aktivitas ekstrak etil asetat daun mimba sebagai ... · penulis lain telah disebutkan dalam teks...
TRANSCRIPT
AKTIVITAS EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN MIMBA
SEBAGAI ANTIHIPERGLIKEMIK PADA TIKUS YANG
DIINDUKSI ALOKSAN
MAYANG SANI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Aktivitas Ekstrak Etil Asetat
Daun Mimba sebagai Antihiperglikemik pada Tikus yang Diinduksi Aloksan
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2010
Mayang Sani
B04063317
ABSTRACT
MAYANG SANI. Anti-hyperglycaemia Activity of Neem Leaf Ethyl Acetate
Extract on Rats Induced by Alloxan. Supervised by IETJE WIENTARSIH and
BAYU FEBRAM PRASETYO.
The aimed of this study to assess the potency of ethyl acetate extract of neem
leaves which has the effect anti-hyperglycaemia in white rat as experimental
animals. Eighteen male white rats age 4-5 months was divided into six groups:
first as a normal control group (K1) which has given aquadest, second as a
negative control group (K2) which has given aquadest, a third group as a positive
control (K3) were have given glibenclamide; the treatment group (KP1, KP2,
KP3) were have given ethyl acetate extract of neem leaves dose of 30, 60, 90
mg/kg BW. All groups except K1 were induced by alloxan dose 150 mg / kg BW.
Phytochemical screening of neem leaves contained the active ingredients such as
flavonoids, saponins, and tannins. Blood glucose concentrations in rats was
examined before and after induction of alloxan and after treatment. The results
showed that the ethyl acetate extract of neem leaves significantly affected the
decrease blood glucose concentrations. The effective dose to decrease blood
glucose concentrations are 60 and 90 mg / kg BW. The study concluded that the
ethyl acetate extract of neem leaves can be recomended as anti-hyperglycaemia
effect.
Keywords: extract, ethyl acetate, neem leaves, alloxan, anti-hyperglycaemia
RINGKASAN
MAYANG SANI. Aktivitas Ekstrak Etil Asetat Daun Mimba sebagai
Antihiperglikemik pada Tikus yang Diinduksi Aloksan. Dibimbing oleh IETJE
WIENTARSIH dan BAYU FEBRAM PRASETYO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak etil asetat daun
mimba yang memiliki efek antihiperglikemik dengan menggunakan hewan coba
tikus. Sebanyak 18 ekor tikus putih jantan umur 4-5 bulan dibagi menjadi enam
kelompok perlakuan yaitu: kelompok pertama sebagai kontrol normal (K1)
disuntik NaCl dan diberi aquades; kelompok kedua sebagai kontrol negatif (K2)
yang diberi aquades; kelompok ketiga sebagai kontrol positif (K3) yang diberi
glibenklamid; kelompok keempat sebagai perlakuan KP1, diberi ekstrak etil asetat
daun mimba dosis 30 mg/kg BB; kelompok kelima sebagai perlakuan KP2, diberi
ekstrak etil asetat daun mimba dosis 60 mg/kg BB; kelompok keenam sebagai
perlakuan KP3, diberi ekstrak etil asetat daun mimba dosis 90 mg/kg BB. Semua
kelompok kecuali K1 diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg BB. Penapisan
fitokimia terhadap daun mimba menunjukan bahwa daun mimba mengandung
flavonoid, saponin, dan tanin. Kadar glukosa darah tikus diperiksa sebelum
induksi aloksan, setelah induksi aloksan dan setelah diberi perlakuan. Hasil yang
diperoleh menunjukan bahwa ekstrak etil asetat daun mimba berpengaruh nyata
terhadap penurunan glukosa darah tikus. Dosis efektif untuk menurunkan kadar
glukosa darah adalah 60 dan 90 mg/kg BB. Hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa ekstrak etil asetat daun mimba mempunyai efek antihiperglikemik.
Kata kunci : ekstrak, etil asetat, daun mimba, aloksan, antihiperglikemik.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
AKTIVITAS EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN MIMBA
SEBAGAI ANTIHIPERGLIKEMIK PADA TIKUS YANG
DIINDUKSI ALOKSAN
MAYANG SANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Aktivitas Ekstrak Etil Asetat Daun Mimba sebagai
Antihiperglikemik pada Tikus yang Diinduksi Aloksan
Nama : Mayang Sani
NIM : B04063317
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. dra. hj.Ietje Wientarsih, Apt, M.Sc. Bayu Febram Prasetyo,S.Si,Apt,M.Si
Ketua Anggota
Diketahui
Dr. Dra. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dimulai bulan Januari 2010 dengan mengambil judul “Aktivitas Ekstrak Etil
Asetat Daun Mimba sebagai Antihiperglikemik pada Tikus yang Diinduksi
Aloksan”. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak.
Penulis ucapkan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada :
1. Ibu Dr. dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt, M.Sc, selaku dosen pembimbing I dan
Bapak Bayu Febram Prasetyo, S.Si, Apt, M.Si, sebagai dosen pembimbing II
yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
petunjuk dan nasehat hingga tersusunnya karya ilmiah ini,
2. Ayahanda Saukat Ali dan Ibunda Iswanti Rustam atas segala perhatian, kasih
sayang, doa dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis, Nenek
tercinta Adjusna Yasin, kakak tersayang Andrika Saputra serta seluruh
keluarga besar yang telah memberikan limpahan doa, kasih sayang dan
semangat,
3. Ibu Dr. drh. Susdherti, M.Si dan Bapak drh. M. Fahrul Ulum yang telah
bersedia menjadi dosen penilai dan moderator pada seminar skripsi,
4. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati S Bachrum dan Bapak drh. Huda S
Darusman, M.Si yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada ujian akhir
sarjana dan atas saran-saran yang telah diberikan,
5. Bapak drh. Yudi, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik,
6. Staf bagian Farmasi, Ibu Rini Madyastuti S.Si, Apt, M.Si, Ibu Lina
Noviyanti, S.Si, Apt, M.Si, dan Mas Koko yang telah memberikan saran dan
semangat,
7. Pak Edi yang telah membantu di kandang hewan percobaan,
8. Ardhinta Irawan, SKH atas semangat, kesabaran dan kasih sayangnya,
9. Sahabat seperjuangan dan sepermainan Dian Ariani, S.Pt, Irtas Monalisa,
A.Md, Niyamesa, A.Md, Thytit Arlianti A.Md, “akhirnya kita pulang
membawa gelar sarjana, semoga apa yang kita inginkan tercapai, Amin
10. Teman seperjuangan Ikrar Trisnaning Hardi Utami, SKH dan Isnia
Nurulazmi, SKH, “Teman, akhirnya kita lulus juga”
11. Penghuni Istana 200, Dinda Trihandayani, Rahima, Rusyda Mulya Sari,
Sofi, Iffa, Nice, Tari atas semangat dan kebersamaannya,
12. Keluarga besar IKMP dan Aesculapius 43 yang telah menjadi keluarga
baru selama berada di Bogor,
13. Pimpinan beserta staf dan seluruh Civitas Akademika Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor atas bekal ilmu selama penulis mengikuti
proses pendidikan,
14. Semua pihak yang membantu tersusunnya karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dikemudian hari untuk
masyarakat luas.
Bogor, Agustus 2010
Mayang Sani
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Dangung-Dangung, Payakumbuh, Sumatera Barat
pada tanggal 31 Desember 1988 dari ayah Saukat Ali dan ibu Iswanti Rustam.
Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 60 Balai Talang dan
lulus tahun 2000. Pendidikan penulis dilanjutkan ke SLTP Negeri 1 Guguak
(2000-2003). Masa SMA penulis diselesaikan di SMA Negeri 1 Guguak dan
lulus tahun 2006 dan melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor pada tahun
yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Mayor yang dipilih
penulis di IPB adalah Kedoteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis mendapatkan beasiswa Bantuan
Belajar Mahasiswa. Penulis juga aktif di Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan
(2008-2009). Selain itu penulis juga menjadi anggota Divisi Hewan Akuatik dan
Eksotik Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik.
