aktualisasi besindo ke dalam naskah drama...
TRANSCRIPT
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 1 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
AKTUALISASI BESINDO KE DALAM NASKAH DRAMA
TRADISIONAL ; SOLUSI PENGEMBANGAN KREATIVITAS
PELESTARIAN BUDAYA LOKAL
(Karifan Lokal dalam Sastra Indonesia dan Daerah sebagai Cermin Keberagaman Budaya)
Oleh: Dr. Rusmana Dewi, M.Pd.1
Tradisi adalah kesamaan benda material dan gagasan yang berasal dari
masa lalu namun masih ada hingga kini dan belum dihancurkan atau dirusak.
Tradisi dapat diartikan sebagai warisan yang benar atau warisan masa lalu.
Namun demikian tradisi yang terjadi berulang-ulang bukanlah dilakukan
secara kebetulan atau kesengajaan. (Sztompka. 2011: 69).
A. PENDAHULUAN
Indonesia terkenal dengan keanekaragaman budaya daerahnya. Budaya
daerah tersebut merupakan potensi sosial, sejak zaman dulu berfungsi sebagai
pembentuk karakter dan citra budaya masing-masing daerah. Keanekaragaman
budaya yang berkembang di Nusantara adalah kekayaan intelekstual dan kultur
sebagai warisan yang perlu dilestarikan.
Bukan suatu hal yang baru, menilik arus globalisasi mengakibatkan
banyak kearifan lokal sebagai cikal bakal budaya yang pernah tumbuh di negeri
ini lambat laun pupus, bahkan hilang sama sekali. Banyak generasi tidak kenal
dengan identitas kearifan lokalnya. Tak ketinggalan kearifal lokal yang ada di
Sumatera Selatan ini. Misalnya kearifan lokal sastra lisannya; rejung, mantra,
cerita rakyat, pantun, lagu daerah (rakyat-no name). Selanjutnya permainan
rakyat, tari tradisional, tari ritual, bahkan etika budaya persedekahan, lamaran,
pernikahan, syukuran dan lain sebagainya yang berkembang di kalangan
masyarakat zaman dahulu lambat laun ditinggalkan masyarakatnya.
Tantangan hidup yang serba instan, pelan-pelan mengubur dinamika
kebudayaan yang sarat dengan nasihat dan ajaran moral, sekaligus menjunjung
tinggi kebudayaan ke-timuran. Ini feomena. Misal saja sastra tutur, cerita rakyat
yang beberapa daerah menyebutnya nandai (Lubuklinggau dan sekitarnya),
andai-andai (Pagaralam dan sekitarnya), dengan berbagai jenis; mite, legenda,
mitos dan lain sebagainya, sudah tidak ada lagi penuturnya. Selanjutnya sastra
paling klasik, yaitu pantun daerah, nyaris tidak pernah lagi dipakai. Satu dua
1 Dosen STKIP – PGRI Lubuklinggau
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 2 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
tahun mendatang kita akan kehilangan kepakemannya warisan nenek moyang ini.
Lambat laun semuanya akan menjadi cerita, menguap, bahkan mungkin tidak
kenal sama-sekali jika tidak ada usaha pelestariaannya. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Pudentia dikutip Taum (2011:6) dalam Muhtar (2014:5) bahwa
kematian sebuah tradisi lisan bisa berarti kita kehilangan ensiklopedi sebuah
masyarakat.
Sebagaimana kita tahu. Seni budaya dan sastra warisan nenek moyang,
apapun bentuknya baik puisi mupun prosa, identik dengan kehidupan manusia
dan ajaran moral. Tindak tanduk, tutur, dan lain sebaginya penuh dengan simbol,
dan disampaikan dengan etika, sangat dinamis. Tidak saja dipatuhi, akan tetapi
dijunjung tinggi pada zamannya. Kata ‘pantangan /tabu’ seperti kekuatan sakral
yang yang sangat diyakini. Kehidupan yang modern, membuat dinamika tradisi
kehidupan sosial makin tergerus. Generasi kini telah kehilangan satu identitas.
Salah satu tradisi warisan nenek moyang yaitu etika bergaul antara lelaki
dan perempuan. Pergaulan adalah salah satu cara seseorang untuk berinteraksi
dengan alam persekitarannya. Etika pergaulan adalah sopan santun atau tata
krama dalam pergaulan yang sesuai dengan situasi dan keadaan serta tidak
melanggar norma-norma yang berlaku baik norma agama, kesopanan, adat,
hukum dan lain-lain. Pergaulan yang sehat adalah pergaulan yang mengarah
kepada pembentukan kepribadian yang sesuai dengan nilai dan norma sosial,
kesusilaan dan kesopanan yang berlaku.
Secara garis besar,etika pergaulan adalah sopan santun atau tata krama
dalam pergaulan yang sesuai dengan situasi dan keadaan serta tidak melanggar
norma-norma yang berlaku baik norma agama, kesopanan, adat, hukum dan lain-
lain sudah berlaku sejak zaman dulu. Sehingga hampir setiap daerah mempunyai
tradisi bergaul antara lelaki dan perempuan.
Kabupaten Lahat dikenal dengan istilah semantung. Pagaralam dan
sekitarnya pergaulan muda-mudi disebut begareh. Musi Rawas, Muratara, dan
Lubuklinggau di sebut besindo, yang memiliki ciri khas tersendiri.
Misalnya begareh pada suku Besemah – Pagaralam, pergaulan remaja dan
wanita tidak diizinkan hanya berduaan saja. Namun ada orang tua perempuan
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 3 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
yang akan menghadiri/mengawasi, terutama ibu. Demikian juga semantung, tidak
dilakukan sendiri, tetapi dilakukan ramai-ramai. Di Lubuklinggau dan sekitarnya
(zaman dulu), pergaulan remaja ini disebut besindo. Jika menghendaki hubungan
yang lebih serius pada sang gadis, pemuda dapat menyampaikan hasratnya dengan
berpantun. Untuk lebih serius maka ada penanda, misalnya memberikan
saputangan sebagai tanda ada hati/minat.
Selanjutnya apa hubungan sastra daerah dengan pergaulan para remaja
pada makalah ini? Istilah begareh, semantung, besindo nyaris dilupakan
masyarakat pemiliknya khusunya masyarakat Sumatera Selatan pada umumnya.
