aksi boikot jepang: nasionalisme komunitas …
TRANSCRIPT
i
AKSI BOIKOT JEPANG:
NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA
DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II,
1930-AN – 1940-AN
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Sejarah
Oleh:
Martinus Danang Pratama Wicaksana
NIM 154314004
PROGRAM STUDI SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
Skripsi
AKSI BOIKOT JEPANG:
NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA
DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II,
1930-AN – 1940-AN
Disusun Oleh
Martinus Danang Pratama Wicaksana
NIM 154314004
Telah disetujui oleh:
Dr. Yerry Wirawan 9 September 2019
Pembimbing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
AKSI BOIKOT JEPANG:
NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA
DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II
1930-AN – 1940-AN
Oleh
Martinus Danang Pratama Wicaksana
NIM 154314004
Dipertahankan di depan panitia penguji Program Studi Ilmu Sejarah dan
dinyatakan diterima pada tanggal 3 Oktober 2019
Ketua : Dr. Yerry Wirawan ……….
Sekretaris : Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno, M.Hum. ............
Anggota : Heri Priyatmoko, S.S., M.A. ……….
Yogyakarta, 21 Oktober 2019
Fakultas Sastra
Universitas Sanata Dharma
Dekan
Dr. Tatang Iskarna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini merupakan
karya sendiri dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di perguruan tinggi.
Skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau suatu lembaga atau bagian
dari karya orang lain atau suatu lembaga, kecuali bagian-bagian tertetu yang
dijadikan sumber.
Yogyakarta, 9 September 2019
Penulis
Martinus Danang Pratama Wicaksana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata
Dharma:
Nama : Martinus Danang Pratama Wicaksana
Nomor Mahasiswa : 154314004
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul:
AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI
SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II, 1930-AN – 1940-AN
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada 9 September 2019
Yang menyatakan
Martinus Danang Pratama Wicaksana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
La Historia me Absolverá
-Fidel Castro-
Dengan melawan kita takkan sepenuhnya kalah
-Pramoedya Ananta Toer-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
Skripsi ini saya persembahkan untuk mereka yang telah mengisi sejarah
Indonesia namun kalah pertaruhan dengan para pemenang sejarah sehingga
narasi mereka tidak pernah dituliskan oleh bangsa ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Martinus Danang Pratama Wicaksana, Aksi Boikot Jepang: Nasionalisme
Komunitas Tionghoa di Surabaya Menjelang Perang Dunia II, 1930-an – 1940-
an. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas
Sanata Dharma, 2019.
Skripsi berjudul Aksi Boikot Jepang: Nasionalisme Komunitas
Tionghoa di Surabaya Menjelang Perang Dunia II, 1930-an – 1940-an bertujuan untuk mengetahui pengaruh nasionalisme yang berkembang di
Tiongkok daratan akibat ekspansi Jepang sehingga bertumbuh kembang dalam
komunitas Tionghoa di Surabaya dengan melakukan aksi boikot. Penelitian ini
akan menjawab tiga pertanyaan. Pertama, apa yang melatarbelakangi
terbentuknya identitas ganda komunitas Tionghoa. Kedua, instrumen apa saja
yang digunakan untuk menyerukan aksi boikot. Ketigas, bagaimana dan mengapa
aksi boikot Jepang di Surabaya berjalan.
Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yakni pencarian topik,
pengumpulan sumber, kritik sumber, intepretasi atau analisis data, dan penulisan
atau historiografi. Sumber yang digunakan adalah dokumen atau arsip-arsip
pemerintah Hindia Belanda; surat kabar Pewarta Soerabaia, Soeara Oemoem, dan
Soerabaiasch Handelsblad dari tahun 1930-1941. Penelitian ini menggunakan
teori nasionalisme jarak jauh yang dikemukakan oleh Benedict Anderson dan teori
perdagangan Asia yang dikemukakan oleh Meilink Roelofsz.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh nasionalisme yang
berkembang di Tiongkok setelah ekspansi oleh Jepang juga bertumbuh kembang
pada komunitas Tionghoa perantauan di Hindia Belanda. Kebencian terhadap
Jepang oleh komunitas Tionghoa berujung pada aksi boikot barang-barang
Jepang. Organisasi Tionghoa perantauan yang memiliki hubungan dengan Kuo
Min Tang dan surat kabar Pewarta Soerabaia memiliki pengaruh dalam
melakukan aksi boikot di Surabaya.
Kata kunci: Pewarta Soerabaia, Tionghoa, Jepang, Perdagangan,
Nasionalisme, Surabaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Martinus Danang Pratama Wicaksana, Aksi Boikot Jepang: Nasionalisme
Komunitas Tionghoa di Surabaya Menjelang Perang Dunia II, 1930-an – 1940-
an. A Thesis. Yogyakarta: History Department, Faculty of Letters, Sanata Dharma
University, 2019.
This thesis entitled Aksi Boikot Jepang: Nasionalisme Komunitas
Tionghoa di Surabaya Menjelang Perang Dunia II, 1930-an – 1940-an, aims
to determine the influence of nationalism that developed in China which underlie
the boycott action in Surabaya as the result of Japanese expansion. This research
will answer three questions. First, what influences the dual identity formation of
the Chinese community. Second, what instruments are used to propagate boycott
actions. How and why the Japanese boycott in Surabaya happened.
This research uses historical methods which are topic research, data
collection, source criticism, data interpretation or analysis, and writing or
historiography. Sources used were documents or archives of the Dutch East Indies
government; Pewarta Soerabaia newspaper , Soeara Oemoem newspaper, and
Soerabaiasch Handelsblad newspaper from 1930-1941. This study uses the theory
of long-distance nationalism put forward by Benedict Anderson and Asian trade
theory by Meilink Roelofsz.
The results of this study indicate that the influence of nationalism that
developed in China after Japanese expansion also grew and flourished in the
immigrant Chinese community in the Dutch East Indies. Hatred of Japan by the
Chinese community led to a boycott of Japanese goods. Immigrant Chinese
organizations that have links to Kuo Min Tang and the Pewarta Soerabaia
newspaper influence in carrying out boycotts in Surabaya.
Key words: Pewarta Soerabaia, Chinese, Japan, Trade, Nationalism, Surabaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Ucapan syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada:
1. Seluruh jajaran dosen Ilmu Sejarah, Drs. Heribertus Hery Santosa
M.Hum., Dr. Lucia Juningsih M.Hum., Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno
M.Hum., Dr. Hieronymus Purwanta M.A., Dr. FX. Baskara Tulus
Wardaya, S.J., Heri Priyatmoko M.A., dan Heri Setyawan, S.J. S.S., M.A.
2. Pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik Dr. Yerry
Wirawan.
3. Kedua orangtua saya, adik saya, Budhe dan Pakdhe yang telah
memberikan saya tumpangan selama berkuliah di Yogyakarta, Whowik,
Asri, Angga, dan Dewi yang telah membantu saya selama di Jakarta, dan
seluruh keluarga saya yang selama ini terus membantu, mendukung, dan
memotivasi saya supaya tetap semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Mas Doni sebagai sekretaris program studi sejarah yang selama ini
membantu saya mengurus administrasi kuliah.
5. Teman-teman sejarah angkatan 2015, Mas Irawan, Laili, Sukma, Nita,
Claudia, Pinto, Yohana, Herry, Eko, Lewi, Vagus, dan Aldy yang tidak
pernah lelah menemani dan mendukung saya selama ini.
6. Teman-tema jurusan sejarah lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu yang selama ini telah menemani dan menghibur saya.
7. Teman-teman UKPM Natas angkatan tahun 2015, 2016, dan 2017 yang
telah banyak membantu saya.
8. Teman-teman alumni SMA St. Albertus Malang (DEMPO) yang merantau
di Yogyakarta yang selalu mengajak saya menongkrong sambil
menyeruput kopi.
9. Semua staf mikrofilm Perpustakaan Nasional yang sudah saya repotkan
dengan pemesanan scan surat kabar, Dr. Andi Achdian yang memberikan
pencerahan dan sumber-sumber dalam skripsi selama saya di Jakarta, dan
Perpustakaan Medayu Agung khususnya Pak Oei Hiem Hwie yang telah
membantu saya dalam menemukan topik skripsi setelah diberi buku Lima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
Jaman Siauw Giok Tjhan dan Mas Didin beserta staf Perpustakaan
Medayu Agung.
10. Saya juga berterimakasih kepada seorang perempuan spesial kekasih saya
Dyas Putri Winayu yang telah membantu dan mendampingi saya dengan
tanpa lelah selama penulisan skripsi ini.
11. Kepada teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang
telah membantu memberikan informasi dan mendukung saya selama
mengerjakan skripsi ini.
Saya sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Saya
harap semoga skripsi ini dapat mendorong munculnya penelitian-penelitian lain
yang akan melengkapi, ataupun menyanggah hasil dari penelitian ini.
Yogyakarta, 21 Agustus 2019
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL. ............................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING. .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................................................ v
HALAMAN MOTTO ............................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR. ............................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ .xii
DAFTAR TABEL. ............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN. ....................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN. ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................... 1
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah. .............................................................. 6
C. Tujuan. .............................................................................................................. 7
D. Manfaat. ............................................................................................................ 7
E. Tinjauan Pustaka. .............................................................................................. 8
F. Landasan Teori ................................................................................................ 13
G. Metode Penelitian ........................................................................................... 18
H. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 20
BAB II KOTA SURABAYA & KOMUNITAS TIONGHOA PADA AWAL
ABAD KE-XX ......................................................................................... 23
A. Kota Kolonial Surabaya. ................................................................................. 23
B. Gelombang Imigran Tionghoa. ....................................................................... 32
C. Aktivitas Komunitas Tionghoa. ...................................................................... 40
1. Pedagangan ......................................................................................... 40
2. Pendidikan ........................................................................................... 45
3. Surat Kabar ......................................................................................... 51
D. Gerakan Pan-Asia. .......................................................................................... 56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
BAB III JEPANG PADA MASA KRISIS EKONOMI 1930-AN. ....................... 63
A. Krisis Ekonomi 1930-an. ................................................................................ 63
B. Penetrasi Jepang di Hindia Belanda. ............................................................... 75
C. Perang Tiongkok-Jepang. ............................................................................... 86
1. Negara Boneka Manchukuo ................................................................ 87
2. Pembantaian Nanking ......................................................................... 95
BAB IV AKSI BOIKOT JEPANG TAHUN 1931-1941. .................................... 101
A. Aksi Boikot Jepang di Surabaya. .................................................................. 101
1. Kelompok Organisasi Tionghoa........................................................ 103
2. Surat Kabar Pewarta Soerabaia ........................................................ 116
B. Aktivitas Propaganda Jepang Sebelum Pendudukan di Surabaya. ............... 132
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. .............................................................. 147
A. Kesimpulan ................................................................................................... 147
B. Saran. ............................................................................................................ 152
DAFTAR PUSTAKA. ......................................................................................... 154
LAMPIRAN 1 ..................................................................................................... .162
LAMPIRAN 2 ...................................................................................................... 172
LAMPIRAN 3 ...................................................................................................... 175
LAMPIRAN 4 ...................................................................................................... 178
LAMPIRAN 5 ...................................................................................................... 180
LAMPIRAN 6 ...................................................................................................... 182
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah Penduduk Eropa, Tionghoa, dan Bumiputera Kota Surabaya
Tahun 1917-1940 ....................................................................................... 26
Tabel 2. Jumlah Penduduk Tionghoa Surabaya Berdasarkan Suku Bangsa Tahun
1930 ............................................................................................................ 36
Tabel 3. Jumlah Penduduk Tionghoa di Surabaya Menurut Tempat Kelahirannya
Berdasarkan Klasifikasi Umur Tahun 1930 ............................................... 38
Tabel 4. Jenis-Jenis Pekerjaan Komunitas Tionghoa di Surabaya Tahun 1930 .... 41
Tabel 5. Angka Indeks Impor dan Ekspor Hindia Belanda ................................... 64
Tabel 6. Harga-Harga Komoditi Ekspor Hindia Belanda ...................................... 67
Tabel 7. Persentase Asal Impor Hindia Belanda Tahun 1905-1934 ...................... 72
Tabel 8. Populasi Orang Jepang di Hindia Belanda Menurut Pekerjaan Tahun
1912-1935 ................................................................................................... 78
Tabel 9. Jumlah Impor dan Ekspor antara Hindia Belanda dengan Jepang ........... 81
Tabel 10. Daftar Surat Kabar yang Diberangus Tahun 1936-1940 ..................... 132
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Kota Surabaya Tahun 1900 .......................................................... 30
Gambar 2. Berita Mengenai Krisis Ekonomi yang Melanda Hindia Belanda ....... 66
Gambar 3. Isi dari Memorial Tanaka dalam Surat Kabar Pewarta Soerabaia ...... 90
Gambar 4. Perang Tiongkok-Jepang Menghiasi Halaman Depan Pemberitaan
Surat Kabar Pewarta Soerabaia ................................................................. 98
Gambar 5. Pemberitaan Aksi Boikot oleh Surat Kabar Soeara Oemoem ............ 117
Gambar 6. Ajakan Aksi Boikot oleh Surat Kabar Pewarta Soerabaia ................ 121
Gambar 7. Pembelaan Surat Kabar Pewarta Soerabaia terhadap Golongan Anti
Boikot Jepang ........................................................................................... 129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Surabaya ..................................... 162
Lampiran 2. Indonesia Boycot Japan? ................................................................. 172
Lampiran 3. Keoentoengan dan “Keroegiannja” Indonesia Boycot Japan .......... 175
Lampiran 4. Indonesische Handelsvereeniging dan Oeroesan Boycott Japan178
Lampiran 5. Sikepnja Handelsvereeniging Indonesia .......................................... 180
Lampiran 6. Indonesiers Wadjib Bantoe Gerakan Tionghoa terhadep Japan ...... 182
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehadiran komunitas Tionghoa sebagai pedagang di Hindia Belanda
memberikan pengaruh yang cukup besar dalam dunia perdagangan. Mereka
dikenal akan kerajinan dan keterampilannya dalam berdagang sehingga memiliki
posisi yang cukup penting dalam perdagangan dan menjadi sumber pemasukan
yang besar di Hindia Belanda.1 Keunggulan dalam perdagangan ini membuat
mereka banyak sekali melakukan imigrasi ke berbagai tempat di wilayah Asia
Tenggara. Bahkan memasuki akhir abad XIX sampai abad XX imigran Tionghoa
yang memasuki wilayah Hindia Belanda melonjak signifikan terutama di kota-
kota perdagangan.2
Kota yang memiliki simbol modernitas seperti industri, transportasi, dan
pemukiman modern menjadi daya tarik para imigran ini karena banyaknya
dukungan dalam kegiatan ekonomi.3 Ketertarikan inilah yang membuat komunitas
Tionghoa memilih Surabaya sebagai tempat perdagangan mereka, karena
1 G. William Skinner. “Golongan Minoritas Tionghoa”, dalam Mely G. Tan (ed.).
1981. Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia: Suatu Masalah Pembinaan Kesatuan
Bangsa. Jakarta: PT Gramedia dan Yayasan Obor Indonesia, hlm. 2.
2 Ibid., hlm: 6-8.
3 Samidi. 2017. “Surabaya sebagai Kota Kolonial Modern pada Akhir Abad ke-
19: Industri, Transportasi, Pemukiman, dan Kemajemukan Masyarakat”, dalam Mozaik
Humaniora, Vol. 17 No. 1, hlm. 157.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Surabaya pada awal abad XX sudah dikenal sebagai kota yang modern serta
memiliki pemerintahan yang otonom (gemeente).4
Hal ini kemudian membuat kedatangan komunitas Tionghoa ke Surabaya
melonjak cukup besar pada abad XX. Terdapat dua alasan yang membuat orang
Tionghoa harus meninggalkan tanah kelahirannya dan merantau hingga ke
Surabaya.5 Pertama, pada akhir abad XIX dan abad XX masih terjadi kekacauan
politik di Tiongkok. Kedua, tahun 1930 terjadi krisis ekonomi yang membuat
banyak orang Tionghoa yang kehilangan pekerjaan sehingga harus merantau ke
Surabaya.
Situasi di Surabaya dengan membludaknya imigran Tionghoa yang berasal
dari Tiongkok memberikan dampak bagi perkembangan Kota Surabaya dan
komunitas Tionghoa yang sudah tinggal sebelumnya. Kedatangan golongan
Tionghoa totok6 di Surabaya memberikan dampak pada perkembangan ekonomi
dan kekuatan sosial di kalangan komunitas Tionghoa peranakan7 sebelumnya.
8
4 Purnawan Basundoro. 2013. Merebut Ruang Kota: Aksi Rakyat Miskin Kota
Surabaya 1900-1960an. Tangerang Selatan: Marjin Kiri, hlm. 27.
5 Ibid., hlm. 43.
6 Tionghoa totok juga disebut sebagai Singkeh atau Sinkeh yang berasal dari
dialek percakapan di Amoy yakni hsin-k’o yang berarti pendatang baru. Mereka yang
baru datang dari Tiongkok ke Hindia Belanda disebut sebagai totok oleh penduduk
Hindia Belanda. Lea E. Williams. 1960. Overseas Chinese Nationalism: The Genesis of
The Pan-Chinese Movement in Indonesia 1900-1916. Massachusetts: The Massachusets
Institute of Technology, hlm. 10.
7 Orang Tionghoa yang lahir di Hindia Belanda disebut sebagai peranakan yang
berasal dari bahasa setempat yakni anak. Seorang peranakan merupakan campuran antara
orang Tionghoa dengan penduduk bumiputera yang kemudian menikah dan memiliki
seorang anak yang disebut sebagai peranakan. Ibid., hlm. 10-11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Salah satu perkembangan yang dirasakan adalah terbentuknya perkumpulan
kamar dagang Tionghoa atau disebut sebagai Siang Hwee9. Keberadaan Siang
Hwee yang anggotanya didominasi oleh kelompok totok ini memberikan dampak
yang cukup besar bagi komunitas Tionghoa di Surabaya sehingga menimbulkan
kesenjangan dengan kelompok peranakan.10
Memasuki tahun 1930-an ketika masa depresi ekonomi melanda, para
pedagang Tionghoa di Hindia Belanda mengalami kerugian yang cukup besar
karena politik ekspansi Jepang. Bahkan memasuki tahun 1933 dan 1934 terjadi
kenaikan jumlah barang Jepang yang diimpor dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya.11
Akibatnya barang-barang tersebut dijual dengan harga yang murah,
sehingga konsumen yang hanya memiliki pendapatan rendah beralih dari barang-
barang Tionghoa ke barang-barang Jepang.12
Para pedagang Tionghoa menganggap aksi ekspansi barang-barang Jepang
memberikan ancaman yang cukup besar. Banyak dari pedagang Tionghoa
8 Andi Achdian. 2017. “Kaum Pergerakan dan Politik Kota: Perkembangan
Politik Kewargaan di Kota Kolonial Surabaya 1906-1942”. Disertasi. Depok: Program
Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, unpublished,
hlm. 77.
9 Pada tahun 1906 dibentuklah Siang Hwee oleh lima pedagang Tionghoa yakni
Ong Tjien Hong, Tio Tjee An, dan Lie Siong Hwie. Siang Hwee sendiri sebagai sebuah
organisasi perdagangan telah disetujui oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun
berikutnya. Claudine Salmon. 2009. “The Chinese Community of Surabaya, from its
Origins to the 1930s Crisis”, dalam Chinese Southern Diaspora Studies, Vol. 3, hlm. 53.
10 Ibid., hlm. 54.
11 Howard Dick. 1989. “Japan’s Economic Expansion in the Netherlands Indies
between the First and Second World War”, dalam Journal of Southeast Asian Studies,
Vol. 20 No. 2 September, hlm. 246.
12 Nawiyanto 2010. Mata Hari Terbit dan Tirai Bambu: Persaingan Dagang
Jepang-Cina. Yogyakarta: Ombak, hlm. 49.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
menanggapi aksi ekspansi barang-barang Jepang pada tahun 1930-an dengan
berbagai macam aksi salah satunya adalah dengan aksi boikot barang Jepang.
Salah satu aksi boikot barang-barang Jepang di Surabaya terjadi tahun 1931 yang
dilakukan oleh anggota Siang Hwee yakni dengan cara melaburi toko-toko
peranakan dengan kotoran manusia yang kedapatan menjual barang-barang
Jepang.13
Aksi boikot barang-barang Jepang terjadi tidak hanya disebabkan karena
menanggapi aksi ekspansi barang Jepang masuk Hindia Belanda, namun juga
disebabkan karena kondisi perpolitikan antara Tiongkok dan Jepang. Jepang
dengan semangat ultranasionalisme melancarkan politik Hakko-Ichiu yakni ingin
menyatukan seluruh semesta dalam satu atap sehingga tercetus ide ekspansi.14
Hasilnya satu persatu wilayah di Asia Timur bahkan menuju wilayah selatan yang
berdekatan langsung dengan Jepang dikuasai untuk diambil sumber dayanya.
Puncak peperangan Tiongkok-Jepang yang terjadi pada tahun 1937
direspon secara besar-besaran oleh komunitas Tionghoa di Hindia Belanda.
Mereka mengikuti langsung jalannya perang Tiongkok-Jepang melalui berita-
berita di surat kabar Tionghoa-Melayu. Respon komunitas Tionghoa adalah
dengan aksi boikot Jepang kembali pada tahun 1938.15
Bahkan mulai Januari 1938
13 Siauw Giok Tjhan. 1981. Lima Jaman: Perwujudan Integrasi Wajar. Jakarta-
Amsterdam: Yayasan Teratai, hlm. 18.
14 I Ketut Surajaya, dalam pengantar Ken’Ichi Goto. 1998. Jepang dan
Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm. xvii.
15 Harry A. Poeze (ed.). 1994. Politiek-Politioneele Overzichten van
Nederlandsch-Indië: Deel IV 1935-1941. Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-
en Volkenkunde, hlm. 200-201.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
surat kabar Tionghoa-Melayu yang terdapat di Surabaya yakni Pewarta Soerabaia
mulai mengabarkan dan mengajak komunitas Tionghoa bersama bumiputera
untuk melakukan aksi boikot.16
Seruan-seruan ini bahkan terjadi sepanjang tahun
1938-1939 seiring terjadinya aksi boikot di Surabaya bahkan juga terjadi di kota-
kota lainnya seperti di Batavia, Yogyakarta dan Semarang.17
Aksi boikot yang dilakukan komunitas Tionghoa tidak hanya
mempermasalahkan kepentingan ekonomi pedagang-pedagang Tionghoa demi
melindungi kepentingan ekonomi dari ekspansi barang-barang Jepang. Aksi ini
juga memperlihatkan bahwa komunitas Tionghoa di Hindia Belanda memprotes
keras penyerbuan Jepang ke Tiongkok sehingga aksi boikot lebih menggambarkan
sikap dan perasaan anti Jepang.18
Perasaan anti Jepang sebagai salah satu bentuk
nasionalisme jarak jauh dan kepentingan ekonomi yang menjadi penggerak utama
dalam melancarkan aksi boikot.
Penelitian ini menarik untuk melihat perbedaan kepentingan berdasarkan
identitas yang dianut dalam menjalankan aksi boikot. Ada kelompok yang
melakukan boikot karena paham nasionalisme jarak jauh sebagai bentuk perasaan
solidaritas terhadap saudara-saudara mereka di Tiongkok. Sisi lain terdapat
kelompok yang menjalankan aksi boikot karena disebabkan oleh kepentingan
ekonomi yang ingin bertahan di masa depresi. Dalam penelitian menjadi menarik
16 “Gerakan Boycot”. Pewarta Soerabaia pada Jumat, 7 Januari 1938, hlm. 10.
17 Poeze. 1994. Loc. cit.
18 Mona Lohanda. 2002. Growing Pains: The Chinese and The Dutch in Colonial
Java 1890-1942. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, hlm. 158-159.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
untuk melihat bahwa nasionalisme yang berkembang di Tiongkok berujung pada
aksi boikot di Surabaya sebagai bentuk ikatan dengan tanah kelahirannya.
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Penelitian ini perlu dibatasi oleh batasan spasial dan batasan temporal agar
penelitian ini tidak meluas. Batasan spasial yang digunakan dalam karya ilmiah
ini adalah Surabaya, karena wilayah ini memiliki tingkat pertumbuhan penduduk
Tionghoa yang meningkat tiap tahunnya mulai dari awal abad XX hingga terjadi
lonjakan pada tahun 1930-an. Surabaya juga dikenal sebagai kota yang modern
pada abad XX sehingga menarik minat imigran Tionghoa untuk datang. Aksi
boikot barang-barang Jepang juga terjadi di Surabaya karena begitu banyaknya
pedagang Tionghoa dan pedagang Jepang yang mendiami kota ini.
Sedangkan batasan temporal dalam karya ilmiah ini mengambil waktu
pada tahun 1930-an di mana terjadi depresi ekonomi dan politik ekspansi Jepang
mulai dijalankan. Pada tahun 1930-an juga menjadi awal babak baru perseteruan
Tiongkok-Jepang yang memuncak pada tahun 1937. Sepanjang tahun inilah
terjadi aksi boikot yang dilakukan oleh komunitas Tionghoa. Penelitian ini
diakhiri pada tahun 1940-an karena menjadi awal dari kedatangan Jepang ke
Hindia Belanda yang menjadi babak baru hubungan Hindia Belanda-Jepang yang
berujung pada tertekannya kelompok Tionghoa.
Serangkaian peristiwa aksi boikot Jepang yang terjadi pada masa sebelum
Perang Dunia II di Surabaya memunculkan beberapa permasalahan yang perlu
dikaji:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1. Apa yang melatarbelakangi terbentuknya identitas ganda komunitas
Tionghoa?
2. Instrumen apa saja yang digunakan untuk menyerukan aksi boikot?
3. Bagaimana dan mengapa aksi boikot Jepang di Surabaya berjalan?
C. Tujuan
Secara garis besar tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
instrumen yang digunakan untuk menyerukan aksi boikot dan jalannya aksi
tersebut. Penelitian ini juga untuk mengetahui latar belakang terbentuknya
identitas ganda komunitas Tionghoa dalam menjalankan aksi boikot ini.
Lewat penelitian ini akan didapatkan gambaran yang utuh mengenai sikap
nasionalisme jarak jauh yang tidak lagi menekankan pada nasionalisme yang
tumbuh hanya pada pengalaman langsung dan dibatasi oleh wilayah.
Nasionalisme yang memiliki kedekatan emosional pada kampung halaman
memberikan dampak terjadinya gerakan aksi boikot.
D. Manfaat
Manfaat akademis dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wacana baru mengenai sejarah Tionghoa sebagai salah satu penggerak
perkembangan sejarah di Indonesia sehingga dapat melengkapi kajian-kajian
sejarah Tionghoa sebelumnya.
Manfaat praktis dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian bagi
peneliti selanjutnya dalam perkembangan sejarah nasionalisme jarak jauh yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
tidak hanya sebatas nasionalisme fisik, namun juga nasionalisme yang tidak hanya
terbatas pada satu wilayah.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai sejarah nasionalisme Tionghoa di Hindia Belanda
tentu saja sudah pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Bahkan
penelitian hubungan perdagangan antara komunitas Tionghoa dengan Jepang di
Hindia juga sudah pernah diteliti sebelumnya. Masing-masing penelitian tersebut
memiliki kekurangan dan kelebihan yang ingin dilengkapi melalui penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu, penelitian ini tidak dapat dilepaskan dari penelitian
sebelumnya. Skripsi ini muncul sebagai usaha untuk melengkapi kajian akan
nasionalisme Tionghoa, dengan ditinjau dari sudut pandang aksi boikot Jepang
sebagai salah satu bentuk nasionalisme yang dimunculkan oleh komunitas
Tionghoa.
Penelitian yang membahas mengenai hubungan dagang antara komunitas
Tionghoa dengan komunitas di Jepang di Hindia Belanda telah dilakukan oleh
Nawiyanto dalam bukunya yang berjudul Mata Hari Terbit dan Tirai Bambu:
Persaingan Dagang Jepang-Cina19
. Buku ini merupakan kumpulan tulisan
Nawiyanto yang menjabarkan mengenai hubungan dagang antara Tionghoa dan
Jepang disebabkan oleh dua masa krisis yakni tahun 1930-an dan 1990-an.
Dalam buku ini dibahas mengenai persaingan dagang antara pedagang
Tionghoa dengan pedagang Jepang yang disebabkan oleh masa krisis ekonomi.
19 Yogyakarta: Ombak, 2010.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Masa krisis ekonomi 1930-an yang membuat Jepang mengekspansi Hindia
Belanda lewat barang-barang Jepang yang dijual murah. Akibatnya timbul
kebencian komunitas Tionghoa terhadap pedagang Jepang karena mengganggu
kepentingan dagang Tionghoa di Hindia Belanda karena pada masa krisis
kelompok bumiputera lebih memilih barang-barang Jepang yang dijual murah.
Meskipun membahas mengenai timbulnya persaingan dagang komunitas
Tionghoa dengan pedagang Jepang, karya ini lebih memfokuskan pada faktor
ekonomi yang menjadi latar belakang terjadinya aksi boikot. Proses terjadinya
aksi boikot lebih disebabkan karena tingginya impor barang-barang Jepang yang
masuk ke Hindia sehingga membuat pedagang Tionghoa tidak terima sehingga
merasa dirugikan oleh pedagang Jepang. Terjadinya aksi boikot yang disebabkan
oleh keadaan di Tiongkok sehingga menimbulkan rasa solidaritas komunitas
Tionghoa dalam buku ini tidak dibahas. Padahal aksi boikot terhadap Jepang tidak
dapat dilepaskan dari situasi perang Tiongkok-Jepang dan rencana ekspansi
Jepang ke selatan.
Penelitian lainnya yang membahas mengenai hubungan dagang antara
pedagang Tionghoa dengan pedagang Jepang adalah buku yang berjudul Dutch
Commerce and Chinese Merchants in Java20
karya Alexander Claver. Buku ini
membahas mengenai hubungan dagang antara pemerintah kolonial dengan
pedagang Tionghoa pada tahun 1800-1942. Hubungan perdagangan antara orang
Tionghoa dengan pemerintah kolonial merupakan sesuatu hal yang penting
20 Leiden: KITLV, 2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
bahkan pedagang Tionghoa memiliki peranan sebagai pedagang perantara antara
kolonial Belanda sebagai penjual dengan bumiputera sebagai pembeli.
Dalam buku ini juga dibahas mengenai pedagang Tionghoa dalam
menghadapi krisis ekonomi tahun 1930 dan impor barang Jepang secara besar-
besaran. Konflik pedagang Tionghoa dengan kehadiran barang-barang Jepang
yang murah juga memberikan efek pada kebijakan pemerintah kolonial dalam hal
perdagangan di Hindia Belanda. Sayangnya penelitian ini tidak membahas
mengenai gerakan boikot barang-barang Jepang akibat derasnya arus impor dari
Jepang yang membuat barang dijual murah di Hindia Belanda.
Karya penelitian lainnya yang membahas mengenai kehidupan sosial
komunitas Tionghoa masa Hindia Belanda adalah buku yang berjudul Growing
Pains: The Chinese and The Dutch in Colonial Java, 1890-194221
karya Mona
Lohanda. Buku ini membahas mengenai kehidupan komunitas Tionghoa di Pulau
Jawa sejak di mulai kedatangannya sebagai imigran, dibangunnya sekolah Tiong
Hoa Hwee Koan sebagai landasan pendidikan anak-anak Tionghoa, perjuangan
politik komunitas Tionghoa dalam meraih kesetaraan dengan orang barat,
perbedaan politik antara totok dengan peranakan, dan gerakan Tionghoa
peranakan dalam gerakan kemerdekaan Indonesia.
Buku ini membahas mengenai hubungan Tionghoa totok dengan peranakan
dalam menyikapi gejolak politik di Tiongkok mulai dari Revolusi 1911,
organisasi Kuo Min Tang yang di bawa dari Tiongkok dan disebarkan di Jawa,
dan perkembangan perang Tiongkok-Jepang. Meskipun dalam buku ini dibahas
21 Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2002.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
mengenai aksi boikot Jepang yang dilakukan oleh komunitas Tionghoa, namun
penjelasannya hanyalah garis besar mengenai aksi boikot. Buku ini tidak
membahas mengenai aksi-aksi boikot yang terjadi di daerah-daerah salah satunya
di Surabaya secara mendetail. Sayangnya buku ini juga tidak menjelaskan
mengenai posisi Tionghoa totok dan peranakan dalam menyikapi aksi boikot.
Penelitian selanjutnya yang membahas mengenai Tionghoa di Surabaya
adalah jurnal yang berjudul The Chinese Community of Surabaya, from its Origin
to the 1930s Crisis22
karya Claudine Salmon. Penelitian ini membahas mengenai
komunitas Tionghoa yang berada di Surabaya mulai dari alasan mereka memilih
Surabaya sebagai tempat imigrasi, hubungan mereka dengan pemerintah kolonial,
pekerjaannya yang dimulai dari keluarga-keluarga besar totok yang datang dari
Tiongkok yang kemudian membangun industri-industri besar, dan aktivitas politik
mereka sampai mendirikan surat kabar Tionghoa-Melayu. Penelitian ini hanya
dibatasi sampai tahun 1930 di mana terjadi krisis ekonomi.
Dalam penelitian ini dibahas mengenai awal perseteruan antara Tionghoa
totok dengan peranakan di Surabaya akibat membludaknya imigran dari Tiongkok
pada tahun 1930-an. Perseteruan ini kemudian memasuki babak yang baru setelah
pembentukan Siang Hwee yakni salah satu organisasi yang melakukan aksi
boikot. Meskipun begitu dalam penelitian ini belum menunjukkan Siang Hwee
sebagai salah satu pelopor aksi boikot apalagi dengan posisi anggotanya yang
mayoritas totok. Perseteruan antara totok dengan peranakan memang dibahas
22 Chinese Southern Diaspora Studies, Vol. 3, 2003.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
dalam penelitian ini, namun tidak begitu mendalam dan tidak menyinggung aksi
boikot.
Penelitian selanjutnya yang membahas mengenai aksi boikot Jepang adalah
buku yang berjudul Lima Jaman: Perwujudan Integrasi Wajar23
yang ditulis oleh
Siauw Giok Thjan. Buku ini merupakan memoar yang ditulis oleh Siauw Giok
Tjhan yang memotret kehidupannya mulai dari masa pendudukan Hindia Belanda,
pendudukan Jepang, masa revolusi fisik, masa kemerdekaan Indonesia, sampai
pada masa Orde Baru. Dalam bukunya kehidupan komunitas Tionghoa yang
merentang zaman ini ditulis dan dinarasikan oleh seorang Tionghoa yang benar-
benar mengalami sendiri setiap peristiwa yang ada.
Buku ini juga menarasikan kakek Siauw Giok Tjhan yang merupakan
anggota Siang Hwee melalukan aksi boikot Jepang dalam merespon pendudukan
Manchuria oleh Jepang tahun 1930-an. Jalannya aksi boikot Jepang yang
dilakukan oleh kelompok Siang Hwee dinarasikan oleh Siauw Giok Tjhan dalam
bukunya ini dengan cukup jelas karena kakeknya sebagai seorang penggerak aksi.
Namun sayangnya buku ini hanya sedikit saja menggambarkan aksi boikot yang
terjadi sehingga hanya menjadi gambaran sederhana mengenai perseteruan antara
totok dengan peranakan. Bahkan buku ini hanya menjelaskan mengenai aksi
boikot yang terjadi pada tahun 1931 padahal aksi boikot masih terjadi kembali
pada tahun 1937.
Penelitian selanjutnya yang membahas mengenai nasionalisme Tionghoa
dalam perseteruannya dengan Jepang adalah jurnal yang berjudul Reaksi Media
23 Jakarta-Amsterdam: Yayasan Teratai, 1981.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Peranakan terhadap Perang Tiongkok-Jepang 1937-193924
karya Ravando Lie.
Penelitian ini membahas mengenai aksi-aksi surat kabar milik Tionghoa-Melayu
dalam mengabarkan perang Tiongkok-Jepang. Surat kabar Tionghoa-Melayu
merupakan media yang paling efektif saat itu dalam mengabarkan jalannya perang
di Tiongkok sehingga imigran Tionghoa tetap mengikuti jalannya perang tersebut.
Meskipun penelitian ini menekankan pada aksi nasionalisme komunitas
Tionghoa lewat media massa, namun yang menjadi bahasan utama dalam
penelitian ini hanya surat kabar Sin Tit Po yang merupakan corong tidak resmi
Partai Tionghoa Indonesia. Padahal secara keberpihakan politik surat kabar Sin Tit
Po tidak terlalu dekat dengan orang-orang totok sehingga penelitian ini tidak
membahas secara lengkap surat kabar Tionghoa-Melayu yang memiliki
pandangan politik ke Tiongkok. Kemudian penelitian ini mencakup tahun 1937-
1939 yang merupakan titik puncak dari perang Tiongkok-Jepang. Padahal mulai
tahun 1930 perang Tiongkok-Jepang sudah memasuki babak yang baru dengan
didudukinya Manchuria. Akibatnya banyak surat kabar Tionghoa-Melayu sudah
mulai melakukan aksi propaganda sejak tahun tersebut sehingga penelitian ini
tidak membahas secara lebih luas mulai dari ekspansi Jepang tahun 1930-an
hingga puncak perang Tiongkok-Jepang.
F. Landasan Teori
Pembahasan konsep nasionalisme tidak dapat dilepaskan dari kata nasional
atau nation yang berasal dari bahasa Latin natio (lahir) yang secara garis besar
24 Lembaran Sejarah, Vol. 9 No. 1, 2009.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
adalah sekumpulan orang yang memiliki ikatan darah. National atau nation
sebagai sebuah bangsa tidak dapat dilepaskan dari kata state yakni negara.
Nasional atau nation yang berarti adalah sekumpulan penduduk dalam sebuah
negara di bawah satu pemerintahan.25
State atau negara diartikan sebagai sebuah
tubuh politik di mana setiap orang menempati suatu wilayah yang pasti dengan
dipimpin oleh satu pemerintahan yang berdaulat dan tidak dipengaruhi oleh segala
sesuatu yang berada di luar.26
Nasionalisme sendiri memiliki banyak pengertian tergantung para ahli
yang mengungkapkannya. Namun, dari sekian banyak pengertian secara garis
besar nasionalisme dapat diartikan sebagai suatu paham di mana kesetiaan
tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan.27
Paham
nasionalisme ini berakar pada ikatan-ikatan seorang individu terhadap kampung
halaman atau tanah tempat kelahirannya sehingga paham ini pada kemudian hari
melahirkan sebuah negara bangsa yang berdaulat.
Perkembangan nasionalisme pada abad XX berkembang secara luas tidak
lagi terikat dan dibatasi oleh suatu wilayah. Bangsa bagi Anderson adalah sesuatu
yang terbayang karena sesama anggotanya tidak bakal tahu dan tidak bakal
mengenal sebagian besar anggota bangsa lainnya. Hal ini disebabkan karena
mereka tidak pernah bertatap muka bahkan tidak pernah mendengar tentang
25 Louis L. Snyder. 1954. The Meaning of Nationalism. New Jersey: Rutgers
University Press, hlm. 17.
26 Ibid.
27 Hans Kohn. 1984. Nasionalisme: Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Penerbit
Erlangga, hlm. 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
mereka.28
Bahwa perasaan sebagai suatu bangsa tidak harus lahir atau bertemu
dengan orang-orang yang tinggal di dalam sebuah wilayah yang sama.
Perkembangan migrasi yang begitu besar sehingga menghasilkan
keturunan yang tidak memiliki ikatan darah yang sama membuat paham
nasionalisme berkembang secara luas. Frederick Hertz mengatakan bahwa konsep
nasionalisme adalah perasaan solidaritas akan persatuan di antara anggota
keluarga dalam sebuah bangsa.29
Bahwa nasionalisme yang berkembang adalah
ikatan darah bukan lagi tempat tinggal di suatu wilayah.30
Kondisi ini kemudian dikemukakan oleh Anderson bahwa bangsa kini
dipahami sebagai sebuah komunitas yang memiliki hubungan kesetiakawanan
tanpa memedulikan suatu wilayah.31
Keterikatan seseorang terhadap kampung
halaman, kota kelahiran, dan negara tanah tumpah darah akan menjadi pemicu
seseorang masih memikirkan tentang apa yang terjadi dengan kampung
halamannya.32
Nasionalisme yang berkembang pada para imigran inilah yang
membuat ikatan darah menjadi hal yang membuat mereka setia pada bangsa dan
negaranya.
28 Benedict Anderson. 2008. Imagined Communities. Yogyakarta: Insist dan
Pustaka Pelajar, hlm. 8.
29 Snyder. Op. cit., hlm. 14.
30 Ibid.
31 Anderson, Op. cit., hlm. 11.
32 Benedict Anderson. 2002. The Spectre of Comparisons: Nationalism, Southeast
Asia and the World. London: Verso, hlm. 59-60.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Lahirnya identitas nasionalisme jarak jauh di daerah imigrasi merupakan
dampak dari berkembangnya permasalahan di negara asalnya. Lewat paham inilah
muncul gerakan-gerakan boikot Jepang oleh komunitas Tionghoa di Hindia
Belanda. Aksi boikot merupakan salah satu bentuk aksi nasionalisme yang
ditunjukkan komunitas Tionghoa menanggapi aksi Jepang. Hal ini
memperlihatkan bahwa nasionalisme tidak hanya berkembang secara fisik, namun
juga berkembang dalam perang dagang.
Aksi boikot Jepang juga menunjukkan suatu teori bahwa perkembangan
perdagangan di Hindia Belanda tidak hanya digerakkan oleh orang-orang barat
saja. Perkembangan bangsa-bangsa Asia yang mulai menunjukkan kekuatan
ekonominya mulai turut ambil bagian dalam sejarah perekonomian di Hindia
Belanda. Hal ini yang ingin ditunjukkan Meilink Roelofsz bahwa sebelum bangsa
barat hadir di Hindia Belanda telah hadir bangsa-bangsa Asia yang memiliki
posisi yang cukup penting dalam perdagangan Asia.33
Sejarah perekonomian di Hindia Belanda selalu menempatkan bangsa-
bangsa barat sebagai aktor utama, namun lewat Meilink bangsa-bangsa Asia
memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perdagangan sebelum kedatangan
bangsa barat.34
Meilink ingin memperlihatkan bahwa perdagangan di Hindia
Belanda juga dipengaruhi oleh bangsa-bangsa Asia dengan kehadiran mereka di
Hindia Belanda. Dua kekuatan Asia yakni Tiongkok dan Jepang yang sedang
berperang berdampak pada aktivitas perdagangan mereka di Hindia Belanda. Ini
33 M. A. P. Meilink-Roelofsz. 2016. Perdagangan Asia & Pengaruh Eropa di
Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630. Yogyakarta: Ombak, hlm. xi.
34 Ibid., hlm. xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
menunjukkan bahwa aksi boikot Jepang merupakan tanda kehadiran bangsa Asia
turut dalam dinamika perdagangan di Hindia Belanda.
Aksi boikot Jepang merupakan bentuk dari solidaritas komunitas Tionghoa
kepada warga negara Tiongkok yang menderita akibat perang Tiongkok-Jepang.
Ikatan darah sebagai warga negara Tiongkok membentuk identitas nasionalisme
mereka meskipun mereka jauh dari Tiongkok daratan bahkan tidak mengalami
langsung perang Tiongkok-Jepang.
Kelahiran nasionalisme jarak jauh juga tidak dapat dilepaskan dari peranan
surat kabar dalam menyampaikan propaganda atau paham nasionalisme secara
luas. Tumbuhnya kapitalisme cetak pada abad XX membuat orang Tionghoa
memiliki surat kabarnya sendiri menjadi faktor utama identitas nasionalisme
berkembang. Keberadaan kapitalisme cetak dapat menyebarkan gagasan
mengenai nasionalisme melalui bahasa yang dapat dimengerti.35
Imigran Tionghoa menggunakan surat kabar untuk mengetahui jalannya
perang Tiongkok-Jepang sehingga mereka mengetahui keadaan keluarga mereka
di Tiongkok daratan. Perasaan yang dibangun lewat tulisan-tulisan di surat kabar
yang mengabarkan jalannya perang setiap harinya membuat imigran Tionghoa
menaruh sikap benci pada Jepang. Secara imajinasi hal ini memperlihatkan
adanya kedekatan antara keluarga di Tiongkok dengan imigran Tionghoa. Hal
inilah yang kemudian membentuk identitas nasionalisme jarak jauh imigran
Tionghoa yang kemudian berkembang pada aksi boikot.
35 Anderson. 2008. Op.cit., hlm. 66.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Penelitian ini menggunakan perpektif sejarah pergerakan Tionghoa di
Hindia Belanda. Paham nasionalisme yang lahir karena sikap solidaritas mereka
kepada saudara dan keluarga di kampung halaman melahirkan sebuah pergerakan
dan sikap anti terhadap Jepang. Aksi boikot inilah yang kemudian menjadi bentuk
pergerakan komunitas Tionghoa di Surabaya sebagai bentuk penekanan terhadap
Jepang yang menduduki Tiongkok.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan kaidah-kaidah keilmuan dalam metode
penelitian sejarah. Tahapan pertama dalam penelitian ini adalah memilih topik
yang diangkat dalam penelitian ini. Tahapan selanjutnya adalah pencarian
sumber-sumber utama dalam penelitian ini yakni berasal dari Politiek-Politioneele
Overzichten van Nederlandsch-Indië: Deel III 1931-1934 penerbit Foris
Publications dan Politiek-Politioneele Overzichten van Nederlandsch-Indië: Deel
VI 1935-1941 penerbit Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde.
Kedua buku yang dieditori oleh Harry A. Poeze ini merupakan catatan kepolisian
Hindia Belanda tentang gerakan-gerakan politik. Selain itu juga digunakan surat
kabar Tionghoa-Melayu yang terbit di Surabaya yakni Pewarta Soerabaia yang
tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Penelitian ini lebih
banyak menggunakan surat kabar Pewarta Soerabaia karena merupakan surat
kabar perdagangan yang banyak diminati oleh Tionghoa Surabaya. Meskipun
begitu surat kabar Pewarta Soerabaia yang terdapat di Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia tidak begitu lengkap. Surat kabar Pewarta Soerabaia tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
1933-1936 tidak diketahui keberadaannya. Selain surat kabar Tionghoa-Melayu
juga digunakan surat kabar milik nasionalis Soeara Oemoem dan surat kabar milik
Belanda yakni Soerabaiasch Handelsblad untuk melihat respon terhadap aksi
boikot.