Penulis juga berkesempatan menjadi sekretaris Organisasi Mahasiswa Daerah
Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa Payakumbuh (OMDA IKMP), ketua Asrama
Palito Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa Payakumbuh.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
Latar Belakang .......................................................................................... 1
Tujuan ........................................................................................................ 2
Manfaat ...................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
Mimba (Azadirachta indica Juss) .............................................................. 3
Ekstraksi ..................................................................................................... 5
Etil Asetat ................................................................................................... 6
Penapisan Fitokimia ................................................................................... 7
Glukosa ....................................................................................................... 8
Hiperglikemia ............................................................................................. 9
Obat Antihiperglikemik ............................................................................ 11
Aloksan ..................................................................................................... 12
METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................... 13
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 13
Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................... 13
Metode Penelitian ..................................................................................... 13
Pembuatan Simplisia ........................................................................ 13
Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Daun Mimba ................................... 13
Penapisan Fitokimia ......................................................................... 14
Pengujian Aktivitas Antihiperglikemik ........................................... 15
Pengukuran Glukosa Darah .............................................................. 15
Pengukuran Bobot Badan ................................................................. 16
Analisis statistik ................................................................................ 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 17
Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia ................................................. 17
Bobot badan .............................................................................................. 18
Kadar Glukosa Darah ............................................................................... 20
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 25
Simpulan ................................................................................................... 25
Saran ......................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 26
LAMPIRAN ......................................................................................................... 28
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak etil asetat daun mimba .......................... 18
2 Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak etanol daun mimba ............................... 18
3 Hasil analisis statistik antar perlakuan ............................................................. 22
4 Rata-rata kadar glukosa darah .......................................................................... 23
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Daun mimba ....................................................................................................... 4
2 Struktur etil asetat .............................................................................................. 6
3 Rata-rata bobot badan tikus kelompok normal (K1) ........................................ 19
4 Rata-rata bobot badan tikus .............................................................................. 19
5 Rata-rata kadar glukosa darah tikus. ................................................................ 21
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Tahapan penelitian ........................................................................................... 29
2 Perhitungan dosis glibenklamid ....................................................................... 30
3 Hasil uji fitokimia ............................................................................................ 31
4 Rataan glukosa darah tikus............................................................................... 32
5 Rataan bobot badan tikus ................................................................................ 33
6 Hasil analisis ragam ........................................................................................ 34
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman
hayati tinggi di dunia. Ribuan jenis tanaman telah dimanfaatkan sebagai bahan
baku obat tradisional (Bermawie et al. 1996). Banyak produk ramuan tradisional
baik yang telah diolah dengan teknologi modern maupun secara sederhana beredar
di masyarakat. Mengingat hal tersebut, perlu adanya pengujian untuk
membuktikan khasiat suatu bahan alam karena masih banyak yang didasarkan
pada pengalaman saja. Melalui penelitian ilmiah dapat diketahui masalah yang
berhubungan dengan bahan alam tersebut misalnya : khasiat, kandungan kimia
serta kemungkinan pengembangan untuk digunakan dalam pengobatan modern.
Salah satu tanaman yang dapat dikembangkan menjadi obat adalah mimba
(Azadiracta indica J).
Mimba dikenal dengan sebutan nimba, imbo, imbau atau umbo di daerah
Jawa. Manfaat yang banyak dikenal masyarakat adalah sebagai bahan pestisida
nabati, selain itu juga sebagai tanaman penghijauan (Kardinan & Ruhnayat 2003),
bijinya digunakan untuk obat gatal, daunnya untuk mengusir lalat pada sapi,
batangnya dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga (Soewita 1995).
Beberapa kalangan masyarakat juga memanfaatkannya sebagai obat tradisional.
Berdasarkan keterangan dari para pengguna obat daun mimba, penyakit yang
dapat disembuhkan antara lain alergi, jantung, artritis (radang sendi), batuk,
demam, rematik, ginjal, tekanan darah tinggi, kolesterol, dan diabetes melitus
(Kardinan & Ruhnayat 2003). Mimba juga diketahui mempunyai pengaruh
sebagai antihiperglikemik (menurunkan kadar glukosa darah).
Hiperglikemia merupakan keadaan kadar glukosa darah yang tinggi akibat
glukosa yang masuk ke dalam darah tidak dapat dipindahkan ke dalam sel otot,
ginjal, adiposit, dan tidak dapat diubah menjadi glikogen dan lemak.
Hiperglikemia dapat terjadi akibat kekurangan insulin, reseptor insulin, dan
glucose carrier sehingga glukosa tertimbun di dalam darah. Hiperglikemia
merupakan salah satu gejala penyakit diabetes melitus. Diabetes melitus ditandai
dengan gejala 3 P (poliuria, polidipsi, poliphagia), penurunan berat badan, lemas
2
dan kematian (Tjay & Rahardja 2002). Penelitian mengenai pengaruh daun
mimba sebagai penurun glukosa darah telah banyak dilakukan. Menurut El-
Hawary & Kholief (1990), ekstrak daun mimba memproduksi agen hipoglikemia
pada tikus normal bila diberikan dengan 2 dosis, dapat menurunkan gula darah
pada tikus yang menderita hiperglikemia tetapi tidak meringankan diabetesnya.
Untuk pengobatan diabetes juga dapat digunakan campuran berbagai tanaman
berkhasiat obat, contohnya tanaman sambiloto, batang brotowali, daun mimba dan
daun sendok. Bahan tersebut dicuci dan direbus lalu diminum air rebusannya
(Soenanto 2005).
Ketersediaan tanaman obat yang berlimpah, khususnya tanaman mimba
membuat tanaman ini mudah di dapat dan harganya relatif murah. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui potensi antihiperglikemik ekstrak etil asetat daun
mimba, serta berapa dosis efektif yang dapat menurunkan kadar glukosa darah.
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi bagi kalangan medis dan
masyarakat umumnya, tentang peran daun mimba sebagai obat tradisional
alternatif khususnya sebagai obat anti diabetes melitus.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi ekstrak etil asetat
daun mimba yang memiliki efek antihiperglikemik pada hewan coba tikus.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang daun
mimba dan khasiatnya sebagai antihiperglikemik yang dapat dijadikan sebagai
obat tradisional alternatif yang bernilai ekonomis. Selain itu diharapkan dapat
memberikan informasi yang bermanfaat untuk penelitian lebih lanjut.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Mimba ( Azadirachta indica Juss)
Mimba merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Asia Selatan dan
Asia Tenggara. Plasma nutfah tanaman mimba banyak di temukan di India dan
Thailand. Saat ini, tanaman mimba tersebar di berbagai negara tropis, seperti
Vietnam, Bangladesh, Pakistan, Srilanka, Myanmar, Indonesia, serta daerah-
daerah tropis di Amerika, Australia, dan Afrika. Di Indonesia, tanaman mimba
banyak terdapat di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, dan Nusa
Tenggara Barat (Rukmana & Oesman 2002). Di India mimba disebut “ the village
pharmacy ”. Di Indonesia tanaman ini memiliki berbagai nama daerah; Imba dan
Mimba (Jawa), Membha dan Mempheuh (Madura), Intaran dan Mimba (Bali),
sedangkan di Inggris/Belanda disebut Margosier, Margosatree, Neem tree (Heyne
1987).
Tanaman Azadirachta indica Juss merupakan pohon yang tinggi,
batangnya dapat mencapai 20 m. Kulitnya tebal, batang agak kasar, sedangkan
buahnya merupakan buah batu dengan panjang 1 cm. Tanaman mimba mulai
berbunga dan menghasilkan buah pada umur 4-5 tahun. Buah mimba dihasilkan
dalam satu sampai dua kali setahun, berbentuk oval, bila masak daging buahnya
berwarna kuning, biji ditutupi kulit keras berwarna coklat dan didalamnya
melekat kulit buah berwarna putih. Batangnya agak bengkok dan pendek, oleh
karena itu kayunya tidak terdapat dalam ukuran besar (Heyne 1987).
Di Indonesia tanaman mimba berbunga pada bulan Maret – Desember
(Rukmana & Oesman 2002). Bunga tanaman mimba bertipe bunga majemuk atau
rasemosa, terletak pada ketiak daun. Kelopak mahkota berwarna kekuning-
kuningan, berambut, dengan ukuran ± 1 mm. Daun mahkota bunga berwarna
putih kekuning-kuningan, berukuran panjang antara 1,5 cm – 2,0 cm.
Daun tanaman mimba bersirip genap (majemuk); berbentuk lonjong
dengan tepi bergerigi dan ujung meruncing. Anak daun berbentuk memanjang
(lanset) dan agak melengkung seperti bulan sabit, bagian tepi bergerigi
meruncing, berukuran panjang 3 cm – 10 cm, dan lebar 0,5 cm – 3,5 cm. Daun
berwarna hijau muda sampai hijau tua dengan permukaan bagian atas mengkilap.
4
Gambar 1 Daun Mimba (Kardinan & Ruhnayat 2003)
Dalam sistematika (taksonomi) tanaman, tanaman mimba diklasifikasikan
sebagai berikut (Tjitrosoepomo 2005) :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Subkelas : Dialypetaleae
Ordo : Rutales
Famili : Meliaceae
Genus : Azadirachta
Spesies : Azadirachta indica Juss
Tanaman mimba sangat kaya dengan kandungan kimia antara lain :
azadirachtin, minyak gliserida, asetiloksifuranil, oksosiklopentanatolfuran,
hidroksitetrametil, fenantenon , nimbol (Dalimartha 2000). Menurut Gunasena &
Marambe (1998) mimba juga mengandung meliantriol, salannin, nimbin,
nimbidin, dan marrangin.
