akmen

22
KATA PENGANTAR Pertama-tama saya ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkati saya sehingga makalah ini tentang “MENGAPA RENCANA INSENTIF TIDAK DAPAT BEKERJA” dapat diselesaikan. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah saya pakai sebagai data dan fakta pada makalah ini. Saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah saya selesaikan. Tidak semua hal dapat saya deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini. Saya melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang saya miliki. Di mana saya juga memiliki keterbatasan kemampuan. Maka dari itu seperti yang telah dijelaskan bahwa saya memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, saya bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Saya akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah saya di masa datang. Sehingga semoga makalah berikutnya dan makalah lain dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih baik. Pekanbaru,12 Oktober 2015 Penulis i

Upload: ahmad-rahbani

Post on 09-Jul-2016

3 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Akmen

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang

telah memberkati saya sehingga makalah ini tentang “MENGAPA RENCANA INSENTIF TIDAK

DAPAT BEKERJA” dapat diselesaikan. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh

pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah saya

pakai sebagai data dan fakta pada makalah ini.

Saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai

hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula

dengan makalah ini yang telah saya selesaikan. Tidak semua hal dapat saya deskripsikan dengan

sempurna dalam makalah ini. Saya melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang

saya miliki. Di mana saya juga memiliki keterbatasan kemampuan.

Maka dari itu seperti yang telah dijelaskan bahwa saya memiliki keterbatasan dan juga

kekurangan, saya bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Saya akan

menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah

saya di masa datang. Sehingga semoga makalah berikutnya dan makalah lain dapat diselesaikan

dengan hasil yang lebih baik.

Pekanbaru,12 Oktober 2015

Penulis

i

Page 2: Akmen

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................2

BAB III PENUTUP ................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

ii

Page 3: Akmen

BAB I

PENDAHULUAN

     

1.1 Latar Belakang

Dalam setiap perusahaan, sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting,

baik secara individu maupun secara kelompok. Walaupun organisasi atau perusahaan mempunyai

sumber daya yang melimpah baik bahan mentah, modal maupun teknologi akan tetapi jika hal itu tidak

didukung oleh sumber daya manusianya, maka tujuan perusahaan yang telah direncanakan sebelumnya

sulit untuk tercapai. Mereka adalah salah satu faktor produksi yang merupakan penggerak utama

jalannya proses produksi, apalagi pada saat ini dunia usaha telah berkembang dengan pesatnya

ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan baru yang didirikan sehingga mengakibatkan

persaaingan antar perusahaan semakin ketat.

Salah satu kebijaksanaan yang diterapkan oleh perusahaan untuk meningkatkan produktivitas

adalah dengan pemberian upah intensif. Pemberian upah intensif ini dimaksudkan agar nantinya

berguna untuk mendorong semangat kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaan agar lebih baik,

sehingga diharapkan produktivitas perusahaan akan meningkat. Selain untuk mendorong semangat

kerja dengan pemberian upah intensif kepada karyawan, maka diharapkan mereka juga memperoleh

kepuasan kerja, karena kepuasan kerja dari karyawan juga akan mendukung semua kegiatan yang

dilakukan perusahaan.

Dalam hal penerapan pemberian insentif terhadap karyawan terdapat beberapa kegagalan

yang terjadi sehingga akan menimbulkan dampak negatif terhadap sumber daya manusia pada suatu

perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Insentif ?

2. Mengapa rencana insentif tidak berhasil ?

3. Apa syarat dalam pemberian insentif untuk mencapai tujuan pemberian insentif ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang Insentif

2. Untuk mengetahui dampak negatif dari pemberian penghargaan.

3. Untuk mengetahui syarat dalam pemberian insentif untuk mencapai tujuan pemberian

insentif.

1

Page 4: Akmen

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Insentif

Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1984 : 1) :Insentif

adalah pengupahan yang memberikan imbalan yang berbeda karena memangprestasi yang

berbeda. Dua orang dengan jabatan yang sama dapat menerima insentif yang berbeda karena

bergantung pada prestasi. Insentif adalah suatu bentuk dorongan finansial kepada karyawan

sebagai balas jasa perusahaan kepada karyawan atas prestasi karyawan tersebut. Insentif

merupakan sejumlah uang yang di tambahkan pada upah dasar yang di berikan perusahaan kepada

karyawan.