Selain sumber-sumber tersebut, penelitian ini juga menggunakan data
statistik dan laporan-laporan yang diterbitkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Sumber-sumber tersebut adalah Volkstelling 1930: Deel VII Chineezen en Andere
Vreemde Oosterlingen in Nederlandsch Indie dan Verslag van de Toestand der
Staadsgemeente Soerabaja yang terdapat di Arsip Nasional Republik Indonesia.
Selain itu juga digunakan sumber dari Statistische berichten der Gemeente
Soerabaja Jaarnummer 1931, Indisch Verslag 1932 Vol. 1, dan Indisch Verslag
1935 yang terdapat di Arsip Daerah Provinsi Jawa Timur. Hal ini digunakan
untuk memperoleh data penduduk, aktivitas komunitas Tionghoa, dan aktivitas
perdagangan di Surabaya.
Selain itu dalam penelitian ini juga digunakan sumber dari Ten Years of
Japanese Burrowing in The Netherlands East Indies: Official Report of The
Netherlands East Indies Governement on Japanese Subversive Activities in The
Archipelago During The Last Decade. Sumber ini diterbitkan oleh Biro Informasi
Belanda pada tahun 1942 yang mencatat pola-pola propaganda yang dilakukan
oleh Jepang dalam melakukan ekspansinya ke Hindia Belanda. Sumber ini dapat
diakses secara bebas.
Sumber-sumber sejarah seperti buku-buku, surat kabar, hingga terbitan
resmi pemerintah Hindia Belanda didapatkan dari penelusuran di perpustakaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
dan arsip yang berada di Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta, seperti Arsip
Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,
Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, Perpustakaan Medayu Agung,
Perpustakaan Universitas Gadjah Mada, dan Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma.
Tahapan selanjutnya adalah verifikasi sumber dan kritik sumber dengan
mengecek keabsahan sumber yang digunakan. Selanjutnya adalah intepretasi data,
yakni menggabungkan fakta-fakta sejarah dan sebab akibatnya. Hal ini akan
memunculkan intepretasi yang baru berdasarkan penelitian. Tahapan terakhir
adalah penulisan atau historiografi berdasarkan intepretasi yang penulis bangun.
H. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari 5 bab. Bab I merupakan pendahuluan yang
membahas mengenai gambaran umum penelitian ini. Pada bab ini terdiri dari latar
belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, tujuan, manfaat, tinjauan
pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan untuk
mengetahui proses pembahasan tiap babnya.
Bab II membahas tentang Kota Surabaya dan komunitas Tionghoa pada
awal abad XX. Kota kolonial Surabaya berkembang menjadi kota otonom atau
gemeente pada awal abad XX memberikan dampak pada perkembangan ekonomi
industri. Hal ini berakibat pada terjadinya gelombang kedatangan imigran
Tionghoa yang cukup besar pada 1930-an di Surabaya membawa perubahan sosial
dalam komunitas Tionghoa. Dalam bab ini dibahas bagaimana aktivitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
masyarakat Tionghoa baik totok maupun peranakan baik dari segi ekonomi,
politik, pendidikan, dan surat kabar. Pada bab ini juga dibahas mengenai
kebangkitan Jepang dan Pan Asianisme yang berkembang pada awal abad XX
yang memicu nasionalisme.
Bab III membahas tentang Jepang pada masa krisis ekonomi tahun 1930-
an. Pada masa inilah terjadi krisis ekonomi yang melanda hampir seluruh wilayah
di dunia bahkan hingga sampai ke Hindia Belanda. Pada masa krisis inilah
kemudian Jepang melakukan banyak ekspansi ke wilayah di Asia Timur bahkan
melakukan ekspansi barang-barang murah ke Hindia Belanda. Inilah fase awal di
mana Jepang melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah di Asia. Pada bab ini juga
dijelaskan mengenai konflik Jepang-Tiongkok berdasarkan pada surat kabar
Tionghoa-Melayu di Hindia Belanda. Konflik inilah yang akan memicu rasa
nasionalisme Tiongkok pada kelompok Tionghoa di Hindia Belanda yang
kemudian memicu terjadinya aksi boikot.
Bab IV membahas tentang aksi boikot barang-barang Jepang oleh
komunitas Tionghoa. Mulai aksi propaganda yang dilancarkan oleh kelompok
organisasi Tionghoa dan dalam bentuk surat kabar Pewarta Soerabaia untuk
mendorong terjadinya aksi boikot hingga bagaimana aksi tersebut berjalan. Aksi
propaganda ini melahirkan sikap solidaritas Tionghoa perantauan terhadap perang
Tiongkok-Jepang untuk menyerukan aksi anti Jepang. Bab ini juga membahas
mengenai respon bumiputera dan pemerintah Hindia Belanda dalam hubungan
dagang dengan Jepang. Pada bab ini membahas juga mengenai aktivitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
propaganda melalui aksi-aksi spionase sebelum pendudukan Jepang pada tahun
1942.
Bab V membahas tentang kesimpulan yang didapat dari pembahasan di
Bab II hingga Bab IV. Dalam bab ini akan disampaikan jawaban atas rumusan
masalah yang menjadi dasar dari penulisan penelitian ini dan temuan-temuan yang
didapat dari hasil penelitian yang berguna bagi perkembangan penelitian sejarah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
BAB II
KOTA SURABAYA DAN KOMUNITAS TIONGHOA
DI AWAL ABAD XX
A. Kota Kolonial Surabaya
Abad XX menjadi awal babak yang baru dalam perkembangan
kolonialisme Hindia Belanda. Pada abad inilah diberlakukanlah Politik Etis atau
politik balas budi atas desakan kaum liberal di Belanda. Hal ini berujung pada
melonjaknya kedatangan orang Eropa ke kota-kota besar untuk membuka
perusahaan-perusahaan swasta yang tidak terikat dengan pemerintah pusat.
Akibatnya banyak penduduk Eropa memilih kota-kota besar dan penting untuk
menjalankan perekonomiannya dan menuntut dibentuknya sistem pemerintahan
yang otonom (gemeente).1
Tujuan dari sistem pemerintahan yang otonom ini adalah agar penduduk
Eropa yang tinggal di kota-kota besar dapat menjalankan perusahaannya secara
bebas tanpa ada suatu ikatan dengan pemerintah pusat. Hal ini sejalan dengan
pemikiran dari kaum liberal yang kemudian menguasai lahan-lahan pertanian dan
perkebunan di pedalaman Jawa. Dari pedalaman Jawa mereka tinggal langsung
1 Purnawan Basundoro. 2013. Merebut Ruang Kota: Aksi Rakyat Miskin Kota
Surabaya 1900-1960an. Tangerang Selatan: Marjin Kiri., hlm. 8. Menurut William F.
Frederick. 1989. Pandangan dan Gejolak: Masyarakat Kota dan Lahirnya Revolusi
Indonesia(Surabaya 1926-1946). Jakarta: PT Gramedia, hlm. 3. Gemeente secara harafiah
berarti “kota komunitas”, namun dalam bahasa awam berarti “kota praja”. Meskipun
gemeente merupakan sistem dari pemerintahan yang desentralisasi, namun dalam
pembentukannya hanya ditujukan kepada orang Eropa sedangkan bumiputera hanya
sebagai bawahanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
mengangkutnya menuju pusat-pusat industri sehingga mendapatkan keuntungan
yang lebih besar. Melalui sistem pemerintahan kota yang otonom inilah para
pelaku bisnis Eropa dapat dengan bebas menjalankan sistem pemerintahan dan
sistem perekonomian tanpa harus terhubung dengan Batavia.
Dalam pemerintahan yang otonom atau gemeente dibentuklah sebuah
komposisi perangkat pemerintahan yang terdiri dari wali kota yang diangkat oleh
gubernur jenderal dan dewan kota atau gemeenteraad2 yang mewakili tiap
kelompok etnis.3 Meskipun begitu komposisi dewan kota lebih banyak kaum
Eropa sehingga tidak seimbang antara bumiputera dan timur asing. Dalam
menjalankan pemerintahannya wali kota membentuk beberapa departemen yang
akan membantu wali kota dalam menjalankan pemerintahannya.
Surabaya yang sudah dikenal sebagai kota perdagangan yang penting bagi
pemerintah kolonial kemudian ditetapkan sebagai gemeente pada tahun 1906
mengacu pada Staadblad Nomor 149 Tahun 1906. Penetapan ini sesuai dengan
kesepakatan pemerintah Hindia Belanda pada De wet houdende decentralitatie
van het bestuur in Nederlands-Indie yang disahkan pada 23 Juli 1903.4 Status
2 Gemeenteraad terdiri dari 27 orang yang terbagi menurut garis etnik, namun
kaum Eropa memiliki mayoritas anggota. Kekuasaan dalam gemeenteraad sangatlah
terbatas , dalam sidang-sidanganya masukan gemeenteraad dalam pembentukan
kebijakan hanya sedikit pengaruhnya. William H. Frederick. Op. cit., hlm. 4-5.
3 Ibid., hlm. 4.
4 Soetandyo Wignjosoebroto. 2005. Desentralisasi dalam Tata Pemerintahan
Kolonial Hindia Belanda: Kebijakan dan Upaya Sepanjang Babak Akhir Kekuasaan
Kolonial di Indonesia. Malang: Bayumedia, hlm. 13; Bernard H.M. Vlekke. 2016.
Nusantara: Sejarah Indonesia. Jakarta: KPG, hlm. 337.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Surabaya yang menjadi gemeente inilah yang kemudian merubah sistem
pemerintahannya menjadi desentralisasi dan tidak tergantung pada pusat.5
Status Kota Surabaya yang menjadi gemeente ini membuat perkembangan
kota menjadi semakin modern dan berdampak pada perkembangan penduduk. Hal
ini tidak dapat dilepaskan dari perkembangan industri transportasi dan pemukiman
yang modern memberikan geliat ekonomi di Surabaya.6 Pertumbuhan ekonomi
yang meningkat inilah membuat penduduk tidak hanya Eropa tetapi juga
bumiputera dan timur asing bermigrasi ke Surabaya. Hal ini menumbuhkan kelas-
kelas pekerja dan kelas-kelas pedagang di Surabaya.
Ketertarikan pada pertumbuhan ekonomi yang meningkat ini juga
memberikan efek pada imigran Tionghoa untuk datang ke Surabaya. Bahkan
tercatat memasuki awal abad XX tidak hanya terjadi lonjakan penduduk
bumiputera saja melainkan penduduk Tionghoa merangkak naik.7 Terdapat dua
faktor yang membuat orang Tionghoa bermigrasi dari Tiongkok menuju ke
Surabaya pada awal abad XX. Pertama, pada awal abad XX daratan Tiongkok
masih dilanda peperangan dan kekacauan politik sehingga banyak dari mereka
yang mengalami krisis ekonomi. Kedua, terjadinya krisis ekonomi global
membuat mereka mencari peruntungan di tempat-tempat yang sedang
berkembang ekonominya.
5 Verslag van den toestand der Gemeente Soerabaja over 1930, hlm. 4.
6 Samidi. 2017. “Surabaya sebagai Kota Kolonial Modern pada Akhir Abad ke-
19: Industri, Transportasi, Pemukiman, dan Kemajemukan Masyarakat”, dalam Mozaik
Humaniora, Vol. 17 No. 1, hlm. 157.
7 Purnawan. Op. cit., hlm. 43.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Perkembangan ekonomi dengan menggeliatnya pada sektor perindustrian
menjadi daya tarik masyarakat untuk pindah ke Surabaya karena terbukanya
lapangan pekerjaan.8 Hal inilah yang membuat penduduk Tionghoa berbondong-
bondong untuk bermigrasi ke Surabaya dengan dibukanya lapangan pekerjaan
secara luas. Apalagi dengan keberadaan etnis Tionghoa yang dikenal akan
keuletan dalam perdagangan sehingga dimanfaatkan sebagai pedagang perantara
antara produsen dari Eropa dengan konsumen dari bumiputera.9 Peranan Tionghoa
sebagai pedagang inilah yang membuat mereka merantau mencari peruntungan di
tempat-tempat yang perekonomiannya sedang berkembang.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Eropa, Tionghoa, dan Bumiputera Kota Surabaya
Tahun 1915-1940
Tahun Eropa Tionghoa Bumiputera Arab Timur
Asing
Jumlah
1915 9.108 18.957 117.585 2.734 326 148.710
1916 15.000 19.053 119.733 2.660 306 156.752
1917 15.000 20.847 121.559 2.553 396 160.355
1918 17.000 23.000 122.000 2.640 426 165.106
1919 15.987 17.228 149.229 2.640 2.521 184.965
1920 18.714 18.020 148.411 2.593 165 187.903
1921 19.524 23.206 146.810 3.155 363 193.058
1922 20.105 27.595 148.000 3.410 504 199.614
1923 20.855 30.653 149.000 3.639 644 204.791
1924 22.153 32.005 150.000 3.818 847 208.823
1925 23.314 32.868 196.825 3.922 870 257.799
1926 24.372 33.370 188.977 4.040 981 251.740
1927 23.782 35.077 188.977 4.078 1.008 252.922
1928 24.625 36.850 188.977 4.208 1.039 255.699
1929 25.346 38.389 188.977 4.610 1.167 258.489
1930 26.502 42.768 265.872 4.994 1.303 341.493
1931 27.628 43.288 265.872 5.298 1.384 343.470
8 Samidi. Op. cit., hlm. 161.
9 G. William Skinner. “Golongan Minoritas Tionghoa”, dalam Mely G. Tan (ed.).
1981. Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia: Suatu Masalah Pembinaan Kesatuan
Bangsa. Jakarta: PT Gramedia dan Yayasan Obor Indonesia, hlm. 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Tahun Eropa Tionghoa Bumiputera Arab Timur
Asing
Jumlah
1932 26.411 40.781 274.000 5.634 1.444 352.129
1933 26.882 39.792 280.000 5.227 1.521 357.362
1934 27.297 40.533 286.000 5.175 1.519 365.524
1935 27.599 41.749 290.000 5.209 1.152 370.709
1936 28.548 43.650 294.000 4.998 900 377.096
1937 29.783 46.219 294.000 4.961 890 380.853
1938 30.687 43.779 294.000 4.921 929 390.989
1939 32.601 45.767 300.000 5.148 968 390.394
1940 34.576 47.884 308.000 5.242 1.027 396.720
Sumber: G.H. Von Faber. 1934. Niuew Soerabaia: De Geschiedenis van Indies
voornamste Koopstad in de Eerste Kwaarteeuw Sederthare Instelling, 1906-1930.
Surabaya: Boekhandel Drukkerij van Ingen Bussum; Verslag van den toestand
der Gemeente Soerabaja. 1917-1940; Bureau van Statistiek Soerabaja. 1932.
Statistische berichten der Gemeente Soerabaja Jaarnummer 1931. „s-Gravenhage:
Martinus Nijhof.
Sejak memasuki awal abad XX jumlah penduduk di Surabaya mengalami
kenaikan setiap tahunnya, walaupun ada beberapa tahun yang mengalami
penurunan. Hal ini memperlihatkan bahwa semenjak Surabaya ditetapkan sebagai
gemeente kota ini lambat laun menjadi jujukan migrasi penduduk untuk
mengembangkan perekonomiannya. Bahkan dapat dilihat pada tabel 1 bahwa
komposisi penduduk di Surabaya sudah beragam etnis menandakan bahwa
Surabaya sebagai kota yang dinamis. Dalam tabel 1 diperlihatkan bahwa golongan
bumiputera merupakan golongan dengan penduduk paling banyak dikuti oleh
golongan Tionghoa, Eropa, Arab, dan Timur Asing.
Apabila dilihat pada tabel 1 memasuki awal abad XX migrasi orang
Tionghoa yang masuk ke Surabaya bertambah setiap tahunnya, meskipun ada
beberapa tahun yang menurun. Namun, penurunan jumlah penduduk Tionghoa di
Surabaya tidaklah signifikan melainkan kenaikan yang terjadi cukup besar.
Terdapat beberapa faktor kenaikan jumlah penduduk Tionghoa di Surabaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Pertama, penduduk Tionghoa yang sudah lama tinggal di Surabaya telah
melakukan perkawinan dengan penduduk setempat sehingga melahirkan Tionghoa
peranakan hal ini terlihat pada jumlah kelahiran penduduk Tionghoa yang cukup
besar dibandingkan kematian.10
Kedua, jumlah kedatangan orang Tionghoa yang
berasal dari Tiongkok cukup besar dibandingkan penduduk Tionghoa yang
meninggalkan Kota Surabaya.11
Ketiga, pencatatan yang tidak cermat karena
dalam Verslag van der Toestand de Gemeente Soerabaja pada tahun-tahun awal
abad XX tidak dicantumkan jumlah kelahiran, kematian, kepergian, dan
kedatangan penduduk.
Komposisi penduduk yang cukup beragam menjadikan Kota Surabaya
sebagai kota yang dinamis dibandingkan dengan kota-kota kolonial lainnya.
Bahkan keberagaman penduduk di Surabaya juga menciptakan penduduk yang
heterogen.12
Penduduk yang heterogen ini kemudian membuat pemerintah Kota
Surabaya membagi-bagi wilayah pemukiman berdasarkan etnisnya. Pembagian
wilayah berdasarkan golongan etnis merupakan sistem apartheid yang diciptakan
oleh pemerintah kolonial.13
Pemerintah kolonial membagi dalam tiga golongan
yakni (1) golongan Eropa atau Belanda, (2) golongan Timur Asing seperti Arab,
Tionghoa, India, dan lain-lainnya, (3) golongan bumiputera.
10 Verslag van der Toestand de Gemeente Soerabaja over 1920, hlm. 8-9.
11 Ibid.
12 Purnawan Basundoro. 2009. Dua Kota Tiga Zaman Surabaya dan Malang
Sejak Kolonial sampai Kemerdekaan. Yogyakarta: Ombak, hlm. 14.
13 Onghokham. “Etnis Cina di Indonesia: Sebuah Catatan Sejarah”, dalam
Onghokham. 2017. Migrasi Cina, Kapitalisme Cina dan Anti Cina. Depok: Komunitas
Bambu, hlm. 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Sistem penggolongan berdasarkan etnis yang diciptakan pemerintah
kolonial ini bertujuan untuk mengisolasi penduduk agar tidak saling bertemu
dengan penduduk yang lain sehingga satu golongan hanya tinggal dalam satu
wilayah saja.14
Seperti contohnya penduduk Tionghoa yang hanya boleh tinggal di
Kampung Tionghoa (Pecinan) yang sudah ditetapkan oleh pemerintah kolonial.
Dampak dari pengelompokkan pemukiman berdasarkan golongan ini di Surabaya
tiap-tiap golongan ditempatkan sesuai dengan spesialisasi atau pekerjaannya.
Pembagian pemukiman berdasarkan golongan etnis ini kemudian
menciptakan pemukiman-pemukiman orang Tionghoa (Chinese Kamp),
pemukiman orang Melayu (Malaische Kamp), dan pemukiman orang Arab
(Arabische Kamp).15
Pembangunan pemukiman ini berdasarkan pada peraturan
wijkenstelsel dalam Peraturan Negara tanggal 6 Juni 1866 yakni memusatkan
pemukiman orang Tionghoa dan etnis lainnya pada satu wilayah.16
Mereka
penduduk Tionghoa yang ingin keluar dari wilayahnya untuk keperluan harus
membawa surat jalan agar tidak mendapatkan hukuman.
Pemukiman penduduk Tionghoa selalu berada di wilayah perdagangan
sesuai dengan profesi mereka sebagai pedagang. Mereka lebih memilih tinggal di
wilayah yang berdekatan langsung dengan pantai utara karena dekat dengan
14 Onghokham. Op. cit., hlm. 4.
15 Purnawan Basundoro. 2012. “Penduduk dan Hubungan Antaretnis di Kota
Surabaya Pada Masa Kolonial”, dalam Paramita, Vol. 22 No. 1, hlm. 4.
16 Andjarwati Noordjanah. 2010. Komunitas Tionghoa di Surabaya (1910-1946).
Yogyakarta: Ombak, hlm. 83.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
pelabuhan sebagai pusat aktivitas perdagangan dan sepanjang aliran sungai.17
Perkampungan Tionghoa terletak di tepi Kali Mas di Kampung Songoyudan,
Panggung, Pabean, Slompretan, dan Bibis.18
Perkampungan Tionghoa dibelah
Gambar 1. Peta Kota Surabaya Tahun 1900
Sumber: Handinoto. 2015. Komunitas Cina dan Perkembangan Kota Surabaya
(Abad XVII Sampai Pertengahan Abad XX). Yogyakarta: Ombak, hlm. 103.
17 R.N. Bayu Aji. 2010. Tionghoa Surabaya dalam Sepak Bola 1915-1942.
Yogyakarta: Ombak, hlm. 32.
18 Purnawan. 2013, Op. cit., hlm. 99.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
oleh satu jalan dari selatan ke utara dengan nama jalan Handelstraat atau biasa
dikenal dengan Kembang Jepun19
, kemudian di timur terdapat pasar yang biasa
disebut Chineesche Breestraat dan di barat terdapat Kali Mas.20
Berbeda dengan
arsitektuk bangunan pada pemukiman biasanya, rumah-rumah penduduk
Tionghoa biasanya digabung antara toko sebagai aktivitas dagang di lantai satu
dan lantai dua sebagai tempat tinggal mereka.21
Pemukiman Tionghoa di Surabaya ini kemudian disebut sebagai Kapasan
sebagai wilayah pemukiman yang ditinggali baik oleh totok maupun peranakan.
Kampung Kapasan sendiri tidak hanya menjadi kampung dengan aktivitas
perdagangan bagi kaum Tionghoa saja melainkan juga menjadi tempat aktivitas
politik dan kebudayaan penduduk Tionghoa Surabaya.22
Perkembangan
perdagangan Tionghoa sampai pebentukan Siang Hwee dan adu politik Tionghoa
semua berawal dari Kapasan. Maka tidak mengherankan bahwa banyak aktivitas
ekonomi, politik, sosial, dan budaya Tionghoa muncul di Kapasan bahkan tokoh-
tokoh penting Tionghoa bermunculan di kampung ini.23
19 Kembang Jepun merupakan pemukiman bagi etnis Tionghoa di Surabaya.
Kembang Jepun merupakan pusat perekonomian Tionghoa dengan banyaknya pedagang
mulai dari yang kecil hingga yang menengah. Wilayah ini juga menjadi bentuk sistem
wijkenstelsel yang memisahkan pemukiman berdasarkan etnisnya. Miqdad Nidzam
Fahmi. 2017. “Kembang Jepun (Handelstraat) Sebagai Pusat Ekonomi Etnis China di
Surabaya Tahun 1906-1930”, dalam Avatara, Vol. 5 No. 1, hlm. 119.
20 Verslag van der Toestand de Gemeente Soerabaja over 1917, hlm. 222.
21 Miqdad. Op. cit., hlm. 100.
22 Siauw Giok Tjhan. 1981. Lima Jaman: Perwujudan Integrasi Wajar. Jakarta-
Amsterdam: Yayasan Teratai, hlm. 13
23 Lihat lampiran 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Bagi penduduk Eropa mereka lebih cenderung untuk menempati wilayah di
pusat kota karena aktivitas mereka sebagai pegawai pemerintah dan kawasan
tengah kota merupakan kawasan elit Eropa. Kemudian pemukiman bumiputera
lebih menyebar tidak ada kawasan atau pemukiman yang menjadi
pengelompokkan kaum bumiputera. Namun, secara garis besar pemukiman-
pemukiman di Surabaya dibangun memanjang mengikuti aliran sungai, meskipun
begitu jalan darat menjadi prioritas utama bagi penduduk Surabaya.
B. Gelombang Imigran Tionghoa
Keberadaan komunitas Tionghoa di Surabaya yang begitu besar tidak dapat
dipisahkan dari gelombang migrasi yang melanda Surabaya pada akhir abad XIX
hingga awal abad XX. Gelombang migrasi Tionghoa yang begitu besar ini tidak
dapat dilepaskan dari dua faktor yang mempengaruhi mereka untuk berpindah
tempat. Faktor pertama adalah masalah politik di Tiongkok akibat kekalahan
perang dengan Jepang dan Eropa sehingga terjadi gejolak modernisasi pada sistem
pemerintahan.24
Kekacauan politik ini membuat kedua kekuatan antara kaum
modernisasi dengan kaum dinasti dari Kerajaan Manchu saling berebut kekuasaan
hingga terjadi krisis ekonomi. Faktor kedua adalah krisis ekonomi yang melanda
Hindia Belanda membuat komunitas Tionghoa yang berada di luar Jawa menjadi
24 Kwee Tek Hoay. 1969. The Origins of The Modern Chinese Movement in
Indonesia, New York: Ithaca, hlm. 1-2. Gelombang migrasi komunitas Tionghoa akibat
gejolak politik di Tiongkok tidak hanya membawa orang-orang Tionghoa ke Hindia
Belanda, namun mereka juga bermigrasi ke wilayah-wilayah di Asia Tenggara. Motivasi
mereka tetap sama yakni untuk melakukan perdagangan akibat krisis ekonomi di
Tiongkok. Lihat G. William Skinner. 1959. “Overseas Chinese in Southeast Asia”, dalam
The Annals of the American Academy Political and Social Science, Vol. 321, hlm. 138.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
korban pemutusan kerja.25
Hal ini berujung pada berpindahnya mereka ke tempat-
tempat yang memiliki kesempatan kerja yang besar salah satunya adalah
Surabaya.
Meskipun begitu keberadaan komunitas Tionghoa di Surabaya tidak hanya
berasal dari Tiongkok, namun terdapat komunitas Tionghoa yang telah lama
tinggal dan telah melakukan asimilasi dari perkawinan campur dengan penduduk
bumiputera.26
Hal ini disebabkan karena pada abad XV dan XVI sudah banyak
komunitas Tionghoa yang berinteraksi langsung dengan penduduk bumiputera
yang menetap di wilayah pesisir pantai sebagai pusat-pusat perdagangan.27
Mereka kemudian menetap dan menikahi perempuan-perempuan bumiputera
sehingga mereka kemudian berasimilasi dengan penduduk setempat.28
Kelompok Tionghoa yang melakukan migrasi ini tidak datang dalam
gelombang yang besar melainkan secara kelompok-kelompok kecil karena
motivasi mereka adalah sebagai pedagang. Kebanyakan komunitas Tionghoa yang
melakukan migrasi adalah golongan laki-laki dan hanya sedikit jumlahnya
25 Purnawan. 2013. Op. cit., h. 43; Puspa Vasanty. “Kebudayaan Orang Tionghoa
di Indonesia”, dalam Koentjaraningrat (ed.). 2007. Manusia dan Kebudayaan di
Indonesia, Jakarta: Djambatan, hlm. 357.
26 Skinner. 1981. Op. cit., hlm. 1.
27 Denys Lombard. 2008. Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Sejarah Terpadu
(Bagian II: Jaringan Asia). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 69. Pembahasan lebih
lanjut mengenai Komunitas Tionghoa Surabaya serta kehidupan masyarakat Tionghoa
pada awal kedatangannya pada abad ke-XV dan ke-XVI dapat dibaca di Claudine
Salmon. 2009. “The Chinese Community of Surabaya from its Origin to the 1930s
Crisis”, dalam Chinese Southern Diaspora Studies, Vol. 3, hlm. 22-46.
28 Claudine Salmon. 1991. “The Han Family of East Java. Entrepreneurship and
Politics (18th-19
th Centuries)”, dalam Archipel, Vol. 41, hlm. 61.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
perempuan yang dibawa pada saat perantauan.29
Akhirnya perantau ini menikahi
perempuan-perempuan bumiputera dan telah berasimilasi dengan penduduk
setempat. Mereka sudah tidak lagi menggunakan bahasa Tiongkok dan tidak lagi
menggunakan kebudayaan Tiongkok. Kelompok inilah yang kemudian disebut
sebagai golongan peranakan yang berasal dari kata anak atau beranak yakni
perkawinan campur antara orang Tionghoa dari garis keturunan laki-laki dengan
orang bumiputera dari garis keturunan perempuan, maka anak yang dilahirkan
disebut sebagai peranakan.30
Berbeda dengan gelombang migrasi komunitas Tionghoa pada akhir abad
XIX hingga abad XX yang dalam kelompok yang besar dan disertai perempuan
Tionghoa sehingga tidak berasimilasi dengan masyarakat bumiputera.31
Kelompok ini cenderung kurang cepat membaur dan tetap mempertahankan adat
kebiasaan mereka dari Tiongkok sehingga mereka tidak melakukan asimilasi
terutama karena tidak terjadi perkawinan campur.32
Mereka melakukan
perkawinan dengan sesama kelompok Tionghoa karena mereka juga ikut dalam
29 Puspa. Op. cit., hlm. 355; Leo Suryadinata. 1984. Dilema Minoritas Tionghoa.
Jakarta: Grafiti Pres, hlm. 86.
30 Lea E. Williams. 1960. Overseas Chinese Nationalism: The Genesis of The
Pan-Chinese Movement in Indonesia 1900-1916. Massachusetts: The Massachusets
Institute of Technology, hlm. 11.
31 Leo. Op. cit., hlm. 90.
32 Lombard. Op. cit., hlm. 70.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
imigrasi. Kelompok ini kemudian disebut sebagai totok atau juga disebut sebagai
singkehs atau sinkehs yang artinya adalah tamu baru.33
Gelombang imigran Tionghoa pada abad XX merupakan gelombang
imigran yang cukup besar dibandingkan pada abad sebelumnya.34
Pada abad XIX
jumlah penduduk Tionghoa kurang lebih 150.000 orang, kemudian pada tahun
1900 jumlahnya meningkat 280.000 orang, dan terjadi kenaikan pula pada tahun
1930 ketika terjadi sensus penduduk di Hindia Belanda.35
Kenaikan jumlah
penduduk Tionghoa rata-rata 4,3% setiap tahunnya selama tahun 1920-1930 di
Jawa dan Madura. Maka dapat dilihat pada tabel 1 bahwa jumlah penduduk
Tionghoa di Surabaya saja setiap tahunnya naik 1-2% setiap tahunnya. Jumlah
kenaikan penduduk Tionghoa juga disebabkan karena faktor kelahiran yang begitu
33 Williams. Op. cit., hlm. 10.
34 Pertumbuhan penduduk Tionghoa di Hindia Belanda pada akhir abad ke-XIX
hingga awal abad ke-XX tidak dapat dilepaskan dari kebijakan perusahaan-perusahaan
swasta dengan dibantu oleh pemrintah mendatangkan kuli-kuli Tionghoa dari luar negeri.
Mereka didatangkan dari Singapura, Hongkong, Kanton, dan wilayah-wilayah lain di
daratan Tiongkok. Mereka diambil dengan cara dipaksa, ditipu, bahkan dieksploitasi
mengingat ketika itu banyak dari orang Tionghoa pekerjaan dengan pendapatan yang
cukup besar karena kemelaratan negeri itu. Kuli-kuli Tionghoa ini didatangkan dalam
jumlah yang besar karena bagi orang Eropa kuli-kuli Tionghoa merupakan pekerja yang
murah. Mereka dipekerjakan di perkebunan-perkebunan milik perusahaan swasta.
Pramoedya Ananta Toer. 1998. Hoakiau di Indonesia. Jakarta: Garba Budaya, hlm. 232-
233.
35 Volkstelling 1930 Deel VII: Chineezen en Andere Vreemde Oosterlingen in
Nederlandsche-Indië. 1935. Batavia: Departement van Ecomonische Zaken, hlm. 3.
Sensus penduduk Hindia Belanda yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda,
namun secara perhitungan masih kurang cermat karena terjadi perbedaan dengan laporan
jumlah penduduk di tiap kota atau karesidenan yang dikeluarkan oleh pemerintah
setempat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
besar dari keluarga Tionghoa sehingga membuat jumlah penduduk Tionghoa yang
masih muda lebih besar dibandingkan generasi yang sudah tua.36
Kedatangan komunitas Tionghoa di Surabaya tidak hanya berasal dari satu
tempat di Tiongkok, namun mereka berasal dari wilayah yang berbeda-beda
dengan budaya yang berbeda-beda. Komunitas Tionghoa ini berasal dari
Tiongkok Selatan di dua provinsi yakni Fukien dan Kwantung.37
Dari Provinsi
Fukien terdapat suku Hokkian sedangkan dari Provinsi Kwantung terdapat suku
Hakka, Teociu, dan Kwangfu. Suku-suku ini memiliki kebudayaan dan
spesialisasi yang berbeda-beda sesuai dengan kelebihan masing-masing golongan.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Tionghoa Surabaya Berdasarkan Suku Bangsa
Tahun 1930
Suku Bangsa Jumlah Prosentase
Hokkian 19.747 61,97
Hakka 1.391 4,37
Teociu 2.399 7,53
Kwangfu/Canton 5.622 17,64
Lain-lain 2.707 8,49
Jumlah 31.866 100,0
Sumber: Volkstelling 1930 Deel VII: Chineezen en Andere Vreemde Oosterlingen
in Nederlandsche-Indië. 1935. Batavia: Departement van Ecomonische Zaken,
hlm. 91-93.
Melalui data pada tabel 2 dapat dilihat bahwa suku Hokkian merupakan
suku yang paling banyak penduduknya di Surabaya dibandingkan dengan suku-
suku lainnya. Hampir setengah dari jumlah penduduk Tionghoa di Surabaya
berasal dari Hokkian karena juga pengaruh kedatangan mereka yang cukup besar
36 Ibid., hlm. 4.
37 Ibid., hlm. 86-87.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
pada abad XIX.38
Suku Hokkian memiliki sifat dagang yang kuat sesuai dengan
kebudayaan yang dimiliki oleh orang-orang Hokkian sehingga tidak
mengherankan bahwa orang-orang Hokkian dikenal sebagai pedagang yang ulet.39
Hal ini membuat mereka lebih cenderung memilih kota-kota besar yang maju
dalam perdagangannya seperti Surabaya untuk ditinggali.
Provinsi Kwangtung yang bersebelahan dengan Fukien didiami oleh dua
suku bangsa yakni orang Hakka dan orang Teociu.40
Sifat geografis yang didiami
oleh orang Hakka merupakan wilayah pegunungan kapur yang tandus sehingga
membuat mereka pergi meninggalkan wilayahnya untuk mencari peruntungan
ekonomi.41
Sedangkan orang Teociu memiliki keahlian di bidang pertanian dan
perkebunan.42
Orang Hakka dan Teociu lebih banyak mendiami wilayah di luar
Pulau Jawa untuk mencari peruntungan ekonominya seperti orang Hakka di
Kalimantan dan orang Teociu di Sumatera.43
Sama seperti orang Hakka dan
Teociu orang Kwangfu atau biasa disebut sebagai orang Canton juga biasa
mendiami wilayah di luar Jawa seperti di Bangka sebagai penambang.44
38 Anjarwati, Op. cit., hlm. 41.
39 Skinner. 1981, Op. cit., hlm. 7.
40 Volkstelling 1930 Deel VII: Chineezen en Andere Vreemde Oosterlingen in
Nederlandsche-Indië, hlm. 87.
41 Anjarwati, Op. cit., hlm. 42.
42 Skinner. 1981, Loc. cit.
43 Ibid.
44 Volkstelling 1930 Deel VII: Chineezen en Andere Vreemde Oosterlingen in
Nederlandsche-Indië, hlm. 88.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Meskipun pada awalnya orang-orang dari Hakka, Teociu, dan Kwangfu
mendiami wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa karena kota-kota perdagangan telah
didiami oleh orang Hokkian, namun pada tahun 1930-an mereka menyerbu
Surabaya seperti yang terlihat pada tabel 2. Hal ini disebabkan karena faktor krisis
ekonomi yang melanda wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa membuat mereka
diputus kontrak kerjanya. Akibatnya mereka bermigrasi ke Surabaya yang saat itu
berkembang perekomian industrinya sehingga membuka lapangan pekerjaan yang
baru membuat mereka beralih profesi menjadi pedagang atau menjadi buruh-
buruh industri.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Tionghoa di Surabaya Menurut Tempat Kelahirannya
Berdasarkan Klasifikasi Umur Tahun 1930
Kelompok Umur Lahir di Hindia
Belanda
Lahir di Luar
Hindia Belanda
Total
0-14 tahun 4.660 3.928 8.588
15-19 tahun 1.602 1.455 3.057
20-49 tahun 5.757 9.236 14.993
50 tahun ke atas 1.200 796 1.996
Usia tidak
diketahui
3.747 3.820 7.567
Total 16.966 19.235 36.201
Sumber: Volkstelling 1930 Deel VII: Chineezen en Andere Vreemde Oosterlingen
in Nederlandsche-Indië. 1935. Batavia: Departement van Ecomonische Zaken,
hlm. 202-203.
Masuknya golongan Tionghoa totok ke Surabaya pada awal abad XX
menimbulkan beberapa permasalahan terutama dengan golongan Tionghoa
peranakan. Dapat dilihat pada tabel 3 bahwa golongan yang lahir di luar Hindia
Belanda pada kelompok umur 20-49 tahun lebih banyak dari pada yang lahir di
Hindia Belanda. Sebagian dari imigran Tionghoa ini berasal dari golongan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
terpelajar dan pernah menjadi anggota perkumpulan politik di Tiongkok.45
Hal ini
menjadi bukti bahwa golongan totok memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap
golongan peranakan pada komunitas Tionghoa. Golongan totok yang sejak awal
tidak ingin berintegrasi dengan kebudayaan bumiputera dan membawa pengaruh
revolusioner nasionalisme Tiongkok membawa perubahan sosial dan ekonomi
bagi komunitas Tionghoa.46
Hal ini menimbulkan kompleksitas dengan golongan
peranakan yang sebelumnya mereka sudah berintegrasi dengan bumiputera dan
sudah tidak memiliki pengaruh lagi dengan tempat asal mereka yakni Tiongkok.
Golongan Tionghoa peranakan pada umunya berorientasi dengan
kebudayaan bumiputera atau tempat di mana mereka lahir karena bagi mereka
orientasi kepada negeri leluhurnya sudah tidak relevan lagi.47
Kedua paham yang
berbeda antara totok dengan peranakan ini pun sulit untuk dipersatukan karena
perbedaan kebudayaan dan identitas yang sudah mengakar kuat pada diri masing-
masing golongan. Pengaruh orang totok yang menganggap memiliki kebudayaan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan peranakan cukup menyita perhatian seperti
yang tertulis dalam surat kabar Pewarta Soerabaia, “Pranakan Tionghoa haroes
bersoekoer, iapoenja perhoeboengan dengen bangsanja dari Tiongkok tiada ada
sebraba djelek, kaloe tiada bisa dibilang masi baek dan bisa diharep aken bisa
45 Shinta Devi Ika Santhi Rahayu. 2010. “Pendidikan Etnis Tionghoa di Surabaya
Pada Pertengahan Abad ke-19 hingga Abad ke-20”. Tesis. Yogyakarta: Program Studi
Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, unpublished, hlm. 59.
46 Andi Achdian. 2017. “Kaum Pergerakan dan Politik Kota: Perkembangan
Politik Kewargaan di Kota Kolonial Surabaya 1906-1942”. Disertasi. Depok: Program
Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, unpublished,
hlm. 77.
47 Leo. Op. cit., hlm. 93-94.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
bertamba kekal.”48
Pengaruh kebudayaan diantara kedua golongan ini
memberikan perbedaan dalam hal pemahaman mereka terhadap orientasi
identitasnya sebagai orang Tionghoa. Orang totok bersikukuh mempertahankan
kebudayaan Tiongkok yang masih asli, sedangkan orang peranakan yang sudah
lama tinggal di Hindia Belanda lebih lama dari orang totok sudah bercampur
dengan budaya bumiputera. Akibatnya segala aktivitas sosial, politik, dan
ekonomi diantara kedua golongan ini akan dipengaruhi dari masing-masing
orientasi.
C. Aktivitas Komunitas Tionghoa
Perbedaan golongan antara totok dan peranakan memiliki pengaruh yang
cukup besar dalam komunitas Tionghoa di Surabaya. Apalagi memasuki abad XX
dengan berkembangnya nasionalisme Tionghoa dan pengaruh Politik Etis di
Hindia Belanda memberikan dampak pada perdagangan, pendidikan, dan surat
kabar. Ketiga elemen inilah yang juga memberikan pengaruh pada semangat
nasionalisme Tionghoa yang berkembang di Hindia Belanda. Pengaruh
nasionalisme Tionghoa ini kemudian berbenturan dengan kelompok yang sudah
meninggalkan budaya Tionghoanya dan lebih berasimilasi dengan budaya
setempat.
1. Perdagangan
Sejak awal mula profesi komunitas Tionghoa dikenal sebagai pedagang
baik itu pedagang kecil maupun menengah. Bahkan keahlian komunitas Tionghoa
48 “Totok dan Pranakan”, Pewarta Soerabaia pada Kamis, 27 Mei 1931, hlm. 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
dalam berdagang telah dimanfaatkan oleh orang-orang Eropa sebagai pedagang
perantara antara orang Eropa dengan bumiputera. Meskipun komunitas Tionghoa
dikenal sebagai pedagang, namun komunitas Tionghoa di Surabaya memiliki
profesi yang cukup beragam tidak hanya sebagai pedagang saja. Hal ini
disebabkan karena faktor terbukanya lapangan pekerjaan yang luas dan
beragamnya suku bangsa Tionghoa yang menetap di Surabaya.
Sebelumnya pada abad XVIII dan abad XIX sudah ada orang-orang
Tionghoa di Surabaya yang telah menjalankan bisnis perdagangan mereka.
Menurut studi dari Claudine Salmon terdapat tiga keluarga Tionghoa yakni
keluarga Han, Tjoa, dan The yang merupakan keluarga yang memiliki kekuatan
ekonomi yang cukup berpengaruh di Surabaya pada masa itu.49
Mereka
menjalankan bisnis perdagangan ekspor-impor gula, kopi, dan beras dan bahkan
mereka memiliki pabrik-pabrik industri yang mereka jalankan sendiri.50
Hal ini
menjadi salah satu contoh bahwa keberadaan orang Tionghoa di Surabaya dalam
bidang perdangangan sudah memiliki peranan yang cukup besar dan berpengaruh
pada ekonomi Hindia Belanda.
Tabel 4. Jenis-Jenis Pekerjaan Komunitas Tionghoa di Surabaya
Tahun 1930 (Sic!)
No. Jenis Pekerjaan Lahir di Hindia
Belanda
Lahir di Luar
Hindia Belanda
Total
A. Produksi barang mentah 134 15 150
B. Industri dan kerajinan: 883 3.350 4.279
1. Industri makanan 327 618 956
49 Salmon. 2009. Op. cit., hlm. 26. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
pengaruh ekonomi keluarga Han di Surabaya dapat membaca Claudine Salmon. 1991.
“The Han Family of East Java. Entrepreneurship and Politics (18th-19
th Centuries)”,
dalam Archipel, Vol. 41.
50 Ibid., hlm. 43.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
No. Jenis Pekerjaan Lahir di Hindia
Belanda
Lahir di Luar
Hindia Belanda
Total
2. Pengolahan kayu 71 210 282
3. Pengrajin kayu dan
bambu
117 1.637 1.771
4. Penjahit 89 610 708
C. Transportasi: 313 119 439
Transportasi umum 199 79 282
D. Perdagangan: 2.540 5.561 8.190
1. Makanan 321 1.589 1.930
2. Tekstil 244 1.085 1.380
3. Pengangkutan 178 99 279
4. Pedagang aneka macam 895 241 3.141
5. Pedagang perantara besar 460 136 598
6. Perkreditan 147 24 174
D. Usaha bebas: 214 240 459
Seniman dan penulis 73 85 161
E. Pelayanan umum 88 23 115
F. Lain-lain 334 494 834
Total 7.627 16.215 26.128
Sumber: Volkstelling 1930 Deel VII: Chineezen en Andere Vreemde Oosterlingen
in Nederlandsche-Indië. 1935. Batavia: Departement van Ecomonische Zaken,
hlm. 362.
Lewat tabel 4 dapat dilihat bahwa profesi sebagai pedagang merupakan
profesi yang paling banyak diminati oleh komunitas Tionghoa sebanyak 8.190
orang. Hal ini menjadi bukti adanya keterkaitan antara Kota Surabaya sebagai
kota perdagangan menjadi tujuan utama migrasi orang Tionghoa. Pedagang
Tionghoa kebanyakan didominasi oleh orang Tionghoa yang lahir di Hindia
Belanda ketimbang mereka yang lahir di Tiongkok. Hal ini dapat dibuktikan
melalui tabel 3 yang merujuk pada keberadaan orang Tionghoa yang lahir di
Hindia Belanda lebih besar dibandingkan dengan orang Tionghoa yang lahir di
luar Hindia Belanda. Orang Tionghoa yang lahir di luar Hindia Belanda ini
didominasi oleh kelompok Hokkian yang memiliki kepandaian pada perdagangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Pengaruh perdagangan pada komunitas Tionghoa akibat perbedaan
kelompok antara totok dan peranakan baru muncul pada akhir abad XIX
memasuki awal abad XX. Menurut studi dari Claudine Salmon terdapat pendatang
baru yang sebagian besar orang totok yang mendirikan perusahaan komersial di
daerah Pecinan Surabaya seperti Go Hwoo Swie, Tjan Tiauw Tjwan, Tan Tjoen
Goan, dan Djie Hong Swie.51
Hampir semua perusahaan-perusahaan komersil
baru yang didirikan oleh orang totok ini bergerak pada kegiatan bisnis ekspor-
impor dalam skala yang cukup besar. Hal ini kemudian membuat kegiatan para
totok ini mengambil alih kegiatan orang-orang peranakan di Surabaya
sebelumnya. Bahkan kelompok Tionghoa totok mendirikan Tiong Hwa Siang
Hwee52
pada tahun 1906 yang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam
perdagangan seperti aksi boikot pada Handelsvereeniging Amsterdam53
pada
1902-1904 dan 1908 dan aksi boikot Jepang pada tahun 1930-an.