Tanaman Azadirachta indica Juss ini mempunyai banyak kegunaan, antara
lain untuk penyembuhan penyakit kulit, antiinflamasi, demam, antibakteri,
antidiabetes, penyakit kardiovaskular, dan insektisida. Daun Azadirachta indica
Juss juga digunakan sebagai repelan, obat penyakit kulit, hipertensi, diabetes,
anthelmintika, ulkus peptik, dan antifungsi. Penggunaan kulit batangnya yang
pahit dianjurkan sebagai tonikum. Kulit batang yang ditoreh pada waktu tertentu
setiap tahun menghasilkan cairan dalam jumlah besar. Cairan ini diminum sebagai
obat penyakit lambung di India. Daunnya yang sangat pahit, di Madura digunakan
5
sebagai makanan ternak. Rebusannya di minum sebagai obat pembangkit selera
makan dan obat malaria (Heyne 1987).
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan istilah yang digunakan untuk setiap proses
mendapatkan komponen-komponen pembentuk suatu bahan berpindah dari bahan
ke dalam cairan lain (pelarut). Menurut Bombardelli (1991), ekstraksi senyawa
aktif dari tanaman obat adalah pemisahan secara fisik atau kimiawi dengan
menggunakan cairan atau padatan.
Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak.
Suatu senyawa menunjukan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang
berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah
selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemampuan untuk diuapkan dan
harga pelarut. Biasanya metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor
seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode
maserasi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna. Beberapa
metode ekstraksi yang sering digunakan adalah maserasi, perkolasi, refluks, dan
sokletasi (Harborne 1987).
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Dalam proses
maserasi, bahan yang akan diekstraksi biasanya ditempatkan pada wadah atau
bejana yang bermulut lebar, bersama pelarut yang telah ditetapkan. Bejana ditutup
rapat dan isinya diaduk berulang-ulang sekitar 2-14 hari. Pengadukan
memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh
permukaan dari bahan yang sudah halus. Setelah senyawa-senyawa metabolit
sekunder tertarik ke dalam pelarut ia akan turun ke dasar bejana karena
meningkatnya gaya berat cairan akibat penambahan berat. Kemudian pelarut yang
segar naik ke permukaaan dan proses ini berlanjut secara berkelanjutan. Ekstrak
dipisahkan dari ampasnya dengan menapis dan/atau menyaring ampas yang telah
dibilas bebas dari ekstrak dengan penambahan pelarut ke dalam ekstrak dalam
wadahnya. Maserasi biasanya dilakukan pada suhu ruangan selama 3 hari sampai
senyawa-senyawa metabolit tertarik ke dalam pelarut (Ansel 1989).
6
Menurut List & Schmidt (1989) maserasi yaitu metode ekstraksi dengan
cara merendam sampel menggunakan pelarut dengan atau tanpa pengadukan.
Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sering digunakan.
Etil Asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3.
Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud
cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc,
dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi
dalam skala besar sebagai pelarut (Chang 2003).
Gambar 2 Struktur Etil Asetat (Chang 2003)
Etil asetat adalah pelarut semi polar yang volatil (mudah menguap), tidak
beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen
yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton
yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti
oksigen dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam
air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu
yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang
mengandung basa atau asam (Chang 2003).
Etil asetat disintesis melalui reaksi esterifikasi Fischer dari asam asetat dan
etanol, biasanya disertai katalis asam seperti asam sulfat. Etil asetat dapat
dihidrolisis pada keadaan asam atau basa menghasilkan asam asetat dan etanol
kembali. Katalis asam seperti asam sulfat dapat menghambat hidrolisis karena
berlangsungnya reaksi kebalikan hidrolisis yaitu esterifikasi Fischer. Untuk
memperoleh rasio hasil yang tinggi, biasanya digunakan asam kuat dengan
proporsi stoikiometris, misalnya natrium hidroksida. Reaksi ini menghasilkan
etanol dan natrium asetat, yang tidak dapat bereaksi lagi dengan etanol (Chang
2003).
7
Penapisan Fitokimia
Bahan bioaktif adalah senyawa aktif biologis yang dihasilkan tanaman
melalui proses metabolisme sekunder. Bahan bioaktif merupakan bahan alam
terpenting yang dibentuk dalam proses metabolisme sekunder. Tanaman
menghasilkan senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk melindungi tanaman
dari serangga, bakteri, jamur dan jenis patogen lainnya (Lakitan 1993). Untuk
mengetahui jenis-jenis senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman
dilakukan uji fitokimia. Senyawa metabolit sekunder yang umum diidentifikasi
adalah alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, steroid, dan triterpenoid.
Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa, mengandung satu atau
lebih atom nitrogen. Alkaloid sebagian besar beracun bagi manusia dan banyak
mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol sehingga digunakan secara luas
dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tidak berwarna dan sering bersifat
optik aktif (memutar cahaya terpolarisasi datar). Kebanyakan berbentuk kristal
dan sedikit yang berupa cairan pada suhu kamar (Harborne 1987). Pada tanaman,
alkaloid berfungsi untuk melindungi diri dari predator karena bersifat racun bagi
serangga, sebagai zat perangsang dan pengatur tumbuh, serta membantu aktivitas
metabolisme tanaman (Vickery 1981).
Tanin dapat bereaksi dengan protein pembentuk polimer mantap yang tak
larut air (Harborne 1987). Tanin secara umum didefenisikan sebagai senyawa
polifenol yang membentuk kompleks dengan protein dan membentuk senyawa
terbesar kedua yang menyusun etanol. Aktivitas biologis dan farmakologis yang
telah diketahui antara lain penghambatan karsinogenitas, anti tumor,
antihipertensi, antibakteri dan jamur, antihiperglikemik, dan antelmentik.
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar
ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru
dan sebagai warna kuning yang ditemukan dalam tanaman. Flavonoid umumnya
terdapat pada tanaman sebagai glikosida. Flavonoid berfungsi sebagai stimulan
pada jantung, diuretik, menurunkan kadar glukosa darah dan sebagai anti jamur.
Triperpenoid merupakan senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal,
seringkali bertitik leleh tinggi dan optik aktif, yang umumnya sukar dicirikan
karena tidak ada kereaktifan kimianya. Triterpenoid digolongkan menjadi empat
8
golongan senyawa, yaitu triterpena, steroid, saponin dan glikosida jantung.
Tritrepena dan steroid terdapat dalam bentuk glikosida (Harborne 1987). Saponin
dapat membentuk larutan koloidal dalam air. Bila dikocok akan membuih.
Kemampuan menurunkan tegangan permukaan disebabkan molekul saponin
terdiri dari hidrofor dan hidrofil. Saponin berasa pahit dan dapat mengiritasi
membran mukosa. Saponin berhasiat menurunkan kadar kolesterol dalam darah,
beberapa ada yang beracun, sebagai antibiotik dan fungisidal.
Glukosa
Karbohidrat merupakan komponen diet yang penting. Karbohidrat adalah
zat kimia yang terdapat dalam berbagai bentuk antara lain gula sederhana atau
monosakarida dan unit-unit kimia yang kompleks, disakarida dan polisakarida.
Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi monosakarida dan
diabsorbsi terutama dalam duodenum dan jejunum proksimal. Sesudah diabsorbsi
sementara waktu kadar glukosa darah akan meningkat dan akhirnya akan kembali
pada batas dasarnya. Pengaturan fisiologis glukosa darah sebagian besar
tergantung dari ekstraksi glukosa, sintesis glikogen dan glikogenolisis dalam hati.
Selain itu, jaringan-jaringan perifer otot-otot dan adiposit juga menggunakan
glukosa sebagai sumber energi. Jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam
mempertahankan kadar glukosa darah, meskipun secara kualitatif tidak sebesar
jaringan hati (Price & Wilson 1985).
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan
oleh jaringan-jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa
hormon. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
menurunkan kadar glukosa darah dan yang meningkatkan kadar glukosa darah.
Insulin merupakan hormon yang menurunkan kadar glukosa darah. Insulin
dibentuk oleh sel-sel beta pulau Langerhans pankreas. Sebaliknya ada beberapa
hormon tertentu yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah, antara lain
glukagon yang diekskresikan oleh sel-sel alfa pulau Langerhans pankreas,
epinefrin yang diekskresikan oleh medula adrenal dan glukokortikoid yang
diekskresikan oleh korteks adrenal. Glukagon, epinefrin dan glukokortikoid
9
membentuk suatu counter-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia
akibat pengaruh insulin (Price & Wilson 1985).
Kadar glukosa plasma puasa normal manusia adalah 80-110 mg per 100
ml. Hiperglikemia didefenisikan sebagai kadar glukosa plasma yang lebih tinggi
dari 110 mg per 100 ml, dan hipoglikemia didefenisikan sebagai kadar glukosa
plasma yang lebih rendah dari 80 mg per 100 ml. Tikus dinyatakan menderita
hiperglikemia apabila kadar glukosa darahnya > 250 mg/dL (Gutirerrez & Vargas
2006). Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya diabsorbsi
oleh tubulus ginjal selama konsentrasi glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-
180 mg per 100 ml. Kalau konsentrasi glukosa plasma naik melebihi kadar ini,
maka glukosa akan keluar bersama urin, keadaan ini disebut glikosuria. Ambang
ginjal normal untuk glukosa plasma adalah sebesar 160-180 mg per 100 ml (Price
& Wilson 1985).
Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan kondisi dimana nilai ambang reabsorbsi glukosa
melebihi nilai normal. Gejala klinis hiperglikemia adalah glukosuria, yaitu
glukosa yang berlebih akan dikeluarkan bersama urin. Keadaan ini menyebabkan
terjadinya poliuria yang diikuti dengan polidipsi. Selain itu juga akan terjadi
polifagia akibat glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel karena gangguan insulin.
Sel kekurangan glukosa untuk metabolisme dan merangsang pusat lapar di
hipotalamus. Cadangan glukosa yang tidak cukup akan menyebabkan terjadinya
glukoneogenesis, dapat berasal dari asam amino hasil degradasi protein di otot
sehingga berkurangnya masa otot yang ditunjukkan dengan penurunan bobot
badan (Price & Wilson 1985).
Hiperglikemia merupakan salah satu gejala klinis penyakit diabetes
melitus. Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang
dimanifestasikan oleh kehilangan toleransi karbohidrat. Manifestasi klinis
hiperglikemia biasanya terjadi secara kronis dalam waktu yang bertahun-tahun
dengan gejala klinis penyakit vaskular. Diabetes mempunyai etiologi yang
heterogen, artinya berbagai lesi mengakibatkan insufisiensi insulin. Jenis-jenis
gangguan berikut ini dianggap sebagai kemungkinan etiologi diabetes, yaitu :
10
kelainan fungsi atau jumlah sel-sel beta yang bersifat genetik (menurun), faktor
lingkungan yang mengubah fungsi dan integritas sel beta, gangguan sistem
imunitas, dan kelainan aktivitas insulin (Price & Wilson 1985).
Penderita diabetes melitus dibedakan menjadi empat, yaitu : Tipe I
diabetes melitus (Insulin Dependent Diabetes Mellitus / IDDM). Penderita
diabetes jenis IDDM tidak dapat memproduksi insulin. Diabetes jenis IDDM
timbul bila pankreas kehilangan kemampuannya untuk menghasilkan insulin.
Penderita tipe ini rentan terhadap ketosis dan frekuensi antigen
histokompatibilitas tertentu mungkin meningkat atau menurun. Penyakit ini sering
timbul pada usia muda (Laurence & Bennet 1992). Tipe II diabetes melitus (Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus / NIDDM). Penderita diabetes jenis NIDDM,
pankreas masih berfungsi tetapi menunjukan defisiensi relatif, sehingga tubuh
kehilangan kemampuan untuk memanfaatkan insulin secara efektif. Penderita
jenis ini tidak rentan terhadap ketosis. Tipe ini sering dikaitkan dengan obesitas
dan umur tua (Laurence & Bennet 1992).
Tipe III diabetes sekunder, jenis ini timbul sehubungan dengan penyakit
lain, seperti penyakit pankreas, sindroma Cushing dan akromegali. Beberapa
pasien memperlihatkan kelainan primer pada reseptor insulin. Tipe IV diabetes
gestasional, yaitu diabetes yang timbul selama kehamilan atau intoleransi glukosa
yang didapat selama masa kehamilan, disebabkan oleh peningkatan sekresi
berbagai hormon disertai pengaruh metabolik terhadap toleransi glukosa. Diabetes
gestasional terjadi pada trimester kedua atau trimester ketiga. Pada pasien-pasien
ini toleransi glukosa dapat kembali normal setelah persalinan (Price & Wilson
1985).
Manifestasi klinis diabetes dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
defisiensi insulin. Pasien-pasien yang menderita defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi glukosa
sesudah makan karbohidrat.
Pasien penderita IDDM sering memperlihatkan timbulnya gejala-gejala
yang eksplosif disertai polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah
dan somnolen (mengantuk) yang berlangsung lama. Mereka bisa menderita sakit
berat, timbul ketoasidosis, yaitu terbentuknya badan-badan keton di dalam darah
11
akibat pembakaran lemak dan terjadinya dehidrasi akibat kekurangan cairan tubuh
sehingga darah menjadi asam. Keadaan ini dapat menyebabkan pasien meninggal
kalau tidak segera mendapatkan pengobatan. Pasien ini memerlukan terapi insulin
untuk mengontrol metabolisme dan biasanya peka terhadap insulin (Price &
Wilson 1985).
Sebaliknya, penderita NIDDM tidak memperlihatkan gejala apa pun,
diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan
melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien
menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya tidak menderita
ketoasidosis. Pada hiperglikemia yang parah dan tidak memberikan respon
terhadap terapi diet, diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar
glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas terhadap
insulin. Kadar insulinnya mungkin berkurang, normal atau tinggi, tetapi tidak
cukup untuk mempertahankan kadar glukosa normal darah (Price & Wilson
1985).
Obat Antihiperglikemik
Obat antihiperglikemik adalah senyawa yang dapat menurunkan kadar
gula darah. Berdasarkan struktur kimianya obat ini dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu turunan sulfonamid (sulfonilurea) dan turunan guanidin
(biguanida) (Laureance & Bennet 1992). Antidiabetes oral golongan sulfonilurea
memobilisasi insulin tubuh. Senyawa ini meningkatkan sekresi insulin sel-β pulau
Langerhans sekaligus insulin yang terikat pada protein plasma yang biologik tidak
aktif dapat dibebaskan dan diaktifkan kembali. Prinsip kerja sulfonilurea adalah
efek insulin, karena itu obat golongan ini diindikasikan pada penderita NIDDM.
Efek samping turunan sulfonilurea adalah terjadinya hipoglikemia (Schunack et al
1990).
Obat dengan turunan biguanida merangsang glikolisis anaerob,
meningkatkan sensitivitas dan jumlah reseptor insulin, menghambat
glukoneogenesis di hati dan menurunkan penyerapan glukosa di usus. Turunan
biguanida yang sekarang digunakan sebagai antidiabetes adalah metformin.
Metformin dapat mempengaruhi fungsi ginjal dan jantung, sehingga hanya
12
digunakan untuk penderita yang tidak menderita penyakit ginjal dan jantung.
Sedangkan turunan sulfonilurea yang sering digunakan adalah glibenklamid
(Schunack et al 1990).
Aloksan
Aloksan merupakan senyawa kimia yang dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel β pankreas dan digunakan sebagai bahan untuk menginduksi
terjadinya hiperglikemia pada hewan coba. Aloksan akan memberikan efek
diabetogenik pada hewan coba di hari ke-2 setelah penyuntikan aloksan secara
intraperitonial. Pemberian aloksan secara intravena maupun intraperitonial dapat
menyebabkan terjadinya hiperglikemia pada tikus, kelinci, kucing, anjing,
hamster, kambing, dan monyet (Ellenberg & Rifkin 1970).
Penelitian secara in vitro yang dilakukan Balz et al (1980) menyatakan
bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion Ca2+
dari mitokondria yang
mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion Ca2+
dari
mitokondria ini mengakibatkan gangguan homeolisis yang merupakan awal
kematian sel. Menurut Colca (1993) aloksan menghambat aktivitas kalmodulin,
yaitu suatu senyawa yang berperan dalam proses transport ion Ca2+
di dalam sel.
Ion Ca2+
sangat diperlukan dalam memulai sejumlah proses seluler seperti
kontraksi sel, sekresi neurotransmitter, dan hormon. Kalmodulin merupakan
protein pengikat ion Ca2+
yang berperan sebagai aktivator agar sejumlah tertentu
ion Ca2+
berada di dalam sel. Penghambatan aktivitas kalmodulin menyebabkan
terjadinya penghambatan sekresi insulin. Faktor lain yang sangat dominan
menghasilkan sifat diabetogenik aloksan ialah pembentukan senyawa oksigen
reaktif yang terjadi dalam sel- sel β pankreas (Colca 1993).
13
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Juli 2010 di
Laboratorium Farmasi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Kandang
Hewan Coba Bagian Farmakologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan
Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan antara lain tikus putih, pakan, air, daun
Mimba (Azadirachta indica juss), etil asetat, pereaksi Meyer, HgCl2, KI, pereaksi
Dragendorf, bismut subnitrat, pereaksi Wagner, I2, kloroform, NH4OH, H2SO4
2M, serbuk Mg, HCl pekat, pereaksi Lieberman-Burchard, H2SO4 pekat, FeCl3,
gelatin, NaOH 1 N, NaCl 0.90 %, aquades, aloksan, glibenklamid, alkohol 70%.
Alat yang digunakan antara lain syringe 1 ml, tempat makan dan minum,
kandang, lampu, kipas angin, timbangan gram kasar, botol ekstrak, maserator,
lemari pengering, Mesh 20, gelas ukur, corong, cawan porselen, batang pengaduk,
lap, spidol, stiker label, kapas, tisu, Blood Glucose Meter merk Finetest TM
, strip
glukosa.