Menurut Nitisemito (1996:165), insentif adalah penghasilan tambahan yang akan

diberikan kepada para karyawan yang dapat memberikan prestasi sesuai dengan yang telah

ditetapkan.Menurut Pangabean (2002 : 93, Insentif adalah kompensasi yang mengaitkan gaji

dengan produktivitas. Insentif merupakan penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan kepada

mereka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah ditentukan.

2.2 Temporary compliance (kepatuhan sementara)

Teori tingkah laku, yang berasal dari penelitian di laboratorium hewan, secara tidak

langsung bertanggung jawab atas program pembayaran atas pekerjaan yang dibayar (sesuai

dengan hasil kerja) terhadap buruh pabrik. Pilihan atas saham untuk eksekutif tinggi, hak istimewa

juga diberikan terhadap karyawan terbaik di bulan tersebut dan juga komisi untuk penjual.

Memang, proses pencarian yang tak terhitung oleh konsultan didasarkan pada lamanya merancang

formula baru untuk memberikan tambahan komputasi untuk memberikan semangat di depan

pegawainya. Uang, liburan, jamuan, dan yang lainnya adalah cara simple model behavioris

motivasi yang tak terbatas. Dan sekarang walaupun banyak orang yang diaggap sudah maju

berfikir untuk melanjutkan kerja sama tim, manajemen partisipasi, perbaikan terus menerus, dan

dorongan untuk mendapatkan imbalan serta mempertahankannya. Apa yang sudah kita berikan

mungkin akan berubah, tetapi keterganungan akan imbalan tersebut mungkin tidak.

Selain itu, beberapa artikel muncul untuk mengkritik rencana insentif yang selalu terbatas

pada rincian implementasinya. Hanya dengan menyempurnakan perhitungan dan pengiriman

insentif atau mungkin menyewa penulis untuk menjadi konultan dan masalah mungkin akan

terpecahkan, katanya. Herbert H.Mayer, professor pakar di departemen pisikologi perguruaan

2

Page 5: Akmen

tinggi Social and Behavioral Sciences di Universitas south florida, menuliskan “semua membaca

literatur dalam subjek ini yang di publikasikan 20 tahun lalu akan ditemukan bahwa artikel ini

melihat hampir identik dengan yang di terbitkan sekarang”. Bahwa penilaian yang bias ditulis pagi

ini, sebenarnya sudah ada pada tahun 1975. Hamper 40 tahun dan pemikiran itu tidak berubah.

Apakah rewards tersebut bekerja? Jawabannya tergantungg pada apa yang dimaksud

dengan “bekerja”. Penelitian menunjukan bahwa, umumnya rewards tersebut sukses hanya pada

satu hal yaitu bertahan sementara. Ketika itu datang untuk merubah sesuatu yang bersifat terus

menerus di dalam sikap dan prilaku, nyatanya, rewards seperti hukuman yang memang tidak

efektif. Sekali rewards itu diberikan, mereka akan kembali ke sifat mereka yang lama. Penelitinan

menunjukan bahwa memberikan insentif untuk menurunkan berat badan, berhenti merokok,

memakai seatbelt, atau dalam kasus anak betindak dengan murah hati tidak hanya efektif maka

dibuat strategi lain tetapi sering lebih buruk dari pada tidak melakukan apa-apa sama sekali.

Insentif, yang biasa di sebut oleh pisikologi sebagai motivasi yang tidak penting/tidak berguna,

yang mana tidak mengubah sikap yang mendasari prilaku kita. Mereka tidak membuat komitmen

yang bertahan lama terhadap nilai atau tindakan. Tetapi insentif ini hanya untuk sementara

mengubah apa yang kita lakukan.

Sebagai untuk produktifitas, di dua lusin penelitian terakhir selama 3 dekade memberikan

kesimpulan bahwa mereka yang mengharapkan menerima reward untuk menyelesikan tugas atau

untuk keberhasilan tugasnya dengan mereka tidak mengharapkan reward sama sekali. Studi ini

meneliti manfaat reward untuk anak-anak dan dewasa, laki-laki dan perempuan, dan termasu tugas

mengungkpkan fakta untuk memecahhkan masalah dan merancang kolase. Umumnya,

pengalaman lebih kognitiif dan pemikiran yang terbuka dibutuhkan, dan orang-orang yang hanya

bekerja demi reward adalah yang terburuk. Cukup menarik, para peneliti sendiri sering terkejut.