Etika pergaulan sebagai ciri masyarakat yang berbudaya sudah dilupakan. Bahkan
generasi sekarang tidak kenal lagi dengan berbagi istilah pergaulan tersebut.
Salah satu untuk melestarikan etika budaya ini, penulis memberikan satu
alternatif, dengan mengabadikan etika besindo ke dalam naskah drama tradisonal.
Dengan merangkai salah satu peristiwa basindo/belinjangan ke dalam bentuk
karya sastra (naskah drama), minimal Lubukilingga memiliki catatan dan tidak
kehilangan istilah dan etika pergaulan yang pernah diajarkan nenek moyang
sebagai salah satu kekayaan budaya lokal. Paling tidak, rangkaian besindo yang
dikemas dalam bentuk naskah drama, memberikan gambaran kepada pembaca
untuk memahami salah satu rangkaian etika basindo zaman dulu. Bagaiman
etika bergaul dengan baik, bagaimana pergaulan remaja di Lubuklinggau dan
sekitarnya tempo dulu, mejelang mereka serius untuk berumah tangga. Dan yang
lebih penting adalah bagaimana mengaktualkan besindo dengan berbagai
keajekannya.
B. TRADISI BESINDO
Besindo memiliki makna masa pendekatan antara lelaki (bujang) dan
perempuan (deghe) yang berkembang pada masyarakat kota Lubuklinggau dan
sekitarnya; Musirawas, Muratara tempo dulu. Kata lain besindo yaitu belinjangan
artinya masa pendekatan (pandangan pertama) dalam mencari calon pasangan.
Masa menuju pendekatan umumnya berawal pada waktu-waktu tertentu,
ketika bujang dan gadis berkumpul. Misalnya ketika gotong-royong menugal padi
(ladang/ padi darat), ketika berkumpul bujang gadis menjelang petang di ujung
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 4 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
dusun, atau pada waktu persedekahan moment mengumpulkan/berkumpulnya
bujang gadis dusun, bahkan datang dari dusun-dusun tetangga yang disebut
bunjang/gadis ngandon. Lalu pesta yang laksanakan malam hari disebut deker.
Jika pendekatan yang terjadi di pesta pernikahan atau keramaian, maka
bujang akan meminjam kain deghe pertanda pernyataan suka/tertarik. Kalau
deghe memiliki hati yang sama dia akan meminjamkan kainnya (kain sarung/kain
panjang) kepada bujang yang menyenanginya. Jika merasa cocok maka kain
tersebut akan menjadi milik bujang. Tetapi, jika dalam perjalanan selanjutnya
sang bujang atau deghe merasa tidak cocok, maka kain itu akan dikembalikan.
Pengembalian kain ini disebut ngeredeng.
Bentuk besindo/belinjangan lainnya yaitu berkumpulnya bujang gadis di
ujung dusun menjelang petang. Zaman dulu, besindo/belinjangan dilakukan
dengan diam-diam tanpa sepengetahuan orang tua kedua belah pihak. Apalagi jika
dalam keluarga deghe ada saudara lelakinya (terutama kakak). Pantang bagi orang
kampung melihat lelaki dan perempuan berdekat-dekatan atau berdua-duaan di
depan umum sebelum menikah. Jika ini dilakukan aib bagi keluarga. Dan
perbuatan ini dianggap perbuatan asusila dan memalukan nama keluarga. Secara
moral yang akan merasa lebih malu adalah saudara laki-laki deghe. Dia dianggap
tidak bertanggujawab pada saudara perempuannya, dan tidak pandai menjaga
nama baik keluarga. Untuk itu baik deghe maupun bujang harus pandai untuk
menjaga harga diri saudara laki-lakinya.
Pada waktu pertemuan di pinggir dusun ini, bujang dan gadis akan
berkumpul dengan kelompoknya masing-masing sembari bercengkrama.
Biasanya, tiap kelompok ini akan dipimpin oleh ketua kelompoknya masing-
masing. Yang bujang disebut ketue bujang, yang gadis ketue deghe.
Ketua bujang dan ketue gadis ini berfungsi sebagai penyambung lidah,
atau sebagai juru bicara kelompoknya masing-masing. Biasanya ketua
kelompoknya akan menyampaikan hasrat salah satu kawannya dengan berpantun.
Biasanya, kelompok bujanglah yang akan membuka dialog dengan berpantun
terebih dahulu. Selanjutnya, ketua gadis akan membalas dengan pantun juga.
Sementara bujang gadis yang lain akan menjadi peramai memberikan semangat
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 5 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
pada ketuanya masing-masing agar tidak kalah dalam membalas pantun. Jika
salah satu gadis enggan untuk berkenalan dengan salah satu bujang, maka ketua
gadis pun akan menjawabnya dengansantun melalui pantun.
Jika sambutan ketua bujang diterima ketua gadis, artinyaterjadi ganyung
bersambut. Maka hal yang dilakukan selanjutnya adalah, bujang akan
mendorong kawannya untuk berada di tengah-tengan antara kelompok gadis dan
perempuan, yang perempuan juga di dorong agar berada di tengah-tengah
mendekati sang bujang. Selanjutnya bujang dan gadis ini diizinkan untuk berdua
agak menjauh dari rombongan sambil terus digoda dan dalam pengawasan ramai-
ramai.
Bujang dan gadis tersebut biasanya akan ngobrol beberapa saat berdua
saja. Sang Bujang, jika ia memang berhasrat untuk sungguh-sunggu dengan sang
gadis, dia sudah menyiapkan uang logam, pisau kecil, yang dibungkus dengan
sapu tangan, lalu diberikan pada sang gadis pertanda ia menginginkan si gadis
jadi pendamping hidupnya, sekaligus pertanda kalau ia sudah siap menjadi
pemimpin , menafkahi rumah tangganya. Pemberian benda itu disebut nepek gan.
Gan ini akan dibawa pulang oleh si gadis. Bilaa si gadis merasa sudah siap untuk
diramal, maka ia akan sampaikan pada orang tuanya, jika ia menerima gan dari
lelaki yang menginginkannya menjadi istrinya.
Bisanya, Sang Bujang akan menentukan paling lama tiga hari menunggu
kepastian apakah keinginanannya untuk mengajak berumahtangga diterima atau
tidak. Jika gan tidak dikembalikan dalam waktu yang ditentukan, artinya
keluarga perempaun setuju, selanjutnya pihak bujang akan mengutus beberapa
orang untuk menindaklanjuti gan yang telah diberikan. Kemudian kedua belah
pihak akan menentukan rasan artinya penentuan hari dan tanggal bertunagan
termasuk juga penetuan hari pernikahan dan persedekahan.
