan
mengembangkan teknologi transportasi yang tepat guna, hemat energi, dan ramah
lingkungan.
Dalam tataran kawasan aglomerasi Mamminasata, perbaikan dan perencanaan jaringan jalan
diarahkan menganut tiga prinsip, yaitu:
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IX - 2
1. Prioritas terhadap pengurangan kemacetan lalu lintas: Langkah-langkah penanganannya
pelebaran jalan dan pembangunan jalan baru.
2. Rencana jaringan jalan yang lebih aplikatif dengan usulan langkah-langkah penanganannya
adalah menghindari rute yang mengarah ke kawasan padat penduduk, dan mengitari
kawasan tersebut dalam perencanaan jaringan jalan.
3. Desain jalan yang manusiawi dan ramah lingkungan dengan desain potongan melintang
yang dilengkapi dengan ruang hijau, drainase, dan trotoar. Juga mempertimbangkan untuk
menghindari terjadinya pemisahan fungsi-fungsi kota yang disebabkan oleh pelebaran
dan/atau pembuatan jalan baru.
Tabel 9.1 berikut menguraikan indikasi program pengembangan jaringan transportasi perkotaan
pada kawasan aglomerasi Mamminasata berlandaskan pada kebijakan, arahan, strategi dan upaya
yang akan ditempuh dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dengan berpijak pada
keterkaitan antara kebutuhan dan pelayanan transportasi, baik intra maupun antar sub kawasan
strategis ekonomi kawasan Mamminasata.
6.2 RENCANA KERJA DAN PELAPORAN SELANJUTNYA
Mengacu pada ketentuan dalam Kerangka Acuan Kerja (term of reference), rencana kerja dan
pelaporan selanjutnya yang akan dilaksanakan konsultan adalah:
1. Pelaksanaan Seminar Draf Laporan Akhir Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan
Pada Kawasan Aglomerasi Maminasata;
2. Penyusunan Laporan Akhir Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan
Aglomerasi Maminasata;
3. Menyusun Draf Permenhub tentang Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada
Kawasan Aglomerasi Maminasata;
4. Round Table Discussion antara Dit BSTP, Konsultan dan Stakeholders terkait.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IX - 3
Tabel 9.1 Indikasi program pengembangan jaringan transportasi perkotaan pada kawasan aglomerasi
Mamminasata
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
DAFTAR PUSTAKA
-----------------------, 1997, “Introduction to EMME/2”, INRO Consultants Inc, Montreal (Quebec) Canada, H3X 2H9
-----------------------, 1994, “Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM)”, Ministry of Public Works Directorate General of Highway, Jakarta
-----------------------, 2005, “The Study Implementation of The Intregated Spatial Plan for Mamminasata Metropolitan Area”, Japan International Coorporation Agency (JICA).
-----------------------, 2007, “ The Study on Arterial Road Network Developement Plan For Sulawesi Iskland and Feasibility Study on Priority Arterial Roads in South Sulawesi Province”, Japan International Coorporation Agency (JICA).
-----------------------, 2006, “Master Plan Transportasi Kota Makassar”, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Makassar
-----------------------, 2006, “Studi Hirarki dan Fungsi Jaringan Jalan/ Transportasi Kota Makassar ”, Dinas Perhubungan (Dishub) dan JKPT Kota Makassar, Makassar
-----------------------, 2006, “Studi Sensitifitas dan Transformasi Moda Angkutan Umum Kota Makassar ”, Dinas Perhubungan (Dishub) dan JKPT Kota Makassar, Makassar
-----------------------, 2006, “Studi Pengembangan Jaringan Jalan di Sulawesi Selatan”, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) dan MTI Sulawesi Selatan, Makassar
-----------------------, 2006, “Studi Pengembangan Sistem Angkutan Umum AKDP di Sulawesi Selatan (Kasus Trayek Makassar-Maros dan Makassar-Gowa)”, Dinas Perhubungan Propinsi dan MTI Sulawesi Selatan, Makassar
-----------------------, 2008, “Rencana Program Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sulawesi Selatan, Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar
ARMSTRONG-WRIGHT, ALAN, 1987, “Urban Transit Systems Guidelines For Examining Options” World Bank Technical Paper Number 52, Washington D.C, USA
BEN-AKIVA M, LERMAN S.R, 1985, “Discrete Choice Analysis and Appication to Travel Demand”, Massachusetts Institute of Technology
CERVERO, R, 1982, “Multisage Approach For Estimation Transit Cost, Transportation Research Record 877:, Transportation Research Board, Washington DC
DEO, NARSINGH, 1974, “Graph Theory : With Aplication To Engineering And Computer Science”, Prentice Hall Of India Private Ltd, New Delhi.
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN, 1993, “Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
Pustaka- 2
DIMITRIOU. H.T, 1990, “Transport Planning for Third World Cities”, Biddles Ltd, Guildford and King’s Lym, Routledge, London and New York
HENRY S.YOUNG, ROBERT B.SHAW, K.WAYNE LEE, 1999, “Trip Generation Study of Passenger Rail Station at Providence”, Rhode Island, Transportation Research Record, No.1677, National Research Council, Washington D.C.
HINO S, HARAGUCHI M, KISHI K, SATOH K, 2003, “A Characteristic Analysis of The Shinkansen Service From The Viewpoint of User’s Awareness” Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 5, No. 1, 205-220.
HOBBS F.D, 1995, “Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Edisi Kedua, Gajah Mada Press, Yogyakarta.
HSIEH W.J, 2003, “A Pasenger’s Choice Model Of Train Service With Elastic Demand” , Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 5, No. 1, 252-263.
JAMES H.BAUKS, 1998, “Performance Measurement For Traffic Management System”, Transportation Research Record, No.1634, National Research Council, Washington D.C.
JOHN D.EDWARDS. JR.PE & Editor, 1992, “Transportation Planning Hand Book”, Prentice Hall, Inc, New Jersey
JOHN E.BAERWALD, Editor, 1976, “Transportation and Traffic Engineering Hand Book”, Prentice Hall, Inc, New Jersey
JOHN G.ALLEN, 2001, “Railroads in The City : Overlooked Rail Transit Opportunities”, Transportation Research Record, No.1762, National Research Council, Washington D.C.
