agromix

14
AGROMIX Terakreditasi Nomor: 36/E/KPT/2019 Website: https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100 87 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895 p-ISSN: 2085-241X ; e-ISSN: 2599-3003 Analisis SWOT agribisnis kapuk randu di desa Sekarmojo kecamatan Purwosari kabupaten Pasuruan SWOT analysis of kapok agribusiness in Sekarmojo village, Purwosari district, Pasuruan regency Novi Itsna Hidayati 1) 1 Program Studi Agribisnis, Universitas Yudharta Pasuruan, Jawa Timur, Indonesia Email: [email protected] Informasi artikel: Dikirim: 10/03/2020 ditinjau: 12/03/2020 disetujui: 30/03/2020 Copyright (c) 2020 Novi Itsna Hidayati ABSTRACT: Cottonwood is one of the local commodities that have been cultivated by the community. This is interesting in the selection of kapok as a symbol of Pasuruan Regency which shows one of the main examples and economic support for the community. Kapok Pasuruan production contributed 29.8% of the total production of East Java, namely 25.288 tons. Sekarmojo Village, Purwosari Subdistrict is one of the kapok producing regions as well as having a processing unit in Pasuruan Regency. The increasing presence of synthetic fibers drives demand for fiber from kapok cottonwood so farmers are reluctant to increase cottonwood trees more intensively and do not need to cut down to replace other commodities. This if left unchecked will further decrease, kapok production and extinction can occur. This study aims to identified internal and external factors in kapok agribusiness and develop alternative development strategies using the SWOT method. The results showed that several strategies S- O, W-O, S-T and W-T. Keywords: kapok, SWOT analysis, Sekarmojo ABSTRAK: Kapuk randu merupakan salah satu komoditi lokal yang telah diusahakan masyarakat Pasuruan secara turun-temurun. Hal ini tercermin pada pemilihan kapuk randu sebagai lambang kabupaten Pasuruan yang menunjukkan salah satu penghasilan utama dan penunjang perekonomian masyarakat. Kapuk randu produksi Pasuruan menyumbang 29,8% dari total produksi Jawa Timur yakni 25.288 ton. desa Sekarmojo kecamatan Purwosari merupakan salah satu wilayah penghasil kapuk randu sekaligus yang memiliki unit prosesing di kabupaten Pasuruan. Keberadaan serat sintetis yang semakin meningkat mendorong turunnya permintaan akan serat dari kapuk randu sehingga petani enggan memelihara pohon kapuk secara intensif dan bahkan tidak jarang menebang untuk digantikan komoditi lain. Hal ini jika dibiarkan akan mengakibatkan semakin menurunnya produksi kapuk randu dan dimungkinkan terjadi kepunahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal dalam agribisnis kapuk randu sebagai bahan acuan dalam merumuskan alternatif strategi dengan matriks SWOT. Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa rumusan strategi yakni S-O, W-O, S-T dan W-T . Kata kunci: analisis SWOT, kapuk randu, Sekarmojo Sitasi: Hidayati, N. I. (2020). Analisis SWOT agribisnis kapuk randu di desa Sekarmojo kecamatan Purwosari kabupaten Pasuruan. AGROMIX, 11(1), 87-100. https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895 PENDAHULUAN Perkebunan merupakan kegiatan agribisnis berbasis rakyat dan memberikan efek berantai (multiplier effect) bagi perekonomian masyarakat (Kröger, 2014). Kegiatan pertanian berbasis komoditi perkebunan pada kenyataannya mampu menyumbang dalam penyediaan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar warga di sekitar kawasan (Hall dkk., 2017; Pirard dkk., 2017). Serapan tenaga kerja ini tidak hanya berasal dari sektor budidaya melainkan hingga pada proses pascapanen

Upload: others

Post on 28-Dec-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AGROMIX

AGROMIX Terakreditasi Nomor: 36/E/KPT/2019 Website: https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

87 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895 p-ISSN: 2085-241X ; e-ISSN: 2599-3003

Analisis SWOT agribisnis kapuk randu di desa Sekarmojo kecamatan Purwosari kabupaten Pasuruan

SWOT analysis of kapok agribusiness in Sekarmojo village, Purwosari district, Pasuruan regency

Novi Itsna Hidayati1) 1Program Studi Agribisnis, Universitas Yudharta Pasuruan, Jawa Timur, Indonesia

Email: [email protected]

Informasi artikel: Dikirim: 10/03/2020 ditinjau: 12/03/2020 disetujui: 30/03/2020

Copyright (c) 2020 Novi Itsna Hidayati

ABSTRACT: Cottonwood is one of the local commodities that have been cultivated by the community. This is interesting in the selection of kapok as a symbol of Pasuruan Regency which shows one of the main examples and economic support for the community. Kapok Pasuruan production contributed 29.8% of the total production of East Java, namely 25.288 tons. Sekarmojo Village, Purwosari Subdistrict is one of the kapok producing regions as well as having a processing unit in Pasuruan Regency. The increasing presence of synthetic fibers drives demand for fiber from kapok cottonwood so farmers are reluctant to increase cottonwood trees more intensively and do not need to cut down to replace other commodities. This if left unchecked will further decrease, kapok production and extinction can occur. This study aims to identified internal and external factors in kapok agribusiness and develop alternative development strategies using the SWOT method. The results showed that several strategies S-O, W-O, S-T and W-T. Keywords: kapok, SWOT analysis, Sekarmojo