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 6 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
C. NASKAH DRAMA TRADISIONAL
Berdasarkan etimologi drama berasal dari bahasa Yunani dram berarti
gerak, yang menojolkan percakapan (dialog) adan gerak-gerak para pemain
(akting) di panggung. Yang memeragakan cerita yang tertulis di dalam naskah
(Wiyanto.2012:1). Pementasan naskah drama dikenal dengan istilah teater.
Tujuannya sebagai bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukkan
di depan orang banyak. Selanjutnya hal yang diceritakan adalah kisah hidup
manusia dalam masyarakat yang diproyeksikan ke atas panggung.
Seni pertunjukan ini tidak terlepas pada naskah. Naskah drama adalah
karya fiksi yang memuat kisah atau lakon. Sebagaimana diungkapkan Edraswara
(201: 36) bahwa naskah drama adalah kesatuan teks yang memuat kisah; part
teks, artinya ditulis sebagian besar saja atau garis besar cerita, biasanya untuk
pemain yang sudah mahir, selanjutnya full teks dengan penggarapan komplet
meliputi dialog, monolog, karakter, iringan dan lain sebagainya.
Selanjutnya dijelaskan naskah yang lengkap terdiri atas babak dan adegan-
adegan. Ada beberapa kategori naskah pentas, yaitu : a) Naskah yasan, artinya
teks drama yang sengaja diciptakan sejak awal sudah berupa naskah drama.
Naskah semacam ini biasa ditulis oleh seorang sutradara. b) Naskah garapan,
artinya teks drama yang berasal dari olahan cerita prosa atau puisi diubah ke dunia
drama. Biasanya penggarapan naskah terikat oleh jalan cerita sebelumnya.
sehingga bagian kecil saja yang diubah. Hal ini memang lebih mudah. Sebab
penggarap tidak perlu berimajinasi dari awal. c) Naskah terjemahan artinya
naskah yang berasal dari bahasa lain, diperlukan adopsi dan penyesuaian dengan
budanyanya (Endraswara. 2011: 37).
Berdasarkan pandangan di atas, artinya segala bentuk sosial kehidupan
manusia dapat diproyeksikan ke dalam bentuk naskah drama. Selanjutnya
bagaimana memproyeksikan secara aktual tradisi ke dalam naskah drama?
Terutama tradisi basindo/linjangan yang memiliki etika tersediri pada
masyakatanya.
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 7 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
Selanjutnya apa yang dimaksud naskah drama tradisional? Jika Wiyanto
(2002: 11) menyatakan berdasarkan ada atau tidaknya naskah yang digunakan,
drama dapat dibedakan menjadi dua, yaitu drama tradisonal dan drama modern.
Drama tradisional tidak menggunakan naskah. Kalaupun ada naskah itu hanya
berupa kerangka cerita yang berkaitan dengan permainan drama. Apa yang
disampaikan Wiyanto tidaklah salah. Tetapi Jika ingin membuat sebuah sebuah
pertunjukkan drama tradisional yang menarik, maka perlu penggarapan yang
profesional, otomatis naskah yang dibuatpun harus memiliki unsur-unsur yang
secara sistematis sesuai dengan kriteria naskah pertunjukan.
Endraswara (2011:16) menyatakan drama hadir atas dasar imajinasi
teradap hidup kita. Inti drama, tidak terlepas dari sebuah tafsir kehidupan. Bahkan
apabila dinyatakan drama sebagai tiruan (memitik) terhadap kehidupan juga tidak
keliru. Detil atau tidak dia berusaha memontret kehidupan secara imajinatif.
Mengatualkan sebuah sisi tradisi ke dalam bentuk naskah drama, membutuhkan
pemikiran kritis untuk mengemasnya menjadi sebuah peristiwa yang sedikit
banyak tidak berbeda dengan budaya yang terjadi pada zamannya. Maka penulis
naskah harus jeli dan berpijak pada tradisi yang sebenarnya. Bagaimana
mengekspresikan peristiwa ke dalam naskah pertunjukan. Maka perlu pemahaman
yang mendalam langkah-langkah dalam mengaktualkan tradisi tersebut ke dalam
naskah drama.
Menurut Arifin (1980:15), naskah yang baik apabila naskah itu kaya
dengan ide-ide baru, baik dilihat dari filsafat, sosial, kulturil, politis dan asli
(bukan jiplakan). Selanjutnya bagaimana nilai sastranya, bagaimana bahasa yang
dipakai, segar atau penuh klise.
Masih dalam buku yang sama, Derek Bowskill menyebutkan naskah yang
baik; Pertama, mencetuskan kegembiraan dan ketakutan-ketakutan manusia yang
akan berbaur dengan kegembiraan dan ketakutan yang ada pada penonton. Kedua,
memberikan kekayaan batin, membebaskan manusia dari prasangka-prasangka
dan memberikan rasa senang. Ketiga, menciptakan situasi yang membutuhkan
jawaban, mendorong imajinasi dan dan menyediakan pengalaman-pengalaman
yang intens, kuat dan hebat. Keempat, tidak membuat pertanyaan-pertanyaan dan
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 8 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
melontarkan pertanyaan-pertanyaan atau malah tak terjawabkan. Kelima, dialog-
doalognya enak, bahasanya mudah untuk menyatakan perasaan hingg tema yang
dikandung dapat terwujudkan. Keenam, jika dibaca berulang-ulang, dan digali
akan menimbulkan pengertian-pengertian yang lebih jelas. Tujuh, yang
dilontarkan adalah kebenaran-kebenaran dari pandangan seseorang tentang
kondisi manusia. Asli, luas, mendalam, dan tidak palsu atau dibikin-bikin.
Berbicara kriteria naskah drama yang baik, maka tidak lepas berbicara
tentang struktur. Endraswara (2011: 21) membagi struktur drama yang baku
yaitu; pertama, ada babak yang akan membentuk keutuhan kisah kecil, lengkap
dengan petunjuknya. Kedua, adegan. Setiap babak biasanya akan dibagi-bagi
menjadi beberapa adegan yang dibatasi oleh perubahan peristiwa. Ketiga,dialog
merupakan bagian yang sangat penting dan secara lahiria membedakan sastra
drama dengan jenis fiksi lainnya. Keempat, prolog. Sebagaimana prosa maka
drama pun mengenal bagian awal, tengah dan solusi serta peleraian. Prolog dalam
drama tidak terlalu dianggap penting. Prolog biasanya bagian naskah yang ditulis
pengarang pada bagian awal yang memuat pengenalan pemain. Kelima, epilog.