KANAFANI ADIB, 1983, “Transportation Demand Analysis”, McGraw-Hill Book Company, New York
KRISTY C.JOTIN, 1990, “Transportation Engineering an Introduction”, Prentice Hall Englewood Cliffs, New Jersey
LU XIMING, CHEN XIAOYAN, 1997, “Role of Transit Priority in City Development”, Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol.2, No.5, Manila
MILLER E.J, MEYER M.D, 1984, “Urban Transportation Planning A Decision Orietd Approach”, McGraw-Hill, New York
MIRO, FIDEL, 1997, “Sistem Transportasi Kota”, Edisi Pertama, Penerbit Tarsito, Bandung
MORLOK E.K, 1988, “Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi”, Penerbit Erlangga, Jakarta
ORTUZAR D, WILLUMSEN L.G, 1994, “Modelling Transport”, Second Edition, John Wiley & Son, Essex.
PAUL J.CARLSON, KAY FITZPATRICK, 1999, “Violations at Gated Highway-Railroad Grade Crossing”, Transportation Research Record, No.1692, National Research Council, Washington D.C.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
Pustaka- 3
RUDI HAMERSLAG, 1996, “The Transportation & Land Use Program TFTP”, Witte de withlaan 20, 3941WS Doom, Netherlands
RUSMADI SUYUTI, 1997, “Introducing A New Public Transport Mode for Middle Cities in Indonesia”, Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol.2, No.5, Manila
SAID, L.B, 2000, “Studi Distribusi Pergerakan Transportasi Kota Makassar dan Sekitarnya”, Laporan Riset, Lembaga Penelitian UMI, Makassar.
SAID, L.B, 2001, “ Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Angkutan Umum di Kota Makassar”, Laporan Riset, Bappeda Kota – LP UMI, Makassar.
SAID, L.B, RAHMAN H, 2005, “Penerapan Model Gravity dalam Ananisis Distribusi Pergerakan Transportasi Kota Makassar dan Sekitarnya”, Laporan Riset, Pusat Studi Transportasi LP2S UMI, Makassar.
SYAMSUWITO, SAID L.B, 2003, “Model Pembebanan User Equilibrium Mixed Traffic pada Jaringan Jalan Perkotaan” Prosiding Simposium VI Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi, Universitas Hasanuddin, Makassar
SYARONI, 2000, “Kinerja Pelayanan Angkutan Umum dalam Kaitannya dengan Penyusunan Standar Pelayanan untuk Kota Sedang”, Program Studi Magister Sistem dan Teknik Transportasi, UGM, Yogyakarta
TAMIN, OZ, 2000, “Perencanaan Dan Pemodelan Transportasi,”, Edisi Kedua, Sub Jurusan Transportasi – Jurusan Teknik Sipil, ITB, Bandung.
TONNY AGUS SETIONO, 2002, “Aplikasi Artifisial Neural Network Dalam Pemilihan Rute”, Magister Sistem dan Teknik Transportasi, PPS-UGM, Yogyakarta
TSAI T.H, LEE C.K, WEI C.H, 2003, “An Artificial Neural Networks Approach To Forecast Short-Term Railway Passenger Demand” Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 5, No. 1, 221-235.
VULCAN R.VUCITIC, 1981, “Urban Public Transportation System and Technology”, Prentice Hall, Inc, New Jerse
YULI, SAID L.B, 2007, “Studi Pengembangan Jaringan Berdasarkan Proyeksi Sebaran Pergerakan Transportasi di Kabupaten Maros” LP2S Pusat Studi Transportasi UMI, Makassar.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
i
KATA PENGANTAR
Laporan Akhir ini merupakan sesi terakhir laporan dari empat sesi laporan yang disusun
dalam rangka penyusunan Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan
Aglomerasi Mamminasata. Muatan dalam Draf Laporan Akhir tetap mengacu pada ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan dalam Kerangka Acuan Kerja (term of reference).
Dengan rampungnya Laporan Akhir diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan
dalam penyusunan dan pelaksanaan program-program jaringan transportasi di Kawasan
Aglomerasi Mamminasata.
Disadari bahwa Laporan Akhir ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami
mengharapkan berbagai pihak untuk memberikan koreksian yang konstruktif dalam upaya
penyempurnaan. Atas segala bantuan dari berbagai pihak, terutama Departemen Perhubungan,
untuknya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, November 2008
Tim Penyusun
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ I – 1
1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................................................... I – 6
1.3 Lingkup Kegiatan .......................................................................................................... I – 7
1.4 Hasil yang Diharapkan .......................................................................................... I – 8
1.5 Sistimatika Laporan ............................................................................................... I – 9
BAB II REVIEW KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN SISTEM TRANSPORTASI KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA
2.1 Sistem Transportasi Nasional dan Pulau Sulawesi .................................................. II – 1
2.2 Kebijakan Provinsi Sulsel dan Kawasan Mamminasata ......................................... II – 4
2.3 Konsep Tata Ruang Kawasan Aglomerasi Mamminasta ...................................... II – 7
2.4 Sistem Jaringan Transportasi Kawasan Mamminasata ........................................... II – 10
BAB III JARINGAN TRANSPORTASI DAN SISTEM ANGKUTAN UMUM KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA
3.1 Umum .................................................................................................................. III – 1
3.2 Metodologi ........................................................................................................... III – 2
3.3 Sistem Jaringan Jalan Primer dan Sekunder ............................................................ III – 10
3.4 Kondisi Sistem Sarana Angkutan Pribadi, Umum dan Barang ............................. III – 13
3.5 Kondisi Sistem Pelayanan Moda Angkutan ............................................................ III – 26
3.6 Kondisi Rute/Trayek Angkutan Umum ................................................................ III – 29
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
iii
3.7 Zona Potensi dan Pelayanan Angkutan Umum ..................................................... III – 38
3.8 Simpul Pelayanan Terminal dan Tempat Pemberhentian ...................................... III – 42
BAB IV KINERJA JARINGAN TRANSPORTASI KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA
4.1 Umum .................................................................................................................. IV – 1
4.2 Metodologi ........................................................................................................... IV – 3
4.3 MAT Perjalanan .................................................................................................... IV – 7
4.4 Bangkitan dan Tarikan Perjalanan .......................................................................... IV – 9
4.5 Pola Distribusi Perjalanan ................................................................................... IV – 10
4.6 Pemilihan Moda Angkutan ................................................................................... IV – 13
4.7 Pilihan Rute Perjalanan ........................................................................................ IV – 14
4.8 Pembebanan Jaringan Jalan ................................................................................... IV – 15
BAB V POLA PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA
5.1 Umum .................................................................................................................. V – 1
5.2 Metodologi ........................................................................................................... V – 2
5.3 Sistem Aktivitas dan Pola Guna Lahan Kawasan Mamminasata ........................... V – 3
5.4 Sistem Pusat Pelayanan Kawasan Aglomerasi Mamminasata ............................... V – 16
5.5 Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Mamminasata ............................. V – 20
BAB VI ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI PERKOTAAN KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA
6.1 Kebijakan Umum ............................................................................................... VI – 1
6.1.1 Tujuan Pembangunan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi Mamminasata ............................... VI – 2
6.2 Kebijakan Pengembangan Transportasi ............................... VI – 3
6.2.1 Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi Mamminasata ............................... VI – 4
6.2.2 Arah Pengembangan Berdasarkan Moda Angkutan Kawasan Aglomerasi Mamminasata ............................... VI – 5
6.2.3 Kebijakan Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi Mamminasata ............................... VI – 6
BAB VII RENCANA UMUM PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA
7.1 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Darat dan KA ............................... VII – 1
7.1.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi .................................................. VII – 1
7.1.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan ............................... VII – 5
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
iv
7.1.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi Darat dan KA ............................... VII – 8
7.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Laut ........................................... VII – 9
7.2.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi .................................................. VII – 9
7.2.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan .................................... VII – 10
7.2.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan TransportasiLaut ............................... VII – 13
7.3 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Udara ........................................... VII – 14
7.3.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi .................................................... VII – 14
7.3.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan ...................................... VII – 23
7.3.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi Udara ............................... VII – 27
7.4 Program Pengembangan Jaringan Transportasi ASDP ........................................... VII – 30
7.4.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi ..................................................... VII – 30
7.4.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan ...................................... VII – 31
7.4.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi ASDP ............................... VII – 32
BAB VIII RENCANA PEMBANGUNAN JARINGAN TRANSPORTASI PERKOTAAN KAWASAN MAMMINASATA
8.1 Jaringan Transportasi Jalan dan KA ..................................................................... VIII – 1
8.1.1 Permasalahan Angkutan Jalan Raya dan KA ...................................................... VIII – 1 8.1.2 Sasaran Pembangunan Angkutan Jalan ................................................................ VIII – 4 8.1.3 Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Jalan .............................................. VIII – 8 8.1.4 Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Jalan ........................................... VIII – 13 8.2 Jaringan Transportasi Angkutan Laut ................................................................ VIII – 18 8.2.1 Permasalahan Angkutan Laut ............................................................................ VIII – 18 8.2.2 Sasaran Pembangunan Angkutan Laut ................................................................ VIII – 19 8.2.3 Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Laut .............................................. VIII – 20 8.2.4 Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Laut ......................................... VIII – 20 8.3 Jaringan Transportasi Udara ............................................................................... VIII – 21 8.3.1 Permasalahan Angkutan Udara .......................................................................... VIII – 21 8.3.2 Sasaran Pembangunan Angkutan Udara .............................................................. VIII – 27 8.3.3 Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Udara ........................................... VIII – 31 8.3.4 Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Udara ......................................... VIII – 35 8.4 Jaringan Transportasi ASDP ............................................................................... VIII – 36 8.4.1 Permasalahan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan ............................. VIII – 37
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
v
8.4.2 Sasaran Pembangunan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan ............................. VIII – 38
8.4.3 Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan ............................. VIII – 38
8.4.4 Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan ............................. VIII – 39
BAB IX PENUTUP
9.1 Kesimpulan ........................................................................................................... IX - 1
9.2 Rencana Kerja dan Pelaporan Selanjutnya ............................................................ IX - 2
DAFTAR PUSTAKA
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Jenis dan Panjang Jalan yang Ada di Mamminasata .............................................II – 11
Tabel 2.2: Kondisi Jalan yang ada di Mamminasata ............................................................ II – 11
Tabel 2.3: Perubahan Lalu Lintas di Makassar antara tahun 1988 dan 2005 ........................ II – 13
Tabel 2.4: Daftar Proyek Perbaikan Jalan yang Teridentifikasi ........................................... II – 18
Tabel 3.1: Survai Jaringan Rute Angkutan Umum yang Dilakukan ..................................... III – 9
Tabel 3.2: Jenis Survai Armada Angkutan Umum yang Dilakukan ..................................... III – 9
Tabel 3.3: Jenis Survai Fasilitas Transportasi Angk. Umum yang Dilakukan ...................... III – 9
Tabel 3.4: Jenis Survai Penumpang Angkutan Umum yang Dilakukan ............................. III – 10
Tabel 3.5: Jenis Survai Regulasi dan Kelembagaan Angkutan Umum .............................. III – 10
Tabel 3.6: Panjang Jalan Arteri dan Kolektor Kawasan Mamminasata (Km) .................... III – 11
Tabel 3.7: Panjang Jalan Lokal Aglomerasi Mamminasata (Km) ...................................... III – 12
Tabel 3.8: Banyaknya Kendaraan menurut Jenisnya di Wilayah Mamminasata ................ III – 14
