akademi komunitas bahasa - world bank...dari penduduk di kelompok pendapatan terendah (kuintil 1)...
TRANSCRIPT
Juni 2014 Masukan Kebijakan
Akademi KomunitasKondisi saat ini dan Tantangan di masa Depan P
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
ed
2 Masukan Kebijakan
Tingkat pengangguran tertinggi tercatat pada kelompok siswa putus sekolah menengah. Dibutuhkan lembaga pendidikan tinggi jenis baru untuk mempersiapkan generasi muda ini sebelum memasuki pasar kerja.
1 Pendahuluan menunjukkan bahwa kurang dari 5% dari total mahasiswa pendidikan tinggi yang terdaftar berasal dari kuintil termiskin. Sebuah studi mengenai partisipasi berdasarkan kelompok pendapatan dengan menggunakan data Susenas mengungkapkan bahwa perbedaan ini menjadi lebih mencolok di pendidikan menengah. Hanya 36,08% dari penduduk di kelompok pendapatan terendah (kuintil 1) yang bersekolah dibandingkan dengan 89,23% untuk kelompok pendapatan tertinggi (kuintil 5) di tahun 2010. Angka ini secara drastis menurun di pendidikan tinggi, dengan hanya 2,54% di kuintil 1 mengikuti program S1 dibandingkan dengan 64,66% di kuintil 5 di tahun 2010 [Moeliodihardjo 2013].
Dalam lima tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah berhasil memperluas akses pendidikan tinggi melalui berbagai program, yang tercermin dalam peningkatan angka partisipasi kasar (APK) yang signifi kan dari 21,26% di tahun 2008 menjadi 27,1% di 2011. Kendati sudah meningkat, APK ini masih dianggap moderat dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia (40,2% di tahun 2009), Filipina (28,9% di tahun 2008), dan Thailand (47,7% di tahun 2011) (UNESCAP, 2012).
Meskipun ada prestasi yang signifi kan dalam meningkatkan angka partisipasi, isu kesenjangan masih perlu ditangani dengan benar. Gambar 1
Gambar 1: Jumlah mahasiswa pendidikan tinggi berdasarkan kuintil konsumsi per kapita, 2012
Termiskin
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
0Rendah Atas Terkaya
Perguruan Tinggi Swasta (PTS)
Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
Menengah
Sumber: Susenas 2012
3Akademi KomunitasKondisi saat ini dan Tantangan di masa Depan
Selain masalah kesenjangan, mutu pendidikan di Indonesia, yang diukur berdasarkan hasil pembelajaran, merupakan masalah yang serius. Berdasarkan penilaian pembelajaran Program for International Student Assessment (PISA) terbaru, Indonesia tertinggal dari negara-negara berpendapatan menengah lain dan dan tetangganya di Asia Timur (lihat Gambar 2). Tingkat pembelajaran siswa Indonesia usia 15 tahun, misalnya, jauh di bawah rekan-rekan mereka di Vietnam yang pendapatan per kapitanya lebih rendah.
Peringkat mayoritas anak Indonesia usia 15 tahun berada di bawah kemahiran tingkat 2. Di beberapa negara, tingkat kemahiran yang rendah ini dihubungkan dengan kesulitan bagi siswa yang ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi atau bertransisi memasuki pasar tenaga kerja. Terlebih lagi, di tahun 2012, tiga perempat siswa Indonesia berada di tingkat 1 atau lebih rendah. Dalam mata pelajaran matematika, siswa yang berada di tingkat ini hanya mampu melakukan ‘tugas matematika yang
Gambar 2: Prestasi Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan
menengah lain dan dan tetangganya di Asia Timur.
Tingkat rata-rata prestasi belajar di negara-negara tertentu, PISA 2012
Cina-ShanghaiKorea
SingapuraFinlandia
JepangAustralia
Cina-TaipeVietnam
OECDRepublik Slovakia
TurkiThailandMeksiko
BraziliaYordaniaMalaysia
IndonesiaTunisia
ArgentinaPeru
Qatar
Membaca
0 100 200 300 400 500 600 700Nilai rata-rata per negara
Cina-ShanghaiSingapura
JepangFinlandia
KoreaVietnam
Cina-TaipeAustralia
OECDRepublik Slovakia
TurkiThailandMalaysiaMeksiko
YordaniaArgentina
BraziliaTunisia
QatarIndonesia
Peru
Sains
0 100 200 300 400 500 600 700Nilai rata-rata per negara
Cina-ShanghaiSingapuraCina-Taipe
KoreaFinlandia
JepangAustraliaVietnam
OECDRepublik Slovakia
TurkiThailandMeksikoMalaysia
ArgentinaYordania
BraziliaIndonesia
TunisiaPeru
Qatar
Matematika
0 100 200 300 400 500 600 700Nilai rata-rata per negara
Sumber: OECD Pisa 2012 Results: What Students Know and Can Do: Student performance in reading, mathematics and science.Catatan: Siswa usia 15 tahun di Indonesia diperkirakan menduduki kelas terakhir SMP dan telah menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun.
sangat sederhana dan mudah, seperti membaca nilai tunggal dari bagan atau tabel yang berlabel jelas’. Bahkan, skor rata-rata PISA Indonesia mendekati 1,5 simpangan baku di bawah rata-rata OECD. Hal ini berarti pengetahuan dan keterampilan rata-rata lulusan sekolah menengah di Indonesia adalah dua sampai tiga tingkatan kelas di bawah rata-rata lulusan sekolah menengah OECD.