Mereka beranggapan reward dapat membuat pekerjaan lebih baik tetapi malah sebaliknya.

Pertanyaan untuk manajer adalah apakah rencana insentif ini bekerja ketika motivator

eksterinstik? umumnya tidak. Sayangnya, penulis C. Douglas Jenskin, Jr. menuliskan, kebanyakan

peneliti organisasi untuk artikel yang miriip seperti ini yang di terbitkan cendrung “untuk focus

pada efek variasi dalam memberikan insentif, dan bukan pada apakah kinerja berbasis kenaikan

gaji meningkatkan kinerja”.

Sejumlah studi, bagaimanapun, telah meneliti apakah membayar atau pun tidak, terutama

di tingkat eksekutif, mempengaruhi pofitabilitas dan ukuran peningkatan kinerja. Sering kali

mereka menemukan sedikit atau bahkan korelasi yang negatif antara gaji dengan kinerja.

Biasanya, tidak adanya hubungan tersebut diartikan sebagai bukti hubungan antara kompensasi

dan sesuatu yang lain tentang bagaimana mereka melakukan pekerjaan dengan baik. Tetapi

3

Page 6: Akmen

banyak dari data dapat mendukung perbedaan kesimpulan, salah satu yang membalikkan kausal

sempit. Mungkin apa yang penelitian ini ungkapkan adalah gaji tinggi tidak identik dengan

menghasilkan kinerja yang baik. Dengan kata lain, gagasan untuk memberikan imbalan mungkin

akan mendapatkan hasil yang buruk.

Pertimbangan temuan dari Jude T. Rich dan John A. Carson, yang dulunya Mckinsey &

Company. Di 1982, dengan wawancara dan laporan perwakilan, mereka memeriksa program

kompensasi di 90 perusahaan di US untuk menilai apakah mengikuti rencana pemegang saham

yang ingin memberikan insentif bagi eksekutif puncak lebih baik dari perusahaan lain yang tidak

memberikannya. Mereka tidak dapat menemukan perbedaannya.

4 tahun kemudian, Jenkins mencari 28 penelitian yang diterbitkan sebelumnya yang

mengukur dampak dari insentif keuangan pada kinerja. Hasil analisisnya “Financial Incentives” di

publikasi kan pada tahun 1986, mengungkapkan bahwa 16, atau 57% dari penelitian menemukan

efek positif pada kinreja. Bagaimanapun, semua kinerja yang diukur adalah bersifat kuantitatif:

pekerjaan yang baik terdiri dari memproduuksi sesuatu atau mengerjakannya dengan cepat. Hanya

5 penelitian yang melihat dari kualitas kinerja. Dan kelimanya tidak ada menunjukan keuntungan

dari insentif.

Analisi lain nya diambil dari situasi yang tidak biasa yang dipengaruhi sekelompok tukang

las di perusahaan Midwestern Manufacturing. Atas permintaan serikat, sistem insentif yang telah

berlaku selama bertahun-tahuun itu tiba-tiba dihilangkan/dihentikan. Sekarang, jika insentif

keuangan menimbulkan motifasi, maka ketiadaannya akan menurunkan produksi. Dan itu memang

terjadi pada awalnya. Untungnya, Harold f. Rothe, mantan manajer dan staf pribadi perusahaan di

perushaan Beloit, melihat produksi selama sebulan, memberikan semacam data jangka panjang

yang hamper tidak terkumpulkan di bidang ini. Setelah awal penurunan, Rothe mengatakan tidak

adanya insentif ini menyebabkan tukang las memproduksi dengan lebih cepat dan meningkatkan

dilevel tertinggi atau lebih tinggi dengan yang terjadi sebelumnya.