Tabel 3.9: Komposisi Kendaraan di 29 Stasiun Pengamatan Mamminasata ...................... III – 14
Tabel 3.10: Arus Bongkar Muat Pesawat di Bandara Hasanuddin Tahun 2005 ................ III – 16
Tabel 3.11: Arus Penumpang Pesawat di Bandara Hasanuddin OD Tertinggi .................. III – 17
Tabel 3.12: Komposisi Perjalanan Orang Moda Angkutan Tahun 2006 ............................ III – 18
Tabel 3.13: Panjang Perjalanan Maksud Perjalanan dan Kel. Pendapatan ......................... III – 18
Tabel 3.14: Pergerakan Utara - Selatan Mamminasata Tahun 2005 ................................... III – 19
Tabel 3.15: Karakteristik Lalu Lintas pada Berbagai Ruas Jalan ....................................... III – 19
Tabel 3.16: Lintasan Rute Angkutan Perkotaan di Mamminasata ...................................... III – 22
Tabel 3.17: Perkiraan Jumlah Penumpang Rata-Rata Setiap Hari 2000-2006 .....................III – 25
Tabel 3.18: Jumlah Armada Angkutan Perkotaan di Kawasan Mamminasata ................... III – 25
Tabel 3.19: Load Factor Rerata di Terminal Regional ....................................................... III – 28
Tabel 3.20: Jumlah dan Panjang Trayek AUP Pete-Pete di Makassar, 2000 ......................III – 30
Tabel 3.21: Jumlah Armada dan Panjang Rute AU Kota Makassar, Tahun 2007 ............. III – 31
Tabel 3.22: Data Angkutan Umum (Mikrolet) Kab. Gowa Tahun 2006 ............................ III – 32
Tabel 3.23: Trayek AUP Bus Damri Tahun 2007 ............................................................... III – 35
Tabel 4.1: Kondisi Kinerja Jaringan Trayek Angkutan Umum Mamminasata .................... IV – 1
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
vii
Tabel 4.2: Besaran Indikator/Parameter Kinerja dari Variabel Studi ................................... IV – 4
Tabel 4.3: Pola Pergerakan Matriks Asal dan Tujuan .......................................................... IV – 8
Tabel 4.4: Rata-rata Muatan Penumpang ............................................................................. IV – 9
Tabel 4.5: Bangkitan – Tarikan Pergerakan Kota Makassar Tahun 2007 ........................... IV – 10
Tabel 4.6: Jumlah dan Distribusi Pola Perjalanan Penduduk Kab. Maros 2007 ................. IV – 10
Tabel 4.7: Jumlah dan Distribusi Perjalanan Penduduk Kota Makassar 2007 .................... IV – 11
Tabel 4.8: Jumlah dan Distribusi Perjalanan Penduduk Kabupaten Gowa 2007 ................ IV – 13
Tabel 4.9: Kecenderungan Orang Menggunakan Jenis Angkutan Pribadi .......................... IV – 13
Tabel 5.1: Pedoman Tata Guna Lahan .................................................................................. V – 11
Tabel 7.1: Perbaikan Fasilitas Jaringan Jalan ........................................................................VII – 8
Tabel 7.2: Jenis Komoditi Ekspor Pelabuhan Makassar ....................................................VII – 11
Tabel 7.3: Kapal Penumpang Asal-Tujuan Pelabuhan Makassar ........................................VII – 12
Tabel 7.4: Gambaran Proyek Perluasan Bandara ................................................................VII – 21
Tabel 7.5: Rencana Tata Ruang dan Masalah Kebisingan ..................................................VII – 23
Tabel 7.6: Komponen Proyek untuk Program Pembangunan Transportasi ........................VII – 25
Tabel 7.7: Rencana Investasi Pengembangan Tarnsportasi Udara .................................... VII – 29
Tabel 8.1: Jumlah Layanan Penerbangan Mingguan Tahun 2005 .................................... VIII – 21
Tabel 8.2: Perkembangan Lalulintas Datang dan Berangkat di Bandara Hasanuddin.. VIII – 22
Tabel 8.3: Asal dan Tujuan Pergerakan Barang melalui Bandar Udara Hasanuddin........ VIII – 23
Tabel 8.4: Jumlah Rute Penerbangan dan Way Identification Bandara Hasanuddin ........ VIII – 26
Tabel 8.5: Data Kecelakaan Penerbangan Airlines Nasional Tahun 2003-2007.................VIII – 27
Tabel 9.1: Indikasi Program Pengembangan Jaringan Transportasi Mamminasata .............. IX – 3
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1: Gambaran Fungsi Sentra oleh Mamminasata .................................................... II – 7
Gambar 2.2: Pengalihan ke Pusat Pengolahan jangka pendek dan jangka panjang ...............II – 8
Gambar 2.3: Struktur Tata Ruang Sulawesi Selatan di Masa Depan panjang ........................II – 8
Gambar 2.4:Gambaran Klaster Berbasis Kakao di Sulawesi Selatan ....................................II – 10
Gambar 2.5: Jaringan Jalan Sulawesi Selatan ........................................................................II – 11
Gambar 2.6: Komposisi Kendaraan menurut Wilayah di Mamminasata ..............................II – 12
Gambar 2.7: Volume Lalu Lintas di Mamminasata 2005 .............................................................II – 12
Gambar 2.8: Volume Lalu Lintas di Makassar 2005 ...........................................................................II – 12
Gambar 2.9: Fluktuasi Per Jam di Jl. Veteran Utara (Titik No.25) .......................................II – 13
Gambar 2.10: Fluktuasi Per Jam antara Maros dan Pangkep (Titik No.1) ...........................II – 13
Gambar 2.11: Jalur yang paling disukai di wilayah Mamminasata ......................................II – 14
Gambar 2.12: Rasio Volume Lalu Lintas dan Kepadatan tanpa Pembenahan ......................II – 15
Gambar 2.13: Rencana Pembenahan Jalan yang ada .............................................................II – 16
Gambar 2.14: Proyek-proyek Jalan yang Sedang Berlangsung (2005) .................................II – 16
Gambar 2.15: Rute-rute Alternatif .........................................................................................II – 16
Gambar 2.16: Jaringan Jalan Usulan di Mamminasata .........................................................II – 19
Gambar 2.17: Prosedur Pemilihan Ruas Jaringan Jalan Prioritas Untuk Perbaikan ..............II – 20
Gambar 2.18: Lalu Lintas Tanpa dan Dengan Perbaikan di tahun 2010 ..............................II – 20
Gambar 2.19: Lalu Lintas Tanpa dan dengan Perbaikan di tahun 2015 ................................II – 21
Gambar 2.20: Lalu Lintas Tanpa dan dengan Perbaikan di tahun 2020 ................................II – 21
Gambar 2.21: Keseluruhan Rencana Jaringan Jalan di Mamminasata .................................II – 22
Gambar 3.1: Perencanaan Jaringan Trayek Angkutan Umum ...............................................III – 4
Gambar 3.2: Pengembangan jaringan transportasi jalan .......................................................III – 6
Gambar 3.3: Jaringan Jalan Kawasan Aglomerasi Mamminasata ........................................III – 13
Gambar 3.4: Fenomena Perbandingan Volume dan Kapasitas Ruas Jalan ..........................III – 20
Gambar 3.5: Lintasan Rute Trayek Makassar – Maros .......................................................III – 23
Gambar 3.6: Lintasan Rute Trayek Makassar – Sungguminasa ...........................................III – 23
Gambar 3.7: Lintasan Rute Trayek Makassar – Takalar ......................................................III – 24
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
