ak.publik (apbd).doc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen keuangan daerah merupakan alat untuk mengelola rumah tangga pemerintah daerah
(pemda). Salah satu dari manajemen keuangan daerah tersebut adalah akuntansi keuangan daerah.
Akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu bentuk tata usaha dalam manajemen keuangan
daerah selain tata usaha umum atau administrasi. Ruang lingkup keuangan daerah adalah anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD), barang-barang inventaris kekayaan daerah, dan badan usaha
milik daerah.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Menambah wawasan pembaca tentang Penyusunan APBD
2. Untuk menyeleseikan salah satu tugas mata kuliah Akuntansi Publik
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui tentang
Penyusunan APBD. Sedangkan untuk penulis, makalah ini sangat bermafaat sekali untuk
penambahan ilmu pengetahuan serta memperluas pendalaman mata kuliah Akuntansi Publik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi APDB
Pasal 64 ayat 2 nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, APBD
didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemda, dimana pada satu pihak menggambarkan
perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek
daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain menggambarkan perkiraan dan sumber-
sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.
APDB menurut Wajong (1962:81) adalah rencana pekerjaan keuangan yang dibuat untuk suatu
jangka waktu ketika badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala
daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan
yang menjadi dasar penetapan anggaran dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup
pengeluaran tadi.
Dari definisi diatas menunjukkan bahwa suatu anggaran daerah, termasuk APBD memiliki unsur
sebagai berikut:
1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya rinci
2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya terkait
aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan
dilaksanakan
3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka
4. Periode anggaran biasanya satu tahun
Pada tahap reformasi, bentuk dan susunan APBD telah mengalami dua kali perubahan. Pada
awalnya, susunan APBD (berdasarkan UU nomor 6 tahun 1975) terdiri atas anggaran rutin dan
anggaran pembangunan. Anggaran rutin dibagi lebih lanjut menjadi pendapatan dan belanja rutin.
Anggaran pembangunan dibagi lebih lanjut menjadi pendapatan dan belanja pembangunan. Tahun
1984-1988 mengalami perubahan susunan, dimana pendapatan terbagi lagi menjadi pendapatan
daerah, penerimaan bangunan, dan urusan kas dan perhitungan (UKP). Belanja juga dirinci menjadi
belanja rutin dan pembangunan. Belanja rutin diklasifikasikan ke dalam 10 bagian, dan belanja
pembangunan diklasifikasikan menjadi 21 sektor (termasuk subsidi untuk daerah bawahan,
pembayaran kembali pinjaman dan UKP).
Perubahan kedua, yaitu pada bagian pendapatan dari daerah, terjadi di era prareformasi pada
tahun 1988. Perubahan yang terjadi adalah pada klasifikasinya. Jika pada bentuk sebelumnya
pendapatan dari daerah terbagi menjadi empat, yaitu sisa lebih perhitungan tahun lalu, pendapatan
2
asli daerah, bagi hasil pajak/bukan pajak, dan sumbangan dan bantuan, maka pada bentuk yang baru,
bagi hasil pajak/bukan pajak dan sumbangan dan bantuan dimasukkan kedalam satu bagian, yaitu
Pendapatan yang berasal dari Pemberian Pemerintah dan atau Instansi yang lebih tinggi.
Karakteristik APBD pada era reformasi:
1. APBD disusun oleh DPRD bersama-sama dengan kepala daerah
2. Pendekatan yang dipakai dalam menyusun anggaran adalah pendekatan line-item atau pendekatan
tradisional. Pada pendekatan ini, anggaran disusun berdasarkan jenis penerimaan dan
pengeluaran.