Salah satu ulasan terbesar tentang bagaimana interfensi program berpengaruh pada

produktifitas, sebuah meta analisis dari 30 perusahaan dengan 98 penelitian, telah dilakukan di

pertengahan tahun 1980 oleh Richard A. Guzzo, asosiasi professor pisikologi di universitas

Maryland, collage park. Dan rekan perguruan tingg di universitas New York. Angka mentah

tampaknya menunjukan hubungan yang positif antara insentif keuangan dengan produktifitas,

tetapi karena variasi yang besar dari satu penelitian ke penelitian lainnya, uji statistic menunujkan

bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan secara keseluruhan. Terlebih lagi insentif keuangan

yang hamper tidak berhubungan dengan jumlah pekerja yang tidak hadir atau mereka yang

4

Page 7: Akmen

berhenti dari pekerjaannya selama periode waktu tertentu. Sebaliknya, pelatihan dan penetapan

tujuan program memiliki dampak yang jauh lebih besar dari membayar atas rencana kinerja.

2.3 Mengapa Rencana Insentif Tidak Berhasil Meningkatkan Kinerja Karyawan?

Mengapa Rencana Insentif Tidak Berhasil Meningkatkan Kinerja Karyawan?

Kinerja yang baik senantiasa menjadi idaman tiap perusahaan. Perusahaan melakukan

berbagai macam cara untuk dapat mendongkrak kinerjanya. Manajemen berpikir keras untuk

menyusun strategi bagaimana meningkatkan kinerja karyawannya. Salah satu jalan yang ditempuh

adalah dengan memberikan kompensasi yang layak dan memuaskan kepada para keryawannya.

Beberapa macam insentif diberikan untuk memberikan motivasi agar karyawan bekerja

dengan lebih baik. Beberapa perusahaan berhasil dengan metode ini, namun ada juga beberapa

yang mengalami kegagalan. Mengapa rencana insentif tidak berhasil? Beberapa faktor yang

menyebabkan insentif tidak berhasil meningkatkan kinerja karyawan adalah :

1. Pembayaran bukanlah sebuah motivator

Deklarasi dari W. Edward Deming sungguh mengejutkan meskipun belum terlalu

jelas. Tentu, dengan uang kita bisa membeli apapun yang diinginkan dan dibutuhkan.

Selain itu, orang-orang yang di gaji pas-pasan, mereka akan lebih peduli dengan uang.

Memang, beberapa studi selama dalam beberapa dekade terakhir telah menemukan

bahwa ketika orang diminta untuk menebak apa yang penting untuk rekan kerja -

manajer, untuk mereka bawahan- mereka menganggap uang adalah yang paling

penting untuk rekan mereka. Akan tetapi, ketika ditanya secara langsung kepada

mereka- "Apakah kamu peduli dengan uang?" - Dan jawaban mengenai uang, gaji, atau

insentif itu hanya berada di peringkat 5 atau 6 saja. Para pekerja berpendapat bahwa

yang akan meningkatkan motivasi terletak pada kondisi lingkungan kerja yang

nyaman, kebijakan dalam perusahaan, komunikasi yang baik dengan manajer, dll.

Meskipun orang memiliki prinsip yang berhubungan dengan gaji mereka, tetap

saja tidak dapat membuktikan bahwa uanglah yang memotivasinya. Tidak ada alas an

yang kuat untuk asumsi bahwa membayar orang lebih akan mendorong mereka untuk

melakukan pekerjaan yang lebih baik atau bahkan, dalam jangka panjang, lebih banyak

pekerjaan. Menurut Frederick Herzberg, Profesor Manajemen terkenal di Universitas

5

Page 8: Akmen

Utah Graduate School of Management, berpendapat, karena sedikit uang yang

diberikanoleh perusahaan dapat menurunkan motivasi sehingga tidak berarti bahwa

semakin banyak uang akan membawa peningkatan kepuasan karyawan, apalagi

peningkatan motivasi. Hal ini masuk akal untuk mengasumsikan bahwa jika gaji bersih

seseorang dipotong setengahnya maka akan merusak kinerja. Tapi itu tidak selalu sama

ketika gaji naik dua kali lipat, orang tersebut akan menghasilkan pekerjaan yang lebih

baik.