Metode Penelitian
Pembuatan Simplisia
Daun mimba diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
(BALITRO). Bagian yang digunakan adalah daun yang sudah tua. Daun mimba
dibersihkan dari kotoran yang menempel, kemudian dicuci dengan air mengalir
sampai bersih dan ditiriskan. Daun mimba dikeringkan dengan lemari pengering
pada suhu 40 °C selama empat hari. Daun yang telah kering dipisahkan dari
pengotornya kemudian digiling dan diayak sehingga diperoleh serbuk simplisia
dengan ukuran Mesh 20.
Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Daun Mimba
Ekstraksi daun mimba kering dilakukan dengan metoda maserasi. Daun
mimba kering sebanyak 50 g dimasukan ke dalam maserator ditambah etil asetat
14
sebanyak 500 ml dan direndam selama 24 jam, setiap 6 jam dilakukan
pengadukan. Disaring dan ditampung di dalam tabung. Proses ini dilakukan
pengulangan 2 kali. Hasil saringan dipekatkan dengan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 40 °C dan 50 rpm yang bertujuan menguapkan pelarutnya
hingga berupa ekstrak kental. Setelah itu ditimbang rendemennya.
Penapisan Fitokimia
Kandungan senyawa organik yang umum diidentifikasi adalah alkaloid,
tanin, flavonoid, saponin, steroid, dan triperpenoid.
Uji Alkaloid. Digunakan tiga pereaksi untuk uji alkaloid, yaitu pereaksi
Meyer, pereaksi Dragendroff, dan pereaksi Wagner. Pereaksi Meyer dibuat
dengan melarutkan 1,36 g HgCl2 dalam 60 ml aquades, dicampur dengan larutan 5
g KI dalam 10 ml aquades, dan diencerkan sampai 100 ml dengan aquades.
Pereaksi Dragendorf dibuat dengn melarutkan 8 g KI dalam 20 ml aquades,
dicampur dengan larutan 0,85 g bismut subnitrat dalam 40 ml aquades dan
diencerkan sampai 100 ml dengan aquades. Pereaksi Wagner dibuat dengan
melarutkan 2 g KI dalam 40 ml aquades, ditambah 1 g I2 dan dikocok sampai
homogen, diencerkan dengan aquades sampai 100 ml.
Sebanyak 1 ml ekstrak etil asetat daun mimba ditambah 10 ml kloroform
dan 3 tetes NH4OH dalam tabung reaksi. Ekstrak kloroform dipisah dan diberi 10
tetes H2SO4 2M. Lapisan asam dipisah ke dalam 3 bagian ditetesi pereaksi Meyer,
Dragendorf dan Wagner. Terdapatnya alkaloid ditandai dengan terbentuknya
endapan putih oleh pereaksi Meyer, endapan merah oleh pereaksi Dragendorf dan
endapan coklat oleh pereaksi Wagner.
Uji Flavonoid. Sebanyak 2 ml ekstrak etil asetat daun mimba dimasukkan
ke dalam air mendidih selama 5 menit. Ditambah serbuk Mg, 1 ml HCl pekat dan
20 tetes alkohol lalu dikocok kuat. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga
menunjukkan terdapatnya senyawa flavonoid.
Uji Terpenoid dan Steroid. Sebanyak 1 ml ekstrak etil asetat daun
mimba dimaserasi dengan 10 ml eter selama 10 menit. Lapisan eter dipisah lalu
ditambah 3 tetes pereaksi Lieberman-Burchard dan 1 tetes H2SO4 pekat.
Terbentuknya warna merah atau ungu menunjukkan kandungan triterpenoid
sedangkan warna hijau atau biru menunjukkan kandungan steroid.
15
Uji Saponin. Sebanyak 2 ml ekstrak etil asetat daun mimba dikocok
selama 15 detik. Timbulnya busa hingga selang waktu 10 menit menunjukkan
adanya saponin.
Uji Tanin. Sebanyak 1 ml ekstrak etil asetat daun mimba ditambah 2 tetes
FeCl3. Terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan
terdapatnya tanin.
Uji Kuinon. Sebanyak 5 ml larutan ekstrak etil asetat daun mimba
ditambahkan gelatin kemudian disaring filtratnya dan ditambahkan NaOH 1 N.
Jika terbentuk warna merah berarti mengandung kuinon.
Pengujian Aktivitas Antihiperglikemik
Penelitian mengenai aktivitas antihiperglikemik dari daun mimba ini
dilakukan dengan menggunakan 18 ekor tikus putih jantan galur Sparaque dawley
berumur 4-5 bulan, dengan bobot badan 180-280 gram. Tikus ini dibagi dalam 6
kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3 ekor tikus. Perlakuan untuk masing-
masing kelompok adalah :
1. Kelompok kontrol normal (K1) : tikus disuntik dengan NaCl 0.90 % dan
dicekok aquades.
2. Kelompok kontrol negatif (K2) : tikus disuntik aloksan dan dicekok
aquades.
3. Kelompok kontrol positif (K3) : tikus disuntik aloksan dan dicekok obat
glibenklamid dosis 3,5 x 10-6
mg/kgBB.
4. Kelompok perlakuan (KP1, KP2, KP3) : tikus disuntik aloksan dan dicekok
ekstrak etil asetat daun mimba dengan dosis 30, 60, 90 mg/kgBB.
Kelompok selain K1 ditingkatkan kadar glukosa darahnya dengan cara
disuntik aloksan dosis 150 mg/kgBB sampai terjadi hiperglikemia secara
intraperitonial. Penyuntikan aloksan dilakukan pada hari ke-0 dan perlakuan
diberikan pada hari ke-6 sampai hari ke-10 (Wardhana 2005).
Pengukuran Glukosa Darah
Konsentrasi glukosa darah diukur sebanyak 3 kali, yaitu sebelum percobaan
(hari ke-0), setelah pemberian aloksan (hari ke-6), dan setelah pemberian obat
16
antihiperglikemik/ekstrak etil asetat daun mimba (hari ke-10). Pengukuran darah
pada hari ke-6 bertujuan untuk mengetahui apakah sudah terjadi peningkatan
kadar glukosa darah dan pengukuran pada hari ke-10 untuk mengetahui kadar
glukosa darah setelah diberi perlakuan. Pengukuran glukosa darah tikus dilakukan
setelah tikus dipuasakan selama ± 16 jam. Glukosa darah tikus diukur
menggunakan Blood Glucose Meter merk Finetest TM
. Caranya dengan setetes
darah tikus yang berasal dari ujung ekor diteteskan pada strip glukosa yang telah
dimasukkan dalam glukometer. Sebelumnya pada glukometer dilakukan
penyesuaian kode yang tertera pada kemasan strip glukosa. Setelah darah
diteteskan pada strip, ditunggu selama 9 detik untuk menunggu hasil pembacaan
konsentrasi glukosa darah oleh glukometer. Nilai yang tertera pada glukometer
merupakan nilai konsentrasi glukosa darah dengan satuan mg/dL.
Pengukuran Bobot Badan
Bobot badan diukur 4 kali, yaitu saat tikus mulai dipelihara, sebelum
pemberian aloksan (hari ke-0), setelah pemberian aloksan (hari ke-6), dan setelah
pemberian perlakuan (hari ke 10). Pengukuran bobot badan menggunakan
timbangan gram kasar.
Analisis statistik
Data hasil uji pengukuran efek antihiperglikemik diolah secara statistika
menggunakan uji sidik ragam ANOVA yang dilanjutkan dengan uji wilayah
berganda Duncan untuk melihat ada tidaknya perbedaan. Adapun model tersebut
ialah :
Yij = µ + αi +εij
Keterangan :
µ = pengaruh rataan umum
αi = pengaruh perlakuan ke –i i= 1,2,3,4,5,6
εij = pengaruh galat perlakuan ke =i dan ulangan ke-j, j= 1,2,3,4
Yij = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia
Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil
asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah menguap),
tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat akan melarutkan senyawa semi
polar. Simplisia daun mimba yang dimaserasi dengan perbandingan 1 : 10 dengan
pelarut, dilakukan berulang-ulang sampai filtrat yang dihasilkan relatif tidak
mengandung komponen tumbuhan dalam jumlah yang berarti atau warna filtrat
sudah tidak pekat lagi. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dipekatkan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 40 °C dan 50 rpm yang bertujuan
menguapkan pelarutnya hingga berupa ekstrak kental. Jumlah ekstrak hasil
maserasi sebanyak 10 liter. Volume yang dihasilkan setelah dievaporasi sekitar
1/10 volume awal, yaitu diperoleh 91,6 g ekstrak kental etil asetat daun mimba.