Para pedagang Tionghoa yang lahir di luar Hindia Belanda atau orang-
orang totok ini cukup berbeda dengan orang-orang Tionghoa peranakan
sebelumnya yang tinggal di Surabaya. Mereka tidak serta merta datang untuk
berdagang saja, namun mereka juga membawa semangat revolusioner Tiongkok
dan ingin mempertahankan identitas Tionghoa mereka. Keberadaan Tiong Hwa
51 Ibid., hlm. 49-50.
52 Tiong Hwa Siang Hwee= Kamar Dagang Tionghoa.
53 Aksi boikot terhadap perusahaan Belanda Handelsvereeniging Amsterdam yang
dilakukan oleh Tiong Hwa Siang Hwee sebanyak dua kali pada tahun 1902-1904 dan
1908 dapat dibaca pada Alexander Claver. 2014. Dutch Commerce and Chinese
Merchants in Java: Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800-1942. Leiden:
KITLV, hlm. 189-239.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Siang Hwee tidak dapat dilepaskan pada peraturan resmi yang dikeluarkan pada
Januari 1904 di Tiongkok untuk dibentuk sebuah Kamar Dagang di seluruh
wilayah Kekaisaran.54
Tidak lama kemudian di beberapa kota-kota perdagangan
yang terdapat komunitas Tionghoa didirikan kamar dagang Tionghoa.
Siang Hwee Surabaya didirikan pada tahun 1906 oleh sekelompok
pedagang yakni Ong Tjien Hong, Tio Tjee An, dan Lie Siong Hwie.55
Tujuan dari
pendirian Siang Hwee Surabaya sama seperti pendirian Siang Hwee pada
umumnya di kota-kota lainnya yakni memudahkan pedagang Tionghoa dalam
berurusan dengan perdagangan baik ekspor maupun impor. Para pendiri Siang
Hwee Surabaya merupakan orang-orang totok yang juga membawa semangat
revolusioner Tiongkok. Akibatnya lambat laun Siang Hwee menjadi hampir
eksklusif karena begitu dominannya kelompok totok dan berujung pada
kesenjangan dengan kelompok peranakan.
Keberadaan Siang Hwee ini tidak serta merta berurusan dengan
permasalahan perdagangan saja, namun juga memiliki kepentingan-kepentingan
lainnya yang bersifat politik.56
Para pedagang totok yang bergabung dalam Siang
Hwee ingin memiliki tujuan untuk memurnikan kembali kebudayaan Tionghoa
yang sebelumnya pudar oleh kelompok peranakan. Salah satu cara untuk
54 Yerry Wirawan. 2013. Sejarah Masyarakat Tionghoa Makassar Dari Abad ke-
17 Hingga ke-20. Jakarta: KPG, hlm. 146.
55 Salmon. 2009. Op. cit., hlm. 53.
56 Claver. Op. cit., hlm. 197.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
menumbuhkan semangat kebudayaan Tionghoa adalah dengan menyokong
finansial kelompok Tiong Hwa Hwe Koan.57
2. Pendidikan
Gelombang migrasi orang Tionghoa totok ke Surabaya juga memberikan
pengaruh pada sikap nasionalisme terhadap negeri Tiongkok. Pada awal abad XX
negeri Tiongkok sedang bergejolak nasionalisme dan gerakan Pan-Asianisme.
Apalagi dengan keberadaan peranakan yang sudah tidak lagi menggunakan
kebudayaan Tionghoa, malahan mereka lebih menggunakan kebudayaan
bumiputera membuat beberapa orang totok menyerukan untuk menanamkan
kembali kebudayaan asli Tionghoa. Hal ini memicu Phoa Keng Hek58
mendirikan
sebuah organisasi untuk mengajarkan kembali kebudayaan Tionghoa:
Dari sebab keringat, yang di antara kita, orang-orang Cina di sini, ada banyak
sekali yang belum mengenal pada Khong Hoe Tjoe (Konghucu) punya pengajaran
atau petuah yang amat baik dan berfaedah besar, maka kita, dua puluh orang, sudah
mufakat sama-sama dan mendirikan di sini satu perkumpulan yang bernama
“Tiong Hoa Hwee Koan”.59
Ide pendirian Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) ini berawal dari ajaran
Konfusianisme atau Konghucu yang merupakan dasar ajaran utama dari
kebudayaan Tionghoa yang ingin ditanamkan pada orang-orang peranakan.60
57 Williams. Op. cit., hlm. 101.
58 Phoa Keng Hek merupakan presiden pertama THHK pada tahun 1900 hingga
1923.
59 Phoa Keng Hek. “Surat Kiriman Kepada Sekalian Bangsa Cina (1900)”, dalam
Leo Suryadinata (ed.). 2005. Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900-2002.
Jakarta: LP3ES, hlm. 23.
60 Williams. Op. cit., hlm. 69.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Faktor orang peranakan yang sudah meninggalkan kebudayaan Tionghoa dan
beralih ke kebudayaan lokal di mana mereka tinggal membuat orang Tionghoa
makin sirna dari tempat migrasi mereka. Faktor Pan-Asianisme yang berkembang
pada akhir abad XIX dan awal abad XX juga turut menyumbang apalagi
keberadaan Jepang yang saat itu berhasil dengan Restorasi Meijinya.
Pendirian THHK ini sendiri memiliki tujuan untuk mempromosikan
Konfusianisme dan budaya Tionghoa dengan mendirikan sekolah-sekolah yang
berbahasa pengantar Tionghoa dan sebagai sebuah kekuatan untuk memupuk
nasionalisme Tionghoa.61
Maka tidak mengherankan bahwa THHK yang
didukung Kuo Min Tang juga mengajarkan tentang perpolitikan Tionghoa.62
Perkumpulan THHK di Surabaya berdiri pada tahun 1902 dan diresmikan pada 12
Mei 1904 dengan nama Ho Tjiong Hak Kwan atau Ho Tjiong Hak Tong.63
Anggaran dasarnya adalah mengumpulkan dana guna mendirikan sekolah-sekolah
yang mendidik orang Tionghoa di Hindia Belanda.
Sekolah THHK pertama dibangun di Batavia pada 17 Maret 1901
kemudian berkembang ke beberapa tempat di seluruh Hindia Belanda baik di
Jawa maupun di luar Jawa.64
Sekolah THHK di Surabaya sendiri berdiri pada 5
November 1903 di Keputran yang diprakarsai oleh Liem Sioe Tien, Phoa Lian
61 Leo Suryadinata. 1988. Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia. Jakarta:
PT Gramedia, hlm. 7; Lihat Juga Lim Boen King. “Apa Tanda Kita Bangsa Tionghoa”,
Pewarta Soerabaia pada Senin, 28 Desember 1931, hlm. 1.
62 Harry A. Poeze (ed.). 1988. Politiek-Politioneele Overzichten van
Nederlandsch-Indië Deel III 1931-1934. Dordrecht: Foris Publications, hlm. 14.
63 Shinta. Op. cit., hlm. 223.
64 Williams. Op. cit., 68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Tjing, Kwee Lian Phik, dan Go Khing Liang, Pek Kie Goe, Njoo Bian Tjhiang,
Han Siek Khwan, Kwee Lian Tik, Kwee Lian Sie, Oei Swan Tie, Tan Kiem Liem,
Tan Tjhwan Sioe, Tio Sik Giok, Tio Tjee An, Yap Liang Seng, dan Tan Ping An
di daerah Keputran dengan nama Ho Tjiong Hak Kwan.65
Kemudian 3 Februari
1904 dibuka satu cabang di Tepekong Straat bernama Tiong Hoa Hak Tong
(THHT).66
Perkembangan sekolah THHT di Surabaya kebanyakan berasal dari
Hokkian dan orang-orang totok karena kebanyakan suku inilah yang tinggal di
Surabaya.
Model pendidikan THHT meniru model pendidikan di Jepang yang
dianggap berhasil dalam Restorasi Meiji pada akhir abad XIX dan awal abad XX.
Hal ini disebabkan karena Tiongkok saat itu ingin gencar-gencarnya ingin meniru
Jepang yang lebih membuka diri pada ilmu pengetahuan barat. Maka THHT
dalam pengajarannya lebih menekankan pada kebudayaan Tionghoa sebagai
identitas mereka karena semua berakar pada ajaran Konfusianisme dan diajarkan
secara modern.67
Bagi mereka dalam menanamkan kebudayaan Tionghoa cukup
penting karena perhatian ini sudah lama hilang dan digantikan oleh kebudayaan
barat sehingga sangat jarang sekali orang Tionghoa berbicara menggunakan
65 Ong Hing Aan. 1953. Buku Peringatan Hari Ulang Tahun ke-50 THHK
Surabaya 1903-1953. Surabaya: THHK, hlm. 12; Bagus Johansyah. 2013. “Tiong Hoa
Hwe Koan (THHK) Surabaya 1903-1942”, dalan Avatara, Vol. 1 No. 1, hlm. 119;
Handinoto. 2015. Komunitas Cina dan Perkembangan Surabaya (Abad XVII Sampai
Pertengahan Abad XX). Yogyakarta: Ombak, hlm. 122-123; Claudine Salmon. 2009. Op.
cit. hlm. 50-51.
66 Shinta. Op. cit., hlm. 227-228.
67 Mona Lohanda. 2002. Growing Pains: The Chinese and The Dutch in Colonial
Java 1890-1942. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka., hlm. 52.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
bahasa Mandarin.68
Ketika K‟ang Yu Wei salah satu pemimpin reformis Tiongkok
datang ke Surabaya memicu orang Tionghoa untuk memasukkan anak-anaknya ke
THHT.69
Orang Tionghoa terutama dari kelompok peranakan yang lebih dulu tinggal
di Hindia Belanda sudah jarang bahkan sudah tidak lagi menggunakan bahasa
Tionghoa atau Mandarin, mereka lebih menggunakan bahasa bumiputera untuk
berkomunikasi.70
Hal ini membuat sekolah-sekolah THHT lebih menekankan
pada bahasa pengantar Mandarin karena ini menjadi identitas atau bahasa nasional
Tiongkok.71
Bahkan apabila sekolah-sekolah Hindia Belanda yang dimasuki oleh
anak-anak opsir Tionghoa pun mereka tidak diajarkan bahasa Mandarin
melainkan bahasa Belanda. Sedangkan THHT menolak bahasa Belanda diajarkan
di sekolah-sekolah mereka sebagai bentuk penolakan terhadap pemerintah
Belanda.
Hal ini cukup menarik bahwa sekolah-sekolah THHT meskipun tidak
mengajarkan bahasa Belanda pada kurikulumnya, namun mereka mengajarkan
anak-anak Tionghoa menggunakan bahasa Inggris sebagai salah satu kebudayaan
barat. Bagi orang Tionghoa mempelajari bahasa Inggris merupakan hal yang
utama karena bahasa tersebut digunakan secara internasional sehingga dapat
68 “Chinese Studies”, Pewarta Soerabaia pada Selasa, 12 Mei 1931, hlm. 1.
69 Shinta. Op. cit., hlm. 229.
70 Nio Joe Lan. 1960. Peradaban Tionghoa Selajang Pandang. Jakarta: Keng Po,
hlm. 15.
71 Williams. Op. cit., hlm. 69.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
membantu orang Tionghoa dalam perdagangan internasional.72
Seorang yang
bernama Lim Boen King presiden dari Universitas Amoy menulis dalam surat
kabar Pewarta Soerabai:
Sebagi orang Tionghoa djika kita beladjar Inggris di hadepan orang Inggris, tida
membikin orang Inggris djadi indahken kita, hanja sebaliknja jalah khwa-emkhi
(pandeng seblah mata)! Sebagi seorang Tionghoa djika kita bitjara Blanda di
hadepan orang Blanda, djoega tida membikin itoe orang Blanda djadi indahken
kita, hanja sebaliknja jalah tertawa dalem hatinja sambil kitjerken matanja seblah!
Biar bagaimana bertreak setinggi langit aken angkat deradjat kebangsaan kita,
apabila lebih doeloe soeda boeang bahasanja sendiri, tida hargaken bahasanja
sendiri achirnja poen tida bedah dengen maoe tangkep ikan di atas poehoen!73
Bahkan alasan THHT tidak mempelajari bahasa Belanda juga disebabkan karena
mereka kecewa dengan posisi politik orang Tionghoa di Hindia Belanda yang
selalu direndahkan.74
Keberadaan THHT ini makin lama makin membuat pemerintah Hindia
Belanda khawatir dengan semangat nasionalismenya dapat membakar semangat
bumiputera. Maka pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah pula khusus
bagi orang-orang Tionghoa yang bernama Hollandsche Chineesche School (HCS)
pada 1908.75
Pendirian HCS ini menjadi saingan dari sekolah THHT karena
sekolah ini mengajarkan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya dan tidak
mengajarkan bahasa Mandarin. Maka pemerintah Hindia Belanda kemudian
mendirikan HCS di berbagai tempat di Hindia Belanda untuk mencegah
berkembangnya paham nasionalisme Tionghoa.
72 Mona. Op. cit., hlm. 53.
73 Lim Boen King. “Apa Tanda Kita Bangsa Tionghoa”, Pewarta Soerabaia pada
Senin, 28 Desember 1931, hlm. 1.
74 Williams. Op. cit., hlm. 71.
75 Mona. Op. cit., hlm. 54.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
HCS di Surabaya didirikan pada 1 Juli 1908 didirikan di Jalan Genteng
cukup jauh dari perkampungan Tionghoa. Pendirian HCS ini cukup
mempengaruhi keberadaan THHT karena faktor kurikulum yang diajarkannya
berbeda. Orang-orang peranakan menganggap sekolah-sekolah THHT tidak
relevan bagi anak-anak Tionghoa karena mereka menganggap bahwa pelajaran
bahasa Mandarin dan bahasa Inggris tidak akan pernah dipakai di Hindia Belanda.
Permasalahan kurikulum antara THHT dengan HCS ini menimbulkan perdebatan
antara totok dan peranakan seperti yang tercantum dalam surat kabar Pewarta
Soerabaia ini:
Sabenernja kaloe diliat dengen seklebatan, bahasa Blanda boeat ini waktoe
memang ada lebih berfaedah dari bahasa Inggris dalem bebrapa soeal jang
mengenaken pengidoepan di sini, tapi kita poen tida bisa poengkir, bahasa Inggris
soeda djadi satoe bahasa doenia, ia ada mempoenjai kapentingan besar.
Begitoepoen, boeat tjari pengataoean-pengataoean jang lebih loeas, perloe orang
mempoenjai pengetaoean bahasa Inggris, biarpoen berhoeboeng dengen oeroesan
economie atawa apa sadja.76
Perdebatan inilah yang kemudian memicu persaingan pendidikan antara
THHT dengan HCS diantara komunitas Tionghoa. Satu sisi THHT menginginkan
kembalinya kebudayaan Tionghoa dengan ajaran Konfusianisme ditanamkan
kembali pada kelompok peranakan, namun pada sisi yang lain kelompok
peranakan lebih menginginkan pendidikan seperti di HCS dengan bahasa Belanda
supaya disejajarkan golongannya. Maka dalam studi Leo Suryadinata yang
menggunakan survei Tiansheng Ribao menunjukkan bahwa kelompok totok lebih
memilih menyekolahkan anak-anaknya di THHT yang menggunakan bahasa
76 “Keada‟an T.H.H.K.”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 14 Mei 1930, hlm. 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
pengantar Tionghoa, sedangkan kelompok peranakan lebih memilih HCS yang
menggunakan bahasa pengantar Belanda.77
3. Surat Kabar
Salah satu media untuk membangkitkan semangat nasionalisme Tiongkok
kepada kelompok Tionghoa secara meluas adalah dengan menggunakan surat
kabar. Hal ini disebabkan karena surat kabar merupakan media yang paling efektif
dalam sistem komunikasi yang terbuka untuk menyampaikan gagasan-gagasan
mengenai pentingnya nasionalisme bagi komunitas Tionghoa. Seperti yang
dikatakan Anderson bahwa munculnya kapitalisme cetak dapat memberikan
dampak yang begitu besar dalam memberikan kabar secara luas tanpa bertemu
langsung. Hal inilah yang ingin dicapai oleh perkembangan surat kabar Tionghoa
yang mulai berkembang pada awal abad XX.
Pada awal abad XX perkembangan surat kabar Tionghoa-Melayu
dimanfaatkan sebagai bisnis bagi para pedagang Tionghoa. Pada awalnya surat
kabar Tionghoa digunakan sebagai media iklan-iklan perdagangan milik Tionghoa
sehingga yang membacanya dapat menarik pembeli. Namun, perkembangan
nasionalisme Tiongkok membuat surat kabar Tionghoa tidak hanya berhenti pada
iklan-iklan perdagangan tetapi justru dapat membentuk opini publik.
Ketidakpuasan orang Tionghoa terhadap pemerintah Hindia Belanda yang
77 Leo. 1988. Op. cit., hlm. 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
merugikan perekonomian pedagang Tionghoa dikabarkan melalui surat kabar.78
Dari sinilah muncul kesadaran nasionalisme Tionghoa yang diperjuangkan lewat
surat kabar.
Perkembangan surat kabar Tionghoa tidak dapat dilepaskan dari kaum
nasionalis Tionghoa dari kalangan THHK. Hal ini disebabkan karena melalui
perkumpulan inilah satu-satunya cara mengembangkan ideologi nasionalisme
Tiongkok. Maka pada abad XX surat kabar Tionghoa mencerminkan suatu
perwujudan kesadaran kelompok nasionalis yang ingin sama-sama dirintis oleh
THHK yakni menanamkan kebudayaan Tionghoa. Hal ini bertepatan dengan
perkembangan di Tiongkok pada akhir abad XIX dan awal abad XX
memunculkan usaha percetakan yang dimiliki sendiri oleh orang Tionghoa.79
Pada waktu itu berkembang gerakan pan-Tionghoa di mana komunitas
Tionghoa mulai menyadari pentingnya posisi mereka di Hindia Belanda karena
sistem diskriminatif pemerintah.80
Gerakan inilah yang pada awalnya dirintis oleh
kelompok totok yang menginginkan modernisasi sesuai dengan semangat
revolusioner Tiongkok.81
Maka secara perlahan-lahan surat kabar Tionghoa tidak
hanya menjadi wadah iklan dagang Tionghoa saja melainkan mengabarkan
peristiwa-peristiwa di Tiongkok, kebudayaan-kebudayaan Tiongkok, sastra
Tiongkok, bahkan orang Tionghoa sudah mulai bekerja sebagai wartawan.
78 Ahmat Adam. 2003. Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran
Keindonesiaan, Jakarta: Hasta Mitra, hlm. 301-304.
79 Leo. 1988. Op. cit., hlm. 76.
80 Ibid., hlm. 77.
81 Skinner. 1981, Op. cit., hlm. 14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Pada awal perkembangannya surat kabar Tionghoa dipimpin oleh redaktur
yang berasal dari Indo-Belanda karena untuk melegalkan perkembangan pendirian
surat kabar ini, namun apabila sudah dapat berdiri secara mandiri maka akan
diambil alih secara penuh oleh orang Tionghoa.82
Terkait dengan masalah bahasa
surat kabar Tionghoa lebih menggunakan bahasa Melayu karena saat itu belum
banyak yang bisa menggunakan bahasa Mandarin dan bahasa Belanda hanya
dikuasai oleh kaum terpelajar. Hal ini dimaksudkan agar tulisan-tulisan dalam
surat kabar dapat tersampaikan kepada masyarakat luas terutama kelompok
peranakan maka disebut surat kabar Tionghoa-Melayu. Meskipun demikian pada
perkembangan selanjutnya juga terdapat surat kabar berbahasa Mandarin.
Pada awal abad XX muncul surat kabar Li Po (1901) di Sukabumi sebagai
pelopor berkembangnya surat kabar Tionghoa-Melayu, kemudian muncul
Pewarta Soerabaia (Surabaya, 1902), Warna Warta (Semarang, 1902), Chabar
Perniagaan (Batavia, 1903), Ik Po (Surakarta, 1904), Djawa Tengah (Semarang,
1909), Sin Po (Batavia, 1910), Tjahaja Timoer (Malang, 1914), dan Tjhoen Tjhioe
(Surabaya, 1914).83
Kemudian muncul dan berkembanglah surat-surat kabar
Tionghoa-Melayu lainnya di berbagai wilayah di Jawa dan luar Jawa seperti Keng
Po, Sin Jit Po, Sin Tit Po, Soara Poebliek, Bintang Tionghoa, dan lain sebagainya.
Bahkan menurut studi dari Leo Suryadinata surat kabar Tionghoa-Melayu
kemudian terpecah menjadi tiga golongan politik seperti Sin Po yang mewakili
82 Leo Suryadinata. 2010. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia Sebuah
Bunga Rampai 1965-2008. Jakarta: Kompas, hlm. 17.
83 Leo Suryadinata. 1971. “The Pre-World War II Peranakan Chinese Press of
Java”, dalam Papers in International Studies Southeast Asia Series No. 18, Ohio: Ohio
University Center for International Studies Southeast Asia Program, hlm. 10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
kelompok nasionalis Tionghoa, Siang Po sebagai organ tidak resmi Chung Hwa
Hui kelompok pro Hindia Belanda, dan Sin Tit Po sebagai corong tidak resmi
Partai Tionghoa Indonesia.84
Surat kabar Sin Po merupakan surat kabar yang paling dikenal dengan
sikapnya yang teguh dalam memperjuangkan nasionalisme Tionghoa. Harian Sin
Po memiliki pendirian yang teguh “sekali Tionghoa tetap Tionghoa” dengan
mempertegas statusnya sebagai orang Tionghoa yang tidak boleh bergantung pada
penguasa Hindia Belanda dan berusaha sendiri dalam memperbaiki sosial-
ekonominya berdasarkan kebudayaan Tionghoa.85
Saking radikalnya kelompok
Sin Po dianggap sebagai pahlawan Tionghoa di Hindia Belanda yang dengan
berani dan lantang menyerukan gagasan nasionalisme Sun Yat Sen di surat
kabarnya.
Surat kabar Tionghoa-Melayu di Surabaya cukup beragam dan bahkan
memiliki ideologi yang bervariasi seperti Pewarta Soerabaia, Sia Hoe Po, Sin Jit
Po, Sin Tit Po, dan Tjhoen Tjhioe.86
Meskipun begitu surat kabar Pewarta
Soerabaia dan Sin Jit Po yang kemudian berganti nama menjadi Sin Tit Po yang
memiliki banyak pembaca. Namun, Pewarta Soerabaia merupakan surat kabar
yang cukup besar dan memiliki pembaca yang cukup banyak dikalangan
komunitas Tionghoa di Surabaya. Bahkan ketika surat kabar Sin Po Oost Java
84 Leo. 1988. Op. cit., hlm. 81.
85 Siauw. Op. cit., hlm. 35.
86 Handinoto. Op. cit., hlm. 185.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Editie diterbitkan tidak berlangsung lama dan gulung tikar karena kalah dengan
Pewarta Soerabaia.87
Surat kabar Pewarta Soerabaia merupakan surat kabar tertua yang memuat
iklan-iklan perdagangan Tionghoa yang cukup lengkap sehingga tidak
mengherankan bahwa surat kabar ini disebut koran perdagangan.88
Maka
ketertarikan orang Tionghoa Surabaya yang didominasi oleh kelompok Hokkian
membuat Pewarta Soerabaia menjadi surat kabar nomor satu di Surabaya.
Meskipun begitu harian Pewarta Soerabaia memiliki prinsip dan ideologi yang
sama dengan kelompok Sin Po yakni berhaluan nasionalisme Tionghoa. Meskipun
Pewarta Soerabaia tidak seradikal Sin Po melainkan surat kabar ini menjadi
cerminan orang-orang Tionghoa Surabaya yang berhaluan nasionalisme Tiongkok
seperti yang tertulis dalam harian Pewarta Soerabaia ini “Satoe soerat kabar jang
bisa membela kapentingannja kebangsa‟an, adalah itoe soerat kabar jang berdiri
tegoeh dan soedah dapet banjak kapertjaia‟an dari pembatjanja.”89
Tidak
mengherankan setiap harinya tulisan-tulisan yang mampu membangkitkan
semangat nasionalisme lewat kebudayaan Tionghoa dan kabar dari Tiongkok
dimuat.
Surat kabar Pewarta Soerabaia menjadi kelompok nasionalis Tionghoa
yang menyerupai kelompok Sin Po di Batavia. Keberadaan mereka sebagai surat
kabar tertua dan surat kabar perdagangan memudahkan mereka dalam
87 Leo. 1971. Op. cit., hlm. 20; Leo. 2010. Op. cit., hlm. 21.
88 Leo. 1971. Ibid., hlm. 11.
89 “Soerat Kabar jang Bisa Membela Bangsa dan jang Tida Mampoe Membela
Bangsa”, Pewarta Soerabaia pada Jumat, 1 November 1930, hlm. 6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
menyebarkan semangat nasionalisme. Bahkan memasuki tahun 1930-an ketika
berkecamuk perang Tiongkok-Jepang surat kabar Pewarta Soerabaia setiap hari
mengabarkan situasi di Tiongkok sekaligus mengajak orang Tionghoa Surabaya
untuk bersolidaritas kepada keluarga mereka. Bahkan tidak segan-segan pada
tahun tersebut Pewarta Soerabaia membangkitkan semangat anti Jepang dan
menyerukan boikot Jepang.
D. Gerakan Pan-Asia
Nasionalisme Tionghoa yang berkembang pada akhir abad XIX dan abad
XX tidak dapat dilepaskan dari perkembangan nasionalisme di wilayah Asia
khususnya Asia Timur. Kebangkitan Jepang pada Restorasi Meiji pada 1868 yang
membuka mata bangsa Asia juga dapat maju seperti bangsa-bangsa Eropa.
Kebangkitan Jepang inilah yang menimbulkan gerakan Pan Asia pada akhir abad
XIX dan abad XX yang menimbulkan sebuah gerakan nasionalisme di seluruh
wilayah Asia. Ide nasionalisme inilah yang memicu pergerakan-pergerakan di
Asia untuk membebaskan negeri mereka sehingga abad XX muncul negara-negara
baru di Asia.
Sebelum kebangkitan Jepang pada era Meiji, Jepang merupakan negara
yang tertutup dengan sistem dinasti yang cukup ketat dengan keberadaan bangsa
barat. Meskipun begitu pada awal abad XIX sudah banyak bangsa barat yang
datang ke Jepang untuk menjalin kerja sama perdagangan, namun wilayah Jepang
ini diperebutkan oleh banyak bangsa barat sehingga menimbulkan keonaran.90
90 “Japan”, Pewarta Soerabaia pada Senin, 23 Februari 1931, hlm. 5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Akibatnya Jepang mulai membatasi masuknya pedagang-pedagang dari barat
dengan larangan yang cukup ketat sehingga membuat Jepang menjadi negara yang
tertutup pada era Shogun Tokugawa.91
Larangan terhadap masuknya dunia luar ke Jepang pada era Tokugawa ini
membuat Jepang makin terisolasi dan tertinggal dari barat. Ketika bangsa barat
mulai mendesak Jepang lewat industri dan mesin-mesin uap buatan barat
membuat Jepang makin lama makin terdesak.92
Bahkan ketika itu bangsa barat
sudah banyak mengepung sekitar wilayah Asia dengan menguasai beberapa
wilayah membuat Jepang makin terdesak terutama karena kekuatan mereka tidak
sebanding dengan barat.
Pencegahan supaya bangsa barat tidak semakin mendesak dan menguasai
Jepang maka pemerintahan dinasti Jepang mengubah sistemnya yang sebelumnya
lebih terisolasi. Pemerintahan pun yang semula lebih feodal dan dominan pada
sosok kaisar diganti dengan sistem yang lebih demokratis sehingga inilah awal
dari perubahan rezim dan awal dari Restorasi Meiji pada tahun 1868.93
Restorasi
Meiji mengubah sistem isolasi di Jepang dengan sistem yang lebih terbuka dengan
dunia luar sehingga lambat laun Jepang mulai berinteraksi kembali dengan dunia
luar. Bahkan Jepang ingin meniru kebudayaan barat sehingga dapat memajuman
perekonomian dan perindustrian yang sebelumnya kalah dan terkepung oleh barat.
91 Ibid.
92 Edwin O. Reischauer. 1980. The Japanese. Cambridge: Harvard University
Press, hlm. 78.
93 Reischauer. Op. cit., hlm. 81.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Perkembangan awal pada era Meiji ini terletak pada sistem pendidikan
yang diajarkan kepada anak-anak Jepang. Mereka mulai mempelajari sistem
pendidikan barat dan menggantikan sistem pendidikan tradisional pada era
sebelumnya. Kemudian Jepang juga membuka sistem ekonomi yang modern
dengan mendirikan bank-bank agar mata uang Jepang tidak jatuh banyak dari
dolar Amerika akibar sistem moneter. Jepang juga mulai mengembangkan
ekonomi industri sehingga dapat menghasilkan teknologi militer yang cukup maju
sebanding dengan barat.
Restorasi Meiji yang dikembangkan Jepang membuahkan hasil yang besar
pada awal abad XX. Ketika banyak wilayah-wilayah Asia harus tunduk dengan
bangsa barat, namun ketika tahun 1904-1905 Jepang mampu memukul mundur
Rusia pada perang Jepang-Rusia.94
Inilah yang menjadi salah satu yang dipetik
pada Restorasi Meiji dan membangkitkan gerakan Pan Asia bahwa pada abad ini
telah dibuktikan oleh Jepang bahwa bangsa Asia mampu sejajar dengan bangsa
barat. Gerakan Pan Asia dengan dicontohkan oleh Jepang yang mengadopsi
kebudayaan barat mampu memberikan motivasi bangsa-bangsa Asia untuk meniru
Jepang.
Salah satu pengaruh gerakan Pan Asia akibat bangkitnya Jepang adalah
Tiongkok. Tiongkok saat itu sama seperti Jepang sebelum era Meiji yakni
dipimpin oleh kerajaan yang terpecah-pecah sehingga Tiongkok berulang kali
kalah perang dengan barat dan harus kehilangan wilayahnya. Kemunculan Sun
94 Ibid., hlm. 85.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Yat Sen seorang reformis Tiongkok menggugah semangat orang Tionghoa untuk
meniru Jepang seperti yang dikatakannya dalam San Min Chu I:
Pada mulanya bangsa kulit putih menganggap bahwa hanja merekalah jang
mempunjai ketjerdasan dan kesanggupan serta berhak menentukan segala-galanja.
Karena tak mendapat kesempatan mempeladjari kekuatan negeri barat dan tjara
mendirikan negara jang kuat, kita, bangsa Asia, sangat merasa putus asa keadaan
ini tidak hanja terdapat pada bangsa Tionghoa, tetapi pada setiap bangsa di Asia.
Tetapi dengan tidak disangka-sangka muntjullah keradjaan Djepang, jang
tergolong negara kelas satu, dan kemadjuan bangsa Djepang itu, menimbulkan
kembali pengharapan besar bangsa-bangsa Asia lainnja. …. Karena Djepang
termasuk Asia, bangsa kulit putih tak berani lagi menghina Djepang atau bangsa
Asia lainnja. Demikianlah timbulnja Djepang, tidak sadja memberi nama baik
kepadanja, tetapi bangsa Asia seluruhnja merasakan keuntungan pula. Mula-mula
kita merasa bahwa kita tak dapat menjamai bangsa barat, tetapi Djepang sekarang
telah membuktikan, bahwa kalau ada kemauan jang teguh sadja, tentu kita dapat
pula berdiri sedjajar dengan bangsa barat.95
Kekaguman Sun Yat Sen terhadap Jepang membuatnya untuk
mempraktikkannya di Tiongkok sehingga negeri Tiongkok dapat setara dengan
Jepang. Maka sikap nasionalisme dalam gerakan Pan Asia yang tertuang dalam
San Min Chu I yang ditulis oleh Sun Yat Sen ini menjadi alat propaganda kepada
orang Tionghoa. Bahkan gerakan yang dipelopori oleh Sun Yat Sen ini menjadi
awal perkembangan Revolusi 1911 di Tiongkok yang menjadi awal berdirinya
Republik Tiongkok.
Keadaan di Tiongkok saat itu hampir sama dengan di Jepang pada era
sebelum Restorasi Meiji yakni sistem yang masih tradisional dan menolak
kebudayaan barat.96
Sistem kerajaan di Tiongkok memisah-misahkan masyarakat
95 Sun Yat Sen. 1951. San Min Chui I Tiga Asas Pokok Rakjat. Jakarta: Balai
Pustaka, hlm. 21-22.
96 Noriko Kamachi. “The Chinese in Meiji Japan: Their Interaction with The
Japanese Before The Sino-Japanese War”, dalam Akira Iriye (ed.). 1980. The Chinese
and The Japanese: Essays in Political and Cultural Interaction. New Yersey: Princeton
Univeristy Press, hlm. 58.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Tionghoa berdasarkan golongan ras sehingga mereka belum bersatu dan masih
memikirkan kebutuhan golongannya sendiri.97
Bahkan keadaan kerajaan yang
waktu itu diperparah dengan korupsi sehingga membuat mereka kalah perang
dengan bangsa-bangsa barat seperti kekalahan dengan Inggris yang berakhir pada
kepemilikan Pulau Formosa oleh Inggris.98
Pada saat itu juga Tiongkok kalah
perang dengan Jepang yang saat itu sudah menjadi negara yang modern. Faktor
inilah yang menumbuhkan kelompok para reformis yang ingin menggantikan
sistem kerajaan ke sistem yang lebih modern.
Kemunculan kelompok modernis Tiongkok pada awalnya adalah mengakui
keberadaan seluruh masyarakat Tionghoa baik yang tinggal di Tiongkok maupun
di tempat migrasi sebagai warga negara Tiongkok pada tahun 1909. Hal ini cukup
berbeda dengan kebijakan kerajaan yang sebelumnya menganggap bahwa orang
Tionghoa yang meninggalkan kampung halamannya tidak dianggap sebagai orang
Tionghoa. Kebijakan ini kemudian membuat gerakan Tionghoa makin masif,
bahkan di Hindia Belanda pada tahun 1910 ditetapkan Undang-undang tentang
Kaula Negara Belanda (Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap). Undang-
undang ini kemudian mengakui orang Tionghoa Hindia Belanda sebagai kaula
Belanda untuk meredam gerakan Tionghoa.99
Hal ini membuat orang Tionghoa di
Hindia Belanda memiliki dua kewarganegaraan.
97 Ibid., hlm. 17.
98 Wu Yu Chang. 1964. The Revolution 1911. Peking: Foreign Languages Press,
hlm. 33.
99 Leo. 1986. Op. cit., hlm. 26.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Munculnya Revolusi 1911 yang meruntuhkan Kerajaan Manchuria dan
menyatukan seluruh wilayah Tiongkok merupakan kerja keras dari para reformis
Sun Yat Sen dan kawan-kawannya. Kemudian sama dengan cara Jepang yang
meniru kebudayaan barat demi berkembangnya Tiongkok, maka mereka
mengembangkan sistem-sistem modern baik pendidikan, ekonomi, industri, dan
lain sebagainya. Namun tidak disangka bahwa berdirinya Republik Tiongkok
mendapat tekanan dari Jepang yang ingin menguasai wilayah tersebut.
Setelah Jepang menjadi satu-satunya bangsa Asia yang mampu
mengalahkan bangsa barat, maka mereka melebarkan kekuatannya pada
imperialisme di wilayah Asia seperti menguasai Tiongkok dan Korea.100
Inilah
yang menjadi konfrontasi awal dalam perang Tiongkok-Jepang seperti yang
ditulis oleh Pewarta Soerabaia dalam judul “Memorialnja Tanaka” yang ingin
menjelaskan penyebab awal perang:
Boeat rampas dan taloeken Tiongkok. Kita moesti taloeken Manchuria dan
Mongolia. Boeat bisa taloeken seantero doenia kita haroes lebih doeloe taloeken
Tiongkok. Bila kita berhasil taloeken Tiongkok, sisanja negri-negri di Asia dan di
Lamyang aken takoet kita dan menaloek pada kita. Lantas doenia aken
mengetahoei, Asia Timoer ada kitapoenja dan tida aken brani boeat langgar
kitapoenja hak-hak.101
Ambisi Jepang yang ingin menguasai wilayah Asia Timur dan ingin menaklukkan
dunia hampir memiliki kesamaan dengan kolonialisme barat. Inilah yang memicu
nasionalisme Tiongkok berkembang tidak hanya di Tiongkok namun di seluruh
100 Miwa Kimitada. “Pan-Asianism in Modern Japan: Nationalism, Regionalism,
and Universalism”, dalam Sven Saalaer dan J. Victor Koschmann (ed.) 2007. Pan-
Asianism in Modern Japanese History: Colonialism, Regionalism, and Borders. New
York: Routlegde, hlm. 25.
101 “Memorialnja Tanaka”, Pewarta Soerabaia pada Kamis, 18 November 1931,
hlm. 17.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
wilayah yang menjadi tempat migrasi orang Tionghoa karena terinspirasi pada
Sun Yat Sen yang menekankan pada persatuan Tiongkok. Ambisi Jepang inilah
yang kemudian tidak hanya ingin menguasai Asia Timur setelah invasi ke
Tiongkok dan Korea, namun juga ingin menguasai seluruh wilayah Asia.102
102 “Memorialnja Tanaka”, Pewarta Soerabaia pada Kamis, 18 November 1931,
hlm. 17.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
BAB III
JEPANG PADA MASA KRISIS EKONOMI 1930-AN
A. Krisis Ekonomi 1930-an
Selesainya Perang Dunia I dengan ditandatanganinya perjanjian Versailles
pada 28 Juni 1919 memberikan dampak pada krisis ekonomi yang memuncak
pada tahun 1930-an. Krisis yang bermula dari Amerika Serikat dengan turunnya
saham mereka pada tahun 1929 mengakibatkan hancurnya perekonomian
Amerika Serikat dan menyebar sampai ke Eropa.1 Hal ini disebabkan karena
penawaran yang begitu tinggi sehingga membuat jumlah produksi semakin
meningkat sedangkan permintaan akan barang produksi tersebut menurun.2 Hal
ini tidak dapat dilepaskan dari selesainya Perang Dunia I yang sebelumnya
barang-barang produksi dimanfaatkan untuk perang, namun setelah perang biaya
untuk membeli barang tersebut telah habis akibat biaya perang. Negara-negara
yang hancur akibat perang ini juga menggunakan sisa dana mereka untuk
membangun negaranya yang hancur akibat perang berkepanjangan.3 Akibatnya
krisis ekonomi yang terjadi di Eropa ini berefek domino ke berbagai wilayah-
wilayah di luar Eropa sehingga memasuki tahun 1930-an dunia menghadapi krisis
ekonomi.
1 Alan Palmer. 1982. The Penguin Dictionary of Twentieth Century History 1900-
1978. Middlese: Penguin Books, hlm. 85.
2 “Tentang Malaise”, Pewarta Soerabaia pada Kamis, 18 September 1930, hlm. 7.
3 “Indonesia dan Crisis Doenia”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 13 Mei 1931,
hlm. 5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Krisis ekonomi dunia tahun 1930-an juga melanda Hindia Belanda sebagai
akibat dari bencana ekonomi yang melanda negara induk yakni Belanda seperti
yang dicatat dalam surat kabar Pewarta Soerabaia:
Kasoekeran economie di Europa merentek djoega ke laen-laen tempat dari laen
bagian benoea, poen Indonesia. Handel dan economie tergentjet oleh kesoekeran
oewang. Penganggoeran djadi besar. Di segala tempat orang membikin
perhimatan.4
Sama seperti di Eropa krisis ekonomi juga mengacaukan sistem perekonomian di
beberapa kota-kota besar di Jawa. Akibat dari krisis ekonomi ini membuat
turunnya penghasilan ekspor akibat lesunya perekonomian dunia yang tidak dapat
membeli barang-barang yang berasal dari Hindia Belanda.5 Bahkan Furnival
mencatat bahwa pada masa krisis ini di Hindia Belanda indeks ekspor lebih
rendah dibandingkan dengan indeks impor.
Tabel 5. Angka Indeks Impor dan Ekspor Hindia Belanda
Tahun Ekspor Impor
1925 100 100
1929 460 88
1930 30 80
1931 21 61
1932 18 51
1933 18,5 44
1934 20 43
Sumber: J.S. Furnivall. 2009. Hindia Belanda Studi tentang Ekonomi Majemuk.
Jakarta: Freedom Institute, hlm. 452.
Apabila melihat dari tabel 5 dapat dilihat bahwa dampak krisis ekonomi di
Hindia Belanda membuat impor lebih besar dibandingkan dengan ekspor sehingga
membuat banyak komoditi-komoditi seperti gula, teh, kopi, kina, dan lain
4 “1930-1931”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 31 Desember 1930, hlm. 5.
5 John Ingleson. 2013. Perkotaan, Masalah Sosial & Perburuhan di Jawa Masa
Kolonial. Depok: Komunitas Bambu, hlm. 137.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
sebagainya membusuk di gudang-gudang karena tidak ada yang membeli. Kondisi
ini semakin memburuk tatkala volume ekspor semakin turun setiap tahunnya dan
volume impor malah semakin tinggi tiap tahunnya. Bahkan jumlah uang yang
beredar di Hindia Belanda semakin lama semakin menurun akibat lesunya daya
beli akibat pemotongan upah kerja.6 Hal ini berujung pada malapetaka di
masyarakat yakni pemotongan gaji, pengangguran, kenaikan pangkat yang
cenderung lambat, dan penurunan biaya hidup.7 Banyak saat itu tenaga kerja baik
itu terdidik oleh pendidikan Belanda maupun tenaga kerja yang tidak terdidik
kesusahan dalam mencari pekerjaan.
Keadaan impor yang lebih tinggi dibandingkan ekspor akibat krisis
ekonomi dunia dicatat oleh surat kabar Pewarta Soerabaia:
Begitoelah, lantaran export tida bersifat seperti karet perminta‟annja ada tetep dan
import bersifat seperti karet perminta‟an tida tetep ada menjebabken Indonesia
mendjadi dalem keadaan pintjang dalem oeroesan toekar menoekar barang.
Lantaran keada‟an roemah tangga doenia mendjadi gontjang, teroetama kerna
keadaannja jang belon begitoe madjoe.8
Hal ini menjadi gambaran pada saat itu permintaan ekspor dari luar Indonesia
cenderung lesu sehingga membuat banyak sekali kerugian yang dihasilkan dari
barang-barang hasil ekspor. Namun, permintaan impor yang begitu tinggi ini juga
membuat penurunan pendatapan per capita yang membuat perusahaan-perusahaan
di Hindia Belanda makin merugi.
6 Alexander Claver. 2014. Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java:
Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800-1942. Leiden: KITLV, hlm. 351.
7 Ibid.; “Tentang Malaise”, Pewarta Soerabaia pada Kamis, 18 September 1930,
hlm. 7.
8 “Indonesia dan Crisis Doenia”, Pewarta Soerabaia pada Selasa, 12 Mei 1931,
hlm. 5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Gambar 2. Berita Mengenai Krisis Ekonomi yang Melanda Hindia Belanda
Sumber: Pewarta Soerabaia 12 Mei 1931
Lesunya ekspor barang-barang Hindia Belanda membuat harga-harga
barang kemudian semakin jatuh harganya karena konsumen yang cenderung
rendah mengakibatkan barang tidak terbeli. Hal ini dilakukan supaya barang-
barang tidak lama tersimpan di gudang-gudang penyimpanan sehingga tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
semakin merugi akibat barang-barang yang semakin membusuk.9 Harga yang
semakin jatuh ini membuat barang-barang dapat terjual, namun pendapatan yang
didapatkan pun semakin lama semakin turun sehingga membuat banyak
perusahaan makin merugi. Hal ini dapat dilihat dari tabel 6 yang menunjukkan
harga-harga barang dari sebelum masa krisis hingga masa krisis.
Tabel 6. Harga-Harga Komoditi Ekspor Hindia Belanda
Tahun Karet
per ½
kg
Gula
per 100
kg
Kopi
Robust
a per
100 kg
Teh
per ⅓
kg
Timah
per 100
kg
Kapuk
per 100
kg
Lada per
100 kg
1926 f 1,23 f 19,- f 97,38 f 0,80 f 334,97 f 142,68 f 157,85
1927 f 0,99 f 17,40 f 83,55 f 0,72 f 336,91 f 123,02 f 206,54
1928 f 0,58 f 14,61 f 88,93 f 0,63 f 267,27 f 101,46 f 224,97
1929 f 0,54 f 13,66 f 89,57 f 0,57 f 243,40 f 93,35 f 229,54
1930 f 0,30 f 9,60 f 32,90 f 0,46 f 168,61 f 66,06 f 105,35
1931 f 0,15 f 8,06 f 36,30 f 0,30 f 130,66 f 55,56 f 71,22
Des
1931
f 0,11 f 6,87 f 34,81 f 0,23 f 114,50 f 49,38 f 51,81
Sumber: Indisch Verslag 1932. 1932/1933. „s-Gravenhage: Gedrukt ter
Algemeene Landsdrukkerij, hlm. 50.
Pada masa krisis ini membuat masyarakat Hindia Belanda terutama mereka
yang bekerja pada sektor pertanian, perkebunan, dan pertambangan yang menjadi
komoditi ekspor sebelumnya merasakan dampak yang besar. Sebelumnya mereka
merasakan keuntungan dari ekspor-ekspor barang komiditi yang dibeli oleh pasar
luar negeri, namun pada dekade ketiga pada abad XX mengalami pembalikan.10
Akibatnya anggaran belanja pemerintah Hindia Belanda mengalami defisit karena
9 “Crisis-oorzaken Economische en Sociale beschouwingen door Smissaert”,
Soerabaijasche Handelsblad pada Selasa, 21 April 1931, hlm. 1.
10 Bernard H.M. Vlekke. 2016. Nusantara: Sejarah Indonesia. Jakarta: KPG, hlm.
361.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
kerugian akibat turunnya harga-harga barang komoditi dan impor besar-besaran.11
Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan di Hindia Belanda bahkan
pada masa krisis ini terjadilah suatu gerakan-gerakan rakyat untuk memprotes
pemerintah Hindia Belanda karena kesengsaraan masyarakat.12
Krisis ekonomi juga melanda kota-kota besar di Hindia Belanda yang saat
itu sedang berkembang perdagangannya, seperti halnya di Surabaya. Sama seperti
kota-kota lainnya kehidupan masyarakat Surabaya tidak jauh berbeda meskipun
harga-harga barang di Surabaya turun bahkan sampai pada batas rendahnya,
namun masyarakat tidak mampu membelinya. Hal ini disebabkan karena jumlah
pengangguran yang terus meningkat di Surabaya dan upah yang diberikan kepada
para buruh cenderung kecil sehingga banyak perusahaan-perusahaan di Surabaya
gulung tikar.13
Banyaknya pengangguran di Surabaya akibat dari bencana malaise ini
membuat pemerintah khawatir dan waswas karena ada begitu banyak gerakan-
gerakan buruh yang memprotes akibat dampak dari krisis. Apalagi di Surabaya
11 Abdul Wahid. 2009. Bertahan di Tengah Krisis: Komunitas Tionghoa dan
Ekonomi Kota Cirebon Pada Masa Depresi Ekonomi, 1930-1940. Yogyakarta: Ombak,
hlm. 4.