ABSTRAK: Kapuk randu merupakan salah satu komoditi lokal yang telah diusahakan masyarakat Pasuruan secara turun-temurun. Hal ini tercermin pada pemilihan kapuk randu sebagai lambang kabupaten Pasuruan yang menunjukkan salah satu penghasilan utama dan penunjang perekonomian masyarakat. Kapuk randu produksi Pasuruan menyumbang 29,8% dari total produksi Jawa Timur yakni 25.288 ton. desa Sekarmojo kecamatan Purwosari merupakan salah satu wilayah penghasil kapuk randu sekaligus yang memiliki unit prosesing di kabupaten Pasuruan. Keberadaan serat sintetis yang semakin meningkat mendorong turunnya permintaan akan serat dari kapuk randu sehingga petani enggan memelihara pohon kapuk secara intensif dan bahkan tidak jarang menebang untuk digantikan komoditi lain. Hal ini jika dibiarkan akan mengakibatkan semakin menurunnya produksi kapuk randu dan dimungkinkan terjadi kepunahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal dalam agribisnis kapuk randu sebagai bahan acuan dalam merumuskan alternatif strategi dengan matriks SWOT. Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa rumusan strategi yakni S-O, W-O, S-T dan W-T . Kata kunci: analisis SWOT, kapuk randu, Sekarmojo Sitasi: Hidayati, N. I. (2020). Analisis SWOT agribisnis kapuk randu di desa Sekarmojo kecamatan Purwosari kabupaten Pasuruan. AGROMIX, 11(1),

87-100. https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

PENDAHULUAN

Perkebunan merupakan kegiatan

agribisnis berbasis rakyat dan memberikan efek

berantai (multiplier effect) bagi perekonomian

masyarakat (Kröger, 2014). Kegiatan pertanian

berbasis komoditi perkebunan pada

kenyataannya mampu menyumbang dalam

penyediaan lapangan pekerjaan bagi sebagian

besar warga di sekitar kawasan (Hall dkk., 2017;

Pirard dkk., 2017). Serapan tenaga kerja ini

tidak hanya berasal dari sektor budidaya

melainkan hingga pada proses pascapanen

Page 2: AGROMIX

Hidayati / AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

88 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

yang memungkinkan munculnya industri-

industri rumah tangga yang bergerak di bidang

pemanfaatan bagian komoditi. Peran sektor

perkebunan dalam meningkatkan

perekonomian masyarakat pedesaan secara

potensial akan dapat mengurangi arus

urbanisasi yang mendorong masyarakat

meninggalkan lahannya untuk berkompetisi di

kota. Namun demikian, industri off farm yang

umumnya mempunyai margin pendapatan

lebih besar, justru lebih banyak dinikmati oleh

pengusaha besar, dan sedikit dinikmati oleh

petani. Peluang ekonomi dari industri

perkebunan rupanya sudah dibaca oleh negara-

negara maju melalui kegiatan penelitian yang

terus dikembangkan untuk dapat menghasilkan

produk perkebunan. Hal ini merupakan

tantangan bagi negara tropis untuk dapat

menghasilkan produk berdaya saing sehingga

tetap memiliki bargaining possition di pasar

dunia.

Kapuk randu adalah salah satu tanaman

perkebunan non pangan yang memiliki potensi

ekonomi tinggi dengan pemanfaatan hampir

seluruh bagian tanaman untuk keperluan

industri (Ong dkk., 2013; Silitonga dkk., 2014;

Tye dkk., 2012). Kapuk randu meskipun telah

banyak dibudidayakan, namun sebenarnya

bukan merupakan tanaman asli Indonesia.

Tanaman kapuk berasal dari daerah tropis di

Amerika yang menyebar ke afrika dan Asia.

Negara-negara Asia yang ditemukan

membudidayakan kapuk randu di antaranya

adalah Indonesia, India, Thailand dan Filipina.

Kapuk randu banyak dibudidayakan di

pulau Jawa sehingga kemudian dikenal dengan

sebutan kapas jawa. Pohon randu biasanya

mampu hidup di daerah kering dengan

ketinggian maksimal mencapai 70 meter.

Fungsi utama kapuk randu yang banyak

diketahui adalah sebagai penghasil serat yang

dapat digunakan untuk tekstil ataupun pengisi

bantal dan kasur (Chafidz dkk., 2018; Kumar

dkk., 2018).

Pada tahun 1970-an tanaman kapuk

randu masih mudah ditemukan di sepanjang

jalan baik di jalan masuk menuju

perkampungan atau sengaja ditanam di kebun-

kebun milik petani di pedesaan. Kapuk randu

dan produk-produk turunannya pernah

mengalami masa kejayaan yaitu pada masa

kolonial Belanda, kapuk dan minyak biji kapuk

menjadi komoditas ekspor unggulan. Bahkan,

Indonesia pernah dinobatkan sebagai negara

eksportir terbesar kapuk randu di dunia dengan

kemampuan memenuhi sekitar 85% kebutuhan

kapuk dunia.

Luas areal pertanaman kapuk randu di

Jawa Timur pada tahun 2013 sebesar 78.325

Ha, yang terdiri dari 74.357 Ha Perkebunan

Rakyat, 634 Ha PTPN dan 3.334 Ha PBS.

Sementara produksi kapuk randu pada tahun

2015 sebesar 25.288 ton dengan kabupaten

Pasuruan sebagai penyumbang terbesar yakni

Page 3: AGROMIX

Hidayati / AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

89 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

7.560 ton yang setara dengan 29.8% dari

produksi total Jawa Timur.

Kapuk randu adalah tanaman perkebunan

rakyat yang merupakan andalan dan harapan

serta sebagai satu penunjang perekonomian di

kabupaten Pasuruan. Hal ini bisa terlihat

hampir di semua wilayah kabupaten Pasuruan

(kecuali kecamatan Tosari) terdapat tanaman

kapuk randu. Sentra pengembangan tanaman

kapuk randu meliputi kecamatan Puspo,

Lumbang, Kejayan dan Pasrepan, sedangkan

sentra usahanya/prosesing terdapat di

kecamatan Prigen, Pandaan, Sukorejo dan

Purwosari.