Jenis pendekatan lain yang lebih maju:
a. Program budgeting
Anggaran disusun berdasarkan pekerjaan atau tugas yang akan dijalankan. Pendekatan ini
mengutamakan efektivitas.
b. Performance budgeting
Penekanan pendekatan ini terdapat pada pengukuran hasil pekerjaan sehingga output dapat
dibandingkan dengan pengeluaran dana yang telah dilakukan. Pendekatan ini memerhatikan
efisiensi
c. Planning, programming and budgeting system
Pendekatan ini merupakan variasi dari performance budgeting. PPBS menggabungkan tiga
unsur, yaitu perencanaan hasil, pemprograman kegiatan fisik untuk mencapai hasil yang
diinginkan dan penganggaran untuk mencapai hasil yang diinginkan.
d. Zero based budgeting
Pendekatan penganggaran dasar nol juga merupakan variasi dari performance budgeting yang
menitikberatkan pada efisiensi anggaran.
3. Siklus APBD terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeriksaan, serta
penyusunan dan penetapan perhitungan APBD
4. Dalam tahap pengawasan dan pemeriksaan serta penyusunan dan penetapan perhitungan APBD,
pengendalian, dan pemeriksaan/audit terhadap APBD bersifat keuangan
5. Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dilakukan berdasarkan ketaatan terhadap tiga unsur
utama, yaitu unsur ketaatan pada peraturan perundangan yang berlaku, unsur kehematan dan
efisiensi dan hasil program
6. System akuntansi keuangan daerah menggunakan tata buku anggaran.
Peraturan-peraturan di era reformasi keuangan daerah mengisyaratkan agar laporan keuangan
semakin informatif. Untuk itu, dalam bentuk yang baru, APBD terdiri atas tiga bagian, yaitu
3
pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pembiayaan merupakan kategori baru yang belum ada pada
APBD di era prareformasi. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD semakin
informatif, yaitu memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah. Hal ini sesuai dengan definisi
pendapatan sebagai hak pemda, sedangkan pinjaman belum tentu menjadi hak pemda. Selain itu,
dalam APBD mungkin terdapat surplus atau defisit. Pos pembiayaan ini merupakan alokasi surplus
atau sumber penutupan defisit anggaran.
Dalam bentuk APBD yang baru, pendapatan juga dibagi menjadi tiga kategori, yaitu pendapatan
asli daerah, dana perimbangan, dan pendapatan lain-lain daerah, belanjua pelayanan public, belanja
bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Belanja operasi dan pemeliharaan, serta
belanja modal/pembangunan. Belanja pelayanan public dikelompokkan menjadi tiga, yaitu belanja
administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja modal. Pembiayaan
dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah merupakan sisa
lebih anggaran tahun sebelumnya, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah
yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas
pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan
sisa lebih anggaran tahun yang sedang berlangsung. Struktur APBD, yang didasarkan pada
Kepmendagri no.29 tahun 2002 tentang pedoman pengurusan, pertanggungjawaban, dan pengawasan
keuangan daerah, serta tata cara penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, pelaksanaan
tata usaha keuangan daerah, dan penyusunan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
B. Tahapan Penyusunan APBD
Penyusunan APBD Tahun Anggaran harus didasarkan prinsip sebagai berikut:
1. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
2. APBD harus disusun secara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal;
3. Penyusunan APBD dilakukan secara transparan, dimana memudahkan masyarakat untuk
mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnya tentang APBD;
4. Penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat;
5. APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
6. Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi
dan peraturan daerah lainnya.
4
Dalam menyusun APBD Tahun Anggaran, pemerintah daerah dan DPRD harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Penetapan APBD tepat waktu
Tahapan Penyusunan APBD
No Uraian
1 Penyusunan RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah)
2 Penyampaian KUA (Kebijakan Umum APBD) dan PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) oleh Ketua TAPD kepada kepala daerah
3 Penyampaian KUA dan PPAS oleh kepala daerah kepada DPRD
4 KUA dan PPAS disepakati antara kepala daerah dan DPRD5 Surat Edaran kepala daerah perihal Pedoman RKA-SKPD6 Penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD danRKA-PPKD serta penyusunan Rancangan
APBD7 Penyampaian Rancangan APBD kepada DPRD
8 Pengambilan persetujuan Bersama DPRD dan kepala daerah
9 Hasil evaluasi Rancangan APBD
10 Penetapan Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi2. Substansi KUA mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal
yang bersifat teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan umum,seperti:
a. Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro
daerah;
b. Asumsi dasar penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran x termasuk laju
inflasi,pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah;
5
c. Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan
besaranpendapatan daerah untuk tahun anggaran x serta strategi pencapaiannya;
d. Kebijakan belanja daerah yang mencerminkan program dan langkah kebijakan dalam upaya
peningkatan pembangunan daerah yang merupakan manifestasi darisinkronisasi kebijakan
antara pemerintah daerah dan pemerintahserta strategi pencapaiannya;
e. Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah
sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan
pembangunan daerahserta strategi pencapaiannya.
3. Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang dikaitkan dengan
sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari SKPD terkait. PPAS juga
menggambarkan pagu anggaran sementara dimasing- masing SKPD berdasarkan program dan
kegiataprioritas dalam RKPD.Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif setelah
rancangan peraturan daerah tentang APBD disetujui bersama antara kepala daerah dengan DPRD
serta rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut ditetapkan oleh kepala daerah menjadi
peraturan daerah tentang APBD.
4. Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan rancangan KUA dan rancangan PPAS,
kepala daerah harus menyampaikan rancangan KUA dan rancangan PPAS tersebut kepada DPRD
dalam waktu yang bersamaan, yang selanjutnya hasil pembahasan kedua dokumen tersebut
disepakati bersama antara kepala daerah dengan DPRD pada waktu yang bersamaan, sehingga
keterpaduan substansi KUA dan PPAS dalam proses penyusunan RAPBD akan lebih efektif.
5. Substansi Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh
SKPD danRKA-PPKD kepada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) memuat
prioritas pembangunan daerah, program dan kegiatan sesuai dengan indikator, tolok ukur dan
target kinerja dari masing-masing program dan kegiatan, alokasi plafon anggaran sementara
untuk setiap programdan kegiatan SKPD, batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD,
dan dokumen lainnya sebagaimana lampiran Surat Edaran dimaksud meliputi KUA, PPAS,
analisis standar belanja dan standar satuan harga.
6. RKA-SKPD memuat rincian anggaran pendapatan, rincian anggaran belanja tidak langsung
SKPD (gaji pokok dan tunjangan pegawai, tambahan penghasilan, khusus pada SKPD Sekretariat
DPRD dianggarkan juga Belanja Penunjang Operasional Pimpinan DPRD), rincian anggaran
belanja langsung menurut program dan kegiatan SKPD.RKA-PPKD memuat rincian pendapatan
yang berasal dari dana perimbangan dan pendapatan hibah, belanja tidak langsung terdiri dari
belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja
6
bantuan keuangan dan belanja tidak terduga, rincian penerimaan pembiayaan dan pengeluaran
pembiayaan.
7. Dalam kolom penjelasan penjabaran APBD diisi lokasi kegiatan untuk kelompok belanja
langsung, sedangkan khusus untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari Dana Bagi Hasil
Dana Reboisasi (DBH-DR), Dana Alokasi Khusus, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus,
Hibah, Bantuan Keuangan yang bersifat khusus, Pinjaman Daerahserta sumber pendanaan lainnya
yang kegiatannya telah ditentukan,agar mencantumkan sumberpendanaan dalam kolom
penjelasan penjabaran APBD.
8. Dalam hal rancangan peraturan daerah tentang APBD disampaikan oleh kepala daerah kepada
DPRD, sedangkan pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dimaksud belum
selesai sampai pada tanggal yang ditentukan, maka kepala daerah harus menyusun rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD untuk mendapatkan pengesahan dari Menteri Dalam
Negeri bagi APBD Provinsi dan Gubernur bagi APBD Kabupaten/Kota. Kebijakan tersebut
dilakukan untuk menjaga proses kesinambungan pembangunan daerah dan pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan realitas politik di daerah.