12 Salah satu pemberontakan yang terjadi karena merespon masa depresi 1930-an
adalah pemberontakan di atas kapal De Zeven Provinciën tahun 1933. Untuk mengetahui
peristiwa pemberontakan di atas kapal De Zeven Provinciën dapat dibaca pada buku J.C.
Blom & E. Touwen-Bouwsma. 2015. De Zeven Provinciën Ketika Kelasi Indonesia
Berontak (1933). Jakarta: LIPI Press.
13 “Tentang Malaise”, Pewarta Soerabaia pada Kamis, 18 September 1930, hlm.
7; Howard Dick. 2003. Surabaya City of Work: A Socioeconomy History, 1900-2000.
Singapore: Singapore University Press, hlm. 67.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
dengan adanya Indonesische Studie Club14
yang merupakan salah satu sarana
tokoh-tokoh pergerakan berkumpul di Surabaya ikut memobilisasi buruh-buruh
Surabaya dalam aktivitas yang militan untuk melakukan aksi gerakan protes.15
Ketidakpuasan buruh terhadap upah yang semakin minim dan pemecatan secara
sepihak membangkitkan semangat buruh-buruh Surabaya untuk menjalankan aksi
protes ditambah lagi dengan keberadaan kelompok radikal di Surabaya membuat
keadaan kota ini pada masa depresi semakin keruh.
Surabaya yang dikenal sebagai pusat perdagangan dan industri juga
dikenal sebagai pusat kegiatan politik nasionalis yang tidak dapat dilepaskan dari
gerakan buruh pada masa krisis. Tercatat pada masa krisis Surabaya merupakan
tempat terjadinya pergolakan buruh yang hebat dengan dimobilisasi oleh
kelompok-kelompok politik nasionalis ini.16
Bahkan setelah gerakan ini muncul
kemudian serikat-serikat buruh di Surabaya menghimpun gerakan-gerakan buruh
yang lebih besar. Gerakan ini memiliki tujuan yang sama seperti gerakan yang
lainnya pada masa krisis ini yakni kesejahteraan buruh.
Keadaan krisis ekonomi tidak hanya melanda bumiputera saja melainkan
juga kepada komunitas Tionghoa di Surabaya. Banyak dari komunitas Tionghoa
14 Indonesisch Studie Club atau Studi Klub Indonesia merupakan kelompok yang
didirikan oleh Sutomo seorang dokter dan guru yang bertugas di sekolah kedokteran
Surabaya. Perhimpunan ini didirikan pada 11 Juli 1924 yang anggotanya sebagian besar
memiliki pendidikan barat. Hal ini dimaksudkan sebagai sebuah perhimpunan mereka
mampu memperbaiki masyarakat dan membawa kemajuan serta kemakmuran bagi
rakyat. Ingleson. 2013. Op. cit., hlm. 343.
15 John Ingleson. 2015. Buruh, Serikat, dan Politik Indonesia pada 1920an-
1930an. Tangerang Selatan: Marjin Kiri, hlm. 261.
16 Ingleson. 2013. Op. cit., hlm. 342-343.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
juga dipecat dan dipotong upah kerjanya, mereka bekerja dalam tekanan karena
sebelumnya biaya upah orang Tionghoa lebih mahal dibandingkan dengan
bumiputera.17
Gambaran ini menunjukkan bahwa pada masa depresi ini
dampaknya hampir melanda diseluruh etnis baik orang Eropa, orang Tionghoa,
maupun bumiputera juga merasakan dampak dari krisis ekonomi ini.
Keadaan komunitas Tionghoa di Surabaya pada masa krisis memiliki
perbedaan diantara Tionghoa totok maupun Tionghoa peranakan.18
Orang-orang
Tionghoa totok apabila mengalami pemecatan atau kemiskinan akibat dampak
masa krisis ini mereka masih bisa diselamatkan dengan cara meninggalkan Hindia
Belanda dan kembali ke Tiongkok. Mereka masih memiliki kerabat dekat atau
keluarga yang mau menampung dan membantunya meskipun telah kehilangan
pekerjaan ditanah rantau. Hal ini berbeda dengan orang Tionghoa peranakan
apabila mengalami pemecatan atau jatuh dalam kemiskinan, mereka tidak dapat
kembali ke Tiongkok untuk mencari bantuan. Mereka sudah tidak memiliki ikatan
keluarga dengan orang Tionghoa yang tinggal di daratan Tiongkok. Akibatnya
mereka sama seperti kelompok bumiputera lainnya yang menjadi pengangguran.
Bahkan tidak jarang ditemukan orang-orang peranakan yang menjadi
pengangguran bekerja kepada tuan-tuan tanah yang merupakan orang-orang totok.
Hal ini dilakukan oleh mereka untuk tetap mendapatkan pekerjaan dan menerima
upah meskipun tidak banyak untuk membeli kebutuhan. Orang-orang peranakan
ini keadaannya tidak jauh berbeda dengan golongan bumiputera yang harus
17 Ibid., hlm. 144.
18 Siauw Giok Tjhan. 1981. Lima Jaman: Perwujudan Integrasi Wajar. Jakarta-
Amsterdam: Yayasan Teratai, hlm. 37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
bekerja dengan susah payah meskipun upah yang diterima tidaklah sedikit. Hal ini
menjadi gambaran bahwa keadaan masa krisis ini membuat masyarakat Tionghoa
juga tertimpa melarat yang kebanyakan dari golongan peranakan.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian membuat suatu kebijakan untuk
mengurangi impor barang-barang dari Eropa dan mengantinya dengan barang-
barang dari Asia. Hal ini disebabkan karena devaluasi terhadap mata uang Jepang
sehingga jatuh 40% terhadap mata uang Inggris dan 60% terhadap dolar Amerika
Serikat sehingga impor dari Jepang lebih murah ketimbang dari Eropa.19
Keadaan
ini kemudian dimanfaatkan oleh Jepang yang saat itu begitu gencarnya melakukan
ekspansi barang-barangnya karena berkembangnya industri Jepang setelah
restorasi Meiji. Pada tahun 1914-1932 Jepang melancarkan ekonomi politik yang
dikuasai langsung oleh pemerintahan sehingga membuat mereka melancarkan
politik ekspansi melalui sektor industri secara masif.20
Pada masa depresi di Hindia Belanda ini dimanfaatkan oleh Jepang dengan
melakukan penetrasi barang-barang Jepang. Hal ini cukup mengejutkan karena
pada tahun-tahun sebelumnya barang-barang impor Jepang yang masuk ke Hindia
Belanda cukup kecil jumlahnya, namun memasuki dekade ketiga abad XX ini
terjadi lonjakan yang cukup besar. Jepang hampir menguasai perdagangan kapas
yang menyerbu pasar Hindia Belanda dengan kualitas yang baik namun dijual
19 Howard Dick. “Formation of the nation-state, 1930s-1966”, dalam Howard
Dick, dkk. 2002, The Emergence of a National Economy: an Economy History of
Indonesia, 1800-2000. Honolulu: Allen & Unwin and University of Hawai‟I Press, hlm.
158; Dick. 1989. Op. cit., hlm. 250-251.
20 G.C. Allen. 1966. A Short Economic History of Modern Japan 1867-1937.
London: George Allen & Unwin Ltd, hlm. 129.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
dengan harga yang cukup murah dari pada pemasok dari manufaktur Eropa.21
Hal
ini juga menunjukkan bahwa Jepang ingin memperlihatkan sebagai negara yang
tidak kalah dengan Eropa dalam hal perdagangan di Asia.
Tabel 7. Persentase Asal Impor Hindia Belanda Tahun 1905-1934
Negara 1905 1913 1923 1929 1934
Belanda 31,0 33,3 21,0 17,8 12,9
Inggris 16,3 17,5 15,1 11,0 9,8
Jerman 2,7 6,6 8,0 10,9 7,3
Jepang 1,2 1,6 8,1 10,9 31,8
Tiongkok 1,1 2,1 1,5 2,6 2,3
India 3,6 5,2 4,8 5,4 2,7
Sumber: J.S. Furnivall. 2009. Hindia Belanda Studi tentang Ekonomi Majemuk.
Jakarta: Freedom Institute, hlm. 455.
Apabila melihat tabel 7 Jepang dalam mengirim barang-barangnya ke
Hindia Belanda tidaklah dalam jumlah yang kecil, setiap tahunnya mereka
menaikkan jumlah barang yang mereka impor. Hal ini berbanding terbalik dengan
ekspor ke Jepang yang jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan impor
mereka.22
Apabila mengutip studi dari Vlekke yang mengatakan bahwa pada
tahun 1934 impor Hindia Belanda lebih besar dibandingkan dengan ekspor
mereka ke Jepang dengan persentase 31 persen impor Jepang masuk ke Hindia
Belanda sedangkan lima persen ekspor Hindia Belanda ke Jepang.23
Mereka
secara perlahan-lahan membangun bisnis perdagangan di Hindia Belanda
sehingga pedagang-pedagang Jepang sudah menguasai beberapa sektor industri di
Hindia Belanda.
21 J.S. Furnivall. 2009. Hindia Belanda: Studi Tentang Ekonomi Majemuk.
Jakarta: Freedom Institute, hlm. 454; Claver. Op. cit., hlm. 378, 386.
22 Vlekke. Op. cit., hlm. 361.
23 Ibid., hlm. 362.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Harga barang-barang Jepang yang murah ini juga dimanfaatkan oleh
segelintir orang Tionghoa peranakan untuk perjualbelikan. Kesulitan pedagang
Tionghoa peranakan selama masa depresi ini membuat mereka harus merugi
akibat barang-barang yang dijual tidak laku karena terlalu mahal. Barang-barang
yang mahal ini tidak terjual atau terjual namun keuntungannya kecil karena
masyarakat yang upahnya sedikit tidak mampu membeli barang-barang pada
pedagang Tionghoa.24
Mau tidak mau mereka harus menjual barang-barang
tersebut meskipun keuntungannya kecil karena permintaan yang sedikit dan
barang-barang tersebut tidak segera dikirim ke Eropa.
Meskipun begitu orang Tionghoa peranakan yang jatuh dalam kemiskinan
akibat dampak depresi ini juga memanfaatkan harga barang-barang Jepang yang
murah. Ketika barang-barang Jepang menyerbu Surabaya banyak dari golongan
Tionghoa peranakan menjual barang-barang tersebut dengan harga yang murah.25
Hal ini memberikan keuntungan bagi kelompok Tionghoa peranakan karena
mendatangkan keuntungan dari menjual barang-barang Jepang. Keadaan ini
dilakukan secara terpaksa untuk menyelamatkan orang Tionghoa peranakan yang
tidak memiliki keluarga di Tiongkok mengingat pada masa itu juga sudah muncul
gerakan anti Jepang.
Persentase impor barang-barang Jepang yang masuk ke Hindia Belanda
yang naik setiap tahunnya tidak dapat diprediksi sebelumnya. Bahkan penetrasi
24 Liem Twan Djie. 1995. Perdagangan Perantara Distribusi Orang-Orang Cina
di Jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 70-71.
25 Andjarwati Noordjanah. 2010. Komunitas Tionghoa di Surabaya (1910-1946).
Yogyakarta: Ombak, hlm. 96.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
yang cukup besar ini menimbulkan kegelisahan dan kecurigaan terhadap politik
ekspansi ekonomi Jepang seperti yang tertulis pada surat kabar Pewarta
Soerabaia ini:
… boekan sadja banjak orang ada koeatir dari oeroesan politiek atawa
militair, tapi djoega mendesaknja Japan dalem economie Indonesia.
… itoe orang-orang Japan ada mengandoeng maksoed politiek atawa
militair, kerna ia orang, seperti djoega laen-laen bangsa perloe berdaja aken bisa
belaken diri, bila perloe, apalagi di onderneming di oetanan jang terpisa djaoeh dari
kota jang rame.26
Bagi pemerintah Hindia Belanda hal ini cukup memberikan perhatian lebih
terutama pada masa depresi ini mereka cukup berhati-hati dalam menjalankan
kebijakan ekonomi. Terutama terhadap Jepang yang memasuki tahun 1930-an
dengan politik ekonomi yang dibantu oleh pemerintahnya sedikit demi sedikit
mulai menguasai beberapa wilayah di Asia, rencana ini tertulis pada surat kabar
Pewarta Soerabaia edisi 23 Juli 1930:
Dalem taon-taon jang blakangan soedagar-soedagar Japan, dibantoe oleh
pamerentahnja, mendesak keras di negri-negri, antara mana Indonesia, di mana
diliat barang-barang Japan masi bisa mendesak.
Hongkong Nippo (menoeroet apa jang disiarken oleh “Aneta Nipa”) trima
kabar daro Osaka, terdesak dengen malaise di dalem negri, department dari
Pertanian dan Keradjinan di Japan telah ambil poetoesan, lagi sedikit waktoe ia
nanti kirim 4 orang aken selidik perniagaan di berbagi-bagi negri boeat bikin lebi
loeas lagi perniaga‟an Japan di itoe negri-negri laen.27
Meskipun Jepang melancarkan politik ekspansinya namun pemerintah Hindia
Belanda yang melihat gelagat politik ekonomi Jepang kemudian membuat
26 “Mendesaknja Japan”, Pewarta Soerabaia pada Jumat, 13 Juni 1930, hlm. 3.
27 “Japan Mendesak”, Pewarta Soerabaia pada Kamis, 23 Juli 1930, hlm. 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
kebijakan sistem kuota impor dan membatasi impor Jepang pada September
1933.28
B. Penetrasi Jepang di Hindia Belanda
Masa krisis ekonomi yang melanda Hindia Belanda tahun 1930-an
memberikan dampak persaingan dagang antara komunitas Tionghoa dengan
orang-orang Jepang. Kegiatan perdagangan Jepang dengan melakukan penetrasi
barang-barang Jepang yang masuk ke Hindia Belanda memberikan dampak bagi
perkembangan perekonomian. Barang-barang Jepang yang dijual dengan harga
murah membuat pedagang-pedagang Tionghoa kehilangan pasar, apalagi
ditambah dengan meletusnya perang Tiongkok-Jepang yang menumbuhkan
sentimen anti Jepang. Pada masa itu kegiatan impor Hindia Belanda dengan
Jepang melebihi kegiatan ekspor bahkan melebihi kegiatan impor dengan negara-
negara Eropa. Hal ini menimbulkan kecurigaan pemerintah Hindia Belanda
dengan komunitas dagang Jepang pada masa krisis.
Kegiatan dagang Jepang di Hindia Belanda tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan politik dunia yang sedang berguncang pada masa krisis 1930-an.
Pada tahun 1930-an di Jepang sedang berkembang teori ekspansi ke selatan
setelah Jepang menguasai bagian utara (Rusia/Uni Soviet) dan barat (Tiongkok
dan Korea). Ekspansi ke Selatan ini berkembang setelah berakhirnya perang
Tiongkok-Jepang yang kemudian Jepang mendapatkan Taiwan di mana
pengembangan Jepang tidak hanya berhenti pada Tiongkok saja melainkan sampai
28 Staatsblad van Nederlandsch-Indië 1933. 1933. Batavia, hlm. 349.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
ke selatan.29
Alasan Jepang melakukan ekspansi ke selatan adalah meniru
eksploitasi ekonomi ala barat yakni mengambil potensi sumber daya alam dan
manusia yang bisa memberikan pangsa pasar besar bagi Jepang.30
Seperti yang sudah diketahui bahwa dimulainya restorasi Meiji tahun 1868
memberikan dampak yang cukup besar dalam perkembangan Jepang. Jepang yang
membuka diri setelah dibuka secara paksa oleh Matthew Calbraith Perry pada 8
Juli 1853 membuka kontak pertama Jepang dengan negara-negara barat setelah
tertutup sekian lama.31
Jepang kemudian meniru cara-cara barat dalam
mengembangkan perekonomiannya dengan cara mengembangkan teknologi-
teknologi modern dan menggantikan industri tradisional yang masih
menggunakan tenaga manusia.
Kemudian Jepang mengembangkan industri ringan khususnya tekstil
diikuti dengan industri skala berat seperti pertambangan, metalurgi, kereta api,
mesin uap, dan lain sebagainya.32
Banyak industri-industri modern berkembang di
Jepang pada masa ini bahkan tidak jarang bahwa industri modern ini kemudian
dibantu oleh pemerintah setempat guna mengembangkan daerahnya. Akhirnya
pada abad XX Jepang kemudian berkembang menjadi negara yang disegani oleh
29 Ken‟Ichi Goto. 1998. Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, hlm. 4.
30 Meta Sekar Puji Astuti. 2008. Apakah Mereka Mata-Mata? Orang-Orang
Jepang di Indonesia (1868-1942). Yogyakarta: Ombak, hlm. 52; “Japan's Industrieele
Expansie”, Soerabaijasche Handelsblad pada Selasa, 2 Januari 1934, hlm. 1.
31 Meta. Ibid., hlm. 23.
32 Ibid., hlm. 26-27.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
banyak negara khususnya negara-negara barat sehingga dapat menguasai pasar
ekspor-impor di dunia.
Keberadaan Jepang sebagai negara yang disegani oleh barat memberikan
keuntungan yang cukup besar bagi komunitas Jepang di Hindia Belanda. Sejak
tahun 1898 secara yuridis orang-orang Jepang yang tinggal di Hindia Belanda
memiliki kedudukan yang setara dengan orang-orang Eropa.33
Padahal
sebelumnya kedudukan orang Jepang sama dengan orang Tionghoa karena
mereka dianggap sebagai golongan Timur Asing yakni masuk dalam golongan
kedua di atas golongan bumiputera. Hal ini sebagai efek dari restorasi Meiji yang
memberikan dampak pada kemajuan ekonomi Jepang di mata bangsa-bangsa barat
sehingga mereka dianggap maju sama seperti orang Eropa. Kedudukan komunitas
Jepang yang lebih tinggi dibandingkan dengan komunitas Tionghoa inilah yang
juga membangkitkan sentimen kebencian diantara orang Tionghoa.
Pada abad XX telah berkembang komunitas Jepang di Hindia Belanda
meskipun masih belum diketahui kapan pastinya orang-orang Jepang datang ke
Hindia Belanda.34
Kedatangan mereka ada yang secara kelompok namun juga ada
yang datang secara perorangan sehingga sulit untuk dicatat keberadaan mereka.
Orang-orang Jepang yang hidup di Hindia Belanda berbeda dengan komunitas
Tionghoa di mana orang Jepang lebih memilih untuk tidak membaur dengan
33 Goto. Op. cit., hlm. 190.
34 Masih belum dapat diketahui dengan pasti kapan kedatangan pertama orang
Jepang di Hindia Belanda. Banyak sumber mengatakan bahwa kedatangan orang Jepang
antara abad ke-XIX sampai abad ke-XX. Untuk mengetahui lebih lanjut dapat dibaca
pada Takeda Shigesaburo (ed.). 1968. Jagarata Kanwa. Nagasaki: diterbitkan secara
pribadi oleh penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
masyarakat setempat. Mereka masih memiliki akar yang cukup kuat dengan tanah
kelahirannya sehingga diperantauan pun mereka masih memiliki sikap sebagai
bangsa kelas satu.
Keberadaan komunitas Jepang di Hindia Belanda tidak jauh berbeda
dengan kelompok-kelompok perantauan lainnya dalam hal profesi. Hampir
separuh dari jumlah populasi orang Jepang di Hindia Belanda berprofesi sebagai
pedagang. Meskipun juga terdapat orang-orang Jepang yang memiliki pekerjaan
di luar dari perdagangan, namun keadaan Hindia Belanda sebagai pangsa pasar
yang besar memberikan ketertarikan bagi pedagang-pedagang Jepang. Macam-
macam profesi orang-orang Jepang di Hindia Belanda dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 8. Populasi Orang Jepang di Hindia Belanda Menurut Pekerjaan Tahun
1912-1935 (Sic!)
Satuan: %
Pekerjaan 1912 1915 1920 1925 1930 1935
Pertanian 1,2 2,3 3,7 6,4 3,1 5,5
Perikanan 4,1 0,1 1,0 6,0 11,3 13,7
Pertambangan 0,0 0,0 0,0 0,0 1,1 0,50
Manufakturing 4,9 3,9 5,6 7,3 8,5 6,2
Perdagangan 26,8 29,3 71,6 66,1 57,1 62,9
Transportasi 0,0 3,9 1,0 1,8 1,5 0,8
Jasa &
berkerja
sendiri
2,4 2,0 3,9 6,1 5,8 5,7
Pekerjaan lain 57,2 10,3 2,4 1,2 1,5 1,3
Pekerja rumah 2,9 4,7 4,3 3,4 6,6 2,5
Tidak bekerja 0,2 43,5 6,0 1,4 1,4 1,8
Sumber: “Kaigai zairyu hompojin shokugyobetsu jinko chosa ikken” [Survei
populasi pihak konsuler pada warga Jepang di Luar Negeri menurut pekerjaan,
Arsip Sejarah Diplomatik, Kementerian Luar Negeri].
Pertumbuhan kegiatan perdagangan komunitas Jepang ini tumbuh
menjamur di kota-kota pelabuhan seperti di Batavia, Semarang, dan Surabaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Bahkan pada tahun 1924 di Surabaya didirikan Asosiasi Perdagangan Jepang yang
pertama dan kemudian berkembang di kota-kota lainnya.35
Mereka juga
menerbitkan surat kabar milik Jepang sendiri yang berguna untuk menjalankan
bisnis mereka. Tercatat seperti surat kabar Shimbun yang dicetak di Batavia tahun
1910 dan Java Nippo yang juga dicetak di Batavia tahun 1920.36
Komunitas pedagang Jepang memilih Surabaya sebagai tempat kegiatan
ekspor impor sehingga mereka membentuk Asosiasi Pedagang Jepang yang tidak
dapat dilepaskan dari keberadaan pedagang-pedagang besar Jepang yang tinggal
di Surabaya.37
Bahkan kemudian pada 18 Desember 1938 dibentuklah Surabaya
Nihon-jin Seinen-kai yang juga memiliki tujuan untuk melindungi hak dagang
komunitas Jepang dan sebagai langkah untuk melakukan ekspansi ke selatan
(Hindia Belanda).38
Pembentukan Surabaya Nihon-jin Seinen-Kai tidak dapat
dilepaskan dari propaganda yang dilakukan Tomegoro Yosizumi dalam surat
kabar Tohindo Nippo. Isi dari propaganda Yoshizumi adalah bahwa keberadaan
orang-orang Jepang di Hindia Belanda merupakan suatu bentuk bantuan mereka
kepada Jepang untuk menguasai dan membebaskan Asia dari negara-negara
35 P. Post. “Karakteristik Kewirausahaan Jepang dalam Ekonomi Indonesia
Sebelum Perang”, dalam J. Thomas Lindblad (ed.). 2002. Fondasi Historis Ekonomi
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 357.
36 Ibid.
37 Yoshitada Murayama. “Pola Penetrasi Ekonomi Jepang ke Hindia Timur
Belanda Sebelum Perang”, dalam Saya Shiraishi & Takashi Shiraishi (ed.). 1998. Orang
Jepang di Koloni Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm. 162.
38 Goto. Op. cit., hlm. 203.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
barat.39
Keberadaan organisasi-organisasi pedagang Jepang di Surabaya
memperlihatkan betapa Surabaya menjadi kota terpenting untuk kegiatan
berdagang dan sebagai langkah untuk menguasai perdagangan di Hindia Belanda.
Isi dari tulisan Tomegoro Yoshizumi dalam surat kabar Tohindo Nippo
yang berhasil memicu terbentuknya Surabaya Nihon-jin Seinen-Kai adalah
sebagai berikut:
Apa yang sedang dilakukan Ibu Pertiwi kita Jepang dan apa yang
sesungguhnya ingin ia lakukan? Ia kini tengah berupaya membangun di atas tanah
Timur yang padat, sebuah ide besar yang tak pernah disadari oleh sejarah dunia…
Lebih dari satu tahun sejak Ibu Pertiwi kita dipisahkan ke daratan di
bawah api suci, sejak negarawan kita, yang dengannya kita berbagi daging dan
darah yang sama, telah secara patriotis menyadari adanya sebuah cita-cita besar
dan banyak lagi nilai-nilai lainnya yang dapat kita ikuti darinya mulai dari
sekarang…
Lebih dari 6000 mil jauhnya dari Ibu Pertiwi, kita telah bekerja dengan
tekun untuk melayani negeri kita sebagai prajurit atas pembangunan di luar tanah
Jepang, di bawah bakaran matahari di Tenggara. Inilah waktu kita untuk maju
satu langkah lebih jauh menjanjikan sebuah kerja bersama Ibu Pertiwi.40
Ketika masa krisis ekonomi 1929 banyak barang-barang impor dari Eropa
tersendat masuk ke Hindia Belanda, keadaan ini dimanfaatkan oleh pedagang-
pedagang Jepang untuk memasuki pasar Hindia Belanda. Hal ini memberikan
keuntungan bagi pihak Jepang karena sudah adanya hubungan antara pedagang di
Jepang dengan yang di Hindia Belanda. Tahun 1931 dengan adanya devaluasi yen
membuat impor Jepang ke Hindia Belanda makin lama makin meningkat
39 Wenri Wanhar. 2014. Jejak Intel Jepang: Kisah Pembelotan Tomegoro
Yoshizumi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hlm. 78-79.
40 Tohindo Nippo, Kamis, 15 Desember 1938 dalam Wenri Wanhar, Op. cit., hlm.
78-79.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
dibandingkan dengan ekspor ke Jepang.41
Keadaan inilah yang menjadi awal dari
penetrasi barang-barang Jepang ke Hindia Belanda pada tahun 1930-an.
Tabel 9. Jumlah Impor dan Ekspor antara Hindia Belanda dengan Jepang (Sic!)
Tahun Impor (%) Ekspor (%)
1913 7 (1,6%) 36 (3,9%)
1920 134 (12%) 140 (6,3%)
1925 90 (11%) 95 (5,3%)
1928 94 (9,4%) 57 (3,6%)
1929 115 (11%) 48 (3,3%)
1930 100 (11%) 46 (4,0%)
1931 93 (16%) 33 (4,4%)
1932 78 (20%) 24 (4,4%)
1933 99 (30%) 23 (4,9%)
1934 93 (32%) 19 (3,9%)
1935 82 (26%) 24 (5,4%)
1936 75 (25%) 31 (5,8%)
1937 125 (15%) 43 (4,5%)
1938 72 (18%) 21 (3,2%)
1939 85 (18%) 25 (3,3%)
Sumber: Howard Dick. 1989. “Japan‟s Economic Expansion in the Netherlands
Indies between the First and Second World Wars,” dalam Journal of Southeast
Asian Studies, Vol. 20, No. 2., hlm. 246.
Barang-barang Jepang yang diimpor ke Hindia Belanda didominasi oleh
industri tekstil yang saat itu juga sedang meningkat pula di Jepang.42
Bahkan
impor tekstil berupa kapas dari Jepang menggeser Inggris yang sejak tahun-tahun
sebelumnya mendominasi pasar Hindia Belanda.43
Hal ini membuat khawatir
banyak pihak di Hindia Belanda dengan membanjirnya tekstil dari Jepang yang
dijual dengan murah. Bahkan surat kabar Soerabaijasche Handelsblad mencatat
bahwa pabrik-pabrik tekstil milik Jepang telah dibangun di Hindia Belanda
41 Post. Op. cit., hlm. 359; Claver. Op. cit., hlm. 351.
42 Meta. Op. cit., hlm. 27.
43 Dick. 1989. Op. cit., hlm. 249.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
menggantikan pabrik-pabrik tekstil milik Eropa.44
Keberadaan barang-barang
Jepang yang membanjiri Hindia Belanda semakin membuat resah pemerintah
karena barang-barang dalam negeri bahkan pengusaha dari Eropa pun makin
kehilangan pasarnya.
Penetrasi barang-barang Jepang ke Hindia Belanda tidak dapat dilepaskan
dari bencana ekonomi yang membuat masyarakat memilih barang-barang Jepang
karena lebih murah.45
Setidaknya terdapat tiga alasan utama produk-produk
Jepang dijual begitu murah yakni ongkos produksi yang semakin menurun
sehingga meningkatkan produktivitas, devaluasi yen terhadap mata uang Eropa,
dan menurunnya ongkos pelayaran karena persaingan harga dengan orang barat.46
Keadaan ini juga diikuti dengan kondisi perekonomian dunia di mana permintaan
lebih kecil dibandingkan dengan penawaran sehingga banyak barang-barang
makin tidak laku terjual.
Penetrasi yang dilakukan Jepang dengan membanjiri Hindia Belanda
dengan barang-barang yang murah dapat dikatakan cukup berhasil. Hal ini dapat
dilihat persentase impor setiap tahunnya yang dilakukan Jepang selalu mengalami
kenaikan. Penetrasi Jepang yang terbilang cukup sukses ini tidak dapat dilepaskan
dari strategi yang dilakukan oleh Jepang di Hindia Belanda seperti yang dicatat
44 “Indische Nijverheid”, Soerabaijasche Handelsblad pada Jumat, 17 Juli 1931,
hlm. 1.
45 Indisch Verslag 1932 Vol. 1. 1932/1933. „s-Gravenhage: Algemeene
Landsdrukerij, hlm. 156.
46 Nawiyanto 2010. Mata Hari Terbit dan Tirai Bambu: Persaingan Dagang
Jepang-Cina. Yogyakarta: Ombak, hlm. 51; Hiroshi Shimizu. 1988. “Dutch-Japanese
Competion in the Shipping Trade on the Java-Japan Route on the Inter-War Period”,
dalam Southeast Asian Studies, Vol. 26, No. 1., hlm. 13-14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
oleh Nawiyanto. Pertama, Jepang memiliki strategi tidak hanya mengirim barang-
barangnya ke Hindia Belanda tetapi juga membangun pabrik-pabrik yang
dikelolanya sendiri sehingga dapat menangani sistem distribusi barang dari Jepang
ke Hindia Belanda.47
Kedua, toko-toko Jepang juga memperkerjakan orang-orang
bumiputera terutama mereka yang kehilangan pekerjaan sebagai akibat dari masa
depresi yang berkepanjangan.48
Ketiga, harga barang-barang Jepang dijual dengan
harga yang cukup murah sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat yang
berpenghasilan rendah yang saat itu begitu banyak.49
Impor Jepang ke Hindia Belanda setelah masa depresi ekonomi 1930-an
setiap tahunnya memang terjadi kenaikan seperti yang terlihat pada tabel 7. Hasil
impor yang besar dibandingkan ekspor ini juga disebabkan karena jaringan
pedagang-pedagang Jepang yang tumbuh subur di Hindia Belanda. Tercatat pada
tahun 1933 terdapat 424 perusahaan dagang yang diantaranya 58 perusahaan ada
di Surabaya, 32 di Batavia, 27 di Semarang, 15 di Bandung, 12 di Cirebon, dan
kota-kota besar lainnya.50
Bahkan laporan pemerintah Hindia Belanda pada tahun
1935 kegiatan perdagangan Jepang melalui perusahaan telah menjamur ke
berbagai tempat.51
47 Nawiyanto. Op. cit., hlm. 55.
48 Ibid., hlm. 57.
49 Ibid.
50 Liem. Op. cit., hlm. 77-78.
51 Indisch Verslag 1935. 1935/1936. „s-Gravenhage: Algemeene Landsdrukerij,
hlm. 174-175.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Perusahaan Jepang yang menjamur di Surabaya dan kota-kota perdagangan
lainnya merupakan salah satu cara yang dilakukan pedagang Jepang untuk
menyingkirkan pedagang-pedagang dari Tionghoa.52
Bahkan barang-barang impor
Jepang yang dijual di Surabaya merupakan barang-barang komoditi yang sama
dengan pedagang Tionghoa seperti katun, sutera, perabotan rumah tangga, barang
pecah belah, logam, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi salah satu cara yang
dilakukan pedagang Jepang untuk menekan pedagang Tionghoa di Hindia
Belanda apalagi dengan barang-barang Jepang yang dijual dengan murah.
Pengusaha-pengusaha Tionghoa juga begitu lambat dalam merespon kegiatan
perdagangan Jepang, pengusaha Tionghoa juga tidak dibantu oleh pemerintah
Tiongkok berbeda dengan Jepang.53
Maka tidak mengherankan pada tahun 1930-
an toko-toko Jepang di Surabaya makin lama makin menjamur dan berdampingan
langsung dengan toko-toko pedagang Tionghoa.
Jepang membangun jaringan bisnisnya di Surabaya sebagai pusat
perekonomian di Hindia Belanda. Tercatat terdapat tiga bank milik Jepang
(Mitsui, Bank Taiwan, dan Bank Yokohama), tujuh rumah produksi ekpor-impor,
21 toko grosir barang-barang Jepang, dua hotel, dan toko-toko bisnis kecil lainnya
yang dimiliki langsung oleh orang Jepang.54
Begitu banyaknya toko-toko dan
jaringan bisnis yang dibangun oleh Jepang di Surabaya membuat persaingan
52 Liem. Op. cit., hlm. 77; Claver. Op. cit., hlm. 386.
53 Claver. Ibid., hlm. 387.
54 Dick. 1989. Op. cit., hlm 251.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
dagang antara komunitas Tionghoa yang sebelumnya juga memiliki pengaruh kuat
di Surabaya dengan pendatang baru dari komunitas Jepang.
Pedagang Tionghoa juga semakin lama semakin terjepit dengan keadaan
begitu banyaknya toko-toko Jepang yang menjual barang-barang yang murah.
Orang Tionghoa yang sejak dahulu dikenal sebagai pedagang perantara antara
produsen dari Eropa dengan konsumen dari bumiputera mengalami nasib yang
buruk sejak penetrasi barang Jepang. Makin sedikitnya pasokan barang dari Eropa
yang digantikan dengan barang-barang impor dari Jepang membuat pedagang
perantara Tionghoa kehilangan pekerjaannya bahkan mendapatkan upah yang
minim. Pedagang dari Jepang tidak menggunakan jasa pedagang perantara
Tionghoa dalam sistem perekonomiannya karena mereka juga saling bersaing.
Apalagi dengan daya konsumsi masyarakat bumiputera yang lebih memilih
barang-barang Jepang yang dianggap lebih murah dan dapat dijangkau
dibandingkan barang-barang dari Eropa.
Perusahaan-perusahaan skala menengah sampai besar yang dikelola oleh
orang Tionghoa di Surabaya juga terdampak dari penetrasi Jepang. Industri gula,
kopi, indigo, dan komoditi lainnya dari sektor perkebunan yang dimiliki oleh
orang Tionghoa Surabaya juga terdampak seiring makin turunnya komoditi
ekspor Hindia Belanda.55
Akibatnya mereka harus mengurangi jumlah produksi
dan tenaga kerja untuk menyelamatkan perusahaan di masa krisis 1930 ini.
Keadaan komunitas Tionghoa di Surabaya pada masa krisis tidaklah jauh berbeda
55 Abdul. Op. cit., hlm. 129.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
dengan keadaan bumiputera yang kehilangan pekerjaan karena persaingan dagang
dengan Jepang.
Keadaan ini memicu pemerintah Hindia Belanda untuk bertindak cepat atas
apa yang terjadi dengan penetrasi Jepang dengan impor barang-barangnya yang
murah. Pemerintah Hindia Belanda kemudian membuat regulasi seperti Ordonansi
Darurat tentang Pembatasan Impor dan Ordonansi Darurat tentang Pembatasan
Masuknya Orang Asing dengan tujuan untuk mengurangi penetrasi Jepang.56
Dikeluarkannya regulasi untuk pembatasan impor ini juga bertujuan agar pasar
ekonomi Hindia Belanda tidak dipenuhi oleh barang-barang impor yang murah.57
Bahkan juga berkembang suatu gerakan untuk memboikot barang-barang Jepang
yang pada awalnya berkembang dari media cetak dan menjadi sebuah gerakan
yang masif terutama oleh golongan Tionghoa.58
C. Perang Tiongkok-Jepang
Konfrontasi antara Tiongkok dengan Jepang sudah terjadi sejak abad XX
apalagi dengan ikut sertanya Jepang dalam Perang Dunia I dan teori ekspansinya
yang berkembang menyebabkan gejolak di Asia Timur. Setelah Jepang
mendapatkan Korea dan Taiwan dan setelah kemenangannya terhadap Tiongkok
membuat Jepang berkeingingan untuk memperluas wilayahnya. Motivasi yang
56 Murayama. Op. cit., hlm. 144.
57 W.H.A. Wesselink & K.YFF. 1956. Sedjarah Ekonomi Saduran Beknopt
Leerboek Der Economische Geschiedenis. Jakarta: Noordhoff-Kolff N.V., hlm. 204;
Claver. Op. cit., hlm. 356.
58 Goto. Op. cit., hlm. 219.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
sama seperti negara-negara barat yang melakukan ekspansi, maka Jepang pun juga
ingin menguasai wilayah-wilayah yang lain terutama untuk mengambil sumber
daya alam dan manusianya. Perang Tiongkok-Jepang yang pecah pada tahun
1930-an merupakan awal dari dimulainya Perang Dunia II di Asia. Setidaknya
tercatat dua peristiwa dalam perang Tiongkok-Jepang yang memiliki dampak
besar yakni pembentukan negara boneka Manchukuo, dan pembantaian di
Nanking.
1. Negara Boneka Manchukuo
Pada tahun 1930-an di Jepang sedang berkembang teori ekspansi baik ke
wilayah utara maupun ke selatan. Jepang melakukan ekspansi pada tahun 1930-an
tidak dapat dilepaskan dari kondisi perekonomian Jepang yang sedang carut marut
akibat krisis ekonomi. Tanah Jepang yang tidak memiliki sumber daya alam yang
melimpah dan jumlah penduduk Jepang yang sedikit membuat mereka
menginginkan wilayah-wilayah di luar Jepang seperti yang dilakukan oleh negara-
negara barat. Jepang menginginkan sebuah wilayah yang kaya akan sumber daya
alam yang melimpah untuk digunakan sebagai perindustrian mereka yang sedang
maju-majunya.59
Maka Jepang melirik Tiongkok sebagai wilayah yang strategis
terutama karena melimpahnya sumber daya alam dan manusianya sehingga
Jepang menaruh perhatian lebih pada negara tetangganya itu. Tiongkok yang saat
59 Michael Wicaksono. 2015. Republik Tiongkok (1912-1949) Dari Runtuhnya
Kekaisaran Qing hingga Lahirnya Salah Satu Republik Terkuat di Dunia. Jakarta: Elex
Media Komputindo, hlm. 381.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
itu masih dilanda perang saudara pun dimanfaatkan betul oleh Jepang untuk
disusupi dan dikuasai sumber-sumbernya.
Kemajuan perindustrian modern mendorong Jepang untuk menguasai
wilayah yang memiliki sumber daya alam mengingat Jepang merupakan negara
yang sangat miskin akan sumber daya alam. Dengan majunya perindustrian
Jepang dapat membuat mereka hampir menyamai negara-negara barat terutama
untuk menopang kekuatan saat perang. Maka berkembanglah politik
ekspansionisme yang dilakukan Jepang untuk menguasai wilayah Asia Timur
dengan Jepang sebagai pemimpinnya untuk membebaskan pengaruh dari
imperialisme barat.60
Setelah menguasai wilayah Korea maka tujuan ekspansi Jepang
selanjutnya adalah Tiongkok. Ketika Jepang melakukan ekspansi ke Tiongkok
seorang jenderal Jepang bernama Jenderal Tanaka mengeluarkan sebuah
Memorial Tanaka yang isinya merupakan alasan dan cara-cara yang dilakukan
oleh Jepang untuk merebut Tiongkok. Memorial Tanaka ini terbit sesaat sebelum
perang Tiongkok-Jepang berlangsung pada 1930-an, namun Memorial Tanaka
dimuat di harian surat kabar Pewarta Soerabaia pada 18 November 1931
meskipun sebelumnya telah diterbitkan lebih dulu pada 13-23 Oktober 1931.
Namun, atas desakan dari pembaca Pewarta Soerabaia yang mayoritas
merupakan Tionghoa perantauan maka Memorial Tanaka diterbitkan kembali.
Bagi orang Tionghoa perantauan Memorial Tanaka yang diterbitkan oleh surat
60 Michael. Op. cit., hlm. 382.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
kabar Tionghoa-Melayu merupakan salah satu cara mengetahui politik Jepang di
Tiongkok dan membangkitkan semangat anti Jepang.
Memorial Tanaka yang berisikan alasan Jepang menyerang Manchuria
sebagai salah satu cara mereka untuk menginvasi Tiongkok. Manchuria memiliki
luas wilayah hampir 74.000 meter persegi dengan jumlah rakyat sebesar
28.000.000 jiwa merupakan wilayah yang cukup strategis untuk dikuasai
Jepang.61
Letaknya di Tiongkok Utara membuat keuntungan bagi Jepang karena
sebelumnya mereka telah menguasai wilayah-wilayah Uni Soviet dalam perang
Rusia-Jepang. Manchuria juga memiliki sumber daya alam yang cukup besar
terutama logam yang diincar oleh Jepang guna memajukan persenjataan Jepang
dalam peperangan.62
Jepang mengincar Manchuria untuk diduduki tidak hanya sebatas untuk
mengambil sumber daya alamnya saja melainkan mereka memiliki strategi untuk
menguasai Tiongkok secara penuh seperti yang tertulis dalam surat kabar Pewarta
Soerabaia berikut ini:
Kita moesti taloeken Manchuria dan Mongolia. Boeat bisa taloeken seantero
doenia kita haroes lebi doeloe taloeken Tiongkok. Bila kita bisa berhasil taloeken
Tiongkok, sisanja negri-negri di Asia dan di Lamyang aken takoet kita dan
manloek pada kita. Lantas doenia aken mengetahoei, Asia Timoer ada kitapoenja
dan tida aken brani boeat langgar kitapoenja hak-hak.63
Pernyataan dalam Memorial Tanaka menjadi sebuah ancaman nyata Jepang
menginvasi Manchuria sebagai langkah awal mereka menguasai Tiongkok dan
61 “Memorial Tanaka”, Pewarta Soerabaia pada Jumat, 18 November 1931, hlm.
17.
62 Ibid.
63 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Asia Timur. Hal ini sesuai ide ekspansi Jepang yang ingin menguasai dunia di
bawah satu atap atau dikenal sebagai Hakko-Ichiu.64
Gambar 3. Isi dari Memorial Tanaka dalam Surat Kabar Pewarta Soerabaia
Sumber: Pewarta Soerabaia 18 November 1931.
Invasi Jepang ke Manchuria ini cukup menimbulkan kekhawatiran
terutama dari pemerintah Tiongkok. Jepang mengganggap bahwa wilayah
Manchuria tidak memiliki hubungan dengan negeri Tiongkok, hal ini disebabkan
karena sebelumnya Manchuria merupakan wilayah Dinasti Qing yang sudah
64 Micahel. Op. cit., hlm. 383.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
digantikan oleh pemerintah modern Tiongkok.65
Jepang kemudian menginginkan
dikuasainya Manchuria dapat memberikan keuntungan bagi industri Jepang
terutama dengan rencananya untuk membangun jalur kereta api di Manchuria
Selatan.66
Jalur kereta api ini cukup penting untuk mengangkut bahan-bahan
mentah untuk industri Jepang dan sebagai penghubung untuk ekspedisi militer
Jepang.67
Untuk menguasai Manchuria Jepang melakukan penyerangan sehingga
kemudian Jepang mendirikan negara boneka Manchuria guna menekan
pemerintah Tiongkok. Pada 18 September 1931 terjadilah insiden pemboman jalur
kereta api di Manchuria Selatan, orang Jepang menganggap insiden tersebut
merupakan ulah dari orang Tionghoa yang tidak suka dengan kehadiran Jepang
namun pihak Tiongkok menyangkalnya.68
Insiden ini kemudian berujung pada
penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh tentara Jepang kepada Tiongkok.
Cara yang dilakukan Jepang terhadap Tiongkok dianggap licik karena dengan
memfitnah Tiongkok telah menyerang jalur kereta api Jepang sehingga dunia
65 “Memorial Tanaka”, Pewarta Soerabaia pada Jumat, 18 November 1931, hlm.
17.
66 “Politie Japan di Manchuria”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 22 Januari 1931,
hlm. 1.
67 Michael. Op. cit., hlm. 385.
68 Nio Joe Lan. 1962. Djepang Sepanjang Masa. Jakarta: PT Kinta Djakarta, hlm.
257-258; “Didoedoekennja Manchuria oleh Tentara Japan”, Pewarta Soerabaia pada
Sabtu, 31 Oktober 1931, hlm. 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
menganggap bahwa penyerangan Jepang pada Tiongkok adalah suatu bentuk
perlindungan diri.69
Insiden penyerangan Jepang di Manchuria ini membuat banyak pemimpin-
pemimpin militer Tiongkok ditangkap oleh Jepang dan barisan tentara Tiongkok
makin lama makin mundur. Melihat Jepang makin lama makin mendesak
Manchuria maka rayat Tiongkok pun juga ikut berjuang dengan memboikot
barang-barang Jepang di Tiongkok.70
Hal ini kemudian membuat militer Jepang
makin banyak mengirim pasukannya ke Manchuria guna memberikan
perlindungan dari tentara Tiongkok.71
Invasi Jepang ke Manchuria pun kemudian
mendapatkan sorotan dari dunia internasional setelah Tiongkok melaporkannya ke
Liga Bangsa-Bangsa mengingat Jepang tergabung di dalamnya.72
Namun, Jepang
tidak menggubris reaksi dunia internasional malahan semakin menekan Tiongkok
dengan menyerang beberapa wilayah yang lain. Hingga kemudian tidak berselang
lama Jepang keluar dari Liga Bangsa-Bangsa pada 27 Maret 1933 sehingga dapat
melakukan penyerangan dan invasi pada Tiongkok.73
Setelah Jepang dapat menguasai Manchuria maka kemudian Jepang
mendirikan negara boneka sehingga negara tersebut berdiri di bawah bayang-
69 “Didoedoekennja Manchuria oleh Tentara Japan”, Pewarta Soerabaia pada
Sabtu, 31 Oktober 1931, hlm. 1.