ix
Gambar 3.8: Kecenderungan Peningkatan Masyarakat Pengguna Angkutan Umum ..........III – 27
Gambar 3.9: Jenis dan Warna Mikrolet Kab. Gowa dan Kota Makassar .............................III – 32
Gambar 3.10: Peta Tematik Pelayanan AngkutanUmum Perdesaan Kabupaten gowa ........III – 33
Gambar 3.11 : Bus Damri .....................................................................................................III – 35
Gambar 3.12: Jenis dan Keberadaan Angkutan Ojek dan Becak .........................................III – 36
Gambar 3.13: Intraksi intra moda angkutan kota dan becak ................................................III – 38
Gambar 3.14: Kedudukan Pelayanan Angkutan Alternatif .................................................III – 41
Gambar 3.15: Lokasi Simpul Pelayanan AUP di Kota Makassar .......................................III – 44
Gambar 3.16: Keadaan Terminal Pallangga sebagai Kantor Dinas Perhubungan ...............III – 45
Gambar 3.17: Kondisi Memuat-Menurunkan Penumpang dan pemarkiran ........................III – 46
Gambar 4.1: Kondisi Pembebanan Beberapa Jaringan Jalan dalam (V/C) ............................IV – 7
Gambar 4.2: Wilayah Kabupaten Maros sebagai Dasar Penentuan Zona Asal Tujuan....... IV- 11
Gambar 4.3: Desire line model pergerakan penduduk Kota Makassar ................................IV – 12
Gambar 5.1: Tata Guna Lahan di Mamminasata ....................................................................V – 3
Gambar 5.2: Kawasan Hutan Lindung berdasarkan Keppres .................................................V – 4
Gambar 5.3: Batas Garis Pantai dan Sungai Utama berdasarkan Keppres .............................V – 4
Gambar 5.4: Dataran Banjir dan Lahan basah yang ada saat ini ( 2005) .................................V – 5
Gambar 5.5: Daerah Irigasi Teknis yang ada saat ini & yang diusulkan ................................V – 5
Gambar 5.6: Kawasan Terbatas untuk Pembangunan ............................................................V – 5
Gambar 5.7: Penyebaran dan Tahapan Pengembangan Kawasan Permukiman ......................V – 6
Gambar 5.8: Alokasi Jumlah Penduduk Masa Depan di Setiap Kabupaten/Kota .................V – 7
Gambar 5.9: Distribusi dan Tahapan Pengembangan Kawasan Industri ...............................V – 7
Gambar 5.10: Zona Tata Guna Lahan ....................................................................................V – 8
Gambar 5.11: Empat Zona Tata Guna Lahan dan 9 Kawasan Pemanfaatan Lahan ..............V – 9
Gambar 5.12: Kawasan Tata Guna Lahan .............................................................................V – 9
Gambar 5.13: Konsep Tata Guna Lahan untuk Mamminasata .............................................V – 10
Gambar 5.14: Proyek-proyek Usulan dalam Zonasi Tata Guna Lahan ................................V – 12
Gambar 5.15: Kawasan Model Promosi Pembangunan ........................................................V – 13
Gambar 5.16: Gambaran Pembangunan Konservasi Kawasan Rawa ...................................V – 14
Gambar 5.17: Gambaran Renovasi Kota Tua .......................................................................V – 14
Gambar 5.18: Gambaran Pemanfaatan/Guna lahan sepanjang Jalan Utama ........................V – 15
Gambar 5.19: Gambaran Pengembangan Urbanisasi Baru ...................................................V – 16
Gambar 5.20: Lokasi Pusat-pusat pelayanan strategis di Mamminasata ...............................V – 18
Gambar 5.21: Konsep Tata Guna Lahan untuk Mamminasata ..............................................V – 21
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
x
Gambar 5.22: Struktur Pengembangan Tata Ruang Mamminasata ......................................V – 22
Gambar 5.23: Tahapan Pembangunan Transportasi Darat ...................................................V – 23
Gambar 7.1: Gambaran Umum Rencana Tahap Akhir Bandara Udara ..............................VII – 21
Gambar 7.2: Rancangan Rute-rute Jalan Dekat Bandara Hasanuddin ................................VII – 22
Gambar 7.3: Efek Bising di Sekitar Bandara Hasanuddin ..................................................VII – 23
Gambar 7.4: Empat Program ..............................................................................................VII – 24
Gambar 8.1: Rencana Pengembangan Jalan Mamminasata ................................................VIII – 3
Gambar 8.2: Rencana Jaringan Rute (Rel) Kereta Api Mamminasata ................................VIII – 4
Gambar 8.3: Rencana Awal Jaringan Rute Bus versi Mamminasata ................................VIII – 15
Gambar 8.4: Rencana Jaringan Rute Bus versi Kota Makassar .........................................VIII – 15
Gambar 8.5: Jaringan Penerbangan Bandara Makassar .....................................................VIII – 20
Gambar 8.6: Grafik Pertumbuhan Pelayanan Bandara Hasanuddin .............................VIII – 22
Gambar 8.7: Lokasi Stadion Baru dan Rute Pendaratan Pesawat .....................................VIII – 28
Gambar 2.11 Rute Angkutan Umum di Wilayah DKI Jakarta
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
xi
Tabel 2.11 Load Factor berdasarkan Data Okupansi
Maksimum di Ruas Jalan DKI Jakarta
Periode (jam) Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar
06-07 125.00% 191.35% 200.00%
07-08 100.00% 193.48% 200.00%
08-09 100.00% 185.71% 200.00%
09-10 116.67% 200.00% 200.00%
10-11 100.00% 150.00% 200.00%
11-12 100.00% 150.00% 158.33%
12-13 100.00% 162.50% 183.93%
13-14 100.00% 167.19% 160.94%
14-15 200.00% 200.00% 200.00%
15-16 114.04% 172.22% 200.00%
16-17 103.85% 189.71% 200.00%
17-18 126.67% 194.12% 200.00%
18-19 142.86% 200.00% 200.00%
19-20 101.92% 200.00% 200.00%
20-21 200.00% 200.00% 175.00%
21-22 100.00% 200.00% 180.00%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Survey Bus Passenger
OD ,Sitramp Phase II
0.00%
50.00%
100.00%
150.00%
200.00%
250.00%
06-07
07-08
08-09
09-10
10-11
11-12
12-13
13-14
14-15
15-16
16-17
17-18
18-19
19-20
20-21
21-22
Jam
Load
Fac
tor
Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar
Gambar 2.15 Load Factor Berdasarkan Data Okupansi
Maksimum
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IX - 3
Tabel 9.1: Indikasi Program Pengembangan Jaringan Transportasi Perkotaan
Pada Kawasan Aglomerasi Mamminasata
No Kebijakan Strategi Upaya
Jangka Pendek (2008-2010)
Jangka Menengah (2011-2015)
Jangka Panjang (2016—2020)
I TRANSPORTASI DARAT
1. Peningkatan Pelayanan Angkutan Umum
a. Penataan Sistem Jaringan Trayek dan Rute
Perubahan jaringan rute untuk mengakomodir kebutuhan stake holder
Pembentukan jaringan Trayek Lintas Batas Mandai – Unhas dengan membatasi jangkauan wilayah operasi dari Angkot Makassar maupun AKDP Maros
Penyediaan layanan angkutan umum Bandara-Pusat Kota Makassar
- Pengembangan jaringan rute sesuai dengan fungsi dan hirarki jalan berdasarkan pengembangan Master Plan Mamminasata
- Pembatasan jangkauan wilayah operasional dari AKDP Sungguminasa
- Pembentukan jaringan Trayek Lintas Batas untuk pengembangan Wisata Kota & Budaya
- Penyediaan layanan angkutan umum Bandara-Sungguminasa Gowa hingga Kota Takalar
b. Penataan Sistem Moda
Mempertahankan dengan membatasi jumlah terhadap jenis moda angkutan yang ada.