Walaupun tingkat pengangguran telah berkurang dari 7,87% di tahun 2009 menjadi 6,25% di 2013, banyak pemberi kerja yang mengeluhkan relevansi pendidikan. Tingkat pengangguran tertinggi tercatat pada lulusan sekolah menengah, yaitu 9,74% untuk SMA dan 11,1% untuk SMK pada tahun 2013. Mereka tidak memadai secara akademis atau lemah secara fi nansial untuk melanjutkan studi mereka ke pendidikan tinggi, dan mereka tidak siap untuk memperoleh pekerjaan. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk lembaga pendidikan tinggi jenis baru dalam mempersiapkan generasi muda ini sebelum memasuki pasar kerja.
4 Masukan Kebijakan
2 Perkembangan saat inilulusan sekolah menengah yang kurang mampu, (ii) menyediakan generasi muda dengan pendidikan kejuruan dan teknis yang akan memampukan mereka untuk menjadi teknisi yang memenuhi syarat, dan (iii) menyediakan kesempatan belajar seumur hidup bagi orang dewasa dan pekerja yang sudah ada. Dengan mencapai tujuan ini, pemerintah dapat menyediakan tenaga kerja berkualitas baik yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi, mengurangi angka pengangguran generasi muda, mencapai tujuan penyertaan sosial dan mempertahankan status pekerjaan dari mereka yang sudah berada di pasar kerja.
Dalam sebuah wawancara, Direktorat Jenderal Pendidikitan Tinggi (Dirjen Dikti), menegaskan prioritas tertinggi adalah pada tujuan pertama dan kedua yaitu meningkatkan akses bagi lulusan sekolah menengah yang kurang mampu serta melatih dan akhirnya menghasilkan teknisi berkualitas tinggi sehingga mengurangi angka pengangguran generasi muda. Pemerintah juga berencana untuk mendirikan sekurangnya satu AK di setiap kabupaten. Namun, pemerintah sebaiknya perlu mempertimbangkan kembali keputusannya terkait fokus pada dua tujuan pertama. Hal ini mengingat tidak setiap perekonomian kabupaten berpusat di sekitar keberadaan industri (misalnya, kompleks industri), sehingga seyogyanya pendirian AK adalah juga untuk mencapai tujuan ketiga, menyediakan kesempatan belajar seumur hidup bagi orang dewasa dan pekerja yang sudah ada.
Mengantisipasi undang-undang baru tentang pendidikan tinggi, Dewan Pendidikan tinggi (DPT) telah melakukan studi mengenai AK, dan menyerahkan laporannya kepada Dirjen Dikti pada Mei 2011. Laporan ini merekomendasikan bahwa AK perlu memfokuskan perhatiannya pada pembelajaran seumur hidup, menyediakan berbagai macam
Walaupun tingkat pengangguran telah berkurang dari 7,87% di tahun 2009 menjadi 6,25% di 2013,banyak pemberi kerja yang mengeluhkan relevansi pendidikan.
2.1 Kerangka peraturan
Tahun 2012, DPR mengesahkan Undang-Undang No. 12/2012 mengenai Pendidikan Tinggi yang memperkenalkan jenis lembaga pendidikan tinggi baru. Pasal 59 (7) dari undang-undang baru tersebut menyatakan bahwa “Akademi Komunitas (AK) merupakan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi setingkat diploma satu dan/atau diploma dua dalam satu atau beberapa cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi tertentu yang berbasis keunggulan lokal atau untuk memenuhi kebutuhan khusus”.
Lebih lanjut, pasal 81 Undang-Undang No. 12/2012 menetapkan bahwa (1) “Pemerintah bersama Pemerintah Daerah mengembangkan secara bertahap paling sedikit 1 (satu) akademi komunitas dalam bidang yang sesuai dengan potensi unggulan daerah di kabupaten/kota dan/atau di daerah perbatasan”; dan (2) “Akademi komunitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berbasis kebutuhan daerah untuk mempercepat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat”.
Rencana untuk meningkatkan partisipasi dalam pendidikan kejuruan yang sesuai dengan rencana induk Kemdikbud adalah untuk meningkatkan proporsi partisipasi kejuruan dari 17,2% di tahun 2009 menjadi 30% pada tahun 2014. Tingkat pendidikan Diploma I dan Diploma II juga secara eksplisit disebutkan dalam Peraturan Presiden No. 8/2012 mengenai Kerangka Kualifi kasi Nasional Indonesia, sebagai kualifi kasi tingkat 3 dan 4, secara berurutan.
2.2 Strategi pemerintah
Ada setidaknya tiga tujuan utama pembentukan AK: (i) menyediakan kesempatan pendidikan tinggi bagi
5Akademi KomunitasKondisi saat ini dan Tantangan di masa Depan
program pelatihan praktis bagi masyarakat setempat. Meskipun laporan ini mengakui AK berpotensi untuk berkontribusi secara signifi kan pada angka partisipasi kasar, laporan ini memberikan penekanan yang kuat pada relevansi AK untuk kebutuhan setempat.