70 Nio. Op. cit., hlm. 258.
71 “Didoedoekennja Manchuria oleh Tentara Japan”, Pewarta Soerabaia pada
Senin, 2 November 1931, hlm. 1.
72 “Sampe Brapa Jaoeh Japan Soeda Langgar Perdjanjian Internationaal”, Pewarta
Soerabaia pada Jumat, 6 November 1931, hlm. 1.
73 Michael. Op. cit., hlm. 418.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
bayang pemerintah Jepang. Jepang mendirikan negara boneka ini sebagai salah
satu cara untuk menekan pemerintahan Tiongkok sehingga nantinya Jepang dapat
menguasai Tiongkok secara penuh. Negara boneka Manchuria ini kemudian
diganti namanya menjadi Manchukuo dan mengangkat seorang kaisar Tiongkok
yang dahulu diturunkan takhtanya oleh pemerintahan modern Tiongkok yakni
Aisin-Gioro Pu Yi/Henry Pu Yi74
dari Kerajaan Manchu Dinasi Qing.
Jepang dalam mendirikan negara Manchukuo cukup jeli dalam melihat
situasi terutama karena Jepang ingin menekan pemerintahan Tiongkok. Jepang
mengangkat Pu Yi sebagai kepala negara Manchukuo bukan tanpa alasan
terutama untuk mengadu domba kedua kekuatan negara ini. Pu Yi yang
diturunkan dari takhtanya karena digantikan oleh pemerintahn modern Tiongkok
setelah Revolusi 1911. Pemerintahan modern Tiongkok tidak menginginkan
adanya kerajaan atau kekaisaran, mereka menginginkan negara yang dipimpin
oleh seorang presiden secara demokratis sehingga membuat Pu Yi yang saat itu
masih sangat muda diturunkan. Pengangkatan Pu Yi sebagai kepala negara
Manchukuo adalah sebagai bentuk adu domba atas pembalasan dendam Pu Yi
yang diturunkan dari takhtanya sehingga nantinya terjadi perang saudara antara
Manchukuo dengan Tiongkok. Hal ini kemudian dapat dimanfaatkan Jepang
untuk merebut Tiongkok.
Keadaan Pu Yi ini dimanfaatkan oleh Jepang terutama karena Pu Yi juga
memiliki hubungan baik dengan Jepang. Setelah Dinasti Qing berakhir dan Pu Yi
74 Untuk mengetahui lebih dalam mengenai biografi Aisin-Gioro Pu Yi dapat
membaca P.K. Ojong. 2019. Dari Kaisar Menjadi Penduduk Biasa: Pu Yi. Jakarta: KPG.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
diturunkan dari takhtanya Pu Yi pun mengungsi sementara dan meminta
perlindungan dari Jepang karena di Tiongkok sudah dikuasai oleh tentara
republik.75
Pu Yi juga menaruh dendam kepada Chiang Kai Shek karena telah
menghancurkan makam keluarga Pu Yi yang bagi setiap orang Tionghoa menjaga
makam keluarga merupakan kewajiban, sehingga perusakan barang-barang
leluhur Pu Yi merupakan kejadian yang tidak pernah dilupakan oleh Pu Yi dan
menyimpan dendam kepada Chiang Khai Shek.76
Pada 1 Maret 1934 Pu Yi kemudian dinobatkan sebagai kaisar kembali di
Manchukuo, namun pemerintahannya tetap di bawah Jepang sehingga Manchukuo
merupakan negara boneka yang dengan seenaknya digerakkan oleh Jepang.77
Meskipun begitu Tiongkok tidaklah tinggal diam dengan didirikannya
Manchukuo, mereka berusaha untuk mengambil kembali Manchuria karena
dianggap penting bagi Tiongkok.78
Selagi mereka berusaha untuk mengambil
Manchuria kembali, pemerintah Tiongkok juga berusaha untuk mempertahankan
wilayah-wilayah yang mulai disusupi oleh Jepang. Jepang dalam melancarkan
aksinya tidaklah main-main, mereka dengan mengirimkan bala tentaranya untuk
menduduki tempat-tempat penting di Tiongkok sehingga dapat menguasai
Tiongkok secara penuh.
75 Michael. Op. Cit., hlm. 409; Ojong. Op. cit., hlm. 128.
76 Ojong. Ibid., hlm. 159.
77 Michael. Ibid., h. 419; Ojong. Ibid., hlm. 198.
78 “Japan dan Manchuria”, Pewarta Soerabaia pada Sabtu, 27 Februari 1932, hlm.
1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
2. Pembantaian Nanking
Perang Tiongkok-Jepang pada tahun 1937 telah mencapai puncaknya
terutama setelah Jepang menguasai Manchuria dan beberapa tempat-tempat
penting di Tiongkok. Jepang berambisi untuk menguasai wilayah-wilayah di
Tiongkok sehingga pemerintahan Tiongkok makin lama makin terdesak sehingga
Tiongkok dapat jatuh ke tangan Jepang. Jepang kemudian berambisi untuk
menguasai wilayah pusat pemerintahan Tiongkok yakni Nanking sehingga dapat
melumpuhkan kekuasaan dari Chiang Kai Shek. Invasi Jepang ke Nanking inilah
yang menjadi puncak peperangan yang hebat bahkan sampai terjadi pembantaian
pada tahun 1937.
Pasukan Jepang di Tiongkok telah tersebar ke berbagai wilayah di utara,
tengah, dan selatan sehingga hampir seluruh Tiongkok telah dikepung oleh tentara
Jepang.79
Tentara Jepang dengan persenjataan yang lengkap telah tersebar hampir
di seluruh Tiongkok guna mengepung ibu kota republik di Nanking. Sebuah
insiden yang dekat dengan Nanking di mana tentara Jepang telah menembakkan
meriamnya ke Jembatan Marco Polo yang menjadi rute alternatif menuju ibu kota
republik pada 7 Juli 1937.80
Insiden di Jembatan Marco Polo ini menyulut emosi
tentara Tiongkok sehingga mereka tidak tinggal diam. Para tentara Tiongkok
kemudian naik pitam melindungi kota-kota yang kemudian ditembaki oleh tentara
Jepang bahkan mereka berkata “Soeka boeat idoep atawa mati sama-sama dengen
79 Michael. Op. cit., hlm. 457-458.
80 “Japan Menembak-Tiongkok Melawan”, Pewarta Soerabaia pada Selasa, 10
Agustus 1937, hlm. 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
itoe kota,”81
yang dilontarkan sebagai tanda untuk melindungi kota-kota dari
serangan Jepang.
Peristiwa di Jembatan Marco Polo dapat memberikan keuntungan bagi
tentara Jepang untuk semakin menguasai wilayah-wilayah di Tiongkok. Mereka
dengan mudah menguasai Beiping dan Tianjin di Tiongkok utara yang merupakan
wilayah penting bagi Tiongkok. Kini Jepang tertuju pada Shanghai yang
merupakan kota pelabuhan penting bagi Tiongkok. Perang di Shanghai
merupakan perang yang cukup hebat antara tentara Tiongkok dengan Jepang
karena apabila kota Shanghai sampai jatuh ke tangan Jepang maka semakin dekat
pada kehancuran Tiongkok.82
Jepang memiliki strategi untuk melumpuhkan
Tiongkok sehingga mereka dapat menguasai wilayah tersebut seperti yang tertulis
dalam surat kabar Pewarta Soerabaia ini:
Djepang bikin hoeroe-hara di dalem daerah Tiongkok dan tjoba gertak dan antjem
pembesar Tiongkok soepaja soeka menaloek dan teeken perdjandjian toeroet
kemaoean Djepang seperti jang soeda-soeda; demikianpoen adanja impian dari
kaoem military Djepang.83
Hal ini dimaksoedkan ketika Jepang mulai menyerang kota-kota penting di
Tiongkok dapat memberikan tekanan pada pihak pemerintah Tiongkok untuk
81 “Japan Menembak-Tiongkok Melawan”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 11
Agustus 1937, hlm. 1.
82 “Pemandengan Perang Tiongkok-Japan”, Pewarta Soerabaia pada Minggu, 29
Agustus 1937, hlm. 1.
83 “Pemandengan Perang Tiongkok-Japan”, Pewarta Soerabaia pada Jumat, 24
September 1937, hlm. 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
segera menyerah kepada Jepang.84
Namun tidak disangka bahwa pemerintahan
Chiang Kai-shek tidak akan mundur meskipun dibombadir oleh Jepang.
Namun, peperangan ini di luar dugaan pemerintahan Tiongkok meskipun
pada perang di Shanghai tentara Tiongkok dapat menekan tentara Jepang tetapi
lama-kelamaan pasukan Tiongkok mundur sehingga pada 9 November 1937
Shanghai jatuh ke tangan Jepang. Tentara Tiongkok kemudian mundur ke
Nanking ibu kota republik untuk melindungi kota tersebut agar tidak sampai jatuh
ke tangan Jepang. Apabila Nanking sampai jatuh ke tangan Jepang maka
pemerintahan Tiongkok juga jatuh ke tangan Jepang sehingga wilayah Tiongkok
benar-benar dikuasai oleh Jepang sepenuhnya.
Strategi Tiongkok untuk mempertahankan Nanking dari tentara Jepang
tidak berjalan dengan maksimal. Mereka hanya mampu menghambat tentara
Jepang, namun tidak mampu menghentikan laju tentara Jepang untuk masuk ke
wilayah Nanking.85
Tentara Tiongkok semakin kewalahan mengahadapi
gempuran dari tentara Jepang sehingga makin lama Nanking makin terdesak,
Chiang Kai-shek pun kemudian semakin memundurkan pusat pemerintahannya.
Bahkan di luar dugaan setelah Jepang mampu merebut Shanghai mereka dengan
begitu cepat mampu menguasai Nanking pada 12 Desember 1937 sebuah waktu
yang cukup singkat bagi Jepang setelah menaklukkan Shanghai. Diketahui bahwa
84 “Japan Menembak-Tiongkok Melawan”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 11
Agustus 1937, hlm. 1.
85 Oey Hong Lee. 1959. Naga dan Tikus: Kisah Perang Tiongkok-Djepang (7
Djuli 1937-2 September 1945). Jakarta: PT Lucky, hlm. 71.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
tentara Tiongkok saat itu telah melakukan banyak kesalahan dalam strategi perang
melawan Jepang sehingga mereka dengan mudah dilumpuhkan.86
Gambar 4 Perang Tiongkok-Jepang Menghiasi Halaman Depan Pemberitaan di
Pewarta Soerabaia
Sumber: Pewarta Soerabaia 10 Agustus 1937
Sumber: Pewarta Soerabaia 10 Agustus 1937
Jepang memiliki keuntungan yang cukup besar terutama setelah Jepang
menguasai wilayah-wilayah di sekitar Nanking. Hal inilah yang membuat Jepang
terlebih dahulu menginvasi dan menguasai wilayah-wilayah di sekitar Nanking
sehingga pada akhirnya mereka dapat mengepung Nanking. Strategi ini cukup jitu
86 Irish Chang. 2009. The Rape of Nanking. Yogyakarta: Narasi, hlm. 85-86.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
melihat tentara Jepang menguasai wilayah udara, wilayah perairan yang dekat
dengan Sungai Yangtse, dan menguasai daratan pula sehingga Jepang dengan
cepat menguasai medan perang.87
Setelah Nanking jatuh ke tangan Jepang dan pasukan tentara Tiongkok
mundur beserta pemerintahan Chiang Kai-shek yang juga mundur dari ibu kota
Nanking maka terjadilah tragedi horor yang dilakukan oleh tentara Jepang.
Tentara Jepang yang memasuki kota mulai beringas menangkapi seluruh
penduduk di Nanking. Mereka menangkap penduduk sipil Tionghoa mengikat
tangannya kemudian menggiring mereka untuk satu persatu dibunuh dengan
senapan mesin maupun ditusuk dengan bayonet, kemudian mayat-mayat mereka
ditumpuk dalam suatu kuburan massal.88
Bahkan mereka juga memperkosa
perempuan baik muda maupun tua dan kemudian dibunuhnya. Tentara Jepang
melakukan pemerkosaan dan pembunuhan adalah sebagai cara untuk melemahkan
kekuatan dan semangat individu penduduk Tionghoa.
Irish Chang dalam studinya mengenai pembantaian di Nanking mencatat
penyiksaan yang dilakukan oleh tentara Jepang kepada penduduk sipil di
Nanking.89
Tentara Jepang dalam melakukan penyiksaan kerap kali mereka
mengubur hidup-hidup orang Tionghoa dalam kuburan massal. Mereka juga kerap
kali melakukan mutilasi, membunuh dengan menyirami korban dengan minyak
sehingga kemudian di bakar hidup-hidup, dimasukkan ke dalam es, mati dicabik-
87 Oey. Op. cit., hlm. 72.
88 Ibid., hlm. 80-81; Chang. Op. cit., hlm. 98-99.
89 Chang, Ibid., hlm. 104-107.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
cabik oleh gigitan anjing milik tentara Jepang, dan tindakan-tindakan lain yang
tidak berperikemanusiaan.
Tindakan pemerkosaan pun juga dilakukan oleh tentara Jepang kepada
perempuan-perempuan Nanking. Banyak dari korban yang tewas setelah
diperkosa akibat bunuh diri, namun ada juga perempuan-perempuan yang hamil
akibat pemerkosaan tersebut. Perempuan yang hamil anak-anak dari tentara
Jepang banyak yang dibunuh atau tidak diakui sebagai anaknya akibat trauma
yang begitu mendalam atas perlakuan tentara Jepang. Banyak sekali tindakan-
tindakan yang di luar nalar manusia yang dilakukan oleh tentara Jepang kepada
penduduk Nanking.
Peristiwa di Nanking semakin menyulut emosi yang begitu besar penduduk
Tionghoa kepada Jepang. Bahkan korban tewas akibat peristiwa di Nanking
begitu besar jumlahnya hingga mencapai puluhan ribu jiwa.90
Pembantaian yang
dilakukan oleh Jepang menyulut sikap kebencian terhadap Jepang bahkan gaung
anti Jepang yang dikeluarkan oleh penduduk Tionghoa makin besar. Bahkan
sebagai bentuk solidaritas banyak dari penduduk Tionghoa baik di daratan
Tiongkok maupun perantauan dengan bantuan dunia internasional menyerukan
untuk anti Jepang.
90 Chang. Op. cit., hlm. 121.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
BAB IV
AKSI BOIKOT JEPANG TAHUN 1931-1941
A. Aksi Boikot Jepang di Surabaya
Peristiwa penyerangan Jepang ke Tiongkok dan ekspansi barang-barang
Jepang masuk ke Hindia Belanda pada tahun 1930-an memberikan dampak yang
begitu besar bagi kelompok Tionghoa Melayu. Penyerangan Jepang ke Tiongkok
merupakan suatu bentuk ekspansi secara fisik terhadap negara Tiongkok yang
ingin dikuasai penuh oleh Jepang. Tidak berhenti pada penyerangan Jepang atas
Tiongkok, namun Jepang juga melakukan ekspansi barang-barangnya ke berbagai
wilayah di Asia salah satunya Hindia Belanda. Keinginan Jepang untuk
menguasai wilayah-wilayah di Asia menumbuhkan rasa kebencian dikalangan
kelompok Tionghoa.
Dua peristiwa di atas ditanggapi secara langsung oleh kelompok Tionghoa
dengan melakukan aksi boikot terhadap Jepang. Aksi pemboikotan yang
dilakukan oleh kelompok Tionghoa bukanlah pertama kali ini saja terjadi
melainkan sudah pernah terjadi pada tahun 1902-1904 terhadap
Handelsvereeniging Amsterdam.1 Hal ini membuktikan bahwa kelompok
Tionghoa di Hindia Belanda akan melancarkan aksi boikot sebagai salah satu
bentuk kekuatan mereka dalam melakukan perlawanan. Aksi boikot memberikan
1 Alexander Claver. 2014. Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java:
Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800-1942. Leiden: KITLV, hlm. 189-239.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
bukti bahwa sisi perekonomian Tionghoa masih menjadi prioritas utama di Hindia
Belanda.
Aksi boikot yang dilakukan oleh kelompok masyarakat Tionghoa
perantauan merupakan senjata perekonomian yang paling ampuh yang dapat
mereka lakukan dalam mendukung kedaulatan kekuatan politik Tiongkok. Seperti
yang sudah diketahui bahwa kelompok Tionghoa memiliki kepentingan dalam hal
perdagangan dengan beberapa kelompok-kelompok negara lainnya. Bahkan bagi
mereka melakukan hubungan perdagangan dengan orang Tionghoa merupakan
sesuatu yang paling menguntungkan. Oleh karena itu apabila terjadi hubungan
yang tidak baik antara negara yang bekerjasama dengan kelompok Tionghoa
maka mereka tidak segan-segan melakukan aksi boikot.2 Dengan melakukan aksi
boikot dapat memberikan dampak terhentinya perdagangan dan terjadi kelesuan
terhadap produk manufaktur sehingga akan memberikan dampak negatif terhadap
perekonomian negara yang diboikot orang Tionghoa.
Aksi boikot Jepang yang terjadi pada 1930-an tidak hanya untuk
kepentingan ekonomi kelompok Tionghoa Surabaya karena ekspansi barang-
barang Jepang yang murah. Namun, aksi boikot merupakan bentuk perasaan anti
Jepang yang ditanamkan oleh kelompok Tionghoa yang tinggal di Surabaya. Aksi
boikot merupakan bentuk solidaritas kelompok Tionghoa Surabaya terhadap
saudara-saudara mereka di Tiongkok. Di bawah ini akan dijelaskan dua instrumen
2 Dorothy J. Orchad. “China‟s Use of the Boycott as a Political Weapon” dalam
The Annals of the American Academy of Political and Social Science, Vol 152., hlm.
252.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
yang mendukung terjadinya aksi boikot di Surabaya, meskipun kedua instrumen
ini akan saling berkaitan.
1. Kelompok Organisasi Tionghoa
Perkembangan nasionalisme Tionghoa di Hindia Belanda tidak dapat
dipisahkan dari berkembangnya pengaruh nasionalisme dari Tiongkok. Setelah
suksesnya revolusi pada tahun 1911 oleh Sun Yat Sen berdirilah kelompok partai
nasionalis Kuo Min Tang (KMT).3 KMT kemudian berkembang di Hindia
Belanda dengan berdirinya kelompok Soe Po Sia atau Klub Membaca Tionghoa.4
Menurut Claudine Salmon bahwa di Surabaya kelompok Siang Hwee, Tiong Hoa
Hwee Koan, Soe Po Sia, dan Klub Membaca Tionghoa memiliki satu koordinasi
dengan KMT.5 Kelompok-kelompok inilah yang kemudian berkembang dan
saling berdiskusi permasalahan yang terkait dengan nasionalisme Tiongkok di
Surabaya.
3 Kuo Min Tang (KMT) berdiri pada tahun 1892 oleh Sun Yat Sen yang
kemudian berkembang menjadi partai yang mempersiapkan pemerintahan konstitusional
setelah Revolusi 1911. Kuo Min Tang yang diisi oleh kaum nasionalis Tiongkok berusaha
untuk memberikan pengaruh yang cukup besar kepada penduduk Tionghoa terkait dengan
sistem pemerintahan yang modern menggeser pemerintahan yang sifatnya kerajaan
sebelumnya. Pengaruh nasionalisme ini tidak hanya dikembangkan di Tiongkok daratan
saja melainkan berkembang ke penduduk Tionghoa perantauan. Untuk penjelasan lebih
lanjut mengenai Kuo Min Tang dapat dibaca pada Hollington K. Tong (ed.). 1947. China
Handbook 1937-1945: A Comprehensive Survey of Major Developments in China in
Eight Years of War. New York: The Macmillan Company, hlm. 35-94.
4 Mona Lohanda. 2002. Growing Pains: The Chinese and The Dutch in Colonial
Java 1890-1942. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, hlm. 139.
5 Claudine Salmon. 2009. “The Chinese Community of Surabaya from its Origin
to the 1930s Crisis”, dalam Chinese Southern Diaspora Studies, Vol. 3, hlm. 55.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Diketahui sebelumnya bahwa kelompok Siang Hwee dan Tiong Hoa Hwee
Koan merupakan kelompok yang cukup besar di Surabaya. Siang Hwee mampu
menghimpun pedagang-pedagang Tionghoa yang juga memiliki koneksi dengan
Tiongkok daratan. Begitu pun juga dengan Tiong Hwa Hwee Koan yang
kemudian mengembangkan sekolah-sekolah yang menekankan pada pendidikan
Tionghoa modern menghimpun hampir semua anak-anak Tionghoa Surabaya.
Kedua kelompok tersebut tidak mengherankan memiliki hubungan dengan KMT
sehingga anggota-anggotanya memiliki perasaan nasionalisme yang begitu besar.
Bahkan hampir seluruh masyarakat Tionghoa di Surabaya memiliki hubungan
dengan KMT baik secara resmi maupun tidak resmi.
Aksi boikot Jepang terjadi pertama kali pada September 1931 sebagai
akibat dari penyerangan Jepang atas Manchuria yang kemudian diubahnya
menjadi negara boneka Manchukuo. Aksi boikot ini juga merespon krisis
ekonomi yang melanda Hindia Belanda pada tahun 1930 sehingga membuat
Jepang begitu mudah mengekspansi dengan barang-barangnya yang murah.
Melihat kembali pada tabel 9 yang menunjukkan bahwa impor Jepang lebih besar
dibandingkan dengan ekspornya sehingga membuat banjir barang-barang murah
dari Jepang di Hindia Belanda. Keadaan krisis ekonomi membuat Jepang
mengeruk keuntungan yang besar dibandingkan dengan kelompok Tionghoa.
Kedua peristiwa tersebut menyulut emosi kelompok Tionghoa karena
pertama negeri leluhur mereka telah diduduki oleh Jepang yang ingin menguasai
seluruh wilayah Tiongkok dan kedua kelompok pedagang Tionghoa merasa
dirugikan dengan membanjirnya barang murah dari Jepang. Segera setelah itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
kelompok Tionghoa di Surabaya kemudian menyebarkan berita-berita mengenai
kekejaman dan kekerasan yang dilakukan oleh Jepang selama menyerang
Tiongkok.6 Mereka menggunakan pamflet dan surat kabar yang berafiliasi dengan
kelompok Tionghoa untuk mempropagandakan kejahatan yang dilakukan oleh
Jepang.
Disebutkan bahwa pada saat itu dinding-dinding telah ditempeli oleh
pamflet-pamflet propaganda kebencian terhadap Jepang, bahwa Jepang telah
melakukan pendudukan ke wilayah Tiongkok dan bermaksud untuk
menguasainya. Banyak juga dari perwakilan kelompok Tionghoa melakukan
pidato-pidato yang menyerukan sikap anti Jepang dengan menceritakan keadaan
keluarga mereka di Tiongkok daratan yang disiksa oleh Jepang.7 Hal-hal ini
dilakukan untuk menarik simpati masyarakat Tionghoa lainnya dan juga
masyarakat bumiputera untuk menanamkan sikap anti Jepang sebagai salah satu
cara untuk memboikot Jepang.
Bahkan toko-toko yang ketahuan menjual barang-barang Jepang dipaksa
untuk ditutup oleh kelompok-kelompok Tionghoa.8 Hal ini sebagai salah satu cara
agar barang-barang murah dari Jepang tidak dapat dijual sehingga banyak orang
beralih kepada barang-barang dari Tiongkok. Mereka juga memberitakan
propaganda akan barang-barang buatan dari Jepang dengan nada-nada yang
6 Harry A. Poeze (ed.). 1988. Politiek-Politioneele Overzichten van
Nederlandsch-Indië Deel III 1931-1934. Dordrecht: Foris Publications, hlm. 108.
7 Ibid.
8 Ibid., hlm. 109.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
negatif sehingga banyak orang mau meninggalkan barang-barang dari Jepang
tersebut.
Pada Oktober 1931 aksi boikot Jepang yang terjadi di Surabaya kemudian
berkembang dengan dikirimkannya telegram-telegram berupa berita-berita
mengenai kekejaman Jepang di Tiongkok kepada kelompok-kelompok Tionghoa
di beberapa wilayah yang lain.9 Terlebih setelah diterbitkannya Memorial Tanaka
pada 13-23 Oktober 1931 oleh Pewarta Soerabaia memberikan dampak karena
isinya yang ingin menguasai wilayah Tiongkok. Isi dari telegram sama seperti
pemberitaan sebelumnya di mana isi utama dalam pemberitaan tersebut
merupakan perasaan kebencian mereka terhadap Jepang. Hal ini dilakukan untuk
menggalang kekuatan kelompok Tionghoa yang tidak hanya terbatas pada
Surabaya saja melainkan juga berbagai wilayah di Hindia Belanda. Tercatat aksi
boikot Jepang kemudian menyebar ke wilayah Batavia, Medan, Bagansiapi-api,
dan Singkawang.
Pemboikotan barang-barang Jepang di Surabaya memiliki kekuatan yang
cukup besar melihat Kota Surabaya pada tahun 1933 memiliki jumlah toko Jepang
yang paling banyak dibandingkan dengan kota-kota lainnya.10
Bahkan Kota
Surabaya dijadikan sebagai pusat perdagangan oleh Jepang sesaat setelah ekspansi
yang cukup berhasil pada periode 1931-1933 dengan impor dari Jepang yang
cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan Surabaya Nihon-jin Seinen-
kai sebagai sebuah kelompok pedagang-pedagang Jepang di Surabaya. Tidak
9 Ibid., hlm. 116.
10 Nawiyanto 2010. Mata Hari Terbit dan Tirai Bambu: Persaingan Dagang
Jepang-Cina. Yogyakarta: Ombak, hlm. 58.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
mengherankan bahwa pada tahun tersebut barang-barang Jepang yang berada di
Surabaya cukup banyak belum lagi dengan barang-barang Jepang yang dijual di
toko-toko Tionghoa dan bumiputera.
Pada bulan-bulan berikutnya aksi boikot lebih diwarnai dengan aksi-aksi
propaganda dengan menggunakan surat-surat kabar seperti yang dituliskan oleh
Poeze “Mereka meminta surat kabar lokal untuk memuat propaganda berupa
tulisan-tulisan kebencian dan perasaan permusuhan terhadap penduduk Jepang.”11
Cara-cara ini terbilang cukup efektif dalam menggalang dukungan untuk aksi-aksi
boikot, bahkan mereka pun mengiklankan untuk meminta sumbangan guna
membantu saudara mereka yang dalam peperangan dengan Jepang.
Dalam aksi boikot yang terjadi pada periode 1931 kelompok Tionghoa
memang menekankan pada aksi boikot terhadap barang-barang murah Jepang dan
toko-toko Jepang. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Mona Lohanda
bahwa
Aksi boikot terhadap Jepang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung
seperti: (a) tidak melakukan perdagangan, pembelian atau penjualan terhadap
barang-barang Jepang; (b) tidak melakukan transaksi apapun terhadap bank-bank
yang dimiliki langsung oleh Jepang; (c) tidak melakukan transaksi apapun dengan
transportasi yang dimiliki Jepang guna mengangkut barang-barang penjualan.12
Hal ini dilakukan agar banyak pedagang-pedagang Tionghoa diuntungkan
dalam aksi boikot ini sehingga hasil keuntungan dari penjualan barang-barang
mereka dapat diberikan kepada saudara-saudara mereka di Tiongkok.
11 Ibid., hlm. 124.
12 Mona. Op. cit., hlm. 159.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Aksi boikot terhadap barang-barang Jepang tidak hanya berdampak pada
pedagang-pedagang Jepang melainkan juga pedagang-pedagang Tionghoa
Surabaya. Aksi boikot dilakukan oleh kelompok-kelompok rahasia yang masih
memiliki ikatan dengan organisasi Tionghoa seperti di Siang Hwee. Tercatat
bahwa intimidasi dan teror dilakukan oleh kelompok yang dinamakan „Darah dan
Besi‟, „Kelompok Sepuluh Laki-Laki‟, dan „Pembebasan Nasional untuk
Membersihkan Pengkhianat‟.13
Bahkan dalam Siauw Giok Tjhan juga dikatakan
bahwa “Tindakan semacam ini dilakukan dengan tenaga-tenaga tukang pukul,
yang ketika itu diorganisasi dalam perkumpulan seperti Gie Hoo, Hoo Hap, Sing
Khie dan lain-lain.”14
Kelompok-kelompok tersebut merupakan kelompok rahasia yang memiliki
hubungan dengan kelompok-kelompok besar sebelumnya yakni Siang Hwee.
Mereka dibentuk secara resminya untuk menjalankan tugas sebagai penarik iuran
kematian bagi anggotanya sehingga nantinya iuran tersebut diberikan kepada
keluarga yang tertimpa sial.15
Namun, tugas tersebut hanya dilakukan sebagai
kedok sebagai organisasi resmi selebihnya mereka adalah tukang-tukang pukul.
Seperti yang dikatakan oleh Siauw bahwa di daerah Kapasan Surabaya ada
beberapa orang-orang Tionghoa yang dipekerjakan sebagai tukang pukul. Mereka
dipekerjakan oleh anggota-anggota Siang Hwee untuk melindungi pedagang-
13 Ibid., hlm. 160. Dalam isi buku Mona Lohanda tertulis „Blood and Iron Band‟,
„Ten Men Band‟, dan „National Liberation for Wiping Out the Traitors‟.
14 Siauw Giok Tjhan. 1981. Lima Jaman: Perwujudan Integrasi Wajar. Jakarta-
Amsterdam: Yayasan Teratai, hlm. 18.
15 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
pedagang Tionghoa dari kesialan. Kelompok-kelompok rahasia inilah yang
kemudian melakukan penyisiran ke toko-toko yang menjual barang-barang
Jepang. Seperti yang sudah diketahui bahwa pada periode 1930-an ketika terjadi
krisis ekonomi terjadi banjir barang-barang murah dari Jepang. Banyak toko-toko
Tionghoa baik totok maupun peranakan menjual barang-barang Jepang karena
banyak sekali keuntungan yang didapatkannya. Terlebih karena kondisi
perekonomian yang sedang lesu dengan upah yang minim konsumen hanya
mampu membeli barang-barang Jepang sehingga membuat barang-barang dari
Tiongkok tidak laku dijual.
Kondisi ini membuat banyak toko-toko Tionghoa lebih baik menjual
barang-barang dari Jepang karena mendapatkan keuntungan yang besar. Namun,
toko-toko tersebut pada akhirnya menjadi target dari tukang pukul tanpa
membedakan antara totok maupun peranakan menjadi target kelompok-kelompok
militan dari aksi boikot.16
Tukang pukul kemudian mengambil barang-barang
Jepang kemudian dirusaknya sehingga tidak dapat dijual kembali. Tukang pukul
juga melakukan kekerasan fisik terhadap pemilik toko yang tidak ingin melakukan
aksi boikot.
Aksi boikot yang dilakukan oleh tukang pukul tersebut tidak hanya
berhenti pada penjarahan barang-barang Jepang saja. Tercatat bahwa mereka juga
melaburi toko-toko yang ketahuan menjual barang-barang Jepang dengan kotoran
manusia, menempelkan surat ancaman dan dinding-dinding toko dicoret-coret
16 Mona. Op. cit., hlm. 160.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
supaya pemilik toko tersebut tidak menjual barang-barang Jepang lagi.17
Peristiwa
ini terjadi pada periode Januari hingga Maret 1938 sebagai respon terhadap
penyerbuan Jepang ke Nanking dan melakukan pembantian massal pada
Desember 1937.
Pelaburan toko-toko Tionghoa dengan kotoran manusia juga tercatat pada
memoar Siauw Giok Tjhan di mana banyak sekali toko-toko Tionghoa peranakan
di Kapasan dilaburi dengan kotoran manusia.18
Bagi kakek Siauw Giok Tjhan
yang melakukan aksi tersebut terbilang cukup berani terutama dengan sesama
orang Tionghoa. “Jadi menggunakan nama Tionghoa tidak otomatis
membenarkan segala apa dari Tiongkok, apalagi ketika itu dagang barang Jepang
mendatangkan banyak keuntungan.”19
Beberapa toko-toko Tionghoa yang dilaburi
oleh kotoran manusia juga diberitakan oleh beberapa surat kabar seperti di bawah
ini:
Selang seminggoe doea, disini dalam kalangan Tionghoa ramai dibitjarakan
pelaboeran nadjis pada satoe toko Tionghoa dan diterimanja soerat soerat antjaman
oleh beberapa toko lainnja, dalam mana diantjam, kalau toko jang tersangkoet
masih memasoekkan barang-barang Japan, nanti akan diberi adjaran jang pedas.20
Bagi kelompok Tionghoa dari kalangan fanatik dalam melakukan aksi
boikot tidak lagi mempedulikan untung maupun rugi dalam melakukan
perdagangan dengan barang-barang Jepang. Bagi mereka hal yang paling utama
17 Harry A. Poeze (ed.). 1994. Politiek-Politioneele Overzichten van
Nederlandsch-Indië: Deel IV 1935-1941. Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-
en Volkenkunde, hlm. 200; Nawiyanto. Op. cit., hlm. 64.
18 Siauw. Op. cit., hlm. 18.
19 Ibid.
20 “Aksi Boikot Barang Japan?”, Soeara Oemoem pada Selasa, 11 Januari 1938,
hlm. 6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
adalah menunjukkan harga diri yang begitu tinggi sebagai orang Tionghoa
terhadap orang-orang Jepang yang telah menduduki Tiongkok. Ideologi
nasionalisme yang sudah disebarkan oleh KMT melalui organisasi-organisasi
resmi di Hindia Belandalah yang membentuk sikap mereka dalam melakukan aksi
boikot.
Selain itu kelompok-kelompok tersembunyi yang masih memiliki
hubungan dengan organisasi Tionghoa di Surabaya juga memiliki beberapa cara
untuk membantu saudara-saudara mereka di Tiongkok. Mereka menerbitkan
iklan-iklan di surat kabar Tionghoa-Melayu maupun milik bumiputera yang isinya
adalah ajakan untuk menyumbang sejumlah uang bantuan yang digunakan untuk
membantu perang Tiongkok-Jepang. Dalam menerbitkan iklan sumbangan untuk
perang Tiongkok-Jepang tidak sedikit mereka menggunakan bahasa yang jauh
dari kesan propaganda, namun ada juga beberapa surat kabar yang mengiklankan
dengan nada propaganda.21
Hal ini ditujukan agar masyarakat baik itu Tionghoa
totok atau peranakan dan masyarakat bumiputera mau menyumbang demi
kemenangan Tiongkok melawan Jepang.
Sumbangan untuk korban perang Tiongkok-Jepang juga diakomodasi oleh
kelompok Siang Hwee dengan mengumpulkan orang-orang Tionghoa kemudian
dibentuk sebuah panitia pengumpulan dana. Kelompok ini kemudian dikenal
dengan nama Tjin Tjay Hwee. Banyak dari kelompok-kelompok Tionghoa
kemudian saling bantu-membantu mengumpulkan dana tersebut guna membantu
Tiongkok dalam perang. Pemerintah Hindia Belanda yang bersikukuh untuk
21 Poeze. 1994. Op. cit., hlm. 200.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
mempertahankan sikap netral terhadap perang Tiongkok-Jepang hanya
memperbolehkan dana yang dikumpulkan untuk saudara-saudara mereka di
Tiongkok hanya melalui Palang Merah Tiongkok.22
Dana bantuan terhadap orang-
orang Tionghoa korban perang Tiongkok-Jepang kemudian diberinama Dana
Amal Tiongkok. Begitu banyak orang-orang Tionghoa terutama dari kalangan
totok yang kemudian ikut ambil bagian dalam Dana Amal Tiongkok karena
mereka ingin membantu saudara-saudara mereka di tanah kelahirannya.
Kelompok Tjin Tjay Hwee di Surabaya tidak hanya berhenti pada
mengumpulkan dana untuk korban perang Tiongkok-Jepang. Mereka justru
memperjuangkan sebuah gerakan untuk mengirimkan ambulans dengan alat-alat
yang lengkap disertai dengan dokter dan perawatnya.23
Gerakan ini cukup berhasil
diakomodasi oleh kelompok Tjin Tjay Hwee di Surabaya sehingga bantuan
berupa ambulans dan dokter dapat dikirimkan ke Tiongkok. Bahkan gerakan
kelompok Tjin Tjay Hwee di Surabaya setidaknya dapat memperbaiki hubungan
antara kelompok totok dan peranakan akibat perbedaan pandangan sosial-
ekonomis dalam menjalankan aksi boikot di Surabaya. Meskipun begitu Siauw
Giok Tjhan mencatat kedua golongan dalam kelompok Tjin Tjay Hwee di
Surabaya memiliki perbedaan tujuan dalam aksi boikot. Kelompok totok hendak
menunjukkan patriotismenya kepada tanah kelahirannya, sedangkan kelompok
22 Ang Yan Goan. 2009. Memoar Ang Yan Goan. Jakarta: Yayasan Nabil-Hasta
Mitra, hlm. 120.
23 Siauw. Op. cit., hlm. 58-59.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
peranakan ingin menghentikan aggressor Jepang agar tidak sampai ke Hindia
Belanda.24
Dalam mengumpulkan dana Tjin Tjay Hwee juga menggunakan surat
kabar Pewarta Soerabaia untuk mengajak seluruh kelompok Tionghoa untuk
menyumbang saudara-saudara mereka di Tiongkok. Tercatat pada tanggal 7
September 1938 Tjin Tjay Hwee melalui Pewarta Soerabaia menuliskan
“Maskipoen kita tida bisa goenaken darah dan daging boeat didjadiken benteng
oentoek melindoengken negri leloehoer tapi kita lajik sabisa-bisanja goenaken
kitapoenja kakoeatan financien boeat toeloeng pada rajat jang bersengsara.”25
Hal
ini dilakukan untuk menggalang dana dengan jumlah yang cukup besar agak dapat
dikirimkan ke Tiongkok.
Tiongkok yang sedang dilanda perang melawan Jepang sangat
membutuhkan dana yang cukup besar mengingat ekonomi mereka yang
berantakan akibat peperangan ini.26
Motivasi inilah yang membuat kelompok Tjin
Tjay Hwee untuk membantu mereka dalam hal dana mengingat keberadaan
kelompok Tionghoa di Hindia Belanda memiliki ekonomi yang cukup. Bagi
mereka sebagai kelompok Tionghoa perantauan wajib untuk membantu keluarga
mereka yang sedang berperang untuk kemenangan Tiongkok dan menjadikannya
negara yang merdeka kembali. Maka dengan menggunakan surat kabar Pewarta
24 Ibid., hlm. 62.
25 “Seroehan pada Kiauwpao Boeat Meloeasken Pergerakan Contributie Tjin Tjay
Hwee”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 7 September 1938, hlm. 10.
26 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Soerabaia harapannya kelompok Tionghoa dapat menyalurkan bantuan baik kecil
maupun besar kepada saudara mereka di Tiongkok.
Tida perdoeli orang-orang kaja atawa miskin, toea atawa moedah, lelaki atawa
prampoean, asal sadja marika ada bangsa Tionghoa semoea haroes toendjang ini
contributie boelanan jang bersifat amal. Kita haroes oekoer tenaga kita boeat pikoel
itoe kewadjiban dan anggep kewadjiban itoe sebagi soeatoe kebanggahan dan
hiboeran jang tida terhingga. Kita koedoe anggep pikoelan contributie boelanan
jang tida selaras dengen tenaga atawa tampik boeat pikoel kewadjiban demikian
sebagi soeatoe perboeatan jang haroes dimaloei dan aken dapetken tegoran dari
Hangsiem sendiri.27
Namun, aksi boikot yang dilakukan tersebut tidak selamanya disetujui oleh
sesama kelompok Tionghoa Surabaya. Hal ini disebabkan karena pengaruh boikot
memberikan dampak yang cukup besar dalam perekonomian komunitas Tionghoa
terutama ketika masa-masa krisis ekonomi. Bagi mereka aksi boikot merupakan
sebuah aksi yang menganggu jalannya perdagangan sehingga aksi tersebut
dianggap tidak efektif.28
Suara-suara tersebut berasal dari kelompok Tionghoa
peranakan yang dirugikan dengan diboikotnya barang-barang Jepang sehingga
menurunkan pendapatan mereka. Mereka juga tidak sepaham dengan golongan
totok karena bagi peranakan mereka sudah tidak memiliki ikatan dengan keluarga
mereka di Tiongkok.
Pemerintah Hindia Belanda pun tidak tinggal diam dengan banyaknya pers
Tionghoa Melayu yang memberitakan kekejaman Jepang dan menyerukan anti
Jepang serta tukang-tukang pukul yang melaburi toko-toko yang kedapatan
menjual barang Jepang. Jaksa Agung telah memberikan peringatan keras kepada
pers Tionghoa Melayu yang menyerukan propaganda anti Jepang dan menugaskan
27 Ibid.
28 Mona. Op. cit., hlm. 161.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
intel-intel Belanda untuk melakukan penyelidikan terhadap tukang pukul
tersebut.29
Hal ini dilakukan pemerintah Hindia Belanda untuk menjaga sikap
netral terhadap perang Tiongkok-Jepang dan menjaga hubungan baik dengan
Jepang.
Cara kerja tukang pukul yang cepat dan tidak terlihat karena dikerjakan
ketika orang sedang terlelap dalam tidur membuat mereka tidak pernah ditangkap.
Meskipun begitu pihak dari kepolisian telah melakukan penyisiran terhadap aksi
boikot tersebut karena dianggap telah meresahkan warga masyarakat.30
Beberapa
dari pihak kepolisian juga mampu menangkap pelaku-pelaku yang melakukan aksi
boikot tersebut bahkan mereka juga menuduh beberapa pemimpin organisasi
Tionghoa sebagai aktor utama.31
Namun, menurut Siauw Giok Tjhan pelaku-
pelaku aksi boikot dan pemimpin organisasi yang dianggap memiliki keterlibatan
dalam aksi boikot di Surabaya sangat sulit diungkap bahkan jejak-jejak mereka
tidak pernah tercium oleh Politieke Inlichtingen Dienst (PID).32
29 Harry A. Poeze. 1994. Op. cit., hlm. 200; Didi Kwartanada. 2000. Kolaborasi
dan Resinifikasi: Komunitas Cina di Kota Yogyakarta Pada Zaman Jepang 1942-1945.
Yogyakarta: Tarawang, hlm. 87.
30 Didi Kwartanada. Ibid.
31 “Akibat Boikot Barang Jepang”, Soeara Oemoem pada Kamis, 6 Januari 1938,
hlm. 1.
32 Siauw. Op. cit., hlm. 18; PID merupakan satuan intelijen politik yang bertugas
untuk melakukan penyelidikkan terhadap pelaku-pelaku kejahatan yang mengganggu
keresahan masyarakat Hindia Belanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
2. Surat Kabar Pewarta Soerabaia
Aksi-aksi boikot tidak hanya berhenti pada aksi-aksi yang dilakukan oleh
sekelompok organisasi Tionghoa, melainkan mereka menggunakan saluran surat
kabar sebagai media propaganda. Dalam penelitian ini aksi boikot di Surabaya
menggunakan surat kabar Pewarta Soerabaia karena surat kabar ini merupakan
surat kabar perdagangan yang cukup besar di Surabaya dan dimiliki oleh
komunitas Tionghoa Melayu. Pewarta Soerabaia juga dikenal dengan
ideologinya tentang nasionalisme Tiongkok sehingga surat kabar ini lebih banyak
dimiliki oleh kaum totok. Berbeda dengan surat kabar Tionghoa Melayu lainnya
di Surabaya seperti Sin Tit Po yang lebih dikenal sebagai corong tidak resmi
Partai Tionghoa Indonesia.
Pewarta Soerabaia yang merupakan surat kabar perdagangan di Surabaya
memiliki peranan yang cukup penting dalam aksi-aksi boikot barang-barang
Jepang. Pembaca dan anggota redaksi Pewarta Soerabaia yang juga berasal dari
kaum totok memberikan dampak pada berkembangnya pemikiran nasionalisme
Tiongkok. Kedua unsur tersebutlah yang kemudian membuat Pewarta Soerabaia
mengabarkan propaganda-propaganda untuk melakukan boikot barang-barang
Jepang. Hal ini dilakukan sebagai bentuk nasionalisme yang ditunjukkan
komunitas Tionghoa di Surabaya kepada Tiongkok tanah kelahirannya.
Propaganda aksi boikot Jepang di Surabaya menggunakan surat kabar baru
terjadi pada periode akhir 1937 hingga awal 1938.33
Hal ini disebabkan karena
pada tahun 1937 merupakan puncak dari perang Tiongkok-Jepang yang kemudian
33 Poeze. 1994. Op. cit., hlm. 200.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
terjadi pembantaian di Nanking oleh Jepang. Meskipun begitu pada tahun 1930-an
awal sebenarnya surat kabar Tionghoa Melayu sudah mengabarkan peristiwa
penyerangan Jepang ke Tiongkok. Tercatat bahwa Pewarta Soerabaia sejak
Januari 1931 telah mengabarkan kekerasan yang dilakukan Jepang kepada
Tiongkok. Hal ini dilakukan untuk menggabarkan bentuk-bentuk kekerasan yang
dilakukan Jepang dan meningkatkan kebencian orang Tionghoa kepada Jepang.
Pemberitaan mengenai perang Tiongkok-Jepang juga menjadi salah satu cara yang
dilakukan orang Tionghoa perantauan untuk mengetahui kondisi keluarga mereka
di Tiongkok.
Gambar 5. Pemberitaan Tentang Aksi Boikot oleh
Surat Kabar Soeara Oemoem
Sumber: Soeara Oemoem 6 Januari 1938
Pewarta Soerabaia pun dengan begitu intens mengabarkan peristiwa-
peristiwa di Tiongkok bahkan berita-berita yang dimuat selalu berada di halaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
depan surat kabar. Hal ini dilakukan sebagai bentuk bahwa Jepang telah
melakukan kejahatan dengan melakukan tindak kekerasan kepada Tiongkok.
Pemberitaan mengenai perang Tiongkok-Jepang di Pewarta Soerabaia
diberitakan setiap hari sepanjang tahun 1930-an sebagai bentuk propaganda untuk
menyebarkan benih-benih kebencian terhadap Jepang kepada seluruh orang
Tionghoa baik itu totok maupun peranakan.