Membatasi masuknya jenis angkutan alternatif (becak motor)
Mulai melakukan pengaturan persiapan penerapan angkutan feeder
Mulai menerapkan jenis angkutan bus untuk dua koridor.
- Transformasi mengenai Moda Angkutan yang berbasis penerapan Angkutan Massal (jenis bus) pada koridor utama Mamminasata
- Pergeseran fungsi moda yang ada menjadi moda angkutan feeder (pengumpul)
Penerapan moda angkutan.massal jenis kereta api. DIT. B
STP
LAPORAN AKHIR
IX - 4
c. Penataan Sistem Operasional
Menghentikan penerbitan izin trayek
Reposisi batas operasional angkutan
Pemasangan rambu pengaturan sesuai kebutuhan yang disertai dengan konsistensi penegakan hukum
Kebijakan keringan pembayaran retribusi terminal bagi AKDP untuk menghindari menjamurnya terminal bayangan (upaya spekulasi) dan sekaligus peningkatan pendapatan bagi pengelola/sopir
- Mengevaluasi kembali seluruh izin trayek yang telah dikeluarkan
- Reposisi dan revitalisasi fungsi terminal dan halte yang ada
- Reposisi dan revitalisasi fungsi terminal dan halte yang ada dengan terbangunnya terminal induk.
2. Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum
a. Pengembangan Angkutan Umum yang berbasis wilayah dan masyarakat
Penyediaan fasilitas untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda yang ramah lingkungan dari/ke tempat pemberhentian angkutan umum (halte/stasiun),
Penyediaan fasilitas park and ride pada ujung-ujung titik tujuan untuk menarik pengguna kendaraan pribadi.
Melestarikan angkutan tidak bermotor tradisional untuk angkutan umum, misalnya andong, becak untuk layanan wisata pada wilayah tertentu.
Mendorong proyek-proyek percontohan angkutan massal berbasis jalan.
Penyusunan jaringan pelayanan angkutan umum yang terstruktur dengan baik sesuai hirarki pelayanan berdasarkan potensi demand dan pemanfaatan lahan yang ada;
Pembuatan desain karoseri angkutan umum yang adaptable, yang dapat dimanfaatkan oleh semua kelompok masyarakat khususnya untuk kelompok usia lanjut, ibu hamil, dan penyandang cacat;
Pengembangan angkutan massal berbasis jalan melalui penerapan BRT (Bus Rapid Transit) seperti busway yang telah diterapkan di DKI Jakarta dan atau di DIY Yogyakarta.
Pengembangan angkutan massal berbasis rel pada kota-kota raya dan besar.
Mendorong Transit Oriented Development (TOD)
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IX - 5
Penggantian angkutan umum yang menggunakan kendaraan dengan kapasitas kecil (MPU) dengan kendaraan yang berkapasitas besar (bus) terutama pada lintas utama.
b. Peningkatan Kualitas Pelayanan Angkutan Umum
Menghentikan perizinan angkutan kota berkapasitas kecil (MPU);
Menyusun standar pelayanan minimal (SPM) yang mencakup antara lain spesifikasi kendaraan, fasilitas tanggap darurat, kualifikasi awak kendaraan umum, sistem infor-masi pelayanan angkutan umum dll;
Peremajaan angkutan kota; memberikan prioritas penggunaan
jalan bagi angkutan umum.
Penerapan SPM angkutan umum Penataan prosedur perizinan.
Restrukturisasi usaha angkutan umum
c. Peningkatan layanan perjalanan antar moda.
Mendorong sistem pelayanan perjalanan antar moda darat dan dan antar moda darat dengan sungai melalui sistem satu atap.
Mendorong kerjasama antar operador jasa angkiutan (terutama bagi AKDP dan AKAP)
Pengembangan sistem layanan angkutan terpadu dalam pola satu atap untuk menjamin keberangkatan dan ketibaan tepat waktu, termasuk sistem layanan barang.
3. Mengurangi kemacetan lalu lintas
a. Pengurangan pe nggunaan kendaraan bermotor pribadi melalui Manajemen Permintaan Trans portasi (TDM)
Manajemen Parkir Pembatasan lalu lintas tanpa
pricing. Prioritas bagi high occupant
vehicle (HOV)
Road pricing Pajak Kendaran Bermotor Pengaturan lokasi pangkalan &
benkel angkutan AKDP dan AKAP dari pusat kota ke kawasan yang lebih strategis, misalnya sekitar terminal dan atau areal kawasan industri terdekat.
Penerapan pajak bahan bakar minyak
.