9. Dalam hal kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah tentang APBD Tahun Anggaran
tahun x, maka kepala daerah harus memperhatikan hal-hal sebagaiberikut:
a. Anggaran belanja daerah dibatasi maksimum sama dengan anggaran belanja daerah dalam
Perubahan APBD Tahun Anggaran x.
b. Belanja daerah diprioritaskan untuk mendanai belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang
bersifat wajib untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pelayanan dasar masyarakat sesuai
dengan kebutuhan Tahun Anggaran x.
c. Pelampauan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran hanya diperkenankan apabila ada
kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan PNSD serta penyediaan dana
pendamping atas program dan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah serta belanja bagi
hasil pajak dan retribusi daerah yang mengalami kenaikan akibat adanya kenaikan target
pendapatan daerah dari pajak dan retribusi dimaksud dari Tahun Anggaran x.
10. Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir,
sedangkan persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan daerah dimaksud paling lambat 1
(satu) bulan terhitung sejak rancangan peraturan daerah diterimaoleh DPRD. Dalam hal
rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun Anggaran x
belum mendapatkan persetujuan bersama, kepala daerah dapat menetapkan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD Tahun Anggaran x dengan peraturan kepala daerah.
7
C. Keuangan Daerah, Manajemen Keuangan Daerah, dan Akuntansi Keuangan Daerah
Keuangan daerah diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang,
baik berupa uang maupun barang, yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/
dikuasai oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan
perundangan yang berlaku.
Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah yang disebut dengan tata usaha
daerah. Menurut Mamesah (1995), tata usaha daerah dibagi menjadi dua golongan:
1. Tata usaha umum, menyangkut kegiatan surat menyurat, mengagenda, mengekspedisi,
menyimpan sura-surat penting atau mengarsipkan, dan kegiatan dokumen lainnya.
2. Tata usaha keuangan, adalah tata buku yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara
sistematis di bidang keuangan berdasarkan prinsip, standarisasi, dan prosedur tertentu sehingga
dapat memberikan informasi actual dibidang keuangan
Tugas pengelola keuangan daerah menurut UU no 17 tahun 2003:
1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD
2. Menyusun rancangan dan perubahan APBD
3. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan melalui peraturan daerah
4. Melaksanakan fungsi bendahara umum daerah
5. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
Struktur APBD:
8
Struktur APBD menurut :
1. Kepmendagri 29/2002
Struktur APBD menurut Kepmendagri 29/2002 (Perda & Peraturan Kepda)
Pendapatan • PAD • Dana Perimbangan • Lain-lain Pendapatan yang Sah
xxxxxxxxx
Jumlah Pendapatan xxx
Belanja Aparatur • Belanja Administrasi Umum • Belanja Operasi & Pemeliharaan • Belanja Modal
xxxxxxxxx
Belanja Publik • Belanja Administrasi Umum • Belanja Operasi & Pemeliharaan • Belanja Modal• Belanja Bantuan Keuangan • Belanja Tidak Tersangka
xxxxxxxxxxxx
Jumlah Belanja xxx
Surplus (Defisit) = Jumlah Pendapatan – Jumlah Belanja (xxx)
Pembiayaan• Pembiayaan Penerimaan• Pembiayaan Pengeluaran
xxxxxx
Pembiayaan Netto
2. Permendagri 13/2006
Struktur APBD menurut Permendagri 13/2006 (Perda & Peraturan Kepda)
Urusan Wajib/Pilihan
Pendapatan • PAD • Dana Perimbangan • Lain-lain Pendapatan yang Sah
xxxxxxxxx
Jumlah Pendapatan xxx
9
Belanja Tidak Langsung • Belanja Pegawai • Belanja Bunga • Belanja Subsidi • Belanja Bantuan Sosial • Belanja Bagi hasil • Belanja Bantuan Keuangan• Belanja Tidak Terduga
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Belanja Langsung • Belanja Pegawai • Belanja Barang & Jasa • Belanja Modal
xxxxxxxxx
Jumlah Belanja xxx
Surplus (Defisit) = Jumlah Pendapatan – Jumlah Belanja (xxx)
Pembiayaan• Pembiayaan Penerimaan• Pembiayaan Pengeluaran
xxxxxx
Pembiayaan Netto
Ada beberapa hal mendasar yang berubah dari Kepmendagri 29 ke Permendagri 13, yakni:
1. Dari Sentralisasi ke Desentralisasi. Desentralisi dalam hal ini adalah memberikan
kewenangan kepada kepala SKPD sebagai pejabat Pengguna Anggaran (PA) dan Pengguna
Barang (PB). Sebagai PA, kepala SKPD boleh memerintahkan BUD untuk melakukan
pembayaran dengan mengeluarkan SPM (Surat Perintah Membayar). Untuk memediasi
sehingga ada perikatan antara kepala SKPD dengan BU, maka dibentuklah dokumen
Anggaran Kas. Anggaran kas tidak ubahnya sebuah kontrak antara BUD dan kepala SKPD,
dimana BUD memiliki kewajiban untuk menerbitkan SP2D maksimal sebesar nilai yang
tercantum dalam anggaran kas tersebut. Oleh karena itu, kepala SKPD tidak perlu membuat
surat pertanggungjawaban (SPJ) atas anggaran yang telah digunakannya ke BUD.