Harus diingat bahwa pembayaran berupa uang hanyalah motivator dan kepatuhan

sesaat, dan saat insetif tersebut hilang, maka motivasi akan hilang juga. Yang lebih

penting adalah bahwa insentif hanya merupakan penghargaan tambahan kepada

karyawan, dan bukan hal yang utama. Yang lebih diutamakan adalah penghargaan atas

eksistensi mereka, sehingga secara pribadi karyawan dihargai sebagai bagian yang

penting dari sebuah keluarga diperusahaan. Pembayaran bukanlah motivator. Herzberg

menyatakan bahwa uang hanya membeli kepatuhan sesaat, dan saat insentif itu hilang,

maka motivasinya pun hilang. Herzberg mengatakan memberikan penghargaan dalam

bentuk kesempatan berkarir, dan bentuk motivasi instriksik lainnya lebih efektif dalam

mempengaruhi motivasi karyawan. meski demikian, perhatian terhadap insentif

keuangan juga harus mendapat perhatian.

2. Penghargaan berupa Hukuman

Ada dua jenis insentif, yaitu insentif positif dan insentif negatif :

1. Insentif positif

Insentif positif adalah insentif yang memberikan jaminan positif untuk

memenuhi kebutuhan dan keinginan. Insentif positif umumnya memiliki sikap

optimistis dan insentif umumnya diberikan untuk memenuhi kebutuhan psikologis

seseorang. Sebagai contoh, promosi, pujian, pengakuan, tunjangan dan pinjaman, dll.

2. Insentif negatif

Insentif negatif adalah insentif yang tujuannya adalah untuk memperbaiki

kesalahan atau standar seseorang. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kesalahan

dalam rangka untuk mendapatkan hasil yang efektif. Insentif negatif umumnya

terpaksa diberikan ketika insentif positif tidak bekerja. Sebagai contoh: penurunan

pangkat, transfer, denda, hukuman, dll.

6

Page 9: Akmen

Banyak manajer memahami pemaksaan ditakut merusak motivasi dan membuat

pembangkangan, defensif, dan kemarahan. Mereka menyadari bahwa manajemen

hukuman adalah kontradiksi. Seperti pendapat Herzberg yang menulis dalam HBR 25

tahun yang lalu (“One More Time: How Do You Motivate Employees?” January–

February 1968) “KITA”— singkatan “kick in the pants”— dimana hukumana mungkin

menghasilkan gerakan tetapi tidak pernah motivasi.

Banyak yang memandang bahwa hukuman dan penghargaan sebagai dua sisi

mata uang. Banyak yang mengatakan “lakukan ini maka anda dapat itu”, dan “lakukan

ini atau anda tidak dapat itu.” Dalam kasus insentif, hadiah itu sendiri dapat sangat

diinginkan; tapi dengan membuat yang bonus bergantung pada perilaku tertentu,

manajer memanipulasi bawahan mereka, dan bahwa pengalaman dikendalikan

cenderung menganggap kualitas hukuman dari waktu ke waktu. Insentif berupa

hukuman itu sendiri dapat didefinsikani sebagai “apakah ditarik dengan sengaja” atau

“tidak diterima oleh seseorang yang berharap untuk mendapatkannya”

3. Perhargaan memutuskan hubungan.

Rencana insentif memiliki potensi mendorong seseorang (atau kelompok) untuk

mengejar penghargaan kuangan bagi diri mereka sendiri.sehingga dapat merusak

hubungan karyawan dikarenakan adanya perebutan hadiah atau bonus yang akan

mereka capai .

Insentif individu adalah suatu program kompensasi yang mengkaitkan bayaran

dengan produktivitas seseorang. Atau, dengan kata lain, insentif individu ini

memberikan kompensasi menurut penjualan, produktivitas, atau penghematan biaya

yang dihubungkan dengan karyawan tertentu.

Keunggulan dari program insentif individu ini adalah bahwa kalangan karyawan

dapat melihat dengan segera adanya hubungan antara apa yang mereka kerjakan

dengan apa yang mereka peroleh. Namun, karena hal itu, kompetisi di antara para

karyawannya semakin tinggi yang suatu saat dapat mencapai suatu titik yang

menghasilkan dampak negatif, dimana para karyawan mulai melakukan persaingan

tidak sehat, demi kepentingan dirinya sendiri.