Sekarang ini tanaman kapuk randu mulai

sulit ditemukan. Di daerah sentra produksipun

seperti di kabupaten Pasuruan mulai langka

karena terjadi pengurangan pohon yang masih

aktif berproduksi, baik karena dianggap bukan

lagi sebagai penghasil komoditas bernilai

maupun ditebang untuk keperluan lain.

Luasan areal pertanaman kapuk randu

mulai berkurang dari tahun ke tahun sehingga

dengan berkurangnya pohon yang ditanam

maka berkurang pula produksinya. Data BPS

(2014) menunjukkan bahwa terjadi

pengurangan luasan lahan kapuk randuk

sebesar 2.110 Ha hanya dalam jangka waktu 3

tahun yakni 2010-2013. Tidak hanya itu,

sebagian besar masyarakat perlahan tapi pasti

sudah tidak memerhatikan dan melestarikan

keberlanjutan kapuk randu tersebut.

Masyarakat menganggap tanaman kapuk randu

tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena

bagian kayu dan kapuknya saja yang di anggap

bermanfaat dan memiliki nilai jual, sedangkan

potensi lainnya dari tanaman tersebut masih

sangat minim diketahui oleh masyarakat. Nilai

ekonomis dari tanaman tersebut juga semakin

menurun dengan digantinya kasur kapuk

menjadi kasur busa (spring bed) yang lebih

nyaman sehingga kapuk sudah sangat kecil

sekali pemanfaatannya. Aspek pemasaran yang

kurang menguntungkan merupakan salah satu

penyebab rendahnya minat petani untuk

melestarikan kapuk randu. Hal ini sejalan

dengan penelitian Priminingtyas (2011) yang

menyebutkan bahwa pemasaran kapuk randu

di kecamatan Sukorejo belum efisien dilihat

dari nilai farmer share yang cenderung kecil

akibat panjangnya saluran pemasaran.

Tanaman kapuk randu memiliki banyak

potensi untuk dikembangkan selain digunakan

untuk kasur dan bantal juga sebagai industri

yang memiliki nilai tambah. Berbagai penelitian

telah dilakukan terhadap bagian lain dari pohon

kapuk seperti daun, biji dan batang. Hasil

penelitian Pratiwi (2014) menyebutkan bahwa

berbagai macam senyawa metabolit sekunder

terdapat pada setiap bagian dari tanaman

kapuk randu yang memiliki sifat antibakteri,

antifungi, antiinflamasi, dan antioksidan

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obat

herbal. Ekstraksi minyak biji kapuk

menggunakan etanol dapat menjadi sumber

minyak nabati di tengah langkanya sumber

Page 4: AGROMIX

Hidayati / AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

90 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

minyak bumi (Yuniwati, 2012). Sementara

bungkil biji kapuk yang merupakan hasil

samping dari pengepresan biji kapuk untuk

diambil minyaknya dapat digunakan sebagai

campuran pembuatan briket karena masih

mengandung 20% serat kasar (Lestari &

Tjahjani, 2015). Ekstrak air daun kapuk randu

dapat mematikan hama ulat api pada tanaman

kelapa sawit dalam waktu tiga jam setelah

perlakuan (Maulina, 2016). Berikutnya ekstrak

etanol dari batang kapuk memiliki aktifitas

antibakteri terhadap E. coli, S. aureus, dan B.

cereus yang dikategorikan ke dalam zat

antibakteri yang memiliki spectrum sempit

walaupun terdapat kandungan senyawa

bioaktif saponin, flavonoid dan tannin (Pratiwi,

2017). Terakhir abu kulit buah kapuk dapat

dimanfaatkan sebagai sumber basa dalam

proses pembuatan sabun mandi (Ningrum &

Kusuma, 2013) serta bahan baku pembuatan

soda kue karena masih mengandung senyawa

natrium (Yuniarti, Sulhadi & Darsono, 2017).

Dengan melihat potensi dan nilai ekonomis dari

tanaman kapuk randu yang cukup besar maka

diperlukan rangkaian strategi untuk dapat

mempertahankan agribisnis kapuk randu yang

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat

sekitar areal perkebunan.

Berdasarkan uraian latar belakang, tujuan

penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor

internal dan eksternal dalam agribisnis kapuk

randu di desa Sekarmojo kecamatan Purwosari

untuk dapat dirumuskan strategi

pengembangannya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di desa Sekarmojo

kecamatan Purwosari kabupaten Pasuruan

Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini dilakukan

secara sengaja dengan pertimbangan bahwa

desa Sekarmojo merupakan wilayah yang

terdapat tanaman kapuk randu yang masih

produktif serta unit prosesing yang masih

beroperasi. Penelitian menggunakan metode

survei dan merupakan gabungan dari observasi

dan wawancara dengan petani dengan bantuan

kuesioner. Responden adalah petani yang

membudidayakan kapuk randu. Teknik

pengambilan sampel menggunakan metode

Slovin dengan tingkat kesalahan 5%.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian

ini adalah data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dari petani kapuk randu

secara langsung melalui wawancara terhadap

responden petani dengan menggunakan alat

bantu kuisioner. Sedangkan data sekunder

diperoleh dari sumber-sumber tertulis atau

dokumen dari BPS, Dinas Perkebunan, dan dari

berbagai pustaka yang terkait dengan

penelitian ini.

Analisis SWOT digunakan untuk

merumuskan alternatif strategi pengembangan

agribisnisn kapuk randu di desa Sekarmojo

kabupaten Pasuruan. Matriks SWOT dapat

menggambarkan secara jelas bagaimana

Page 5: AGROMIX

Hidayati / AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

91 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

peluang dan ancaman dari faktor eksternal

yang dihadapi oleh petani yang dapat

disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan

yang dimiliki sebagai faktor internal.