Memasuki tahun 1937 perang Tiongkok-Jepang memasuki puncaknya
dengan Jepang sudah menguasai kota-kota penting seperti Manchuria dan
persiapan untuk menguasai Nanking. Pemberitaan di surat kabar Pewarta
Soerabaia kemudian ditambahi dengan ajakan-ajakan untuk melakukan
pemboikotan barang-barang Jepang. Namun, ajakan untuk melakukan aksi boikot
ini tidak hanya ditujukan kepada lapisan masyarakat Tionghoa saja melainkan
juga kepada seluruh masyarakat Hindia Belanda seperti yang di bawah ini:
Tjara-kata: Dengen oemoem pemimpin dan pers kita andjoerin rajat Indonesia
oentoek memboycot barang-barang Japan dengen berdasar kemanoesia‟an sebab
dalem hal paperangan Tiongkok-Japan jang sekarang terang sekali Japan telah
melanggar dengen heibat kamanoesia‟an. Kaloe soeda dibitjaraken tentang
kemanoesia‟an dalem ini doenia tidalah ada bangsa-bangsa, hanja segala bangsa
dalem ini doenia ada manoesia.34
Ajakan ini dilakukan oleh Pewarta Soerabaia kepada seluruh masyarakat
Hindia Belanda tidak hanya orang Tionghoa untuk melakukan aksi boikot.
Redaksi Pewarta Soerabaia telah memiliki sikap untuk melakukan aksi boikot
barang-barang Jepang seperti yang tertulis “Dengen oemoem pemimpin dan pers
34 A. A. Achsien. “Indonesia Boycott Japan?”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 30
Oktober 1937, hlm. 18. Untuk mengetahui isi secara lengkap dapat dibaca pada lampiran
2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
kita andjoerin rajat Indonesia oentoek memboycot barang-barang Japan…”35
Sikap yang dibentuk oleh redaksi Pewarta Soerabaia tidak dapat dilepaskan dari
ideologi nasionalisme Tionghoa yang dibentuk oleh anggota-anggotanya.
Ajakan melakukan aksi boikot ini oleh Pewarta Soerabaia ditulis sebagai
bentuk perlawanan atas dasar kemanusiaan bahwa Jepang telah melakukan
kekerasan terhadap Tiongkok sebagai negeri yang merdeka. Hal ini dilakukan
untuk mengambil hati masyarakat tidak hanya dari kelompok Tionghoa untuk
melakukan aksi boikot. Bagi kelompok Tionghoa aksi boikot ini harus
disukseskan dengan mengajak seluruh lapisan masyarakat Hindia Belanda karena
apabila hanya dilakukan oleh kelompok Tionghoa saja aksi boikot ini akan gagal.
Ajakan dari Pewarta Soerabaia untuk melakukan aksi boikot tidak
berjalan dengan mulus. Hal inilah yang kemudian dipertanyakan oleh Pewarta
Soerabaia dalam artikelnya apakah masyarakat perlu melakukan aksi boikot atau
tidak. Artikel ini mengacu pada kondisi perekonomian masyarakat yang saat itu
masih didera oleh krisis ekonomi yang membuat mereka banyak yang membeli
barang-barang Jepang karena harganya yang murah dan dapat dijangkau oleh
masyarakat.
Dasar jang paling terpenting sendiri dalem ini soeal jalah soeal economie dari rajat
Indonesia, seperti di atas kita soeda toelis dengan terang. Bahoea rajat Indonesia
sekarang boetoeh sekali pada barang moerah oentoek kaperloeannja sendiri, itoelah
tida bisa disangkal. Kaloe moesti djalanken pemboycottan rajat nanti poenja
kaperloean bagaimana? Apa moesti pake barang keloearan Europa jang djaoeh
lebih tinggi harganja? Industrie dalem negri sendiri sekarang belon ada boleh
dibilang.36
35 Ibid.
36 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Kondisi ini kemudian memunculkan pernyataan bahwa masyarakat memiliki
kebebasan untuk membeli barang apapun baik itu produk dari Jepang atau lainnya
dan masyarakat juga bebas untuk tidak membeli produk tersebut.
Kondisi ini memunculkan perdebatan antara mereka yang pro boikot
dengan yang kontra dengan boikot. Kondisi ini pula tidak hanya terjadi pada
masyarakat secara luas namun juga terjadi pada sesama kelompok Tionghoa.
Permasalahan utama dalam melakukan aksi boikot ini tentu saja karena masalah
ekonomi yang mendera masyarakat. Banyak dari kalangan Tionghoa
mengharapkan bantuan dari pemerintah untuk mengumumkan kepada khalayak
umum untuk melakukan aksi boikot Jepang, namun hal ini cukup sulit karena
pemerintah sangat berhati-hati terhadap hubungannya dengan Jepang dan
mempertahankan sikap netral.37
Kondisi ini kemudian membuat Pewarta Soerabaia terus berjuang agar
aksi-aksi boikot tetap dijalankan oleh masyarakat secara luas. Hal ini disebabkan
karena apabila masyarakat non Tionghoa tidak melakukan aksi boikot cukup
membuat kerugian kepada kelompok Tionghoa. Mereka tidak hanya rugi karena
barang-barangnya yang tidak laku karena banyak yang memilih ke barang-barang
Jepang, namun juga rasa sakit hati karena keinginan mereka untuk membinasakan
Jepang tidak mampu terganjal oleh kondisi di Hindia Belanda.
37 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Gambar 6. Ajakan Aksi Boikot oleh Surat Kabar Pewarta Soerabaia
Sumber: Pewarta Soerabaia 30 Oktober 1937
Namun, kondisi ini coba dimanfaatkan oleh Pewarta Soerabaia untuk
memberikan solusi terhadap perekonomian Hindia Belanda. Pewarta Soerabaia
mengajak masyarakat Hindia Belanda secara luas untuk melakukan aksi boikot
dengan tujuan untuk membangkitkan gairah perindustrian dalam negeri.
Kita poenja maksoed dalem ini hal, jalah sekarang ini rajat Indonesia haroes
djangan tinggal peloek tangan dan boeang ini kans jang bagoes sekali oentoek
memadjoeken lapangannja economie rajat Indonesia sekarang ini, haroes bisa tarik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
faedah goena keslametan rajat dan negeri dari effectnja paperangan Tiongkok-
Japan sekarang ini.38
Bagi Pewarta Soerabaia dalam mengajak masyarakat untuk melakukan aksi
boikot adalah agar masyarakat tidak lagi tergantung pada produk-produk dari
Jepang. Justru masyarakat dengan adanya krisis ekonomi ini perlu mengambil
kesempatan untuk mengembangkan produk dalam negeri yang harganya jauh
lebih murah.
Bahkan kesempatan untuk membangun perekonomian dalam negeri sendiri
perlu kerja sama dengan komunitas Tionghoa yang sebelumnya telah dikenal
sebagai pedagang perantara di Hindia Belanda. Kesempatan kelompok Tionghoa
yang sakit hati terhadap Jepang perlu dimanfaatkan untuk bekerjasama dengan
kaum bumiputera untuk mengembangkan perekonomian dalam negeri. Hal ini
menjadi kesempatan yang cukup bagus agar kelompok Tionghoa dengan
kelompok bumiputera dapat bahu membahu dalam mengembangkan bidang
politik, sosial, dan ekonomi.
Bangsa Indonesiers haroes angsoerken tangan adjak bangsa Tionghoa oentoek
bekerdja sama-sama. Tjara bagimana itoelah sekarang ini bangsa Indonesiers
haroes dengen tjepet bangoenken industrie dan minta bangsa Tionghoa jang di
Indonesia ini ampir semoea boleh dibilang kaoem pedagang perantara‟an.39
Cara-cara yang dilakukan Pewarta Soerabaia ini untuk membuat
masyarakat ikut dalam aksi boikot barang-barang Jepang. Masyarakat yang
terbelah antara pro boikot dan kontra boikot karena masalah krisis ekonomi diajak
agar masyarakat tidak hanya bergantungan dengan produk-produk Jepang
38 A. A. Achsien. “Keoentoengan dan Keroegiannja Indonesia Boycott Japan”,
Pewarta Soerabaia pada Sabtu, 6 November 1937, hlm. 18. Untuk mengetahui isi secara
lengkap dapat dibaca pada lampiran 3.
39 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
melainkan mengembangkan produk-produk dalam negeri. Hal ini dirasa perlu
karena hingga tahun 1937 impor dari Jepang masih mendominasi dibandingkan
dengan ekspor yang justru membuat rugi dunia perdagangan Hindia Belanda.40
Beberapa pernyataan dari Pewarta Soerabaia mengenai ajakan untuk
melakukan aksi boikot Jepang banyak ditentang terutama dari Indonesische
Handelsvereeniging sebuah kelompok pedagang-pedagang Indonesia.41
Indonesische Handelsvereeniging menuduh ajakan Pewarta Soerabaia semata-
mata sebagai bentuk kolaborasi dan mendukung kelompok Tionghoa. Seperti
yang sudah diketahui bahwa kelompok pedagang Tionghoa tidak begitu disukai
oleh kelompok pedagang bumiputera.42
Hal inilah yang kemudian mencuatkan
polemik diantara Pewarta Soerabaia dengan Indonesische Handelsvereeniging
yakni dianggap ingin melemahkan pedagang-pedagang bumiputera dan ingin
menguatkan pedagang Tionghoa.
Namun pernyataan dari Indonesische Handelsvereeniging dibantah oleh
Pewarta Soerabaia bahwa ajakan untuk melakukan aksi boikot barang-barang
Jepang adalah semata-mata untuk mengembangkan perekonomian masyarakat
bumiputera. Keadaan krisis ekonomi yang membuat masyarakat hanya mampu
membeli barang-barang murah harus diantisipasi dengan mengembangkan
produk-produk dalam negeri. Hal ini agar masyarakat tetap mampu membeli
40 “Doenia Dagang Taon 1937”, Pewarta Soerabaia pada Jumat, 31 Desember
1937, hlm. 26.
41 A.A. Achsien. “Indonesische Handelsvereeniging dan Oeroesan Boycott
Japang”, Pewarta Soerabaia pada Kamis, 30 Desember 1937, hlm. 10. Untuk mengetahui
isi secara lengkap dapat dibaca pada lampiran 4.
42 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
barang-barang murah dan masyarakat tidak hanya tergantung dari barang-barang
Jepang saja. Pernyataan ini ingin menunjukkan bahwa ajakan boikot barang-
barang Jepang oleh Pewarta Soerabaia tidak bersangkutan dengan perasaan dan
simpati antara kedua belah pihak dalam perang Tiongkok-Jepang.
Sabenernja gerakan boycott dari bangsa Tionghoa terhadep barang-barang Japan
ada memboeka kasempetan bagi pendoedoek di sini boeat tida gantiken tempatnja
itoe soedagar-soedagar perantara‟an, tapi boeat gantiken itoe barang-barang Japan
dengen barang-barang kaloearan Indonesia sendiri, jang sabegitoe lama terdesek!
Ini koetika bisa digoenaken oleh Handelsvereeniging terseboet boeat andjoerin
industriee en Indonesiers bikin barang-barang jang sabegitoe lama ada dari Japan
dan memadjoeken industrie di negri sini sendiri.43
Ajakan dari Pewarta Soerabaia untuk melakukan aksi boikot barang-
barang Jepang cukup menimbulkan polemik di dalam masyarakat khususnya.
Bahkan Pewarta Soerabaia dianggap bekerjasama dengan kelompok pedagang
Tionghoa yang ingin melemahkan kedudukan pedagang bumiputera. Hal ini juga
disebabkan karena masyarakat sudah tergantung dengan barang-barang Jepang
yang harganya murah sehingga dapat dijangkau masyarakat dikala krisis ekonomi.
Kondisi ini kemudian membuat banyak kalangan melakukan pemfitnahan
terhadap kelompok Tionghoa bahwa aksi boikot semata-mata untuk
mengembangkan bisnis Tionghoa agar masyarakat mau membeli produk-produk
Tionghoa.44
43 “Sikepnja Handelsvereeniging Indonesia”, Pewarta Soerabaia pada Selasa, 4
Januari 1938, hlm. 10. Untuk mengetahui isi secara lengkap dapat dibaca pada lampiran
5.
44 “Gerakan Boycot”, Pewarta Soerabaia pada Jumat, 7 Januari 1938, hlm. 10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Beberapa tuduhan-tuduhan terhadap Pewarta Soerabaia sebagai
kolaborator kelompok Tionghoa termuat dalam harian Pewarta Soerabaia pada 8
Januari 1938.
Kita maoe ladenin ini orang dan sasoedanja pembatja mengarti doedoeknja
perkara, pembatja nanti aken bisa djatoken poetoesan, siapa dalem ini soeal jang
trima “smeer” dan “tjari moeka”.
Kita bagi toedoehannja toean Parada Harahap sebagai berikoet:
Pertama: Kita didakwa trima soeapan dari bangsa Tionghoa.
Kadoea: Kita didakwa tjari moeka di kalangan orang Tionghoa.
Katiga: Kita didakwa dalem toelisan sadja, kita poera-poera “tjinta”
Tionghoa dan dalem hati anti-Tjina.45
Hal inilah yang kemudian timbul polemik-polemik baru diantara Pewarta
Soerabaia tidak hanya dengan Indonesische Handelsvereening namun kemudian
ditambah dengan golongan dari Parindra (Partai Indonesia Raya)46
. Kedua
golongan tersebutlah yang paling kuat dalam melakukan aksi-aksi anti boikot
hingga menuduh Pewarta Soerabaia sebagai kolaborator Tionghoa.
Kelompok Parindra merupakan kelompok yang kerap kali melakukan
kritik terhadap ajakan membikot barang-barang Jepang oleh Pewarta Soerabaia.
Hal ini disebabkan karena Parindra memiliki kedekatan dengan kelompok-
kelompok Jepang dan memuji kekaguman mereka terhadap sistem modern yang
berkembang di Jepang. Hal ini kemudian menarik minat dr. Soetomo untuk
45 A.A. Achsien. “Indonesiers Wadjib Bantoe Gerakan Tionghoa terhadep Japan”,
Pewarta Soerabaia pada Senin, 10 Januari 1938, hlm. 22. Untuk mengetahui isi secara
lengkap dapat dibaca pada lampiran 6.
46 Partai Indonesia Raya (Parindra) merupakan gabungan dari dua kelompok
politik yakni Budi Utomo yang didirikan tahun 1908 dan Partai Bangsa Indonesia yang
didirikan pada tahun 1930. Kedua kelompok politik ini memiliki kesamaan tujuan politik
yakni melancarkan gerakan untuk membangkitkan kesadaran pada bidang sosial dan
ekonomi yang terpusat di Surabaya Jawa Timur. Pada tahun 1930-an yang menjadi ketua
Parindra adalah Dr. Soetomo. Ken‟Ichi Goto. 1998. Jepang dan Pergerakan Kebangsaan
Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm. 365.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
melakukan perjalanan ke Jepang untuk belajar mengenai modernisasi Jepang.
Kedekatan Parindra dengan Jepang juga nampak dari sebagian besar
pendukungnya yang berasal dari golongan pengusaha kaya di bidang industri dan
perdagangan di kota-kota besar di Jawa.47
Keadaan ini tidak mengherankan bahwa
kelompok pedagang dari Indonesische Handelsvereeniging dan kelompok
pedagang dari pendukung Parindra menolak ajakan Pewarta Soerabaia karena
kelompok Tionghoa dianggap sebagai pesaing mereka dalam perdagangan.
Parindra juga memuji-muji keberhasilan Jepang dalam melakukan
modernisasi sehingga mampu berkembang sebagai negara yang maju di kawasan
Asia. Mereka beranggapan bahwa Jepang merupakan negara yang akan
membebaskan Asia dari cengkeraman negara-negara barat. Bahkan perang
Tiongkok-Jepang bagi Parindra merupakan cara Jepang dalam melenyapkan
pengaruh barat di Tiongkok. Tidak kalah dengan Pewarta Soerabaia surat kabar
Soeara Parindra48
menyinggung perang Tiongkok-Jepang yang isinya
menyudutkan Tiongkok dan memuji-muji Jepang.
47 Goto. Ibid., hlm. 370.
48 Soeara Parindra merupakan corong resmi dari Partai Indonesia Raya (Parindra)
yang merupakan fusi dari Boedi Oetomo dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) pada 24-
26 Desember 1935. Soeara Parindra menuliskan tulisan-tulisannya yang sesuai dengan
visi dan misi partainya menurut jalan-jalan yang cocok dengan kepribadian dan dasar
masyarakat Indonesia. Pada awal pendiriannya Soeara Parindra keredaksiannya dipimpin
oleh Roeslan Wongsokoesoemo dan anggota-anggotanya terdiri dari Soetomo, Soetedjo,
Soedirman, Nadjamoedin, Pamoedji, Biles Marde, Mohammad Sofwandi, Imam
Soepardi, Kotjo Soengkono, Soenarko, dan Soekardjo Wirjopranoto. Kemudian di tahun
1937 redaksi Soeara Parindra diambil alih oleh ketua umum Parindra yakni Dr. Soetomo
dan anggotanya terdiri dari Soetomo, Roeslan Wongsokoesoemo, Mohammad Sofwandi,
dan Imam Soepardi. Iswara N. Raditya. 2007. “Soeara Parindra Gaung Bergabung
Menuju Persatuan”, dalam Taufik Rahzen, dkk. Seabad Pers Kebangsaan: Bahasa
Bangsa, Tanah Air Bahasa. Yogyakarta: I: Boekoe, hlm. 481-483.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
…Saat ini Tiongkok berada dalam keadaan semikolonial oleh negara-negara
adikuasa Barat. Dalam situasi demikian, Jepang (yang menyerukan Asia untuk
bangsa Asia) menyatakan bahwa Jepanglah yang akan membebaskan Tiongkok
dari kekuasaan negara Barat. Karena itu, di dalam negeri Tiongkok terdapat dua
kelompok, yaitu kelompok yang ingin bekerja sama dengan Jepang dan kelompok
yang menentang Jepang. Apa yang kami khawatirkan ialah semakin menghebatnya
perang di Timur Jauh dengan adanya intervensi negara-negara adikuasa Barat
dalam perang di antara Jepang dengan Tiongkok tersebut.49
Dukungan Parindra terhadap Jepang juga ditunjukkan dengan
dituliskannya kebijakan-kebijakan Jepang dalam melakukan ekspansi ke selatan
dalam Soeara Parindra. Dituliskan bahwa ekspansi Jepang ke selatan merupakan
kunci dari Jepang untuk mengalahkan negara-negara barat karena wilayah tersebut
Jepang merupakan sumber pemasok bahan-bahan mentah yang berguna bagi
perindustrian Jepang.50
Bagi Parindra ekspansi barang-barang murah Jepang yang
masuk ke Hindia Belanda dianggap wajar karena sebagai bentuk bantuan Jepang
dikala krisis ekonomi agar masyarakat juga menaruh simpati terhadap Jepang.
Meskipun begitu ajakan boikot barang-barang Jepang yang dilakukan oleh
Pewarta Soerabaia tidak ada hubungannya untuk memberikan simpati kepada
salah satu pihak dalam perang Tiongkok-Jepang. Pewarta Soerabaia melalui
tulisannya hanya ingin mengembangkan perekonomian bumiputera di Hindia
Belanda melalui pembangunan industri dalam negeri.
Terangnja: Kita memang maoe pikat hatinja bangsa Tionghoa, oentoek diadjak
samenwerking dengen Indonesiers. Toedjoean kita adalah bangoenken industrie di
49Goto. Op. cit., hlm. 369-370.
50 Ibid., hlm. 371.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
dalem negri kamoedian pikat hatinja handelaren Tionghoa oentoek bantoe
djoealken dan bikin propaganda. Betoel kita tjari moeka, tetapi oentoek rajat.51
Pengakuan dari Pewarta Soerabaia inilah yang menjadi kunci utama dari polemik
tentang ajakan aksi boikot agar kelompok Tionghoa dengan kelompok bumiputera
dapat berkolaborasi bersama untuk mengembangkan industri dalam negeri.
Surat kabar milik bumiputera di Surabaya yakni Soeara Oemoem52
juga
memberikan suaranya kepada aksi boikot, meskipun Soeara Oemoem tidak
menyinggung mengenai ajakan untuk melakukan aksi boikot. Soeara Oemoem
hanya menyatakan bahwa Jepang hidup dari ekspor barang-barangnya ke negara-
negara yang lain sehingga apabila ekspor Jepang ini terganggu maka Jepang akan
menghadapi situasi yang sulit. Keadaan inilah yang ingin dikuasai oleh pedagang-
pedagang Tionghoa perantauan.
Tiongkok dan bangsa Tionghoa faham sekali dalam mempergoenaken sendjata ini. sendjata
itoe jalah sendjata jang tidak asing lagi bagi mereka. Pertentangan antara bangsa Tionghoa
dan bangsa Djepang atau tekanan politiek dari Djepang pada Tiongkok itoe dapat dioekoer
dari pada kerasnja semangat dilakoekannja pemboycotan barang Djepang itoe.
Pemboycotan itoe adalah satoe barometer jang boleh dipertjaja. Makin keras druk atau
animositeit antara kedoea bangsa itoe, makin bersemangat orang mempergoenakan sendjata
boycott itoe.53
51 A.A. Achsien. “Indonesiers Wadjib Bantoe Gerakan Tionghoa terhadep Japan”,
Pewarta Soerabaia pada Senin, 10 Januari 1938, hlm. 22. Untuk mengetahui isi secara
lengkap dapat dibaca pada lampiran 6.
52 Soeara Oemoem merupakan surat kabar yang dimiliki oleh Persatuan Bangsa
Indonesia (PBI). Surat kabar ini dikelola oleh Marhoem R.P. Sosrokardono, Ir. Anwari,
dan Dr. Soetomo. Pada awal perkembangannya Soeara Oemoem menginduk pada
Indonesische Studie Club di Surabaya kemudian dilanjutkan dengan dibentuknya PBI
oleh Dr. Soetomo. Dalam perkembangan selanjutnya Soeara Oemoem diminati oleh
banyak kalangan karena surat kabar tersebut dimiliki oleh kalangan nasionalis saat itu.
Tunggul Tauladan. 2007. “Soeara Oemoem Dari „Studie Club‟ ke „Parindra‟, dalam
Taufik. Op. cit., hlm. 416-418.
53 “Tentang Boycot Actie”, Soeara Oemoem pada Selasa, 18 Januari 1938, hlm. 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Meskipun begitu bagi Soeara Oemoem aksi boikot barang-barang Jepang tidak
akan terjadi dalam waktu yang lama karena aksi tersebut dianggap sebagai aksi
yang spontan atas perang Tiongkok-Jepang. Selain itu tidak banyak pula tulisan-
tulisan dari Soeara Oemoem mengenai aksi boikot Jepang karena tidak ingin
berurusan dengan pemerintah Hindia Belanda apabila menurunkan tulisan tentang
anti Jepang.
Gambar 7. Pembelaan Surat Kabar Pewarta Soerabaia
terhadap Golongan Anti Boikot Jepang
Sumber: Pewarta Soerabaia 10 Januari 1938
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Lain hal dengan beberapa surat kabar milik Belanda di Surabaya mengenai
aksi boikot yang sedang berlangsung. Soerabaiasche Handelsblad54
memiliki ciri
yang sama dengan pemerintah Hindia Belanda di mana mereka sangat berhati-hati
sekali dalam meneribtkan tulisan mengenai aksi boikot di Surabaya. Hal ini
disebabkan karena mereka mempertahankan sikap netral terhadap perang
Tiongkok-Jepang sama seperti sikap pemerintah Hindia Belanda. Tidak banyak
yang diberitakan mengenai aksi boikot tercatat pada 7 September 1937
Soerabaiasche Handelsblad menuliskan tentang aksi boikot yang dianggapnya
sebagai aksi yang tidak memiliki kekuatan untuk melumpuhkan Jepang sehingga
aksi tersebut akan gagal.55
Hal ini disebabkan karena meskipun terjadi aksi boikot
Jepang tetap melakukan impor barang-barangnya yang tetap laku di masyarakat.
Selain tulisan tersebut tidak banyak yang ditulis Soerabaiasche Handelsblad
tentang boikot hanya mengabarkan kejadian seputar perang Tiongkok-Jepang.
Tindakan pemerintah Hindia Belanda terhadap surat kabar yang melakukan
pemberitaan kekejaman Jepang dalam perang Tiongkok-Jepang adalah melakukan
pengawasan dengan ketat. Pemerintah sudah melakukan pengamatan terhadap
surat kabar baik Eropa, Tionghoa, dan bumiputera dalam melakukan pemberitaan
seputar Jepang. Sejak penyerbuan Jepang di Manchuria pada tahun 1931
54 Soerabaiasche Handelsblad merupakan surat kabar milik Belanda yang isinya
lebih mengutamakan perdagangan dan perekonomian di Hindia Belanda. Surat kabar
berbahasa Belanda ini diterbitkan oleh Kolff Company pada tahun 1865. Surat kabar ini
bertahan hingga masa pendudukan Jepang pada tahun 1942. Ulbe Bosma dan Remco
Raben. 2008. Being Dutch in the Indies: A History of Creolisation and Empire, 1500-
1920. Singapore: NUS Press, hlm. 205; lihat juga Dukut Imam Widodo. 2002. Soerabaia
Tempo Doeloe Volume 1. Surabaya: Dinas Pariwisata Surabaya.
55 “De Chineesche Handel in Ned. Indie”, Soerabaiasche Handelsbad pada
Selasa, 7 September 1937, hlm. 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
pemerintah telah memberikan peringatan kepada surat kabar untuk tidak
mengeluarkan artikel-artikel yang menghebohkan sehingga menciptakan
konflik.56
Hal ini dilakukan agar pemerintah tetap mempertahankan sikap
netralitasnya dalam perang Tiongkok-Jepang agar tidak memunculkan lawan baru
dalam pemerintahan. Bahkan pemerintah melalui Jaksa Agung mengirimkan
telegram kepada pemerintahan daerah untuk semakin gencar dalam melakukan
pengawasan terhadap surat-surat kabar yang menyerukan anti Jepang dan
mengajak untuk melakukan aksi boikot.57
Pengawasan terhadap surat-surat kabar yang dilakukan oleh pemerintah
membuat banyak surat kabar cukup berhati-hati dalam melakukan pemberitaan.
Bahkan surat kabar milik orang Eropa tidak berani untuk mengabarkan kekejaman
Jepang dan menyerukan pemboikotan. Surat kabar milik bumiputera pun juga
memiliki ketakutan untuk menyerukan aksi boikot barang-barang Jepang. Bahkan
tidak sedikit surat kabar bumiputera yang justru malah bersimpati dengan pihak
Jepang karena dianggap sebagai negara Asia yang akan menyingkirkan negara-
negara barat. Seperti Soeara Parindra dan Soeara Oemoem di Surabaya yang
dimiliki oleh para nasionalis bumiputera justru melakukan pemberitaan yang pro
terhadap Jepang berbeda dengan surat kabar Tionghoa Melayu.58
56 Mirjam Maters. 2003. Dari Perintah Halus ke Tindakan Keras: Pers Zaman
Kolonial Antara Kebebasan dan Pemberangusan 1906-1942. Jakarta: Hasta Mitra-
Pustaka Utan Kayu, hlm. 353.
57 Ibid.
58 Ibid., hlm. 368, 389.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Tabel 10. Daftar Surat Kabar yang Diberangus Tahun 1936-1940
Tahun Surat Kabar
Bumiputera
Surat Kabar
Tionghoa Melayu
Surat Kabar Eropa
1936 5 6 -
1937 - 6 -
1938 - 13 2
1939 - 11 3
1940 - 8 3
Sumber: Mirjam Maters. 2003. Dari Perintah Halus ke Tindakan Keras: Pers
Zaman Kolonial Antara Kebebasan dan Pemberangusan 1906-1942. Jakarta:
Hasta Mitra-Pustaka Utan Kayu, hlm. 377.
Memasuki paruh kedua tahun 1930-an seiring dengan semakin gencarnya
ajakan dari surat kabar Tionghoa Melayu untuk mengajak melakukan aksi boikot
memberikan dampak pada penerapan pemberangusan pers. Tercatat pada tabel 10
pada tahun 1936 sampai 1940 surat kabar Tionghoa Melayu menempati urutan
pertama pemberangusan surat kabar oleh pemerintah akibat pemberitaan anti
Jepang dan ajakan aksi boikot. Hal ini membuktikan bahwa sepanjang tahun
1930-an tidak banyak surat kabar Eropa dan surat kabar bumiputera yang
memberitakan mengenai aksi boikot terhadap Jepang.
B. Aktivitas Propaganda Jepang Sebelum Pendudukan di
Surabaya
Ekspansi barang-barang murah oleh Jepang ke Hindia Belanda bukanlah
tanpa maksud untuk mendapatkan keuntungan yang besar pada masa krisis.
Namun, situasi ini menjadi krusial mendekati akhir tahun 1930-an ketika Jepang
mulai menguasai Tiongkok dan bergerak menuju ke selatan. Keadaan ini juga
diperparah dengan keadaan di Eropa yang semakin keruh dengan kekuatan Jerman
yang menguasai wilayah-wilayah di Eropa. Peperangan di Eropa kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
berimbas hingga ke wilayah-wilayah jajahan di mana mereka mulai terjadi
pergerakan baik itu gerakan untuk merdeka maupun gerakan untuk menguasai
wilayah-wilayah yang negara induknya sudah mengalami kekalahan.
Situasai di Hindia Belanda pun juga ikut dalam kekacauan di mana Negeri
Belanda diserang oleh pasukan Hitler Jerman pada tanggal 10 Mei 1940 sehingga
membuat seluruh jajaran pejabat Hindia Belanda terarah ke negeri induknya.59
Bahkan situasi ini kemudian dimanfaatkan oleh Jepang yang saat itu juga sudah
mulai bergerak ke selatan. Setelah Jepang mampu menguasai wilayah Tiongkok
bagian selatan kemudian mereka bergerak sedikit demi sedikit menuju wilayah
Hindia Belanda. Inilah masa-masa persiapan pendudukan Jepang di Hindia
Belanda di mana masa ini dipenuhi dengan propaganda Jepang yang ingin
membebaskan Hindia Belanda.
Pergerakan Jepang ke Hindia Belanda memiliki motivasi yang sama seperti
ketika mereka ingin menguasai wilayah Manchuria. Jepang tidak dianugerahi
sebuah wilayah yang tidak memiliki sumber daya alam yang cukup sebagai bahan
untuk berperang.60
Alasan inilah yang membuat mereka kemudian menguasai
wilayah-wilayah di dekatnya seperti di Manchuria hingga ke Hindia Belanda
untuk dikuasai sumber daya alamnya sehingga mereka memiliki kekuatan untuk
mengembangkan produk-produk perang mereka.
59 Onghokham. 1987. Runtuhnya Hindia Belanda. Jakarta: PT Gramedia, hlm. 1.
60 The Netherlands Information Bureau. 1942. Ten Years of Japanese Burrowing
in The Netherlands East Indies: Official Report of The Netherlands East Indies
Government on Japanese Subversive Activities in The Archipelago During The Last
Decade. New York: The Netherlands Information Bureau, hlm. 13-14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Ketertarikan Jepang pada Hindia Belanda adalah terletak pada sumber daya
alamnya berupa minyak tanah. Hal ini lebih disebabkan karena Jepang pada saat
itu sedang dalam peperangan yang sangat memerlukan minyak tanah sebagai
sumbernya. Ketika perang dunia Jepang memiliki hubungan yang tidak baik
dengan Amerika Serikat sehingga Jepang kuatir pasokan minyaknya dihentikan.
Keadaan ini membuat Jepang ingin menguasai Hindia Belanda untuk diambil
minyaknya sehingga apabila hubungan dagang Jepang-Amerika Serikat terputus
Jepang masih memiliki hubungan dagang dengan Hindia Belanda.61
Ekspansi Jepang ke selatan telah dilakukan sejak awal pada awal tahun
1930-an ketika terjadi krisis ekonomi dunia. Pada saat krisis tersebut Jepang telah
mengirimkan barang-barang buatannya ke berbagai daerah untuk dijual dengan
harga yang murah. Tercatat pada buku Ten Years of Japanese Burrowing in The
Netherlands East Indies: Official Report of The Netherlands East Indies
Governement on Japanese Subversive Activities in The Archipelago During The
Last Decade bahwa ekspansi barang-barang murah ke Jepang merupakan salah
satu cara Jepang sudah mulai ingin menguasai Hindia Belanda. Penjualan barang-
barang yang eksklusif dengan harga-harga yang murah di kala krisis mampu
menarik perhatian masyarakat bumiputera. Bahkan Jepang telah melakukan
monopoli terhadap barang-barang buatannya tersebut mulai dari pengiriman
menggunakan kapal-kapal dari Jepang, kemudian didistibusikan kepada toko-toko
Jepang yang sudah ada di beberapa kota di Hindia Belanda, dan secara finansial
61 “Indonesia dan Japan”, Pewarta Soerabaia pada Selasa, 2 April 1940, hlm. 2;
The Netherlands Information Bureau. Op. cit., hlm. 22.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
mereka diatur oleh bank-bank Jepang di Hindia Belanda.62
Hal ini menunjukkan
betapa eksklusifnya para pedagang dari Jepang ini dan bahkan mampu menggeser
industri dalam negeri.
Keadaan inilah yang membuat Hindia Belanda dibanjiri oleh barang-
barang murah dari Jepang. Bahkan tercatat memasuki tahun 1930-an impor dari
Jepang lebih besar dibandingkan dengan ekspornya sehingga tercatat Jepang
menjadi satu-satunya negara dengan impor paling besar di Hindia Belanda
mengalahkan negara-negara Eropa. Kegiatan ini juga dicurigai karena semakin
membanjirnya barang-barang dari Jepang juga diikuti oleh membanjirnya
imigran-imigran baik resmi maupun tidak resmi di Hindia Belanda. Pedagang-
pedagang asing ini kemudian ada yang membentuk suatu komunitas sebagai
pedagang-pedagang Jepang, namun ada juga mereka yang kemudian melebur
menjadi satu dengan penduduk setempat.63
Kedatangan para imigran baik resmi maupun yang tidak resmi memiliki
catatan sendiri bagi Jepang untuk ekspansi ke selatan. Berkembangnya paham
tentang Nanshin-ron yakni doktrin untuk bergerak ke selatan membuat banyak
orang-orang Jepang berlomba-lomba untuk ke wilayah selatan.64
Bahkan di
Jepang sendiri juga berkembang paham bahwa Jepang merupakan bangsa
62 The Netherlands Information Bureau. Ibid., hlm. 21-22.
63 Onghokham. 1987. Op. cit., hlm. 23.
64 The Netherlands Information Bureau. Op. cit., hlm. 22.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
pemimpin dan bangsa penyelamat bagi bangsa-bangsa di Asia.65
Mereka
menganggap bahwa Jepang adalah negara yang akan melepaskan cengkeraman
bangsa barat di Asia. Atas dasar paham tersebut banyak dari mereka terpanggil
datang ke Hindia Belanda lewat jalur secara resmi yang tercatat oleh pemerintah,
namun ada juga mereka yang lewat melalui jalur tidak resmi yang dianggap
sebagai imigran gelap untuk membantu Hindia Belanda lepas dari Belanda.
Imigran ini tidak hanya bekerja sebagai pedagang atau aktivitas lainnya di
Hindia Belanda, namun mereka juga melakukan kontak dengan pemerintah
Jepang terkait kondisi di Hindia Belanda. Mereka inilah yang dikenal sebagai
spionase-spionase Jepang. Spion-spion Jepang banyak yang melakukan
penyamaran seperti menjadi wartawan, nelayan, tukang potret, kuli, penunggu
toko kelontong, mengoperasikan rumah pelacuran, hingga menjadi bintang film.66
Bahkan spion-spion Jepang ini juga tercatat dalam harian Pewarta Soerabaia:
Penoelis dari ini artikel pernah koelilingin Indones‟a. Satoe hal jang
menjolok mata, adalah bahoa di tempat-tempat jang strategisch oemoemnja ada
toekang potret Djepang, seperti di teloek dari Sumatra, Celebes dan Molukken.
Saja merasa heran dari itoe toekang-toekang potret jang pande mendapetken
langganan.
…
Orang Djepang dojan menggrijeng boeat mendapetken concessie di pasisir-
pasisir jang strategisch ada penting. Di waktoe perang doenia orang Djepang dapet
concessie di Tarakan, di mana ada kedapetan minjak. Tapi koetika marikapoenja
kapal-kapal marine ada kasi liat terlaloe banjak perhatian, pembesar-pembesar
Blanda laloe minta soepaja marika pindah ka laen tempat. Itoe orang-orang
Djepang mengarti. Marika senjoem, bongkokin badannja berangkat.67
65 Wenri Wanhar. 2014. Jejak Intel Jepang: Kisah Pembelotan Tomegoro
Yoshizumi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hlm. 70.
66 Ibid., hlm. 67.
67 “Spion-Spion Djepang di Indonesia”, Pewarta Soerabaia pada Jumat, 4
Oktober 1940, hlm. 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Spion-spion Jepang ini tidak hanya melakukan kontak dengan pemerintah
Jepang terkait kondisi di Hindia Belanda mereka juga melakukan aksi-aksi
indoktrinasi terhadap penduduk. Sesuai dengan paham Nanshin-ron mereka
mendoktrin bahwa Jepang datang untuk membebaskan Asia dari pengaruh barat
dengan slogan propagandanya “Asia untuk Asia”.68
Mereka juga melakukan
propaganda tentang anti barat dan menyerukan untuk anti imperialisme barat
kepada penduduk bumiputera. Tercatat mereka melakukan propaganda dengan
menggunakan surat kabar Tohindo Nippo69
yakni surat kabar milik Jepang yang
diterbitkan di Hindia Belanda.70
Keberadaan surat kabar Tohindo Nippo yang terbit di Hindia Belanda
dimanfaatkan untuk melakukan propaganda kepada penduduk Hindia Belanda.
Aktivitas ini kemudian didukung oleh pemerintah Jepang melalui perdana
menterinya memberikan dukungan kepada Tohindo Nippo untuk menyebarkan
propaganda di Hindia Belanda sehingga yang tadinya surat kabar ini hanya
68 The Netherlands Information Bureau. Op. cit., hlm. 23.
69 Tohindo Nippo merupakan surat kabar milik Jepang yang terbit di Hindia
Belanda. Sebelumnya surat kabar ini bernama Nichi-Ran Shogyo Shinbun yang terbit di
Batavia tahun 1932. Namun, tidak berselang lama Nichi-Ran Shogyo Shinbun berganti
nama menjadi Tohindo Nippo. Surat kabar ini lebih banyak dibaca oleh kalangan
kelompok Jepang di Hindia Belanda sehingga dalam edisinya lebih banyak menggunakan
bahasa Jepang. Tohindo Nippo juga mewakili pendapat orang-orang Jepang di Hindia
Belanda terutama ketika pemberitaan mengenai perang Tiongkok-Jepang banyak sekali
pemberitaan yang menyudutkan Jepang. Tohindo Nippo justru memberitakan yang
berkebalikan dengan surat kabar Tionghoa Melayu, bahkan muncul propaganda Jepang
“Asia untuk Asia”. Salah satu jurnalis yang dikenal dalam Tohindo Nippo adalah
Tomegoro Yoshizumi. Ken‟Ichi Goto. Op. cit., hlm 200-201. Untuk mengetahui lebih
lanjut mengenai Tomegoro Yoshizumi dapat dibaca pada buku karya Wenri Wanhar yang
berjudul Jejak Intel Jepang: Kisah Pembelotan Tomegoro Yoshizumi. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas.
70 Wenri. Op. cit., hlm. 77.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
berbahasa Jepang diganti dengan menggunakan bahasa Belanda dan Melayu.71
Kemudian Tohindo Nippo memberitakan tentang berita-berita yang anti terhadap
Belanda karena untuk menarik hati masyarakat bumiputera untuk mendukung
Jepang.72
Mereka juga menganjurkan masyarakat bumiputera untuk membeli
barang-barang buatan Jepang sebagai bentuk penolakan terhadap barang-barang
keluaran Eropa.
Aksi spionase juga dilakukan dalam perusahaan-perusahaan Jepang yang
berdiri di kota-kota di Hindia Belanda. Tercatat pada buku Ten Years of Japanese
Burrowing in The Netherlands East Indies: Official Report of The Netherlands
East Indies Governement on Japanese Subversive Activities in The Archipelago
During The Last Decade seorang yang bernama Kyujiro Hayashi pemimpin dari
perusahaan Nanyo Kyokai tidak hanya menjalankan perusahaannya saja
melainkan melakukan penyelidikan di kota-kota di Hindia Belanda.73
Tercatat
juga di Surabaya perusahaan dagang Takenoshi melalui pegawainya yakni Daido
Boeki dan Mitsui Bussan Kaisha juga melakukan penyelidikan terhadap situasi di
Hindia Belanda.74
Aktivitas pengintaian oleh agen-agen spion Jepang di Hindia Belanda
banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Jepang. Bahkan pemimpin-
pemimpin perusahaan yang melakukan aksi spionase biasanya dari golongan
71 The Netherlands Information Bureau. Op. cit., hlm. 27.
72 Ibid.
73 Ibid., hlm. 48.
74 Ibid., hlm. 49.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
ekstrem nasionalis Jepang dan memiliki hubungan yang cukup dekat dengan
angkatan perang Jepang.75
Hal ini coba dimanfaatkan oleh pasukan militer Jepang
untuk masuk melalui perusahaan-perusahaan yang tumbuh menjamur di kota-kota
di Hindia Belanda. Seperti halnya di Surabaya yang memiliki perusahaan Jepang
yang cukup banyak sehingga dapat dikatakan bahwa Surabaya menjadi pusat dari
aktivitas spionase Jepang.
Aktivitas perdagangan Jepang di Hindia Belanda tersebar hampir di
seluruh kota-kota besar di Hindia Belanda salah satunya di Surabaya. Bahkan
tercatat pada tahun 1933 terdapat 424 perusahaan Jepang yang terdiri dari 61
perusahaan besar dan lainnya merupakan pengecer, sedangkan di Surabaya
terdapat 58 perusahaan.76
Pada tahun selanjutnya jumlah penduduk Jepang di
Surabaya makin lama makin bertambah dengan berbagai macam faktor seperti
meluasnya jaringan bisnis Jepang dan motivasi akan gerakan ke selatan.
Akibatnya muncul imigran-imigran Jepang di Surabaya hingga tahun 1940
terdapat 1.400 orang Jepang yang bergerak di bidang perekonomian.77
Keadaan ini kemudian membuat pemerintah Hindia Belanda terutama di
kota-kota besar seperti di Surabaya menaruh perhatian khusus kepada orang-orang
Jepang. PID ditugaskan untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
mengenai orang Jepang dan melakukan sensor yang cukup ketat terhadap bentuk
75 Onghokham. 1987. Op. cit., hlm. 39.
76 Nawiyanto. 2010. Op. cit., hlm. 58.
77 William F. Frederick. 1989. Pandangan dan Gejolak: Masyarakat Kota dan
Lahirnya Revolusi Indonesia(Surabaya 1926-1946). Jakarta: PT Gramedia, hlm. 108.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
apapun yang bertuliskan Jepang.78
Hal ini dilakukan oleh pemerintah setempat
karena muncul kecurigaan mengenai jaringan bisnis Jepang yang terdapat di
Surabaya dimanfaatkan untuk aktivitas spionase. PID menduga bahwa aktivitas
perdagangan yang dilakukan orang Jepang hanyalah kedok untuk menutupi
kegiatan mata-mata militer Jepang.
Dalam melakukan aktivitas spionase agen-agen Jepang juga melakukan
propaganda kepada masyarakat di Hindia Belanda. Pemerintah militer Jepang
melakukan propaganda-propaganda di tingkat lokal dengan mengirimkan agen-
agennya ke beberapa kota-kota besar seperti Batavia, Bandung, Yogyakarta,
Semarang, dan Surabaya.79
Bahkan agen-agen tersebut kemudian membentuk
badan-badan pada tingkat lokal yang disebut Unit Operasi Distrik (Chihô
Kôsakutai) yang ditempatkan juga di beberapa karesidenan.80
Tugas mereka sama
yakni melakukan propaganda yang ingin menyatakan bahwa Jepang ingin
membebaskan Hindia Belanda dari pengaruh Belanda.
Propaganda yang dilakukan pemerintah Jepang untuk menarik hati
terutama kelompok masyarakat bumiputera adalah bekerjasama dengan pemimpin
politik setempat. Pemerintah Jepang melakukan kontak dengan pemimpin politik
setempat kemudian mereka mengundangnya untuk pergi ke Jepang baik itu untuk
urusan bisnis demi melancarkan perdagangan dengan Hindia Belanda atau sekedar
78 Ibid.
79 Aiko Kurasawa. 2015. Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan
1942-1945. Depok: Komunitas Bambu, hlm. 249.
80 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
untuk melakukan kunjungan biasa.81
Kemudian setelah kembali ke Hindia
Belanda maka pemimpin politik tersebut menceritakan dan memuji-muji Jepang
ketika mereka melakukan kunjungan ke sana.
Propaganda dengan membujuk tokoh pemimpin politik untuk melakukan
kunjungan ke Jepang adalah Soetomo seorang pemimpin nasionalis pemimpin
Parindra yang begitu dikenal di Surabaya. Sejak semula Soetomo memuji-muji
Jepang karena keberhasilannya dalam melakukan modernisasi setelah terpuruk
dalam zaman kekaisaran, sehingga membuat Soetomo berkeinginan untuk meniru
cara-cara Jepang untuk diterapkan di Hindia Belanda.82
Pemikiran Soetomo inilah
yang kemudian membuatnya berkunjung ke Jepang atas dukungan dari
pemerintah Jepang. Kemudian selama di Jepang Soetomo menulis tentang
kekagumannya atas negeri Jepang dan berniat untuk menerapkan apa yang
dilakukan Jepang kepada Hindia Belanda.83
Maka tidak mengherankan Soetomo
seorang pemimpin Parindra yang terkagum-kagum dengan Jepang kemudian
malahan mengkritik gerakan boikot yang dilakukan oleh kelompok Tionghoa.
Pemikiran dari Soetomo inilah yang kemudian tidak disukai oleh kelompok
nasionalis Tionghoa yang menolak kehadiran Jepang sehingga kemudian ajakan
Pewarta Soerabaia untuk melakukan aksi boikot dikritik oleh Soeara Parindra
yang juga dimiliki oleh Soetomo.