Yaitu penutup drama yang biasanya cukup disampaikan oleh pembawa acara atau
narator di belakang panggung.
D. AKTUALISASI TRADISI BASINDO KE DALAM NASKAH DRAMA
Sebelum menulis naskah drama, perlu pemahaman tradisi besindo terlebih
dahulu (sudah dibahas sebelumnya). Bagaimana mengaktualisasikan semua
elemen ke dalam bentuk naskah sehingga menjadi bentuk yang unik.
Aktualisasi besindo menjadi naskah drama, penulis juga bisa memasukkan
berbagai unsur lain yang berkaitan dengan aktivitas masyarakat pada zamannya.
Misalnya memasukan unsur tari tradisionalnya, lagu daerah, rejung, pantun,
senjang, mantra, dan lain-lain menjadi alur/plot naskah. Lalu memasukan unsur
pepatah, nasehat, kata bijak tradisional, sebagai bagian dari doalog, menafsirkan
berbagai properti tradisional meski tersirat dalam naskah, termasuk juga
memasukkan unsur musik tradisinya.
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 9 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
Berikut contoh pembukaan dalam naskah drama aktualisasi
besindo/belinjangan:
BABAK I
PANGGUNG MENGGAMBARKAN HALAM RUMAH. MUSIK TRADISONAL MENGAUN PELAN. PARA GADIS (DEGHE) BERCENGKRAMA SAMBIL BEREJUNG, SEMBARI MENJEMUR PADI. BEBERAPA GADIS (DEGHE) MENARI MENJEMUR PADI.
SERUNI
(rejung)
Ooiiii
elang itam terbang tinggi
terbang tinggi ke pucuk bukit oi ke pucuk bukit Oooiii ngot petang aghai kite di sini oi ngot petang aghai besame jemo padi Ooii… Alangkah lembut daun selasih Daun selasih di tanam bekandang buluh oi bekandang buluh Oiii Kah malang pule nasibku ini Oi..umur lah selikur umur selikur belum belaki
Selajutnya masukkan unsur besindo/belinjangan yang mengawali
perkenalan sebelum masuk ke jenjang lebih jauh lagi, bertunangan dan madu
rasan. Contoh menggambarkan suasana tradisi basindo ke dalam cuplikan
naskah.
BABAK II
REMAJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN BERKUMPUL DENGAN KELOMPOK MEREKA MASING-MASING. DI UJUNG DUSUN SEMBARI BERCENGKRAMA GEMBIRA .
BUJANG Keleklah dehe-dehe kite, anggon gilea.
Nah, Gani yang hane ian dehe lah mbuat ngah mabuk asam.
GANI Ku agam ian ngan dehe bebaju ebang tu nah Jang. Waktu ku ngelong sikak, ku lah ngelek iye jemo padi.
Aku minte maaf ian ngan raban kamu kak, kalu aku ade minat ngah deghe bebaju ebang tu…
BUJANG Coel name lajulah iye tu deghe paling anggun di dusun kak. Lah benyak wang nepek gan ngan yetu. Lum
due aghai dibalekane. Nah, mun iban ngah kan saket ati, lebeh baek dak usah.
...............
Pada cuplikan di atas, ada setting suasana, ada tokoh, ada dialog. Ketiga
unsur tersebut menggambarkan awal suasana basindo/belinjangan pada naskah
drama. Selanjutnya, etika masyarakat zaman dulu, segala sesuatu hasrat
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 10 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
disampaikan dengan indah yaitu berpantun. Maka idealnya di dalam naskah
pertunjukan yang berangkat pada tradisi inipun dapat dimasukan unsur seni
tersebut. Contoh:
BUJANG Assalamualaikum deghe. Ape kabar aghai petang kak pecake jadi catatan seomor idup. Ibarat gulai, coel
lemak makane kalu coel garam, apelagi coel pinggan ngan nasi. Cak itu pule ngan kete, dak mungkin kite pacak idup sughang, badan sebatang jangan hame cak tunggul mati.
Nah, ijinkan kami jual pantun (Deghe menjawab serentak “au”)
Tekukur hinggap di dehan kayu Kayu diukir tapan pakaian Bukan ku calak merayu Ku endak sekedar kenalan
JUNAH
Aii..bujang, mun ade langit pasti ade bumi, Dak akan manis teh ngan kopi kalu coel ade gulea, dak akan bekawan nasib di dighi, kalu coel kawan berasana.
Nah, kami pacak le belas pantun ngah tu.. Dongo eah…
Gerobok namea tapan pakaian Songket Pelembang puk isiea Ngan hape ngah ndak bekenalan Tinggal sebut cakmane wanga
BUJANG Terimekasih dehe. Kak nah, bujang ngandon jak dusun Ulu, sengaje ye detang nak nyunting kembang.
(menyeret Gani yang malu-malu)
GANI Oii alangkah anggon bulan puname Tengah malam terang benderang Me seh dehe, sape name Ku agam ian ngan beju ebang
(Bujang dan dehe bertepuk gembira. Gani di dorong ketengah-tengah, begitu juga rombongan gadis mendorong Seruni yang tersipu malu. Mereka tampak riuh.Gani dan Seruni menepi di tengah keramaian. Bujang dan deghe lain terus seperti bercengkrama)
Agar naskah drama ketika dipentaskan menarik, maka munculkanlah
konflik. Misalanya yang berkaitan dengan basindo/belinjang ini, perempuan di
bawa lari belaghai, dan tradisi belaghai ini tidaklah lazim, dianggap memalukan,
terutama dianggap menghina saudara lelaki sebagai ponggawa dalam keluarga,
bisa dijadikan konflik dalam naskah. Hal ini bukan saja hendak mengemukakan
jika belaghai juga tradisi, namun kebutuhan menjadikan naskah yang menarik itu
menjadi pertimbangan yang dapat melibatkan berbagai macam karakter elemen
masyakat: ada kepala adat, tokoh pemuda, orang tua, saudara laki-laki yang
menjadi penjaga dalam keluarga, dan lain sebagainya.