2. Perubahan struktur organisasi PKD. Implikasi dari penerapan asas desentralisasi di atas
adalah terjadinya perubahan dalam struktur PKD. Kepala SKPKD adalah PPKD yang juga
melaksanakan fungsi perebendaharaan keuangan daerah (selaku BUD), sehingga memiliki
kewenangan untuk mengusulkan bendahara yang akan ditempatkan di SKPD sebagai pejabat
fungsional perbendaharaan. Di sisi lain, di SKPD ditunjuk pejabat penatausahaan keuangan
(PPK) SKPD, yang akan melaksanakan fungsi verifikasi, akuntansi, dan pembuatan SPM.
10
3. Mengenalkan istilah Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi. SKPKD adalah entitas
pelaporan, sedangkan SKPD adalah entitas akuntansi (yang wajib menyampaikan laporan
keuangan yang terdiri dari LRA, neraca, dan catatan atas laporan keuangan hanya kepada
entitas pelaporan). Kepala SKPD tidak menyusun Laporan Arus Kas karena bukan
merupakan pengguna uang (kas), kecuali sebagai pengguna anggaran dan pengguna barang.
Pengguna kas di SKPD adalah bendahara, yang membuat buku kas umum (BKU). Pengisian
BKU bukan merupakan bagian dari proses akuntansi keuangan daerah.
3. Permendagri 59/2007 yang merupakan revisi atas Permendagri 13/2006
Pokok-pokok perubahan Permendagri 13/2006 dalam Permendagri 59/2007:
1. Aspek Anggaran
Memperpendek jadual penyusunan anggaran dengan cara meringkas proses dan konten
KUA-PPAS, sehingga istilah PPA dihapus
Tatacara pemberian kode program dan kegiatan dalam pengisian RKA
Reklasifikasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan, beserta kode rekeningnya;
Penegasan alur pengerjaan RKA SKPD, pada SKPKD penyusunan RKA dipisahkan antara
RKA sebagai SKPD dan RKA sebagai pemerintah daerah (RKA PPKD).
2. Aspek Pelaksanaan APBD
• Alur pengerjaan DPA SKPD dan SKPKD juga ikut berubah, mengikuti
perubahan alur pengerjaan RKA.
• Penomoran DPA juga ikut berubah karena adanya perubahan pada pemberian kode
program dan kegiatan
3. Aspek Penatausahaan
a. penatausahaan penerimaan
• Penyederhanaan proses pertanggungjawaban fungsional ke BUD, sehingga tercipta
proses yang lebih efisien. Hal ini dilihat dari dihapusnya
buku pembantu per rincian objek penerimaan yang harus dilampirkan
dalam SPJ fungsional
b. penatausahaan pengeluaran
• Penegasan SPD diberikan kepada SKPD secarar periodic (bulanan,
triwulan, semesteran) tergantung pada ketersediaan dana
• Perubahan format SPD, SPP UP/GU/TU, SPP LS gaji dan tunjangan, SPP
LS barang dan jasa dan ada penambahan format SPP LS belanja tidak
langsung PPKD.