7

Page 10: Akmen

4. Penghargaan mengabaikan alasan

Dalam rangka memecahkan masalah di tempat kerja, para manajer harus

memahami apa penyebabnya. Apakah para pekerja tidak cukup siap untuk tuntutan

pekerjaan mereka? Apakah pertumbuhan jangka panjang yang dikorbankan untuk

memaksimalkan laba jangka pendek? Adalah pekerja tidak dapat bekerjasama secara

efektif? Apakah organisasi terlalu kaku hirarkis sehingga karyawan terintimidasi dalam

memberikan pendapat sehinnga tidak berdaya? Setiap situasi-situasi ini memerlukan

respon yang berbeda. Tapi mengandalkan insentif untuk meningkatkan produktivitas

tidak apa-apa untuk mengatasi masalah yang mendasari mungkin dan membawa

perubahan yang berarti.

Selain itu, manajer sering menggunakan sistem insentif sebagai pengganti untuk

memberikan para pekerja apa yang harus mereka lakukan sehingga menjadi pekerjaan

yang baik. Memperlakukan pekerja dengan baik — memberikan umpan balik yang

berguna, dukungan sosial, dan ruang untuk menentukan nasib sendiri—adalah inti dari

manajemen yang baik. Di sisi lain, tergantung bonus di depan karyawan dan menunggu

hasil yang membutuhkan usaha lebih sedikit. Memang, beberapa bukti menunjukkan

bahwa strategi manajerial produktif cenderung untuk digunakan dalam organisasi yang

cenderung di bayar-untuk-kinerja rencana.

Insentif Piecework adalah insentif tertua, dan masih, yang paling luas digunakan.

Piecework sendiri adalah sebuah sistem pembayaran berdasarkan pada jumlah benda

yang diproses oleh setiap pekerja perorangan dalam ukuran unit waktu, seperti jumlah

benda per jam atau jumlah benda per hari. Piecework umunya menyiratkan piecework

langsung, yang meminta perbandingan ketat antara hasil dan penghargaan dengan

mengabaikan output. Namun beberapa rencana piecework mengizinkan hasil

produktivitas bersama antara pengusaha dan pekerja.Rencana piecework memiliki pro

dan kontra. Rencana ini dapat dipahami, terlihat sama prinsipnya, dan bisa menjadi

insentif yang kuat, karena penghargaan proporsional dengan kinerja. Memang rencana

ini bisa memperlihatkan kelakuan : karyawan berkosentrasi pada output dan tidak

terlalu berusaha memenuhi standar kualitas atau berpindah dari pekerja yang satu ke

pekerja yang lain.

Rencana jam standar adalah sebuah rencana di mana seseorang pekerja dibayar dengan

8

Page 11: Akmen

taraf dasar per jam, tetapi dibayar presentase tambahan tertentu dari taraf dasarnya

untuk produksi yang melebihi standar per jam atau per hari. Serupa dengan

pembayaran piecework, tetapi didasarkan pada premi persen. Beberapa perusahaan

menemukan bahwa memperlihatkan insentif dalam presentase mengurangi

kecenderungan karyawan untuk menghubungkan standar produksi mereka dengan

pembayaran.

5. Manajer perusahaan akan menerima insentif berdasarkan laba yang diperoleh. Jadi

mereka akan berusaha untuk mencapai target penjualan sehingga memperoleh insentif

yang tinggi. Ketika terjadi suatu hambatan yang dilakukan oleh karyawan tidak

diindahkan oleh manajer. Oleh sebab itu, biasanya karyawan cenderung menyimpan

permasalahannya sendiri. Ataupun pada saat penjualan tidak sesuai dengan target yang

sudah direncanakan, mereka akan berusaha agar dapat sesuai dengan target dengan

apapun caranya.

6. Penghargaan dapat menurunkan motivasi dalam pengambilan risiko

Sejumlah penelitian menyatakan bahwa setiap orang yang bekerja untuk

mendapatkan penghargaan atau upah , mereka umumnya akan meminimalkan

tantangan dan memilih pekerjaan yang kurang berisiko . Sehingga Dengan adanya

penghargaan sebagian orang akan berpikir dalam melakukan pekerjaan yang akan

menghambat karyawan dalam pengambilan keputusan .jadi memang benar

penghargaan akan memotivasi karyawan untuk mendapatkan penghargaan tersebut ,

sehingga karyawan tersebut ragu untuk mengambil risiko yang lebih tinggi. Dan selalu

memilih pekerjaan yang berisiko rendah .