Pendekatan kualitatif matriks SWOT

menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling

atas adalah kotak faktor eksternal yang meliput

faktor peluang dan tantangan, sedangkan dua

kotak sebelah kiri adalah faktor internal yang

terdiri dari faktor kekuatan dan kelemahan.

Empat kotak di tengah matriks merupakan

rumusan strategi dari hasil kombinasi antara

faktor-faktor internal dan eksternal. Kotak

pertemuan antara kekuatan dan peluang

memunculkan strategi Comparative

Advantages yang memungkinkan organisasi

untuk berkembang lebih cepat. Kotak

pertemuan antara ancaman dan kekuatan akan

menghasilkan strategi mobilisasi sumber daya

untuk menaklukkan ancaman menjadi sebuah

peluang. Kotak pertemuan antara kelemahan

dan peluang menunjukkan kondisi adanya

potensi yang tidak dapat dimanfaatkan karena

keterbatasan petani sehingga diperlukan

pengambilan keputusan yang tepat antara

melepas peluang atau mengambil resiko

investasi. Kotak terakhir adalah kondisi

terlemah dari suatu organisasi di mana terjadi

pertemuan antara kelemahan dan ancaman

sehingga strategi yang diambil adalah dengan

mengendalikan kerugian agar tidak terjadi

resiko yang lebih parah.

Perumusan alternatif strategi

pengembangan agribisnis kapuk randu diawali

dengan analisis faktor internal dan eksternal.

Faktor internal yang dimaksud meliputi SDM,

subsistem hulu, subsistem usaha pertanian,

subsistem hilir dan pemasaran. Faktor eksternal

yang dimaksud meliputi kondisi ekonomi,

kekuatan sosial, budaya, demografis dan

lingkungan, kekuatan politik, pemerintahan,

dan hukum, kekuatan teknologi dan kekuatan

kompetitif (David, 2009). Langkah selanjutnya

adalah memasukkan faktor internal dan

eksternal ke dalam matriks SWOT. Matriks ini

dapat menghasilkan empat kemungkinan

alternatif strategi, yaitu strategi kekuatan-

peluang (S-O strategies), strategi kelemahan-

peluang (W-O strategies), strategi kekuatan-

ancaman (S-T strategies) dan strategi

kelemahan-ancaman (W-T strategies).

Terdapat delapan langkah dalam

membentuk sebuah matriks SWOT:

1) Membuat daftar peluang-peluang

eksternal utama.

2) Membuat daftar ancaman-ancaman

eksternal utama.

3) Membuat daftar kekuatan-kekuatan

internal utama.

4) Membuat daftar kelemahan-kelemahan

internal utama.

5) Mencocokkan kekuatan internal dengan

peluang eksternal dan mencatat hasilnya

pada sel strategi SO.

Page 6: AGROMIX

Hidayati / AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

92 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

6) Mencocokkan kelemahan internal dengan

peluang eksternal dan mencatat hasilnya

pada sel strategi WO.

7) Mencocokkan kekuatan internal dengan

ancaman eksternal dan mencatat hasilnya

pada sel strategi ST.

8) Mencocokkan kelemahan internal dengan

ancaman eksternal dan mencatat hasilnya

pada strategi WT. (David, 2009)

Selanjutnya yaitu tahap mengem-

bangkan empat tipe strategi, sebagai berikut :

1) Strategi SO, strategi ini menggunakan

kekuatan internal untuk meraih peluang-

peluang yang ada di luar organisasi.

2) Strategi WO, strategi ini bertujuan untuk

memperkecil kelemahan-kelemahan

internal dengan memanfaatkan peluang-

peluang eksternal.

3) Strategi ST, strategi ini bertujuan untuk

menghindari atau mengurangi dampak

dari ancaman-ancaman eksternal.

4) Strategi WT, strategi ini merupakan taktik

untuk bertahan dengan cara mengurangi

kelemahan internal serta menghindari

ancaman.

Tabel 1. Rancangan matriks SWOT

Internal

Strength (S) Menentukan 5-10 faktor kekuatan internal

Weakness (W) Menentukan 5-10 faktor kelemahan internal Eksternal

Opportunities (O) Menentukan 5-10 faktor peluang eksternal

Strategi S-O Membuat strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi W-O Membuat strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Threats (T) Menentukan 5-10 faktor ancaman ekternal

Strategi S-T Membuat strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi W-T Membuat strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor internal

Kecamatan Purwosari menempati urutan

ke lima dalam luasan areal perkebunan kapuk

randu di kabupaten Pasuruan yakni 957 Ha.

Areal ini dapat dikembangkan lagi mengingat

masih banyak ditemukan lahan yang sesuai

untuk di budidayakan kapuk randu tetapi

belum diusahakan. Daerah potensial untuk

pengembangan areal kapuk randu di antaranya

adalah desa Sekarmojo yang memiliki

agroklimat yang sangat sesuai dengan kapuk

randu sehingga dapat menghasilkan kapuk

dengan kualitas yang bagus.

Tingkat pendidikan petani pemilik kapuk

randu rata-rata pada tingkat dasar dan

menengah. Hal ini yang mengindikasikan

agribisnis kapuk randu tidak mengalami

Page 7: AGROMIX

Hidayati / AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

93 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

kemajuan dari tahun ke tahun. Kondisi ini akan

diperparah dengan perilaku adopsi inovasi yang

rendah sehingga akan menyebabkan petani

beralih komoditi lain yang dinilai lebih

menguntungkan. Sementara di sisi lain, Petani

pemilik pohon randu didominasi pada usia 40

tahun dengan pengalaman usaha lebih dari 20

tahun. Kondisi ini merupakan aspek kekuatan

dalam agribisnis kapuk randu karena akan

memungkinkan adanya adopsi teknologi dan

inovasi untuk pengembangan agribisnis kapuk

randu.