11
4. Aspek Akuntansi dan Pelaporan
• Memberikan ruang gerak yang luwes bagi pemda untuk menyusun sistem
akuntansi, dengan dihapusnya beberapa pasal tentang buku-buku yang
digunakan untuk catatan akuntansi
Sudah diterapkannya prinsip harga perolehan pada perolehan aktiva tetap
D. Kedudukan Akuntansi Keuangan dalam Manajemen Keuangan Daerah
Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah yang disebut dengan tata usaha
daerah. Menurut Mamesah (1995), tata usaha daerah dibagi menjadi dua golongan:
1. Tata usaha umum, menyangkut kegiatan surat menyurat, mengagenda, mengekspedisi,
menyimpan sura-surat penting atau mengarsipkan, dan kegiatan dokumen lainnya.
2. Tata usaha keuangan, adalah tata buku yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara
sistematis di bidang keuangan berdasarkan prinsip, standarisasi, dan prosedur tertentu sehingga
dapat memberikan informasi actual dibidang keuangan
Manajemen keuangan daerah sebagai usaha yang dilakukan manajer, yaitu pemda dalam
membelanjakan dana yang dimiliki daerah sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah tersebut
serta untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaran tersebut.Pengertian
manajemen keuangan pemda menurut Coe (1989), yang meliputi hal berikut:
1. Rencana hasil anggaran belanja dan biaya
2. Laporan mengenai kuitansi dan pembayaran dari dana yang dianggarkan
3. Pembelian barang dan pelayanan
4. Penanaman modal
5. Utang jangka pendek dan jangka panjang yang dibayar jatuh tempo sesuai perjanjian
6. Pengawasan
7. Kehilangan dan pertanggungjawaban yang benar tentang keuangan pada akhir tahun
8. Pemeriksaan transaksi keuangan secara resmi
12
9. Laporan yang diterima sesuai dengan kondisinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
APBD didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemda, dimana pada satu pihak
menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan
proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain menggambarkan
perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang
dimaksud.
Tahapan Penyusunan APBD:
1. Penyusunan RKPD
2. Penyampaian KUA dan PPAS oleh Ketua TAPD kepada kepala daerah
3. Penyampaian KUA dan PPAS oleh kepala daerah kepada DPRD
4. KUA dan PPAS disepakati antara kepala daerah dan DPRD
5. Surat Edaran kepala daerah perihal Pedoman RKA-SKPD
6. Penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD danRKA-PPKD serta penyusunan Rancangan APBD
7. Penyampaian Rancangan APBD kepadaDPRD
8. Pengambilan persetujuan Bersama DPRD dan kepala daerah
9. Hasil evaluasi Rancangan APBD
10. Penetapan Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi
B. Saran
Berdasarkan pembahasan diatas maka penulis dapat memberikan saran:
1. Sebaiknya pembaca dapat membaca dan memahami tentang Penyusunan APBD.
2. Agar makalah ini dapat bermanfaat dan digunakan sebaik-baiknya oleh pembaca dan penulis.
13
AKUNTANSI PUBLIK
Penyusunan APBD
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Mata kuliah Akuntansi Publik
Oleh :
Kelompok 12
Nama No.Bp
Putri Monalisa (1301072026)
Yeni Rosa Damayanti (1301071050)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
POLITEKNIK NEGERI PADANG
JURUSAN AKUNTANSI
2014
14
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT , yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga
penulis dapat menyeleseikan makalah Akuntansi Publik yang berjudul “ Penyusunan APBD”.
Maksud penulisan makalah ini adalah untuk menyeleseikan tugas Akuntansi Publik dan
menambah wawasan mahasiswa serta pembaca tentang Penyusunan APBD. Dan tidak lupa pula penulis
ucapkan kepada dosen pembimbing dan rekan-rekan yang telah membantu dalam menyeleseikan makalah
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata,
penulis mengucapkan terima kasih.
15