7. Imbalan dapat menurunkan minat dalam pekerjaan

Studi pertama untuk membangun pengaruh imbalan terhadap motivasi intrinsik

dilakukan pada awal 1970-an oleh Edward Deci, profesor dan ketua departemen

psikologi di University of Rochester.Sekarang, sejumlah eksperimen di seluruh negeri

telah direplikasi temuan. Sebagai Deci dan rekannya Richard Ryan, wakil presiden

senior dan manajer investasi pelatihan di Robert W. Baird dan Co, Inc, menulis dalam

buku mereka tahun 1985, Motivasi Intrinsik dan Penentuan Nasib di Human

Behavior,`

Deci dan Ryan berpendapat bahwa menerima penghargaan untuk perilaku

tertentu memberikan pesan tentang apa yang telah kita lakukan dan kendalikan , atau

mencoba untuk mengendalikan , untuk perilaku masa depan kita . Jadi dengan adanya

penghargaan dapat mengendalikan apa yang harus mereka lakukan .

9

Page 12: Akmen

Semakin sering karyawan dikendalikan maka akan akan semakin cenderung

karyamawan tersebut kehilangan akan minatnya dalam pekerjaan apa yang akan

dilakukan .

Beberapa hal singkat di atas harus diperhatikan saat rencana insentif akan

dijalankan pada suatu perusahaan. Dalam kondisi tertentu, karyawan berhak

mendapatkan insentif. Namun hal ini haruslah diberikan ketika mereka benar-benar

mengetahui dan memahami bahwa mereka memang layak mendapatkan insentif

tersebut.

Pemberian insentf pada individu yang tepat dan pada saat yang tepat akan

meningkatkan kinerja. Sebagai contoh, insentif dapat diberikan pada unit penjualan

ketika angka penjualan meningkat atau mencapai target. Transparansi kinerja sangatlah

penting untuk diketahui oleh setiap karyawan, sehingga antara individu satu dengan

yang lainnya bias saling menerima atas insentif yang mereka dapatkan.

Syarat Pemberian Insentif agar mencapai tujuan dari pemberian insentif

Menurut Panggabean (2002:92) syarat tersebut adalah:

1. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat

dimengerti.

2. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan

untuk mereka lakukan.

3. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk akal

untuk memperoleh sesuatu.

4. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk

menentukan rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (dan program

evaluasi akan terhambat), jika prestasi tertentu tidak dapat dikaitkan

dengan dolar yang dibelanjakan.

Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1990 : 163) sifat dasar

pengupahan agar proses pemberian insentif berhasil:

a. Pembayaran hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan dihitung oleh

karyawan itu sendiri.

b. Penghasilan yang diterima karyawan seharusnya langsung menaikkan output.

c. Pembayaran dilakukan secepat mungkin.

10

Page 13: Akmen

d. Standar kerja ditentukan dengan hati-hati. Standar kerja yang terlalu tinggi maupun

rendah dapat berakibat buruk.

e. Besarnya upah normal dengan standar jam kerja hendaknya cukup merangsang

pekerja untuk bekerja lebih giat.

11

Page 14: Akmen

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Setiap perusahaan selalu

menginginkan hasil yang maksimum dalam proses produksinya. Untuk mencapai tujuan

perusahaan tersebut perlu adanya dukungan dari setiap unsur perusahaan termasuk di dalamnya

karyawan bagian produksi. Dalam usaha mencapai peningkatan produksi juga ditandai dengan

adanya dukungan yang kuat dari keuangan dan tunjangan – tunjangan lain dalam perusahaan.

Akan tetapi terdapat kegagalan dalam rencana pemberian penghargaan yang berdampak pada

sikap karyawan . Oleh karena itu , perlu diperhatikan syarat-syarat dalam pemberian

insentif/penghargaan agar tercapainya tujuan dari pemberian insentif .

12

Page 15: Akmen

Daftar Pustaka

Dessler, Gary, 2007, Manajemen Personalia, Edisi Ketiga, Jakarta: Erlangga.

Panggabean,Mutiara S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.

“One more time :How do You motivate Employess ?”

Bt Freddick Hersberg, Harvard Business Review,January-February 1968

13