Budidaya kapuk randu relatif sangat

mudah karena tidak membutuhkan perawatan

yang intensif untuk dapat menghasilkan buah.

Sebagian besar kapuk randu yang dimiliki

petani telah berusia puluhan tahun dan pemilik

pohon merupakan generasi ketiga yang

mewarisi pohon randu. Petani hanya perlu

menunggu musim kapuk berbuah yakni antara

bulan September s/d Oktober. Produktivitas

kapuk randu yang dihasilkan petani dari tahun

ke tahun semakin menurun seiring

bertambahnya usia karena kurang perawatan.

Hal ini pula yang mengakibatkan kualitas kapuk

randu dari desa Sekarmojo tergolong rendah.

Meskipun begitu, petani di desa Sekarmojo

telah mengembangkan sendiri bibit kapuk

randu dengan sistem stek yang menghasilkan

tanaman baru dengan usia berbuah yang lebih

pendek daripada menanam dari biji maupun

cukulan. Kegiatan pengembangan stek ini

dilakukan oleh kelompok tani pemilik pohon

randu yang dibentuk secara kultural sehingga

belum memiliki nama resmi. Hanya sekumpulan

pemilik puhon kapuk yang merasakan

keuntungan dari usaha kapuk randu sehingga

tergerak untuk melestarikan keberadaan pohon

kapuk di desa Sekarmojo.

Produksi kapuk randu mencapai 20kg

kapuk kering per pohon dengan harga jual

Rp.25.000,- per kilo. Sehingga setiap kali musim

panen, petani dapat menerima hasil penjualan

sebesar Rp.500.000,- per pohon. Biaya terbesar

yang dikeluarkan pemilik pohon randu adalah

upah tenaga pemanen yang saat ini cukup

mahal karena resiko kecelakaan akibat

tingginya pohon kapuk. Sementara harga kapuk

sepenuhnya ditentukan oleh tengkulak atau

pemborong. Hal inilah yang menyebabkan

pemilik pohon randu merasa rugi untuk tetap

mempertahankan pohon randu. Hasil samping

dari kapuk randu yang dapat dijual antara lain;

kulit kapuk, biji, dan hati kapas. Akan tetapi

petani lebih senang hanya menjual dalam

bentuk glondongan kering dengan alasan tidak

membutuhkan banyak perlakuan. Bahkan ada

yang menjual dalam bentuk gelondongan basah

dengan alasan agar lebih cepat mendapatkan

uang. Unit prosesing pemisahan serat kapuk

terdapat di desa Sekarmojo sendiri, sementara

industri pengolahan kulit buah terdapat di desa

Sengonagung. Pengolahan biji kapuk untuk

dijadikan minyak dilakukan oleh masyarakat

desa Puntir.

Page 8: AGROMIX

Hidayati / AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

94 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

Seluruh lahan pohon randu merupakan

milik petani pribadi bukan lahan sewa ataupun

lahan milik Perhutani yang diberikan hak guna

kepada rakyat. Hal ini akan memudahkan

petani dalam adopsi inovasi dan pemberlakuan

kebijakan dari pemerintah daerah setempat.

Akses petani terhadap lembaga keuangan

sebagai penunjang permodalan sangat rendah

bahkan nol dalam usaha peningkatan kapasitas

produksi kapuk randu. Pelaku agribisnis yang

telah mengakses permodalan dari bank hanya

terbatas pada tengkulak dan pengepul. Selain

memang informasi akses permodalan yang

tidak terdistribusi dengan baik, petani enggan

mengajukan kredit permodalan kepada bank

dengan alasan administrasi yang sulit dan

ketentuan lain yang dinilai terlalu mengikat dan

memberatkan bagi petani. Oleh karenanya

petani lebih memilih membiarkan pohon kapuk

tanpa perawatan karena tidak ada alokasi biaya

khusus untuk tanaman randu yang mereka

miliki.

Faktor eksternal

Bantuan sarana produksi telah diberikan

oleh Pemerintah berupa bibit kapuk lokal

dengan harapan dapat dimanfaatkan oleh

petani sebagai kegiatan peremajaan pohon

randu sehingga produksi akan terus berlanjut.

Dinas Pertanian juga telah memberikan

bantuan berupa mesin pengupas dan

penghalus kapuk kepada kelompok tani

setempat dengan tujuan agar petani tidak

hanya menjual kapuk dalam bentuk

gelondongan. Kegiatan pengolahan hasil akan

dapat meningkatkan nilai tambah kapuk randu.

Pemerintah kabupaten Pasuruan telah

berkomitmen tinggi untuk melestarikan

keberadaan kapuk randu sebagai icon

kabupaten Pasuruan seperti yang tersemat

dalam simbol daerah melalui Dinas Pertanian

dengan terus berupaya meningkatkan jumlah

produksi dengan melakukan penanaman baru

(rehabilitasi tanaman) yang bersumber dari

APBD kabupaten Pasuruan.

Desa Sekarmojo memiliki kondisi

agroklimat dan geomorfologi yang sesuai untuk

penanaman kapuk randu dengan suhu normal

antara 250 C – 320C dan ketinggian 700 mdpl.

Luas wilayah terbesar kedua setelah desa

Mertopuro memungkinkan usaha perluasan

areal kapuk randu dilaksanakan di desa

Sekarmojo. Ketersediaan air yang memadai

akan memungkinkan pertumbuhan pohon

kapuk baru lebih optimal. Masyarakat desa

Sekarmojo menggunakan air dari sumber-

sumber mata air yang banyak muncul di areal

persawahan maupun sepanjang aliran sungai

baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun

kegiatan pertanian. Kapuk randu yang

dihasilkan dari desa Sekarmojo dapat

meningkat jika dilakukan perawatan intensif.

Penggunaan produk serat sintesis seperti

spon maupun dakron sebagai isian banyak

dipilih oleh perajin karena ketersediaannya dan

produksinya yang continue dan tidak

terpengaruh faktor alam. Serat sintetis dapat

Page 9: AGROMIX

Hidayati / AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

95 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

diproduksi dalam kapasitas besar tanpa perlu

mempertimbangkan kondisi cuaca maupun

anomali musim. Produknya cenderung seragam

dan terdapat klasifikasi yang jelas antar level

kualitas.

Permintaan akan kapuk randu dan produk

turunannya terus ada meskipun terjadi

fluktuasi dalam beberapa periode. Amerika

lebih memilih menggunakan isolator berbahan

serat kapuk sebagai pengisi antara dinding

kabin pesawat udara, plafon-plafon, studio,

bioskop, mobil dan kereta api, baik untuk isolasi

panas maupun untuk isolasi suara. Belanda

mensyaratkan sabuk penolong dari isian kapuk

karena memiliki daya mengambang tinggi dan

dapat menahan beban 30 kali lipat berat

bendanya sendiri. Alat pengapung dari kapuk

yang terendam selama 30 hari daya

mengambangnya hanya hilang 10 persen. Serat

kapuk tetap dapat bersaing dengan produk

serat sintetis lain karena memiliki beberapa

keunggulan; (1) serat kapuk dapat disterilisasi

tanpa kehilangan sifat-sifat baiknya, (2) kapuk

tidak menyerap air sehingga mudah

dikeringkan, (3) kasur dan bantal dari kapuk

randu lebih murah dan mudah diperbaiki.

Penyuluh yang bertugas di daerah belum

menunjukkan peran yang baik sebagai

fasilitator transfer pengetahuan dan teknologi

kepada petani. Penurunan produktivitas kapuk

randu selain karena usia yang sudah tua juga

disebabkan oleh anomali musim dan angin

kencang yang merontokkan bunga kapuk randu

sehingga gagal membentuk buah. Keberadaan

Perguruan Tinggi merupakan peluang yang

perlu dikembangkan sebagai agent of change

melalui diseminasi hasil-hasil penelitian dalam

usaha peningkatan agribisnis kapuk randu di

desa Sekarmojo.

Alternative Strategi

Strategi S-O

1. Mendirikan koperasi

2. Bekerja sama dengan Universitas Yudharta

Pasuruan

3. Mencanangkan desa Sekarmojo sebagai

desa Wisata berbasis kapuk randu

4. Memanfaatkan e-commerce untuk

memasarkan komoditi

5. Meningkatkan peran kelompok tani

Startegi W-O

1. Sekolah lapang

2. Kemitraan dengan perusahaan/sentra

produksi berbahan kapuk

3. Membuat ragam produk dari

pemanfaatan hasil panen randu

Strategi S-T

1. Peremajaan pohon randu dengan

bibit unggul hasil penangkaran petani

sendiri

2. Membentuk komunitas pemuda tani

sebagai pilot project

3. Penerapan konsep teknologi produksi

4. Insentif bagi petani kapuk

Strategi W-T

1. Meningkatkan kualitas produk

2. Memperpendek saluran pemasaran

Page 10: AGROMIX

Hidayati / AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

96 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

Secara singkat disajikan dalam tabel matriks SWOT berikut:

Tabel 2. Hasil matriks SWOT

Internal Strength (S) 1. Luas lahan tersedia areal

untuk pengembangan 2. Adanya kegiatan penangkaran

bibit 3. Usia petani yang masih

produktif 4. Adanya kelompok tani 5. Adopsi inovasi tinggi

Weakness (W) 1. Umur tanaman yang

sudah tua 2. Produktivitas rendah 3. Kualitas produk rendah 4. Pemanfaatan komoditi

belum beragam 5. Petani sebagai price taker

Eksternal

Opportunities (O) 1. Bantuan sarana produksi dan

pascapanen dari Pemerintah 2. Universitas Yudharta

Pasuruan sebagai lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat

3. Kebijakan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan kapuk randu

4. Kondisi agroklimat dan geomorfologi yang mendukung

5. Pasar lokal, domestik dan internasional masih terbuka lebar

Strategi S-O 1. Mendirikan koperasi 2. Bekerja sama dengan UYP 3. Mencanangkan Desa

wisata berbasis kapuk randu 4. Memanfaatkan e-

commerce untuk memasarkan komoditi

5. Meningkatkan peran kelompok tani

Strategi W-O 1. Sekolah lapang 2. Kemitraan dengan

perusahaan/sentra produksi berbahan kapuk

3. Membuat ragam produk dari pemanfaatan hasil panen randu

Threats 1. Persaingan produk dari

daerah lain 2. Anomali musim

menyebabkan penurunan hasil produksi

3. Munculnya produk serat sintetis

4. Daya saing lemah 5. Fungsi PPL belum memadai

Strategi S-T 1. Peremajaan pohon randu

dengan bibit unggul hasil penangkaran petani sendiri

2. Membentuk komunitas pemuda tani sebagai pilot project

3. Penerapan konsep teknologi produksi

4. Insentif bagi petani kapuk

Strategi W-O 1. Meningkatkan kualitas

produk 2. Memperpendek saluran

pemasaran

Keberadaan lembaga kemasyarakatan

seperti koperasi perlu dibentuk sebagai wadah

dengan asas kekeluargaan dan gotong-royong

untuk meningkatkan agribisnis kapuk randu di

desa Sekarmojo. Koperasi diharapkan dapat

memberikan bantuan permodalan baik dalam

petani maupun pelaku usaha pengolahan kapuk

randu sehingga memiliki komitmen untuk

mempertahankan kelangsungan kapuk randu.

Selain itu, koperasi akan membentuk unit

prosesing yang dapat menyerap kapuk petani

dengan harga yang layak dan sekaligus

Page 11: AGROMIX

Hidayati / AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

97 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

mengedukasi petani untuk menghasilkan kapuk

yang berkualitas.

Ketersediaan areal pengembangan yang

didukung oleh kondisi agroklimat yang sesuai

serta komitmen pemerintah kabupaten

Pasuruan untuk melestarikan kapuk randu

memungkinkan dicanangkannya desa Wisata

berbasis kapuk randu dengan pesona areal

perkebunan yang sekaligus dapat digunakan

sebagai wahana ekowisata. Mengingat tren

agrowisata dan desa tematik sekarang sedang

meningkat seiring upaya peningkatan serapan

program dana desa yang digulirkan.

Kerja sama dengan civitas akademika

Universitas Yudharta Pasuruan dapat dilakukan

dalam bentuk diseminasi hasil penelitian

ataupun pelaksanaan penelitian yang berbasis

permasalahan lokal dari hasil diskusi dengan

masyarakat maupun perangkat desa setempat.

Pihak akademisi juga dapat membantu

Pemerintah desa dalam menyusun anggaran

penggunaan dana desa agar lebih efisien. Hasil

kolaborasi ini akan dapat mendukung program

One Village One Product (OVOP) dengan

komoditi kapuk randu sebagai produk unggulan

dalam pemberdayaan masyarakat desa.

Lompatan teknologi yang sangat cepat

harus diikuti oleh pelaku agribisnis kapuk randu

untuk dapat memasarkan produknya hingga

taraf internasional. Oleh karenanya

pemanfaatan e-commerce perlu juga diadopsi

oleh stake holder agribisnis kapuk randu untuk

dapat bersaing dengan produsen maupun

pengolah dari daerah lain.

Adopsi informasi maupun teknologi

berbasis komunitas perlu dilakukan mengingat

peran penyuluh bagi petani dirasa semakin

menurun. Petani akan lebih mudah menerima

informasi yang berasal dari orang yang sudah

lama dikenal dengan bahasa penyampaian yang

lebih mudah dimengerti dibandingkan dari

penyuluh yang tidak jarang menyampaikan

informasi terkesan menggurui sehingga petani

menjadi enggan untuk terlibat dalam forum

berikutnya. Terjadi kecenderungan motivasi

petani menghadiri perkumpulan format adalah

karena insentif yang dibagikan pasca acara

sehingga informasi tidak terdistribusi dengan

baik. Oleh karenanya, strategi pengembangan

kapuk randu salah satunya adalah dengan

optimalisasi peran kelompok tani dalam

distribusi informasi.

Produktivitas yang rendah serta kualitas

yang tidak terjaga dimungkinkan karena petani

tidak mendapatkan informasi yang baik

mengenai teknis budidaya kapuk randu yang

benar. Pelaksanaan sekolah lapang dengan

memanfaatkan civitas akademika UYP sebagai

fasilitator akan dapat membantu petani

mengakses teknologi terbaru dalam budidaya

maupun perlakuan pascapanen kapuk randu.

Sementara untuk pendanaan kegiatan dapat

mengajukan kepada Pemerintah kabupaten

sebagai salah satu upaya pelestarian pohon

randu di kabupaten Pasuruan.

Page 12: AGROMIX

Hidayati / AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

98 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

Sistem budidaya yang baik akan

menghasilkan produk yang melimpah dengan

kualitas bagus. Namun akan muncul

permasalahan lagi ketika petani belum

mendapatkan pemasok produk kapuk saat

musim panen tiba sehingga petani akan merasa

rugi karena harga jatuh atau bahkan komoditi

tidak laku karena over stock di wilayah lokal.

Kemitraan dengan pemasok akan menjamin

produk petani terserap dengan harga normal.

desa Suwayuwo kecamatan Sukorejo

merupakan sentra perajin kasur, bantal yang

dapat dijadikan objek kerja sama. Kemitraan

juga dapat dilakukan dengan perusahaan

farmasi maupun bioenergi untuk meningkatkan

nilai tambah komoditi. Sistem kemitraan yang

dapat dilakukan antaranya dengan pinjaman

lunak bagi petani dan dibayarkan pada saat

panen dengan mengurangi jumlah pembelian

kapuk.

Peningkatan nilai tambah kapuk dapat

dilakukan dengan diversifikasi produk dan

optimalisasi bahan yang dapat dimanfaatkan

untuk diusahakan skala industri. Sementara ini,

petani tidak pernah mencoba mengolah bagian

lain dari pohon randu selain buah yang sudah

tua. Telah banyak hasil penelitian yang

mengkaji tentang pemanfaatan batang, daun,

biji bahkan bungkil bijinya pun masih dapat

dimanfaatkan.

Keberhasilan petani dalam usaha

penangkaran bibit kapuk randu perlu

diapresiasi dengan memberikan insentif bagi

petani yang bersedia menanami lahannya

dengan pohon randu. Pohon kapuk randu yang

sudah tidak produktif haru segera disiapkan

bibit baru untuk ditanam sehingga tidak terjadi

kekosongan supplay saat tanaman baru belum

Menghasilkan. Generasi milenial perlu

dilibatkan dalam kegiatan strategis inovatif

untuk dapat menyerap teknologi terbaru.