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 11 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
Naskah harus mampu menunjukan karakter tokoh yang kuat untuk
menekankan perannya sebagai bagian dari warga dan masyakarat sekaligus
menggambarkan kekuatan masyarakat dalam menjaga adat. Contoh:
BABAK III
SEKELOMPOK WARGA DUSUN MUNCUL TIBA-TIBA LENGKAP DENGAN SENJATA. Koor:
Perang!!! Perang!! Perang!!!
AJAM Kite Perang!! Ini penghinaan!! Kemenakanku lah due aghai dak balek. Sape gi nak nyunjung adat
istiadat kite, mun adat kite lah dirusak ngan lanang dak beutaktu.
DIRAM
Beno Mang Ajam!! Ku tuju ian. Adat istiadat kite jengan rusak.
Adat istiadat kite dak buleh dikotori cam kak.. Nyawe taruhane.
MAK UNA
Name oii..ribut? Name ngah bekompol di sikak??
Sape yang merusak adat istiadatu.
DIRAM
Lha mak, kami nak perang. Dusun Ulu tu lah melawan ian. Nak ngajak mati.
MAK UNA
Ai..ai…cacam..cacam..name hal?
Selanjutnya adalah mengakhiri naskah dengan dengan ending yang cantik.
Maka bermainlah dengan inajinasi. Penulis bisa memasukkan unsur lain yang
masih melekat di kalangan masyarakat yaitu paham animisme, hinduismenya, dan
lain sebagainya. Misalnya masih percaya dengan roh nenek moyang, peri,
membuat punjung sebagai sesembahan, percaya dengan benda-benda keramat,
melakukan ritual-ritual dan lain sebagainya. Kehidupan alam ghaib sangat lekat
dengan sistem kemasayarakatan tempo dulu. Berikut contoh eddingnya:
...............................
SERUNI
Umak…Bak…aku minte maaf…, alam kite lah lain kulah ade ghumah di utan dusun dalam…Kalu
umak ngan Bak ghindu..nak betemu ngan ku..ambeklah selembo daun buluh
kuneng..kibaskanlah di batu betuah..aku akan detang. Cak itu pule ngan bujang dehe, mun ye
dak betemu jodoh, datanglah ngan ku, unde punjung ayam puteh koneng. Ayo tulung ulu mate
aghi, limau setangkai tege, rokok nipah ngan pinang sirih…
(Tiba-tiba Seruni lenyap, Penduduk menjerit memanggil-manggil, mengejar Seruni.
Musik tradisional kembali mengalun, panggung kembali sepi)
TAMAT
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 12 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
SIMPULAN
Sebagai insan kreatif, banyak tradisi yang dapat diaktualkan dalam bentuk
karya sastra apa saja. Aktualisasi basindo, hanyalah secuil tradisi yang telah
ditinggalkan oleh masyakatat Lubuklinggau dan sekitarnya. Jika tidak
dideskripsikan sebagai macam-macam tradisi dan budaya daerah, atau
mengubahnya dalam bentuk karya yang lain, maka tidak menutup kemungkinan,
masa yang akan datang anak cucu tidak mengenal bahkan tidak tahu sama sekali
jika di daerahnya ada sistem adat yang memiliki nilai-nilai luhur, sarat dengan
ajaran moral dan agama.
Disamping itu, naskah drama yang merangkat pada tradisi masyarakat,
dapat memberikan sebagai peluang untuk berkarya pada penulis, budayawan,
pelaku seni, pengamat budaya, pelajar, mahasiswa, guru dan dosen, sebagai
bentuk kreativitas yang bisa dikembangkan. Pada kahirnya, karya-karya ini, dapat
dijasikan sebagai materi ajar bagi guru dan dosen, berkaitan dengan seni budaya
dan sastra daerah. Dengan demikian, kita telah membantu mengabadikan
(mencacat) sisi kecil tradisi yang dinamis, yang pernah tumbuh sebagai kekayaan
budaya lokalitas kita.***
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 13 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. Max. 1980. Teater Sebuah Perkenalan Dasar. Flores: Nusa Indah
Darwis, Sapda Prijaya. 2007. Tata Cara adat Perkawinan SukuBangsa Linggau di
Sumatera Selatan. KPKPNB Sumsel.
Eka D. Sitorus. The Art of Acting. Seni Peran untuk Teater, Film & TV.Jakarta:
Gramedia
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Epistomologi, Model,
Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: MedPress.
-------, 2011. Metode Pembelajaran Drama. Apresisi, Ekspresi, dan Pengkajian.
Yogyakarta: Buku Seru
Sztompka, Piotr. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial . Jakarta: Prenada Media Grup
Pundentia. 2008. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: ATL
Wiyanto, Asul.2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Grasindo
Sumber Internet:
http://www.slideshare.net/indanamgrangerkitty/etika-pergaulan-muda-mudi-
dalam-pergaulan-islam (diakses. 8 Mei 2016)
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 14 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
SERUNI
(PERI BESINDO UTAN DUSUN DALAM)
Karya: RD Kedum
SINOPSIS
Dusun Dalam gempar. Pasalnya Seruni dikatakan menghilang dari dusun.
Pemangku adat mencoba menenangkan warga yang panik. Ali Sakti kakak lelaki Seruni ngamuk. Apalagi mendengar desas-desus kalau Seruni dilarikan Gali anak pemangku adat dusun Ulu. Padahal gan yang diberikannya dengan Seruni belum ditindaklajuti. hingga sekarang belum ada satu utusan dari keluarga Gali yang datang menemui kelurganya. Tapi sudah berani melarikan Seruni. Hal ini dianggap penghinaan karena sudah sehari semalam pihak lelaki belum ada yang datang.
Penduduk dusun sepakat mendatangi rumah Gali yang dianggap telah mencemari adat dusun Dalam. Ginde Maras berusaha menenangkan semua warga yang mulai naik darah.
Penduduk dusun menyebar mencari seruni. Mereka bergotongroyong berusaha menemukan seruni. Tetuo adat pun melakukan ritualnya. Tiba-tiba muncul seorang wanita yang cantik luar biasa. Seruni berubah menjadi peri.
BABAK I
PANGGUNG MENGGAMBARKAN HALAM RUMAH. MUSIK TRADISONAL MENGAUN PELAN. PARA GADIS (DEGHE) BERCENGKRAMA SAMBIL BEREJUNG, SEMBARI MENJEMUR PADI. BEBERAPA GADIS (DEGHE) MENARI MENJEMUR PADI.