Hasil uji penapisan fitokimia terhadap ekstrak etil asetat daun mimba
menunjukan hasil positif terhadap senyawa flavonoid, saponin, dan tanin
sedangkan yang menunjukan hasil negatif adalah senyawa alkaloid, steroid,
triterpenoid, dan hidroquinon (Tabel 1). Uji penapisan fitokimia pada ekstrak
etanol daun mimba menunjukan hasil positif pada senyawa alkaloid, flavonoid,
tanin, kumarin, dan steroid serta hasil negatif pada saponin dan triterpenoid (Tabel
2). Gahukar (2010) menyatakan bahwa hasil fitokimia daun mimba mengandung
lebih dari 40 senyawa aktif biologis, termasuk lomonid, flavonoid, polisakarida
dan senyawa sulfur. Perbedaan kandungan senyawa metabolit sekunder pada
tanaman yang sama di tempat yang berbeda dipengaruhi oleh faktor lingkungan
tempat tumbuh, waktu pemanenan, umur tanaman dan sensitifitas metode untuk
analisis kandungan tersebut.
Senyawa yang diduga berpengaruh pada aktivitas antihiperglikemik
ekstrak etil asetat daun mimba adalah tanin dan flavonoid. Menurut Zabri et al.
(2008) flavonoid berfungsi menurunkan kadar gula darah. Tadera et al. (2005)
juga menyatakan bahwa senyawa tanin dan flavonoid memiliki potensi
antihiperglikemik dengan mekanisme penghambatan reversibel nonkompetitif
enzim glukosidase. Glukosidase adalah enzim yang sangat diperlukan dalam
18
proses metabolisme karbohidrat yang terletak dibagian tepi permukaan sel usus
halus. Enzim glukosidase memecah karbohidrat menjadi glukosa pada usus.
Senyawa yang dapat menghambat aktivitas enzim ini menunjukan indikasi bahwa
senyawa tersebut berpotensi menurunkan kadar gula dalam darah.
Tabel 1 Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak etil asetat daun mimba
Uji Hasil
Alkaloid Dragendorf
Mayer
Wagner
Negatif (-)
Negatif (-)
Negatif (-)
Steroid
Triterpenoid
Negatif (-)
Negatif (-)
Tanin Positif (+)
Flavonoid Positif (+)
Saponin Positif (+)
Hidroquinon Negatif (-)
Tabel 2 Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak etanol daun mimba
Golongan senyawa Hasil uji Keterangan
Flavonoid ++ Warna jingga kemerahan
Saponin - Tidak berbuih
Alkaloid + Endapan putih dan endapan
merah jingga
Triterpenoid - Warna hijau
Tanin + Endapan hitam kehijauan
Kuinon + Endapan merah
Kumarin + Fluoresensi hijau pada sinar UV
366 nm
Steroid +++ Endapan biru
Ket : Tanda (+) menunjukan tingkat intensitas warna
Bobot Badan
Pengamatan terhadap bobot badan tikus selama tiga minggu adaptasi,
menunjukan kecenderungan kenaikan bobot badan tikus. Hal ini menandakan
tikus sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya. Kelompok normal
(K1) yang tidak disuntik dengan aloksan terus mengalami kenaikan bobot badan
(Gambar 3), menunjukan tikus dalam keadaan sehat dan tumbuh dengan normal.
19
Gambar 3 Rata-rata bobot badan tikus kelompok normal (K1)
Gambar 4 Rata-rata bobot badan tikus Ket : h0 = sebelum induksi aloksan, h6 = setelah induksi aloksan, h10 = setelah
perlakuan
Kelompok K2, K3, KP1, KP2 dan KP3 yang disuntik aloksan, pada hari
ke-6 menunjukan penurunan bobot badan (Gambar 4). Kelompok K2 mengalami
penurunan bobot badan dari 189 g menjadi 172 g (Lampiran 5). Begitu juga
20
dengan dengan kelompok K3, mengalami penurunan bobot badan dari 176 g
menjadi 159 g (Lampiran 5). Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Penurunan bobot badan tikus akibat tikus telah menderita hiperglikemia.
Hiperglikemia merupakan kondisi dimana nilai ambang reabsorbsi glukosa
melebihi nilai normal. Glukosa yang berlebih akan dikeluarkan bersama urin.
Keadaan ini menyebabkan terjadinya poliuria yang diikuti dengan polidipsi.
Glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel karena gangguan insulin, akibatnya terjadi
poliphagia dan glukoneogenesis. Sel yang kekurangan glukosa untuk metabolisme
akan merangsang pusat lapar di hipotalamus menyebabkan rasa lapar yang
berlebihan. Glukoneogenesis dapat berasal dari asam amino hasil degradasi
protein di otot sehingga berkurangnya masa otot yang ditunjukan dengan
penurunan bobot badan.
Setelah pemberian ekstrak etil asetat daun mimba, pada hari ke-10 bobot
badan tikus ditimbang lagi. Kelompok KP1 mengalami penurunan bobot badan
dari 168 g pada hari ke-6 menjadi 144 g pada hari ke-10. Kelompok KP2
mengalami kenaikan bobot badan sebanyak 2 g, sedangkan bobot badan
kelompok KP3 tidak mengalami perubahan dari hari ke-6 sampai hari ke-10, yaitu
180 g (Lampiran 5). Untuk mengetahui pengaruh bobot badan dan perlakuan
dilakukan analisis statistik yang menunjukan pemberian perlakuan pada tikus
tidak memberikan respon yang berbeda (p>0,05). Pemberian ekstrak etil asetat
tidak mempengaruhi bobot badan tikus.
Kadar Glukosa Darah
Pada penelitian ini digunakan aloksan dosis 150 mg/kgBB untuk
menginduksi terjadinya hiperglikemia pada tikus. Aloksan merupakan senyawa
kimia yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel β pankreas dan
digunakan sebagai bahan untuk menginduksi terjadinya hiperglikemia pada hewan
coba (Ellenberg & Rifkin 1970). Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan
sesaat sebelum induksi aloksan, 6 hari setelah induksi aloksan, dan 10 hari setelah
induksi aloksan. Pengukuran kadar glukosa dilakukan pada hari ke-6 dengan
asumsi semua tikus telah menderita hiperglikemia. Tikus yang telah mengalami
hiperglikemia dicekok dengan ekstrak etil asetat daun mimba, glibenklamid dan
21
aquades setiap hari selama empat hari. Pengukuran pada hari ke-10 dilakukan
dengan asumsi kadar glukosa darah sudah kembali mendekati nilai normalnya.
Hasil pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-0, sesaat sebelum
induksi aloksan dari semua kelompok menunjukan nilai yang hampir sama. Kadar
glukosa darah tikus semua kelompok berkisar antara 70-110 mg/dL.
Enam hari setelah diinduksi, kelompok yang diinduksi aloksan mengalami
hiperglikemia, kadar glukosa darah tikus berkisar 360-460 mg/dL. Tikus
dinyatakan menderita hiperglikemia apabila kadar glukosa darahnya > 250 mg/dL
(Gutirerrez & Vargas 2006). Keadaan hiperglikemia pada tikus disertai dengan
kusamnya warna bulu serta meningkatnya intensitas minum dan urinasi.
Gambar 5 Rata-rata kadar glukosa darah tikus pada h0 = sebelum induksi
aloksan, h6 = setelah induksi aloksan, h10 = setelah perlakuan
Kelompok K1 tidak mengalami kenaikan glukosa darah pada hari ke-6,
cenderung mengalami penurunan karena tidak diinduksi aloksan. Kadar glukosa
darah kelompok K1 pada hari ke-0 74 mg/dL, turun menjadi 62 mg/dL pada hari
ke-6. Kelompok K2, K3, KP1, KP2 dan KP3 mengalami kenaikan kadar glukosa
darah pada hari ke-6 dengan nilai yang berbeda-beda (Gambar 5). Kadar glukosa
darah kelompok K2 berbeda nyata dengan KP1 dan KP3. Kelompok K2
mengalami kenaikan glukosa darah menjadi 454 mg/dL, sedangkan kelompok
KP1 dan KP3 mengalami kenaikan glukosa darah menjadi 370 mg/dL dan 363
mg/dL (Tabel 4).
22
Kenaikan glukosa darah pada kelompok K3 berbeda nyata dengan KP3.
Kadar glukosa darah K3 yaitu 451 mg/dL sedangkan kadar glukosa darah KP3
adalah 363 mg/dL (Tabel 4). Perbedaan kenaikan kadar glukosa darah dapat
disebabkan oleh kondisi fisiologis hewan coba yang berbeda, pengulangan data
yang minim dan proses metabolisme obat yang berbeda di setiap individu.
Pengukuran kadar glukosa darah hari ke-10 pada kelompok K2 yang
dicekok dengan aquades tidak menunjukan penurunan glukosa darah. Kadar
glukosa darah tikus adalah 454 mg/dL pada hari ke-6 dan hari ke-10. Tikus tetap
menderita hiperglikemia karena aquades tidak dapat menurunkan kadar glukosa
darah.
