akmen
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberkati saya sehingga makalah ini tentang “MENGAPA RENCANA INSENTIF TIDAK
DAPAT BEKERJA” dapat diselesaikan. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh
pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah saya
pakai sebagai data dan fakta pada makalah ini.
Saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai
hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula
dengan makalah ini yang telah saya selesaikan. Tidak semua hal dapat saya deskripsikan dengan
sempurna dalam makalah ini. Saya melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang
saya miliki. Di mana saya juga memiliki keterbatasan kemampuan.
Maka dari itu seperti yang telah dijelaskan bahwa saya memiliki keterbatasan dan juga
kekurangan, saya bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Saya akan
menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah
saya di masa datang. Sehingga semoga makalah berikutnya dan makalah lain dapat diselesaikan
dengan hasil yang lebih baik.
Pekanbaru,12 Oktober 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................2
BAB III PENUTUP ................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam setiap perusahaan, sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting,
baik secara individu maupun secara kelompok. Walaupun organisasi atau perusahaan mempunyai
sumber daya yang melimpah baik bahan mentah, modal maupun teknologi akan tetapi jika hal itu tidak
didukung oleh sumber daya manusianya, maka tujuan perusahaan yang telah direncanakan sebelumnya
sulit untuk tercapai. Mereka adalah salah satu faktor produksi yang merupakan penggerak utama
jalannya proses produksi, apalagi pada saat ini dunia usaha telah berkembang dengan pesatnya
ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan baru yang didirikan sehingga mengakibatkan
persaaingan antar perusahaan semakin ketat.
Salah satu kebijaksanaan yang diterapkan oleh perusahaan untuk meningkatkan produktivitas
adalah dengan pemberian upah intensif. Pemberian upah intensif ini dimaksudkan agar nantinya
berguna untuk mendorong semangat kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaan agar lebih baik,
sehingga diharapkan produktivitas perusahaan akan meningkat. Selain untuk mendorong semangat
kerja dengan pemberian upah intensif kepada karyawan, maka diharapkan mereka juga memperoleh
kepuasan kerja, karena kepuasan kerja dari karyawan juga akan mendukung semua kegiatan yang
dilakukan perusahaan.
Dalam hal penerapan pemberian insentif terhadap karyawan terdapat beberapa kegagalan
yang terjadi sehingga akan menimbulkan dampak negatif terhadap sumber daya manusia pada suatu
perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Insentif ?
2. Mengapa rencana insentif tidak berhasil ?
3. Apa syarat dalam pemberian insentif untuk mencapai tujuan pemberian insentif ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang Insentif
2. Untuk mengetahui dampak negatif dari pemberian penghargaan.
3. Untuk mengetahui syarat dalam pemberian insentif untuk mencapai tujuan pemberian
insentif.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Insentif
Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1984 : 1) :Insentif
adalah pengupahan yang memberikan imbalan yang berbeda karena memangprestasi yang
berbeda. Dua orang dengan jabatan yang sama dapat menerima insentif yang berbeda karena
bergantung pada prestasi. Insentif adalah suatu bentuk dorongan finansial kepada karyawan
sebagai balas jasa perusahaan kepada karyawan atas prestasi karyawan tersebut. Insentif
merupakan sejumlah uang yang di tambahkan pada upah dasar yang di berikan perusahaan kepada
karyawan.
Menurut Nitisemito (1996:165), insentif adalah penghasilan tambahan yang akan
diberikan kepada para karyawan yang dapat memberikan prestasi sesuai dengan yang telah
ditetapkan.Menurut Pangabean (2002 : 93, Insentif adalah kompensasi yang mengaitkan gaji
dengan produktivitas. Insentif merupakan penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan kepada
mereka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah ditentukan.
2.2 Temporary compliance (kepatuhan sementara)
Teori tingkah laku, yang berasal dari penelitian di laboratorium hewan, secara tidak
langsung bertanggung jawab atas program pembayaran atas pekerjaan yang dibayar (sesuai
dengan hasil kerja) terhadap buruh pabrik. Pilihan atas saham untuk eksekutif tinggi, hak istimewa
juga diberikan terhadap karyawan terbaik di bulan tersebut dan juga komisi untuk penjual.