SERUNI
(rejung)
Ooiiii
elang itam terbang tinggi
terbang tinggi ke pucuk bukit oi ke pucuk bukit Oooiii ngot petang aghai kite di sini oi ngot petang aghai besame jemo padi Ooii… Alangkah lembut daun selasih Daun selasih di tanam bekandang buluh oi bekandang buluh Oiii
Kah malang pule nasibku ini Oi..umur lah selikur umur selikur belum belaki
JUNAH
Seruni…Seruni…ade bujang jak tadi ngintip ngah..
SERUNI
Aii…sapE(kaget) manE, coel….
JUNAH ItuuU. itu nah…di balik kayu tu..
SERUNI
Aai…ngah ni Jun, lum tentu iye ngelek ku. Sikak benyak deghe..
JUNAH
Lah, ye tu..ngelek ngah ian…mateyah dak ngejap gi.
LINUT
Auu ian Seruni…lenang tu ngelek ngah terus…
KULIK
Ayuk, ini ade sapu tangan ayuk nah dari lanang itu.
Name sapu tangani ade ngan lanang itu yuk.
(Meyerahkan sapu tangan)
SERUNI Sapu tangan?
LINUT
Itu retie lanang itu nak kenalan ngan ngah Seruni.
SERUNI Ai..ngah kak, sape pule galak ngan ku.
KULIK
Au Yuk, katea nilek milulah bekompol di unjung dusun
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 15 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
SERUNI Lha..aghai ape kak? (Heran)
LINUT
Lah aghai Jem’at kak ni. Ayoo…kite angkut day jemoran padi kak...nilek kawan-kawan kite ke sikak. Ngelong ai…
KULIK
Yuk, ku milu yuk
LINUT Lha ngah kak, masih kecik. Nilek pecah bulu.
Sane mainlah ngan kawan-kawan ngah.
KULIK
Aii..payah ian ayuk ni. (Berlari keluar)
JUNAH
Padek ian seruni kalu bujangtu galak ngan ngah. Iye tu anak Pemangku Adat dusun Ulu.
SERUNI
Lah, berani ian iye ngandun ke sikak?
JUNAH
Lah, namea lanang. Kemane iye galak coel wang nak melerang.
(Tiba-tiba Ali Sakti kakak Seruni muncul. Para dehe menghentikan bisik-bisik mereka)
ALI SAKTI
Hei!! Mbai bebesek-besek? Kalo nak jemo padi jemo be..nilek paditu abis dipajoh ayam.
JUNAH
Aiii…(genit) Ali Sakti…Jak hane Li ngelong?
ALI SAKTI
Mbai?
JUNAH
Dak oi…nak negor be..kabare ngah lah nak betunak..ngan sape ian dehe tu Ali Sakti.
Jengan dak ngundang…
ALI SAKTI
Ngah kak nyanyau Junah! Urus diri ngah dewek. Mbai ngurus ku. Ape ubungane ngan
ku?
JUNAH
Lah..mun wangtu enggan ku galak gentia. (genit)
LINUT
Oiii…dem cepat angkat jemoan padi. Ngah kak dak bemalu ian Junah.
Bekaceh day ape ulastu padek ian, anggon ian awak itam, kurus, bebibo itam, ngah tu jat!
JUNAH
Aiii….pacak ian ngah Linut…awas ngah…
(Mengejar, semua bergegas- Out stack)
BABAK II
REMAJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN BERKUMPUL DENGAN KELOMPOK MEREKA MASING-MASING. DI UJUNG DUSUN SEMBARI BERCENGKRAMA GEMBIRA .
BUJANG Keleklah dehe-dehe kite, anggon gilea.
Nah, Gani yang hane ian dehe lah mbuat ngah mabuk asam.
GANI Ku agam ian ngan dehe bebaju ebang tu nah Jang. Waktu ku ngelong sikak, ku lah ngelek iye jemo padi. Aku minte maaf ian ngan raban kamu kak, kalu aku ade minat ngah deghe
bebaju ebang tu…
BUJANG Coel name lajulah iye tu deghe paling anggun di dusun kak. Lah benyak wang nepek gan ngan yetu. Lum due aghai dibalekane. Nah, mun iban ngah kan saket ati, lebeh baek dak
usah.
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 16 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
GANI Kite cube day, Jang
BUJANG
Assalamualaikum deghe. Ape kabar aghai petang kak pecake jadi catatan seomor idup. Ibarat gulai, coel lemak makane kalu coel garam, apelagi coel pinggan ngan nasi. Cak itu pule ngan kete, dak mungkin kite pacak idup sughang, badan sebatang jangan hame cak
tunggul mati. Nah, ijinkan kami jual pantun (Deghe menjawab serentak “au”)
Tekukur hinggap di dehan kayu Kayu diukir tapan pakaian Bukan ku calak merayu Ku endak sekedar kenalan
JUNAH
Aii..bujang, mun ade langit pasti ade bumi, Dak akan manis teh ngan kopi kalu coel ade gulea, dak akan bekawan nasib di dighi, kalu coel kawan
berasana. Nah, kami pacak le belas pantun ngah tu.. Dongo eah…
Gerobok namea tapan pakaian Songket Pelembang puk isiea Ngan hape ngah ndak bekenalan Tinggal sebut cakmane wanga
BUJANG Terimekasih dehe. Kak nah, bujang ngandon jak dusun Ulu, sengaje ye detang nak
nyunting kembang. (menyeret Gani yang malu-malu)
GANI
Oii alangkah anggon bulan puname Tengah malam terang benderang Me seh dehe, sape name Ku agam ian ngan beju ebang
(Bujang dan dehe bertepuk gembira. Gani di dorong ketengah-tengah, begitu juga rombongan gadis mendorong Seruni yang tersipu malu. Mereka tampak riuh.Gani dan Seruni menepi di tengah keramaian. Bujang dan deghe lain terus seperti bercengkrama)
BUJANG Oii Gani, jangan lame-lame.(Tertawa)
Nilek ngah di makan rimau…
JUNAH Awas..ngah beduetu…di situ ade mambang…(Riuh)
Awas ku adu ngan bak ngah…Seruni..make di kebat ngah tu di kandang sapi.. (deghe menggoda Gani dan Seruni yang menepi)
GANI
(Mengeluarkan bungkusan)
Seruni.., ku endak ian ngan ngah. Kak nah tande niatku ngan ngah. Kupintek ian, tige
aghai ke depan, kulah depat jawabana.