Kadar glukosa darah K3 pada hari ke-10 menunjukan penurunan yang
berarti yaitu terjadi penurunan sebanyak 269 mg/dL (Tabel 3). Kadar glukosa
darah pada hari ke-6 adalah 451 mg/dL, turun menjadi 182 mg/dL (Tabel 4) pada
hari ke-10. Kelompok K3 dicekok dengan glibenklamid. Glibenklamid merupakan
obat oral golongan sulfonilurea. Senyawa ini memobilisasi insulin tubuh,
meningkatkan sekresi insulin sel-β pulau Langerhans sekaligus insulin yang
terikat pada protein plasma.
Tabel 3 Hasil analisis statistik antar perlakuan
Kelompok
Perubahan kadar glukosa darah (mg/dL)
H6
(setelah induksi hiperglikemia)
H10
(setelah perlakuan)
K1 -12,33±20,21d -23,33±14,84
d
K2 366,33±28,73a 0,33±4,16
c
K3 346,33±100,33ab
269,67±151,86a
KP1 261,67±18,01bc
79,33±34,01b
KP2 303,33±19,86abc
153,67±47,43ab
KP3 254,67±33,56c 149,67±28,94
ab
Ket : angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan hasil
berbeda nyata (p<0,05)
Penurunan kadar glukosa darah kelompok KP1 berbeda nyata dengan K3.
Pemberian ekstrak etil asetat dengan dosis 30 mg/kg BB dapat menurunkan kadar
glukosa darah, tetapi dosis ini tidak mempunyai efek yang setara dengan
23
glibenklamid. Kelompok KP1 mengalami penurunan kadar glukosa darah
sebanyak 79 mg/dL (Tabel 3). Kadar glukosa darah pada hari ke-6 yaitu 370
mg/dL turun menjadi 290 mg/dL (Tabel 4) pada hari ke-10. Kelompok KP1
belum mampu menurunkan kadar glukosa darah menjadi normal karena dosis
yang digunakan kecil. Kadar glukosa setelah perlakuan >250 mg/dL.
Kelompok KP2 dan KP3 tidak terdapat perbedaan nyata dengan K3.
Pemberian ekstrak etil asetat 60 mg/kg BB dan 90 mg/kg BB menurunkan kadar
glukosa darah setara dengan glibenklamid. Sukrasno & Tim Lentera (2003)
menyatakan bahwa aktivitas hipoglikemik ekstrak daun maupun biji mimba
setingkat dengan glibenklamid.
Kelompok KP2 mengalami penurunan kadar glukosa darah sebanyak 153
mg/dL (Tabel 3). Penurunan ini belum dapat menurunkan kondisi hiperglikemia
menjadi normal. Kelompok KP3 sudah tidak menderita hiperglikemia, kadar
glukosa darah < 250 mg/dL. Terjadi penurunan kadar glukosa darah dari 363
mg/dL menjadi 213 mg/dL (Tabel 4).
Tabel 4 Rata-rata kadar glukosa darah
Perlakuan
H0
Sebelum induksi
hiperglikemia
(mg/dL)
H6
Setelah induksi
hiperglikemia
(mg/dL)
H10
Setelah diberi
perlakuan (mg/dL)
K1 74,67±11,67 62,33±9,81d 85,67±24,37
d
K2 88,00±19,00 454,33±40,20a 454,00±36,37
c
K3 105,33±4,16 451,67±101,08ab
182,00±145,34a
KP1 108,33±6,02 370,00±16,64bc
290,67±39,80b
KP2 110,67±6,65 414,00±18,52abc
260,33±29,4ab
KP3 108,33±4,04 363,00±32,78c 213,33±14,57
ab
Ket : angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan
hasil berbeda nyata (p<0,05)
Hasil analisis secara statistik menunjukan bahwa pemberian ekstrak etil
asetat daun mimba pada kelompok KP1, KP2 dan KP3 berpengaruh nyata
(p<0,05) terhadap penurunan kadar glukosa darah. Ekstrak etil asetat dengan
24
dosis yang berbeda dapat menurunkan kadar glukosa darah. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Biswas et al. (2002) yang menyatakan bahwa daun, batang,
kulit dan minyak biji mimba mempunyai efek hipoglikemik (menurunkan kadar
glukosa darah). Sukrasno & Tim Lentera (2003) juga menyatakan bahwa
aktivitas hipoglikemik ekstrak daun mimba tidak mempengaruhi penggunaan
glukosa pada jaringan tetapi menghambat penguraian glikogen yang dirangsang
oleh epinefrin.
25
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak etil asetat daun mimba memiliki efek antihiperglikemik serta
mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid, tanin dan saponin. Dosis
efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah adalah 60 dan 90 mg/kg BB.
Bobot badan tikus tidak dipengaruhi oleh pemberian ekstrak etil asetat daun
mimba.
Saran
Perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja daun mimba
dalam menurunkan kadar glukosa darah, khususnya metode pemisahan komponen
bioaktif yang lebih spesifik untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang
mempunyai efek antihiperglikemik. Pengamatan patologi anatomi dan studi
histopatologi efektifitas ekstrak etil asetat daun mimba sebagai anti hiperglikemik
pada organ pankreas, hati dan ginjal tikus.
26
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. Jakarta : UI Press.
Balz F, Winterhalter KH, Ritcher C. 1980 . Mechanism of alloxan induced
calcium released from rat liver mitochondria. J Biol Chem 260 : 7394-
7401.
Bermawie N, Hadad EA, Ajijah N. 1996. Plasma Nutfah dan Pemuliaan
Tanaman Obat. Prosiding Forum Konsultasi Strategi dan Koordinasi
Pengembangan Agroindustri Tanaman Obat. Bogor : Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat.
Biswas K, Chattopadhyay I, Banerjee RK, Bandyopadhyay U. 2002. Biological
activities and medical properties of Neem (Azadirachta indica). Curr Sci
82 (11) : 1336-1344.
Bombardelli E. 1991. Technologies for Processing of Medical Plants. Florida :
CRC Press.
Chang R. 2003. Kimia Dasar, Konsep-konsep Inti Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Colca JR. 1993. Alloxan inhibition of Ca2+ and calmodulin dependent protein
kinase activity in pancreatic islet. J Biol Chem 258 : 7260-7263.
Dalimartha S. 2000. Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar. Jakarta: Puspa Swara.
El-Hawary ZM, Kholief TS. 1990. Biochemical Studies on Hypoglycemic Agent
(I) Effect of Azadirachta indica leaf extract. J Arch Pharm Res 13 : 108-
112.
Ellenberg M, Rifkin H. 1970. Diabetes Melitus : Theory and Practice, New York:
McGrawHill.
Gahukar RT. 2010. Role and perspective of phytochemicals in pest management
in India. Curr Sci 98 : 7.
Gan S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Bagian Farmakologi dan Terapi
FK UI.
Gutierrez RMP & Vargas S. 2006. Evaluation of the wound healing properties of
Acalyphalangiana in diabetic rats. Fitoterapia 77 : 286
Gunasena HPM, Marambe B. 1998. Neem in Sri Lanka a Monograph. Sri lanka :
UP-OFI Forestry Research Link.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Padmawinata K dan Sudiro I, penerjemah. Bandung: ITB.
Harkness R. 1989. Interaksi Obat. Agoes G dan Widiantono ME, penerjemah.
Bandung : Penerbit ITB.
Heyne K.1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II, Jilid II. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan RI.
Kardinan A, Ruhnayat A. 2003. Mimba Budidaya dan Pemanfaatan. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Laurece DR, Bennet PN. 1992. Clinical Pharmacology. New York : Churchill
Livingstone.
27
List PH, Schmidt PC. 1989. Phytopharmaceutical Technology. Boston : CRC
Press.
Morgan NG, Cable HC, Newcombe NR, William GT. 1994. Treatment of
Cultured Pencreatitic B cells with Sterptozotocin Induces Cells Death by
Apoptosis. Bioscience Report. 14 (5) : 243-250
Price SA, Wilson LM. 1985. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Rukmana R, Oesman YY. 2002. Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami.
Yogyakarta : Kanisius.
Schunack W, Mayer K, Haake M. 1990. Senyawa Obat Buku Pelajaran Kimia
Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Soenanto H. 2005. Musnahkan penyakit dengan Tanaman Obat. Jakarta : Puspa
Swara.
Soewita OS. 1995. Ramuan Pusaka Prima Raga, Resep-Resep Pengobatan
Tradisional untuk Penyembuhan Berbagai Penyakit. Jakarta : Penerbit
Titik Terang.
Sukrasno, Tim Lentera. 2003. Mimba, Tanaman Obat Multifungsi. Jakarta :
Agromedia Pustaka.
Tadera K, Minami Y, Takamatsu K, MatsuokaT. 2005. Inhibition α-glucosidase
and α-amilase of Flavonoids. J Nutr Sci Vitamicol 52 : 149-152
Tjitrosoepomo G. 2005. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Tjay HT, Rahardja K. 2002. Obat-obat Penting ed V. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
Wardhana DW. 2005. Potensi senyawa triterpenoid dari ekstrak kloroform daun
tanaman anting-anting (Acalypha indica L.) sebagai penurun kadar
glukosa darah [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Zabri H, Charles K, Anoubilé B, Janat MB and Yves AB. 2008. Phytochemical screening and determination of flavonoids in Secamone afzelii
(Asclepiadaceae) extracts. Acad J 2 (8) : 080-082
28
LAMPIRAN
29
Lampiran 1 Tahapan penelitian
Daun Mimba
Simplisia
Maserasi dengan etil asetat
Selama 2 × 24 jam pada suhu kamar
Saring
Filtrat
Evaporator
40 °C dan 50 rpm
Ekstrak kental
Uji Fitokimia
Uji Aktivitas Antihiperglikemik
30
Lampiran 2 Perhitungan dosis glibenklamid
Bobot 1 tablet glibenklamid = 0,17 gram
Bobot glibenklamid yang dicekokkan
= Bobot tikus × Bobot tablet glibenklamid
Bobot manusia (50kg)
Contoh perhitungan untuk tikus dengan bobot badan 173 gram
Bobot glibenklamid yang dicekokkan
= 0,173 × 0,17 g
50
= 0,0006 g
= 0,6 mg
Maka, bobot glibenklamid yang dicekok per gram bobot badan tikus adalah
= 0,6 mg / 173 g
= 3,5 × 10-3
mg / gram BB tikus
31
Lampiran 4 Rataan glukosa darah tikus
No. Tikus Kadar glukosa darah ( mg/dL )
h0 h6 h10
kontrol normal (K1)
1 Tikus 1 85 51 58
2 Tikus 2 62 68 95
3 Tikus 3 77 68 104
Rataan 74,67 62,33 85,67
SE 11,67 9,81 24,37
kontrol negatif (K2)
4 Tikus 1 104 459 460
5 Tikus 2 93 492 487
6 Tikus 3 67 412 415
Rataan 88 454,33 454
SE 19 40,20 36,37
kontrol positif (K3)
7 Tikus 1 110 447 341
8 Tikus 2 102 353 56
9 Tikus 3 104 555 149
Rataan 105,33 451,67 182
SE 4,16 101,08 145,33
perlakuan 1 (KP1)
10 Tikus 1 114 358 245
11 Tikus 2 102 363 318
12 Tikus 3 109 389 309
Rataan 108,33 370 290,67
SE 6,02 16,64 39,80
perlakuan 2 (KP2)
13 Tikus 1 114 433 236
14 Tikus 2 103 413 252
15 Tikus 3 115 396 293
Rataan 110,67 414 260,33
SE 6,65 18,52 29,39
perlakuan 3 (KP3)
16 Tikus 1 106 398 215
17 Tikus 2 113 358 227
18 Tikus 3 106 333 198
Rataan 108,33 363 213,33
SE 4,04 32,78 14,57
32
Lampiran 5 Rataan bobot badan tikus
No. Tikus
BB tikus (gram)
Bobot
awal
Sebelum
induksi
Setelah
induksi
Setelah
perlakuan
kontrol normal (K1)
1 Tikus 1 173 188 194 203
2 Tikus 2 193 208 226 232
3 Tikus 3 197 215 221 234
Rataan 187,67 203,67 213,67 223
SE 12,85 14,01 17,21 17,34
kontrol negatif (K2)
4 Tikus 1 174 198 172 170
5 Tikus 2 178 188 166 163
6 Tikus 3 169 181 180 166
Rataan 173,67 189 172,67 166,33
SE 4,509 8,54 7,02 3,51
kontrol positif (K3)
7 Tikus 1 198 210 173 141
8 Tikus 2 140 152 149 141
9 Tikus 3 151 168 156 159
Rataan 163 176,67 159,33 147
SE 30,80 29,95 12,34 10,39
perlakuan 1 (KP1)
10 Tikus 1 150 176 159 136
11 Tikus 2 152 176 168 147
12 Tikus 3 163 185 178 150
Rataan 155 179 168,33 144,33
SE 7 5,19 9,50 7,37
perlakuan 2 (KP2)
13 Tikus 1 196 210 159 214
14 Tikus 2 208 226 186 163
15 Tikus 3 187 201 177 151
Rataan 197 212,33 174 176
SE 10,53 12,66 13,74 33,45
perlakuan 3 (KP3)
16 Tikus 1 188 203 176 170
17 Tikus 2 200 212 178 182
18 Tikus 3 204 217 188 190
Rataan 197,33 210,67 180,67 180,67
SE 8,32 7,09 6,42 10,06
33
Lampiran 6 Hasil analisis ragam
Respon : Kadar Glukosa Darah Tikus
1. Pengaruh Perlakuan terhadap respon (setelah induksi terhadap sebelum induksi) Output SAS :
Kadar Glukosa Darah Setelah Induksi - Sebelum Induksi
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
Perlakuan 6 Negatif Normal P1 P2 P3 Positif
Number of Observations Read 18
Number of Observations Used 18
Dependent Variable: respon
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 5 2.837.040.000 567.408.000 25.90 <.0001
Error 12 262.880.000 21.906.667
Corrected Total 17 3.099.920.000
R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean
0.915198 18.47548 46.80456 253.3333
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
perlakuan 5 2.837.040.000 567.408.000 25.90 <.0001
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
perlakuan 5 2.837.040.000 567.408.000 25.90 <.0001
Duncan's Multiple Range Test for respon
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 12
Error Mean Square 2.190.667
Number of Means 2 3 4 5 6
Critical Range 83.27 87.15 89.51 91.07 92.15
34
Means with the same letter are
not significantly different.
Duncan Grouping Mean N perlakuan
A 366.33 3 Negatif
A
B A 346.33 3 Positif
B A
B A C 303.33 3 P2
B C
B C 261.67 3 P1
C
C 254.67 3 P3
D -12.33 3 Normal
2. P engaruh Perlakuan terhadap respon (setelah perlakuan terhadap setelah induksi) Output SAS :
Kadar Glukosa Darah Setelah Induksi - Setelah Perlakuan
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
perlakuan 6 Negatif Normal P1 P2 P3 Positif
Number of Observations Read 18
Number of Observations Used 18
Dependent Variable: respon
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 5 1.786.857.778 357.371.556 7.79 0.0018
Error 12 550.820.000 45.901.667
Corrected Total 17 2.337.677.778
R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean
0.980714 22.04689 0.576281 2.613.889
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
perlakuan 5 1.786.857.778 357.371.556 7.79 0.0018
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
perlakuan 5 1.786.857.778 357.371.556 7.79 0.0018
35
Duncan's Multiple Range Test for respon
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 12
Error Mean Square 4.590.167
Number of Means 2 3 4 5 6
Critical Range 120.5 126.2 129.6 131.8 133.4
Means with the same letter are
not significantly different.
Duncan Grouping Mean N Perlakuan
A 269.67 3 Positif
A
B A 153.67 3 P2
B A
B A 149.67 3 P3
B
B 79.33 3 P1
C 0.33 3 Negatif
D -23.33 3 Normal
Respon : Bobot Badan Tikus
1. Pengaruh Perlakuan terhadap respon (Setelah induksi terhadap
sebelum induksi)
Output SAS : Bobot Badan Setelah Induksi - Sebelum Induksi transformasi sqrt(X)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
perlakuan 6 Negatif Normal P1 P2 P3 Positif
Number of Observations Read 18
Number of Observations Used 18
36
Dependent Variable: respon
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 5 1.595.425.333 319.085.067 14.73 <.0001
Error 12 259.908.667 21.659.056
Corrected Total 17 1.855.334.000
R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean
0.859913 4.623.146 1.471.702 3.183.333
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
perlakuan 5 1.595.425.333 319.085.067 14.73 <.0001
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
perlakuan 5 1.595.425.333 319.085.067 14.73 <.0001
Duncan's Multiple Range Test for respon
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 12
Error Mean Square 2.165.906
Number of Means 2 3 4 5 6
Critical Range 2.618 2.740 2.815 2.864 2.898
Means with the same letter are
not significantly different.
Duncan Grouping Mean N perlakuan
A 38.333 3 P2
A
B A 30.000 3 P3
B A
B A 17.333 3 Positif
B A
B A 16.333 3 Negatif
B
B 10.667 3 P1
C -10.000 3 Normal
37
2. Pengaruh Perlakuan terhadap respon (Setelah perlakuan terhadap
setelah induksi)
Output SAS :
Bobot Badan Setelah Perlakuan - Setelah Induksi Ln
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
perlakuan 6 Negatif Normal P1 P2 P3 Positif
Number of Observations Read 18
Number of Observations Used 18
Dependent Variable: respon
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 5 487.263.111 97.452.622 2.18 0.1249
Error 12 536.783.333 44.731.944
Corrected Total 17 1.024.046.444
R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean
0.475821 -2.730.981 2.114.993 -0.774444
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
perlakuan 5 4.872.631.111 974.526.222 2.18 0.1249
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
perlakuan 5 4.872.631.111 974.526.222 2.18 0.1249