Memberikan kepercayaan kepada pemuda

untuk dapat berkontribusi dalam agribisnis

kapuk randu akan menumbuhkan rasa

kepedulian serta tanggung jawab melestarikan.

Kebebasan berkreasi selayaknya diberikan

sehingga mereka tidak merasa sedang

menjalankan instruksi ketat melainkan memiliki

loyalitas tinggi terhadap organisasi.

Produk yang berkualitas diharapkan

akan dapat mempertahankan posisi kapuk

randu produksi desa Sekarmojo di mata

pelanggan. Produk yang baik seharusnya

selaras dengan perbaikan harga sehingga

kesejahteraan petani akan meningkat.

Pemasaran tidak efisien yang merugikan petani

diduga akibat panjangnya saluran pemasaran.

Oleh karenanya, petani perlu memperpendek

saluran pemasaran dengan melakukan aktivitas

pascapanen sendiri.

KESIMPULAN

Terdapat 14 alternatif strategi yang dapat

dilakukan dalam rangka mengembangkan

agribisnis kapuk randu di desa Sekarmojo

kecamatan Purwosari kabupaten Pasuruan.

Page 13: AGROMIX

Hidayati / AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

99 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

Informasi ini diharapkan dapat dijadikan acuan

dalam menentukan kebijakan pemerintah

Daerah setempat.

DAFTAR PUSTAKA

BPS kabupaten Pasuruan. (2014). Luas areal perkebunan kapuk randu 2010-2013.

Chafidz, A., Astuti, W., Augustia, V., Novira, D. T., & Rofiah, N. (2018). Removal of methyl violet dye via adsorption using activated carbon prepared from Randu sawdust (Ceiba pentandra). IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 167(1), 012013.

David, Fred R. (2009). Manajemen strategis. Salemba Empat.Jakarta

Hall, R., Scoones, I., & Tsikata, D. (2017). Plantations, outgrowers and commercial farming in Africa: Agricultural commercialisation and implications for agrarian change. The Journal of Peasant Studies, 44(3), 515–537. https://doi.org/10.1080/03066150.2016.1263187

Kröger, M. (2014). The political economy of global tree plantation expansion: A review. Journal of Peasant Studies, 41(2), 235–261.

Kumar, R., Hynes, N. R. J., Senthamaraikannan, P., Saravanakumar, S., & Sanjay, M. R. (2018). Physicochemical and thermal properties of ceiba pentandra bark fiber. Journal of Natural Fibers, 15(6), 822–829.

Lestari, P.A., & Tjahjani, S.(2015). Pemanfaatan bungkil biji kapuk (ceiba pentandra) sebagai campuranbriket sekam padithe utilization of cotton seed meal (ceiba pentandra) as a mixture ofa rice husk briquette. UNESA Journal of Chemistry, 4(1).

Maulina, I. (2016). Uji toksisitas ekstrak air daun kapuk randu ceiba pentandra gartn. terhadap hama ulat api pada kelapa sawit setora nitens eeck (Lepidoptera: Limacodidae) (Doctoral

dissertation, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam).

Ningrum, N. P., Kusuma, M. A. I., & Rokhati, N. (2013). Pemanfaatan minyak goreng bekas dan abu kulit buah kapuk randu (soda qie) sebagai bahan pembuatan sabun mandi organik berbasis teknologi ramah lingkungan. Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri, 2(2), 275-285.

Ong, H. C., Silitonga, A. S., Masjuki, H. H., Mahlia, T. M. I., Chong, W. T., & Boosroh, M. H. (2013). Production and comparative fuel properties of biodiesel from non-edible oils: Jatropha curcas, Sterculia foetida and Ceiba pentandra. Energy conversion and management, 73, 245–255.

Pirard, R., Petit, H., & Baral, H. (2017). Local impacts of industrial tree plantations: An empirical analysis in Indonesia across plantation types. Land Use Policy, 60, 242–253. https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2016.10.038

Pratiwi, R. H. (2014). Potensi kapuk randu (Ceiba pentandra Gaertn.) dalam penyediaan obat herbal. E-Journal Widya Kesehatan dan Lingkungan, 1(1), 53-60.

Pratiwi, R. H. (2017). Potensi ekstrak etanol batang kapuk randu sebagai antibakteri. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi, 3(1), 29-38.

Priminingtyas, D. N., & Herdinastiti, H. (2011). Analisis efisiensi pemasaran kapuk randu (ceiba pentandra) (studi kasus kecamatan Sukorejo kabupaten Pasuruan). Agricultural Socio-Economics Journal, 11(1), 30-43.

Silitonga, A. S., Ong, H. C., Mahlia, T. M. I., Masjuki, H. H., & Chong, W. T. (2014). Biodiesel conversion from high FFA crude jatropha curcas, calophyllum inophyllum and ceiba pentandra oil. Energy Procedia, 61(Supplement C), 480–483.

Tye, Y. Y., Lee, K. T., Abdullah, W. N. W., & Leh, C. P. (2012). Potential of Ceiba pentandra (L.) Gaertn. (kapok fiber) as a

Page 14: AGROMIX

Hidayati / AGROMIX Volume 11 No 1 (2020), Halaman: 87-100

100 DOI: https://doi.org/10.35891/agx.v11i1.1895

resource for second generation bioethanol: Effect of various simple pretreatment methods on sugar production. Bioresource technology, 116, 536–539.

Yuniarti, N., Sulhadi, S., & Darsono, T. (2017). Pemanfaatan abu kulit buah kapuk randu sebagai alternatif bahan pengembang kue. In Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) (Vol. 6, Pp. SNF2017-MPS).

Yuniwati, M. (2012). Produksi minyak biji kapuk dalam usaha pemanfaatan biji kapuk sebagai sumber minyak nabati. Jurnal Teknologi Technoscientia, 4(2), 202-212.