SERUNI
(Malu-malu mengambil gan dari Gani, lalu menyimpannya di balik kain)
JUNAH Buka ooiiii ape isi gan tuuu…nilek tai sapi le… (salah satu bujang yang disambut gembira)
Dem…aghai lah petang..kite balek day..ayo Seruni..nilek ngah dimarah kakak ngah..(Semua keluar panggung, Seruni berjalan sembari menoleh-noleh Gani yang
menatapnya)
BABAK III
Sekelompok warga dusun muncul tiba-tiba. Lengkap dengan senjata.
Koor: Perang!!! Perang!! Perang!!!
AJAM
Kite Perang!! Ini penghinaan!! Kemenakanku lah due aghai dak balek. Sape gi nak nyunjung adat istiadat kite, mun adat kite lah dirusak ngan lanang dak beutaktu.
DIRAM
Beno Mang Ajam!! Ku tuju ian. Adat istiadat kite jengan rusak.
Adat istiadat kite dak buleh dikotori cam kak. Nyawe taruhane.
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 17 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
MAK UNA
Name oii..ribut? Name ngah bekompol di sikak??
Sape yang merusak adat istiadatu.
DIRAM
Lha mak, kami nak perang. Dusun Ulu tu lah melawan ian. Nak ngajak mati.
MAK UNA
Ai..ai…cacam..cacam..name hal?
AJAM
Mak Una, camane nurot ngah. Gali anak Pemangku adat dusun Ulu tu, tige aghai yang
lalu, ye nepek gan ngah Seruni. Lum kite berasan, Seruni lah diajake belaghai.
Ape kak dak melawan adat? Ape dak kurang ngajo??
Melawan ian ye tu. Ape kite nak diam beh
ALI SAKTI
(Tiba-tiba)
Palah. ku lah dak tahan gi nak mbonoh wang.
Gali harus mati di tanganku!!
MAK UNA
(Mendekati Ajam)
Ooiiii…oi…sabar..sabar…Ajam! ngah lah tue..name ngah cak kak? Lum tentu Seruni di
bawa laghai. Ape ade utusan kite ke dusun Ulu tu betanye perihal gan tu? Kite tunggu dai
keluarge Gani seaghai due aghai kak…itu care kite. Bukan nganar-ngar dak kuan.
Ape ade wang ngelek kalu Seruni tu belaghai ngan Gali.
Pakai utak!! Jengan gelak tepancing ngan masalah dak jelas.
ALI SAKTI
Aiii.Mak Una. Ngah betene mak, coel keruan resan!
MAK UNA Ali Sakti! Jan ngah kurang ajo. Omor ngah mpai seumor jegong! Ape yang ngah ketahui
soal adat? Di doson kite kak ade pemangku adat. Wang tue ngah maseh di talang. Ape ye keruan Seruni laghai? Cakmane kalu Seruni tenyate ade di talang ngan Umak Bak
ngah? Pakai utak!!
ALI SAKTI
Ach..aku anak lanang Mak, aku yang betanggungjawab ngan Seruni. Ayo sanak kite berangkat.
GINDE MARAS
Ade ape sanak..name ribot-ribot ?
BUJANG
AnuGinde. Seruni mampos lah due aghai. Ye di unde laghai ngan Gali anak pemangku
adat dusun Ulu.
Hekak penghinaan Ginde. Kite harus mbuat peritungan!
GINDE MARAS
Kate sape Seruni di unde laghai ngan anak pemangku adat dusun Ulu. Hikak ku detang
ngah utusan dusun Ulu, nak nemui wang tue Seruni. Nak betanye soal gan yang diejuk’eh
ngan Seruni. Iye ni nak berasan.
BUJANG
Tapi seruni lah dua aghai mampos ginde.
GINDE MARAS
Mampos?
ALI SAKTI Au Ginde. Seruni mampus lah due aghai. Kami lah betanye-tanye ngan wang benyak.
Terakhir ade yang ngomong kalu Seruni belaghai ngan Gani anak Pemangku adat duson Ulu. Ape itu bukan penghinaan? Mbuat malu ia.
GINDE MARAS
Ape ngah yakin Seruni belaghai ngan Gani? Ape ade wang ngelek iye laghai? Dak
mungkin dusun Ulu tu ngutus wang nak madu rasan ngan kelurge Seruni. Iye kak nak
madu rasan, nak nindaklanjuti gan yang diejok ah ngan Seruni tige aghai lalu. Bukan soal
belaghai.. (Warga berpandang-pandangan)
TALIP Sanak dulur…kami berdue ni di utus keluarge Pemangku Adat duson Ulu. Isok malam
kami nak ke sikak. Nak berasan. Kami lah nunggu tige aghai sejak Gani nepek gan ngah Seruni. Coel gan tu di belek. Retiea
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 18 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
batang buluo di buat kandang, kandang lame dikebat uwi, mun padu dehe ngan anak bujang, name kite nak nunggu gi. Gani ade di doson sanak, coel iye nak merusak adat istiadat kite…Kami datang ni nak betanye kapan kami berasan..nak nduduk gan..nak
mulai rasan (Warga menjadi bertambah heran. Cemas)
UJANG Ape ian Seruni dak belaghai ngan Gani sanak? Kami lah becaria ngan Seruni lah due aghai..
TALIP
Coel ian sanak, dak mungkin kami diutus ngan Pemangku adat doson kami ke sikak.. Kami nak betanye kapan kami pacak madu rasan. Gani anak pemangku adat kami ade di
doson.
BUJANG Jadi kemane Seruni? Sape ngomong kalu Seruni belaghai ngan Gani? Ngajak Merusak ian
kak..kurang ajar!
MAK UNA
Ape kateku. Sape tahu Seruni ke talang, ngelapor ngan bak umake, kalu anak Pemangku
Adat dusun Dalamtu lah ngenjuk gan ngan ye.
GINDE MARAS
Kalu mak itu, cepat Ali Sakti ngah ke talang, jempot bak ngan umak ngah. Ajak kawan.
Ujang, Raket..ngah milu Ali Sakti.