Memang, proses pencarian yang tak terhitung oleh konsultan didasarkan pada lamanya merancang
formula baru untuk memberikan tambahan komputasi untuk memberikan semangat di depan
pegawainya. Uang, liburan, jamuan, dan yang lainnya adalah cara simple model behavioris
motivasi yang tak terbatas. Dan sekarang walaupun banyak orang yang diaggap sudah maju
berfikir untuk melanjutkan kerja sama tim, manajemen partisipasi, perbaikan terus menerus, dan
dorongan untuk mendapatkan imbalan serta mempertahankannya. Apa yang sudah kita berikan
mungkin akan berubah, tetapi keterganungan akan imbalan tersebut mungkin tidak.
Selain itu, beberapa artikel muncul untuk mengkritik rencana insentif yang selalu terbatas
pada rincian implementasinya. Hanya dengan menyempurnakan perhitungan dan pengiriman
insentif atau mungkin menyewa penulis untuk menjadi konultan dan masalah mungkin akan
terpecahkan, katanya. Herbert H.Mayer, professor pakar di departemen pisikologi perguruaan
2
tinggi Social and Behavioral Sciences di Universitas south florida, menuliskan “semua membaca
literatur dalam subjek ini yang di publikasikan 20 tahun lalu akan ditemukan bahwa artikel ini
melihat hampir identik dengan yang di terbitkan sekarang”. Bahwa penilaian yang bias ditulis pagi
ini, sebenarnya sudah ada pada tahun 1975. Hamper 40 tahun dan pemikiran itu tidak berubah.
Apakah rewards tersebut bekerja? Jawabannya tergantungg pada apa yang dimaksud
dengan “bekerja”. Penelitian menunjukan bahwa, umumnya rewards tersebut sukses hanya pada
satu hal yaitu bertahan sementara. Ketika itu datang untuk merubah sesuatu yang bersifat terus
menerus di dalam sikap dan prilaku, nyatanya, rewards seperti hukuman yang memang tidak
efektif. Sekali rewards itu diberikan, mereka akan kembali ke sifat mereka yang lama. Penelitinan
menunjukan bahwa memberikan insentif untuk menurunkan berat badan, berhenti merokok,
memakai seatbelt, atau dalam kasus anak betindak dengan murah hati tidak hanya efektif maka
dibuat strategi lain tetapi sering lebih buruk dari pada tidak melakukan apa-apa sama sekali.
Insentif, yang biasa di sebut oleh pisikologi sebagai motivasi yang tidak penting/tidak berguna,
yang mana tidak mengubah sikap yang mendasari prilaku kita. Mereka tidak membuat komitmen
yang bertahan lama terhadap nilai atau tindakan. Tetapi insentif ini hanya untuk sementara
mengubah apa yang kita lakukan.
Sebagai untuk produktifitas, di dua lusin penelitian terakhir selama 3 dekade memberikan
kesimpulan bahwa mereka yang mengharapkan menerima reward untuk menyelesikan tugas atau
untuk keberhasilan tugasnya dengan mereka tidak mengharapkan reward sama sekali. Studi ini
meneliti manfaat reward untuk anak-anak dan dewasa, laki-laki dan perempuan, dan termasu tugas
mengungkpkan fakta untuk memecahhkan masalah dan merancang kolase. Umumnya,
pengalaman lebih kognitiif dan pemikiran yang terbuka dibutuhkan, dan orang-orang yang hanya
bekerja demi reward adalah yang terburuk. Cukup menarik, para peneliti sendiri sering terkejut.
Mereka beranggapan reward dapat membuat pekerjaan lebih baik tetapi malah sebaliknya.
Pertanyaan untuk manajer adalah apakah rencana insentif ini bekerja ketika motivator
eksterinstik? umumnya tidak. Sayangnya, penulis C. Douglas Jenskin, Jr. menuliskan, kebanyakan
peneliti organisasi untuk artikel yang miriip seperti ini yang di terbitkan cendrung “untuk focus
pada efek variasi dalam memberikan insentif, dan bukan pada apakah kinerja berbasis kenaikan
gaji meningkatkan kinerja”.