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IX - 6
b. Penyuluhan dan penegakkan hukum
Kampanye hemat energi; Penegakkan hukum terhadap
pelanggaran lalu lintas; Penegakkan hukum terhadap
penggunaan jalan di luar lalu lintas.
Peningkatan kualitas penegakan hukum
Aparat penegak hukum harus ditingkatkan jumlah dan kemampuannya
Masyarakat sebagai pengguna jalan yang juga sering menjadi pelaku pelanggaran harus diberikan pengertian tentang jenis-jenis pelanggaran berlalu lintas dan konsekwensi dari pelanggaran tersebut terhadap keselamatan berlalu lintas maupun denda yang dapat dikenakan.
Melanjutkan program-program jangka menengah
c. Pengaturan lalu lintas
Manajemen lalu lintas; Melengkapi persimpangan dengan
alat pengendali sesuai kebutuhan.
Penerapan Area Traffic Control System (ATCS) pada beberapa kelompok persimpangan
Pengendalian arus lalu lintas berbasis teknologi (ITS), misalnya : ETC (electronic toll collection) khususnya untuk tol dalam kota, variable message sign, ataupun route guidance system yang dapat memandu pengguna jalan untuk mencari lintas-lintas yang lebih pendek dan lebih lancar.
4. Peningkatan keselamatan transportasi
a. Pengendalian Operator Angkutan Darat
Mengurangi atau membatasi kendaraan bus besar AKDP dan AKAP berpangkalan dalam kota
Melarang kendaraan bus besar AKDP dan AKAP berpangkalan dalam kota
Pengaturan jumlah optimal dan syarat minimal armada pada setiap operator
b. Penataan Regulasi Transportasi Darat
Sosialisasi berjenjang Penerapan penegakan aturan Pengetatan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IX - 7
c. Penataan Kelembagaan Pengelola Terminal Angkutan Darat
Pengaturan struktur minimal unit pengelolaan
Pengaturan kerja unit
Pengembangan pengaturan pola kerja unit
Pengembangan kerjasama antar kelembagaan pengelola angkutan
5. Pengemba-ngan Sistem Jaringan Transportasi Darat
Penataan fungsijaringan yang berdasarkan hirarki jalan dan perbaikan berdasarkan skala prioritas
Pelebaran Jl.Perintis Kemerdekaan secara keseluruhan diharapkan rampung dalam waktu dekat.
Jalan Lingkar Tengah (bagian selatan) yang sebelumnya diperkirakan bisa dimulai tahun 2009, diharapkan dapat dilaksanakan sebelum tahun 2011. Pengembangan interaksi
Sistem jaringan antar moda transportasi darat, dan dengan transportasi lainnya, termasuk transportasi udara, laut dan transportasi sungai
- Akses Takalar perlu dilanjutkan dengan pekerjaan pelebaran menelusuri pantai barat dari Jl.Tanjung Bunga
- Peningkatan sistem jaringan yang dipandang layak dalam skenario berdasarkan skala prioritas
o Jalan raya memutar kawasan Mamminasa dapat dilakukan sebagai proyek jangka panjang 20 tahun, di mulai dari frontage road.
o Akses jalan disekitar airport (arah selatan) hingga Sungguminasa dan Takalar perlu dikembangkan. Trans Sulawesi akan diselesaikan sebagai proyek 30 tahun, dimulai dengan frontage road
o Pembangunan sistem jaringan jalan untuk lebih menjamin intergritas, aksesibilitas serta sistem pergerakan yang lebih distributif
Pengembangan Jalan Trans-Sulawesi
rute yang mengarah ke timur-utara Makassar untuk akses lebih mudah ke kota
- Penataan dan pengaturan fasilitas jaringan perkotaan baru
o rute yang mengarah ke barat-selatan Makassar guna pelayanan yang lebih baik terhadap
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IX - 8
pusat
Pengembangan Jalan Radial Timur-Barat
Studi dan perencanaan perbaikan Jl. Abdullah Daeng Sirua dengan mengubah arus air sungai Lekopancing ke pipa urung-urung bawah tanah untuk mengamankan lebar jalan 30~50
Studi dan rencana perpanjangan Jl Hertasning Baru ke Jl.Malino
- Pembangunan perpanjangan Jl. Hertasning baru sesuai dengan lebar kebutuhan yang mengarah ke Jl. Malino dan berpotongan pada titik KM 34.
o Pelaksanaan perbaikan Jl. Abdullah Daeng Sirua dengan mengubah arus air sungai Lekopancing ke pipa urung-urung bawah tanah untuk mengamankan lebar jalan 30~50o
Pengembangan Akses ke Zona Industri Baru
Desain Dimensi dan Potongan Melintang yang Lebih Baik
- Pengembangan program GO GREEN
o Melanjutkan dan meningkatkan program sebelumnya
Pengembangan jalan bay pass timur
- Studi kelayakan dan proses perencanaan
- Prngukuran dan Pembebasan lahan
- Penanaman pohon potensial untuk mendukung GO GREEN Sulawesi Selatan
o Pembangunan jaringan selebar 100 meter,
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IX - 9
No Kebijakan Strategi Upaya
Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
II TRANSPORTASI KERETA API 1. Pengembangan
Moda alternatif Transportasi Massal
Pengembangan dan Pembangunan Kereta Api
Studi Kelayakan pembangunan moda Kereta Api, meliputi: sistem jaringan dan pelayanan
- Pembebasan lahan, pembangunan sisten jaringan dan pelayanan
Pengembangan jaringan rute sesuai dengan fungsi dan hirarki jaringan berdasarkan pengembangan Master Plan Mamminasata
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IX - 10
No Kebijakan Strategi Upaya
Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
III TRANSPORTASI UDARA 1. Peningkatan
Kualitas dan Kuantitas pelayanan transportasi udara
a. Pengembangan Kapasitas Fasilitas Bandar Udara
Penambahan Fasilitas Sisi Udara Bandara Hasanuddin (Penambahan Jumlah dan Panjang Landasan Pacu)
Optimalisasi pelayanan Bandar Udara Sultan Hasanuddin