UJANG, RAKET Au Ginde…(Serentak)
GINDE MARAS
Ayo sanak sedulur, baleklah.Sape nak ke kebun, kekebunlah dai. Nilek di kabari gi. Palah
Talip, kite tunggu wang tue Seruni di umahe.(Baru saja warga mau bergerak pulang,
tiba-tiba orang tua Seruni datang. Cemas)
UMAK Ginde…ginde…ape yang tejadi ginde? Ape ian Seruni anak deheku mampos? (Menangis)
Ali Sakti ngah anak lanang..name dak ngah jage adek dehe ngah nak…oi Seruni…
BAK Au ginde! Name ku mpai dienjuk tahu aghai kak? Ape ian seruni belaghaian ngan anak
Pemangku adat dusun Ulu? Name anak pemangku adat camtu? Ape ye lah dak tahu gi ngan adat istiadat wang kite.
GINDE MARAS
Sabar…sabar…sanak…Kite kak hame be. Kak warga ngire Seruni diunde laghai anak
bujang Pemangku Adat Dusun Ulu. Tige aghai liwat, anak Pemagku adat tu ngenjuk gan
ngah Seruni. Makea due ughang kak detang, nak betanye..kapan ye pecak berasan. Nak
mastikan ape ian Gani anak pemangku adat tu ngenjuk gan ngan Seruni. Camtu sanak.
TALIP Au..beno sanak…. Ibarat pepatah;
tapuk burung di ujung daun Daun di tiup angin pagi Mpuk lah kenal aghai setahun Mun lum berasan lum jadi
Kami kak di utus ngan Pemangku Adat kami, kapan kami pacak datang, kami nak madu
rasan. Lebih cepat lebih baek… kalu cincin lah teenjuk, tu retie lah ngajak nian beikatan,
mun pisau lah teenjuk, retie bujangtu lah siap ian jadi pelindung, kalu duit lah te enjuk,
retie lah tanggug jawab ian ye tu. Gani ngan Seruni coel belaghai sanak. Gani ade di
dosun kami, nunggu asel ikaklah..
UMAK Jadi..kemane ian oiii anak degheku?? Tolong oii. Ku enggan anak degheku
mati…tolong..tolong oii..(Histeris)
BAK Jadi..cakmane hikak Ginde? Kemane anak deghekutu?
GINDE
Nilek dai sanak, kite berasan. (menyabarkan Bak. Lalu mendekati Talip)
Talip..terimakasih ian, kami terimo niat baek Pemangku adat dusun Ulu. Murai beketek di pucuk pagu tiang buluh di tetak tige kami mintek sabarlah nunggu sampai seruni tau tampane
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 19 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.
Kalaulah elang, masih kah elang tulah Dak akan jedi burung merak Mun judu kah judu tulah Dak mungkin iye kan behaghak..
Mak kak Tulip, ngah sampaikan berita layu kak ngan Pemangku adat dusun Ulu. Kami
minte waktu hampai Seruni depat. Nilek mun iye lah betemu, kami utus sughang due ke
dusun Ulu.
TALIP Baik Ginde, nilek kami sampaikan ngan Pemangku Adat Kami. Kalu nak butuh bantuan, kami sedusun siap nolong.. Kami pamit minta diri mudah-mudahan rasan baekni cepat
nyimpul. (Talip dan kawannya mohon diri)
GINDE Oii penduduk, kak dak pacak dianggap main-main. Seruni harus kite dapatkan. Ku
mintek kite gotong royong nyari Seruni. Kite bebagi tugas, ade ke bukit Jokong, ade yang ke bukit Botak, ade ke bukit Sulap, ade pule ke bukit Beton. Sementare yang lain, kite
nyebar ke utan-utan sekitar dusun..Hidup atau mati. Kite harus temukan Seruni. Tetue adat, ngah dukun padek. Ku minte ngah cari le ngan care ngah..
TETUO ADAT
Auu Ginde.Nah, yang betine tolong buat punjung ayam kuneng, kembang setaman, ayau tulung semangkok belantan. Malam kak aku nak beusaha nyari Seruni.
WARGA Siap Ginde…
(Semua keluar dari panggung. Kecuali Umak dan Bak bersedih, tari-tarian dan lagu masuk mengeksprsiakan perasaan Umak dan Bak. Sementara beberapa warga membantu tetuo adat menyeiapkan kebutuhan ritual. Usai tarian dan lagu, Tetuo adat melaksanakan ritulanya)
TETUO ADAT
Bismilahirohmannirrohim.. Sutsut dang derang kelempai kuning asap arang
Tangdentang kilat camare Petri kuning petri abang, petri ulu tulung
Daun kuning daun abang sebeluh kuneng Seberut tulang
Nabi Muhammad nabi dunie nabi akherat, nabi segale umat..Seruni detang jak
ulu Timur jak Ulu Barat, jak ulu Utara, jak ulu Selatan.. Huup!!!
(Menyebarkan beras kuning dan kembang setaman ke empat penjuru)
BAK
Lukmane nek..dimane Seruni anak deheku..?
UMAK
Au nek nang…kemane anak deheku..
KULIK
Neeek….nek nang….kelek nek…cacam! Neek…kelek..ituuu ituuu di pucuk itu ade
dehe belagak ian..Seruni..Seruni…auuu Seruni nek..
(Semua berlari melihat ke sudut. Seorang purti cantik tersenyum sembari
melambai)
UMAK
Seruni….Seruni anakku…name ngah nak…tughun nak…
SERUNI
Umak…Bak…aku minte maaf…, alam kite lah lain kulah ade ghumah di utan
dusun dalam…Kalu umak ngan Bak ghindu..nak betemu ngan ku..ambeklah
selembo daun buluh kuneng..kibaskanlah di batu betuah..aku akan detang. Cak
itu pule ngan bujang dehe, mun ye dak betemu jodoh, datanglah ngan ku, unde
punjung ayam puteh koneng. Ayo tulung ulu mate aghi, limau setangkai tege,
rokok nipah ngan pinang sirih.
(Tiba-tiba Seruni lenyap, Penduduk menjerit memanggil-manggil, mengejar Seruni.
Panggung kembali sepi)
TAMAT
Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kebahasaan & Kesastraan 20 Hasil Karya Kreativitas dan Pikiran Kritis Tenaga Kebahasaan & Kesastraan Tanjung Enim, 12 Mei 2016 – Dr.Rusmana Dewi, M.Pd.