81 The Netherlands Information Bureau. Op. cit., hlm. 31.
82 Goto. Op. cit., hlm. 430.
83 Ibid., hlm. 433.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Ekspansi barang-barang murah yang dilakukan oleh pemerintah Jepang
mempunyai dampak yang cukup besar bagi masyarakat bumiputera. Pada saat
krisis ekonomi masyarakat hanya mampu membeli barang-barang buatan dari
Jepang yang harganya terjangkau dan kualitas yang baik. Jepang merasa
diuntungkan dengan keadaan ini karena dari pihak pemerintah Hindia Belanda
juga tidak mengembangkan industri dalam negeri.84
Kesempatan inilah yang
dimanfaatkan Jepang untuk mengambil hari masyarakat secara ekonomis.
Aktivitas ekspansi barang-barang murah dan aktivitas spionase yang
dilakukan oleh Jepang dicurigai oleh pemerintah Hindia Belanda. Hal ini terlihat
dari banyaknya impor Jepang ke Hindia Belanda dibandingkan dengan ekspornya
dan banyaknya imigran Jepang yang masuk. Maka pemerintah Hindia Belanda
menerbitkan peraturan untuk membatasi kuota barang-barang Jepang yang masuk
agar tidak membanjir dan membatasi imigran-imigran Jepang yang masuk ke
Hindia Belanda Belanda.85
Hal ini dilakukan untuk pencegahan agar Jepang tidak
dapat mengambil alih Hindia Belanda dari tangan Belanda.
Peraturan yang membatasi pedagang-pedagang Jepang dan imigran yang
ada di Hindia Belanda memiliki dampak buruk bagi penduduk Jepang yang sudah
tinggal menetap di beberapa kota di Hindia Belanda. Hal ini berpengaruh bagi
penduduk Jepang karena pada masa itu juga diadakan aksi boikot barang-barang
Jepang, banyak pedagang-pedagang Jepang dipukuli karena dianggap
bekerjasama dengan Jermannya Hitler, dan banyak surat kabar Tionghoa yang
84 Onghokham. 1987. Op. cit., hlm. 24.
85 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
mereka anggap memelintirkan berita-berita perang Tiongkok-Jepang.86
Keadaan
ini menimbulkan keresahan tersendiri terutama penduduk Jepang yang tidak tahu
mengenai kondisi hubungan antara Jepang dengan Hindia Belanda.
Maka untuk mengatasi keresahan penduduk Jepang akibat desakan dari
berbagai pihak baik dari pemerintah Hindia Belanda dan masyarakat setempat, di
Surabaya terdapat organisasi yang justru memberikan respon terkait kondisi saat
itu yakni Surabaya Nihon-jin Seinan-Kai yang dibentuk 18 Desember 1938.
Organisasi ini bertujuan untuk melindungi hak-hak para pedagang Jepang sebagai
akibat dari aksi boikot. Bahkan mereka tidak jarang melancarkan aksi melalui
propaganda “Bela tanah air! Di sinilah garis depan hak dagang kita”, “Jangan
mengeluh! Penting kerja terus”, “Mengabdilah pemuda! Demi budaya
internasional”.87
Semangat propaganda ini dilakukan agar penduduk Jepang tetap
bertahan di Hindia Belanda dan tidak patah semangat meskipun terdapat
pembatasan-pembatasan yang dilakukan pihak pemerintah.
Melihat keadaan ini membuat Jepang khawatir akan kehilangan Hindia
Belanda dengan peraturan yang membatasi Jepang. Mereka tidak ingin kehilangan
Hindia Belanda ketika Jepang sedang dalam keadaan perang melawan negara-
negara barat. Maka Jepang melakukan perundingan dengan Belanda terkait
dengan perdagangan di Hindia Belanda. Diutuslah Menteri Dagang dan Industri
dari Jepang Kobayashi untuk merundingkan beberapa peraturan perdagangan
dengan Belanda. Meskipun kedatangan Kobayashi ke Hindia Belanda dianggap
86 Goto. Op. cit., hlm. 202.
87Ibid., hlm. 203.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
sebagai bentuk persahabatan terhadap Belanda dengan Jepang, namun
kedatangannya mempunyai maksud yang lain. Begitu jelas kedatangan Kobayashi
yang disponsori oleh pemerintah Jepang adalah untuk merundingkan perjanjian
dagang dengan Hindia Belanda agar Jepang dapat leluasa mengambil sumber daya
alam Hindia Belanda dan berkeinginan untuk mengambil alih dari Belanda.88
Keinginan Jepang untuk bergerak ke selatan tidak lagi hanya
mengandalkan bidang ekonomi untuk mengambil hati penduduk bumiputera
melainkan juga berkembang ke bidang politik. Meskipun aktivitas di bidang
ekonomi dapat merebut hati penduduk bumiputera dengan menjual barang-barang
murah, namun kondisi ini tidak berjalan dengan mulus. Dengan diberlakukannya
pembatasan terhadap Jepang di Hindia Belanda membuat Menteri Kobayashi
melakukan perundingan dengan pejabat Hindia Belanda. Kobayashi ingin
memajukan hubungan dagang antara Hindia Belanda dengan Jepang dan ingin
menghapuskan aturan-aturan yang menjerat imigran Jepang agar kepentingan
Jepang di Hindia Belanda dapat semakin leluasa.89
Namun, pemerintah Hindia Belanda melihat gelagat Jepang yang ingin
menguasai wilayah Hindia Belanda sehingga perundingan antara Jepang dan
Belanda berjalan cukup alot. Pemerintah Hindia Belanda tidak ingin memberikan
kekuasaan perdagangan yang cukup besar kepada Jepang. Hal ini disebabkan
karena siatuasi dunia yang sedang dilanda perang yang juga berdampak pada
88 “Minister Dagang dan Industrie dari Japan Kobayashi Dateng”, Pewarta
Soerabaia pada Jumat, 13 September 1940, hlm. 10.
89 “Kenapa Japan Moesti Lari ka Hindia Blanda”, Pewarta Soerabaia pada Sabtu,
7 Desember 1940, hlm. 18.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
diserangnya Belanda oleh Jerman. Bahkan di Jepang sendiri pada masa itu sudah
berkembang teori ekspansi ke selatan yang dicanangkan oleh pihak militer dengan
slogannya “Majulah Jepang ke Selatan” sehingga membuat pemerintah mulai
was-was.90
Belanda tidak ingin Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang sehingga
keadaan tersebut makin menyudutkan pemerintah Belanda.
Keadaan ini menutup pintu kerja sama Jepang dan Hindia Belanda karena
tuntutan nilai perdagangan Jepang yang terlampau tinggi yang nantinya berujung
pada eksploitasi secara berlebih. Bahkan tercatat mulai tanggal 28 Juli 1941
Hindia Belanda menghentikan kerja sama perdagangan dengan Jepang seiring
dengan diterbitkannya aturan perdagangan antara Jepang-Hindia Belanda.91
Kondisi ini juga mengembangkan keinginan Jepang untuk menjadikan Hindia
Belanda sebagai negara perlindungan Jepang yang nantinya diberikan status
setengah merdeka. Pada akhirnya Hindia Belanda menjadi negara boneka milik
Jepang dengan nama “Negara Kebangsaan Hindia Belanda Timur”.92
Kondisi ini
kemudian memunculkan sikap nyata dari pihak pemerintah Hindia Belanda terkait
sikap anti Jepang. Maka keadaan ini membuat Gubernur Jenderal Jhr.A.W.L.
90 Goto. Op. cit., hlm. 217.
91 “Oeroesan Dagang sama Japan Dibrentikan”, Pewarta Soerabaiai pada Rabu,
31 Juli 1941, hlm. 10.
92 Himawan Soetanto, dkk. 2010. Serangan Jepang ke Hindia Belanda Pada
Masa Perang Dunia II 1942. Jakarta: Prenada Media Group, hlm. 91. Untuk mengetahui
lebih dalam mengenai jalannya perebutan Surabaya antara Belanda dengan Jepang dapat
dibaca pada William H. Freederick yang berjudul Pandangan dan Gejolak: Masyarakat
Kota dan Lahirnya Revolusi Indonesia (Surabaya 1926-1946) pada bab tiga Peralihan
Jajahan dan Tanggapan Masyarakat Kota halaman 104-170.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Tjarda van Stakenborgh-Stachouwer mengumumkan untuk berperang melawan
Jepang.
Sesama warga, … serangan-serangan mendadak atas daerah-daerah
Amerika dan inggris … kekaisaran Jepang telah dengan sadar memilih jalan
kekerasan.
Serangan-serangan ini, yang mengingatkan orang pada kegilaan dan
sekarang melibatkan, di samping Tiongkok yang telah berperang ─ Amerika
Serikat dan Imperium Britania secara aktif ke dalam peperangan melawan Jepang,
bermaksud untuk mendirikan kekuasaan Jepang atas seluruh Asia Timur dan Asia
Tenggara. Nafsu perebutan ini jelas ditujukan terutama pada Hindia Belanda.
Pemerintah Belanda menerima tantangan ini dan mengangkat senjatanya
terhadap Kekaisaran Jepang. Hindia Belanda bagian yang teraman dari kerajaan, …
kami akan pertahankan diri terhadap kekuatan agresor, yang bertujuan merebutnya
dan menjerumuskan nasib kita ke dalam kegelapan. Ini adalah persoalan harta yang
tertinggi nilainya, yang kita hargai bersama-sama dan yang dihargai secara pribadi.
Percayalah pada angkatan perangmu. Di darat, di laut, dan di udara, ia siap
sedia menunjukkan seluruh kekuatannya ….93
93 Onghokham. 1987. Op. cit., hlm. 165.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada tahun 1930-an ketika terjadi krisis ekonomi dunia terjadi begitu
banyak dinamika di wilayah Asia. Hal ini setelah Jepang melakukan ekspansi
secara besar-besaran yang memasuki puncaknya pada tahun 1930-an.
Perkembangan Jepang di Asia menjadi awal dari munculnya gejala-gejala awal
terjadinya Perang Dunia II di wilayah Asia. Hal ini disebabkan karena ekspansi
yang dilakukan oleh Jepang tidak hanya berada di dekatnya saja melainkan
sampai ke seluruh wilayah Asia.
Keinginan Jepang untuk menyatukan Asia di bawah bendera Jepang
menjadi motivasi yang besar bagi Jepang untuk menguasai wilayah-wilayah Asia.
Slogan “Asia untuk Asia” mulai berkembang ke arah membebaskan Asia dari
pengaruh kolonial barat. Cara-cara ini dilakukan sebagai bentuk Jepang ingin
dianggap sebagai negara yang besar dan kuat sama seperti negara-negara barat
lainnya. Namun, keinginan Jepang untuk menyatukan Asia ini menjadi awal
pergerakan beberapa wilayah Asia yang tidak suka dengan cara-cara Jepang.
Dalam mewujudkan impian Jepang untuk memenangi peperangan dengan
negara-negara barat maka Jepang melakukan ekspansi-ekspansi ke wilayah-
wilayah di Asia. Hal ini didasarkan bahwa Jepang memiliki kekurangan dalam hal
sumber daya alam karena wilayah Jepang yang kurang subur. Maka Jepang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
pertama-tama melakukan ekspansi ke wilayah Tiongkok dengan merebut
Manchuria. Perebutan wilayah Manchuria oleh Jepang menyulut emosi orang-
orang Tionghoa karena Jepang telah dianggap melakukan kolonialisme di
Tiongkok. Bahkan kemudian wilayah Manchuria ditetapkan Jepang sebagai
negara boneka dengan nama Manchukuo.
Tidak lama berselang tahun 1937 Jepang juga menyerang ibukota
Tiongkok Nanking untuk menegaskan Jepang ingin menguasai wilayah Tiongkok
secara penuh. Pembantaian di Nanking menjadi tragedi berdarah yang dilakukan
oleh tentara-tentara Jepang kepada penduduk setempat. Maka peristiwa
pembantaian di Nanking menjadi puncak dari perang Jepang-Tiongkok yang
sudah dimulai pada tahun 1930-an ketika Jepang ingin menguasai Manchuria.
Dalam menguasai wilayah Asia Jepang juga melakukan politik penetrasi
barang-barangnya yang murah ke beberapa wilayah di Asia termasuk Hindia
Belanda. Dikirimnya barang-barang murah Jepang ke wilayah Hindia Belanda
juga memiliki maksud tertentu terutama hal ini terjadi ketika krisis ekonomi
sedang melanda dunia. Strategi Jepang cukup berhasil karena masyarakat hanya
mampu membeli barang-barang dari Jepang yang dijual dengan harga murah dan
kualitas baik. Penduduk bumiputera tidak mampu membeli barang-barang dari
barat dan dari Tiongkok.
Keberhasilan Jepang dalam melakukan penetrasi barang-barangnya ke
Hindia Belanda diikuti dengan dibangunnya jaringan bisnis Jepang yang berpusat
di Surabaya. Ketika itu juga banyak sekali toko-toko, pabrik, dan bank yang
dijalankan langsung oleh Jepang. Bahkan Jepang melakukan monopolistik dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
cara membangun jaringan bisnisnya dari hulu sampai ke hilir hanya oleh orang-
orang Jepang.
Penetrasi barang-barang murah Jepang ke Hindia Belanda ini ditanggapi
serius oleh pihak pemerintah karena tahun 1930-an impor dari Jepang ke Hindia
justru yang paling banyak dibandingkan dengan ekspornya. Bahkan impor Jepang
melebihi dari impor-impor barang dari negara-negara Eropa. Akibatnya terjadilah
banjir barang-barang murah Jepang di Hindia Belanda dan jaringan bisnis Jepang
semakin lama makin kuat. Pemerintah menaruh perhatian cukup besar atas
penetrasi barang-barang Jepang ini karena banyaknya kecurigaan terhadap
imigran-imigran Jepang yang justru malah dianggap sebagai spion-spion Jepang.
Namun, apa yang dilakukan Jepang di Hindia Belanda tidak selamanya
disenangi oleh penduduknya. Kelompok Tionghoa yang ada di Hindia Belanda
justru malah tidak suka dengan keberadaan Jepang di Hindia. Pertama, penetrasi
barang-barang Jepang ke Hindia Belanda menggeser keberadaan pedagang
Tionghoa sehingga mengalami kerugian ekonomi selama masa krisis. Kedua,
karena perasaan sakit hati yang dilakukan oleh Jepang dengan menyerang
Tiongkok dengan dikuasainya beberapa wilayah penting sehingga menimbulkan
perang Tiongkok-Jepang. Maka timbullah perasaan nasionalisme Tionghoa
sebagai bentuk sikap mereka yang anti terhadap Jepang. Tidak mengherankan
sikap yang dibangun oleh kelompok Tionghoa ini cukup besar dan
membangkitkan gerakan-gerakan anti Jepang karena sejak awal abad ke-XX
kelompok Tionghoa telah mengupayakan nasionalisme Tionghoa lewat Tiong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
Hwa Hwee Koan, Siang Hwee, surat kabar Tionghoa-Melayu, dan organisasi
politik lainnya.
Maka sebagai bentuk sikap anti Jepang ini kelompok Tionghoa melakukan
aksi boikot barang-barang Jepang. Aksi ini bukanlah semata-mata sebagai bentuk
untuk mengambil kembali keuntungan pedagang Tionghoa yang direbut dari
pedagang Jepang, melainkan murni sebagai bentuk perasaan nasionalisme
Tionghoa. Aksi pemboikotan barang-barang Jepang dilakukan oleh kelompok
organisasi Tionghoa baik secara legal maupun ilegal. Mereka juga melakukan aksi
boikot dengan menggunakan surat kabar milik Tionghoa Melayu.
Organisasi Tionghoa Surabaya yang berafiliasi baik langsung maupun
tidak langsung dengan Kuo Min Tang (KMT) berperang cukup besar dalam aksi
boikot. Kelompok Siang Hwee, Tiong Hoa Hwee Koan, Soe Po Sia, dan Klub
Membaca Tionghoa merupakan kelompok-kelompok Tionghoa Surabaya yang
melakukan aksi boikot. Bahkan kelompok-kelompok tersebut memiliki kelompok
rahasia yang bertugas untuk melakukan intimidasi dan terror aksi boikot. Dalam
menjalankan aksi boikot mereka tak pandang bulu ketika Tionghoa peranakan
ketahuan menjual barang Jepang maka mereka melaburi toko-toko peranakan
dengan kotoran manusia dan memasang pamflet peringatan untuk tidak menjual
barang Jepang. Peristiwa ini kemudian membuat kelompok peranakan dan totok
berseberangan dalam melakukan aksi boikot. Kelompok totok cukup fanatik
dalam melakukan aksi boikot Jepang karena perasaan sakit hati yang menimpa
keluarganya. Sedangkan, sebagian kelompok peranakan tidak peduli karena
mereka sudah tidak memiliki hubungan keluarga lagi dengan Tiongkok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Kelompok lain yakni Tjin Tjay Hwee di Surabaya juga melakukan aksi
boikot dengan cara yang lain. Mereka mengumpulkan dana yang akan dikirimkan
ke Tiongkok guna mendukung tentara Tiongkok memenangkan perang dengan
Jepang. Mereka mengandeng kelompok Siang Hwee dan surat kabar Tionghoa
Melayu untuk mengiklankan program bantuan dana untuk membantu korban
perang Tiongkok-Jepang. Bahkan mereka juga mengirimkan alat-alat medis yang
berguna untuk merawat para korban perang. Aksi Tjin Tjay Hwee ini tidak
dilakukan dengan kekerasan berbeda dengan kelompok sebelumnya bahkan aksi
tersebut didukung baik dari kelompok totok dan peranakan.
Seruan aksi boikot juga dilakukan dengan menggunakan surat kabar
terutama surat kabar Tionghoa Melayu. Surat kabar Pewarta Soerabaia yang
dimiliki oleh kelompok Tionghoa totok menjadi salah satu surat kabar yang
mengajak untuk melakukan aksi boikot. Pewarta Soerabaia dikenal sebagai surat
kabar perdagangan milik Tionghoa Surabaya yang juga memiliki banyak
pembacanya di kalangan orang totok. Namun, ajakan boikot yang dilakukan
Pewarta Soerabaia tidak selamanya didukung secara penuh. Surat kabar seperti
Soeara Parindra justru malah mengkritik bahwa aksi tersebut hanya demi
keuntungan pedagang Tionghoa saja. Seruan ajakan melakukan aksi boikot juga
dikritik oleh kelompok Indonesische Handelsvereeniging karena dianggap
memberikan keuntungan bagi pedagang Tionghoa sehingga merugikan pedagang
bumiputera yang mendapatkan keuntungan besar dari penjualan barang-barang
Jepang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
Aksi ajakan boikot dan berita-berita yang mempropagandakan anti Jepang
yang dilakukan surat kabar Tionghoa Melayu direspon oleh pemerintah Hindia
Belanda. Pemerintah Hindia Belanda tidak suka dengan pemberitaan yang
menyudutkan Jepang dalam perang Jepang-Tiongkok. Hal ini disebabkan karena
pemerintah berkeinginan untuk mempertahankan sikap netralitasnya dan menjaga
hubungan dengan Jepang. Akibatnya pemerintah Hindia Belanda melakukan aksi
pembungkaman dan melakukan pemberangusan kepada surat kabar Tionghoa
Melayu yang mengajak untuk melakukan aksi boikot dan pemberitaan anti
Jepang.
Meskipun aksi boikot ini dianggap sebagai aksi yang spontan sehingga
tidak berlangsung lama, namun aksi ini menjadi peringatan terhadap pergerakan
Jepang ke selatan. Dibentuknya jaringan bisnis Jepang di Hindia Belanda justru
memunculkan aksi-aksi spionase yang di mana mereka bekerjasama dengan
angkatan perang Jepang. Pola-pola yang sudah diketahui oleh pemerintah
membuat diselenggarakannya perundingan perdagangan antara Jepang dengan
Hindia Belanda. Pemerintah ingin menghentikan urusan dagang dengan Jepang
karena dianggap terlalu berbahaya Jepang di Hindia, namun sisi yang lain Jepang
tidak ingin kehilangan Hindia Belanda untuk mendukung Jepang dalam
peperangan.
B. Saran
Aksi boikot Jepang yang dilakukan oleh komunitas Tionghoa di Surabaya
tahun 1930-an menjadi suatu tanda berkembangnya sikap nasionalisme. Aksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
boikot sebagai bukti bahwa nasionalisme tidak lagi dibatasi oleh wilayah yang
sempit, namun nasionalisme dapat tumbuh di wilayah-wilayah yang jauh dari
tanah airnya. Bahkan aksi boikot ini juga menjadi tanda bahwa jaringan ekonomi
Asia tidak kalah dengan negara-negara barat pada masa kolonialisme. Hubungan
dagang dengan negara-negara Asia dianggap penting, bahkan mampu membuat
pemerintah Hindia Belanda harus menaruh perhatian lebih pada aksi boikot ini.
Sayangnya penelitian mengenai aksi boikot di beberapa kota-kota
perdagangan di Hindia Belanda masih sedikit. Banyak penelitian hanya berbicara
mengenai aksi boikot secara umum. Padahal aksi boikot ini dilakukan hampir di
beberapa kota-kota perdagangan terutama yang terdapat kelompok Tionghoa di
wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menyumbang penelitian dengan
tema nasionalisme Tionghoa sebagai diaspora di Indonesia. Hal ini juga relevan
dengan peristiwa akhir-akhir ini mengenai masalah multikulturalisme di Indonesia
yang sedang hangat-hangatnya membicarakan tentang peranan kelompok
Tionghoa Indonesia. Di samping itu, penelitian ini diharapkan dapat memicu
penelitian-penelitian lain tentang aksi boikot Jepang oleh kelompok Tionghoa di
beberapa wilayah-wilayah lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
DAFTAR PUSTAKA
ARSIP DAN DOKUMEN PEMERINTAH
_________. 1918. Verslag van de Toestand der Gemeente Soerabaja over 1917.
Surabaya: Gemeente Soerabaja.
_________. 1921. Verslag van de Toestand der Gemeente Soerabaja over 1920.
Surabaya: Gemeente Soerabaja.
_________. 1931. Verslag van de Toestand der Gemeente Soerabaja over 1930.
Surabaya: Gemeente Soerabaja.
_________. 1935. Volkstelling 1930: Deel VII Chineezen en Andere Vreemde
Oosterlingen in Nederlandsch Indie. Batavia: Departement van
Economische Zaken.
Bureau van Statistiek Soerabaja. 1932. Statistische berichten der Gemeente
Soerabaja Jaarnummer 1931. „s-Gravenhage: Martinus Nijhof.
Indisch Verslag 1932 Vol. 1. 1932/1933. „s-Gravenhage: Algemeene
Landsdrukerij.
Indisch Verslag 1935. 1935/1936. „s-Gravenhage: Algemeene Landsdrukerij.
Staatsblad van Nederlandsch-Indië 1933. 1933. Batavia.
ARTIKEL SURAT KABAR
_________. “Keada‟an T.H.H.K.”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 14 Mei 1930.
_________. “Mendesaknja Japan”, Pewarta Soerabaia pada Jumat, 13 Juni 1930.
_________. “Japan Mendesak”, Pewarta Soerabaia pada Kamis, 23 Juli 1930.
_________. “Tentang Malaise”, Pewarta Soerabaia pada Kamis, 18 September
1930.
_________. “Soerat Kabar jang Bisa Membela Bangsa dan jang Tida Mampoe
Membela Bangsa”, Pewarta Soerabaia pada Jumat, 1 November 1930.
_________. “1930-1931”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 31 Desember 1930.
_________. “Poltie Japan di Manchuria”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 22
Januari 1931.
_________. “Japan”, Pewarta Soerabaia pada Senin, 23 Februari 1931.
_________. “Chinese Studies”, Pewarta Soerabaia pada Selasa, 12 Mei 1931.
_________. “Indonesia dan Crisis Doenia”, Pewarta Soerabaia pada Selasa, 12
Mei 1931.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
_________. “Indonesia dan Crisis Doenia”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 13
Mei 1931.
_________. “Totok dan Pranakan”, Pewarta Soerabaia pada Kamis, 27 Mei 1931.
_________. “Didoedoekennja Manchuria oleh Tentara Japan”, Pewarta Soerabaia
pada Sabtu, 31 Oktober 1931.
_________. “Didoedoekennja Machuria oleh Tentara Japan”, Pewarta Soerabaia
pada Senin, 2 November 1931.
_________. “Sampe Brapa Jaoeh Japan Soeda Langgar Perdjanjian International”,
Pewarta Soerabaia pada Jumat, 6 November 1931.
_________. “Memorialnja Tanaka”, Pewarta Soerabaia pada Kamis, 18
November 1931.
King, Lim Boen. “Apa Tanda Kita Bangsa Tionghoa”, Pewarta Soerabaia pada
Senin, 28 Desember 1931.
_________. “Japan dan Manchurian”, Pewarta Soerabaia pada Sabtu 27 Februari
1932.
_________. “Japan Menembak-Tiongkok Melawan”, Pewarta Soerabaia pada
Selasa, 10 Agustus 1937.
_________. “Japan Menembak-Tiongkok Melawan”, Pewarta Soerabaia pada
Rabu, 11 Agustus 1937.
_________. “Pemandengan Perang Tiongkok-Japan”, Pewarta Soerabaia pada
Minggu, 29 Agustus 1937.
_________. “Pemandengan Perang Tiongkok-Japan”, Pewarta Soerabaia pada
Jumat, 24 Septeber 1937.
Achsien, A.A. “Indonesia Boycott Japan?”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 30
Oktober 1937.
---------. “Keoentoengan dan Keroegiannja Indonesia Boycott Japang”, Pewarta
Soerabaia pada Sabtu, 6 November 1937.
---------. “Indonesische Handelsvereeniging dan Oeroesan Boycott Japan”,
Pewarta Soerabaia pada Kamis, 30 Desember 1937.
_________. “Doenia Dagang Taon 1937”, Pewarta Soerabaia pada Jumat, 31
Desember 1937.
_________. “Sikepnja Handelsvereeniging Indonesia”, Pewarta Soerabaia pada
Selasa, 4 Januari 1938.
_________. “Gerakan Boycot”, Pewarta Soerabaia pada Jumat, 7 Januari 1938.
_________. “Gerakan Boycot”, Pewarta Soerabaia pada Sabtu, 8 Januari 1938.
Achsien, A.A. “Indonesiers Wadjib Bantoe Gerakan Tionghoa terhadep Japan”,
Pewarta Soerabaia pada Senin, 10 Januari 1938.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
---------. “Indonesiers Wadjib Bantoe Gerakan Tionghoa terhadep Japan”,
Pewarta Soerabaia pada Selasa, 11 Januari 1938.
_________. “Seroehan pada Kiauwpao Boeat Meloeasken Pergerakan Contributie
Tjin Tjay Hwee”, Pewarta Soerabaia pada Rabu, 7 September 1938.
_________. “Indonesia dan Japan”, Pewarta Soerabaia pada Selasa, 2 April 1940.
_________. “Minister Dagang dan Industrie dari Japan Kobayashi Dateng”,
Pewarta Soerabaia pada Jumat, 13 September 1940.
_________. “Spion-Spion Djepang di Indonesia”, Pewarta Soerabaia pada Jumat,
4 Oktober 1940.
_________. “Kenapa Japan Moesti Lari ka Hindia Blanda”, Pewarta Soerabaia
pada Sabtu 7 Desember 1940.
_________. “Oeroesan Dagang sama Japan Dibrentikan”, Pewarta Soerabaia
pada Rabu, 31 Juli 1941.
_________. “Aksi Boicot Barang Japan?”, Soeara Oemoem pada Selasa, 11
Januari 1938.
_________. “Tentang Boycot-Actie”, Soeara Oemoem pada Selasa, 18 Januari
1938.
_________. “Crisis-oorzaken Economische en Sociale Beschouwingen door
Smissaert”, Soerabaijasche Handelsblad pada Selasa, 21 April 1931.
_________. “Indische Bijverheid”, Soerabaijasche Handelsblad pada Jumat, 17
Juli 1931.
_________. “Japan‟s Industrieele Expansie”, Soerabaijasche Handelsblad pada
Selasa, 2 Januari 1934.
_________. “De Chineesche Handel in Ned. Indie”, Soerabaijasche Handelsblad
pada Selasa, 7 September 1937.
BUKU
Ang Yan Goan. 2009. Memoar Ang Yan Goan. Jakarta: Yayasan Nabil-Hasta
Mitra.
Abdul Wahid. 2009. Bertahan di Tengah Krisis: Komunitas Tionghoa dan
Ekonomi Kota Cirebon Pada Masa Depresi Ekonomi, 1930-1940.
Yogyakarta: Ombak.
Ahmat Adam. 2003. Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran
Keindonesiaan. Jakarta: Hasta Mitra.
Allen, G.C. 1966. A Short Economy History of Modern Japan 1867-1937.
London: George Allen & Unwin Ltd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
Anderson, Benedict. 2008. Imagined Communities. Yogyakarta: Insist dan
Pustaka Pelajar.
---------. 2002. The Spectre of Comparisons: Nationalism, Southeast Asia and the
World. London: Verso.
Andjarwati Noordjanah. 2010. Komunitas Tionghoa di Surabaya (1910-1946).
Yogyakarta: Ombak.
Beasley, W. G. 1990. The Rise of Modern Japan. New York: St. Martin‟s Press.
Blom, J.C. & Bouwsma, E. Touwen. 2015. De Zeven Provinciën Ketika Kelasi
Indonesia Berontak (1933). Jakarta: LIPI Press.
Bosma, Ulbe & Raben, Remco. 2008. Being Dutch in the Indies: A History of
Creolisation and Empire, 1500-1920. Singapore: NUS Press.
Chang, Irish. 2009. The Rape of Nanking. Yogyakarta: Narasi.
Claver, Alexander. 2014. Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java:
Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800-1942. Leiden:
KITLV.
Dick, Howard. 2003. Surabaya City of Work: A Socioeconomy History, 1900-
2000. Singapore: Sinagpore University Press.
---------, dkk. 2002. The Emergence of a National Economy: an Economy History
of Indonesia, 1800-2000. Honolulu: Allen & Unwin and University of
Hawai‟I Press.
Didi Kwartanada. 2000. Kolaborasi dan Resinifikasi: Komunitas Cina di Kota
Yogyakarta Pada Zaman Jepang 1942-1945. Yogyakarta: Tarawang.
Dukut Imam Widodo. 2002. Soerabaia Tempo Doeloe Volume 1. Surabaya: Dinas
Pariwisata Surabaya.
Faber, G.H. Von. 1934. Niuew Soerabaia: De Geschiedenis van Indies
voornamste Koopstad in de Eerste Kwaarteeuw Sederthare Instelling,
1906-1930. Surabaya: Boekhandel Drukkerij van Ingen Bussum.
Frederick, William F. 1989. Pandangan dan Gejolak: Masyarakat Kota dan
Lahirnya Revolusi (Surabaya 1926-1946). Jakarta: PT Gramedia.
Furnivall, J. S. 2009. Hindia Belanda: Studi Tentang Ekonomi Majemuk. Jakarta:
Freedom Institute.
Goto, Ken‟Ichi. 1998. Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Handinoto. 2015. Komunitas Cina dan Perkembangan Surabaya (Abad XVII
Sampai Pertengahan Abad XX). Yogyakarta: Ombak.
Himawan Soetanto, dkk. 2010. Serangan Jepang ke Hindia Belanda Pada Masa
Perang Dunia II 1942. Jakarta: Prenada Media Group.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
Ingleson, John. 2013. Perkotaan, Masalah Sosial & Perburuhan di Jawa Masa
Kolonial. Depok: Komunitas Bambu.
---------. 2015. Buruh, Serikat, dan Politik Indonesia pada 1920an-1930an.
Tangerang Selatan: Marjin Kiri.
Iriye, Akira (ed.). 1980. The Chinese and The Japanese: Essays in Political and
Cultural Interaction. New Yersey: Princeton University Press.
Kurasawa, Aiko. 2015. Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan
1942-1945. Depok: Komunitas Bambu.
Koentjaraningrat (ed.). 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Kohn, Hans. 1984. Nasionalisme: Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Kwee Tek Hoay. 1969. The Origins of The Modern Chinese Movement in
Indonesia. New York: Ithaca.
Liem Twan Djie. 1995. Perdagangan Perantara Distribusi Orang-Orang Cina di
Jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Leo Suryadinata. 1984. Dilema Minoritas Tionghoa. Jakarta: Grafiti Press.
---------. 2010. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia Sebuah Bunga
Rampai 1965-2008. Jakarta: Kompas.
---------. 1988. Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia.
--------- (ed.). 2005. Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900-2002.
Jakarta: LP3ES.
Lindblad, J. Thomas (ed.). 2002. Fondasi Historis Ekonomi Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lombard, Denys. 2008. Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Sejarah Terpadu
(Bagian II Jaringan Asia). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Maters, Mirjam. 2003. Dari Perintah Halus ke Tindakan Keras: Pers Zaman
Kolonial Antara Kebebasan dan Pemberangusan 1906-1942. Jakarta:
Hasta Mitra-Pustaka Utan Kayu.
Meta Sekar Puji Astuti. 2008. Apakah Mereka Mata-Mata? Orang-Orang Jepang
di Indonesia (1868-1942). Yogyakarta: Ombak.
Michael Wicaksono. 2015. Republik Tiongkok 1912-1949: Dari Runtuhnya
Kekaisaran Qing hingga Lahirnya Salah Satu Republik Terkuat di
Dunia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Mona Lohanda. 2002. Growing Pains: The Chinese and The Dutch in Colonial
Java 1890-1942. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
Nawiyanto. 2010. Mata Hari Terbit dan Tirai Bambu: Persaingan Dagang
Jepang-Cina. Yogyakarta: Ombak.
Nio Joe Lan. 1962. Djepang Sepandjang Masa. Jakarta: PT Kinta Djakarta.
---------. 1960. Peradaban Tionghoa Selajang Pandang. Jakarta: Keng Po.
Oey Hong Lee. 1959. Naga dan Tikus: Kisah Perang Tiongkok-Djepang (7 Djuli
1937-2 September 1945). Jakarta: PT Lucky.
Ojong, P.K. 2019. Dari Kaisar Menjadi Penduduk Biasa: Pu Yi. Jakarta: KPG.
Onghokham, 2017. Migrasi Cina, Kapitalisme Cina, dan Anti Cina. Depok:
Komunitas Bambu.
---------. 1987. Runtuhnya Hindia Belanda. Jakarta: PT Gramedia.
Ong Hing Aan. 1953. Buku Peringatan Hari Ulang Tahun ke-50 THHK Surabaya
1903-1953. Surabaya: THHK.
Palmer, Alan. 1982. The Penguin Dictionary of Twentieth Century History 1900-
1978. Middlese: Penguin Books.
Purnawan Basundoro. 2009. Dua Kota Tiga Zaman Surabaya dan Malang Sejak
Kolonial sampai Kemerdekaan. Yogyakarta: Ombak.
---------. 2013. Merebut Ruang Kota: Aksi Rakyat Miskin Kota Surabaya 1900-
1960an. Tangerang Selatan: Marjin Kiri.
Poeze, Harry A. (ed.). 1988. Politiek-Politioneele Overzichten van Nederlandsch-
Indië: Deel III 1931-1934. Dordrecht: Foris Publications.
---------. 1994. Politiek-Politioneele Overzichten van Nederlandsch-Indië: Deel
IV 1935-1941. Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en
Volkenkunde.
Pramoedya Ananta Toer. 1998. Hoakiau di Indonesia. Jakarta: Garba Budaya.
R.N. Bayu Aji. 2010. Tionghoa Surabaya dalam Sepak Bola 1915-1942.
Yogyakarta: Ombak.
Reischauer, Edwin O. 1980. The Japanese. Cambridge: Harvard University Press.
Roelofsz, M.A.P. Meilink. 2016. Perdagangan Asia & Pengaruh Eropa di
Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630. Yogyakarta: Ombak.
Saaler, Sven dan Koschmann, J. Victor (ed.). 2007. Pan-Asianism in Modern
Japanese History: Colonialism, Regionalism, and Borders. New York:
Routlegde.
Sam Setyautama. 2008. Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta: KPG.
Siauw Giok Tjhan. 1981. Lima Jaman: Perwujudan Integrasi Wajar. Jakarta-
Amsterdam: Yayasan Teratai.
Shigesaburo, Takeda (ed.). 1968. Jagarata Kanwa. Nagasaki: diterbitkan secara
pribadi oleh penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
Shiraoshi, Saya & Shiraisi, Takashi (ed.). 1998. Orang Jepang di Koloni Asia
Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Snyder, Louis L. 1954. The Meaning of Nationalism. New Jersey: Rutgers
University Press.
Soetandyo Wignjosoebroto. 2005. Desentralisasi dalam Tata Pemerintahan
Kolonial Hindia Belanda: Kebijakan dan Upaya Sepanjang Babak Akhir
Kekuasaan Kolonial di Indonesia. Malang: Bayumedia.
Sun Yat Sen. 1951. San Min Chu I Tiga Asas Pokok Rakjat. Jakarta: Balai
Pustaka.
Tan, Mely G. (ed.). 1981. Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia: Suatu Masalah
Pembinaan Kesatuan Bangsa. Jakarta: PT Gramedia dan Yayasan Obor
Indonesia.
Taufik Rahzen, dkk. 2007. Seabad Pers Kebangsaan: Bahasa Bangsa, Tanah Air
Bahasa. Yogyakarta: I:Boekoe.
The Netherlands Information Bureau. 1942. Ten Years of Japanese Burrowing in
The Netherlands East Indies: Official Report of The Netherlands East
Indies Governement on Japanese Subversive Activities in The
Archipelago During The Last Decade. New York: The Netherlands
Information Bureau.
Tong, Hollington K. (ed.). 1947. China Handbook 1937-1945: A Comprehensive
Survey of Major Developments in China in Eights Years of War. New
York: The Macmillan Company.
Vlekke, Bernard H.M. 2016. Nusantara: Sejarah Indonesia. Jakarta: KPG.
Wenri Wanhar. 2014. Jejak Intel Jepang: Kisah Pembelotan Tomegoro
Yoshizumi. Jakarta: Buku Kompas.
Wesselink, W.H.A. & K.YFF. 1956. Sedjarah Ekonomi Saduran Beknopt
Leerboek Der Economische Geschiedenis. Jakarta: Noordhoff-Kolff N.V.
Williams, Lea E. 1960. Overseas Chinese Nationalism: The Genesis of The Pan-
Chinese Movement in Indonesia 1900-1916. Massachusetts: The
Massachusets Institute of Technology.
Wu Yu Chang. 1964. The Revolution 1911. Peking: Foreighn Language Press.
Yerry Wirawan. 2013. Sejarah Masyarakat Tionghoa Makassar Dari Abad ke-17
Hingga ke-20. Jakarta: KPG.
JURNAL
Bagus Johansyah. 2013. “Tiong Hoa Hwe Koan (THHK) Surabaya 1903-1942”,
dalam Avatara, Vol. 1 No.1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
Dick, Howard. 1989. “Japan‟s Economic Expansion in the Netherlands Indies
between the First and Second World War”, dalam Journal of Southeast
Asian Studies, Vol. 20 No. 2.
Leo Suryadinata. 1971. “The Pre-World War II Peranakan Chinese Press of Java”,
dalam Papers in International Studies Southeast Asia Series, No. 18,
Ohio: University Center for International Studies Southeast Asia
Program.
Miqdad Nidzam Fahmi. 2017. “Kembang Jepun (Handelstraat) Sebagai Pusat
Ekonomi Etnis China di Surabaya Tahun 1906-1930”, dalam Jurnal
Avatara, Vol. 5 No. 1.
Orchad, Dorothy J. “China‟s Use of The Boycott as a Political Weapon”, dalam
The Annals of the American Academy of Political and Social Science,
Vol. 152.
Purnawan Basundoro. 2012. “Penduduk dan Hubungan Antar Etnis di Kota
Surabaya Pada Masa Kolonial”, dalam Jurnal Paramita, Vol. 2 No. 1.
Ravando Lie. 2012. “Reaksi Media Peranakan terhadap Perang Tiongkok-Jepang
1937-1939”, dalam Lembar Sejarah, Vol. 9 No. 1.
Salmon, Claudine. 2009. “The Chinese Community of Surabaya, from its Origins
to the 1930s Crisis”, dalam Chinese Southern Diaspora Studies, Vol. 3.
---------. 1991. “The Han Family of East Java. Entrepreneurship and Politics (18th
-
19th
Centuries)”, dalam Archipel, Vol. 41.
Samidi. 2017. “Surabaya sebagai Kota Kolonial Modern pada Akhir Abad ke-19:
Industri, Transportasi, Pemukiman, dan Kemajemukan Masyarakat”,
dalam Mozaik Humaniora, Vol. 17 No. 1.
Shimizu, Hiroshi. 1988. “Dutch-Japanese Comptetition in teh Shipping Trade on
the Java-Japan Route on the Inter-War Period”, dalam Souteast Asian
Studies, Vol. 26, No. 1.
Skinner, G. William. 1959. “Overseas Chinese in Southeast Asia”, dalam The
Annals of American Academy Political dan Social Science, Vol. 321.
SKRIPSI, TESIS, DAN DISERTASI
Andi Achdian. 2017. “Kaum Pergerakan dan Politik Kota: Perkembangan Politik
Kewargaan di Kota Kolonial Surabaya 1906-1942”, Disertasi, Depok:
Universitas Indonesia, unpublished.
Shinta Devi Ika Santhi Rahayu. 2010. “Pendidikan Etnis Tionghoa di Surabaya
Pada Pertengahan Abad ke-19 hingga Abad ke-20”, Tesis, Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada, unpublished.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
Lampiran 1:
Profil Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Surabaya
1. Liem Koen Beng1
Pengacara dan adik Liem Koen Hian ini lahir 29 Juni 1909 di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan. Ia mengikuti pendidikan HCS di Banjarmasin, HCS di
Surabaya, dan HBS di Surabaya. Pada 1927 ia bergabung dengan I-Yung T‟uan,
organisasi pemuda peranakan di Hindia Belanda, yang menyokong persatuan
negeri Tiongkok. Ia tidak tahan menjadi tentara pelajar di sana, lalu kembali ke
Jawa. Pada 1934 ia diangkat oleh Gubernur Jenderal sebagai Procureur van Raad
van Justitie di Surabaya, dan bekerja sebagai pengacara untuk umum.
2. Liem Koen Hian2
Sumber: id.wikipedia.org/wiki/Liem_Koen_Hian
1 Sam Setyautama. 2008. Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta:
KPG, hlm. 205.
2 Ibid., hlm. 205-206.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
Ia lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada 1896. Pendidikan dasar
sekolah Belanda, dan pernah belajar hokum di RHS Jakarta. Ia pernah bekerja di
perusahaan minyak Shell sebagai juru tulis, lalu pindah ke surat kabar
Penimbangan. Ia kemudian merantau ke Surabaya menjadi redaksi Tjhoen Tjhioe
(1915-1916) dan Soo Liem Po (1917). Dari Surabaya ia ke Aceh lalu ke Padang
menjadi redaksi Sinar Soematera (1918-1921), dan kembali ke Surabaya
memimpin Pewarta Soerabaia (1921-1925).
Dia tinggalkan nasionalisme Tiongkok-nya sekitar tahun 1920, menjadi
nasionalisme Indonesia. Ide-ide nasionalismenya terlihat dalam harian-harian
yang dipimpinnya, Soeara Poebliek (Surabaya, 1925-1929), Sin Jit Po/Sin Tit Po
(1929-1932, 1939) dan Kong Hoa Po (Jakarta, 1937-1938).
Pada September 1932 bersama-sama Kwee Thiam Tjing, Ong Liang Kok
dan lain-lain, ia mendirikan Partai Tionghoa Indonesia (PTI) yang berdampingan
dengan kaum naionalis Indonesia, berjuang mencapai Indonesia merdeka. Ia
menjadi ketua pertama PTI (1932-1933). Awal 1933 ia berhenti dari Sin Tit Po
kemudian pindah ke Jakarta bersekolah di RHS sambil bekerja di surat kabar
Siang Po dan Panorama. Setelah gagal dalam pemilihan Volksraad, ia tinggalkan
PTI dan masuk ke Gerindo pimpinan Amir Sjarifuddin. Sikapnya yang anti
Jepang terlihat dalam tulisannya dan menyebabkan sempat ditahan. Setelah
dilepaskan, ia menjadi anggota BPUPKI yang diketuai Ir. Soekarno.
Sesudah merdeka Liem menjadi anggota KNIP Pusat (1946) dan anggota
delegasi Perundingan Renville (1947) yang dipimpin Amir Sjarifuddin. Ia
bersimpati dengan gerakan komunis di Cina. Ia menterjemahkan buku Gunter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
Stein‟s The Challenge of Red China, yang diterbitkan bulan Juni 1949. Pada 1950,
ia mendirikan PTI Baru yang menyokong kaum nasionalis. Tahun 1951 ia ditahan
Kabinet Sukiman karena dicurigai „kekiri-kirian‟ dan dilepaskan tanggal 29
Oktober 1951. Setelah itu, ia melepas Kewarganegaraan Republik Indonesia-nya,
ketika masa opsi hampir lewat. Setelah meninggalkan arena politik, ia mendirikan
apotik di Jalan Tanah Abang Bukit dan cabangnya di Medan. Dalam perjalanan ke
Medan, ia mendapat serangan jantung dan meninggal 5 November 1952.
“Djikalaoe pranakan Tionghoa dengen mendengar soeara hatinja maoe
lengketken nasibnja bersama Indonesier ini, ia poen moesti dianggep Indonesier
sedjati” (pidato sebagai ketua PTI, 1934).
3. Oei Jong Tjioe3
Sumber: www.geni.com/people/Oei-Jong-Tjioe/
Ia lahir di Tulungagung, Jawa Timur tanggal 20 Juli 1907. Sekolahnya
dilalui di HCS di Malang, HBS di Surabaya dan kemudian lulus di Universitas
Leiden dari Fakultas Hukum dengan gelar Mr. Tahun 1927 ia turut serta
3 Ibid., hlm. 270-271.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
mendirikan CHH dan menjadi komite eksekutif. Tahun 1930 ia kembali ke
Surabaya dan membuka kantor pengacara. Ia adalah bestuur RS Tionghoa dan
THHK Surabaya, Siang Hwee, juga anggota Dewan Provinsi Jawa Timur. Pada
zaman pendudukan Jepang ia diinternir di penjara Bubutan, Surabaya, kemudian
di pindahkan ke Cimahi, Jawa Barat. Di dalam penjara ia dijadikan kepala tukang
masak. Pada 1949 ia terpilih oleh pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta
untuk menjadi anggota delegasi Indonesia dalam KMB di Belanda.