Melanjutkan dan mengembangkan Program-Program Jangka Menengah
Optimalisasi Fasilitas Komunikasi Udara (ATCS) yang ada di Bandara Hasanuddin
Peningkatan Fasilitas Sisi Darat (Pengembangan Gedung Terminal Penumpang dan Barang)
b. Pengembangan Jaringan Rute Transportasi Udara
Pembukaan Rute Penerbangan baru khususnya ke wilayah yang sudah dapat dijangkau dengan transportasi udara
Pengembangan Rute Penerbangan terhadap rute yang sudah dijangkau
Peningkatan Frekuensi Penerba ngan untuk Rute yang sudah ada
c. Penataan Manajemen Sa & Prasarana Bandara
Peningkatan Kemudahan dalam proses penggunaan jasa transportasi udara
Lanjutan Peningkatan Kemudahan Pengguna dalam memperoleh pelayanan
Penataan Sistem Perpakiran Kendaraan Pengantar dan Penjemput Penumpang
d. Peningkatan aksesibilitas Bandar Udara Hasanuddin
Pengadaan Angkutan Penumpang Berbasis Bus dari dan ke Bandar Udara Hasanuddin
Pengembangan Sistem Angkutan Umum Berbasis Bus dengan meng-integrasikan Rute Bandara Hasanuddin dengan Pusat Kota Makassar
Pembangunan Jalan Bebas Hambatan dari dan ke Bandar Udara Hasanuddin, termasuk rencana pembangunan jaringan jalan bypass
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IX - 11
Penataan Sistem Transportasi Multi Moda yang terpadu dan efisien dari dan ke Bandar Udara Hasanuddin
2. Peningkatan keselamatan transportasi udara
Pengendalian Operator Penerbangan
Mendorong dilakukannya Perankingan Kualitas Pelayanan Keselamatan Transportasi Udara terhadap Operator Penerbangan yang beroperasi di Bandar Udara Hasanuddin
Mendorong Pelaksanaan seluruh peraturan ICAO dan ANEX terhadap Operator Penerbangan yang beroperasi di Bandar Udara Hasanuddin
Melanjutkan dan mengembangkan Program-Program Jangka Menengah
Mendorong pengiimplementasian ALAR Tool Kit di Bandar Udara Hasanuddin
Mendorong dilakukannya audit investigasi
Mendorong peningkatan kecapakan keselmatan penerbangan bagi SDM Operator dan Pengelola Penerbangan
Mendorong Pencabutan Izin Operasi bagi Operator Penerbangan yang mengabaikan aspek keselamatan penerbangan
3. Peningkatan sistem jaringan
Penataan interkoneksitas perjalanan udara, internasional & domestik
Menperkecil atau meminimisasi waktu tunggu antar perjalanan udara di bandara
Melanjutkan dan mengembangkan Program-Program Jangka Menengah
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IX - 12
No Kebijakan Strategi Upaya
Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
IV TRANSPORTASI LAUT 1. Peningkatan
Kualitas dan Kuantitas pelayanan transportasi laut
a. Pengembangan Kapasitas Fasilitas Pelabuhan Laut
Penambahan Fasilitas Sisi laut Pelabuhan Laut (Penambahan Jumlah dan kapasitas berlabuh),
Pengembangan / perluasan Pelabuhan dalam mengurangi waktu tunggu bagi papal yang sian berlabuh
Melanjutkan dan mengembangkan Program-Program Jangka Menengah
Peningkatan Fasilitas Sisi Darat (Pengembangan Gedung Terminal Penumpang dan Barang termasuk pergudangan)
Lanjutan Peningkatan Fasilitas Sisi Darat (Pengembangan Gedung Terminal Penumpang dan Barang termasuk pergudangan)
Optimalisasi Fasilitas Komunikasi laut yang ada
b. Pengembangan Jaringan Rute Transportasi Laut
Pembukaan Rute Pelayaran baru khususnya ke wilayah yang sudah dapat dijangkau dengan transportasi laut
Peningkatan Frekuensi Pelaya ran untuk Rute yang sudah ada (potensil)
Penjajakan Pembukaan Rute Pelayaran baru dan pengemban gan frekwensi perjalanan
c. Penataan Manajemen Sarana & Prasrana Pelabuhan Laut
Peningkatan Kemudahan Peng-guna jasa angkutan laut
Penataan Sistem Perpakiran Kendaraan Pengantar dan Penjemput Penumpang
Pengembangan Sistem Perparkiran Kendaraan Pengantar dan Penjemput bagi Penumpang angkutan laut
d. Peningkatan layanan perjalanan antar moda.
Mendorong sistem pelayanan perjalanan antar moda (baik moda laut maupun darat dan sungai) melalui sistem satu atap
Mendorong kerjasama antar operador jasa angkiutan
DIT. BSTP
LAPORAN AKHIR
IX - 13
e. Peningkatan aksesibilitas Pelabuhan Laut Soekarno Hatta
Pengadaan Angkutan Penumpang Berbasis Bus dari dan ke Pelabuhan Laut Soekarno Hatta
Pengembangan Sistem Angkutan umum Berbasis Bus dengan mengin tegrasikan Rute Pelabuhan Laut Soekarno Hatta dengan Pusat Kota Makassar dan pusat-pusat kegiatan dalam wilayah regional Mamminasata
Pembangunan Jalan Bebas Hambatan dari dan ke Pelabuhan Laut Soekarno Hatta
Lanjutan Pembangunan Jalan Bebas Hambatan dari dan ke Pelabuhan Laut Soekarno Hatta
Penataan Sistem Transportasi Multi Moda yang terpadu dan efisien dari dan ke Pelabuhan
2. Peningkatan keselamatan transportasi laut
a. Pengendalian Operator Transportasi Laut
Mendorong dilakukannya Perankingan Kualitas Pelayanan Keselamatan Transportasi Laut terhadap Operator Angkutan Laut yang beroperasi di Pelabuhan
Mendorong Penerapan Manajemen Keselamatan Kapal terhadap Operator Angkutan Laut yang beroperasi di Pelabuhan Soekarno Hatta
Melanjutkan dan mengembangkan Program-Program Jangka Menengah
b. Penataan Kelembagaan Pengelola Pelabuhan Soekarno Hatta
Peningkatan peran Institusi Pemerintah Kota Makassar dalam pengelolaan lalu lintas laut khususnya dalam hal Keselamatan Pelayaran
Mendorong peningkatan sertifikasi operasi Pelabuhan Laut
Mengadakan Kontak / Pos Pengaduan bagi Pengguna Jasa Transportasi Laut
DIT. BSTP