Sejumlah studi, bagaimanapun, telah meneliti apakah membayar atau pun tidak, terutama
di tingkat eksekutif, mempengaruhi pofitabilitas dan ukuran peningkatan kinerja. Sering kali
mereka menemukan sedikit atau bahkan korelasi yang negatif antara gaji dengan kinerja.
Biasanya, tidak adanya hubungan tersebut diartikan sebagai bukti hubungan antara kompensasi
dan sesuatu yang lain tentang bagaimana mereka melakukan pekerjaan dengan baik. Tetapi
3
banyak dari data dapat mendukung perbedaan kesimpulan, salah satu yang membalikkan kausal
sempit. Mungkin apa yang penelitian ini ungkapkan adalah gaji tinggi tidak identik dengan
menghasilkan kinerja yang baik. Dengan kata lain, gagasan untuk memberikan imbalan mungkin
akan mendapatkan hasil yang buruk.
Pertimbangan temuan dari Jude T. Rich dan John A. Carson, yang dulunya Mckinsey &
Company. Di 1982, dengan wawancara dan laporan perwakilan, mereka memeriksa program
kompensasi di 90 perusahaan di US untuk menilai apakah mengikuti rencana pemegang saham
yang ingin memberikan insentif bagi eksekutif puncak lebih baik dari perusahaan lain yang tidak
memberikannya. Mereka tidak dapat menemukan perbedaannya.
4 tahun kemudian, Jenkins mencari 28 penelitian yang diterbitkan sebelumnya yang
mengukur dampak dari insentif keuangan pada kinerja. Hasil analisisnya “Financial Incentives” di
publikasi kan pada tahun 1986, mengungkapkan bahwa 16, atau 57% dari penelitian menemukan
efek positif pada kinreja. Bagaimanapun, semua kinerja yang diukur adalah bersifat kuantitatif:
pekerjaan yang baik terdiri dari memproduuksi sesuatu atau mengerjakannya dengan cepat. Hanya
5 penelitian yang melihat dari kualitas kinerja. Dan kelimanya tidak ada menunjukan keuntungan
dari insentif.
Analisi lain nya diambil dari situasi yang tidak biasa yang dipengaruhi sekelompok tukang
las di perusahaan Midwestern Manufacturing. Atas permintaan serikat, sistem insentif yang telah
berlaku selama bertahun-tahuun itu tiba-tiba dihilangkan/dihentikan. Sekarang, jika insentif
keuangan menimbulkan motifasi, maka ketiadaannya akan menurunkan produksi. Dan itu memang
terjadi pada awalnya. Untungnya, Harold f. Rothe, mantan manajer dan staf pribadi perusahaan di
perushaan Beloit, melihat produksi selama sebulan, memberikan semacam data jangka panjang
yang hamper tidak terkumpulkan di bidang ini. Setelah awal penurunan, Rothe mengatakan tidak
adanya insentif ini menyebabkan tukang las memproduksi dengan lebih cepat dan meningkatkan
dilevel tertinggi atau lebih tinggi dengan yang terjadi sebelumnya.
Salah satu ulasan terbesar tentang bagaimana interfensi program berpengaruh pada
produktifitas, sebuah meta analisis dari 30 perusahaan dengan 98 penelitian, telah dilakukan di
pertengahan tahun 1980 oleh Richard A. Guzzo, asosiasi professor pisikologi di universitas
Maryland, collage park. Dan rekan perguruan tingg di universitas New York. Angka mentah
tampaknya menunjukan hubungan yang positif antara insentif keuangan dengan produktifitas,
tetapi karena variasi yang besar dari satu penelitian ke penelitian lainnya, uji statistic menunujkan
bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan secara keseluruhan. Terlebih lagi insentif keuangan
yang hamper tidak berhubungan dengan jumlah pekerja yang tidak hadir atau mereka yang
4
berhenti dari pekerjaannya selama periode waktu tertentu. Sebaliknya, pelatihan dan penetapan
tujuan program memiliki dampak yang jauh lebih besar dari membayar atas rencana kinerja.