Berdasarkan berbagai pertimbangan, antara lain rekomendasi DPT, pada Maret 2013 Dirjen Dikti menerbitkan pengembangan cetak biru AK di tahun 2012. Pelaksanaan rencana ini telah dilakukan sejak 2012 melalui pelaksanaan percontohan program hibah yang kompetitif. Program ini mengundang pemerintah daerah dan industri untuk mengajukan proposal pengembangan AK. Dalam program ini, pemerintah pusat menyediakan dana awal bagi proposal yang terpilih, untuk mendirikan AK secara resmi. Sampai saat ini, hibah telah diberikan kepada 35 proposal di tahun 2012, 27 proposal untuk tahun 2013, dan antara 10-15 proposal untuk tahun 2014. Kelanjutan dari pemberian hibah untuk di tahun-tahun berikutnya akan sangat tergantung pada evaluasi prestasi AK. Menurut cetak biru, hingga tahun 2015, direncanakan pendirian 269 AK.
2.3 Penilaian awal pelaksanaan percontohan
Bank Dunia bersama Dirjen Dikti telah melakukan penilaian cepat terhadap implementasi pengembangan AK saat ini. Untuk melaksanakan tugas ini, selama periode April - Juni 2014, tim telah mengunjungi 4 sampel AK, yaitu AK Lampung Tengah di Lampung, AK Curup di Rejang Lebong, Bengkulu, AK Sidoarjo di Jawa Timur dan AKS Multistrada di
Bekasi, Jawa Barat. Tabel 1 menyoroti temuan dari kunjungan singkat yang dilakukan.
Pada tanggal 3 Juni 2014, di Surabaya telah diselenggarakan lokakarya yang mengundang perwakilan dari 15 kandidat AK. Dalam lokakarya ini, 2 pembicara internasional1 diundang untuk berbagi pengalaman. Profi l singkat ke-15 kandidat AK disajikan dalam Lampiran.
Secara umum, AK berhasil menarik minat siswa-siswa tamatan sekolah menengah setempat, yang sebelumnya tidak memiliki akses ke pendidikan tinggi, baik karena kesulitan keuangan, isolasi geografi s atau kapasitas akademik yang terbatas. Namun, praktik saat ini yang memberikan biaya kuliah gratis, mungkin bukan satu-satunya solusi untuk AK. Solusi yang lebih kreatif dapat dirancang untuk mencapai tujuan yang sama.
Kelemahan umum yang teridentifi kasi dari pendekatan saat ini adalah pola pikir “supply driven” yang berasumsi bahwa pasar akan didorong oleh pasokan. Lembaga pendidikan menyediakan pelatihan berdasarkan ketersediaan tenaga pengajar dan kapasitas kelembagaan (sebagian besarnya terkait TI), dan bukan berdasarkan kebutuhan yang diidentifi kasi dari industri, bisnis, dan pemberi kerja. Satu-satunya pengecualian di antara calon AK yang dikunjungi adalah Multistrada yang proses pelatihan dan kurikulumnya merupakan perluasan dari program pelatihan internal industri ban.
1 Dr Martin Riordan, CEO TAFE Sydney Australia, dan Dr Richard R. Hopper, President Kennebec Valley Community College (KVCC) Maine USA
Tabel 1: Gambaran singkat AK
Akademi Komunitas
Program studi Staf pengajar
Pendaftaran siswa
Keterangan
Curup Rejang Lebong, Bengkulu
1. Hortikultura (D2)2. Perikanan (D2)3. Peternakan (D2)
48 260 Mencoba memenuhi kebutuhan setempat dan memanfaatkan keunggulan komparatif setempat;Telah mengembangkan kerja sama dengan petani setempat;Dukungan kuat dari pemerintah daerah
Lampung Tengah
1. Manajemen Informatika (D1)
2. Multimedia (D1)3. Teknik komputer dan
jaringan (D2)
47 205 Masih perlu memenuhi kebutuhan setempat;Kurangnya jumlah pengajar berkualitas yang mencukupi;Masih perlu mengembangkan kerja sama dengan industri setempat
Sidoarjo 1. Teknologi informasi (D1)2. Multimedia (D1)3. Pengolahan makanan
(D1)
12 190 Masih perlu memenuhi kebutuhan setempat; Peraturan dan pengadaan tanah yang bermasalah
Multistrada Bekasi
1. Manufaktur (D1)2. Teknik ban (D1)
33 161 Sangat tanggap terhadap kebutuhan industri;Perlu mengembangkan kurikulum yang lebih generik;Perlu peraturan yang lebih tepat
Sumber: Informasi lapangan
6 Masukan Kebijakan
3 Kendalauntuk mengembangkan kapasitas kelembagaan ini. Namun demikian, ketersediaan staf berkualitas dengan kepemimpinan yang kuat bisa mengimbangi kapasitas kelembagaan yang lemah. Oleh karena itu, program kemitraan antara AK yang baru didirikan dan lembaga yang lebih mapan mungkin layak untuk dikembangkan.
3.3 Komitmen jangka panjang
Pembentukan dan pengembangan AK membutuhkan komitmen jangka panjang. Amat disayangkan, perilaku sebagian besar industri di Indonesia tidak sesuai dengan kebutuhan ini. Meskipun beberapa industri mungkin bersedia untuk mengalokasikan sebagian dari anggaran tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility – CSR) untuk mendukung AK, komitmen biasanya diberikan setiap tahun, bukan multi-tahun.
Sebagian pemerintah daerah sangat ingin mendukung pembentukan AK di wilayahnya, kendati sebagian besar karena pertimbangan politik setempat. Namun, masa jabatan Bupati atau Walikota terbatas sampai 5 tahun, dan komitmen mungkin saja berubah seiring perubahan kekuasaan politik.
Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengaitkan kebutuhan setempat dengan proses pengembangan kurikulum dan pendidikan AK. Sejauh kebutuhan tersebut ada, dan sejauh AK mampu menghasilkan keluaran yang sesuai dengan kebutuhan setempat, komitmen dari masyarakat setempat akan berlanjut. Strategi ini adalah strategi “bottom up”, bukan strategi “top down” seperti yang saat ini dilaksanakan.
3.1 Kelangkaan pengajar berkualitas
Tantangan paling besar dalam mengembangkan AK adalah kesulitan merekrut pengajar yang berkualitas. Saat ini, semua pengajar di kandidat AK tidak permanen. Mereka direkrut dari SMK atau politeknik setempat. Karena relevansi dengan kebutuhan setempat sangat penting dalam pengembangan AK, pengajar harus memiliki pengalaman kerja yang memadai untuk memenuhi syarat. Namun, sebagian besar calon yang memiliki pengalaman seperti ini tidak tertarik untuk mengubah karier mereka dari sektor industri ke sektor pendidikan yaitu dengan mengajar di AK, kecuali bagi mereka yang telah mencapai usia pensiun. Pengalaman kerja yang relevan tidak dapat diperoleh melalui program pelatihan formal, dan hal ini akan membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai sasaran ini.
Kelangkaan kandidat yang memenuhi syarat untuk menjadi pengajar AK berpotensi mendorong birokrasi untuk merekrut lulusan baru dari LPTK (lembaga pendidikan tenaga kependidikan). Saat ini, jumlah lulusan dari LPTK tersebut ternyata jauh melebihi kebutuhan untuk guru sekolah. Penting untuk memastikan bahwa AK tidak akan digunakan untuk menyerap lulusan akademi keguruan ini yang mungkin tidak memiliki kompetensi yang relevan.
3.2 Kapasitas kelembagaan yang lemah
Salah satu tujuan utama pembentukan AK adalah untuk mempercepat pembangunan di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan. Di daerah-daerah ini, kapasitas kelembagaan bisa dipastikan lemah, dan akan membutuhkan waktu yang panjang
Salah satu tujuan utama pembentukan AK adalah untuk mempercepat pembangunan di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan.
7Akademi KomunitasKondisi saat ini dan Tantangan di masa Depan
3.4 Peraturan yang berlaku
Kendala paling besar dalam mengembangkan AK adalah Undang-Undang No. 14/2005 mengenai Guru dan Dosen. Undang-undang ini mewajibkan semua dosen untuk memiliki kualifi kasi S2, sementara AK (dan juga politeknik) lebih membutuhkan pengajar dengan pengalaman industri dan bukan kualifi kasi akademis yang lebih tinggi. Tanpa kualifi kasi S2, pengajar di AK tidak memenuhi syarat untuk menerima insentif pemerintah.
Peraturan Presiden No. 8/2012 dan Peraturan Mendikbud No. 73/2013 mengenai Penerapan Kerangka Kualifi kasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi memberikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut melalui proses pengakuan pembelajaran lampau (RPL). Namun, pelaksanaan peraturan ini akan sulit dilaksanakan tanpa adanya harmonisasi peraturan lintas kementerian, yaitu antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Hambatan lainnya adalah kekakuan dalam mendefi nisikan program studi. Dalam kerangka peraturan yang ada, nama program studi diatur secara terpusat oleh Dirjen Dikti. Karena AK dirancang untuk responsif terhadap kebutuhan setempat, AK harus memiliki fl eksibilitas dalam membuka program-program studi baru dan menutup program studi yang tidak dibutuhkan.
Kandidat AK saat ini beroperasi dengan pengawasan ketat dari lembaga (kebanyakan politeknik) terdekat. Dalam statusnya saat ini, semua program yang ditawarkan oleh kandidat AK harus sesuai dengan program studi yang ditawarkan oleh lembaga mentor. Kekakuan tersebut dengan sendirinya membatasi kemampuan AK untuk menanggapi kebutuhan setempat.
4 Tantangan
4.2 Keberlanjutan
Kurangnya komitmen jangka panjang dari para pemangku kepentingan berpotensi menghentikan keberadaan AK. Ketika para pemangku kepentingan tidak merasa bahwa AK dapat memenuhi permintaan mereka, mereka akan kehilangan minat untuk memberikan dukungan. Dengan dukungan yang terbatas, siswa putus sekolah menengah dapat kehilangan kepercayaan mereka bahwa AK berpotensi untuk meningkatkan kesempatan mereka dalam mendapatkan pekerjaan.
4.1 Perkembangan
Tanpa adanya pedoman, kendali, dan peraturan yang baik, kelanjutan pembentukan AK hanya akan memenuhi kebutuhan jangka pendek, misalnya sasaran politik selama pemilu atau keuntungan fi nasial murni. Jika hal ini dibiarkan terjadi, Indonesia berpeluang mengembangkan AK berkualitas rendah. Selanjutnya, tren tersebut berpotensi membahayakan tujuan awal pembentukan AK, yaitu meningkatkan kesempatan siswa putus sekolah menengah untuk mendapatkan pekerjaan.
Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menghubungkan kebutuhan setempat dengan proses pengembangan kurikulum dan pendidikan AK. Sejauh kebutuhan yang ada, dan sejauh AK selaras dengan kebutuhan setempat, komitmen dari masyarakat setempat harus terus berlanjut.
8 Masukan Kebijakan
5 Rekomendasi untuk pengembangan AK
daerah/kabupaten menjadi (i) zona industri, (ii) zona akses pendidikan tinggi, dan (iii) zona campuran, serta menetapkan perbedaan tujuan dan prioritas yang telah disesuaikan dengan kebutuhan (lihat boks 1).
Hibah untuk pengembangan AK disarankan untuk menyasar pemangku kepentingan utama, yaitu pengusaha, industri dan bisnis, serta masyarakat setempat, bukan untuk pemerintah daerah setempat. Pemerintah daerah dapat berpartisipasi sebagai mitra, tetapi peran utama harus diambil oleh para pemangku kepentingan. Dalam hal ini, pendekatan supply driven dapat digeser ke prakarsa yang lebih demand driven.
5.2 Peraturan yang jelas dan konsisten
Sebelum merancang sistem AK, pemerintah sebaiknya membuat gambaran sistem pendidikan tinggi yang menyeluruh, baru kemudian merancang sistem AK dan secara proporsional menempatkan AK dalam struktur sistem pendidikan tinggi. Saat ini, belum ada perbedaan yang jelas dalam peran dan fungsi universitas, politeknik dan AK. Tanpa menjelaskan peran dan tanggung jawab dari setiap jenis lembaga pendidikan tinggi, akan sangat sulit untuk merancang keseluruhan struktur pendidikan tinggi dalam sistem pendidikan nasional. Artinya, gambaran keseluruhan pendidikan tinggi sebaiknya memiliki hubungan sistematis dengan pendidikan sekolah menengah, industri/pasar tenaga kerja, pendidikan universitas 4 tahun, sekolah pascasarjana, dan lembaga penelitian.
Kebijakan sebaiknya berupaya menciptakan peluang bagi lulusan SMA untuk meningkatkan keterampilan mereka melalui opsi jenis pendidikan tinggi.
5.1 Dari supply driven menjadi strategi demand driven
Penting untuk dicatat bahwa tidak ada satu model terbaik yang cocok untuk semua. Dengan demikian akan sulit dan tidak realistis untuk menerapkan serangkaian prioritas yang sama untuk setiap daerah di Indonesia. Akan lebih baik bagi daerah untuk memiliki tujuan yang berbeda yang disesuaikan dengan karakteristik setiap daerah. Contohnya, dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian setempat berbasis industri, karakteristik demografi s daerah, dan latar belakang sosial ekonomi para calon siswa. Sebagai gambaran, di Karawang, yang merupakan kawasan industri, pembentukan AK yang dapat melatih teknisi dengan bekerja sama dengan industri dan perusahaan merupakan hal yang mungkin dan perlu dilakukan. Namun, dalam kasus pulau-pulau lain yang penduduknya sedikit dan tidak ada perusahaan yang dapat berpartisipasi dalam pengembangan dan pendidikan AK di sana, kurang sesuai untuk mendirikan AK yang pendidikannya berfokus pada pelatihan teknisi.
Penting untuk melakukan studi dasar mengenai karakteristik dari semua daerah/kabupaten – hal ini termasuk basis industri, perubahan struktur demografi s, perubahan tingkat pendaftaran/penyelesaian berdasarkan tingkat sekolah dan latar belakang sosial ekonomi, keberadaan lembaga pendidikan tinggi, hasil ekonomis atas investasi pendidikan tinggi, kapasitas ekonomi pemerintah daerah, dan pola migrasi. Berdasarkan hasil penelitian ini, seyogyanya pemerintah dapat mengategorikan
Sebelum merancang sistem AK, pemerintah sebaiknya membuat gambaran sistem pendidikan tinggi yang menyeluruh, baru kemudian merancang sistem AK dan secara proporsional menempatkan AK dalam struktur sistem pendidikan tinggi. Saat ini, belum ada perbedaan yang jelas dalam peran dan fungsi universitas, politeknik dan AK. Tanpa menjelaskan peran dan tanggung jawab dari setiap jenis lembaga pendidikan tinggi, akan sangat sulit untuk merancang keseluruhan struktur pendidikan tinggi dalam sistem pendidikan nasional.
9Akademi KomunitasKondisi saat ini dan Tantangan di masa Depan
Boks 1: Beberapa Kemungkinan Rancangan AK
Jika pemerintah bisa mengategorikan tiga jenis zona, maka pemerintah perlu mengembangkan setidaknya tiga jenis model pengembangan AK: (i) berfokus pada pendidikan teknis berbasis industri; (ii) berfokus pada pendidikan umum berbasis kebutuhan sosial setempat; dan (iii) perpaduan antara (i) dan (ii). Harus ada sedikit variasi dalam setiap kategori 3 zona tersebut.
Dalam kasus model (i), AK dapat memiliki layanan konsultasi dari politeknik, akademi komunitas serupa lain, universitas, dan pusat pelatihan industri. AK dapat dibentuk oleh pemerintah pusat/daerah, perusahaan domestik atau asing/multinasional.
Dalam kasus model (ii), AK dapat mengembangkan kurikulum untuk pendidikan akademis umum (sampai batas tertentu, untuk membantu siswa mempersiapkan diri untuk pindah ke pendidikan tinggi 4 tahun, misalknya universitas atau politeknik). AK dapat mengevaluasi diri dengan community college seperti di Amerika Serikat yang juga menyediakan kuliah umum.
Dalam kasus model (iii), AK dapat mengembangkan kurikulum berbeda yang merupakan campuran dari pendidikan teknis dan umum. Khusus untuk kabupaten yang hanya dapat mendirikan 1 AK karena kendala keuangan dan ukuran pendidikan menengahnya relatif kecil, akan lebih baik untuk membentuk AK yang dapat menggabungkan kedua jalur pendidikan sehingga siswa dapat memiliki pilihan yang lebih luas.
Jika pemerintah ingin memprioritaskan model (i), maka Dikti seyogyanya mempertimbangkan proyek percontohan (hindari aplikasi skala penuh) sebagai berikut: (i) pertama pilih daerah industri dan daerah yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional; (ii) identifi kasi pelaku utama yang dapat/ingin mendirikan dan mengelola AK, (iii) buat rencana untuk mendirikan dan mengelola AK melalui kerja sama dengan pelaku utama, tokoh industri, pemimpin masyarakat, [rencana ini meliputi struktur organisasi, sistem tata kelola (termasuk peran dan fungsi ‘Komite Pengarah’, proses pengambilan keputusan), mekanisme pendanaan, sistem dan metode pengelolaan anggaran, prosedur pengawasan dan evaluasi (monev)]; (iv) jalankan, awasi dan evaluasi AK; (v) revisi rencana; (vi) jalankan lagi dan lakukan monev, dan; (vii) tinjau kembali seluruh proses dengan hasil monev - temukan faktor-faktor kunci keberhasilan (kegagalan). Setelah melakukan beberapa proyek percontohan berdasarkan daerah dan wilayah industri, pemerintah dapat mempertimbangkan perluasan proyeknya dalam skala yang lebih besar. Jika memungkinkan, tentu, pemerintah dapat mencoba ketiga jenis proyek percontohan secara serentak.
Sehubungan dengan perkembangan AK, pemerintah juga sebaiknya mempertimbangkan peran dan tanggung jawab AK dan politeknik serta kemungkinan penggabungan politeknik dan AK dalam satu kategori, atau setidaknya memperkuat perkembangan AK dengan memanfaatkan kapasitas politeknik yang ada. Dalam hal ini, Undang-Undang No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen perlu diubah untuk mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan baru dan memenuhi permintaan untuk pengajar AK, serta politeknik. Menghubungkan insentif moneter hanya ke prestasi administratif, seperti program sertifi kasi guru saat ini, pasti akan menyebabkan inefi siensi dalam penggunaan dana publik.
Peraturan yang memungkinkan pelaku industri dengan segudang pengalaman untuk mengonversikan keahlian industrinya menjadi kualifi kasi membutuhkan mekanisme yang jelas untuk pengakuan pembelajaran sebelumnya. Untuk memfasilitasi keleluasaan yang diperlukan, disarankan untuk memperlonggar peraturan yang
ada mengenai pembukaan dan penutupan program studi, terutama untuk AK.
5.4 Penjaminan Mutu
Untuk mencegah AK beroperasi di bawah standar minimum, ukuran penjaminan mutu harus diberlakukan secara ketat. Dalam konteks AK, penjaminan mutu memerlukan parameter untuk menunjukkan standar pelayanan minimum yang harus dicapai, proses akreditasi yang tepat (termasuk format yang diperlukan dan kualifi kasi penilai), serta sistem penjaminan mutu internal. Saat ini, sistem akreditasi berpusat pada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Operasional BAN-PT sangat terbatas oleh sumber daya (utamanya anggaran dan sumber daya manusia). Padahal, BAN-PT diberi tanggung jawab besar untuk mengakreditasi lebih dari 3.500 perguruan tinggi di negara ini. Dalam hal ini, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan untuk menciptakan sistem akreditasi yang terpisah untuk pendidikan tinggi non-universitas.
10 Masukan Kebijakan
5.5 Insentif bagi sektor industri dan swasta
Penting untuk mengundang semua pemangku kepentingan - pemerintah pusat dan daerah, perusahaan swasta, perwakilan industri, lembaga penelitian, universitas, sekolah menengah - (mulai dari tahap pertama perancangan AK yang akan dikembangkan sampai evaluasi kinerja AK).
Keterlibatan semua pemangku kepentingan adalah prasyarat utama bagi keberhasilan pengembangan AK. AK hanya dapat berhasil jika kepentingan AK, perusahaan swasta dan industri, serta pemerintah terpenuhi. Sebagai contoh, pola kerja sama antara industri-AK harus didasarkan pada manfaat bersama. Melalui kerja sama ini, AK diharapkan dapat memberikan pendidikan berkualitas tinggi yang relevan dengan kebutuhan industri, yang akan meningkatkan kesempatan kerja yang lebih tinggi bagi lulusannya. Jika diterapkan, praktik ini dapat mengirim sinyal positif kepada siswa sekolah menengah, sehingga lebih banyak siswa sekolah menengah yang ingin mendaftar ke AK, yang pada gilirannya akan berkontribusi kepada peningkatan reputasi AK dan keberlangsungannya. Di sisi lain, industri dan perusahaan swasta dapat merekrut pekerja andal, dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi, dan pada akhirnya, keuntungan yang lebih tinggi. Dari sudut pandang pemerintah, pola kerja sama ini dapat berkontribusi kepada pembentukan dan aliran modal manusia, dan pada akhirnya, meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal yang paling penting adalah masukan dari industri - informasi seputar kebutuhan keterampilan menurut jenis dan tingkat, partisipasi dalam pengembangan kurikulum dan operasi, evaluasi hasil pendidikan,
dan pemberian kerja. Dalam pengertian tersebut, sangatlah penting untuk membentuk mekanisme/lembaga yang menghubungkan AK dan industri dengan cara yang sistematis secara teratur (setidaknya separuh anggota Komite Pengarah di setiap AK, misalnya, harus berasal dari industri).
‘Kerja sama industri-AK’ perlu dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam semua aspek pengelolaan AK dan didukung secara kelembagaan (pola kerja sama industri-AK sebaiknya tidak dibiarkan ditangani secara individu oleh pengajar). Untuk menarik industri agar mendukung pengembangan AK, dapat dipertimbangkan pengembangan paket insentif untuk industri
5.6 Dukungan yang diberikan
Dukungan - keuangan dan administrasi - yang dapat diberikan pemerintah untuk pengembangan AK mungkin berbeda berdasarkan pilihan model yang akan diterapkan. Berdasarkan kajian praktik dukungan pemerintah saat ini untuk AK dan lembaga pendidikan tinggi lainnya, pemerintah dapat mengembangkan daftar yang memungkinkan dukungan dari pemerintah pusat dan daerah.
Dukungan yang diberikan dari pemerintah pusat (Ditjen Dikti) kepada kandidat AK harus lebih dipusatkan pada bantuan teknis, bukan perangkat fi sik, yang diharapkan akan disumbangkan oleh pemangku kepentingan setempat. Meskipun perangkat fi sik masih bisa dimasukkan dalam hibah Ditjen Dikti, bantuan untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan jauh lebih penting. Berbagai bentuk bantuan ini perlu disiapkan sejak dari awal, dan selama proses pengembangan proposal. Bantuan tersebut dapat mencakup antara lain:
Bantuan teknis untuk mengidentifi kasi keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan oleh industri, bisnis, dan masyarakat setempat;
Kerjasama industri bagi pengajar untuk dapat bekerja di industri dan bagi staf industri untuk bekerja di lembaga pendidikan;
Bantuan dalam mengembangkan kurikulum yang relevan; dan Bantuan untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan Bantuan untuk mengembangkan pelatihan dan sertifi kasi bagi pekerja industri yang berpengalaman
untuk menjadi pengajar AK
11Akademi KomunitasKondisi saat ini dan Tantangan di masa Depan
La
mp
ira
n
Ta
ng
ga
pa
n t
erh
ad
ap
Ku
esi
on
er
- L
ok
ak
ary
a A
ka
de
mi
Ko
mu
nit
as.
Su
rab
ay
a,
3 J
un
i 2
01
4
No
.N
AM
AP
RO
GR
AM
ST
UD
IS
ISW
AP
EN
GA
JAR
MA
SA
LA
H
20
12
20
13
20
14
20
12
20
13
20
14
1A
KN P
acita
nTe
knol
ogi I
nfor
mas
i 10
120
1627
2721
1. Ja
dwal
kel
as d
ises
uaik
an d
enga
n ja
dwal
ker
ja s
isw
a2.
Tid
ak s
emua
lulu
san
dise
rap
oleh
indu
stri
kare
na s
isw
a te
lah
beke
rja
3. K
ontr
ibus
i pem
erin
tah
perlu
diti
ngka
tkan
Pe
nyia
ran
Mul
timed
ia18
6015
Ani
mas
i Mul
timed
ia60
102
AKN
Sum
enep
Info
rmat
ika
140
200
Tida
k Ad
a25
25Ti
dak
Ada
1. T
ingk
at p
utus
sek
olah
sis
wa
kerja
yan
g tin
ggi
2. K
uran
gnya
fasi
litas
bel
ajar
-men
gaja
rM
ultim
edia
3
AKN
Situ
bond
oM
anaj
emen
Info
rmas
i (D
2)78
49Ti
dak
Ada
45
Tida
k Ad
a
1. M
emin
jam
ged
ung
SMK
2. T
idak
ada
dos
en d
an s
taf a
dmin
istr
asi p
erm
anen
3.
Sis
wa
hany
a m
ampu
mem
baya
r 5%
bia
ya k
ulia
h Pe
ngol
ahan
mak
anan
(D2)
56
Prog
ram
Um
um
1315
4A
KN S
idoa
rjoM
anaj
emen
Info
rmas
i75
82Ti
dak
Ada
3535
351.
Mem
inja
m g
edun
g SM
K 2.
Kep
emili
kan
tana
h ya
ng b
elum
ters
eles
aika
n3.
Tid
ak a
da d
osen
, sta
f adm
inis
tras
i dan
per
sone
l lab
orat
oriu
m p
erm
anen
M
ultim
edia
Peng
olah
an Ik
an
5A
KN N
ganj
ukM
anaj
emen
Info
rmas
i60
7012
025
2540
1. K
uran
gnya
kep
erca
yaan
pub
lik a
tas
pros
pek
lulu
san
(D2)
2. K
enda
la w
aktu
pen
gelo
la A
K (y
ang
mem
egan
g po
sisi
ser
enta
k di
din
as
pend
idik
an s
etem
pat/
SMK)
Indu
stri
Mak
anan
6A
KN M
ukom
uko
Man
ajem
en In
form
asi
130
9315
0 (t
arge
t)32
4042
1. P
rom
osi A
K te
rbat
as
2. K
uran
gnya
kep
erca
yaan
pub
lik a
tas
citr
a A
K (k
uran
g di
kena
l) 3.
Mas
yara
kat m
emili
h pe
kerja
an s
ebag
ai p
egaw
ai n
eger
i sip
il Pe
rikan
an (b
udid
aya)
Pert
ania
n/pe
rkeb
unan
7A
KNLa
mpu
ng Te
ngah
M
anaj
emen
Info
rmas
i (D
1)
184
205
205
3449
491.
Kur
angn
ya fa
silit
as
2. M
emin
jam
fasi
litas
SM
K M
anaj
emen
Info
rmas
i Mul
timed
ia (D
1)Ja
ringa
n Ko
mpu
ter,
Man
ajem
en
Info
rmas
i Mul
timed
ia (D
2)8
AKN
Rej
ang
Lebo
ng
Pete
rnak
an
182
250
150
4648
481.
Per
atur
an b
elum
sel
esai
2.
Pem
enuh
an s
tand
ar p
endi
dika
n do
sen/
peng
ajar
3.
For
mat
kel
emba
gaan
yan
g tid
ak je
las
Perik
anan
(bud
iday
a)
Hor
tikul
tura
9
AKN
Blit
arM
anaj
emen
Info
rmas
i 15
122
8Ti
dak
Ada
2026
Tida
k Ad
a1.
Alo
kasi
ang
gara
n te
rlam
bat
2. S
truk
tur p
erso
nel t
erba
tas
3. P
enda
naan
pen
gaja
r ter
bata
sM
ultim
edia
Adm
inis
tras
i Bis
nis
10A
KN K
eero
m
Tekn
ik o
tom
otif
7681
Tida
k Ad
a17
1819
1. P
enda
ftar
ingi
n st
atus
D3
2. K
onek
si in
tern
et la
mba
t 3.
Mas
alah
tana
h 4.
Pem
baya
ran
terla
mba
t
Jarin
gan
Kom
pute
r
11A
KNLa
mon
gan
Man
ajem
en In
form
asi
6914
315
020
2020
1. A
ngga
ran
belu
m d
isal
urka
n pa
da b
ulan
Juni
2.
Tid
ak a
da fa
silit
as (b
angu
nan
send
iri)
Peny
iara
n M
ultim
edia
12A
KN K
ota-
war
ingi
n Ti
mur
Tekn
ik o
tom
otif
(D2)
90
187
187
1214
141.
Ang
gara
n be
lum
dis
alur
kan
2. T
idak
ada
pen
gaja
r dan
sta
f adm
inis
tras
i per
man
en
Jarin
gan
Kom
pute
r (D
2)
13A
KN P
alin
ela
Hor
tikul
tura
183
164
Tida
k Ad
a24
dar
i 2
sub-
kam
pus
68 d
ari
7 su
b-ka
mpu
s
Tida
k Ad
a1.
Mem
inja
m fa
silit
as S
MK
2. P
enga
jar t
erba
tas
(seb
agia
n be
sar g
uru
SMK)
Perik
anan
Tekn
olog
i Pan
gan
14
AKS
Mul
tistr
ada
Man
ufak
tur b
an (D
1)37
121
Tida
k Ad
a72
Tida
k Ad
aTi
dak
Ada
1. P
endi
dika
n pe
ngaj
ar: S
MK
deng
an b
erpe
ngal
aman
ker
ja p
anja
ng2.
Pro
sedu
r yan
g ru
mit
untu
k m
emba
ngun
CC
send
iri, t
erut
ama
indu
stri
yang
mer
upak
an p
erus
ahaa
n um
um -
umum
nya
buka
n bi
snis
inti
indu
stri
Penj
uala
n da
n pe
mas
aran
(D1)
Laya
nan
ban
(D1)
15A
KN M
anok
war
iJa
ringa
n Ko
mpu
ter
Tida
k Ad
a65
53Ti
dak
Ada
1210
1. T
idak
ada
pen
gaja
r per
man
en
2. T
idak
ada
mod
ul
3. P
emba
yara
n bi
aya
terla
mba
t Te
knik
oto
mot
if
Referensi
Al-Samarrai, Samer. 2013. What do the latest PISA results tell us about the quality of education in Indonesia? A Brief. World Bank, Jakarta.
DIKTI - Kemdikbud. 2012. Cetak Biru Akademi Komunitas.
Kemdikbud. 2011. Community College: Kajian Profi le dan Strategi Pengembangannya di Indonesia.
Moeliodihardjo, B. Y. 2013. Equity and Access in Higher Education. World Bank: Jakarta.
World Bank. 2013. Indonesia’s Higher Education System: How Responsive Is It to the Labor Market, Jakarta.
World Bank. 2014. Tertiary Education in Indonesia: Directions for Policy, Jakarta
Sebagai bagian dari dukungan terhadap pendidikan tinggi di Indonesia, DFAT (Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, dahulu disebut AusAID) melalui Bank Dunia telah mendanai penelitian untuk mendukung perencanaan strategis Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan masukan kebijakan yang dibutuhkan. Temuan, interpretasi dan kesimpulan yang disajikan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan pemerintah Republik Indonesia maupun pemerintah Australia.
Sektor Pembangunan Manusia
Kantor Bank Dunia
Gedung Bursa Efek Indonesia
Menara 2, Lantai 12Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52- 53Tel: (021) 5299 3000Faks: (021) 5299 3111www.worldbank.org/id/education