Tahun 1952-1956 ia menjadi penasihat pribadi wakil presiden Mohammad
Hatta, yang dikenalnya sejak di Belanda. Mr. Oei kenal cukup baik dengan Ir.
Leimena, Ir. Djuanda, Chairul Saleh, Ali Sastroamidjojo, Emil Salim, Soemitro
Djojohadikusumo dan Bung Karno. Pada 1953, atas saran Bung Hatta, ia
membangun industry keramik di Pulau Belitung (KIA) dengan teknologi Jepang.
Mr. Oei dijuluki Bapak Keramik oleh M. Jusuf, Menteri Perindustrian saat itu. Ia
kemudian dianugerahi Bintang Satya Lencana Pembangunan No. 014/TK/1972
tanggal 14 Agustus 1972. Ia meninggal pada 1985.
4. Oei Kiauw Pik4
Ia lahir di Surabaya, Jawa Timur. Awalnya ia bersekolah Europeasche
Lagere School (ELS), kemudian ke HBS di Surabaya namun tidak tamat, lalu ia
melanjutkan di Leiden, Belanda. Setelah ia meneruskan di Fakultas Kedokteran
Universiteit van Amsterdam, di mana ia lulus sebagai dokter. Semasa mahasiswa
4 Ibid., hlm. 271-272.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
ia adalah salah satu pendiri CHH. Sebelum kembali ke Jawa ia pernah bekerja di
Weenen, klinik bersalin dan penyakit dalam.
Setelah ia kembali ke Surabaya ia melihat banyak orang sakit tidak
mendapat pelayanan yang layak atau tidak mampu membiayai pelayanan
kesehatan yang mereka butuhkan, maka tergeraklah hatinya untuk
menyumbangkan tenaganya agar dapat menolong kaum papa. Keinginannya
diutarakan kepada Yap Tan Hoe dan Lauw Yuk Tjay, yang menjadi sekretaris dan
ketua Tiong Hoa Tjong Siang Hwee (Perkumpulan Pedagang Tionghoa). Atas
bantuan mereka berdirilah poliklinik di Jalan Kembang Jepun no. 21-22 pada
1923-1924.
Inilah cikal bakal Tiong Hoa le Wan. dr. Oei dibantu oleh dr. Lie Ing Tien,
dr. Tio Tjwan Gie dan dr. Go Dhiam Ling. Pada 25 November 1927 secara resmi
berdirilah Soe Swie Tiong Hoa le Wan (RS Tionghoa Surabaya). dr. Oei menjadi
ketua perkumpulan pertama dari tahun 1929 sampai 1931. Pada 1931 dr. Oei
menyewa rumah di Jalan Kenjeran 45 sebagai perluasan poliklinik. Tahun 1936-
1937 didirikan Tiong Hoa le Wan di Jalan Kapasan, gedung bekas sekolah THHK.
Pada September tahun 1945 dibuka Tiong Hoa le wan di Jalan Undaan Wetan no.
40-44. Gedung itu bekas Handels Vak School. Perusahaan Rokok Gudang Garam
banyak menyumbang kepada kedua rumah sakit itu. Pada zaman pendudukan
Jepang. RS Tiong Hoa le Wan diganti nama menjadi Ka Gun le Sia (RS
Angkatan Laut). Tahun 1966 RS Tiong Hoa le wan berganti nama menjadi RS
Kapasan dan RS Undaan Wetan. Pada 1975 keduanya diganti nama menjadi RS
Adi Husada yang meliputi dua lokasi rumah sakit tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
5. Ong Hok Ham5
Sumber: pepnews.com/index.php/politik/p-8156724779633b8/ong-hok-ham
Sejarawan, penulis, dan dosen FSUI ini lahir di Surabaya, Jawa Timur,
pada 1933. Ia sangat mendalami kebudayaan Jawa. Ia memperoleh gelar Sarjana
Sastra jurusan sejarah dari FSUI dengan skripsi Runtuhnya Hindia Belanda
Indonesia dari 1940-Maret 1942. Pada 1968 ia melanjutkan studi bidang sejarah
di Yale University, Amerika Serikat. Tahun 1975 ia memperoleh gelar Ph. D
dengan disertasi The Residency of Madiun, Priyayi and Peasant in the Nineteenth
Century. Ong aktif menulis di surat kabar dan majalah Star Weekly, Tempo,
Prisma, Kompas, dan sebagainya. Ia banyak menulis mengenai asimilasi dan
menjadi salah satu penanda tangan “Piagam Asimilasi” (Bandungan, Ambarawa
1972). Ia kemudian menjadi anggota LPKB. Hobinya masak-memasak. Ia juga
terkenal minum anggur dan makan makanan enak. Kawannya juga bertambah
banyak karena hobinya itu. Tahun 2001 ia terkena stroke di Yogyakarta, sehingga
selanjutnya terpaksa mengenakan kursi roda. Ia pensiun dari FSUI dan tidak
sempat diangkat menjadi Guru Besar, karena malas mengurusi kepangkatannya.
5 Ibid., hlm. 292.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
Buku karyanya antara lain Dari Soal Priyayi Sampai Nyi Blorong (2002),
Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang (2003), Rakyat dan Negara (1991),
The Thugs, The Curtain Thief and the Sugar Lord (2003), Riwayat Tionghoa
Peranakan di Jawa (2005). Ia meninggal di Jakarta pada 30 Agustus 2007.
Jenazahnya dikremasikan di oasis Lestari Tanggerang. Pesannya sebelum
meninggal terkesan religious, abu kremasinya dibagi tiga: sepertiga ditabur ke
laut, sepertiga disimpan di kelenteng, dan sepertiga lagi disimpan di rumah abu.
Sesuai dengan pesannya yang lain sebelum meninggal, rumahnya yang bergaya
Jawa-Bali di Cipinang Muara akan dijadikan Museum.
6. Siauw Giok Tjhan6
Sumber: id.wikipedia.org/wiki/Siauw_Giok_Tjhan
Ia dilahirkan di Kapasan, Surabaya, Jawa Timur, 23 Maret 1914. Ia anak
pertama Siauw Gwan Swie dan Kwan Tjian Nio. Ia mulai sekolah di THHK
sebentar lalu di Buys Institute selama beberapa bulan, baru ke ELS (1920) dan
kemudian HBS (1927) di Surabaya. Semasa muda ia sudah aktif di CHTNH dan
6 Ibid., hlm. 322-323.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
menjadi pemimpin kepanduan. Umur 18 tahun ia masuk Partai Tionghoa
Indonesia yang didirikan Liem Koen Hian. Pada 1933 atas bantuan Liem, Siauw
diperkerjakan sebagai pembantu The Boen Ling, pemimpin harian Sin Tit Po di
Surabaya. Pada 1934 ia menjadi staf harian Matahari, pimpinan Kwee Hing Tjiat
di Semarang. Setelah Kwee meninggal, Siauw jadi pemimpin Matahari. Tahun
1942 Matahari ditutup Jepang. Siauw kemudian pindah ke Malang, di mana ia
membuka took “Tjwan An”. Siauw tidak mengurus took itu, karena ia lebih aktif
di AMT (Angkatan Muda Tionghoa) dan Palang Biru yang difasilitasi Jepang.
Karena itu, oleh sejumlah kalangan Tionghoa yang menyerukan perlawanan
terhadap Jepang, Siauw kadang dianggap melemah dan memilih taktik bersahabat
dengan Jepang. Tahun 1945 Siauw masuk Partai Sosialis Indonesia. Kemudian
tahun 1946 ia menjadi anggota KNIP dan masuk ke dalam Badan Pekerja KNIP.
Pada awal 1947 Sjahrir mengajak Siauw mengikuti rombongan Indonesia
ke Inter Asian Conference di New Delhi, India. Ia diangkat menjadi Menteri
Urusan Minoritas dlam Kabinet Syarifuddin pada 1947. Tahun 1950 ia membeli
peretakan milik Oei Tiang Tjoei dn menerbitkan majalah bulanan Sunday Courier.
Tahun 1951 ia menerbitkan Soeara Ra’jat kemudian diganti menjadi Harian
Ra’jat. Tahun 1953 Harian Ra’jat dijual karena tidak menguntungkan kepada
Nyoto. Sunday Courier sendiri ditutip pada 1945. Siauw kemudian mendirikan
Yayasan Kebudayaan Sadar, menerbitkan mingguan Chiao Sing (Sadar).
Jabatan yang pernah dipegang olehnya adalah anggota DPR RIS 1949,
DPR RI dari tahun 1950-1959, DPR GR dan MPRS 1960-1965, untuk kemudian
menjadi anggota DPA. Ia pernah ditahan oleh Kabinet Sukiman, atas daftar yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
dibuat KMT (Kuomintang) bersama dengan Liem Koen Hian dan Ang Jan Goan
karena dianggap kiri. Pada 1954, ia bersama 44 tokoh peranakan mendirikan
Ormas Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia) dan ia
terpilih sebagai ketua umumnya. Siauw Giok Tjhan memperjuangkan persamaan
hak bagi warga Negara dan anti diskriminsi. Tulisannya diterbitkan di Republik,
koran suara Baperki. Baperki terutama bergerak mengorganisasikan pendidikan,
memiliki 107 buah sekolah (1961) dan juga mengelola Universitas Res Publica
(Ureca) di Jakarta.
Pada 4 November 1965 Siauw ditahan selama 12 tahun. Pada 1978 ia
dilepas atas bantuan Adam Malik dn diijinkan berobat ke Belanda. Pada 20
November 1981 beberapa menit sebelum berpidato dihadapan ahli Indonesia di
Universitas Leiden, Siauw meninggal karena serangan jantung.
Karya tulisnya antara lain Satoe Renoengan, Lima Zaman, Perwujudan
Integrasi Wadjar, The Brigther Future (Hari Depn yang Cemerlang), Bhineka
Tunggal Ika dan buku terjemahan Red Star Over China karya Edgar Snow.
7. Tjoa Sik Ien7
Ia lahir di Surabaya, Jawa Timur, pada 1907. Ia lulus dari Fakultas
Kedokteran di Universitas Leiden, Belanda. Tahun 1933 bersama-sam Tan Ling
Djie dan Teng Tjien Leng mendirikan Sarekat Peranakan Tionghoa Indonesia
(SPTI), organisasi tandingan CHH di Belanda. Setelah lulus ia pulang dan
berpraktek dokter di Indonesi. Tahun 1939 ia menjadi ketua DPP Partai Tionghoa
7 Ibid., hlm. 457.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
Indonesia cabang Jawa Tengah dan direktur Sin Tit Po. Masa pergerakan
kemerdekaan ia berkecimpung di Servant of Society (SOS) menyokong kaum
republik. Tahun 1949 ia ikut delegasi Indonesia ke PBB. Thun 1950 ia menjabat
direktur Koran Republik di Surabaya. Tahun 1959 ia diangkat sebagai anggota
Dapernas (Dewan Perancang Nasional) mewakili golongan Tionghoa. Kemudian
ia pindah ke Wina, Austria. Ia meninggal di sana tahun 1967.
“Kita harus berjuang sampai memperoleh hak penuh kita hingg setiap
warga negara tanpa memandang keturunan dan ras, mendapat perlakuan yang
sama” (dalam tulisan Peranakan Tionghoa dan Kewarganegaraan Indonesia).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
Lampiran 2:
Indonesia Boycot Japan?
Oleh: A.A. Achsien
Sasoedahnja dengen rame dioemoemken, bahoea voorzitter Nationaal
Congres di India Jawabarlal Nehru oemoemken tentang dengen officieel rajat
India haroes memboycot barang-barang Japan, di Indonesia poen lantas djadi
soeal pertimbangan jang rame sekali, teroetama antara pers Indonesier.
Kaloe dalem ini, poen seperti laen-laen soeal, kita soeda bilang
“pertimbangan jang rame” tentoenja dalem ini soeal di Indonesia mengalir doea
aliran, jalah jang pro boycott dan tegen boycott.
Biarlah kita liwatin soearanja berbagi-bagi pers jang soeda odol
halamannja oentoek ini soeal jang doea-doeanja bermaksoed satoe, jalah oentoek
melingdoengin pada kaslametannja rajat Indonesia oemoemnja. Maskipoen
marika bertentangan pikiran, toch doea-doea kita hormatken, sebab marika tjoema
inginken keslametan dan kemakmoeran bagi Indonesia tanah aer kita sendiri
sendiri jang dalem soeal-soeal jang besar ini, belonlah masi merdika sapenoehnja.
Dengen ini sakedar kita hendak toeroet soembang pikiran kita dalem ini
problem jang saben orang tentoe akoehin tida begitoe gampang lantas bisa
dipetjahken.
Poen terlebih doeloe kita akoehin maskipoen ini soeal mendjadi
perbintjangan jang rame sekali antara pemimpin nationalist Indonesiers berikoet
persnja, toch kita pikir kaloe dalem ini hal pamerentah tida soeka tjampoerken diri
segala djoeroesan dan pikiran jang ditoedjoeken: Indonesia haroes boycott atawa
tida? dengen sendirinja nanti tida ada djoetroengnja.
Tjara-kata: Dengen oemoem pemimpin pers kita andjoerin rajat Indonesia
oentoek memboycot barang-barang Japan dengen berdasar kemanoesia’an sebab
dalem hal paperangan Tiongkok-Japan jang sekarang terang sekali Japan telah
melanggar denger heibat kamanoesia’an. Kaloe soeda dibitjaraken tentang
kemanoesia’an dalem ini doenia tidaklah ada bangsa-bangsa, hanja segala bangsa
dalem ini doenia ada manoesia.
Kalaoe kedjadian begitoe, jalah andjoeran oemoem oentoek pemboycotan
Japan. Apakah dengen direct rajat kita lantas maoe dan bisa djalanken itoe
andjoeran? Tentoe tida… Rajat merdika menoeroet soearanja masing-masing
poenja hati oentoek membeli barang teroetama orang haroes pikir bahoea
pembelian rajat oentoek barang-barang jang rajat perloe itoe dasar jang terpenting
jalah economie. Orang oemoemnja bilang bahoea economie di Indonesia sekarang
ini soeda moelain baek dan poen ini soeda diakoehin sendiri oleh berbagi-bagi
wakil pamerentah seperti gouverneurs dan residenten.
Dus, dalem ini soeal pemboycotan kaloe orang maoe berhasil dengen
bagoes dan sekali goes pamerentah haroes diminta oentoek toeroet tjampoer
dalem ini hal jalah dengen officieel pamerentah haroes oemoemken pemboycotan
terhadep Japan poen dengen perboeatan. Aken tetapi satoe pertanja’an jang sanget
besar adalah: Apakah pamerentah soeka berlakoe begitoe? Tentoe tida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
Pamerentah dalem ini hal kita tahoe telah berlakoe sanget hati-hati sekali dan
sabisa-bisa pegangin dengen tegoeh sekali wet neutralitet. Aken tetapi pamerentah
Nederlanda antaranja djoega ada djadi negri jang toeroet teeken dalem verdrag “9
Negri” dan tjara-kata ini 9 negri oemoemken dengen officieel paperangan boycott
Japan, kaloe Nederland indahken ini verdrag dengen automatisch Indonesia
terpaksa oentoek mendjalanken pemboycotan oemoem dan officieel terhadap
Japan.
Kita bilang maskipoen pemboycottan diandjoerin dan dimoefakatin oleh
antero pers dan pemimpin Indonesier ada terlaloe soesah sekali boeat ini berhasil
kaloe pamerentah tinggal neutral dalem ini hal? Apakah orang-orang jang pro
boycott haroes meminta pada pamerentah? Boleh minta, aken tetapi 99 dari
saratoes pamerentah tentoe tida bisa mengaboelken kaloe ini soeda ada
bertentangan sendiri dengen pamerentah poenja anggepan.
Laen, kaloe pamerentah toeroet tjampoer maka dengen gampang
oepamanja wet contingenteering dikerasken pembagian licentie oentoek barang-
barang jang dating dari Japan dikerasken. Dengen begigi barang Japan di
Indonesa dengen kasar boleh dibilang: Ditjekek Kombali pertanja’an: Apakah
pamarentah aken berlakoe begitoe? Telah moentjoel dari pertanja’an terseboet.
Itoelah saben orang sekarang ini tjoema boleh membade belaka.
Teroes terang dalem ini hal perasaan dari rajat Indonesia dan Tionghoa di
Indonesia adalah sanget berlaenan sekali sebab jang Tionghoa tentoenja lebih
sanget katoesoek dan perih batinnja marikapoenja soedara di negri leloehoer telah
dibinasaken setjara kedjem oleh Japan. Oleh kerna itoe, maskipoen ─ kita taoe ─
pers Tionghoa Melajoe dn jang Tionghoa sekali tida pernah andjoerken
pemboycotan pada Japan dan toch apa djadinja sekarang…? Liat sadja pada toko-
toko Japang di seloeroeh Indonesia teroetama di kota-kota besar. Di sitoe dengen
menjolok mata sekali ampir boleh dibilang tida ada orang Tionghoa jang masoek
oentoek belandja.
Kedjadian jang sematjem ini pamarentah sendiri tida bisa toeroet tjampoer
sebab siapa bisa perkosa orang poenja kemaoean soeka dan tida membeli?
Kaloe dalem ini hal digoenaken paksa’an itoelah berarti melanggar wet dan
bisa lantas dibasmi oleh pamerentah aken tetapi kaloe kedjadian seperti terseboet
di atas apakah pamarentah sendiri berhak toeroet tjampoer?
Kita liwatken doeloe itoe hal sebab ini soeal terlaloe soelit dan bisa
memakan kolom jang pandjang sekali kaloe moesti diotjehin sampe abis.
Sekarang rajat Indonesia?
Maskipoen saben rajat Indonesia sekarang ini, kita jakin sympathienja
ditoedjoeken pada Tiongkok toch apakah rajat Indonesia itoe poenja perboeatan
berkorban bisa djoega diwoedjotken? Kita bilang berkorban, boekannja menderma
meloeloe pada gerakan Tjien Tjay Hwee, toeroet dengen ambulance ka Tiongkok,
aken tetapi perboeatan oentoek boycott barang Japan?
Sebagi penoetop dari ini toelisan marilah kita citeer satoe soeara dari s.k.
Indonesier jang kata:
Sasoeatoe negri sebagi Indonesia tidalah mempoenjai kaoentoengan
sedikitpoen djoega, djika barang-barang Japan jang murah itoe ditolak sebaliknja
hanja karoegian jang langsoeng sebab boeat itoe Indonesia haroes beroeroesan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
dengen pasar-pasar negri jang mempoenjai oekoeran jang lebih mahal dari pada
Japan.
Ini anggepan sabetoelnja ada sanget soesah sekali boeat dibilang betoel.
Segala apa kaloe baroesan kedjadian teroetama kaloe belon kedjadian keliatannja
semoeanja itoe ada sanget menjoesahken, aken tetapi kaloe itoe soeda didjalanken
dalem praktijk maskipoen boeat pertama kalinja kita moesti menaggoeng
kasengsara’an tentoe nanti effectnja aken djaoeh lebih besar dari pada
kasensara’an jang kita aken tanggoeng lebih doeloe itoe. Ini soeda process alam
siapa hendak “enak” terlebih doeloe haroes rasaken “pait getir”. Moestail orang
bisa lantas “enak” kaloe terlebih doeloe tidak maoe “tidoer-enak”
Sekian doeloe laen kali kita aken kembali poela ka dalem ini oeroesan
kaloe kita nanti soeda awasken dengen betoel segala sepakterdjangnja bangsa dan
pemimpin serta pers kita.
Sumber: Pewarta Soerabaia 30 Oktober 1937
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
Lampiran 3:
Keoentoengan dan “Keroegiannja” Indonesia Boycot Japan
Oleh: A.A. Achsien
Dalem ini soeal jang maha-soelit, rajat Indonesia haroes bersikep jang tetep. Sikep
“neutraal” bisa membikin kalang-kaboet, sepertinja maoe “slamet” aken tetapi
menjeboer djoerang.
Rajat haroes memilih antara salah satoe: ke sana – atawa ke sini.
Peroendingan di bawah, hanja sebagi pengoendjoe – djalan.
Dalem kitapoenja toelisan jang pernah dimoeat dalem ini soerat kabar, kita
soeda terangken dengen pandjang lebar, bagimana rajat Indonesia ini waktoe,
oentoek bersikep terhadep effect dari paperangan Tiongkok-Japan sekarang ini.
Dari orang-orang jang kita tida kenal, kita telah mendapet bebrapa soerat
jang teroes terang sedikit menjelah pada sikep kita jang dikataken “ngawang” dan
tida bertoedjoean jang tetep.
Kita akoehin djoega orang jang tjoema membatja saklebatan meloeloe
kitapoenja peroendingan doeloean tentoenja dengen gampang sekali bisa salah
mengarti dan kata seperti terseboet di atas.
Sekarang marika kita lebih djelasken sikep dan toedjoean kita dalem ini
soeal apakah rajat Indonesia haroes boycott or tida barang-barang Japan jang ada
di Indonesia ini?
Kita soeda toelis kaloe dalem ini soeal pamarentah tida toeroet tjampoer
aken terlaloe soesah sekali oentoek andjorken rajat ─ oempamanja ─ oentoek
boycott Japan. Sebab masing-masing manoesia mempoenjai perasa’an sendiri-
sendiri teroetama seperti dalem waktoe sekarang ini soeara pers dan pemimpin
Indonesier ada keroeh sekali membingoengken pada rajat djelata haroes toeroet
jang mana?
KITAPOENJA MAKSOED DALEM INI HAL JALAH SEKARANG INI
RAJAT INDONESIA HAROES DJANGAN TINGGAL PELOEK TANGAN
DAN BOEAN INI KANS JANG BAGOES SEKALI OENTOEK
MEMADJOEKEN LAPANGANNJA ECONOMIE RAJAT INDONESIA
SEKARANG INI HAROES BISA TARIK FAEDAH GOENA KESLAMETAN
RAJAT DAN NEGRI DARI EFFECTNJA PAPERANGAN TIONGKOK-
JAPAN SEKARANG INI.
Teroetama dalem soeal economie sekarang ini ada satoe kans belon tentoe
sapoeloeh taon lagi aken dating, kans seperti jang djedjer dan djangan
“mengeolar”. Kita haroes bisa tantjepken dengen pasti kita poenja sikep dalem ini
hal dan waktoe.
Seperti soeda kita terangken di atas, ini toelsan sekedar sebagi
pengoendjoek djalan oentoek bangsa kita sendiri sebab maskipoen kita nanti bisa
ketjele kaloe rajat djelata tida setoedjoe kita poenja sikep ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
Kita, individu tentoenja sanget moefakat dan sebagi orang pers kita
berkewajiban oentoek membri penerangan terhadep bangsa kita jang ini waktoe
sedeng limboeng tida taoe haroes djalan ka mana.
Oentoek djelasken kitapoenja “pengondjoekan” ini sabetoelnja tidalah bisa
dengen begitoe sadja hanja kita haroes sedikit “memoeter”.
Seperti soeda mendjadi ketapoenja standpunt selama kita menoelis di
berbagi-bagi pers di Java adalah BANGSA TIONGHOA DAN INDONESIER
HAROES BERGANDENGAN TANGAN DALEM LAPANGAN POLITIEK
SOCIAL dan ECONOMIE.
Kita soeda pernah bentangken tentang faedahnja ini doea bangsa selaloe
haroes bergandengan tangan, baek di waktoe soesah dan seneng.
Sekarang ini rajat Indonesia wadjib insjaf dan bangoen dan dalem hal
gandengan tangan dengen bangsa Tionghoa-Indo dalem lapangan economie
sekarang ini ada satoe tempo jang sanget bagoes sekali. Bangsa Tionghoa di
antero doenia sekarang ini poenja perasa’an telah dibikin loeka oleh bangsa Japan
dan kita bangsa Indonesia haroes sekarang ini, angsoerken tangan oentoek
mengadjak bersama-sama kerdja dalem lapangan economie.
Di waktoe perang, kita mengarti Tiongkok tida bisa kaloearken iapoenja
product barang-barang oentoek diperdagangken kaloear negri, dan bisa diboeat
gantinja kabaoetoehan rajat Indonesia sebaliknja dari pada membeli barang-
barang Japan.
Maskipoen kita haroes akoehin sekarang ini industrie di Tiongkok soeda
moelain bangoen dan bisa kaloearke segala matjem kaboetoehan rajat Indonesia
seperti Japang aken tetapi di waktoe jang sekarang ini dan sateroesnja dalem
waktoe perang Tiongkok poenja tenaga haroes diforceer ka pembikinan alat-alat
sendjata oentoek belaken negri. Industrie sekarang ini di Tiongkok boleh dibilang
… mandek.
Kita boekannja tida maoe bantoe Tiongkok oentoek beli barang-barang
kabotoehan kita, aken tetapi Tiongkok sekarang ini tida bisa kaloearken
kitapoenja kaboetoehan.
Seperti soeda dibilang di atas, hatinja saben bangsa Tionghoa sekarang ini
mendidi betoel terhadep perboeatan Japan di Tiongkok. Di waktoe jang sekarang
ini, BANGSA INDONESIERS HAROES ANGSOERKEN TANGAN ADJAK
BANGSA TIONGHOA OENTOEK BEKERDJA SAMA-SAMA. TJARA
BAGIMANA ITOELAH SEKARANG INI BANGSA INDONESIERS HAROES
DENGEN TJEPET BANGOENKEN INDUSTRIE DAN MINTA BANGSA
TIONGHOA JANG DI INDONESIA INI AMPIR SEMOEA BOLEH
DIBILANG KAOEM PEDAGANG PERANTARA’AN.
Kita jakin dengen bener bangsa Tionghoa sekarang ini soeka dengen segala
seneng hati aken membantoe oesaha bangsa Indonesia.
Djadi, bangsa Indonesier haroes djangan boeang ini kans jang paling
bagoes jang belon pernah ada.
Sebagi boekti dari kita poenja kejakinan bahoea bangsa Indonesier bisa
bekerdja sama-sama dengen Tionghoa bisa dioendjoek sebagi di bawah ini:
Dalem peroesahan rokok kretek sekarang ini fihak fabrikantnja ada djoega
bangsa Tionghoa dan agent-agentnya banjak djoega jang bangsa Indonesiers.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
Sebaliknja poen tida sedikit fabrikant orang Indonesier dan pendjoealnja (agent-
besarnja) bangsa Tionghoa.
Maka seperti orang taoe, kaloe peroesahan kretek di Java ini
dikoempoelken boekannja menjangkoet oewang milioenan sadja hanja poloehan
million hingga meroepaken satoe standard economie jang boekan berpengaroeh
ketjil atas keada’annja ini doea bangsa.
Sekarang ini ─ oempamanja boeat Koedoes ─ fabrikantnja sebagia besar
ada bangsa Indonesier dan agent-agentnja ada bangsa Tionghoa. Poen dalem soeal
industrie batik di Java ada saroepa keada’annja perhoeboengan dagang jang rapet
antara Tionghoa dan Indonesier.
Ini sadja soeda memboektiken dengen terang bangsa Indonesier dan
Tionghoa bisa bekerdja sama-sama dengen baek dan memoeasken. Kita poenja
maksoed: Kita haroes perbesarken kita poenja perhoeboengan dalem
pereconomian itoe tida hanja beeates pada rokok kretek dan batik meloeloe, aken
tetapi haroes loeasken sampe menjoekoepin semoea kabotoehannja rajat dari jang
besar sampe jang pak Kromo.
Kita oelangken poela, kita poenja maksoed terseboet di atas, saben orang
boleh kata, ada “hampang” boeat dibilang dan sanget soesah boeat didjalanken
dalem praktijk. Betoel.
Segala apa, kaloe orang tida maoe soesah biarlah lekas pergi ka koeboeran
sadja, biar lekas “beres” dengen zonder banjak tjingtjong.
Bangsa Tionghoa sekarang ini poenja kapitaal jang termantjep di
Indonesia boekannja ketjil. Kaloe sekiranja Indonesia terlaloe miskin oentoek
adaken kapitaal oentoek bangoenken industrie maka bekerdja sama-sama,
tjampoer kapitaal poen ada baek sekali, sebagi djoega menjoesoen tenaga dari
doea orang.
Kaloe bangsa Indonesier dan Tionghoa tida maoe bangoen sekarang djoega
kita jakin nanti taoe-taoe soeda laat kaloe laen bangsa teroetama bangsa Barat
soeda mendesek kemari dengen heibat sekali dan tida bisa ditangkis.
Kaloe begitoe, kita poenja keada’an economie nanti aken tetep bobrok
seperti jang soeda dan sekarang ini.
Dari “gambaran” jang kita oendjoeken terseboet di atas, rajat Indonesia
soeda bisa mengarti dengen teges “karoegian” dan kaoentoengannja boycott atawa
tida terhadep Nippon.
Insjaflah sekarang ini, bangsa Indonesia. Djangan boeang ini kans.
Sumber: Pewarta Soerabaia, 6 November 1937
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
Lampiran 4:
Indonesische Handelsvereeniging dan Oeroesan Boycott Japan
Oleh: A.A. Achsien
Tengahnja di Batavia kalangan Tionghoa gemper sekali dengen oeroesan
pemboycottan teroetama berhoeboeng dengen “potong-koeping” setjara gelap
poen di Batavia djoega perkoempoelan dagang Indonesia telah adaken
vergadering dan ambil poetoesen antaranja jang sanget penting, … dagangken
barang Japan sabanjaknja bisa.
Ini tindakan dan kitapoenja perkoempoelan dagang ada terlaloe menjolok
mata sekali, agaknja samata-mata menentangken sikepnja itoe soedagar-soedagar
Tionghoa jang kebanjakan ambil poetoesan “tida dagang barang Japan”.
Sikep terseboet di atas kaloe terdjadi dalem oedara jang tenang, kita sendiri
sanget setoedjoe sebab pokoknja orang dagang jalah tjoema satoe: Oentoeng.
Aken tetapi djoestroe sekarang ini oedara ada sanget gelap sekali, sikep jang
diambil oleh kitapoenja perkoempoelan dagang itoe soenggoe bisa menjakitin
hatinja pendoedoek Tionghoa ini waktoe sedengnja mengalamken kasengsara’an
jang heibat sekali dan di loear negri di Indonesiers bangsa kita tetoeroetan bikin
sakit hatinja itoe bangsa meloeloe lantaran hendak … “oentoen”.
Kita tida maoe bilang marika itoe “pantjing ikan di aer jang boetoek” aken
tetapi dengen ambil tindakan terseboet di atas agaknja hendak menoendjoeken
bangsa tida soeka samenwerking dengen bangsa Tionghoa.
Ini semoea kita bitjaraken di loear tentang roegi atawa oentoengnja
Indonesia toeroet boycott barang Japan jang soeda rame dibitjaraken dan diboeat
debat di kalangan pers poen pembatja ini sendiri soeda mengerti sikep kita jang
tetep.
Kita selaloe membantras tida perdoeli itoe terdjadi di kalangan Tionghoa
atawa Indonesier kaloe itoe menjangkoet dengen perhoeboengannja ini doea
bangsa. Ja kitapoenja angen-angen boleh djadi terlaloe besar dan orang kataken
ngelamoen, kaloe kita selaloe dating sama tengah oentoek mendjaga pada
perhoebongannja ini doea bangsa. Sebab kita jakin kaloe ini doea bangsa terbit
permoesoehan oemoem jang sewaktoe-waktoe bisa terdjadi lantaran satoe sebab
dan laen di sitoe nanti orang baroe mengetahoei berbahajanja keada’an. Di sitoe
nanti orang baroesan mengarti tentang tjita-tjita kita itoe. Tetapi lebih soeka kita
poenja angen-angen ini tida bisa diboektiken sebab kaloe itoe moesti terboekti
keadaan’an nanti soeda laat.
Aken kembali poela pada oeroesan perkoempoelan dagang bangsa kita
jang semata-mata ambil tindakan terbalik dari pada tindakannja soedagar
Tionghoa dan djoestroe soedagar Tionghoa ambil poetoesan boycott inilah boleh
kita kataken: onsportief. Bangsa kita merdika boeat berdagang dan kedoek
oentoeng sabesarnja bisa aken tetapi kaloe itoe “kedoek oentoeng” dengen djalan
jang onsportief dan membikin sakit hatinja laen bangsa itoelah tida soeka.
Djalan oentoek soedagar bangsa kita mendapet laba jang terlebih besar
masi terboeka salebar-lebarnja teroetama di waktoe sekarang ini kalaoe marika
maoe oesahaken insdutrie dalem negri dan bantoe djoealken itoe di sitoe nanti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
soedagar kita aken mendapet pahala dari doea djoeroesan, jalah menoloeng
industrie dalem negri dan kadoea oentoek kantong sendiri mendapet oentoeng.
Malah katiga djoega ada jalah bedjasa oentoek economienja bangsa sendiri jang
teroetama ini waktoe tida kebagoesan.
Kita terlebih doeloe mengarti kitapoenja toelisan ini sedikit banja tentoe
menimboelken koerang senengnja toean-toean dari perkoempoelan dagang kita
tetapi lebih soeka kita dimaki abis kaloe ternjata marika tida maoe mengarti
dengen ini oeretan. Poen kita lebih soeka dimaki kaloe kita dipaksa soeroeh
toeroet djalan jang koerang djoedjoer.
Orang jang maoe memikir sedikit sadja dan kesampingken “hawa”
mendapet oentoeng tentoe soeka mengakoein ini.
Sumber: Pewarta Soerabaia, 30 Desember 1937
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
Lampiran 5:
Sikepnja Handelsvereeniging Indonesia
Pengoeroes dari Handelsvereeniging Indonesia minta dimoeatkaen
katerangannja sebagi di bawah ini:
Berhoeboeng dengen bebrapa toedoehan dan sangka’an disiarken terhadep
pada kitapoenja Handelsvereeniging, kita merasa perloe menerangken bahoea
segala kitapoenja tindakan itoe sama sekali tida bersangkoetan dengen perasa’an
anti atawa sympathie terhadep salah satoe fihak dalem perselisihan Japan dan
Tiongkok.
Kita mengandjoerken dan bersedia boeat menoeloeng kaoem soedagar
soepaja consument (pembeli) jang memboetoehi barang-barang moerah dapet
membeli dengen harga biasa.
Toedoehan memantjing ikan dalem aer keroeh itoe tida pada tempatnja.
Kita memang soeda lama beroesaha berangsoer-angsoer ka itoe djoeroesan dan
keada’an sekarang ini mendorong mempertjepetken oesahakita tadi.
Begitoelah adanja itoe katerangan dari Handelsvereeniging Indonesia jang
kita trima via “Aneta”, djadinja tentoe disiarken di mana-mana.
Pembatja tentoe masi inget ka mana toedjoeannja ini katerangan dan
berhoeboengan dengen apa.
Baroe-baroe ini kita ada moeatken satoe artikel dari penoelis Achsien jang
ada bitjaraken itoe oeroesan.
Menoeroet katerangannja itoe Handelsvereeniging djadinja itoe gerakan
boeat gantiken tempatnja soedagar-soedagar perantara’an barang Tionghoa jang
boycott barang-barang Japan, meloeloe ada tersoeroeng dari kaboetoehannja
pendoedoek jang perloe sama barang-barang moerah.
Lebih teges djadinja lantaran adanja gerakan boycott barang-barang
Japang, pendoedoek Indonesia tida bisa beli lagi barang-barang moerah. Dan
boeat toeloeng pendoedoek dalem kaperloeannja djadinja itoe handelsvereeniging
maoe bikin soepaja selandjoetnja soedagar-soedagar perantara’an ada terdiri dari
orang Indonesier.
Ini ada katerangan bikinan boekan ada dari sadjoedjoernja sebab dengen
tida adanja soedagar-soedagar perantara’an bangsa Tionghoa boeat barang-barang
Japan, nanti bisa membikin orang-orang Japang sendiri djoeal itoe barang-barang
pada orang ketjil.
Bestuur dari handelsvereeniging tida oesah koeatir apa-apa. Nanti orang
ketjil aken di ajarin sendiri oleh orang-orang Japan sebagi gantinja orang-orang
Tionghoa.
Itoe handelsvereeniging menerangken sikepnja sama sekali tida
tersangkoetan dengen perasa’an anti atawa pro pada siapa djoega.
Oemoemnja bisa diandeken satoe peroesaha’an bus jang dimogokin oleh
personeel Indonesiersnja dan lantas orang-orang Tionghoa gantiken itoe semoea
tempat. Apakah ini semoea “onderkruipers” bisa madjoeken alesan: Boekan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
tersoeroeng dari perasa’an anti atawa pro pada siapa djoega, hanja meloeloe maoe
tjegah djangan sampe pendoedoek tida bisa naek bus boeat ka tempat pakerdja’an
atawa ka laen-alen tempat?
Apakah alesan begini bisa dipake?
Perasa’an anti dan pro tida ada dibitjaraken, tetapi bagimana djoega itoe
sikep ada menjakitin hati begitoe ada diterangken oleh Achsien!
Itoe sikep ada terlaloe menjolok saolah-olah dengen sengadja menantang
sembari di laen fihak orang berbisik sama Japan: “Djangan koeatir. Biarlah
barang-barangmoe diboycott nanti akoe jang djoealken!”
Keada’an ada prwcies dengen itoe pemogokan di peroesaha’an bus dan
kedjadian begini poen bisa terdjadi djoega di laen-laen peroesaha’an atawa lebih
teges di saben pemogokan!
Sabenernja gerakan boycott dari bangsa Tionghoa terhadep barang-barang
Japan ada memboeka kasempetan bagi pendoedoek di sini boeat tida gantiken
tempatnja itoe soedagar-soedagar perantara’an, tapi boeat gantiken itoe barang-
barang Japan dengen barang-barang kaloearan Indonesia sendiri jang sabegitoe
lama terdesek ! Ini koetika bisa digoenaken oleh Handelsvereeniging terseboet
boeat andjoerin industriee en Indonesiers bikin barang-barang sabegitoe lama ada
dari Japan dan memadjoeken industrie di negri sini sendiri.
Kaloe tenaga dan kapitaal tida ada berdaja boeat dapetken apa jang tida ada
itoe dan inilah ada kewadjibannja soeatoe pimpinan terhadep rajatnja tetapi
djarang ada pemimpin kasi pimpinan pada rajat boeat djadi “onderkruipers”.
Sumber: Pewarta Soerabaia, 4 Januari `1938.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
Lampiran 6:
Indonesiers Wadjib Bantoe Gerakan Tionghoa terhadep Japan
Oleh: A.A. Achsien
I
Kaloe orang mengakoe dirinja Indonesier dan tjinta dengen rajat djelata jang
econominja bobrok, tida boleh tida dengen djalan bantoe gerakan Tionghoa
terhadep barang Japan dan idoepken industrie dalem negri sendiri berarti ia
sebagi pemimpin jang cykok.
Soeal paperangan Tiongkok-Japan telah menerbitken mendjadi doea
golongan anggepannja pemimpin-pemimpin kita.
Soeal jang paling diboeat rame adalah soeal pemboycotan barang-barang
Japan oleh Indonesiers.
Pokoknja soeal: Kaloe Indonesiers boycott barang-barang Japan dan
bantoe gerakan Tionghoa apakah itoe mengoentoengken atawa meroegiken rajat?
Inilah pokoknja soeal, dus soeal oemoem jang boleh djadi aken
menjangkoet nasibnja rajat djelata.
Kita oelangi boeat sekean kalinja: Kaoem Parindra dan Ind.
Handelsvereeniging anti-boycot barang-barang Japan.
Studenten Indonesiers di Europa dan Indonesia Party Gerakan Rajat
Indonesia, poen Rostam Effendi di Nederland andjoerken gerakan boycott barang-
barang Japan.
Kita sabeloemnja orang-orang jang andjoerken pemboycotan sabelomnja
Gerindo siarken manifestnja, kita soeda bikin serie artikelen dengen kasi
pangertian pada rajat tentang oentoeng roeginja pemboycotan terhadep Japan.
Ditegesken: Kita moefakat dengen pemboycotan itoe, tetapi berbareng idoepken
industrie dalem negri dan adaken samenwerking dengen bangsa Tionghoa di sini
jang hatinja dibikin loeka oleh bangsa Japan.
Kita jakin bangsa Tionghoa maoe sokong industrie Indonesiers kaloe kita
liatken kita poenja sikep jang soeka bekerdja sama-sama dengen marika setjara
fair dan gentlemen.
Pembatja di ataslah ada doedoeknja perkara dari a sampe z jan kita
rinkesken pendek sekali.
Apa akibatnja?
Kita ditjoerangin oleh pers Indonesier, dus pers bangsa kita dewek.
Kita sebai penoelis tentoe merdika oentoek menoelis apa jang kita soeka
dan apa jang kita pikir baek. Djendral tida bisa halangin kita poenja kamerdika’an
berpikir ini.
Sabelonnja kita pegang vulpen oentoek toelis ini soeal pemboycotan
barang-barang Japan kita soeda ambil kepastian: Kita tida nanti seboet namanja
Koran atawa journalisten Indonesiers jang anti boycott. Kita tida maoe
berhanteman dengen marika. Kita hanja maoe: Biar marika kasi penjoeloehan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
sendiri pada rajat tentang anggepannja dan kita poen merdika berboeat beitoe
boekan?
Ringkesnya: Marika biar pilih djalan sendiri dan kita poen idem.
Inilah sikep kita jan tetep dan tida berobah.
Ini djalan jang kita ambil dan kaloe kita tida maoe “tjari-tjari” tentoe
menakoehin fair oleh pers Indonesiers kita dikemplang kalan kaboet, dimaki dan
didakwa jang boekan-boekan.
Pendeknja: Kita dipaksa diadjak berklai.
Baek!
Kita soeka berklai tetapi ambekan kita masi melarang oentoek berklai
setjara membokong dari blakang dan bikin ini soeal djadi keroeh dan djadi soeal
persoonlijk.
Teroes terang kita bilang jang paling brutal dan kentara bokon kita dari
blakang adalah Parada Harahap dari Tjaja – Timoer di Batavia.
Kita maoe ladenin ini orang dan sasoedahnja pembatja mengarti
doedoeknja perkara, pembatja nanti aken bisa djatoeken poetoesan siapa dale mini
soeal jan trima “smeer” dan “tjari moeka”.
Kita bagi toedoehannja toean Parada Harahap sebagai berikoet:
Pertama: Kita didakwa trima soeapan dari bansa Tionghoa.
Kadoea: Kita didakwa tjari moeka di kalangan oran Tionghoa.
Katiga: Kita didakwa dalem toelisan sadja, kita poera-poera “tjinta”
Tionghoa dan dalem hati anti Tjina.
Laen-laen makian dari ini toekang maki jang dapet nobel prijs kita pesoet
di bawah sandal kita.
Dakwa’an pertama kita djawab:
Kita, sebaliknja dari trima soeapan dari orang Tionghoa kita malah
dichianati oleh orang-orang Tionghoa.
Doedoeknja perkara: Barangkali toean Parada mengarti sahingga ini
seconde kita (A.A. Achsien) masi bekerdja dengen baek pada satoe import firma
Japan. Firma di mana kita bekerdja mempoenjai poeloehan langganan bangsa
Tionghoa. Kitapoenja chef oleh kerna tida batja koran-koran Melajoe bermoela
tida mengarti sikep kita jang pro boycott. Kita poen diam. Sebab maskipoen oleh
chef sendiri kita tida maoe dipengaroehin pikiran kita dalem toelis menoelis.
(Kaloe Parada jan alamin seperti kita boleh djadi malah ia minta soeap dari
bangsa Japan).
Koetika kitapoenja chef koeliling dan bertemoe dengen bebrapa
langganannja bangsa Tionghoa itoe orang Tionghoa telah tegor chef kita begini:
Apa orang jang bernama A.A. Achsien ada bekerdja pada toean?
Chef kita bilang: Betoel.
Itoe orang Tionghoa kata lagi: Aneh sekali … Achsien jang makan nasi
Japan soearanja kok anti Japan. Apa toean tida ambil tindakan?
Kita poenja chef kaget dan koetika poelang kita ditanja sikep kita.
Kita bilang teroes terang, kita tida takoet sebab paling oetama pokok:
Toch kita aken kaloear dari pakerdja’an. Lebih soeka kita kailanan
mangkok nasi dari pada angen-angen kita dihalangin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
Masi moedjoer boeat kita sebab chef kita kepalanja tida ala Parada. Ia kata,
bahoea dalem soeal journalistiek ia kasi kia kamerdika’an penoeh. Pro atawa anti
Japan, ia tida maoe moemet.
Dus, kita sendiri tida bole tida tetep endahken chef kita itoe dan tida
berkisar dari toedjoean kita.
Sekarang, mengartikah toean Parada dan pembatja? Siapa jang trima
smeer? Kita jang belaken bangsa Tionghoa oepahnja malah kita dichianatin. En
toch kita tetep djadi sobatnja bangsa Tionghoa.
Boleh oekoer dengen badannja toean Parada. Kita koetip toelisannja Ken
Po: “Orang Oekoer badjoe toch di badan sendiri masakah di poehoen pisang?”
Malang Keng Po kata kaloe ia maoe telandjangin Parada tentang Soeap –
Partijtles wadhoe adoebilah…!
Djawab, Parada Harahap, kaloe kaoe lelaki Batak toelen.
Publiek.
Djatoekenlah poetoesanmoe siapa jang trima soeap? Achsien atawa
Parada?
Kadoea, kita didakwa tjari moeka di kalangan oran Tionghoa.
Ini kita akoehin memang bener dan betoel.
Tetapi bolehnja kita tjari moeka boekan seperti Parada jan berboeat
terhadep bangsa Japan.
Terangnja: Kita meman maoe pikat hatinja bangsa Tionghoa oentoek
diadjak samenwerking dengen Indonesiers. Toedjoean kita adalah bangoenken
industrie dalem negri, kamoedian pikat hatinja handelaren Tionghoa oentoek
bantoe djoealken dan bikin propaganda. Betoel kita tjari moeka, tetapi oentoek
rajat.
Ini tempo memang tempo jang bagoes oentoek pikat hatinja orang
Tionghoa dengen maksoed terseboet. Kaloe maksoed kita itoe didakwa boeroek,
nah kita trima salah. Mengarti Parada???
Sumber: Pewarta Soerabaia, 11 Januari 1938.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI