akuntansi sektor publik
DESCRIPTION
Penganggaran Sektor PublikTRANSCRIPT
A.Pengertian Anggaran
Mardiasmo 2005
Anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial dan penganggaran merupakan proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran
Indra bastian 2006
Anggaran merupakan paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang
A.1.Fungsi Anggaran
• Anggaran sebagai alat perencanaan
Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut. Fungsi anggaran sebagai alat perencanaan adalah:
1. Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan,2. Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta merencanakan
alternatif sumber pembiayaannya,3. Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun4. Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.
• Anggaran sebagai alat pengendalian
Sebagai alat pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran
pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Tanpa anggaran
pemerintah tidak dapat mengendalikan pemborosan-pemborosan pengeluaran. Bahkan tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa setiap oknum pemerintah dapat dikendalikan oleh anggaran
Anggaran sebagai instrumen pengendalian digunakan untuk menghindari adanya overspending,
underspending dan salah sasaran dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan
prioritas. Pengendalian anggaran publik dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu:1. Membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan2. Menghitung selisih anggaran3. Menemukan penyebab yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan atas suatu varians4. Merevisi standar biaya atau target anggaran untuk tahun berikutnya.
• Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal
Anggaran dapat digunakan sebagai alat menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi
• Anggaran sebagai alat politik
Anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik.
• Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi
Anggaran publik merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintahan. Disamping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam lingkungan eksekutif.
• Anggaran sebagai alat penilaian kinerja
Kinerja eksekutif dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi anggaran.
• Anggaran sebagai alat motivasi
Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer, dan stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Anggaran sebagai alat untuk menciptakan ruang publik
Masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi, dan berbagai organisasi kemasyarakatan harus terlibat dalam
proses penganggaran publik.
Jenis – Jenis Anggaran Sektor Publik
1. Anggaran Tradisional
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan di negara berkembang
dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu:
Cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism
Struktur dan susunan anggaran yang besifat line-item
Cenderung sentralistis
Bersifat spesifikasi
Tahunan
Menggunakan prinsip anggaran bruto
Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu mengungkapkan besarnya dana yg
dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan
informasi tentang besarnya rencana kegiatan. Oleh karena itu tidak tersedianya berbagai informasi tersebut,
maka satu-satunya tolak ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan
pengguanaan anggaran.
Incrementalism
Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan pertanggungjawaban
yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat incrementalism, yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah
rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya
sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang
mendalam.
Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value
for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam
penyusunan anggaran tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money ini,
seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian
dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan.
Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item, program, atau kegiatan
akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak relevan
dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya menyentuh jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat
inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.
Line-item
Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang didasarkan atas dasar sifat
(nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Metode line-item budget tidak memungkinkan untuk
menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun
sebenarnya secara riil item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang. Karena
sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran tradisional tidak memungkinkan untuk dilakukan penilaian
kinerja secara akurat, karena satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan adalah semata-mata pada
ketaatan dalam menggunakan dana yang diusulkan.
Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi alasan adanya orientasi sistem
anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional
disusun atas dasar sifat penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah atasan,
pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja barang, dan sebagainya,
bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan.
Kelemahan Anggaran Tradisional
Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki beberapa kelemahan,
antara lain :
1. Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan jangka
panjang.
2. Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti secara menyeluruh
efektivitasnya.
3. Lebih berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan anggaran tradisional tidak dapat
dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan sumberdaya, atau memonitor kinerja. Kinerja
dievaluasi dalam bentuk apakah dana telah habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai.
4. Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai. Keadaan
tersebut berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, dan persaingan antar departemen.
5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
6. Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya terlalu pendek, terutama untuk
proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktik-praktik yang tidak diinginkan (korupsi dan kolusi).
7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai menyebabkan lemahnya
perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya adalah munculnya budget padding atau budgetary slack.
8. Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian untuk
pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran dan ’manipulasi anggaran.’
9. Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi dasar mekanisme
pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.
2. Anggaran Publik Dengan Pendekatan NPM
Era New Public Management
Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang cukup drastis
dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen
sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan
kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan
antara pemerintah dengan masyarakat. Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor publik
tersebut adalah pendekatan New Public Management.
New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan
berorientasi kebijakan. Penggunaan paradigma New Public Management tersebut menimbulkan beberapa
konsekuensi bagi pemerintah di antaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya
(cost cutting), dan kompetisi tender.
Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model pemerintahan yang
diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep
“reinventing government”. Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah :
1. Pemerintahan katalis : fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik. Pemerintah
harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses
produksinya (producing). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai pengecualian,
dan bukan keharusan, pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh
pihak non-pemerintah.
2. Pemerintah milik masyarakat : memberdayakan masyarakat daripada melayani. Pemerintah sebaiknya
memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat
menolong dirinya sendiri (self-help community).
3. Pemerintah yang kompetitif : menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik.
Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan.
Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar
biaya.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi
organisasi yang digerakkan oleh misi.
5. Pemerintah yang berorientasi hasil : membiayai hasil bukan masukan. Pada pemerintah tradisional, besarnya
alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin
kompleks masalah yang dihadapi, semakin besar pula dana yang dialokasikan.
6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.
7. Pemerintahan wirausaha : mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan.
8. Pemerintah antisipatif : berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisonal yang birokratis
memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik.
9. Pemerintah desentralisasi : dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja.
10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar : mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem
insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan).
Perbandingan Anggaran Tradisional dengan Anggaran Berbasis Pendekatan NPMAnggaran Tradisional New Public ManagementSentralis Desentralisasi dan devolved managementBerorientasi pada input Berorientasi pada input, output, dan outcome
(value for money)Tidak terkait dengan perencanaan jangka panjang
Utuh dan komperhensif dengan perencanaan jangka panjang
Line item-incrementalism Berdasarkan sasaran kinerjaBatasan departemen yang kaku Lintas departemenMenggunakan aturan klasik : vote accounting
Zero-Base Budgeting, Planning Programing Budgeting System
Prinsip anggran bruto Sistematik dan rasionalBersifat tahunan Bottom-up BudgetingSpesifik
Perubahan Pendekatan Anggaran
Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era New Public Management
telah mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan
anggaran sektor publik. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik penganggaran
sektor publik, misalnya adalah teknik Anggaran Kinerja (performance budgeting), Zero Based
Budgeting (ZBB), dan Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS).
Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik tersebut cenderung memiliki karakteristik umum sebagai
berikut :
1. Komprehensif/komparatif
2. Terintegrasi dan lintas departemen
3. Proses pengambilan keputusan yang rasional
4. Berjangka panjang
5. Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas
6. Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)
7. Berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input
8. Adanya pengawasan kinerja.
1. Anggaran Kinerja
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran
tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayan publik.Anggaran dengan pendekatan kinerja
sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga
mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan
rasional dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut anggaran
kinerja dilengkapi dengan teknik penganggaran analitis.
Anggaran kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena itu, anggaran digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan
efektivitas anggaran. Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yang menganggap
bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah akan menyalahgunakan kedudukan mereka dan
cenderung boros (overspending). Menurut pendekatan anggaran kinerja, dominasi pemerintah akan dapat
diawasi dan dikendalikan melalui penerapan internal cost awareness, audit keuangan dan audit kinerja, serta
evaluasi kinerja eksternal. Dengan kata lain, pemerintah dipaksa bertindak berdasarkan cost minded dan
harus efisien. Selain didorong untuk menggunakan dana secara ekonomis, pemerintah juga dituntut untuk
mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, agar dapat mencapai tujuan tersebut maka
diperlukan adanya program dan tolok ukur sebagai standar kinerja.
Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program
dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan sistem
anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur
organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan
unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang
digunakan sebagai tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.
2. Zero-Based Budgeting
Zero Based Budgeting adalah sistem anggaran yang didasarkan pada perkiraan kegiatan, bukan pada
yang telah dilakukan dimasa lalu. Setiap kegiatan akan dievaluasi secara terpisah. Ini berarti berbagai
program dikembangkan dalam visi pada tahun yang bersangkutan. Konsep Zero Based Budgeting
dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada sistem anggaran tradisional.
Proses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
1. Identifikasi Unit-unit Keputusan.
Struktur organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat pertanggungjawaban. Setiap pusat
pertanggungjawaban merupakan unit pembuat keputusan yang salah satu fungsinya adalah untuk
menyiapkan anggaran.
Zero Based Budgeting merupakan sistem anggaran yang berbasis pusat pertanggungjawaban sebagai
dasar perencanaan dan pengendalian anggaran. Suatu unit keputusan merupakan kumpulan dari unit
keputusan level yang lebih kecil.
2. Penentuan Paket-paket Keputusan.
Proses penentuan paket keputusan dapat menjamin tersedianya informasi yang lebih bermanfaat bagi
kepentingan manajemen. Paket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari
kreativitas organisasi atau fungsi yang dapat di evaluasi secara individu. Paket keputusan dibuat oleh
manajer pusat pertanggungjawaban dan harus menunjukkan secara detail estimasi biaya dan pendapatan
yang dinyatakan dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat. Secara teoritis, paket-paket
keputusan dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai alternatif kegiatan untuk melaksanakan fungsi unit
keputusan dan untuk menentukan perbedaan level usaha pada tiap-tiap alternatif. Terdapat dua jenis paket
keputusan, yaitu: a)Paket Keputusan Mutually-Exclusive. Adalah paket keputusan yang memiliki fungsi
yang sama. Apabila dipilih salah satu paket kegiatan atau program, maka konsekuensinya adalah menolak
semua alternatif yang lain. b)Paket Keputusan Incremental. Paket ini merefleksikan tingkat usaha yang
berbeda (dikaitkan dengan biaya) dalam melaksanakan aktivitas tertentu.
3. Meranking dan mengevaluasi Paket Keputusan.
Bila paket keputusan telah disiapkan, tahapan berikutnya adalah membuat peringkat semua paket
berdasarkan manfaat yang diperoleh bagi organisasi. Tahapan ini merupakan jembatan untuk menuju proses
alokasi sumber daya di antara berbagai kegiatan yang beberapa di antaranya sudah ada dan lainnya baru
sama sekali.
Keunggulan ZBB
o Proses pembuatan paket keputusan dapat menjamin tersedianya informasi yang lebih bermanfaat bagi
manajemen.
o Dana dapat dialokasi dengan lebih efisien, karena terdapat beberapa alternatif keputusan dan alternatif
pelaksanaan keputusan tersebut.
o Setiap program dan kegiatan selalu ditinjau ulang.
o Pengambil keputusan dapat memperoleh informasi mengenai kegiatan yang ada dalam kondisi kritis dan
mendesak
Kelemahan ZBB
o Sulit untuk diterapkan. Karena memakan waktu yang lama, terlalu teoritis dan tidak praktis, memakan biaya
yang besar serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk karena pembuatan paket keputusan.
o Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi.
o Memungkinkan munculnya kesan yang keliru, bahwa semua paket keputusan harus masuk kedalam anggaran.
o ZBB cenderung menekankan manfaat yang bersifat jangka pendek.
o Memerlukan keahlian khusus di dalam penentuan prioritas.
o Memerlukan data yang lebih lengkap dan dukungan analisis yang cukup kuat.
3. Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)
PPBS merupakan teknik penganggran yang didasarkan pada teori system yang berorientasi pada output
dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi.Sistem
penganggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yg terdiri dari divisi-divisi,
namun berdasarkan program yaitu pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu. Proses
implementasi PPBS, langkah-langkahnya yaitu :1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas
2. Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
3. Mengevaluasi berbagai alternative program dengan menghitung cost-benefit dari masing-masing program
4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil
5. Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui
Masalah utama penggunaan ZBB dan PPBS
1. Bounded rationality, keterbatasan dalam menganalisis semua alternative untuk melakukan aktivitas
2, Kurangnya data untuk membandingkan semua alternative, terutama untuk mengukur output
3. Masalah ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan dimasa depan, perubahan politik dan ekonomi
4. Pelaksanaan teknik tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat
5. Kesulitan dalam menentukan tujuan dan perankingan program terutama ketika terdapat pertentangan
kepentingan
6. Seringkali tidak memungkinkan untuk melakukan perubahan program secara cepat dan tepat
7. Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk berubah
8. Pelaksanaan teknik tersebut sering kali sesuia dengan proses pengambilankeputusan politik
9. Pada akhirnya, pemerintah beroperasi pada wilayah yang tidak rasional
Penganggaran Pemerintah Penyusunan dan Penetapan
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam UU No. 17 Tahun 2003 meliputi
penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam
proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem
penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka
pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagaiinstrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Sehubungan dengan itu, dalam UU No. 17 Tahun 2003 ini disebutkan bahwa belanja negara dan belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut
berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah.
Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Sebelum diberlakukannya UU No. 17 Tahun 2003, anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran.
Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undangundang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi.
Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.
Penyusunan dan penetapan APBNTujuan dan fungsi dan klasifikasi APBN (Pasal 11):
(1) APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang- undang.
(2) APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
(3) Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.
Pasal 1 angka 13 UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
(4) Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pem erintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Pasal 1 angka 14 UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
(5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat.
Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.
Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Ketentuan umum penyusunan APBN (Pasal 12):
(1) APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.
Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
(2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN.
Defisit anggaran dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
Mekanisme penyusunan APBN (Pasal 13):
(1) Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
(2) Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalampembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Mekanisme penyusunan APBN Pasal 14
(1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggarankementerian negara/lembaga tahun berikutnya.
(2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yangsedang disusun.
(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBNtahun berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggarankementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Mekanisme penyusunan dan penetapan APBN (Pasal 15):
(1) Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertainota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.
Perubahan Rancangan Undang-undang tentang APBN dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
(4) Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan Undangundang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5) APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Penyusunan dan penetapan APBDTujuan dan fungsi dan klasifikasi APBD (Pasal 16):
(1) APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah.
(2) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
(3) Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
(4) Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga teknis daerah.
Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.
Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.
Ketentuan umum penyusunan APBD (Pasal 17):
(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
Dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
(2) Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antar generasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 18):
(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan.
(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 19):
(1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
(2) Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun.
(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.
Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD (Pasal 20):
(1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
(3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
Perubahan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat diusulkan oleh DPRD sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
(4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
Perencanaan Pembangunan dan Penganggaran
Pengertian Perencanaan
Perencanaan adalah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatau periode
tertentu dalam rangka tujuan yang ditetapkan.
Menurut Arthur W. Lewis (1965), Perencanaan pembangunan sebagai suatu kumpulan
kebijaksanaan dan program pembangunan unutk merangsang masyarakat dan seasta untuk
menggunakan sumberdaya yang tersedia secara lebih produktif.
Menurut M. L. Jhingan (1984), menyatakan bahwa Perencanaan pembangunan pada dasarnya
merupakan pengendalian dan pengaturan perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa
(pemerintah) pusat untuk mencapai suatu sasaran dan tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu
pula.
Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(SPPN) adalah suatu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-
rencana pembangunan jangka panjang, jangka menegah dan tahunan, yang dilaksanakan oleh unsure
peyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Pendekatan Dalam Pembangunan
1. Teori Modernisasi
Modernisasi dapat dipahami sebagai sebuah upaya tindakan menuju perbaikan dari kondisi
sebelumnya. Selain upaya, modernisasi juga berarti proses yang memiliki tahapan dan waktu tertentu
dan terukur. Modernisasi memiliki asumsi dasar yang menjadi pangkal hipotesisnya dalam menawarkan
rekayasa pembangunan.Pertama, kemiskinan dipandang oleh Modernisasi sebagai masalah internal
dalam sebuah negara (Arief Budiman, 2000:18).
Kemiskinan dan problem pembangunan yang ada lebih merupakan akibat dari keterbelakangan dan
kebodohan internal yang berada dalam sebuah negara, bukan merupakan problem yang dibawa oleh
faktor dari luar negara. Jika ada seorang warga yang miskin sehingga ia tidak mampu mencukupi
kebutuhan gizinya, maka penyebab utama dari fakta tersebut adalah orang itu sendiri dan negara dimana
orang tersebut berada, bukan disebabkan orang atau negara lain. Artinya, yang paling pantas dan layak
melakukan penyelesaian masalah atas kasus tersebut adalah orang dan negara dimana orang itu berada,
bukan negara lain.
Kedua, muara segala problem adalah kemiskinan, pembangunan berarti perang terhadap
kemiskinan.Jika pembangunan ingin berhasil, maka yang kali pertama harus dilakukan adalah
menghilangkan kemiskinan dari sebuah negara.Cara paling tepat menurut Modernisasi untuk
menghilangkan kemiskinan adalah dengan ketersediaan modal untuk melakukan investasi.Semakin
tinggi tingkat investasi di sebuah negara, maka secara otomatis, pembangunan telah berhasil, (Mansour
Fakih, 2002:44-47).
Teori Modernisasi adalah teori pembangunan yang menyatakan bahwa pembangunan dapat dicapai
melalui mengikuti proses pengembangan yang digunakan oleh negara-negara berkembang saat ini. Teori
tindakan Talcott Parsons 'mendefinisikan kualitas yang membedakan "modern" dan "tradisional"
masyarakat.Pendidikan dilihat sebagai kunci untuk menciptakan individu modern. Teknologi memainkan
peran kunci dalam teori pembangunan karena diyakini bahwa teknologi ini dikembangkan dan
diperkenalkan kepada negara-negara maju yang lebih rendah akan memacu pertumbuhan ekonomi. Salah
satu faktor kunci dalam Teori Modernisasi adalah keyakinan bahwa pembangunan memerlukan bantuan
dari negara-negara maju untuk membantu negara-negara berkembang untuk belajar dari perkembangan
mereka. Dengan demikian, teori ini dibangun di atas teori bahwa ada kemungkinan untuk pengembangan
yang sama dicapai antara negara maju dan dikembangkan lebih rendah.
2. Teori Dependensi (Ketergantungan).
Teori Dependensi lahir atas respon ilmiah terhadap pendapat kaum Marxis Klasik tentang
pembangunan yang dijalankan di negara maju dan berkembang.Aliran neo-marxisme yang kemudian
menopang keberadaan teori Dependensi ini.Tokoh utama dari teori Dependensi adalah Theotonio Dos
Santos dan Andre Gunder Frank.Theotonio Dos Santos sendiri mendefinisikan bahwa ketergantungan
adalah hubungan relasional yang tidak imbang antara negara maju dan negara miskin dalam
pembangunan di kedua kelompok negara tersebut.Dia menjelaskan bahwa kemajuan negara Dunia
Ketiga hanyalah akibat dari ekspansi ekonomi negara maju dengan kapitalismenya. Jika terjadi sesuatu
negatif di negara maju, maka negara berkembang akan mendapat dampak negatifnya pula. Sedangkan
jika hal negatif terjadi di negara berkembang, maka belum tentu negara maju akan menerima dampak
tersebut. Sebuah hubungan yang tidak imbang. Artinya, positif-negatif dampak berkembang
pembangunan di negara maju akan dapat membawa dampak pada negara, (theotonio dos santos, review,
vol. 60, 231).
Enam bagian pokok dari teory independensi adalah :
1. Pendekatan Keseluruhan Melalui Pendekatan Kasus. Gejala ketergantungan dianalisis dengan
pendekatan keseluruhan yang memberi tekanan pada sisitem dunia. Ketergantungan adalah akibat
proses kapitalisme global, dimana negara pinggiran hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika
dan mekanisme kapitalis dunia menjadi perhatian pendekatan ini.
2. Pakar Eksternal Melawan Internal. Para pengikut teori ketergantungan tidak sependapat dalam
penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan bahwa faktor eksternal lebih ditekankan,
seperti Frank Des Santos. Sebaliknya ada yang menekan factor internal yang mempengaruhi/
menyebabkan ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.
3. Ekonomi Melawan Analisi Sosiopolitik. Raul Plebiech memulainya dengan memakai analisis
ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga bersifat ekonomi. AG Frank seorang ekonom,
dalam analisisnya memakai disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan
demikian teori ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi
analisis sosial politik dimana analisis ekonomi hanya merupakan bagian dan pendekatan yang multi
dan interdisipliner analisis sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran
pemerintah di negara pinggiran.
4. Kontradiksi Sektoral/Regional Melawan Kontradiksi Kelas. Salah satu kelompok penganut
ketergantungan sangat menekankan analisis tentang hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran
ini merupakan analisis yang memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan
kelompok lainya menekankan analisis klas, seperti Cardoso.
5. Keterbelakangan Melawan Pembangunan. Teori ketergantungan sering disamakan dengan teori
tentang keterbelakangan dunia ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para pemikir teori
ketergantungan yang lain seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan
dan pembangunan bisa berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat dan keterbatasan
dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan.
6. Voluntarisme Melawan Determinisme. Penganut marxis klasik melihat perkembangan sejarah
sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan berkembang sesuai tahapan dari feodalisme ke
kapitalisme dan akan kepada sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank kemudian
mengubahnya melalui teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme negara-negara pusat berbeda
dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara pinggiran adalah keterbelakangan karena
itu perlu di ubah menjadi negara sosialis melalui sebuah revolusi. Dalam hal ini Frank adalah
penganut teori voluntaristik.
3. Teori Artikulasi
Teori ini menyikapi kegagalan kapitalisme yang dilakukan di negara satelit, karena kapitalisme
dapat berhasil dilakukan di negara maju. Minimal adadua alasan utama yang menyebabkan kapitalisme
gagal membawa negara berkembang untuk mencapai kemajuan dalam pembangunan yang
dilakukannya. Dua hal itu adalah kegagalan cara dan proses produksi di negara satelit.
1. Kegagalan proses produksi di negara satelit
Teori ini berpendapat bahwa negara satelit telah gagal memahami proses industrialisasi yang
dicontohkan oleh negara maju. Pemahaman yang salah atas kapitalisme ini kemudian menbawa
kegagalan dalammewujudkan kapitalisme dengan melakukan industrialisasi dalam negeri.Disinilah
yang dimaksud dengan kegagalan dalam pembangunan menurut teori Artikulasi. Negara Dunia Ketiga
gagal mengartikulasikan profil kemajuan dan kemandirian ekonomi yang telah tercapai di
negara maju dengan kapitalisasi ekonominya, sehingga kegagalan inimembawa negara satelit tetap
menjadi negara miskin.
2. Kesalahan cara produksi
Industrialiasi yang berjalan di negara satelit mengalami kesalahan dalam hal produksi (made of
production), sehingga pemanfaatan sumberdaya alamtidak dilakukan secara maksimal untuk
menghasilkan produk barang industri.Kesalahan cara produksi ini menyebabkan kapitalisme di negara
satelit tidak berjalan dan berkembang secara murni, sehingga pembangunan tidak berhasilmembawa
kemajuan bagi negara tersebut. Kegagalan cara produksi di negara Dunia Ketiga ini terjadi karena
keterbatasan teknologi industri yang dikuasai oleh para tenaga ahli di negara Dunia Ketiga. Dengan
terbatas dan sedikitnya teknologi industri yagng dikuasai, maka produk industri yangdihasilkan oleh
industri negara Dunia Ketiga tetap akan mengalamikekalahan dalam persaingan di pasar konsumsi
dengan produk yang dihasilkan oleh industri negara maju.
Dengan tidak lakunya barang-barang produk industri negara Dunia Ketiga,maka pertumbuhan pendapatan
industri-industri domestik akan cenderung rugi atau hanya mendapatkan laba yang minim, sehingga
dengan keuntungan terbatas tersebut, karyawan dan para pekerja akan terbatas mendapatkan pendapatan
dari kerja yang telah mereka lakukan. Jika pendapatan rendah, maka kemampuan konsumsi juga
rendah. Maka negara Dunia Ketiga tetap masih berada dalamketerbelakangan jika tidak mampu merubah
cara produksi industri yangada didalam negaranya. Cara tercepat untuk merubahnya adalah dengan
menguasai teknologi industri yang sangat menentukan mutu produk industri itu sendiri. Tokoh teori ini
adalah Claude Meillassoux dan Pierre Philippe Rey, keduanya adalah antropolog yang berasal dari
Perancis,(Arief Budiman, 2000: 103-107).
Unsur Pokok Perencanaan Pembangunan
Dalam melakukan pembangunan, harus memiliki perencanaan yang matang dan mantap, agar
pembangunan dapat berdaya guna dan berhasil guna. Dalam perencanaan pembangunan, tentunya ada
unsure-unsur pokok yang harus dimiliki yaitu seperti sebagai berikut:
1. Mengetahui Locus: mengerti, mengetahui, dan memahami kondisi umum daerah yang dijadikan
sasaran pembangunan.
2. Memiliki visi dan misi pembangunan: pelaksanaan pembangunan harus tetap fokus, sehingga harus
bersandar pada visi dan misi yang telah ditetapkan sebelumnya, mengenai untuk apa, siapa, dan
mengapa pembangunan itu harus dilaksanakan.
3. Mempunyai sasaran dan target pembangunan: mengetahui tindakan nyata yang akan dilakukan serta
jangka waktu yang dibutuhkan dari tujuan yang ingin dicapai.
4. Memiliki strategi pembangunan: bertujuan agar pelaksanaan berjalan secara kronologis serta,
mengutamakan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien, dengan tepat dan terarah. Berikut
merupakan contoh strategi pembangunan seperti, strategi menyeluruh dan strategi parsial, strategi
fokus dan strategi campuran.
5. Adanya prioritas pembangunan: hal ini bertujuan agar tercipta pengoptimalisasian terhadap
pencapaian sasaran pembangunan dengan dana dan sumberdaya yang terbatas.
6. Memiliki program dan kegiatan pembangunan yang jelas: sebagai bentuk intervensi dari pemerintah
dengan menggunakan sejumlah sumberdaya, termasuk dana dan tenaga dalam rangka melaksanakan
kebijakan pembangunan.
Proses dan Siklus Perencanaan Pembangunan
Secara lebih rinci dapat dikemukakan tahap-tahap dalam suatu proses perencanaan sebagai berikut :
1. Penyusun Rencana
a. Tinjauan Keadaan
Tinjauan keadaan atau review ini dapat berupa tinjauan sebelum memulai suatu rencana
(review before take of) atau suatu tinjauan tentang pelaksanaan rencana sebelumnya (review
of performance). Dengan kegiatan ini diusahakan dapat dilakukan dan diidentifikasi
masalah-masalah pokok yang masih dihadapi, seberapa jauh kemajuan telah dicapai untuk
menjamin kontinuitas kegiatan-kegiatan usaha, hambatan-hamabatan yang masih ada, dan
potensi-potensi serta prospek yang masih bisa dikembangkan.
b. Perkiraan keadaan masa yang akan datang akan dilalui rencana
Sering juga disebut sebagai forecasting. Dalam hal ini diperlukan data-data statistik, sebagai
hasil penelitian dan teknik-teknik proyeksi. Mekanisme informasi untuk mengetahui
kecenderungan-kecenderungan perpestik masa depan.
c. Penetapan tujuan rencana (Plan Objectives)
Dalam hal ini seringkali nilai-nilai politik, sosial masyarakat,memainkan peranan yang
cukup penting. Secara teknis hal ini didasarkan kepada tinjauan keadaan dan perkiraan
tentang masa yang akan dilalui rencana.
d. Identifikasi kebijakan
Suatu kebijakan atau policy, mungkin perlu didukung oleh program-program pembangunan.
Untuk bisa lebih operasionalnya rencana kegiatan-kegiatan usaha ini perlu dilakukan
berdasar pemilihan alternatif yang terbaik. Hal ini dilakukan berdasar opportunity cost dan
skala prioritas. Bagi proyek-proyek pembangunan identifikasinya didukung oleh feasibility
studies dan survei-survei pendahuluan.
e. Tahap persetujuan rencana
Proses pengambilan keputusan disini mungkin bertingkat-tingkat, dari putusan bidang teknis
kemudian memasuki wilayah proses politik. Disini diusahakan pula penyelarasan dengan
perencanaan pembiayaan secara umum dari pada program-program perencanaan yang akan
dilakukan.
2. Penyususnan Program Rencana
Dalam tahap ini dilakukan perumusan yang lebih terperinci mengenai tujuan atau sasaran dalam
jangka waktu tertentu, suatu perincian jadwal kegiatan, jumlah dan jadwal pembiayaan serta
penentuan lembaga atau kerja sama antar lembaga mana yang akan melakukan program-program
pembangunan. Seringkali tahap ini perlu dibantu dengan penyususnan suatu flow-chart, operation
plan atau network plan.
3. Pelaksanaan rencana
Dalam hal ini seringkali perlu dibedakan antara tahap eksplorasi, tahap konstruksi dan tahap
operasi. Hal ini perlu dipertimbangkan karena sifat kegiatan usahanya berbeda. Dalam tahap
pelaksanaan operasi perlu dipertimbangkan kegiatan-kegiatan pemeliharaan.
4. Pengawasan atas Pelaksanaan Rencana
a. Mengusahakan supaya pelaksanaan rencana berjalan sesuai dengan rencananya.
b. Apabila terdapat penyimpanan maka perlu diketahui seberapa jauh penyimpangan tersebut dan
apa penyebabnya.
c. Dilakukan tindakan korektif terhadap penyimpangan-penyimpangan.
5. Evaluasi
Evaluasi ini membantu kegiatan pengawasan. Dalam hal ini dilakukan suatu evaluasi atau tinjaun yang
berjalan secara terus menerus, seringkali disebut sebagai concurrent review. Evaluasi juga dilakukan sebagai
pendukung tahap penyusunan rencana, yaitu tentang situasi sebelum rencana dimulai dan evaluasi tentang
pelaksanaan rencana sebelumnya. Dari hasil hasil evaluasi ini dapat dilakukan perbaikan terhadap
perencanaan selanjutnya atau penyesuaian yang diperlukan dalam pelaksanaan perencanaan itu sendiri.
Hubungan Perencanaan dan Penganggaran
Strategi merupakan titik awal dalam pembuatan rencana dan anggaran perusahaan yang dipilih oleh
perusahaan untuk mencapai sasaran jangka panjang dan misinya. Penyusunan anggaran harus dilakukan
dengan hati-hati agar sasaran dan tujuan strategis perusahaan dapat dicapai. Tanpa ada rencana strategis,
kehilangan peluang dan kinerja yang tidak baik dapat menyebabkan organisasi tidak berkembang dan bisa
menyebabkan perusahaan bangkrut.
Setelah tujuan perusahaan ditetapkan dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut dipilih, kemudian diikuti
dengan penyusunan program-program untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan dalam perencanaan
stratejik. Program merupakan rencana jangka panjang untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan
dalam perencanaan stratejik. Rencana jangka panjang yang dituangkan dalam program memberikan arah ke
mana kegiatan organisasi ditujukan dalam jangka panjang. Anggaran merinci pelaksanaan program, sehingga
anggaran yang disusun setiap tahun memiliki arah seperti yang ditetapkan dalam rencana jangka panjang.
Jika tidak disusun berdasarkan program, pada dasarnya organisasi seperti berjalan tanpa tujuan yang jelas.
Perencanaan strategis dan penyusunan anggaran melibatkan perencanaan, tapi jenis aktivitas perencanaannya
berbeda antara kedua proses tersebut. Proses penyusunan anggaran fokus pada satu tahun, sementara
perencanaan strategis fokus pada aktivitas yang mencakup periode beberapa tahun. Perencanaan strategis
mendahului penyusunan anggaran dan menyediakan kerangka kerja ketika anggaran tahunan dikembangkan.
Pembuatan anggaran merupakan bagian dari proses perencanaan strategi suatu organisasi. Apabila organisasi
memiliki perencanaan strategi yang buruk, kondisi keuangan dan anggaran akan mengalami hal yang sama.
Anggaran tidak didominasi oleh kepentingan sepihak. Anggaran merupakan alat untuk mencapai sasaran dan
tujuan dari organisasi.
Sebelum anggaran dibuat, perusahaan harus membuat perencanaan strategis, dimana dalam perencanaan
strategis tersebut diidentifikasi strategi untuk aktivitas dan operasi masa depan. Rencana strategis biasanya
mencakup periode lima tahun ke depan. Lima tahun adalah periode yang cukup panjang untuk
merigestimasikan konsekuensi dari keputusan program yang dibuat saat ini.Perusahaan dapat
menerjemahkan seluruh strategi dalam tujuan jangka pendek dan jangka panjang, dimana tujuan-tujuan
tersebut menjadi dasar dari pembuatan sebuah anggaran. Jadi harus terdapat hubungan yang kuat antara
anggaran dengan perencanaan strategis, dimana hal ini membantu manajemen memastikan bahwa seluruh
perhatian tidak fokus pada jangka pendek saja, mengingat anggaran merupakan perencanaan dalam satu
periode tertentu saja (jangka pendek).
CONTOH PERUSAHAAN
PT Indofood Sukses Makmur Tbk adalah perusahaan besar di Indonesia yang mampu menguasai pasar
dengan sistem produksi yang terintegrasi. PT Indofood mempunyai strategi untuk programnya programnya
dalam menarik pasar, yaitu:
Strategi Penetrasi Pasar
PT. Indofood mengimplementasikan strategi ini dengan maksud dapat meningkatkan market share produk
tersebut dengan cara pemasaran melalui iklan, brosur, menambahkan jumlah tenaga penjual, dan bentuk
usaha promosi lainnya.
Strategi Pengembangan Pasar
Tujuan dari strategi ini adalah untuk memperbesar pangsa pasar dengan memperkenalkan produk tersebut ke
daerah-daerah baru agar penduduk dari daerah tersebut tertarik dengan produk PT. Indofood.
Strategi Pengembangan Produk
PT. Indofood menggunakanstrategi ini untuk meningkatkan atau memodifikasi produk-produk yang ada
sehingga konsumen tertarik dengan produk tersebut. Dengan menciptakan produk yang berbeda dengan
produk dari perusahaan yang lain, konsumen akan lebih tertarik dan mau saja membeli dengan harga yang
lebih mahal yang dikarenakan oleh perbedaan tersebut. Sebagai contoh, PT. Indofood mengeluarkanproduk
mie instan yang unik dengan cita rasanya yang khas dengan tema nusantara.
Selain strategi-strategi yang telah dijelaskan sebelumnya, PT.Indofood juga menggunakan strategi
diferensiasi karena keunikan dan cakupan pasar yang luas terhadap produk mie instannya. Strategi yang
digunakan PT. Indofood untuk mengakuisisi PT. Londsum adalah Strategi Integrasi Vertikal (Vertical
Integration Strategy) dari Fred R. David. Strategi ini menghendaki perusahaan melakukan pengawasan lebih
terhadap distributor (Forward Integration Strategy), pemasok (Backward Integration Strategy), dan para
pesaingnya (Horizontal IntegrationStrategy). Akuisisi oleh PT. Indofood menurut kami, adalah
pengambilalihan kepemilikan mayoritas saham perusahaan (PT. Londsum). Dengan tujuan mendapatkan
kepemilikan atau meningkatkan pengendalian bagi pemasok. Diketahui bahwa PT. Londsum memiliki
perkebunan kelapa sawit yang dapat digunakan PT. Indofood sebagai sumber bahan baku pembuatan
produknya. PT. Indofood tepat mengakuisisi PT. Londsum, karena dengan adanya kepemilikan saham
mayoritas maka pengendalian dan pengawasan pasokan bahan baku sepenuhnya berada pada PT. Indofood.
Jika PT. Indofood hanya merger dengan PT. Londsum, kemungkinan terciptanya resiko atau konflik di
antara kedua perusahaan semakin besar.
Kebijakan anggaran yang diterapkan oleh PT.Indofood adalah memberikan kesempatan kepada cabang-
cabangnya untuk mengajukan anggaran setiap empat bulan ke kantor pusat Jakarta untuk selanjutnya
dianalisa dan ditetapkan oleh perusahaan induk. Barang-barang yang akan disalurkan sepenuhnya disuplay
oleh cabang induk perusahaan, tetapi biaya pemasarannya di area masing-masing cabang diatur oleh
manajer-manajer cabang pemasaran. Berikut ini adalah table anggaran penjualan PT.Indofood Sukses
Makmur di Kendari tahun 2002-2010 :
Tahun
Jumlah Anggaran (Rp)
Total (Rp)Quartal I Quartal II Quartal III
200262.062.000
62.062.000
62.062.000
186.186.000
200363.519.517
63.519.517
63.519.517
190.558.551
200465.215.733
65.215.733
65.215.733
195.647.199
200562.147.000
62.147.000
62.147.000
186.441.000
2006 66.260.95 66.260.95 66.260.95 198.782.85
0 0 0 0
200766.999.146
66.999.146
66.999.146
200.997.438
200868.409.654
68.409.654
68.409.654
205.228.962
200968.661.317
68.661.317
68.661.317
205.983.951
201071.256.250
71.256.250
71.256.250
213.768.750
Sumber : PT.Indofood Sukses Makmur di Kendari, 2011
Pemberian anggaran yang berangsur-angsuran secara kuartal memberikan pengaruh terhadap rencana
penjualan yang telah ditetapkan perusahaan cabang dan harus menunggu keputusan anggaran selanjutnya
karena anggaran tersebut diproses pemasaran pada setiap kantor pemasaran yang berada di dalam wilayah
tersebut.
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran
Pengertian PertanggungjawabanSalah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi danakuntabilitas pengelolaan keuangan
negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktudan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterimasecara umum. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2003tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara /Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN / APBD) disusun dan disajikansesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan oleh pemerintah.Penerbitan Pedoman Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP)merupakan awal masing-masing pihak untuk bersama-sama mewujudkan good govermance melalui penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN / APBD oleh semuainstansi pemerintah pengguna anggaran baik di pusat maupun daerah. Selama initerdapat beberapa aturan yang digunakan sebagai rujukan pemerintah daerahdalam penyusunan laporan keuangan. Ketidak seragaman ini akan membuat perbedaan dalam penyajian laporan keuangan oleh pemerintah daerah. Kondisi demikian membuat laporan keuangan pemerintah daerah tidak akan dapatmemenuhi keterbandingan baik secara internal maupun eksternal. Padahalkarakteristik kualitatif laporan keuangan seperti yang disampaikan pada kerangkakonseptual akuntansi pemerintah yang baru ini adalah dapat dibandingkan.Pasal 32 ayat (1) UU 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa bentuk dan isilaporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD / APBN disusun dan disajikansesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Sedangkan Pasal 184 ayat (1) dan(3)
UU 32 tahun 2004 intinya menyatakan bahwa Laporan Keuangan PemerintahDaerah disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yangditetapkan dengan peraturan pemerintah.Dari dua pasal tersebut di atas maka jelaslah pentingnya diterapkan standarakuntansi pemerintahan dalam pelaksanaan penyusunan Laporan KeuanganPemerintah Daerah. Hal ini direspon pemerintah dengan diterbitkannya PeraturanPemerintah No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
Peranan Pelaporan KeuanganLaporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevanmengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Penerapan standar ini menjadi sangat penting bagi entitas pelaporan dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajibanuntuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan seta hasil yang dicapaidalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan struktur pada suatu periode pelaporan. Berikut peranan Pelaporan Keuangan berdasarkan standar akuntansi pemerintahan adalah sebagai berikut:
a) AkuntabilitasMempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalammencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.b) Manajemen Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksaan kegiatansuatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaa, pengelolaan, dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, danekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat.c) TransparansiMemberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepadamasyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untukmengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban entitas pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya danketaatannya pada peraturan perundang-undangan.d) Keseimbangan Antargenerasi Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yangdilaokasikan dan menentukan apakah generasi yang akan datang diasumsikanakan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.
Tujuan Pelaporan KeuanganPelaporan keuangan pemerintah harus menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuatkeputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:
a)Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalanuntuk membiayai seluruh pengeluaran;
b)Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber dayaekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan;
c)Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yangdigunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai;
d)Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanaiseluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya;
e)Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang dari pungutan pajak dan pinjaman;
f)Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan sebagai akibat kegiatanyang dilakukan selama periode pelaporanLaporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh entitas pelaporan.Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalammembuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secaraspesifik, tujuan
pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikaninformasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya,dengan:
a) Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi,kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
b) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi,kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
c)Menyediakan informasi sumber, alokasi, dan penggunaan sumber dayaekonomi;d)Menyediakan informasi ketaatan realisasi terhadap anggarannya;e)Menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan mendanai aktivitasnyadan memenuhi
kebutuhan kasnya; f)Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam
mendanai aktivitasnya.Basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan kapan pengaruh atas transksi
atau kejadian harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan. Basis akuntansi pada umumnya ada dua yaitu, basis kas (cash basis of accounting) dan basis akrual (accrual basis of accounting).Dalam akuntansi berbasis kas, transaksi ekonomi dan kejadian lain diakui ketika kas diterima oleh kas pemerintah (Kas Umum Negara / Kas Umum Daerah) atau dibayarkan dari kas pemerintah (Kas Umum Negara / Kas Umum Daerah). Sedangkan dalam akuntansi berbasis akrual berarti suatu basis akuntansi dimana transaksi ekonomi dan peristiwa-peristiwa lain diakui dan dicatat dalam catatan akuntansi dan dilaporkan dalam periode laporan keuangan pada saatterjadinya transaksi tersebut, bukan pada saat kas atau ekuivalen kas diterima atau dibayarkan. Contoh transksi yang membedakan basis kas dan basis akrual adalah dalam peristiwa pada saat pemerintah menerbitkan Surat Keputusan PenetapanPajak (SKPP). Dalam basis kas, saat terbitnya SKPP tersebut belum diakuisebagai pendapatan, karena pemerintah belum menerima kas. Namun, dalam basis akrual, terbitnya SKPP tersebut oleh pemerintah sudah diakui sebagai pendapatan,walaupun pemerintah belum menerima kas atau pendapatan pajak tersebut. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah diwajibkan menerapkan basis akuntansiakrual secara penuh atas pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja negara paling lambat tahun anggaran 2008.
Manfaat Akuntansi Akrual i. Informasi yang terkandung dalam laporan yang disajikan dalam basisakrual sangat berguna baik untuk
akuntabilitas maupun pengambilankeputusan;ii. Akuntansi akrual mengharuskan organisasi untuk memelihara catatanyang lengkap dari aktiva dan
menfasilitasi pengelolaan aset yang lebih baik;iii. Akuntansi akrual menyediakan kerangka yang konsisten untukidentifikasi kewajiban saat ini dan
kewajiban kontijensi.
Pelaporan Dalam Akrual Basis i. Menunjukkan bagaimana pemerintah mendanai kegiatannya danmencukupi kebutuhan kasnya;ii. Membuat pengguna dapat mengevaluasi kemampuan pemerintahuntuk mendanai kegiatannya dan untuk
memenuhi kewajiban dankomitmennya;iii. Menunjukkan posisi keuangan pemerintah dan perubahan dalam posisi keungan;iv. Menyediakan kesempatan bagi pemerintah untuk menunjukkan pengelolaan yang sukses atas sumber
daya;v. Berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dilihat dari sisi biaya pelayanan, efisiensi, dan
pencapaian.Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yangrelevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan olehsuatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan.
Laporan keuanganterutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transferdan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan.
Penyajian Laporan KeunganLaporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalamsetahun. Pernyajian laporan keuangan sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN / APBD diwajibkan untuk setiap periode tahun anggaranAPBN /
APBD, dimana dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulaitanggal 1 Januari sampai 31 Desember untuk Neraca, dan untuk tahun yangberakhir 31 Desember untuk Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan LaporanArus Kas (LAK).Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah danlaporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang ataulebih pendek dari satu tahun, misalnya sehubungan dengan adanya perubahantahun anggaran. Contoh selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, suatu entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunanlaporan keuangan konsolidasi. Dalam kondisi seperti itu entitas pelaporan harusmengungkapkan informasi mengenai alasan penggunaan periode pelaporan tidaksatu tahun, dan fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentuseperti arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentangKeuangan Negara, batas waktu penyampaian laporan keuangan sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN / APBD selambat-lambatnya 6 (Enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Dengan demikian, kegunaan laporan keuangan tersebut berkurang bilamana laporan tidak tersedia bagi penggunadalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. Faktor-faktor yangdihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan bukan merupakanalasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat waktu.Selain laporan keuangan tahunan, setiap entitas pelaporan jugadiwajibkan menyusun laporan keuangan interim, yaitu setidak-tidaknya setiapsemester sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara /Lembaga dan Peraturan Pemerintan Nomor 8 tahun 2006 tentang PelaporanKeuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.