2.3 Mengapa Rencana Insentif Tidak Berhasil Meningkatkan Kinerja Karyawan?
Mengapa Rencana Insentif Tidak Berhasil Meningkatkan Kinerja Karyawan?
Kinerja yang baik senantiasa menjadi idaman tiap perusahaan. Perusahaan melakukan
berbagai macam cara untuk dapat mendongkrak kinerjanya. Manajemen berpikir keras untuk
menyusun strategi bagaimana meningkatkan kinerja karyawannya. Salah satu jalan yang ditempuh
adalah dengan memberikan kompensasi yang layak dan memuaskan kepada para keryawannya.
Beberapa macam insentif diberikan untuk memberikan motivasi agar karyawan bekerja
dengan lebih baik. Beberapa perusahaan berhasil dengan metode ini, namun ada juga beberapa
yang mengalami kegagalan. Mengapa rencana insentif tidak berhasil? Beberapa faktor yang
menyebabkan insentif tidak berhasil meningkatkan kinerja karyawan adalah :
1. Pembayaran bukanlah sebuah motivator
Deklarasi dari W. Edward Deming sungguh mengejutkan meskipun belum terlalu
jelas. Tentu, dengan uang kita bisa membeli apapun yang diinginkan dan dibutuhkan.
Selain itu, orang-orang yang di gaji pas-pasan, mereka akan lebih peduli dengan uang.
Memang, beberapa studi selama dalam beberapa dekade terakhir telah menemukan
bahwa ketika orang diminta untuk menebak apa yang penting untuk rekan kerja -
manajer, untuk mereka bawahan- mereka menganggap uang adalah yang paling
penting untuk rekan mereka. Akan tetapi, ketika ditanya secara langsung kepada
mereka- "Apakah kamu peduli dengan uang?" - Dan jawaban mengenai uang, gaji, atau
insentif itu hanya berada di peringkat 5 atau 6 saja. Para pekerja berpendapat bahwa
yang akan meningkatkan motivasi terletak pada kondisi lingkungan kerja yang
nyaman, kebijakan dalam perusahaan, komunikasi yang baik dengan manajer, dll.
Meskipun orang memiliki prinsip yang berhubungan dengan gaji mereka, tetap
saja tidak dapat membuktikan bahwa uanglah yang memotivasinya. Tidak ada alas an
yang kuat untuk asumsi bahwa membayar orang lebih akan mendorong mereka untuk
melakukan pekerjaan yang lebih baik atau bahkan, dalam jangka panjang, lebih banyak
pekerjaan. Menurut Frederick Herzberg, Profesor Manajemen terkenal di Universitas
5
Utah Graduate School of Management, berpendapat, karena sedikit uang yang
diberikanoleh perusahaan dapat menurunkan motivasi sehingga tidak berarti bahwa
semakin banyak uang akan membawa peningkatan kepuasan karyawan, apalagi
peningkatan motivasi. Hal ini masuk akal untuk mengasumsikan bahwa jika gaji bersih
seseorang dipotong setengahnya maka akan merusak kinerja. Tapi itu tidak selalu sama
ketika gaji naik dua kali lipat, orang tersebut akan menghasilkan pekerjaan yang lebih
baik.
Harus diingat bahwa pembayaran berupa uang hanyalah motivator dan kepatuhan
sesaat, dan saat insetif tersebut hilang, maka motivasi akan hilang juga. Yang lebih
penting adalah bahwa insentif hanya merupakan penghargaan tambahan kepada
karyawan, dan bukan hal yang utama. Yang lebih diutamakan adalah penghargaan atas
eksistensi mereka, sehingga secara pribadi karyawan dihargai sebagai bagian yang
penting dari sebuah keluarga diperusahaan. Pembayaran bukanlah motivator. Herzberg
menyatakan bahwa uang hanya membeli kepatuhan sesaat, dan saat insentif itu hilang,
maka motivasinya pun hilang. Herzberg mengatakan memberikan penghargaan dalam
bentuk kesempatan berkarir, dan bentuk motivasi instriksik lainnya lebih efektif dalam
mempengaruhi motivasi karyawan. meski demikian, perhatian terhadap insentif
keuangan juga harus mendapat perhatian.
2. Penghargaan berupa Hukuman
Ada dua jenis insentif, yaitu insentif positif dan insentif negatif :
1. Insentif positif
Insentif positif adalah insentif yang memberikan jaminan positif untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan. Insentif positif umumnya memiliki sikap
optimistis dan insentif umumnya diberikan untuk memenuhi kebutuhan psikologis
seseorang. Sebagai contoh, promosi, pujian, pengakuan, tunjangan dan pinjaman, dll.
2. Insentif negatif
Insentif negatif adalah insentif yang tujuannya adalah untuk memperbaiki
kesalahan atau standar seseorang. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kesalahan
dalam rangka untuk mendapatkan hasil yang efektif. Insentif negatif umumnya
terpaksa diberikan ketika insentif positif tidak bekerja. Sebagai contoh: penurunan
pangkat, transfer, denda, hukuman, dll.
6
Banyak manajer memahami pemaksaan ditakut merusak motivasi dan membuat
pembangkangan, defensif, dan kemarahan. Mereka menyadari bahwa manajemen
hukuman adalah kontradiksi. Seperti pendapat Herzberg yang menulis dalam HBR 25
tahun yang lalu (“One More Time: How Do You Motivate Employees?” January–
February 1968) “KITA”— singkatan “kick in the pants”— dimana hukumana mungkin
menghasilkan gerakan tetapi tidak pernah motivasi.
Banyak yang memandang bahwa hukuman dan penghargaan sebagai dua sisi
mata uang. Banyak yang mengatakan “lakukan ini maka anda dapat itu”, dan “lakukan
ini atau anda tidak dapat itu.” Dalam kasus insentif, hadiah itu sendiri dapat sangat
diinginkan; tapi dengan membuat yang bonus bergantung pada perilaku tertentu,
manajer memanipulasi bawahan mereka, dan bahwa pengalaman dikendalikan
cenderung menganggap kualitas hukuman dari waktu ke waktu. Insentif berupa
hukuman itu sendiri dapat didefinsikani sebagai “apakah ditarik dengan sengaja” atau
“tidak diterima oleh seseorang yang berharap untuk mendapatkannya”
3. Perhargaan memutuskan hubungan.
Rencana insentif memiliki potensi mendorong seseorang (atau kelompok) untuk
mengejar penghargaan kuangan bagi diri mereka sendiri.sehingga dapat merusak
hubungan karyawan dikarenakan adanya perebutan hadiah atau bonus yang akan
mereka capai .
Insentif individu adalah suatu program kompensasi yang mengkaitkan bayaran
dengan produktivitas seseorang. Atau, dengan kata lain, insentif individu ini
memberikan kompensasi menurut penjualan, produktivitas, atau penghematan biaya
yang dihubungkan dengan karyawan tertentu.
Keunggulan dari program insentif individu ini adalah bahwa kalangan karyawan
dapat melihat dengan segera adanya hubungan antara apa yang mereka kerjakan
dengan apa yang mereka peroleh. Namun, karena hal itu, kompetisi di antara para
karyawannya semakin tinggi yang suatu saat dapat mencapai suatu titik yang
menghasilkan dampak negatif, dimana para karyawan mulai melakukan persaingan
tidak sehat, demi kepentingan dirinya sendiri.
7
4. Penghargaan mengabaikan alasan
Dalam rangka memecahkan masalah di tempat kerja, para manajer harus
memahami apa penyebabnya. Apakah para pekerja tidak cukup siap untuk tuntutan
pekerjaan mereka? Apakah pertumbuhan jangka panjang yang dikorbankan untuk
memaksimalkan laba jangka pendek? Adalah pekerja tidak dapat bekerjasama secara
efektif? Apakah organisasi terlalu kaku hirarkis sehingga karyawan terintimidasi dalam
memberikan pendapat sehinnga tidak berdaya? Setiap situasi-situasi ini memerlukan
respon yang berbeda. Tapi mengandalkan insentif untuk meningkatkan produktivitas
tidak apa-apa untuk mengatasi masalah yang mendasari mungkin dan membawa
perubahan yang berarti.
Selain itu, manajer sering menggunakan sistem insentif sebagai pengganti untuk
memberikan para pekerja apa yang harus mereka lakukan sehingga menjadi pekerjaan
yang baik. Memperlakukan pekerja dengan baik — memberikan umpan balik yang
berguna, dukungan sosial, dan ruang untuk menentukan nasib sendiri—adalah inti dari
manajemen yang baik. Di sisi lain, tergantung bonus di depan karyawan dan menunggu
hasil yang membutuhkan usaha lebih sedikit. Memang, beberapa bukti menunjukkan
bahwa strategi manajerial produktif cenderung untuk digunakan dalam organisasi yang
cenderung di bayar-untuk-kinerja rencana.
Insentif Piecework adalah insentif tertua, dan masih, yang paling luas digunakan.
Piecework sendiri adalah sebuah sistem pembayaran berdasarkan pada jumlah benda
yang diproses oleh setiap pekerja perorangan dalam ukuran unit waktu, seperti jumlah
benda per jam atau jumlah benda per hari. Piecework umunya menyiratkan piecework
langsung, yang meminta perbandingan ketat antara hasil dan penghargaan dengan
mengabaikan output. Namun beberapa rencana piecework mengizinkan hasil
produktivitas bersama antara pengusaha dan pekerja.Rencana piecework memiliki pro
dan kontra. Rencana ini dapat dipahami, terlihat sama prinsipnya, dan bisa menjadi
insentif yang kuat, karena penghargaan proporsional dengan kinerja. Memang rencana
ini bisa memperlihatkan kelakuan : karyawan berkosentrasi pada output dan tidak
terlalu berusaha memenuhi standar kualitas atau berpindah dari pekerja yang satu ke
pekerja yang lain.
Rencana jam standar adalah sebuah rencana di mana seseorang pekerja dibayar dengan
8
taraf dasar per jam, tetapi dibayar presentase tambahan tertentu dari taraf dasarnya
untuk produksi yang melebihi standar per jam atau per hari. Serupa dengan
pembayaran piecework, tetapi didasarkan pada premi persen. Beberapa perusahaan
menemukan bahwa memperlihatkan insentif dalam presentase mengurangi
kecenderungan karyawan untuk menghubungkan standar produksi mereka dengan
pembayaran.
5. Manajer perusahaan akan menerima insentif berdasarkan laba yang diperoleh. Jadi
mereka akan berusaha untuk mencapai target penjualan sehingga memperoleh insentif
yang tinggi. Ketika terjadi suatu hambatan yang dilakukan oleh karyawan tidak
diindahkan oleh manajer. Oleh sebab itu, biasanya karyawan cenderung menyimpan
permasalahannya sendiri. Ataupun pada saat penjualan tidak sesuai dengan target yang
sudah direncanakan, mereka akan berusaha agar dapat sesuai dengan target dengan
apapun caranya.
6. Penghargaan dapat menurunkan motivasi dalam pengambilan risiko
Sejumlah penelitian menyatakan bahwa setiap orang yang bekerja untuk
mendapatkan penghargaan atau upah , mereka umumnya akan meminimalkan
tantangan dan memilih pekerjaan yang kurang berisiko . Sehingga Dengan adanya
penghargaan sebagian orang akan berpikir dalam melakukan pekerjaan yang akan
menghambat karyawan dalam pengambilan keputusan .jadi memang benar
penghargaan akan memotivasi karyawan untuk mendapatkan penghargaan tersebut ,
sehingga karyawan tersebut ragu untuk mengambil risiko yang lebih tinggi. Dan selalu
memilih pekerjaan yang berisiko rendah .
7. Imbalan dapat menurunkan minat dalam pekerjaan
Studi pertama untuk membangun pengaruh imbalan terhadap motivasi intrinsik
dilakukan pada awal 1970-an oleh Edward Deci, profesor dan ketua departemen
psikologi di University of Rochester.Sekarang, sejumlah eksperimen di seluruh negeri
telah direplikasi temuan. Sebagai Deci dan rekannya Richard Ryan, wakil presiden
senior dan manajer investasi pelatihan di Robert W. Baird dan Co, Inc, menulis dalam
buku mereka tahun 1985, Motivasi Intrinsik dan Penentuan Nasib di Human
Behavior,`
Deci dan Ryan berpendapat bahwa menerima penghargaan untuk perilaku
tertentu memberikan pesan tentang apa yang telah kita lakukan dan kendalikan , atau
mencoba untuk mengendalikan , untuk perilaku masa depan kita . Jadi dengan adanya
penghargaan dapat mengendalikan apa yang harus mereka lakukan .
9
Semakin sering karyawan dikendalikan maka akan akan semakin cenderung
karyamawan tersebut kehilangan akan minatnya dalam pekerjaan apa yang akan
dilakukan .
Beberapa hal singkat di atas harus diperhatikan saat rencana insentif akan
dijalankan pada suatu perusahaan. Dalam kondisi tertentu, karyawan berhak
mendapatkan insentif. Namun hal ini haruslah diberikan ketika mereka benar-benar
mengetahui dan memahami bahwa mereka memang layak mendapatkan insentif
tersebut.
Pemberian insentf pada individu yang tepat dan pada saat yang tepat akan
meningkatkan kinerja. Sebagai contoh, insentif dapat diberikan pada unit penjualan
ketika angka penjualan meningkat atau mencapai target. Transparansi kinerja sangatlah
penting untuk diketahui oleh setiap karyawan, sehingga antara individu satu dengan
yang lainnya bias saling menerima atas insentif yang mereka dapatkan.
Syarat Pemberian Insentif agar mencapai tujuan dari pemberian insentif
Menurut Panggabean (2002:92) syarat tersebut adalah:
1. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat
dimengerti.
2. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan
untuk mereka lakukan.
3. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk akal
untuk memperoleh sesuatu.
4. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk
menentukan rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (dan program
evaluasi akan terhambat), jika prestasi tertentu tidak dapat dikaitkan
dengan dolar yang dibelanjakan.
Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1990 : 163) sifat dasar
pengupahan agar proses pemberian insentif berhasil:
a. Pembayaran hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan dihitung oleh
karyawan itu sendiri.
b. Penghasilan yang diterima karyawan seharusnya langsung menaikkan output.
c. Pembayaran dilakukan secepat mungkin.
10
d. Standar kerja ditentukan dengan hati-hati. Standar kerja yang terlalu tinggi maupun
rendah dapat berakibat buruk.
e. Besarnya upah normal dengan standar jam kerja hendaknya cukup merangsang
pekerja untuk bekerja lebih giat.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Setiap perusahaan selalu
menginginkan hasil yang maksimum dalam proses produksinya. Untuk mencapai tujuan
perusahaan tersebut perlu adanya dukungan dari setiap unsur perusahaan termasuk di dalamnya
karyawan bagian produksi. Dalam usaha mencapai peningkatan produksi juga ditandai dengan
adanya dukungan yang kuat dari keuangan dan tunjangan – tunjangan lain dalam perusahaan.
Akan tetapi terdapat kegagalan dalam rencana pemberian penghargaan yang berdampak pada
sikap karyawan . Oleh karena itu , perlu diperhatikan syarat-syarat dalam pemberian
insentif/penghargaan agar tercapainya tujuan dari pemberian insentif .
12
Daftar Pustaka
Dessler, Gary, 2007, Manajemen Personalia, Edisi Ketiga, Jakarta: Erlangga.
Panggabean,Mutiara S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.
“One more time :How do You motivate Employess ?”
Bt Freddick Hersberg, Harvard Business Review,January-February 1968
13